• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengendalian Hewan terhadap Temperatur, Nadi, dan Respirasi Nilai Hematologi dan Kimia Darah Rusa (Cervus Termorensis - Blainville 1822)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengendalian Hewan terhadap Temperatur, Nadi, dan Respirasi Nilai Hematologi dan Kimia Darah Rusa (Cervus Termorensis - Blainville 1822)"

Copied!
243
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)

PENGARUH PENGENDALIAN HEWAN TERHADAP

TEMPERATUR, NADl DAN RESPIRASI, NlLAl

HEMATOLOGI DAN KlMlA DARAH RUSA

(Cervus timorensis

-

Blainville 1

822)

Oleh

:

SABDI HASAN ALIAMBAR

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(133)

RINGKASAN

SABDI HASAN ALIAMBAR.

Pengaruh Pengendalian Hewan Terhadap

Temperatur, Nadi dan Respirasi, Nilai Hematologi dan Kimia Darah Rusa

(Cervus

frmorensis-Blainville 1822). Dibawah bimbingan SOERATNO PARTOATMODJO

(Alm) sebagai

ketua,

HAD1

S. ALIKODRA,

AHMAD

ANSORI MATTJIK,

MARTIN

B. MALOLE dan SETYO WlDODO sebagai anggota.

Indonesia merupakan salah satu pusat yang terpenting di dunia untuk

keanekaragaman hayati. Rencana pengelolaan keanekaraga~nan hayati akan

merupakan cakupan yang luas dan meliputi program-program konsewasi yang telah

dijalankan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang kadang-

kadang beke jasama dengan masyarakat penyumbang dana (donor) Intemasional.

Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat, telah menyebabkan

bertambahnya kebutuhan akan protcin hewani (daging, susu, telur dan lain-lain),

sehingga perlu dipikirkan cara pembudidayaan satwaliar untuk dijadikan ternak

potong. Rusa (deer) banyak terdapat di Indonesia dan tampaknya dapat dijadikan

alternatif ternak potong karena mempunyai persentase karkas rata-rata yang lebih

tinggi dibandingkan dengan ternak sapi

dan

domba.

Akan

tetapi untuk memindahkan

satwaliar dari lokasi habitatnya ke lokasi yang baru, dibutuhkan usaha untuk

menangkap atau membius hewan tersebut. Dalam banyak kasus, satwa tersebut

seringkali mati mendadak setelah penangkapan atau pembiusan, tanpa diketahui

(134)

Menurut Fowler

(1993),

gejala ini disebut "Capture myopathy" (CM) yang

biasanya terjadi pada mamalia dan unggas yang masih liar, baik

d~

alam bebas

maupun di dalam penangkaran. Berdasarkan kenyataan inilah maka penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengendalian hewan (restraint) terhadap

kondisi hewan secara umum, melalui kmeriksaan temperatur, nadi dan rgspirasi;

gambaran hematologi dan kimia darah.

Sebanyak

36

ekor rusa (Cervus timorensis) yang berada di tiga lokasi berbeda

yaitu Camplong-

NTT;

Taman Safari Indonesia di Cisarua-Bogor serta beberapa

daerah di sekitar Kotamadya dan Kabupaten Bogor, digunakan sebagai hewan

percobaan. Sedangkan untuk menangkap dan mengendalikan rusa

ini,

dilakukan dua

cara/metode pengendalian yaitu pengendalian

ti

sik (ditangkap secara manual) dan

pengendalian kimia (pembiusan) dengan tiletamin-zolazepam (Zoletil R Virbac).

Peubah (parameter) yang diukur ialah Temperatur, Nadi, Respirasi, Sel Darah

Merah (SDM), Sel Darah Putih (SDP), Haemoglobin (HB), Hematokrit (HCT), Mean

Cell Volume (MCV), Mean Cell Haemoglobine (MCH) dan Mean Corpuscular

Haemoglobin Concentration (MCHC). Juga nilai kimia darah yaitu Urea, Creatinin,

Alanin amino transferase (ALTJSGPT), Aspartic amino transferase (ASTfSGOT) dan

Lactat dehydrogenase (LDH). Pengambilan data dilakukan masing-masing tiga kali

dengan selang waktu perbedaan

15

menit.

Dari hasil analisis data-data yang diamat; dengan rancangan tersarang

(nested), dapat disimpulkan bahwa keterbatasan geraWmobilitas hewan sangat

mempengaruhi derajat kecenderungan peningkatan aktifitas sel-sel otot rangka dan

(135)

Dengan demikian maka pemilihan tehnik pengendalian hewan tidak didasarkan

atas tingkat domestikasinya, tetapi pada tingkat mobilitas atau kebebasan gerak

hewan. Juga, tehnik pengendakian hewan manual menyebabkan terjadinya

kecenderungan keparahanlpeningkatan aktifitas sel-sel otot yang lebih nyata pada

daerah dengan tingkat mobilitas yang sempitlrendah di Bogor, lebih nngan diJaman

Safari dan sangat ringan di Camplong. Sedangkan lamanya pengendalian (waktu)

tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kimia darah pada umumnya kecuali terhadap

nilai LDH, sangat berbeda nyata (p

<

0.01).

Hal ini nlenunjukkan adanya awal

(136)

THE INFLUENCES OF ANIlMAL RESTRAINT ON THE RECTAL TEMPERATURE, RATE OF PULSES AND RESPTRATION,

HEMATOLOGICAL PROFKES AND BLOOD CHEMICAL CHANGES OF RUSSA DEER

(Cervus timorensis

-

Blainville 1822)

by

Sabdi Hasan Aliambar

Under the supervision of Prof- Dr. 8. Soeratno Partoatmodjo, Msc. as chairman, Prof. Dr. Ir. H. Hadi S. Alikodra, Dr. I r . H. Ahmad Ansori Mattjik, M s c ;

Dr. Drh. Martin B. Malole and Dr. Drh. Setyo Widodo as co-supervison

ABSTRACT

Indonesia is one of the important countries in the world from the point of view

of biodiversity and therefore there have been many programmes going on for its

management camed out by Govenunent as well as non govermental organisations.

Russa deer (Cervus rimoremis) is one of indigenous wild animal distributed

mainly in the eastern part of Indonesia that can be domesticated for pet or zoo

animals. The meat is tastier than beef and mutton so that the animal is being hunted

for its meat, also for velvet and antler. Effort to domesticate the Russa deer has not

been successfully done in large scale, due to high mortality rate after capture or

restraint. This study is aimed to observe the changes of physiologicaI values namely

rectal temperature, pulses, respiration, haematology, and blood chemical composition

of russa deer captured by physical as well as chemical restraints.

Thirty-six of adult russa deer in three different location namely Camplong -

NTT, Taman Safari Indonesia in Bogor - West Java, and private properties around

Bogor, were used in this study. The restraint method applied were manually capture

(physical restraint) and general anaesthesia using blow-pipe containing anaestheticurn

tiletamine-zolazepam (zoletil R virbac) dose 3-5 rnmg of body weight (chemical

i;s;i-aint). Data collected in this study were temperature, pulses, respiration and

blood samples which were measured three times in 15 minutes intervaIs, and

analysed by nested design. This study conclude that animal boundary or animal

movement limitation influences greatly the level of skeletal and cardiac muscle

activities. AIso the duration of restraint influence significantly the LDH values ( p <

(137)

PENGARUH PENGENDALIAN HEWAN TERHADAP TEMPERATUR,NADI DAN RESPIRASI , NILAI

HEMATOLOGI DAN KIMIA DARAH RUSA

(Cewus timorensis - Blainville 1822)

Oleh :

Sabdi Hasan Aliambar

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

Pada

Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(138)

Judul Disertasi : PENGARUH PENGENDALIAN HEWAN TERHADAP TEMPERATUR, NADI DAN RESPLRASI, NILAI HE- MATOLOGI DAN KIMIA DARAH RUSA (Cervus timo-

renszs - Blainville 1822)

Narna Mahasiswa : SABDI WASAN ALIAMBAR

Nomor p k o k : 93552

Prograin Studi : Sains Veteriner

Menyetujui:

I . Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. Soeramo Partoatmodjo (aim.) Ketua

Anggoia

Dr. drh. Martin B. Malole Anggota

(139)

viii

RIWAYAT HlDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Nopember 1943 di Bekasi - JawaBarat,

sebagai anak terakhir dari sepuluh bersaudara dari keluarga Ana Aliambar (ayah,

alm) pensiunan pegawai negen, dan Yusimah Saiman (ibu , almh).

Pendidikan dasar diselesaikan di S.R. Negeri Kampung Jawa, menengah

pertama di SMP. Negen IX dan menengah atas di SMA- Ksatrya, semuanya di

Jakarta. Jenjang pendidikan tinggi diperoleh pada Fakultas Kedokteran Hewan - IPB

tahun 1974 dan sejak saat itu penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan

tugas sebagai tenaga pengajar tetap (dosen) di Laboratorium Bedah Veteriner, Bagian

Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor.

Pendidikan lanjutan di luar negeri (training course) penulis ikuti di Royal

(Dick) School of Vet. Studies, University of Edinburgh - Scotland-UK., pada tahun

1977-1978 dengan topik "Tropical Animal Health And Production".

Pada tahun 1984 penulis melanjutkan studi Strata dua di Sekolah Pasca

Sarjana IF'B dengan program studi Sains Veteriner (SVT) dan lulus dengan gelar

Magister Sains (MS) pada tahun 1988.

Sejak tahun 1986 sampai dengan sekarang ini, penulis menjadi konsultan medis

raman Safari Indonesia di Cisarua- Bogor, dan sudah lama penulis menaruh minat

yang besar terhadap masalah konservasi serta penanganan penyakit pada satwaliar di

(140)

Penulis mulai melanjutkan studi Strata tiga di PPS-IPB pa& tahun 1993,

Program Studi Sains Veteriner (SVT) dan menyelesaikannya pada tahun 1999 dengan

(141)

X

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa pencipta

langit dan bumi beserta *gala isinya, yang dengan kasih setiaNya telah

memampukan penulis untuk memulai dan mengakhiri tugas ini.

Terimakasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya penulis

sampaikan kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Soeratno Partoatmodjo (aim)

selaku ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Tr. H. Hadi S. Alikodra, Bapak Dr.

Ir. H. Achmad Ansori Mattjik MSc, Bapak Dr. Drh. Martin B. Matole dan Bapak Dr.

Drh. Setyo Widodo, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, atas segala

bimbingan, nasehat, dorongafl semangat dan kemudahan-kemudahan lainnya yang

penulis peroleh selama mengkuti pendidikan 53 ini

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada pemberi beasiswa yaitu

Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan (PP-PSL) Dikti, juga kepada Bapak

Pimpinan Taman Safari Indonesia di Cisarua-Bogor, dan kepada Bapak Kepala Balai

Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) wilayah VIII di Kupang-NTT khususnya

Pengelola Penangkaran Rusa Timor Camplong-Kupang, atas segala bantuan dan

dukungan fasilitas hewan percobaan untuk penelitian di lapangan, juga kepada Bapak

Ketua Bagian KIinik Veteriner, khususnya Kepala, Staf dan Tehnisi di Laboratorium

Patologi Klinik, FKH-IPB yang telah memberikan fasilitas untuk pemeriksaan

(142)

Akhirnya ucapan tenmakasih dan penghargaan yang sangat dalam ditujukan

kepada istriku tersayang Sukarsih dan anak-anakku Inggrid dan Adi serta segenap

anggota keluarga yang dengan kesetiaan dan ketabahan hati telah mendampingi dan

mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan tugas ini.

Perlulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis akan sangat berterimakasih kepada sidang

pembaca yang bersimpati memberikan saran-saran demi kesempurnaan karya ilmiah

ini. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna b a g siapa saja yang membutuhkannya.

Bogor, September 1999

(143)

xi i

DAFTAR IS1

Halaman

...

ABSTRACT

RIWAYAT HIDUP ...

...

UCAPAN TERIMAKASIR

DAFTAR ISI ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR TASEL ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

DAFTAR LAMPIRAN FOTO ...

PENDAHULUAN ...

TUJUAN DAN MANFAAT PENELTTIAN ...

TLNJAUAN PUSTAKA ...

A. Rusa

1. Rusa di dunia . . .

2 . Rusa di Indonesia ...

. . . 2. 1. Bio-ekologi Rusa (Cervus timorenszs)

...

2. 2. Aktivitas harian dan tingkah laku

3. Manfaat dan nilai ekonomis rusa ...

B. Pengendalian Hewan ...

1. Pengendalian fisik/manual ... 2. Pengendalian kimia/pembiusan. ...

C Hematopoiesis ...

1. Stem sel Pluripotensial ...

2. 1. Sel Darah Merah.. ... 2. 2. Hematokrit ... 2. 3. Hemoglobin ... 2. 4. Indeks eritrosit ...

. .

11

v

... V l l l

(144)

. .

3 . Limphopo~es~s ...

...

3 1 Sel Darah Putih

D

.

Kimia Darah

...

.

1 Hati

... 1 . 1 . Konversi amonia menjadi urea

. .

... .

I 2 Gangguan fungs~ hat1

... 1.3. Uji berdasarkan aktivitas enzim

...

.

2 Ginjal

2 . 1 . Peranan ginjal dalam homeostasis ...

...

2 . 2 . Struktur nephron

... 2 . 3 . Gangguan filtrasi darah

... 2 . 4 . Konsentrasi Nonprotein Nitrogen (NPN) dalam darah

3

.

Otot jantung dan Otot rangka ...

3 . 1 . Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit otot ... 3 . I . 1 . Creatin Kinase (CK atau CPK) ...

3 . 1 . 2 . Aspartate amino transferase (AST) ...

3 . 1 . 3 . Laktate dehidrogenase (LD atau LDH) ...

E . Myopathy Penangkapan (Capture myopathy) ...

BAHAN DAN METODE PENELITXAN . . ...

. Bahan Penel~tlan

.

. ... ...

. Metode Penelrtlan

.

Rancangan Penelitian dan Analisis data ...

B A S E DAN PEMBAHASAN ... A . Temperatur. Nadi. dan Respirasi ...

I3 . Nilai Hematologi (SDM. SDP. HB. HCT. MCV. MCH dan MCHC) ..

... C . Kimia Darah (Ureum. Creatinin. ALT. AST dan LDH)

D . Pengaruh Pengendalian Hewan secara Manual dan Pembiusan Terhadap Tubuh Rusa ...

...

K E S W U L A N DAN SARAN

0 Kesimpulan ... 0 Saran-saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

(145)

DAFTAR GAMBAR

No . Teks Halaman

1 . Tambang / Tali pengikat leher rusa ...

2 . Sarung tangan kuiit untuk memegang berbagai spesies sahvaliar . . . .

3 . Hobbles yang terbuat dari kulit untuk pengendalian hewan berkuku ...

4 . Graspers yang terbuat dari logam untuk pengendalian kucing dan . .

. . . anjlng liar

5 . Sketsa berbagai bentuk perangkap ...

6 . Contoh model perangkap berbentuk peti . . .

7 . Linear drive net ... 8 . SDM rusa yang berbentuk."sikled . . .

9 . Skema tahapan katabolisme hemoglobin ...

10 . Evaluasi kuantitatif sel darah merah ...

1 1 . a . .Histogram rataan Temperatur ... b . Histogram rataan Nadi ... c . Histogram rataan Respirasi ...

12 . a . Histogram rataan SDM ... b . Histogram rataan SDP ... c

.

Histogram rataan H E ... d . Histogram rataan HCT ... e . Histogram rataan MCV ...

f. Histogram rataan MCH ... g . Histogram rataan MCHC ...

I 3 . a . Histogram rataan Urea, ...

b . Histogram rataan Creatinin ...

c . Histogram rataan ALT ... d . Histogram rataan AST ...

... e . Histogram rataan LDH

14 . Pembentukan dan pemecahan Creatin fosfat dan hubungan

...

peristiwa ini dengan ATP pada kontraksi otot

(146)

DAFTAR TABEL

No . Halaman

1 . NiIai energi daging domba. sapi dan rusa ... 15

2 . Peralatan untuk pengendalian fisik ... 18

3 . Daftar obat-obatan untuk imobilisasi satwaliar ... 26

4 . Daftar obat-obatan yang bisa dipakai sebagai antidota ... 28

5 . Nilai Rataan Temperatur. Nadi dan Respirasi Rusa .

(Cervus timorensis) ... 71

6 . Hasil Analisis Ragam untuk ketiga lokasi pengamatan(Campl0ng.

TSI . dan Sekitar Bogor) dengan "RancanganTersarang" ... 75 7

.

Nilai Rataan Hematologi (SDM. SDP. HE%. HCT. MCV. MCH

...

Dan MCHC) Rusa (Cervus tirnorenscs) 77

8 . Nilai Rataan Kimia Darah (Urea. Creatinin. ALT. AST dan LDH) ...

Rusa (Cervus timorensis) 80

9a . Nilai Rataan sernua parameter berdasarkan cara pengendalian

manual ... 85 b . Nilai Rataan semua parameter berdasarkan cara pengendalian

(147)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Niiai Darah Normal Pada Beberapa Hewan Domestik . . . .

2 . Nilai Hematologi Famili Cervidea . . . .. . . .. . . .

3. NiIai Kimia Darah pada beberapa spesies Rusa ... ... . . . ... ..

4. Data Temperatur, Nadi dan Respirasi Rusa

d i Penangkaran Rusa "Camplong" - NTT. . .

5. Data Temperatur, Nadi dan Respirasi Rusa Di Penangkaran Rusa Taman Safari Indonesia.. . . .. . .. . . . .. . .. . . .. . . . .. . . .. .. . .

6. Data Temperatur, Nadi dan Respirasi Rusa Di Penangkaran Rusa Sekitar Bogor.. . .

..

. . . . .. . . . .. . . ... . .

7. Temperatur, Nadi dan Respirasi Rusa (deer). .. .. . .. . . . .. .. . .. . ..

8. Data Hematologi Rusa di Penangkaran Rusa Camplong NTT

9. Data Hematologi Rusa di Penangkaran RusaTaman Safari Indonesia. . .

.

. . . . . .

.

. . .

10. Data Hematologi Rusa di Penangkaran Rusa Sekitar Bogor

1 1. Data Kimia Darah Rusa di Penangkaran Rusa

Camplong - NTT . . .

.

. . .

12. Data Kimia Darah Rusa di Penangkaran Rusa

Taman Safari Indonesia.. .

.

. . . .. . . . .

13. Data Kimia Darah Rusa di Penangkaran Rusa

Sekitar Bogor. . .

.

. . .

.

. .. . . .. . .. . . . . . .. . . .. . . .. . . .

Halaman

i01

102

(148)

xvii

DAFTAR LAMFLRAN FOTO

No. Halaman

L Foto Lampiran 1 : Sepasang Rusa (Cervus tirnorensis) milik penduduk

di Cipayung - Bogor. ... 63

2. Foto Lampiran 2 : Sekawanan Rusa (Cervus timorensis) milik penduduk

di Cipayung - Bogor.. ... 63

3. Foto Lampiran 3 : Kawanan Rusa (Cervrrr timorensis) d i Taman Safari ...

Indonesia, Cisarua - Bogor.. 64

4. Foto Lampiran 4 : Penangkapan seekor Rusa (Cervus timorensis) di ...

Tarnan Safari Indonesia, Cisarua - Bogor.. 64

5. Foto Lampiran 5 : Penelitian Rusa (Cervus timorensis) di Camplong,

...

Kupang - NTI'.(Pengendalian hewan manual) 65

6 . Foto Lampiran 6 : Penelitian Rusa (Cervus timorensis) di Camplong ..

(149)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu pusat yang terpenting di dunia untuk

keanekaragaman hayati. Walaupun negeri kepulauan ini hanya meliputi 1.3 % dari

prmukaan bumi, namun memiliki kekayaan yang meliputi: 10 OA dari seluruh jenis

tanaman berbunga di dunia, 12 % clan seluruh mamalia di dunia, 16 % dari seluruh

jenis-jenis reptilia dan amphibia, 25 % atau lebih dari ikan air tawar dan ikan laut di

dunia, keanekaragaman jenis palma yang terbesar di dunia, 4000 jenls anggrek, serta

lebih dari 400 jenis meranti-merantian (pohon yang mempunyai nilai komersial

tertinggi di Asia Tenggara).

Kekayaan jenis hutan yang dimiliki Indonesia dan luasnya habitat-habitat

alamiah mempakan pendukung keanekaragaman ini, dan diperkirakan ada 25.000 -

30.000 tumbuhan berbunga Iainnya, sama halnya dengan keanekaragaman fauna atau

satwa. Sedangkan di kawasan perairan, keanekaragaman mencakup kawasan

pinggiran pantai hingga ekosistem laut (temasuk hutan bakau yang terbaik di Asia)

serta kekayaan laut Indo-Barat Pasifik, menambah keanekaragaman biologi Indonesia

(Alikodra, 1993).

Awat tahun 1991 pemerintah Indoncsia telah menyiapkan "Rencana

Pengelolaan Keanekaragaman Hayati" untuk menetapkan prioritas yang hams

dilakukan untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati dalam 25 tahun rnendatang.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) telah membentuk panitia

(150)

2

terkait yaitu: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA),

Kantor Menten Negara Lingkungan Hidup, Departemen DaIam Negeri, Departernen

Pertanian, LIP1 termas.uk Herbarium Bogoriensis dan Lembaga Oseanologi Nasional.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan World Wildlife Fund (WWF) Program

Indonesia telah bekerjasama dengan kelompok tersebut untuk membantu menyiapkan

sebuah konsep rencana k e j a yang telah dibahas dan disetujui &lam sarasehan di

Ciloto pada akhir Pebruari 1991.

Rencana Pengelolaan Keanekaragaman Hayati akan rnempunyai cakupan

yang luas dan meliputi program-program konservasi yang telah dijalankan oleh

beberapa lembaga pemerintah dan LSM yang kadang-kadang bekerjasama dengan

masyarakat penyumbang dana (donor) internasional. Adapun aktivitaslkegiatan yang

dilaksanakan sampai sekarang ialah :

I . Konservasi in-situ di Taman Nasional dan kawasan konservasi.

2. Konservasi in-situ di luar kawasan yang dilindungi, misalnya pada hutan

produksi dan pemanfaatan habitat-habitat lahan basah.

3. Konservasi sumberdaya laut.

4. Konservasi ex-situ seperti bank benih, bioteknologi dan kebun binatang.

Pola pengeIolaan satwaliar telah berkembang dengan pesat yaitu untuk

keperluan perlindungan dan pemanfaatan yang lestari. Pemanfaatan satwaliar ini

meliputi kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata clan rekreasi bahkan jika

memungkinkan untuk beberapa jenis satwa tertentu dapat dilakukan pemanenan

(151)

3

Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat, yang diikuti juga oleh

perubahan dan perbaikan cara hidup, telah rnenyebabkan meningkatnya kebutuhan

akan protein hewani (daging, telur dan lain-lain ). Untuk mencukupi kebutuhan akan

protein hewani yang semakin meningkat, perlu juga dipikirkan cara pemanfaatan

satwa Liar seperti Rusa, Anoa, Banteng dan Kerbau Liar untuk dijadikan ternak

potong. Saymgnya satwaliar banyak djburu untuk diperdagangkan, baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk dimanfaatkan bagan-bagan anggota

tubuhnya seperti daging, tanduk, kulit, bulu, bahkan juga minyak, telur dan

sarangnya (Alikodra, 1990).

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 362/Kpts/TN.l20/ 5/1990 telah

menyatakan bahwa rusa merupakan hewan yang dapat diternakkan. Akan tetapi

sampai saat ini masih belum ada peternakan rusa yang intensif, padahal produk hasil

temak rusa ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Bila ditinjau dari segi

produknya, maka ternak rusa ini memiliki prospek yang baik karena nilai

ekonominya relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan ternak lain seperti domba

dan sapi (Subekti, 1995). Dibandingkan dengan jenis ternak lainnya, maka temak

rusa lebih menguntungkan karena rata-rata persentase karkasnya lebih tinggi yaitu

56-58 %, sedangkan sapi 51-55 % dan domba berkisar antara 44-50 %. Juga telah

dilaporkan bahwa New Zealand mernperoleh devisa US$ 147 juta dari produk non

daging ternak rusa, yaitu rangga (US$ 81 juta), velvet (US$ 60 juta) dan kulit

setengah sarnak ( U S 6 juta), dan menurut perhitungan ha1 ini menunjukkan bahwa

(152)

4

tahun. Sedangkan temak sapi potong, sapi perah dan domba 5,52 O h dari total devisa

per tahun (Subekti, 1995).

Untuk memindahkan satwa liar dari lokasi habitatnya k c lokasi yang baru,

dibutuhkan usaha untuk menangkap atau membius (imobilisasi) hewan tersebut.

Dalam banyak kasus, hewan seringkali mati mendadak setelah penangkapan atau

pembiusan tanpa diketahui sebab-sebabnya.

Menurut Fowler (1993), gejala tersebut merupakan kurnpulan dari beberapa

gejala yang disebut "Capture Myopathy" (CM) yang biasanya t e j a d i pada hewan

mamaiia dan unggas yang masih liar, baik di alam bebas maupun di dalam

penangkaran. Penyebab utama kematian tersebut masih belum sepenuhnya diketahui,

namun kasusnya, biasanya berhubungan erat dengan gerakadpenggunaan otot hewan

tersebut selarna berIari menghindarkan diri dari tangkapan atau kejaran pemangsa

(predator).

Di Indonesia, beberapa kali penangkapan rusa yang dilakukan di pulau

Peucang dengan pembiusan menggunakan xylazin-HCL (Rompun R Bayer),

mengalami kasus ini yaitu rusa tersebut mati pada keesokan harinya (Basuni, 1983).

Beberapa kebun binatang dan Taman Margasatwa juga mengeluhkan ha1 yang sama

walaupun sekarang ini sudah lebih baik akibat adanya tindakadperlakuan yang

khusus. Namun demikian penyebab utama kematian rusa ini masih tetap rahasia dan

perlu ada penelitian.

Berdasarkan kenyataan inilah maka penelitian ini dilakukan untuk

(153)

5

secara pembiusan (chemical restraint) terhadap kondisi hewan secara umum melalui

pemeriksaan temperatur, nadi dan respirasi; gambaran hematologi dan kimia darah.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kelainan atau

patofisiologis rusa (Cervus tirnorensis) yang meliputi: temperatur, nadi dan

respirasi, juga hematologi dan kadar kimia darah akibat pengaruh pengendalian

hewan baik secara manual maupun dengan pembiusan.

2. Data patofisiologis yang didapat akan digunakan untuk menilai kemungkinan ada/tidaknya indikasi kejadian yang mengantarkan tejadinya keparahan atau

kematian hewan.

Manfaat Penelitian

1 . Data-data fisiologis dari hewan asli Indonesia khususnya rusa (Cervus tzrnorensis)

diharapkan dapat dijadikan "data base" untuk penelitian lain yang sejenis,

terutarna yang berhubungan dengan penyakit hewan non-infeksi.

2. Menentukan pilihan yang terbaik untuk pengendalian satwa, baik untuk tujuan

konservasi ex-situ maupun untuk pemindahan (relokasi) satwa.

3. Mendukung program pemerintah dalam usaha pelestarian sumberdaya alam

hayati yang berkaitan dengan konservasi dan pelestarian satwa langka asli

(154)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rusa

1. Rusa di dunia

Rusa merupakan salah satu jenis satwa dari ordo Artiodactyla yang terpenting

di dunia. Bila dibandingkan dengan satwa besar lainnya maka rusa inilah yang paling

banyak diburu orang. Sekarang ini di beberapa negara, berbagai jenis rusa sudah

mulai diternakkan untuk dimanfaatkan hasilnya terutama jaringan ikat pembungkus

tanduk (antler velvet) yang digunakan untuk ramuan obat tradisional (oriental

medicine). Rusa banyak dijumpai di Kebun binatang di selumh dunia, bahkan

beberapa tempat penangkaran rusa telah memeliharanya dalam jumlah yang besar

hingga amat disukai dan menarik minat pengunjung untuk datang.

1. 1. Biologis rusa

Anatomi rusa yang khas dan unik ialah tanduknya (antler) yang biasa dlsebut

"ceranggah". Dari sebanyak 4 1 spesies rusa, hanya ada dua spesies yang pejantannya

tidak mempunyai ceranggah yaitu "musk deer "(Moschus rnoschrferus) dan "Chinese

water deer" (Hydropores inerrn~s). Sedangkan "reindeer" atau "caribou" (Kangrfer

rurundus) merupakan satu-satunya spesies rusa yang betinanya mempunyai

ceranggah. Fungsi ceranggah yang sebenarnya, masih belum diketahui, akan tetapi

ini erat kaitannya dengan perilaku seksual rusa tersebut. Selain itu ceranggah ini

(155)

penampungan air (wallows), juga untuk menandai batas teritorialnya. Kadang-

kadang ceranggah hams diamputasi/dipotong bilamana rusa jantan terlalu agresif dan

sering mencederai rusa lainnya baik jantan maupun betina, atau merusak vegetasi

lingkungan, pagar pembatas serta bangunan kandang. Biasanya pada waktu tertentu

setelah berakhirnya musim kawin (breeding season) ceranggah ini akan lepas.

Pertumbuhan normal ceranggah ini membutuhkan nutrisi yang memadai, sehingga

kekurangan protein dan mineral terutama kalsium akan menghambat

pertumbuhannya. Sedangkan siklus turnbuh dan lepasnya ceranggah ini dikendalikan

sepenuhnya oleh hormon jantan yaitu testosteron yang berperan pada pertumbuhan

dasar tanduk (pedicle) serta merangsang terjadinya siklus tersebut. Pengebirian

(kastrasi) yang dilakukan sebelum ceranggah mulai tumbuh, akan menghambat

tumbuhnya ceranggah tersebut, dan bila ha1 ini dilakukan pada saat rusa sudah

memiliki velvet, maka velvet ini akan tertahan secara permanen dan tidak t e j a d i

pengelupasan. Akan tetapi bilamana kastrasi dilakukan setelah velvet mengelupas,

maka rusa tidak akan mampu lagi untuk melepaskan antledtanduknya yang keras.

Rusa adalah satwa ruminansia yang tidak mempunyai kantong empedu (gall-

bladder) kecuali pada "musk deer". Jari kaki sebelah Iuar (lateral) pada setiap

kakinya secara anatomis bentuknya lebih kecil (rudimcntcr) daripada yang sebelah

dalam (medial). Untuk menandai batas teritorial dan "hierarchical" nya, rusa

menggunakan suatu kelenjar bau (scent gland). Kelenjar ambingnya mempunyai

(156)

1.2. Tingkah laku rusa

Rusa merupakan satwa sosial yang biasanya akan membentuk suatu kelompok

kecil sebagai "harem" selama musim kawin. Tetapi ada satu spesies yaitu "North

American Moose " (Alces alces) yang hidupnya biasa soliter dan selama musim

kawin hanya bersama pasangannya saja. Selama musim kawin ini biasanya rusa

jantan bersifat amat ganas dan berbahaya. Ceranggahnya dipakai sebagai senjata yang

amat tajam setelah veivetnya mengelupas. Seringkali t e j a d i perkelahian antara

sesama rusa jantan dari spesies yang sama untuk memperebutkan sekelompok rusa

betina, tetapi juga untuk mempertahankan daerah teritorialnya terhadap satwa

pengganggu yang datang dari luar.

Beberapa spesies rusa biasa melakukan migrasi yang cukup lama pada bulan-

bulan tertentu setiap tahun. Dalam penangkaran, yang perlu diperhatikan ialah

bentuk dan tingginya pagar karena biasanya rusa yang tereksitasi &pat melompati

pagar yang tingginya 2.5 meter, akan tetapi bilamana pakan disediakan dan rusa tidak

mengalami eksitasi, ia akan tetap tinggal dalarn areal penangkaran.

1.3. Pakan rusa

Rusa adalah jenis satwa herbivora yang biasa makan rumput dan dedaunan

terutama pucuk-pucuk daun muda dan pepohonan. Di penangkaran biasanya-diberi

makanan "dairy chow" atau pellet untuk herbivora. Juga "salt block" dan "mineral

(157)

Sedangkan sub family Cervinae (true deer) yang terdiri dari empat genera

(Axis, Duma. EEiaphurus dan Cervus) mempunyai empat belas spesies masing-masing

adalah sebagai berikut:

Hog deer (Axis porcinus)

Chital, axis deer, spotted deer (Axis axis)

Kuhl's deer (Axis kuhlii)

Calamian deer ( h i s calamianensis)

Fallow deer (Dama duma)

Pere David's deer, milu (Elaphurus davidianus)

Philippine sambar (Cervus mariannus)

Sambar (Cemus unicolor)

Sunda sambar, Rusa deer (Cervus timorens~s)

Barasingha, Indian swampdeer (Cervus duvauceli)

Eld's deer ( C e r v m eldi)

Sika deer, Japanese deer (Cemus nIppon)

Red deer (Cervus elaphus)

Thorold' s deer (Cervus przewuiskium)

2. Rusa di Indonesia

"Indian sambar" (Cervus unicolor) bayak diternukan di Kalimantan dan pulau

Sumatera, dan mempakan jenis rusa yang paling besar di Asia selatan. Akan tetapi

semua rusa sambar ini berasal dari Jawa, Sulawesi dan Kepulauan Sunda kecil

sehingga disebut sebagai "Moluccan deer", "Tirnor deer" atau " Mane deer". Namun

sekarang ini semuanya telah diklasifikasi menjadi satu spesies yaitu Sunda sambar,

(158)

Rusa (Cervus timorensis) ini populasinya tersebar hampir di seluruh

kepulauan Indonesia yaitu: Jawa, Bali, Flores, Sulawesi, Maluku, Kalimantan dan

Irian Barat. Ukuran besar badannya pada usia dewasa lebih kecil dari Rusa sambar

(Cervus unicolor) dan lebih besar dari Rusa bawean (Cervus kuhli/a.xis kuhli).

2. 1. Sio-ekologi Rusa (Cervus timrensis)

2. 1. 1. Sistematika Rusa

Menurut Schroeder (1976) sistematika rusa (Cervus timorensis) adalah

sebagai berikut: Phylum Sub-phylum Class Ordo Family Sub family Genus Spesies

: Chordata

: Vertebrapa

: Mammalia

: Artiodactyla

: Cervidae

: Cervinae

: Cervus

: Cervus tzrnoremrs (Blainville, 1822)

2. 1.2. Penyebaran

Schroeder (1976) menyatakan bahwa di Indonesia, rusa (Cervus lirnorensis) ini

terdiri dari delapan sub spesies dengan daerah penyebaran sebagai berikut:

(1) Cervus timorensis russa, terdapat di Jawa dan Kalimantan.

( 2 ) Cervus tirnorensis faronesiotes, terdapat di Pulau Peucang, Nusa Barung,

Karimun Jawa, Puiau Karnujan dan Sepanjang.

(159)

( 4 ) Cervus rimorensis timorensis, terdapat di Pulau Timor, Pulau Roti, Pulau Semau,

Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Rusa dan Pulau Kambing.

( 5 ) Cervus tirnorensis mucus..ruricus, terdapat di Banggai clan Selayar.

(6) CJervus tirnorensis jongu, terdapat di Pulau Buton dan Pulau Muna

(7) Cervus timorensis moluccensis, terdapat di Ternate, Mareh, Moti, Halrnahera,

Bacan, Bum, Ambon dan lrian.

( 8 ) Cervus tirnorensis jlorensienr~s, terdapat di Pulau Lornbok, Pulau Sumbawa,

Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Flores, Pulau Solor dan Pulau Sumba.

2. 1. 3. Morfologi dan anatomi

Menurut Haemman dan Ontario (1977), rusa ini berukuran sedang, panjang

kepala dan badan 1.65 meter sampai 2.5 meter; panjang ekor 12 sampai 15 cm, tinggi

gumba 1.2 sarnpai 1.5 meter. BuIu tengkuk rusa jantan yang sedang birahi amat lebat

sedangkan yang betina agak jarang. Warna bulunya coklat keabuan hingga kekuning-

kuningan. Rusa jantan mempunyai ceranggah (antler) setelah dewasa, sedangkan rusa

betina tidak mempunyai ceranggah. Ceranggah rusa jantan biasanya mempunyai

cabang yang jumlahnya tiga cabang pada setiap ceranggah. Panjangnya ceranggah

maksimum 750 mm dan Iebarnya maksimum 120 mm

2. I . 4. Biologi rusa

Rusa ini umurnnya berbiak pada bulan Juni sampai September. Masa

kehamilan ialah 9 buIan (Schoeder, 1976). Angka pertumbuhan rusa yang ada di

Ujung Kulon adaIah 12.6% per tahun yaitu seekor anak rusa untuk setiap 3 ekor

betina yang berumur di atas 2 tahun. Jadi "sex ratio" rusa di Ujung Kulon adalah 2 :

(160)

Menurut Hoogerwerf (1970), umur rusa dapat dideteksi berdasarkan ukuran

tubuh (tidak termasuk ekor). Rusa tertua yang telah ditemukan tengkoraknya adalah

rusa jantan yang berumur 14 tahun di Pulau Karimun Jawa. Tetapi diperkirakan

umur rusa di Pulau Karimun Jawa dapat rnencapai 20 tahun untuk rusa jantan.

Umur maksimum rusa di Bali adalah 15 tahun, sedangkan di Ujung Kulon rusa tertua

berumur 12 tahun yang telah ditemukan di Pulau Peucang.

2. 1. 5. Habitat

Rusa mempunyai kesukaan yang rnenyolok terhadap tempat-tempat terbuka

seperti padang rumput. Sebagai tempat berlindung rusa sering memanfaatkan hutan

atau daerah penuh semak belukar. Penyebaran satwa ini tampaknya tidak dipengaruhi

oleh ketinggian dari permukaan laut, terutama bila kondisi makanan mengun-

tungkan. Meskipun demikian rusa jarang ditemukan di tempat-tempat yang lebih

tinggi dari 2500 m di atas permukaan laut.

Rusa lebih menyukai hidup di daerah kering karena kebutuhan akan air

minum sangat sedikit dan mereka jarang rninum. Menurut pengamatan Junghun

(dikutip oleh Hoogerwerf, 1970) populasi rusa di Jawa Barat (yang lebih besar curah

hujannya daripada Jawa Timur) adalah lebih sedikit daripada populasi m a di Jawa

Timur. Dikemukakan pula bahwa rusa ini dapat hidup di hutan hujan primer yang

rapat seperti Pulau Peucang, Pulau Nusa Barung dan Maluku Utara. Diduga rusa ini

memiliki daya penyesuaian yang lebih besar dari Banteng (Bos sondaicus), karena

selain makan rumput rusa juga memakan hijauan lainnya dari pohon dan semak di

(161)

2.2. Aktivitas harian dan tingkah laku

Rusa termasuk satwa liar yang aktif sepanjang hari, makan terutama di malam

hari, senang pergi ke tempat terbuka dimana banyak terdapat makanan dan

keadaannya aman. Rusa istirahat siang pada jam 10.00 - 11.00 lalu berbaring di

tempat kering sampai jam 13.30, dan setelah itu rnulai makan rumput dan dedaunan

hutan sampai pagi. Hoogerwerf (1970) mengamati rusa di Ujung Kulon, temyata

jumlah anggota tiap kelompok bervariasi antara 3 - 75 ekor. Yang terbanyak adalah

kelompok rusa yang terdiri dari 3 - 4 ekor atau kurang dari 7 ekor (60%); 10 - 15

ekor (20%); 20 ekor (10%) dan 20 - 75 ekor (10%). Di luar Jawa, seperti di Nusa

Tenggara, kelompok ini dapat mencapai ratusan ekor terutama pada awal musim

kawin.

3. Manfaat dan nilai ekonomis rusa

Rusa termasuk satwa yang dilindungi karena jumlahnya semakin sedikit

bahkan semakin langka karena terus diburu orang. Undang-undang No.5 tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan

landasan hukum bagi perlindungan rusa di Indonesia. Bila di negara kita rusa

dilindungi, di negara lain, New Zealand dan Australia justru sebaiiknya. Orang-

orang dibayar untuk berburu rusa karena populasinya sernakin besar dan sudah

mengganggu keseimbangan ekosistem. Nrtmun pada akhirnya di negara tersebut rusa

tidak lagi dibunuh percurna, tetapi telah ditemakkan dan dagingnya di ekspor

sehingga menambah devisa bagi negara tersebut (Badarina, 1995). Daging rusa

(162)

proteinnya sedikit lebih tinggi dan kadar lemaknya jauh lebih rendah. Kadar protein

daging rusa 21 .I%, dan daging sapi iaiah 18.8%, sedangkan kadar lemak daging rusa

7.0% dan daging sapi 14.0%. Kadar Iemak yang rendah menjadikan daging rusa

dianggap sebagai makanan yang baik untuk kesehatan, terutama bagi mereka yang

menghindari makanan berlemak, ingin mengurangi konsumsi asam Iemak jenuh serta

membatasi konsumsi energi.

Perbandingan kandungan nilai energi dari 100 gram daging domba, sapi dan

rusa &pat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel terlihat bahwa pada porsi yang sama (1 00

gram) kandungan energi daging msa 44% lebih rendah dari daging dornba dan 57%

lebih rendah dari daging sapi.

Tabel 1. Nilai energi daging domba, sapi d m rusa

Domba

Sapi

Rusa

Sumber : Drew, 1985 dalam Badarina, 1995

Jenis Hewan

Sebagai ternak yang diharapkan mernproduksi daging, maka variabel yang Energi (Joule / 100 gram daging)

terpenting daIam penilaian efisiensi produksi daging ialah "dressing percentage"

yaitu proporsi berat karkas terhadap berat hidup m a . Ternyata persentase berat

karkas rusa lebih tinggi yaitu 56-58%, sedangkan sapi 51-55% dan domba berkisar

[image:162.531.43.481.0.635.2]
(163)

mengandung lebih banyak daging. Daging rusa memiliki kandungan protein, fosfor

dan niasin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging sapi dan domba.

Selain daging, bagian-bagian lain dari tubuh rusa yaitu tanduklceranggah, tulang,

darah, kulit dan gigi, juga bermanfaat serta rnempunyai nilai ekonomi yang tinggi

(Badarina, 1995).

Perhitungan yang dilakukan di New Zealand rnenunjukkan bahwa

pengernbalian modal hasil temak rusa sebesar 10,47% dari total devisa per tahun.

Sedangkan temak sapi potong, sapi perah dan domba 5,52% dari total devisa per

tahun. Pada tahun 1992 majalah Agriculture, Horticulture and Forestry melaporkan

bahwa New Zealand memperoleh devisa US$ 147 juta dari produk non daging temak

rusa, terutama dari produk berupa rangga (US$ 81 juta), velvet (US$ 60 juta) dan

kulit setengah samak (US$ 6 juta). Ditinjau dari segi kandungan gizi, kualitas daging

rusa tidak kalah dibandingkan dengan daging sapi dan domba. Bahkan daging rusa

memiliki kandungan koIestero1 yang paling rendah dibanding daging sapi, domba

maupun babi (Subekti, 1995).

3. Pengendalian Hewan

Pengendalian hewan tidak hanya penting untuk pemindahan hewan, tetapi juga

untuk meneliti serta mempelajari berbagai penyakit hewan khususnya pada satwa

liar, sehingga dapat dilakukan usaha pencegahan serta pengobatannya. Selain itu,

ha1 ini juga penting bagi lingkungan di sekitamya agar tidak berbahaya bagi temak

(164)

Kematian akibat penangkapanlpengendalian seringkali terjadi dalam usaha-

usaha penangkapan satwa baik pada populasi yang masih liar maupun di dalam

penangkaran. Penangkapan dan pembiusan yang aman sudah menjadi sarana ilmiah

yang penting dan menarik, serta merupakan ha1 yang mtin dilakukan untuk

mengurangi kasus kematian ini.

Secara umum pengendalian hewan ini terdiri atas dua bagian yaitu:

(I). Pengendalian fisik (physicaVmechanica1 restraint) yang biasa disebut "Manual",

dan (2). Pengendalian kimia (chemical restraint) yang biasa disebut dengan

"Pembiusan."

1. Pengendalian fisik/manual

Pekejaan menangkap atau menjerat hewan bukanlah merupakan ha1 yang

baru karena sejak dahulu manusia sudah berhasil menangkap hewan liar.

Perbedaamya hanyalah bahwa dahulu tekniknya dirancang untuk membunuh

hewadsatwa tersebut. Sekarang, teknik pengendaliannya telah dimodifikasi dan

ditemukan cara baru sehingga hewan dapat ditangkap dalam keadaan hidup tanpa

mengalami cedera. Bilamana ingin menangkap jenis hewan tertentu maka peralatan

yang dibutuhkan hams diperiksa lebih dahulu agar penggunaannya benar-benar

efektif. Dipertimbangkan pula alat/cara lain yang pernah dipakai sebelumnya, dan

pengendalian manual ini sudah cukup memadai atau masih perlu diikuti dengan

pernbiusan ( ~ o w l e r , 1978). Bentuk pengendalian manual ini sebenarnya kurang tepat

untuk menangkap satwa liar yang hidup bebas, kecuali kalau masih cukup kecil dan

(165)

reptil dan burung besar (raptor). Untmk pengendalian fisik dapat digunakan

bennacam-macam peralatan yang terdiri dari alat bantu, perangkap, jaring,

kandang jepit dan lain-lain. Dan beragam alat untuk pengendalian fisik , hanya

beberapa saja yang dapat dan efektif digunakan untuk berbagai jenis rusa yaitu:

tambang (rope), kotak perangkap (large box traps) dan kandang jepit

Tabel 2 . Peralatan untuk pengendalian fisik

Tambang ( r o p e ) Snares

Samng tangan Ginfieghold traps

T a m bang (rope) Tape and u,raps

Penutup mata (Eye cover52

Hohbles & pegging Strings

Snare poles and Graspers

Jarinp

Linear drive nets

Drop ,refs

Jump rze ts Purse-Jawed &

Bow haps

Wire box Paps

Barrel traps

Large box traps

CIover traps

Panel haps

Corral h q s

RockPt/cannon Nets

Net - gun

Sumber: Fowler, 1991.

Ftmiel/drive traps

Chutes &? squeezes

Dibuat sebagai Lariat atau Tali lasso untuk menjerat leher hewan. Para

penangkap satwaliar hams mahir dalam tali-temali dan cara-cara pembuatan simpul

[image:165.533.43.484.29.613.2]
(166)

karena memiliki tanduk (antler), sedangkan yang betina tidak bertanduk dan perlu

lebih hati-hati agar tali tidak mencekik lehernya. Tambanghli yang terbuat dari

bahan nilon dan biasa dipakai untuk lasso kuda, cukup kuat dan kaku hingga mudah

dilemparkan sebagai tali lasso, tetapi ini kurang baik sebab dapat menyayat kulit dan

masuk kedalam otot, mudah terbakar dan simpul ikatannya mudah kendor. Yang

paling c o w k untuk mengikat dan mengangkat rusa ialah tambang yang terbuat dari

bahan katun. Ikatan/simpul yang kencangkuat hams selalu diamati selama

pengendalian berlangsung karena tekanan tambang dapat menimbulkan kebengkakan

(swelling) serta kerusakan jaringan. Gambar 1 sampai 5 adalah contoh alat bantu

[image:166.526.47.463.0.617.2]

untuk pengendalian hewan secara fisik, dialihkan dari Fowler ( 1991).

(167)
[image:167.526.37.431.40.614.2]

Gambar 2. Sarung tangan &lit untuk memegang berbaga~ spesies satwaliar

Gambar 3 Hobbles yangierbuat dan kul~t untuk pengendalian hewan berkuku

(168)
[image:168.526.41.465.45.572.2]
(169)

Kandang perangkap (Large box traps)

Perangkap ini bempa kotak besar yang terbuat dan kayu. Di Eropa biasanya

digunakan untuk menangkap Red deer, sedangkan di U S A u n e menangkap White

furled deer. Bagian dalam kotak yang geIap akan membuat hewan rnenjadi lebih

tenang serta membatasi penglihatannya terhadap manusia yang berada di dekatnya.

Akan tetapi bila terlalu lama dalam kurungan ini, hewan bisa menderita cedera akibat

benturan pada dinding kayu. Gambar 6. mernperlihatkan model perangkap peti.

hinge

ioint

nut

'3

TOP

VIEV4

[image:169.535.42.473.20.590.2]
(170)

3aring (Net)

Ada beberapa jenis satwaliar yang lebih mudah ditangkap dengan

m e n g b ~ a k a n jaring yaitu jenis-jenis kucinflelidae, coyote, serta beberapa spesies

mamalia kecil yang galak dan berbahaya. Jaring yang biasa dipakai dapat terbuat

dari bahan nilon atau katun yang luasnya 2 meter persegi dengan mata jala (mesh)

10-15 cm. Jaring dilemparkan ke arah satwa sama seperti menjala ikan, kemudian

satwa tersebut bisa ditangkap, diperiksa atau disuntik. Sedangkan untuk menangkap

rusa di halaman sekitar mmah, dapat digunakan jaring nilonlkatun yang panjangnya

6-7 meter dan tingginya 2 - 3 meter dengan besar lubang jala 20 - 25 cm, yang

dipasang merintangi jalan yang akan dilewati rusa atau diikatkan pada beberapa

pasakltiang.

"Linear Drive Net"

Beberapa tahun belakangan ini banyak digunakan jaring model ini yang

panjangnya 30-40 meter dan tingginya 3,5 meter dengan lubang jala 30-40 cm.

Bahannya terbuat dari nilon, dan dipakai untuk menangkap rusa, sapi bertanduk

besar, dan berbagai jenis antelop (Jessup, 1983; Lange, 1983; dan Kock 1997). Di

Afrika, jaring seperti ini sudah dipakai selama bertahun-tahun untuk menangkap

[image:170.526.41.476.19.623.2]

berbagai jenis hewan berkuku seperti dik dik, impala dan eland (Pienaar, 1973).

(171)

linear-drive

net

wash

01

open

plain

[image:171.535.47.462.28.627.2]

7

Gambar 7. Linear Drive Net (Fowler, 1991)

Kandang Jepit (Chutes/Squeezes)

Para penangkar rusa

.

peneliti satwa liar dan penangkap hewan liar berkuku

(ungulata) yang hidup bebas, telah menemukan kandang jepit khusus yang dapat

mengontrol dan memanipulasi hewan. Beberapa model terdahulu yang terus

dimodifikasi masih terus dipakai, namun berbagai desain yang b a r - telah dipakai

untuk mengendalikan berbagai spesies rusa dengan trauma yang sangat minimal. Sisi

- sisi nya dibuat tebal clan lunak seolah-olah menjepit hewan dalam sebuah bantal.

Squeezes banyak dipakai di peternakan rusa di Texas.

2. Pengendatian Kimia/ Pembiusan

Obat bius yang digunakan untuk menenangkan clan menangkap hewan

(172)

Obat bius ini, baik tunggal maupun kombinasinya bekeja pada berbagai

tempat/lokasi di dalam otak untuk menghasilkan ketenangan (tranquilization),

depresi (sedation), kehilangan rasa sakit (analgesia), dan kehilangan kesadaran

(anesthesia). Ada juga obat seperti Curare yang bisa menghasilkan paralisis dengan

memblokir transmisi kiriman pesan ke otot (Succinylcholine dan Gallamine). Obat-

obat ini seringkali bersifat paralitik atau "muscle relaxant".

Oieh karena obat bius beke rja pada sistem syaraf, maka lebih dahulu obat ini

hams diserap dari tempat/lokasi penyuntikan, kemudian diserap ke dalam darah

untuk mencapai otak maupun syaraf tepi dalam konsentrasi yang cukup untuk

menghasilkan efek yang d i i n ~ n k a n . Obat bius sebagai agen imobilisasi dan

kombinasinya amat bervariasi dan pada umumnya tidak spesifik bagi spesies tertentu.

Namun ada satu patokan yang harusnya diikuti yaitu: jangan menggunakan obat

apapun termasuk antibiotik terhadap hewan yang berpotensi sebagai hewan bum, 30

hari sebelum datangnya musirn berburu. Beberapa dari obat bius ini mempunyai

antidota yang dapat digunakan untuk mengatasi "overdosis" obat, mempersingkat

ke j a obat serta mengurangi terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh pembiusan.

Pada Tabel 3 tercantum daftar obat-obatan yang biasa digunakan untuk

i~nobilisasi satwaliar. Di Indonesia, obat yang paling sering dipakai iaiah : ketarnin

HCL, xylazin H C t dan tiletamin - zolazepam, karena harganya relatif lebih murah

serta mudah didapat. Obat bius Zoletil Virbac merupakan obat bius kombinasi

dengan perbandingan 1 : 1 antara Zolazepam (benzodiazepinone) powder yang

(173)

Merupakan anestetikum umum yang memiliki waktu induksi pendek, dengan

sedikit sekali efek samping, namun mempunyai faktor keamanan yang tinggi

(maximum safety). Bisa digunakan untuk membius anjing, kucing, maupun satwaliar

termasuk Rusa dengan injeksi

I M

maupun IV

Oleh perusahaan pembuatnya yaitu Virbac Laboratories 065 16 Carros - France,

obat ini dikemas dalam bentuk serbuk yang disertai pelarutnya (solvent). Ada

tiga macam kemasan yaitu : Zoletil 20, Zoletil 50 dan Zoletil 100. Sedangkan

Telazol Robinson, adalah obat sejenis berbentuk serbuk.

Tabel 3. Daftar obat-obatan untuk imobilisasi satwaliar

Etorphine

I

M-99;Lemmon Co.

1

20 ml vial, 1 rng/rnl Nama obat

Carfentanil

I

Wildnil; Wildlife Labs

Nama dagang & Perusahaan

Fentanyl-Droperidol

1

10 ml vial; 3 rng/ml Bentuk'kemasan

Innovar-Vet,Pitman-Moore

Tiletamine-Zolazepam Telazol; A.H.Robin Zoletil; Virbac

20 ml vial,

0.4 m d m l fentamyl 20 mg/ml droperidol

Ketamine HCL

Succinylcholine C1

/

Sucostrin; Squibb

)

!O d viat; 100 m g / d

Xylazine

Vetalar/Ketalar, Park Davis Ketaset; Bristol

10 dan 100 ml vials; 10 ml vial; 100 rng/ml

Golongan obat

i

Rornpun; Bayer Lockhart

Narkotikum

I

20 ml vial; 20 rng/ml 100 ml vial; 100mg/mI

Narkotikum,

tranquilizer

I

Narkotikum

Cyclohexarnine (dissociative)

Cyclohexamine

Btokade syaraf Otot

I I i I I

[image:173.533.43.477.10.620.2]
(174)

Tiletarnine

Waktu ke rjanya (durasi) lebih lama daripada Ketamin, serta memiliki kekuatan

(potensi) 5 kali Ketamin. Dapat dipakai untuk imobilisasi hewan besar hanya dengan

2 ml injeksi (dart). Tiletamin memberikan relaksasi otot yang bagus. Juga waktu

induksinya serta kembalinya kesadaran (recovery) berlangsung dengan mulus dan

aman. Dosis yang dianjurkan ialah 2-10 mg/kg BB (berat badan). Sedangkan waktu

induksinya yaitu 5-10 menit setelah suntikan intra muskuler (IM). Namun demikian

obat bius ini bisa juga diberikan secara Intra Vena (Mc. Kenzie, 1993).

-

Benzodiazepines

Diazepam (Valium). Secara fannakologis obat ini merupakan penenang

(tranquilizer) ringan yang aksinya sampai ke Thalamus dan Hipothalamus, kemudian

menginduksi tingkah laku (behaviour) hewan tersebut menjadi lebih ramah, jinak dan

lebih tenang. Gejala ataksia ringan timbul pada dosis yang lebih tinggi sebagai proses

dari relaksasi otot, dan ini bukan masalah. Semua refleks spinal terblokade dan obat

ini sebagai anti kekejangan (anti convulsant) yang sangat efektif dan sering dipakai

bersama-sama (kombinasi) dengan KetaminiTiletamin. Bila diberikan secara

intravena (IV), sangat efektif untuk mengatasi progres kejadian kejang-kejang

(seizure). Diazepam ini bisa juga digunakan sebagai premedikasi (preanaesthetic

medication) untuk menenangkan hewanlsatwa yang mengalami eksitasi (Kock et.al.,

1977). Jadi Zoletil adalah obat bius injeksi terbaru yang berisi suatu anesthetikum

(175)

Merupakan anesthesi umum yang memiliki waktu induksi pendek, dengan sedikit

sekali effek samping namun mempunyai kearnanan yang tinggi (maximum safety).

Dapat digunakan untuk membius anjing, kucing maupun satwa liar termasuk rusa

dengan injeksi

I M

maupun IV

Bilamana terjadi reaksi hipersensitif pada hewan yang diberi obat bius, atau

kemungkinan te qadi kelebihan dosis obat, maka saat ini beberapa perusahaan fannasi

sudah membuat obat lain untuk rnengatasinya (antidota). Tabel 4 adalah daftar obat-

obatan yang biasa digunakan sebagai antidota.

Tabel 4. Daftar obat-obatan yang biasa dipakai sebagai antidota

Atropine sulfate Nama obat

Acepromazine-Maleate Acepromazine;Ayerst 2 0 & 50 ml vials; Phenothiazine, Acetylpromazine;Boot ( lOmg/ml) Tranquilizer

Nama dagang &

Perusahaan

Atropine; Fort Dodge, Lilly

Diazepam

Diprenorphine

Naloxone HCL

Bentuk kemasan

20, 50 & 100 ml vials

( 0.5 mp/ml)

100 ml vial; 2rng/ml

Ndorphine HCL ,

I

Ndline, Merck

1

10 ml vial; 5 mgiml

I

- - ---.--

I

Golongan obat Parasympatholytic Stressnil; Pitman- Moore Valium; Roche

M50-50 Lemmon Co.

Narcan; Wildlife Labs

Yohimbine HCL

1

Antagonil; Wlldlfe Lab

/

20 ml vial; 5 m g / d

1

Xyiazine antagonist

I

1 I I I

Sumber : Fowier, 199 1

20 ml vial; 2 0 m g / d

1 0 rnl vial; 5 mg/ml

20 ml vial, 2 mg/11II

1 ml vial; 0.4 mg/ml

Butyrophenone Tranquilizer

Benzodiazepine

Narcotic antagonist

(176)

Menurut Fowler

(1978),

untuk memilih/menentukan teknik pengendalian

hewan mana yang akan dipakai, maka ada 4(empat) faktor dasar yang perlu

dipertimbangkan yaitu

:

(I). Teknik ini aman bagi petugas yang hams m e l a k u k a ~ y a

(2). Teknik ini dapat memberikan keamanan maksimal bagi satwakewan tersebut

(3).

Teknik ini, memungkinkan kita melaksanakan prosedur yang direneanakan

dengan selengkapnya

(4).

Pengamatan dan penyidikan masih terus dapat dilakukan

terhadap satw

Gambar

Tabel 1. Nilai energi daging domba, sapi d m  rusa
Tabel 2 . Peralatan untuk pengendalian fisik
Gambar 1. Tambang/tali pengikat leher m a
Gambar 2. Sarung tangan &lit untuk memegang berbaga~ spesies satwaliar
+7

Referensi

Dokumen terkait

UNCLOS atau United Nations Convention on the Law of the Sea1982 terdiri dari 17 Bab, 320 pasal, dan 9 lampiranyang ditandatangani di Montego Bay, Jamaica, 10

Melakukan penyuluhan yang diawali dengan apersepsi terlebih dahulu; Hasil yang didapatkan menunjukkan sebagian besar ibu-ibu (80%) belum memahami dan mnegerti tentang cara

Dalam penelitian ini ternyata filler yang digunakan yakni abu terbang berpengaruh untuk menaikkan loss factor ( � ) maupun koefisien redaman ( c ) dan juga

Bagaiaman hubungan korelasi hasil pengukuran suction menggunakan metode kertas filter whatman No.42 dengan hasil tes kuat tekan, tes porositas dan tes upv untuk

karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal, produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam Halal Tourism adalah sama dengan produk, jasa,

Memberikan kontribusi praktis bagi perusahaan-perusahaan dalam rangka pengambilan keputusan sehubungan dengan penggunaan dan pemanfaatan sisem informasi akuntansi berbasis

Jika Q adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor

Tanggung jawab sosial dalam perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap