UPAYA PENGENDALIAN IKAN MANILA
(
Parachromis managuensis
) MENGGUNAKAN ALAT
TANGKAP JARING INSANG DI WADUK PENJALIN
KABUPATEN BREBES
IYAT HAMIYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Upaya Pengendalian Ikan Manila (Parachromis managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
IYAT HAMIYATI. Upaya Pengendalian Ikan Manila (Parachromis managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh DJAMAR T.F. LUMBAN BATU dan YONVITNER.
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km2 dengan volume air 9,5 juta m3, terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan Paguyangan. Waduk Penjalin dikelilingi oleh pedukuhan Mungguhan, Keser Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan Karangnangka. Terdapat beberapa jenis ikan yang ditemukan di Waduk Penjalin, namun komposisi spesiesnya mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Adanya penurunan komposisi spesies dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti masuknya spesies invasif ikan Manila (Parachromis managuensis).
Ikan Manila merupakan ikan yang dominan tertangkap di Waduk Penjalin. Ikan ini pertama kali ditemukan pada tahun 2013 di Waduk Penjalin. Keberadaan ikan Manila dikhawatirkan akan mengancam keberadaan spesies ikan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk melakukan pengendalian terhadap populasi ikan ini. Upaya pengendalian yang dianggap ramah lingkungan yaitu menggunakan teknik penangkapan. Penelitian ini menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Selain itu, diperlukan informasi tentang aspek biologi reproduksi ikan Manila sebagai dasar pengelolaan sumberdaya ikan di Waduk Penjalin.
Jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 461 ekor yang terdiri dari 6 spesies dan didominasi oleh ikan introduksi. Ikan Manila yang tertangkap berjumlah 217 ekor dan diikuti oleh ikan Nila (Oreochromis niloticus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele Lokal (Clarias batrachus L.), Nila Lokal (Oreochromis mossambicus), dan Sepat (Trichogaster trichopterus Pall.). Berdasarkan aspek biologi reproduksi, ikan Manila memiliki pola pertumbuhan
allometrik positif, pola pemijahan partial spawner, fekunditas yang tinggi
rata-rata 6804 telur/ekor, dan ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan betina dengan ukuran pertama kali jantan matang gonad 13.18 cm dan ikan betina 14.18 cm.
Berdasarkan analisis selektivitas jaring insang, diketahui faktor selektivitas kombinasi dua ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm, 3.81 dan 5.08, dan 5.08 dan 6.35 cm secara berturut-turut adalah 3.95, 3.38, dan 3.25. Penggunaan kombinasi ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 akan efektif untuk mengurangi populasi ikan Manila karena banyak menangkap ikan pada ukuran yang sedang matang gonad.
SUMMARY
IYAT HAMIYATI. Management of Jaguar Guapote (Parachromis managuensis) Using Gillnets in Penjalin Reservoir, Brebes. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU and YONVITNER.
Penjalin reservoir has 1.25 km2 in area and 9.5 million m3 in volume. It is located in the middle of the Winduaji village, and 2.4 km southern from Paguyangan. Penjalin reservoir surrounded by hamlets named Mungguhan, Keser Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, and Karangnangka. There are several types of fish existed in Penjalin reservoirs, but the composition of species has decreased from year to year. The decline of species composition can be caused by several factors, such as the invation of Jaguar Guapote (Parachromis managuensis)
Jaguar Guapote is a dominant fish caught in the Penjalin reservoir. It was first discoverd in 2013. The existence of Jaguar Guapote could threat the existence of other fishes, so controlling of Jaguar Guapote population is needed. The best controlling method that considers eco-friendly aspect is fishing technique. This research use gill nets with different mesh sizes. In addition, information about Jaguar Guapote biological reproduction aspects as the basis for aquatic resources management in the Penjalin reservoir is needed.
A number of fishes that caught during the study are 461, which consists six species, dominated by introduction fish. Jaguar Guapote that caught are 217 followed by Tilapia (Oreochromis niloticus), Marble goby (Oxyeleotris marmorata), Local catfish (Clarias batrachus L.), Local Tilapia (Oreochromis mossambicus), and Blue gourami (Trichogaster trichopterus Pall.). Based on biological reproduction aspects, the growth pattern of Jaguar Guapote is a positive allometric with partial spawner spawning pattern, high fecundity about 6804 eggs/female, and the male has faster maturity than female which is length at first maturity 13.18 cm for male and 14.18 cm for female.
Based on gillnets selectivity analysis, selectivity factor combination of two mesh sizes 2.54 and 3.81 cm, 3.81 and 5.08, and 5.08 and 6.35 cm respectively 3.95, 3.38, and 3.25. The use of mesh size 3.81 and 5.08 combination will be effective for reducing Jaguar Guapote populations because it will caught fish in their maturity phase.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
UPAYA PENGENDALIAN IKAN MANILA
(
Parachromis managuensis
) MENGGUNAKAN ALAT
TANGKAP JARING INSANG DI WADUK PENJALIN
KABUPATEN BREBES
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
Judul Tesis : Upaya pengendalian ikan Manila (Parachromis managuensis) menggunakan alat tangkap jaring insang di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes
Nama : Iyat Hamiyati NIM : C251130161
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M.Agr Ketua
Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Dr.Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Pengelolaan spesies introduksi, dengan judul Upaya Pengendalian Ikan Manila (Parachromis managuensis) Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang di Waduk Penjalin Kabupaten Brebes.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T. F. Lumban Batu, M.Agr dan Bapak Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku pembimbing, serta penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Tim Waduk Penjalin (Elinah, Ibu Waisah dan keluarga, Bapak Rowi sekeluarga, Ina Marwantina, Cuncun Sunandar, Asep, Fidelis Permana Sari dan keluarga) yang telah membantu dalam pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Manila (Parachromis managuensis,
Gunther.1867) 3
3 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN 4
Waktu Penelitian 4
Lokasi Penelitian 5
4 BAHAN DAN METODE 6
Bahan 6
Metode Penelitian 6
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Komposisi Ikan di Waduk Penjalin 11
Aspek Biologi Ikan Manila dan Kondisi Fisika dan Kimia Perairan 14
Selektivitas Jaring Insang 19
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad (Lm) 22
Ukuran Pertama Kali Tertangkap 23
Aspek Pengelolaan 25
SIMPULAN 26
SARAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 30
DAFTAR TABEL
1 Lokasi Penelitian 5
2 Tingkat kematangan gonad 7
3 Analisis parameter kualitas air 10
4 Baku mutu kualitas air 11
5 Komposisi ikan yang tertangkap antar stasiun di Waduk Penjalin
tahun 2015 13
6 Selang kelas panjang ikan Manila betina dan jantan 14 7 Selang kelas bobot ikan Manila betina dan jantan 14
8 Aspek reproduksi ikan Manila 15
9 Ukuran pertama kali ikan Manila jantan dan betina matang gonad 17 10 Parameter fisika dan kimia perairan di Waduk Penjalin 18 11 Distribusi frekuensi panjang ikan Manila berdasarkan ukuran mata jaring 19 12 Konstanta regresi dan parameter selektivitas jaring insang ikan Manila 22 13 Nilai Lm dan Lc pada kombinasi ukuran mata jaring yang berbeda 24
DAFTAR GAMBAR
1 Skema perumusan upaya pengendalian ikan Manila menggunakan alat
tangkap jaring insang 3
2 Ikan Manila (Parachromis managuensis) 4
3 Lokasi Penelitian 5
4 Spesifikasi jaring insang yang digunakan selama penelitian 9 5 Persentase jumlah ikan tahun 2010,2013, dan 2015 12 6 Hubungan panjang dan bobot Manila di Waduk Penjalin 15 7 Tingkat kematangan gonad Manila betina dan jantan 16 8 Distribusi sebaran diameter telur ikan Manila 16 9 Proporsi ikan Manila jantan yang telah matang gonad 17 10 Proporsi ikan Manila betina yang telah matang gonad 18 11 Kurva selektivitas ikan Manila pada kombinasi ukuran mata jaring
A.( (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C. (5.08 & 6.35 cm) 20 12 Kurva selektivitas jaring insang ikan Manila 21 13 Ukuran pertama kali dan persentase matang gonad ikan Manila pada
kombinasi ukuran mata jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm)
dan C. (5.08 & 6.35 cm) 23
14 Ukuran pertama kali Manila tertangkap pada kombinasi ukuran mata jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C. (5.08 & 6.35
cm) 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Foto lokasi penelitian 30
2 Komposisi ikan pada tahun 2011-2015 di Waduk Penjalin 31
3 Data ikan Manila yang matang gonad 32
6 Analisis sebaran diameter telur ikan Manila 34 7 Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan Manila betina dan
jantan 35
8 Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan Manila betina dan
jantan sebanyak 50% 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan keanekaragaman spesies di suatu badan perairan salah satunya disebabkan oleh introduksi spesies asing pada badan perairan. Menurut Reid & Miller (1989) kepunahan ikan air tawar sebagian besar disebabkan perubahan atau lenyapnya habitat (35%), introduksi ikan asing (30%), dan eksploitasi yang berlebihan (4%). Menurunnya keanekaragaman hayati (hilangnya spesies dan menurunnya keanekaragaman genetik) merupakan suatu proses alami, tetapi saat ini tingkat penurunannya jauh lebih tinggi dari yang disebabkan oleh proses alami (Daga & Gubiani 2012). Beberapa faktor penyebab menurunnya keanekaragaman hayati telah diidentifikasi, salah satu penyebabnya adalah masuknya spesies introduksi yang menjadi invasif ke dalam badan perairan (Daga & Gubiani 2012). Spesies invasif dapat menyebabkan perubahan komposisi komunitas spesies asli melalui predasi pada berbagai spesies mangsa, termasuk telur, induk dan benih ikan (Mittelbach 1988). Beberapa penulis menyatakan efek negatif dari spesies introduksi terhadap keanekaragaman hayati dikarenakan adanya predasi, kompetisi, hibridisasi, modifikasi habitat, dan penularan penyakit (Daga & Gubiani 2012). Menurut Biber-Klemm (1995) menurunnya keragaman spesies ikan air tawar salah satunya disebabkan oleh introduksi spesies asing secara tidak hati-hati. Kejadian ini dikhawatirkan akan terjadi di Waduk Penjalin.
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km2 dengan volume air 9,5 juta m3, terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan Paguyangan. Waduk Penjalin dikelilingi oleh pedukuhan Mungguhan, Keser Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan Karangnangka (Rukayah & Wibowo 2011). Fungsi utama Waduk Penjalin adalah untuk menambah debit air sungai di sekitar waduk ketika musim kemarau panjang, sehingga tanah-tanah pertanian yang ada di sekitar Kabupaten Brebes dapat dialiri air secara teratur.
Jumlah ikan di Waduk Penjalin dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari jumlah ikan dan jumlah spesies yang tertangkap pada tahun 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Rukayah dan Wibowo (2011) di Waduk Penjalin terdapat 27 spesies yang tertangkap dan didominasi oleh ikan Nila. Sedangkan pada tahun 2013, ikan yang tertangkap berjumlah 6 spesies, yaitu ikan Manila (Parchromis managuensis), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Nila (Oreochromis niloticus), Nilem (Osteochilus vittatus), Tawes (Barbonymus gonionotus), dan Beunteur (Puntius binotatus), masing-masing berjumlah 45 ekor, 19 ekor, 1 ekor, 1 ekor, 5 ekor dan didominasi oleh ikan Manila sebanyak 129 ekor (Hedianto et al. 2013). Kehadiran ikan Manila yang dominan di Waduk Penjalin dikhawatirkan memiliki dampak negatif terhadap organisme lain terutama ikan asli.
2
yang diintroduksi pada tahun 1951 yang menyebabkan punahnya ikan endemik seperti ikan Moncong bebek (Adrianichthys kryuti) dan Xenopoecilus poptae dari danau Poso, serta X. sarasinorum dari danau Lindu (Whitten et al. 1987). Meningkatnya kepunahan spesies asli ikan air tawar adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan diseluruh dunia (Daga & Gubiani 2012), salah satu penyebabnya adalah masuknya spesies introduksi yang populasinya menjadi invasif ke dalam badan perairan. Untuk mengontrol peningkatan populasi ikan Manila di Waduk Penjalin perlu dilakukan pengendalian. Analisis selektivitas alat tangkap merupakan salah satu dasar dalam pengelolaan spesies invasif di perairan tawar (Giannetto et al. 2014). Jaring insang merupakan alat tangkap pasif yang biasa digunakan di perairan dangkal, seperti daerah pesisir, waduk dan danau (Albert 2004).
Upaya pengendalian spesies invasif dapat dilakukan melalui pengendalian habitat melalui pemantauan kondisi fisika dan kimia perairan. Selain itu, pengendalian dapat dilakukan melalui pengendalian produksi dengan predasi, kompetisi dan fekunditas yang tinggi. Upaya pengendalian lainnya yaitu menggunakan teknik penangkapan melalui modifikasi alat tangkap jaring insang dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Modifikasi alat tangkap jaring insang diharapkan mampu mengendalikan kelimpahan dan indukan ikan Manila, sehingga populasinya di Waduk Penjalin berkurang. Jaring insang merupakan salah satu alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan yang berukuran besar (National Federation of Inland Water Fisheries Cooperatives 1991). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan jaring insang untuk menekan laju pertumbuhan ikan Manila yang ada di Waduk Penjalin. Ukuran mata jaring yang bervariasi perlu dikaji untuk mendapatkan ukuran yang sesuai untuk ikan target, dalam upaya pengendalian populasi ikan Manila di Waduk Penjalin. Selain itu, diperlukan informasi tentang aspek biologi reproduksi ikan Manila dalam upaya melakukan pengelolaan sumberdaya ikan yang ada di Waduk Penjalin.
Perumusan Masalah
3
Gambar 1 Skema perumusan masalah upaya pengendalian ikan Manila menggunakan alat tangkap jaring insang
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengendalikan populasi ikan Manila yang ditangkap menggunakan modifikasi jaring insang dengan ukuran mata jaring yang mampu menangkap ikan Manila pada ukuran target yang diinginkan. Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi dasar untuk melakukan upaya pengelolaan populasi ikan Manila diWaduk Penjalin Kabupaten Brebes.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Manila (Parachromis managuensis, Gunther 1867)
4
Klasifikasi ikan Manila menurut Gunther (1867) in Agasen et al. (2006) Filum: Chordata
Subfilum: Vertebrata Kelas: Actinopterygii
Subkelas: Neopterygii Ordo: Perciformes
Subordo: Labroidei Family: Cichlidae
Genus: Parachomis (Agassiz 1859)
Species:Parachomis managuensis (Gunther 1867)
Gambar 2 Ikan Manila (Parachromis managuensis)
Ikan Manila merupakan ikan asli dari Amerika Tengah dan telah diperkenalkan ke berbagai negara sebagai ikan aduan dan sangat popular dikalangan aquaris. Selain itu, ikan Manila dikenal sebagai predator yang memakan ikan kecil dan sangat agresif. Sebagai contoh, ketika ikan Manila diintroduksi ke perairan Mexico menyebabkan malapetaka di antara populasi ikan asli dan dianggap sebagai potensi hama (Agasen et al. 2006). Ikan ini merupakan hasil introduksi yang tidak disengaja (unintentional introductions) dengan karakteristik toleransi yang tinggi terhadap suhu (berkisar antara 25 - 36 °C), berada pada kedalaman 3 - 10 meter dan pH (berkisar antara 7 - 8.7) (Rosana et al. 2006).
3
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Waktu Penelitian
5
Lokasi Penelitian
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km2 dengan volume air 9,5 juta m3, terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan Paguyangan. Waduk Penjalin dikelilingi oleh pedukuhan Mungguhan, Keser Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan Karangnangka (Rukayah & Wibowo 2011). Fungsi utama Waduk Penjalin adalah untuk menambah debit air sungai di sekitar Waduk ketika musim kemarau panjang, sehingga tanah-tanah pertanian yang ada di sekitar Kabupaten Brebes dapat diairi secara teratur. Selain itu, Waduk Penjalin juga berfungsi sebagai tempat rekreasi, dan juga dimanfaatkan sebagai usaha perikanan tawar dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) oleh penduduk di sekitarnya. Penelitian dilakukan di empat titik , yaitu daerah inlet (1 dan 2), tengah (3) dan outlet Waduk (4) seperti pada foto dalam Lampiran 1. Daerah inlet (1) mendapat masukan air dari sungai-sungai kecil dan terdapat tumbuhan air serta dekat dengan rumah warga. Inlet (2) merupakan daerah yang banyak terdapat tumbuhan airnya dan mendapat masukan air dari sungai Penjalin yang merupakan masukan air terbesar di Waduk Penjalin. Bagian tengah (3) merupakan daerah yang sedikit tumbuhan airnya. Lokasi (4) merupakan daerah oulet yang tidak terlalu banyak tumbuhan airnya dan dekat dengan area pemancingan, seperti tertera pada Gambar 3 dibawah ini:
Tabel 1 Lokasi Penelitian
Gambar 3 Lokasi Penelitian (Waduk Penjalin-Brebes)
Stasiun Koordinat Keterangan
I S 7◦19'40.4904" Daerah inlet Waduk Penjalin E 109◦2'59.9604
II S 7◦20'0.78" Daerah inlet Waduk Penjalin E 109◦2'50.8524
III S 7◦19'42.978" Daerah Tengah Waduk Penjalin E 109◦3'1.7568
6
4
BAHAN DAN METODE
BAHAN
Bahan Penelitian
Ikan yang digunakan sebagai bahan penelitian ditangkap menggunakan jaring insang dengan mesh size (2.54, 3.81, 5.08, dan 6.35 cm) yang dilakukan pada bulan Maret-Mei 2015 dengan waktu sampling satu minggu sekali atau 12 kali sampling. Jaring ditebar pada malam hari, kemudian diangkat pada pagi hari. Ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan mesh size dan stasiun. Dilakukan penimbangan bobot ikan dengan timbangan (ketelitian 1 gr) dan pengukuran panjang total ikan dengan penggaris (ketelitian 0.1 mm) (Anderson & Neumann 1996 in Giannetto et al. 2014), kemudian dicatat jumlah ikan, hasil penimbangan dan pengukuran ikan. Selanjutnya dilakukan identifikasi ikan berdasarkanKotellat et al. (1993) dan dilakukan pengamatan aspek biologi ikan di laboratorium. Pengukuran kualitas air mencakup parameter fisika dan kimia perairan. Parameter in situ meliputi temperatur, pH, kedalaman, dan kandungan oksigen terlarut air Waduk. Adapun parameter ek situ terdiri dari Biological Oxygen Demand (BOD). Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan mengacu pada metode baku APHA (2012).
METODE PENELITIAN
Analisis Biologi Ikan Manila
1 Pola Pertumbuhan
Analisis pola pertumbuhan panjang dan bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di perairan. Rumus yang digunakan untuk mencari hubungan antara panjang dan bobot adalah sebagai berikut (Effendie 1997).
dimana W merupakan bobot ikan (gr), L merupakan panjang ikan (mm), sedangkan a dan b merupakan konstanta.
Pendekatan regresi digunakan untuk melihat hubungan kedua parameter tersebut. Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Uji t digunakan untuk menguji nilai „b‟ sama dengan 3 atau tidak (Steel & Torrie 1981 in Suryanti 2015). Jika nilai b lebih besar dari 3 berarti pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan bobot atau disebut pola pertumbuhan allometrik positif., sedangkan jika nilai b kurang dari 3 berarti pertambahan panjang ikan lebih cepat dari pertambahan bobot atau disebut pola pertumbuhan allometrik negatif. Jika nilai b sama dengan 3 berarti pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan bobot dan disebut pola pertumbuhan isometrik (Sulistiyarto 2012; Sulistiono et al. 2001).
7
2 Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad diamati secara visual mengikuti skala kematangan gonad standard (five stage maturity scale for partial spawners) yang mengacu pada Holden & Raitt (1974) seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat kematangan gonad
TKG Status Keterangan
I Belum matang Ovari dan testes kira-kira 1/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna kemerah-merahan bening. Testes berwarna keputih-putihan. Telur tidak terlihat dengan mata telanjang
II Perkembangan Ovari dan testes kira-kira ½ panjang rongga badan, bening atau jernih. Testes keputih-putihan, kurang lebih simetris. Telur tidak terlihat dengan mata telanjang
III Pematangan Ovari dan testes 2/3 panjang rongga badan. Ovary berwarna kuning kemerah-merahan dan butiran telur mulai terlihat. Testes keputih-putihan sampai krem. Tidak ada telur yang tembus cahaya atau jernih
IV Matang Ovari dan testes 2/3 sampai memenuhi rongga badan. Ovari berwarna merah jambu/orange dengan pembuluh darah terlihat jelas di permukaannya. Terlihat telur yang masak dan tembus cahaya. Testes keputih-putihan/ krem dan lembut
V Mijah salin Ovari dan testes mengerut kira-kira menjadi ½ rongga badan. Dinding-dinding mengendur. Ovari dapat mengandung sisa-sisa telur
Sumber: Holden dan Raitt (1974) 3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan rasio antara bobot gonad dengan bobot tubuh, dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
dimana BG merupakan bobot gonad (g), BT merupakan bobot tubuh (g), dan IKG merupakan indeks kematangan gonad (%).
4 Fekunditas
Prosedur penentuan fekunditas ikan dilakukan dengan metode gabungan antara gravimetrik dan volumetrik. Gonad ikan betina TKG IV yang sebelumnya telah diawetkan dengan formalin 5%, dikeringkan lalu ditimbang berat totalnya (G). Setelah itu, diambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati, lalu ditimbang beratnya (Q). Gonad contoh lalu dihitung jumlah telurnya (x) kemudian dicari jumlah telur keseluruhannya (X) dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
8
5 Diameter Telur
Contoh telur yang diambil dari ikan yang matang gonad kemudian dihitung jumlahnya. Pengukuran diameter telur dilakukan terhadap 100 butir telur dari seluruh bagian gonad (anterior, median, dan posterior) (Setyobudiandi et al. 2009). Pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop binokuler pada perbesaran 10×4 yang dilengkapi mikrometer okuler skala 100. Konversi per satuan skala mikrometer okuler adalah 0,025 mm.
Ukuran Pertama Kali Ikan Tertangkap
Metode yang digunakan yaitu metode “kantung berlapis” (convered conden method). Hasil perhitungan tersebut membentuk kurva ogif selektivitas alat berbentuk S (sigmoid) yang menyerupai kurva distribusi normal kumulatif yang mengacu pada Beverton & Holt in Sparre & Venema (1992).
dimana SL merupakan jumlah estimasi, L adalah interval titik tengah, dan S1 dan S2 merupakan konstanta.
Ukuran Pertama Kali Ikan Matang Gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan mencapai matang gonad (M) adalah metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah sebagai berikut (Udupa 1986):
[ ( )] ∑
√ ∑
9
panjang ke-I dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-I, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-I, Qi adalah 1-Pi dan M adalah panjang ikan pertama kali matang gonad.
Analisis Selektivitas Jaring Insang
Penelitian ini menggunakan empat ukuran mata jaring yang berbeda (2.54, 3.81, 5.08, dan 6.35 cm) yang masing-masing ditebar pada setiap stasiun. Panjang dan lebar jaring insang adalah 100 m dan 3 m untuk masing-masing jaring. Metode yang digunakan untuk analisis adalah metode tidak langsung yang diusulkan oleh Holt (1963) dan dimodifikasi oleh Sparre & Venema (1992). Metode ini tergantung pada perbandingan dari beberapa kelompok ukuran yang tertangkap oleh dua ukuran jaring (ma dan mb). Menurut metode ini, kurva seleksi dapat dihitung sebagai logaritma natural (ln) dari jumlah ikan yang tertangkap untuk masing-masing kelas panjang (Ca dan Cb) dari dua ukuran jaring yang berbeda dengan dimensi yang sama (ma dan mb) yang dihubungkan dengan panjang total (L) dari spesimen melalui regresi linear dan akan didapatkan nilai a dan b yang merupakan nilai intercept dan slope (Sparre & Venema 1992), seperti ditulis berikut ini:
[ ]
Nilai kelas panjang optimum (Lma dan Lmb) untuk ukuran mata jaring ma dan mb, faktor selektivitas (SF) dan standar deviasi dapat diestimasi dari nilai a dan b, sehingga diperoleh rumus dibawah ini:
[ ] [ ]
[ ]
√{ [ ]}
3 m 2.54 cm
100 m
3 m 5.08 cm
100 m
3 m 3.81 cm
100 m
3 m 6.35 cm
100 m
10
Ukuran jaring insang yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari dua ukuran, sehingga untuk menentukan nilai faktor selektivitas menggunakan rumus dibawah ini (Sparre dan Venema 1992):
∑( ) ∑
Standar deviasi (SD) dapat dihitung sebagai nilai rata-rata untuk setiap ukuran mata jaring secara berurutan ma dan mb (Sparre dan Venema 1992):
√ ∑( ) ( )
Analisis Kualitas Air
Pengambilan contoh air dilakukan satu bulan sekali pada tiga titik lokasi sampling di Waduk Penjalin. Parameter kualitas air yang dianalisis terdiri dari parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi pengukuran temperatur, kecerahan dan kedalaman. Temperatur diukur menggunakan termoter air raksa dengan metode pemuaian. Pengukuran kedalaman menggunakan meteran yang dilakukan dengan metode visual. Kecerahan diukur menggunakan secchi disc dengan metode visual.
Parameter kimia perairan yang dianalisis meliputi oksigen terlarut , BOD5, dan pengukuran pH. Contoh air diambil dari setiap stasiun menggunakan botol winkler, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut dengan metode titrimetri secara in situ. Pengukuran BOD5 dilakukan dengan mengambil contoh air menggunakan botol polyetilen dari tiap stasiun kemudian melakukan pengukuran dengan metode titrimetri secara ek situ. Pengukuran pH menggunakan kertas pH indikator yang dimasukan ke dalam air pada setiap stasiun. Pengukuran parameter kualitas air mengacu kepada APHA (2012). Analisis parameter fisika, kimia dan baku mutu kualitas air tersaji pada Tabel 3 dan 4 sebagai berikut:
Tabel 3 Analisis parameter kualitas air
Parameter Perairan digunakan Alat yang pengukuran Metode Keterangan Fisika
Temperatur (°C) Termometer Pemuaian Rice et al. 2012 Kecerahan (cm) Secchi disc Visual Rice et al. 2012
Kedalaman (m) Meteran Visual Rice et al. 2012
Kimia
Oksigen terlarut (mg/L) Peralatan titrasi Titrimetri Rice et al. 2012 BOD5 (mg/L) Peralatan titrasi Titrimetri Rice et al. 2012
11
Table 4 Baku mutu kualitas air
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Ikan di Waduk Penjalin
Ikan yang tertangkap selama penelitian dengan frekuensi penangkapan sebanyak 12 kali berjumlah 461 ekor yang terdiri dari 6 spesies dan didominasi oleh ikan introduksi. Ikan Manila yang tertangkap berjumlah 217 ekor dan diikuti oleh ikan Nila (Oreochromis niloticus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele Lokal (Clarias batrachus L.), Nila Lokal (Oreochromis mossambicus), dan Sepat (Trichogaster trichopterus Pall.) (Tabel 5). Jenis ikan dominan yang tertangkap selama penelitian sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Waduk Penjalin pada tahun 2013, yaitu ikan Manila (Hedianto et al. 2013). Komposisi ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan terutama untuk ikan spesies asli (Gambar 5). Berdasarkan gambar tersebut, diketahui ikan Manila ditemukan di Waduk Penjalin pada tahun 2013.
Sejak tahun 2011 sampai 2015 komposisi ikan yang ada di Waduk Penjalin terus mengalami penurunan, terutama untuk spesies asli (Lampiran 2). Penelitian yang dilakukan tahun 2011 di Waduk Penjalin didominasi oleh ikan spesies asli yaitu sebanyak 15 spesies (Tawes (Barbonymus gonionotus), Nilem (Osteochilus vittatus), Sepat (Trichogaster trichopterus), ikan Brek (Puntius orphoides), Beunteur (Puntius binotatus), Sili (Mastacembelus erythrataenia), Palung (Barbichtys laevis), Lunjar padi (Rasbora argyrotaenia), Gurame (Oshpronemus gourami), Betok (Anabas testudineus), Baceman(Mystus nemurus), Cakul (Cyclocheilichthys enoplos), Sidat (Anguilla bicolor), Keting (Mystus micracanthus), Belut (Monoptherus albus)), sedangkan untuk ikan introduksi berjumlah 12 spesies (Mujaer jawa (Oreochromis mossambicus), Lele lokal (Clarias batrachus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Nila GIFT (Oreochromis niloticus), Sapu sapu (Hypostomus plecostomus), Nila merah (Osteochilus Parameter Perairan digunakan Alat yang Baku mutu Keterangan
Fisika
Temperatur (°C) Termometer Deviasi Temperatur dari
Peralatan titrasi > 3 mg/L PPRI No. 82 tahun 2001
BOD5 (mg/L) Peralatan titrasi < 6 mg.L PPRI No. 82 tahun 2001
12
kappenii), Gresskap (Ctenopharyngodon idella), Mas (Cyprinus carpio), Bawal (Colosoma macropomum), Cethul (Lebistes reticulatus), Lele dumbo (Clarias lerachanthus), Tawes slayer (Puntius brevis)) (Gambar 5). Dua tahun kemudian dilakukan penelitian kembali di Waduk Penjalin dan spesies yang ditemukan di tahun sebelumnya tidak ditemukan lagi di tahun 2013 dan hanya didapatkan 6 spesies yang didominasi oleh ikan introduksi (Gambar 5). Hal ini serupa dengan penelitian tahun 2015 tertangkap 6 spesies ikan dan didominasi oleh ikan introduksi (Tabel 5). Perubahan komposisi ikan di ekosistem air tawar dapat disebabkan oleh beberapa perubahan lingkungan seperti polusi air, pembuatan tanggul atau bendungan, hilangnya vegetasi, dan interaksi antar spesies (Abekura et al. 2004). Menurut Bernauer & Jansen (2006) perubahan komposisi spesies dan kelimpahan relatif menunjukkan adanya spesies asli yang hilang oleh spesies introduksi dan suksesi yang relatif cepat antara spesies lama dan baru.
Gambar 5 Persentase jumlah ikan tahun 2011, 2013, dan 2015
Berdasarkan hasil penelitian, ikan Manila paling banyak tertangkap di stasiun 2 yang memiliki kepadatan Hydrilla verticillata yang tinggi dibanding dengan stasiun lainnya, hal ini sesuai dengan penelitian di Danau Taal Filipina yang dilakukan oleh Agasen et al (2006) dan menyatakan bahwa ikan Manila banyak ditemukan pada daerah yang memiliki substrat pasir berlumpur dan
13
banyak terdapat tumbuhan air seperti Hydrilla verticillata. Menurut Kullander (2003) ikan Manila memiliki kecenderungan untuk meletakkan telurnya di celah-celah batu atau vegetasi akuatik yang padat. Sebagai contohnya yaitu kelimpahan ikan Manila di Florida banyak ditemukan di area yang terdapat Hydrilla verticillata dengan kepadatan yang tinggi serta daerah dangkal yang kaya dan padat dengan makrofita (Shaflan 1996 in Agasen et al. 2006).
Tabel 5 Komposisi ikan yang tertangkap antar stasiun di Waduk Penjalin tahun 2015 5 Nila Lokal (Oreochromis
mossambicus)** 1 0 0 0 1
6 Sepat (Trichogaster trichopterus Pall.)* 0 1 0 0 1
Total 112 135 126 88 461
Keterangan: **(Ikan introduksi) *(Ikan asli)
Ikan Manila paling banyak tertangkap pada selang kelas panjang 9 - 10.2 cm dengan jumlah 90 ekor yang terdiri dari ikan betina (43 ekor) dan jantan (47 ekor) (Tabel 6). Sedangkan kelas bobot yang paling banyak tertangkap pada bobot 5 - 18 gr, yaitu berjumlah 84 ekor yang terdiri dari ikan betina (40 ekor) dan jantan (44 ekor) (Tabel 7). Ikan Manila jantan lebih banyak tertangkap dibanding ikan Manila betina. Selama penelitian, ikan yang tertangkap memiliki panjang maksimum 19.8 cm dengan bobot 127 gr dan panjang minimum 9 cm dengan bobot 5 gr. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hedianto et al. (2013) di Waduk Penjalin diketahui ukuran minimum ikan Manila yang tertangkap yaitu 6 cm dengan bobot 6.6 gr, sedangkan ukuran maksimumnya 20.1 cm dengan bobot 155.9 gr. Ikan Manila dapat tumbuh dengan panjang total antara 50-63 cm (Kullander 2003).
14
Tabel 6 Selang kelas panjang ikan Manila betina dan jantan
Selang kelas (cm) Betina Jantan
9.0-10.2 43 47
Table 7 Selang kelas bobot ikan Manila betina dan jantan Selang kelas (gr) Betina Jantan
5-18 40 44
Aspek Biologi Ikan Manila dan Kondisi Fisika dan Kimia Perairan
Pola pertumbuhan merupakan salah satu aspek biologi yang harus diketahui untuk mengelola sumberdaya perikanan. Pola pertumbuhan dapat diduga dengan melihat nilai „b‟ dari hubungan panjang bobot ikan. Hubungan panjang dengan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan Manila sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Ikan Manila yang tertangkap selama penelitian berjumlah 212 ekor. Panjang total ikan Manila yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 9-20.8 cm dengan bobot 5-130 gr. Rincian hasil tangkapan ikan Manila selengkapnya berdasarkan selang kelas panjang dan bobot tertera pada Tabel 6 dan 7.
15
Gambar 6 Hubungan panjang dan bobot ikan Manila di Waduk Penjalin Aspek reproduksi setiap jenis ikan berbeda-beda tergantung pada kondisi lingkungan dan beberapa faktor lainnya. Tingkat kematangan gonad ikan Manila betina dan jantan memiliki sebaran tertinggi pada TKG 1 atau fase belum matang gonad (Gambar 7). Sebaran ukuran panjang total 13.2 – 15 cm pada ikan jantan dan betina telah memasuki TKG 3 dan 4. Jumlah ikan jantan matang gonad (TKG III dan IV) adalah 28 ekor dan ikan betina matang gonad (TKG III dan IV) adalah 21 ekor. Secara keseluruhan jumlah ikan jantan matang gonad lebih banyak dibandingkan jumlah betina matang gonad, namun tidak terlalu signifikan lebih jelasnya tersaji pada Tabel 8.
Berdasarkan waktu penangkapannya, ikan Manila yang matang gonad paling banyak tertangkap pada ukuran panjang 13-19.8 cm dengan bobot 37-127 gr dan paling banyak tertangkap pada bulan Mei sebanyak 29 ekor yang terdiri dari 14 ekor jantan dan 15 ekor betina.
Gambar 7 menunjukkan TKG betina dan jantan pada selang kelas yang berbeda. Ikan betina memasuki TKG II pada selang kelas 13.2-15 cm, sedangkan ikan jantan memasuki TKG II pada selang kelas 11.3-13.1 cm. Hal ini menunjukkan ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan betina. Indeks kematangan gonad (IKG) dan persentase jumlah ikan matang gonad (siap mijah) dapat digunakan untuk menentukan musim pemijahan ikan (Arocha & Barrios 2009). Selain itu, indeks kematangan gonad menunjukkan perkembangan gonad dan kematangan ikan (Agasen et al. 2006). Indeks Kematangan Gonad (IKG) ikan Manila betina berkisar antara 0.89-1.00% pada panjang minimum 14.2 cm dan panjang maksimum 22.5 cm (Lampiran 5). Berdasarkan ukuran kelas panjang ikan jantan dan betina, maka ikan jantan dan betina sudah siap memijah pada ukuran 13.2 cm atau TKG IV.
16
Gambar 7 Tingkat kematangan gonad ikan Manila betina dan jantan
Distribusi diameter telur ikan Manila pada TKG III memiliki kisaran diameter telur 0,38-0,85 mm, sedangkan ikan Manila TKG IV memiliki diameter telur berkisar antara 0,80-1,63 (Gambar 8). Gambaran tipe pemijahan ikan dapat diketahui melalui analisis frekuensi sebaran ukuran ukuran diameter telur (Lampiran 6). Sebaran diameter telur ikan Manila membentuk satu sampai dua modus penyebaran, oleh karena itu pola pemijahan ikan Manila adalah partial spawner, yaitu ikan yang dapat memijah beberapa kali dalam satu musim pemijahan atau pola pemijahan yang bersifat sebagian demi sebagian dalam mengeluarkan telurnya (Effendie 1997). Distribusi diameter telur ikan Manila membentuk dua puncak. Hal ini serupa dengan pola pemijahan ikan Manila di Danau Taal Filipina yang melakukan pemijahan dua kali dalam setahun dengan puncak pemijahan di bulan Desember dan Juli (Agasen et al. 2006).
Gambar 8 Distribusi sebaran diameter telur ikan Manila
Ikan Manila betina paling banyak matang gonad pada ukuran 15.1-16.9 cm yaitu sekitar 38%. Ukuran pertama kali matang gonad ikan Manila betina yaitu pada ukuran 14.18 cm. Ikan jantan dan betina memiliki perbedaan ukuran pertama kali matang gonad (Lampiran 7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan Manila jantan matang gonad pertama kali pada ukuran 13.18 cm. Persentase matang gonad yang paling banyak adalah pada ukuran 13.2-15.0 cm yaitu sebesar
17
39% (Tabel 9). Pendugaan ukuran pertama kali ikan Manila matang gonad terjadi pada saat proporsi ikan contoh mencapai 50% yaitu pada panjang 13.2 cm untuk jantan dan 14.5 cm untuk betina (Lampiran 8). Hal ini berarti pada saat panjang ikan jantan dan betina yaitu 13.2 cm dan 14.5 cm, ikan telah mengalami pemijahan minimal satu kali. Proporsi ikan Manila contoh yang telah matang gonad disajikan pada Gambar 9.
Ukuran pertama kali matang gonad sangat diperlukan dalam penentuan ukuran mata jaring yang optimum (Ozyurt et al. 2011). Pembatasan alat tangkap pada skala perikanan tangkap kecil merupakan salah satu cara pengelolaan perikanan yang dianggap baik dibandingkan dengan pelarangan menangkap ikan, dengan demikian tidak akan merugikan nelayan di sekitar waduk .
Tabel 9 Ukuran pertama kali ikan Manila jantan dan betina matang gonad SKB
Keterangan: SKA= Selang kelas atas, SKB= Selang kelas bawah, Nb= Persentase matang gonad, Lm=Ukuran pertama kali matang gonad.
18
Gambar 10 Proporsi ikan Manila betina yang telah matang gonad
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agasen et al. (2006) menunjukkan ikan Manila jantan lebih cepat matang gonad dari pada ikan Manila betina. Ikan Manila mempunyai fekunditas yang tinggi yaitu sebanyak 1190-18240 telur/ekor dengan rata-rata 6804 telur/ekor pada ukuran panjang 14.3-22.5 cm dan bobot 35-228 gr. Fekunditas ikan Manila yang ditemukan di Danau Taal Filipina sebanyak 904-10.496 telur/ekor dengan rata-rata 3.595 telur/ekor. Ukuran panjang total 20-22 cm memiliki fekunditas tertinggi yaitu 5.20-222 telur/ekor. Bobot ikan dengan ukuran 150-190 gr memiliki fekunditas sebanyak 5.242 telur/ekor. Bobot ovary antara 9-11 gr memiliki telur sebanyak 6.400 telur/ekor. Hal ini menunjukkan bahwa fekunditas ikan Manila di Waduk Penjalin lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas ikan Manila yang ada di Danau Taal Filipina (Agasen et al. 2006).
Tabel 10 menunjukkan parameter kualitas air di Waduk Penjalin antar stasiun yang tidak berbeda. Temperatur air di Waduk Penjalin berada pada kisaran 29-30oC. Nilai kecerahan berkisar antara 124-185 cm dan nilai kedalaman berkisar antara 5-12.3 cm. Nilai oksigen terlarut berkisar antara 6.5-7.54 mg/L, nilai pH untuk semua lokasi adalah 7, dan nilai BOD5 berkisar antara 9-9.29 mg/L. Nilai BOD5 yang tinggi (> 6) di Waduk Penjalin dikarenakan banyaknya masukan limbah domestik dari sekitar waduk, namun kondisi tersebut masih dapat ditoleransi untuk kehidupan organisme akuatik (Rice et al. 2012).
Table 10 Parameter fisika dan kimia perairan Waduk Penjalin
Parameter Stasiun
Perairan I II III IV
Fisika
Temperatur (°C) 29-30°C 29.5-30°C 29-29.5°C 29-30°C
19
Selektivitas Jaring Insang
Penangkapan ikan Manila menggunakan jaring insang dengan ukuran yang berbeda berdasarkan distribusi frekuensi panjang menunjukkan bahwa pertambahan ukuran mata jaring berbanding terbalik dengan jumlah tangkapan, yaitu semakin besar ukuran mata jaring maka ikan yang tertangkap pada masing-masing kelas panjang semakin sedikit (Tabel 11). Ikan yang berukuran besar akan mudah tertangkap, karena ikan yang berukuran besar tidak dapat menembus ukuran mata jaring yang lebih kecil. Sedangkan ikan yang berukuran lebih kecil tidak akan mudah tertangkap karena dapat berenang melewati ukuran jaring yang lebih besar, namun akan tertangkap jika melewati ukuran mata jaring yang lebih kecil (Albert 2004). Ikan yang paling banyak ditemukan di Waduk Penjalin adalah ikan yang berukuran kecil sehingga banyak tertangkap diukuran mata jaring yang lebih kecil dari pada ukuran mata jaring yang lebih besar.
Selektivitas jaring insang yang tinggi berhubungan dengan morfometrik tubuh pada sebagian besar spesies, sehingga setiap spesies akan memiliki selektivitasnya masing-masing bergantung kepada ukuran mata jaringnya (Arami & Mustafa 2010). Selain ukuran mata jaring, selektivitas jaring insang diketahui tergantung pada berbagai faktor, yaitu konstruksi jaring, visibilitas dan kemampuan tebar jaring, material pembuatan dan bentuk jaring, dan perilaku ikan (Hamley 1975 in Albert 2004). Penggunaan ukuran mata jaring yang sesuai akan mencegah tertangkapnya ikan dengan ukuran juvenile dan memungkinkan menangkap ikan pada ukuran yang diinginkan (Petrakis & Stergiou 1995).
Tabel 11 Distribusi frekuensi panjang ikan Manila berdasarkan ukuran mata jaring
20
matang gonad atau mempertegas peraturan ukuran minimum ikan yang boleh ditangkap (Santos et al. 1998). Informasi mengenai selektivitas alat tangkap sangat diperlukan dalam mengelola perikanan berkelanjutan (Ozyurt et al. 2011).
Penentuan nilai selektivitas jaring insang membantu memudahkan untuk menangkap ikan target, hal ini perlu didukung dengan informasi mengenai aspek biologi dari ikan target (Arami & Mustafa 2010). Selektivitas jaring insang biasanya dirancang menggunakan kombinasi dua ukuran mata jaring yang berbeda. Kedua mata jaring harus sedemikian rupa sehingga kurva-kurva seleksi mereka tumpang tindih (Sparre & Venema 1992). Kurva selektivitas digunakan untuk menghitung ukuran mata jaring yang diperlukan (Santos et al. 1998). Gambar 11 menunjukan kurva selektivitas dengan kombinasi dua ukuran mata jaring.
Gambar 11 Kurva selektivitas ikan Manila pada kombinasi ukuran mata jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C. (5.08 & 6.35 cm)
21
99.94% dan ukuran mata jaring 6.35 cm memilliki nilai fraksi maksimal tertahan sebesar 0.9789 yang mampu menangkap ikan pada panjang 22.05 cm sebanyak 97.89% (Lampiran 9).
Gambar 12 Kurva selektivitas jaring insang ikan Manila
Ukuran panjang total optimal ikan Manila dengan kemungkinan tertangkap 100% untuk kombinasi dua ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm adalah 10.04 dan 14.06 cm. Kombinasi ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 cm memiliki kemungkinan tertangkap 100% dengan panjang total optimal 12.88 dan 17.17 cm. Kombinasi ukuran mata jaring 5.08 dan 6.35 cm maka kemungkinan tertangkap 100% pada panjang total optimal 16.54 dan 20.66 cm. Semakin besar ukuran mata jaring, maka ukuran optimal ikan yang tertangkap akan semakin besar. Hal ini dikarenakan ikan yang berukuran kecil akan mudah lolos pada jaring yang berukuran lebih besar dari tubuh ikan (Tabel 12).
Tabel 12 menunjukkan faktor selektivitas pada dua kombinasi ukuran mata jaring memiliki nilai selektivitas yang semakin kecil seiring pertambahan ukuran mata jaring. Hal ini dapat dikarenakan ikan Manila yang banyak tertangkap di Waduk Penjalin memiliki ukuran yang kecil (9-10 cm), sehingga akan mudah lolos pada ukuran mata jaring yang berukuran besar. Selektivitas jaring insang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik jaring dan jenis ikan (Ogini et al. 2006).
Standar deviasi untuk kombinasi ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm yang dipasang secara bersamaan adalah 3.95 dan 1.58. Kombinasi ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 memiliki nilai faktor selektivitas dan standar deviasi masing-masing 3.38 dan 2.26. Nilai faktor selektivitas dan standar deviasi pada kombinasi ukuran mata jaring 5.08 dan 6.35 adalah 3.25 dan 1.99 (Tabel 12). Semakin banyak variasi ukuran ikan yang tertangkap pada kombinasi ukuran mata jaring, maka nilai standar deviasinya akan semakin besar. Nilai standar deviasi menunjukkan variasi jumlah ukuran ikan yang tertangkap pada masing-masing kombinasi ukuran mata jaring (Oginni et al. 2006). Nilai slopes (a) dan intercepts
(b) merupakan hasil regresi dari natural logarithms (ln) rasio ikan yang tertangkap
22
Tabel 12 Konstanta regresi dan parameter selektivitas jaring insang Manila Ukuran mata
jaring (cm) Konstanta regresi Parameter selektivitas
ma mb a b r2 (cm) Lma Lmb (cm) SF SD
2.54 3.81 -25.177 2.0059 0.8978 10.04 14.06 3.95 1.58 3.81 5.08 -12.543 0.8344 0.9964 12.88 17.17 3.38 2.26 5.08 6.35 -19.414 1.0431 0.9223 16.54 20.66 3.25 1.99
Keterangan: ma (ukuran mata jaring a), mb (ukuran mata jaring b), SF (faktor selektivitas), SD (standar deviasi), Lma (Panjang optimum ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring a), Lmb (panjang optimum ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring b)
Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Pendugaan ukuran pertama kali ikan Manila matang gonad yang tertangkap pada jaring insang dengan kombinasi ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm adalah 15.27 cm. Ukuran pertama kali ikan Manila matang gonad yang tertangkap pada kombinasi ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 cm adalah 14.07 cm. Ukuran pertama kali ikan Manila matang gonad yang tertangkap pada kombinasi ukuran jaring 5.08 dan 6.35 cm adalah 13.99 cm. Persentase matang gonad pada kombinasi ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm adalah 100% dengan total ikan yang tertangkap 9 ekor. Kombinasi ukuran 3.81 dan 5.08 cm memiliki persentase matang gonad 74% dengan total ikan yang tertangkap 33 ekor. Sedangkan kombinasi ukuran 5.08 dan 6.35 cm memiliki persentase matang gonad 58% dengan total ikan yang tertangkap 25 ekor (Gambar 13).
23
Gambar 13 Ukuran pertama kali dan persentase matang gonad ikan Manila pada kombinasi ukuran mata jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C.
(5.08 & 6.35 cm) kombinasi ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 cm adalah 11.34 cm, 12.49 cm, dan 13.65 cm. Ukuran pertama kali ikan tertangkap sebanyak 25%, 50% dan 75% pada kombinasi ukuran mata jaring 5.08 dan 6.35 cm adalah 12.67 cm, 14.06 cm, dan 15.46 cm (Gambar 14).
Nilai Lc dan Lm untuk kombinasi ukuran mata jaring (2.54 & 3.81 cm) dan (3.81 & 5.08 cm) menunjukan nilai Lc < Lm (Tabel 13). Sehingga ikan yang tertangkap belum memijah atau belum dewasa. Kombinasi ukuran mata jaring 5.08 dan 6.35 cm menunjukkan nilai Lc > Lm (Tabel 13). Kondisi ini merupakan kondisi dimana ikan dapat melakukan rekruitmen sebelum tertangkap dan merupakan kombinasi ukuran mata jaring yang sesuai untuk kelestarian sumberdaya ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya pengendalian ikan Manila yang ada di Waduk Penjalin, sehingga saran penggunaan ukuran mata jaring dengan kombinasi 2.54 & 3.81 cm dan 3.81 & 5.08 cm) akan lebih efisien untuk digunakan di Waduk Penjalin untuk mengendalikan populasi ikan Manila.
24
Gambar 14 Ukuran pertama kali Manila tertangkap pada kombinasi ukuran mata jaring A. (2.54 & 3.81 cm), B. (3.81 & 5.08 cm) dan C. (5.08 & 6.35 cm) Tabel 13 Nilai Lm dan Lc pada kombinasi ukuran mata jaring yang berbeda
Kombinasi
Ukuran pertama kali tertangkap (Lc)
25
Aspek Pengelolaan
Kehadiran ikan Manila di Waduk Penjalin dikhawatirkan akan mengancam keberadaan spesies lainnya. Upaya pengelolaan ditekankan pada upaya pengendalian populasi ikan Manila di lingkungan Waduk Penjalin, maka aspek pengelolaan yang perlu diperhatikan adalah:
Pendekatan Keterangan
Waktu Penangkapan 1. Penangkapan dilakukan selama 3 bulan (Maret, April, Mei).
2. Ikan Manila yang matang gonad dan tertangkap pada Maret, April, dan Mei masing-masing sebanyak 7, 13, dan 29 ekor.
3. Pada bulan Mei ikan Manila yang matang gonad tertangkap lebih banyak dibandingkan bulan lainnya.
Lokasi Penangkapan 1. Penangkapan dilakukan di empat stasiun yang diwaliki oleh stasiun 1 inlet (sungai-sungai kecil disekitar Waduk Penjalin), stasiun 2 inlet (Sungai Penjalin), stasiun 3 tengah (dekat dengan pemukiman), dan stasiun 4 outlet (dekat dengan pemancigan).
2. Ikan Manila yang matang gonad paling banyak tertangkap di stasiun 2 yaitu sebanyak 14 ekor. Ukuran Mata jaring
yang digunakan
1. Penangkapan menggunakan jaring insang dengan empat ukuran mata jaring (2.54, 3.81, 5.08, dan 6.35 cm).
2. Ikan Manila yang matang gonad paling banyak tertangkap pada ukuran mata jaring 5.08 cm sebanyak 21 ekor.
3. Berdasarkan analisis selektivitas alat tangkap, kombinasi ukuran 3.81 & 5.08 cm paling efektif menangkap ikan Manila pada ukuran yang matang gonad.
Aspek reproduksi 1. Pendugaan ukuran pertama kali ikan Manila jantan dan betina matang gonad masing-masing adalah 13.18 dan 14.18 cm
2. Pendugaan 50% ikan Manila jantan dan betina matang gonad masing-masing adalah 13.2 dan 14.5 cm.
3. Ukuran pertama kali ikan Manila jantan dan betina matang gonad berdasarkan hasil observasi masing-masing adalah 13 dan 14.3 cm.
Aspek Kualitas Air 1. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air di Waduk Penjalin masih tergolong baik untuk organisme dapat hidup.
26
Upaya lain yang menunjang keberhasilan pengelolaan ekosistem di Waduk Penjalin adalah pemantauan parameter kualitas air secara berkala. Waduk Penjalin memiliki nilai BOD yang tinggi yang artinya dapat menimbulkan eutrofikasi. Bahan organik yang tinggi di Waduk Penjalin disebabkan oleh buangan limbah domestik yang ada disekitar waduk. Kondisi demikian merupakan habitat yang cocok untuk kehidupan Ikan Manila (Kullander 2003; Rosana et al. 2006). Sehingga perlu adanya pendekatan kepada masyarakat sekitar waduk untuk tidak membuang limbah ke dalam waduk.
SIMPULAN
1. Ikan Manila yang tertangkap berjumlah 212 ekor dengan panjang minimum 9 cm dan bobot 5 gr. Panjang maksimum 19.8 cm dan bobot 127 gr. Ukuran yang paling banyak tertangkap 11.25 cm pada ukuran mata jaring 2.54 cm. 2. Ikan Manila yang matang gonad paling banyak tertangkap pada bulan Mei
sebanyak 29 ekor, tertangkap paling banyak di stasiun 2 sebanyak 14 ekor, dan ukuran mata jaring 5.08 cm menangkap ikan Manila matang gonad sebanyak 21 ekor.
3. Ukuran ikan Manila pada panjang 13-19.8 cm, bobot 37-127 gr dan tinggi kepala 4-6.5 cm merupakan ukuran matang gonad yang paling banyak tertangkap.
4. Berdasarkan aspek biologi reproduksi, ikan Manila memiliki pola pertumbuhan allometrik positif, pola pemijahan partial spawner, fekunditas
yang tinggi rata-rata 6804 telur/ekor, dan ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan betina dengan ukuran pertama kali jantan matang gonad 13.18 cm dan ikan betina 14.18 cm.
5. Faktor selektivitas kombinasi dua ukuran mata jaring 2.54 dan 3.81 cm, 3.81 dan 5.08, dan 5.08 dan 6.35 cm secara berturut-turut adalah 3.95, 3.38, dan 3.25. Penggunaan kombinasi ukuran mata jaring 3.81 dan 5.08 akan efektif untuk mengurangi populasi ikan Manila karena banyak menangkap ikan pada ukuran yang sedang matang gonad.
SARAN
27
DAFTAR PUSTAKA
[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water 22th Edition. APHA.AWWA.WPOF, Washington DC.
Abekura K, Michio H, Yasuhiro T. 2004. Changes in fish community after invasion and during control of alien fish populations in Mizoro-ga-ike, Kyoto City. Global Environmental Research. 8(2): 145-154.
Agasen EV, Julian PC, Mauria RR, Nenita SK. 2006. Biological investigation of Jaguar Guapote Parachromis managuensis (Gunther) in Taal Lake, Philippines. Journal of Environmental Science and Management. 9 (2): 20-30.
Albert A. 2004. Selectivity of gillnet series in sampling of Perch (Perca fluviatilis L.) and Roach (Rutilus rutilus L.) in the coastal sea of Estonia. Fisheries training program.
Arami H, Mustafa A. 2010. Analisis selektivitas gillnet yang dioperasikan di perairan Lentea, Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi. WARTA-WIPTEK. 18 (1): 38-43.
Arocha F, Barrios A. 2009. Sex ratios, spawning seasonality, sexual maturity, and fecundity of white marlin (Tetrapturus albidus) from the Western Central Atlantic. Fisheries Research. 95: 98–111.
Bernauer D, Jansen W. 2006. Recent invasions of alien macroinvertebrates and loss of native species in the upper Rhine River, Germany. Aquatic Invasions. (1)2: 55-71.
Biber-Klemm B. 1995. Legal aspects of the conservation of endemic freshwater fish in the northern Mediterranean region. Biological Conservation. 72:
321-334p.
Daga VS, Gubiani ÉA. 2012. Variations in the endemic fish assemblage of a global freshwater ecoregion: Associations with introduced species in cascading reservoirs. Acta Oecologica. 41:95-105.
Effendie M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta.163p.
Giannetto D, Carosi A, Ghetti L, Pompei L, Viali P, Lorenzoni M. 2014. Size selectivity of gill-nets and growth of roach Rutilus rutilus (Linnaeus, 1758)
an alien species in Piediluco lake (Italy). Knowledge and Management of Aquatic Ecosystems. 413-07.
Guerrero RD. 2014. Impacts of introduced freshwater fishes in the Philippines (1905-2013): A Review and Recommendations. Philippine Journal of Science. 143(1): 49-59.
Hailu M. 2014. Gillnet selectivity and length at maturity of nile tilapia (Oreochromis niloticus L.) in a tropical reservoir (Amerti: Ethiopia). Journal of Agricultural Science and Technology. A(4): 135-140.
Hedianto DA, Kunto P, Andri W. 2013. Interaksi pemanfaatan pakan alami oleh komunitas ikan di Waduk Penjalin, Jawa Tengah. BAWAL. 5(1): 33-40. Holden MJ, Raitt DFS. 1974. Manual Of Fisheries Science Part 2 - Methods of
28
Holt SJ. 1963. A method for determining gear selectivity and its application. ICNAF Spec Publ. 1(5): 106-115.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2003. The IUCN red list: A key conservation tool. http:/ www.redl isr.olg/info_sources_quality.htm. Diakses tanggal 5 Januari 2015.
Karna SK, Panda S. 2011. Growth estimation and length at maturity of a commercially important fish species i. e., Dayscieaena albida (Boroga) in Chilika Lagoon, India. European Journal of Experimental Biology. 1(2): 84-91.
Kottelat M, Anthony JW, Sri NK, Soetikno W. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta, Indonesia.
Kullander SO. 2003. Cichlidae (Cichlids). http: //www. fishbase. org/summary /SpeciesSummary.php?ID=4684&AT=jaguar+guapote. Diakses tanggal 4 Februari 2016.
Lipska IP, Niels M, Bohdan D, Wieslaw B. 2006. Gill net selectivity for perch (Perca fluviatilis) in the Szczecin Lagoon, Poland. Fisheries Research. 80:339-344.
Maezono Y, Kobayashi R, Kusahara M, Miyashita T. 2005. Direct and indirect effects of exotic bass and bluegill on exotic and native organisms in farm ponds. Ecological Applications. 15(2): 638–650.
Martens K, Segers H. 2009. Endemism in aquatic ecosystems. Royal Belgian Institute of Natural Sciences, Brussels. Belgium.
Mittelbach GG. 1988. Competition among refuging sunfishes and effects of fish density on littoral zone invertebrates. Ecology. 69(3): 614-623.
National Federation of Inland Water Fisheries Cooperatives. 1991. The review of exotic M. salmoides Bass Micropterus salmoides and Bluegill Lepomis macrochirus. Fisheries Agency, Tokyo, Japan.
Oginni O, Fasakin EA, Balogun AM. 2006. Gillnets selectivity of Cichlidae Sarotherodon Galilaeus (Linne 1758) in Iwo Reservoir, South West Nigeria. Middle-East Journal of Scientific Research. 1(1): 10-15.
Ozyurt CE, Volkan BK, Sinan M, Erhan A. 2011. Spawning, maturity length and size selectivity for Pikeperch (Sander lucioperca) in Seyhan Dam Lake. Journal of Animal and Veterinary Advances. 10(4): 545-551.
Petrakis G, Stergiou KI. 1995. Gill net selectivity for Diplodus annularis and Mullus surmuletus in Greek waters. Fisheries Research. 21: 455-464. [PPRI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Reid WV, Miler KR. 1989. Keeping options alive: the scientific basis for conserving biodiversity. World Resources Institute, Washington DC, 128pp.
Rice EW, Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS. 2012. APHA (American Public Health Association): Standard Method for The Examination of Water and Wastewater. Ed ke-22. Washington DC: AWWA (American Water Works Association) and WEF (Water Environment Federation).
29
Rukayah S, Wibowo DN. 2011. Komposisi spesies ikan indigenous dan introduksi pada ekosistem Waduk Penjalin Kab. Brebes (acuan: konservasi & budidaya ikan). Prosiding. Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup. p.
39-48.
Santos MV, Carlos CM, Karim E, Gerard L. 1998. Maturation and gill-net selectivity of two small sea breams (genus Diplodus) from the Algarve coast (South Portugal). Fisheries Research. 36: 185-194.
Setyobudiandi I, Sulistiono, Ferdinan Y, Kusmana C, Sigid H, Damar A, Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan analisis data perikanan dan kelautan: terapan metode pengambilan contoh di wilayah pesisir dan laut. Cetakan 1. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 319 p.
Sparre P, Venema SC. 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment Part 1. Manual. FAO Fish.Tech. Pap. (306/1). Rev.1: 376 p.
Sulistiono, Muhamad A, Aziz KA. 2001. Pertumbuhan Ikan Belanak (Mugil dussumieri) Di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal lktiologi Indonesia. L(2): 39-47.
Sulistiyarto, Bambang. 2012. Hubungan panjang berat, faktor kondisi, dan komposisi makanan Ikan Saluang (Rasbora argyrotaenia Blkr) di Dataran Banjir Sungai Rungan. Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewan Tropika. 1(2): 62:66.
Suryanti A. 2015. Ekobiologi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) sebagai dasar pengelolaan di sungai Naborsahan, Danau Toba, Sumatera Utara. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Udupa KS. 1986. Statistical Method of Estimating The Size of First Mature in Fishes. Fishbyte4(2): 8-10.
Wargasasmita S. 2005. Ancaman invasi ikan asing terhadap Keanekaragaman ikan asli. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5 (l).
30
31
Lampiran 1 Foto lokasi penelitian
Gambar 1 Lokasi stasiun 1 (Inlet) Gambar 2 Lokasi stasiun 2 (Inlet)
Gambar 3 Lokasi stasiun 3 (tengah) Gambar 4 Lokasi stasiun 4 (Outlet)
32
Lampiran 2 Komposisi ikan pada tahun 2011-2015 di Waduk Penjalin
No Nama Lokal Nama Latin 2009 2011 2015
1 Tawes Barbonymus gonionotus* 5 1
2 Mujair Jawa Oreochromis mossambicus. Blkr** 10 1
3 Nilem Osteochilus vittatus* 8 1
4 Betutu Oxyeleotris marmorata. Blkr** 73 45 77 5 Nila Gift Oreochromis niloticus. Blkr** 83 19 160 6 Sepat Trichogaster trichopterus Pall.* 3 1
7 Lele lokal Clarias batrachus L.** 10 5
8 Manila GIFT Parachromis managuensis** 0 129 217
9 Ikan Brek Puntius orphoides* 8
10 Beunteur Puntius binotatus* 65 5
11 Sili Mastacembelus erythrataenia* 1
12 Palung Barbichtys laevis* 6
13 Senggaringan Mystus nigriceps* 7 14 Lunjar padi Rasbora argyrotaenia Blkr.* 9
15 Gurame Oshpronemus gouramy* 5
16 Betok Anabas testudineus* 4
17 Baceman Mystus nemurus* 2
18 Cakul Cyclocheilichthys enoplos* 31
19 Sidat Anguilla bicolor* 1
20 Keting Mystus micracanthus* 2
21 Belut Monoptherus albus* 3
22 Sapu-sapu Hypostomus plecostomus. Blkr** 4 23 Nila merah Osteochilus kappenii. Blkr** 62 24 Gresskap Ctenopharyngodon idella** 10
25 Mas Cyprinus carpio. Blkr** 3
26 Bawal Colosoma macropomum.Blkr** 21 27 Cethul Lebistes reticulatus** 64 28 Lele dumbo Clarias lerachanthus. Blkr** 8 29 Tawes sleyer Puntius brevis. Blkr** 2
Jumlah 510 200 461
Keterangan:
*(Asli) **(Introduksi)
33
Lampiran 3 Data ikan Manila matang gonad
No Panjang (cm) Bobot (gr) Fekunditas
1 22.5 228 5020
2 15 63 2770
3 15 49 5550
4 16.5 35 11040
5 15 51 9040
6 18.2 83 5530
7 19.8 127 18240
8 15.5 56 4950
9 15.4 52 1910
10 15 49 4470
11 16.5 66 6450
12 14.3 48 2940
13 15.5 58 1650
14 19 110 15260
15 18 85 5600
16 17.3 82 14690
17 15.2 53 3590
18 16.5 74 7330
19 15 60 0
20 14.7 47 5330
21 15.1 58 1190
34
Lampiran 4 Analisis regresi pola pertumbuhan ikan Manila Distribusi ukuran panjang ikan Manila
Selang kelas (mm) Nilai tengah frekuensi (fi)
90-100 95 92
Distribusi bobot ikan Manila
Selang kelas (gr) Nilai tengah Frekuensi
5-18 14 86
Uji “t” untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan Manila
df SS MS F Significance F
Regression 1 16.83 16.83 1949.72 3.04E-108
Intercept (a) -5.65 0.15 -35.56 7.56E-91 5.97 -5.34 -5.97 -5.34
35
Lampiran 5 Perhitungan indeks kematangan gonad ikan Manila
No Bobot Panjang (mm) Bobot Gonad IKG
1 228 225 4.4733 1.96197
2 63 150 0.1505 0.23889
3 49 150 0.1208 0.24653
4 35 165 1.4515 4.14714
5 51 150 0.687 1.34706
6 83 182 0.4982 0.60024
7 127 198 1.1695 0.92087
8 56 155 0.1744 0.31143
9 52 154 0.0952 0.18308
10 49 150 0.7964 1.62531
11 66 165 0.2318 0.35121
12 48 143 0.1591 0.33146
13 58 155 0.1201 0.20707
14 110 190 1.6828 1.52982
15 85 180 0.575 0.67647
16 82 173 3.0238 3.68756
17 53 152 0.1204 0.22717
18 74 165 0.5645 0.76284
19 60 150 0.0496 0.08267
20 47 147 0.2768 0.58894
21 58 151 0.124 0.21379
22 105 185 3.0655 2.91952
Lampiran 6 Analisis sebaran diameter telur ikan Manila
SKB SKA Selang kelas BKB BKA Batas kelas nilai tengah Frekuensi
10 22 10-22 9.5 22.5 9.5-22.5 16 136
23 35 23-35 22.5 35.5 22.5-35.5 29 161
36 48 36-48 35.5 48.5 35.5-48.5 42 271
49 61 49-61 48.5 61.5 48.5-61.5 55 238
62 74 62-74 61.5 74.5 61.5-74.5 68 151
75 87 75-87 74.5 87.5 74.5-87.5 81 182
88 100 88-100 87.5 100.5 87.5-100.5 94 343
101 113 101-113 100.5 113.5 100.5-113.5 107 239
114 126 114-126 113.5 126.5 113.5-126.5 120 111
127 139 127-139 126.5 139.5 126.5-139.5 133 32
140 152 140-152 139.5 152.5 139.5-152.5 146 76