• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI RANCANG BANGUN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN DESA SANJAI KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI RANCANG BANGUN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN DESA SANJAI KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

UMRIANI L231 13 511

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

STUDI RNCANG BANGUN JARING INSANG DASAR

(BOTTOM GILLNE) DI PERAIRAN DESA SANJAI

KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI

SULAWESI SELATAN

Oleh :

UMRIANI

L231 13 511

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pada

Departemen Perikanan Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

Makassar

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)
(4)

ABSTRACT

UMRIANI. Study on Bottom Gill net Design In Sanjai Village, East Sinjai Subdistrict, Sinjai District, South Sulawesi. Under Supervision of NAJAMUDDIN and MAHFUD PALO.

Bottom gill net is an old fishing gear operated in Sinjai District. This study aimed to determine the design of bottom gill net used by fishermen in the research area. This research was conducted in January until March 2017 in Sanjai Village, East Sinjai District, Sinjai Regency, South Sulawesi. Using survey method with 50% of sample population, direct measurements of each component of the bottom gill net to determine the overall weight of fishing gear, shortening, net height, net length, buoyancy and sinking force and twine surface area (TSA). The results obtained during the study were total weight of fishing gear ranged from 6,682 – 11,374 kg, shortening at the top ranged between 35 - 51% and at the bottom shortening ranged from 36 - 50%, buoyant force ranged between 3,3409 - 5,8905 kg and sinking force ranged from 3,6802 – 6,0085 kg, and TSA values ranged from 0.0113 - 0.0133 m2. This fishing gear has fit to the sustainable fishing for bottom gill net standard design and mot fish were catch through gilled.

(5)

ABSTRAK

UMRIANI. Studi Rancang Bangun Jaring Insang Dasar ( Bottom Gillnet ) Di Perairan Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh NAJAMUDDIN dan MAHFUD PALO.

Jaring insang dasar merupakan alat tangkap yang sudah lama di operasikan di Kabupaten Sinjai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rancang bagun jaring insang dasar yang di gunakan oleh nelayan di lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2017 di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Menggunakan metode survey dengan sampel 50% dari populasi. Pengukuran langsung terhadap setiap komponen jaring insang dasar untuk mengetahui berat keseluruan alat tangkap, Shortening, kedalaman jaring, panjang jaring, gaya apung dan gaya tenggelam, serta luas penampang benang (TSA). Hasil yang diperoleh selama penelitian yaitu berat total alat tangkap berkisar antara 6,682 – 11,374 kg, shortening pada bagian atas berkisar antara 35 - 51 % dan shortening bagian bawah berkisar antara 36 - 50 %, gaya apung berkisar antara 3,3409 – 5,8905 kg dan gaya tenggelam berkisar antara 3,6802 – 6,0085 kg, dan nilai TSA berkisar antara 0,0113 - 0,0133 m2. Alat ini sudah sesuai dengan standar jaring insang dasar perikanan berkelanjutan dan dominan ikan tertangkap secara terjerat.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Umriani, lahir di Pinrang pada tanggal 25 Desember 1994. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Muhidin dan Ibu Rasna. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negri 36 Paria pada tahun 2007, SMP Negeri 1 Dumpanua pada tahun 2010 dan SMA/MA Negeri Pinrang pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Makassar yaitu di Universitas Hasanuddin tepatnya di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Departemen Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, melalui jalur POSK 2013.

Aktivitas penulis selama menjadi mahasiswa adalah aktif dalam perkuliahan dan mendapatkan behasiswa “BIDIKMISI” selama pendidikan serta aktif di organisasi kampus Keluarga Mahasiswa Profesi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (KMP PSP KKEMAPI FIKP UNHAS).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan di Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Skripsi ini mengemukakan tentang “Studi Rancang Bangun Jaring Insang Dasar (Bottom Gillnet) Di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan”.

Penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan yang dialami sehingga terkadang mempengaruhi semangat. Namun berkat dukungan, motivasi, bimbingan dan segala arahan dari berbagai pihak, membuat semangat penulis tetap terjaga di mulai dari pesiapan penelitian hingga skripsi ini selesai. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Kepada kedua orang tuaku tercinta ayanda Muhiddin dan ibunda Rasna beserta saudara-saudara tersayang. Terima kasih atas segalah dukungan, materi maupun non materi dan doa yang tiada putus-putusnya, motivasi dan kasih syangnya yang tulus selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. H. Najamuddin M.Sc. selaku pembimbing utama dan Ir. Mahfud Palo M.Si selaku pembimbing anggota yang telah banyak memberikan masukan, petunjuk, nasehat dan bimbingan kepada penulis mulai awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Safruddin, S.Pi., M.P., ph.D. selaku penasehat akademik penulis yang senantiasa memberikan bimbingan dan dorongan motivasi selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.

4. Bapak Dr. Ir. Andi Assir Marimba, M. Sc, Ir. Ilham Jaya, MM dan Dr. Ir. Faisal Amir, M. Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun selama penelitian dan penulisan skripsi kepada penulis.

(8)

5. Amran, A. Ma, Pust yang selalu membantu, menghibur, memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 6. Saudara Jusniati Rahmi, Indarwana, Masyita, Sulfianti, Nur Annayani dan

seluruh teman-teman seperjuangan khususnya teman-teman PSP 2013 yang telah banyak membantu, terima kasih atas kebaikannya selama ini.

7. Tidak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak dan Ibu stab Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS yang telah membantu dalam menyelesaikan persuratan sehingga semua bisa berjalan lancar.

8. Kepada seluruh saudara seangkatan BELANAK#13 dan keluarga di himpunan KMP PSP KEMAPI FIKP UNHAS, terima kasih telah menjadi keluarga yang banyak memberikan bantuan dan pengetahuan yang tidak dapat penulis dapatkan dibangku perkuliahan.

9. Segenap pihak yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian sampai penyusunan skripsi yang tidak sempat di tulis namanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan kelengkapan skripsi ini.

Makassar, 19 Juli 2017

(9)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Dan Kegunaan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Pengertian Dan Gambaran Umum Gillnet ... 4

B. Deskripsi Alat Tangkap ... 4

C. Jaring (Webbing) ... 6

D. Pelampung Dan Pemberat ... 6

E. Tali-Temali ... 7

F. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Alat Tangkap ... 7

G. Kapal ... 9

H. Hasil Tangkapan ... 9

III. BAHAN DAN METODE ... 10

A. Waktu dan tempat ... 10

B. Alat dan bahan penelitian ... 11

C. Metode penelitian ... 11

D. Analisis data ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Jaring insang dasar ... 15

B. Tali-temali ... 17

C. Pelampung ... 21

D. Pemberat ... 24

E. Kapal penangkapan ... 26

F. Metode pengoperasian ... 27

G. Analisis hasil pengukuran dimensi jaring ... 31

H. Ukuran hasil tangkapan jaring insang dasar ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ... 11

2. Hasil pengukuran dimensi jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai timur ... 16

3. Hasil pengamatan dimensi jaring yang digunakan ke-15 unit gill net ... 20

4. Hasil pengukuran pelampung ke-15 unit gill net ... 22

5. Hasil pengukuran pemberat ke-15 unit gill net ... 25

6. Dimensi pengukuran kapal ... 26

7. Nilai shortening pada ke-15 unit gill net ... 31

8. Nilai ketinggian jaring pada ke-15 unit gill net ... 32

9. Hasil pengukuran dan perhitungan berat gill net ... 33

10. Hasil perhitungan TSA jaring insang dasar ... 34

11. Perhitungan gaya apung pada jaring insang dasar ... 35

12. Perhitungan gaya tenggelam pada jaring insang dasar ... 36

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Sinjai ... 10

2. Desain jaring insang dasar yang dioperasikan di Desa Sanjai Kabupaten Sinjai Timur ... 17

3. Jaring yang digunakan pada gill net ... 21

4. Bentuk pelampung tanda yang digunakan pada gill net ... 21

5. Bentuk pelampung jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur ... 23

6. Pemasangan pelampung pada tali pelampung di Desa Sanjai Kecamtan Sinjai Timur ... 23

7. Bentuk pemberat jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur ... 24

8. Pemasangan pemberat pada jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai ... 24

9. Kapal yang digunakan di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur ... 26

10. Perjalanan menuju fishing ground ... 28

11. Penurunan pelampung tanda ... 29

12. Penurunan badan jaring insang dasar ... 29

13. Sketsa jaring insang dasar di dalam perairan ... 29

14. Proses penarikan jaring ... 30

15. Proses pelepasan ikan ... 30

16. Ukuran panjang cagak pada ikan kuwe yang tertangkap pada jaring insang dasar ... 38 17. Ukuran lebar badan pada ikan kuwe yang tertangkap pada jaring insang . 38

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1.

Data hasil pengukuran dimensi tali-temali pada ke-15 unit gill net yang

dioperasikan di perairan kabupaten Sinjai ... 44

2.

Perhitungan pada dimensi jaring, luas permukaan benang, berat jaring,

gaya apug dan gaya tengelam jaring insang dasar (bottom gillnet) ... 46

3.

Target tangkapan jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan sinjai

(13)

A. Latar Belakang

Ikan yang berada di perairan dapat diambil dengan melakukan suatu cara yang disebut penangkapan. Penangkapan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia untuk bisa mendapatkan organisme-organisme yang ada di perairan. Untuk bisa mendapatkan organisme tersebut dibutuhkan alat tangkap. Seperti pendapat Gunarso (1974), bahwa untuk memperoleh hasil tangkapan yang baik dipengaruhi oleh alat penangkapan yang digunakan seperti konstruksi, bahan, teknik dan keadaan lingkungan (cahaya, arus, tingkah laku ikan) serta keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat penangkapan tersebut.

Secara geografis, wilayah Kabupaten Sinjai terletak di bagian timur Provinsi Sulawesi Selatan, dengan potensi sumberdaya alam yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan, disamping memiliki luas wilayah yang relatif luas. Kabupaten Sinjai secara astronomis terletak 5⁰ 2’ 56” - 5⁰ 21’ 16” Lintang Selatan (LS) dan antara 119⁰ 56’ 30” - 120⁰ 25’ 33” Bujur Timur (BT), yang berada di Pantai Timur Bagian Selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Secara administrasi Kabupaten Sinjai terdiri dari 9 kecamatan, dan sebanyak 80 desa/kelurahan. Kabupaten Sinjai terletak sebelah timur dari Kota Makassar dengan jarak 233 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2007).

Kabupaten Sinjai dengan potensi sumberdaya perikanan yang cukup melimpah, memiliki beragam jenis alat penangkapan ikan yaitu payang, purse seine, pancing tonda, pancing ulur, jaring insang (gillnet). Salah satu alat tangkap yang cukup banak diminati oleh nelayan Kabupaten Sinjai yaitu jaring insang. Jaring insang yang terdapat di Kabupaten Sinjai terdapat berbagai jenis

(14)

Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2013).

Dalam usaha penangkapan ikan berdasarkan kontruksinya, jaring insang merupakan alat penangkapan ikan yang tergolong mudah diopersikan dan menguntungkan bagi nelayan di Kabupaten Sinjai, hal ini dapat dilihat dari hasil tangkapan yang beragam dan beberapa jenis hasil tangkapan merupakaan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi yaitu Tenggiri, Tuna, dan lain sebagainya (Dinas Kelautan dan Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2013). Pengoperaian alat tangkap oleh nelayan berdasarkan kontruksinya dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan tersebut akan mempengarui hasil tangkapan dan biaya opersional dari masing-masing alat tangkap, tentunya dari hal tersebut akan berpengaruh juga terhadap pendapatan dan kesejahterahan nelayan (Miranti, 2007).

Alat penangkap ikan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Gillnet merupakan salah satu contoh alat tangkap yang banyak mengalami modifikasi dalam penggunaannya. Gillnet lebih banyak digunakan oleh nelayan dibandingkan dengan alat tangkap lain. Bahan-bahan untuk membuat alat tangkap ini mudah diperoleh dan relatif murah. Pada dasarnya, gillnet bisa dibuat oleh seseorang yang memiliki kemampuan menghitung secara teknik dan pengalaman yang cukup, namun agar mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal diperlukan teknik perhitungan konstruksi gillnet yang lebih baik (Basri, 2009).

Hasil penelitian sebelumnya terkait dengan alat tangkap jaring insang telah banyak dilakukan, seperti halnya rancang bangun jaring insang ikan Terbang di perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Najamuddin, et.al. 2011), studi rancang bangun jaring insang hanyut ikan Terbang di perairan

(15)

Kecamatan Galesong Selatan kabupaten Takalar Sulawesi Selatang (Affandy, 2010), studi kontruksi jaring insang hanyut ikan Terbang di Desa Rangas Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Ruslan, 2012), serta studi konstruksi jaring insang ikan air tawar di sungai Walennae Kec. Liliriaja Kab. Soppeng Sulawesi Selatan (Husnandar, 2013).

Selama ini nelayan di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur membuat kontruksi jaring insang dasar sacara tradisional, hal ini dilakukan secara turun-temurun. Berdasarkan informasi dilapangan bahwa bahan dan ukuran mata jaring seragam tetapi panjang jaring bervariasi. Variasi panjang jaring terjadi karena adanya variasi dalam penataan jaring pada tali ris dan ukuran panjang pelampung. Variasi panjang jaring diduga akibat perbedaan kontruksi dan akan berakibat saat jaring di operasikan. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian ini perluh dilakukan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mendeskripsikan desain jaring insang dasar yang digunakan nelayan di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.

2. Melakukan analisis kesesuaian jaring insang dasar dengan ikan kuwe.

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang membantu para nelayan untuk mengembangkan jaring insang dan meningkatkan usaha perikanan tangkap, khususnya di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Sulawesi selatan.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Gambaran Umum Gillnet

Gillnet sering diterjemahkan dengan jaring insang, jaring rahang, jaring, dan lain-lain. Istilah gillnet didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gillnet terjerat disekitar operculum-nya pada mata jaring. Dalam bahasa Jepang, gillnet disebut dengan istilah sasiami, yang diartikan bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut menusukkan diri pada jaring. Di Indonesia, penamaan gill net beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

Jaring insang dasar (bottom gillnet), yaitu alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama, dioperasikan pada bagian dasar perairan dengan sasaran penangkapan adalah ikan demersal. Jaring insang dasar (bottom gillnet) diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang (gillnet) (Rustandar 2005). B. Deskripsi Alat Tangkap

Menurut Ayodhyoa (1981), gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluru jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjangnya. Sedangkan menurut Subani dan Barus (1989), gillnet yaitu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah (kadang tanpa tali ris bawah : seperti jaring udang barong). Menurut King (1995) dalam Walus (2001), gillnet biasanya dibuat dari bahan nilon monofilament atau nilon multifilmen. Ikan

(17)

tertangkap secara terjerat tepat dibelakang mata snagged, terjerat di belakang tutup insang-gilled dan terjerat di depan sirip punggung-wedged (Nedelec, 1990).

Menurut King (1995) dalam Walus (2001) yaitu gillnet yang dioperasikan pada perairan dangkal di tunjukkan untuk menangkap ikan pelagis, sedangkan pada perairan yang lebih dalam untuk menangkap ikan demersal yang dioperasikan di atas dasar laut. Nomura dan Yamazaki (1977), mengatakan bahwa umumnya gillnet di operasikan dalam rangkaian yang panjang hingga mencapai 3000 - 4000 meter. Kadang kala dioperasikan secara terhanyut bersama-sama kapalnya atau ditetapkan kedudukannya dengan bantuan jangkar membentang sepanjang dasar perairan maupun pada kedalaman tertentu. Konveksi Welligon (New Zeland) pada Foeum Fasifik selatan menganjurkan panjang maksimum driftnet yaitu 2.5 km (King (1995) dalam Walus (2001).

Pengklasifikasian gillnet menurut Ayodhyoa (1981), adalah berdasarkan kedudukan jaring dalam air dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet) atau surrounding gillnet. Berdasarkan lapisan jaring yang membentuk dinding jaring dibedakan menjadi jaring insang berdinding tunggal dan berdinding tiga (trammel net). Berdasarkan lapisan kedalam air tempat diopersikan alat ini dapat dibedakan menjadi jaring insang permukan (surface gillnet), jaring insang lapisan air tengah (midwater gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet).

Gillnet atau sering disebut juga sebagai jaring insang. Istilah gillnet di dasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gillnet terjerat di sekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa jepang, gillnet disebut dengan istilah sasiami, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan-ikan-ikan tersebut menusukkan diri pada jaring. Di indonesia, penanaman gillnet ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring karo, jaring udang,

(18)

dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

C. Jaring (Webbing)

Menurut Fridman (1986), benang yang digunakan sebaiknya warna bening atau biru laut. Tujuannya adalah supaya ikan sulit mendeteksi keberadaan jaring di dalam perairan. Ukuran yang paling baik untuk satu mata jaring adalah keliling jaring (mesh primetre) harus lebih besar dari keliling tubuh maksimum (maximum body girth) dari ikan yang dijadikan target tangkapan.

Selektivitas adalah sifat alat tangkap yang menangkap ikan dengan ukuran tertentu dan spesies dari sebaran populasi. Sifat ini terutama tergantung kepada prinsip yang dipakai dalam penangkapan dan bergantung juga pada parameter desain dari alat tangkap seperti ukuran mata jaring, bahan dan ukuran benang, hanging ratio dan kecepatan menarik. Ukuran mata jaring sangat besar pengaruhnya terhadap selektivitas (Barita et al, 2010).

Ukuran mata jaring dan nomor benang pada badan jaring biasanya disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan. Empat cara tertangkap ikan dengan gillnet menurut Sudirman dan Mallawa (2004) yaitu secara terjerat tepat pada insang (gilled), terjerat pada sirip punggung (wedged), terjerat pada mulut (snagged) atau terbelit jaring (entangled).

D. Pelampung dan Pemberat

Pelampung yang dipakai pada jaring insang biasanya terbuat dari berbagai bahan seperti: Styrofoam, polyvinyl chloride, kaca, plastik, karet atau benda lainnya yang mempunyai daya apung dengan bentuk yang beraneka ragam. Jumlah, berat jenis dan volume pelampung, yang dipake dalam satu piece akan menentukan besar kecilnya gaya apung (buoyancy). Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piece akan sangat berpengaruh terhadap

(19)

baik burukya hasil tangkapan (Martasuganda, 2005). Sedangkan pemberat yang di pakai pada jaring insang biasanya terbuat dari timah atau benda lainnya yang dapat di jadikan sebagai pemberat dengan daya tenggelam dan bentuk yang beraneka ragam. Bahan, ukuran, bentuk dan daya tenggelam biasanya berada antara nelayan satu dengan nelayan lainnya meskipun target tangkapannya sama. Besar kecilnya daya tenggelam yang dipakai akan berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan (Martasuganda, 2005).

E. Tali Temali

Pada jaring insang ada beberapa tali yang digunakan dalam proses pembuatan alat tangkap yaitu: tali pelampung (tal iris atas) dan tali pemberat (tali ris bawah). Untuk tali pelampung yang merupakan tali yang digunakan untuk memasang pelampung, bahan dari tali pelampung ada yang terbuat dari bahan polyethylene, haizek, vynilon, lolyvinyl chloride, atau bahan lain yang dapat digunakan untuk tali pelampung. Tali pelampung pada jaring insang dengan fungsi untuk memsang atau menggantungkan badan jaring , panjang tali pemberata (tali ris bawah) biasanya dibuat lebih panjang dari pada panjang tali pelampung (tali ris atas) yang tujuannya agar kedudukan jaring diperairan dapat terentang dengan baik. Panjang tali pelampung dan tali pemberat dari mulai ujung badan jaring biasanya dilebihkan antara 30-50 cm (Martasuganda, 2005) F. Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Alat Tangkap

Operasional gillnet dilakukan dengan cara dipasang di perairan, sejajar atau menghadang arus untuk menghadang ruaya ikan. Saat dioperasikan bentuknya dapat berubah-ubah karena tahanan hidrodinamika yang ditimbulkan oleh arus yang melewati gillnet tersebut. Tampilan gillnet akan membentang empat persegi tegak secara sempurna pada kondisi tanpa arus, seperti terlihat pada saat dibentangkan di darat. Pada saat dioperasikan di dalam perairan yang

(20)

berarus, maka gillnet akan mengalami perubahan bentuk, yaitu menjadi miring atau bahkan rebah dengan bentuk tampilan yang tidak teratur (Fridman, 1988).

Hal ini disebabkan oleh gaya hidrodinamika yang bekerja pada seluruh perlengkapan gillnet. Gaya hidrodinamika timbul akibat tekanan air yang bergerak menerobos atau gerakan alat tangkap menyaring kolom air, reaksi dengan dasar perairan, gaya yang diakibatkan ikan dan beban akibat penggantungan alat. Pengamatan terhadap tampilan gillnet di dalam air perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tangkap alat tangkap tersebut. Pengamatan yang dilakukan langsung di lapangan dapat dilakukan dengan cara menyelam, namun memiliki banyak kendala, karena kondisi arus yang sulit dikontrol, memerlukan waktu yang lama serta menghabiskan biaya yang mahal. Dengan pertimbangan tersebut, maka pengamatan terhadap komponen dan perlengkapan gillnet di dalam flume tank dilakukan untuk mengetahui keragaman teknis saat dioperasikan (Fridman, 1988).

Gaya apung (bouyancy) pelampung gaya apung satu pelampung diperoleh dengan cara mengalikan gaya apung satu pelampung terhadap jumlah peluntang yang digunakan maka diperoleh gaya apung (buoyancy) yang diberikan keseluruhan bahan di dalam air (Fridman, 1988).

Gaya Berat (sinking power) pemberat menurut Firdman (1988) untuk mengetahui gaya berat yang seharusnya diberikan adalah dengan cara mengalihkan gaya berat yang seharusnya diberikan dengan koefisien ballast (pemberat).

Gaya apung (bouyancy) peluntang menurut Firdman (1988), daya apung peluntang diperoleh dengan cara mengalikan gaya apung satu peluntang terhadap jumlah peluntang yang digunakan.

(21)

G. Kapal

Menurut Iskandar (1990), untuk kapal gillnet agar dapat beroperasi dengan lincah maka diperlukan nilai Lpp (L) yang besar, breadth (B) yang sedang dan depth (D) yang kecil karena ketiga nilai ini merupakan nilai dimensi utama kapal.

H. Hasil-hasil Tangkapan

Pengertian hasil tangkapan adalah jumlah dari spesies ikan maupun binatang air lainnya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Hasil tangkapan bisa dibedakan menjadi dua, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah spesies yang menjadi target dari operasi penangkapan sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah spesies yang merupakan di luar dari target operasi penangkapan (Ramdhan, 2008).

Menurut Putra (2007) jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh jaring insang hanyut antara lain : tongkol, tenggiri, cakalang, cucut, dan layang. Adapun hasil tangkapan yang diperoleh pada gill net permukaan, diantaranya: ikan cakalang, ikan kuweh, ikan bawal hitam, ikan soury. Sementara hasil tangkapan yang diperoleh pada gill net dasar seperti ikan kerapu, ikan sidat, ikan bambangan, ikan baronang, ikan kakatua biru, dan ikan karang (Najamuddin et al, 2015).

PERMEN. KP Nomor. PER.08/MEN/2008 tentang penggunan jaring insang di Zona Ekonomi Eklusif Indonesia. Jaring insang adalah alat penangkapan ikan yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tampa tali ris bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat atau terpuntal dioperasikan di permukaan, pertengan dan dasar secara menetap, hayut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal (SNI 7177.8:2008).

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2017 di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.

(23)

B. Alat dan Bahan Penelitian

Table 1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

Nama alat dan bahan Kegunaan

15 unit jaring insang dasar Sebagai alat penangkapan ikan

Kamera digital Untuk mengambil gambar kegiatan yang

dilakukan serta hasil tangkapan. Alat tulis menulis

Untuk mencatat data yang diperoleh

Kuisioner Untuk bahan acuan dalam pengambilan

data.

Rol meter Untuk mengukur kapal dan alat tangkap

Mistar 30 cm Untuk mengukur mata jaring

Timbangan elektrik Untuk menimbang dimensi berat alat C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey pada jaring insang dasar dengan mengambil 50% sampel dari populasi yang ada di lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan dua cara yaitu diskusi dan wawancara langsung dengan nelayan tentang fungsi dan desain alat tangap gillnet, dan pengukuran langsung terhadap setiap komponen-komponen dan setiap bagian dari alat tangkap meliputi :

a. Pengukuran terhadap mata jaring dengan menggunakan mistar 30 cm dengan cara pusat dua simpul yang berhadapan pada mata jaring yang sama bila jaring tersebut terentang penuh.

b. Pengukuran panjang jaring dan tali temali menggunakan rol meter.

c. Pengukuran berat jaring : jaring, tali temali, pemberat, dan pelampung dengan menggunakan timbangan elektrik.

d. Pengamatan terhadap bentuk dan bahan dari masing-masing alat tangkap. e. Pengukuran terhadap panjang cagak dan lebar ikan kuwe dengan mistar.

(24)

D. Analisis Data

kontruksi gillnet dibuat dalam bentuk gambar desain dengan menganalisis beberapa parameter yang berhubungan dengan kontruksi alat tangkap, antara lain :

1. Perhitungan untuk dimensi jaring (Najamuddin, 2009): a. Presentasi kerutan S (shortening):

S =

X 100 %

Dimana :

S = Shortening (%)

L = Panjang jaring kearah horizontal (m) I = Panjang tali ris (m)

b. Tinggi jaring

Tinggi jaring dapat di tentukan dengan persamaan : d = m x n √ Dimana :

d = Tinggi jaring kearah dalam (tinggi jaring setelah jaring di buat alat tangkap) (m)

m = Ukuran mata jaring/mesh size (cm) n = Jumlah mata jaring ke arah dalam (mata) S = Shortening (%)

2. Perhitungan berat jaring (Najamuddin, 2009): a. Berat jaring

W = Ey.Lo.Mn.R-tex.

Dimana :

W = Berat jaring (kg) Ey = Faktor koreksi (2,4)

(25)

Lo = Panjang jaring (m) Mn = Kedalaman (m)

R-tex = Kepadatan linear dari benang (g/km) b. Berat tali (Wtl)

Wtl = Panjang tali x berat tiap 1 meter tali c. Berat pelampung (Wpe)

Wpe = Jumlah pelampug x berat tiap pelampung d. Berat pemberat (Wpb)

Wpb = Jumlah pemberat x berat tiap pemberat e. Berat total alat tangkap di udara (Wt)

Wt = W + Wtl + Wpe + Wpb

3. TSA (Twine Surface Area) Luas Penampang Benang (Prado, 1996)

(

) Dimana:

S = Luas permukaan benang (m2)

N = Jumlah mata jaring pada bagian atas panel n = Jumlah mata jaring pada dasar panel h = Jumlah mata jaring pada tinggi panel a = Lebar mata (mm)

d = Diameter/garis tengah benang (mm)

4. Perhitungan gaya apung dan gaya tenggelam (Fridman, 1986) F = W (1/C – 1) atau F = V – W (untuk pelampung)

S = W (1-1/C) (untuk pemberat)

Dimana :

F = Gaya apung (buoyancy) (kg gaya)

(26)

W = Berat benda di udara (kg) V = Volume benda ( ) C = Berat jenis benda (kg/ ) 1 = Berat jenis air (kg/ ) 5. Kapasitas kapal penangkapan

Estimasi besarnya kapasitas (GT), Nomura dan Yamazaki 1977 GT= (a x b) x 0.353

Dimana:

GT = Kapasitas kapal (GT)

a = Volume ruangan diatas dek (

a = L x B x D b = Volume ruang dibawah dek (

b = L x B x D x (0,60) 6. Analisi deskriptif yang disajikan dalam bentuk grafik.

(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jaring Insang Dasar

Jaring insang dasar (bottom gillnet) yang diamati secara umum terdiri dari beberapa bagian yaitu jaring, tali-temali, pelampung dan pemberat yang kesemuanya memiliki fungsi dan peran masing-masing. Alat tangkap ini di operasikan di Desa Sanjai, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai. Setiap satu unit alat tangkap terdiri dari beberapa piece jaring yang di sambung satu sama lain. Satu unit alat tangkap jaring insang dasar yang digunakan para nelayan terdiri dari 15 – 60 lembar jaring. Tiap lembar jaring mempunyai bentuk dan ukuran yang sama yaitu terdiri dari badan jaring (webbing), tali-temali dan tali pemberat.

Badan jaring terbuat dari bahan tasi (monofilament) nomor 40 berwarna bening. Ukuran mata jaring (mesh size) yaitu 4 inci, panjang tiap 1 lembar jaring yaitu 61,16 - 70,10 m dengan jumlah mata jaring vertikal yaitu 26 - 30 mata. Jaring yang sudah ada kemudian dirangkaikan menjadi satu unit alat tangkap dengan masing-masing komponen yang sudah ada. Nelayan membuat jaring insang dasar dengan cara menggunakan tali pelampung dari bahan polyethylene bernomor 4 dan menyisipkan pada mata jaring tanpa diikat, tali ris atas digunakan sebagai tempat untuk mengikat pelampung. Begitupulah pada bagian bawah yang juga menyisipkan tali pada mata jaring tanpa diikat. Tali pemberat terbuat dari bahan polyethylene bernomor 3, yang digunakan sebagai tempat untuk mengikat pemberat. Pengukuran dimensi jaring insang dasar dapat dilihat pada Tabel 2.

(28)

Tabel 2. Hasil pengukuran dimensi jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai timur.

Alat Tangkap Mesh size (cm) Panjang Jaring (m) Tinggi jaring (m) 1 10,16 62,48 2,84 2 10,16 62,48 2,74 3 10,16 61,16 3,05 4 10,16 67,36 2,64 5 10,16 68,28 2,74 6 10,16 66,85 2,74 7 10,16 66,85 2,84 8 10,16 69,90 2,84 9 10,16 68,28 2,74 10 10,16 66,65 2,84 11 10,16 66,85 2,74 12 10,16 70,10 2,84 13 10,16 65,43 2,84 14 10,16 65,43 2,84 15 10,16 62,59 2,84 Rata-rata 66,05 2,81

Dari Tabel 2 terlihat bahwa panjang jaring sebelum dibuat alat tangkap berkisar antara 61,16 - 70,10 m dan kedalaman jaring berkisar antara 2,64 - 3,05 m. Panjang jaring setelah dibuat alat tangkap dipengaruhi oleh pengerutan atau shortenig, begitupula dengan tinggi jaring. Semakin besar shortening maka panjang jaring akan semakin bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sadhori (1984) bahwa ada 2 akibat yang ditimbulkan oleh adanya hanging atau shortening yaitu panjang jaring akan semakin memendek dan kedalaman jaring akan semakin bertambah.

Adapun deskripsi dari jaring insang dasar yang menjadi objek penelitian dapat dapat dilihat pada Gambar 2.

(29)

Gambar 2. Desain jaring insang dasar yang dioperasikan di Desa Sanjai Kabupaten Sinjai Timur.

B. Tali-temali

Jaring insang pada umumnya ada beberapa tali yang digunakan dalam proses pembuatan alat tangkap yaitu tali ris atas, tali pelampung, tali ris bawah dan tali pemberat (Martasuganda, 2005). Namun alat tangkap yang digunakan nelayan pada lokasi penelitian hanya menggunakan tali pelampung, tali ris atas dan tali pemberat yang di fungsikan sebagai tali ris. Tali ris atas yang digunakan sebagai tempat mengikat pelampung dan tali pemberat sebagai tempat mengikat pemberat. Bahan yang digunakan pada tali pelampung, tali ris atas dan tali pemberat yakni polyethylene, nomor tali yang digunakan untuk tali pelampung dan tali ris atas yaitu nomor 4 dan untuk tali pemberat memakai nomor 3. Adapun hasil pengukuran dimensi tali dapat dilihat pada Lampiran 2.

Secara terperinci bagian-bagian tali pada ke-15 unit gill net dijelaskan sebagai berikut:

(30)

1. Tali pelampung

Tali pelampung yang digunakan pada jaring insang dasar yang ada dilokasi penelitian yaitu terbuat dari bahan polyethylene dengan nomor 4, tali pelampung berfungsi sebagai tempat memasang pelampung dengan cara memasukkan tali kedalam rongga yang ada pada pelampung. Berdasarkan hasil penelitian panjang tali pelampung berkisar antara 32,76 - 43,24 m. panjang tali pelampung di lebihkan antara 35 - 50 cm pada setiap ujung jaring agar dapat disambung antara piece satu dengan piece lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martasuganda, (2005) bahwa bagian tali ris dari mulai ujung badan jaring biasanya dilebihkan antara 30 - 60 cm yang tujuannya untuk menyambungkan antara piece yang satu dengan piece yang lain.

Tali ris atas berfungsi sebagai tempat menggantungkan badan jaring. Tali yang digunakan untuk tali ris atas bahan dan ukurannya sama dengan tali pelampung, yang berwarna biru dan hijau. Pemasangan tali ris atas dimasukkan langsung pada badan jaring. Tali ris atas dan tali pelampung memiliki arah pintalan yang berbeda agar tali tidak terbelit pada saat jaring dioperasikan (Martasuganda, 2005).

Panjang tali pelampung menentukan besar kecilnya nilai shortening pada bagian atas jaring. Panjang tali pelampung lebih pendek dibanding dengan tali pemberat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martasuganda (2005) bahwa panjang tali ris atas dibuat lebih pendek dari panjang tali ris bawah yang tujuannya agar kedudukan jaring di perairan pada saat dioperasikan dapat terentang dengan baik.

2. Tali pemberat

Bahan yang digunakan pada tali pemberat sama dengan bahan yang digunakan pada tali pelampung tetapi dengan diameter yang lebih kecil. Tali pemberat menggunakan bahan polyethylene dengan nomor 3, begitupula

(31)

dengan cara memasukkan tali pada jaring tanpa diikat. Panjang tali pemberat berkisar antara 34,03 – 43,46 m. Panjang tali pemberat dilebihkan antara 30 - 50 cm dari mulai ujuang badan jaring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martasuganda (2005), bahwa yang dipakai untuk tali pelampung dapat sama dengan bahan yang dipakai pada tali pemberat, dan panjang tali dari mulai ujung badan jaring biasanya dilebihkan antara 30 - 60 cm.

Berdasarkan pengamatan dari ke-15 unit alat tangkap di lokasi penelitian, jaring yang digunakan oleh nelayan di daerah ini umumnya memiliki ukuran dan bahan yang sama dengan nelayan yang lainnya, karena nelayan sudah tidak lagi membuat jaring sendiri melainkan menggunakan jaring yang di beli dari toko. Jaring yang digunakan oleh nelayan terbuat dari bahan polyamide (monofilament) dengan nomor 40, berwarna bening dengan ukuran mata jaring 4 inci. Jumlah mata secara horizontal pada bagian atas yaitu berkisar antara 602 - 690 mata dan pada bagian bawah berkisar antara 600 - 688 mata. Sedangkan untuk jumlah mata jaring vertikal yaitu 26 - 28 mata.

Ukuran mata jaring yang digunakan pada jaring insang dasar dipakai berdasarkan ukuran ikan yang tertangkap, dengan mengukur panjang maksimum dan lebar ikan hasil tangkapan. Dimensi jaring yang digunakan pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

(32)

Tabel 3. Hasil pengamatan dimensi jaring yang digunakan ke-15 unit gill net. Alat tangkap Material Dimensi jaring Pjg. Bagian atas (m) Pjg. Bagian bawah (m) 1. polyamide 36,90 38,00 2. Polyamide 35,26 35,67 3. Polyamide 36,12 37,00 4. Polyamide 32,76 33,62 5. Polyamide 41,76 41,80 6. Polyamide 42,30 42,78 7. Polyamide 43,24 42,93 8. Polyamide 39,56 40,74 9. Polyamide 41,76 42,75 10. Polyamide 34,85 35,64 11. Polyamide 40,42 41,31 12. Polyamide 38,25 38,25 13. Polyamide 38,64 36,80 14. Polyamide 38,64 37,60 15. Polyamide 36,96 35,72 Rata-rata 38,52 38,71

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari ke-15 unit jaring yang digunakan oleh nelayan terbuat dari bahan polyamide (monofilament), panjang jaring bagian atas berkisar antara 32,76 - 43,24 m, dan panjang jaring bagian bawah berkisar antara 33,62 – 42,93 m. Sedangkan tinggi jaring berkisar antara 2,12 – 2,46 m setelah dibuat alat tangkap. Dari hasil pengukuran dimensi panjang jaring di atas terdapat perbedaan kisaran panjang jaring bagian atas dan bagian bawah. Panjang jaring bagian bawah memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan pada bagian atas. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya nilai pengerutan (shortening) yang diberikan, nilai pengerutan pada bagian atas dibuat lebih besar dibandingkan pada bagian bagian bawah sehingga jaring bagian bawah ukurannya lebih panjang dibandingkan bagian atas dengan tujuan agar posisi jaring sewaktu dioperasikan dapat terentang dengan baik di dalam perarain. Hal tersebut juga berpengaruh besar terhadap bentangan jaring bagian bawah pada saat dilakukan penarikan terhadap alat tangkap. Jaring yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

(33)

Gambar 3. Jaring yang digunakan pada gill net C. Pelampung

Jenis pelampung yang digunakan pada alat tangkap terdiri atas dua jenis pelampung yaitu pelampung tanda dan pelampung jaring yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri.

1. Pelampung tanda

Pelampung ini berjumlah 2 buah disetiap unit alat tangkap, dimana masing-masing pelampung tanda dipasang di kedua ujung alat tangkap. Pelampung ini berfungsi sebagai tanda dimana posisi jaring dipasang. Ketinggian pelampung tanda berkisar antara 1 – 1,5 m, terbuat dari beberapa gabungan beberapa bahan yaitu bambu dan gabus yang didesain dengan bentuk tertentu dan diatasnya diberi lampu-lampu agar dapat diidentifikasi letaknya pada saat proses penangkapan berlangsung. Pelampung tanda yang digunakan pada jaring insang dasar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk pelampung tanda yang digunakan pada gill net.

(34)

2. Pelampung utama

Pelampung jaring yang digunakan terbuat dari bahan sintetis tidak menyerap air yaitu polyvynil chloride (PVC) berbentuk silinder yang memiliki kisaran panjang antara 8,5 - 9 cm dan berat berkisar antara 10,00 - 20,67 gram. Pelampung ini dipasang pada tali ris atas dengan tujuan memberikan daya apung pada alat tangkap. Pelampung dipasang pada tali pelampung dengan cara memasukan tali pelampung pada lubang yang terdapat pada pelampung. Hasil pengukuran pelampung pada ke-15 unit gill net dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran pelampung ke-15 unit gill net

Alat tangkap Dimensi pengukuran Bahan Bentuk Jarak antar pelampung (cm) Jumlah mata antar pelampung (mata) Jumlah pelampung (buah)

1. polyvynil chloride silinder 90 15 42

2. polyvynil chloride silinder 86 15 42

3. polyvynil chloride silinder 84 14 44

4. polyvynil chloride silinder 84 17 40

5. polyvynil chloride silinder 87 14 49

6. polyvynil chloride silinder 90 14 48

7. polyvynil chloride silinder 92 14 48

8. polyvynil chloride silinder 92 16 44

9. polyvynil chloride silinder 87 14 49

10. polyvynil chloride silinder 85 16 42

11. polyvynil chloride silinder 86 14 48

12. polyvynil chloride silinder 84 15 47

13. polyvynil chloride silinder 84 14 47

14. polyvynil chloride silinder 84 14 47

15. polyvynil chloride silinder 84 14 45

Rata-rata 86 15 45

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa dari dimensi pengukuran pelampung jaring ke-15 unit alat tangkap yaitu pelampung umumnya terbuat dari polyvynil chloride (PVC) berbentuk silinder dengan jumlah pelampung yang digunakan pada ke-15 unit alat tangkap berkisar antara 40 – 49 buah. Jarak antar pelampung berkisar antara 84 - 92 cm, sedangkan jumlah mata antar pelampung berkisar antara 14 – 17 mata. Jumah mata antar pelampung dalam

(35)

satu unit alat tangkap sebagian besar memiliki jumlah mata yang sama namun ada beberapa jumlah mata yang lebihkan dari satu pelampung ke pelampung yang lain, hal ini tergantung pada jumlah pelampung yang memungkinkan jumlah mata pada setiap pelampung terbagi dengan rata. Menurut Martasuganda (2005), jumlah, berat jenis dan volume pelampung yang dipakai dalam satu piece akan menetukan besar kecil daya apung (buoyancy). Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piece akan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan. Jarak antar pelampung dan pelampung yang digunakan pada jaring insang dasar dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Bentuk pelampung jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur.

Gambar 6. Pemasangan pelampung pada tali pelampung di Desa Sanjai Kecamtan Sinjai Timur

(36)

D. Pemberat

Pemberat yang digunakan pada alat tangkap ada dua yaitu pemberat yang terbuat dari semen cor yang berfungsi sebagai penahan jaring ketika dioperasikan agar tidak terpuntal dan terbuat dari bahan timah berbentuk persegi. Pemberat ini berfungsi untuk memberikan daya tenggelam pada jaring dan mengimbangi daya apung yang diberikan oleh pelampung. Pemberat dipasang pada tali ris bawah dengan cara pemberat yang berbentuk persegi diletakkan di bawah tali pemberat kemudian pemberat di lingkarkan ketali pemberat bersamaan dengan mata jaring dengan cara di pukul-pukul. Pemberat yang digunakan pada jaring insang dasar dan pemasangan pemberat dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Bentuk pemberat jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur.

(37)

Gambar 8. Pemasangan pemberat pada jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur.

Tabel 5. Hasil pengukuran pemberat ke-15 unit gill net

Alat tangkap Dimensi pengukuran Bahan Bentuk Jarak antar pemberat (cm) Jumlah mata antar pemberat (mata) Jumlah pemberat (buah) 1. Timah Plat 50 8 78 2. Timah Plat 41 7 89 3. Timah Plat 50 8 76 4. Timah Plat 41 8 84 5. Timah Plat 44 7 97 6. Timah Plat 46 7 95 7. Timah Plat 53 8 83 8. Timah Plat 42 7 99 9. Timah Plat 45 7 97 10. Timah Plat 44 8 84 11. Timah Plat 51 8 83 12. Timah Plat 45 8 87 13. Timah Plat 46 8 81 14. Timah Plat 47 8 82 15. Timah Plat 47 8 78 Rata-rata 46 8 86

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa dari dimensi pengukuran pemberat jaring ke-15 unit alat tangkap yaitu pemberat umumnya terbuat dari bahan timah berbentukplatdengan jumlah pemberat yag digunakan pada ke-15 unit alat tangkap berkisar antara 76 – 99 buah. Jarak antara pemberat berkisar antara 41 - 53 cm, sedangkan jumlah mata antar pemberat berkisar 7 - 8 mata. Jumlah mata antar pemberat dalam satu unit alat tangkap sebagian besar memiliki jumlah mata yang sama namun ada beberapa jumlah mata yang dilebihkan dari satu pemberat ke pemberat yang lain. Menurut Martasuganda (2005), untuk nelayan jaring insang di negara-negara berkembang, bahan, ukuran, bentuk dan daya tenggelam dari pemberat biasanya antara satu nelayan dengan nelayan lainnya berbeda meskipun target tangkapannya sama.

(38)

Pada umumnya kapal yang digunakan pada jaring insang dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai berbahan dasar kayu. Kapal ikan adalah perahu yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan, bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi mesin serta berbagai perlengkapan secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi rencana operasi (Fyson, 1985). Kapal ini menggunakan dua buah mesin yaitu mesin pembantu bermerek Honda dengan kekuatan mesin 5,5 PK dan mesin utama bermerek Calling, Campa dan Candong dengan kekuatan mesin 24 PK. Dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kapal yang digunakan di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur.

Tabel 6. Dimensi pengukuran kapal

Kapal Panjang kapal (m) Lebar kapal (m) Tinggi kapal (m) Panjang kamar (m) Lebar kamar (m) Tinggi kamar (m) 1 12,70 1,60 0,49 3,00 1,40 1,00 2 10,00 1,60 0,80 3,50 1,30 0,80 3 13,70 1,20 0,90 4,00 0,90 0,40 4 12,50 1,54 0,64 3,13 1,32 0,80 5 14,00 1,60 0,70 4,00 1,30 0,50 6 12,48 1,70 0,59 2,50 1,49 0,80 7 12,53 1,51 0,71 2,90 1,49 0,85 8 12,53 1,51 0,71 2,90 1,49 0,85 9 12,00 1,50 0,80 7,00 1,20 0,50 10 12,48 1,70 0,59 2,50 1,49 0,80 11 13,50 1,82 0,65 3,37 1,64 0,86 12 11,00 1,40 0,50 3,00 1,20 0,40 13 11,70 1,40 0,60 3,47 1,20 0,43

(39)

14 11,00 1,30 0,80 3,00 1,00 0,40

15 11,70 1,40 0,60 3,47 1,20 0,43

Rata-rata 12,25 1,52 0,67 3,45 1,31 0,65

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa data kapal jaring insang dasar ke-15 unit memiliki panjang kapal (L) berkisar antara 10 – 14 m, lebar (B) berkisar antara 1,20 – 1,82 m dan tinggi (D) berkisar antara 0,49 – 0,90 m. Untuk ukuran kamar pada setiap kapal meiliki panjang (L) yang berkisar anatara 2,50 – 7,00 m, lebar (B) berkisar antara 0,90 – 1,64 m dan untuk tinggi (D) berkisar antara 0,40 – 1,00 m. Ukuran kapal yang digunakan untuk pengoperasian jaring insang dasar sudah cukup besar

F. Metode pengoperasian 1. Persiapan

Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang dasar dilakukan oleh dua orang nelayan dan beroperasi di sore hari pada jam 4 sore sampai malam hari sekitar jam 10. Persiapan yang dilakukan nelayan sebelum berangkat ke fishing ground untuk melakukan penangkapan yaitu mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan pada saat operasi penangkapan ikan seperti pengisian bahan bakar bensin,ember untuk menyimpan hasil tangkapan, dan kebutuhan individu nelayan yaitu rokok dan air minum. Setelah semua persiapan selesai maka kapal siap berangkat menuju fishing ground. Lama waktu yang dibutuhkan untuk tiba di fishing ground ± 1 jam. Pada pengoperasian jaring insang dasar oleh nelayan di Desa Sanjai ini untuk menentukan daerah penangkapan nelayan melihat tanda-tanda alam. Perjalanan menuju fishing ground dapat dilihat pada Gambar 10.

(40)

Gambar 10. Perjalanan menuju fishing ground 1) Setting

Pada saat tiba di fishing ground maka mulailah nelayan memasang lampu pada pelampung tanda yang memiliki bendera yang terbuat dari kain berwarna hitam, setelah itu nelayan mematikan mesin utama dan menyalakan mesin bantu untuk menurunkan jaring. Kemudian proses penurunan alat tangkap (setting) dilakukan yang diawali dengan penurunan pelampung tanda dan talinya (Gambar 11) disusul dengan pemberat dan selanjutnya perlahan diturunkan badan jaring (Gambar 12) dengan cara diulur menggunakan tangan sambil kapal terus bergerak dengan mesin bantu kecepatan rendah. Proses setting dilakukan dengan memotong arah arus secara horizontal. Setelah badan jaring diturunkan maka diteruskan dengan penurunan pemberat dan pelampung tanda kedua. Proses ini berlangsung dalam waktu ±1 jam dan dilakukan pada bagian sisi kanan kapal. Setelah seluruh jaring diturunkan mesin bantu dimatikan dan mesin penggerak dinyalakan kembali untuk mencari tempat istirahat. Sketsa jaring insang dasar di dalam perairan dapat di lihat pada Gambar 13.

(41)

Gambar 11. Penurunan pelampung tanda

Gambar 12. Penurunan badan jaring insang dasar

Gambar 13. Sketsa jaring insang dasar di dalam perairan 2) Menunggu (waiting time)

Setelah nelayan melakukan setting, selanjutnya nelayan menyalakan kembali mesin penggerak untuk mencari tempat beristirahat dan menunggu ikan terjerat pada jaring nelayan. Biasanya nelayan mengisi waktu istirahat dengan membersikan perahu dan memperbaiki mesin utama dan mesin pembantu yang digunakan. Waktu yang dibutuhkan nelayan jaring insang dasar yaitu 2-3 jam untuk menunggu ikan terjerat pada jaring.

(42)

Untuk jenis jaring insang yang dioperasikan secara pasif umumnya dilakukan pada malam hari dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Untuk jaring yang dioperasikan secara aktif, pemasangan jaring insang pada daerah penangkapan umumnya dilakukan pada siang hari (Sudirman, 2004).

c. Hauling atau penarikan jaring

Setelah jaring dipasang selama 2-3 jam, nelayan kembali ke fishing ground untuk melakukan proses hauling. Proses hauling dilakukan dengan cara menarik pelampung tanda keatas kapal yang diikuti dengan penarikan jaring sampai seluruh jaring berada diatas kapal. Pada proses hauling ini, jika arus perairan tidak kuat maka ikan yang terjerat pada jaring dapat langsung di lepas dari jaring. Tetapi jika arus sangat kuat dan ikannya susah lepas dari jaring maka jaring ditarik tanpa melepas ikan terlebih dahulu. Nelayan akan melepaskan ikan jika kapal sudah bersandar di fishing base, hal ini dilakukan demi keselamatan nelayan. Proses penarikan jaring dan pelepasan ikan dari jaring dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

Gambar 14. Proses penarikan jaring

(43)

G. Analisis Hasil Pengukuran Dimensi Jaring 1. Shortening

Nilai shortening masing-masing alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai shortening pada ke-15 unit gill net

Alat tangkap Shortening (%) Atas Bawah 1 41 39 2 44 43 3 41 39 4 51 50 5 39 39 6 37 36 7 35 36 8 43 42 9 39 37 10 48 47 11 40 38 12 45 45 13 41 44 14 41 43 15 41 43 Rata-rata 42 41,39

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai shortening dari ke-15 alat tangkap yang dioperasikan di lokasi penelitian yaitu shortening pada bagian atas berkisar antara 35 - 51 % dan shortening bawah berkisar antara 36 - 50 %. Dari hasil tersebut jaring insang dasar dalam penelitian, ikan tertangkap secara terbelit (entangled). Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1981) bahwa pada gill net shortening ini lebih berpengaruh pada catch, untuk gill net yang ikannya tertangkap secara gilled, nilai shortening bergerak sekitar 30 - 40 % dan untuk yang tertangkapnya ikan secara entangled maka nilai shortening bergerak sekitar 35 – 60 %. Nilai shortening pada bagian atas lebih besar dibandingkan pada bagian bawah agar ukuran alat tangkap pada bagian bawah menjadi lebih

(44)

panjang dibanding bagian atas, dengan tujuan agar posisi alat tangkapan pada saat diopersikan dapat terentang dengan baik di dalam perairan. Menurut Martasuganda (2005), nilai pengerutan pada tali ris atas sebaiknya nilainya sedikit lebih besar dari pada nilai pengerutan pada tali ris bawah, dengan tujuan agar posisi jaring sewaktu dioperasikan dapat terentang dengan baik di dalam perairan.

2. Tinggi jaring

Tinggi jaring adalah jarak antar float line dan sinker line pada saat jaring terpasang di perairan dengan satuan meter. Nilai kedalaman jaring dapat dilihat pada Tabel 8.

Table 8. Nilai ketinggian jaring pada ke-15 unit gill net Alat tangkap Tinggi jaring (m)

1 2,30 2 2,26 3 2,46 4 2,31 5 2,17 6 2,12 7 2,17 8 2,35 9 2,17 10 2,42 11 2,19 12 2,37 13 2,30 14 2,30 15 2,30 Rata-rata 2,28

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa dari ke15 unit alat tangkap yang di operasikan di lokasi penelitian tinggi jaring berkisar antara 2,12 – 2,46 m. variasi nilai tinggi jaring pada ke-15 unit alat tangkap di pengarui oleh besarnya nilai shortening pada jaring. Semakin besar nilai pengerutan maka semakin besar pula tinggi jaring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nomura dan Yamazaki (1977), nilai shortening sangat berpengaruh terhadap tinggi atau kedalaman

(45)

jaring (d), semakin besar shortening maka nilai (d) juga akan semakin besar. Begitupula pernyataan Sadhori (1984) bahwa ada dua akibat yang ditimbulkan oleh adanya shortening yaitu panjang jaring akan semakin memendek dan kedalaman jaring akan semakin bertambah.

3. Berat gill net

Berdasarkan hasil pengukuran dari perhitungan gill net di peroleh hasil seperti yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil pengukuran dan perhitungan berat gill net.

Alat tangkap

Berat masing-masing bagian (kg) Berat total (kg) Jaring Tali

pelampung

Tali

pemberat Pelampung Pemberat

1 0,397 0,259 0,476 0,538 5,375 7,081 2 0,383 0,248 0,446 0,492 5,651 7,215 3 0,417 0,254 0,464 0,515 5,039 6,682 4 0,398 0,230 0,421 0,531 6,234 7,809 5 0,419 0,293 0,523 0,490 6,035 7,753 6 0,410 0,297 0,535 0,719 9,419 11,374 7 0,425 0,304 0,538 0,546 5,487 7,292 8 0,444 0,278 0,509 0,559 5,707 7,492 9 0,419 0,293 0,534 0,633 6,019 7,893 10 0,424 0,245 0,446 0,868 8,632 10,610 11 0,410 0,284 0,517 0,616 5,734 7,555 12 0,446 0,271 0,479 0,737 7,166 9,093 13 0,416 0,271 0,461 0,614 6,455 8,211 14 0,416 0,271 0,471 0,522 5,028 6,702 15 0,398 0,259 0,448 0,570 6,004 7,672 Rata-rata 0,415 0,270 0,448 0,597 6,266 8,029

Berdasarkan Tabel 9 hasil pengukuran dan perhitungan berat alat tangkap dengan menggunakan formula Fridman (1986), diperoleh berat total alat tangkap dalam satu piece berkisar antara 6,682 – 11,374 kg. Dimana berat pada bagian jaring berkisar antara 0,383 – 0,446 kg. Pada bagian tali pelampung berkisar antara 0,230 – 0,304 kg. Pada bagian tali pemberat berkisar antara 0,421 – 0,538 kg. Pada bagian pelampung berkisar antara 0,490 – 0,868 kg.

(46)

Pada bagian pemberat berkisar antara 5,028 – 9,419 kg. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa berat pemberat jauh lebih besar dibandingkan dengan berat pelampung. Perbedaan yang sangat jauh dapat mempercepat proses tenggelam dari jaring dan penggunaan pelampung berguna untuk mengimbangi gaya yang ditimbulkan oleh pemberat.

4. Luas permukaan benang

Nilai TSA untuk setiap jaring insang dasar mempunyai nilai yang berbeda karena panjang jaring mempunyai ukuran berbeda pula seperti jumlah mata jaring secara horizontal bagian atas dan bawah jaring. Berdasarkan hasil perhitungan, luas permukaan benang (TSA) alat tangkap jaring insang dasar dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil perhitungan TSA jaring insang dasar. Alat tangkap TSA ( )

1 0,0115 2 0,0113 3 0,0120 4 0,0124 5 0,0119 6 0,0114 7 0,0116 8 0,0131 9 0,0119 10 0,0129 11 0,0117 12 0,0133 13 0,0121 14 0,0121 15 0,0114 Rata – rata 0,0120

Berdasarkan Tabel 10 dari hasil perhitungan dengan formula Najamuddin (2009), maka diketahui luas permukaan benang pada ke-15 unit jaring insang dasar berkisar antara 0,0113 - 0,0133 . Dari nilai TSA yang diperoleh maka

(47)

jaring insang dasar pada saat dioperasikan memungkinkan akan terseret arus cukup jauh. Hal ini sesuai dengan pendapat Najamuddin (2012), bahwa semakin besar nilai TSA maka semakin kecil kemungkinan jaring akan terseret arus sehingga kedudukan jaring didalam perairan masih dalam posisi vertikal. Sehingga semakin kecil nilai TSA, semakin menurunkan efektifitas kinerja alat tangkap.

5. Gaya apung dan gaya tenggelam alat tangkap

Pada alat tangkap gill net ini ada dua buah gaya yang bekerja yaitu gaya apung dan gaya tenggelam. Gaya apung dan gaya tenggelam timbul akibat perbedaan berat jenis bahan pembentuk alat tangkap dengan berat jenis air laut. Perbedaan gaya apung dan gaya tenggelam ini menentukan kedudukan alat tangkap dalam perairan. Besarnya gaya apung dan gaya tenggelam pada setiap bagian gill net dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perhitungan gaya apung pada jaring insang dasar.

Alat tangkap Gaya apung (kg) Tali pelampung Pelampung Total gaya apung 1 0.0108 3,6298 3,6406 2 0.0103 3,3227 3,3330 3 0.0106 3,4774 3,4879 4 0.0096 3,5866 3,5962 5 0.0122 3,3071 3,3193 6 0.0124 4,8543 4,8666 7 0.0126 3,6872 3,6999 8 0.0116 3,7757 3,7872 9 0.0122 4,2752 4,2874 10 0.0102 5,8619 5,8721 11 0.0118 4,1617 4,1735 12 0.0113 4,9731 4,9844 13 0.0113 4,1461 4,1574 14 0.0113 3,5247 3,5360 15 0.0108 3,8460 3,8568 Rata-rata 0.0113 4,0286 4,0399

(48)

Berdasarkan Tabel 11 dari hasil perhitungan dengan formula Fridman (1986), maka diketahui gaya apung pada ke-15 unit jaring insang dasar berkisar antara 3,3409 – 5,8905 kg. Gaya apung tali pelampung berkisar antar 0,0096 - 0,0126 kg dan gaya apung untuk pelampung berkisar antara 3,3193 - 5,8721 kg. Tabel 12. Perhitungan gaya tenggelam pada jaring insang dasar

Alat tangkap

Gaya tenggelam (kg)

Tali pemberat Pemberat Jaring Total gaya tenggelam 1 0,0577 3,8875 0.0488 3,9940 2 0,0542 4,1336 0.0470 4,2348 3 0,0562 3,5812 0.0512 3,6886 4 0,0511 4,6641 0.0488 4,7640 5 0,0635 4,4968 0.0514 4,6117 6 0,0650 6,4986 0.0503 6,6139 7 0,0652 3,9998 0.0522 4,1172 8 0,0619 4,1994 0.0546 4,3159 9 0,0649 4,4842 0.0514 4,6005 10 0,0541 5,9024 0.0520 6,0085 11 0,0628 4,2206 0.0503 4,3337 12 0,0581 5,0288 0.0547 5,1416 13 0,0559 4,5697 0.0511 4,6767 14 0,0571 3,5720 0.0511 3,6802 15 0,0543 4,1545 0.0489 4,2576 Rata-rata 0,0588 4,4929 0.0509 4,6026

Berdasarkan Tabel 12 dari hasil perhitungan dengan formula Fridman (1986), maka diketahui gaya tenggelam pada ke-15 unit jaring insang dasar berkisar antara 3,6802 – 6,0085 kg. Dimana gaya tenggelam pada bagian tali pemberat berkisar antara 0,0511 – 0,0652 kg, pemberat berkisar antara 3,5720 – 6,4986 kg dan gaya tenggelam pada bagian jaring berkisar antara 0,0470 – 0,0547 kg.

5. Kapasitas kapal gill net

Rasio ukuran kapal dan kapasitas kapal yang digunakan untuk jaring insang dasar berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 13.

(49)

Tabel 13. Rasio ukuran kapal dan kapasitas kapal yang digunakan Kapal jaring insang L/B L/D B/D Kapasitas kapal (GT) 1 7,86 22,00 2,80 2,14 2 8,36 19,50 2,33 2,71 3 11,42 15,22 1,33 3,64 4 6,25 12,50 2,00 4,00 5 8,46 13,75 1,63 2,85 6 8,75 20,00 2,29 4,24 7 8,00 15,00 1,88 4,53 8 8,12 19,53 2,41 3,78 9 7,34 21,15 2,88 3,70 10 8,30 17,65 2,13 4,14 11 7,94 25,92 3,27 3,59 12 7,42 20,77 2,80 5,06 13 8,30 17,65 2,13 4,14 14 7,34 21,15 2,88 3,70 15 8,36 19,50 2,33 2,71 Rata-rata 8,15 18,75 2,34 3,66

Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa kapasitas kapal yang digunakan untuk jaring insang dasar berkisar antara 2,14 - 5,06 GT. Kapal ini menggunakan dua buah mesin yaitu mesin utama yang bermerek Calling dengan kekuatan 24 PK dan mesin pembantu merk Honda dengan kekuatan 5,5 PK. Berdasarkan hasil perhitungan rasio ukuran kapal untuk nilai L/B berkisar antara 6,25 – 11,42, L/D berkisar antara 12,50/25,92 dan B/D berkisar antara 1,33 - 3,27. Menurut Pasaribu ed al (2010) untuk nilai L/B minimun 3,86 dan maksimum 5,59 sehingga antara panjang dan lebar kapal dapat dikatan proposional untuk kapal gillnet, nilai L/D minimun 8,53 dan maksimum 13,11 sehingga dapat dikatan proposional dan untuk nilai B/D nilai minimun 1,81 dan nilai maksimum 3,12 sehingga dapat dikatakan keistabilitasan kapal cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak kapal gillnet yang beroperasi di Desa Sanjai yang tidak memenui persyaratan. Menurut Iskandar (1990) agar dapat beroperasi dengan lincah maka diperlukan nilai (L) yang besar, nilai (B) yang sedang serta nilai (D) yang kecil karena, ketiga nilai ini merupakan nilai dimensi utama kapal.

(50)

H. Ukuran Hasil Tangkapan Jaring Insang Dasar 1. Panjang cagak

Dari penelitian yang telah dilakukan panjang cagak hasil tangkapan jaring insang dasar dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 16. Ukuran panjang cagak pada ikan kuwe yang tertangkap pada jaring insang dasar.

Pada Gambar 14 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pengamatan, ukuran panjang cagak ikan yang tertangkap pada jaring insang dasar yang beroperasi di Desa Sanjai berkisar antara 21 – 32 cm dan ukuran panjang ikan yang paling banyak tertangkap selama 15 trip yaitu berada pada kisaran 30 – 32 cm.

2. Lebar badan

Gambar 17. Ukuran lebar badan pada ikan kuwe yang tertangkap pada jaring insang.

0 200 400 600 800 1000 21-23 24-26 27-29 30-32 Fr e ku e n si ( e ko r)

kisaran panjang cagak ikan (cm)

0 200 400 600 800 1000 11 -11.9 12-12.9 13-13.9 14-14.9 15-15.9 Fr e ku e n si ( e ko r)

(51)

Pada Gambar 15 lebar ikan yang tertangkap pada jaring insang dasar yang beroperasi di Desa Sanjai berkisar antara 11-15,9 cm. Ukuran panjang ikan yang paling banyak tertangkap selama 15 trip yaitu berada pada kisaran 12-12,9 cm dan paling sedikit tertangkap berkisar antara 15-15,9 cm.

(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Desain jaring insang dasar memiliki ukuran panjang 32,76 – 43,24 m dan tinggi jaring 2,64 – 3,05 m pada setiap piece yang terbuat dari polyamide monofilament, dengan mesh size 10,16 cm. Tali pelampung, tali ris atas dan tali pemberat menggunakan polyethylene. Pelampung terbuat dari bahan polyvinyl chloride (PVC) dan pemberat terbuat dari timah. Diperoleh nilai shortening atas 35 – 51 % dan shortening bawah 23 – 38 %, berat total alat tangkap 2,115 – 3,203 kg, luas penampang benang 0,1351 – 0,1568 m2, gaya apung 3,3441 – 5,8962 kg dan untuk gaya tenggelam 0,3639 – 1,4439 kg. Jaring insang dasar yang dioperasikan selektif dan layak dioperasikan karena ukuran ikan tertangkap memenuhi kriteria perikanan berkelanjutan.

2. Jaring insang dasar dengan mesh size 4 inci menangkap ikan kuwe dengan ukuran panjang cagak berkisar antara 21 – 32 cm dengan lebar badan berkisar antara 11 - 15,9 cm, ikan kuwe lebih banyak tertangkap dengan cara terjerat pada kisaran lebar badan 12 – 12,9 cm.

B. Saran

Sebaiknya diperlukan penelitian lanjutan tentang identifikasi alat tangkap jaring insang yang ada di Desa sanjai dengan ukuran mata jaring yang berbeda sehingga dapat memberi informasi ke pada DKP Kabupaten Sinjai.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah 4 unit penangkapan jaring insang satu lembar ( gillnet ) pada mesh size 1,75 inchi dengan panjang jaring 250 m dan 4

alat penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya sama besar dan dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa

alat penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya sama besar dan dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa

alat penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya sama besar dan dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa

Jaring insang yang umum digunakan bentuknya empat persegi panjang, dimana mata jaring dari jaring bagian utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah panjang atau ke

Sedangkan menurut Martasugada (2002), jaring insang (gillnet) adalah salah satu alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang di

Jaring insang (gillnet) adalah jaring insang yang badan jaringnya terdiri dari satu lembar jaring dari bahan monofilamen atau multifilamen, berbentuk empat persegi panjang

Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada