• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BOTTOM GILLNET DENGAN UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA SUNGAI JAMBAT KECAMATAN SADU SKRIPSI ARDIANSYAH E1E018032

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BOTTOM GILLNET DENGAN UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA SUNGAI JAMBAT KECAMATAN SADU SKRIPSI ARDIANSYAH E1E018032"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

i PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BOTTOM GILLNET DENGAN

UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA SUNGAI JAMBAT KECAMATAN SADU

SKRIPSI

ARDIANSYAH E1E018032

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI 2023

(2)

ii PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BOTTOM GILLNET DENGAN

UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA SUNGAI JAMBAT KECAMATAN SADU

Disajikan Oleh :

Ardiansyah (E1E018032) Dibawah bimbingan : Nelwida1), dan Indra Sulaksana2)

Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

Jln. Jambi-Muaro Bulian Km 15 Mendalo Darat Jambi 36361 Email : Ardiansyah7034@gmail.com

RINGKASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan hasil tangkapan Bottom Gillnet dengan ukuran mata jaring 3,5 inci dan 4 inci di perairan Desa Sungai Jambat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental fishing. Data yang dihimpun meliputi parameter lingkungan, hasil tangkapan per jenis (ekor), jumlah hasil tangkapan (ekor), berat per jenis (kg) dan berat total hasil tangkapan (kg), jumlah dan ukuran grade udang mantis. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif independent sample t-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mata jaring 3,5 inci nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan mata jaring 4 inci (P<0,05) terhadap jumlah dan berat hasil tangkapan Bottom Gillnet. Pada ukuran mata jaring 3,5 inci hasil tangkapannya adalah 3067 ekor dengan berat 248,40 kg, dan jumlah hasil tangkapan ukuran mata jaring 4 inci sebanyak 2.820 ekor dengan berat 234,60 kg.

Jumlah hasil tangkapan tertinggi adalah Ikan Gulama (Johnius trachycephalus) terdapat pada ukuran mata jaring 3,5 inci sebanyak 1.393 ekor, dan Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan hasil tangkapan terberat pada ukuran mata jaring 3,5 inci dengan berat 69 kg. Ikan Bawal (Pampus argenteus) merupakan tangkapan terendah dalam segi jumlah dan berat.

Kesimpulan dari penelitian ini dalam segi jumlah dan berat hasil tangkapan ukuran mata jaring 3,5 inci mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan mata jaring 4 inci.

Kata Kunci : Bottom Gillnet, Mata jaring (Mesh size), Perairan Desa Sungai Jambat Keterangan : 1) Pembimbing Utama

2) Pembimbing Pendamping

(3)

iii

(4)

iv PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“Perbandingan Hasil Tangkapan Bottom Gillnet Dengan Ukuran Mata Jaring yang Berbeda di Perairan Desa Sungai Jambat Kecamatan Sadu”adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Jambi , Januari 2023

Ardiansyah

(5)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Sungai Jambat pada tanggal 28 September 1998 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak Arfa dan Ibu Susanti.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SDN 41 Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 18 Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan SMKN 2 Kota Jambi.

Penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama kuliah penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan dan organisasi meliputi pengurus Himpunan Mahasiswa Perikanan (HIMAPERI) Fakultas Peternakan sebagai Anggota Divisi Informasi dan Komunikasi Periode 2020-2021, Penulis juga mengikuti kegiatan magang selama 60 hari di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Sungai Gelam Jambi pada tanggal 04 Oktober – 04 Desember 2021.

Penulis melakukan penelitian pada bulan Juni-Juli 2022 di Desa Sungai Jambat Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dengan judul “Perbandingan Hasil Tangkapan Bottom Gillnet Dengan Ukuran Mata Jaring yang Berbeda di perairan Desa Sungai Jambat Kecamatan Sadu” sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini telah banyak melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberi motivasi pada setiap proses, Bapak Arfa dan Susanti yang terus memberikan doa, dukungan moral dan serta materi selama penulis melakukan proses penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dr. Drh. Sri Wigati, M. Agr. Sc. Selaku Ketua Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

3. Ibu Lisna, S.Pi., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

4. Ibu Nelwida, S.Pt., M.P. Selaku pembimbing skripsi dan pembimbing magang yang telah banyak membantu dan membimbing saya dalam penelitian dan studi di Fakultas Peternakan Universitas Jambi, meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. .

5. Ir. Indra Sulaksana, M.Si. Selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah banyak membantu, meluangkan waktu, tenaga, pikirannya serta arahan membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi.

6. Bapak dan Ibu penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga isi dari skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

(7)

vii 7. Keluarga Besar Dosen Perikanan dan Peternakan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan arahan selama perkuliahan.

8. Keluarga Besar Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam Jambi yang telah membantu dan memberikan banyak ilmu serta menerima penulis dalam melaksanakan kegiatan Magang.

9. Kepada teman-teman PSP khususnya kelas A angkatan 2018 atas kerjasama dan dan dukungan disaat susah senang yang telah kita lalui bersama- sama selama kuliah.

10. Kepada teman-teman satu tim magang yaitu Apda Rezah, Abdi vico sumantry, Mashum, Sandy, Ilham, Bibit, Sarah Angelina, Melati yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan kegiatan Magang.

11. Sahabat penulis Irvan Gunawan, Ilham Tri Safitra, Mashum Ardi Pamungkas, Abda Rezah, Prizky, Abdi Vico, Dicky, Alfadiansyah, Aditya, Tia terima kasih atas motivasi dan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Demikian skripsi ini dibuat, semoga dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Jambi, Januari 2023

Ardiansyah

(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Jaring insang (Gillnet) ... 4

2.2. Konstruksi Jaring insang Dasar ... 5

2.3. Ukuran Mata Jaring Insang ... 6

2.4. Hasil Tangkapan ... 7

2.4.1. Udang Mantis (Harpiosquila rhapidae) ... 7

2.4.2. Ikan Gulama (Johnius trachycephalus) ... 8

2.4.3. Ikan Pari (Dasyatis Sp) ... 9

2.4.4. Ikan Duri (Hexanematichthys sagor) ... 9

2.4.5. Ikan Bawal (Pampus argenteus) ... 10

2.4.6. Ikan senangin (Eleutheronema tetradactylum) ... 11

2.4.7. Bintang Laut (Astropecten indicus) ... 11

2.4.8. Siput Berduri (Bolinus brandaris) ... 12

2.5. Parameter Lingkungan ... 13

2.5.1. Suhu ... 13

2.5.2. Salinitas ... 13

2.5.3. Arus ... 14

2.5.4. pH (Derajat Keasaman) ... 14

2.5.5. Kedalaman ... 15

BAB III METODE PENELITIAN... 16

3.1. Tempat dan Waktu ... 16

3.2. Materi dan Peralatan ... 16

3.3. Metode Penelitian ... 16

3.3.1. Prosedur Kerja ... 17

3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan ... 18

3.4. Data yang dihimpun ... 19

3.5. Analisis Data ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Gambaran umum Lokasi Penelitian... 22

(9)

ix

4.2. Komposisi Hasil Tangkapan ... 23

4.3. Jumlah Hasil Tangkapan... 27

4.4. Berat Hasil Tangkapan ... 29

4.5. Jumlah Hasil Tangkapan Udang Mantis ... 30

4.6. Ukuran Udang Mantis ... 31

4.7. Parameter Lingkungan ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1. Kesimpulan ... 35

5.2. Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

(10)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Jaring Insang Dasar (Bottom Gillnet) ... 5

2. Udang Mantis ... 8

3. Ikan Gulama ... 8

4. Ikan Pari ... 9

5. Ikan Duri ... 10

6. Ikan Bawal Putih ... 10

7. Ikan Senangin ... 11

8. Bintang Laut ... 12

9. Siput Berduri ... 13

10. Bagan Alur Penelitian ... 18

11. Peta Lokasi Penelitian ... 22

(11)

xi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Titik Koordinat ... 23

2. Komposisi Hasil Tangkapan ... 24

3. Uji t Jumlah Hasil Tangkapan ... 27

4. Uji t Berat (kg) Hasil Tangkapan ... 29

5. Jumlah Hasil Tangkapan Udang Mantis ... 30

6. Ukuran Udang Mantis ... 31

7. Parameter Lingkungan ... 33

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Jaring Insang Dasar

(Bottom Gillnet) Dengan Mata Jaring 3,5 inci dan 4 inci. ... 44

2. Uji t Jumlah Hasil Tangkapan Alat Tangkap Jaring Insang Dasar (Bottom Gillnet) Dengan Mata Jaring 3,5 inci dan 4 inci. ... 45

3. Uji t Berat (kg) Hasil Tangkapan Alat Tangkap Jaring Insang Dasar (Bottom Gillnet) Dengan Mata Jaring 3,5 inci dan 4 inci... 47

4. Lampiran Uji-t Jumlah (ekor) Hasil Tangkapan Udang Mantis dengan Mata Jaring 3,5 inci dan 4 inci. ... 49

5. Komponen-komponen Bottom Gillnet ... 51

6. Proses Setting ... 52

7. Proses Hauling ... 53

8. Hasil Tangkapan dan Pengukuran Parameter Lingkungan ... 54

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai potensi sumberdaya alam pada sektor kelautan dan perikanan yang cukup besar, dengan panjang garis pantai 191 Km yang membentang dari perbatasan Kabupaten Tanjung Jabung Barat sampai dengan perbatasan Provinsi Sumatra Selatan yang memiliki perikanan tangkap laut dengan luas areal 77.752 hektar. Berdasarkan produksi ikan menurut sub sektor Dinas Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, hasil perikanan tangkap yang terdiri dari perikanan laut produksinya mencapai 23.491, 54 ton, perairan umum mencapai 130,86 ton, serta hasil budidaya perikanan mencapai 120,4 ton. Dari berbagai jenis perairan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini dengan produksi terbesar untuk perairan laut terdapat di Kecamatan Mendahara, Kecamatan Nipah Panjang, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kecamatan Sadu, dan Kecamatan Kuala Jambi (Sub sektor Dinas Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (2020).

Kecamatan Sadu merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang terdiri dari 9 desa yaitu Sungai benuh, Labuhan Pering, Sungai Cemara, Air Hitam Laut, Remau Baku Tuo, Sungai Sayang, Sungai Jambat, Sungai Lokan Dan Sungai Itik. Kecamatan Sadu merupakan Kecamatan yang mempunyai garis pantai terpanjang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu dan berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Jadi potensi sumber daya perikanan di Kecamatan Sadu sangat melimpah, bahkan sampai nelayan-nelayan dari daerah lain melakukan operasional penangkapan ikan di Kecamatan Sadu. Perairan Kecamatan Sadu memiliki karakteristik airnya keruh yang berwarna kecoklatan, berarus dan bergelombang dan bagian bawah berlumpur dan berpasir (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2021).

Berdasarkan hasil survey Kecamatan Sadu memiliki jumlah nelayan sebanyak 355 nelayan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang (gillnet), belat, rawai, pukat trawl, jaring kantong dan diantaranya berasal dari Desa Sungai

(14)

2 Jambat. Desa Sungai Jambat terdapat 20 nelayan yang menggunakan alat tangkap rawai, belat dan jaring insang dasar (bottom gillnet).

Alat tangkap yang banyak digunakan di Desa Sungai Jambat adalah jaring insang dasar (bottom gillnet) sebanyak 10 nelayan hanya menggunakan ukuran mata jaring 3,5 inci 5 nelayan dan 4 inci 5 nelayan, dari bahan monofilament dengan hasil tangkapan utamanya adalah Udang Mantis (harpiosquila rhapidae) dimana pengoprasian alat tangkap ini sesuai dengan habitat hasil tangkapan utama yang berada didasar perairan dan secara teknis alat tangkap ini mudah di oprasikan. Ini sesuai dengan pendapat Sidik, (2018) Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang sudah bukan merupakan teknologi yang baru bagi para nelayan, hal ini disebabkan karena bahannya lebih mudah diperoleh, secara teknis mudah dioperasikan, secara ekonomis bisa dijangkau oleh nelayan.

Menurut Rustandar (2005) menyatakan bahwa jaring insang dasar dioperasikan pada bagian dasar perairan dengan sasaran penangkapan adalah ikan demersal.

Penangkapan menggunakan alat tangkap bottom gillnet di Desa Sungai Jambat dengan target tangkapan utamanya adalah udang mantis pada umumnya menggunakan umpan dari ikan-ikan yang bernilai ekonomis rendah dan hasil tangkapan sampingan (by catch). Umpan yang biasa dipakai nelayan di Desa Sungai Jambat yaitu ikan gulama karena ikan gulama merupakan ikan yang bernilai ekonomis rendah dan juga hasil tangkapan sampingan.

Ukuran mata jaring pada jaring insang (gillnet) sangat mempengaruhi hasil tangkapan. Hal ini dikarenakan mata jaring merupakan bagian vital dalam proses penangkapan. Mata jaring pada jaring insang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, dimana perbedaan mata jaring berpengaruh terhadap berat maupun jumlah dari tiap jenis tangkapan ( Pratama, 2012). Ukuran mata jaring (mesh size) adalah ukuran lubang pada jaring penangkapan ikan, ukuran mata jaring insang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efesiensi dan komposisi hasil tangkapan. Semakin kecil ukuran mata jaring yang digunakan, maka semakin kecil ikan yang akan tertangkap.

Ukuran mata jaring yang biasa digunakan dalam pengoprasian alat tangkap jaring insang adalah mata jaring yang berukuran 1,75 inci dan 2 inci, dimana hasil tangkapan pada mata jaring ukuran 1.75 inci lebih banyak dibandingkan dengan

(15)

3 mata jaring yang berukuran 2 inci menurut (Making et al, 2014). Dan selanjutnya hasil penelitian (Rahantan dan Puspito, 2012) alat tangkap meggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring 2,25 inci, 2,50 inci dan 3 inci dimana jumlah hasil tangkapan paling banyak didapatkan pada jaring yang ukuran mata jaring 2,25 inci. Mata jaring pada jaring insang (gillnet) merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap ukuran dan jumlah hasil tangkapan (Irpan et al., 2018).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian yaitu

“Perbandingan Hasil Tangkapan Bottom Gillnet dengan Ukuran Mata jaring yang Berbeda”.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan Bottom Gillnet dengan ukuran mata jari 3,5 inci dan 4 inci di perairan Desa Sungai Jambat Kecamatan Sadu.

1.3. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti sendiri, pembaca dan nelayan yang ada, khususnya di Kecamatan Sadu Desa Sungai Jambat mengenai perbandingan hasil tangkapan Bottom Gillnet dengan ukuran mata jaring yang berbeda, dimana nantinya akan memberikan manfaat bagi nelayan tentang ukuran mata jaring yang digunakan untuk lebih efektif dan optimal sehingga dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan tersebut.

(16)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaring insang (gillnet)

Gillnet adalah jaring berbentuk dinding besar berbentuk vertikal tergantung di air. Karakteristik panjang dan berbetuk persegi pada jaring mempengaruhi kinerja pada jaring tersebut dan pengetahuan tentang ukuran selektivitas alat tangkap sangat penting untuk pengelolaan jenis perikanan dan ekologi (Emmanuel, 2010).

Defenisi jaring insang adalah alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Pada lembar jaring bagian atas diletakan pelampung dan pada bagian bawahnya diletakan pemberat . Jaring akan terentang karena adanya dua gaya yang berlawanan arah yaitu gaya apung dari pelampung yang mengarah keatas dan gaya tenggealam dari pemberat kearah bawah (Martasuganda, 2002).

Alat tangkap jaring insang merupakan alat penangkapan ikan dengan prinsip penangkapan menghadang gerombolan ikan yang berupaya, mejerat ikan pada bagian operculum. Selain menjerat pada operculum alat tangkap ini memiliki sifat tidak merusak habitat organisme sehingga alat ini ramah lingkungan dan baik bagi ekosistem perairan (Subehi dan Barus, 2017).

Jaring insang merupakan alat tangkap yang selektif terhadap ukuran dan jenis ikan dimana ukuran mata jaring (mesh size) bisa diperkirakan sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap. Jaring insang (gillnet) pada umumnya berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring (mesh size) seluruh bagian adalah sama, ukuran mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan yang menjadi sasaran atau target tangkapan (Nur et al., 2020).

Pada umumnya metode pengoperasian jaring insang dilakukan secara pasif, tetapi ada juga yang dioperasikan secara semi aktif atau aktif. Untuk jenis jaring insang yang dioperasikan secara pasif umumnya dilakukan pada malam hari, baik itu dilakukan dengan alat bantu cahaya atau tanpa alat bantu cahaya dengan cara dipasang di perairan atau daerah penangkapan yang diperkirakan akan dilewati ikan atau hewan air lainnya, kemudian dibiarkan beberapa lama supaya ikan mau

(17)

5 memasuki mata jaring. Lamanya pemasangan jaring insang di daerah penangkapan disesuaikan dengan jenis ikan yang akan dijadikan target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang mengoperasikannya (Martasuganda, 2005).

Pengoperasian pada alat tangkap jaring insang tidak menimbulkan dampak negatif bagi habitat atau tidak merusak habitat. Pengoperasian jaring insang dilakukan secara pasif, yaitu dengan membentangkan jaring di dalam kolom perairan dan menunggu ikan-ikan terjerat pada bagian operculum. Jaring insang beroperasi dengan cara menghadang ruaya gerombolan ikan. Jaring tersebut menjerat ikan pada bagian operkulum. Saat terjerat ikan akan secara aktif menggerakan tubuhnya untuk meloloskan diri, tingkah laku tersebut menyebabkan bagian sekitar operkulum menjadi luka atau menimbulkan sedikit cacat fisik (Pramesthy et al., 2020).

2.2. Kontruksi Jaring Insang Dasar

Gillnet merupakan alat tangkap dimana ikan terjerat atau terpuntal pada jaring berlapis satu, dua atau tiga. Penggunaan jaring dapat satu persatu atau dengan merangkaikan jaring yang sama atau bermacam macam. Bentuk yang penting adalah jaring tetap (di dasar), jaring hanyut (di bawah permukaan) dan jaring insang lingkar (Kamal, 2007). Jaring insang dasar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jaring Insang Dasar (bottom gillnet)

Bagian-bagian dari jaring insang terdiri atas Pelampung (float), Tali pelampung (float line), Tali ris atas dan bawah, Tali penggantung badan jaring bagian atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line), Srampad atas dan

(18)

6 bawah (upper selvedge and under selvedge), Badan jaring atau jaring utama (main net), Tali pemberat (sinker line), Pemberat (sinker). Pelampung pada jaring insang dasar berfungsi untuk mengangkat tali ris atas agar jaring dapat berdiri tegak didalam badan perairan. Selain itu pelampung juga berfungsi sebagai tanda dipermukaan perairan. Bahan pelampung biasanya dari gabus, plastik atau busa karet (Martasuganda, 2005).

2.3. Ukuran Mata Jaring Insang

Pemakaian ukuran mata jaring untuk alat tangkap jaring insang biasanya disesuaikan dengan ikan target tujuan penangkapan, metode operasi, dan daerah penangkapan ikan. Ukuran mata jaring untuk jaring insang yang biasa digunakan oleh nelayan di Indonesia tidak kurang dari 10 cm, dengan panjang jarring tidak lebih dari 10.000 meter dan lebar atau kedalaman jarring tidak lebih dari 30 meter (Martasuganda, 2002).

Ukuran mata jaring pada alat tangkap jaring insang erat hubungannya dengan ukuran ikan yang tertangkap secara terjerat. Ukuran mata jaring tertentu cenderung untuk menjerat ikan-ikan yang mempunyai panjang tertentu. Menurut Ayodhyoa (2001) antara mesh size dari jaring insang dan besar ikan yang terjerat terdapat hubungan yang erat sekali. Terdapat kecendrungan bahwa mesh size mempunyai sifat untuk menjerat hanya pada ikan yang besarnya tertentu.

Menurut Sunarya (2004) ukuran dan jenis ikan yang tertangkap jaring insang bervariasi tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan dan dengan ukuran tertentu ada kecenderungan hanya menangkap ikan yang mempunyai fork length, girth dan berat pada selang tertentu pula. Selanjutnya menurut Manalu et al., (2015) menyatakan 4 cara ikan tertangkap (a) Snagged dimana mata jaring mengelilingi ikan tepat dibelakang mata ikan. (b) Gilled dimana mata jaring mengelilingi ikan tepat dibelakang tutup insang. (c) Wedged dimana mata jaring mengelilingi badan sejauh sirip punggung ikan. (d) Entangled Bila ikan terjerat di jaring melalui gigi, tulang rahang sirip atau bagian tubuh yang menonjol pada lainnya tanpa masuk ke dalam mata jaring.

(19)

7 2.4. Hasil Tangkapan

Pengertian hasil tangkapan adalah jumlah dari spesies ikan maupun binatang air lainnya yang tertangkap saat melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

Hasil tangkapan bisa dibedakan menjadi dua, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah spesies ikan yang menjadi target dari operasi penangkapan ikan sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah spesies yang merupakan di luar dari target operasi dalam penangkapan ikan (Ramdhan, 2008).

Hasil tangkapan sampingan merupakan hasil tangkapan yang bukan menjadi target utama dari penangkapan yang dilakukan. Dalam pengertian yang luas, hasil tangkapan sampingan mencakup semua hewan yang bukan merupakan sasaran utama bahkan termasuk benda-benda tidak hidup (sampah) yang tertangkap ketika melakukan operasi penangkapan (Eayrs, 2005 dalam Nofrizal et al., 2018).

Setiap alat penangkapan ikan diharapkan selektif, sehingga dapat meminimalisir adanya bycatch dan discard. Alat penangkapan ikan tersebut diharapkan selektif terhadap ukuran maupun juga selektif terhadap spesies yang menjadi sasaran utama alat tangkap tersebut. Alat penangkapan ikan yang tidak selektif akan memberikan dampak yang negatif terhadap komunitas dan populasi ikan di perairan. Contohnya adalah berkurangnya stok ikan di perairan atau daerah penangkapan ikan tersebut (Nofrizal et al. 2018).

2.4.1. Udang Mantis (Harpiosquila rhapidae)

Udang Mantis merupakan hasil tangkapan utama di menggunakan alat tangkap jaring insang dasar (bottom gillnet) di Desa Sungai Jambat. Udang Mantis merupakan salah satu komoditas hewan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi \. Beberapa spesies Udang Mantis dikenal sebagai bahan makanan eksotis dan sebagai komoditas ekspor (Astuti and Ariestyani, 2013).

Udang Mantis secara taksonomi termasuk merupakan kelas Malocostraca dengan ordo Stomatopoda. Lebih dari 400 spesies telah dikenali yang masuk kedalam lebih dari 100 genus. Dilihat dari segi ekologinya Udang Mantis (Stomatopoda) merupakan makhluk yang memiliki peran penting dalam ekosistem terumbu karang dengan menjaga populasi dan memelihara semua spesies yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku hidup dari

(20)

8 Udang Mantis yang menggali lubang pada terumbu karang memberi peluang untuk oksigenisasi sehingga kesehatan terumbu karang akan lebih terjaga (Situmeang et al., 2017).

Gambar 2. Udang Mantis

Udang Mantis disebut juga udang lipan, udang ketak, udang mentadak, udang eiko, udang ronggeng dan udang belalang, dalam bahasa inggris disebut mantis shrimp atau ada juga yang menyebut dengan praying shrimp. Disebut udang mantis karena penampilan dan karakteristiknya mirip dengan belalang sembah (mantis) (Astuti, 2013).

2.4.2. Ikan Gulama (Johnius trachycephalus)

Ikan Gulama dikelompokan dalam sumberdaya ikan demersal dan meyukai substrat berpasir atau berlumpur, sering dilepas pantai atau diteluk terlindung, dan muara sungai (Jalal et al., 2012).

Ikan Gulama memiliki bentuk tubuh memanjang dan seluruh bagian tubuhnya tertutup sisik kecuali ujung kepala. Sirip punggung tidak terputus, dengan lekukan yang dalam antara bagian sirip yang berjari-jari keras dengan bagian sirip yang berjari-jari lemah. Ikan ini menjadikan ikan-ikan kecil dan udang sebagai makanannya (Kottelat et al, 1993).

Populasi ikan Gulama meningkat pada saat musim penghujan. Suhu air menurun pada musim hujan karena intensitas cahaya menurun (Saputra , 2008).

Gambar 3. Ikan Gulama

(21)

9 2.4.3. Ikan Pari (Dasyatis Sp)

Ikan Pari mendiami perairan pesisir tropis dan subtropis yang hangat dan beberapa diantaranya dapat dijumpai di perairan tawar. Seringkali Pari dijumpai berenang di perairan dangkal, atau bahkan berdiam diri di dalam pasir (Ilham, 2021).

Ikan pari termasuk pemakan di dasar perairan (bottom feeder). Ikan ini umumnya bersifat sebagai predator, memiliki gigi kecil-kecil yang berfungsi sebagai penghancur. Tubuh yang berbentuk pipih dorsoventral dengan mulut pada posisi ventral membuat ikan ini sangat cocok untuk mengkonsumsi hewan dasar, baik infauna maupun epifauna (Garcia, 2012)

Ikan pari mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed) dimana sepasang sirip dada (pectoral, fins) melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval.

Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang (memanjang) menyerupai cemeti. Pada beberapa spesies, ekor ikan pari dilengkapi duri penyengat sehingga disebut „sting-rays‟, mata ikan pari umumnya terletak di kepala bagian samping (Ilham, 2021).

Gambar 4. Ikan Pari 2.4.4. Ikan Duri (Hexanematichthys sagor)

Ikan duri memiliki beberapa sebutan atau nama-nama lain seperti kedukang, badukang, dukang atau babukan, sedangkan dalam bahasa inggris ikan duri disebut sebagai atau Sagor Catfish atau Sunda sea-catfish. Karakteristik ikan ini yaitu tidak bersisik, umumnya mempunyai panjang 45 cm, kepala memipih datar kearah moncong serta bersungut pada bagian rahang atas serta ujungnya dapat menggapai sampai pertengahan sirip dada ataupun lebih (Nasution, 2021).

(22)

10 Gambar 5. Ikan Duri

Bagian dorsal tubuh terdapat sirip punggung yang terdiri dari 1 buah sirip keras dan 10 buah sirip lemah. Jari-jari sirip ekor berjumlah ±12 buah. Bagian ventral terdiri atas sirip perut berjumlah ± 4 buah, sirip dada berjumlah ± 8 buah, sirip dubur berjumlah 10 buah. Otek juga memiliki garis rusuk (linea lateralis) berjumlah 1 buah garis rusuk namun tidak terlalu nampak jelas. Tubuh otek tidak ditutupi oleh sisik dan berlendir. Pada bagian tubuh terdapat garis-garis tegak berupa bintik-bintik berwarna kekuningan (Misniyati,2018).

2.4.5. Ikan Bawal (Pampus argenteus)

Ikan bawal putih dalam bahasa perdagangan dikenal dengan nama Silver pomfret termasuk kelompok famili Stromateidae, dengan ciri-ciri antara lain bentuk badan pipih dan tinggi sehingga hampir menyerupai belah ketupat, berwarna putih keperakan di sisi bagian bawah dan keabu-abu di bagian sisi atas, Permukaan tubuh ditutupi dengan bintik-bintik hitam kecil, Bawal putih tergolong kelompok ikan yang mampu berkembang di wilayah estuaria dan sedikit berlumpur (Prihatiningsih, 2015)

Gambar 6. Ikan Bawal Putih

(23)

11 2.4.6. Ikan senangin (Eleutheronema tetradactylum)

Tubuh ikan senangin dicirikan berbentuk bulat panjang, mulut besar dibawah moncong rahang atas, tubuh bagian atas berwarna hijau sedangkan di bagian bawah berwarna keemasan (Harlyan et al.,202).

Pada dasarnya ikan senangin termasuk ikan karnivora, sehingga jenis makanan yang dimakan tidak jauh berbeda, hanya tergantung pada faktor kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan di perairan (Titrawani et al., 2013).

Gambar 7. Ikan Senangin

Ikan senangin merupakan ikan demersal, habitat ikan ini terdapat di perairan yang masih dipengaruhi oleh massa air tawar, ikan ini banyak ditemukan di perairan muara-muara dan perairan payau dengan kedalaman perairan yang relative dangkal. Hal ini didukung oleh pendapat Simanjuntak (2001) bahwa ikan senangin termasuk ikan demersal di daerah pantai dan muara sungai serta tergolong ikan buas yang memakan ikan-ikan kecil, udang-udangan, dan organisme dasar.

Menurut Nasution (2009) yang menyatakan bahwa ikan senangin (Eleutheronema tetradactylum) merupakan ikan yang biasa hidup di perairan pantai dangkal dengan dasar berlumpur.

2.4.7. Bintang Laut (Astropecten indicus)

Bintang laut merupakan salah satu spesies dari kelas Asteroidaea,merupakan kelompok Echinodermata. Umumnya Echinodermata berukuran besar, yang terkecil berdiameter 1 cm. Bintang laut mempunyai bentuk seperti bintang pentamerous, kebanyakan spesies mempunyai 5 buah tangan. Beberapa spesies mempunyai tangan kelipatan 5. Diameter rata-rata antara 10-20 cm, terkecil 1 cm, dan terbesar 100 cm. Mulut terletak di pusat pisin (central disk). Seluruh permukaan pisin pusat dantangan bagian bawah disebut oral, sedangkan bagian

(24)

12 bawah disebut aboral. Hewan ini bernafas dengan menggunakan insang kulit, yaitu penonjolan dinding rongga tubuh (selom) yang tipis. Tonjolan ini dilindungi oleh siliadan pediselaria. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada tiap lekukan terdapat 2-4 deret kaki tabung. Tepi lekukan terdapat duri-duri yang dapat digerakkan untuk melindungi kaki tabung. Pada tiap ujung tangan terdapat tentakel dengan bintik pigmen merah. Anus terdapat di tengah pisin aboral, dimana juga terdapat madreporit (Suwignyo et al., 2005 dalam Juariah, 2016).

Gambar 8. Bintang laut

Asteroidea bergerak merayap di atas dasar substrat dengan kecepatan yang agak lambat. Habitat dari bintang laut membentang dari zona intertidal, yaitu pantai yang terkena udara saat air surut dan zona abyssal yang berada di bawah air selama pasang. Tidak hanya di zoana intertidal dan zona abyssal, bintang laut sering diketemukan di lubang – lubang kecil. (Setyowati at al., 2018).

2.4.8. Siput Berduri (Bolinus brandaris)

Siput jenis ini hidup di bagian tengah dan barat dari Laut Tengah dan juga ditemukan pada pantai-pantai atol karang laut yang terisolasi di Samudra India dan Laut Cina Selatan. Spesies ini hidup pada batu-batu karang di perairan dangkal. Cangkang siput laut Bolinus brandaris: cangkang yang ini mempunyai bibir pecah karena mati pada pertengahan masa pertumbuhan, ketika tepi-tepi lubangnya mudah rusak. Cangkang siput ini biasanya berwarna coklat-keemasan dengan saluran sifon (siphonal canal) yang sangat panjang dan lingkaran tubuh (body whorl) bulat yang mempunyai spire rendah. Ada sebarisan duri-duri yang berkaitan dengan fase pertumbuhannya.Cangkang siput dewasa berukuran sekitar 60 sampai 90 mm.

(25)

13 Gambar 9, Sipur Berduri

2.5. Paremeter Lingkungan 2.5.1. Suhu

Perbedaan suhu perairan disetiap titik penangkapan dipengaruhi oleh waktu, intensitas cahaya dan cuaca selain kedalaman suatu perairan juga berpengaruh terhadap perbedaan suhu, hal ini dikarenakan perbedaan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan, jadi semakin bertambahnya kedalam maka semakn menurun juga kedalaman perairan, jadi semakin bertambahnya kedalaman maka semakin menurun juga suhu air pada kedalaman tersebut.

Menurut Rahman et. al., (2016), suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Suhu air memiliki pengaruh yang bervariasi di antara berbagai jenis ikan, bahkan dalam satu jenis ikan suhu dapat memiliki pengaruh yang berbeda terhadap laju metabolism standar (Standard Metabolic Rates/ SMR) dari ikan.

Proses upwelling inilah yang menyebabkan peningkatan zat hara pada lapisan permukaan laut dan mendukung proses-proses kehidupan di laut. Suhu permukaan laut yang memiliki perbedaan secara signifikan dijadikan sebagai indicator keberadaan upwelling (Putra et al., 2016).

2.5.2. Salinitas

Salinitas adalah semua garam yang terlarut dalam satuan per seribu persen.

Salinitas pada berbagai tempat dilautan terbuka yang jauh dari daerah pantai variasinya sempit, biasanya diantara 34-37%, dengan rata-rata 35%. Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi (Nyabakken, 2000).

Salinitas laut didefinisikan sebagai tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air, salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dan tanah.

Menurut Tangke er al., (2016) salinitas merupakan salah satu parameter

(26)

14 lingkungan fisik air laut yang ikut berperan dalam kelangsungan hidup organisme laut.

2.5.3. Arus

Salah satu parameter fisik yang berperan dalam distribusi nutrien dan kualitas perairan adalah arus laut. Arus laut merupakan perpindahan atau gerakan horizontal maupun vertikal dari suatu massa air, sehingga massa air tersebut mencapai kestabilan, yang disebabkan penyebab, faktor oleh berbagai diantaranya adalah gradien tekanan, tiupan angin, perbedaan tekanan ataupun densitas, pasang surut dan lain sebagainya (Simatupang et al., 2016).

Arus yang dibangkitkan oleh pasang surut dinamakan dengan arus pasut.

Arus pasut adalah gerak naik turunnya permukaan air laut karena pasang surut pada wilayah perairan dan interaksinya dengan batas–batas perairan (pantai, kedangkalan, dan dasar perairan) tempat pasut tersebut menimbulkan gerak badan air ke arah horizontal (Simatupang et al., 2016).

Kecepatan arus pasut minimum atau efektif nol terjadi saat air tertinggi atau air terendah (slack waters), pada saat tersebut terjadi perubahan arah arus pasut.

Kecepatan arus pasut maksimum terjadi pada saat kedudukan muka air rendah atau air tinggi (MSL (Mean Sea Level)) (Simatupang et al., 2016).

Arus menyebarkan telur dan larva berbagai hewan akuatik termasuk Udang Mantis sehingga dapat mengurangi persaingan makanan dengan induk mereka (koesobiono, 2004).

2.5.4. pH (Derajat Keasaman)

pH adalah salah satu parameter kualitas air yang berkaitan dengan karbondioksida dan alkalinitas. pH hanya mengGambarkan ion hydrogen, semakin tinggi pH maka semakin tinggi pula Nilai alkalinitas dan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas. Nilai pH dapat menunjukkan kualitas perairan sebagai lingkungan hidup, walaupun perairan itu tergantung pula dari berbagai faktor lain (Enggraini, 2011).

Derajat keasaman sangat menentukan kualitas air karena sangat membantu proses kimiawi air. Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan pH basa adalah 11. Pada umumnya dapat hidup dengan baik pada pH sedikit asam berkisar

(27)

15 6,5 – 8, sementara keasaman air untuk perkembangbiakan ikan yang baik berkisar 6,4 – 7,0 sesuai jenis ikan sedangkan kisaran pH optimal untuk ikan berkisar 6,5 – 8,5 (Andria et al. 2018).

pH ideal suatu perairan ialah 6,7-8,6. Selanjutnya disampaikan bahwa pH yang rendah dapat menyebabkan kenaikan toksitas dalam suatu perairan yang lama kelamaan akan menyebabkan penurunan nafsu makan ikan (Koniyo dan Kasim, 2015).

2.5.5. Kedalaman

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka terdapat zona-zona yang masing – masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik.

Perubahan faktor - faktor fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. (Junaidi, 2010),

Effendi (2003) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang masuk ke dalam kolom air semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan.

Sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan biota didalamnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Rizal et al., (2013) yang menyatakan bahwa kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan organisme perairan, dimana semakin dalam suatu perairan maka semakin sedikit organisme yang ditemukan.

Kedalaman suatu perairan sangat penting bagi biota perairan untuk memenuhi kebutuhan tempat secara ekologi untuk melaksanakan aktivitas yang dibutuhkan oleh biota, seperti ikan spesies tertentu yang akan melakukan pemijahan tentunya akan mencari tempat dengan keadaan perairan yang memiliki kedalaman yang sesuai untuk ikan melakukan pemijahan, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya gangguan dari predator. Jadi, kedalaman perairan untuk biota merupakan salah satu yang penting dalam menentukan kondisi suatu perairan Kordi (2010).

(28)

16 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan desa Sungai Jambat Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dari tanggal 25 Juni tahun 2022 sampai tanggal 25 Juli tahun 2022.

3.2. Materi dan Peralatan

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil tangkapan utama Udang Mantis, Umpan Ikan Gulama, hasil tangkapan sampingan yang diperoleh dari hasil tangkapan menggunakan jaring insang dasar (bottom gillnet) 3,5 inci dan 4 inci dan umpan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tangkap jaring insang dasar (Bottom Gillnet) dengan ukuran mata jaring 3,5 inci dan 4 inci dengan panjang ±900 meter dan lebar 1,5 meter, kapal atau pompong, global position system (GPS) dengan menggunakan aplikasi google earth, stopwatch, thermometer untuk mengukur suhu, pH meter untuk mengukur pH, refraktometer untuk mengukur salinitas, alat tulis, alat dokumentasi (kamera), timbangan digital, laptop. Penggaris, tali, botol

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode experimental fishing.

Yaitu ikut melakukan penangkapan megunakan alat tangkap Bottom Gillnet.

Menurut Sugiarto, (2006) metode eksperimental adalah metode yang dapat dilakukan apabila data yang ingin diperoleh belum tersedia sehingga variabel yang akan diukur harus dibangkitkan datanya melalui percobaan, observasi terhadap data baru bisa dijalankan setelah dilakukan percobaan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi langsung, studi pustaka, dan dokumentasi.

Sample pada penelitian ini di tentukan dengan metode Simple Random Sampling yaitu sejumlah 20% dari total 10 nelayan Gillnet 3,5 inci dan 4 inci.

Metode pengumpulan sample yang digunakan adalah Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa

(29)

17 memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2018). Penelitian ini di dengan melakukan kegiatan operasi penangkapan langsung dengan 2 (dua) orang nelayan setempat menggunakan 2 unit alat tangkap jaring insang dasar (bottom gillnet) yang ukuran mata jaring (mesh size) 3,5 inci dan 4 inci dengan panjang jaring ±900 meter dan 2 kapal (pompong) berukuran 3 GT dengan 16 pengulangan.

3.3.1. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Persiapan dilakukan sebagai berikut, pertama mempersiapkan BBM (Bahan bakar minyak), kapal (pompong), umpan Ikan Gulama yang sudah di potong dengan berat ± 20 gram sebayak 300 potong dengan berat keseluruhan 6 kg serta mempersiapkan alat tangkap yang akan digunakan yaitu alat tangkap Jaring insang dasar (bottom gillnet) yang ukuran mata jaring (mesh size) 3,5 inci dan 4 inci serta lainnya yang di perlukan untuk persedian selama melaut. Alat tangkap Buttom Gillnet yang mempunyai panjang ±900 meter dan lebar 1,5 meter badan jaring dibagi menjadi beberapa bagian mempunyai pelampung tanda jarak antar pelampung tanda ke pelampung tanda lainnya yaitu ±30 meter dengan ukuran mata jaring (mesh size) yaitu 3,5 inci dan 4 inci. Untuk penentuan daerah lokasi penangkapan dilakukan dengan menggunakan pengalaman dari nelayan, karena masih bersifat tradisional dan untuk waktu menuju ke daerah penangkapan (fishing ground) ±1 jam.

2. Operasi Pemasangan

Operasi penangkapan dibagi menjadi dua tahap yaitu proses setting dan proses hauling dimana proses setting diawali dengan menurunkan pelampung tanda, pelampung utama, badan jaring diikuti dengan pemasangan umpan dimana pemasangan umpan ikan gulama yang sudah dipotong dengan berat berat ±20 gram dikaitkan dengan bantuan peniti kebagian mata jaring (mesh size) dengan jarak umpan keumpan lainnya yaitu ±3 meter dan pemasangan umpan dikaitkan berjejer lurus pada badan jaring dengan jarak umpan kepemberat ±50 cm. sampai semuanya diturunkan atau sudah terentang dengan sempurna selanjutnya penurunan pelampung tanda kedua. pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, pH, salinitas dan kecepatan arus dilakukan saat proses setting berlangsung. Dimana

(30)

18 waktu yang dibutuhkan penurunan jaring ±1 jam dan penelitian ini dilakukan dua perlakuan dengan Mesh size berbeda yaitu 3,5 inci dan 4 inci. Setelah proses setting selesai selanjutnya perendaman (immersing) selama ±2 jam lalu dilakukan proses pengangkatan (hauling) dimana hasil tangkapan yang terjerat pada jaring dikumpulkan dalam wadah atau keranjang. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap hasil tangkapan dan dilakukan pencatatan berat, jumlah dan komposisi terhadap hasil tangkapan pada alat tangkap Bottom Gillnet.

Bagan Alur Penelitian

Gambar 10. Bagan Alur Penelitian 3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan meliputi kecepatan arus, suhu dan kecerahan sebagai berikut:

1. Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan botol yang diikat menggunakan tali sepanjang satu meter (l). Pengukuran kecepatan arus yaitu dengan menghanyutkan botol tersebut di lokasi perairan selama waktu (t) hingga tali

Immersing ditunggu selama 2 jam Proses Haulling

pada jam 11.00

Penanganan hasil tangkapan yang terjerat dijaring dan dimasukan dalam wadah atau keranjang

Hasil tangkapan yang telah tertangkap dihitung jumlah,berat, dan komposisinya lalu dicatat

Pengukuran parameter Lingkungan Persiapan Menuju ke daerah

penangkapan jam 7.00

Proses Setting pada jam 08.00

(31)

19 tertarik lurus (Hutagalung et al., 1997 dalam Jayanti et al., 2021 ). Nilai kecepatan arus dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

v : Kecepatan Arus (m/s) l : Panjang (m)

t : Waktu (s) 2. Suhu

Suhu diukur menggunakan thermometer yang dimasukkan setengah panjang dari alat tersebut ke badan perairan, setelah dicelupkan kebadan perairan maka terlihat angka yang tertera di alat tersebut, suhu diukur setelah selesai penurunan jaring

3. pH

Siapkan alat pH meter kemudian ambil sampel air menggunakan gelas lalu celupkan pH meter kedalam air sampel sekitar 5 cm, lihat hasilnya lalu dicatat.

4. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Apabila pada lensa refraktometer terlihat agak kabur, tepatkan fokusnya dengan memutar lensanya sehingga skala dalam layar terlihat terang dan jelas. Kalibrasi refraktometer dilakukan dengan cara objek dibersihkan dengan kapas kemudian teteskan akuades pada kaca. Lihat pada layar seandainya garis antara putih dan biru tidak terletak pada garis nol, tepatkan agar garis tersebut tepat pada nol dengan cara memutar skrope pada bagian atas refraktometer.

5. Kedalaman

Kedalaman diukur menggunakan tali dan diikat dengan pemberat kemudian di turunkan atau dijatuhkan kedalam air, setelah pemberat sudah sampai kedasar perairan di kasih tanda dan ditarik kembali kemudian diukur dan di catat.

3.4. Data yang di himpun

Data yang dihimpun dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan

V=

I

t

(32)

20 terhadap jumlah hasil tangkapan yang diperoleh saat operasi dari masing-masing alat tangkap Gillnet, berupa :

1. Hasil tangkapan/spesies (ekor)

Jenis hasil tangkapan / spesies pada ukuran mesh size 3,5 inci dan 4 inci.

2. Jumlah total hasil tangkapan (ekor)

Jumlah total hasil tangkapan yang dihitung per ekor setiap mesh size 4 inci dan 3,5 inci.

3. Berat/jenis hasil tangkapan (kg)

Berat/jenis dari setiap hasil tangkapan bottom gillnet dengan mesh size 4 inci dan 3,5 inci.

4. Berat total hasil tangkapan (kg)

Berat total dari setiap hasil tangkapan bottom Gillnet dengan mesh size 4 inci dan 3,5 inci.

5. Ukuran grade jumlah udang mantis

Menghitung jumlah dan mengukur panjang setiap hasil tangkapan udang mantis pada alat tangkap bottom gillnet dengan mata jaring 4 inci dan 3,5 inci

6. parameter lingkungan

Parameter lingkungan yang diukur adalah (suhu, arus, salinitas, derajat keasaman (pH) dan kedalaman,

Data sekunder meliputi data yang diperoleh dari jurnal penelitian, buku- buku perpustakaan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Perikanan Tanjung Jabung Timur.

3.5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif dimana data hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian dicatat kemudian ditabulasikan kedalam tabel ukuran mesh size 3,5 inci dan 4 inci lalu dibahas secara deskriptif. Untuk mengetahui adanya perbedaan hasil tangkapan dari alat tangkap bottom gillnet dengan ukuran mesh size yang berbeda maka dilakukan uji T-test, uji t yang digunakan adalah Independent sample t-test. Uji t ini bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang tidak saling berpasangan atau

(33)

21 berkaitan. Prinsip pengujian ini adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data, sehingga sebelum dilakukan uji t, terlebih dahulu harus diketahui apakah variannya sama atau berbeda. Data yang dianalisis yaitu hasil tangkapan dari masing masing mesh size yang berbeda jumlah/jenis, jumlah total, berat/jenis dan berat total. Data yang diproleh diolah menggunakan rumus uji t (Sudjana, 2005).

Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

√( ) ( )

( )

Keterangan : t = Nilai t hitung

X1 = Rata-rata hasil tangkapan pada Mesh size 4 inci (ekor) X2 = Rata-rata hasil tangkapan pada Mesh size 3,5 inci (ekor) n1 = Jumlah sampel mesh size 4 inci

n2 = Jumlah sampel mesh size 3,5 inci n = Jumlah dari n1 + n2

s 2 = Variance nilai kelompok

(34)

22 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umun Lokasi Penelitian

Kabupaten Tanjab Timur adalah daerah pemekaran di Provinsi Jambi. Letak kabupaten yang memiliki luas 5.330 km2 ini sangat strategis, karena berdekatan dengan pusat pertumbuhan ekonomi regional Singapura-Batam-Johor (SIBAJO) atau Indonesia-Singapura-Malaysia (IMS). Daerah di Pesisir Timur Sumatera ini, bagian Utara dan Timurnya berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, sementara sebelah Selatan dengan Kabupaten Muara Jambi, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjab Barat (Sutrisno, 2012).

Penelitian ini dilakukan di perairan Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Adapun penentuan daerah penangkapan (Fishing Ground) selama 16 penangkapan dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

Gambar 11. Peta lokasi penelitian

Wilayah Kecamatan Sadu, sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Nipah Panjang dan Taman Nasional Berbak Luas wilayah Kecamatan Sadu 1.821 km² yang terdiri dari 9 Desa diantaranya termasuk Desa Sungai Jambat dengan luas wilayah 139,7 km² atau sama dengan 7,67% dari

(35)

23 total wilayah Kecamatan Sadu (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2021).

Kecamatan Sadu merupakan Kecamatan yang mempunyai garis pantai terpanjang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jadi potensi sumber daya perikanannya sangat melimpah, bahkan sampai nelayan-nelayan dari daerah lain melakukan operasional penangkapan ikan ataupun udang di Kecamatan Sadu.

Perairan Kecamatan Sadu memiliki karakteristik airnya keruh berwarna kecoklatan, berarus dan bergelombang, bagian bawah berlumpur dan berpasir.

Pengambilan titik koordinat pengamatan menggunakan GPS kemudian dipetakan dengan 16 kali pengulangan. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti operasi penangkapan dengan nelayan di Desa Sungai Jambat untuk menentukan titik koordinat daerah penangkapan ikan. Titik koordinat dalam selama penelitian dapat di lihat pada tabel 1.

Tabel 1. Titik Koordinat

Trip Titik Koordinat

LS BT

1 1o07‟38” 104o24‟57”

2 1o06‟50” 104o24‟28”

3 1o07‟26” 104o24‟49”

4 1o04‟35” 104o26‟24”

5 1o06‟48” 104o24‟29”

6 1o06‟48” 104o24‟27”

7 1o09‟14” 104o28‟18”

8 1o03‟51” 104o25‟2”

9 1o08‟36” 104o25‟13”

10 1o08‟28” 104o25‟12”

11 1o03‟21” 104o25‟46”

12 1o03‟39” 104o25‟43”

13 1o02‟49” 104o25‟4”

14 1o02‟54” 104o24‟29”

15 1o04‟14” 104o25‟11”

16 1o04‟50” 104o25‟11”

4.2. Komposisi Hasil Tangkapan

Komposisi hasil tangkapan adalah jenis hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dengan mengetahui komposisi hasil tangkapan memungkinkan kita untuk menentukan spesies yang ditangkap dan bobot spesies yang ditangkap.

(36)

24 Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 9 jenis hasil tangkapan keseluruhan pada upaya penangkapan tersebut dengan Udang Mantis sebagai hasil tangkapan utama. Data komposisi dan jumlah hasil tangkapan dengan menggunakan Bottom Gillnet menggunakan mata jaring 3,5 inci dan 4 inci dapat dilihat pada Table 2 di bawah.

Tabel 2. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan Bottom Gillnet dengan Menggunakan Ukuran Mata jaring 3,5 inci dan 4 Inci.

Keterangan: HTU = Hasil Tangkapan Utama, HTS = Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch).

Dapat diketahui pada tabel 2. Komposisi hasil tangkapan selama penelitian bahwa alat tangkap tersebut di tunjukan untuk menangkap jenis spesies tertentu yaitu kelompok ikan demersal dimana target utama (Main catch) dalam penangkapan meggunakan alat tangkap Bottom Gillnet di Desa Sungai Jambat adalah Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea), sedangkan untuk Ikan Gulama (Johnius trachycephalus), Ikan Pari (Dasyatis sp), Ikan Duri (Hexanematichthys sagor), Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum), Ikan Bawal (Pampus argenteus) dan Kepiting (liocarcinus holsatus) di kategorikan sebagai hasil tangkapan sampingan (by-catch). Adapun hasil tangkapan Bintang laut (Astropecten indicus) dan Siput berduri (Bolinus brandaris) dikategorikan hasil tangkapan buangan (Discard) dan tidak didaratkan atau dibuang kembali ke laut oleh nelayan di Desa Sungai Jambat karena tidak memiliki harga ekonomis.

Sesuai dengan pendapat Izat, (2021) Hasil tangkapan buangan (discard catch) adalah hasil tangkapan yang akan dibuang kembali ke laut dengan alasan tertentu

Jumlah (Ekor) Komposisi

(%) Berat (Kg) Komposisi

(%) Jumlah (Ekor) Komposisi

(%) Berat (Kg) Komposisi (%) Udang mantis Harpiosquilla raphidea 455 14,84 69,00 27,78 393 13,94 62,10 26,47 HTU Gulama Johnius trachycephalus 1393 45,42 57,60 23,19 1347 47,77 57,20 24,38 HTS

Pari Dasyatis Sp 319 10,40 45,30 18,24 266 9,43 42,90 18,29 HTS

Duri Hexanematichthys sagor 341 11,12 44,20 17,79 312 11,06 42,90 18,29 HTS Senangin Eleutheronema tetradactylum 139 4,53 15,20 6,12 106 3,76 13,10 5,58 HTS Bawal Pampus argenteus 73 2,38 6,70 2,70 59 2,09 6,50 2,77 HTS Kepiting liocarcinus holsatus 347 11,31 10,40 4,19 337 11,95 9,90 4,22 HTS

Total 3067 100,00 248,40 100,00 2820 100,00 234,60 100,00

Rata-rata/hari 191,69 15,53 176,25 14,66

Ket Hasil Tangkapan

Nama Lokal Nama Ilmiah

3,5 inci 4 inci

Ukuran Mata Jaring

(37)

25 dan sisanya yang didaratkan merupakan target penangkapan. Hasil tangkapan tersebut dibuang karena tidak bernilai ekonomis dan tidak dapat dimanfaatkan.

Menurut Sarmintohadi, (2002) keragaman spesies yang tertangkap disebabkan adanya kesamaan habitat diantara ikan target tangkapan dan ikan non target.

Menurut pendapat Mirnawati, (2019), hasil tangkapan utama merupakan target tangkapan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sedangkan hasil tangkapan sampingan merupakan hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomis yang rendah. Diperjelas oleh pendapat Santoso et al., (2009) jenis ikan hasil tangkapan sampingan umumnya kurang memiliki nilai ekonomis dan seringkali tidak dibawa ke daratan.

Diketahui dari uraian Tabel 2. komposisi hasil tangkapan dapat dilihat bahwa berdasarkan komposisi (%), hasil tangkapan Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea), Ikan Pari (Dasyatis sp), Ikan Duri (Hexanematichthys sagor), Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum) dan Ikan Bawal putih (Pampus argenteus) lebih tinggi ukuran mata jaring 3,5 inci dibanding ukuran mata jaring 4 inci, sedangkan Ikan Gulama (Johnius trachycephalus) dan Kepiting (liocarcinus holsatus) lebih tinggi ukuran mata jaring 4 inci dibandingkan ukuran mata jaring 3,5 inci berdasarkan komposisi (%).

Ikan Gulama (Johnius trachycephalus) menjadi hasil tangkapan terbanyak dikedua ukuran mata jaring selama melakukan penelitian dengan 16 kali pengulangan dengan ukuran mata jaring (Mesh size) 3,5 inci mendapatkan hasil tangkapan 1393 ekor (45,42%) pada ukuran mata jaring (mesh size) 4 inci mendapatkan hasil tangkapan 1347 ekor (47,77%) hal ini diduga disebabkan oleh lokasi penelitian atau daerah penangkapan (fishing ground) memiliki substrat yang berlumpur masih termasuk dalam habitat yang disenangi oleh Ikan Gulama yang merupakan ikan dasar (demersal) sesuai dengan alat tangkap yang pengoprasiannya berada di dasar perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Saputra et al., (2008), yang menjelaskan Ikan Gulama merupakan salah satu ikan demersal dari famili Sciaenidae. Lebih lanjut menurut (Robin et al., 1991; Sasaki, 1995) ikan Gulama (J. trachycephalus) merupakan jenis ikan yang hidup di perairan laut dan payau. Menurut Anggraeni et al., (2016) ikan ini hidup bergerombol.

(38)

26 Ikan Bawal (Pampus argenteus) menjadi hasil tangkapan terendah dikedua ukuran mata jaring selama melakukan penelitan dengan 16 kali pengulangan pada ukuran mata jaring (Mesh size) 3,5 inci mendapatkan hasil tangkapan 73 ekor (2,38%) pada ukuran mata jaring (Mesh size) 4 inci mendapatkan hasil tangkapan 59 ekor (2,09%) hal ini diduga disebabkan kelimpahan ikan bawal putih masih sedikit dan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli dimana masuk musim timur. Ini sesuai dengan pendapat Partosuwiryo, (2002), Menyatakan bahwa ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) melimpah pada musim barat dan puncak musim ikan Bawal Putih bertepatan dengan puncak musim hujan. Didukung oleh pendapat Fadika et al.,(2014) yang menyatakan musim Barat terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari sedangkan Musim Timur terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Menurut pendapat Setiawan et al.,(2016) menyatakan bahwa musim penangkapan merupakan salah satu penentu nilai produksi di suatu perairan.

Sedangkan dalam segi berat berdasarkan komposisi (%) Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea), Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum), lebih tinggi ukuran mata jaring 3,5 inci dibandingkan mata jaring 4 inci, dan Ikan Gulama (Johnius trachycephalus), Ikan Pari (Dasyatis sp), Ikan Duri (Hexanematichthys sagor), Ikan Bawal (Pampus argenteus), Kepiting (liocarcinus holsatus) lebih tinggi ukuran mata jaring 4 inci dibandingkan mata jaring 3,5 inci.

Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) menjadi hasil tangkapan dengan berat tertinggi dikedua ukuran mata jaring selama melakukan penelitian dengan 16 kali pengulangan dengan ukuran mata jaring (Mesh size) 3,5 inci mendapatkan hasil tangkapan dengan berat 69 kg (27,78%) pada ukuran mata jaring (Mesh size) 4 inci mendapatkan hasil tangkapan dengan berat 62,1 kg (26,46%) hal ini diduga disebabkan oleh lokasi penelitian atau daerah penangkapan (fishing ground) memiliki substrat yang berpasir dan berlumpur, juga berbatasan dengan daerah penyebaran Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) yaitu laut cina selatan. Ini sesuai dengan pendapat Syafrina et al.,(2011) Di Laut Jawa dan Laut Cina Selatan merupakan daerah penyebaran Udang Mantis dari famili Harpiosquillidae dan Squillidae. Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) juga merupakan hasil

(39)

27 tangkapan utama dalam penangkapan menggunakan alat tangkap jaring insang dasar (Bottom Gillnet) di Desa Sungai Jambat, dimana bobot rata-rata Udang Mantis yang tertangkap selama penelitian adalah 156 gram. Ini sesuai dengan pendapat Moosa (2000) ukuran badan Udang Mantis bisa mencapai 33,5 cm dengan bobot 200 g/ekor.

Berat tangkapan terendah selama melakukan penelitan dengan 16 kali pengulangan adalah ikan Bawal (Pampus argenteus) yaitu ukuran mata jaring (Mesh size) 3,5 inci mendapatkan hasil tangkapan dengan berat 6,7 kg (2,70%) pada ukuran

mata jaring (mesh size) 4 inci mendapatkan hasil dengan berat 6,5 kg (2,77%) hal ini diduga disebabkan karena jumlah hasil yang tangkapan ikan bawal sedikit. Jaring insang dengan ukuran mata (mesh size) 3,5 inci memiliki hasil tangkapan dengan berat rata-rata per hari 0,42 kg dan jaring insang dengan ukuran mata (mesh size) 4 inci memiliki hasil tangkapan dengan berat rata-rata per hari 0,41 kg.

4.3 . Jumlah Hasil Tangkapan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jumlah hasil tangkapan menggunakan alat tangkap jaring insang dasar (bottom gillnet) dengan menggunakan mata jaring (mesh size) 3,5 inci dan mata jaring (mesh size) 4 inci di Desa Sungai Jambat selama 16 kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji T Jumlah Hasil Tangkapan Bottom Gillnet dengan Menggunakan Ukuran Mata jaring 3,5 inci dan 4 Inci.

Keterangan Mesh size

3,5 inci 4 inci

Jumlah (ekor) 3067 2820

Rata-rata (ekor) 191,69a 176,25b

Stdev 16,94 18,66

T- Hitung 2,450

T- Tabel 2,131

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Dari tabel 3. Hasil uji-t menunjukan bahwa jumlah tangkapan Bottom Gillnet dengan ukuran mata jaring 3,5 inci menunjukan hasil yang berbeda nyata

dengan jumlah tangkapan bottom gillnet dengan ukuran mata jaring 4 inci (P<0,05), nilai t-hitung yang diperoleh 2,450 dengan t-tabel 2,131 sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan nyata hasil tangkapan, dimana hasil tangkapan

(40)

28 Bottom Gillnet dengan ukuran mata jaring 3,5 inci dengan total tangkapan 3067

ekor dengan rata-rata hasil tangkapan perharinya 191,69 ekor lebih tinggi dibandingkan dengan hasil tangkapan bottom gillnet dengan ukuran mata jaring 4 inci dimana total tangkapan 2820 ekor dengan rata-rata hasil tangkapan perharinya 176,25 ekor sehingga dapat dikatakan semakin besar ukuran mata jaring (mesh size) semakin sedikit ikan yang yang tertangkap sedangkan ukuran mata jaring (mesh size) yang kecil menghasilkan tangkapan yang lebih banyak. Ini sesuai dengan pendapat Bandi, (2021) yang menyatakan bahwa penangkapan dengan menggunakaan ukuran mata jaring yang lebih kecil memperoleh hasil tangkapan yang lebih optimal. Menurut Ayodhyoa, (2004) pada ukuran mata jaring yang lebih kecil kemungkinan memperoleh ikan akan lebih banyak dibandingkan dengan ukuran mata jaring yang lebih besar. Menurut pendapat Irpan, (2018) Menyatakan bahwa mesh size jaring insang yang besar akan menghasilkan jumlah tangkapan yang sedikit bila dilihat dari sisi ukuran total (berat, panjang dan tinggi) dan ukuran mata jaring yang kecil akan menghasilkan jumlah tangkapan yang banyak bila dilihat dari dari sisi jumlah total (ekor).

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam penangkapan dengan jaring insang adalah ukuran mata jaring (mesh size) yang sesuai dengan hasil tangkapan target atau dominan agar mampu memperoleh tangkapan yang banyak. Dalam penelitian ini ukuran mata jaring (mesh size) yang paling tepat untuk menghasilkan tangkapan terbanyak adalah 3,5 inci karena memiliki nilai yang lebih baik jika di bandingkan dengan penggunaan mata jaring (mesh size) 4 inci. Hasil tangkapan Bottom Gillnet dengan ukuran mata jaring (mesh size) 4 inci memiliki hasil

tangkapan lebih sedikit dari hasil dengan ukuran mata jaring (mesh size) 3,5 inci.

Hal ini dikarenakan ukuran mata jaring (mesh size) 4 inci lebih besar dari ukuran mata jaring (mesh size) 3,5 inci, sehingga ukuran mata jaring (mesh size) 3,5 inci berdampak pada peluang ikan dan udang tertangkap lebih besar, baik yang berukuran kecil maupun yang berukuran besar ikut tertangkap. Perlakuan mata jaring (mesh size) 4 inci berdampak pada peluang tertangkapnya ikan lebih kecil, utama pada ikan yang berukuran kecil dengan mudah meloloskan diri. Menurut Ayodhyoa (1981) antara Mesh size dari jaring insang dan besar ikan yang terjerat terdapat hubungan yang erat sekali. Menurut pendapat Dewi et al., (2020)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Lebih lanjut dari hasil keberartian persamaan regresi ganda diperoleh Fhitung &gt; Ftabel, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan

Pada gambar A.6 diatas menampilkan soal latihan penjumlahan yang mana siswa di minta menjawab dengan menggunakan metode jarimatika. Dan apabila sudah memilih jawaban untuk

Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan otopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan

(4) Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kotamadya Dati II atau Kepala Dinas peternakan Propinsi Dati I menyampaikan Rencana kerja tahunan pengawasan obat hewan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, dimana data dikumpulkan secara langsung dari obyek yang diteliti untuk kepentingan study dengan

Panel yang diproduksi untuk setiap proyek yang berbeda akan selalu memiliki kesamaan bentuk, yang membedakannya antar proyek adalah ukuran material yang digunakan dan jumlah

Asam Oleat merupakan golongan asam lemak yang dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi pada pemberian melalui transdermal, dengan cara berinteraksi dengan lipid pada

Salep Polietilen glikol mudah tercuci dengan air dan dapat digunakan pada bagian tubuh berambut (Voigt, 1995). Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka dilakukan penelitian