• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak ACFT A terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak ACFT A terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK ACFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI

PERDAGANGAN IKAN HIDUP INDONESIA

NICCO ANDRIAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak ACFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NICCO ANDRIAN. Dampak ACFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI.

Perjanjian perdagangan bebas semakin berkembang dan bertambah jumlahnya. Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani oleh Indonesia adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang dilakukan dengan seluruh anggota negara ASEAN dan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang dilakukan negara-negara ASEAN dengan negara Cina. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan keragaan perdagangan ikan hidup antar negara anggota ACFTA, menganalisis daya saing ikan hidup Indonesia terhadap negara anggota ACFTA dan menganalisis dampak ACFTA terhadap kreasi serta diversi perdagangan ikan hidup Indonesia. Metode yang digunakan adalah RCA (Revealed Comparative Advantages) dan Data Panel. Data yang digunakan adalah data time series tahunan periode 1996 hingga 2012, serta data cross section 13 negara (4 negara ASEAN, China dan 8 negara selain anggota ACFTA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya saing ikan hidup Indonesia di negara anggota ACFTA (Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Cina) berdaya saing dan dampak yang terjadi akibat ACFTA ini adalah kreasi perdagangan dalam hal impor dan diversi perdagangan pada hal ekspor.

Kata kunci : ACFTA, daya saing, diversi perdagangan, ikan hidup, kreasi perdagangan.

ABSTRACT

NICCO ANDRIAN. Impact of ACFTA Against Trade Creation and Diversion Indonesian Live Fish. Supervised by RINA OKTAVIANI.

Free trade agreements is growing and increasing in number. One of the free trade agreement signed by Indonesia is AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA is performed by all members of the ASEAN countries and ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) that is performed by all ASEAN countries with China. The purposes of this study are to describing the live fish trade among ACFTA members, analyzing the competitiveness of Indonesian live fish to the ACFTA members and analyze the impact of ACFTA on trade creation and diversion Indonesian live fish. The used methods are RCA (Revealed Comparative Advantages) and Panel Data. The data used are annual time series data between 1996 to 2012, as well as a cross section of 13 countries (4 ASEAN countries, China and 8 countries non members of ACFTA). The results of this study indicate that competitiveness of Indonesian live fish at ACFTA countries member (Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand and China) is competitive and the impact that this is caused by the ACFTA are trade creation in terms of import and trade diversion in terms of exports.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAMPAK ACFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI

PERDAGANGAN IKAN HIDUP INDONESIA

NICCO ANDRIAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Dampak ACFT A terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan

Nama NIM

Hidup Indonesia : Nicco Andrian

: H14100081

Disetujui oleh

-Prof Dr Ir Rina MS

Tanggal Lulus: 1 1 JUL 2014

Pembimbing

Diketahui oleh

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah kreasi perdagangan dan diversi perdagangan, dengan judul Dampak ACFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi yang baik. Dr Alla Asmara SPt Msi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini dan Widyastutik SE Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Selain itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis, teman-teman terbaik penulis Dessy Yanti Eka, Diyane Astriani, Gialdy Putra, Meliana Sirait, Fitria Permata Sari dan Yunus Djamaluddin atas persahabatan, doa, semangat dan motivasi selama kuliah di Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan, Silvia Sari, Dwiki Peni Abimanyu, Ramdhani Budiman, Azmal G Berliansyah, Faqih Aulia Akbar Rasyid dan Febrina Mirazdianti yang selalu mendukung dan berjuang bersama penulis, teman-teman Ilmu Ekonomi 47, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

Hipotesis 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

METODE 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Keragaan Ekonomi Negara-Negara AFTA dan ACFTA 21

Keragaan Perdagangan Ikan Hidup Indonesia Dengan Negara ACFTA 23

Daya Saing Ikan Hidup Indonesia 25

Dampak Pemberlakuan ACFTA 26

PENUTUP 29

Kesimpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000

USD) tahun 2005 – 2012 3

2 Tahapan integrasi Bela Ballasa 8

3 Nilai ekspor total perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA (1000

USD) tahun 1996 – 2012 25

4 Hasil perhitungan daya saing ikan hidup Indonesia tahun 1996 - 2012 26 5 Dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi

perdagangan ikan hidup Indonesia 27

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun 2005

– 2012 2

2 Nilai ekspor hasil perikanan (Milliar USD) tahun 2005 – 2012 3 3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun 2005 – 2012 4

4 Trade creation 11

5 Trade diversion 12

6 Kerangka pemikiran 16

7 PDB nominal negara anggota ACFTA (USD) tahun 1996 – 2012 21 8 PDB perkapita nominal negara anggota ACFTA tahun 1996 – 2012 22 9 Populasi negara anggota ACFTA (Jiwa) tahun 1996 – 2012 23 10 Nilai impor ikan hidup Indonesia dari negara ACFTA (1000 USD)

tahun 1996 -2012 24

11 Nilai ekspor ikan hidup Indonesia terhadap negara ACFTA (1000 USD)

tahun 1996 -2012 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 PLS 32

2 LSDV 33

3 FEM Test 33

4 Uji normalitas 34

5 Perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA 34

6 Perhitungan RCA 37

7 Variabel-variabel dalam model analisis dampak perjanjian bebas

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Integrasi regional telah menyebabkan perubahan yang signifikan di dunia sejak awal tahun 1990-an. Laporan WTO menunjukkan bahwa pada tahun 2011 telah terdapat sekitar lebih dari 500 perjanjian perdagangan regional berlaku. Pada dua dekade terakhir, perekonomian negara-negara Asia telah terlibat kedalam integrasi pasar dan menjadi lebih dikenal sebagai pabrik dunia. Sejak krisis 1997, negara-negara di Asia mulai melakukan proliferasi perjanjian perdagangan bebas bilateral dan bahkan kerjasama kelembagaan moneter dengan negara-negara tetangga. Kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar wilayah tersebut menjadi lebih efisien.

Perkembangan kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar wilayah merupakan salah satu ciri sistem internasional selama lima belas tahun terakhir ini. Perkembangan ini telah menyoroti kebutuhan untuk melakukan analisis baru mengenai integrasi regional terjadi karena dua alasan. Pertama, karena negara-negara berkembang saat ini yang beralih ke perjanjian perdagangan bebas adalah untuk meningkatkan pembangunan negara mereka, selain itu berguna untuk mengevaluasi efektivitas suatu perjanjian. Kedua, karena regionalisme merupakan bagian dari lingkungan ekonomi global dan dampaknya terhadap negara-negara berkembang harus lebih dipahami.

Salah satu kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi yang terjadi di dunia adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA merupakan wilayah perdagangan bebas yang mencakup seluruh batas negara-negara anggota ASEAN, dimana arus lalu lintas barang dan faktor penunjang lainnya yang berasal dari negara-negara anggota bebas keluar masuk dalam wilayah ASEAN hanya dengan hambatan tarif 0 hingga 5 persen dan tidak ada hambatan non-tarif (Non Tariff Barriers - NTB’s). Untuk komoditi yang Sensitive List (SL) dan General Exception List (GE) dikeluarkan dari ketentuan di atas, sedangkan untuk barang dagang yang berasal dari wilayah non ASEAN berlaku tarif normal.

Ide pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area - AFTA) sebenarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Pada waktu itu ASEAN Preferential Trading Arrangement (ASEAN PTA) yang merupakan skema perdagangan preferensi antar negara anggota ASEAN yang diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1978 dan dianggap kurang berhasil sebagaimana yang diharapkan dalam peningkatan nilai maupun volume perdagangan intra ASEAN, karena dalam skema ASEAN PTA penurunan tarif tidak dilakukan dari tingkat tarif dasar yang sama diantara sesama anggota ASEAN tetapi Margin of Preference (MOP) diberikan dari tingkat tarif bea masuk yang berbeda–beda atas produk yang disepakati, sehingga secara konsepsional belum memberikan keuntungan timbal balik bagi negara-negara anggota.

ASEAN juga memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara yang salah satunya adalah negara Cina yang dikenal sebagai ACFTA

(12)

2 penyelesaian sengketa, perjanjian investasi. Pembentukan ACFTA membantu anggota ASEAN untuk mengakses pasar di negara Cina dan mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN. ACFTA memberikan kesempatan bagi perusahan-perusahaan Cina untuk memperluas pasar mereka ke Asia Tenggara. ACFTA dapat dilihat sebagai langkah dasar yang memperkuat kegiatan perdagangan dan memulai ekonomi kerjasama antara negara-negara anggota ASEAN dan Ciina.

Perjanjian-perjanjian tersebut secara langsung membuat neraca perdagangan Indonesia meningkat. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai ekspor dan impor Indonesia dari negara anggota ACFTA mengalami peningkatan yang cukup signifikan meskipun mengalami fluktuasi. Berdasarkan rentang tahun 2005 sampai 2012, tahun 2012 merupakan tahun tertinggi nilai ekspor Indonesia terhadap ASEAN dengan nilai 40 408 472 USD. Penurunan nilai ekspor terjadi pada tahun 2009 yang diakibatkan oleh krisis keuangan global yang terjadi di tahun 2008. Sedangkan pada nilai impor Indonesia terhadap negara-negara ASEAN, tahun 2012 namun krisis tahun 2008 juga menyebabkan impor Indonesia mengalami penurunan. Pada nilai ekspor Indonesia terhadap Cina paling tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 23 334 483 USD. Penurunan ekspor Indonesia ke Cina pada 2012 menjadi 21 523 958 USD diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu ekonomi Cina melambat yang diakibatkan oleh krisis Eropa dan pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Cina. Nilai ekspor yang turun tersebut dapat dijabarkan bahwa pada ekspor non migas mengalami penurunan sebesar 8.55 persen sedangkan untuk sektor migas turun sebesar 11.41 persen. Sedangkan, nilai impor Indonesia dari negara Cina memiliki pertumbuhan positif meskipun terjadi penurunan pada tahun 2009.

Sumber : Bank Indonesia (2014)

Gambar 1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun 2005 – 2012

Tabel 1 menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia diantaranya adalah Singapura, Malaysia dan Thailand. Sedangkan, negara yang memiliki tingkat ekspor terendah yaitu Laos, Brunei

0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(13)

3 Darussalam dan Myanmar. Singapura merupakan negara yang memiliki nilai ekspor dari Indonesia yang tertinggi dimana pada tahun 2012 mencapai 16 138 036 USD. Hal tesebut dikarenakan secara garis besar jenis komoditi yang diekspor ke Singapura merupakan komoditi yang memiliki nilai tinggi yang diantaranya yaitu minyak bumi, timah, gas, sayur mayur dan lainya. Laos merupakan negara yang memiliki nilai ekspor terendah dari Indonesia yaitu sebesar 23 734 USD pada tahun 2012, dimana terjadi perubahan sebesar 22 013 USD. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor dengan nilai ekspor yang rendah diakibatkan ileh jenis ekspor yang dilakukan bukan dalam bentuk komoditi namun dalam bentuk tenaga kerja.

Tabel 1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000 USD) tahun 2005 - 2012

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Brunei 36091 38645 45802 57515 57089 60697 76909 116855 Filipina 1425108 1437392 1878061 1925777 2446407 3171312 3716979 3667656 Kamboja 88075 105967 124037 174540 199187 216622 266486 290684 Laos 1721 4345 4080 4222 4668 5504 10663 23734 Malaysia 3373668 4219341 5043516 6674504 6847510 9332358 10902141 11000552 Myanmar 72409 147033 238908 237223 180800 281506 359540 412643 Singapura 7794410 9033569 10769098 13469739 11172922 14098088 16436646 16138036 Thailand 2299715 2799496 3190485 3802323 3262470 4546910 5562626 6491644 Vietnam 645043 1053624 1253748 1700079 1449705 1933452 2333066 2266668 Cina 6775852 8653015 10030100 11943684 11572849 15575316 23334483 21523958 Sumber : Bank Indonesia (2014)

Produk ekspor Indonesia sebagian besar berbentuk produk mentah atau setengah jadi. Beberapa produk yang menjadi komoditi unggulan ekspor Indonesia diantaranya adalah kelapa sawit, produk tekstil, karet, elektronika, olahan tembaga\timah\lainnya. Beberapa negara tujuan untuk komoditi unggulan tersebut diantaranya Cina, Uni Eropa, AS, negara-negara anggota ASEAN dan negara lainnya. Salah satu komoditi lain yang menjadi fokus ekspor adalah produk hasil perikanan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini

Sumber : KKP (2014)

Gambar 2 Nilai ekspor hasil perikanan (Milliar USD) tahun 2005 - 2012

0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun

(14)

4 Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada subsektor hasil perikanan mengalami peningkatan signifikan hingga 3.85 miliar USD pada tahun 2012. Terjadi penurunan pada tahun 2009 menjadi 2.47 miliar USD namun meningkat kembali pada tahun 2010. Salah satu produk hasil perikanan yang menjadi komoditi ekspor Indonesia adalah ikan hidup.

Nilai ekspor dan impor ikan hidup Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini dimana secara garis besar nilai ekspor ikan hidup Indonesia lebih besar dibandingkan nilai impornya. Nilai eskpor ikan hidup Indonesia pada 2011 mengalami penurunan dikarenakan produksi domestik menurun, terutama pada ikan dewasa. Faktor utama yang menyebabkan penurunan ekspor ikan hidup Indonesia tersebut merupakan cuaca.

Sumber : Worldbank (2014)

Gambar 3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun 2005 – 2012

Perumusan Masalah

FTA adalah fakta yang harus diterima Indonesia. FTA memungkinkan akan terjadinya industri dalam negeri mati suri dan dikuasai pemain asing. Keadaan tersebut merupakan akibat dari masih terdapatnya industri dalam negeri yang berproduksi dengan hasil produksi bernilai tambah rendah.

Manfaat terebntuknya FTA bagi negara-negara anggota antara lain dapat terjadinya Trade Creation dan Trade Diversion. Trade Creation adalah terciptanya transaksi dagang yang terjadi antar anggota (yang sebelumnya belum pernah terjadi), sebagai akibat adanya insentif-insentif karena terbentuknya FTA dan akibat penurunan hambatan internal dalam perdagangan. Trade Diversion muncul ketika impor dari negara ekstra-blok dengan biaya rendah yang digantikan oleh impor dari negara anggota dengan biaya yang lebih tinggi karena negara intra-blok memiliki akses istimewa ke pasar dan tidak harus membayar tarif. Penciptaan perdagangan menyebabkan pergeseran dari produsen negara intra-blok yang lebih tinggi ke produsen negara intra-blok yang biaya sumber dayanya lebih rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan alokasi sumber daya dan mungkin

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ekspor

Impor

1000 USD

(15)

5 memiliki efek kesejahteraan positif. Sebaliknya, trade diversion mengacu pada hilangnya kesejahteraan yang disebabkan oleh pergeseran asal produk dari produsen ekstra – blok yang biaya sumber dayanya lebih rendah ke produsen intra - blok yang biaya sumber dayanya lebih tinggi.

Dampak dari FTA bagi Indonesia dapat dilihat dari pemaparan yang telah dijelaskan di latar belakang dimana secara garis besar setelah melakukan perjanjian perdagangan bebas, nilai ekspor Indonesia terhadap negara-negara ASEAN dan Cina mengalami pertumbuhan yang positif. Sedangkan, nilai impor Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang positif akan tetapi memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspornya.

Setelah berlakunya AFTA pada 2005, neraca perdagangan Indonesia terus mengalami defisit. Sebelum bergabung dengan FTA ASEAN (2004) neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus 1.466 juta USD. Setelah bergabung dengan FTA ASEAN, posisi neraca perdagangan Indonesia cenderung semakin defisit, yakni dari defisit 0.455 juta USD (2005) menjadi 6.234 juta USD (2010). Sedangkan setelah berlakunya ACFTA, kondisi yang dirasakan oleh Indonesia diantaranya masuknya produk impor dari Cina dapat mematikan sektor ekonomi di Indonesia yang diserbu akibat harga yang lebih murah, karakter perekonomian dalam negeri semakin tidak mandiri dan lemah akan selalu tergantung dengan asing. Maka dari itu nilai impor Indonesia menjadi lebih besar dibandingkan nilai ekspor Indonesia terhadap negara Cina. Selain itu, jika di dalam negeri produk domestik kalah saing bagaimana di pasar ASEAN dan Cina karena Indonesia lebih sering produksi barang mentah dan dampak lainnya.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengevaluasi Trade Creation dan Trade Diversion yang merupakan dampak dari perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan ASEAN dan ASEAN dengan Cina terhadap Indonesia khususnya untuk komoditi live fish.

Berdasarkan pemaparan yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagamana keragaan ekonomi negara anggota ACFTA ?

2. Bagaimana keragaan perdagangan ikan hidup dengan negara anggota ACFTA ?

3. Bagaimana daya saing ikan hidup Indonesia di negara anggota ACFTA ? 4. Bagaimana dampak trade creation dan trade diversion atas pemberlakuan

AFTA dan ACFTA terhadap ikan hidup Indonesia ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menggambarkan keragaan ekonomi negara anggota ACFTA.

2. Menggambarkan keragaan perdagangan ikan hidup di negara-negara ACFTA.

3. Menganalisis daya saing ikan hidup Indonesia di negara-negara ACFTA. 4. Menganalisis dampak trade creation dan trade diversion atas

(16)

6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain :

1. Bagi pemerintah atau institusi terkait diharapkan dapat memberikan masukkan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan perdagangan internasional khususnya untuk kawasan ASEAN.

2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukkan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji trade creation dan trade diversion yang timbul akibat perjanjian perdagangan bebas. Jenis perjanjian perdagangan bebas yang dikaji yaitu ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang ditinjau dampaknya terhadap ekspor perikanan Indonesia. Analisis yang digunakan dalam tahun pengamatan sebanyak 17 tahun, mulai dari tahun 1996 hingga 2012. Komoditas yang digunakan adalah subsektor perikanan dengan HS1996 dan kode HS 0301 yaitu live fish. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang digunakan untuk melihat dampak trade creation dan trade diversion sebagai dampak ACFTA diantaranya produk domestik bruto (GDP) riil Indonesia dan negara asal impor, jarak ekonomi Indonesia dengan negara asal impor, nilai tukar riil negara Indonesia terhadap negara asal impor dan beberapa variabel dummy seperti impor Indonesia dari negara ACFTA (Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan China) yang digunakan untuk melihat kreasi perdagangan bruto pada peningkatan impor bilateral dengan negara ACFTA dan dummy ekspor dan impor Indonesia dari negara lain selain anggota ACFTA yang digunakan untuk melihat kemampuan Indonesia untuk impor dan ekspor dengan negara diluar anggota ACFTA setelah terjadinya suatu perjanjian perdagangan bebas. Dummy Kolonisasi digunakan berdasarkan penandatangan perjanjian yang terlah dilakukan dimana untuk negara-negara ASEAN berdasararkan pemberlakuan AFTA, dikarenakan harus sesuai dengan permulaan perjanjian perdagangan bebas diberlakukan dan Cina berdasarkan pemberlakuan ACFTA. Untuk menganalisis daya saing live fish digunakan variabel-variabel diantaranya ekspor live fish ke negara tujuan, ekpsor total ke negara tujuan, ekspor live fish dunia ke negara tujuan dan ekspor total dunia ke negara tujuan. Dikarenakan keterbatasan data maka negara yang diambil pada ACFTA yaitu Cina dan AFTA sebanyak 4 negara, diantaranya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Selain itu diambil 8 negara dengan nilai ekspor Indonesia tertinggi pada komoditas live fish diantaranya Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat. 8 negara tersebut diambil karena ingin melihat kemampuan Indonesia dalam ekspor terhadap negara-negara selain anggota ACFTA.

Hipotesis

(17)

7 1. GDP riil Indonesia mempunyai hubungan yang positif terhadap impor ikan hidup di Indonesia. Apabila GDP riil meningkat maka akan meningkatkan pendapatan sehingga daya beli masyarakat meningkat, oleh karena itu permintaan ikan hidup akan meningkat pula dengan asumsi ikan hidup adalah barang normal.

2. GDP riil negara tujuan mempunyai hubungan yang positif terhadap impor ikan hidup di Indonesia. Apabila GDP riil meningkat maka akan meningkatkan neraca perdagangan, oleh karena itu ekspor ikan hidup akan meningkat pula dengan asumsi ikan hidup adalah barang normal.

3. Jarak ekonomi mempunyai hubungan yang negatif. Apabila jarak antar negara semakin jauh maka akan menurunkan tingkat impor suatu negara tersebut karena biaya transportasi akan semakin meningkat.

4. Nilai tukar riil mempunyai hubungan yang negatif. Karena apabila nilai tukar riil menguat maka nilai tukar Indonesia akan terdepresiasi dan impor Indonesia akan menurun.

TINJAUAN PUSTAKA

Globalisasi

Globalisasi merupakan kata yang paling sering digunakan dalam berbagai diskusi mengenai pembangunan, perdagangan dam ekonomi politik internasional. Globalisasi merupakan proses yang menyatukan berbagai perekonomian dunia, menyebabkan terciptanya perekonomian glibal dan semakin banyaknya pembuatan keputusan ekonomi global, misalnya melalui berbagai lembaga internasional seperti World Trade Organization (WTO). Tetapi dalam makna ekonomi, globalisasi adalah semakin terbukanya perekonomian terhadap perdagangan internasional, aliran dana internasional dan penanaman modal asing langsung yang mempunyai dampak lebih besar pada masyarakat di negara-negara berkembang.

Bagi sebagian kalangan, kata globalisasi berarti peluang bisnis yang menarik, pertumbuhan pengetahuan dan inovasi yang lebih cepat atau prospek sebuah dunia yang saling terkait. Namun, bagi banyak orang, globalisasi menimbulkan keprihatinan yang besar yaitu bahwa dalam ketimpangan dalam berbagai bentuk dapat lebih terasa di dalam suatu negara dan antar negara, bahwa kerusakan lingkungan dapat semakin parah. Karena itu, globalisasi mengandung manfaat dan peluang disamping biaya dan resiko (Todaro 2004).

Integrasi Ekonomi

Menurut Tinbergen dalam Hanie (2006), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua pembatasan-pembatasan (barriers) yang dibuat terhadap bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintrdoduksi semua bentuk-bentuk kerja sama dan unifikasi.

(18)

8 Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas Negara.

Tahapan integrasi bela ballasa menurut Salvatore (1997) dapat dirangkum menjadi beserta ciri-ciri dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tahapan integrasi Bela Ballasa

Tahapan Keterangan

Pereferential Trade Area (PTA) Blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan tarif namun tidak menghilangkannya sama sekali. Free Trade Area (FTA) Suatu kawasan di mana tarif dan kuota

antara negara anggota dihapuskan, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. Customs Union (CU) Merupakan FTA yang meniadakan hambatan pergerakan komoditi antarnegara anggota dan menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan menghasilkan alokasi sumber yang efisien.

Economic Union Merupakan suatu CM dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi nasional yang signifikan (termasuk kebijakan struktural).

Total Economic Integration Penyatuan moneter, fiskal, dan kebijakan sosial yang diikuti dengan pembentukan lembaga supranasional dengan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh negara anggota.

Sumber : Salvatore (1997)

Motif Melakukan Perjanjian Perdagangan Bebas

(19)

9 2. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas karena didasarkan untuk mengangkat citra Indonesia di mata masyarakat internasional hanya karena ingin disejajarkan dengan negara modern lain. 3. Karena desakan negara atau lembaga keuangan internasional mengingat

Indonesia sangat bergantung secara ekonomi kepada mereka.

4. Mengikuti perjanjian perdagangan bebas semata-mata karena proses tersebut telah dianggarkan tanpa persis tahu kegunaan dan manfaat yang akan dihasilkan (Ariawan 2012).

ASEAN Free Trade Area (AFTA)

Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berkomitmen untuk meliberalisasi perdagangan yang tercermin dengan adanya ASEAN Preferential Trade Arrangement (PTA) yang diperkenalkan pada tahun 1997. Selanjutnya, pada tahun 1992 negara-negara anggota ASEAN membentuk tipe integrasi yang lebih tinggi yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA).

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Tujuan pembentukan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonoi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis pasar dunia, unutk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. AFTA disepakati pada 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu : Brunei Darrusalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam bergabung dalam tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997 kemudian Kamboja pada tahun 1999.

Mekanisme yang digunakan untuk mencapai tujuan AFTA adalah dengan

skema “Common Effective Preferential Tariff (CEPT), dimana CEPT merupakan

suatu skema melalui penurunan tarif hingga menjadi nol sampai 5 persen, penghapusan pembatasan kuantitatif, dan hambatan-hambatan non-tarif lainnya (Kementrian Pertanian 2002).

Tahapan AFTA di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1993, setelah KTT IV ASEAN tanggal 27 sampai 28 Januari 1992 di Singapura, melalui CEPT yang disertai program penurunan tarif sampai tahun 2003. Pernyataan tersebut dipertegas oleh AEM di Chiangmai tahun 1995, yaitu produk-produk industri yang belum siap bersaing di pasar ASEAN akan bertahap masuk ke dalam cakupan CEPT-AFTA.

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

ASEAN-China Free Trade Area pembentukannya pertama kali disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam pada November 2001. ASEAN menyetujui pembentukan ACFTA dalam waktu 10 tahun, yang dirumuskan dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Assiociation of Southeast

(20)

10 yaitu tahun 2010 dengan negara pendiri ASEAN dan pada tahun 2012 dengan negara anggota baru ASEAN.

Landasan Hukum ACFTA

Dalam membentuk ACFTA, para kepala negara anggota ASEAN dan China telah menandatangani ASEAN – China Comprehensive Economic Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam. Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para kepala negara kedua pihak menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002. Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.

Indonesia telah meratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Setelah negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan sejak ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.

Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan Investasi ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.

Peraturan Nasional Terkait ACFTA

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Associaton of Southeast Asean Antions

and the People’s Republic of China.

 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-China Free Trade Area.

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN China Free Trade Area.

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Perpanjangan Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

(21)

11

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area.

Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk pada suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu ), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan Internasional tercermin dari kegiatan impor dan ekspor suatu negara dimana hal tersebut menjadi salah satu komponen dalam pembentukaan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih di suatu negara menjadi faktor utama dalam meningkatkanPDB suatu negara.

Kreasi Perdagangan dan Diversi Perdagangan

Menurut Salvatore (1997) kreasi perdagangan (Trade Creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan oleh impor yang harganya lebih murah dari negara anggota lain. Namun, berdasarkan asumsi bahwa segenap sumber daya ekonomi telah terarahkan secara penuh (full employment), maka pembentukan perserikatan pabean yang menciptakan dampak seperti itu akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena hal tersebut akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi yang didasarkan pada keuntungan komparatif. Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the world).

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 4 Trade creation

Menurut Salvatore (1997) terjadinya trade creation dapat diilustrasikan pada Gambar 4. Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1

(22)

12 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga $1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan FTA, maka : Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC yang merupakan kenaikan konsumen surplus, Manfaat lain yang diperoleh negara II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15.

Kebalikan dari kreasi perdagangan adalah diversi perdagangan (trade diversion). Hal ini akan terjadi apabila impor yang murah dari negara luar non anggota tergusur oleh impor yang sesungguhnya lebih mahal (produksinya kurang efisien) dari salah satu negara anggota. Diversi perdagangan ini cenderung menurunkan kesejahteraan di lingkungan negara-negara anggota itu sendiri karena akan menjauhkan produksi dari pola keuntungan komparatif. Dengan demikian kreasi ataupun diversi ini dapat meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan, tergantung yang mana yang lebih menonjol.

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 5 Trade diversion

(23)

13 negara IIadalah sebesar segitiga C’JJ’ + segitiga H’HB’, atau senilai $1,25 + $2,5 = $3,75 ; kesejahteraan / manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat MNH’J’ atau senilai $15 ; kesejahteraan / manfaat neto yang hilang adalah sebesar $15 -$3,75 = $11,25.

Penelitian Terdahulu

Joselin dan Nicot (2003) yang menganalisis mengenai “geo-economic gravity model of trade between the EU countries, the CEECs and TMC”. Mereka menganalisis mengenai isu dari perluasan EU ke tingkat timur dan lebih secara spesifik integrasi dari CEECs ke EU. Dalam kerangka ini, mereka menganalisis mengenai transformasi dari ekonomi dan lingkungan geopolitik yang membuat EU harus mendifiniskan ulang mengenai hubungan baik dari Third Mediteranian Countries (TMC) dengan negara bukan anggota CEECs (Central European Countries dan Eastern Europe). Terlebih pada negara-negara Maghreb dan Turki, dimana memiliki perekonomian yang lebih mandiri ke Eropa dan daya saing dimana hal tersebut merupakan hal terdekat dengan CEECs yang berisiko menutup perdagangan. Demikian pula, mereka membandingkan model dari negara-negara blok asing. Selain itu juga, mereka mengevaluasi dampak dari integrasi CEECs ke EU pada struktur perdagangan antara EU dan MNCs. Pada kenyataannya, perluasan tersebut menstimulasi resiko penggusuran yang menguntungkan CEECs.

Studi dari Sharma dan Chua (2000) dan Thornton dan Goglio (2002) dianggap sebagai literatur pertama yang menentukan baik terdapat perdagangan antarwilayah antara negara-negara anggota ASEAN berdasarkan Gravity Model. Data yang digunakan tercanggkup hingga pertengahan tahun 1990 dimana memiliki hasil penelitian yang berbeda. Sharma dan Chua (2000) menyimpulkan bahwa AFTA tidak menyebabkan dampak kreasi perdagangan sejak kurang dari seperlima perdagangan mereka diadakan antar negara blok anggota. Thornton dan Goglio (2002) berargumen bahwa Asia Tenggara memiliki perdagangan antarwilayah akibat jarak yang dekat, kemudian ukuran ekonomi dan bahasa anatar negara-negara anggota.

Elliot dan Ikemoto (2004) dan Tang (2005) menggunakan data pada periode setelah 1997. Mereka menggunakan persamaan Gravity dan periode sampel yang sama untuk mengevaluasi pola perdagangan dari AFTA. Elliot dan Ikemoto (2004) membagi periode contoh dari 1982 hingga 1990 kepada enam periode waktu yang berbeda untuk membandingkan efek yang terjadi sebelum dan sesudah pembentukan AFTA, European Economic Community (EEC) dan NAFTA. Penemuan utama yaitu mengenai derajat kreasi perdagangan antara negara-negara anggota AFTA sejak 1997 rendah sejak negara-negara anggota diharuskan untuk berkompetisi dengan negara industri baru seperti Cina, Amerika Selatan dan Eropa Timur. Setelah 1997, terdapat impor negatif yang signifikan dimana efek diversi perdagangan sebagai negara-negara anggota AFTA lebih memilih untuk impor barang dari negara-negara anggota dibandingkan dengan negara non-anggota. Pada waktu yang sama, diversi ekspor perdagangan negatif memperkuat anggota AFTA untuk lebih ekspor ke negara-negara non-anggota dibandingkan dengan negara anggota.

(24)

14 untuk menjelaskan hipotesis Linder. Sejak variabel independen dan dependen berbeda digunakan, hasil dari penilitan Tang hanya memiliki perbedaan yang sedikit dari Elliot dan Ikemoto (2004). Variabel dependen dari model Tang adalah nilai ekspor negara i dan j sedangkan yang digunakan Elliot dan Ikemoto adalah impor negara i dari negara j. Hasil analisis Tang (2005) hampir sama dengan Elliot dan Ikemoto (2004) dimana disimpulkan bawah terdapat kreasi perdagangan namun tidak terdapat diversi perdagangan. Tang (2005) menemukan bahwa negara-negara ASEAN telah meningkatkan perdagangan mereka dengan negara non-anggota meskipun sebelum pembentukan AFTA sebagai industrialisasi negara ASEAN yang berorientasi perdagangan. Kedua penelitian tersebut menemukan bahwa terjadi peningkatan perdagangan antarwilayah di AFTA setelah kerisi keuangan Asia pada 1997.

Park et al. (2008) menggunakan model Computable General Equilibrium (CGI) untuk menghitung peningkatan output dan peningkatan kesejahteraan potensial dari ACFTA. Mereka menemukan bahwa ACFTA dapat menyebabkan kreasi perdaganagn bersih, output yang lebih tinggi dan memiliki efek kesejahteraan positif bagi wilayah. Hasil menunjukkan bahwa semakin majunya negara-negara ACFTA, seperti Singapura dan Malaysia, akan menguntungkan lebih dari negara-negara berkembang seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.

Qiu et al. (2007) menggunakan data perdagangan pertanian disagregat dan menggunakan Global Trade Analysis Project (GTAP) model untuk investigasi dampak dari ACFTA pada perdagangan pertanian Cina. Mereka menyatakan bahwa ACFTA dapat meningkatakan efisiensi alokatif sumberdaya baik pada Cina maupun ASEAN dan dapat mempromosikan perdagangan pertanian bilateral dan pertumbuhan ekonomi kedua negara. Mereka mengungkapkan bahwa ekspor barang Cina akan meningkat secara signifikan dan berdaya saing.

Kerangka Pemikiran

(25)

15

Gambar 6 Kerangka pemikiran Integrasi Regional

Perjanjian Perdagangan Bebas

AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ACFTA (ASEAN – China Free Trade Area)

Analisis Panel Data Trade Creation dan

Trade Diversion RCA (Revealed

Comparative Advantage)

Trade Creation dan Trade Diversion Daya Saing Ikan Hidup

Indonesia

Rekomendasi Kebijakan

- GDP) riil Indonesia dan negara asal impor - jarak ekonomi Indonesia

dengan negara asal impor - nilai tukar riil negara

Indonesia terhadap negara asal impor

- Dummy Impor ACFTA - Dummy ekspor ke negara

selain ACFTA

- Dummy imspor dari negara selain ACFTA

- Dummy bagi negara ACFTA yang

menandatangai saat FTA - Nilai Ekspor live fish ke

negara tujuan

- Ekspor Total Ke Negara Tujuan

- Ekspor live fish Dunia Ke Negara tujuan

(26)

16

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data (pooled data). Adapun tahun pengamatan sebanyak 17 tahun, mulai dari tahun 1996 hingga 2012 dengan data penampang lintangnya sebanyak lima negara yaitu ASEAN 4 yang diantaranya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Untuk jenis perjanjian perdagangan bebas ACFTA, negara yang digunakan yaitu Cina dan pada negara lain selain anggota ACFTA ada delapan negara, diantaranya Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat.

Sumber yang digunakan untuk data-data dalam penelitian ini digunakan dari beberapa sumber diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk mengetahui nilai ekspor subsektor perikanan Indonesia, Bank Indonesia pada bagian Statistik Keuangan Ekonomi Indonesia untuk mengetahui nilai ekspor sektor perikanan Indonesia ke suatu negara dimana data yang digunakan hanya untuk negara-negara yang terkait dalam penelitian ini. Untuk data PDB, PDB Perkapita, Jarak geografis yang kemudian diukur jarak ekonominya dan Real Bilateral Exchange Rates didaptkan dari sumber World Development Indicators, UNCTAD, Worldbank dan CEPII. Serta penelusuran internet dan literatur terkait.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis dampak atas pemberlakuan Free Trade Agreements bagi negara Indonesia khususnya untuk ACFTA, apakh terjadi Trade Creation atau Trade Diversion. Metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis hal tersebut yaitu dengan menggunakan Gravity Model. Dikarenakan kurang ketersediannya data khususnya untuk negara-negara anggota AFTA, maka negara-negara anggota AFTA yang digunakan hanya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand terhadap Indonesia sehingga didapatkan terbatasnya jumlah observasi, oleh karena itu kualitas model yang fit dapat dikatakan cukup rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakan estimasi panel data. Sedangkan untuk melihat bagaiamana daya saing live fish Indonesia di negara ACFTA dan negara selain anggota ACFTA menggunakan RCA (Revealed Comparative Advantage).

Panel Data

(27)

17 kewaktu terhadap suatu individu. Menggunakan data panel memiliki beberapa keuntungan. Menurut Firdaus (2011) beberapa kelebihan menggunakan data panel disebutkan sebagai berikut:

1. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section membuat jumlah observasi menjadi lebih besar sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat,

2. Memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, derajat Kebebasan yang lebih efisien, serta mengurangi kolinieritas antar variabel,

3. Data panel lebih baik dalam hal untuk studi mengenai dynamics of adjustment, yang memungkinkan estimasi masing-masing karakteristik individu maupun karakteristik antar waktu secara terpisah, dan

4. Mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang secara sederhana tidak dapat dideteksi oleh data cross section ataupun time series saja dan mampu mengontrol heterogenitas individu.

Pada analisis model panel data dikenal tiga metode pendekatan estimasi yang ditawarkan yaitu metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square), metode efek tetap (Fixed Effect) yaitu dan metode efek acak (Random Effect). Metode Fixed Effect yaitu menambahkan dummy variable untuk mengizinkan adanya perubahan pada intersep. Metode Random Effect adalah variasi dari estimasi Generalized Least Squares (GLS).

Hampir semua penelitian terdahulu telah menggunakan metode “Fixed Effect” untuk mengestimasi persamaan Gravity mereka. Ketika mengestimasi sebuah data panel untuk negara-negara berbeda, harus ada yang mentolerir intersep yang terpisah untuk obesrvasi yang berbeda. Hal tersebut yang membuat metode ini menarik. Pada konteks ini, maka harus ditentukan secara ekonometrik metode terbaik apa yang harus digunakan untuk mengestimasi data. Pertama, menentukan mana yang lebih cocok apakah “Fixed atau Random Effects” yang paling sesuai. Satu cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan menggunakan uji Haussman, dimana hasilnya terdapat dua persamaan (Satu Untuk Fixed Effects dan Random Effects untuk lainnya), selanjutnya lakukan uji berikutnya. Sebagai tambahan, regresi digunakan untuk dua sub periode yaitu sebelum penandatanganan antara Indonesia dengan AFTA dan ASEAN dengan dengan ACFTA.

Gravity Model ini ditentukan berdasarkan asumsi impor negara i dari negara j tergantung dari variabel gravity seperti (PDB, PDB Perkapita dan Jarak). Spesifikasi dasar dari persamaan Gravity dasar termasuk faktor-faktor dari negara importir (terkadang PDB dan PDB Perkapita), Supply Factors dari negara eksportir (PDB dan PDB Perkapita) dan juga jarak geografis sebagai proxy untuk biaya transportasi. Persamaan ini digunakan untuk menjelaskan perbedaan arus seperti imigrasi, foreign direct investment, dan digunakan secara luas dalam konteks perdagangan internasional.

Persamaan Gravity umum dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ln Mijt = β0 + β1lnGDPit + β2lnGDPjt +β3lndistij + Uijt (1)

Ket : Mijt : Impor Riil Bilateral Negara i dari negara j pada periode teretntu;

(28)

18 GDPjt : GDP negara j pada tahun t; dan

distij : Jarak antar negara i ke negara j

RCA (Revealed Comparative Advantage)

Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk mengukur daya saing sebuah komoditas. Oleh karena itu digunakannya metode ini agar dapat mengetahui seberapa besar daya saing minyak nilam di pasar Internasional. Konsep RCA ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya. RCA dapat dirumuskan sebagai berikut

Dimana : : Ekspor ikan hidup Indonesia ke negara tujuan (1000 USD) : Ekspor total Indonesia ke negara tujuan (1000 USD)

: Ekspor ikan hidup dunia ke negara tujuan (1000 USD) : Ekspor total dunia ke negara tujuan (1000 USD)

Negara Tujuan : Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Cina, Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat.

Dari nilai RCA dapat diketahui bagaimana daya saing suatu produk apakah daya saingnya rendah atau tinggi. Jika semakin tinggi nilai RCA, berarti daya saingnya semakin tinggi, dan sebaliknya. Batasan nilai daya saing, yaitu:

RCA > 1 = daya saing tinggi RCA< 1 = daya saing rendah

Metode Penelitian

Variabel yang digunakan untuk menganalisis dampak ACFTA terhadap ikan hidup Indonesia antara lain : GDP riil negara Indonesia dan eksportir live fish ke Indonesia, jarak ekonomi dari negara Indonesia dan eksportir live fish, nilai tukar riil Indonesa terhadap masing-masing Negara dan variabel dummy negara-negara menandatangani AFTA/ACFTA saat deklarasi, variabel dummy Indonesia sebagai importir dari ACFTA, variabel dummy Indonesia sebagai ekportir ke negara-negara selain anggota ACFTA dan variabel dummy Indonesia sebagai importir dari negara-negara selain anggota ACFTA.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan persamaan tersebut menjadi sebagai berikut :

Ln Mijt= α0+ α1 ln GDPit+ α2 ln GDPjt+ α3 ln Distij+ α4 ln RERijt + α5 Col

+ α6 MACF + α7 XRW+ α8 MRW + Uijt (2)

Ket : α0 = Intersep

(29)

19 (1000 USD);

GDPit = GDP riil Indonesia pada tahun t (USD);

GDPjt = GDP riil negara j pada tahun t (USD);

Distij = Jarak antar negara Indonesia ke negara j (km);

RERijt = Nilai Tukar riil Indonesia terhadap negara j pada tahun t

(Rp/LCU);

Col = Variabel dummy dengan nilai 1 jika partner menandatangani

(AFTA/ACFTA) saat deklarasi dan 0 untuk lainnya; MACF = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara importir adalah

Indonesia dan negara eksportir j dalah bagaian dari (AFTA/ACFTA) dan 0 untuk lainnya;

XRW = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara eksportir adalah

Indonesia dan negara importir j dalah bagaian dari dunia dan 0 untuk lainnya;

MRW = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara importir adalah

Indonesia dan negara eksportir j dalah bagaian dari dunia dan 0 untuk lainnya;

Uijt = error term.

t = 1996 hingga 2012

Untuk melihat dampak dari perjanjian perdagangan bebas pada Indonesia sejak diimplementasikannya AFTA dan ACFTA maka digunakan variabel dummy untuk menangkap efek dari perjanjian antara Indonesia dan ASEAN 4 pada satu sisi dan Indonesia (ASEAN) dengan Cina dan Indonesia dengan Dunia dari sisi lain. Pertama, variabel dummy mengindikasikan gross creation on Ballasa’s trade dimana terjadi peningkatan impor bilateral antara Indonesia dengan ASEAN 4 dan Cina. Kemudian variabel dummy lainnya untuk merepresentasikan kemampuan ekspor Indonesia atas live fish ke dunia. Pada akhirnya, variabel dummy mengindikasikan evolusi Impor Indonesia. Perlu dicatat :

 Efek net trade creation jika α6 > 0 dan α8 = 0;  Efek diversi pada ekspor jika α6 > 0 dan α7 < 0;  Efek diversi pada impor jika α6 > 0 dan α8 < 0;  Efek kreasi pada ekspor jika α6 > 0 dan α7 > 0;  Efek kreasi pada impor jika α6 > 0 dan α8 > 0;

Nilai tukar yang digunakan pada Gravity Model ini adalah nilai tukar riil yang merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri

Variabel jarak merupakan indikator dari biaya transportasi yang dihadapi suatu negara dalam melakukan ekspor. Adapun jarak yang digunakan adalah jarak ekonomi yang dirumuskan sebagai berikut

(30)

20

Pengujian Model

Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Squared), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk pengolahan data panel menggunakan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan antara lain:

1. Pemilihan model dalam pengolahan data panel a) Chow Test

Chow Test atau Uji-F digunakan untuk memilih kedua model diantara Pooled Least Squared dan Fixed Effect Model dengan hipotesis :

H0 : PLS H1 : LSDV

Jika nilai PLS, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model LSDV akan terpilih, dan sebaliknya.

b) Haussman Test

Haussman Test digunakan untuk memilih model Fixed Effect Model atau Random Effect Model, dengan hipotesis :

H0 : REM H1 : LSDV

Jika pada REM, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan H0, sehingga model LSDV yang akan dipilih, dan sebaliknya.

c) LM Test

Uji ini dilakukan jika Chow Test cukup bukti untuk menolak H0 dan Haussman Test belum cukup bukti untuk menolak H0, atau sebaliknya. Sehingga model harus diuji kembali dengan LM Test untuk memilih Random Effect Model atau Pooled Least Square dengan hipotesis :

H0 : PLS

Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka error term dalam model sudah menyebar normal.

b) Uji Homoskedastisitas

(31)

21 sum squared resid pada weighted statistic lebih kecil daripada sum squared resid pada unweighted statistic maka model sudah homoskedastisitas. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah heterosedastisitas adalah dengan mengestimasi General Least Squared (GLS) dengan white heterocedasticity. Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembobotan Cross Section SUR.

c) Uji Autokorelasi

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin – Watson (DW) statistiknya. Jika nilai DW lebih dari 1,55 atau kurang dari 2,46 maka dapat dikatakan tidak dapat terdapat autokorelasi pada model.

d) Uji Multikolinearitas

Suatu model dapat dikatakan mengandung multikolinearitas apabila nilai R2 tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan. Untuk mengatasi masalah multikolinearitas dalam model maka dapat digunakan beberapa cara berikut ini: adanya informasi apriori; penggabungan data cross section dengan time series; mengeluarkan suatu variabel atau lebih dan kesalahan spesifikasi; transformasi variabel-variabel, dan penambahan data baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Ekonomi Negara-Negara AFTA dan ACFTA

Negara-negara yang merupakan anggota ACFTA merupakan negara yang memiliki karakter perekonomian yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat bahwa PDB Nominal dari masing-masing negara berbeda, terutama negara Cina.

Sumber : World Development Indicator (2014)

Gambar 7 PDB nominal negara anggota ACFTA (USD) tahun 1996 - 2012 Gambar 7 menunjukkan bahwa PDB nominal yang paling besar diantara negara-nagara ACFTA adalah Cina. Hal tersebut dapat dilihat bahwa sejak tahun 1996 hingga tahun 2012, Cina memiliki pertumbuhan PDB nominal yang positif

(32)

22 dan cukup signifikan. Nilai PDB Cina tertinggi adalah pada tahun 2012 yaitu sebesar 8 227 102 629 831.48 USD, keadaan tersebut meningkat dari tahun 1996 sebesar 7 371 017 900 519.23 USD. PDB Cina meningkat diawali pada perubahan ekonomi yang lebih terencana sejak akhir tahun 1978. Selain itu, pemerintah Cina tidak menekankan kesemarataan dalam memulai mengembangkan perekonomian. Pemerintah Cina juga fokus dalam memulai bisnis perdagangan dengan negara-negara tetangga dan hal tersebut dijadikan jembatan utama dalam pertumbuhan perekonomian Cina yang pesat. Lebih dari 2000 zona ekonomi khusus milik Cina telah tersebar dalam pemerintahan Cina yang dimana hukum investasi lebih longgar dalam menarik modal asing.

Lima negara anggota ACFTA yang memiliki rata-rata PDB Nominal terendah adalah Filipina yaitu memiliki PDB nominal rata-rata sebesar 124 985 853 073.83 USD. Pertumbuhan PDB filipina rendah diakibatkan rendahnya infrastruktur yang memadai, tingkat korupsi dan birokrasi pemerintah yang menjadi kekhawatiran bagi investor. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tingkat presepsi korupsi Filipina menduduki peringkat ke-105 dari 176 negara pada 2011.

Sumber : World Development Indicators (2014)

Gambar 8 PDB perkapita nominal negara anggota ACFTA tahun 1996 - 2012 Gambar 8 menunjukan bahwa negara Singapura merupakan negara yang memiliki PDB perkapita tertinggi dibandingkan dengan Cina. Hal tersebut dikarenakan populasi penduduk yang rendah namun pendapatan nasional tinggi. Secara garis besar meskipun Singapura memiliki luas negara yang sangat kecil, namun Singapura adalah pusat keuangan terdepan ke empat di dunia. Selain itu, Singapura merupakan negara yang ke sembilan yang memiliki cadangan devisa terbesar di dunia.

Negara yang memiliki PDB perkapita terendah adalah Filipina dimana hingga tahun 2012 hanya mencapai angka 2 587.017 USD. Hal tersebut dapat diakibatkan salah satunya oleh jumlah warga negara Filipina cukup banyak dan PDB negara tersebut rendah. Tingginya jumlah penduduk dan rendahnya PDB suatu negara akan menyebabkan PDRB yang dibagikan akan terlalu sedikit.

(33)

23

Sumber : World Development Indicators (2014)

Gambar 9 Populasi negara anggota ACFTA (Jiwa) tahun 1996 - 2012 Gambar 9 menjelaskan bahwa semua negara anggota ACFTA memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang positif dari tahun 1996 hingga 2012. Diantara enam negara ACFTA, Cina merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dimana pada 2012 memiliki jumlah penduduk sebanyak 1 354.04 juta jiwa atau meningkat sebesar 130.15 juta jiwa dari tahun 1996. Sedangkan yang terendah yaitu Singapura dimana populasi pada tahun 1996 sebesar 3 671 juta jiwa dan pada 2012 sebesar 5 312 juta jiwa, hal tersebut merupakan salah satu kondisi yang membuat PDB Perkapita Singapura paling tinggi dibandingkan lima negara ACFTA lainnya.

Keragaan Perdagangan Ikan Hidup Indonesia Dengan Negara ACFTA

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, sehingga meskipun Indonesia dapat dan mampu untuk memenuhi kebutuhan domestiknya akan ikan hidup, Indonesia harus tetap melakukan impor dari negara-negara yang telah melakukan perjanjian perdagangan. Indonesia juga merupakan negara importir ikan hidup. Impor ikan hidup tertinggi Indonesia adalah pada tahun 2008 dimana hingga mencapai angka 806 258 ribu USD dari negara Malaysia. Salah satu produk ikan hidup yang diimpor Indonesia dari Malaysia yaitu ikan lele. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2012, sebanyak 75 persen didatangkan dari Malaysia. Selain itu harga lele yang ditawarkan dari Malaysia memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan harga lele Indonesia. Sedangkan, diantara 5 negara ACFTA, Filipina merupaan negara yang memiliki nilai ekspor terendah terhadap Indonesia, kondisi tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 1999 nilai impor ikan hidup Indonesia dari Filipina sebesar 5. 693 ribu USD. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

(34)

24

Sumber : Worldbank (2014)

Gambar 10 Nilai impor ikan hidup Indonesia dari negara ACFTA (1000 USD) tahun 1996 -2012

Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai ekspor ikan hidup Indonesia terhadap negara-negara ACFTA mengalami pergerakan yang fluktuatif. Nilai ekspor rata-rata Indonesia tertinggi adalah terhadap negara Singapura yaitu sebesar 3 170.9 ribu USD, dimana tahun 2008 adalah tahun tertinggi yaitu mencapai nilai ekspor sebesar 5 941.653 ribu USD. Diantara 5 ACFTA yang menjadi tujuan ekspor ikan hidup Indonesia yang memiliki nilai ekspor rata-rata terendah sebesar 278.352 ribu USD. Tahun 1998 yaitu sebesar 5.128 ribu USD dan yang tertinggi adalah tahun 2009 sebesar 881.465 ribu USD.

Sumber : Worldbank (2014)

Gambar 11 Nilai ekspor ikan hidup Indonesia terhadap negara ACFTA (1000 USD) tahun 1996 -2012

(35)

25 Tabel 3 Nilai ekspor total perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA (1000

USD) tahun 1996 - 2012

Importir Eksportir

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Cina

Indonesia 0 4003.576 6.9 288.3 113.6 129.9

Malaysia 32908.4 0 903.1 36607.1 11167.5 1861.2 Filipina 17332.2 1553.5 0 2640.6 882.4 511.1 Singapura 53905.2 194955.8 1849.8 0 17352.6 4138.5 Thailand 4714.5 17284.9 1242.8 9729.9 0 194.6 Cina 15699.6 15685.8 24028.4 5363.3 16418.9 0

Sumber : Worldbank (2014)

Tabel 3 menunjukkan jumlah total nilai ekspor perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA. Perdagangan ikan hidup tertinggi yaitu antar negara Malaysia dengan Singapura dengan nilai ekspor perdagangan total sebesar 194 955.8 ribu USD dimana Malaysia sebagai Eksportir dan Singapura sebagai Importir. Perdagangan ikan hidup terendah antara Malaysia dan Filipina terjadi pada tahun 1999 dengan nilai ekspor 227.754 ribu USD. Namun untuk perdagangan ikan hidup tertinggi terjadi pada perdagangan antar Malaysia dengan nilai ekspor sebesar 16 559.364 ribu USD pada tahun 2011.

Daya Saing Ikan Hidup Indonesia

Berdasarakan hasil perhitungan RCA yang digunakan untuk melihat daya saing suatu produk di negara lain khususnya live fish Indonesia di beberapa negara ACFTA dihasilkan bahwa secara garis besar live fish Indonesia memiliki daya saing yang cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari 5 negara ACFTA tujuan ekspor Indonesia, nilai RCA rata-rata yang memiliki nilai diatas 1.

(36)

26 Tabel 4 Hasil perhitungan daya saing ikan hidup Indonesia tahun 1996 - 2012

Tahun MYS PHL SGP TND CHN

1996 3.121 4.049 5.1 2.821 1.749

1997 1.046 2.333 2.303 3.985 1.186

1998 3.323 0.813 1.001 0.265 1.514

1999 7.974 1.971 2.604 0.754 0.187

2000 7.672 14.15 2.194 0.673 0.535

2001 15.95 30.55 3.146 2.917 1.04

2002 10.04 39.34 2.367 2.06 0.145

2003 6.735 31.45 2.136 4.358 1.396

2004 5.937 27.86 3.403 1.191 0.166

2005 9.581 23.96 3.843 1.883 0.117

2006 7.052 26.74 4.26 2.711 0.504

2007 8.475 18.46 3.918 3.378 0.989

2008 7.85 15.96 4.573 3.451 0.728

2009 4.464 16.65 3.714 5.193 1.824

2010 3.762 12.27 2.264 2.784 1.102

2011 4.898 10.06 2.315 2.794 2.676

2012 6.853 12.82 2.964 4.313 1.73

Dampak Pemberlakuan ACFTA

Berdasarkan pemilihan model yang dilakukan, model estimasi terbaik untuk mengetahui dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi perdagangan ikan hidup Indonesia menggunakan LSDV (fixed effect model). Berdasarkan Tabel 5 hasil estimasi diketahui koefisien determinasi (R-Squared) yang diperoleh sebesar 97.9 persen. Menunjukkan bahwa sebesar 97.9 persen kergaman dampak pemberlakuan ACFTA dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya, sedangakan sisanya 2.1 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Berdasarkan estimasi tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu terdapat determinan alami dari perdagangan (GDP, Dist, RER dan Col) dan determinan institusional (MACF, XRW dan MRW).

(37)

27 dengan cross section SUR maka masalah-masalah seperti heterskedastisitas dapat diabaikan.

Tabel 5 Dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi perdagangan ikan hidup Indonesia

Variable Coefficient Prob.

GDPI 0.140485 0.0008

GDPJ -0.344402 0.102

DIST -0.063911 0.6668

RER -0.259747 0.0023

COL 0.460735 0.0000

MACF 5.149084 0.0000

XRW -1.297699 0.0000

MRW 2.801163 0.0000

C 4.726475 0.1808

Effect Specification

Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics

R-squared 0.979950 Mean dependent var 2.996206 Adjusted R-squared 0.977945 S.D. dependent var 6.803193 S.E. of regression 1.013307 Sum squared resid 205.3582 F-statistic 488.7474 Durbin-Watson stat 1.933168

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.894907 Mean dependent var 3.058224 Sum squared resid 388.8251 Durbin-Watson stat 1.47463

Catatan: *) signifikan pada taraf nyata 1%, **)signifikan pada taraf nyata 5%, ***) signifikan pada taraf nyata 10%.

Variabel GDP Indonesia (GDPi) memiliki hubungan yang positif dengan nilai koefisien 0.140485, hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel GDP Riil Indonesia berpengaruh nyata terhadap impor Indonesia karena memiliki probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 1 persen. Artinya, jika terjadi peningkatan 1 persen GDP riil Indonesia maka akan meningkatkan impor live fish Indonesia sebesar 0.224336 persen. Hal tersebut karena meningkatnya GDP negara importir maka akan dapat meningkatkan volume impor negara tersebut.

Variabel GDP negara asal impor (GDPj) memiliki hubungan yang negatif karena memiliki nilai koefisien -0.344402 hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal atau teori. Hal tesebut dapat disebabkan karena jika GDP negara asal impor dapat meningkat namun tidak diikuti oleh peningkatan pertumbuhan ekspor. Karena peningkatan GDP tidak hanya disebabkan oleh konsumsi, invesatsi, pengeluaran pemerintah atau penurunan impor. Variabel GDPj

Gambar

Gambar 1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun
Tabel 1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000 USD)    tahun 2005 - 2012
Gambar  3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun
Tabel 2 Tahapan integrasi Bela Ballasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini akan dikaji metode kernel integral untuk mencari jawaban persamaan diferensial di ruang melengkung dan tersambung.. Karena persamaan diferensial yang akan

Kepada Bapak Ibu Iskandar Prawirodihardjo, Bapak Wardi Praptohardjo almarhum yang sangat saya hormati dan cintai, dengan perasaan haru dan sedih bila kuken lng

Setelah penulis membaca dan mengidentifikasikan bagian-bagian novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penulis menemukan berbagai data berupa cuplikan novel

Semakin baik kepemimpinan transformasional yang dijalankan seorang pemimpin dan semakin tinggi self efficacy yang dimiliki oleh bawahan maka kinerja pegawai akan

[r]

Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan perjanjian yang berada di luar Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam

Soerjono Soekanto , Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta, 2010, hlm.. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Menurut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supernatan kultur isolat bakteri (Ag3) mempunyai aktivitas daya antibakteri terhadap Stqhylococctts $ureus dan memberikan