• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN DAN PREFERENSI HABITAT PESUT

Orcaella

brevirostris DI TELUK BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

ANGGI PUTRA PRAYOGA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2014

Anggi Putra Prayoga

(4)
(5)

ABSTRAK

ANGGI PUTRA PRAYOGA. Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh M MUKHLIS KAMAL dan MIRZA D KUSRINI.

Tingginya aktivitas manusia dalam memanfaatkan Teluk Balikpapan menyebabkan semakin sempitnya ruang yang tersedia bagi Pesut untuk melangsungkan proses kehidupan. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu mengkaji habitat yang ditempati Pesut serta persebaran terkini. Selain itu, dilakukan pengkajian preferensi habitat Pesut di Teluk Balikpapan. Penelitian dilakukan pada12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, dan 25 Desember 2013 di Teluk Balikpapan. Tiga orang pengamat secara konsisten mengamati kemunculan Pesut secara langsung di atas kapal. Pesut tersebar tidak merata di Teluk Balikpapan. Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI merupakan habitat penting ditemukannya Pesut. Sebagian besar (95%) habitat ditemukannya Pesut berada di muara sungai. Hal ini menjadi indikasi bahwa muara sungai dijadikan sebagai habitat kesukaan (preferensi habitat) Pesut di Teluk Balikpapan. Kegiatan industri (pengolahan minyak, batu bara, pelabuhan kontainer, PLTU, Kehutanan), penangkapan ikan, dan transportasi jasa menyebabkan tingginya jumlah kapal yang melintas mengancam keberlangsungan Pesut di Teluk Balikpapan.

Kata kunci: Pesut, Preferensi Habitat, Sebaran, Teluk Balikpapan

ABSTRACT

ANGGI PUTRA PRAYOGA. The Distribution and Habitat Preference of Irrawaddy Dolphin Orcaella brevirostris in Balikpapan Bay, Eastern Borneo. Supervised by M MUKHLIS KAMAL and MIRZA D KUSRINI.

The increasing number of human activities in using Balikpapan Bay has caused the decrease of space available for Irrawaddy dolphin to conduct their normal life. The purpose of this research was to study the habitat of Irrawaddy dolphins and their distribution. In addition, the aim is also to study the Irrawaddy dolphins habitat preference in the Balikpapan Bay. Survey was carried out at 12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, and 25 December 2013 in Balikpapan Bay. Three surveyor consistently observed Irrawaddy dolphins directly from the boat. Irrawaddy dolphins are not distributed evenly in Balikpapan Bay but instead, live in selected places. Riko River, MuaraTempadung, Benawa Besar Island, Tanjung Batu, and Pelabuhan ITCI are important habitats for Irrawaddy dolphins. It was also found that most habitats of Irrawaddy dolphins are located at the mouth of the river. Consequently, it is indicated that the location is the most preferred by Irrawaddy dolphins in Balikpapan Bay. Industrial, fishing, and transportation activities have increased the number of ships that cross Balikpapan Bay, and it might be a threat for the life of the Irrawaddy dolphins.

(6)
(7)

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

ANGGI PUTRA PRAYOGA

SEBARAN DAN PREFERENSI HABITAT PESUT Orcaella

brevirostris

DI TELUK BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

(8)
(9)

Judul Skripsi: Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur

Nama : Anggi Putra Prayoga

NIM : C24080086

Disetujui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Pembimbing I

Mirza Dikari Kusrini, PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya skripsi yang berjudul Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur berhasil diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu secara materiil maupun moriil dalam penyelesaian skripsi ini di antaranya, yaitu:

1. IPB dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberikan kesempatan untuk studi kepada penulis.

2. Bapak Dr Ir M Mukhlis Kamal MSc (Pembimbing I), Ibu Mirza Dikari Kusrini PhD (Pembimbing II), Bapak Dr Ir Rahmat Kurnia Msi (Penguji skripsi), Bapak Ali Mashar SPi MSi (Pembimbing akademik), dan Ibu Dr Ir Yunizar Ernawati MSi (Komisi pendidikan) atas dedikasi, arahan, dan kesabaran membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi dan akademik di IPB.

3. Orang tua dan keluarga di Cianjur yang telah memberikan motivasi, do’a, dukungan materiil, dan kasih sayangnya.

4. Stanislav Lhota PhD, Mariyana, Karnila MM MBA, Amar, dan Darman atas pinjaman perahu, binokuler, semangat, dan kepercayaan yang diberikan. 5. Jain dan Yuliansyah yang sudah bersedia menjadi motoris serta YK RASI,

alumni kehutanan IPB Samarinda, dan LSM Stabil atas informasi dan arahan yang diberikan.

6. Keluarga Bapak H Kahar, keluarga Bapak Syahdan, Bapak Adi S, staf ITCI, keluarga Mapala Cadas.com, dan keluarga Mapala Uniba atas bantuan dalam pengambilan data, tumpangan tidur, jamuan makan, informasi, dan fasilitas lainnya yang diberikan.

7. Mutiara Fadhila, seorang sahabat setia yang selalu memberikan senyuman dan semangatnya dikala penulis mengalami kebuntuan.

8. Fauzy Rahman atas bantuan dalam pembuatan peta.

9. Keluarga Besar LAWALATA IPB, angkatan Bantimurung Bulusaraung, Japun, Sheilla, Nonet, Ria, Ira dan Gustav yang sudah bersedia membaca karya ilmiah ini.

10.Teman-teman seperjuangan MSP 45 atas semangat, tawa, canda, emosi, dan kenangan indah selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat 2

Alat Penelitian 2

Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil 5

Persebaran Pesut di Teluk Balikpapan 5

Preferensi Habitat Pesut di Teluk Balikpapan 6

Ancaman 12

Pembahasan 12

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

(12)

DAFTAR TABEL

1. Habitat, tanggal pengamatan, waktu pengamatan, waktu muncul, dan

estimasi jumlah Pesut selama survei 6

2. Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk

Balikpapan 7

3. Karakteristik lingkungan habitat Pesut ditemukan 9

4. Habitat, total lama waktu teramati, dan perilaku Pesut saat muncul ke

permukaan 10

DAFTAR GAMBAR

1. Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal 4

2. Peta lokasi penelitian 4

3. Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut 8

4. Keberadaan habitat dan ukuran kelas Pesut 11

5. Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta sebaran Pesut di Sungai RikoTeluk Balikpapan 19

2. Peta sebaran Pesut di Muara Tempadung Teluk Balikpapan 20

3. Peta sebaran Pesut di Pulau Benawa Teluk Balikpapan 21

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dianugerahi sebagai perairan dengan keanekaragaman cetacean yang tinggi (Wardiatno et al. 2010). Terdapat 30 jenis cetacean (lumba-lumba, paus, dan porpois) dari 86 jenis yang terdata di dunia menempati perairan Indonesia (Wiadnyana et al. 2005). Cetacean dapat ditemukan di habitat perairan sungai, mangrove termasuk pesisir, dan lingkungan laut terbuka (Dharmadi dan Wiadnyana 2010).

Pesut atau lumba-lumba Irrawaddy (Orcaella brevirostris) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), terbagi dalam 2 jenis cetacean, yaitu cetacean air tawar dan pesisir. Jenis ini dapat ditemukan di perairan dangkal, pesisir pantai daerah tropis, dan subtropis Indo-Pasifik (Smith et al. 2003), dari Barat Laut Teluk Bengal sampai Timur Laut Australia (Stacey dan Arnold 1999). Pesut juga ditemukan di 3 sistem sungai besar di Asia Tenggara: Mekong, Mahakam, dan Ayeyarwady (Baird et al. 2005) dan di perairan pesisir timur Pulau Kalimantan (Kreb dan Budiono 2005a). Secara umum, Pesut di Indonesia tercatat ditemukan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian Jaya (Morzer Bruyns 1966; Stacey dan Leatherwood 1997 in Stacey dan Arnold 1999); konsentrasi utama area tersebut, yaitu di wilayah pesisir Cilacap (Segara Anakan) pesisir selatan Pulau Jawa dan di Pulau Kalimantan (Perrin et al. 1996 in

Stacey dan Arnold 1999). Salah satu habitat pesisir ditemukannya Pesut, yaitu Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Persebaran habitat Pesut kian terdesak karena tingginya aktivitas industri dan lalu lintas kapal (Kreb 2009).

Batas kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan di Kalimantan Timur sudah tidak seimbang sehingga mengakibatkan kualitas lingkungan hidup terus menurun (Harfani 2007). Terjadinya penurunan kualitas habitat akibat tercemar polusi suara (transportasi kapal), sedimentasi (Kreb dan Susanti 2008), dan bahan kimia (limbah industri batu bara) terhadap perairan (Harfani 2007) mengakibatkan pengaruh negatif terhadap keberlangsungan sumberdaya perikanan (Kreb 2009).

Kota Balikpapan terus berkembang menjadi wilayah industri yang sangat maju. Perkembangan industri tersebut memberikan pengaruh terhadap ekosistem Teluk Balikpapan. Tingginya laju degradasi hutan dan deforestasi akibat aktivitas dari kegiatan industri menyebabkan kondisi Pesut kian terdesak dengan tingginya sedimentasi perairan dan rusaknya ekosistem (PTB [tahun terbit tidak diketahui]).

Padatnya jalur transportasi kapal yang melintas di perairan menyebabkan bergesernya habitat yang ditempati Pesut (Kreb 2009). Hal ini menyebabkan Pesut hanya menempati tempat-tempat tertentu sebagai habitat yang disukai (Kreb dan Budiono 2005b).

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji persebaran terkini dan habitat Pesut di Teluk Balikpapan.

(14)

2

Manfaat Penelitian

Tersedianya data dan informasi terbaru tentang sebaran dan habitat Pesut sebagai referensi dan masukan dalam perencanaan pengelolaan ekosistem Teluk Balikpapan agar terciptanya lingkungan yang berkelanjutan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, dan 25 Desember 2013. Lokasi penelitian meliputi perairan bagian Pesisir, Sungai Riko, Jenebora, Pulau Kwangan, Pulau Balang, Tanjung Batu, Muara Tempadung, Pelabuhan ITCI, Pulau Benawa Besar, Pulau Benawa Kecil, Sungai Semuntai, dan Sungai Sepaku di wilayah Teluk Balikpapan (Gambar 2). Teluk Balikpapan terletak pada koordinat 116˚42’-116˚50’ BT dan 1˚-1˚22’ LS dengan luas perairan lebih kurang 120 km² dan lebar maksimal lebih kurang 7 km (Kreb 2009). Teluk Balikpapan berada pada wilayah administrasi Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Alat Penelitian

GPS (Global Positioning System), kamera digital (Canon SX160s), binokuler, laptop, papan jalan, dan alat tulis.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung, yaitu pengamat berada di atas kapal mencatat data-data yang diperlukan pada lembar data yang telah disediakan. Peneliti dibantu oleh 2 orang pengamat. Satu orang pengamat bertugas untuk mencatat, mengambil foto, video, dan mengamati keberadaan Pesut. Satu orang lainnya bertugas untuk mengemudikan kapal dan mengamati tanda-tanda kemunculan Pesut.

Pergantian posisi pengamat dilakukan untuk mengurangi pandangan yang kabur. Pergantian posisi dilakukan pada pengamat 1 dan pengamat 2 yang berada di haluan dan tengah kapal. Pengamat 3 secara terus menerus berada di buritan kapal (Gambar 1). Pergantian posisi dilakukan jika salah satu pengamat mulai memiliki pandangan yang kabur akibat kelelahan.

(15)

3

dan Reeves 2000). Kegiatan survei dihentikan saat cuaca buruk atau pukul 16.00 sampai 17.00 WITA.

Tanda-tanda kemunculan Pesut dicatat terutama saat terlihat muncul ke permukaan untuk bernapas, berenang, dan menyelam di sepanjang perairan Teluk Balikpapan. Selain itu, dicatat juga: waktu dan tanggal; posisi latitud; posisi longitud; jumlah (ekor); kondisi lingkungan (angin, awan, hujan, silau matahari); perilaku yang teramati (berenang, makan, menggiring ikan, bermain, bernapas atau gabungan perilaku seperti berenang memburu ikan); kondisi karakter fisik; dan ekologi perairan termasuk kegiatan manusia (bau, buih busa, muara, vegetasi, pemukiman, industri, warna air, keramaian transportasi kapal, sumber pencemaran, pemukiman); serta stadia Pesut.

Pesut dewasa memiliki sirip punggung dan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan Pesut yang baru lahir atau remaja. Bayi Pesut terkecil memiliki ukuran 91 cm dan berat 10.8 kg. Interval panjang Pesut, yaitu 91 sampai 114 cm dan berat 7.3 sampai 15.8 kg (Beasley 2007). Aktivitas yang dilakukan oleh Pesut dewasa lebih atraktif. Selain itu, terdapat perbedaan warna tubuh yang kontras pada bayi atau remaja Pesut, yaitu pada bagian kepalanya berwarna keputih-putihan.

Estimasi jumlah menggunakan perhitungan secara langsung saat Pesut muncul ke permukaan. Perhitungan jumlah melalui ciri morfologi (bentukan tubuh) seperti sirip punggung atau sirip ekor Pesut. Perhitungan tersebut memusatkan pada 1 titik perairan saat Pesut kembali masuk ke dalam permukaan, terutama pada perhitungan Pesut yang berkelompok. Metode ini memungkinkan terjadinya bias atau perhitungan ganda. Cara untuk membedakan setiap kelompok Pesut, yaitu kemunculan Pesut saat muncul ke permukaan lebih dari 2 sampai 3 menit.

Perhitungan jumlah kapal dilakukan di Kelurahan Jenebora. Jenebora memiliki lokasi yang strategis untuk menghitung jumlah kapal karena arah pandangan ke depan yang luas. Selain itu, Jenebora menjadi jalur perlintasan kapal dari Balikpapan dan menuju Balikpapan. Perhitungan dilakukan 1 kali pada pukul 08.15 sampai 09.15 WITA. Pagi hari menjadi waktu yang tepat karena aktivitas masyarakat lebih banyak dilakukan saat pagi hari.

Identifikasi spesies menggunakan metode perekaman video. Hal ini sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Bearzi dan Saylan (2011) di Teluk Santa Monica, California.

Analisis Data

(16)

4

Gambar 1 Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal (Wardiatno et al.2010).

(17)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persebaran Pesut di Teluk Balikpapan

Selama survei dilaksanakan, terdapat 5 habitat ditemukannya Pesut di Teluk Balikpapan: (1) Sungai Riko, (2) Muara Tempadung, (3) Pulau Benawa Besar, (4) Tanjung Batu, dan (5) Pelabuhan ITCI (Tabel 1). Total perjumpaan, yaitu 130 ekor dari 8 kali pengamatan. Paling banyak Pesut ditemukan di Muara Tempadung sedangkan paling sedikit ditemukan di Pelabuhan ITCI. Pesut di Sungai Riko hanya ditemukan pada tanggal 12 Desember 2013 (45 ekor) selama survei berlangsung. Pesut di Pulau Benawa Besar ditemukan pada 2 kali survei, yaitu 12 Desember 2013 (14 ekor) dan 17 Desember 2013 (5 ekor). Pesut di Muara Tempadung ditemukan pada tanggal 14 Desember 2013 (57 ekor).

Pesut di Pelabuhan ITCI dan Tanjung Batu ditemukan diluar waktu survei yang ditentukan, yaitu saat pengamat berada di atas kapal penumpang pada tanggal 16 Desember 2013 (2 ekor) dan 22 Desember 2013 (7 ekor). Perjumpaan dengan Pesut diluar waktu survei terjadi juga di Muara Tempadung, yaitu pada tanggal 18 Desember 2013 (3 ekor). Survei pada tanggal 20 dan 25 Desember 2013 tidak terjadi perjumpaan dengan Pesut.

Sebagian besar habitat Pesut sepanjang garis pantainya ditumbuhi vegetasi mangrove (Tabel 2). Sedikit sekali vegetasi mangrove yang tumbuh di daerah Pesisir kecuali di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Bibir pantai Pesisir Kota Balikpapan banyak dijadikan sebagai pelabuhan kapal. Begitu juga di daerah Tanjung Batu dijadikan sebagai pelabuhan kapal dan lokasi industri. Daerah Jenebora dan sekitarnya (Pantai Lango) dijadikan sebagai tempat pemukiman masyarakat.

Tipe saluran perairan yang teridentifikasi, yaitu Pesisir (hilir), muara sungai (>200m), tepi tanjung, di antara pulau, muara dan pulau, dan muara dan dataran banjir. Muara sungai merupakan tipe saluran yang paling banyak ditemukan di sepanjang Teluk Balikpapan. Banyak sungai-sungai yang bermuara ke dalam perairan Teluk Balikpapan. Salah satunya, yaitu Sungai Riko yang menjadi habitat penting bagi Pesut.

(18)

6

Tabel 1 Habitat, tanggal pengamatan,waktu pengamatan, waktu muncul, dan estimasi jumlah Pesut selama survei

¹ Perjumpaan pada tanggal diluar survei yang ditentukan ² Tanggal terjadinya perjumpaan

Preferensi Habitat Pesut di Teluk Balikpapan

(19)

7

Pesut yang ditemukan di Tanjung Batu berada pada tipe saluran tepi tanjung atau di luar muara.

Total jumlah perjumpaan dengan Pesut, yaitu 130 ekor tersebar pada 4 tipe saluran perairan. Tipe saluran yang digunakan oleh Pesut tersebut, yaitu muara sungai 34% (45 ekor), muara dan pulau 59% (79 ekor), tepi tanjung 5% (7 ekor), dan muara dan dataran banjir 2% (2 ekor). Sungai Riko bertipe saluran muara sungai; Muara Tempadung dan Pulau Benawa Besar bertipe saluran muara dan pulau; Tanjung Batu bertipe saluran tepi tanjung; dan Pelabuhan ITCI bertipe saluran muara dan dataran banjir.

Tabel 2 Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk Balikpapan

Habitat Tutupan vegetasi Tipe saluran Aktivitas

perikanan

Muara sungai (>200 m) Fishing ground surut dasar perairannya terlihat. Jarak terdekat antara pengamat dengan bibir pantai, yaitu lebih kurang 30 m (di Pelabuhan ITCI) dan jarak terjauh, yaitu lebih dari sama dengan 500 m (di Muara Tempadung).

(20)

8

kuat sehingga pengamatan di atas kapal bisa berjalan sempurna. Kondisi langit yang berawan membuat pandangan menjadi tidak silau. Dibandingkan dengan survei tanggal 25 Desember 2013, kondisi arus dan angin cukup kuat serta matahari bersinar cerah sehingga tidak ditemukan Pesut muncul ke permukaan.

Gambar 3 Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut

Kemunculan Pesut di Muara Tempadung ditandai dengan kondisi lingkungan yang unik juga. Langit berawan gelap dan hujan gerimis. Saat itu kondisi permukaan perairan sangat tenang dan tidak terlihat pergerakan massa air. Pada kondisi tersebut Pesut muncul ke permukaan dan menunjukan perilaku berkelompok dalam kurun waktu yang cukup lama.

Kemunculan Pesut di Pulau Benawa ditandai dengan kondisi langit yang berbeda. Pada perjumpaan tanggal 12 Desember 2013 terjadi hujan yang sangat deras pada pukul 10.58 WITA dari arah hulu (Pulau Benawa Besar ) ke arah hilir (Tanjung Batu dan Pesisir). Setelah itu hujan berhenti pada pukul 13.00 WITA. Pada pukul 14.12 WITA langit kembali berawan dan Pesut muncul. Pada kondisi tersebut arus permukaan laut cukup tenang dan angin tidak berhembus kuat. Hal ini berhubungan dengan kondisi langit, arus, angin, dan salinitas yang memengaruhi lingkungan perairan. Pada tanggal 17 Desember 2013 kemunculan Pesut ditandai dengan kondisi arus permukaan yang sangat tenang. Pada saat pengamatan tanggal 25 Desember 2013 kondisi pasang surut berjalan dengan sangat cepat. Kondisi permukaan air laut bergemuruh. Saat itu langit cerah dan pandangan silau pada siang hari. Baik di Sungai Riko, Muara Tempadung, dan Tanjung Batu tidak terjadi perjumpaan dengan Pesut pada tanggal 25 Desember 2013.

(21)

9

memiliki corak putih pada bagian kepala yang terlihat saat muncul ke permukaan. Pesut dewasa berwarna abu-abu pucat.

Tabel 3 Karakteristik lingkungan habitat Pesut

Paling lama kelompok Pesut muncul ke permukaan dan terlihat, yaitu di habitat Muara Tempadung selama 54 menit (Tabel 4). Paling singkat terlihat di Pelabuhan ITCI, yaitu 2 menit. Habitat lainnya, yaitu Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, dan Tanjung Batu menunjukan perilaku Pesut berkelompok sosial.

Paling umum ditemukan perilaku berenang dengan menunjukan sirip punggung dan ekor. Perilaku lainnya yang teramati, yaitu kelompok Pesut membentuk formasi barisan kemudian berenang sambil bernapas (selang waktu lebih kurang dari 5 detik) dan menyelam secara bersamaan (selang waktu lebih kurang dari 1 detik antar individu Pesut). Pesut di Tanjung Batu menunjukan perilaku yang berbeda dengan di habitat lainnya, yaitu Pesut bergerak aktif masuk dan keluar permukaan air.

Muara Tempadung 2.5-20 Arus permukaan air cukup tenang dan

angin tidak

berhembus kuat (tenang).

>500

Pulau Benawa Besar 10-14 Arus permukaan air cukup tenang dan

(22)

10

Tabel 4 Habitat, total lama waktu teramati, dan perilaku Pesut saat muncul ke permukaan

Lokasi Total lama waktu

teramati

Perilaku

Sungai Riko 51 menit Terdiri dari beberapa kelompok

kecil yang datang dari arah hulu. Berenang dan menyelam dengan berulang dalam selang waktu lebih kurang dari 5 detik.

Tanjung Batu 6 menit Bergerak aktif masuk dan keluar

permukaan air pada 1 titik lokasi sehingga membentuk air bergejolak di sekitarnya.

Muara Tempadung 54 menit Terdiri dari beberapa kelompok

kecil yang datang dari arah hulu.

Berenang dan menyelam

Pelabuhan ITCI 2 menit Berenang dengan menunjukan

sirip punggung menuju hilir

Pulau Benawa Besar 20 menit Arah renang menuju Barat Laut,

(23)

11

Gambar 4 Keberadaan habitat dan ukuran kelas Pesut

.

(24)

12

Ancaman

Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan menjadi ancaman penting terhadap keberlangsungan Pesut. Peningkatan jumlah kapal terjadi pada tahun 2000, 2001, dan 2008. Peningkatan terus terjadi hingga pada tahun 2013 jumlah kapal yang melintas 50 kapal (Gambar 5).

Selain itu, di Sungai Riko telah dibangun pelabuhan kapal untuk memuat barang-barang dan kegiatan industri batu bara. Hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya sedimentasi dan polusi suara yang diakibatkan oleh aktivitas kapal. Pembangunan jembatan dan kegiatan industri pengolahan minyak di Muara Tempadung berpotensi menyebabkan terjadinya polusi suara dan pencemaran perairan. Hal ini juga terjadi di Tanjung Batu, yaitu banyaknya kegiatan industri yang beroperasi di sekitar bibir atau tepi pantai teluk. Pulau Benawa Besar dan Pelabuhan ITCI terjadi ancaman berupa perlintasan kapal dari kegiatan industri dan kapal (jenis jasa) milik masyarakat. Hulu Teluk Balikpapan terdapat 4 pelabuhan industri batu bara. Hal ini meningkatkan lalu lintas kapal dari arah hulu menuju hilir Teluk Balikpapan.

Pembahasan

Perjumpaan 130 ekor Pesut dalam penelitian ini tidak menggambarkan kondisi populasi Pesut di wilayah penelitian. Kemungkinan bias dalam perhitungan terjadi karena dalam studi ini tidak termasuk perhitungan populasi. Selama survei berlangsung Pesut ditemukan di habitat Sungai Riko, Muara Tempadung, dan Pulau Benawa Besar. Selain itu, terjadi perjumpaan dengan Pesut diluar waktu survei yang ditentukan, yaitu Tanjung Batu dan Pelabuhan ITCI. Pelabuhan ITCI diduga sebagai habitat baru Pesut untuk bermain atau mencari makan. Habitat Pantai Lango, Jenebora, Pulau Kwangan, Pulau Jumang, dan sampai Pesisir yang sebelumnya menjadi habitat Pesut (Kreb 2009) tidak ditemukan Pesut muncul ke permukaan. Hal ini karena meningkatnya jumlah kapal yang melintas dari 5 sampai 6 kapal pada tahun 2000 dan 2001 menjadi 20 sampai 30 kapal pada tahun 2008 sehingga Pesut lebih banyak ditemukan di bagian hulu teluk (Kreb 2009). Padatnya transportasi kapal memengaruhi pola kebiasaan Pesut. Pesut pada kondisi tersebut lebih lama di dalam perairan mencapai kurang dari sama dengan 300 m (Kreb dan Rahadi 2004). Habitat Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, dan Tanjung Batu menjadi habitat yang penting bagi Pesut. Pesut dapat ditemukan pada berbagai musim angin (utara dan selatan) dan ditemukan dalam periode kurun waktu 2001, 2002, 2008 dan 2013.

(25)

13

tindih area yang digunakan oleh Pesut dan kegiatan perikanan. Cetacean menyukai area penangkapan ikan, terjadi persaingan antara kegiatan perikanan dan cetacean (Kelkar et al. 2010). Selain itu, pengaruh kedalaman membuat Pesut lebih mudah beratraksi dalam mengejar ikan (Kreb dan Budiono 2005b). Pada kedalaman perairan, kemampuan cetacean dalam mencari makan dibatasi oleh kekuatan menahan napas (Stacey dan Hvenegaard 2002). Perilaku mencari makan berhubungan dengan keberadaan pasang surut air laut. Jumlah kelompok mungkin berhubungan dengan kegiatan pencarian makan namun tidak ada hubungannya dengan lamanya menyelam (Gregory dan Rowden 2001).

Berbagai habitat perjumpaan dengan Pesut menunjukan 95% berada di area muara. Sungai Riko (34%), Muara Tempadung, dan Pulau Benawa Besar habitat Sungai Mahakam lebih menyukai area muara (Kreb dan Budiono 2005b). Hal serupa ditunjukkan oleh Pesut di wilayah lain. Pesut di Sungai Mekong (Stacey 1996) dan Sungai Ayeyarwady (Smith et al. 1997) menunjukan kesukaan pada area muara atau kedalaman tempat terjadinya pertemuan massa air. Sedikit sekali Pesut ditemukan berada di pertengahan aliran air (Kreb 2009). Hal ini disebabkan karena area muara memiliki kelimpahan ikan yang tinggi serta menjadi pertemuan massa air sehingga ikan sewaktu-waktu terperangkap (Kreb dan Budiono 2005b). Pesut di hutan mangrove Sundarbans Bangladesh, bergantung pada karakteristik lingkungan, yaitu banyaknya kelimpahan aliran sungai, termasuk rendahnya salinitas, dan keberadaan muara sungai (Smith et al.

2009).

(26)

14

Selain Pesut, daerah berburu makanan juga dimanfaatkan oleh hewan jenis reptilia, yaitu Penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu hijau ditemukan di 3 habitat, yaitu Pulau Benawa Besar, Muara Tempadung, dan hulu teluk. Penyu hijau yang ditemukan di Pulau Benawa Besar muncul selang beberapa detik setelah Pesut muncul ke permukaan. Masing-masing Penyu hijau yang ditemukan berjumlah 1 ekor. Hal ini menjadi indikasi bahwa Pesut berasosiasi dengan Penyu hijau di Pulau Benawa Besar. Selain Penyu, ditemukan juga reptilia jenis lainnya, yaitu Buaya (Crocodillus sp.) yang menempati area hulu teluk (muara Sungai Semoi).

Pesut menempati habitat yang dekat dengan lokasi industri. Mulai dari industri batu bara, pengolahan minyak kelapa sawit, PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), pelabuhan kontainer (peti kemas), dan perusahaan kehutanan (Hutan Tanaman Industri) berlokasi di Teluk Balikpapan. Hal tersebut menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan Pesut di Teluk Balikpapan.

Terdapat 2 jenis industri yang beroperasi di muara Sungai Riko. Industri tersebut, yaitu batu bara dan pelabuhan kontainer (peti kemas). Industri batu bara beroperasi mulai dari tahap eksploitasi sampai transportasi di sekitar muara sungai (Lampiran 1). Kegiatan industri tersebut sangat berdekatan dengan lokasi kemunculan Pesut. Potensi pencemaran dan sedimentasi yang tinggi mengancam keberlangsungan Pesut. Selain itu, ada kemungkinan tertabraknya Pesut dan terjadinya polusi suara yang diakibatkan aktivitas kapal. Terdapat rentang respon perilaku pola muncul ke permukaan dan bernapas pada cetacean, untuk pemutusan vokalisasi, untuk aktif menghindar atau kabur dari sumber area suara tertinggi (NRC 2003).

Ancaman terhadap keberlangsungan Pesut lebih tinggi di Muara Tempadung. Tingginya aktivitas industri pengolahan minyak dan pembangunan jembatan di Muara Tempadung dapat meningkatkan polusi suara (Kreb 2009) dan pencemaran perairan. Hal ini berakibat buruk terhadap keberlangsungan Pesut karena kedua kegiatan tersebut sangat berdekatan dengan lokasi kemunculan Pesut. Semakin padatnya transportasi kapal yang melintas untuk kebutuhan pembangunan jembatan dan industri pengolahan kelapa sawit diprediksi akan mempersempit ruang yang tersedia bagi Pesut untuk muncul ke permukaan dan mengambil napas. Lama waktu menyelam Pesut secara nyata menurun saat tidak ada kapal dengan jarak 100 m dari Pesut dibandingkan ketika ada kapal (Stacey dan Hvenegaard 2002). Oleh karena itu, perlu ada pengaturan jalur transportasi kapal untuk menghindari tertabraknya Pesut.

Pulau Benawa Besar dan Pelabuhan ITCI memiliki habitat yang lebih aman dibandingkan dengan habitat Sungai Riko dan Muara Tempadung. Cukup jauhnya lokasi operasi industri kehutanan dengan lokasi kemunculan Pesut menjadikan Pulau Benawa Besar habitat yang aman. Namun, perlu diwaspadai dengan keberadaan kegiatan industri yang berada di hulu teluk. Selain itu, konversi hutan di Kabupaten Penajam Paser Utara perlu dikendalikan.

Habitat Tanjung Batu sudah menjadi kawasan industri sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan. Jenis industri yang beroperasi, yaitu industri pengolahan minyak, pelabuhan pengisian batu bara, pelabuhan kontainer, dan PLTU. Hal ini semakin sempit ruang yang tersedia bagi Pesut untuk melangsungkan proses regenerasi.

(27)

15

Pesisir. Jenis kapal yang beroperasi, yaitu kapal kargo, kapal minyak (tanker), dan kapal pengangkut batu bara (Kreb 2009). Terdapat juga kapal nelayan dan kapal ferry (jasa). Hal ini juga yang menyebabkan air di wilayah Pesisir dan Tanjung Batu berbau oli sedangkan di Sungai Riko, Muara Tempadung, dan Pulau Benawa Besar memiliki warna air bening kehijauan (tidak keruh), memiliki rasa asin, dan tidak berbau. Walaupun penelitian ini tidak mengamati perilaku Pesut secara fokus, namun diketahui bahwa cetacean menunjukan respon nyata ketika didekati oleh kapal ferry dibandingkan kapal kecil (Lesage dan Barrette 1999). Hasil penelitian di pantai barat Australia tentang pengaruh keberadaan kapal, khususnya kapal wisata terhadap lumba-lumba Hidung botol (Tursiop truncatus) menunjukan adanya respon. Aktivitas kapal menyebabkan berubahnya waktu dan frekuensi perilaku muncul ke permukaan serta struktur populasi dari lumba-lumba. Waktu yang dihabiskan untuk istirahat dan makan menurun ketika aktivitas berpindah (travelling) meningkat (Arcangeli dan Crosti 2008).

(28)

16

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pesut tersebar tidak merata di Teluk Balikpapan. Pesut menempati habitat tertentu, yaitu Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI. Pelabuhan ITCI diduga sebagai habitat baru bagi Pesut. Muara sungai menjadi area kesukaan bagi Pesut. Terdapat 95% atau 123 ekor dari total perjumpaan dengan Pesut yang menempati area muara sungai.

Saran

Terdapat sebuah sistem yang mengatur lalu lintas kapal (arah atau jalur dan waktu) yang melintas di perairan Teluk Balikpapan, terutama di habitat Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI. Selain itu, membentuk area perlindungan bagi Pesut untuk menjamin sistem kelangsungan hidup Pesut di Teluk Balikpapan khususnya di Sungai Riko. Area perlindungan yang dimaksudkan, yaitu feeding ground,

(29)

17

DAFTAR PUSTAKA

Arcangeli A, Crosti R. 2008. The Short-term impact of dolphin-watching on the behaviour of Bottlenose dolphins Tursiop truncatus in western Australia. J of Marine Animals and Their Ecology. 2(1):3-9.

Baird IG, Beasley IL. 2005. Irrawaddy dolphin Orcaella brevirostris in the Cambodian Mekong River: an initial survei. Oryx. 39(3):301-310.

Bearzi M, Saylan CA. 2011.Cetacean ecology for Santa Monica Bay and nearby areas, California, in the Context of the newly established MPAs.Bull Southern California Acad Sci.110(2): pp.35–51.

Beasley IL. 2007. Conservation of the Irrawaddy dolphin, Orcaella brevirostris

(Owen in Gray, 1866) in the Mekong River : biological and social considerations influencing management [PhD tesis]. Queensland (AU): James Cook University.

Dharmadi, Wiadnyana NN. 2011. Status and research activities on marine mammals in Indonesia (SEASTAR2000). Di dalam: Kurenai(Kyoto University Research Information Repository), editor. Proceedings of the 6th International Symposium on SEASTAR2000 and Asian Bio-logging Science (The 10th SEASTAR2000 workshop); 2010 Feb 23-25;Phuket, Thailand.Kyoto(KR): Graduate school of Informatics. 74p.

Gregory PR, Rowden AA. 2001. Behaviour pattern of Bottlenose dolphins (Tursiop truncatus) relative to tidal state, time-of-day, and boat traffic in Cardigan Bay, West Wales. Aquatic Mammals. 27(2):105-113.

Harfani EY. 2007. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan PT. Bukit Baiduri Energi di Kalimantan Timur [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Hoyt E. 2005. Marine protected areas for whales, dolphins, and porpoises : a world handbook for cetacean habitat conservation. London (GB): Earthscan. Kelkar N, Krishnaswamy J, Choudhary S, Sutaria D. 2010. Coexistence of fisheries with river dolphin conservation. Conservation Biology. 24:1130-1140.doi:10.1111/j.1523-1739.2010.01467.x.

Kreb D. 2009.Laporan Teknis: Perlindungan dan keragaman hayati cetacean di dan dekat Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia. Samarinda (ID): YK RASI.

Kreb D, Budiono. 2005a. Cetacean diversity and habitat preference in tropical waters of east kalimantan, Indonesia. Raffls bull zool. 53(1) :145-155. Kreb D, Budiono. 2005b. Conservation management of small core areas: key to

survival of a Critically Endangered population of Irrawaddy river dolphin

Orcaella brevirostris in Indonesia. Oryx. 39(2):178-188.

Kreb D, Rahadi KD. 2004. Living under an aquatic freeway: effects of boats on Irrawaddy dolphins (Orcaella brevirostris) in a coastal and riverine

environment in Indonesia. Aquatic Mammals. 30:363–375.

(30)

18

Lesage V, Barrette C. 1999. The Effect of vessel noise on the vocal behaviour of Belugas in the St.Lawrence River Estuary Canada. Marine Mammals Science. 15(1):65-84.

[NRC] National Research Council. 2003. Ocean noise and marine mammals. Washington (US): National academy Pr.

[PTB] Peduli Teluk Balikpapan. [tahun terbit tidak diketahui]. Rencana perluasan Kawasan Industri Kariangau: membantu atau merugikan masyarakat?. Samarinda (ID): PTB.

Stacey PJ. 1996. Natural history and conservation of Irrawaddy dolphins Orcaella brevirostris with special references to the Mekong River, LaosPDR. [Tesis]. British Columbia (CD): University of Victoria.

Stacey PJ, Arnold PW. 1999. Orcaella brevirostris. The American Society of Mammalogist. 616(4):1-8.

Stacey PJ, Hvenegaard GT. 2002. Habitat use and behaviour of Irrawaddy dolphin

Orcaella brevirostris in The Mekong River of Laos. Aquatic Mammals. 28(1):1-13.

Smith BD, Beasley IL & Kreb D. 2003. Marked declines in populations of Irrawaddy dolphins. Oryx.37(4):401-406.doi:10.1017/S0030605303000 723.

Smith BD, Braulik G, Strindberg S, Mansur R, Diyan MAA, Ahmed B. 2009. Habitat Selection of Freshwater-dependent cetaceans and the potential effects of declining freshwater flows and sea-level rise in waterways of the Sundarbans mangrove forest, Bangladesh. Aquatic conserv: Mar Freshw Ecosyst. 19:209-225.doi:10.1002/aqc.987.

Smith BD, Reeves RR. 2000. Methods for studying freshwater cetaceans: survei methods for population assessment of asian river dolphins. Di dalam: Reeves RR, Smith BD, Kasuya T, editor. Biology and Conservation of Freshwater Cetaceans in Asia. Newbury (UK): IUCN, Gland, Switzerland, Cambridge, UK.

Smith BD, Thant U, Lwin JM, Shaw CD. 1997. Investigation of cetaceans in Ayeyarwady River and Northern coastal waters of Myanmar. Asian Marine Biology. 14:173-194.

Wardiatno Y, Irfangi C, Hestirianoto T. 2010. Dolphins Encountered in Kepulauan Seribu. Ilm Kelaut. 15(4):202-213.

Wiadnyana NN, Purnomo FS, Faizah R, Mustika PLK, Oktaviani D, Wahyono MM. 2005. Aquatic mammals assessment in Indonesian waters. Di dalam: Aray N, editor. Proceedings of the International Symposium on SEASTAR2000 and Bio-logging Science (The 5th SEASTAR2000 Workshop); 2004 Dec 13-15; Bangkok, Thailand. Kyoto (KR): Graduate school of Informatics. 20p.

(31)

19

(32)

20

(33)

21

(34)

22

(35)

23

(36)

24

(37)

25

Lampiran 6 Kenampakan Pesut dan potret habitat di Teluk Balikpapan

(a) Perilaku berenang dengan menunjukan sirip dorsal yang dilakukan oleh Pesut di habitat Sungai Riko

(b) Habitat Pesut berada dekat lokasi kegiatan industri

(38)

26

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur tanggal 10 September 1990. Buah hati dari kedua orang tua yang bernama Elly Kamalia dan Dendy Ilhamudin sebagai putra pertama yang dilahirkan mereka. Seusai menyelesaikan jenjang pendidikan di SD Bojong Herang IV melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Tanwiriyyah sekaligus mengikuti program pesantren. Penulis melanjutkan ke jenjang SMA di SMA Negeri 2 Cianjur. Seusai SMA hasrat untuk menuntut ilmu semakin tumbuh. Dengan mengikuti program SNMPTN yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi pintu masuk dunia perkuliahan di IPB dengan program studi yang dipilih Manajamen Sumberdaya Perairan pada tahun 2008.

Saat menjadi mahasiswa IPB penulis aktif mengikuti organisasi pecinta alam LAWALATA IPB dengan mengikuti 10 bulan Masa Pembinaan Calon Anggota (MPCA). Selama masa pembinaan penulis banyak dibekali materi dan praktek di antaranya Teknik Hidup Alam Bebas (Navigasi Darat, Search And Rescue, Metode Komunikasi, Jungle Survival dan Pertolongan Pertama) serta dibekali materi konservasi dan lingkungan hidup. Berbagai ekspedisi dan penelitian dilakukan di antaranya Ekspedisi Bantimurung Bulusaraung di Sulawesi Selatan, Ekspedisi Manusela di Pulau Seram, Eksplorasi Bali-Lombok, Studi Sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) di SM Cikepuh. Pada saat menjabat sebagai ketua umum organisasi LAWALATA IPB periode 2010/2011 penulis berhasil melangsungkan 4 ekspedisi besar yaitu International Caving Expedition

di Vietnam, Ekspedisi Pulau Biak di Papua, Studi Tanaman Obat di Kalimantan dan Studi Biota Goa di Ciampea Bogor sehingga dianugerahi sebagai organisasi berprestasi oleh IPB. Pada tahun 2012-2013 (310 hari) penulis merancang dan menyelenggarakan Ekspedisi Sepeda Nusantara yaitu bersepeda keliling Indonesia seorang diri dengan melewati 34 Pulau di Nusantara dan menerima penghargaan IPB Awards. Banyak pemberitaan oleh media (majalah cetak/online, koran, website) yang memuat cerita perjalanan dan kisahnya.

Selain sebagai peneliti dan seorang petualang penulis aktif juga menjadi moderator dalam seminar di antaranya, yaitu Seminar Scientific Karst Exploration

se-Nasional dan Pengurangan Resiko Bencana lingkup IPB. Penulis sering terlibat dalam kegiatan kemanusiaan di antaranya yaitu pencarian korban di Sungai Cihideung Bogor dan SAR International pesawat Sukhoi Superjet di lereng Gunung Salak. Selama masa kuliah penulis sering mengisi materi dan pendampingan lapangan bagi siswa SMA dalam mengenalkan lingkungan hidup dan kepetualangan.

Gambar

Gambar 1  Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal (Wardiatno et al.2010).
Tabel 1  Habitat, tanggal pengamatan,waktu pengamatan, waktu muncul, dan estimasi jumlah Pesut selama survei
Tabel 2  Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk    Balikpapan
Gambar 3  Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut
+4

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3.9 menjelaskan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan Pokja AMPL kabupaten Karimun dengan jumlah responden 710 rumah tangga, yang tersebar di 71 kelurahan dan desa

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian serbuk buah kepel pada mencit selama 7 hari dapat menurunkan kadar amonia dalam feses sebesar 75,5%, kadar fenol

Penggunaan media animasi pada materi sistem pencernaan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Mahasiswa Pendidikan Biologi yang akan melaksanakan pembelajaran

alur ceritanya yang tidak berat sehingga ringan untuk dimengerti dan dipahami oleh penonton. Bagi generasi muda khususnya mahasiswa dakwah dan komunkasi jurusan penyiaran

Sedangkan untuk data-data penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu jumlah penduduk usia sekolah, data siswa sekolah, data lokasi sekolah, daya tampung sekolah,

Mutu memiliki arti yaitu kemampuan ability yang dimiliki oleh sutau produk atau jasa services yang dapat memenuhi kebutuhan atau harapan, kepuasan satisfaction pelanggan

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab kepada peserta didik SMA Negeri 2 Rembang dan MAN Rembang yang menjadi responden dan memberikan pengertian atau pemahaman

Hal ini berarti bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pendekatan Inquiring Minds Want To Know Learning (Pembelajaran yang Membangkitkan Minat Belajar Siswa)