• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Formula Film Nanokomposit Berbasis Polivinil Alkohol Dengan Penambahan Nanopartikel Seng Oksida (Zno) Dan Asam Lemak Stearat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Formula Film Nanokomposit Berbasis Polivinil Alkohol Dengan Penambahan Nanopartikel Seng Oksida (Zno) Dan Asam Lemak Stearat"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

OPTIMASI FORMULA FILM NANOKOMPOSIT BERBASIS

POLIVINIL ALKOHOL (PVA) DENGAN PENAMBAHAN

NANOPARTIKEL SENG OKSIDA (ZnO) DAN ASAM LEMAK

STEARAT

VEGA YOESEPA PAMELA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Optimasi Formula Film Nanokomposit Berbasis Polivinil Alkohol dengan Penambahan Nanopartikel Seng Oksida (ZnO) dan Asam Lemak Stearat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

VEGA YOESEPA PAMELA. Optimasi Formula Film Nanokomposit Berbasis Polivinil Alkohol dengan Penambahan Nanopartikel Seng Oksida (ZnO) dan Asam Lemak Stearat. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF, EVI SAVITRI IRIANI dan NUGRAHA EDHI SUYATMA.

PVA (Polivinil alkohol) adalah salah satu polimer yang secara intensif dipelajari dalam pembuatan kemasan biodegradable karena mampu membentuk film yang baik, larut dalam air, mudah dalam proses, tidak beracun dan biokompatibel. Dibalik keunggulannya tersebut, film PVA memiliki kelemahan pada sifat mekanik dan sifat penghalang, sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan pengisi. Salah satu bahan pengisi yang sesuai adalah nanopartikel ZnO yang memiliki luas permukaan yang besar terhadap rasio volume dan memiliki sifat antimikroba yang dapat dirancang untuk menjadi kemasan aktif yang lebih efisien dan meningkatkan reaktifitas permukaan, sifat termal, mekanik, stabil terhadap panas dan tercatat aman (GRAS) oleh Food and Drug Administration (FDA). Selain penambahan nanofiller, penambahan asam lemak seperti asam stearat juga menawarkan sifat penghalang air yang tinggi. Konsentrasi bahan pengisi baik nanopartikel ZnO maupun asam lemak dapat mempengaruhi karakteristik film nanokomposit yang dihasilkan. Dalam menghasilkan formula yang optimum dari film nanokomposit PVA, penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum dari nanopartikel ZnO dan asam lemak stearat sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik dan sifat barrier dari film PVA. Proses optimasi dilakukan dengan D-optimal Response Surface Methodology (RSM) dengan memanfaatkan piranti lunak Design Expert7.

Film nanokomposit dibuat dengan menggunakan metode casting solvent dengan berbagai formulasi konsentrasi nanopartikel ZnO dan asam stearat. Film nanokomposit tersebut diujikan pada struktur morfologi, sifat mekanik dan fisik, aktivitas antimikroba dan biodegradabilitas. Penambahan bahan pengisi nanopartikel ZnO dan asam stearat mampu meningkatkan kuat tarik dan elongasi, kristalinitas, sifat termal, densitas, ketebalan; menurunkan laju transmisi uap air, warna, transmisi cahaya; serta memiliki aktivitas antimikroba yang cukup baik terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Formula dengan respon paling optimal adalah pada konsentrasi nanopartikel ZnO 3.4% dan konsentrasi asam stearat 6.6%. Kondisi proses optimal memiliki nilai keinginan mencapai 0.671. Nilai respon yang diprediksi oleh program yaitu, WVTR: 0.0091 g cm2/hari, kuat tarik: 34.9879 MPa, elongasi: 145.931%, kristalinitas: 48.2376%, titik leleh: 226.504oC, entalpi: 70.2065 J/g, jumlah mikroba E. coli: 140.235 cfu/ml, S. aureus:

107.531 cfu/ml. ΔE: 1.3880, transmisi cahaya: 74.1153 %, tebal: 0.0057 cm dan densitas: 1.4611 g/cm3. Film nanokomposit PVA yang dihasilkan tetap mampu terdegradasi secara alami, tetapi sedikit lebih lambat dibandingkan kontrol. Laju degradasi untuk film optimum adalah 9.6496%/hari sedangkan untuk film kontrol 10.419%/hari.

(6)

SUMMARY

YOESEPA PAMELA VEGA. Optimization Formulation Nanocomposite Film Polyvinyl Alcohol-Based with Addition of Zinc Oxide (ZnO) Nanoparticles and Stearic Acids. Supervised by RIZAL SYARIEF, EVI SAVITRI IRIANI and NUGRAHA EDHI SUYATMA.

PVA (polyvinyl alcohol) is one of the biopolymers that is intensively studied to produce biodegradable packaging because it can form a good film properties, water-soluble, easy to process, non-toxic, and biocompatible. Despite those advantages, PVA-based film has a limitation in terms of mechanical and barrier properties so it needs to be combined with fillers. One of the suitable filler material is ZnO nanoparticle that has a large surface area to volume ratio and antimicrobial properties which can be designed to give more efficient active packaging and increase the surface reactivity, thermal properties, mechanical, heat stability as well as recorded safe (GRAS) by the Food and Drug Administration (FDA). Besides the addition of nanofiller, the addition of fatty acids, such as stearic acid also offers high water barrier properties. Concentration of both ZnO nanoparticle and stearic acid as fillers can affect the resulting nanocomposite film characteristic. In order to make the optimum formulation of PVA based nanocomposite film, this study aimed to determine the optimum concentration of ZnO nanoparticles and stearic acid to improve the mechanical properties and barrier properties of PVA film. The optimization process is conducted using the D-Optimal Response Surface Methodology (RSM) by utilizing the software Design Expert 7.

Nanocomposite films were made using solvent casting method with various concentration of ZnO nanoparticle and stearic acid. The morphology, mechanical and physical properties, antimicrobial activity and biodegradability of the resulting nanocomposite films were analyzed. The addition of filler nanoparticles ZnO and stearic acid were able to increase the tensile strength and elongation, crystallinity, thermal properties, density, thickness; lowering the water vapor transmission rate, color, light transmission; and having a quite well antimicrobial activity against gram-positive and gram-negative bacteria. The concentration of the added fillers on the nanocomposite film with the most optimal response is at 3.4% of ZnO nanoparticles and 6.6% stearic acid. This optimal formulation reached a desire value of 0.671. Response values predicted by the program, namely, WVTR: 0.0091 g cm2/day, tensile strength: 34.9879 MPa, elongation: 145.931%, crystallinity: 48.2376%, melting point: 226.504oC, enthalpy: 70.2065 J/g, the number of bacteria E. coli : 140.235 cfu/ml, S. aureus: 107.531 cfu/ml. ∆E: 1.3880, light transmission: 74.1153%, thickness: 0.0057 cm and density: 1.4611 g/cm3. PVA nanocomposite films produced still capable to degrade naturally, but slightly slower than the control. The degradation rate for optimum film is 9.6496% / day whereas the control is 10.419% / day.

(7)
(8)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

VEGA YOESEPA PAMELA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

OPTIMASI FORMULA FILM NANOKOMPOSIT BERBASIS

POLIVINIL ALKOHOL (PVA) DENGAN PENAMBAHAN

NANOPARTIKEL SENG OKSIDA (ZnO) DAN ASAM LEMAK

STEARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah film nanokomposit, dengan judul Optimasi Formula Film Nanokomposit Berbasis Polivinil Alkohol, dengan penambahan Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS, Ibu Dr Evi Savitri Iriani, MSi dan Bapak Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA selaku pembimbing atas arahan, ilmu dan motivasi yang diberikan dari awal hingga akhir proses penelitian ini, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah membiayai studi penulis melalui program DIPA tahun 2015. Terimakasih pula kepada kedua orangtua, adik, dan keluarga atas segala doa dan ridha mereka penulis mampu menyelesaikan studi dan penelitian ini. Kemudian penghargaan penulis sampaikan kepada semua staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, yang telah membantu selama penelitian. Selain itu tak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada staf dan rekan Ilmu Pangan 2014 serta pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas dukungannya selama ini. Akhir kata semoga penelitian ini bermanfaat demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Oktober 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis Penelitian 4

2 METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Alat 5

Bahan 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Karakterisasi Bahan Baku 6

Pembuatan Film Nanokomposit 6

Pengujian Karakteristik Film Nanokomposit 7

Analisis Statistik 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Bahan Baku 12

Rancangan Formula 13

Karakteristik Film Nanokomposit 14

Analisis Respon 41

Optimasi Proses 41

Verifikasi 44

Biodegradabilitas Produk Akhir 44

4 SIMPULAN 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 52

(16)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi formulasi nanopartikel ZnO dan asam stearat dalam desain

RSM 11

2 Hasil Analisis Kadar air PVA, Nanpartikel ZnO dan Asam Stearat 12

3 Hasil Penelitian Pendahuluan 13

4 Kisaran Pengunaan Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat 13 5 Tebal dan Densitas Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan

Asam Stearat 14

6 Kuat Tarik Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam

Stearat 16

7 Elongasi Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam Steara 19 8 Laju Transmisi Uap Air Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO

dan Asam Stearat 22

9 Korelasi WVTR, densitas dan kristalinitas 25

10 Transmitan Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam

Stearat 26

11 Warna Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat 28 12 Korelasi Kristalinitas, Sifat Termal, Sifat Mekanik 32 13 Sifat Termal Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam

Stearat 34

14 Jumlah Mikroba Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam

Stearat 38

15 Hasil Analisis Respon Optimasi Formula Film Nanokomposit 41 16 Kriteria Sasaran dan Kepentingan Tiap Variabel Pada Optimasi Formula

Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat 42

17 Kondisi Proses Optimal 43

18 Hasil Verifikasi Film Nanokomposit dan Kondisi Formula Optimum 44

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan film Nanokomposit 7

2 Distribusi Diameter Nanopartikel ZnO 12

3 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Tebal 15 4 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Densitas 15 5 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Kuat Tarik

16 6 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Elongasi 20 7 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Laju

Transmisi Uap Air 23

8 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Transmisi

Cahaya 26

9 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Warna 28 10 Hasil X-Ray Diffraction Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO

dan Asam Stearat 29

(17)

12 Hasil DSC Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam

Stearat 32

13 Grafik two component mix Film Nanokomposit untuk Respon Sifat Termal 33 14 Hasil SEM Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan Asam

Stearat 35

15 Mekanisme dari Aktivitas Antimikroba Nanopartikel ZnO 39 16 Hasil Mikrograph bakteri E.coli yang terpapar Nanopartikel ZnO 40 17 Grafik Optimasi Formula Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO

dan Asam Stearat 43

18 Biodegradabilitas Film Nanokomposit PVA, Nanopartikel ZnO dan

Asam Stearat 45

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA Respon Tebal 56

2 ANOVA Respon Densitas 56

3 ANOVA Respon Kuat Tarik 57

4 ANOVA Respon Elongasi 57

5 ANOVA Respon Laju Transmisi Uap Air 58

6 ANOVA Respon Transmisi Cahaya 58

7 ANOVA Respon Warna 59

8 ANOVA Respon Kristalinitas 59

9 ANOVA Respon Titik Leleh 60

10 ANOVA Respon Entalpi 60

11 ANOVA Respon Sifat Antimikroba E.coli 61

12 ANOVA Respon Sifat Antimikroba S. aureus 61

13 Korelasi antara laju transmisi uap air, densitas dan kristalinitas 62

14 Korelasi antara warna dan transmisi cahaya 62

15 Korelasi antara kristalinitas, sifat termal dan sifat mekanik 63

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemasan sebagai salah satu komponen yang penting untuk menghasilkan produk pangan dengan tampilan yang menarik dan melindungi produk terkemas selama penyimpanan maupun distribusi. Kemasan, terutama kemasan plastik yang banyak digunakan pada saat ini merupakan salah satu hal yang menyumbang permasalahan terutama dalam masalah ketidakstabilan ekosistem lingkungan, karena kemasan yang beredar di pasaran masih bersifat non-biodegradable. Penelitian nanokomposit sebagai salah satu kemasan ramah lingkungan merupakan upaya untuk mendukung upaya pemerintah dalam menjalankan gerakan ramah lingkungan yang tertuang dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 18 tahun 2008. Hal ini mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemasan tidak ramah lingkungan karena penggunaannya yang semakin meluas. Berdasarkan data dari Deputi Pengendalian Perencanaan Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH), setiap individu rata-rata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari dimana 15% diantaranya adalah sampah plastik (Gusmayanti 2010). Sehingga diharapkan alternatif ini dapat mengurangi jumlah penggunaan kemasan non-biodegradable dan dapat menjadi salah satu solusi permasalahan Negara.

Bahan kemasan berbasis biopolimer yang pada umumnya bersifat biodegradable belum banyak digunakan dalam industri kemasan, terutama karena sifat mekanik dan penghalangnya yang kurang baik (Tunc & Duman 2011). Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan tersebut adalah mengkombinasikannya dengan bahan lain atau filler. Filler yang telah digunakan dalam pembuatan film nanokomposit diantaranya menggunakan filler berukuran bulk, mikro dan nano, akan tetapi penggunaan filler mikro masih menghasilkan film dengan sifat mekanik dan sifat barrier yang kurang baik terhadap film nanokomposit, sehingga penggunaan filler berukuran nano diharapkan dapat meningkatkan keterbatasan film yang dihasilkan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa pencampuran yang homogen antara polimer dengan berbagai jenis bahan pengisi yang berukuran nano akan menghasilkan perbaikan pada sifat fisik, mekanik dan barrier (Kanmani et al. 2014). Salah satu biopolimer yang banyak dipelajari secara intensif adalah PVA (polivinil alkohol) karena sifatnya yang dapat membentuk film dengan baik, larut dalam air, mudah dalam proses, tidak beracun, biocompatible dan biodegradable (Chandrakala et al. 2012).

(20)

2

dikombinasikan dengan bahan pengisi yang dapat meningkatkan karakteristik dari film yang dihasilkan. Salah satu bahan pengisi berukuran nano yang berpotensi untuk memperbaiki hal tersebut adalah nanopartikel ZnO. Nanopartikel ZnO memiliki luas permukaan yang besar terhadap rasio volume, serta memiliki sifat antimikroba sehingga dapat dirancang menjadi kemasan aktif yang lebih efisien (Esmailzadeh et al. 2016), meningkatkan reaktivitas permukaan, sifat termal, mekanik, stabil terhadap panas dan tercatat aman (GRAS) oleh Food and Drug Administration (FDA 2011) (Sharon et al. 2010).

Film komposit yang berasal dari alam atau mempunyai sifat biodegradable memiliki sifat penghalang oksigen yang relatif baik, akan tetapi sangat permeabel terhadap air karena sifat hidrofilik yang dimiliki. Selain penambahan nanofiller yang menjanjikan dapat meningkatkan sifat barrier dari nanokomposit film, penambahan lemak menawarkan sifat penghalang air yang tinggi. Asam lemak, lemak, dan lilin yang biasanya digunakan untuk mengurangi permeabilitas uap air, karena mengandung bahan hidrofobik yang akan menghasilkan hambatan yang baik terhadap migrasi kelembaban. Penggunaan lipid sebagai bahan yang dapat mengurangi permeabilitas terhadap uap air dilaporkan pada beberapa film seperti kefir (Ghasemlow et al. 2011), kitosan (Cerqueira et al. 2012), lepidium perfoliatum seed gum (Seyedi et al. 2015). Lipid yang paling banyak digunakan adalah asam stearat, asam palmitat dan beberapa minyak nabati seperti minyak kedelai dan bunga matahari (Chiumarelli et al. 2014).

(21)

3 (Caba et al. 2012), pati (Nobrega et al. 2012; Schmidt et al. 2013), pati singkong (Chiumarelli et al. 2014), isolate protein kacang kedelai (Wang et al. 2014), Lepidium perfoliatum seed gum (Seyedi et al. 2015).

Penggunaan nanopartikel dalam pembuatan nanokomposit memang menjadikan nanokomposit tersebut mempunyai sifat-sifat yang lebih baik. Sifat material nanostruktur yang unik tidak dapat ditemukan pada bahan makroskopik konvensional. Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar. Karena efek ukuran kuantum dan efek permukaan, nanopartikel dapat menampilkan sifat optik, elektronik magnetik, kimia, dan sifat struktural yang dapat digunakan untuk aplikasi teknologi. Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-ubah melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar partikel. Pada penelitian ini digunakan nanopartikel ZnO yang bertindak sebagai filler dalam komposit karena memiliki sifat mekanik yang menarik seperti permeable gas yang rendah. Nanokomposit dari bahan yang digunakan dapat meningkatkan sifat barrier, kekuatan mekanik, dan daya tahan panas dibandingkan dengan polimer dan komposit konvensional. Ketika akan digunakan sebagai kemasan pangan, nanokomposit lebih baik dibandingkan dengan kemasan pangan lainnya karena mampu menahan stress termal pada saat pengolahan, transportasi dan penyimpanan serta memiliki peningkatan sifat mekanik (Arora dan Padua 2010).

Penelitian ini berfokus pada optimasi formula film nanokomposit sebagai bahan kemasan berbasis PVA dengan penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat. Penambahan asam stearat dan ZnO diharapkan dapat memperbaiki kelemahan film yang dihasilkan berbasis PVA sehingga didapat film dengan sifat mekanis dan sifat barrier yang baik.

Perumusan Masalah

(22)

4

terhadap uap air dan meningkatkan sifat mekaniknya. Nanopartikel ZnO merupakan nanopartikel logam yang selain sebagai filler terhadap matriks kemasan, juga dapat berperan sebagai antimikroba. Penambahan nanopartikel ZnO diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik serta memberikan fungsi antimikroba dari film nanokomposit yang dihasilkan dan penambahan asam lemak stearat diharapkan dapat menurunkan sensitifitas terhadap uap air dari film nanokomposit yang dihasilkan. Penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat juga harus tepat, karena kekurangan atau kelebihan dari kedua komponen tersebut dapat menghasilkan penurunan pada sifat mekanik, barrier maupun penampakkannya, sehingga perlu diketahui formulasi konsentrasi yang optimum dari penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi yang optimum dalam pembuatan film nanokomposit berbasis PVA dengan penambahan nanopartikel ZnO dan asam lemak stearat. Penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dan sifat barrier dari film PVA. Proses optimasi dilakukan dengan D-optimal Response Surface Methodology (RSM).

Hipotesis Penelitian

1. Penambahan nanopartikel ZnO dapat meningkatkan sifat mekanik dan dapat memberikan efek antimikroba dari film nanokomposit yang dihasilkan.

2. Penambahan asam lemak stearat dapat menurunkan sensitifitas terhadap uap air sehingga dapat meningkatkan sifat barrier dari film nanokomposit.

2

METODE

Waktu dan Tempat

(23)

5 Alat

Peralatan yang digunakan antara lain , Scanning Electron Microscopy (SEM) Zeiss EVO M10 USA, Differential Scanning Calorimetry (DSC)-60 Malvern Inggris, X-ray Difraction (XRD) Bruker D8 Germany, Universal Testing Machine (UTMA) Comten Industries Inggris, Particle Size Analyzer (PSA) Malvern Inggris, Spektrofotometer Shimadzu UV-160A Jepang, Tanur Listrik Lenton Furnaces Inggris, Ultrasonic Homogenizer Qsonica Jepang, oven Memmert, ultraturax IKA T-25 Digital, desikator Memmert, alat gelas Pyrex, teflon, cawan petri, timbangan digital, mikropipet Appendorf® Reasearch, magnetic stirrer Fisher ScientificTM, autoklaf Hirayama Manufacturing Corp. Jepang, dan alat penunjang lainnya.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah polivinil alkohol komersial jenis 17K yang diperoleh dari Surabaya, materi anorganik nanopartikel seng oksida (ZnO) yang diperoleh dari China, dan asam lemak stearate teknis komersial yang diperoleh dari Bratachem, aquades, CaCl2 teknis, KCl teknis, media pertumbuhan Nutrient Broth (NB, Merck), NaCl (Merck), plate count agar (PCA, Merck) biakan bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Escherichia coli (ATCC 25922).

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu: a. Karakterisasi bahan baku, meliputi:

- Analisis kadar air untuk polivinil alkohol, nanopartikel ZnO, asam stearat.

- Analisis ukuran partikel menggunakan PSA untuk nanopartikel ZnO. b. Penentuan batas atas dan batas bawah dari nanopartikel ZnO dan asam

stearat.

c. Pembuatan film nanokomposit dengan melarutkan nanopartikel ZnO, asam stearat kemudian mencampurkannya kedalam larutan PVA.

d. Pengujian karakteristik film Nanokomposit, meliputi: - Analisis sifat termal dengan menggunakan DSC - Analisis sifat mekanik menggunakan UTM

- Analisis sifat fisik, transmisi cahaya menggunakan spektrofotometer, densitas dengan menghitung luas permukaan, kristalinitas menggunakan XRD, dan WVTR (water vapor transmition rate). - Analisis struktur morfologi dengan menggunakan SEM.

(24)

6

e. Optimasi, untuk memperoleh formula yang optimum dari nanopartikel ZnO dan asam stearat

f. Verifikasi, untuk memvalidasi hasil respon yang diprediksikan oleh program.

Karakterisasi Bahan Baku

Tahap awal penelitian ini meliputi karakterisasi bahan baku yang digunakan pada penelitian yaitu polivinil alkohol, seng oksida dan asam stearat. Prosedur analisis sebagai berikut.

a) Analisis Kadar Air (AOAC 2012)

Cawan yang akan digunakan terlebih dahulu dikonstankan dengan memanaskannya di dalam oven 105 °C selama satu jam atau lebih, kemudian didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang. Perlakuan pemanasan cawan dilakukan hingga diperoleh berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama tiga jam, kemudian didinginkan di dalam desikator. Perlakuan pemanasan sampel dilakukan hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (%)=(berat sampel awal - berat sampel akhir)

berat sampel awal ´ 100%

b) Analisis ukuran dan sebaran nanopartikel ZnO dengan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer).

Pembuatan Film Nanokomposit

Proses pembuatan nanokomposit film dilakukan dengan metode casting solvent dengan memodifikasi metode yang dikembangkan oleh Chandrakala et al 2013.

(25)

7

Nanopartikel ZnO yang telah disonikasi

Asam stearat yang telah dilelehkan bersama

Tween80

Larutan PVA PVA

Pelarutan dengan magnetic stirrer

(T=120oC; t=30 menit)

Aquades

Pengeringan T=40-45oC; t=3jam Pencetakan ke dalam teflon

Homogenisasi

Film bionanokomposit PVA

Gambar 2.1 Diagram alir pembuatan film Nanokomposit

Pengujian Karakteristik Film Nanokomposit

a) Analisis sifat termal

Analisis sifat termal dilakukan dengan menggunakan DSC Perkin Elmer. Sampel ditempatkan pada DSC pan sebanyak 5-10 mg. analisis dilakukan dengan pemanasan sampel pada suhu 50-250oC dengan kecepatan pemanasan 5oC/menit pada atmosfer nitrogen. Pan kosong digunakan sebagai referensi.

b) Analisis sifat mekanik (ASTM D638)

(26)

8

ke grip pengunci. Alat kemudian dijalankan dan dihentikan ketika film tepat putus dan dapat diketahui gaya tarik ketika film putus. Nilai elongasi dapat dicari dengan membagi panjang akhir dengan panjang awal lalu dikalikan 100 persen. Nilai kuat tarik dapat dihitung dengan membagi nilai gaya tarik yang dihasilkan ketika nilai putus dibagi dengan luas film.

Elongasi =L − LL � %

L1 = panjang awal film (m)

L2 = panjang film ketika putus (m)

Kuat Tarik =�

N = gaya saat film putus (Newton)

A = luas penampang samping, lebar x tebal film (mm2) c) Analisis sifat fisik meliputi:

- analisis transmisi cahaya dengan mengukur transparansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420nm (Tang et al. 2008).

- analisis warna menggunakan alat Minolta CR 300 Chromatometer yang bekerja berdasarkan prinsip pengukuran warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel. Hasil pengukuran chromameter dikonversi dalam sistem CIE LAB yang mempunyai lambang L*, a* dan b*. Dengan nilai skala L*a*b*, total color difference dapat diketahui

dengan rumus ΔE = (L*2 + a*2 + b*2)1/2

- analisis densitas dengan menghitung luasan permukaan menggunakan metode Polat et al. (2013). Densitas ditentukan dengan pengukuran berat dan volume dari film dan dinyatakan dengan g/cm3,

- analisis kristalinitas dengan menggunakan XRD Bruker D8. Sampel dipotong-potong dengan diameter 4cm dan analisis dengan menggunakan radiasi Kα Cu (λ=1,54060) dibawah kondisi operasional pada tegangan 40 kV dan daya paparan sinar 30 mA. Dengan kecepatan pemindahan 1o/menit,

(27)

9

WVTR =�� �A = Δt x AΔm

WVTR = water vapor transmition rate (gram/hari.m2)

Slope = fungsi linier penambahan berat dan waktu (gram/hari)

A = luas film (m2) d) Analisis Struktur Morfologi

Analisis struktur morfologi dengan menggunakan SEM Zeiss EVO MA 10. Sampel dipotong kecil (2mm x 2mm) dan dipasang pada penampang visualisasi perunggu dengan menggunakan double-site tape. Permukaan sampel dilapisi dengan lapisan emas tipis pada kondisi sputter time 60 detik dan sputter current 20 mA. Sampel dimasukkan ke dalam alat SEM dan gambar permukaannya diambil menggunakan detector Secondary Electron (SE), Working Distance (WD) 11,5-12 mm dan Extra High Tension (EHT) 11,0 kV.

e) Analisis antimikroba

Pengujian aktivitas antimikroba nanokomposit terhadap bakteri patogen dilakukan dengan metode kontak.

Persiapan kultur uji, untuk mengetahui sifat antimikroba dari film nanokompoait PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat perlu dilakukan pengujian beberapa bakteri patogen. Disiapkan terlebih dahulu kultur uji dengan menginokulasikan 1 ml kultur ke dalam 9 ml medium cair nutrient broth secara aseptis. Kultur uji kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Setelah 24 jam, kultur bakeri tersebut perlu diketahui jumlahnya karena yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 10-5. Tabung nutrient broth yang telah diinokulasikan bakteri dan diinkubasi selama 24 jam tersebut dilakukan pengenceran sampai 10-8. 1 ml kultur dimasukkan ke dalam NaCl 9 ml kemudian dari 9 ml NaCl tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri yang selanjutnya diberikan media agar plate count agar dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, dihitung jumlah bakteri yang tumbuh pada cawan, kemudian jumlah itu lah yang digunakan untuk pengujian antimikroba.

(28)

10

g) Analisis Biodegradabilitas (Azahari 2012)

Film nanokomposit yang optimum dilihat perubahan fisik dan laju degradasi yang terjadi. Film nanokomposit dipendam didalam tanah dengan kedalaman 3 cm dari permukaan tanah. Tanah diletakkan di dalam pot dan disimpan luar ruangan untuk mendapatkan kondisi sebenarnya di lingkungan. Perhitungan degradasi ditentukan setiap interval waktu tertentu (7 hari) selama 42 hari.

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakkan pada penelitian ini adalah dengan Response Surface Methodology (RSM) dan memanfaatkan piranti lunak Design Expert 7© dengan metode mixture experiments desain D-optimal.

Rancangan campuran terbagi menjadi beberapa rancangan, salah satunya adalah rancangan D-optimal yang digunakan dalam penelitian ini dan menghasilkan 13 buah running dalam pembuatan film Nanokomposit. Rancangan D-optimal adalah rancangan yang dapat melibatkan dua hingga dua puluh empat komponen di dalam sebuah formula dengan mengutamakan adanya constraints atau pembatas dari kisaran tiap komponen. Variabel yang akan dioptimasi terdiri dari nanopartikel ZnO dan asam lemak stearat. Titik minimum dan maksimum dari setiap variabel telah diperoleh dari penelitian pendahuluan, yang kemudian dimasukkan ke dalam rancangan sehingga diperoleh kombinasi-kombinasi formula yang akan diuji (Tabel 2.1).

Penentuan formula yang paling optimal berdasarkan respon parameter-parameter yang diujikan, diantaranya adalah sifat termal, sifat fisik, sifat mekanik, sifat struktur morfologi, antimikroba dari film Nanokomposit yang dihasilkan.

Model respon ditentukan mulai dari kubik sebagai model tertinggi sampai mean sebagai model terendah. Dalam pemilihan model, program akan menyarankan model yang dapat kita gunakan. Model yang sesuai adalah model yang memenuhi minimal tiga kriteria sebagai berikut (Anonim 2006):

1. Memiliki model yang “signifikan” yang ditandai dengan nilai p -value (Prob>F) kurang dari 0.0500 untuk nilai signifikansi yang kuat. Jika nilai Prob>F diantara 0.0500 dan 1, maka nilainya marjinal signifikan

2. Memiliki Lack of Fit yang “tidak signifikan” yang ditandai dengan nilai p-value

(Prob>F) lebih dari 0.0500. Nilai Lack of Fit yang signifikan berarti model polinimial tidak sesuai dengan semua desain secara baik

(29)

11 Tahapan selanjutnya adalah verifikasi nilai dari parameter-parameter yang diujikan terhadap prediksi pada RSM. Hasil prediksi disesuaikan dengan nilai respon pada confident interval dan prediction interval. Hasil verifikasi yang diinginkan memiliki nilai yang dekat dengan nilai prediksi dan berada di dalam kisaran CI dan PI.

Tabel 2.1 Kombinasi Formulasi Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat dalam desain RSM

Std Run Block Nanopartikel ZnO Asam Stearat

1 6 Block 1 4.0 6.0

2 4 Block 1 0.0 10.0

3 11 Block 1 2.0 8.0

4 7 Block 1 3.0 7.0

5 12 Block 1 1.0 9.0

6 13 Block 1 0.5 9.5

7 1 Block 1 3.5 6.5

8 9 Block 1 1.5 8.5

9 5 Block 1 0.0 10.0

10 2 Block 1 4.0 6.0

11 10 Block 1 2.0 8.0

12 8 Block 1 0.0 10.0

(30)

12

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Hasil analisis kadar air pada polivinil alkohol, nanopartikel ZnO dan asam stearat dapat dilihat pada Tabel 3.1. Kadar air film akan berpengaruh terhadap sifat kuat tarik dan elongasi dari film yang dihasilkan. Air merupakan pemlastis alami sehingga seakin besar kadar air maka elongasi film akan semakin besar. Selain itu, semakin rendah kadar air, maka jumlah air bebas semakin menurun pula, dengan menurunnya air bebas yang tersedia maka nilai aw juga akan menurun sehingga film tidak disukai mikroba untuk tumbuh (Sabarisman 2015). Kadar air yang semakin kecil pada bahan baku juga akan mempengaruhi lama proses pengeringan, semakin kecil kandungan kadar air, semakin cepat film mengering.

Tabel 3.1 Hasil analisis kadar air PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat

Bahan Baku Nilai Kadar Air (%)

Polivinil Alkohol 90 + 0.09

Nanopartikel ZnO 1.06 + 0.06

Asam Stearat 0.002 + 0.01

Pengujian ukuran dan sebaran menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) terhadap nanopartikel ZnO menghasilkan data ukuran sekitar 350 nm terlihat pada Gambar 3.1. Hal ini tidak sesuai dengan yang diklaim oleh produsen bahwa nanopartikel ZnO yang diproduksi tersebut memiliki ukuran partikel 30-50 nm. Hal ini disebabkan karena kemungkinan besar serbuk nanopartikel ZnO mengalami aglomerasi pada saat distribusi dan penyimpanan. Distribusi dari diameter nanopartikel ZnO dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(31)

13 Rancangan Formula

Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan batas atas dan batas bawah dari nanopartikel ZnO dan asam stearat. Batas atas dan batas bawah diperlukan sebagai data masukkan pada rancangan campuran untuk optimasi formula. Nilainya diperoleh dari pembuatan film nanokomposit dengan memasukkan konsentrasi paling minimum untuk kedua faktor yaitu 0%, dan memasukkan konsentrasi paling maksimum dari kedua faktor yaitu 2% untuk nanopartikel ZnO dan 5% untuk asam stearat, yang kemudian dilihat karakteristik mekaniknya seperti kuat tarik dan elongasi serta laju transmisi uap air film. Hasil ANOVA pada Lampiran 16 menunjukkan nilai signifikansi yang lebih dari 0.05 yang berarti bahwa kedua film memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap karakteristik kuat tarik, elongasi dan laju transmisi uap air. Hasil penelitian pendahuluan terangkum pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Hasil penelitian pendahuluan untuk film minimum dan maksimum

Film Nanokomposit

Nilai Rata-rata WVTR (g

m2/hari) Kuat Tarik (MPa) Elongasi(%) 1 (Film minimum) 0.043 + 0.0002 28.567 + 0.305 34.150 + 0.05 2 (Film maksimum) 0.044 + 0.0004 28.867 + 0.152 34.227 + 0.06

Berdasarkan Tabel 3.2 diatas, diantara film nanokomposit minimum dan maksimum yang tidak berbedanyata untuk ketiga respon yang dianalisis menunjukkan bahwa diantara konsentrasi 0% sampai 2%-5% untuk nanopartikel ZnO dan asam stearat masih memiliki pengaruh yang serupa, sehingga konsentrasi yang digunakan untuk memperoleh formulasi film nanokomposit, dilakukan peningkatan konsentrasi dua kali lipat baik untuk nanopartikel ZnO dan asam stearat, masing-masing adalah 4% untuk nanopartikel ZnO dan 10% untuk asam stearat. Pada dasarnya belum ada pedoman yang khusus untuk menentukan batas maksimum dan batas minimum dari tahap optimasi formula menggunakan Design Expert-7, peningkatan dua kali lipat ini dilakukan agar diantara formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan analisis sidik ragam. Selanjutnya program akan melakukan koreksi pada konsentrasi yang seharusnya dimasukkan berdasarkan total maksimum yang digunakan pada formulasi. Data kisaran minimum dan maksimum dari nanopartikel ZnO dan asam stearat dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kisaran penggunaan nanopartikel ZnO dan asam stearat Variabel Batas minimum (%) Batas maskimum (%)

Nanopartikel ZnO 0 4

(32)

14

Karakteristik Film Nanokomposit

Tebal dan Densitas

Hasil dari pengujian tebal dan densitas film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Tebal dan densitas film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat

RUN Nanopartikel ZnO Asam Stearat Tebal (cm)

Densitas (g/cm3)

6 4.0 6.0 0.00646 1.26873

4 0.0 10.0 0.00716 1.14469

11 2.0 8.0 0.00598 1.37057

7 3.0 7.0 0.00533 1.53771

12 1.0 9.0 0.00600 1.36600

13 0.5 9.5 0.00749 1.09426

1 3.5 6.5 0.00567 1.44550

9 1.5 8.5 0.00733 1.11814

5 0.0 10.0 0.00729 1.12428

2 4.0 6.0 0.00700 1.17086

10 2.0 8.0 0.00538 1.52342

8 0.0 10.0 0.00765 1.07137

3 4.0 6.0 0.00646 1.26873

Hasil analisis ANOVA pada respon tebal dan densitas menyatakan bahwa model yang mampu memenuhi tiga kriteria yang telah disebutkan adalah Cubic. Model memiliki nilai p-value (prob>F) lebih kecil dari 0.05 (0.0083 dan 0.0062) masing-masing untuk tebal dan densitas. sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat sebagai model respon tebal dan densitas. Nilai Lack of fit yang tidak signifikan yaitu lebih dari 0.10 (0.0642 dan 0.0806) masing-msaing untuk tebal dan densitas, nilai tersebut menunjukkan bahwa model polinomial sudah sesuai dengan semua desain secara baik.

(33)

15 ini memang sebaiknya lebih dari 0.60. Hal yang paling utama adalah nilai Adj R2 dan Pred R2 memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model cubic yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon tebal dan densitas dari film nanokomposit yang dihasilkan.

Gambar 3.2 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon tebal

Gambar 3.3 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon X2 = B: Asam Lemak Stearat

0.0053 X2 = B: Asam Lemak Stearat

(34)

16

Penambahan asam lemak sedikit meningkatkan densitas bila dibandingkan dengan film kontrol 0.9294 g/cm3 menjadi 1.07137-1.53771 g/cm3 (Gambar 3.2 dan 3.3), sesuai dengan penelitian Seyedi et al. (2015) bahwa asam lemak tidak secara signifikan mengubah densitas film. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon tebal dan densitas antara lain: Tebal =+0.0114A-7.3602B -2x10-3AB - 9.5380x10-5AB(A-B)...(1) Densitas = +2.2906A +0.1117B+0.4486AB +0.0216AB(A-B)...(2) Berdasarkan persamaan aktual diatas, nanopartikel ZnO menunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan tebal dan densitas meskipun tidak terlalu tinggi. Kekompakkan struktur film terkait dengan pengisian molekul kecil ke dalam film LPSG yang dapat meningkatkan densitas. Dengan demikian, ketebalan dapat diperkirakan dengan densitas. Nilai densitas yang lebih tinggi menunjukkan film yang semakin tebal (Vargas et al. 2009; Chiumarelli et al. 2014).

Kuat Tarik (Tensile Strength)

Tensile strength (kuat tarik) adalah besarnya gaya maksimum yang mampu diterima oleh suatu material tertentu sampai material tersebut tepat putus. Nilai kuat tarik dari film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat terangkum pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kuat tarik film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat

RUN Nanopartikel ZnO Asam Stearat Tensile Strength (MPa)

6 4.0 6.0 33.8535

4 0.0 10.0 12.5163

11 2.0 8.0 24.2857

7 3.0 7.0 38.7543

12 1.0 9.0 27.5132

13 0.5 9.5 23.5000

1 3.5 6.5 27.7674

9 1.5 8.5 10.9141

5 0.0 10.0 21.7143

2 4.0 6.0 46.3333

10 2.0 8.0 24.3286

8 0.0 10.0 24.7718

3 4.0 6.0 46.8571

(35)

17 telah disebutkan adalah Quadratic. Model memiliki nilai p-value (prob>F) lebih kecil dari 0.05 (0.0044) sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat sebagai model respon kuat tarik. Nilai Lack of fit yang tidak signifikan yaitu lebih dari 0.10 (0.3038) menunjukkan bahwa model polinomial sudah sesuai dengan semua desain secara baik. Apabila lack of fit masih signifikan, maka model polinomial dapat dinaikkan atau dilakukan transformasi model (Anonim 2005).

Nilai R2 dari model respon kuat tarik adalah 0.8615 yang berarti 86.15% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model yang dipilih, yaitu Quadratic. Model tersebut dapat memenuhi tiga kriteria yang harus dipenuhi serta memiliki nilai R2 yang paling tinggi diantara model lainnya. Nilai Adj R2 dan Pred R2 dari respon kuat tarik yaitu 0.8938 dan 0.8370. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu menggambarkan 89.38% dari nilai aktual dan 83.40% dari nilai prediksi. Kedua nilai R2 ini sebaiknya lebih dari 0.60, tetapi hal ini tidak menjadi suatu keharusan. Apabila desain ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor formula yang signifikan, maka nilai dari kedua R2 tersebut tidak terlalu berpengaruh. Faktor yang signifikan tetap merupakan faktor yang benar-benar signifikan meskipun model polinomialnya tidak sempurna (Anonim 2005). Hal yang paling utama adalah nilai Adj R2 dan Pred R2 memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model quadratic yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon kuat tarik dari film nanokomposit yang dihasilkan.

Gambar 3.4 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon kuat tarik

Design-Expert® Software

Tensile Strength DesignPoints X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat

(36)

18

Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon kuat tarik antara lain: Kuat tarik = +18.1476A - 2.0653B - 1.8102AB...(3)

Berdasarkan persamaan aktual hubungan antara kuat tarik, nanopartikel ZnO dan asam stearat, baik nanopartikel ZnO maupun asam stearat merupakan dua faktor yang secara signifikan mempengaruhi nilai kuat tarik dari film nanokomposit PVA. Pada penelitian ini nanopatikel ZnO memberikan efek positif terhadap respon kuat tarik, seperti yang terlihat pada Gambar 3.4, semakin tinggi nilai nanopartikel ZnO, grafik mengarah ke nilai yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh Vincentini et al. (2010) bahwa film CS (chitosan)/PVA dengan penambahan nanopartikel ZnO memiliki nilai tensile strength yang lebih tinggi, kemudian Azizi et al. (2014), nilai tensile strength dari film nanokomposit PVA/Cs dengan penambahan CNC(cellulose nanocrystal)/ZnO secara signifikan meningkat dari 55.1 ke 153.3 MPa, hasil ini mengindikasikan bahwa penambahan CNC/ZnO ke dalam matriks PVA/Cs menghasilkan interaksi yang kuat antara matriks dan filler, sehingga membatasi pergerakan dari matriks dan menjadikannya lebih kaku. Meningkatnya respon kuat tarik dari film dengan adanya nanopartikel ZnO karena filler berukuran nano memiliki tensile strength yang lebih tinggi karena dengan ukurannya yang lebih kecil dapat terdispersi secara lebih homogen dan mampu berikatan dengan lebih kuat bersama molekul matriks polimernya yakni PVA (Chen et al. 2008)

Asam stearat memberikan efek negatif terhadap respon kuat tarik, seperti yang terlihat pada Gambar 3.4, meningkatnya konsentrasi asam lemak memberikan bentuk grafik yang mengarah pada rendahnya nilai kuat tarik. Sesuai dengan penelitian Cerqueira et al. (2012) bahwa meningkatnya konsentrasi minyak jagung (substansi hidrofobik) menurunkan tensile strength dari film kitosan. Keberadaan minyak dalam film mengarah pada pembentukan struktur diskontinuitas yang bertanggung jawab terhadap penurunan kekuatan tarik mereka. Selain itu, Bertan et al. (2005); Chiumarelli et al. (2014) juga melaporkan bahwa penambahan asam stearat ke dalam blend menyebabkan penurunan sampai 30% terhadap tensile strength. Pengaruh lemak terhadap sifat mekanik dari film juga tergantung karakteristik dari lemak dan kapasitasnya untuk berinteraksi dengan struktur matriks.

Persen Elongasi (Elongation at Break)

(37)

19 Model yang disesuai untuk respon elongasi yang mampu memenuhi tiga kriteria yang telah disebutkan adalah Cubic. Model memiliki nilai p-value (prob>F) lebih kecil dari 0.05 (<0.0001) dan nilai Lack of fit yang tidak signifikan yaitu lebih dari 0.10 (0.9652) sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat sebagai model respon persen elongasi. Nilai R2 dari model respon elongasi adalah 0.9185 yang berarti 91.85% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model yang dipilih, yaitu Cubic. Nilai Adj R2 dan Pred R2 dari respon persen elongasi tergolong tinggi, yaitu 0.8914 dan 0.8278. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu menggambarkan 89.14% dari nilai aktual dan 82.78% dari nilai prediksi. Hal yang paling utama adalah nilai Adj R2 dan Pred R2 memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model cubic yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon persen elongasi dari film Nanokomposit yang dihasilkan. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon elongasi antara lain:

Elongasi= -347.5627A +32.9717B +61.3867AB +3.7039 AB(A-B)...(4) Pada aplikasinya sebagai kemasan, nilai elongasi yang tinggi merupakan karakteristik yang diharapkan yaitu dalam menentukan kemampuannya menyesuaikan bentuk kemasan dengan produk terkemas (Krochta 1992). Berdasarkan Tabel 3.5, nilai persen elongasi berkisar antara 50%-365%, nilai tersebut masuk kedalam kisaran persen elongasi plastik biodegradable Enviplast yaitu 150%-180%.

Tabel 3.5. Persen elongasi film Nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO, dan asam stearat

RUN Nanopartikel ZnO Asam Stearat Elongation at Break (%)

6 4.0 6.0 53.4064

4 0.0 10.0 291.0300

11 2.0 8.0 174.4530

7 3.0 7.0 162.3370

12 1.0 9.0 252.2100

13 0.5 9.5 261.2680

1 3.5 6.5 155.9844

9 1.5 8.5 212.8000

5 0.0 10.0 337.3780

2 4.0 6.0 105.2840

10 2.0 8.0 202.9209

8 0.0 10.0 362.0810

3 4.0 6.0 143.9856

(38)

20

meningkatnya konsentrasi nanopartikel ZnO memberikan bentuk grafik yang mengarah pada rendahnya nilai elongasi. Persen elongasi semakin menurun dengan meningkatnya nanopartikel ZnO. Fenomena ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa adanya interaksi yang kuat antara filler dengan matriks (Azizi et al. 2014). Semakin banyak filler yang diberikan, semakin kuat interaksinya. Sebaliknya bahwa asam stearat secara signifikan memberikan efek positif terhadap respon elongasi dari film yang dihasilkan, grafik mengarah pada semakin tingginya nilai elongasi (Gambar 3.5). Hal ini sesuai dengan penelitian Seyedi et al. (2015) bahwa penambahan asam stearat dapat memberikan efek plasticizing terhadap film Nanokomposit yang dihasilkan. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Bertan et al. (2005) bahwa penambahan substansi hidrofobik dapat meningkatkan persen elongasi dari film berbasis gelatin dengan meningkatnya konsentrasi lemak karena efek plasticizing mereka.

Gambar 3.5. Grafik two component mix film Nanokomposit untuk respon elongasi

Menurut Sobral et al. (2001); Vanin et al. (2005); Colla et al. (2006), efek plasticizing ini dapat melemahkan gaya intermolekul antara rantai polimer yang berdekatan, sehingga fleksibilitas dan ekstensibilitas film meningkat pada waktu yang sama. Dengan cara ini, film-film yang dihasilkan mengalami penurunan pada kuat tarik dengan plastisizer dalam jumlah yang banyak, disisi lain film-film tersebut memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi pada kondisi ini dan menghasilkan elongasi yang tinggi sebelum putus.

Design-Expert® Software

Elongasi DesignPoints X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat

(39)

21 Karakteristik meningkatnya % elongasi dengan meningkatnya konsentrasi lemak yang ditambahkan memang tidak terjadi pada semua film Nanokomposit yang dibuat di beberapa penelitian sebelumnya. Hal ini tergantung karakteristik dari lemak dan kapasitas mereka untuk berinteraksi dengan struktur matriks (Bertan et al. 2005), kemudian beberapa lemak tidak mampu untuk membentuk kontinuitas, matriks yang kohesiv, sehingga menghasilkan penurunan pada % elongasi (Peroval et al. 2002). Selain itu Cerqueira et al. (2012) juga mengatakan bahwa kehadiran lemak/minyak pada film menyebabkan pembentukan struktur yang rigid, diskontinuitas struktur film yang bertanggungjawab terhadap penurunan fleksibilitas mereka.

Seperti yang telah disebutkan diatas, beberapa penelitian mengatakan bahwa asam lemak memiliki efek plasticizing. Menurut Yang et al. (2000) efek plasticizing juga dapat menginduksi mobilitas yang lebih besar dari rantai polimer dengan mengganti interaksi polimer oleh polimer-plastisizer.

Beberapa penelitian yang kontras dengan hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pengaruh penambahan lemak memicu penurunan kuat tarik dan % elongasi. Hal ini disebabkan karena lemak menyebabkan diskontinuitas dalam matriks polimer yang berkontribusi terhadap pengurangan gaya kohesi dari polimer, sehingga ketahanan film menurun. Ukuran dan distribusi partikel padat polimer juga mempengaruhi sifat mekaniknya. Asam lemak lebih baik terdispersi dalam ukuran nano, asam lemak juga dapat bertindak sebagai pelumas untuk rantai polimer selama film mengalami peregangan, sehingga dapat meningkatkan stretchability (Bonilla et al. 2011).

Laju Transmisi Uap Air (Water Vapor Transmission Rate)

Prinsip laju transmisi uap air yaitu menghambat uap air untuk masuk atau terserap kedalam film. WVTR merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan kualitas film karena pada aplikasinya sebagai produk kemasan, nilai WVTR yang rendah dapat meningkatkan umur simpan produk terkemas (Suyatma 2004). Nilai laju transmisi uap air dapat dilihat pada Tabel 3.6.

(40)

22

Tabel 3.6 Laju transmisi uap air film Nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat

RUN Nanopartikel ZnO Asam stearat WVTR (g/m2 s)

6 4.0 6.0 0.025126

4 0.0 10.0 0.024003

11 2.0 8.0 0.001141

7 3.0 7.0 0.001090

12 1.0 9.0 0.002053

13 0.5 9.5 0.002219

1 3.5 6.5 0.001853

9 1.5 8.5 0.002008

5 0.0 10.0 0.023567

2 4.0 6.0 0.017030

10 2.0 8.0 0.001073

8 0.0 10.0 0.019765

3 4.0 6.0 0.024776

Model yang mampu memenuhi tiga kriteria yang telah disebutkan diatas adalah Quadratic. Model memiliki nilai p-value (prob>F) lebih kecil dari 0.05 (0.0002) dan nilai Lack of fit yang tidak signifikan yaitu lebih dari 0.10 (0.844) sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat sebagai model respon laju transmisi uap air. Nilai R2 dari model respon laju transmisi uap air adalah 0.8245 yang berarti 82.45% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model quadratic yang dipilih. Nilai Adj R2 dan Pred R2 dari laju transmisi uap air tergolong tinggi, yaitu 0.7894 dan 0.7226. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu menggambarkan 78.94% dari nilai aktual dan 72.26% dari nilai prediksi. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon laju transmisi uap air antara lain:

(41)

23 diduga karena interaksi yang lemah antara nanopartikel ZnO dan asam stearat, sehingga kurang kuat untuk menghalangi uap air yang masuk. Lemahnya ikatan tersebut disebabkan karena diantara kedua komponen ada salah satu komponen yang memiliki nilai rendah.

Sifat pengahalang uap air dilaporkan menjadi meningkat dengan adanya penghalang fisik hidrofobik dari asam lemak, yang diyakini dapat menghambat transfer molekul air dari film (Callegarin et al. 1997; Angels 2000). Hasil penelitian serupa juga dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan asam lemak secara signifikan menurunkan nilai WVP dan WVTR dari film iota karagenan (Tanaka et al. 2008), kitosan (Gonzalez et al. 2010), sodium dan calcium caseinat (Fabra et al. 2010), film pati (Jimenez et al. 2012), film LPSG (lepidium perfoliatum seed gum) (Seyedi et al. 2015).

Nilai WVTR dapat diindikasikan dengan melihat nilai WVP (water vapor permeability). Permeabilitas uap air terjadi melalui bagian hidrofilik dari film, oleh karena itu tergantung dari rasio antara hidrofilk-hidrofobik film, kehadiran asam lemak dalam film dapat menurunkan WVP. Penelitian (Hagenmaier et al. 1990; Koelsch et al. 1992; McHug et al. 1994) juga menunjukkan bahwa WVP film yang mengandung asam lemak berkurang dengan meningkatnya panjang rantai dan derajat kejenuhan lemak. Ayranci et al. (2001) juga mengatakan bahwa penurunan WVP film selulosa-lemak tergantung dari jenis asam lemak itu sendiri, pada penelitiannya asam lemak yang digunakan adalah asam stearat dan asam miristat. Perilaku ini dapat dijelaskan karena hidrofobisitas yang tinggi dan mobilitas yang rendah dari asam lemak rantai panjang asam stearat dibandingkan dengan asam lemak rantai pendek asam miristat.

Menurut Cheng et al. (2008), meningkatnya konsentrasi dari material hidrofobik pada film tidak selalu menjamin penurunan WVP. Hal ini disebabkan karena fakta bahwa permeabilitas film dipengaruhi oleh adanya

(42)

24

Gambar 3.6 Grafik two component mix film Nanokomposit untuk respon

water vapor transmission rate

Pada beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penambahan asam stearat juga menghasilkan penurunan WVP yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan asam palmitat (Bertan et al. 2005). Hasil yang serupa juga dilaporkan oleh Ayranci et al. (2001) dalam penelitiannya, bahwa penambahan asam lemak dengan perbedaan panjang rantai karbon (asam laurat, asam palmitat dan asam stearat) terhadap film methylcellulose, asam stearat memberikan hasil yang terbaik terhadap penurunan nilai WVP. Pengamatan mengenai WVP, menghasilkan fakta bahwa ada efek lain yang berperan penting yang terkait dengan struktur lemak dalam film nanokomposit. Baik asam palmitat atau asam stearat yang terdistribusi secara homogen dalam matriks film, mereka akan memadat pada suhu kontrol, hal tersebut menjadi salah satu kontribusi terhadap penurunan laju uap air (Jimenez et al. 2012).

Sama halnya dengan asam stearat, nanopartikel ZnO juga memiliki pengaruh dalam menurunkan nilai permeabilitas uap air. Pada beberapa film berbasis agar, CMC dan karagean, penambahan nanopartikel ZnO ke dalam polimer secara signifikan menurunkan WVP dari film biopolimer (Kanmani et al. 2014). Meningkatnya sifat penghalang uap air dapat dikaitkan dengan nanopartikel ZnO yang kedap uap air karena dapat membentuk jalur berliku-liku sehingga menghalangi molekul air untuk masuk ke dalam matriks polimer. Hasil dari pengukuran WVP terhadap semua sampel film nanokompsit yang dilakukan oleh Kanmani et al. (2014) mengindikasikan bahwa sifat penghalang uap air dari film meningkat dibandingkan dengan

Design-Expert® Software

WVTR

DesignPoints

X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat

(43)

25 film kontrol. Hasil serupa dikemukakan oleh Nafchi et al. (2012) bahwa nlai WVP dari film pati sagu menurun dari 3.81 ke 1.03x10-11 g m-1 s-1 Pa-1 ketika ZnO nanorod ditambahkan kedalam film. Kim et al. (2012) juga mengemukakan bahwa penambahan nanopartikel ZnO menurunkan nilai water vapor transfer rate (WVTR) film PUA (polyurethane acrylate) dari 29.0 ke 27.6 g m-2 day-1.

Perbedaan WVP mungkin berkaitan dengan perbedaan dalam difusi molekul uap air dan interaksi hidrofilik-hidrofobik (Jimenez et al. 2012). WVP juga tergantung pada faktor-faktor lain seperti rasio antara kristal dan amorf, mobilitas rantai polimer dan interaksi spesifik antara kelompok fungsional dari polimer (Azeredo et al. 2009; Al-Hassan & Norziah 2012; Byun et al. 2012; Jimenez et al. 2012; Wang et al. 2014).

Laju transmisi uap air memiliki korelasi positif dengan nilai kristalinitas dan memiliki korelasi negatif dengan densitas (Lampiran 13). Seperti pada Tabel 7, menurunnya nilai WVTR sejalan dengan menurunnya nilai kristalinitas, menurut Labuschagne et al. (2008) molekul gas dengan polaritas yang rendah menunjukkan interaksi yang lemah dengan kelompok hidroksil yang sangat polar pada PVA, interaksi lemah ini dikombinasikan dengan kehadiran daerah kristalin yang dapat mengurangi tingkat pemeabilitasnya. Berbeda dengan kristalinitas, laju transmisi uap air memiliki korelasi negatif dengan nilai densitas, hal ini disebabkan karena dengan tingkat kerapatan yang tinggi, transmisi uap air untuk melewati film pun akan berkurang. Tabel 3.7 Korelasi antara laju transmisi uap air, densitas dan kristalinitas

Korelasi (Pearson)

Densitas -0.532

Kristalinitas 0.778

Transmisi Cahaya

Pengujian transmisi cahaya merupakan salah satu karakteristik fisik terpenting pada aplikasi komposit yang menunjukkan sifat transparansinya dalam memenuhi standar penerimaan oleh konsumen (Sothornvit dan Krochta 2000). Nilai transmitan dari film Nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat terangkum pada Tabel 3.8.

(44)

26

Nilai R2 dari model respon transmisi cahaya adalah 0.9822 yang berarti 98.22% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model yang dipilih, yaitu Cubic. Nilai Adj R2 dan Pred R2 transmisi cahaya tergolong tinggi, yaitu 0.9763 dan 0.9630. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu menggambarkan 97.63% dari nilai aktual dan 96.30% dari nilai prediksi. Hal yang paling utama adalah nilai Adj R2 dan Pred R2 memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model cubic yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon transmisi cahaya dari film Nanokomposit yang dihasilkan.

Tabel 3.8 Transmitan film Nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat

RUN Nanopartikel ZnO Asam Stearat %T

6 4.0 6.0 74.9230

4 0.0 10.0 70.6080

11 2.0 8.0 73.6900

7 3.0 7.0 73.8980

12 1.0 9.0 72.8900

13 0.5 9.5 72.0750

1 3.5 6.5 74.0060

9 1.5 8.5 73.1230

5 0.0 10.0 70.9980

2 4.0 6.0 74.5510

10 2.0 8.0 73.7550

8 0.0 10.0 70.2200

3 4.0 6.0 75.0310

Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon transmisi cahaya antara lain:

(45)

27 dibandingkan dengan film PVA murni. Persen transmitan menjadi lebih menurun dibandingkan dengan kontrol. Serupa dengan pernyataan penelitian diatas, Chandrakala et al. (2013) juga menyatakan bahwa optical transmittance menurun dengan meningkatnya konsentrasi nanopartikel. Menurunnya intensitas transmitan dengan meningkatnya filler nanopartikel yang ditambahkan disebabkan karena terbentuknya charge transfer complexes antara ZnO-Ce2O3 dan grup hidroksil dari PVA (Chandrakala et al. 2014).

Gambar 3.7 Grafik two component mix film Nanokomposit untuk respon transmisi cahaya

Nanopartikel ZnO tidak hanya menyerap sinar UV, tetapi juga menyebarkan sinar visibel. PVA dengan nanopartikel ZnO 1% memiliki transmisi yang lebih baik dibandingkan dengan kandungan ZnO yang semakin tinggi, hal ini disebabkan karena agregasi partikel ZnO pada kandungan ZnO yang lebih tinggi (Lee et al. 2008). Sama halnya dengan nanopartikel ZnO, asam stearat juga mempengaruhi nilai transmitan dari film PVA yang dihasilkan pada penelitian ini. Hal serupa dikemukakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan substansi hidrofobik menghasilkan peningkatan terhadap opacity film berbasis gelatin (Bertan et al. 2005), film soybean protein concentrate (Caba et al. 2012), hal ini diduga karena adanya penyebaran yang kuat dari fase padat yang terdispersi. Pembentukan partikel asam lemak selama pengeringan film diduga menjadi gangguan matriks polimer, sehingga meningkatkan heterogenitas internal dan mengurangi transparansi film.

Design-Expert® Software

Transmisi cahaya (nm)

DesignPoints

X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat

(46)

28 Warna

Warna film merupakan salah satu atribut yang perlu diperhatikan, karena sama halnya dengan tingkat kekeruhan, warna juga menjadi penting apabila akan diaplikasikan sebagai kemasan karena berpengaruh terhadap tingkat penerimaan konsumen. Nilai ΔE (total color difference) yang besar akan mempengaruhi warna kemasan yang dihasilkan sehingga berakibat pada penerimaan produk oleh konsumen, oleh karena itu harus diaplikasikan pada produk yang tepat apabila film tersebut akan digunakan sebagai kemasan. Nilai ΔE film Nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat terangkum pada Tabel 3.9.

Hasil analisis ANOVA pada respon warna menyatakan bahwa model yang mampu memenuhi 3 kriteria yang telah disebutkan adalah Cubic. Model memiliki nilai p-value (prob>F) lebih kecil dari 0.05 (0.0081) sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat sebagai model ΔE. Nilai Lack of fit yang tidak signifikan yaitu lebih dari 0.10 (0.1932) menunjukkan bahwa model polinomial sudah sesuai dengan semua desain secara baik.

Tabel 3.9 ΔE film Nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat RUN Nanopartikel ZnO Asam stearat ΔE

6 4.0 6.0 1.2705

4 0.0 10.0 1.3876

11 2.0 8.0 1.2226

7 3.0 7.0 1.3672

12 1.0 9.0 1.0428

13 0.5 9.5 1.2420

1 3.5 6.5 1.2567

9 1.5 8.5 1.0271

5 0.0 10.0 1.5322

2 4.0 6.0 1.3692

10 2.0 8.0 1.3610

8 0.0 10.0 1.5313

3 4.0 6.0 1.3174

(47)

29 polinomialnya tidak sempurna (Anonim 2005). Hal yang paling utama adalah nilai Adj R2 dan Pred R2 memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model cubic yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon warna dari film nanokomposit yang dihasilkan. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon warna antara lain:

Warna= -2.3526A +0.1478B +0.4663AB +0.0286AB(A-B)...(7)

Gambar 3.8 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon

warna

Berdasarkan Gambar 3.8, efek yang diberikan oleh nanopartikel ZnO dan asam stearat tidak terlalu signifikan, karena model yang digambarkan pada grafik terlihat mengarah pada penurunan dan peningkatan nilai total color difference, asam stearat memberikan efek positif dan nanopartikel ZnO memberikan efek negatif berdasarkan persamaan aktual (7) yang diperoleh terhadap respon total color difference. Nilai total color difference yang semakin kecil menunjukkan film tersebut semakin transparan. Dibandingkan dengan kontrol, adanya penambahan asam lemak ke dalam film membuat total color difference lebih tinggi. Penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh (Wang et al. 2014; Seyedi et al. 2015) yang menyatakan bahwa opacity meningkat dengan penambahan asam lemak. Hal ini disebabkan karena sifat fisik dari asam lemak yang akan memadat pada suhu

Design-Expert® Software

Warna (Chromameter)

DesignPoints

X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat

(48)

30

ruang sehingga dengan adanya lemak/minyak di dalam matriks film akan mempengaruhi transparansinya (Pereda et al. 2012;Gallo et al. 2000). Coalescence dan creaming dari lemak selama pengeringan juga dapat memicu kekasaran permukaan film (Seyedi et al. 2015). Peningkatan opacity dari film juga diduga karena dispersi asam stearat ke dalam emulsi dan distribusi mereka yang terus menerus di seluruh jaringan polimer (Wang et al. 2014).

Warna memiliki korelasi yang negatif (Pearson -0.396) dengan transmisi cahaya. Semakin tinggi nilai total color difference, semakin rendah nilai transmisi cahaya. Hal ini disebabkan karena dengan semakin keruhnya warna film, maka cahaya yang melewati film mengalami penghamburan dan nilai transmisinya akan semakin kecil.

Kristalinitas

Pengukuran X-ray Diffraction ditujukan untuk melihat struktur nano dan kristalinitas dari film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat. Gambar 10 menunjukkan hasil XRD dari fim nanokomposit.

Ket:

(a) film kontrol (b) film nanokomposit

(a)

(b)

Gambar 3.9. Hasil X-ray diffraction film bonanokomposit PVA. Nanopartikel ZnO dan asam stearat

(49)

31 jaringan polimer (Chandrakala et al. 2012). Penambahan nanopartikel ZnO menyebabkan penurunan intensitas peak dari film nanokomposit PVA bila dibandingan dengan kontrol (Gambar 3.9b), penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vincentini et al. (2010) menyebutkan bahwa terjadi penurunan halo dengan ditambahkannya nanopartikel ZnO, hal ini disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara OH dari PVA dan OH dari T80, yang mengakibatkan kompleks polimer memiliki struktur yang lebih amorf. Interaksi ini mengurangi intra dan intermolekul panjang ikatan hidrogen. Tetapi bila dilihat berdasarkan data aktual dan persamaan aktual yang diperoleh untuk respon kristalinitas, film dengan konsentrasi nanopartikel ZnO yang lebih besar menghasilkan nilai kristalinitas yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena sifat nanopartikel ZnO yang bersifat kristalin.

Ketika PVA mengandung sejumlah besar gugus hidroksil, secara efektif dapat menghambat agregasi dari nanopartikel ZnO-Ce2O3 dan membantu menjaga partikel ZnO-Ce2O3 tersebar dalam larutan PVA pada skala nano. Ketika bagian rantai PVA diserap ke permukaan nanopartikel ZnO-Ce2O3, diharapkan dapat membentuk charge transfer complex memalui khelasi (Chandrakala et al. 2012).

Hasil analisis ANOVA pada respon kristalinitas menyatakan bahwa model yang mampu memenuhi 3 kriteria yang telah disebutkan adalah Quadratic. R2 disesuaikan pada respon ini cukup kecil (Tabel 3.13), hal ini dapat dikalsifikasikan bahwa tingkat kepercayaan dari model yang disediakan masih rendah. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon kristalinitas antara lain:

(50)

32

Gambar 3.9 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon kristalinitas

Tabel 3.10 Korelasi antara kristalinitas sifat mekanik dan sifat termal Korelasi (Pearson)

Kuat tarik 0.080

Titik Leleh 0.145

Entalpi 0.238

Kristalinitas memiliki korelasi positif dengan nilai kuat tarik seperti pada Tabel 3.10. kristalinitas memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat mekanik film, semakin tinggi kristalinitas maka kepadatan, kekerasan, kekakuan dan kekuatan tarik meningkat. Korelasi yang tinggi juga diperlihatkan antara kristalinitas dengan sifat termal, dengan meningkatnya nilai kristalinitas suatu bahan, maka perlu suhu dan energi yang lebih besar pula untuk dapat mendekomposisi bahan tersebut.

Sifat Termal

Analisis sifat termal dilakukan untuk mengetahui efek dari nanopartikel ZnO dan asam stearat terhadap suhu transition glass, titik leleh dan entalpi dari film PVA. Termogram dari PVA dan film komposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat ditunjukkan pada Gambar 3.11, dan dirangkum pada Tabel 3.11

Berdasarkan data aktual (Tabel 3.11) dan persamaan aktual (9) dan (10) yang diperoleh, keberadaan nanopartikel ZnO dan asam stearat yang memiliki

Design-Expert® Software

XRD

DesignPoints X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat

Gambar

Gambar 2.1 Diagram alir pembuatan film Nanokomposit
Tabel 2.1 Kombinasi Formulasi Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat dalam desain RSM
Tabel 3.3 Kisaran penggunaan nanopartikel ZnO dan asam stearat
Tabel 3.4 Tebal dan densitas film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan
+7

Referensi

Dokumen terkait