Gambar 3.8 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon
warna
Berdasarkan Gambar 3.8, efek yang diberikan oleh nanopartikel ZnO dan asam stearat tidak terlalu signifikan, karena model yang digambarkan pada grafik terlihat mengarah pada penurunan dan peningkatan nilai total color difference, asam stearat memberikan efek positif dan nanopartikel ZnO memberikan efek negatif berdasarkan persamaan aktual (7) yang diperoleh terhadap respon total color difference. Nilai total color difference yang semakin kecil menunjukkan film tersebut semakin transparan. Dibandingkan dengan kontrol, adanya penambahan asam lemak ke dalam film membuat total color difference lebih tinggi. Penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh (Wang et al. 2014; Seyedi et al. 2015) yang menyatakan bahwa opacity meningkat dengan penambahan asam lemak. Hal ini disebabkan karena sifat fisik dari asam lemak yang akan memadat pada suhu
Design-Expert® Software Warna (Chromameter)
DesignPoints
X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat
1.02 1.15 1.28 1.41 1.54 0 10 1 9 2 8 3 7 4 6 Actual Nanopartikel ZnO
Actual Asam Lemak Stearat
W a rn a ( C h ro m a m e te r)
30
ruang sehingga dengan adanya lemak/minyak di dalam matriks film akan mempengaruhi transparansinya (Pereda et al. 2012;Gallo et al. 2000). Coalescence dan creaming dari lemak selama pengeringan juga dapat memicu kekasaran permukaan film (Seyedi et al. 2015). Peningkatan opacity dari film juga diduga karena dispersi asam stearat ke dalam emulsi dan distribusi mereka yang terus menerus di seluruh jaringan polimer (Wang et al. 2014).
Warna memiliki korelasi yang negatif (Pearson -0.396) dengan transmisi cahaya. Semakin tinggi nilai total color difference, semakin rendah nilai transmisi cahaya. Hal ini disebabkan karena dengan semakin keruhnya warna film, maka cahaya yang melewati film mengalami penghamburan dan nilai transmisinya akan semakin kecil.
Kristalinitas
Pengukuran X-ray Diffraction ditujukan untuk melihat struktur nano dan kristalinitas dari film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat. Gambar 10 menunjukkan hasil XRD dari fim nanokomposit.
Ket:
(a) film kontrol (b) film nanokomposit (a)
(b)
Gambar 3.9. Hasil X-ray diffraction film bonanokomposit PVA. Nanopartikel ZnO dan asam stearat
Difraktogram film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat pada Gambar 3.9 (a) memperlihatkan satu puncak yang tajam pada daerah 2ϴ sekitar 19.4o, hal ini sesuai dengan penelitian Yun et al. (2008) bahwa difraktogram film PVA menunjukkan puncak yang tajam pada 2ϴ = 19.4o. Difraktogram pada 2ϴ = 19.4o tersebut, sesuai dengan (101) kristal murni PVA yang mengindikasikan bahwa PVA bersifat kristalin. Sifat kristalin dari PVA murni hasil dari interaksi intermolekul antara PVA dengan
31 jaringan polimer (Chandrakala et al. 2012). Penambahan nanopartikel ZnO menyebabkan penurunan intensitas peak dari film nanokomposit PVA bila dibandingan dengan kontrol (Gambar 3.9b), penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vincentini et al. (2010) menyebutkan bahwa terjadi penurunan halo dengan ditambahkannya nanopartikel ZnO, hal ini disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara OH dari PVA dan OH dari T80, yang mengakibatkan kompleks polimer memiliki struktur yang lebih amorf. Interaksi ini mengurangi intra dan intermolekul panjang ikatan hidrogen. Tetapi bila dilihat berdasarkan data aktual dan persamaan aktual yang diperoleh untuk respon kristalinitas, film dengan konsentrasi nanopartikel ZnO yang lebih besar menghasilkan nilai kristalinitas yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena sifat nanopartikel ZnO yang bersifat kristalin.
Ketika PVA mengandung sejumlah besar gugus hidroksil, secara efektif dapat menghambat agregasi dari nanopartikel ZnO-Ce2O3 dan membantu menjaga partikel ZnO-Ce2O3 tersebar dalam larutan PVA pada skala nano. Ketika bagian rantai PVA diserap ke permukaan nanopartikel ZnO-Ce2O3, diharapkan dapat membentuk charge transfer complex memalui khelasi (Chandrakala et al. 2012).
Hasil analisis ANOVA pada respon kristalinitas menyatakan bahwa model yang mampu memenuhi 3 kriteria yang telah disebutkan adalah Quadratic. R2 disesuaikan pada respon ini cukup kecil (Tabel 3.13), hal ini dapat dikalsifikasikan bahwa tingkat kepercayaan dari model yang disediakan masih rendah. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon kristalinitas antara lain:
XRD= +17.2543A +5.2302B -2.0097AB...(8) Selain nanopartikel ZnO, asam stearat juga memberikan dua efek terhadap nilai kristalnitas. Berdasarkan persamaan aktual (8), penambahan asam stearat dapat meningkatkan kristalinitas, hal ini disebabkan karena adanya pemisahan parsial dari asam stearat, hal ini dilaporkan juga oleh (Caba et al. 2012) pada film soy protein concentrate. Tetapi berdasarkan hasil difraktogram, penambahan asam lemak juga dapat menurunkan nilai kristalinitas bila dibandingkan dengan film kontrol. Pengurangan proporsi dari kristalin dan amorpous dalam film menyiratkan kandungan fase amorf yang lebih besar, dalam hal ini asam stearat memberikan pengaruh yang lebih besar, yang secara efesien dapat bercampur dengan amorpous pada matriks yang bertindak sebagai plastisizer eksternal.
32
Gambar 3.9 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon kristalinitas
Tabel 3.10 Korelasi antara kristalinitas sifat mekanik dan sifat termal Korelasi (Pearson)
Kuat tarik 0.080
Titik Leleh 0.145
Entalpi 0.238
Kristalinitas memiliki korelasi positif dengan nilai kuat tarik seperti pada Tabel 3.10. kristalinitas memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat mekanik film, semakin tinggi kristalinitas maka kepadatan, kekerasan, kekakuan dan kekuatan tarik meningkat. Korelasi yang tinggi juga diperlihatkan antara kristalinitas dengan sifat termal, dengan meningkatnya nilai kristalinitas suatu bahan, maka perlu suhu dan energi yang lebih besar pula untuk dapat mendekomposisi bahan tersebut.
Sifat Termal
Analisis sifat termal dilakukan untuk mengetahui efek dari nanopartikel ZnO dan asam stearat terhadap suhu transition glass, titik leleh dan entalpi dari film PVA. Termogram dari PVA dan film komposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat ditunjukkan pada Gambar 3.11, dan dirangkum pada Tabel 3.11
Berdasarkan data aktual (Tabel 3.11) dan persamaan aktual (9) dan (10) yang diperoleh, keberadaan nanopartikel ZnO dan asam stearat yang memiliki
Design-Expert® Software XRD
DesignPoints X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat
41 44.5 48 51.5 55 0 10 1 9 2 8 3 7 4 6 Actual Nanopartikel ZnO
Actual Asam Lemak Stearat
XR
D
33 konsentrasi lebih besar dapat meningkatkan nilai sifat termal. Meningkatnya titik leleh ini disebabkan karena interaksi yang kuat antara nanopartikel dan gugus hidroksil dari PVA. Penambahan filler nano ke dalam matriks PVA memiliki efek yang lebih nyata pada Tg daripada Tm, karena filler nano membentuk charge-transfer complex melalui khelasi dengan sisi (gugus hidroksil) dari rantai polimer (Chandrakala et al 2012).
Berdasarkan Gambar 3.10, titik leleh yang diperoleh menurun bila dibandingkan dengan titik leleh kontrol. Titik leleh film yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 218-229oC, sedangkan pada film kontrol titik leleh yang diperoleh adalah 230oC. Penurunan titik leleh ini dilaporkan juga oleh Lee et al. (2009) bahwa penambahan nanopartikel ZnO sedikit menurunakan titik leleh dari film nanokomposit. Hal ini diduga disebabkan karena interaksi ZnO dengan matriks polimer yang sangat polar sehingga dapat melemahkan interaksi intermolekul antara rantai polimer.
Pada penelitian ini nilai Tg (transition glass) tidak dapat teridentifikasi, hal ini bertentangan dengan penelitian (Chandrakala et al. 2012) yang mengatakan bahwa penambahan nanopartikel ZnO-Ce2O3 sebanyak 0.5%, 1.0% dan 2% ke dalam matriks PVA meningkatkan Tg dari film PVA dari 98 ke 102oC. Tg berhubungan dengan mobilitas dari rantai polimer. Gugus hidroksil memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk membentuk charge transfer complex dengan nanopartikel ZnO-Ce2O3 melalui khelasi. meningkatnya nilai Tg dengan meningkatnya penambahan nanopartikel mungkin akibat dari pembentukan kompleks tersebut. Pembentukan kompleks ini membatasi mobilitas segmental dari rantai molekul disekitar nanopartikel dan menghambat pergerakan rantai polimer, yang menyebabkan meningkatnya Tg.
Gambar 3.10 Hasil DSC (a) kontrol; (b) 4% nanopartikel ZnO, 6% asam stearat; (c) 0% nanopartikel ZnO, 10% asam stearat
a b
34
Transition glass pada termogram penelitian ini tidak dapat terobservasi. Menurut Ghanbarzadeh et al. (2010); Ghanbarzadeh et al. (2011); Chiumarelli et al. (2014) bahwa tidak terobservasinya transition glass pada termogram diduga karena perubahan kapasitas panas yang sangat rendah dalam transition glass. Selain itu juga, PVA salah satu polimer degradable yang memiliki nilai titik leleh yang sama dengan polimer non-degradable PP, yaitu 220-240, dengan kata lain nilai transition glass-nya pun diduga akan memiliki nilai yang sama. Suhu yang diterapkan untuk analisis sifat termal pada penelitian ini adalah 50oC-250oC, sementara pada umumnya PP menggunakan suhu -20oC-250oC. Sehingga selain penjelasan diatas, diduga tidak terdeteksinya nilai transition glass adalah karena suhu start yang digunakan pada penelitian ini terlalu tinggi.
Tabel 3.11 Titik leleh dan entalpi film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat
RUN Nanopartikel ZnO Asam Stearat Tm (oC) ΔH (J)
6 4.0 6.0 227.5 72.8409 4 0.0 10.0 219.67 45.9481 11 2.0 8.0 222.88 50.6094 7 3.0 7.0 224.42 62.2845 12 1.0 9.0 220.92 48.3816 13 0.5 9.5 220.1 48.4995 1 3.5 6.5 226.64 64.778 9 1.5 8.5 223.12 55.4843 5 0.0 10.0 218.45 46.3025 2 4.0 6.0 228.18 68.1397 10 2.0 8.0 222.4 50.5345 8 0.0 10.0 218.22 46.4993 3 4.0 6.0 229.14 70.1175
Entalpi yang diperoleh pada penelitian ini mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan kontrol, sesuai dengan penelitian Chandrakala et al. (2012) yang menyatakan bahwa penurunan entalpi dari titik leleh ini disebabkan karena menurunnya kristalinitas. Fenomena ini sesuai dengan pembahasan kristalinitas diatas.
35
Design-Expert® Software Tm
DesignPoints
X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat
218 221 224 227 230 0 10 1 9 2 8 3 7 4 6 Actual Nanopartikel ZnO
Actual Asam Lemak Stearat
Tm
Two Component Mix Design-Expert® Software AH
DesignPoints
X1 = A: Nanopartikel ZnO X2 = B: Asam Lemak Stearat
45 52 59 66 73 0 10 1 9 2 8 3 7 4 6 Actual Nanopartikel ZnO
Actual Asam Lemak Stearat
AH
Two Component Mix
Gambar 3.11 Grafik two component mix film nanokomposit untuk respon sifat termal
Model untuk respon titik leleh dan entalpi yang terpilih masing-masing adalah quadratic dan cubic. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon titik leleh dan entalpi antara lain:
Titik leleh= +25.0277A +21.8954B -0.1414AB...(9) Entalpi= +29.6275 +4.6415B -3.3920AB -0.1170 AB(A-B)...(10) Berdasarkan persamaan aktual (9) dan (10) yang diperoleh, sama halnya dengan nanopartikel ZnO, asam stearat juga dapat meningkatkan nilai titik leleh dan entalpi film yang dihasilkan. Menurut Caba et al. (2012), peningkatan tersebut dapat terjadi karena adanya pemisahan secara parsial dari asam lemak, kemudian asam lemak yang tidak bereaksi dapat mengkristal sendiri dan asam lemak dapat mengkristal pada kisi kristalnya sendiri, sehingga hal tersebut dapat berkontribusi dalam peningkatan nilai titik leleh dan entalpi, karena kristalinitas yang tinggi dari suatu bahan secara otomatis perlu suhu dan energi yang lebih besar pula untuk mendekomposisinya.
Adanya 2 puncak titik leleh yang terlihat pada termogram diduga karena mencairnya asam lemak yang tak bereaksi yang mengkristal saat pendinginan (Caba et al. 2012) dan juga dapat berhubungan dengan fraksi lemak yang melimpah, karena adanya transformasi polimorfik asam lemak, dari bentuk (puncak pertama endotermik) untuk membentuk (puncak kedua endotermik) (Chiumarelli et al. 2014).
Sifat Morfologi
SEM memberikan informasi penting mengenai struktur mikro dari film dan interaksi antara komponen film. Hasil penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.11 Pada gambar tersebut, terlihat pebedaan antara film kontrol dan film yang ditambah dengan nanopartikel ZnO dan asam lemak. Permukaan
36
yang cukup halus dan seragam ditunjukkan pada film kontrol (Gambar 3.11a) tanpa penambahan perlakuan, hal ini sesuai dengan penelitian Seyedi et al. (2015) yang menyatakan bahwa film LPSG (lepidium perfoliatum seed gum) memiliki struktur yang halus dan seragam dibandingkan dengan film LPSG dengan penambahan asam stearat dan asam palmitat. Film dengan penambahan asam stearat dan asam palmitat menghasilkan struktur film yang kasar dan tidak teratur terkait dengan pembentukan dua fase yaitu polimer dan lemak, serupa dengan film yang ditambahkan nanopartikel ZnO dan asam stearat. Hal ini disebabkan karena terjadinya flocculation, coalescence dan creaming dari lemak selama pengeringan sehingga mengubah struktur film.
Pada gambar 3.11b juga terlihat adanya partikel kristal asam lemak yang tidak merata pada permukaan film. Hal ini dikaitkan dengan creaming dari tetesan lemak selama pengeringan yang menunjukkan ketidakstabilan dari struktur emulsi termasuk flocculation dan coalescence dari gelembung-gelembung komponen hidrofobik (Caba et al. 2012). Pada penelitian sebelumnya pada film SPC (soy protein concentrate) yang ditambahkan dengan asam stearat, struktur heterogen ini dapat berkontribusi dalam peningkatan kekeruhan (opacity) dan mengurangi permeabilitas terhadap uap air dari film, tetapi tetap tergantung pada ukuran dan distribusi dari fase terdispersi (Monedero et al. 2009; Can et al. 2009; Fabra et al. 2010).
Penguapan pelarut menyebabkan perubahan konsentrasi komponen dan viskositas emulsi fase cair, yang mengarah pada agregasi lemak dan creaming, sehingga mempengaruhi struktur bagian dalam dan permukaan film sehingga mempengaruhi sifat barrier, mekanik dan opacity (Jimenez et al. 2010; Chiumarelli et al. 2014).
Film dengan permukaan yang padat dan teratur, dengan distribusi lemak yang homogen dan tanpa retak serta tanpa pori-pori memberikan kontribusi terhadap sifat penghalang yang baik. Menurut Anon et al. (2007), fitur seperti ini menghasilkan film dengan elongasi yang tinggi yang diverifikasi pada penelitian ini.
Sedangkan spot-spot putih pada gambar 3.11c adalah filler nanopartikel ZnO. Hal tersebut menunjukkan dispersi yang cukup seragam dari nanopartikel ZnO ke dalam matriks PVA (Chandrakala et al. 2012).
Dispersi yang seragam dari yang diperlihatkan hasil SEM untuk film nanokomposit PVA menunjukkan bahwa ada adhesi yang baik antara pengisi berukuran nano dan matriks. Sesuai dengan penelitian Azizi et al. (2014) yang menyatakan bahwa film CNC/ZnO dalam matriks PVA terdispersi secara seragam dan distribusi seragam dari filler berukuran nano dalam matriks memainkan peran penting dalam meningkatkan sifat mekanik. Adanya proses sonikasi terhadap nanopartikel ZnO ditujukan untuk mencegah terjadinya aglomerasi. Proses sonikasi menyebabkan dispersi yang homogen dari filler ke dalam matriks dan afinitas yang baik antara
filler-37 matriks sehingga menyebabkan menurunnya densitas dari defleksi retak dan meningkatkan miscibility fase polimer.
Gambar 3.11 Hasil SEM (a) kontrol; (b) 0% nanopartikel ZnO, 10% asam stearat; (c) 4% nanopartikel ZnO, 6% asam stearat
Sifat Antimikroba
Hasil analisis ANOVA pada respon antimikroba menyatakan bahwa model yang mampu memenuhi tiga kriteria yang telah disebutkan adalah Quadratic. Model memiliki nilai p-value (prob>F) lebih kecil dari <0.0001 untuk E. coli dan S. aureus sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat sebagai model antimikroba. Nilai Lack of fit yang tidak signifikan yaitu lebih dari 0.10 (0.1622) untuk E. coli dan (0.1112) untuk S. aureus menunjukkan bahwa model polinomial sudah sesuai dengan semua desain secara baik.
Nilai R2 dari model respon antimikroba adalah 0.9632 dan 0.8836 untuk E. coli dan S. aureus berturut-turut yang berarti 96.32% dan 88/36% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model yang dipilih, yaitu Quadratic. Model tersebut dapat memenuhi tiga kriteria yang harus dipenuhi serta memiliki nilai R2 yang paling tinggi diantara model lainnya. Nilai Adj R2 dan Pred R2 antimikroba tergolong tinggi, yaitu 0.9558 dan 0.9404 untuk E. coli dan 0.8604 dan 0.8120 untuk S. aureus. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu menggambarkan 95.58% dan 86.04% dari nilai aktual dan 94.04% dan 81.20% dari nilai prediksi. Kedua nilai R2 ini sebaiknya lebih dari 0.60. Faktor yang signifikan tetap merupakan faktor yang benar-benar signifikan meskipun model polinomialnya tidak sempurna (Anonim 2005).
(a) (b)
38
Hal yang paling utama adalah nilai Adj R2 dan Pred R2 memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model quadratic yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon antimikroba dari film nanokomposit yang dihasilkan. Persamaan aktual yang diperoleh untuk respon antimikroba antara lain:
E.coli= -18.9511A +18.3771B +3.7460AB...(11) S.aureus= -8.32379A +13.2095B +2.1854AB...(12) Tabel 3.12 Jumlah mikroba film nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan
asam stearat
RUN Nanopartikel ZnO (%b/b) Asam Stearat (%b/b) S. aureus (CFU/ml) E. coli (CFU/ml) 6 4.0 6.0 126 92 4 0.0 10.0 186 130 11 2.0 8.0 168 122 7 3.0 7.0 151 118 12 1.0 9.0 177 130 13 0.5 9.5 180 131 1 3.5 6.5 150 119 9 1.5 8.5 179 125 5 0.0 10.0 189 139 2 4.0 6.0 118 95 10 2.0 8.0 165 120 8 0.0 10.0 180 130 3 4.0 6.0 121 98
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa film nanokomposit berbasis PVA dengan penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat mempunyai potensi sebagai nanokomposit yang bersifat antmikroba. Serupa dengan Vincentini et al. (2010) yang menyatakan bahwa film nanokomposit CS/PVA mempunyai pengaruh bakterisidal terhadap mikroorganisme S. Aureus.
Pada penelitian lain yang dilaporkan oleh Shalumon et al. (2011) bahwa film nanokomposit SA (sodium alginate)/PVA yang diberi perlakuan nanopartikel ZnO mempunyai efek antimikroba terhadap bateri S. aureus dan E. coli dengan disk diffusion method.
ZnO dapat bekerja pada bakteri gram positif dan gram negatif. Perbedaan mekanismenya yaitu berdasarkan dinding sel bakteri, dimana untuk baktri gram positif membran sel terbanyak dihasilkan dari peptidoglikan sekitar 80% dan sisanya 20% merupakan protein dan lipopolisakarida. Membran sel yang ada pada bakteri gram negatif mempunyai kompleksitas yang lebih tinggi, hal ini dibuktikan dengan peptidoglikan yang hanya 10% dan sisanya 50% berupa lipopolisakarida, 35% pospolipid dan 15% lipoprotein serta ketebalan membran yang lebih tinggi. Lipopolisakarida tersusun atas
39 beberapa komponen glukosa pada sisi terluar membran yang akan menahan laju penetrasi nanopartikel ZnO ke dalam sel. Hal ini menunjukkan bakteri gram negatif lebih resisten terhadap nanopartikel ZnO (Li et al. 2009).
Kerentanan S. aureus juga dikemukakan oleh Sawai et al. (2003) dalam Espitia et al. (2013) bahwa nanopartikel ZnO memiliki afinitas yang tinggi dengan sel-sel bakteri bakteri S.aureus. Selain itu, ada dua kondisis sinergis antara nanopartikel ZnO dan S.aureus, afinitas ZnO pada membran S.aureus dan sensitivitas dari mikroorganisme ini terhadap stres yang disebabkan oleh H2O2 (Ohira et al. 2008).
Ketahanan E.coli terhadap paparan nanopartikel ZnO juga dikemukakan oleh Russel et al. (2003) dalam Espitia et al. (2013) bahwa bakteri gram negatif menunjukkan sensitivitas yang kurang terhadap ROS bila dibandingkan dengan bakteri gram positif, satu alasan utama resistensi yang tinggi ini adalah karena perbedaan struktural dalam membran bakteri. Selain itu juga karena polaritas membran sel, S.aureus memiliki muatan kurang negatif dari E. coli. Menurut Gordon et al. (2011), jika membran sel bakteri lebih banyak bermuatan negatif memungkinkan tingkat penetrasi yang tinggi dari radikal bebas bermuatan negatif seperti radikal hidroksil, superoksida dan ion peroksida sehingga menyebabkan kerusakan dan kematian sel bakteri.
Gambar 3.12 Mekanisme dari aktivitas antimikroba Nanopatikel ZnO (Espitia et al. 2013)
Beberapa faktor dapat mempengaruhi aktivitas antimikroba dari nanopartikel ZnO, diantaranya adalah ukuran nanopartikel, dengan demikian luas permukaan serta aktivitasnya bersinergi dengan agen antimikroba. Aktivitas fungsional dari nanopartikel sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Dengan cara ini, aktivitas antimikroba dari nanopartikel ZnO pada E.coli dan S.aureus akan jauh lebih baik dengan berkurangnya ukuran partikel (Jones et al. 2008; Espitia et al. 2013). Hal ini disebabkan karena peningkatan
40
luas permukaan/volume rasio akan menghasilkan peningkatan reaktivitas dari permukaan ZnO dalam ukuran nanometer, karena pembentukan H2O2 sangat bergantung pada luas permukaan ZnO (Ohira et al. 2008). Sehingga, luas permukaan yang lebih besar akan menghasilkan lebih banyak ROS pada permukaan ZnO. Beberapa penelitian juga mengamati mekanisme ROS yang dapat mengakibatkan kerusakan sel pada bakteri diilustrasikan pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Mikrograph bakteri E.coli (a) yang diberi nanopartikel ZnO; (b) yang tidak diberi perlakuan; (c) kerusakan pada sel yang diberi perlakuan (Sirelkhatim et al. 2015)
Menurut Mayachiew et al. (2010), mekanisme aktivitas antimikroba dari nanopartikel ZnO yang terjadi adalah bersifat bakterisidal. Efek antimikroba pada nanopartikel ZnO disebabkan oleh tiga mekanisme utama, yaitu: 1) ZnO akan mengeluarkan ion-ion yang bersifat antimikroba, 2) interaksi nanopartikel dengan mikroorganisme yang dapat merusak integritas dari sel bakteri, 3) kemampuan membentuk reactive oxygen species (ROS) dengan efek radiasi cahaya.
Kasemets et al. (2009) mengatakan bahwa pelepasan ion Zn2+ kedalam larutan medium dapat memberikan efek toksisitas. Namun, kelarutan oksida logam seperti ZnO dan Al2O3 adalah fungsi dari konsentrasi dan waktu. Selain itu, kehadiran ion Zn2+ yang larut dapat bertindak sebagai nutrisi untuk mikroorganisme karena unsur seng merupakan kofaktor penting dalam berbagai proses selular, sehingga keberadaanya dalam konsentrasi rendah tidak akan memiliki efek racun bagi mikroorganisme (Vijayaraghavan et al. 2008).
c
41 Analisis Respon
Pada tahap analisis respon, respon yang diperoleh untuk setiap parameter akan diwakili oleh sebuah model polinomial. Tabel 3.13 merangkum hasil analisis respon untuk setiap parameter.
Tabel 3.13 Hasil analisis respon optimasi formula film nanokomposit
Parameter Model Nilai p R2 di- sesuai-kan R2 di-prediksi Presisi adekuat Persamaan Model Ketidak-sesuaian Tebal Cubic 0.0083 (sig) 0.0642 (n sig) 0.6165 0.4130 7.057 Tebal=+0.0114A+7.3 602B -2x10-3AB - 9.5380x10-5AB(A-B) Densitas Cubic 0.0062 (sig) 0.0806 (n sig) 0.6412 0.4559 7.352 Densitas= +2.2906A +0.1117B+0.4486AB +0.0216AB(A-B) Kuat tarik
Quad-ratic 0.0044 (sig) 0.3038 (n sig) 0.8938 0.8370 6.326 Kuat tarik = +18.1476A - 2.0653 B - 1.8102AB Elongasi Cubic <0.0001 (sig) 0.9652 (n sig) 0.8914 0.8278 13.813 Elongasi= -347.5627A +32.9717B +61.3867AB +3.7039 AB(A-B) WVTR Quad-ratic 0.0002 (sig) 0.0844 (n sig) 0.7894 0.7226 9.692 WVTR=+0.0368A +2.0942x10-3B -5.7982x10-3 AB Transmisi cahaya Cubic <0.0001 (sig) 0.8240 (n sig) 0.9763 0.9630 30.400 Transmisi cahaya= +15.8133A +7.0610B -1.4719AB -0.0941AB(A-B) Warna Cubic 0.0081 (sig) 0.1932 (n sig) 0.6190 0.4393 6.893 Warna= -2.3526A +0.1478B +0.4663AB +0.0286AB(A-B) XRD Quad-ratic 0.0115 (sig) 0.0678 (n sig) 0.5090 0.3264 5.360 XRD= +17.2543A +5.2302B -2.0097AB Titik leleh
Quad-ratic <0.0001 (sig) 0.4530 (n sig) 0.9592 0.9470 25.211 Titik leleh= +25.0277A -21.8954B -0.1414AB Entalpi Cubic <0.0001 (sig) 0.0625 (n sig) 0.9414 0.9105 17.954 Entalpi= +29.6275 +4.6415B -3.3920AB -0.1170 AB(A-B) Anti-mikroba (E. coli) Quad-ratic <0.0001 (sig) 0.1622 (n sig) 0.9558 0.9404 23.278 E.coli= -18.9511A +18.3771B +3.7460AB Anti-mikroba (S.aureus) Quad-ratic <0.0001 (sig) 0.1112 (n sig) 0.8604 0.8120 12.511 S.aureus= -8.32379A +13.2095B +2.1854AB Optimasi Proses
Pada tahap optimasi formula, model-model respon yang telah diperoleh akan dioptimasi untuk memperoleh sebuah formula dengan respon yang paling optimal. Pengaturan kriteria untuk setiap variabel berubah maupun variabel respon adalah dengan menentukan sasaran yang diinginkan dan
42
tingkat kepentingan, sama seperti pada optimasi proses. Kriteria yang ditentukan untuk tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 3.14
Tabel 3.14 Kriteria sasaran dan kepentingan tiap variabel pada optimasi formula nanokomposit PVA, nanopartikel ZnO dan asam stearat
Variabel Sasaran Batas
bawah
Batas
atas Kepentingan Nanopartikel ZnO dalam
kisaran 0 4 +++
Asam Lemak Stearat dalam
kisaran 6 10 +++
WVTR minimum 0.0011 0.0251 +++++
Tensile Strength maksimum 10.9141 46.8571 +++++
Elongasi dalam
kisaran 53.4064 362.0810 ++++ Warna (Chromameter) dalam
kisaran 1.0271 1.5322 +++ Warna (Spectro) dalam
kisaran 70.2200 75.0310 +++ (n) E.coli minimum 118.0000 189.0000 +++ (n) S.aureus minimum 92.0000 139.0000 +++ XRD dalam kisaran 41.9000 55.0000 +++ Tm dalam kisaran 218.2200 229.1400 +++ AH dalam kisaran 45.4993 72.8409 +++ tebal dalam kisaran 0.0053 0.0077 +++ densitas dalam kisaran 1.0714 1.5377 +++
Sasaran untuk variabel berubah berupa nanopartikel ZnO dan asam stearat diatur dalam kisaran yang berarti bahwa semua nilai pada kisaran batas bawah dan batas atas memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih dalam penentuan kondisi proses akhir.
Sasaran untuk variabel respon berupa kuat tarik diatur maksimum yang berarti bahwa bahwa nilai respon mendekati batas atas lebih diprioritaskan untuk terpilih dalam penentuan kondisi proses akhir karena kondisi proses akhir diharapkan memberikan respon kuat tarik yang maksimal. Sementara untuk respon WVTR dan antimikroba diatur minimum yang berarti bahwa nilai respon mendekati batas bawah lebih diprioritaskan untuk terpilih dalam penentuan kondisi proses akhir karena kondisi proses akhir diharapkan memberikan respon WVTR dan jumlah mikroba hidup yang minimum. Tingkat kepentingan untuk WVTR, kuat tarik adalah 5 (+++++) karena kedua variabel respon tersebut merupakan kriteria utama yang menjadikan film