• Tidak ada hasil yang ditemukan

Environmental conditions related to community structure of macrozoobenthos in Belumai River District of Deli Serdang, North Sumatera Province.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Environmental conditions related to community structure of macrozoobenthos in Belumai River District of Deli Serdang, North Sumatera Province."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN TERHADAP

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI

BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI

SUMATERA UTARA

ERNI DIAN FISESA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Kondisi Lingkungan Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Erni Dian Fisesa

(4)

RINGKASAN

ERNI DIAN FISESA. Hubungan kondisi lingkungan terhadap struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan MAJARIANA KRISANTI.

Sungai Belumai merupakan salah satu sungai di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatra Utara. Aktivitas yang ada di sepanjang aliran Sungai Belumai meliputi aktivitas industri, aktivitas rumah tangga, maupun aktivitas pertanian. Sungai Belumai dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk kegiatan mandi, cuci, kakus (MCK). Masyarakat yang menggunakan air sungai tersebut rentan terjangkit penyakit diantaranya iritasi kulit dan iritasi mata. Sungai Belumai memiliki komponen lingkungan sangat penting bagi kehidupan masyarakat di sekitar Sungai, akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan seperti masukan dari limbah industri, limbah perkotaan, dan air limpasan dari pertanian yang terbawa oleh arus telah memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air Sungai Belumai. Tingginya aktivitas-aktivitas tersebut telah mempengaruhi komposisi dan kelimpahan spesies makrozobentos di Sungai Belumai. Hanya jenis-jenis yang sifatnya toleran terhadap lingkungan yang masih dapat bertahan hidup. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan kondisi lingkungan dengan struktur komunitas makrozoobentos.

Penelitian ini dilakukan di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, di 4 stasiun selama 3 bulan, dengan interval waktu 1 bulan sekali. Penentuan stasiun, berdasarkan pertimbangan dari beban masukan yang berbeda dari setiap lokasi, sehingga ditetapkan tiga kecamatan yang menjadi lokasi pengambilan sampel, yaitu stasiun 1 di kecamatan STM Hilir, stasiun 2 dan stasiun 3 di Kecamatan Tanjung Morawa, stasiun 4 di Kecamatan Batang Kuis. Sampel yang dikumpulkan terdiri dari parameter fisika yaitu suhu, arus, kedalaman, kekeruhan dan tipe substrat. Parameter kimia yaitu pH, DO, COD dan TOM. Parameter biologi yaitu makrozoobentos.

Makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian di Sungai Belumai terdiri atas 3 kelas (Gastropoda, Insekta dan Oligochaeta). Stasiun 1 jumlah genus yang diperoleh selama pengamatan ada 5 genus yaitu Branchiura sp., Chironomus

sp., Lumbricus sp., Melanoides sp., dan Bellamya sp. Jumlah genus yang diperoleh selama penelitian di stasiun 2 ada 4 genus yaitu Branchiura sp., Lumbricus sp., Limnodrilus sp., dan Goniobasis sp. Stasiun 3 jumlah genus yang diperoleh selama penelitian ada 5 genus yaitu Branchiura sp, Lumbricus sp., Limnodrilus sp., Goniobasis sp., dan Tubifex sp. Stasiun 4 jumlah genus yang diperoleh selama penelitian ada 6 genus yaitu Branchiura sp., Lumbricus sp., Limnodrilus sp., Goniobasis sp., Chironomus sp., dan Goniobasis sp. Jenis penyebaran yang merata dari setiap stasiun terlihat dari Kelas Oligochaeta yaitu

Branchiura sp. dan Lumbricus sp. Persentase dari komposisi dari masing-masing kelas adalah kelas Oligochaeta 79%, kelas Gastropoda 17%, kelas Insekta 4%.

(5)

Keanekaragaman makrozoobentos di Sungai Belumai berdasarkan analisis kurva

k-dominan menunjukkan semakin ke arah hilir keanekaragaman menurun. Dilihat dari pengelompokan stasiun berdasarkan analisis Bray-Curtis untuk Makrozoobentos dan Dissimilarity Pearson untuk parameter fisika-kimia, menghasilkan dua dendrogram yang menunjukkan kemiripan. Kedua dendrogram tersebut menunjukkan adanya pengelompokan yaitu stasiun 1 berbeda terhadap stasiun 2, 3, 4. Adanya kelompok tersebut dikarenakan perbedaan masukan bahan pencemar dari perumahan, industri, perkotaan maupun.

Hasil pengukuran parameter fisika kimia di Sungai Belumai yaitu: Suhu (28 o

C - 29 oC), Kedalaman (2,5 m - 3,1 m), Kecepatan Arus (0,31 m/s - 0,58 m/s), Kekeruhan (163,57 NTU – 242,60 NTU), pH (6,6 – 6,9), DO (6,6 mg/L – 7,01 mg/L), COD (35,64 mg/l – 42,01 mg/l), TOM (14,72 %l – 15,90 mg/l). Hasil pengukuran dari beberapa parameter tersebut terlihat nilai kekeruhan sangat tinggi, tingginya nilai kekeruhan disebabkan oleh masukan dari arah hulu yang dibawa oleh arus serta adanya kegiatan disekitar sungai masuk ke dalam perairan melalui rembesan air hujan. Kandungan COD di sepanjang aliran sungai untuk kebutuhan air minum menurut PP No. 82 Tahun 2001 telah melewati ambang batas yang diperbolehkan yaitu untuk kelas 1 kandungan COD yang diperbolehkan < 10 mg/L. Tingginya nilai COD di perairan disebabkan dari bahan pencemar yang masuk ke perairan khususnya bahan pencemar organik dari limbah rumah tangga, industri, pertanian dan budidaya perairan.

(6)

SUMMARY

ERNI DIAN FISESA. Environmental conditions related to community structure of macrozoobenthos in Belumai River District of Deli Serdang, North Sumatera Province. Supervised by ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan MAJARIANA KRISANTI.

Belumai River is one of the rivers in Deli Serdang Regency, North Sumatra Province. Activity along Belumai River basin includes the activity of industrial, domestic and agricultural activities. The Belumai River used by some people for bathing, washing, toilet (MCK). People who use the river water susceptible of contracting diseases including skin irritation and eye irritation. Belumai River environment has a very important component of people lives around the river. Increasing of development activities such as input from industrial waste, urban sewage and runoff of agricultural water carried by the currents have an impact on water quality degradation Belumai River. The high activities have affected the composition and abundance of species makrozobentos in the Belumai River. Only those species that are tolerant of the environment can still survive. The purpose of this research is to analyze the relationship environmental conditions with community structure of macrozoobenthos.

This research was conducted in Belumai River Deli Serdang Regency, North Sumatra Province, on 4 stations for 3 months, with a time interval of 1 month. Determination of the station, based on consideration of the different input load from any location, thus defined three sub-districts into the sampling site, which is 1 station in the district of STM Hilir, station 2 and station 3 in the District of Tanjung Morawa, and 4 station in the District of Batang Quiz. Samples collected consisted of physical parameters, namely temperature, currents, depth, turbidity, and type substrate. Chemical parameters namely pH, DO, COD and TOM. Macrozoobenthos was collected as biological parameter.

Macrozoobenthos were found during research in Belumai River consists of 3 classes (gastropods, insects and Oligochaeta). Station 1 genus number obtained during the observation that there are 5 genera : Branchiura sp., Chironomus sp., Lumbricus sp., Melanoides sp., and Bellamya sp. Station 2 genus number obtained during the observation that there are 4 genera : Branchiura sp., Lumbricus sp., Limnodrilus sp., and Goniobasis sp. Station 3 genus number obtained during the observation that there are 5 genera : Branchiura sp, Lumbricus sp., Limnodrilus sp., Goniobasis sp., and Tubifex sp. Station 4 genus number obtained during the observation that there are 6 genera : Branchiura sp., Lumbricus sp. , Limnodrilus sp., Goniobasis sp., Chironomus sp., and Goniobasis

sp. Type uniform distribution of each station is visible from the class Oligochaeta

Branchiura sp., and Lumbricus sp. The percentage of the composition of each class is the Oligochaeta 79%, Gastropoda 17%, and Insects 4%.

(7)

the analysis of Bray-Curtis Dissimilarity for macrozoobenthos and Pearson for physico-chemical parameters, resulting in two dendrogram which shows similarities. Both the dendrogram showed distinct groupings that station 1 to station 2, 3, 4. The existence of these groups due to differences in the input of pollutants from residential, industrial, and urban.

The results of chemical physics parameters in the River Belumai were : temperature (28 - 29 o C), depth (2,5 - 3,1 m), current velocity (0,31 - 0,58 m / s ), Turbidity (163,57 – 242,60 NTU), pH (6,6 - 6,9), DO (6,6 - 7,01 mg / L), COD (35,64 - 42,01 mg / L), and TOM (14,72 -15,90 %). There was shows that turbidity was very high caused supposed it by input from the upstream as the activities around the river into the water through rain water seepage. Organic content as seen from COD value has exceeded the threshold limits for drinking water (class 1), according to Governmant Regulation (PP) No. 82/2001, has passed the threshold exposure limits for class 1 is allowed COD content of <10 mg/L. The high value of COD in water was almost certainly come from contaminants that enter the waters, i.e. organic pollutants from domestic sewage, industrial, agriculture and aquaculture waste.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN TERHADAP

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI

BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI

SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Hubungan Kondisi Lingkungan terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

Nama : Erni Dian Fisesa NIM : C251110201

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc Ketua

Dr Majariana Krisanti, SPi MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Hubungan Kondisi Lingkungan Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc dan Ibu Dr Majariana Krisanti, SPi MSi selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku penguji luar komisi, Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada papa, mama, kakak dan abang-abang ku, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang yang telah kalian berikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman yang telah membantu terlaksananya penelitian ini selama dilapangan dan teman-teman SDP 2011 yang telah memberikan semangat dan dukungannya hingga Tesis ini selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

3 METODE PENELITIAN 8

Waktu dan Tempat 8

Metode dan Analisis Data 12

Prosedur Analisis Data 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

HASIL 14

Gambaran Umum Kawasan Penelitian 14

Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belumai 16

Struktur Komunitas Makrozoobentos 21

PEMBAHASAN 23

Hubungan parameter Fisika-Kimia dan Makrozoobentos 23

Struktur Komunitas Makrozoobentos 24

Kurva k-dominansi 25

Strategi pengelolaan sumberdaya perairan di Sungai Belumai ... 26

5 SIMPULAN DAN SARAN 26

Keimpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 31

DAFTAR TABEL

1 Lokasi stasiun penelitian berdasarkan karakteristik beban masukan ke

Sungai Belumai 8

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Pendekatan masalah dalam mengkaji hubungan kondisi lingkungan

terhadap struktur komunitas makrozoobentos 2

2 Peta lokasi penelitian Sungai Belumai 9

3 Lokasi stasiun penelitian 10

4 Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) di Sungai Belumai 14

5 Nilai rata-rata suhu pada stasiun pengamatan 15

6 Sebaran nilai rata-rata kekeruhan pada stasiun pengamatan 16 7 Sebaran nilai rata-rata pH pada stasiun pengamatan 17 8 Sebaran nilai rata-rata DO pada stasiun pengamatan 17 9 Sebaran nilai rata-rata COD & TOM pada stasiun pengamatan 18 10 Sebaran nilai substrat pada stasiun pengamatan 19 11 Dendogram Pengelompokan stasiun berdasarkan fisika-kimia dan

makrozoobentos 22

12 Persentasi jumlah makrozoobentos 23

13 Kurva k-dominansi makrozoobentos 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar Lokasi Sungai Belumai di setiap stasiun 33 2 Spesies Yang Ditemukan di Luar menggunakan jaring lempar dan

tangguk 34

3 Kegiatan di Sekitar Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara 35

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai Belumai merupakan salah satu sungai di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatra Utara. Sungai ini melewati tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir (STM Hilir), Kecamatan Tanjung Morawa, dan Kecamatan Batang Kuis. Sepanjang aliran Sungai Belumai terdapat berbagai macam aktivitas seperti perumahan, perindustrian, maupun pertanian. Pembuangan limbah secara terus menerus dalam jumlah yang berlebih ke dalam perairan akan mempengaruhi kualitas perairan terutama kondisi fisik dan kimia perairan yang selanjutnya berdampak pada degradasi lingkungan perairan. Barros

et al. (2008) mengatakan bahwa aktivitas antropogenik berpotensi mempengaruhi sistem kualitas lingkungan perairan, seperti masuknya limbah domestik, limbah padat, kegiatan pertanian, kegiatan industri dan aktivitas lainnya. Angradi dan Jicha (2010) mengatakan terdapat banyak penyebab penurunan kualitas air di perairan sungai, yang berasal dari buangan industri dan perkotaan, berupa limbah logam berat, serta masukan nutrien yang berasal dari limbah pemukiman dan pertanian.

Tingginya masukan limbah yang masuk ke Sungai Belumai telah memberikan dampak terhadap perubahan kualitas perairan. Salah satu dampak terjadinya penurunan kualitas air di Sungai Belumai terlihat dari penggunaan masyarakat terhadap sungai tersebut. Hasil penelitian Batubara (2011) menunjukkan bahwa masyarakat yang sering memanfaatkan Sungai Belumai sebagai wadah untuk mandi, cuci, kakus (MCK) lebih rentan terjangkit penyakit. Selain dampak pada kesehatan masyarakat, degradasi kualitas fisika kimia perairan juga berdampak pada organisme perairan. Wawancara yang dilakukan kepada beberapa masyarakat yang ada disekitar Sungai Belumai, menghasilkan informasi bahwa telah terjadi penurunan dalam jumlah dan jenis organisme yang ada di Sungai Belumai. Nichols (2003) menyatakan bahwa adanya aktivitas manusia seperti masukan limbah ke dalam perairan mempengaruhi komposisi dan kelimpahan spesies makrozobentos yang terlihat relatif konstan.

Kualitas dari suatu perairan dapat dilihat dari dampak yang diberikan terhadap organisme yang ada di dalamnya. Salah satu organisme yang dapat dijadikan indikator untuk melihat kualitas lingkungan perairan adalah makrozoobenthos. Menurut Sauco et al. (2010) spesies dasar termasuk makrozoobentos dapat mendeteksi adanya stressor (pencemar) di perairan, dengan demikian makrozoobentos dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran perairan, yang berhubungan dengan pencemaran sedimen oleh bahan beracun dan berbahaya

Perumusan Masalah

(16)

2

terhadap gangguan iritasi mata dan alergi yang timbul di sekitar daerah sungai, sedangkan dampak secara ekologi dapat dirasakan oleh masyarakat melalui penurunan hasil tangkapan ikan. Beberapa jenis ikan telah jarang ditemukan di Sungai Belumai. Akan tetapi selama ini belum dapat dipastikan apa yang menyebabkan perubahan kualitas air tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pemantauan terhadap status kualitas perairan sungai, sehingga dapat dijadikan landasan awal dalam pengelolaan sungai.

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme perairan yang dapat dijadikan indikator dalam penentuan status kualitas perairan, hal ini dikarenakan sifat dari makrozoobentos yang cenderung hidup menetap di dasar perairan yang mobilitas pergerakannya relatif rendah, sehingga perubahan kualitas perairan akan memberikan dampak terhadap makrozoobenthos yang tergolong sensitif terhadap pencemaran. Hering et al. (2003) mengatakan dalam pengamatan kualitas air berdasarkan sistem biologi banyak menggunakan biota makrozoobentos, yang digunakan untuk mengkaji dan mengidentifikasi kualitas perairan. Identifikasi menggunakan biota mekrozoobentos relatif lebih sederhana dan mereka tersebar secara luas di banyak tipe sungai. Hubungan kondisi lingkungan terhadap struktur komunitas makrozoobentos, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi Sungai Belumai serta diharapkan dapat menduga sumber dari bahan pencemar yang memberikan dampak pada sungai. Sehingga dapat dijadikan langkah awal dalam pengelolaan perairan sungai dan meminimalisir pencemaran limbah (Gambar 1).

(17)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan kondisi lingkungan dengan struktur komunitas makrozoobentos.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai kualitas perairan Sungai Belumai. Sehingga data ini dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar acuan untuk pemantauan pencemaran dalam pembangunan dan pengelolaan di sekitar sungai agar tercapai pemanfaatan sumberdaya perairan yang rasional dan berwawasan lingkungan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ekosistem Sungai

Sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan perekonomian. Akan tetapi sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang maka baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempunyai dampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk didalamnya pencemaran sungai (Yudo 2010). Ekosistem sungai sangat rentan terhadap pengaruh perubahan fisik, kimia dan bakteri. Perubahan-perubahan ini penting dalam perencanaan kawasan yang berpengaruh kepada kesehatan manusia yang bertempat tinggal di sekitar atau sepanjang sungpai (Niewolak 1999).

Perairan sungai adalah suatu perairan yang didalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir. Poi de Neiff et al. (2006) in Zilli et al. (2008) mengatakan pada habitat perairan sungai, vegetasi tepian (riparian dan makrofita) berperan penting sebagai sumber bahan organik, baik sebagai allochtonous dan autochthonous maupun sebagai faktor penyusun kestabilan komunitas makrozoobentos.

Chopra et al. (2012) mengatakan sungai mempunyai peran dalam membawa limbah industri, limbah perkotaan, pupuk dan air limpasan dari pertanian yang terbawa oleh arus. Welch (1980) arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, liat, ataupun debu.

(18)

4

dekomposisi bahan organik oleh mikroba (Effendi 2003). Semakin tinggi suhu di perairan keberadaan oksigen (DO) semakin kecil, pada batas-batas tertentu dapat bersifat toksik.

Kondisi Kawasan Penelitian

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ LU dan 98°33’ - 99°27’ BT, dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan (PEMKAB Deli Serdang 2012). Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Belawan, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Percut, dan DAS Ular, dengan luas areal 378.841 ha, yang kesemuanya bermuara ke Selat Malaka dengan hulunya berada di Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Karo. Pada umumnya sub DAS ini dimanfaatkan untuk mengairi areal persawahan sebagai upaya peningkatan produksi pertanian (USAID & ESP 2006).

BPS Deli Serdang (2012) mengatakan bahwa ada berbagai industri di Kabupaten Deli Serdang baik industri skala besar, menengah dan kecil yang menjadi andalan di Kabupaten Deli Serdang, jumlah industri yang ada di Kabupaten Deli Serdang mencapai 12.397 unit. Untuk wilayah Kecamatan Tanjung Morawa diantaranya industri keramik, industri obat nyamuk dan mie instan, industri batu bata, Industri pembuatan kacamata, industri jam, industri mebel kayu, dan industri tekstil.

Pencemaran Perairan

Stein et al. (2002) mengatakan aktivitas manusia telah memiliki pengaruh besar pada sistem sungai di seluruh dunia. Pola perubahan sungai yang secara dramatis telah merubah pola aliran musiman, dan mengurangi hubungan antara sungai dan masukan dari daratan. Butiuc-Keul et al. (2011) mengatakan zat-zat beracun bisa masuk ke danau, sungai dan air lainnya, baik yang terlarut maupun yang mengendap di dasar yang mengakibatkan pencemaran perairan. Pencemaran bisa berasal dari limbah industri (timah, tembaga, nikel, pelastik dll), limbah rumah tangga, limbah pertanian dan perkebunaan. Selain itu, adanya fragmentasi habitat memberikan pengaruh terhadap proses keseimbangan ekosistem sungai (Zwick 1992).

(19)

5 (asam, garam, logam berat dan senyawa-senyawanya, anion seperti sulfida, sulfit dan sianida),5) Bahan-bahan kimia yang larut dan tidak larut (minyak, plastik, pestisida, pelarut, PCB, fenol, formaldehida dan lain-lain). Zat-zat tersebut merupakan penyebab yang sangat beracun bahkan pada konsentrasi yang rendah (< 1 ppm), 6) Zat-zat / bahan-bahan radioaktif, 7) Pencemaran termal; biasanya dalam bentuk limbah air panas yang berasal dari kegiatan suatu pembangkit tenaga. Pencemaran ini dapat mengakibatkan naiknya temperatur air, meningkatkan rasio dekomposisi dari limbah organik yang biodegradable dan mengurangi kapasitas air untuk menahan oksigen 8) Sedimen (suspended solid); merupakan partikel yang tidak larut atau terlalu besar untuk dapat segera larut. Kecenderungan sedimen untuk tinggal di dasar air tergantung pada ukurannya, Partikel yang melayang di dalam air disebut colloidal solid dan air yang banyak mengandung colloidal solid terlihat seperti air susu. Jumlah sedimen mempengaruhi turbiditas air, dan kualitasnya mempengaruhi warna. Beberapa dari hasil penelitian, mengatakan bahwa tingginya tingkat pencemaran sungai lebih disebabkan oleh aktivitas di sekitar sungai. Trofisa (2011) mengatakan Sungai Ciliwung mengalami penurunan dari hulu ke hilir, sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Kota Bogor yaitu limbah dari domestik/rumah tangga, industri, peternakan dan pertanian. Yeanny (2007) mengatakan adanya kegiatan pemukiman, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pertambakan di Sungai Belawan mempengaruhi lingkungan sehingga mengganggu kehidupan organisme air, berdasarkan indeks keanekaragaman organisme makrozoobentos di sungai tersebut tergolong rendah. Asra (2009), mengatakan sebagian besar masyarakat mendirikan rumah di sepanjang aliran Sungai Kumpeh. Masyarakat memanfaatkan Sungai Kumpeh untuk kehidupan sehari-harinya, seperti kebutuhan air untuk minum, mandi, cuci dan kakus. Dari hasil pengamatan di lapangan diamati bahwa limbah rumah tangga penduduk mengalir ke sungai Kumpeh, hal ini menyebabkan kandungan bahan bahan pencemar pada sungai tersebut tinggi.

Jenis-jenis Pencemaran Sungai

Yudo (2010) mengatakan pencemaran sungai umumnya berasal dari limbah domestik maupun limbah non domestik seperti limbah dari perumahan, perkantoran, pabrik dan industri. Umumnya aktivitas antropogenik berpotensi mempengaruhi sistem kualitas lingkungan perairan, seperti limbah domestik, limbah padat, pertanian, industri dan aktivitas lainnya (Barros et al. 2008).

(20)

6

terlarut diperairan dan pada akhirnya akan berdampak pada biota perairan (Susana dan Ricky 2009). Keberadaan deterjen yang berlebih diperairan sangat berbahaya bagi lingkungan karena bersifat karsinogen, menimbulkan bau dan menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai (Ariffin et al. 2007 in Maryani 2010).

Pratiwi (2010) mengatakan pencemaran lingkungan akibat industri tekstil adalah berupa pencemaran debu dan limbah cair yang berasal dari tumpahan dan air cucian tempat pencelupan larutan kanji dan proses pewarnaan. Kandungan limbah yang dihasilkan tergantung dari pewarna dan sulfur, limbah-limbah yang dihasilkan akan dialirkan ke kolam-kolam penampungan dan selanjutnya di buang ke sungai. Selain industri tekstil, industri kertas juga memberikan dampak terhadap pencemaran sungai. Industri kertas merupakan salah satu industri yang mengeluarkan air limbah dalam jumlah besar dan mengandung bahan pencemar yang cukup tinggi. Namun disisi lain, industri kertas merupakan salah satu industri penting di indonesia yang cukup besar kontribusinya terhadap pendapatan negara dari nilai ekspornya (Kristaufan et al. 2010). Nurhayati dan Imam Mahmudin (2012) mengatakan limbah industri pulp dan kertas terdiri atas tiga fase yaitu fase cair, padat dan gas. Setiap fase limbah tersebut diolah dengan cara diminimalisasi konsentrasinya dengan berbagai metode pengolahan limbah. Pencemaran air oleh industri pulp dan kertas dapat merugikan di bidang ekonomi dan sosial, seperti adanya bahan-bahan pengotor pada perairan, sehingga menyebabkan perairan tersebut tidak dapat dimanfaatkan. Selanjutnya Isyuniarto

et al. (2007) mengatakan bahwa limbah cair industri kertas pada umumnya berwarna putih susu kecoklatan dengan busa yang memenuhi permukaan air sungai. Hal ini disebabkan karena limbah mengandung selulosa (bahan dasar

pulp), bila tertimbun di dasar sungai atau lahan terbuka akan menimbulkan bau busuk.

Makrozoobentos

Makrozoobentos memegang beberapa peran penting di suatu perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind 1985). Malmqvist (2002) mengatakan bahwa pergerakan hewan invertabrata di sungai dipengaruhi oleh sejumlah faktor dengan rentang yang berbeda-beda. Stein et al. (2002) mengatakan tingkat aktivitas manusia yang tinggi dapat mempengaruhi perubahan kondisi lingkungan. Perubahan hidrologi, geomorfologi dan biologi yang berubah terus menerus baik gangguan dari dalam maupun dari luar yang mempercepat penurunan kualitas air. Organisme dasar termasuk makrozoobentos memiliki peranan penting dalam menghubungkan antara proses kimia dan fisika pada sedimen-permukaan perairan dan kolom air, seperti proses degradasi bahan organik, metabolisme, dan penyebaran bahan pencemar seperti logam berat dan minyak (Wild et al. 2004).

(21)

7 berbeda terhadap perbedaan jenis masukan limbah ke perairan seperti logam berat, bahan organik, dan TSS.

Picard et al. (2003) menyatakan bahwa perbedaan musim mempengaruhi kepadatan spesies dan struktur komunitas makrozoobentos, hal ini dikarenakan perbedaan ketinggian permukaan air. Menurut Horsak et al. (2009) menyatakan bahwa, adanya kanalisasi dan perubahan fisik sungai lainnya juga mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos, hal ini dikarenakan proses kanalisasi mempengaruhi kondisi penumpukan sedimen, sehingga berpengaruh terhadap biota yang hidup di sedimen tersebut. Pengaruh interaksi antara biota makrozoobentos dengan bahan pencemar, terutama pestisida yang berasal dari buangan limbah pertanian dapat menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos (Pestana et al. 2009).

Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

Makroinvertebrata yang hidup di sungai yang berdekatan dengan kawasan pertanian, sehingga secara terus-menerus mendapat masukan limbah pertanian berupa pestisida. Hal ini jika terjadi tanpa terkendali dalam jangka waktu yang panjang, akan mengakibatkan hilang biodiversitas perairan termasuk hilangnya komunitas makrozoobentos (Tilman et al. 2001). Keberadaan hewan avertebrata bentik tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor perairan, terutama fisika, kimia, dan biologis. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi sebaran dan jumlah hewan per-satuan luas tertentu. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi faktor pembatas dalam penggunaan hewan avertebrata bentik sebagai bioindikator (Wardhana 1999). Pengamatan kualitas air berdasarkan sistem biologi banyak menggunakan biota makrozoobentos, yang digunakan untuk mengkaji dan mengidentifikasi kualitas perairan. Identifikasi menggunakan biota mekrozoobentos relatif lebih sederhana dan mereka tersebar secara luas di banyak tipe sungai (Hering et al. 2003). Identifikasi makroinvertebrata perairan untuk tingkatan famili, sudah cukup dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan secara dini, yang kemudian di dukung melalui analisis kimia dan fisika perairan (Armitage et al. 1983).

Menurut Pastuchova (2006) perairan dengan kondisi oksigen yang baik ditemukan komunitas makrozoobentos yang lebih beragam. Wood et al. (2001) menyatakan bahwa perbedaan aliran sungai dan temperatur mempengaruhi struktur habitat dan komunitas makrozoobentos, karena biota merespon adanya perbedaan kondisi perairan. Organisme makrozoobentos memberikan respon yang berbeda terhadap perbedaan jenis masukan limbah ke perairan seperti logam berat, bahan organik, dan TSS (Angradi dan Jicha 2010).

Sebagai bioindikator pencemaran organik, kelompok hewan avertebrata, terutama yang berukuran makroskopis memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan organisme lainnya. Kelompok ini relatif hidup menetap dalam waktu yang cukup lama pada berbagai kondisi air. Beberapa jenis diantaranya dapat memberikan tanggapan terhadap perubahan kualitas air sehingga dapat memberikan petunjuk terjadinya pencemaran. Selain itu hewan bentik relatif mudah dikoleksi dan diidentifikasi (Wardhana 1999). Pestana et al.

(22)

8

menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos.

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara (Gambar 2). Pengambilan sampel dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2013, di 4 stasiun sebanyak 3 kali pengulangan, selama 3 bulan dengan interval waktu 1 bulan. Penentuan stasiun, berdasarkan pertimbangan dari beban masukan yang berbeda dari setiap lokasi, sehingga ditetapkan tiga kecamatan yang menjadi lokasi pengambilan sampel, yaitu stasiun 1 di kecamatan STM Hilir, stasiun 2 dan di Kecamatan Tanjung Morawa dan stasiun 4 di Kecamatan Batang Kuis. Jarak antar stasiun ditentukan berdasarkan pertimbangan dari penentuan stasiun berdasarkan perbedaan beban masukan limbah (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi stasiun penelitian berdasarkan karakteristik beban masukan ke

Sungai Belumai

(23)
(24)

10

Gambar 3. Lokasi stasiun penelitian

Stasiun 1

(25)

11

Stasiun 3

(26)

12

Metode dan Analisis Data

Parameter fisika yang diukur adalah suhu, arus, kedalaman, kekeruhan dan tipe substrat. Dengan pertimbangan bahwa suhu yang tinggi dapat menurunkan konsentrasi oksigen sedangkan peningkatan suhu dapat memicu organisme untuk mengkonsumsi oksigen lebih banyak. Kecepatan Arus air diukur untuk mengetahui kemampuan badan air membawa bahan pencemar. Tipe substrat dilihat untuk mengetahui jenis substrat apakah berlumpur, berpasir atau berbatu yang dihubungkan dengan keberadaan makrozoobentos, kecepatanan arus, kekeruhan dan kedalaman.

Parameter kimia yang diukur adalah pH, DO, COD dan TOM. Sebagian besar organisme di perairan sangat sensitif terhadap perubahan pH, DO merupakan jumlah oksigen yang terlarut di air dalam mg/l yang berasal dari proses fotosintesis maupun difusi dari udara. Penurunan oksigen terlarut, pH dan suhu dapat bersifat toksik terhadap lingkungan. Toksisitas NH3 akan meningkat jika terjadi penurunan oksigen terlarut, pH, dan suhu. Pengukuran parameter fisika, kimia merujuk pada standar metode pengukuran kualitas air dari American Public Health Association (2012), dan biologi menggunakan buku identifikasi dari Pennak (1953) dan Brinkhurst (1971). Pengukuran parameter fisika, kimia, biologi serta alat dan metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Pada masing-masing stasiun, dilakukan pengambilan sampel air dan sedimen baik parameter fisika, kimia dan biologi. Pengambilan parameter kualitas air pada setiap stasiun ditetapkan dua sub stasiun yang mewakili alur kiri dan kanan sungai sesuai dengan arah aliran air yang mengarah ke muara di 4 stasiun. Sampel air diambil 250 ml kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi label. Pada label diberi keterangan mengenai nama sampel, lokasi pengambilan, tanggal, jam, dan kondisi cuaca.

Tabel 2 Metode pengukuran parameter fisika kimia dan biologi.

Parameter Satuan Alat/metode Keterang

Fisika :

- Suhu oC Termometer in situ

- Arus m/detik Benda terapung in situ

- Lebar Sungai M Tali meteran in situ

- Kedalaman M Tongkat berkala/visual in situ

- Kekeruhan NTU Turbidity ex situ

- Tipe substrat % Segitiga Miler ex situ

Kimia :

- pH air - pH meter in situ

- DO mg/L Titrimetrik-Winkler in situ

- COD mg/L Titrimetrik ex situ

- TOM (sedimen) % Gravimetrik ex situ

Biologi

- Makrozoobentos ind/m2 Peterson Grab in situ

(27)

13 menggunakan Peterson Grab yang memiliki luas bukaan 25 cm x 25 cm (625 cm2). Sampel dikeringkan-anginkan kemudian dianalisis lebih lanjut untuk parameter tekstur dan kandungan bahan organik.

Sampel yang telah diberi label dimasukan ke dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk di analisis. Beberapa parameter ada yang dilakukan pengukuran dianalisis di lapangan (in situ) dan dianalisis di laboratorium (ex situ). Analisis dilakukan di Laboratorium Sentral Pertanian USU (Substrat, DHL, dan TOM) dan Laboratorium PUSLIT USU (COD dan Kekeruhan) Laboratorium Bio Mikro, Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB (identifikasi Makrozoobentos).

Pengambilan sampel makrozoobentos pada tiap sub stasiun diambil empat kali pengulangan. Masing-masing stasiun diambil pada bagian tepi kanan dan tepi kiri, dengan cara menjatuhkan Peterson Grab sebanyak 4 kali secara acak yang dianggap telah mewakili tiap lokasi. Pengulangan pengambilan makrozoobentos tersebut diharapkan telah dapat mewakili tiap-tiap lokasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Peterson Grab yang memiliki luas bukaan 25cmx25cm (625 cm2), kemudian diayak lalu disortir serasah dan substrat sedimennya dengan air kemudian disaring dengan menggunakan saringan makrozoobentos berukuran 250 μm. Selanjutnya sampel dimasukan ke dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 10%, lalu diberi label lokasi pengambilan sampel dan dibawa ke Laboratorium. Setiap habitat pada setiap stasiun di foto, di identifikasi kondisi lingkungannya serta tipe substratnya dan hitung jumlah individunya berdasarkan jenis. Penentuan jenis dilakukan dengan bantuan buku identifikasi makrozoobentos dari Pennak (1953), Brinkhurst (1971).

Prosedur Analisis Data

Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter fisik-kimia perairan yang terukur dianalisis secara dekskriptif yaitu membandingkan parameter kualitas air dengan baku mutu air menurut PP RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemar air kelas I, II, III dan IV. Dimana kelas I adalah untuk bahan baku air minum; kelas II untuk prasarana/sarana rekreasi; kelas III untuk kegiatan perikanan dan pertanian; kelas IV untuk kebutuhan penyiraman tanaman. Analisis parameter kualitas air dikaji dengan pola perbandingan. Data yang sudah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

Hubungan antara parameter fisika-kimia dengan Makrozoobentos

Parameter fisik-kimia perairan yang terukur dan jumlah total individu yang ditemukan dari makrozoobentos disajikan dalam bentuk dendrogram. Penampilan dendrogram menggunakan Analisis statistik XLSTAT 2013 yaitu analisis data Agglomerative hierarchical clustering (AHC) bagian Dissimilarity Pearson untuk parameter fisika kimia dan Bray and Curtis distance untuk parameter biologi.

Kurva k-dominansi

Analisis keanekaragaman makrozoobentos menggunakan analisis grafik

(28)

14

spesies dalam skala logaritmik. (Lambshed et al. 1983 in Setyobudiandi et al.

2009). Dalam kurva ini sumbu x merupakan kurva rangking spesies dan sumbu y

merupakan persentasi komulatif dari jumlah spesies ke-i.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Gambaran Umum Kawasan Penelitian

Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan pantai timur Sumatra Utara. Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang adalah Kecamatan Tanjung Morawa. Secara geografis Kecamatan Tanjung Morawa berada pada 03030”-11060” LU dan 98046”- 103075” BT dengan ketinggian 30 m dari permukaan laut (BPS Deli Serdang 2012). Salah satu sungai yang ada di Kecamatan Tanjung Morawa adalah Sungai Belumai. Batas daerah aliran Sungai Belumai adalah Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka, Sebelah Selatan berbatasan dengan Daerah Aliran sungai Ular, Sebelah Barat berbatasan dengan Daerah Aliran sungai Batang Kuis dan Sebelah Timur berbatasan dengan Daerah Aliran sungai Ular.

BPDAS Wampu Sei Ular menerangkan bahwa berdasarkan hasil analisa Sistem Informasi Geografis dan survey Lapangan, DAS Belumai terbagi atas 5 kecamatan yaitu Kecamatan Batang Kuis, Kecamatan Sibiru-biru, Kecamatan STM hulu, Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Tanjung Morawa. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil 2 kecamatan yaitu stasiun 1 di Kecamatan STM Hilir dan Stasiun 2, 3, dan 4 di Kecamatan Tanjung Morawa.

Jenis-jenis kegiatan yang ada di sepanjang aliran Sungai Belumai yaitu Stasiun I hanya dijumpai beberapa perumahan warga yang jarak antar rumah agak berjauhan dan sedikit terdapat aktivitas masyarakat, sedangkan pertengahan dari Stasiun 1 menuju ke Stasiun 2 dijumpai Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) untuk Wilayah Kecamatan Tanjung Morawa dan Penambangan Pasir. Stasiun II terdapat Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA), rumah sakit PTPN II dan Pertokoan. Stasiun 2 merupakan akses Jalan lintas Sumatra dan juga pusat kota Tanjung Morawa. Stasiun 3 dan 4 terdapat pabrik sarung tangan, pabrik kertas, pabrik kayu, pabrik pengecoran logam maupun industri rumah tangga. Aktivitas yang terjadi pada setiap stasiun dapat menyebabkan penurunan terhadap kualitas air Sungai Belumai, dan hal ini juga dapat berdampak pada perubahan terhadap morfologi sungai, pencemaran dan erosi. Melcher et al. (2012) mengatakan eksploitasi yang dilakukan secara intensif oleh manusia, seperti aktivitas pertanian, urbanisasi, penggalian sungai, pembendungan, dan penangkapan ikan, akan mempengaruhi morfologi sungai, pencemaran dan perubahan aliran air, perubahan habitat, fragmentasi hidrologi, hubungan biotik, dan erosi.

(29)

15 Abidin, salah seorang pemerhati lingkungan hidup, PT. MS PMA tbk. membuang limbah cair berwarna putih ke Sungai Belumai dan pada waktu tertentu pabrik juga mengeluarkan warna yang lain. Hal tersebut diduga dapat mengganggu kehidupan ekosistem sungai di sekitarnya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diperoleh bukti bahwa ikan dominan yang tertangkap disekitar pabrik yaitu ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) dengan ukuran rata-rata yang cukup besar, dengan panjang rata-rata sekitar 40 cm, Gambar 4. Selain jenis ikan sapu-sapu, ada beberapa jenis organisme yang tertangkap pada saat samling diantaranya ikan betok dan udang di temukan di sekitar penelitian (Lampiran 1).

Stasiun I merupakan daerah perbukitan, di sepanjang tepi sungai terdapat batu-batu besar dengan substrat berbatu. Jenis pohon yang ada di sekitar stasiun 1 adalah Kelapa, Nipah, Sawit, Bambu, Gelegah (tebu hutan), Kapas, dan Durian. Di daerah ini juga ada terdapat 5 kolam pembesaran ikan mas dan petani peternak ayam telur + 200 meter dari tepi sungai dengan jumlah 40 ribu ekor. Stasiun 2, terdapat pemukiman penduduk, perkotaan dan rumah sakit PTPN II. Jarak antara rumah dengan pingir sungai + 10 m, dan jarak rumah sakit ke tepi sungai berjarak + 20 m. Selain itu di tepi sungai juga dibuat kafe yang berjarak 5 m dari pingir sungai, serta pertokoan berjarak 25 m dari tepi sungai. Jenis tumbuhan yang ada di sekitar stasiun pengamatan yaitu Pinang, Pisang, Papaya, Gelegah, dan rumput liar.

Stasiun 3, pada bagian kanan dan kiri sungai terdapat beberapa pabrik, dan perumahan. Jarak dari pabrik ke pingir sungai + 5 m, dan perumahan penduduk sekitar + 15 m dari pingir sungai. Jenis tumbuhan yang ada di sekitar lokasi pengamatan yaitu Bambu, Pisang, Gelegah, dan Durian. Stasiun 4, pada stasiun ini masih ditemukan pabrik dengan jarak + 10 m dari tepi sungai. Beberapa rumah penduduk ditemukan berjarak + 3 m dari tepi sungai. Pepohonan yang ditemukan yaitu Melinjo, Kelapa, Pisang, Bambu, dan Gelegah.

Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belumai

Parameter fisika kimia merupakan parameter-parameter penting yang dapat menujang kehidupan organisme di perairan. Niewolak (1999), menyatakan ekosistem sungai sangat rentan terhadap pengaruh perubahan fisika, kimia dan bakteri. Nilai masing-masing stasiun hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan Sungai Belumai dapat dilihat pada Tabel 3.

(30)

16

Hasil pengukuran parameter fisika-kimia di Sungai Belumai, beberapa parameter kualitas air menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi yang cukup tinggi. Konsentrasi COD telah melewati baku mutu yang diperbolehkan dalam PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Tabel 3 Nilai rata-rata parameter fisika Sungai Belumai

Parameter Satuan Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

FISIKA

Suhu air oC 28 28 29 29

Kec. Arus m/detik 0.49 0.43 0.58 0.31

Lebar sungai M 21.67 20.14 20.50 23.33

Kedalaman M 2.7 2.5 2.6 3.1

Kekeruhan NTU 163.57 242.60 219.66 219.16

KIMIA

pH - 6.7 6.6 6.9 6.7

DO mg/L 7.01 7.56 7.42 6.60

COD mg/L 35.64 42.01 39.86 39.42

TOM % 14.80 14.72 15.79 15.90

Substrat

Liat % 10 11 10 12

Debu % 82 76 74 62

Pasir % 8 13 16 26

Suhu

Suhu air pada setiap stasiun berkisar 280C-290C (Gambar 5). Berbedaan nilai tersebut diduga disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan maupun perbedaan kondisi lingkungan di setiap stasiun. Suhu yang relatif rendah didapatkan pada pengambilan sampel di pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB dan suhu tertinggi didapatkan pada pengambilan sampel siang hari sekitar pukul 12.00 WIB, namun demikian suhu rata-rata dari setiap stasiun terlihat relatif sama. Peningkatan suhu air akan mempengaruhi reaksi kimia dan berhubungan dengan penurunan kualitas air dan status ekologi air tawar (Whitehead et al. 2009).

(31)

17

Kekeruhan

Sebaran nilai kekeruhan di setiap stasiun pengamatan mengalami peningkatan nilai kekeruhan, hal ini disebabkan oleh waktu pengambilan sampel air dimana waktu penggambilan dilakukan pada saat satu hari setelah hujan sehingga nilai kekeruhan meningkat. Stasiun 1, memiliki nilai konsentrasi kekeruhan yang rendah dan semakin meningkat ke arah hilir yaitu Stasiun 2,3, dan 4 (Gambar 6). Tingginya nilai kekeruhan di bagian hilir dari masukan arah hulu yang dibawa oleh arus serta adanya kegiatan disekitar sungai yang masuk ke dalam perairan melalui rembesan air hujan. Manan (2010) mengatakan Sungai Metro Malang telah mengalami penurunan kualitas perairan akibat adanya masukan bahan organik dan tingginya tingkat kekeruhan. Nilai kekeruhan di Sungai Metro Malang mengalami peningkatan ke arah hilir, dimana semakin ke arah hilir beban masukan semakin tinggi sehingga tingkat kekeruhan semakin meningkat.

Gambar 6 Sebaran nilai rata-rata kekeruhan pada stasiun pengamatan

Nilai pH

Nilai pH menunjukkan derajat asam dan basa suatu perairan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Dalam air yang besih nilai pH akan bersiifat netral dan biasanya ditunjukkan angka 7, dimana didalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- yang berada dalam keseimbangan. Apabila terjadi peningkatan terhadap ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun sehingga disebut larutan asam sedangkan apabila ion hidrogen menurun akan menyebabkan nilai pH naik dan disebut dengan basah. Menurut Yisa dan Jimoh 2010 menjelaskan bahwa pH perairan adalah indikator penting dari penentuan kualitas air dan peningkatan pencemaran di sungai. Organisme air dapat hidup pada suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah.

(32)

18

asam karena kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan bakteri pengurai membutuhkan oksigen yang tinggi dalam perairan dan melepaskan CO2 yang tinggi. pH air kurang dari 5 dan lebih besar dari 9 biasanya perairan tersebut telah tercemar berat sehingga kehidupan biota air akan terganggu dan tidak layak digunakan untuk keperluan rumah tangga. Berdasarkan PP RI no.82 tahun 2001 kisaran pH tersebut masih memenuhi baku mutu kualitas air, kisaran pH yang diperbolehkan yaitu 6-9.

Oksigen terlarut (DO)

Nilai oksigen terlarut di Sungai Belumai yang diperoleh masih mendukung kehidupan Makrozoobentos di perairan. Dilihat dari gambar 8, nilai DO di stasiun 2 lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh kondisi di sekitar sungai dan waktu pengambilan.

Gambar 8 Sebaran nilai rata-rata DO pada stasiun pengamatan

Stasiun 2 merupakan lokasi yang padat penduduk, di pinggiran sungai telah ditemukan banyak perumahan masyarakat. Pohon-pohan yang di pinggiran sungai telah beralih fungsi menjadi lokasi perumahan yang menyebabkan proses difusi DO dari udara ke perairan lebih tinggi akibat dari bukaan lahan. Selain itu tingginya DO di stasiun 2 dipengaruhi oleh waktu pengambilan, sampel di ambil pada pukul + 11.00 Wib, dimana pada waktu tersebut proses fotosintesis

(33)

19 meningkat dibandingkan pada stasiun lainnya. Rendahnya nilai DO stasiun 4 lebih disebabkan oleh tingginya bahan organik yang masuk ke perairan sehingga sebagian besar oksigen dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam proses metabolisme bahan organik. Pradhan et al. (2005) dari hasil penelitian di Sungai Bagmati Nepal, bahwa tingginya nilai DO di Sungai Bagmati disebabkan oleh kecepatan arus sehingga proses aerasi meningkat, dan penurunan oksigen disebabkan oleh masukan beban pencemar.

Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Organik Matter (TOM)

Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD) di air dan Total Organik Matter (TOM) di sedimen bertujuan untuk mengetahui gambaran dari kandungan bahan organik yang ada diperairan. Menurut Buckman dan Brady (1982) bahan organik merupakan bagian dari penyusun komponen sedimen yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup. Jumlah dari bahan organik yang ada diperairan dapat menentukan tingkat kesuburan dari perairan itu sendiri. Salah satunya masukkan bahan organik tersebut bisa dari masukan run-off daratan dan proses pembusukan organisme yang telah mati. Kandungan bahan organik di Sungai Belumai dapat dilihat dari pengukuran COD di air dan TOM di sedimen. Nilai rata-rata COD untuk setiap stasiun berkisar 35.64 mg/l-42.01mg/l, dan nilai rata-rata TOM berkisar antara 14.72-15.90 % (Gambar 9).

(34)

20

sarana air minum, nilai COD yang diperbolehkan yaitu < 10 mg/L. berdasarkan pertimbangan tersebut maka stasiun 2 yang terdapat kegiatan PDAM telah melewati ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan, dimana kandungan COD yang diperoleh yaitu 42,01 mg/L.

Tekstur substrat

Pungukuran tekstur substrat dilakukan untuk melihat hubungan antara jenis substrat dengan kelimpahan makrozoobentos. Dahuri (1993), menyatakan bahwa tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari berbagai gabungan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi liat, debu dan pasir. Keadaan sedimen merupakan faktor pembatas distribusi bentos dimana menurut Dudgeon (1984) bahwa sedimen yang terganggu kestabilannya pada musim hujan, sangat mempengaruhi keberadaan bentos. Hasil pengukuran tekstur substrat (Gambar 10) di Sungai Belumai menggunakan segitiga Millar terdiri dari tiga fraksi yaitu persen liat, debu, dan pasir. Dari masing masing stasiun berdasarkan persentasi yang didapat, stasiun 1 tergolong kedalam pasir berlempung, dan stasiun 2, 3, dan 4 tergolong lempung berpasir. Odum (1971) menjelaskan bahwa pengendapan partikel lumpur di dasar perairan tergantung arus. Apabila arus kuat maka partikel yang mengendap adalah partikel berukuran lebih besar, sebaliknya pada tempat yang arusnya lemah, maka yang akan mengendap adalah lumpur halus.

Struktur Komunitas Makrozoobentos

Makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian di Sungai Belumai terdiri atas 3 kelas (Gastropoda, Insekta dan Oligochaeta). Stasiun I jumlah genus yang di peroleh selama pengamatan ada 5 genus yaitu Branchiura sp., Chironomus sp., Lumbricus sp., Melanoides sp., dan Bellamya sp. Stasiun II jumlah genus yang diperoleh selama penelitian ada 4 genus yaitu Branchiura sp.,

(35)

21

Lumbricus sp., Limnodrilus sp., dan Goniobasis sp. Stasiun 3 jumlah genus yang diperoleh selama penelitian ada 5 genus yaitu Branchiura sp, Lumbricus sp, Limnodrilus sp, Goniobasis sp, dan Tubifex sp. Stasiun 4 jumlah genus yang diperoleh selama penelitian ada 6 genus yaitu Branchiura sp., Lumbricus sp., Limnodrilus sp., Goniobasis sp., Chironomus sp., dan Goniobasis sp. Jenis penyebaran yang merata dari setiap stasiun terlihat dari Kelas Oligochaeta yaitu

Branchiura sp., dan Lumbricus sp. (Tabel 4).

Tabel 4 Jumlah individu yang ditemukan di Sungai Belumai

Kelas Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Kelas Gastropoda khususnya jenis Melanoides sp., dan Bellamnya sp. hanya dijumpai pada bagian hulu. Bagian hulu dari Sungai Belumai memiliki kecepatan arus yang relatif deras dan banyak terdapat batu-batu besar dan banyak ditumbuhi pepohonan di tepi sungai, serta masyarakat banyak bercocok tanam, sehingga mempercepat peningkatan bahan organik. Meningkatnya bahan organik tersebut dapat memberikan nutrisi bagi organisme makrozoobentos. Kecepatan arus yang sangat tinggi dapat menghayutkan makrozoobentos yang tidak melekat kuat di bebatuan, maka dari itu kelompok dari Gastropoda seperti Melanoides sp., dan

Bellamya sp. yang hidupnya melekat di bebatuan dapat mempertahankan diri pada arus yang deras.

Sastrawijaya (1991) mengatakan jenis Chironomous sp. tergolong sebagai indikator pencemaran berat dan dapat hidup pada kondisi oksigen yang terbatas seperti di daerah yang mengalami pencemaran organik tinggi. Ciri-ciri dari

Chironomous sp. yaitu Larva dengan proleg di thorax pertama, segmen-segmen di perut tanpa penonjolan di bagian depan. Tubuh agak sedikit kaku, dengan diameter yang sama, bentuk kepala sangat berkarakter, anal gill seperti sosis di segmen terakhir, warna merah cerah dan jenis tersebut tergolong kedalam jenis organisme yang toleran terhadap bahan pencemar.

Siahaan et al. ( 2012) mengatakan kepadatan Branchiura sp., dan

Lumbriculus sp. yang sangat tinggi di Sugai Cisadane mengindikasikan adanya pencemaran organik. Branchiura spmemiliki ciri-ciri 25 - 40 % posterior tubuh terdapat insang ventral dan dorsal pada tiap ruasnya, jumlah insang 40 – 140 pasang, panjang tubuh 20 – 185 mm dan ciri-ciri dari Lumbriculus sp. yaitu reproduksi seksual, bentuk setae meruncing, berwarna merah kecoklatan dengan panjang kurang dari 8 cm, Setae di bagian posterior dari clitellum bifurcate, mempunyai beberapa rambut / setae.

(36)

22

tercemar salah satunya adalah jenis Tubifex sp. Sastrawijaya (1991) mengatakan makrozoobentos pada ekosistem perairan sungai dari spesies Tubifex sp. dan

Melanoides sp. merupakan spesies indikator yang dicirikan dengan oksigen terlarut (DO) rendah dan partikel tersuspensi tinggi. Cacing yang panjangnya antara 30 – 100 mm dimana ujung anteriornya selalu terbenam di dasar perairan, berwarna merah, pink, kadang terbungkus suatu selubung (pipa) yang ujung posteriornya dilambaikan untuk memperoleh oksigen. setae di bagian dorsal berbeda dengan yang di bagian ventral, karena setae di bagian ventral selalu bercabang dua sedangkan bagian dorsal bercabang dua atau tiga, mampu hidup dalam kondisi anaerob selama 48 hari pada suhu 0 – 20C. Organisme ini tergolong kedalam jenis organisme yang toleran terhadap bahan pencemar. Melanoides sp. memiliki ciri-ciri cangkang menara kecil dengan spire yaang panjang dan gelung terakhir sedang, berwarna coklat kekuningan atau coklat kehijauan, tinggi 30-35 mm, diameter sampai 10-12 mm, dihiasi bintik-bintik coklat tua kehitaman, permukaan umum beralur lingkar, seluk 10-15, seluk akhir agak besar, seluk bagian puncak berusuk tegak. Umbilikus tertutup dan hampir selalu dilingkari sabuk coklat kehitaman, mulut bundar telur dilingkari sabuk coklat hitam.

Edmonson (1963) mengatakan ciri-ciri dari jenis Goniobasis sp. yaitu ukuran tubuh berkisar antara 2-3 cm, tipe cangkang memanjang, bewarna coklat dengan garis-garis coklat, cangkang kecil, bagian permukaan cangkang bergelombang, memiliki 5 garis pertautan. Celah mulut sempit dengan tipe apeks tumpul. Hutchinson (1993), menyatakan jenis Goniobasis sp. melimpah pada perairan dengan substrat dasar yang berbatu dan berpasir.

PEMBAHASAN

Hubungan parameter Fisika-Kimia dan Makrozoobentos

Butcher et al. (2003) menyatakan kesehatan suatu perairan adalah gambaran dari integritas parameter fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan. Berdasarkan nilai parameter fisika-kimia, dan biologi (makrozoobentos) pada setiap stasiun pengamatan diperoleh kesamaan pengelompokan habitat (Gambar 11). Nilai masing-masing stasiun dari hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan Sungai Belumai menunjukkan adanya pola kemiripan antara parameter fisika-kimia dengan biologi (makrozoobentos). Hal ini menunjukkan bahwa parameter fisika kimia yang diukur mempunyai pengaruh terhadap keberadaan makrozoobentos di perairan Sungai Belumai.

(37)

23 jenis-jenis organisme akuatik yang menjadi faktor pembatas adalah oksigen akan ikut berkurang. Rachman dan Winanto (2009), mengatakan dengan adanya zat-zat yang tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan, sehingga menurunkan produktivitas organisme akuatik.

Hubungan yang tampak antara komunitas makrozoobentos dengan parameter kualitas air dari Gambar 11, dengan menarik garis putus-putus pada dendrogram fisika-kimia di 0,3 % dan dendrogram makrozoobentos di 60% dapat di golongkan menjadi 2 kelompok. Faktor yang mempengaruhi pengelompokan tersebut diantaranya ketidaksamaan nilai Kekeruhan. Nilai kekeruhan di kelompok A lebih rendah dari pada kelompok B, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi keberadaan makrozoobentos. Sesuai dengan hasil yang ditampilkan pada dendogram makrozoobentos dimana yang membedakan pengelompokan tersebut yaitu dari jenis organisme yang bersifat fakultatif. Jenis-jenis yang bersifat fakultatif yang diantaranya Jenis-jenis Bellamnya sp., dan

Melanoides sp. tidak ditemukan.

Dilihat berdasarkan beban masukan di sekitar Sungai Belumai yang menyebabkan perbedaan pengelompokan tersebut dapat dikatakan karena perbedaan beban masukan. Semakin tinggi beban pencemar yang masuk ke perairan akan menurunkan kualitas perairan, penurunan kualitas perairan tersebut akan mempengaruhi keberadaan organisme akuatik khususnya organisme makrozoobentos. Masukan beban pencemar di kelompok B yaitu dari limbah perumahan, industri, perkotaan maupun pertanian menyebabkan penurunan keanekaragaman makrozoobentos dari jenis-jenis yang bersifat intoleran maupun fakultatif.

Struktur Komunitas Makrozoobentos

Persentase dari komposisi dari masing-masing kelas adalah kelas Oligochaeta 79%, kelas Gastropoda 17%, kelas Insekta 4%. Jumlah jenis makrozoobentos yang ditemukan pada setiap stasiun berbeda-beda (Tabel 4), perbedaan jumlah individu yang ditemukan pada setiap stasiun kemungkinan dapat disebabkan oleh jumlah beban masukan bahan organik, perbedaan jenis substrat, serta pengaruh dari perubahan kondisi lingkungan. Adanya peningkatan Gambar 11 Pengelompokan stasiun berdasarkan fisika-kimia (kiri) dan

(38)

24

aktivitas manusia yang menghasilkan sumber polusi organik secara terus menerus masuk ke dalam perairan akan berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpakan makrozoobentos. Populasi bentos dapat terus bertambah selama pemasukan bahan makanan terjamin serta kondisi substrat dasar perairan yang mendukung.

Kelas Oligochaeta memiliki persentase tertinggi yaitu 79 %. Gaufin 1958 in

Wihlm (1975) mengatakan Organisme toleran adalah organisme yang tumbuh dan berkembang dalam kisaran toleransi lingkungan yang luas sehingga mampu berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar sedang maupun tercemar berat. Jenis organisme tolean terhadap bahan pencemar diantaranya dari kelas oligochaeta seperti Chironomous riparium, Limnodrillus

sp., dan Tubifex sp. Kelompok Oligochaeta merupakan petunjuk adanya pencemaran organik yang sering digunakan sebagai bioindikator ekosistem sungai yang tercemar. Setiawan (2009) mengatakan dari Kelas Oligochaeta bersifat toleran dan mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang mempunyai bahan organik tinggi serta memiliki kemampuan osmoregulasi yang baik, sehingga ia dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi ekstrim.

Kurva k-dominansi

Berdasarkan hasil yang ditampilkan oleh dendrogram analisis kluster (Gambar 11), kelompok A memiliki ketidaksamaan habitat terhadap kelompok B. Lambshead et al. 1983 in Warwick 1986, menyatakan untuk mengetahui kemungkinan adanya perubahan komunitas organisme pada suatu perairan, dapat dilakukan menggunakan kurva k-dominansi. Kurva k-dominansi merupakan suatu kurva yang menggambarkan profil dari keanekaragaman dan dominansi jenis. Setyobudiandi et al. (2009), mengatakan stasiun yang memiliki komunitas bentos dengan keanekaragaman lebih tinggi cenderung berada di posisi lebih dibawah dari stasiun yang memiliki komunitas bentos dengan keanekaragaman lebih rendah dari gambar yang ditampilkan oleh kurva k-dominansi. Dari penjelasan tersebut Dapat dikatakan bahwa Sungai Belumai, berdasarkan hasil analisis kurva

k-dominansi (Gambar 13) terlihat kelompok A tingkat Keanekaragaman lebih tinggi dari pada kelompok B.

Keanekaragaman kelompok A lebih tinggi, menandakan kondisi lingkungan tersebut masih cukup baik, komunitas tergolong stabil dan belum

(39)

25 memperlihat tekanan ekologis. Tingginya Dominasi jenis di kelompok B, menggambarkan kondisi peraikan tidak stabil mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan ekosistem yang disebabkan oleh adanya tekanan dari lingkungan.

Gambar 13 Kurva k-dominansi makrozoobentos

Tingginya dominansi jenis di kelompok B dari Kurva k-dominansi dikarenakan kelompok B memiliki jenis organisme yang tahan terhadap bahan pencemar. Nilai dominansi tersebut meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas yang ada di sekitar sungai yang mengakibatkan banyaknya masukan bahan pencemar. Kelompok B merupakan daerah yang padat aktivitas yaitu daerah pusat pertokoan, perumahan, industri dan rumah sakit berada di daerah tersebut. Odum (1994), menyatakan keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi apabila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah.

(40)

26

Strategi pengelolaan sumberdaya perairan di Sungai Belumai

Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai dampak pencemaran sungai, menurunkan limbah domestik, limbah industri dan limbah pertanian yang masuk kesungai, dan meningkatkan jumlah tumbuhan di sekitar sungai yang dapat menahan air hujan agar tidak langsung masuk kesungai, serta pembangunan tata kota yang ramah lingkungan.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air di Sungai Belumai, perubahan kualaitas air di setiap stasiun tidak berbeda, tetapi pada kondisi makrozoobentos memiliki perbedaan, sehingga perubahan kondisi kualitas air tidak mengindikasikan perubahan struktur komuniras makrozoobentos. Kemungkinan yang menyebabkan perbedaan struktur komunitas makrozoobentos tersebut lebih di sebabkan oleh kandungan substrat dan keberadaan bahan organik.

SARAN

Perlu adanya monitoring secara berkala oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang melalui Badan Lingkungan Hidup maupun para peneliti yang terkait terhadap kondisi lingkungan Sungai, seperti kondisi fisika, kimia dan biologi khususnya makrozoobentos untuk menentukan tingkat pencemaran perairan Sungai Belumai.

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water. Ed ke-22.

Adibroto T.A. 2002. Pengembangan Teknologi Lingkungan Dalam Pengelolaan DAS Yang Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3 No. 1,: 33-42.

Al-Shami, SA, Che Salmah MR, Abu HA, Suhaila AH, Siti Azizah MN. 2011. Influence of agricultural, industrial, and anthropogenic stresses on the distribution and diversity of macroinvertebrates in Juru River Basin, Penang, Malaysia. Elsevier journal of Ecotoxicology and Environmental Safety. DOI:10.1002/rra.2594.

Angradi, TR. and Jicha TM. 2010. Mesohabitat-specific macroinvertebrate assemblage responses to water quality variation in mid-continent (North America) great rivers. Ecological Indicators. 10: 943–954.

Armitage PD, Moss D, Wright JF, Furse MT. 1983. The Performance of a New Biological Water Quality Score System Based on Macroinvertebrates Over a Wide Range of Polluted Running-Water Sites. Water Research. 17: 333-347. Asra R. 2007. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi Dari Kualitas Air Di

Sungai Kumpeh Dan Danau Arang-Arang Kabupaten Muaro Jambi.

Biospecies, Volume 2.

(41)

27 characteristics of the Paraguaçu estuarine system, NE, Brazil. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 78 (2008): 753–762.

Batubara S.R. 2011. Hubungan Kualitas dan Pengguna Air Sungai Belumai Dengan Keluhan Kesehatan Pada Pengguna Air di Kecamatan Tanjung Morawa. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Tesis.

Boyd CE. 1988. Water Quality Management for Pond Fish Culture. New York.: Elsevier Scientific Publishing Company.

BPDAS Wampu Sei Ular. Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampum Sei Ular. Direktorat jendral rehabilitasi lahan dan perhutanan social departemen kehutanan pepublik Indonesia.Http://Bpdaswu.Com/?Page_Id=72. Diakses 13 juni 2013.

BPS Kabupaten Deli Serdang, 2012. Jumlah Penduduk dan Tenaga kerja di Kabupaten Deli Serdang.

Brinkhurst RO. 1971. A guide for the identification of British aquatic oligochaeta. University of Toronto. Scientific Publication No. 22. Second edition. pp 58. Buckman, H. O. dan N. C, Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara.

Jakarta. 788 hlm.

Butcher JT, Stewart PM, Simon TP. 2003. A benthic community index for streams in the lake and forests ecoregion. Ecol indic. 3: 181-193.

Butiuc-Keul, L. Momeu, C. Craciunas, C. Dobrota, S. Cuna , G. 2012. Physico-chemical and biological studies on water from Aries River (Romania). Journal

of Environmental Management. 95: S3-S8.

Chopra G, Anita Bhatnagar and Priyanka Malhotra. 2012. Limnochemical characteristics of river Yamuna in Yamunanagar, Haryana, India.. Academic Journals. 4:4, pp. 97-104.

Dahuri R., N. S, Putra, Zairion dan Sulistiono. 1993. Metode dan Teknik Analisis Biota Perairan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian IPB. bogor. 207 hal.

Dudgeon, D. 1984. Longitudinal and Temporal Changes in Functional Organisation of Macroinvertebrate Communities in the Lam Tsuen River, Hong Kong, Hydrobiologia 111: 207-217.

Edmonson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. Jhon Willey &

Hawkes HA. 1979. Invertebrates as Indicator of River Water Quality. In : Jamers A. and Evision L, editor. Biological Indicator of Water Quality. Toronto Canada : John Willey and Sons.

Gambar

Gambar 1 Pendekatan masalah dalam mengkaji hubungan kondisi lingkungan terhadap
Tabel 1 Lokasi stasiun penelitian berdasarkan karakteristik beban masukan ke
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sungai Belumai
Gambar 3. Lokasi stasiun penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan nilai signifikansi kadar fenolik total sebesar p&lt;0,05 sehingga perbedaan metode ekstraksi berpengaruh signifikan terhadap kadar total fenolik ekstrak

dengan tersedianya jumlah kendaraan serta kapasitas truk tangki yang mencukupi, lalu ketidakkonsistenan jadwal pendistribusian di setiap harinya, dan belum adanya

ANALISIS KADAR LOGAM KADMIUM (Cd), KROMIUM (Cr), TIMBAL (Pb), DAN BESI (Fe) PADA HEWAN UNDUR-UNDUR DARAT (Myrmeleon Sp.) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN..

Beberapa temuan baru yang ada pada penciptaan karya batik ini sangat beragam seperti rancangan motif baru dari konsep pertunjukan wayang topeng Jatiduwur,

Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat telah dilakukan di aula Kantor Desa.Sungai Bunggur Kecamatan Kumpeh kabupaten Muaro Jambi pada tanggal 16 Juli 2020 dengan pertemuan

Menurut Haris Mudjiman (2009: 20-21) kegiatan- kegiatan yang perlu diakomodasikan dalam pelatihan belajar mandiri adalah sebagai berikut: 1) adanya kompetensi-

Dengan demikian dapat disimpulkan secara statistic dengan derajat kepercayaan 95%, diyakini terdapat yang tidak signifikan antara usia kehamilan dengan pre eklampsi