PEWILAYAHAN AGROKLIMAT
TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH
HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG
I GDE DARMAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mapun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2006
ABSTRAK
I GDE DARMAPUTRA. Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan IMAM SANTOSA.
Pengembangan berbagai jenis komoditas yang memiliki keunggulan komparatif merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki dan mempertahankan pendapatan petani. Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman alternatif pilihan untuk tujuan tersebut.
Pewilayahan komoditas diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan teknologi, modal dan sumberdaya lahan. Tahap awalnya adalah pewilayahan agroklimat tanaman. Tujuan penelitian ini adalah penentuan tingkat kesesuaian agroklimat tanaman nilam di Provinsi Lampung, dan penentuan peluang kejadian hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman nilam.
Tahapan penelitian meliputi: penentuan distribusi temporal curah hujan dengan Principle Component Analysis, pewilayahan curah hujan musiman dengan
Cluster Analysis, pewilayahan agroklimat tanaman nilam dengan superimpossed
peta curah hujan tahunan wilayah, peta jumlah bulan basah wilayah, dan peta topografi berdasarkan persyaratan agroklimat nilam, dan penentuan peluang hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman nilam.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik
cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PEWILAYAHAN AGROKLIMAT
TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN
DI PROVINSI LAMPUNG
I GDE DARMAPUTRA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung
Nama : I Gde Darmaputra
NRP : G251040021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. Dr. Ir. Imam Santosa, M.S. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agroklimatologi
Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 29 November 2006 Tanggal Lulus :
Dipersembahkan untuk istri dan anak-anak tercinta: Ketut Dani, IGP Oka Widyartha Putra, dan NSM Dewi Nityastithi Putri.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2006 ini ialah pewilayahan agroklimat, dengan
judul Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny
Koesmaryono, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Imam Santosa, M.S. selaku pembimbing, serta
Bapak Ir. Impron, M.Agr.Sc yang telah banyak memberi saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Rosihan Rosman, M.S.
APU. staf peneliti Balittro Bogor, Bapak Ir. Suprapto, MP. staf pengajar Politeknik
Negeri Lampung dan Sdr. Ir. Elza Surmaini, M.Si. staf peneliti Balitklimat Bogor, atas
literatur dan informasinya. Terima kasih juga penulis sampaikan ke Badan
Meteorologi dan Geofisika serta Departemen Kimpraswil (Pekerjaan Umum) atas
penyediaan datanya. Kepada Sdr. Rozi Cahyadi, S.Si. dan Sdr. Uus Saeful terima
kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
ke istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga atas dorongan, doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2006
I Gde Darmaputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tabanan pada tanggal 28 Februari 1965 dari ayah
I Gde Bagiada dan ibu Ni Ketut Wilis. Penulis merupakan putra kedua dari dua
bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari Program Studi Agrometeorologi, Jurusan
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi
Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana IPB, diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia.
Sejak tahun 1994 penulis bekerja sebagai Dosen di Politeknik Negeri Lampung
Jurusan Teknologi Pertanian. Pada tahun 2000 – 2004 penulis dipercaya sebagai
Kepala UPT Pemeliharaan Fasilitas dan Pelayanan Praktek Politeknik Negeri
Lampung.
Penulis tercatat sebagai anggota PERHIMPI Cabang Lampung. Selama
mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Wacana AGK IPB.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………....….………...………
DAFTAR GAMBAR ……...………....….………...………
DAFTAR LAMPIRAN …...………....….………...………
PENDAHULUAN
Latar Belakang ………..………. Tujuan Penelitian .………..
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Nilam ………...…..……… Agroklimat Tanaman Nilam …………..……… Hujan Daerah Tropis ...
Karakteristik Hujan Tropis .……...……….………… Analisis Komponen Utama ...
Analisis Gerombol ... Analisis Peluang ...
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ...………...……….. Bahan dan Alat ………...………. Metode Penelitian ………..………....
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian ... Curah Hujan Musiman ...………...……….. Curah Hujan Wilayah ………...………. Pewilayahan Agroklimat Pengembangan Tanaman Nilam ……….
Analisis Peluang Hujan pada Daerah Pengembangan Nilam ...
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...………...……….. Saran ………...……….
DAFTAR PUSTAKA ………..……….
LAMPIRAN ………...………
ix
x
xi
1 2
3 3 5 6 9 11 12
14 14 14
21 22 25 34 37
41 41
42
47
PEWILAYAHAN AGROKLIMAT
TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH
HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG
I GDE DARMAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mapun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2006
ABSTRAK
I GDE DARMAPUTRA. Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan IMAM SANTOSA.
Pengembangan berbagai jenis komoditas yang memiliki keunggulan komparatif merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki dan mempertahankan pendapatan petani. Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman alternatif pilihan untuk tujuan tersebut.
Pewilayahan komoditas diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan teknologi, modal dan sumberdaya lahan. Tahap awalnya adalah pewilayahan agroklimat tanaman. Tujuan penelitian ini adalah penentuan tingkat kesesuaian agroklimat tanaman nilam di Provinsi Lampung, dan penentuan peluang kejadian hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman nilam.
Tahapan penelitian meliputi: penentuan distribusi temporal curah hujan dengan Principle Component Analysis, pewilayahan curah hujan musiman dengan
Cluster Analysis, pewilayahan agroklimat tanaman nilam dengan superimpossed
peta curah hujan tahunan wilayah, peta jumlah bulan basah wilayah, dan peta topografi berdasarkan persyaratan agroklimat nilam, dan penentuan peluang hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman nilam.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik
cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PEWILAYAHAN AGROKLIMAT
TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN
DI PROVINSI LAMPUNG
I GDE DARMAPUTRA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung
Nama : I Gde Darmaputra
NRP : G251040021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. Dr. Ir. Imam Santosa, M.S. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agroklimatologi
Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 29 November 2006 Tanggal Lulus :
Dipersembahkan untuk istri dan anak-anak tercinta: Ketut Dani, IGP Oka Widyartha Putra, dan NSM Dewi Nityastithi Putri.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2006 ini ialah pewilayahan agroklimat, dengan
judul Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam (Pogostemon spp.) Berbasis Curah Hujan di Provinsi Lampung.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny
Koesmaryono, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Imam Santosa, M.S. selaku pembimbing, serta
Bapak Ir. Impron, M.Agr.Sc yang telah banyak memberi saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Rosihan Rosman, M.S.
APU. staf peneliti Balittro Bogor, Bapak Ir. Suprapto, MP. staf pengajar Politeknik
Negeri Lampung dan Sdr. Ir. Elza Surmaini, M.Si. staf peneliti Balitklimat Bogor, atas
literatur dan informasinya. Terima kasih juga penulis sampaikan ke Badan
Meteorologi dan Geofisika serta Departemen Kimpraswil (Pekerjaan Umum) atas
penyediaan datanya. Kepada Sdr. Rozi Cahyadi, S.Si. dan Sdr. Uus Saeful terima
kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
ke istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga atas dorongan, doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2006
I Gde Darmaputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tabanan pada tanggal 28 Februari 1965 dari ayah
I Gde Bagiada dan ibu Ni Ketut Wilis. Penulis merupakan putra kedua dari dua
bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari Program Studi Agrometeorologi, Jurusan
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi
Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana IPB, diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia.
Sejak tahun 1994 penulis bekerja sebagai Dosen di Politeknik Negeri Lampung
Jurusan Teknologi Pertanian. Pada tahun 2000 – 2004 penulis dipercaya sebagai
Kepala UPT Pemeliharaan Fasilitas dan Pelayanan Praktek Politeknik Negeri
Lampung.
Penulis tercatat sebagai anggota PERHIMPI Cabang Lampung. Selama
mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Wacana AGK IPB.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………....….………...………
DAFTAR GAMBAR ……...………....….………...………
DAFTAR LAMPIRAN …...………....….………...………
PENDAHULUAN
Latar Belakang ………..………. Tujuan Penelitian .………..
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Nilam ………...…..……… Agroklimat Tanaman Nilam …………..……… Hujan Daerah Tropis ...
Karakteristik Hujan Tropis .……...……….………… Analisis Komponen Utama ...
Analisis Gerombol ... Analisis Peluang ...
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ...………...……….. Bahan dan Alat ………...………. Metode Penelitian ………..………....
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian ... Curah Hujan Musiman ...………...……….. Curah Hujan Wilayah ………...………. Pewilayahan Agroklimat Pengembangan Tanaman Nilam ……….
Analisis Peluang Hujan pada Daerah Pengembangan Nilam ...
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...………...……….. Saran ………...……….
DAFTAR PUSTAKA ………..……….
LAMPIRAN ………...………
ix
x
xi
1 2
3 3 5 6 9 11 12
14 14 14
21 22 25 34 37
41 41
42
47
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kriteria kesesuaian iklim tanaman nilam …....…...………...……… 5
2 Korelasi (r) antar curah hujan bulanan ……….……...………..… 23
3 Akar ciri (characteristic root) dan ragam komponen utama .…...…...… 23
4 Korelasi (factor loading) antara peubah asal dan komponen utama …...…. 24
5 Koefisien pembobot (characteristic vector) peubah asal terhadap komponen utama pertama (Z1) dan komponen utama kedua (Z2) ... 25
6 Skor komponen utama pertama (Z1) dan komponen utama kedua (Z2) stasiun hujan di Lampung ... ...…...…...…. 26
7 Karakter curah hujan musiman, curah hujan tahunan, bulan basah dan bulan kering menurut Oldeman (bulan) stasiun hujan wilayah ... 27
8 Curah hujan bulanan dan tahunan wilayah (mm) ... 29
9 Sebaran spasial kesesuaian agroklimat wilayah pengembangan nilam di Provinsi Lampung ... 35
10 Hasil pengujian sebaran data dengan metode chi-square goodness of fit test (N: sebaran normal, G: sebaran gamma, C: sebaran campuran) ... ... 38
11 Peluang curah hujan wilayah bulanan ≤ 200 mm ... 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tiga jenis tanaman nilam …...…..……...……… 4
2 Skema Tahapan Penelitian …...…...……… 19
3 Proses penentuan peluang hujan ...…..…...………… 20
4 Loading plot peubah asal terhadap komponen utama pertama (Z1) dan
kedua (Z2) ... 24
5 Dendrogram pengelompokan stasiun hujan ... 26
6 Penentuan jumlah kelompok optimum berdasarkan perubahan gradien
garis yang mendadak ... 27
7 Pola curah hujan wilayah bulanan ... 30
8 Pola curah hujan wilayah musiman ... 31
9 Wilayah curah hujan musiman ... 32
10 Kesesuaian agroklimat tanaman nilam di Provinsi Lampung ... 34
11 Persentase luas daerah kesesuaianagroklimat tanaman nilam di Provinsi
Lampung ... ... 35 12 Sebaran lahan yang sangat sesuai (a) dan sesuai (b) untuk pengembangan
tanaman nilam di Provinsi Lampung ... 36
13 Tipe curah hujan wilayah pada daerah kesesuaian pengembangan
tanaman nilam di Provinsi Lampung ... 37
14 Pola peluang curah hujan wilayah bulanan ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur analisis komponen utama ...…..……… 48
2 Prosedur analisis peluang ...…..……… 53
3 Curah hujan rata-rata di Provinsi Lampung ...…..……… 57
4 Peta posisi stasiun hujan di Provinsi Lampung ...…..……… 59
5 Peta wilayah curah hujan tahunan Provinsi Lampung ...…..….. 60
6 Peta wilayah bulan basah Provinsi Lampung ... 61
7 Peta kelas ketinggian Provinsi Lampung ... 62
8 Contoh uji homogenitas data hujan ... 63
9 Contoh uji sebaran hujan wilayah ... 66
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan berbagai jenis komoditas merupakan salah satu upaya dalam
memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan petani. Jenis komoditas yang
dikembangkan adalah komoditas yang kompetitif terhadap pasar baik di masa
sekarang maupun di masa datang. Untuk tujuan tersebut, beberapa wilayah di
Lampung telah memilih tanaman nilam sebagai tanaman alternatif (Yufdy 1995).
Tanaman nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri, yang
merupakan komoditas ekspor Indonesia. Sumbangan minyak nilam terhadap
ekspor minyak atsiri Indonesia lebih dari 50%, dan hingga saat ini 90% kebutuhan
minyak nilam dunia dipasok Indonesia (Indrawanto dan Mauludi 2004). Selain
merupakan komoditas penghasil devisa bagi negara, budidaya tanaman nilam juga
mampu meningkatkan pendapatan petani (Kemala 1998).
Agar tercapai tingkat efisiensi yang tinggi terhadap pemanfaatan teknologi,
modal dan sumberdaya lahan, maka dalam pengembangan suatu komoditas perlu
dilakukan pewilayahan sesuai dengan potensi lahan (Wahid et al. 1993).
Keberhasilan pengembangan suatu komoditas di suatu wilayah, menurut Bey et
al. (1995) ditentukan oleh tiga aspek yaitu: 1) kondisi dan keragaman biofisik
lingkungan (iklim dan tanah) yang berkaitan dengan kesesuaian agroekologi
tanaman, 2) kondisi dan keragaman sosial ekonomi (sumberdaya manusia dan
budaya) yang erat kaitannya dengan keunggulan komparatif tanaman dan 3)
efisiensi pengembangan sistem usaha tani yang meliputi penyediaan sarana
produksi, penanganan panen dan pasca panen, serta pemasarannya.
Tahap awal pewilayahan komoditas adalah pewilayahan agroekologi
tanaman yaitu pewilayahan jenis tanaman menurut kesesuaian agroklimat dan
jenis tanahnya (Las 1992). Pengembangan komoditas pada daerah yang tidak
sesuai secara agroekologinya dapat berakibat tingkat kematian tanaman tinggi,
produktivitas rendah, input produksi tinggi, dan mutu hasil rendah.
Kesesuaian agroklimat mencakup kesesuaian tanaman terhadap unsur-unsur
iklim seperti radiasi surya, suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, penguapan
2
keragamannya paling tinggi secara ruang dan waktu, serta pengaruhnya sangat
dominan dalam keberhasilan pertanian, terutama untuk pertanian lahan kering.
Tanaman nilam dibudidayakan di lahan kering. Pada lahan kering (tidak beririgasi) curah hujan merupakan satu-satunya sumber air untuk memenuhi
kebutuhan tanaman. Selain jumlahnya yang harus memadai, distribusi menurut
waktu (temporal) dan tempat (spasial) juga sangat menentukan dalam
pewilayahan pengembangannya.
Dengan alasan tersebut di atas maka penelitian mengenai karakteristik
curah hujan suatu wilayah untuk pengembangan tanaman nilam masih diperlukan.
Pada penelitian ini dilakukan analisis data curah hujan untuk pewilayahan
tanaman nilam di Provinsi Lampung.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Penentuan tingkat kesesuaian agroklimat pengembangan tanaman nilam di
Provinsi Lampung berdasarkan analisis curah hujan wilayah.
2) Penentuan peluang hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Nilam
Secara taksonomi tanaman nilam (Pogostemon spp.) termasuk famili
Labiateae, ordo Lamiales, klas Angiospermae dan divisi Spermatophyta (Nuryani
1998). Secara morfologi tanaman nilam (Pogostemon spp.) mempunyai ciri-ciri:
berakar serabut, bentuk daun bulat sampai lonjong, berambut di permukaan
bagian bawah, batang berkayu dengan diameter 10 sampai 20 mm. Sistem
percabangan bertingkat, 3 - 5 cabang per tingkat. Tinggi tanaman yang berumur
enam bulan dapat mencapai satu meter dengan radius cabang 60 cm (Sudaryani
dan Sugiharti 2005).
Menurut Guenther (1952), diacu dalam Syukur dan Nuryani (1998) di
Indonesia dikenal tiga jenis tanaman nilam yaitu Pogostemon cablin Benth,
Pogostemonhortensis Backer, dan Pogostemonheyneanus Benth (Gambar 1).
Agroklimat Tanaman Nilam
Tanaman nilam dapat tumbuh dan berproduksi pada dataran rendah dan
dataran tinggi. Di Filipina nilam tumbuh secara liar pada ketinggian 1000 sampai
2000 m dari permukaan laut (dpl), di Aceh dan Sumatra Utara dapat tumbuh pada
ketinggian 1500 m dpl (Soepadyo dan Tan 1978 diacu dalam Rosman et al. 1998).
Tanaman nilam membutuhkan suhu udara harian yang berkisar 24-28 °C
(Mansur dan Tasma 1987), kelembaban relatif harian dengan kisaran 60-90%
(Rosman et al. 1998). Tanaman nilam membutuhkan intensitas cahaya yang
cukup. Menurut Mansur dan Tasma (1987) tanaman yang diberi naungan tumbuh
lebih subur dengan daun lebih hijau, lebar dan tipis, tetapi kadar minyaknya
rendah. Sebaliknya tanaman tanpa naungan pertumbuhannya kurang rimbun, daun
kecil dan tebal, berwarna kuning kemerahan namun kadar minyak lebih tinggi.
Produksi terna dan minyak tertinggi diperoleh pada intensitas cahaya 75% sampai
100% (Emmyzar 1998, diacu dalam Rosman et al. 1998). Soepadyo dan Tan
(1978), diacu dalam Rosman et al. (1998) mendapatkan kandungan minyak di
pertanaman yang terbuka 5.1%, sedangkan yang ditanam sebagai tanaman sela di
4
(a) Pogostemoncablin Benth
Pogostemon cablin Benth dikenal dengan nama nilam Aceh. Bentuk daunnya agak membulat seperti jantung dan berambut di permukaan bagian bawah, tidak berbunga. Kadar minyak berkisar 2.5% sampai 5.0% dengan mutu bagus.
(b) Pogostemonheyneanus Benth
Pogostemonheyneanus Benth dikenal dengan nama nilam Jawa atau nilam hutan. Jenis ini berasal dari India yang banyak tumbuh liar di hutan pulau Jawa. Bentuk daunnya tipis dengan ujung meruncing dan berbunga. Kandungan minyaknya berkisar 0.5% sampai 1.5% dengan mutu rendah.
(c) Pogostemonhortensis Backer
Pogostemon hortensis Backer, sering disebut nilam sabun, bentuknya mirip dengan nilam Jawa, ujung daun meruncing dan lebih tipis, tetapi tidak berbunga. Kandungan minyaknya berkisar 0.5% sampai 1.5% dengan mutu rendah.
5
Curah hujan yang diperlukan berkisar 2300 mm sampai 3000 mm per
tahun dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun (Rosman et al. 1998).
Tanaman dapat diusahakan pada daerah bercurah hujan rendah (1750 - 2500 mm
tahun-1) dengan pemberian naungan dan mulsa (Werkhoven 1968, diacu dalam
Rosman et al. 1998).
Rosman et al. (1998) telah menyusun suatu kriteria kesesuaian iklim
tanaman nilam seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria kesesuaian iklim tanaman nilam
Tingkat Kesesuaian
Parameter Sangat
sesuai
Sesuai Kurang sesuai
Tidak Sesuai Ketinggian tempat (m dpl)
Iklim
1. Curah hujan tahunan (mm)
2. Hari hujan tahunan (hari)
3. Bulan basah** / tahun (bulan)
4. Kelembaban nisbi udara (%)
5. Suhu udara harian (°C)
100-400 2300-3000 120-180 11-12* 70-80 25-26 0-100. 400-700 1750-2300, 3000-3500 100-120, 180-210 8-10* 60-70 80-90 24-25 26-28 >700 >3500 1200-1750 210-230, 85-100 5-7* 50-60 >90 23-24 >700 >5000 <1200 >230, <85 0-4* <50 <23
Sumber: Rosman R, Emmyzar, P Wahid (1998). * Rosman R 2006 (komunikasi pribadi) ** Bulan dengan curah hujan > 200 mm.
Hujan Daerah Tropis
Iklim tropis sangat dipengaruhi oleh tingkah laku hujannya. Hujan
merupakan salah satu bentuk pengembalian air hasil penguapan di atmosfer
menuju permukaan bumi. Berdasarkan mekanisme pengangkatan massa uap air,
hujan dapat digolongkan menjadi hujan konvektif, hujan orografik, hujan frontal
dan hujan siklonik (Barry dan Chorley 1976; Murdiyarso 1980: Hidayati 1993).
Hujan di daerah tropis termasuk tipe hujan konvektif dan hujan orografik.
Menurut Hidayati (1993) hujan konvektif merupakan tipe hujan yang
dihasilkan oleh naiknya udara hangat dan lembab akibat pemanasan permukaan,
yang mengalami proses penurunan suhu secara adiabatik. Tipe hujan konvektif
menurut Hidayati (1993) mempunyai cakupan wilayah yang terbatas (20-50 km2),
6
sel-sel arus udara lokal. Setengah dari total curah hujan jatuh pada awal 10%
durasi hujan. Hujan konvektif mempunyai siklus musiman dan harian yang
berhubungan dengan pemanasan radiasi surya.
Hujan orografik merupakan tipe hujan yang dihasilkan oleh naiknya udara
lembab secara paksa oleh dataran tinggi atau pegunungan. Menurut Hidayati
(1993) pada hujan orografik, daerah dataran tinggi, terutama sisi hadap angin,
mengalami curah hujan tahunan yang lebih tinggi daripada dataran rendah
sekitarnya. Lebih lanjut dinyatakan, pengaruh dataran tinggi pada hujan tidak
semata-mata tergantung ketinggiannya, tetapi juga dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban udara yang naik serta arah dan kecepatan angin. Jika udara yang
dipaksa naik menghasilkan awan tipe stratus, maka hujannya bersifat hujan ringan
dengan waktu hujan lama, tetapi jika terbentuk awan comulus maka menghasilkan
hujan deras. Hujan orografik mempunyai siklus musiman dan harian yang tidak
nyata dibandingkan dengan hujan konvektif.
Karakteristik Hujan Tropis
Karakteristik hujan adalah hal-hal yang menyangkut jumlah (jeluk) curah
hujan, intensitas, frekuensi, lama hujan (jujuh) dan penyebarannya menurut
dimensi ruang dan waktu (Murdiyarso 1980).
Bruce dan Clark (1977), diacu dalam Cholil (1993) menyatakan
keragaman curah hujan menurut skala ruang dipengaruhi oleh kandungan uap air
di atmosfer, letak geografi, topografi dan ketinggian tempat. Deretan
pegunungan sangat besar pengaruhnya terhadap curah hujan yang diterima. Pada
daerah dataran tinggi curah hujan biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan
dataran rendah. Sedangkan variasi skala waktu dipengaruhi oleh arah angin.
Riehl (1979), diacu dalam Cholil (1993) membagi variasi curah hujan
berdasarkan skala waktu dalam tiga tipe yaitu harian, musiman dan tahunan.
Variasi curah hujan harian dipengaruhi oleh faktor lokal, seperti topografi, tipe
vegetasi, keadaan drainase, kelembaban dan warna tanah, albedo, bentuk
permukaan dan adanya sumber air (sungai, rawa, danau dan laut). Variasi
musiman dipengaruhi oleh angin darat dan angin laut, aktivitas konveksi, aliran
7
variasi curah hujan tahunan ditentukan oleh prilaku sirkulasi atmosfer global,
kejadian badai dan adanya siklus bintik matahari (sun spot).
Hidayati (1993) menyatakan curah hujan tertinggi tahunan terjadi di
sekitar equator pada daerah ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone). Daerah
tersebut merupakan daerah konvergensi tropis pertemuan angin yang bergerak
dari zone tekanan tinggi sub tropis yang merupakan bagian dari sirkulasi Hadley.
Pada daerah ini terjadi pengangkatan secara aktif massa udara yang hangat,
lembab dan tidak stabil, sehingga menghasilkan hujan yang tinggi. Sistem ITCZ
ini bersama-sama sistem monsun mempunyai peranan penting dalam penyebaran
curah hujan di daerah tropis, termasuk Indonesia (Suharsono 1993).
ITCZ selalu bergerak ke utara dan selatan mengikuti pergeseran surya.
Pada bulan Juli, ITCZ berada terjauh di belahan bumi di utara dan bulan Januari
berada terjauh di belahan bumi selatan. Daerah yang dilalui ITCZ akan
mempunyai curah hujan yang tinggi (Suharsono 1993). Hal ini menyebabkan di
daerah katulistiwa terjadi pola curah hujan yang memiliki dua nilai curah hujan
maksimum (bimodal) dalam setahun (Prawirowardoyo 1996; Winarso dan
McBride 2002; Suharsono 2005).
Menurut Hidayati (1993); Suharsono (1993; 2005); Prawirowardoyo
(1996); Winarso dan McBride (2002); Amien et al. (2005) keragaman curah hujan
di Indonesia terutama dipengaruhi oleh monsun. Angin monsun yang
berkembang di wilayah Indonesia, yaitu monsun barat dan monsun timur, yang
dipicu oleh sistem tekanan tinggi dan tekanan rendah di atas benua Asia dan
Australia.
Pada waktu monsun barat, daerah Indonesia bagian timur dipengaruhi
angin passat timur laut yang kaya uap air, yang datang dari samudra Pasifik.
Sedangkan Indonesia bagian barat dipengaruhi massa udara yang berasal dari
benua Asia yang melewati samudra Indonesia yang kaya dengan uap air. Pada
periode ini (Desember-Maret) sebagian besar wilayah Indonesia mengalami
musim hujan (Prawirowardoyo 1996; Suharsono 2005).
Monsun timur terjadi pada bulan Juni-September, pada periode ini bertiup
angin tenggara yang berasal dari antisiklon di Australia (Prawirowardoyo 1996;
8
tekanan udara maksimum dan di daratan Asia terjadi tekanan udara minimum,
sehingga terjadi angin dingin melewati Indonesia. Karena melewati laut yang
tidak luas maka, angin ini sedikit membawa uap air, sehingga daerah yang
dilewatinya umumnya memiliki curah hujan rendah, dan sebagian besar wilayah
Indonesia mengalami musim kemarau.
Prawirowardoyo (1996) menyatakan peralihan antara musim hujan dan
musim kemarau dikenal dengan musim pancaroba, yaitu perubahan arah angin
dengan pola yang tidak jelas, terjadi pada periode Maret-Mei dan
September-November. Umumnya perubahan ini disertai dengan kecepatan angin yang agak
kencang.
Selain keragaman antar musim, curah hujan di daerah tropis juga beragam
di dalam musim, yang diakibatkan oleh fenomena MJO (Madden-Julian
Oscillation) (Winarso dan McBride 2002; Amien et al. 2005). MJO sering
disebut sebagai gelombang 30-60 hari, yang dicirikan oleh peningkatan hujan
pada musim kemarau atau penurunan curah hujan pada musim hujan, untuk
wilayah yang luas yang bergeser ke arah timur dari Samudra Hindia sampai
Samudra Pasifik pada lintang 10 ˚LS – 10 ˚LU. MJO hanya terjadi pada kondisi
El Niňo dan La Niňa yang lemah atau netral, tidak terjadi pada kondisi El Niňo
dan La Niňa yang kuat.
Selain keragaman antar musim dan dalam musim, pola dan jumlah hujan
juga beragam antar tahun yang dipengaruhi oleh fenomena El Niňo, La Niňa dan
IODM (Indian Ocean Dipole Mode) (Amien et al. 2005).
Fenomena El Niňo dan La Niňa berhubungan dengan sirkulasi Walker di
Samudra Pasifik. Sirkulasi Walker adalah sirkulasi massa udara timur-barat di
wilayah ekuatorial Pasifik yang disebabkan oleh gradien suhu permukaan laut
(Prabowo dan Nicholls 2002; Amien et al. 2005). Dijelaskan lebih lanjut, di
Samudra Pasifik terdapat massa air laut yang suhunya selalu di atas 27 ˚C (warm
pool) yang selalu bergerak ke arah barat dan timur. Pada keadaan normal, warm
pool bergerak mengikuti musim, yaitu bulan Desember-Februari berada lebih ke
barat yang membuat sirkulasi Walker menjadi lebih panjang sampai jauh ke
Indonesia dengan membawa uap air yang menghasilkan hujan. Pada bulan
9
lebih pendek dan tidak memasok uap air untuk Indonesia. Pada saat terjadi El
Niňo, warm pool bergerak jauh ke timur hingga ke pantai Pasifik di Peru dan
Equador, yang berimplikasi kekeringan di Indonesia terutama pada daerah yang
bertipe hujan musiman. Sebaliknya, jika warm pool bergerak jauh ke barat maka
terjadi La Niňa, yang mengakibatkan terjadi hujan yang berlebihan di Indonesia.
IODM adalah fenomena suhu muka laut di Samudra Hindia yang rendah
di bagian timur dan tinggi di bagian barat (Amien et al. 2005). Rendahnya suhu
muka laut di bagian timur Samudra Hindia, disebut dipole positif, menyebabkan
berkurangnya uap air di Indonesia bagian barat, sehingga hujan orografis sangat
berkurang. Sebaliknya, jika suhu muka laut di bagian timur Samudra Hindia
lebih tinggi, disebut dipole negatif, menyebabkan meningkatnya curah hujan di
Indonesia.
Analisis Komponen Utama
Adanya variasi curah hujan bulanan, musiman dan tahunan harus
dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengelolaan tanaman pada suatu
wilayah. Salah satu prosedur yang dapat digunakan untuk mempelajari variasi
curah hujan, baik dalam skala ruang dan waktu adalah analisis komponen utama
(principal component analysis) (Haan 1979).
Penggunaan analisis ini dalam bidang klimatologi telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Paterson et al. (1978), diacu dalam Cholil (1993)
menggunakannya untuk klasifikasi iklim di Australia Barat; Gray (1981), diacu
dalam Cholil (1993) menggunakannya untuk pengujian stabilitas suhu tahunan di
Eropa; Wigley et al. (1984), diacu dalam Cholil (1993) menggunakannya untuk
menentukan variabilitas curah hujan menurut ruang dan waktu, dan penggolongan
daerah-daerah yang memiliki curah hujan yang homogen di England dan Wales.
Hal yang sama dilakukan oleh Akuba (1988) dalam pengelompokan
wilayah-wilayah yang memiliki kisaran curah hujan sama di Kalimantan Timur dan Cholil
(1993) mengelompokkan curah hujan wilayah di Sumatra Selatan.
Menurut Siswadi dan Suharjo (1998), analisis komponen utama biasanya
digunakan untuk: 1) mengidentifikasi peubah baru yang mendasari data peubah
10
banyak dan saling berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang tidak
berkorelasi, dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman data asal, 3)
menghilangkan peubah-peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi relatif
kecil. Lebih lanjut dijelaskan, peubah baru tersebut disebut komponen utama
yang mempunyai ciri-ciri : 1) merupakan kombinasi linear terbobot dari
peubah-peubah asal, 2) jumlah kuadrat koefisien dalam kombinasi linear tersebut bernilai
satu, 3) tidak berkorelasi (orthogonal), dan 4) mempunyai ragam berurut dari yang
terbesar ke yang terkecil.
Dipertegas oleh Supranto (2004) bahwa tujuan utama analisis komponen
utama adalah menjelaskan sebanyak mungkin (≥ 80%) jumlah ragam data asal dengan sesedikit mungkin komponen utama.
Jika tidak ada korelasi antar peubah asal maka analisis komponen utama
tidak bermanfaat untuk mereduksi banyaknya peubah asal menjadi beberapa
peubah baru yang dapat menjelaskan dengan baik keragaman peubah asal.
Semakin tinggi keeratan hubungan antar peubah asal maka semakin baik hasil
yang diperoleh dari analisis ini (Siswadi dan Suharjo 1998).
Menurut Haan (1979); Siswadi dan Suharjo (1998); Johnson dan Wichern
(2002) jika peubah asal X yang berukuran p ditransformasi menjadi peubah Z yang berukuran j, yang disebut komponen utama, dalam bentuk notasi matriks
dituliskan sebagai berikut: Z = AX , dengan A adalah matriks yang melakukan transformasi peubah asal X, maka vektor komponen utama Z dapat ditentukan.
Secara umum komponen utama ke-j dapat ditulis sebagai berikut:
, atau : . Koefisien pembobot
adalah vektor normal yang dipilih sehingga keragaman komponen utama ke-j
maksimum, serta ortogonal terhadap kefisien pembobot dari komponen utama
ke-i. Koefisien pembobot yang merupakan koefisien pembobot
peubah-peubah asal bagi komponen utama ke-j yang diperoleh dari matriks peragam S atau matriks korelasi R. Prosedur analisis komponen utama selengkapnya terdapat pada Lampiran 1.
p jp j
j
j
a
x
a
x
a
x
z
=
1 1+
2 2+
...
+
'j
a x
a zj = 'j
'
i
a
'
j
11
Analisis Gerombol
Analisis gerombol (Cluster Analysis) telah banyak digunakan peneliti untuk
pewilayahan iklim di berbagai negara, yaitu di India (Gadgil dan Joshi 1976),
Australia dan Afrika Selatan (Russel dan Moore 1976), Afrika Barat (Anyadike
1987), Amerika Serikat dan Kanada (DeGaetano dan Schulman 1990), dan
Negara Bagian Queensland Australia (Puvaneswaran 1990). Di Indonesia,
analisis ini digunakan untuk pewilayahan komoditas perkebunan di Irian Jaya
(Palililingan 1993), pewilayahan alpukat di Sumatra Barat (Leni 1995),
pewilayahan periodisitas hujan di DI Yogyakarta (Popi et al. 1995), pewilayahan
komoditas kapas di Indonesia (Pujiwati 1998), pewilayahan tingkat kerawanan
terhadap kekeringan dan banjir di Merauke Papua (Rouw 2004), dan pewilayahan
hujan di Indramayu dan Cirebon (Sumarno et al. 2005).
Analisis gerombol digunakan untuk mengelompokkan obyek-obyek
menjadi beberapa gerombol, berdasarkan pengukuran peubah-peubah yang
diamati, sehingga diperoleh kemiripan obyek dalam gerombol yang sama
dibandingkan antar obyek dari gerombol yang berbeda. Manfaat penggerombolan
antara lain untuk eksplorasi, reduksi dan stratifikasi data. Eksplorasi bertujuan
untuk memperoleh informasi tentang himpunan data tersebut, reduksi bertujuan
untuk mewakili himpunan data, dan stratifikasi bertujuan untuk penarikan contoh
atau penggolongan tipe obyek (Siswadi dan Suharjo 1998).
Teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengelompokan dapat
dikatagorikan menjadi: teknik berhirarki, yang dipilah menjadi teknik
penggabungan (agglomerative) dan pembagian (divisive), teknik tak berhirarki
seperti teknik penyekatan (partitioning) dan penggunaan grafik (Siswadi dan
Suharjo 1998; Supranto 2004).
Dalam teknik berhirarki penggabungan (hierarchical agglomerative), setiap
obyek awalnya terpisah, lalu dua obyek yang terdekat bergabung, langkah
berikutnya obyek ketiga bergabung dengan dua obyek yang pertama, atau dua
obyek lain bergabung membentuk kelompok yang berbeda. Proses ini berlanjut
sampai semua kelompok bergabung ke dalam kelompok tunggal (Siswadi dan
12
Tahapan penggabungan dengan menggunakan metode hirarki dapat
disajikan dalam bentuk dendrogram (diagram pohon), yang memungkinkan
penelusuran pengelompokan obyek-obyek amatan dengan lebih mudah dan
informatif (Siswadi dan Suharjo 1998; Supranto 2004).
Kemiripan obyek paling umum ditunjukkan oleh nilai jarak euclidean.
Semakin besar jarak euclidean maka semakin kecil kemiripan dua obyek tersebut.
Jarak euclidian dirumuskan sebagai berikut (Johnson dan Wichern 2002):
(
)
12 2⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
− =
∑
j
kj ij
ik z z
d dengan dik jarak antara obyek ke-i dan ke-k, xij sifat ke-j
pengamatan ke-i, xkj sifat ke-j pengamatan ke-k.
Metode penggabungan berhirarki yang umum digunakan adalah single
linkage (nearest nieghbor), complete linkage (farthest nieghbor) dan average
linkage (Johnson dan Wichern 2002: Supranto 2004). Masing masing
persamaannya adalah: single linkage:
d
(ik)l=
min
{
d
il,
d
kl}
, complete linkage:{
il kl}
l
ik
d
d
d
( )=
max
,
, average linkage: d(ik)l = mean{
dil,dkl}
dengan d(ik)ljarak antara kelompok ke-ik dan pengamatan ke-l,dil jarak antara pengamatan ke-i
dan ke-l, dkl jarak antara pengamatan ke-k dan ke-l.
Penentuan jumlah kelompok yang optimal dilakukan dengan membuat
kurva hubungan jarak atau tingkat kesamaan (similarity) pada sumbu absis dan
jumlah kelompok pada sumbu ordinat. Jumlah kelompok optimum ditentukan
pada saat gradien kurva berubah mendadak (Supranto 2004).
Analisis Peluang
Kejadian hujan sulit ditentukan kapan terjadi, dimana dan berapa besarnya.
Kesulitan dalam memperkirakan saat mulai dan berakhirnya musim hujan sering
menimbulkan masalah dalam perencanaan masa tanam terutama daerah non
irigasi. Untuk menjawab pertanyaan, kapan saat mulai tanam dengan resiko
kegagalan yang paling kecil atau berapa besar tingkat kegagalan, seandainya
hujan yang diharapkan tidak terpenuhi, maka perlu dilakukan analisis peluang.
Harapan untuk memperoleh curah hujan yang melampaui nilai tertentu bagi suatu
13
Analisis peluang hujan telah digunakan untuk memperkirakan keadaan
kering mingguan di Jawa Tengah (Hudoyo 1981), penentuan awal musim hujan di
Serang Jawa Barat (Sugio 1987), dan pewilayahan curah hujan bulanan peluang
75% di Kabupaten Indramayu dan Cirebon (Sumarno et al. 2005).
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam analisis peluang adalah
menentukan pola sebaran peluang. Pola sebaran peluang hujan memperlihatkan
gambaran penyebaran nilai-nilai peluang hujan di suatu wilayah. Menurut Boer et
al. (1990) sebaran Gamma, yang mempunyai batas bawah nol, baik untuk
mendekati parameter-parameter iklim yang mempunyai nilai terkecil nol seperti
curah hujan. Apabila data tidak mempunyai sifat sebaran Gamma, maka perlu
diuji dengan sebaran Normal.
Fungsi peluang kumulatif menurut sebaran Gamma dinyatakan dengan
persamaan:P X x e dx, dengan P
x
x
x( ) / ( )
0
1 η
λη η Γ
=
∫
− −x(X) sebaran peluang kumulatif,
λ parameter skala, η parameter bentuk dan Г(η) fungsi Gamma (Haan 1979). Fungsi peluang Normal baku kumulatif dinyatakan dengan persamaan:
dz e z P z z z
∫
∞ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Π = 2 2 1 2 1 )( dengan Pz(z) sebaran peluang normal baku kumulatif,
z peubah acak normal baku transformasi dari peubah acak x dengan fungsi: z = (x
– µ)σ-1, µ rata-rata peubah x, dan σ simpangan baku peubah x. Dalam penentuan peluang kejadian hujan yang datanya menyebar normal, digunakan bantuan tabel
peluang Normal baku (Haan 1979).
Untuk menguji kesesuaian sebaran data dapat digunakan analisis chi-square
goodness of fit test (Boer et al. 1990). Rumus umum dari chi – square (χ2hitung)
adalah:
∑
(
)
= − = k i i i i E E O 1 2 2
χ , dengan Oi frekuensi kejadian hujan yang berada pada
kelas hujan ke-i, Ei frekuensi kejadian hujan harapan kelas hujan ke-i, yang
dihitung dengan cara mengalikan peluang suatu kelas dengan jumlah
pengamatannya, dan k adalah banyaknya kelas. Prosedur selengkapnya terdapat
14
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Juli 2006 di Laboratorium
Agroklimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Lokasi yang
diambil untuk penelitian adalah Provinsi Lampung.
Bahan dan Alat
Pada penelitian ini digunakan data curah hujan bulanan 71 penakar hujan di
Lampung, periode 10 sampai 30 tahun yang diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika dan Departemen Pekerjaan Umum, data penunjang seperti data
kesesuaian agroekologi tanaman nilam dan peta topografi. Alat yang digunakan
adalah seperangkat komputer, kalkulator dan alat tulis menulis.
Metode Penelitian
Beberapa tahapan penelitian adalah:
(1) Penentuan distribusi temporal curah hujan dan suhu udara bulanan semua
stasiun, menggunakan prosedur Analisis Komponen Utama dengan bantuan
software Minitab 14. Tahapan analisisnya yaitu:
a) Penghitungan matriks korelasi R dari peubah asal x (curah hujan bulanan) dengan persamaan:
( ) (
' / 1 R= x x n−)
b) Penghitungan akar ciri λ, dengan persamaan: R−λjI =0
c) Penentuan komponen utama penting, yaitu bila nilai akar ciri lebih besar
dari satu atau bila keragamannya sudah menerangkan 70-80% keragaman
data.
d) Penghitungan koefisien korelasi (factor loading), dengan persamaan:
Lij = Aλ0j,5
e) Rotasi koefisien korelasi berdasarkan hubungan:
15
f) Interpretasi koefisien korelasi antara peubah asal dan komponen utama.
g) Penghitungan koefisien pembobot (characteristic vector) , dengan
persamaan:
'
j
a
(
R−λjI)
aj =0h) Penentuan skor komponen utama Z, dengan persamaan: Z = AX
(2) Pewilayahan stasiun berdasarkan curah hujan musiman dengan analisis
gerombol.
Tahapan analisis adalah:
a) Penentuan matriks jarak euclidean komponen utama curah hujan bulanan
antar stasiun, dengan persamaan:
(
)
2 1
2
⎥
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡
−
=
∑
j
kj ij
ik
z
z
d
b) Penggabungan stasiun secara hirarki (hierarchical agglomerative),
berdasarkan jarak euclidean terjauh (farthest nieghbor) dengan
persamaan:
{
il kl}
l
ik
d
d
d
( )=
max
,
c) Penyusunan kembali matriks jarak setelah penggabungan. Berdasarkan
matriks baru, dilakukan kembali langkah (b) dan (c) hingga semua
stasiun bergabung menjadi satu kelompok. Proses penggabungan
ditunjukkan dengan dendogram.
d) Penentuan jumlah kelompok yang optimal dilakukan dengan membuat
kurva hubungan tingkat kesamaan (similarity) sebagai absis dengan
jumlah kelompok sebagai ordinat. Jumlah kelompok optimum
ditentukan pada saat kurva mengalami perubahan gradien yang
mendadak.
e) Pemetaan curah hujan bulanan wilayah dilakukan dengan program Arc
View 3.3.
(3) Pewilayahan agroklimat tanaman nilam dilakukan dengan superimpossed peta
16
topografi berdasarkan persyaratan agroklimat tanaman nilam dengan
program Arc View 3.3.
(4) Perhitungan luas tiap wilayah kesesuaian agroklimat pengembangan nilam
dilakukan dengan program Arc View 3.3.
(5) Pada daerah yang sangat sesuai dan sesuai, ditentukan peluang hujan bulanan
yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman nilam (CH ≤ 200 mm). Penentuan peluang dilakukan dengan memilih satu sebaran yang sesuai, secara berurut
mulai sebaran Gamma, sebaran Campuran dan sebaran Normal.
Tahapan analisis dengan sebaran Gamma yaitu:
a) Penentuan parameter skala λ dan parameter bentuk η fungsi peluang
kumulatif sebaran Gamma dengan metode Greenwood dan Durand
dengan persamaan:
(
)
y
y y 0.0544276 2 1648825 . 0 5000876 . 0 ˆ= + − η
untuk 0 ≤ y ≤ 0.5772
(
)
(
2)
2 968477 . 11 79728 . 17 9775373 . 0 05995 . 9 898919 . 8 ˆ y y y y y + + − + = η
untuk 0.5772<y ≤ 17
y
1 ˆ=
η
untuk y >17
∑
= − = n i i x n x y 1 ln 1 lndengan , xi nilai jeluk hujan bulanan (xii>0),
xrata-rata jeluk hujan bulanan (x> 0), n banyak tahun dengan jeluk
hujan bulanan lebih besar dari nol. Untuk menghilangkan bias (
parameter bentuk tak bias) digunakan persamaan :
* ˆ η
(
)
n n ηηˆ* = −3 ˆ
Parameter skala λ diduga dengan persamaan:
17
dengan λˆpenduga tak bias dari parameter skala.
b) Penentuan peluang kejadian hujan.
Untuk data yang tidak mengandung nilai nol, peluang kejadian hujan
ditentukan dengan cara berikut:
) ( 1 )
(X x p X x
p > = − ≤
=1−Px(X)
dengan dihitung dengan sebaran Gamma kumulatif. Besarnya
nilai disajikan dalam Tabel Sebaran Gamma Kumulatif
sesuai dengan besarnya nilai Khi-kuadrat (χ )
(X Px
) ( 1−Px X
2
) dengan derajat bebas (ν).
Nilai baku χ2 dan ν dihitung dengan persamaan χ2 =2λˆxb dan η
ν =2ˆ′′, dengan xb jeluk hujan seperti yang dibutuhkan nilam (200
mm).
Jika data hujan bulanan terdapat nilai nol, maka peluang dihitung
dengan Sebaran Campuran, yaitu: H(x)=q+ pPx(X) dengan H(x)
peluang sebaran campuran bagi suatu nilai jeluk hujan yang melampaui
x untuk x ≥ 0, q peluang kejadian hujan bernilai nol, p peluang kejadian hujan yang lebih besar dari nol, p = 1 – q, dan Px(X) peluang kejadian
hujan menurut sebaran peluang Gamma kumulatif (x > 0).
c) Pengujian kesesuaian sebaran data curah hujan bulanan terhadap
sebaran Gamma atau sebaran Campuran, dilakukan dengan uji statistik
chi-square goodness of fit test. Data dikelompokkan dan frekuensi
dalam tiap kelompok dibandingkan dengan nilai harapan
masing-masing kelompok berdasar sebaran Gamma. Rumus umum dari chi –
square (χ
∑
(
)
= − = k i i i i E E O 1 2 2 χ 2
hitung) adalah: dengan Oi frekuensi
kejadian hujan yang berada pada kelas hujan ke-i, Ei frekuensi kejadian
hujan harapan kelas hujan ke-i, yang dihitung dengan cara mengalikan
peluang suatu kelas dengan jumlah pengamatannya, dan k adalah
banyaknya kelas. Selanjutnya χ2hitung dibandingkan dengan χ2 yang
diperoleh dari Tabel chi-square pada tingkat taraf nyata 5% dengan
derajat bebas k-r-1, r adalah jumlah parameter yang diduga. Bila χ2tabel
18
Untuk memperoleh banyaknya kelas dan selang kelas digunakan
persamaan:
k
=
1
+
3
.
3
log
n
dan I =R/k dengan R adalah selisihhujan tertinggi dan hujan terendah, I selang kelas, n banyak tahun
pengamatan dan k banyak kelas.
d) Jika data tidak memiliki sifat sebaran Gamma atau sebaran Campuran,
penentuan peluang dilakukan dengan sebaran Normal. Selanjutnya
dilakukan pengujian seperti di atas (langkah 5c). Jika data belum
menyebar normal, maka dilakukan transformasi terhadap curah hujan
bulanan dengan pemangkatan bilangan 0.1, 0.2, ..., 0.9 yang dilacak
secara berurutan. Pada setiap pemangkatan, χ2 dihitung dan dibandingkan dengan χ2tabel. Pada saat χ2hitung < χ2tabel, pelacakan
dihentikan dan peluang dihitung dengan sebaran Normal.
Secara skematik tahapan penelitian selengkapnya terlihat seperti Gambar 2,
19
Tidak
KARAKTERISASI DAERAH
PENGEMBANGAN
Penentuan distribusi temporal CH
Pewilayahan CH
Peta CH tahunan wilayah
Data hujan bulanan
Agroklimat nilam Pewilayahan agroklimat pengembangan nilam
Peta topografi
Peta kesesuaian agroklimat pengembangan nilam (sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, tidak sesuai)
Perhitungan luas tiap wilayah kesesuaian agroklimat pengembangan nilam
Luas dan distribusi spasial wilayah kesesuaian agroklimat pengembangan nilam
ANALISIS KOMPONEN UTAMA
ANALISIS GEROMBOL
Peta BB wilayah
IDENTIFIKASI WILAYAH
[image:42.595.116.510.77.712.2]Ya
Gambar 2 Skema tahapan penelitian
Selesai
Penentuan peluang kejadian hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan nilam
Pola peluang hujan bulanan yang tidak mencukupi kebutuhan nilam
ANALISIS PELUANG HUJAN Apakah lahan sangat
20
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Uji sebaran Normal
Ya Koreksi (Kurva massa ganda)
Transformasi pangkat (0.1, 0.2, 0.3, …, 0.9)
Selesai
Tidak
Sesuai ?
Sesuai ? Hitung peluang
Ada nilai nol ? Ch Bln
Uji Homogenitas (Run test)
Homogen ?
Uji sebaran Campuran
Tidak
Ya
[image:43.595.134.497.63.754.2]Uji Sebaran Gamma
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Topografi dan Iklim
Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada 3°45' – 5°45' LS dan
103°40' – 106°05' BT. Provinsi Lampung berbatasan di sebelah utara dengan
Provinsi Sumatra Selatan, sebelah selatan dengan Selat Sunda, sebelah timur
dengan Laut Jawa dan sebelah barat dengan Samudra Indonesia.
Topografi wilayahnya, sebagian merupakan daerah berbukit dan
pegunungan yaitu Bukit Barisan, membelah wilayah bagian barat dan bagian
timur. Bagian barat adalah daerah berbukit dan bagian timur daerah dataran
rendah. Gunung dengan ketinggian lebih dari 2000 m adalah Gunung Pesagi dan
Gunung Tanggamus. Terdapat 18 gunung dengan ketinggian 1000 – 2000 m, dan
dua gunung berapi (Gunung Rajabasa dan Gunung Krakatau). Wilayah bagian
timur merupakan dataran rendah, merupakan daerah pertanian dan rawa.
Dengan kondisi topografi tersebut, serta berhadapan dengan lautan di sisi
timur dan barat, memberikan keragaman tipe iklim (Sandy 1987). Secara umum,
Lampung beriklim humid tropis yang dipengaruhi oleh sistem monsun dengan kisaran curah hujan tahunan 1500 - 3800 mm. Jumlah bulan kering berkisar 0 – 7
bulan, dan jumlah bulan basah berkisar 3 – 12 bulan.
Pawitan (1990) mendapatkan intensitas radiasi matahari berkisar 15.4 – 18.8
MJm-2hari-1 dengan rata rata harian 17.5 MJm-2hari-1. Lama penyinaran berkisar
3.8 – 5.9 jam dengan rata-rata 5 jam. Suhu maksimum harian berkisar 29.2 – 31.9
˚C, dengan rata-ratanya 30.8 ˚C. Suhu minimum harian berkisar 19.3 - 21.8 ˚C, dengan rata-rata 20.7 ˚C. Sedangkan rata-rata suhu harian berkisar 25.1 – 26.7
˚C. Rata-rata suhu harian adalah 25.9 ˚C. Kisaran kelembaban relatif (RH) harian berkisar 79 - 83% dengan rata-rata harian sebesar 81%. Kecepatan angin berkisar
0.47 – 0.88 mdet-1, dengan rata-rata harian sebesar 0.65 mdet-1. Curah hujan
bulanan berkisar 102 – 385 mm (p≥50%) dan 57 - 269 mm (p≥80%). Rata-rata curah hujan bulanan adalah 217 mm (p≥50%) dan 135 mm (p≥80%). Rata-rata hari hujan bulanan berkisar 6 – 16 hari dengan rata-rata 10 hari. Evapotranspirasi
Dengan kisaran rata-rata suhu harian 25.1 – 26.7 ˚C dan kisaran RH harian
79 - 83%, maka daerah Lampung merupakan daerah yang sangat sesuai dan sesuai
untuk pengembangan tanaman nilam. Sedangkan berdasarkan rata-rata hari hujan
bulanan yang berkisar 6 – 16 hari (72 – 192 hari/tahun) maka di daerah ini
terdapat lahan yang sangat sesuai, sesuai dan kurang sesuai untuk tanaman nilam.
Peristiwa El Nino mempengaruhi siklus monsun di Indonesia yang
mengakibatkan tidak normalnya curah hujan di Indonesia termasuk Lampung.
Salah satu indikator anomali iklim adalah suhu permukaan laut Nino-3,4. Hasil
analisis korelasi antara anomali SST (Sea Surface Temperature) Nino-3,4 dengan curah hujan Lampung untuk analisis secara musiman maupun bulanan
menunjukkan bahwa umumnya musim kemarau berkorelasi negatif dengan selang
waktu 0 bulan. Sementara pada musim hujan anomali SST Nino-3,4 umumnya
tidak berkorelasi dengan anomali curah hujan (Widianingsih, 2002).
Wilayah Administratif
Secara administratif Provinsi Lampung dibagi dalam sepuluh wilayah
kabupaten dan kota yaitu Kota Bandar Lampung, Kota Madya Metro, Kabupaten
Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Timur,
Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tulang
Bawang, Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Tanggamus.
Distribusi Curah Hujan Musiman
Keeratan hubungan antar curah hujan bulanan dinyatakan dengan nilai
korelasi yang tinggi (r ≥ 0.60), seperti disajikan pada Tabel 2. Terdapat beberapa pola hubungan antar bulan yaitu korelasi tinggi terjadi pada: semua dua bulan
berurutan; tiga bulan berurutan pada periode Januari – Maret, Maret – Mei, Mei –
Juli, Agustus – Oktober; enam bulan berurutan pada periode Juni – November;
dua bulan yang tidak berurutan antara Maret dan Desember; tiga bulan yang tidak
berurutan antara Mei dan Oktober, November, serta antara April dan November,
Desember. Dengan adanya kolinearitas antar curah hujan bulanan seperti
tersebut, maka dilakukan analisis komponen utama untuk mendapatkan pola
Tabel 2 Korelasi (r) antar curah hujan bulanan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan 1.00
Feb 0.83 1.00 Mar 0.71 0.72 1.00 Apr 0.53 0.56 0.85 1.00 Mei 0.45 0.43 0.69 0.85 1.00
Jun 0.37 0.36 0.49 0.68 0.79 1.00 Jul 0.25 0.23 0.37 0.63 0.67 0.73 1.00 Agu 0.04 0.01 0.12 0.35 0.55 0.68 0.73 1.00 Sep -0.08 -0.07 0.16 0.46 0.54 0.61 0.71 0.78 1.00 Okt -0.01 -0.06 0.29 0.55 0.62 0.70 0.70 0.75 0.89 1.00 Nov 0.19 0.23 0.59 0.73 0.71 0.71 0.62 0.54 0.64 0.82 1.00 Des 0.49 0.46 0.71 0.72 0.57 0.54 0.43 0.22 0.30 0.48 0.75 1.00
Analisis komponen utama curah hujan bulanan mendapatkan duabelas
komponen utama (Z), seperti disajikan pada Tabel 3. Dari duabelas komponen
utama tersebut, dua yang mempunyai akar ciri (characteristic root) lebih besar dari satu yaitu komponen utama pertama (Z1) dengan akar ciri 6.8 dan komponen
utama kedua (Z2) dengan akar ciri 2.7. Komponen utama pertama dan kedua
menerangkan masing-masing 56.7% dan 22.5% dari keragaman curah hujan
bulanan. Komponen utama pertama dan kedua secara bersama dapat
menerangkan keragaman data sebesar 79.2%. Dengan alasan tersebut di atas
maka kedua komponen utama tersebut dipilih sebagai komponen penting dalam
penciri keragaman curah hujan bulanan.
Tabel 3 Akar ciri (characteristic root) dan ragam komponen utama
Komponen utama Akar Ciri Ragam (%) Ragam Kumulatif (%)
Z1 6.8009 56.70 56.70
Z2 2.6988 22.50 79.20
Z3 0.8389 7.00 86.20
Z4 0.3938 3.30 89.40
Z5 0.3091 2.60 92.00
Z6 0.2643 2.20 94.20
Z7 0.1837 1.50 95.70
Z8 0.1766 1.50 97.20
Z9 0.1269 1.10 98.30
Z10 0.1056 0.90 99.20
Z11 0.0593 0.50 99.60
Z12 0.0422 0.40 100.00
Hubungan antara peubah asal dan komponen utama (factor loading) terlihat pada Gambar 4 dan Tabel 4. Dari Gambar 4 dan Tabel 4 terlihat Z1 berkorelasi
tinggi dengan curah hujan periode Mei-November, sedangkan Z2 berkorelasi
hujan periode Mei-November mempunyai keragaman yang lebih besar daripada
curah hujan periode Desember-April. Korelasi peubah asal dengan kedua
komponen utama tersebut juga menggambarkan pola sebaran hujan musiman di
Provinsi Lampung. Secara umum, musim kemarau ditunjukkan oleh curah hujan
periode Mei-November dengan rata-rata curah hujan bulanan 168 mm, dan
puncak musim kemarau terjadi bulan Agustus dengan curah hujan 92 mm.
Sedangkan musim hujan terjadi pada periode Desember-April dengan rata-rata
curah hujan bulanan 268 mm, dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari
dengan curah hujan 317 mm.
Komponen pert ama ( Z1)
[image:47.595.226.399.537.703.2]K o m p o n e n k e d u a ( Z 2 ) 0.00 -0.05 -0.10 -0.15 -0.20 -0.25 -0.30 -0.35 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 Dec Nov Oct Sep Aug Jul Jun Mei Apr Mar Feb Jan
Gambar 4 Loading plot peubah asal terhadap komponen utama pertama (Z1) dan kedua (Z2).
Tabel 4 Korelasi (factor loading) antara peubah asal dan komponen utama
Peubah asal Komponen Z1 Komponen Z2
Hasil tersebut di atas menegaskan bahwa daerah Provinsi Lampung secara
umum mempunyai pola hujan musiman (monsun). Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan Hidayati (1993); Suharsono (1993; 2005); Prawirowardoyo (1996);
Winarso dan McBride (2002); Amien et al. (2005), bahwa variasi curah hujan di
Indonesia secara kuat dipengaruhi oleh angin monsun. Monsun timur terjadi pada
bulan Juni-September, pada periode ini bertiup angin tenggara yang berasal dari
antisiklon di Australia (Prawirowardoyo 1996; Suharsono 2005). Karena
melewati laut yang tidak luas maka, angin ini sedikit membawa uap air, sehingga
daerah yang dilewatinya umumnya memiliki curah hujan rendah, dan sebagian
besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau. Sebaliknya, pada periode
Desember-Maret, angin monsun yang berkembang di wilayah Indonesia bagian
barat adalah monsun barat yang berasal dari benua Asia dan melewati samudra
Indonesia sehingga kaya uap air. Pada periode ini sebagian besar wilayah
Indonesia mengalami musim hujan.
Curah Hujan Wilayah
Pewilayahan hujan didasarkan atas sifat hujan musiman hasil analisis
komponen utama. Semakin tinggi tingkat kesamaan sifat hujan musiman antar
stasiun hujan, maka semakin cepat stasiun itu dikelompokkan. Sifat hujan
musiman ditunjukkan oleh nilai skor komponen utama. Skor komponen pertama
(Z1) dan ke dua (Z2) masing-masing stasiun (Tabel 6) dihitung berdasarkan
[image:48.595.225.399.603.753.2]koefisien pembobot (characteristic vector) peubah asal terhadap komponen utama (Tabel 5).
Tabel 5 Koefisien pembobot (characteristic vector) peubah asal terhadap komponen utama pertama (Z1) dan komponen utama kedua (Z2)
Peubah asal Komponen Z1 Komponen Z2
Januari -0.185 0.450 Februari -0.182 0.462
Maret -0.279 0.355
April -0.340 0.165
Mei -0.341 0.040
Juni -0.332 -0.073
Juli -0.309 -0.168
Tabel 6 Skor komponen utama pertama (Z1) dan komponen utama kedua (Z2)
stasiun hujan di Lampung
No Skor komponen utama No Skor komponen utama Stas Stasiun Z1 Z2 Stas. Stasiun Z1 Z2
1 Air Hitam -1.7048 -0.8667 37 Negara Batin 0.9783 0.5877 2 Air Naningan -1.2787 1.5733 38 Neg.Kepayungan 1.5788 0.2868 3 Argoguruh 2.0920 0.2744 39 Padang Cermin 1.4417 -0.5459 4 Astraksetra 0.5361 0.5978 40 Pajaresuk 3.0246 0.2114 5 Banyuwangi 1.8129 -0.5074 41 Panji Rejo 3.5854 0.2945 6 Baradatu 0.5444 0.3058 42 Pasuruan 3.1213 -1.6557 7 Bekri 1.1767 0.9042 43 Pekurun -4.5507 4.0642 8 Belalau -3.2996 -3.5172 44 Podorejo 2.8457 0.0580 9 Blamb. Umpu -2.6380 -0.6466 45 Pringsewu 2.5879 0.0426 10 Bukit Kemuning -0.9149 1.2547 46 Purwajaya 1.2539 0.4093 11 Bungin -2.1484 -0.7932 47 Rantau Jangkung -0.5585 -0.1704 12 Dadirejo 1.3689 -5.9735 48 Rantau Tamiang -3.9320 1.9268 13 Dam Raman 2.1705 0.8426 49 Rawa Bebek -2.2037 0.1210 14 Dayamurni 1.4758 0.6239 50 Rejosari 1.7400 0.8108 15 Gayatri 1.4604 0.7259 51 Rumbia 1.3165 0.5156 16 Gedong Raja -1.3213 0.6463 52 Sidoharjo 1.2221 -1.5499 17 Gedung Meneng -0.9280 -0.5807 53 Sidomulyo -4.6627 1.4432 18 Gedung Ratu 0.4520 1.0201 54 Sidomulyo 1.3736 0.2215 19 Gisting -0.5985 -0.9811 55 Sindang Asri -0.6770 1.0276 20 Gisting Atas -2.5412 -0.2288 56 Siring Betik 2.1127 -4.7681 21 Gunung Batu 2.3536 0.6441 57 Sri Kuncoro -1.0224 -4.2100 22 Jabung 1.9388 0.2851 58 Sukadana -0.8660 2.1478 23 Kenali -1.5612 -1.6333 59 Sukajaya 4.9973 -1.4756 24 Kertasari 0.8442 1.0999 60 Sukaraja Tiga 1.2234 0.7951 25 Ketapang -6.0735 1.2113 61 Sumberrejo 1.1749 0.5334 26 Komering Putih 2.5269 0.8889 62 Tahmi Lumut -2.3584 0.4986 27 Kotabumi -0.3338 0.6101 63 Taman Bogo 0.1824 1.9801 28 Krui -6.4498 -3.3688 64 Tanjung Agung -3.1543 1.2215 29 Kubu Perahu -8.2701 -3.1122 65 Tatakarya -1.2033 1.5769 30 Kunyir 1.3869 -0.0719 66 Tegineneng 2.6043 0.8479 31 Labuan Batin -5.7394 0.6011 67 Totomargo -0.8770 1.2282 32 Liwa 0.3975 -2.8573 68 Way Harong -0.9759 1.1821 33 Margojadi 0.8562 1.2045 69 Way Kekah 1.3066 1.3521 34 Menggala 0.5104 0.4051 70 Wayberulu 2.2673 0.2619 35 Menggala C 0.2415 -0.9685 71 Wonokriyo 1.9456 -0.6939 36 Metro 4.8131 -0.1891
No m o r St a siu n
T in g k a t K e s a m a a n ( % ) 0.00 3 3.33 6 6.67 10 0.00 5 7 3 2 5 6 1 2 4 2 5 9 3 6 5 2 3 5 5 4 3 8 3 0 3 9 7 1 5 6 9 5 0 1 5 1 4 3 3 2 4 1 8 6 1 5 1 4 6 3 7 6 0 7 3 4 6 4 4 1 4 5 4 4 4 0 6 6 2 6 2 1 1 3 7 0 2 2 3 2 9 2 8 8 4 3 6 4 5 3 4 8 3 1 2 5 2 7 1 6 5 5 6 8 6 7 1 0 6 3 5 8 6 5 2 6 2 4 9 2 0 9 4 7 1 9 1 7 2 3 1 1 1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tingkat Kesam aan (%)
Ju
m
lah
K
el
o
m
p
o
k
Gambar 6 Penentuan jumlah kelompok optimum berdasarkan perubahan gradien garis yang mendadak.
Pengelompokan hujan wilayah dilakukan dengan analisis gerombol.
Pengelompokan didasarkan atas algoritma jarak terjauh (farthest nieghbor /complete linkage) yang prosesnya terlihat pada dendrogram Gambar 5.
Penentuan jumlah kelompok didasarkan atas kurva hubungan tingkat
kesamaan dengan jumlah kelompok seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Jumlah
kelompok optimum terjadi pada saat kurva mengalami perubahan gradien yang
mendadak, yaitu pada tingkat kesamaan 70.03% dengan jumlah kelompok tujuh.
Dengan demikian jumlah kelompok optimum pola curah hujan bulanan di
Lampung adalah tujuh tipe.
Tujuh tipe curah hujan wilayah hasil analisis gerombol ditunjukkan pada
Tabel 7- 8, dan Gambar 7-9.
Tabel 7 Karakter curah hujan musiman, curah hujan tahunan, bulan basah dan bulan kering menurut Oldeman (bulan) stasiun hujan wilayah
Ch. Mei-November Ch. Desember-April Ch. Thn Oldeman
Tipe x(mm) s(mm) cv(%) x(mm) s(mm) cv(%) (mm) BB BK No Stasiun I 275.6 82.5 29.9 316.4 53.8 17.0 3511 11 0 1 Krui 2 Kubu Perahu
II 185.6 57.7 31.1 391.3 46.4 11.9 3256 8 0 1 Ketapang 2 Labuan Batin
3 Pekurun
4 Rantau Tamiang
5 Sidomulyo
6 Tanjung Agung
III 209.3 45.8 21.9 257.1 34.6 13.5 2751 8 0 1 Belalau
Tabel 7 Lanjutan
Ch. Mei-November Ch. Desember-April Ch. Thn Oldeman
Tipe x(mm) s(mm) cv(%) x(mm) s(mm) cv(%) (mm) BB BK No Stasiun IV 149.8 47.9 32.0 304.1 40.4 13.3 2569 6 1