• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi nitogren dalam tanah tergenang aplikasi jerami padi dan urea serta hubungannya dengan serapan nitrogen dan pertumbuhan tanaman padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Transformasi nitogren dalam tanah tergenang aplikasi jerami padi dan urea serta hubungannya dengan serapan nitrogen dan pertumbuhan tanaman padi"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

Serapan Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Padi

LILIK TRI INDRIYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Padi

Abstrak

Penggunaan bahan organik pada lahan-lahan sawah yang ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia merupakan usaha yang mengarah pada pertanian yang berkelanjutan dan perbaikan efisiensi pupuk oleh tanaman padi di lahan-lahan sawah. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang transformasi N dalam tanah tergenang, terutama transformasi N secara biologi dari N-organik yang terkandung dalam bahan N-organik menjadi bentuk N tersedia bagi tanaman dan bentuk gas, yang tujuannya untuk: (1) meningkatkan efisiensi penggunaan N-tanah dan N-bahan organik oleh tanaman padi, (2) menentukan potensi denitrifikasi, dan (3) membantu penyeleksian praktek-praktek pengelolaan N menuju pertanian yang berkelanjutan. Percobaan dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Percobaan inkubasi di laboratorium dilakukan untuk menentukan pelepasan dan ketersediaan N dalam tanah tergenang yang diberi jerami padi, kompos jerami padi 4 dan 8 bulan atau kombinasinya dengan urea, dan untuk mengetahui perubahan pH tanah tergenang selama masa inkubasi, serta menguji tingkat dekomposisi jerami padi terhadap ketersediaan N dalam tanah tergenang selama masa inkubasi 120 hari. Taraf N dari urea atau bahan organik yang diberikan ke dalam tanah adalah 92 kg ha-1 atau setara dengan 200 kg urea ha-1, 8,52 ton jerami padi ha-1, 6,39 ton kompos 4 bulan ha-1, 6,17 ton kompos 8 bulan ha-1. Untuk perlakuan kombinasi antara urea dan bahan organik masing-masing setara dengan setengah dari takaran perlakuan

tunggal. Pada minggu pertama dari penggenangan tanah, konsentrasi N-NO3- pada

semua tanah yang diberi perlakuan menurun secara tajam. Hal ini karena terjadi reduksi

N-NO3- menjadi gas N2O dan N2 pada awal penggenangan tanah akibat perubahan

kondisi tanah dari aerob menjadi anaerob. Data ini konsisten dengan hasil fluks gas N2O yang berasal dari tanah yang diberi perlakuan. Setelah hari ke -7 dari masa inkubasi

konsentrasi N-NH4+ meningkat secara perlahan, dan sejak hari ke-21 dari masa

inkubasi, tanah yang diberi jerami padi memperlihatkan pelepasan N-NH4+ yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan makin lamanya masa penggenangan tanah, bentuk N mineral yang dominan yang dilepaskan selama masa

inkubasi adalah N-NH4+, karena kondisi tanah yang anaerob menghalangi terjadinya

proses nitrifikasi oleh bakteri aerob obligat. Kompos jerami padi 4 dan 8 bulan memperlihatkan laju pelepasan N-NH4+ yang lebih lambat dan ketersediaan N-NH4+ yang lebih rendah daripada jerami padi.

Hasil percobaan pot di rumah kaca menunjukkan bahwa jerami padi yang diberikan ke dalam tanah tergenang memberikan pengaruh yang nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan kompos terhadap peningkatan bobot kering tanaman padi, jumlah anakan, serapan N dan efisiensi penggunaan N oleh tanaman padi, serta peningkatan aktivitas enzim nitrogenase. Kandungan N-NH4+ tanah pada percobaan pot meningkat sampai 26 hari setelah tanam (HST), dan kemudian menurun secara tajam karena diserap oleh tanaman padi. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman padi yang paling aktif terjadi antara tahap pembentukan anakan dan awal pembentukan malai. Fluks gas N2O tertinggi terjadi pada awal penggenangan tanah, dan tanah yang

(3)

dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Hal ini berkaitan dengan perubahan kondisi tanah dari aerob menjadi anaerob, dan kandungan C-organik yang mudah didekomposisi dalam jerami padi lebih tinggi, dimana C-organik tersebut merupakan sumber energi bagi bakteri denitrifikasi. Emisi total gas N2O dari tanah tergenang yang diberi jerami padi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena pemberian jerami padi ke dalam tanah tergenang meningkatkan kondisi tanah menjadi lebih reduktif , sehingga N lebih banyak hilang dalam bentuk gas N2 daripada gas N2O, yang mengakibatkan terjadinya penurunan emisi gas N2O dari tanah yang diberi jerami. Tanpa memandang tingkat dekomposisi bahan organik yang diberikan ke dalam tanah, semakin lama tanah bersifat anaerob proses nitrifikasi menjadi terhambat sehingga ketersediaan nitrat membatasi terjadinya proses denitrifikasi. Secara umum pemberian bahan jerami padi atau komposnya ke dalam tanah tergenang meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase. Tetapi pemberian jerami padi ke dalam tanah tergenang tampaknya memicu peningkatan aktivitas enzim nitrrogenase yang lebih tinggi bila dibandingkan

dengan pemberian kompos. Peningkatan aktivitas penambatan N2 ini secara tidak

(4)

NITROGEN TRANSFORMATION IN FLOODED SOIL :

Application of Rice Straw and Urea and Its Relation with Nitrogen

Uptake and Rice Plant Growth

Abstract

The use of organic materials aimed at reducing the dependence on inputs such as chemical fertilizers can contribute to sustainability and improving the low N fertilizer efficiency of rice plants in paddy soils. Therefore, better understanding of N transformation in flooded soils, particularly the microbial transformation of N-organic amendments to plant-available N and gaseous N forms is needed: (1) for most efficient use of soil and organic materials N by rice plant, (2) for determining the potential of denitrification and (3) for aiding in the selection of N management practices for sustainable agriculture. The experiments were conducted in the laboratory and glasshouse of Soil Department, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. An incubation experiment in laboratory was conducted to observe the release of N and its availability in flooded soil amended with rice straw, 4 month- and 8 month-compost of rice straw or their combination with urea ; to study the change of soil pH during incubation period; to verify the effect of the chemical composition of rice straw or composts of rice straw on N availability in flooded soil during 120 days. Nitrogen from urea or organic materials was applied at the rate of 92 kg ha-1 or equivalent to 200 kg urea ha-1, 8.52 ton rice straw ha-1, 6.39 ton 4-month-compost of rice straw ha-1, and 6.17 ton 8-month-compost of rice straw ha-1. The first time of soil flooding, NO3--N concentrations in all of the amended soils sharply decreased. It might be due to the reduction of NO3--N to N2O and N2 gas since the initial of incubation period as a consequence of the change of soil condition from aerobic to anaerobic condition. These data were consistent with the result of N2O emission derived from the amended soils. The concentration of NH4+-N was gradually increased after 7 days of incubation period. Since 21 days of incubation period, the rice straw amended soils showed the larger NH4+-N release than the other treatments. The longer soil flooded, the dominant form of mineral nitrogen that was released in soil during the incubation period was NH4+-N, because the anaerobic soil condition inhibited the nitrification process. The 4-month- and 8-month-compost of rice straw showed the slower N mineralization rate and the lower N availa bility than rice straw.

(5)

decreased. Regardless the degree of decomposition of the organic materials added to soils, the longer anaerobic of soil nitrification process was inhibited, so that nitrate availability hampered denitrification process. Generally, the application of rice straw or rice straw composts to flooded soil increased the activity of nitrogenase enzyme. The application of rice straw, however, promoted the activity of nitrogenase enzyme higher

than rice straw composts. The increase of this N2 fixation promoted indirectly N

(6)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :

TRANSFORMASI NITROGEN DALAM TANAH TERGENANG : Aplikasi

Jerami Padi dan Urea serta Hubungannya dengan Serapan Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Padi

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2006

Lilik Tri Indriyati

(7)

TRANSFORMASI NITROGEN DALAM TANAH TERGENANG :

Aplikasi Jerami Padi dan Urea serta Hubungannya dengan

Serapan Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Padi

LILIK TRI INDRIYATI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : TRANSFORMASI NITROGEN DALAM TANAH

TERGENANG : Aplikasi Jerami Padi dan Urea serta

Hubungannya dengan Serapan Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Padi

Nama Mahasiswa : LILIK TRI INDRIYATI

NIM : 995198

Program Studi : ILMU TANAH

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. Ketua

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Prof. Dr. Ir. ,Sudarsono, MSc

Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, MS Dr. Ir. Widjang Herry Sisworo, APU

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana,

Ilmu Tanah,

Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 15 Maret 1966.

Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari ayah Slamet dan ibu Satuyah.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Jagalan Tempeh dan lulus

pada tahun 1977. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri Tempeh dan lulus

pada tahun 1981. Tahun 1984 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pembangunan

Pertama (SMPP) Negeri Lumajang. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK)

dan setahun kemudian penulis menjadi mahasiswa Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian.

Selanjutnya pada September 1992 penulis berangkat ke Jepang unt uk melanjutkan

pendidikan program S2 di Tokyo University of Agriculture (Tokyo Nogyou Daigaku).

Bulan Maret 1993 penulis resmi terdaftar sebagai mahasiswa program Master (S2) di

Laboratorium Ilmu Tanah, Departemen Kimia Pertanian (Nougeikagaku) dengan

beasiswa dari INPEX FOUNDATION dan penulis lulus pada bulan Maret tahun

1995. Pada Februari 2000 penulis resmi sebagai mahasiswa program doktor (S3)

pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1992 penulis resmi diterima sebagai staf pengajar dan peneliti di

Jurusan Tanah (sekarang Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan), Fakultas

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Tuha n Yesus

Kristus yang telah memberi kekuatan, rahmat dan kasihNya sehingga disertasi ini

berhasil diselesaikan. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan

kepada Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. yang telah banyak memberikan

bimbingan dan saran dalam perencanaan, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian

penulisan disertasi ini dan sekaligus sebagai Ketua Laboratorium Kimia dan

Kesuburan Tanah dimana penulis bekerja, atas kesempatan yang telah diberikan

kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program doktor. Penghargaan yang

sama juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS., Prof.

Dr. Ir. Rykson Situmorang, MS., Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc., dan Dr. Ir. Widjang

Herry Sisworo, APU masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas saran

yang telah diberikan dalam perencanaan, pelaksanaan penelitian, dan penulisan

disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terimakasih juga disampaikan kepada :

1. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan

kesempatan belajar, serta para staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan dan wawasan untuk lebih maju dan berkembang lebih jauh.

2. Direktur QUE Project beserta jajarannya atas segala fasilitas, bantuan dana dan

dorongan semangat kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan

pendidikan S3 ini.

3. Dr. Ir. Sri Djuniwati sebagai penguji luar pada ujian tertutup

4. Dr. Ir. Basuki Sumawinata dan Dr. Ir. A. Karim Makarim, APU sebagai penguji

luar komisi pada ujian terbuka doktor

5. Ibu Yosephine Prasetyo dan Ibu Yayu dari International Centre for Research in

Agrofestry (ICRAF) atas bantuan dan perkenannya kepada penulis

menggunakan alat Gas Chromatografi untuk analisis gas N2O, serta Lusi

Hutabarat yang membantu penulis da lam menganalisis gas N2O.

6. Dr. Ir. Iswandi Anas, MSc yang telah mengijinkan penulis untuk bekerja dan

menggunakan alat Gas Chromatografi (GC) di Laboratorium Biologi Tanah,

(11)

7. Ibu Elsye Sisworo yang telah membantu dalam analisis 15N dan N-total tanaman

padi serta bimbingannya dalam memahami penggunaan 15N dalam penelitian.

8. Saudari Iim dan Pak Sukoyo atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian di

Laboratorium, juga Pak Romli atas bantuannya selama penelitian di Rumah

Kaca

9. Fitrasari (Mahasiswi S1) atas bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan

penelitian di Rumah Kaca dan Laboratorium

10. Staf Pengajar di Laboratorium Bagian Kimia dan Kesuburan pada khususnya

dan staf pengajar serta para pegawai di Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan pada umumnya yang secara langsung maupun tidak

langsung telah memberikan semangat pada penulis untuk menyelesaikan

pendidikan S3.

11. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana IPB dan teman-teman Family Altar (FA)

terutama Ibu Tina Sitompul, Ibu Evi, Ibu Elly dan Bapak Daniel, serta

teman-teman lainnya atas kerjasama, persahabatan, dan dukungan doanya selama ini

12. Kedua orang tuaku, mertua, kakak-kakakku Wiwik Eko Widayati dan Tutik

Dwi Handayani, mak nyik, keponakanku Yudi, Dita, Rangga, Yedi dan seluruh

keluarga atas doa, bantuan dan dorongan semangatnya

13. Suamiku terkasih, Jefta Charles Welhelmus Ronabiha serta kedua anakku

Matheos Bernhard Ronabiha dan Jeremia Bire Ronabiha atas limpahan kasih

sayangnya, doa, kesabaran, pengorba nan dan dorongan semangat yang tulus

14. Semua pihak yang telah banyak membantu baik materi maupun dorongan

semangat sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

Penulis berharap disertasi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu da n

semua pihak yang menggunakannya.

Bogor, Januari 2006

(12)

Halaman

2.1. Pengaruh Penggenangan Tanah terhadap Sifat-sifat Tanah …….. 6

2.1.1. Pengaruh Penggenangan terhadap Sifat Fisikokimia Tanah 6 2.1.2. Pengaruh Penggenangan terhadap Sifat Biokimia Tanah .. 7 3.3.4.3. Penetapan Aktivitas Enzim Nitrogenase (Fiksasi N2) ………... 35

3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik ………. 36

(13)

4.1. Perubahan Sifat Kimia Jerami Padi Selama Pengomposan ... 38

4.2. Percobaan di Laboratorium ……… 40

4.2.1. Nitrogen Tersedia Dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos atau Kombinasinya dengan Urea serta Faktor yang Mengendalikannya …….. 40

4.2.2. Nilai pH Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea …...……....….. 46

4.3. Percobaan di Rumah Kaca ……….… 50

4.3.1. Konsentrasi N-NH4+ dapat dipertukarkan Dalam Tanah yang Ditanami Tanaman Padi ………...… 50

4.3.2. Jumlah Anakan dan Bobot Kering Tanaman Padi ...….. 52

4.3.3. Pelepasan N ke Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman .... 54

4.3.4. Fluks Gas N2O dari Tanah dalam Kondisi Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea ... 62

4.3.5. Aktivitas Enzim Nitrogenase dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea ... 68

V. PEMBAHASAN UMUM ………. 71

5.1. Implikasi pada Pengelolaan Nitrogen dari Pupuk Mineral dan Jerami Padi ……... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN …………...………... 76

6.1. Kesimpulan ……… 76

6.2. Saran ……….. 76

VII. DAFTAR PUSTAKA ………..………. 77

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Teks

1 Sifat Kimia Dystrudept Darmaga ………..… 28

2 Perlakuan, Jumlah N dan Takaran Bahan Organik dan Urea yang

Diberikan ke Dalam Tanah pada Kondisi Tergenang ………….... 31

3 Sifat Kimia Jerami Padi dan Kompos ...………..…….. 38

4 Nilai pH Tanah Tergenang yang Diberi Jerami Padi, Kompos dan

atau Urea ……...………. 49

5 Jumlah Anakan Tanaman Padi per Pot pada Setiap Stadia

Pertumbuhan Tanaman Padi ……….………. 52

6 Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang

Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah dan

15N-ZA pada Stadia Pembentukan Anakan ……….……... 55

7 Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang

Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah dan

15N-ZA pada Stadia Awal P embentukan Malai …….………...….. 56

8 Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang

Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah dan

15N-ZA pada Stadia Pengisian Bulir Padi ... 58

9 Konsentrasi N-NH4+ dan N-NO3- (mg kg-1) Dalam Tana h

Tergenang Pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ... 65

10 Nilai Rata-rata Fluks Gas N2O dan Pendugaan Total Nitrogen

yang Hilang Sebagai Gas N2O dari Tanah Tergenang Akibat

Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea ……… 67

11 Nilai Acetylene Reduction Assay (ARA) di Daerah Perakaran

Tanaman Padi (nmol C2H4 g-1 BK Akar jam-1) pada Tiga Stadia

(15)

DAFTAR

LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Teks

1 Cara Penghitungan Serapan 15N, dan N dari Bahan Organik dan

Urea ... 85

2 Komposisi Kimia dari Sereal dan Jerami Padi

(www.fiberfu tures.org) ... 87

3 Sidik Ragam pH Tanah Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos,

Urea dan Kombinasinya pada Inkubasi Tanah di Laboratorium ... 87

4 Sidik Ragam Konsentrasi N-NH4+ Tanah (mg kg-1) Akibat

Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada

Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ... 89

5 Sidik Ragam Jumlah Anakan per Pot Akibat Pemberian Jerami

Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pa da Setiap Stadia

Pertumbuhan Tanaman Padi ……….………. 90

6 Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Padi (g per pot) Akibat

Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada

Setiap Stadia Pertumbuha n Tanaman Padi ……….... 91

7 Sidik Ragam Serapan 15N (mg per pot) Tanaman Padi Akibat

Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada

Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………. 92

8 Sidik Ragam Serapan N yang Berasal dari Tanah (mg per pot)

Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada

Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………. 93

9 Sidik Ragam Serapan N yang Berasal dari Pupuk (mg per pot)

Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya

pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………... 94

10 Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan N Pupuk (%) oleh Tanaman

Padi Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan

Kombinasinya pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ... 95

11 Sidik Ragam Fluks Gas N2O (mg m-2 jam-1) Akibat Pemberian

Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya Saat Inkubasi

Bahan Organik pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi .. 96

12 Sidik Ragam Acetylene Reduction Assay (ARA) di Daerah

Perakaran Tanaman Padi (nmol C2H4 g-1 BK Akar jam-1) Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada

Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ..…... 97

13 Jumlah Anakan Tanaman Padi per Pot pada Setiap Stadia

Pertumbuhan Tanaman Padi ……….. 98

14 Bobot Kering Tanaman Padi (g per pot) pada Setiap Stadia

(16)

15 Nilai pH Tanah Dalam Kondisi Tergenang pada Inkubasi di

Laboratorium ……….……… 100

16 Konsentrasi N-NH4+ Tanah (mg kg-1) Dalam Kondisi Tergenang

pada Inkubasi di Laboratorium ……….…. 101

17 Konsentrasi N-NO3- Tanah (mg kg-1) Dalam Kondisi Tergenang

pada Inkubasi di Laboratorium ………. 102

18 Konsentrasi N-NH4+ (mg kg-1) Dalam Tanah pada Setiap Stadia

Pertumbuhan Tanaman Padi ……….. 103

19 Konsentrasi N-NO3- (mg kg-1) Dalam Tanah pada Setiap Stadia

Pertumbuhan Tanaman Padi ………...… 104

20 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Stadia Pembentukan

Anakan ... 105

21 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Stadia Awal Pembentukan

Mala i ……… ………. 106

22 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Stadia Pengisian Bulir Padi 107

23 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Saat Panen ...……. 108

24 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Tanaman yang Diperoleh

dari Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari

Tanah pada Stadia Pembentukan Anakan ... 109

25 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Tanaman yang Diperoleh

dari Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari

Tanah pada Stadia Awal Pembentukan Malai ... 110

26 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Jerami yang Diperoleh dari

Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah

pada Stadia Pengisian Bulir Padi ... 111

27 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Gabah yang Diperoleh dari

Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah

pada Stadia Pengisian Bulir Padi ... 112

28 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Jerami yang Diperoleh dari

Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah

pada Saat Panen ... 113

29 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Gabah yang Diperoleh dari

Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah

pada Saat Panen ...……...……… 114

30 Hasil Analisis Gas N2O pada Setiap Stadia Pertumbuhan

Tanaman Padi ……… 115

31 Nilai Acetylene Reduction Assay (ARA) di Daerah Perakaran

Tanaman Padi (nmol g-1 BK akar jam-1) pada Setiap Stadia

Pertumbuhan Tanaman Padi ………..………. 121

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1 Skema dari Lapisan Oksidasi – Reduksi (Sumber: Mikkelsen,

1987) ... 8

2 Skema Transformasi Nitrogen dalam Ekosistem Tanah Sawah Tergenang (Sumber: Mikkelsen, 1987) ...…………...…. 12

3 Model Pasangan Proses Nitrifikasi – Denitrifikasi yang Menggambarkan Mekanisme Kedua Proses Tersebut dengan Penekanan Khusus pada Pembentukan N2O dan N2 (Sumber: Russow et al., 2000) …... 23

4 Siklus Pertumbuhan Varietas Tanaman Padi Berumur 120 Hari (Sumber: Yoshida, 1981) ... 25

5 Skema Waktu Pembuatan Kompos 4 dan 8 bulan ... 29

6 Skema Percobaan di Rumah Kaca ………. 32

7 Pengukuran Gas N2O dengan Alat Sungkup ..….………... 34

8 Konsentrasi N-NO3- Dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian (a) Jerami Padi dan Kompos; (b) Jerami Padi + Urea, dan Kompos + Urea Selama 120 Hari Penggenangan Tana h …... 40

9 Konsentrasi N-NH4+ Dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian (a) Jerami Padi dan Kompos; (b) Jerami Padi + Urea, dan Kompos + Urea Selama 120 Hari Penggenangan Tanah …... 43

10 Nilai pH Tanah Tergenang yang Diberi Jerami Padi, Kompos dan atau Urea ………...…….………...……. 47

11 Konsentrasi N-NH4+ Tanah pada Kondisi Tanah Tergenang pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………...….. 50

12 Bobot Kering Tanaman dari Stadia Pembentukan Anakan sampai Stadia Pengisia n Bulir ………...… 54

13 Hubungan Antara N yang Dilepaskan Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) …...……. 59

14 Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Jumlah Anakan pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) …...………..….. 60

15 Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Bobot Kering Tanaman Padi pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) ...…….. 60

16 Hubungan Antara Serapan N dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan atau Urea) dan Bobot Kering Tanaman pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) ……...…………..……….…….. 61

(18)

18 Fluks Gas N2O dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami

(19)

1.1. Latar Belakang

Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N)

adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija

(Agency for Agricultural Research and Development, 1992). Hal ini terutama

disebabkan oleh tersedianya varietas padi unggul yang sangat responsif terhadap

N. Nitrogen merupakan input produksi yang sangat penting dan salah satu unsur

hara yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi padi. Tetapi menurut Kyuma

(1983) konsentrasi N-total dalam sebagian besar tanah sawah di daerah tropika

termasuk rendah, yaitu kurang dari 0,15%. Selanjutnya Kyuma menjelaskan

bahwa kondisi ini mencerminkan rendahnya kandungan N dalam tanah yang

dapat dimineralisasi.

Tanaman padi dapat menggunakan N, baik yang berasal dari pupuk N

mineral maupun dari bahan organik. Akan tetapi N dalam bahan organik harus

dimineralisasi lebih dulu sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman padi. Pada

umumnya N dari pupuk mineral tidak dapat digunakan oleh tanaman padi secara

efisien, karena pupuk N sangat mudah larut dan bersifat sangat mobil. Selain itu

dalam kondisi sawah yang tergenang, N pupuk banyak yang hilang dalam bentuk

gas (Buresh dan De Datta, 1991). Hal ini menyebabkan petani seringkali

memberikan pupuk mineral dengan takaran secara berlebihan, agar bisa

memperoleh hasil yang tinggi. Di beberapa lokasi di Indonesia, para petani

memberikan pupuk melebihi takaran pupuk yang direkomendasikan. Pemberian

pupuk mineral secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan hara dalam

tanah, meningkatkan biaya produksi, dan mengakibatkan munculnya dampak

negatif pada lingkungan. Kehilangan N dalam bentuk gas tersebut terjadi melalui

proses denitrifikasi (gas N2O dan N2) (Kakuda et al., 1999 dan Ostrom et al.,

2000) maupun volatilisasi (gas NH3) (Mikkelsen et al., 1978), dua proses penting

sebagai penyebab hilangnya N dari sistem tanah-tanaman. Tetapi sampai saat ini

penyebab utama ketidakefisienan pupuk N dalam budidaya padi sawah diduga

karena proses nitrifikasi – denitrifikasi dalam lapisan aerob – anaerob (Nugroho

(20)

tanaman atau dari antar muka (interface) tanah–air atau setelah adanya

pengeringan dan pembasahan tanah secara bergantian. Menurut Yoshida dan

Padre Jr (1975) dengan penggenangan secara terus-menerus selama masa

pertumbuhan padi, N pupuk yang hilang dari sistem tanah-tanaman berkisar

antara 28,4% dan 18,4% berturut-turut untuk perlakuan tanpa dan dengan jerami.

Kehilangan N tanah karena siklus penggenangan dan pengeringan berkisar 15 –

20%, sementara N pupuk yang hilang dalam kondisi sawah adalah 44,2% dan

18,4% berturut-turut untuk perlakuan tanpa dan dengan jerami padi (Patrick dan

Wyatt, 1964). Hilangnya N pupuk karena denitrifikasi selain merugikan petani

secara ekonomi, gas N2O yang terbentuk dari proses ini merupakan gas rumah

kaca yang 300 kali lebih radiatif daripada CO2 dan memiliki masa hidup (lifetime)

di atmosfer 150 tahun (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC, 1992).

Denitrifikasi merupakan sumber utama dari NOx stratosfer, yang merupakan

katalis alami utama dari proses yang menyebabkan terjadinya penipisan lapisan

ozon stratosfer (IPCC, 1994). Dengan demikian usaha meningkatkan serapan N

pupuk oleh tanaman dapat mencegah akumulasi N mineral dalam tanah sehingga

diharapkan akan meningkatkan efisiensi penggunaan N pupuk. Salah satu cara

yang bisa dilakukan adalah dengan menyelaraskan pola penyediaan N dalam tanah

dengan laju serapan N tanaman padi, sehingga akumulasi N mineral dalam tanah

dapat dikurangi, sekaligus memperkecil peluang N hilang dari sistem

tanah-tanaman.

Selama beberapa dekade yang lalu, peningkatan ketersediaan serta

kemudahan mendapatkan pupuk mineral berakibat pada penurunan penggunaan

pupuk organik, misalnya jerami padi. Akan tetapi karena akhir -akhir ini dunia

dilanda krisis energi dan harga pupuk terus meningkat, maka pemanfaatan bahan

organik atau sisa -sisa tanaman sebagai sumber unsur hara mulai dipertimbangkan

kembali. Pengembalian sisa panen (jerami) dan penambahan kompos atau pupuk

organik, selain untuk memperbaiki atau meningkatkan kandungan bahan organik

tanah, diharapkan juga sebagai sumber hara N bagi tanaman padi. Nitrogen dalam

bahan organik akan dilepas ke dalam tanah melalui proses pelapukan biologi yang

disebut mineralisasi. Sebagian dari N dalam sisa panen akan dikonversikan

(21)

dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Ada hubungan yang erat antara kesuburan

tanah dengan kandungan bahan organik tanah, karena bahan organik

memengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu, bahan organik

merupakan sumber karbon (C) dan N serta energi yang diperlukan untuk

pertumbuhan populasi dan aktivitas jasad renik tanah. Pembebasan N dari bahan

organik bersifat lambat tersedia (slow release) sehingga akumulasi N mineral

dalam tanah diharapkan akan berkurang dan selanjutnya dapat mengurangi

hilangnya N dalam bentuk gas.

Sumber utama bahan organik yang mudah diperoleh di laha n sawah adalah

jerami padi. Namun sampai saat ini belum banyak petani yang memanfaatkan

bahan tanaman sisa-sisa panen sebagai sumber bahan organik di lahan sawah.

Bahan ini banyak dibuang dengan cara membakarnya. Pembakaran bagian

tanaman sisa-sisa panen tidak hanya akan berakibat pada menurunnya kandungan

bahan organik tanah, tetapi juga lenyapnya beberapa unsur hara seperti N dan S.

Pembakaran jerami padi menyebabkan polusi udara dengan adanya emisi gas-gas

seperti CO, NOx dan CO2 yang merugikan kesehatan manusia dan ekosistem.

Pemberian bahan organik seperti jerami padi dalam bentuk kompos atau pupuk

hijau ke dalam lahan sawah dianggap efektif untuk mempertahankan atau

meningkatkan kesuburan tanah. Jerami padi dianggap sebagai sumber bahan

organik yang sangat penting dan tepat karena ketersediaannya di lahan sawah dan

kandungan haranya yang relatif lengkap untuk pertumbuhan tanaman padi (Ueno

dan Yamamuro, 2001). Menurut Ponnamperuma (1984) jerami padi mengandung

kira-kira 0,6% N, 0,1% P, 0,1% S, 1,5% K, 5% Si dan 40% C dan ketersediaan

jerami padi di lahan sawah bervariasi antara 2-8 ton/ha per musim tergantung pada

varietas dan pengelolaan yang dilakukan. Jerami padi juga secara tidak langsung

mengandung sumber senyawa N-C yang menyediakan substrat untuk metabolisme

jasad renik yaitu gula, pati (starch), selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak

(fat), dan protein. Senyawa-senyawa ini terdiri dari 40% C dari bobot kering

jerami (Ponnamperuma, 1984). Jerami padi merupakan sumber energi yang baik

bagi jasad renik, karena itu pemberian jerami merangsang fiksasi N2 oleh bakteri

heterotrofik dan fototrofik dalam tanah-tanah tergenang (Matsuguchi, 1979;

(22)

Untuk meningkatkan pemanfaatan N bahan organik oleh tanaman padi,

maka perlu diprediksi jumlah N yang bisa disuplai oleh bahan organik dan yang

tersedia bagi tanaman. Jumlah N yang tersedia bagi tanaman tergantung pada

mineralisasinya menjadi amonium (N-NH4+) dan nitrat (N-NO3-) dalam tanah.

Keberadaan kedua bentuk senyawa N ini di dalam tanah menjadi penentu

ketersediaan unsur hara N untuk memenuhi kebutuhan tanaman sepanjang masa

pertumbuhannya. Dinamika dekomposisi bahan organik selain dipengaruhi oleh

praktek budidaya padi sawah (lama penggenangan, metode pemberian, dan

aplikasi N mineral) dan sifat-sifat tanah, juga sangat dipengaruhi oleh komposisi

kimia dari bahan organik (Becker et al., 1994). Komposisi kimia bahan organik

sangat beragam tergantung pada jenis atau sumber bahan organik dan tingkat

pelapukannya. Komposisi kimia bahan organik sangat memengaruhi transformasi

N dalam tanah. Karena unsur hara N adalah penentu produktivitas tanaman, maka

proses transformasi N dalam tanah perlu dipelajari antara lain : (1) untuk

mengetahui faktor yang berpengaruh dan keter kaitannya dengan serapan N,

pertumbuhan dan hasil tanaman padi; (2) untuk meningkatkan keefisienan

penggunaan pupuk N oleh tanaman padi dengan memperbaiki keselarasan antara

jumlah N tersedia dan serapan N tanaman padi; dan (3) untuk mengetahui

pengaruh de komposisi bahan organik terhadap transformasi N dalam tanah sawah.

1.2. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Menentukan sumbangan dari bahan organik (dengan tingkat dekomposisi yang

berbeda) dan dari kombinasi pupuk urea dengan bahan organik dalam

menyediakan kebutuhan N tanaman pada kondisi tanah tergenang

2. Menetapkan jumlah N yang hilang dalam bentuk gas N2O dari proses

dekomposisi bahan organik (jerami padi dan kompos jerami) pada kondisi

tanah tergenang.

3. Mempelajari pengaruh pemberian jerami padi, kompos dan campuran jerami

dan urea, serta campuran kompos dan urea terhadap aktivitas penambatan N2

oleh bakteri penambat N di daerah perakaran tanaman padi, pertumbuhan dan

(23)

1.3. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Sumbangan kompos terhadap konsentrasi N tanah (N -NH4+ dan N-NO3-)

lebih tinggi daripada jerami. Pemberian urea, dan campuran antara urea

dengan kompos atau jerami dapat meningkatkan ketersediaan N dalam tanah

bagi pertumbuhan padi sawah.

2. Pemberian kompos terhadap pertumbuhan dan serapan N tanaman padi lebih

baik dibandingkan dengan pemberian jerami.

3. Pemberian jerami padi ke dalam tanah pada kondisi tergenang mengurangi

emisi gas N2O.

4. Pemberian jerami padi ke dalam tanah dalam kondisi tergenang dapat

meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase yang berperan dalam penambatan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaruh Penggenangan Tanah terhadap Sifat-sifat Tanah

Sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah tergenang sangat berbeda dengan

sifat-sifat tanah lahan kering. Dalam tanah sawah, oksigen yang semakin

berkurang, pembuatan teras, dan pembentukan gundukan/pematang akan

mengubah sifat kimia tanahnya dan adanya genangan air di atas permukaan tanah

dapat melindungi tanah dari sebagian kerusakan akibat proses -proses yang

memengaruhi produktivitas jangka panjangnya, seperti erosi tanah.

2.1.1. Pengaruh Penggenangan terhadap Sifat Fisikokimia Tanah

Dengan penggenangan, air memenuhi ruang pori tanah, dan udara dalam

tanah dikeluarkan. Tiadanya oksigen dalam tanah maka organisme tanah akan

menggunakan sumber penerima elektron lain dari komponen tanah lainnya

sebagai pengganti oksigen, dan akibatnya tanah menjadi bersifat reduktif.

Oksigen terlarut dalam air genangan yang berasal dari atmosfer atau dari aktivitas

fotosintetik berbagai hidrofit, akan berdifusi ke lapisan tanah permukaan di bawah

air genangan yang bersifat oksidatif. Walaupun lapisan yang lebih dalam dari

tanah tergenang tetap tereduksi, lapisan teroksidasi tersebut sering berperan

penting dalam transformasi kimia dan siklus hara yang terjadi dalam tanah

tergenang. Pada lapisan tanah teroksidasi yang tipis tersebut, jasad renik

melakukan proses biologi yang bersifat aerobik dan berbagai senyawa mineral

berada dalam bentuk teroksidasi seperti SO42-, NO3-, Fe3+ dan Mn4+, sedangkan

pada zona anaerob yang lebih bawah didominasi oleh bentuk-bentuk tereduksi

seperti senyawa fero (Fe2+) dan mangano (Mn2+), ammonia, dan sulfida (S2-)

(Mohanty dan Dash, 1982). Karena adanya besi feri (Fe3+) dalam lapisan

teroksidasi, tanah sering berwarna coklat atau merah kecoklatan. Sebaliknya

warna sedimen tereduksi yang didominasi oleh besi fero (Fe2+) sering memberikan

warna abu kebiruan sampai abu kehijauan karena adanya proses gleisasi. Sebelum

perubahan ini terjadi, organisme telah mereduksi ion nitrat menjadi gas N2O dan

(25)

2.1.2. Pengaruh Penggenangan terhadap Sifat Biokimia Tanah

Konsentrasi O2 di bawah lapisan tanah teroksidasi yang tipis menurun

tajam dan mendekati nol. Laju penipisan O2 ini tergantung pada suhu,

ketersediaan bahan organik untuk respirasi jasad renik, dan kadang-kadang pada

kebutuhan O2 dari reduktan seperti besi fero (Gambrell dan Patric k, 1978). Pada

kondisi tanpa O2 jasad renik aerob mati atau menjadi tidak aktif dan jasad renik

anaerob fakultatif atau anaerob obligat menjadi aktif dalam zona anaerob.

Organisme-organisme ini menciptakan zona tereduksi dengan sistem potensial

redoks campuran yang memengaruhi sifat kimia dan elektrokimia tanah (Mitsch

dan Gosselink, 1993). Skema dari profil tanah tergenang ditunjukkan dalam

Gambar 1.

Akibat dari penggenangan, potensial redoks dari lapisan tanah yang

tereduksi menurun tajam. Potensial redoks (Eh), suatu ukuran tekanan elektron

(atau ketersediaan elektron) dalam larutan, sering digunakan untuk

mengkuantifikasi derajat reduksi elektrokimia dari tanah-tanah tergenang.

Oksidasi terjadi tidak hanya selama pengambilan oksigen tetapi juga bila ion

hidrogen dilepaskan (misalnya : H2S S2- + 2H+) atau, yang lebih umum bila

secara kimia memberikan elektron (misal: Fe2+ Fe3+ + e-). Reduksi adalah

proses yang berlawanan yaitu memberikan oksigen, menerima hidrogen

(hidrogenasi), atau menerima elektron. Potensial redoks dapat diukur dalam tanah

tergenang dan merupakan ukuran kuantitatif dari kecenderungan tanah untuk

mengoksidasi atau mereduksi bahan atau komponen tanah (Faulkner dan

Richardson, 1989). Tanah yang teraerasi dicirikan dengan potensial redoks +400

milivolt (mV) atau lebih besar. Bila proses reduksi cukup intens, tanah dapat

mempunyai potensial redoks –300 mV. Tingkat oksidasi dan reduksi dari sistem

redoks, seperti oksigen, nitrat, nitrit, mangan, besi, dan sulfur juga berbagai

senyawa organik yang mudah terdekomposisi menentukan potensial redoks tanah

(Qixiao dan Tianren, 1997).

Dalam lapisan tanah tereduksi, untuk menggantikan oksigen yang

diperlukan dalam metabolisme aerob, organisme anaerob menggunakan penerima

elektron lain yang lebih lemah. Penerima elektron yang terkuat setelah O2 adalah

(26)

Kedalaman Tanah (cm) NH3

Gambar 1. Skema dari Lapisan Oksidasi – Reduksi (Sumber: Mikkelsen, 1987)

+220 mV dan proses ini disebut denitrifikasi. Nitrat bersifat stabil hanya pada

lapisan tanah bagian atas, yaitu di bawah genangan air dan tapak-tapak mikro

yang bersifat aerob dalam lapisan anaerob seperti di sekitar perakaran tanaman

padi. Daerah di sekitar perakaran padi, kira-kira tiga milimeter tebalnya,

merupakan zona teroksidasi (Zhiyu et al., 1990). Kondisi teroksidasi ini terjadi

karena adanya transpor oksigen melalui aerenchyma dari tanaman padi ke daerah

dekat permukaan akar. Nitrat tersebut biasanya bergerak ke bawah ke dalam

lapisan tereduksi melalui difusi dan aliran massa yang selanjutnya secara biologi

didenitrifikasi menjadi N2 dan N2O (Mikkelsen et al., 1995). Apabila O2 dan

NO3- habis terpakai, maka potensial redoks turun dan hidroksida Mn4+ dan Fe3+

akan direduks i masing-masing menjadi Mn2+ pada +200 mVdan Fe2+ pada +120

mV. Bentuk-bentuk tereduksi dari Fe dan Mn ini mempunyai kelarutan yang

lebih besar daripada bentuk teroksidasinya. Akibatnya, ketersediaan Fe dan Mn

meningkat di bawah kondisi tergenang. Bila suplai penerima elektron lebih kecil

daripada laju suplai elektron maka kondisi reduksi yang lebih kuat akan terjadi

(27)

direduksi menjadi sulfida (S2-). Bila SO42- habis maka jasad renik akan

menggunakan energi yang tersimpan dalam senyawa organik dengan mereduksi

H+ dan H2 dan bahan organik ddekomposisi secara anaerob menjadi CO2,

asam-asam organik dan alkohol. Pada kondisi sangat tereduksi dekomposisi bahan

organik menghasilkan CH4, biasanya pada nilai Eh di bawah –250 sampai – 300

mV. Tanah cenderung mempertahankan nilai Eh pada selang tertentu sampai

komponen tanah yang teroksidasi habis, misalnya tanah yang direduksi akan

cenderung mempertahankan Eh pada sekitar +220 mV selama ada NO3-. Bila

NO3- habis, maka Eh turun dan selanjutnya terjadi reduksi penerima elektron yang

lebih lemah daripada NO3-.

Dengan penggenangan terjadi akumulasi N-NH4+ dan hilangnya N-NO3

-yang sebelumnya sudah ada dalam tanah. Dalam tanah-tanah tergenang, amonia,

amin, merkaptan dan sulfida dihasilkan dari dekomposisi protein. Mineralisasi N

berkorelasi positif dengan persentase C- dan N-organik dalam tanah tetapi

berkorelasi negatif dengan nisbah C/N (Mikkelsen, 1987), nisbah lignin/nitrogen

(L/N) (Becker et al., 1994), dan nisbah tannin/nitrogen (T/N) (Clement et al.,

1995).

Salah satu akibat penting dari penurunan potensial redoks setelah

penggenangan adalah perubahan pH (Qixiao dan Tianren, 1997). Reaksi tanah

(pH) dari sebagian besar tanah-tanah setelah penggenangan cenderung mendekati

netral. Dalam sebagian besar proses reduksi yang terjadi dalam tanah, seperti

reduksi oksida -oksida besi, mangan dan sulfat, terjadi konsumsi proton. Tetapi

asam-asam organik dan karbon dioksida (CO2) ya ng dihasilkan selama

dekomposisi bahan organik dapat memberikan proton ke dalam tanah, yang

menyebabkan penurunan pH. Oleh karena itu, arah dan besarnya perubahan pH

tanah selama penggenangan ditentukan oleh jumlah relatif proton yang

dikonsumsi dan dilepaskan. Dalam tanah sawah yang masam, pada awal

dekomposisi bahan organik tanah, dengan reduksi oksida-oksida besi dan mangan,

nilai pH meningkat tajam sebagai hasil dari konsumsi proton yang jauh lebih besar

daripada pelepasan proton. Tetapi pada tahap dekomposisi bahan organik yang

aktif, pH dapat menurun karena produksi proton yang cepat. Selanjutnya pH

(28)

dan Tianren, 1997). Reaksi tanah (pH) tanah sawah alkalin dikendalikan oleh

kesetimbangan kimia dari sistem CaCO3-CO2 dalam tanah-tanah berkapur

(Ponnamperuma, 1977; Qixiao dan Tianren, 1997), sistem Na2CO3-CO2 untuk

tanah sodik (Ponnamperuma, 1977). Biasanya nilai pH menurun karena adanya

akumulasi CO2 selama penggenangan. Penurunan pH tanah-tanah alkalin dan

peningkatan pH tanah-tanah masam tersebut menguntungkan pertumbuhan

tanaman.

Akibat penggenangan, kekuatan ion (ionic strength) dalam larutan tanah

meningkat, kemudian menurun. Dalam tanah-tanah masam atau agak masam,

reduksi feri dan mungkin mangani yang tidak larut menjadi bentuk yang lebih

larut menyebabkan peningkatan kekuatan ion. Dalam tanah netral sampai alkalin,

Ca2+ dan Mg2+ juga menyebabkan peningkatan kekuatan ion. Bahan organik

meningkatkan kelarutan Fe, Ca dan Mg. Jika tanah yang awalnya banyak

mengandung N-NO3-, kekuatan ion dalam tanah dapat berkurang dengan

penggenangan karena hilangnya NO3- akibat denitrifikasi (Mikkelsen, 1987).

Proses reduksi tanah yang terjadi dalam tanah tergenang merupakan proses

biokimia, dan jasad renik bertanggung jawab pada perubahan-perubahan

(transformasi) yang terjadi di dalam tanah. Proses reduksi tidak terjadi pada tanah

yang steril. Tanaman padi juga memengaruhi tingkat reduksi tanah karena adanya

sekresi O2 dari akar-akar tanaman padi.

2.2. Pengaruh Penggenangan terhadap Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman yang unik karena dapat bertahan hidup dan

bereproduksi di bawah kondisi lahan kering, tergenang dan air dalam. Walaupun

medium berair (aquatik) cocok untuk pertumbuhan dan hasil tanaman padi, tetapi

pertumbuhan akar memerlukan suplai O2 dan melepaskan CO2 selama respirasi.

Hal ini dapat dilakukan oleh tanaman padi karena adanya sistem saluran pembawa

udara (aerenchyma) yang mampu mengalirkan O2 dari daun ke korteks akar,

sehingga akar -akar tanaman padi dapat mengaerasi tanah tanpa mengambil O2 dari

(29)

2.3. Transformasi Nitrogen dalam Tanah Tergenang

Nitrogen (N) merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan tanaman

dalam tanah-tanah tergenang, baik tana h-tanah tergenang tersebut merupakan

lahan basah alami ataupun pada lahan basah pertanian seperti tanah sawah

(Gambrell dan Patrick, 1978). Transformasi N dalam tanah tergenang melibatkan

berbagai proses mikrobiologi, dan beberapa proses tersebut menyebabkan hara N

menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Ion ammonium merupakan bentuk utama

dari N yang dimineralisasi dalam sebagian besar tanah tergenang. Gambar 2

menggambarkan interaksi kompleks yang ada dalam tanah-tanah tergenang yang

menyebabkan unsur hara N hilang dari tanah. Kehilangan N dapat terjadi dalam

lapisan tanah yang teroksidasi dan tereduksi, dari air genangan, terbawa oleh

aliran permukaan, pencucian, serapan N oleh tanaman dan karena mekanisme

lainnya.

Nitrogen mengalami beberapa transformasi fisikokimia dan biologi dalam

tanah. Transformasi fisikokimia meliputi terperangkapnya (fiksasi) NH4+ dalam

kisi-kisi minerali liat dan volatilisasi NH3. Transformasi N secara biologi meliputi

mineralisasi-imobilisasi, fiksasi N2 atmosfer secara biologi,

nitrifikasi-denitrifikasi, dan serapan tanaman.

Sistem budidaya padi yang melibatkan penggenangan secara terus

-menerus dan berkala memengaruhi perilaku N tanah dan N yang diberikan ke

dalam tanah. Kondisi khusus yang terjadi di bawah lingkungan tanah tergenang

mempercepat proses amonifikasi dan menekan nitrifikasi bila tidak ada O2.

Dengan penggenangan, N-NH4+ terakumulasi dalam tanah dan N -NO3- hilang.

Sumber-sumber pupuk N untuk tanaman padi dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu sisa-sisa tanaman (pupuk organik) dan pupuk N mineral.

Sebelum N yang terkandung dalam sisa-sisa tanaman menjadi tersedia bagi

tanaman, sisa tanaman yang diberikan ke dalam tanah harus mengalami

dekomposisi atau degradasi secara biologi lebih dulu. Urea mengalami hidrolisis

enzimatik dan diubah menjadi N -NH4+ (Kirk dan Olk, 2000):

(30)

Kehilangan NH3 lewat daun Air hujan

Pupuk N

[CO(NH2)2,

(NH4) 2SO4]

N2 + O2 atm NH3 daun busuk

alga bakteri

AIR Lapisan N2 N-org NH4+ NO3- aliran tanah oksida tif fungi keluar

TANAH

Lapisan tanah residu tanam an reduktif

NH4+ NO3- N2 + N2O

bakteri N2 N-org

Tapak bajak

NH4+ NO3 Lapisan tanah

teroksidasi

Fraksi Pencucian

Gambar 2. Skema Transformasi Nitrogen dalam Ekosistem Tanah Sawah Tergenang (Sumber: Mikkelsen, 1987).

2.3.1. Pergerakan Nitrogen dalam Tanah Tergenang

Pergerakan N dalam tanah berperan penting dalam menentukan bentuk

kimia dan kete rsediaannya bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Mikkelsen

(1987) dua proses penting yang terlibat dalam pergerakan atau pengangkutan N

(31)

massa, dan (2) difusi molekul atau ion karena adanya gradien konsentrasi.

Proses-proses ini memengaruhi difusi molekul dari bahan terlarut, seperti NH4+, NO2-,

NO3-, urea dan gas-gas termasuk O2, NH3, N2 dan N2O (Rolston et al., 1990).

Dalam tanah-tanah tergenang, pergerakan N terlarut dari lapis an tanah

tereduksi (anaerob) ke lapisan permukaan yang aerob terjadi terutama melalui

difusi dan dipengaruhi oleh gradien konsentrasi, sumber N, dan konsentrasi dalam

lapisan anaerob (Reddy dan Patrick, 1984). Difusi ammonium dapat

menyebabkan terjadinya pergerakan ammonium terlarut dari tanah ke air

genangan, bahkan bila bahan pupuk dimasukkan ke dalam tanah (deep-placed).

Nitrat yang ada dalam air genangan, dalam lapisan aerob, atau yang ada di

lapisan oksidatif di sekitar akar padi segera berdifusi ke dalam lapisan anaerob

yang terletak di bawahnya. Nitrogen-nitrat yang berdifusi ke dalam lapisan

anaerob tampaknya hilang melalui denitrifikasi; sedangkan N-NH4+ yang berdifusi

dari lapisan tanah aerob ke dalam air genangan rentan terhadap nitrifikasi dan

volatilisasi ammonia (Savant dan De Datta, 1982).

Pergerakan N-NH4+ dari tapak-tapak pertukaran ke dalam larutan dapat

terjadi sebagai akibat dari adanya serapan tanaman, imobilisasi N yang

membentuk jaringan tubuh jasad renik, nitrifikasi dan volatilisasi.

2.3.2. Mineralisasi dan Imobilisasi Nitrogen

Ketersediaan N bagi tanaman sebagian besar dikendalikan oleh besarnya

pengaruh dua proses di dalam tanah yang saling berlawanan, yaitu mineralisasi

dan imobilisasi N. Mineralisasi N merupakan salah satu dari berbagai proses

dalam siklus N di alam yang paling penting. Mineralisasi N adalah transformasi

biologi dari N yang terikat secara organik menjadi N-mineral (N-NH4+ dan

N-NO3-) selama proses dekomposisi (Gambrell dan Patrick, 1978), dan dimulai

dengan aminisasi dan amonifikasi, berturut-turut adalah konversi mikrobiologi

dari N-organik menjadi R-NH2 dan menjadi N-NH4+ (Mikkelsen et al., 1995), dan

selanjutnya menjadi N-NO3- melalui proses nitrifikasi. Tahap aminisasi dan

amonifikasi berlangsung dengan bantuan jasad renik heterotrof, sedangkan

nitrifikasi terjadi karena peranan bakteri ototrof. Pada kondisi tergenang,

mineralisasi berhenti pada pembentukan N-NH4+ karena kondisi oksidatif yang

(32)

Imobilisasi N merupakan proses kebalikan dari mineralisasi N, dan didefinisikan

sebagai konversi N-mineral menjadi bentuk N-organik dalam jaringan tubuh jasad

renik (Soil Science Society of America, 1987). Imobilisasi (sintesis) dan

mineralisasi atau pelepasan N dari senyawa organik dalam tanah terjadi karena

aktivitas jasad renik yang mengarah pada pertukaran secara terus -menerus antara

bentuk-bentuk N-organik dan mineral (Mikkelsen, 1987). Mineralisasi dan

imobilisasi merupakan proses yang berlawanan yang terjadi secara serentak dan

terus-menerus dan sangat memengaruhi ketersediaan N bagi tanaman dan

konversi N dalam tanah dalam bentuk organik atau terfiksasi. Konsentrasi

N-NH4+ dapat meningkat atau menurun tergantung pada dominasi relatif kedua

proses tersebut. Proses amonifikasi, yang melibatkan hidrolisis enzimatik dan

deaminasi N organik tanah menjadi ammonium, terjadi secara bersamaan dengan

proses assimilatory dari imobilisasi N oleh mikrorganisme tanah.

Pembebasan N -NH4+ ke dalam tanah tergenang tergantung pada kebutuhan

N populasi jasad renik tanah, nisbah C/N dari sisa-sisa tanaman yang

terdekomposisi (Mikkelsen, 1987), komposisi kimia bahan organik dan beberapa

faktor lingkungan. Komponen organik dalam sisa-sisa tanaman umumnya dibagi

menjadi enam kategori, yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, fraksi larut air

(meliputi gula sederhana, asam amino, dan asam-asam alifatik), komponen larut

dalam eter dan alkohol, dan protein (Nagarajah, 1997). Lignin merupakan

komponen organik dari sisa-sisa tanaman yang paling tahan terhadap pelapukan.

Secara agronomi, N yang dimineralisasi sangat penting dan merupakan 50-80%

dari N-total yang diasimilasi oleh tanaman padi (Mikkelsen et al, 1995).

Untuk mencapai penggunaan N tanah yang efisien da lam bentuk N

terfiksasi secara biologi, sisa-sisa tanaman, dan pupuk, maka perlu

dipertimbangkan aspek laju-waktu proses mineralisasi relatif terhadap kebutuhan

N tanaman padi. Dalam jangka pendek, suplai N untuk tanaman padi diatur oleh

laju mineralisasi N-organik menjadi N-NH4+. Senyawa N-organik, terutama

protein dan turunannya mengalami pelapukan secara anaerob menghasilkan

bentuk-bentuk yang lebih sederhana, seperti asam amino (Nagarajah, 1997).

Nitrogen-asam amino lebih rentan terhadap mineralisasi daripada fraksi N tanah

(33)

menghasilkan pelepasan N-NH4+ yang merupakan bentuk akhir dari senyawa N

dan bersifat stabil dalam lapisan tereduksi. Dalam tanah tergenang, laju

mineralisasi N sisa-sisa tanaman yang diberikan ke dalam tanah ditentukan

terutama oleh nisbah L/N-nya (Becker et al., 1994).

Suplai N melalui mineralisasi bahan organik tanah telah diteliti oleh

Stanford dan Smith (1972). Mereka melakukan percobaan di laboratorium untuk

menentukan besarnya N yang dimineralisasi atau dilepaskan dari bahan organik

tanah. Smith et al. (1977) juga telah melakukan percobaan di lapang dengan

mengukur jumlah N mineral dalam pot-pot yang berisi tanah tanpa tanaman yang

dibenamkan ke dalam tanah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa potensi

mineralisasi N tanah di lapang sesuai dengan hasil pengukuran dari percobaan

laboratorium. Percobaan ini menunjukkan bahwa sebagian dari N dalam tanah

berasal dari proses mineralisasi senyawa N yang mudah dimineralisasi, dan

sisanya diasumsikan sebagai bentuk senyawa N yang tidak tersedia dan tetap

berada dalam bahan organik tanah yang relatif stabil.

2.3.3. Nitrogen terlarut dan dapat dipertukarkan

Nitrogen terlarut dan dapat dipertukarkan (N-tersedia) merupakan fraksi N

yang sangat penting sebagai nutrisi tanaman. Sumber utama dari N-tersedia

berasal dari pupuk dan N hasil mineralisasi. Nitrogen-NH4+ yang dibebaskan

selama pelapukan sisa-sisa tanaman, dengan cepat dijerap pada kompleks

pertukaran kation dan berada dalam keseimbangan dengan N-NH4+ dalam larutan

tanah. Proporsi relatif dari kedua bentuk N tersebut sebagian besar diatur oleh

kapasitas pertukaran kation (KTK) tanah (Mikkelsen, 1987; Ando et al., 1996)

dan sifat dari kompleks pertukaran kation (Nagarajah, 1997). Beberapa dari

N-NH4+ juga berada dalam bentuk tidak dapat dipertukarkan (terperangkap dalam

kisi-kisi mineral liat). Proses ini terjadi dalam tanah yang banyak mengandung

mineral liat 2:1 seperti vermikulit dan illit.

Setelah beberapa hari penggenangan, konsentrasi N-NH4+ dapat

dipertukarkan dalam tanah dapat meningkat karena mineralisasi bahan organik

tanah dan pelepasan N-NH4+ yang terfiksasi dalam kisi mineral liat. Menurut

Mikkelsen (1987) pemberian jerami padi akan menurunkan tingkat N tersedia

(34)

periode waktu tertentu N yang terimobilisasi tersebut akan dilepaskan kembali

melalui mineralisasi sehingga menjadi tersedia bagi tanaman padi.

2.3.4. Penambatan (Fiksas i) N2 Secara Biologi

Dalam sistem pertanian subsisten (di banyak bagian dari Asia tropis),

usaha tani padi sawah telah dilakukan secara terus menerus selama berabad-abad

tanpa pemberian pupuk N tanpa memperlihatkan penurunan konsentrasi N tanah

yang nyata. Di antara proses-proses yang turut menyumbang suplai N di lahan

sawah, penambatan N2 secara biologi dianggap sebagai faktor penting dalam

mempertahankan kesuburan N tanah. Data neraca N dari beberapa percobaan

jangka panjang di lapang menunjukkan bahwa sumbangan penambatan N secara

biologi ke dalam tanah selama musim pertanaman padi sawah berkisar dari 19

sampai 38 kg N ha-1 di Jepang, dan 30 sampai 52 kg N ha-1 di Philipina.

Sumbangan N ini terutama berasal dari jasad renik asli (indigenous) yang bersifat

asosiatif dan penambat N2 yang hidup bebas, yang meliputi bakteri heterotrof dan

fototrof serta cyanobakteri (alga hijau-biru) yang ada dalam sistem

tanah-tanaman-air genangan lahan sawah (Kundu dan Ladha, 1995).

Sumber unsur hara N terbesar adalah N2 udara yang merupakan 80% dari

atmosfer bumi. Akan tetapi sebagian besar organisme hanya dapat menggunakan

N yang bersenyawa dengan atom-atom lainnya untuk membentuk suatu ion seperti

NH4+ atau NO3-. Bentuk N sebagai N2 tidak dapat digunakan secara langsung

oleh sebagian besar tanaman karena adanya ikatan rangkap tiga yang membuatnya

menjadi molekul yang bersifat inert (Deacon, 2003). Gas N2 ini sangat stabil dan

tersedia melimpah bagi organisme yang mampu memanfaatkannya. Penambatan

atau fiksasi N2 secara biologi dapat mengkonversikan gas N2 menjadi N organik

melalui aktivitas organisme tertentu, baik aerob maupun anaerob, yang memiliki

enzim nitrogenase. Dengan demikian penambatan N2 secara biologi menjadi

sumber N utama bagi lahan sawah dalam system pertanian padi sawah yang

bersifat tradisional dan subsisten.

Nitrogenase merupakan enzim yang sangat sensitif terhadap O2 (Bergesen,

1980). Ekosistem sawah sangat cocok untuk proses fiksasi N2 karena tegangan O2

dalam ekosistem sawah rendah. Fiksasi N2 dapat terjadi dalam air genangan,

(35)

permukaan daun dan batang tanaman (Reddy dan Graetz, 1988). Fiksasi N2 pada

kondisi sawah dapat dilakukan oleh bakteri non-simbiotik (alga hijau-biru), dan

pada kondisi lahan kering dilakukan oleh bakteri simbiotik dari genus Rhizobium,

atau oleh aktinomisetes. Roger dan Watanabe (1986) mengklasifikasikan

organisme penambat N2 secara ekologi menjadi : (1) tiga kelompok jasad renik

autotrof yang terdiri dari bakteri fotosintetik, alga hijau biru yang hidup bebas

(non-simbiotik), dan Anabaena azollae sp. yang berasosiasi dengan tanaman paku

air Azolla, dan (2) tiga kelompok jasad renik heterotrof yang terdiri dari bakteri

penambat N2 dalam tanah (aerob, anaerob fakultatif dan anaerob obligat) yang

hidup bebas, bakteri penambat N2 yang berasosiasi dengan akar-akar tanaman

padi, dan organisme yang bersimbiose dengan legum (Rhizobium). Sampai saat

ini hanya tanaman legum yang mampu menambat N2 dan pupuk hijau Azolla yang

digunakan sebagai sumber N bagi tanaman padi melalui penambatan N2 secara

biologi (Mikkelsen et al., 1995).

Menurut Kundu dan Ladha (1995) tanah yang sangat reduktif (yang

tercipta karena penggenangan secara terus -menerus selama masa pertumbuhan

tanaman padi) dan pelumpuran yang intens memberikan pengaruh yang kurang

baik bagi bakteri penambat N asli (indigenous) dalam tanah sawah. Oleh karena

itu, sistem yang dapat mendorong atau meningkatkan penambatan N2 akan sangat

membantu mempertahankan kesuburan N pada tanah-tanah sawah (Ladha dan

Kundu, 1997). Selain pemberian pupuk hijau dari tanaman yang mampu

menambat N2 seperti Sesbania dan Azolla, pemberian sisa tanaman dengan nisbah

C/N yang besar (seperti halnya jerami padi) juga dapat meningkatkan penambatan

N2. Jerami padi merupakan sumber energi yang baik bagi bakteri heterotrof, dan

pengembalian jerami padi ke dalam lahan sawah secara nyata dapat meningkatkan

fiksasi N2 oleh bakteri heterotrof maupun fototrof (Matsuguchi, 1979; Ventura et

al., 1986; Adachi et al., 1997). Roger dan Ladha (1990) juga menyatakan bahwa

pemberian jerami ke dalam tanah dapat memberikan N sebesar 2-4 kg N untuk

setiap ton jerami. Hal ini menurut Ponnamperuma (1984) karena pemberian

jerami padi dan N mineral meningkatkan populasi bakteri aerob penambat N2.

Selain itu Greenland (1997) menyatakan bahwa aktivitas bakteri penambat N2 dan

(36)

mereka sebagian besar tergantung pada ketersediaan fosfor (P) dalam tanah sawah

tetapi konsentrasi N yang tinggi dalam tanah sawah cenderung menghambat

fiksasi N2.

2.3.5. Volatilisasi Amonia

Volatilisasi ammonia (NH3) merupakan mekanisme kehilangan N yang

penting dalam sistem pertanaman yang dipupuk. Menurut Mikkelsen (1987)

faktor-faktor dominan yang memengaruhi volatilisasi NH3 adalah pH tanah dan pe

(- log konsentrasi elektron), tekanan parsial CO2 (pCO2) dan kimia karbonat, sifat

pertukaran kation dan aktivitas jasad renik. Selain itu, kecepatan angin,

konsentrasi NH3 terlarut dan tekanan parsial NH3 dalam air dan udara, suhu udara

dan radiasi langsung juga memengaruhi volatilisasi NH3. Menurut Zhenghu dan

Honglang (2000) laju volatilisasi ammonia berkorelasi positif dengan pH tanah,

kandungan CaCO3, dan garam total, tetapi berorelasi negatif dengan kandungan

bahan organik, KTK, dan kandungan liat. Dari ketiga faktor yang berkorelasi

negatif, KTK merupakan faktor yang korelasinya sangat tinggi dengan volatilisasi

ammonia, sedangkan faktor pH tanah merupakan faktor yang dominan di antara

ketiga faktor yang berkorelasi positif. Menurut Zhenghu dan Honglang (2000)

bahan organik berpengaruh secara tidak langsung pada penurunan volatilisasi

ammonia melalui pengaruhnya terhadap penurunan pH tanah dan meningkatnya

KTK tanah karena adanya pembentukan berbagai asam-asam organik dan humus

selama proses dekomposisi bahan organik. Amonia yang dihasilkan dalam sistem

karbonat aquatik melibatkan reaksi berikut (Mikkelsen et al., 1978):

NH4+ + OH- (NH3)aq + H2O

NH4+ + HCO3- (NH3) aq + H2O + CO2

2NH4+ + CO32- 2(NH3) aq + H2O + CO2

Volatilisasi ammonia terjadi bila pH air genangan meningkat di atas pH

7,5 (Greenland, 1997). Hilangnya gas CO2 yang meningkat karena meningkatnya

suhu air genangan pada siang hari dapat menyebabkan pH meningkat. Akan

tetapi penyebab utama peningkatan pH dalam air genangan tanah sawah adalah

pertumbuhan alga atau adanya proses biologi yang berlawanan yaitu fotosintesis

(37)

perubahan tekanan parsial CO2 dalam air genangan, dan sistem karbonat ini sangat

menentukan pH air. Nilai pH air genangan ditentukan oleh konsentrasi CO2 dalam

air (Manahan, 1994). Sistem karbonat atau sistem CO2 - HCO3- - CO32- dalam air

digambarkan oleh reaksi berikut dan konstanta kesetimbangannya (Manahan,

1994):

CO2 + H2O HCO3- + H+ K1 = 4,45 x 10-7 (pK1 = 6,35)

HCO3- CO32- + H+ K2 = 4,69 x 10-11 (pK2 = 10,33)

Dari persamaan di atas, bila fotosintesis aktif maka akan terjadi penurunan

konsentrasi CO2 dalam sistem dan hal ini menyebabkan persentase fraksi mol

asam karbonat meningkat, akibatnya pH sistem meningkat. Tingkat perubahan

pH yang disebabkan oleh jasad renik ditentukan oleh jumlah, jenis dan aktivitas

organisme yang ada. Korelasi antara pH air dan sistem asam karbonat bersifat

kompleks dan tidak dapat digambarkan secara lengkap tanpa mempertimbangkan

sejumlah variabel. Dengan memperhatikan reaksi biokimia dari jasad renik

aquatik, reaksi yang paling sederhana adalah :

fotosintesis

nCO2 + nH2O (CH2O)n + nO2 respirasi

Setiap hari terjadi fluktuasi pH dalam air genangan dari 7,5 – 9,5 dan nilai pH

maksimum terjadi kira-kira pada pukul 14.00 dan menurun sepanjang sore hari.

Pola perubahan pH ini sesuai dengan siklus fotosintesis dan respirasi dari jasad

renik aquatik (Mikkelsen, 1987).

Amonia dan bentuk ionnya (NH4+) merupakan hasil dekomposisi bahan

organik tanah dan sisa-sisa tanaman yang terjadi dalam perairan alami.

Penggunaan pupuk N pada lahan sawah juga menyebabkan konsentrasi garam

N-NH4+ terlarut meningkat. Pupuk ammonium dalam air dapat berdisosiasi

langsung, atau seperti urea terdekomposisi melalui hidrolisis katalitik

menghasilkan ion-ion NH4+. Ion-ion NH4+, yang memiliki ikatan sangat lemah

dengan molekul air, dominan dalam air dengan pH di atas 7,2. Dengan

meningkatnya konsentrasi ion hidroksil (OH-) dalam air, maka terjadi peningkatan

perubahan ion NH4+ menjadi NH3 yang dapat menghilang dari air dalam bentuk

(38)

NH3 dari sumber N yang berbeda pada tanah liat tergenang, dan menyatakan

bahwa kehilangan NH3 pada dasarnya terjadi selama sembilan hari pertama

setelah pemberian pupuk N. Kehilangan tersebut kecil bila pH tanah di bawah

7,4. Percobaan lapang yang mereka lakukan menunjukkan bahwa kehilangan N

setelah pemberian 100 kg N/ha dengan cara disebar adalah sebesar 3,8% untuk

ammonium sulfat (ZA) dan 8,2% dengan pemberian urea. Menurut Vlek dan

Stumpe (1978) volatilisasi NH3 dari tanah yang dipupuk urea lebih besar daripada

tanah yang dipupuk ammonium sulfat. Hal ini terjadi karena hidrolisis urea dalam

tanah mendorong terciptanya lingkungan yang ideal untuk volatilisasi, yaitu

alkalinitas dan pH yang tinggi. Volatilisasi ammonia berkurang 50% bila pupuk

dimasukkan ke dalam tanah.

2.3.6. Nitrifikasi dan Denitrifikasi

Oksidasi biologi dari N-NH4+ menjadi N-NO3- (nitrifikasi) menghasilkan

konversi atau perubahan kation NH4+ yang relatif tidak mobil menjadi bentuk

anion (NO3-) yang lebih mobil, yang pada gilirannya anion ini rentan terhadap

denitrifikasi. Menurut Kakuda et al. (1999), denitrifikasi merupakan proses utama

kehilangan N dalam tanah sawah. Tanah tergenang merupakan lingkungan yang

ideal untuk denitrifikasi karena lingkungan tanah tergenang memiliki suatu

lapisan permukaan teroksidasi yang tipis yang di bawahnya adalah lapisan

tereduksi yang tebal. Lapisan tanah teroksidasi mendukung proses nitrifikasi dan

lapisan tanah tereduksi merupakan lapisan tanah yang kekurangan oksigen dan

menyediakan bahan organik yang mudah didekomposisi untuk mendukung proses

reduksi bentuk-bentuk N teroksidasi (denitrifikasi). Adanya lapisan zona aerob

dan anaerob dalam tanah tergenang, begitu juga dalam rhizosfer (karena adanya

bagian tanaman padi yang mengangkut O2 ke rhizosfer), memudahkan terjadinya

reaksi nitrifikasi-denitrifikasi. Sebagaimana diketahui bahwa akar-akar tanaman

tersebar dalam tanah permukaan dan tanah di bawah perm ukaan (subsurface).

Reaksi ini tampaknya terjadi secara serentak. Denitrifikasi dalam rhizosfer

dipengaruhi oleh metabolisme tanaman dan lingkungan tanah (Kakuda et al.,

1999). Hal ini didukung oleh adanya suplai C dari akar (Mahmood et al., 1997).

Eksudat senyawa organik oleh akar-akar yang hidup merangsang respirasi bakteri

(39)

berasal dari akar bila suplai C dari tanah terbatas (Prade dan Trolldenier, 1990).

Namun demikian, pertumbuhan tanaman padi juga berpengaruh terhadap

kehilangan N melalui denitrifikasi, yaitu bahwa serapan N oleh tanaman dapat

mengurangi jumlah N yang hilang melalui denitrifikasi.

Ion nitrat (NO3-) merupakan ion bermuatan negatif sehingga tidak dapat

dijerap oleh partikel tanah yang bermuatan negatif dan selanjutnya menjadi sangat

mobil dalam larutan. Bila ion nitrat tidak segera diasimilasi oleh tanaman atau

jasad renik (assimilatory nitrate reduction), atau hilang melalui pencucian, maka

ion nitrat berpotensi mengalami dissimilatory nitrogenous oxide reduction, suatu

istilah yang mengacu pada beberapa jalur mekanisme reduksi nitrat (Wiebe et al.,

1981), yang paling umum adalah reduksi nitrat menjadi ammonia dan

denitrifikasi. Jasad renik yang bertanggung jawab pada proses denitrifikasi dalam

tanah adalah bakteri heterotrof. Jasad renik ini membutuhkan oksida-oksida N

sebagai penerima elektron terakhir dan C-organik sebagai donor elektron, serta

kondisi anaerob. Denitrifikasi adalah proses reduksi bentuk-bentuk N mineral

teroksidasi menjadi gas nitrogen, terutama N2O dan N2, yang dilakukan oleh jasad

renik dalam kondisi anaerob, dimana nitrat (NO3-) bertindak sebagai penerima

elektron terakhir atau NO3- direduksi. Proses ini menyebabkan N-NO3- hilang

karena dikonversi menjadi gas N2O dan N2. Jalur pembentukan gas-gas tersebut

digambarkan sebagai berikut (Firestone, 1982; Ostrom et al., 2000) :

Denitrifikasi :

2 NO3- 2 NO2- 2 NO N2O N2

Nitrifikasi :

O2

2 NH4+ 2 NH2OH 2 (NOH) 2 NO 2 NO2

jalur 1 N2O jalur 2 NO2

Nitrifikasi – Denitrifikasi :

O2

2 NH4+ 2 NH2OH 2 (NOH) 2 NO 2 NO2

Gambar

Gambar 2.   Skema Transformasi Nitrogen dalam Ekosistem Tanah Sawah
Gambar 3.  Model
Gambar 4.  Siklus Pertumbuhan Varietas Tanaman Padi Berumur 120 Hari
Gambar 6.  Skema Percobaan di Rumah Kaca
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Triyono et al., (2013) bahwa efisiensi penggunaan pupuk Nitrogen (N) dengan pemberian pupuk Nitrogen (N) sesuai rekomendasi dengan metode bagan warna daun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan residu biochar, pupuk organik, ditambah dengan pupuk N 125 kg ha -1 saat ratun merupakan kombinasi perlakuan

Pengaruh pupuk organik plus terhadap kadar C-organik tanah Analisis sidik ragam terhadap unsur hara N, P dan K di dalam tanah menunjukkan perbedaan yang nyata pada

Perlakuan dosis pupuk N dengan pemanfaatan bakteri endofit Gluconacetobacter diazotrophicus pada tanaman tebu varietas Bululawang berbeda nyata terhadap kadar N-total tanah (Tabel

Secara deskriptif, sifat kimia tanah yang terkandung di dalam tanah seperti unsur C-organik, N-Organik dan terutama fosfor yang rendah, ditambah lagi dengan kondisi tanah

Oleh karena itu diperlukan kombinasi – kombinasi pemberian bahan organik yang berguna untuk mencukupi kebutuhan tanaman yang dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan K

penelitian menunjukkan pupuk KCl berpengaruh sangat nyata terhadap C-organik tanah, N-total tanah, P- tersedia tanah dan KTK tanah, jumlah malai per rumpun, berat 1000 butir

C-organik Hasil analisis ragam aplikasi asam humat dan pupuk NPK Phonska 15-15-15 dengan berbagai tingkatan dosis berpengaruh nyata terhadap C- Organik tanah sedangkan hasil uji lanjut