ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT
MINANGKABAU DI PERANTAUAN
(Studi pada Masyarakat Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
Oleh
RIKO FERNANDO
Adat Minangkabau menganut sistem matrilinial atau menganut garis ibu, sehingga
harta kekayaan milik orang tua akan diwariskan kepada anak perempuan sebagai
ahli warisnya. Dalam upaya menanamkan pemahaman kepada anak mengenai
sistem adat tersebut maka diperlukan proses komunikasi antarpribadi orang tua
dan anak dalam keluarga. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi
yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator
dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face
communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah komunikasi
antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku
Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan?”
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang
tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan
Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data
selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, display atau
penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dan
anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan
meliputi: (1) Konteks tatap muka dalam komunikasi orang tua dan anak, di mana
komunikasi dilaksanakan secara langsung dalam bentuk percakapan atau dialog
secara dua arah oleh orang tua kepada anak yang telah dianggap bisa memahami
masalah pewarisan harta dalam adat Minangkabau (2) Pesan komunikasi
antarpribadi berisi hal-hal yang berkaitan dengan sistem kebudayaan matrilinial
dalam adat Minangkabau, jenis-jenis harta waris dalam kebudayaan Minangkabau
dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (3) Tujuan komunikasi
antarpribadi adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem matrilinial,
pewarisan harta dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan
dalam adat Minangkabau (4) Peran komunikasi antarpribadi orang tua dan anak
dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan adalah
untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa menurut hukum waris adat
Minangkabau harta waris diberikan kepada anak perempuan sesuai dengan sistem
ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT
MINANGKABAU DI PERANTAUAN
(Studi pada Masyarakat Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
Oleh
RIKO FERNANDO
Adat Minangkabau menganut sistem matrilinial atau menganut garis ibu, sehingga
harta kekayaan milik orang tua akan diwariskan kepada anak perempuan sebagai
ahli warisnya. Dalam upaya menanamkan pemahaman kepada anak mengenai
sistem adat tersebut maka diperlukan proses komunikasi antarpribadi orang tua
dan anak dalam keluarga. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi
yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator
dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face
communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah komunikasi
antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku
Minangkabau di Kelurahan WayUrang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan?”
Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan mengambil informan
yaitu tiga orang tua dan tiga anak Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang
Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data
selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, display atau
penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dan
anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan
meliputi: (1) Konteks tatap muka dalam komunikasi orang tua dan anak, di mana
komunikasi dilaksanakan secara langsung dalam bentuk percakapan atau dialog
secara dua arah oleh orang tua kepada anak yang telah dianggap bisa memahami
masalah pewarisan harta dalam adat Minangkabau (2) Pesan komunikasi
antarpribadi berisi hal-hal yang berkaitan dengan sistem kebudayaan matrilinial
dalam adat Minangkabau, jenis-jenis harta waris dalam kebudayaan Minangkabau
dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (3) Tujuan komunikasi
antarpribadi adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem matrilinial,
pewarisan harta dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan
dalam adat Minangkabau (4) Peran komunikasi antarpribadi orang tua dan anak
dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan adalah
untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa menurut hukum waris adat
Minangkabau harta waris diberikan kepada anak perempuan sesuai dengan sistem
AN ANALISYS OF INTERPERSONAL COMMUNICATION BETWEEN PARENTS AND CHILDREN IN CONTEXT OF INHERITING GOODS
IN MINANGKABAU PEOPLE AT SETTLEMENT
(Studi on Minangkabau People at Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency)
By
RIKO FERNANDO
Mingangkabau custom adherent matrilineal system or based on mother line, it
means goods or properties will be inherited to their daughter as the inherit
receivers. The effort to establish knowledge to son about thuis custom needed
interpersonal communication pocess between parent and children. Interpersonal
communication was a most effective communication form, because in it process,
communication performed face to face context, than will be insured it credibility
and effectivity.
The main issue of this research is: “How is interpersonal communication between
parents and children in context of inheriting goods in Minangkabau people at
Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency?” The
purpose of this research is to describe the interpersonal communication between
parents and children in context of inheriting goods in Minangkabau people at
South Lampung Regency. Data collecting technique conducted by interview,
library research and documentation. Than data analyzed qualitatively by phases
data reduction, data display and verifiction.
The results of this study indicate that the interpersonal communication of parents
and children in the context of inheritance rights in traditional Minangkabau
society in the overseas include: (1) Face to face context in the parent and child
communication, where communication is carried out directly in the form of a
conversation or dialogue, in both directions by parents to children who have been
deemed able to understand the problem of inheritance of property by a traditional
Minangkabau (2) Interpersonal communication message contains things related to
the indigenous cultural system of matrilineal Minangkabau, the types of property
inheritance in Minangkabau culture and the concept of uncle-niece in customary
Minangkabau (3) The purpose of interpersonal communication is that children
have an understanding of matrilineal systems, inheritance of property by a
Minangkabau culture and the concept of uncle- niece in Minangkabau custom (4)
the role of interpersonal communication of parents and children in the context of
inheritance rights in traditional Minangkabau society in overseas is to instill an
understanding in children that according to customary inheritance law
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik
garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau sistem kekerabatan yang dianut adalah sistem matrilinal, yaitu
menarik garis keturunan berdasarkan garis ibu. Seorang terniasuk anak dari
ibunya dan bukan keluarga ayahnya. Seorang ayah di keluarga Minangkabau
berada di luar keluarga anak istrinya.
Anak laki-laki muda (remaja) dalam masyarakat Minangkabau disebut bujang. Di
rumah orang tuanya, ia memiliki status sosial yang lemah. Di samping tidak
berhak memiliki harta pusaka yang diwarisi secara turun menurun, juga tidak
memperoleh fasilitas yang sama dengau saudaranya yang perempuan. Seperti
yang dikemukakan oleh Hamka (1985: 25) bahwa pada hakikatnya orang laki-laki
Minangkabau amat sengsara, dia tidak mempunyai tempat tinggal di rumah
ibunya, yaitu sampai umur 6 tahun. Lepas dari itu, dia sudah mesti tidur di surau
bersama-sama temannya sambil belajar mengaji Alquran. Malu benar bagi orang
Ada dua jalan yang dapat ditempuh oleh anak laki-laki Minang untuk lepas dari
kaidah adat tersebut, yaitu berumah tangga atau merantau, dan bagi yang belum
mampu berumah tangga hanya tersedia satu jalan yaitu merantau. Hak waris
dalam Suku Minangkabau adalah menganut sistem matrilinial yang berarti
menarik garis dari ibu. Menurut adat Suku Minangkabau pewaris merupakan
istilah yang digunakan untuk menunjukan orang yang mengalihkan harta
kekayaan yang dimilikinya kepada pada warisnya setelah meninggal dunia. Hal
ini ditegaskan bahwa pewaris adalah orang yang mempunyai harta warisan
(Hadikusuma, 1980: 24).
Untuk menentukan siapa saja yang bukan menjadi ahli waris dalam suku
Minangkabau dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
1. Kelompok garis keturunan, yaitu garis-garis yang menentukan urutan-urutan
keutamaan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris. Kelompok
garis keturunan ini adalah orang yang masih mempunyai hubungan darah
dengan pewaris. Kelompok garis keutamaan ini pun diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian, yaitu:
a. Golongan keutamaan I, yaitu : Keturunan pewaris
b. Golongan keutamaan II, yaitu : Orang tua pewaris
c. Golongan keutamaan III, yaitu : Saudara-saudara pewaris dan
keturunannya
d. Golongan keutamaan IV, yaitu : Kakek dan nenck pewaris
Pada kelompok garis keturunan ini pada kelompok di atasnya lebih
2. Kelompok garis pengganti, yaitu garis hukum yang bertujuan untuk
menentukan siapa diantara orang-orang yang hubungan dengan pewaris tidak
dihalangi orang lain. Misalnya antar pewaris dengan cucunya, jika anak dari
pewaris (bapak dari cucu tersebut) telah meninggal dunia, maka cucu tersebut
adalah sebagai ahli waris pengganti ayahnya. Anak-anak laki-laki dari seorang
ahli waris pengganti tempat, seandainya yang meninggal dunia itu tidak
mempunyai anak laki-laki maka bagian itu jatuh kepada kakeknya atau bapak
yang mewariskan (Soehadi dan Dijk 1979:45).
Harta peninggalan dalam suku Minangkabau adalah semua harta kekayaan yang
diteruskan orang tua selaku pewaris kepada ahli warisnya, ketika pewaris telah
meninggal dunia. Pada masyarakat Minangkabau, harta peninggalan diwariskan
kepada anak-anak yang berjenis kelamin perempuan dan hal ini telah ditetapkan
dalam hukum adat Minangkabau. Adapun benda-benda yang diwariskan itu
berupa rumah, kebun ataupun sawah yang merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan menurut adat. Apabila ditinjau dari segi asal usulnya, harta
peninggalan tersebut dapat dikategorikan sebagai harta pusaka, harta bawaan, dan
harta mata pencarian.
Dalam masyarakat Minangkabau, keluarga merupakan lembaga pertama dalam
kehidupan seorang anak yang kemudian berkembang menjadi remaja, tempat
belajar dan menyatakan diri sebagai makluk sosial. Sebagai sebuah sistem sosial,
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak agar memiliki fungsi masing-masing
dan setiap anggota keluarga harus mengadakan koordinasi dan penyesuaian
keluarga terutama komunikasi antara anggota mempunyai pengaruh besar
tertiadap perkembangan anak. Hal tersebut merupakan tantangan besar dalam
komunikasi antarpribadi dalam keluarga. Semua aspek kepribadian anak akan
terbentuk melalui interaksi dari faktor-faktor yang ada di sekitarnya.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor keluarga, khususnya suasana
komunikasi antar angggota keluarga, karena faktor inilah yang berperan pertama
kali dalam mempengaruhi dan membentuk kepribadian anak. Suasana komunikasi
antarpribadi dalam keluarga itu sendiri dapat dilihat pada sistem keluarga terbuka
dan tertutup. Terkait dengan komunikasi dalam keluarga Effendy (2000: 18),
mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi
adalah bentuk komunikasi yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang
dilakukan komunikator dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka
(face to face communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.
Menurut N.M. Rangkoto, Dt. Bandaro (1984: 12), potensi konflik dalam Suku
Minangkabau adalah tentang pembagian hak wars anak laki-laki tidak dapat
memperoleh warisan ketika orang tuanya meninggal dunia. Kalaupun ada, hal
tersebut diperoleh dari sebagian orang tuanya, mereka berdasarkan kesepakatan
dari pemuka-pemuka adat yang disebut dengan ninik mamak. Dengan demikian,
sebagai ahli warts dalam suku Minangkabau adalah anak perempuan saja.
Oleh karena itu sangat pentingnya dilakukan komunikasi antarpribadi orang tua
dengan anak dalam lingkup keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak,
mengenai sistem pewarisan harta dalam adat Minangkabau. Penekanan
komunikasi dalam konteks ini dilakukan pada anak laki-laki, agar anak laki-laki
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai dasar atau alasan
hukum adat yang menggariskan bahwa harta warisan jatuh kepada anak
perempuan.
Corak komunikasi yang dilakukan bersifat pribadi, yaitu mengenai kepentingan
pribadi, yakni mengenai kepentingan pribadi pelaku komunikasi dan jugs
mei:yangkut seluruh anggota kelompok sesuai dengan pesan dan kedudukannya
dalam kelompok. Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang paling
ampuh dalam mengubah sikap, pandangan dan perilaku (to change attitude, opinion and behaviuor) dibandingkan dengan komunikasi kelompok atau komunikasi bermedia (Effendy, 2000: 18).
Fenomena yang terjadi di Desa Way Urang di Kelurahan Way Urang Kecamatan
Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, yaitu masyarakat yang dominan Suku
Minangkabau sudah mengalami pergeseran adat dan perubahan konsep
kebudayaan yang tidak perlu mendapatkan posisi dominan. Berarti kebudayaan
adalah sesuatu yang selalu dapat direvisi, diubah atau dimodifikasi menjadi
bentuk resultan pada suatu waktu. Dalam konteks harta waris, adanya Suku
Minangkabau di perantauan ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti, sebab
anak-anak di dalam keluarga suku Minangkabau cenderung lebih mengandalkan
informasi dari orang tua mereka mengenai pembagian harta waris, dibandingkan
dengan anak-anak yang lahir di Sumatera Barat. Di tanah kelahirannya sumber
(melalui muatan pendidikan lokal), lembaga-lembaga adat maupun dari
tokoh-tokoh masyarakat adat Minangkabau.
Oleh karena itu, dalam fenomena ini yang sangat berperan penting, berubah atau
bergesernya budaya yang terjadi disuku Minangkabau perantauan adalah adanya
komunikasi antarpribadi yang efektif antara orang tua dan anak atau anak dan
orang tua dalam sebuah keluarga, karena komunikasi antarpribadi bertujuan:
a. Supaya pesan yang disampaikan itu dapat dimengerti, sebagai komunikator
harus mampu menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan
tuntas, sehingga komunikan dapat dimengerti apa yang komunikator maksud.
b. Supaya gagasan atau komunikator dapat diterima komunikan, maka
komunikator harus melakukan pendekatan kepada komunikan dan tidak
memaksakan kehendak pada komunikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak wars
pada masyarakat Minangkabau di perantauan. Penelitian ini akan dilakukan pada
keluarga yang bersuku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan
Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Adapun pertimbangan penulis dalam
menentukan lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
a. Penduduk di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten
Lampung Selatan pada umumnya adalah pendatang. Data monografi
kelurahan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari sebanyak 762 Kepala
Keluarga (KK), terdapat 112 KK atau 14,70% penduduk yang bersuku
Minangkabau. Selain itu terdapat berbagai suku lain seperti Lampung, Jawa,
sangat menunjang pelaksanaan penelitian karena mereka merupakan sumber
informasi utama yang dijadikan informan untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
b. Berdasarkan wawancara prariset pada dua KK bersuku Minangkabau di
Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
maka diketahui bahwa pada dasamya orang tua berupaya untuk membangun
komunikasi antarpribadi dengan anak, khususnya ketika mereka telah
memasuki usia yang dianggap dewasa untuk membicarakan masalah hak waris
keluarga kepada anak perempuan (sistem matrilinial). Hal ini menunjukkan
bahwa keluarga bersuku Minangkabau melaksanakan proses pewarisan
budaya di dalam keluarga melalui proses komunikasi antarpribadi.
(Sumber: Prariset pada Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Juli 2010).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: "Bagaimanakah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam
konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan
Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?"
1.3 Tujian Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang
tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
memperkaya khasanah ilmu komunikasi tentang analisis komunikasi
antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat
Minangkabau di perantauan.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini dapat diharapkan berguna bagi semua pihak dan sebagai
tambahan referensi untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan
Dalam rangka mengadakan penelitian, perlu kiranya dikemukakan
pandangan-pandangan teori pendukung yang merupakan landasan penelitian. Hal ini
dimaksud agar peneliti tidak menyimpang dari masalah yang akan diteliti dan
menjadi dasar yang sangat kuat. Berbagai pustaka yang menyangkut variabel
penelitian yang penulis kemukakan sebagai berikut:
2.1 Pengertian Komunikasi
Kegiatan komunikasi dapat dikatakan bersifat sentral dalam kehidupan manusia
bahkan mungkin sejak awal keberadaan manusia sendiri, nyaris semua kegiatan
dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi. Manusia pada dasarnya
saling membutuhkan manusia lainnya dengan proses komunikasi hubungan itu
akan menimbulkan pertemuan yang menghasilkan pesan maupun simbol.
Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan.
Proses ini meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan
tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri atau
menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan
Menurut Susanto komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang-lambang yang
mengandung arti. Lambang-lambang terikat pada unsur kebudayaan, tingkat
pendidikan dan pengalaman seseorang (Mariana, 2005: 14).
Menurut Soekanto yang dikutip oleh Mariana (2005: 14), komunikasi diartikan
bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwiijud
pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang-orang tersebut, orang bersangkutan kemudian
memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain.
Menurut Gode (1969), komunikasi adalah suatu proses yang membuat adanya
kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula di monopoli oleh satu atau
beberapa orang. Perumusan ini bermaksud bahwa komunikasi yang balk dan
efektif, adalah komunikas; yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi
orang-orang yang terlibat. Dengan kata lain komunikasi menekankan pada
penggunaan infonnasi secara bersama atau penggunaan bersama. Komunikasi
adalah proses saling membagi atau menggunakan infonnasi secara bersama dan
bertalian antara pare peserta dalam proses infonmasi (Mariana, 2005: 14).
Komunikasi menekankan pada interaksi sosial melalui pesan, yang memberi
tekanan pada pesan atau infonmasi, sebagai inti dari komunikasi, sebab yang
digunakan bersama dalam komunikasi adalah infonmasi. Demikian pula tanpa
Komunikasi juga merupakan sarana essensial interaksi manusia dalam kehidupan.
Melalui komunikasi kita dapat mengetahui pikiran dan perasaan orang lain,
sekaligus dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kits pada orang lain. Lebih
jauh lagi melalui komunikasi kits dapat mengupayakan perubahan-perubahan
pada tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.
Oleh karena itu Janis dan Kelly (1953), mendefinisikan komunikasi sebagai suatu
proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya
dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang
lainnya (khalayak). Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut akan diperoleh
kesamaan persepsi dan tujuan, atau rasa kebersamaan dan kesatuan, yang
menggerakan mereka untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Lileweri,
2002: 3).
Dalam kaitan dengan hal ini Weaver (1949: 7), menyatakan bahwa komunikasi
adalah saluran prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi
orang lainnya dan Rueseh (1957: 5), memandang komunikasi sebagai suatu proses
yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam proses kehidupan
(Effendy, 2000: 2).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa
komunikasi merupakan proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam
kehidupan manusia, untuk mencukupi hidup, manusia perlu berkomunikasi. Pada
umumnya aktivitas komunikasi ini diidentifikasi dengan aktivitas pendidikan,
dikata demikian karena dalam proses komunikasi akan terjadi proses belajar
dalam masyarakat tersebut, karena dalam masyarakat terdapat masalah-masalah
yang kompleks.
Untuk mendukung terciptanya proses komunikasi yang terjadi antara orang tua
dan anak dalam konteks hak waris di suku Minangkabau perlu diketahui dalam
proses komunikasi adalah unsur-unsur atau komponon yang terlibat dalam proses
komunikasi. Unsur-unsur atau komponen komunikasi tersebut adalah:
1. Komunikator
Komunikator adalah orang yang mengkomunikasikan atau menghubungkan
suatu pesan kepada orang lain.
2. Pesan
Pesan yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya, yang sudah dituangkan
dalam suatu bentuk, dan melalui lambang komunikasi diteruskan pada orang
lain atau komunikan.
3. Media
Media merupakan sarana atau alat-alat atau saluran-saluran yang
dipergunakan untuk menyaiurkan pesan yang dikomunikasikan.
4. Komunikan
Komunikan adalah orang-orang yang menerima pesan.
5. Efek
Efek adalah berbagai perubahan yang timbul pada diri komunkan disebabkan
tegadinya kegiatan komunikasi.
2.1.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas menurut A.W. Widjaja (1986:
12), bahwa fungsi komunikasi tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan
pesan tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar
data, fakta dan ide, maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai
berikut:
1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data,
fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti.
2. Sosialisasi (pemasyarakatan) penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai karyawan perusahaan
yang efektif sehingga is sadar akan fungsi sosialnya sehingga is dapat aktif di
dalam masyarakat.
3. Motivasi, menjelaskan tujuan perusahaan karyawan balk jangka pendek
maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan
keinginannya berdasarkan tujuannya bersama.
4. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong
pengembangan intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan
dan kemahiran.
5. Hiburan, menyebarkan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, taksi,
kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, permainan dan lain-lain untuk
rekreasi, kesenangan kelompok dan individu.
6. Integrasi, menyediakan individu atau kelompok untuk mendapatkan berbagai
pesan yang mereka perlukan agar mereka saling kenal dan mengerti juga
Tetapi dalam kehidupan sehari-hari sering terjadinya proses komunikasi antara
komunikator yang dalam hal ini komunikator memiliki tujuan menyampaikan
informasi atau pesan pada komunikan, seperti mendorong komunikan meminta
ieformasi lebih lanjut, menerima suatu intruksi atau perintah dengan rela, atau
dengan psikologis tertentu. Keefektifan seorang komunikator dapat dievaluasi
damn hal pencapaian tujuan seseorang. Menurut A. W. Widjaja (1986: 10),
umumnya komunikasi memiliki beberapa tujuan yaitu:
1. Supaya pesan yang disampaikan itu dapat dimengerti, sebagai komunikator
harus mampu menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan
tuntas sehingga komunikan dapat mengerti apa yang komunikator maksud.
2. Memahami orang lain, sebagai seorang pemimpin harus mengetahui apa yang
menjadi aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan.
3. Supaya gagasan atau komunikator dapat diterima komunikan, maka
komunikator harus melakukan pendekatan kepada komunikan dan tidak
memaksakan kehendak pada komunikan.
4. Menggerakkan komunikan untuk melakukan sesuatu, dengan demikian secara
tidak langsung komunikator sudah mendorong dan memotivasi komunikan
untuk melakukan sesuatu.
Proses komunikasi juga timbul karena dorongan kebutuhan-kebutuhan untuk
mengurangi ketidakpastian bertindak secara efektif. Keefektifan proses
komunikasi yang berhasil dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan komunikasi,
1. Attention(Perhatian)
Adanya perhatian yang diperoleh komunikan jika pesan dikirimkan oleh
komunikator tetapi komunikan mengabaikan maka usaha komunikasi tersebut
telah memenuhi kegagalan.
2. Comprehension(Pemahaman)
Keberhasilan komunikasi juga tergantung pada pemahaman komunikasi atas
pesan yang diterimanya. Apabila komunikan tidak memahami isi pesan maka
komunikator tidak mungkin dapat menjelaskan isi pesan tersebut dengan balk.
3. Acceptance(Penerimaan)
Penerimaan komunikan atas pesan dari komunikator, meskipun suatu pesan
dipahami tetapi komunikan mungkin tidak yakin akan kebenaran informasi
tersebut atau mempertanyakan apakah komunikator benar-benar mengerti apa
yang dikatakannya maka usaha komunikasi tersebut belum berhasil (Effendy,
1992: 49).
2.1.2 Hambatan Komunikasi
Dalam berkomunikasi sering terjadi penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikannya tersebut tidak tercapai suatu pengertian, bahkan dapat
menimbulkan salah pemahaman, dan sehingga pesan atau informasi tersebut tidak
sepenuhnya dapat diterima dengan balk, dikarenakan lambang atau bahasa yang
digunakan tidak sama pengertiannyst antara apa yang dipergunakan komunikator
dengan yang diterima komunikan atau hambatan-hambatan lainnya menyebabkan
Menurut R. Kreitner (1989) dalam Effendy (2003: 14-16), ada empat macam
hambatan yang dapat mengganggu dalam sistem komunikasi yaitu:
a. Hambatan dalam proses penyampaian(process barrier)
Hambatan di sini bisa datang dari pihak komunikatornya (sender barrier) yang mendapat kesulitan dalam penyampaian pesan-pesannya, tidak
menguasai materi pesan dan belum memiliki kemampuan sebagai
komunikator yang handal. Dan hambatan ini jugs dapat terjadi pada penerima
pesan tersebut (receiver barrier), karena komunikan mengalami kesulitan untuk memahami pesan itu secara baik, sebagai akibat rendahnya tingkat
penguasaan bahasa, pengetahuan, intelektual, dan lain sebagainya.
b. Hambatan secara fisik(physichal barrier)
Sarana fisik biasa menghambat komunikasi secara efektif. Misalnya
pendengaran kurang tajam, dan gangguan pada sistem pengatur suara (sound system), sering terjadi gangguan dalam suatu ruangan sehingga pesan-pesan itu tidak efektif sampai dengan tepat kepada komunikan.
c. Hambatan semantik(semantic barrier)
Hambatan dari segi semantik (bahasa dan arti perkataan), yaitu antara pemberi
pesan dan penerima tidak terdapat pengertian, pemahaman tentang bahasa atau
lambang yang sama. Mungkin bahasa yang disampaikan terlalu teknis dan
formal, sehingga akan menyulitkan bagi pihak komunikan yang tingkat
pengetahuannya dan pemahaman bahasa teknis yang kurang dikuasainya atau
d. Hambatan Psikososial(psychosocial barrier)
Hambatan-hambatan adanya perbedaan cukup melebar pada aspek
kebudayaan, adat istiadat, kebiasan, persepsi, nilai-nilai yang dianut, hingga
kecenderungan, kebutuhan serta harapan dari kedua belah pihak yang
berkomunikasi tersebut.
Beberapa faktor yang dapat lebih meningkatkan efektivitas dalam berkomunikasi
menurut I. G Wursanto (1997: 31), dikenal dengan istilah The Seven Communicationyaitu:
1. Credibility(Kepercayaan)
Dalam berkomunikasi antara komunikator dengan komunikan harus saling
mempercayai tanpa adanya saling percaya maka komunikasi tersebut akan
terhambat dan tidak akan berhasil dengan baik.
2. Context(Perhubungan/Pertalian)
Yaitu keberhasilan komunikasi berhuhungan erat dengan situasi atau kondisi
lingkungan pada saat komunikasi sedang berlangsung.
3. Content(Kepuasan)
Yaitu komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan antara kedua belah
pihak, kepuasan ini akan tercapai apabila isi beritanya dapat dimengerti oleh
pihak komunikan serta mau memberikan interaksi atau respon kepada pihak
komunikator.
4. Clarity(Kejelasan)
Kejelasan yang dimaksud di sini meliputi kejelasan akan isi berita, kejelasan
akan tujuan yang hendak dicapai, serta kejelasan istilah-istilah yang
5. Continuity and Consistency(Kesinambungan dan konsisten)
Yaitu komunikasi harus dilakukan secara terus menerus dan informasi yang
disampaikan tidak bertentangan dengan infonnasi terdahulu.
6. Capability ofAudience(Kemampuan pihak penerima pesan)
Penerima berita hendaknya harus disesuaikan dengan kemampuannya.
Janganlah menggunakan istilah-istilah yang kemungkinan tidak dimengerti
oleh si penerima berita.
7. Channel of Distribution(Seluruh penerima berita)
Agar komunikasi berhasil hendaknya dipakai saluran-saluran komunikasi yang
sudah biasa mempengaruhi dan sudah dikenal oleh umum.
2.2 Komunikasi Antarpribadi
Berkomunikasi antarpribadi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia
membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau
hubungan dengan sesamanya. Selain itu, adanya sejumlah kebutuhan dalam diri
manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya.
Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses
pertukaran antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses
mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu
tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik, sedangkan
makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan
pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan
Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito (1939) dalam
Effendy (2000: 59) sebagai: "The process of sending and receiving massage between two persons, or the small group or persons, with some effect and some immediate feed back"(komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara kelompok kecil
orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika).
Selanjutnya Mulyana (2001: 73), mendefinisikan komunikasi antarpribadi yaitu
komunikaai antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, balk secara verbal
maupun nonverbal.
Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi
antarpribadi bisa berlangsung antara dua orang memang yang sedang
bercakap-cakap, dan pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis.
Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih balk daripada secara
monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi di mana seseorang
berbicara, yang lain mendengarkan, jadi tidak terdapat interaksi, yang aktif hanya
komunikator saja, sedang komunikan bersifat pasif.
Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya
interaksi. Mereka yang terlibat bentuk komunikasi ini berfungsi ganda, masing
-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses
peagertian bersama(mum al understanding)dan empati. Pada waktu itulah terjadi rasa sating menghormati yang bukan disebabkan oleh status ekonomi, melainkan
dhdasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang berhak
dan wajar dihargai dan dihormati sebagai individu.
Walaupun demikian, derajat keakraban komunikasi antarpribadi yang dialogis
pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi secara horizontal selalu
memmbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi dibandingkan komunikasi
secara vertikal. Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara orang yang
memiliki kesamaan dalam apa yang disebut kerangka referensi (frame of reference) yang dinarnakan jugafield of experience (bidang pengalaman). Pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of reference atau field experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi, atau pekerjaan. agama, bangsa, hobi dan ideologi.
2.2.1 Jenis Komunikasi Antarpribadi
Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis
berdasarkan sifatnva yaitu:
a. Komunikasi diadik(dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara
orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan
seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku
komunikasinya dua orang maka dialog sang terjadi secara intens.
Komunikator memusatkan perhatiannva hanya kepada diri komunikan seorang
komunikasi kelompok, balk kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam
bentuk kelas ataupun seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan
pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu pada apa yang
disebut primasi diadik (dyadic primacy). Primasi adalah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi
berdasarkan kepentingannya masing-masing (Effendy, 2000: 63).
b. Komunikasi triadik(triadic communication)
Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri
dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang kornunikan.
Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik
lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannva kepada seorang
komunikan, sehingga ia bisa menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor sangat
berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.Walaupun demikian
dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, misalnya
komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik merupakan
komunikasi antarpribadi yang lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap.
opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2000: 63).
Berdasarkan dua jenis komunikasi antarpribadi tersebut, maka komunikasi
antarpribadi antara orangtua dan anak termasuk dalam jenis komunikasi diadik,
karena pada praktiknya komunikasi ini dilakukan oleh orang tua dan anak, yang
2.2.2 Peranan Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Johnson
(1991: 23), menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi
aearpibadi dalanr rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, seperti yang
diikuti oleh A. Supratiknya (1995: 9) yaitu:
1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.
Perkembangan kita sejak masa bayi sarnpai masa dewasa mengikuti pola
semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan
ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi.
Lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan
bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan
sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain.
2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan
orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan
dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain itu
tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat
menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
3. Dalam rangka rnemahami realitas di sekeliling kita,serta menguji kebenaran
kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita
perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain
4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas
komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang
yang merupakan tokoh-tokoh signifikan(significant fgures)dalam hidup.
2.3 Komenikasi Keluarga
Menurut St. Vembriarto (1989: 36), pengertian keluarga adalah kelompok sosial
kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial di antara
keluarga relatif tetap karena didasarkan alas ikatan darah, perkawinan atau adopsi.
Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung
jawab.
Menurut Soejito (1986: 54), keluarga merupakan inti dari masyarakat, keluarga
merupakan bagian dari masyarakat dan ada hubungan timbal batik antara keluarga
dan masyarakat, jika keadaan keluarga tidak stabil maka masyarakat itu pula tidak
stabil, demikian pula jika masyarakat mengalami kesukaran bearti keluarga pun
mengalami kesukaran keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang sangat
besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi remaja. Dalam keluarga seorang
anak pertama kali mengenal lingkungannya dan suatu kehidupan di luar dirinya.
Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain
menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya, bahwa seorang individu
harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Keluarga sebagai kesatuan yang
sosial yang terkecil dalam masyarakat mempunyai fungsi antara lain:
1. Merupakan pusat kelompok individual di mana di dalamnya terdapat kesatuan
2. Untuk melanjutkan keturunan.
3. Penanggung jawaban dalam pemiliharaan dan pengasuhan anak.
4. Sebagai unit ekonomi terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sandang
dan papan.
5. Menetapkan status, artinya dijadikan dasar untuk menetapkan atau
menentukan status yang turun temurun (Soeleman B. Taneko, 1986: 67).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka jelaslah bahwa di dalam suatu
keluarga terdapat beberapa anggota keluarga yang terdiri dari suami atau ayah,
seorang istri atau ibu dan anak-anak yang merupakan buah kasih sayang mereka.
Kehidupan dalam keluarga ini ditandai dengan adanya ikatan bathin yang kuat,
hubungan yang erat dan merupakan kesatuan yang terkecil dalam masyarakat dan
merupakan keluarga batih (Soeleman B. Taneko,1986: 68).
Dengan demikian keluarga batih mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang
seyogyanya.
2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses di mana
anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal,
memahami, mentaati dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang
berlaku.
3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis.
4. Unit terkecil dalam masyarakat, tempat anggota-anggotanya mendapat
perlindungan bagi ketentraman jiwanya.
Adapun pendapat tentang delapan fungsi dasar keluarga, yaitu:
1. Fungsi Afeksi, sebagai tempat untuk mendapatkan dan mencurahkan kasih
sayang.
2. Fungsi Sosialisasi, menjadikan keluarga sebagai tempat berinteraksi pertama
kali
3. Fungsi Pendidikan, Melalui keluarga seorang individual akan mendapatkan
pengetahuan tentang benar dan salah, boleh dan tidak boleh dengan segala
konsekuensinya.
4. Fungsi Rekreasi, Melalui keluarga seorang individu mengharapkan tempat
untuk mendapatkan kesenanga, membantunya, menyelesaikan masalah atau
sekedar melepaskan kelelahan.
5. Fungsi Proteksi, Keluarga juga berfungsi untuk memberikan perlindungan
baik secara fisik maupun mental.
6. Fungsi Ekonomi, Merupakan fungsi dominan, di mana keluarga dapat
memenuhi kebutuhan hidup seorang individu.
7. Fungsi Biologik, Keluarga merupakan salah satu wadah untuk merumuskan
keturunan (ST.Vembriarto,1993: 36-38).
Bardasarkan uraian di atas, maka komunikasi dalam keluarga mempunyai peranan
sangat penting terhadap anggota-anggotanya, antara lain:
1. mengembangkan kreativitas berfikir dan imajinasi, memahami dan
mengendalikan diri serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum
2. Meningkatkan hubungan insani(human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai
pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.
3. Sosialisasi, Penyedian sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang
bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia
sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif dalam masyrakat
(Hafeid Cangara, 1998: 61-68).
2.4 Pola Komunikasi Keluarga
Keluarga merupakan sistem sosial terkecil di dalam masyarakat. Hal ini terjadi,
sebab di dalam keluarga terjalin hubungan yang kontinyu dan penuh keakraban,
sehingga jika di antara anggota keluarga itu mengalami peristiwa tertentu maka
anggota keluarga yang lain biasanya ikut merasakan peristiwa itu. Dari penjelasan
itu, keluarga muncul karena adanya unsur perkawinan, dan hubungan darah,
sehingga rasa emosional dan keterikatan antar anggota keluarga menjadi sangat
kuat dibandingkan dengan institusi lainnya. Individu membentuk keluarga
biasanya ingin mencapai tujuan-tuujuan tertentu, yang secara umum adalah untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia ini (Galvin, 1982: 8).
Pola komunikasi keluarga merupakan bentuk komunikasi keluarga yang diiakukan
secara relasi di antara anggota keluarga dalam menyampaikan pesan kepada
anggota yang lain, yang di mana penyampaian itu atas berdasarkan:
2. Cohesion (keterpaduan). Keterpaduan merupakan bentuk implikasi dari hubungan yang menunjukkan kesatuan pendapat, pikiran dan tenaga di dalam
keluarga. Tingkat keterpaduan dapat berpengaruh penting dalam menjaga
keutuhan sebuah keluarga. Oleh karena itu, keterpaduan juga mempunyai
kaitan dengan komunikasi yang dilakukan dalam keluarga. Jika keterpaduan
sangat tinggi, make di dalam keluarga itu terjadi keterikatan yang sangat
tinggi, sating tergantung antara anggota keluarga, dan tidak dapat dipisahkan,
tetapi kalau keterpaduan rendah, maka masing-masing anggota keluarga tidak
akan sating mempedulikan, terpisah, dan tidak ada keterikatan, Keterpaduan
dalam keluarga ini tidak semata bersifat fisik tetapi juga psikis. Sehingga bisa
saja secara fisik berjauhan, tetapi secara psikis justru berdekatan.
3. Adaptability (penyesuaian). Penyesuaian merupakan konsep yang mengacu pada peran dan fungsi sebuah keluarga di dalam merespon atau melakukan
penyesuaian tehadap hal-hal di luar lingkungannnya. Sebagaimana diketahui
bahwa keluarga sebagai sistem sosial terkecil, kehadirannya tidak dapat
dilepaskan dari sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Oleh karena itu, agar
keutuhan keluarga terjaga, maka perlu upaya untuk menyesuaikan perubahan
yang ada atau menolak perubahan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai
keluarga. Penyesuaian yang tinggi oleh keluarga terhadap lingkungannya,
2.5 Pengertian Masyarakat
Menurut Selo Soemarjan dalam Soerjono Soekanto (1992: 24), masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan masyarakat
merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup
lama sehingga mereka dapat mengatur din mereka dan menganggap diri mereka
sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas
2.6 Pengertian Suku Minangkabau
Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan
sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut
budaya Minangkabau. Kawasan budaya Minangkabau mempunyai daerah yang
luas. Batasan untuk kawasan budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi.
Berarti kawasan budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif
Sumatera Barat. Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah
suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan
penduduk sendiri.
Minangkabau berpusat di Pagaruyung atau disebut juga Kerajaan Pagaruyung,
mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim
atusan-utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung
kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu
pemahaman saja. Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah
suku bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek
Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam
mengkaji Suku Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo
(penuturan orang-prang tua). Kedua sumber ini lama penting, walaupun pada
keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun dapat pula saling
melengkapi. Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari
ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-buukti yang jelas dan otentik.
Dapat berupa peninggalan-peninggalan mesa lalu, prasasti-prasasti, batu tagak
(menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan catatan tertulis lainnya. Dalam hal ini,
ternyata bukti sejarah lokal Suku Minangkabau termasuk sedikit.
2.7 Pengertian Rantau
Rantau adalah kata benda yang berarti dataran rendah atau daerah aliran sungai.
Jadi biasanya terletak dekat dari daerah pesisir. Merantau ialah kata kerja yang
berawalan me- yang berarti pergi ke rantau (Naim 1979: 02). Tetapi dari susut
sosiologi, istilah ini sedikit mengandung enam unsur pokok berikut:
1. Meninggalkan kampung halaman
2. Dengan kemauan sendiri
3. Untuk jangka waktu lama atau tidak
4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman
5. Biasanya dengan maksud kembali pulang
6. Merantau adalah lembaga sosial yang membudaya
Motivasi merantau pada tingkat permulaan, ialah untuk mencari penghidupan
yang lebih baik. Mereka pindah jauh dari pusat Luhak Nan Tiga, yaitu di daerah
2.8 Jenis Harta Peninggalan
Menurut Amir Syarifuddin (2001: 44), harta peninggalan adalah semua harta
kekayaan yang diteruskan orang tua selaku pewaris kepada ahli pewaris. Hal ini
terjadi ketika pewaris telah meninggal dunia. Pada masyarakat adat Minangkabau,
harta peninggalan diwariskan kepada anak-anak yang berjenis kelamin
perempuan, dan hal ini telah ditetapkan dalam hukum adat Minangkabau. Adapun
benda-benda yang diwariskan ifu berupa rumah, kebun, sawah yang merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menurut adat. Apabila ditinjau dari
segi asal usulnya, harta peninggalan tersebut dapat dikatagorikan sebagai harta
pusaka, harta bawaan, dan harta mata pencarian.
1. Harta Pusaka
Harta pusaka merupakan peninggalan. baik yang bersifat terbagi maupun tidak
terbagi (Amir Syarifuddin, 2001: 46). Harta pusaka sendiri dapat dibagi lagi
menjadi harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi
merupakan harta peninggalan turun menurun dari zaman leluhur. Harta ini
merupakan milik bersama kerabat. Misalnya rumah adat (rumah gadang),
lumbung padi, ataupun rumah pertemuan anggota masyarakat.
Kemudian yang disebut harta pusaka rendah pada umumnya merupakan harta
peninggalan dari suatu generasi ke atas. Harta pusaka akan bertambah dengan
ma uknya harta bawaan suami atau istri, harta dari mata pencarian, dan harta
bawaan (Amir Syarifuddin, 2001: 47). Semua harta kekayaan keluarga
Namun pada saat sekarang ini tampaknya telah banyak perubahan mengenai
harta pusaka tinggi. Terbukti dalam perkembangan selanjutnya harta pusaka
tinngi ini telah dibagi-bagikan dan menjadi hak milik perorangan. Pada
masyarakat Suku Minangkabau, khususnya yang berdomisili di Desa Way
Urang, Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Hal pewarisan ini
terbatas hanya pada harta pusaka rendah. Hal ini disebabkan karena harta
pusaka tinggi biasanya tidak terbagi, dan keberadaannya juga berada pada
daerah asai suku Minangkabau di Sumatera Barat.
2. Harta Bawaan
Harta bawaan atau pembawaan (Amir Syarifuddin, 2001: 48), dapat diartikan
sebagai semua harta yang dibawa oleh suami ataupun istri yang menipakan
bekal dalam perkawinan mereka. harta meliputi:
(1) Barang-barang sebelum perkawinan, terdiri dari:
a. Barang-barang yang telah dimiliki istri suami sebelum perkawinan
b. Barang-barang yang dimiliki istri maupun suami karena pemberian
harta yang telah bertalian dengan kematian yang diperoleh dari orang
tuanya masing-masing.
c. Barang-barang yang diperoleh karena warisan.
d. Barang-barang yang diperoleh karena pemberian orang lain.
(2) Barang-barang selama ikatan perkawinan
a. Barang-barang yang diperoleh setiap istri maupun suami dengan usaha
sendiri.
b. Barang-barang karena pembagian atau pemberian hanya jatuh kepada
3. Harta Mata Pencarian
Harta mata pencarian dapat diartikan sebagai semua harta yang didapat oleh
suami istri bersama-sama ada dalam ikatan perkawinan (Amir Syarifuddin,
2001: 72). Pengertian harta pencarian ini tidak termasuk harta asal atau harta
pemberian yang mengikuti harta tersebut. Disini tidak dipermasalahkan
apakah istri hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga saja, sebab penghasilan
suami dikatagorikan sebagai hasil dari mata pencarian milik bersama pula
dalam menempuh rumah tangga sebagai pasangan suami istri.
2.9 Kerangka Pikir
Sebagai makluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lain. Ia
ingin mengetahui lingkungan sekitarnya apa yang ada dalam dirinya, rasa ingin
tahu ini, memaksa manusia ingin berkomunikasi. Untuk memahami, mengenal
nilai budaya di dalam sebuah keluarga. Setiap keluraga sangatlah memerlukann
komunikasi karena dengan udanya komunikasi yang membuat adanya
kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula dimonopoli satu atau
beberapa orang. Perumusan ini bermaksud bahwa komunikasi yang baik dan
efektif, adalah komunikasi yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi
orang-orang yang terlibat (Mariana, 2005: 14), khususnya komunikasi
antarpribadi karena berperan penting di dalam sebuah keluarga yang memiliki
Hak waris merupakan sebagai salah satu norma-norma yang menetapkan harta
bekayaan baik yang materil maupun yang immaterial, yang mana dari seorang
tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga
mengatur saat, cara dan proses peralihannya dari harta yang dimaksud. Sedangkan
di suku Minagkabau telah terjadi pergeseran budaya, di mana kedudukan anak
laki-laki dalam suku Minangkabau telah mendapatkan hak waris yang sama
dengan saudara perempuannya. Hal ini dikarenakan adanya komunikasi
antarpribadi di dalatin sebuah keluarga Minagkabau yang berada perantauan oleh
sebab itu komunikasi antarpribadi sangat berperan penting dalam pembagian hak
waris karena bisa menghilangkan konflik-konflik yang ada.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua
dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way
Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Dalam konteks harta
waris, adanya Suku Minangkabau di perantauan ini merupakan fenomena yang
menarik untuk diteliti, sebab anak-anak di dalam keluarga suku Minangkabau
cenderung lebih mengandalkan informasi dari orang tua mereka mengenai
pembagian harta waris, dibandingkan dengan anak-anak yang lahir di Sumatera
Barat. Di tanah kelahirannya sumber informasi mengenai pembagian harta waris
ini sangat beragam, baik dari sekolah (melalui muatan pendidikan lokal),
Kerangka piker penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dalam Konteks Hak Waris pada Masyarakat Minangkabau di Perantauan
Konteks Tatap Muka
Pesan Mengenai Hak Waris
Tujuan Komunikasi Antar Pribadi
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang diterapkan adalah kualitatif. Menurut Bugdon dan Taylor dalam Moleong (2005: 5-6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif adalah prosedur analisis yang tidak menggunakan analisis statistik atau cara kuantifikasi/perhitungan.
3.2 Fokus Penelitian
Menurut Moleong (2005; 93), masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus penelitian. Fokus dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di
Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda, yang meliputi:
1. Konteks komunikasi antarpribadi orang tua dan anaknya
2. Pesan komunikasi antarpribadi mengenai hak waris dalam adat Minangkabau
3. Tujuan komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris
3.3 Informan Penelitian
Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya. Dalam penelitian ini informan peneliti dengan teknik purposive sample, yaitu pengambilan informan secara tidak acak, tetapi dengan pertimbangan dan kriteria tertentu, yaitu sebagai berikut:
1. Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menadi sasaran atau perhatian peneliti dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi mengenai suatu yang ditanya peneliti.
2. Informan merupakan subyek yang masih trika secara penuh aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatian peneliti.
3. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu.
Adapun kriteria-kriteria dari informan dalam penelitian ini adalah:
1. Warga Suku Minangkabau yang sudah lama tinggal di Desa Way Urang
2. Warga Suku Minangkabau yang memiliki anak perempuan dan laki-laki yang berusia antara 13 -17 tahun, dengan alasan bahwa pada usia tersebut anak mulai memasuki usia yang cukup untuk menerima informasi mengenai pewarisan harta pada adat Suku Minangkabau. Selain itu orang tua juga biasanya membicarakan masalah harta waris ketika anak berada pada rentang usia tersebut
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka informan peneliti ini ditetapkan sebanyak enam orang, terdiri dari tiga informan kelompok orang tua dan tiga informan kelompok anak.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:
1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan penelitian untuk mengamati dan mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian.
2. Wawancara, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dilakukan menggunakan pedoman wawancara.
3. Dokumentasi, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian. 4. Kepustakaan, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan
dan mengutip literatur atau sumber pustaka yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian
3.5 Teknik Analisis Data
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan dituangkan ke dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi, dirangkum, difokuskan pada hal-hal penting. Dicari tema dan polanya disusun secara sistematis.
2. Penyajian Data (Display Data)
Untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat bermacam matriks, grafik, jaringan, dan bagian atau bisa pula dalam bentuk naratif saja.
3. Mengambil Kesimpulan atau Verifikasi Data.
4.1 Identitas Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda
Identitas Kelurahan Way Urang adalah sebagai berikut:
1. Nama Desa : Way Urang
2. Kecamatan : Kalianda
3. Kabupaten : Lampung Selatan
4. Provinsi : Lampung
(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)
4.2 Batas Wilayah Kelurahan Way Urang
Batas-batas wilayah Kelurahan Way Urang sebagai berikut:
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kedaton
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Canti
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Palembapang
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Merak Belantung
4.3 Orbitasi Kelurahan Way Urang
Orbitasi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
menuju Ibu Kota Kecamatan, Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Propinsi adalah
sebagai berikut :
1. Jarak ke Ibu Kota Kecamatan : 1,5 km
2. Jarak ke Ibu Kota Kabupaten : 1 km
3. Jarak ke Ibu Kota Propinsi : 63 km
(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)
4.4 Luas Wilayah dan Peruntukan Tanah
Luas Kelurahan Way Urang adalah 1.216 Ha, dengan peruntukan tanah sebagai
[image:46.595.115.473.455.619.2]berikut:
Tabel 1. Peruntukan Tanah Kelurahan Way Urang
No Peruntukan Tanah Luas Wilayah
1 Pemukiman/Perumahan 850
2 Persawahan 8
3 Perkebunan 231
4 Pekarangan 139
5 Sarana Umum 3
Jumlah 1.231
Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa peruntukan tanah di Kelurahan Way
Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan paling luas yaitu 850 Ha
adalah pemukiman/perumahan penduduk sedangkan yang peruntukan tanah
4.5 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut jenis
[image:47.595.114.459.224.284.2]kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
1 Laki-Laki 4.247
2 Perempuan 5.805
Jumlah 10.025
Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Way
Urang Kecamatan Kalianda adalah 10.025 jiwa, terdiri dari 4.247 penduduk
berjenis kelamin laki-laki dan 5.805 penduduk berjenis kelamin perempuan.
Dengan demikian maka penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki.
4.6 Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut
kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur Jumlah (Jiwa)
1 0–12 bulan 587
2 13 bulan–4 tahun 1.100
3 5 tahun - 75 tahun 8.365
Jumlah 10.025
[image:47.595.114.458.642.715.2]Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa sebanyak 587 penduduk di
Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda berusia antara 0-12 bulan, sebanyak
1.100 penduduk berusia antara 13 bulan - 4 tahun dan sebanyak 8.365 penduduk
berusia antara 5 – 75 tahun. Dengan demikian maka sebagian besar penduduk
berusia antara 5–75 tahun.
4.7 Keadaan Penduduk Menurut Agama
Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda dilihat dari
[image:48.595.114.458.376.477.2]penganut Agama, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah Penganut
1 Islam 9719
2 Kristen 102
3 Katholik 97
4 Budha 87
5 Hindu 47
Jumlah 10.025
Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penganut agama mayoritas di
Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda adalah Islam yaitu 9.719 jiwa,
sedangkan penganut mayoritas adalah Hindu yaitu 47 jiwa. Data di atas
menunjukkan bahwa penganut agama Kelurahan Way Urang beragam, yang
4.8 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut tingkat
[image:49.595.114.457.219.372.2]Pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Belum Sekolah 1.115
2 Taman Kanak Kanak 287
3 Sekolah Dasar 3272
4 SMP/SLTP 2458
5 SMA/SLTA 3486
6 Akademi/D1-D3 486
7 Sarjana (S1-S3) 35
Jumlah 10.025
Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Way
Urang berdasarkan tingkat pendidikan adalah penduduk yang berada pada
pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah 3272. Kelompok tingkat pendidikan
yang paling sedikit adalah penduduk yang berada pada kelompok tingkat
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Identitas Informan
Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa
Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung selatan, yang terdiri dari
tiga orang tua dan tiga orang anak. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
mengenai identitas informan dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:
5.1.1.1 Informan Kelompok Orang Tua
Identitas informan dari kelompok orangtua adalah sebagai berikut:
1. Nama : Sulaiman Haris
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Jumlah Anak : 3 orang
2. Nama : Burhanuddin Sikumbang
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
3. Nama : Siti Maysaroh
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 48 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Jumlah Anak : 2 orang
(Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2010)
5.1.1.2 Informan Kelompok Anak
Identitas informan dari kelompok anak adalah sebagai berikut:
1. Nama : Firman Agustian
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 16 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
2. Nama : Hendra Oktaviansyah
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 17 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
3. Nama : Sherly Salsabila
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 17 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
5.1.2 Hasil Wawancara pada Informan Kelompok Orang Tua
Deskripsi hasil wawancara mengenai komunikasi antarpribadi orang tua dengan
anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau yang dilakukan terhadap
informan kelompok orang tua adalah sebagai berikut:
1. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi
Menurut Sulaiman Haris, orang tua menyampaikan berbagai aturan adat berupa
pewarisan harta kepada anaknya dengan cara bercakap-cakap secara langsung,
ketika anak dianggap mulai harus memahami peraturan adat dan kebudayaan
Minangkabau, yaitu pada saat anak memasuki usia remaja. Melalui komunikasi
secara langsung tersebut maka ia akan secara mudah