• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT MINANGKABAU DI PERANTAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT MINANGKABAU DI PERANTAUAN"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT

MINANGKABAU DI PERANTAUAN

(Studi pada Masyarakat Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

Oleh

RIKO FERNANDO

Adat Minangkabau menganut sistem matrilinial atau menganut garis ibu, sehingga

harta kekayaan milik orang tua akan diwariskan kepada anak perempuan sebagai

ahli warisnya. Dalam upaya menanamkan pemahaman kepada anak mengenai

sistem adat tersebut maka diperlukan proses komunikasi antarpribadi orang tua

dan anak dalam keluarga. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi

yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator

dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face

communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah komunikasi

antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku

Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang

tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan

(2)

Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data

selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, display atau

penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dan

anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan

meliputi: (1) Konteks tatap muka dalam komunikasi orang tua dan anak, di mana

komunikasi dilaksanakan secara langsung dalam bentuk percakapan atau dialog

secara dua arah oleh orang tua kepada anak yang telah dianggap bisa memahami

masalah pewarisan harta dalam adat Minangkabau (2) Pesan komunikasi

antarpribadi berisi hal-hal yang berkaitan dengan sistem kebudayaan matrilinial

dalam adat Minangkabau, jenis-jenis harta waris dalam kebudayaan Minangkabau

dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (3) Tujuan komunikasi

antarpribadi adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem matrilinial,

pewarisan harta dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan

dalam adat Minangkabau (4) Peran komunikasi antarpribadi orang tua dan anak

dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan adalah

untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa menurut hukum waris adat

Minangkabau harta waris diberikan kepada anak perempuan sesuai dengan sistem

(3)

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK WARIS PADA MASYARAKAT

MINANGKABAU DI PERANTAUAN

(Studi pada Masyarakat Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

Oleh

RIKO FERNANDO

Adat Minangkabau menganut sistem matrilinial atau menganut garis ibu, sehingga

harta kekayaan milik orang tua akan diwariskan kepada anak perempuan sebagai

ahli warisnya. Dalam upaya menanamkan pemahaman kepada anak mengenai

sistem adat tersebut maka diperlukan proses komunikasi antarpribadi orang tua

dan anak dalam keluarga. Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi

yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang dilakukan komunikator

dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka (face to face

communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah komunikasi

antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku

Minangkabau di Kelurahan WayUrang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan?”

(4)

Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan mengambil informan

yaitu tiga orang tua dan tiga anak Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang

Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Data

selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, display atau

penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dan

anak dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan

meliputi: (1) Konteks tatap muka dalam komunikasi orang tua dan anak, di mana

komunikasi dilaksanakan secara langsung dalam bentuk percakapan atau dialog

secara dua arah oleh orang tua kepada anak yang telah dianggap bisa memahami

masalah pewarisan harta dalam adat Minangkabau (2) Pesan komunikasi

antarpribadi berisi hal-hal yang berkaitan dengan sistem kebudayaan matrilinial

dalam adat Minangkabau, jenis-jenis harta waris dalam kebudayaan Minangkabau

dan konsep mamak kemenakan dalam adat Minangkabau (3) Tujuan komunikasi

antarpribadi adalah agar anak memiliki pemahaman mengenai sistem matrilinial,

pewarisan harta dalam kebudayaan Minangkabau dan konsep mamak kemenakan

dalam adat Minangkabau (4) Peran komunikasi antarpribadi orang tua dan anak

dalam konteks hak waris pada masyarakat adat Minangkabau di perantauan adalah

untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa menurut hukum waris adat

Minangkabau harta waris diberikan kepada anak perempuan sesuai dengan sistem

(5)

AN ANALISYS OF INTERPERSONAL COMMUNICATION BETWEEN PARENTS AND CHILDREN IN CONTEXT OF INHERITING GOODS

IN MINANGKABAU PEOPLE AT SETTLEMENT

(Studi on Minangkabau People at Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency)

By

RIKO FERNANDO

Mingangkabau custom adherent matrilineal system or based on mother line, it

means goods or properties will be inherited to their daughter as the inherit

receivers. The effort to establish knowledge to son about thuis custom needed

interpersonal communication pocess between parent and children. Interpersonal

communication was a most effective communication form, because in it process,

communication performed face to face context, than will be insured it credibility

and effectivity.

The main issue of this research is: “How is interpersonal communication between

parents and children in context of inheriting goods in Minangkabau people at

Subdistric of Way Urang District of Kalianda South Lampung Regency?” The

purpose of this research is to describe the interpersonal communication between

parents and children in context of inheriting goods in Minangkabau people at

(6)

South Lampung Regency. Data collecting technique conducted by interview,

library research and documentation. Than data analyzed qualitatively by phases

data reduction, data display and verifiction.

The results of this study indicate that the interpersonal communication of parents

and children in the context of inheritance rights in traditional Minangkabau

society in the overseas include: (1) Face to face context in the parent and child

communication, where communication is carried out directly in the form of a

conversation or dialogue, in both directions by parents to children who have been

deemed able to understand the problem of inheritance of property by a traditional

Minangkabau (2) Interpersonal communication message contains things related to

the indigenous cultural system of matrilineal Minangkabau, the types of property

inheritance in Minangkabau culture and the concept of uncle-niece in customary

Minangkabau (3) The purpose of interpersonal communication is that children

have an understanding of matrilineal systems, inheritance of property by a

Minangkabau culture and the concept of uncle- niece in Minangkabau custom (4)

the role of interpersonal communication of parents and children in the context of

inheritance rights in traditional Minangkabau society in overseas is to instill an

understanding in children that according to customary inheritance law

(7)

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik

garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau sistem kekerabatan yang dianut adalah sistem matrilinal, yaitu

menarik garis keturunan berdasarkan garis ibu. Seorang terniasuk anak dari

ibunya dan bukan keluarga ayahnya. Seorang ayah di keluarga Minangkabau

berada di luar keluarga anak istrinya.

Anak laki-laki muda (remaja) dalam masyarakat Minangkabau disebut bujang. Di

rumah orang tuanya, ia memiliki status sosial yang lemah. Di samping tidak

berhak memiliki harta pusaka yang diwarisi secara turun menurun, juga tidak

memperoleh fasilitas yang sama dengau saudaranya yang perempuan. Seperti

yang dikemukakan oleh Hamka (1985: 25) bahwa pada hakikatnya orang laki-laki

Minangkabau amat sengsara, dia tidak mempunyai tempat tinggal di rumah

ibunya, yaitu sampai umur 6 tahun. Lepas dari itu, dia sudah mesti tidur di surau

bersama-sama temannya sambil belajar mengaji Alquran. Malu benar bagi orang

(8)

Ada dua jalan yang dapat ditempuh oleh anak laki-laki Minang untuk lepas dari

kaidah adat tersebut, yaitu berumah tangga atau merantau, dan bagi yang belum

mampu berumah tangga hanya tersedia satu jalan yaitu merantau. Hak waris

dalam Suku Minangkabau adalah menganut sistem matrilinial yang berarti

menarik garis dari ibu. Menurut adat Suku Minangkabau pewaris merupakan

istilah yang digunakan untuk menunjukan orang yang mengalihkan harta

kekayaan yang dimilikinya kepada pada warisnya setelah meninggal dunia. Hal

ini ditegaskan bahwa pewaris adalah orang yang mempunyai harta warisan

(Hadikusuma, 1980: 24).

Untuk menentukan siapa saja yang bukan menjadi ahli waris dalam suku

Minangkabau dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

1. Kelompok garis keturunan, yaitu garis-garis yang menentukan urutan-urutan

keutamaan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris. Kelompok

garis keturunan ini adalah orang yang masih mempunyai hubungan darah

dengan pewaris. Kelompok garis keutamaan ini pun diklasifikasikan menjadi

beberapa bagian, yaitu:

a. Golongan keutamaan I, yaitu : Keturunan pewaris

b. Golongan keutamaan II, yaitu : Orang tua pewaris

c. Golongan keutamaan III, yaitu : Saudara-saudara pewaris dan

keturunannya

d. Golongan keutamaan IV, yaitu : Kakek dan nenck pewaris

Pada kelompok garis keturunan ini pada kelompok di atasnya lebih

(9)

2. Kelompok garis pengganti, yaitu garis hukum yang bertujuan untuk

menentukan siapa diantara orang-orang yang hubungan dengan pewaris tidak

dihalangi orang lain. Misalnya antar pewaris dengan cucunya, jika anak dari

pewaris (bapak dari cucu tersebut) telah meninggal dunia, maka cucu tersebut

adalah sebagai ahli waris pengganti ayahnya. Anak-anak laki-laki dari seorang

ahli waris pengganti tempat, seandainya yang meninggal dunia itu tidak

mempunyai anak laki-laki maka bagian itu jatuh kepada kakeknya atau bapak

yang mewariskan (Soehadi dan Dijk 1979:45).

Harta peninggalan dalam suku Minangkabau adalah semua harta kekayaan yang

diteruskan orang tua selaku pewaris kepada ahli warisnya, ketika pewaris telah

meninggal dunia. Pada masyarakat Minangkabau, harta peninggalan diwariskan

kepada anak-anak yang berjenis kelamin perempuan dan hal ini telah ditetapkan

dalam hukum adat Minangkabau. Adapun benda-benda yang diwariskan itu

berupa rumah, kebun ataupun sawah yang merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan menurut adat. Apabila ditinjau dari segi asal usulnya, harta

peninggalan tersebut dapat dikategorikan sebagai harta pusaka, harta bawaan, dan

harta mata pencarian.

Dalam masyarakat Minangkabau, keluarga merupakan lembaga pertama dalam

kehidupan seorang anak yang kemudian berkembang menjadi remaja, tempat

belajar dan menyatakan diri sebagai makluk sosial. Sebagai sebuah sistem sosial,

keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak agar memiliki fungsi masing-masing

dan setiap anggota keluarga harus mengadakan koordinasi dan penyesuaian

(10)

keluarga terutama komunikasi antara anggota mempunyai pengaruh besar

tertiadap perkembangan anak. Hal tersebut merupakan tantangan besar dalam

komunikasi antarpribadi dalam keluarga. Semua aspek kepribadian anak akan

terbentuk melalui interaksi dari faktor-faktor yang ada di sekitarnya.

Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor keluarga, khususnya suasana

komunikasi antar angggota keluarga, karena faktor inilah yang berperan pertama

kali dalam mempengaruhi dan membentuk kepribadian anak. Suasana komunikasi

antarpribadi dalam keluarga itu sendiri dapat dilihat pada sistem keluarga terbuka

dan tertutup. Terkait dengan komunikasi dalam keluarga Effendy (2000: 18),

mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi

adalah bentuk komunikasi yang efektif, karena dalam prosesnya komunikasi yang

dilakukan komunikator dan komunikan berlangsung dalam konteks tatap muka

(face to face communication), sehingga lebih menjamin kredibilitas dan keefektifannya.

Menurut N.M. Rangkoto, Dt. Bandaro (1984: 12), potensi konflik dalam Suku

Minangkabau adalah tentang pembagian hak wars anak laki-laki tidak dapat

memperoleh warisan ketika orang tuanya meninggal dunia. Kalaupun ada, hal

tersebut diperoleh dari sebagian orang tuanya, mereka berdasarkan kesepakatan

dari pemuka-pemuka adat yang disebut dengan ninik mamak. Dengan demikian,

sebagai ahli warts dalam suku Minangkabau adalah anak perempuan saja.

Oleh karena itu sangat pentingnya dilakukan komunikasi antarpribadi orang tua

dengan anak dalam lingkup keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak,

(11)

mengenai sistem pewarisan harta dalam adat Minangkabau. Penekanan

komunikasi dalam konteks ini dilakukan pada anak laki-laki, agar anak laki-laki

memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai dasar atau alasan

hukum adat yang menggariskan bahwa harta warisan jatuh kepada anak

perempuan.

Corak komunikasi yang dilakukan bersifat pribadi, yaitu mengenai kepentingan

pribadi, yakni mengenai kepentingan pribadi pelaku komunikasi dan jugs

mei:yangkut seluruh anggota kelompok sesuai dengan pesan dan kedudukannya

dalam kelompok. Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang paling

ampuh dalam mengubah sikap, pandangan dan perilaku (to change attitude, opinion and behaviuor) dibandingkan dengan komunikasi kelompok atau komunikasi bermedia (Effendy, 2000: 18).

Fenomena yang terjadi di Desa Way Urang di Kelurahan Way Urang Kecamatan

Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, yaitu masyarakat yang dominan Suku

Minangkabau sudah mengalami pergeseran adat dan perubahan konsep

kebudayaan yang tidak perlu mendapatkan posisi dominan. Berarti kebudayaan

adalah sesuatu yang selalu dapat direvisi, diubah atau dimodifikasi menjadi

bentuk resultan pada suatu waktu. Dalam konteks harta waris, adanya Suku

Minangkabau di perantauan ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti, sebab

anak-anak di dalam keluarga suku Minangkabau cenderung lebih mengandalkan

informasi dari orang tua mereka mengenai pembagian harta waris, dibandingkan

dengan anak-anak yang lahir di Sumatera Barat. Di tanah kelahirannya sumber

(12)

(melalui muatan pendidikan lokal), lembaga-lembaga adat maupun dari

tokoh-tokoh masyarakat adat Minangkabau.

Oleh karena itu, dalam fenomena ini yang sangat berperan penting, berubah atau

bergesernya budaya yang terjadi disuku Minangkabau perantauan adalah adanya

komunikasi antarpribadi yang efektif antara orang tua dan anak atau anak dan

orang tua dalam sebuah keluarga, karena komunikasi antarpribadi bertujuan:

a. Supaya pesan yang disampaikan itu dapat dimengerti, sebagai komunikator

harus mampu menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan

tuntas, sehingga komunikan dapat dimengerti apa yang komunikator maksud.

b. Supaya gagasan atau komunikator dapat diterima komunikan, maka

komunikator harus melakukan pendekatan kepada komunikan dan tidak

memaksakan kehendak pada komunikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak wars

pada masyarakat Minangkabau di perantauan. Penelitian ini akan dilakukan pada

keluarga yang bersuku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan

Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Adapun pertimbangan penulis dalam

menentukan lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

a. Penduduk di Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten

Lampung Selatan pada umumnya adalah pendatang. Data monografi

kelurahan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari sebanyak 762 Kepala

Keluarga (KK), terdapat 112 KK atau 14,70% penduduk yang bersuku

Minangkabau. Selain itu terdapat berbagai suku lain seperti Lampung, Jawa,

(13)

sangat menunjang pelaksanaan penelitian karena mereka merupakan sumber

informasi utama yang dijadikan informan untuk mengumpulkan data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini.

b. Berdasarkan wawancara prariset pada dua KK bersuku Minangkabau di

Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

maka diketahui bahwa pada dasamya orang tua berupaya untuk membangun

komunikasi antarpribadi dengan anak, khususnya ketika mereka telah

memasuki usia yang dianggap dewasa untuk membicarakan masalah hak waris

keluarga kepada anak perempuan (sistem matrilinial). Hal ini menunjukkan

bahwa keluarga bersuku Minangkabau melaksanakan proses pewarisan

budaya di dalam keluarga melalui proses komunikasi antarpribadi.

(Sumber: Prariset pada Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Juli 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: "Bagaimanakah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam

konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way Urang Kecamatan

Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?"

1.3 Tujian Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang

tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan

(14)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan

memperkaya khasanah ilmu komunikasi tentang analisis komunikasi

antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris pada masyarakat

Minangkabau di perantauan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat diharapkan berguna bagi semua pihak dan sebagai

tambahan referensi untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan

(15)

Dalam rangka mengadakan penelitian, perlu kiranya dikemukakan

pandangan-pandangan teori pendukung yang merupakan landasan penelitian. Hal ini

dimaksud agar peneliti tidak menyimpang dari masalah yang akan diteliti dan

menjadi dasar yang sangat kuat. Berbagai pustaka yang menyangkut variabel

penelitian yang penulis kemukakan sebagai berikut:

2.1 Pengertian Komunikasi

Kegiatan komunikasi dapat dikatakan bersifat sentral dalam kehidupan manusia

bahkan mungkin sejak awal keberadaan manusia sendiri, nyaris semua kegiatan

dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi. Manusia pada dasarnya

saling membutuhkan manusia lainnya dengan proses komunikasi hubungan itu

akan menimbulkan pertemuan yang menghasilkan pesan maupun simbol.

Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan.

Proses ini meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan

tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri atau

menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan

(16)

Menurut Susanto komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang-lambang yang

mengandung arti. Lambang-lambang terikat pada unsur kebudayaan, tingkat

pendidikan dan pengalaman seseorang (Mariana, 2005: 14).

Menurut Soekanto yang dikutip oleh Mariana (2005: 14), komunikasi diartikan

bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwiijud

pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin

disampaikan oleh orang-orang tersebut, orang bersangkutan kemudian

memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain.

Menurut Gode (1969), komunikasi adalah suatu proses yang membuat adanya

kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula di monopoli oleh satu atau

beberapa orang. Perumusan ini bermaksud bahwa komunikasi yang balk dan

efektif, adalah komunikas; yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi

orang-orang yang terlibat. Dengan kata lain komunikasi menekankan pada

penggunaan infonnasi secara bersama atau penggunaan bersama. Komunikasi

adalah proses saling membagi atau menggunakan infonnasi secara bersama dan

bertalian antara pare peserta dalam proses infonmasi (Mariana, 2005: 14).

Komunikasi menekankan pada interaksi sosial melalui pesan, yang memberi

tekanan pada pesan atau infonmasi, sebagai inti dari komunikasi, sebab yang

digunakan bersama dalam komunikasi adalah infonmasi. Demikian pula tanpa

(17)

Komunikasi juga merupakan sarana essensial interaksi manusia dalam kehidupan.

Melalui komunikasi kita dapat mengetahui pikiran dan perasaan orang lain,

sekaligus dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kits pada orang lain. Lebih

jauh lagi melalui komunikasi kits dapat mengupayakan perubahan-perubahan

pada tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

Oleh karena itu Janis dan Kelly (1953), mendefinisikan komunikasi sebagai suatu

proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya

dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang

lainnya (khalayak). Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut akan diperoleh

kesamaan persepsi dan tujuan, atau rasa kebersamaan dan kesatuan, yang

menggerakan mereka untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Lileweri,

2002: 3).

Dalam kaitan dengan hal ini Weaver (1949: 7), menyatakan bahwa komunikasi

adalah saluran prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi

orang lainnya dan Rueseh (1957: 5), memandang komunikasi sebagai suatu proses

yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam proses kehidupan

(Effendy, 2000: 2).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa

komunikasi merupakan proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam

kehidupan manusia, untuk mencukupi hidup, manusia perlu berkomunikasi. Pada

umumnya aktivitas komunikasi ini diidentifikasi dengan aktivitas pendidikan,

dikata demikian karena dalam proses komunikasi akan terjadi proses belajar

(18)

dalam masyarakat tersebut, karena dalam masyarakat terdapat masalah-masalah

yang kompleks.

Untuk mendukung terciptanya proses komunikasi yang terjadi antara orang tua

dan anak dalam konteks hak waris di suku Minangkabau perlu diketahui dalam

proses komunikasi adalah unsur-unsur atau komponon yang terlibat dalam proses

komunikasi. Unsur-unsur atau komponen komunikasi tersebut adalah:

1. Komunikator

Komunikator adalah orang yang mengkomunikasikan atau menghubungkan

suatu pesan kepada orang lain.

2. Pesan

Pesan yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya, yang sudah dituangkan

dalam suatu bentuk, dan melalui lambang komunikasi diteruskan pada orang

lain atau komunikan.

3. Media

Media merupakan sarana atau alat-alat atau saluran-saluran yang

dipergunakan untuk menyaiurkan pesan yang dikomunikasikan.

4. Komunikan

Komunikan adalah orang-orang yang menerima pesan.

5. Efek

Efek adalah berbagai perubahan yang timbul pada diri komunkan disebabkan

tegadinya kegiatan komunikasi.

(19)

2.1.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas menurut A.W. Widjaja (1986:

12), bahwa fungsi komunikasi tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan

pesan tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar

data, fakta dan ide, maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai

berikut:

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data,

fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti.

2. Sosialisasi (pemasyarakatan) penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang

memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai karyawan perusahaan

yang efektif sehingga is sadar akan fungsi sosialnya sehingga is dapat aktif di

dalam masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan tujuan perusahaan karyawan balk jangka pendek

maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan

keinginannya berdasarkan tujuannya bersama.

4. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong

pengembangan intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan

dan kemahiran.

5. Hiburan, menyebarkan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, taksi,

kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, permainan dan lain-lain untuk

rekreasi, kesenangan kelompok dan individu.

6. Integrasi, menyediakan individu atau kelompok untuk mendapatkan berbagai

pesan yang mereka perlukan agar mereka saling kenal dan mengerti juga

(20)

Tetapi dalam kehidupan sehari-hari sering terjadinya proses komunikasi antara

komunikator yang dalam hal ini komunikator memiliki tujuan menyampaikan

informasi atau pesan pada komunikan, seperti mendorong komunikan meminta

ieformasi lebih lanjut, menerima suatu intruksi atau perintah dengan rela, atau

dengan psikologis tertentu. Keefektifan seorang komunikator dapat dievaluasi

damn hal pencapaian tujuan seseorang. Menurut A. W. Widjaja (1986: 10),

umumnya komunikasi memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Supaya pesan yang disampaikan itu dapat dimengerti, sebagai komunikator

harus mampu menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan

tuntas sehingga komunikan dapat mengerti apa yang komunikator maksud.

2. Memahami orang lain, sebagai seorang pemimpin harus mengetahui apa yang

menjadi aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan.

3. Supaya gagasan atau komunikator dapat diterima komunikan, maka

komunikator harus melakukan pendekatan kepada komunikan dan tidak

memaksakan kehendak pada komunikan.

4. Menggerakkan komunikan untuk melakukan sesuatu, dengan demikian secara

tidak langsung komunikator sudah mendorong dan memotivasi komunikan

untuk melakukan sesuatu.

Proses komunikasi juga timbul karena dorongan kebutuhan-kebutuhan untuk

mengurangi ketidakpastian bertindak secara efektif. Keefektifan proses

komunikasi yang berhasil dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan komunikasi,

(21)

1. Attention(Perhatian)

Adanya perhatian yang diperoleh komunikan jika pesan dikirimkan oleh

komunikator tetapi komunikan mengabaikan maka usaha komunikasi tersebut

telah memenuhi kegagalan.

2. Comprehension(Pemahaman)

Keberhasilan komunikasi juga tergantung pada pemahaman komunikasi atas

pesan yang diterimanya. Apabila komunikan tidak memahami isi pesan maka

komunikator tidak mungkin dapat menjelaskan isi pesan tersebut dengan balk.

3. Acceptance(Penerimaan)

Penerimaan komunikan atas pesan dari komunikator, meskipun suatu pesan

dipahami tetapi komunikan mungkin tidak yakin akan kebenaran informasi

tersebut atau mempertanyakan apakah komunikator benar-benar mengerti apa

yang dikatakannya maka usaha komunikasi tersebut belum berhasil (Effendy,

1992: 49).

2.1.2 Hambatan Komunikasi

Dalam berkomunikasi sering terjadi penyampaian pesan dari komunikator kepada

komunikannya tersebut tidak tercapai suatu pengertian, bahkan dapat

menimbulkan salah pemahaman, dan sehingga pesan atau informasi tersebut tidak

sepenuhnya dapat diterima dengan balk, dikarenakan lambang atau bahasa yang

digunakan tidak sama pengertiannyst antara apa yang dipergunakan komunikator

dengan yang diterima komunikan atau hambatan-hambatan lainnya menyebabkan

(22)

Menurut R. Kreitner (1989) dalam Effendy (2003: 14-16), ada empat macam

hambatan yang dapat mengganggu dalam sistem komunikasi yaitu:

a. Hambatan dalam proses penyampaian(process barrier)

Hambatan di sini bisa datang dari pihak komunikatornya (sender barrier) yang mendapat kesulitan dalam penyampaian pesan-pesannya, tidak

menguasai materi pesan dan belum memiliki kemampuan sebagai

komunikator yang handal. Dan hambatan ini jugs dapat terjadi pada penerima

pesan tersebut (receiver barrier), karena komunikan mengalami kesulitan untuk memahami pesan itu secara baik, sebagai akibat rendahnya tingkat

penguasaan bahasa, pengetahuan, intelektual, dan lain sebagainya.

b. Hambatan secara fisik(physichal barrier)

Sarana fisik biasa menghambat komunikasi secara efektif. Misalnya

pendengaran kurang tajam, dan gangguan pada sistem pengatur suara (sound system), sering terjadi gangguan dalam suatu ruangan sehingga pesan-pesan itu tidak efektif sampai dengan tepat kepada komunikan.

c. Hambatan semantik(semantic barrier)

Hambatan dari segi semantik (bahasa dan arti perkataan), yaitu antara pemberi

pesan dan penerima tidak terdapat pengertian, pemahaman tentang bahasa atau

lambang yang sama. Mungkin bahasa yang disampaikan terlalu teknis dan

formal, sehingga akan menyulitkan bagi pihak komunikan yang tingkat

pengetahuannya dan pemahaman bahasa teknis yang kurang dikuasainya atau

(23)

d. Hambatan Psikososial(psychosocial barrier)

Hambatan-hambatan adanya perbedaan cukup melebar pada aspek

kebudayaan, adat istiadat, kebiasan, persepsi, nilai-nilai yang dianut, hingga

kecenderungan, kebutuhan serta harapan dari kedua belah pihak yang

berkomunikasi tersebut.

Beberapa faktor yang dapat lebih meningkatkan efektivitas dalam berkomunikasi

menurut I. G Wursanto (1997: 31), dikenal dengan istilah The Seven Communicationyaitu:

1. Credibility(Kepercayaan)

Dalam berkomunikasi antara komunikator dengan komunikan harus saling

mempercayai tanpa adanya saling percaya maka komunikasi tersebut akan

terhambat dan tidak akan berhasil dengan baik.

2. Context(Perhubungan/Pertalian)

Yaitu keberhasilan komunikasi berhuhungan erat dengan situasi atau kondisi

lingkungan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

3. Content(Kepuasan)

Yaitu komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan antara kedua belah

pihak, kepuasan ini akan tercapai apabila isi beritanya dapat dimengerti oleh

pihak komunikan serta mau memberikan interaksi atau respon kepada pihak

komunikator.

4. Clarity(Kejelasan)

Kejelasan yang dimaksud di sini meliputi kejelasan akan isi berita, kejelasan

akan tujuan yang hendak dicapai, serta kejelasan istilah-istilah yang

(24)

5. Continuity and Consistency(Kesinambungan dan konsisten)

Yaitu komunikasi harus dilakukan secara terus menerus dan informasi yang

disampaikan tidak bertentangan dengan infonnasi terdahulu.

6. Capability ofAudience(Kemampuan pihak penerima pesan)

Penerima berita hendaknya harus disesuaikan dengan kemampuannya.

Janganlah menggunakan istilah-istilah yang kemungkinan tidak dimengerti

oleh si penerima berita.

7. Channel of Distribution(Seluruh penerima berita)

Agar komunikasi berhasil hendaknya dipakai saluran-saluran komunikasi yang

sudah biasa mempengaruhi dan sudah dikenal oleh umum.

2.2 Komunikasi Antarpribadi

Berkomunikasi antarpribadi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia

membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau

hubungan dengan sesamanya. Selain itu, adanya sejumlah kebutuhan dalam diri

manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya.

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses

pertukaran antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses

mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu

tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik, sedangkan

makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan

pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan

(25)

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito (1939) dalam

Effendy (2000: 59) sebagai: "The process of sending and receiving massage between two persons, or the small group or persons, with some effect and some immediate feed back"(komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara kelompok kecil

orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika).

Selanjutnya Mulyana (2001: 73), mendefinisikan komunikasi antarpribadi yaitu

komunikaai antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, balk secara verbal

maupun nonverbal.

Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi

antarpribadi bisa berlangsung antara dua orang memang yang sedang

bercakap-cakap, dan pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya

memungkinkan berlangsung secara dialogis.

Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih balk daripada secara

monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi di mana seseorang

berbicara, yang lain mendengarkan, jadi tidak terdapat interaksi, yang aktif hanya

komunikator saja, sedang komunikan bersifat pasif.

Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya

interaksi. Mereka yang terlibat bentuk komunikasi ini berfungsi ganda, masing

-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses

(26)

peagertian bersama(mum al understanding)dan empati. Pada waktu itulah terjadi rasa sating menghormati yang bukan disebabkan oleh status ekonomi, melainkan

dhdasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang berhak

dan wajar dihargai dan dihormati sebagai individu.

Walaupun demikian, derajat keakraban komunikasi antarpribadi yang dialogis

pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi secara horizontal selalu

memmbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi dibandingkan komunikasi

secara vertikal. Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara orang yang

memiliki kesamaan dalam apa yang disebut kerangka referensi (frame of reference) yang dinarnakan jugafield of experience (bidang pengalaman). Pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of reference atau field experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi, atau pekerjaan. agama, bangsa, hobi dan ideologi.

2.2.1 Jenis Komunikasi Antarpribadi

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis

berdasarkan sifatnva yaitu:

a. Komunikasi diadik(dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara

orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan

seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku

komunikasinya dua orang maka dialog sang terjadi secara intens.

Komunikator memusatkan perhatiannva hanya kepada diri komunikan seorang

(27)

komunikasi kelompok, balk kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam

bentuk kelas ataupun seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan

pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu pada apa yang

disebut primasi diadik (dyadic primacy). Primasi adalah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi

berdasarkan kepentingannya masing-masing (Effendy, 2000: 63).

b. Komunikasi triadik(triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri

dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang kornunikan.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik

lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannva kepada seorang

komunikan, sehingga ia bisa menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor sangat

berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.Walaupun demikian

dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, misalnya

komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik merupakan

komunikasi antarpribadi yang lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap.

opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2000: 63).

Berdasarkan dua jenis komunikasi antarpribadi tersebut, maka komunikasi

antarpribadi antara orangtua dan anak termasuk dalam jenis komunikasi diadik,

karena pada praktiknya komunikasi ini dilakukan oleh orang tua dan anak, yang

(28)

2.2.2 Peranan Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Johnson

(1991: 23), menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi

aearpibadi dalanr rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, seperti yang

diikuti oleh A. Supratiknya (1995: 9) yaitu:

1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.

Perkembangan kita sejak masa bayi sarnpai masa dewasa mengikuti pola

semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan

ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi.

Lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan

bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan

sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain.

2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan

orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan

dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain itu

tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat

menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

3. Dalam rangka rnemahami realitas di sekeliling kita,serta menguji kebenaran

kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita

perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain

(29)

4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas

komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang

yang merupakan tokoh-tokoh signifikan(significant fgures)dalam hidup.

2.3 Komenikasi Keluarga

Menurut St. Vembriarto (1989: 36), pengertian keluarga adalah kelompok sosial

kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial di antara

keluarga relatif tetap karena didasarkan alas ikatan darah, perkawinan atau adopsi.

Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung

jawab.

Menurut Soejito (1986: 54), keluarga merupakan inti dari masyarakat, keluarga

merupakan bagian dari masyarakat dan ada hubungan timbal batik antara keluarga

dan masyarakat, jika keadaan keluarga tidak stabil maka masyarakat itu pula tidak

stabil, demikian pula jika masyarakat mengalami kesukaran bearti keluarga pun

mengalami kesukaran keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang sangat

besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi remaja. Dalam keluarga seorang

anak pertama kali mengenal lingkungannya dan suatu kehidupan di luar dirinya.

Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain

menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya, bahwa seorang individu

harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Keluarga sebagai kesatuan yang

sosial yang terkecil dalam masyarakat mempunyai fungsi antara lain:

1. Merupakan pusat kelompok individual di mana di dalamnya terdapat kesatuan

(30)

2. Untuk melanjutkan keturunan.

3. Penanggung jawaban dalam pemiliharaan dan pengasuhan anak.

4. Sebagai unit ekonomi terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sandang

dan papan.

5. Menetapkan status, artinya dijadikan dasar untuk menetapkan atau

menentukan status yang turun temurun (Soeleman B. Taneko, 1986: 67).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka jelaslah bahwa di dalam suatu

keluarga terdapat beberapa anggota keluarga yang terdiri dari suami atau ayah,

seorang istri atau ibu dan anak-anak yang merupakan buah kasih sayang mereka.

Kehidupan dalam keluarga ini ditandai dengan adanya ikatan bathin yang kuat,

hubungan yang erat dan merupakan kesatuan yang terkecil dalam masyarakat dan

merupakan keluarga batih (Soeleman B. Taneko,1986: 68).

Dengan demikian keluarga batih mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang

seyogyanya.

2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses di mana

anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal,

memahami, mentaati dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang

berlaku.

3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis.

4. Unit terkecil dalam masyarakat, tempat anggota-anggotanya mendapat

perlindungan bagi ketentraman jiwanya.

(31)

Adapun pendapat tentang delapan fungsi dasar keluarga, yaitu:

1. Fungsi Afeksi, sebagai tempat untuk mendapatkan dan mencurahkan kasih

sayang.

2. Fungsi Sosialisasi, menjadikan keluarga sebagai tempat berinteraksi pertama

kali

3. Fungsi Pendidikan, Melalui keluarga seorang individual akan mendapatkan

pengetahuan tentang benar dan salah, boleh dan tidak boleh dengan segala

konsekuensinya.

4. Fungsi Rekreasi, Melalui keluarga seorang individu mengharapkan tempat

untuk mendapatkan kesenanga, membantunya, menyelesaikan masalah atau

sekedar melepaskan kelelahan.

5. Fungsi Proteksi, Keluarga juga berfungsi untuk memberikan perlindungan

baik secara fisik maupun mental.

6. Fungsi Ekonomi, Merupakan fungsi dominan, di mana keluarga dapat

memenuhi kebutuhan hidup seorang individu.

7. Fungsi Biologik, Keluarga merupakan salah satu wadah untuk merumuskan

keturunan (ST.Vembriarto,1993: 36-38).

Bardasarkan uraian di atas, maka komunikasi dalam keluarga mempunyai peranan

sangat penting terhadap anggota-anggotanya, antara lain:

1. mengembangkan kreativitas berfikir dan imajinasi, memahami dan

mengendalikan diri serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum

(32)

2. Meningkatkan hubungan insani(human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai

pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

3. Sosialisasi, Penyedian sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang

bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia

sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif dalam masyrakat

(Hafeid Cangara, 1998: 61-68).

2.4 Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan sistem sosial terkecil di dalam masyarakat. Hal ini terjadi,

sebab di dalam keluarga terjalin hubungan yang kontinyu dan penuh keakraban,

sehingga jika di antara anggota keluarga itu mengalami peristiwa tertentu maka

anggota keluarga yang lain biasanya ikut merasakan peristiwa itu. Dari penjelasan

itu, keluarga muncul karena adanya unsur perkawinan, dan hubungan darah,

sehingga rasa emosional dan keterikatan antar anggota keluarga menjadi sangat

kuat dibandingkan dengan institusi lainnya. Individu membentuk keluarga

biasanya ingin mencapai tujuan-tuujuan tertentu, yang secara umum adalah untuk

mencapai kebahagiaan hidup di dunia ini (Galvin, 1982: 8).

Pola komunikasi keluarga merupakan bentuk komunikasi keluarga yang diiakukan

secara relasi di antara anggota keluarga dalam menyampaikan pesan kepada

anggota yang lain, yang di mana penyampaian itu atas berdasarkan:

(33)

2. Cohesion (keterpaduan). Keterpaduan merupakan bentuk implikasi dari hubungan yang menunjukkan kesatuan pendapat, pikiran dan tenaga di dalam

keluarga. Tingkat keterpaduan dapat berpengaruh penting dalam menjaga

keutuhan sebuah keluarga. Oleh karena itu, keterpaduan juga mempunyai

kaitan dengan komunikasi yang dilakukan dalam keluarga. Jika keterpaduan

sangat tinggi, make di dalam keluarga itu terjadi keterikatan yang sangat

tinggi, sating tergantung antara anggota keluarga, dan tidak dapat dipisahkan,

tetapi kalau keterpaduan rendah, maka masing-masing anggota keluarga tidak

akan sating mempedulikan, terpisah, dan tidak ada keterikatan, Keterpaduan

dalam keluarga ini tidak semata bersifat fisik tetapi juga psikis. Sehingga bisa

saja secara fisik berjauhan, tetapi secara psikis justru berdekatan.

3. Adaptability (penyesuaian). Penyesuaian merupakan konsep yang mengacu pada peran dan fungsi sebuah keluarga di dalam merespon atau melakukan

penyesuaian tehadap hal-hal di luar lingkungannnya. Sebagaimana diketahui

bahwa keluarga sebagai sistem sosial terkecil, kehadirannya tidak dapat

dilepaskan dari sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Oleh karena itu, agar

keutuhan keluarga terjaga, maka perlu upaya untuk menyesuaikan perubahan

yang ada atau menolak perubahan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai

keluarga. Penyesuaian yang tinggi oleh keluarga terhadap lingkungannya,

(34)

2.5 Pengertian Masyarakat

Menurut Selo Soemarjan dalam Soerjono Soekanto (1992: 24), masyarakat adalah

orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan masyarakat

merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup

lama sehingga mereka dapat mengatur din mereka dan menganggap diri mereka

sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas

2.6 Pengertian Suku Minangkabau

Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan

sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut

budaya Minangkabau. Kawasan budaya Minangkabau mempunyai daerah yang

luas. Batasan untuk kawasan budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi.

Berarti kawasan budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif

Sumatera Barat. Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah

suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan

penduduk sendiri.

Minangkabau berpusat di Pagaruyung atau disebut juga Kerajaan Pagaruyung,

mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim

atusan-utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung

kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu

pemahaman saja. Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah

suku bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek

(35)

Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam

mengkaji Suku Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo

(penuturan orang-prang tua). Kedua sumber ini lama penting, walaupun pada

keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun dapat pula saling

melengkapi. Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari

ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-buukti yang jelas dan otentik.

Dapat berupa peninggalan-peninggalan mesa lalu, prasasti-prasasti, batu tagak

(menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan catatan tertulis lainnya. Dalam hal ini,

ternyata bukti sejarah lokal Suku Minangkabau termasuk sedikit.

2.7 Pengertian Rantau

Rantau adalah kata benda yang berarti dataran rendah atau daerah aliran sungai.

Jadi biasanya terletak dekat dari daerah pesisir. Merantau ialah kata kerja yang

berawalan me- yang berarti pergi ke rantau (Naim 1979: 02). Tetapi dari susut

sosiologi, istilah ini sedikit mengandung enam unsur pokok berikut:

1. Meninggalkan kampung halaman

2. Dengan kemauan sendiri

3. Untuk jangka waktu lama atau tidak

4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman

5. Biasanya dengan maksud kembali pulang

6. Merantau adalah lembaga sosial yang membudaya

Motivasi merantau pada tingkat permulaan, ialah untuk mencari penghidupan

yang lebih baik. Mereka pindah jauh dari pusat Luhak Nan Tiga, yaitu di daerah

(36)

2.8 Jenis Harta Peninggalan

Menurut Amir Syarifuddin (2001: 44), harta peninggalan adalah semua harta

kekayaan yang diteruskan orang tua selaku pewaris kepada ahli pewaris. Hal ini

terjadi ketika pewaris telah meninggal dunia. Pada masyarakat adat Minangkabau,

harta peninggalan diwariskan kepada anak-anak yang berjenis kelamin

perempuan, dan hal ini telah ditetapkan dalam hukum adat Minangkabau. Adapun

benda-benda yang diwariskan ifu berupa rumah, kebun, sawah yang merupakan

suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menurut adat. Apabila ditinjau dari

segi asal usulnya, harta peninggalan tersebut dapat dikatagorikan sebagai harta

pusaka, harta bawaan, dan harta mata pencarian.

1. Harta Pusaka

Harta pusaka merupakan peninggalan. baik yang bersifat terbagi maupun tidak

terbagi (Amir Syarifuddin, 2001: 46). Harta pusaka sendiri dapat dibagi lagi

menjadi harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi

merupakan harta peninggalan turun menurun dari zaman leluhur. Harta ini

merupakan milik bersama kerabat. Misalnya rumah adat (rumah gadang),

lumbung padi, ataupun rumah pertemuan anggota masyarakat.

Kemudian yang disebut harta pusaka rendah pada umumnya merupakan harta

peninggalan dari suatu generasi ke atas. Harta pusaka akan bertambah dengan

ma uknya harta bawaan suami atau istri, harta dari mata pencarian, dan harta

bawaan (Amir Syarifuddin, 2001: 47). Semua harta kekayaan keluarga

(37)

Namun pada saat sekarang ini tampaknya telah banyak perubahan mengenai

harta pusaka tinggi. Terbukti dalam perkembangan selanjutnya harta pusaka

tinngi ini telah dibagi-bagikan dan menjadi hak milik perorangan. Pada

masyarakat Suku Minangkabau, khususnya yang berdomisili di Desa Way

Urang, Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Hal pewarisan ini

terbatas hanya pada harta pusaka rendah. Hal ini disebabkan karena harta

pusaka tinggi biasanya tidak terbagi, dan keberadaannya juga berada pada

daerah asai suku Minangkabau di Sumatera Barat.

2. Harta Bawaan

Harta bawaan atau pembawaan (Amir Syarifuddin, 2001: 48), dapat diartikan

sebagai semua harta yang dibawa oleh suami ataupun istri yang menipakan

bekal dalam perkawinan mereka. harta meliputi:

(1) Barang-barang sebelum perkawinan, terdiri dari:

a. Barang-barang yang telah dimiliki istri suami sebelum perkawinan

b. Barang-barang yang dimiliki istri maupun suami karena pemberian

harta yang telah bertalian dengan kematian yang diperoleh dari orang

tuanya masing-masing.

c. Barang-barang yang diperoleh karena warisan.

d. Barang-barang yang diperoleh karena pemberian orang lain.

(2) Barang-barang selama ikatan perkawinan

a. Barang-barang yang diperoleh setiap istri maupun suami dengan usaha

sendiri.

b. Barang-barang karena pembagian atau pemberian hanya jatuh kepada

(38)

3. Harta Mata Pencarian

Harta mata pencarian dapat diartikan sebagai semua harta yang didapat oleh

suami istri bersama-sama ada dalam ikatan perkawinan (Amir Syarifuddin,

2001: 72). Pengertian harta pencarian ini tidak termasuk harta asal atau harta

pemberian yang mengikuti harta tersebut. Disini tidak dipermasalahkan

apakah istri hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga saja, sebab penghasilan

suami dikatagorikan sebagai hasil dari mata pencarian milik bersama pula

dalam menempuh rumah tangga sebagai pasangan suami istri.

2.9 Kerangka Pikir

Sebagai makluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lain. Ia

ingin mengetahui lingkungan sekitarnya apa yang ada dalam dirinya, rasa ingin

tahu ini, memaksa manusia ingin berkomunikasi. Untuk memahami, mengenal

nilai budaya di dalam sebuah keluarga. Setiap keluraga sangatlah memerlukann

komunikasi karena dengan udanya komunikasi yang membuat adanya

kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula dimonopoli satu atau

beberapa orang. Perumusan ini bermaksud bahwa komunikasi yang baik dan

efektif, adalah komunikasi yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi

orang-orang yang terlibat (Mariana, 2005: 14), khususnya komunikasi

antarpribadi karena berperan penting di dalam sebuah keluarga yang memiliki

(39)

Hak waris merupakan sebagai salah satu norma-norma yang menetapkan harta

bekayaan baik yang materil maupun yang immaterial, yang mana dari seorang

tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga

mengatur saat, cara dan proses peralihannya dari harta yang dimaksud. Sedangkan

di suku Minagkabau telah terjadi pergeseran budaya, di mana kedudukan anak

laki-laki dalam suku Minangkabau telah mendapatkan hak waris yang sama

dengan saudara perempuannya. Hal ini dikarenakan adanya komunikasi

antarpribadi di dalatin sebuah keluarga Minagkabau yang berada perantauan oleh

sebab itu komunikasi antarpribadi sangat berperan penting dalam pembagian hak

waris karena bisa menghilangkan konflik-konflik yang ada.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis komunikasi antarpribadi orang tua

dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di Kelurahan Way

Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Dalam konteks harta

waris, adanya Suku Minangkabau di perantauan ini merupakan fenomena yang

menarik untuk diteliti, sebab anak-anak di dalam keluarga suku Minangkabau

cenderung lebih mengandalkan informasi dari orang tua mereka mengenai

pembagian harta waris, dibandingkan dengan anak-anak yang lahir di Sumatera

Barat. Di tanah kelahirannya sumber informasi mengenai pembagian harta waris

ini sangat beragam, baik dari sekolah (melalui muatan pendidikan lokal),

(40)
[image:40.595.143.557.156.402.2]

Kerangka piker penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dalam Konteks Hak Waris pada Masyarakat Minangkabau di Perantauan

Konteks Tatap Muka

Pesan Mengenai Hak Waris

Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

(41)

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang diterapkan adalah kualitatif. Menurut Bugdon dan Taylor dalam Moleong (2005: 5-6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif adalah prosedur analisis yang tidak menggunakan analisis statistik atau cara kuantifikasi/perhitungan.

3.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2005; 93), masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus penelitian. Fokus dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau di

Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda, yang meliputi:

1. Konteks komunikasi antarpribadi orang tua dan anaknya

2. Pesan komunikasi antarpribadi mengenai hak waris dalam adat Minangkabau

3. Tujuan komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam konteks hak waris

(42)

3.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya. Dalam penelitian ini informan peneliti dengan teknik purposive sample, yaitu pengambilan informan secara tidak acak, tetapi dengan pertimbangan dan kriteria tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menadi sasaran atau perhatian peneliti dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi mengenai suatu yang ditanya peneliti.

2. Informan merupakan subyek yang masih trika secara penuh aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatian peneliti.

3. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu.

Adapun kriteria-kriteria dari informan dalam penelitian ini adalah:

1. Warga Suku Minangkabau yang sudah lama tinggal di Desa Way Urang

2. Warga Suku Minangkabau yang memiliki anak perempuan dan laki-laki yang berusia antara 13 -17 tahun, dengan alasan bahwa pada usia tersebut anak mulai memasuki usia yang cukup untuk menerima informasi mengenai pewarisan harta pada adat Suku Minangkabau. Selain itu orang tua juga biasanya membicarakan masalah harta waris ketika anak berada pada rentang usia tersebut

(43)

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka informan peneliti ini ditetapkan sebanyak enam orang, terdiri dari tiga informan kelompok orang tua dan tiga informan kelompok anak.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan penelitian untuk mengamati dan mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian.

2. Wawancara, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dilakukan menggunakan pedoman wawancara.

3. Dokumentasi, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian. 4. Kepustakaan, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan

dan mengutip literatur atau sumber pustaka yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian

3.5 Teknik Analisis Data

(44)

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan dituangkan ke dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi, dirangkum, difokuskan pada hal-hal penting. Dicari tema dan polanya disusun secara sistematis.

2. Penyajian Data (Display Data)

Untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat bermacam matriks, grafik, jaringan, dan bagian atau bisa pula dalam bentuk naratif saja.

3. Mengambil Kesimpulan atau Verifikasi Data.

(45)

4.1 Identitas Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda

Identitas Kelurahan Way Urang adalah sebagai berikut:

1. Nama Desa : Way Urang

2. Kecamatan : Kalianda

3. Kabupaten : Lampung Selatan

4. Provinsi : Lampung

(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)

4.2 Batas Wilayah Kelurahan Way Urang

Batas-batas wilayah Kelurahan Way Urang sebagai berikut:

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kedaton

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Canti

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Palembapang

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Merak Belantung

(46)

4.3 Orbitasi Kelurahan Way Urang

Orbitasi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan

menuju Ibu Kota Kecamatan, Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Propinsi adalah

sebagai berikut :

1. Jarak ke Ibu Kota Kecamatan : 1,5 km

2. Jarak ke Ibu Kota Kabupaten : 1 km

3. Jarak ke Ibu Kota Propinsi : 63 km

(Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010)

4.4 Luas Wilayah dan Peruntukan Tanah

Luas Kelurahan Way Urang adalah 1.216 Ha, dengan peruntukan tanah sebagai

[image:46.595.115.473.455.619.2]

berikut:

Tabel 1. Peruntukan Tanah Kelurahan Way Urang

No Peruntukan Tanah Luas Wilayah

1 Pemukiman/Perumahan 850

2 Persawahan 8

3 Perkebunan 231

4 Pekarangan 139

5 Sarana Umum 3

Jumlah 1.231

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa peruntukan tanah di Kelurahan Way

Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan paling luas yaitu 850 Ha

adalah pemukiman/perumahan penduduk sedangkan yang peruntukan tanah

(47)

4.5 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut jenis

[image:47.595.114.459.224.284.2]

kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1 Laki-Laki 4.247

2 Perempuan 5.805

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Way

Urang Kecamatan Kalianda adalah 10.025 jiwa, terdiri dari 4.247 penduduk

berjenis kelamin laki-laki dan 5.805 penduduk berjenis kelamin perempuan.

Dengan demikian maka penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak

dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki.

4.6 Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut

kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Jumlah (Jiwa)

1 0–12 bulan 587

2 13 bulan–4 tahun 1.100

3 5 tahun - 75 tahun 8.365

Jumlah 10.025

[image:47.595.114.458.642.715.2]
(48)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa sebanyak 587 penduduk di

Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda berusia antara 0-12 bulan, sebanyak

1.100 penduduk berusia antara 13 bulan - 4 tahun dan sebanyak 8.365 penduduk

berusia antara 5 – 75 tahun. Dengan demikian maka sebagian besar penduduk

berusia antara 5–75 tahun.

4.7 Keadaan Penduduk Menurut Agama

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda dilihat dari

[image:48.595.114.458.376.477.2]

penganut Agama, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah Penganut

1 Islam 9719

2 Kristen 102

3 Katholik 97

4 Budha 87

5 Hindu 47

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penganut agama mayoritas di

Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda adalah Islam yaitu 9.719 jiwa,

sedangkan penganut mayoritas adalah Hindu yaitu 47 jiwa. Data di atas

menunjukkan bahwa penganut agama Kelurahan Way Urang beragam, yang

(49)

4.8 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Keadaan penduduk Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda menurut tingkat

[image:49.595.114.457.219.372.2]

Pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Belum Sekolah 1.115

2 Taman Kanak Kanak 287

3 Sekolah Dasar 3272

4 SMP/SLTP 2458

5 SMA/SLTA 3486

6 Akademi/D1-D3 486

7 Sarjana (S1-S3) 35

Jumlah 10.025

Sumber : Monografi Kelurahan Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Way

Urang berdasarkan tingkat pendidikan adalah penduduk yang berada pada

pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah 3272. Kelompok tingkat pendidikan

yang paling sedikit adalah penduduk yang berada pada kelompok tingkat

(50)

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Identitas Informan

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa

Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung selatan, yang terdiri dari

tiga orang tua dan tiga orang anak. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas

mengenai identitas informan dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

5.1.1.1 Informan Kelompok Orang Tua

Identitas informan dari kelompok orangtua adalah sebagai berikut:

1. Nama : Sulaiman Haris

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan Terakhir : SMA

Jumlah Anak : 3 orang

2. Nama : Burhanuddin Sikumbang

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan Terakhir : SMA

(51)

3. Nama : Siti Maysaroh

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir : SMP

Jumlah Anak : 2 orang

(Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2010)

5.1.1.2 Informan Kelompok Anak

Identitas informan dari kelompok anak adalah sebagai berikut:

1. Nama : Firman Agustian

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 16 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMP

2. Nama : Hendra Oktaviansyah

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 17 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMA

3. Nama : Sherly Salsabila

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMA

(52)

5.1.2 Hasil Wawancara pada Informan Kelompok Orang Tua

Deskripsi hasil wawancara mengenai komunikasi antarpribadi orang tua dengan

anak dalam konteks hak waris pada Suku Minangkabau yang dilakukan terhadap

informan kelompok orang tua adalah sebagai berikut:

1. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

Menurut Sulaiman Haris, orang tua menyampaikan berbagai aturan adat berupa

pewarisan harta kepada anaknya dengan cara bercakap-cakap secara langsung,

ketika anak dianggap mulai harus memahami peraturan adat dan kebudayaan

Minangkabau, yaitu pada saat anak memasuki usia remaja. Melalui komunikasi

secara langsung tersebut maka ia akan secara mudah

Gambar

Gambar 1Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 1. Peruntukan Tanah Kelurahan Way Urang
Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Agama
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian kekuatan tarik dari tiga perlakuan konsentrasi penggunaan asam klorida sebagai bahan pengasaman pada kulit ikan nila samak tersaji pada gambar 1.. Pengujian

Volume penjualan yang dapat dihasilkan oleh kapasitas. usaha pada saat

HETODE

Simpulan dari pengembangan ini adalah; 1) Dihasilkan sebuah produk berupa termometer berbahan termoelektrik dan disertai petunjuk pengunaan (user manual) yang

Secara sederhana penilaian hasil belajar berbasis Higher Order Thinking Skills, merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir

Laporan audit internal ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat pengendalian audit intern, untuk menentukan ditaati

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Gorontalo selama tahun 2007-2012.Data yang

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, model pembelajaran yang tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu Model Pembelajaran