KONTRIBUSI PENERIMAAN RETRIBUSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PAD PROVINSI LAMPUNG Tahun 2004 - 2011
Oleh
REFLIK DWIAJIE
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
KONTRIBUSI PENERIMAAN RETRIBUSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PAD PROVINSI LAMPUNG Tahun 2004 – 2011
Oleh
REFLIK DWIAJIE
Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah hasil pajak daerah dan retribusi daerah.
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjelaskan pengertian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, dan hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “ Seberapa besar kontribusi penerimaan retribusi Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung tahun 2004-2011”, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Seberapa Besar kontribusi penerimaan retribusi Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung taahun 2004-2011, teknik pengumpilan data yang digunakan adalah dokumentasi sedangkan untuk analisis digunakan analisis data secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa Pengukuran besarnya kontribusi subsektor perkebunan terhadap PAD Provinsi lampung sangat ditentukan oleh kemampuan subsektor perkebunan dalam merealisasikan target yang ditetapkan potensi pungutan retribusi yang dicapai pertahunnya dengan rata-rata Rp. 148.365.651 dengan potensi pungutan terbesar pertahun pada tahun 2011 yaitu Rp. 365.254.000 dan terkecil yaitu pada tahun 2005 sebesar Rp. 130.872.000, sedangkan realisasi pungutan retribusi yang dicapai pertahunnya rata rata adalah Rp. 238.927.625 dengan realisasi terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 312.548.988 dan terkecil pada tahun 2004 sebesar Rp. 72.700.000, untuk keseluruhan realisasi terhadap potensi dalam lima tahun anggaran rata rata adalah sebesar 31.64 %.
Halaman
C.Sumber-sumber Pendapatan Daerah ... 19
D.Retribusi Daerah ... 22
E. Pengertian Dan Peranan Retribusi Daerah Sebagai Sumber ... 25
F. Penerimaan Daerah ... 27
F. Struktur Susunan Organisasi Dinas Perkebunan ... 34
G.Potensi Dan Kondisi Perkebunan Provinsi Lampung ... 35
H.Tujuan Pembangunan Perkebunan Provinsi Lampung ... 36
IV HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHSAN A.Perhitungan Target Dan Realisasi PAD Provinsi Lampung Tahun 2004 – 2011 ... 39
B. Unsur-Unsur Pengelolaan Yang Mempengaruhi Penerimaan ... 42
V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 49
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari
program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan
berlangsung secara terus-menerus dalam rangka mewujudkan kehidupan
masyarakat yang lebih baik. Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian
usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan memperluas lapangan kerja. Arah dari pembangunan
ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara
mantap dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.
Pelaksanaan otonomi daerah disesuaikan dengan prioritas daerah dan
melalui pengembangan potensi daerah seoptimal mungkin yang di
dalamnya juga melibatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan
yang juga harus ditingkatkan lagi melalui pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab kepada daerah dengan tetap mengacu kepada arah dan
tujuan pembangunan nasional.
Untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya maka
membiayai kegiatan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan.
Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan
kepada daerah, maka daerah diwajibkan untuk menggali berbagai sumber
keuangan sendiri berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam rangka pengembangm sistem otonomi daerah telah
dikeluarkan Undang-undang tentang otonomi daerah yaitu
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dapat memberikan kepastian
sumber-sumber keuangan bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah secara lebih
proporsional serta disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah. Dengan Undang-undang tersebut berarti idiologi politik dan struktur
pemerintahan negara akan lebih bersifat desentralisasi dimana pemerintahan
sebelumnya lebih bersifat sentralisasi.
Tujuan dari kebijakan desentralisasi sendiri antara lain :
1. Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah.
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan
subsidi dari pemerintah pusat
3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi
masing-masing daerah.
Dalam Undang-Undang Republik Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
ditetapkan bahwa sumbersumber pendapatan daerah adalah sebagai
berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari.
a.pajak daerah.
b. retribusi daerah.
c. Pembagian laba badan usaha milik daerah.
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Pendapatan yang sah
Peningkatan penerimaan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dijadikan
sebagai tolak ukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghimpun
dana dari masyarakat sehingga tidak tergantung kepada pemerintah pusat
dengan jalan menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.
Dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan, tiap-tiap daerah
memerlukan biaya yang cukup guna terlaksananya kegiatan tersebut secara
baik dan tepat waktu. Mengingat bahwa pembangunan hendaknya dirasakan
oleh seluruh lapisan masyarakat, maka kegiatan pembangunan hendaknya
tidak hanya dilakukan di pusat kota atau daerah tertentu, melainkan dapat
menjangkau seluruh daerah atau desa desa.
Untuk melaksanakan pembangunan yang merata dan dapat dijangkau oleh
seluruh masyarakat tersebut tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit,
tiap-tiap daerah harus dapat menggali sendiri potensi daerah masing-masing
sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerahnya.
Untuk dapat mengetahui perkembangan Pendapatan Asli Daerah Provinsi
Lampung dapat dilihat pada tabel I.
Tabel 1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung Tahun 2004-2011 (dalam ribu rupiah).
Tahun Target Realisasi Rasio (%)
2004 305.117,936 422.059.081 138,3
2005 346.266.831 563.739.266 162,8
2006 512.215,692 658.531.380 128,5
2007 601.552,662 714.576.591 118,5
2008 819.173,437 945.918.152 115,4
2009 850.874,889 910.478.883 107,0
2010 930.745.439 953.932.384 102,4
2011 970.668,353 991.823.234 102,1
Sumber : Dispenda Provinsi Lampung, 2011
Pada Tabel. 1 terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi
Lampung dari tahun 2004 sampai Tahun 2011 mengalami fluktuasi ysng
cukup signifikan dengan penerimaan terbesar pada tahun 2011 sebesar
Rp.991,823,234, dan penerimaan terkecil pada Tahun 2004 sebesar
Rp.422.059.081, dengan rata-rata kenaikan pendapatan sebesar 121,8 persen
pertahun. Kenaikan terbesar terjadi pada Tahun 2005 yaitu sebesar
162,8persen dan kenaikan terkecil terjadi pada Tahun 2011 yaitu sebesar
102,1persen.
Untuk melihat perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi
Tabel 2. Rekapitulasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung Tahun 2004 – Tahun 2011 (Dalam ribu rupiah)
2004 253.925.221 36.471.412 4.207.141 30.608.455 325.212.229
2005 350.772.072 53.287.909 7.300.728 34.791.844 446.152.553
2006 468.358.783 73.002.198 7.676.221 69.865.360 618.902.562
2007 567.484.359 73.518.650 9.883.550 63.690.032 714.576.591
2008 774.613.920 78.187.108 10.955.126 82.161.998 945.918.152
2009 834.347.938 81.837.348 11.734.344 86.454.325 168.291.673
2010 893.234.455 88.342.564 14.346.745 92.643.873 1.088.567.637
2011 921.254.677 94..576.336 16.456.687 98.678.534 1.036.389.898
Sumber : Dispenda Provinsi Lampung, 2011
Berdasarkan Tabel. 2, sumbangan terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah
didominasi oleh penerimaan pajak yang setiap tahunnya mengalami
peningkatan secara signifikan. Penerimaan terbesar sektor pajak terjadi
pada Tahun 2011 yaitu sebesar Rp921.254.677 Sedangkan untuk retribusi
daerah penerimaan terbesar terjadi pada Tahun 2011 yaitu sebesar Rp.
94..576.336.
Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam
meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah hasil pajak
daerah dan retribusi daerah.
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan, dan hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Retribusi mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengisi kas (function budgeter) dan sebagai pengatur (function regular). Bila ditinjau dari sudut
retribusi sebagai pengisi kas daerah maka retribusi daerah pada dasamya berfungsi
untuk menutupi pengetuaran rutin disetiap anggaran, sedangkan yang
dimaksud retribusi sebagai pengatur yaitu untuk mengatur perekonomian
guna menuju pertumbuban ekonomi yang cepat.
Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah, pembiayaan
pemerintah dan pembangunan daerah yang bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah, khususnya yang berasal dari retribusi perlu ditingkatkan lagi,
sebab penerimaan sektor retribusi daerah merupakan sektor yang paling
potensial untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah.
Adapun realisasi pendapatan retribusi daerah Provinsi Lampung tahun
Tabel 3. Realisasi Retribusi Daerah dan Sumbangannya Terhadap Pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi lampung tahun 2004 – 2011. (dalam ribu rupiah)
Tahun Retribusi PAD Kontribusi(%)
2004 36.471.412 421.205.908 11,54
2005 53.287.909 563.739.266 10,57
2006 73.002.198 658.531.380 9,02
2007 73.518.650 714.576.591 9,71
2008 78.187.108 945.918.152 12,09
2009 82.169.324 986.768.870 12,00
2010 88.325.645 102.354.528 11,58
2011 91.563.502 108.236.697 11,82
Rata-rata 11,04
Sumber: Dispenda Provinsi Lampung, 2011
Pada tabel 3 terlihat bahwa sumbangan yang diberikan retribusi daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung dari Tahun 2004
sampai dengan Tabun 2011 rata-rata sebesar 11,04 persen. Sumbangan
tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 12,09 persen, sedangkan terendah
terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 9,02 persen. Perkembangan
sumbangan retribusi daerah yang fluktuatif ini menandakan bahwa upaya
yang dilakukan pemerintah Provinsi Lampung dalam meningkatkan
penerimaan retribusi daerah belum berjalan baik.
Retribusi daerah merupakan salah satu sumber keuangan yang cukup
potensial untuk dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah karna banyak
sekali jenis retribusi yang dapat digali daerah. Jika suatu daerah, khususnya
Provinsi Lampung mampu menggali pendapatan yang berasal dari retribusi
daerah itu sendiri tanpa harus tergantung pada bantuan pemerintah pusat.
Untuk melihat target dan realisasi retribusi penjualan produksi usaha daerah
Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Target dan Realisasi Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Provinsi Lampung Tahun 2004-2011
Tahun Target
2006 83.145.000 94.725.000 20,81
2007 90.956.000 102.621.250 8,33
2008 99.863.450 115.435.600 12,50
2009 102.450.352 134.895.320 16,85
2010 116.253.587 175.564.257 30,14
2011 125.689.754 193.364.578 10,13
Rata-rata 15,21
Sumber: Dispenda Provinsi Lampung, 2011
Tabel 4 memperlihatkan target dan realisasi retribusi penjualan produksi
usaha daerah mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Secara keseluruan
perkembangan rata-rata realisasi sebesar 15,21 persen. sumbangan terkecil
terjadi pada tahun 2005 sebesar 7,77 persen, sedangkan persentase
sumbangan terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 30,14 persen.
Pembangunan sektor perkebunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pembangunan Daerah Lampung yang memegang peranan penting
khususnya penyedia lapangan kerja yang luas, penyedia bahan baku bagi
perolehan devisa negara, salah satu pasar potensial bagi produk industri
baik hulu maupun hilir Beserta industri terkait lainnya, dan salah satu
sumber ketahanan ekonomi regional Lampung, dan meningkatkan
pendapatan petani pekebun dan pelaku lainnya, sehingga diharapkan dapat
mengatasi kemiskinan masyarakat khususnya di daerah pedesaan.
Pembangunan pertanian meliputi beberapa sector diantaranya, sektor
perkebunan. Sektor perkebunan menghasilkan tanaman berupa kopi,
lada, karet, kelapa dalam dan lain-lain yang kesemuanya merupakan
komoditas ekspor. Sumber penerimaan Dinas Perkebunan Provinsi
Lampung yang akan memberikan sumbangan dalam retribusi daerah
adalah jenis retribusi jasa usaha daerah yaitu, retribusi penjualan
produksi usaha daerah.
B. Permasalahan
Berdasarkan Tatar beiakang di atas, maka penulis menyimpulkan
permasalahan dalam penelitian ini adalah "Seberapa besar kontribusi
penerimaan retribusi Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli
Daerah Provinsi Lampung tahun 2004-2011?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulisan ini bertujuan :
Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi
Lampung taahun 2004-2011.
D. Kerangka Pemikiran
Seiring dengan berjalannya waktu pemerintah mengeluarkan UU No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004
yang merupakan perubahan atas UU No25 tabun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan UU
No.33 Tahun 2004 pasal 5 penerimaan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan, dimana
sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah (1)
Pendapatan Asli Daerah (2) Dana Perimbangan (3) Lain-lain
Pendapatan. Sumber pembiayaan daerah terdiri dari (1) Sisa lebih
perhitungan Anggaran Daerah (2) Penerimaan Pinjaman Daerah (3) Dana
Cadangan Daerah dan (4) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber yang harus
selalu dan terus
menerus dipacu pertumbuhannya, karna PAD merupakan indikator
penting untuk memenuhi tingkat kemandirian pemerintah dibidang
keuangan. Semakin tinggi peranan PAD terhadap APBD maka semakin
berhasil usaha pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan
salah satu daerah otonom, hal ini sesuai dengan tujuan pemberian otonomi
daerah kepada daerah yaitu meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan didaerah. Untuk
itu daerah dituntut untuk lebih gesit dalam menggali dan meningkatkan
sumber sumber penerimaan daerah dengan memanfaatkan potensi
ekonomi yang ada di daerah.
Subsektor perkebunan memberikan masukan bagi penerimaan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung. Pendapatan Provinsi Lampung dari
sektor perkebunan berasal dari penerimaan dinas yaitu dari retribusi
penjualan produksi usaha daerah yang dimiliki Dinas Perkebunan diantara
lain hasil penjualan bibit atau benih tanaman perkebunan, Balai Pengujian
dan Pengawasan Mutu Benih (BP2MB) yang didapat dari sertifikasi benih
berbagai komoditas perkebunan seperti, kelapa, karet, kelapa sawit, tebu,
lada, kopi, dan kakao, serta penjualan agen hayati berupa jamur yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemerintah Daerah
Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua
pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah
administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh
perangkat Pemerintah daerah pusat. Desentralisasi adalah fungsi
pemerintahan tertentu yang diserahkan kepada Pemerintah daerah yang
mencakup lembaga perwakilan yang dipilih (Nick Devas, 1989:1).
Hal-hal yang mendasar dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini adalah
upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan
prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, serta
pengembangan peran dan fungsi DPRD. Pada saat ini, daerah sudah diberi
kewenangan yang bulat dan utuh untuk merencanakan, melaksanakan,
mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah.
Momentum otonomi daerah saat ini hendaknya dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh Pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pembangunan
daerah.
Pemerintah Daerah. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas,
nyata, dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah
Provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antar daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah otonom, karenanya dalam daerah kabupaten
dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administratif.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah diperlukan adanya
sumber-sumber keuangan daerah, yang merupakan sumber-sumber dana untuk pembiayaan
pengeluaran- pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah daerah,
yang berhubungan dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
pengeluaran pemerintah dijadikan dasar sebagai teori keuangan daerah,
yang menyebutkan bahwa penerimaan pemerintah berasal dari berbagai
sumber penerimaan, yaitu penerimaan pemerintah yang bersumber dari
pajak dan penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan
pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah baik pinjaman Dalam
Negeri maupun Luar Negeri,
penerimaan dari Badan Usaha Milik Pemerintah, penerimaan dari lelang
dan sebagainya. Keuangan daerah harus dilaksanakan dengan pembukuan
yang terang, rapi, dan pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan
secara sehat termasuk sistem administrasinya.
Menurut Musgrave, terdapat tiga fungsi utama dari pemerintah yaitu :
1. Fungsi Alokasi adalah peran pemerintah untuk
mengusahakan agar pengalokasiaan sumber-sumber daya
ekonomi dapat dimanfaatkan secara optimal.
2. Fungsi Distribusi adalah peran pemerintah untuk
mengusahakan pemerataan distribusi pendapatan dan
pemerataan pembangunan.
3. Fungsi Stabilitas adalah peran pemerintah dalam
menyelaraskan kebijaksanaan yang ada.
Dengan demikian, diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBD
nya sendiri (Azhari, 2002) Kondisi keuangan suatu daerah merupakan
salah satu faktor yang sangat menentukan kemampuan daerah dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Keuangan
pemerintahan kemasyarakatan didaerah, oleh karena itu keuangan daerah
adalah kemampuan daerah untuk mengelola, mulai dari merencanakan,
melaksanakan, mengawasi, dan mengevalusai berbagai sumber keuangan
dengan kewenangan dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas perbantuan didaerah yang diwujudkan dalam
bentuk APBN.
Masalah besar keuangan daerah terkait erat dengan ekonomi daerah,
terutama menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang
bagaimana sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh pemerintah
daerah (Devas, 1995).
Parameter keberhasilan perkembangan daerah terefleksikan oleh besar
kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan
daerah. Potensi dana pembanguan yang paling besar dan lestari adalah
bersumber dari masyarakat sendiri yang dihimpun dari pajak dan retribusi
daerah (Basri, 2003).
Peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa membebani
masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan
pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih
penting adalah bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangan daerah
B. Keuangan Daerah
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah diperlukan adanya
sumber-sumber keuangan daerah, yang merupakan sumber-sumber dana untuk pembiayaan
pengeluaranpengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah daerah, yang
berhubungan dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Konsekuensi dari pemberian kewenangan atas otonomi daerah, maka
pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
di daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Dalam
penjelasan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, ditegaskan:
1. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan sumber
keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan kenangan antara
pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota
yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah.
2. Dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah kewenangan
keuangan yang melekat pads setiap sistem pemerintahan menjadi
kewenangan daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber keuangan
1. Pendapatan Asli Daerah, Yaitu
a.Hasil pajak daerah
b.Hasil retribusi daerah
c.Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Karena tidak semua sumber pembiayaan diberikan kepada daerah maka
kepada daerah diwajibkan untuk mengganti sumber-sumber
keuangannya sendiri berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sumber sumber keuangan yang berasal dari daerah
dikelola tanpa membebani pemerintah pusat terutama yang merupakan
komponen-komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1986:53), sumber-sumber
keuangan daerah meliputi:
1. Dari pendapatan daerah melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan
kepada daerah
2. Penerimaan dari jasa pelayanan daerah, seperti tarif perizinan dan
lain-lain.
3. Pendapatan daerah yang diperolah dari laba perusahaan daerah yaitu
kekayaan daerah.
4. Penerimaan dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah tentang hal ini masing-masing daerah berbeda
persentase penerimaannya.
5. Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung atau
penggunaannya ditentukan untuk daerah tersebut, seperti
pelaksanaan instruksi presiden.
6. Pemberian bantuan dari pemerintah pusat yaitu yang bersifat
khusus karena
keadaan-keadaan tertentu.
7. Penerimaan daerah yang didapat dari pinjaman-pinjaman yang
dilakukan
pemerintah daerah.
Untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendiriya daerah
membutuhkan sumber keuangan yang cukup baik pula. Dalam hat ini
daerah dapat memperoleh melalui beberapa cara yaitu :
1. Dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah direstui oleh pemerintah pusat.
2. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga.
3. Ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut oleh daerah.
C. Sumber - Sumber Pendapatan Daerah
Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan
untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali
sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan
antar pemerintah pusat dan daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang digali murni
dari masing masing daerah, sebagai sumber keuangan daerah yang
digunakan untuk membiayai pengadaan pembelian dan pemeliharaan
sarana dan prasarana pembangunan daerah yang tercermin dalam anggaran
pembangunan. Berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 pasal 5 penerimaan
daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas:
A. Pendapatan Asti Daerah
PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah melalui usaha
penggalian sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh daerah.
PAD merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah.
PAD terdiri dari:
a. Pajak Daerah
Pajak daerah sebagai sumber penerimaan yang juga
menjadi kebijakan untuk mengatur kegiatan perencanaan.
atas penduduk setempat untuk membiayai pelayanan
masyarakat.
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan harga dari suatu layanan
langsung dari pemerintah daerah. Kebijakan memungut
bayaran untuk barang dan jasa yang disediakan oleh
pemerintah berpangkal pada pengertian
ekonomi, seseorang bebas menentukan besarnya
layanan yang diinginkannya.
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah Yang Dipisahkan
Hasil perusahaan milik daerah i ni maksudn ya
adal ah laba perusahaan yang diharapkan sebagai
sumber pemasukan bagi daerah. Pengelolaan perusahaan
daerah haruslah bersifat profesional dan harus berpegang
pada prinsip ekonomi secara umum, yaitu efisiensi.
Perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yaitu fungsi
sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial adalah memberikan
jasa dan kemanfaatan umum, dan fungsi ekonomi yaitu
dengan mendapatkan laba atau keuntungan dari fungsi sosial.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lain-lain PAD yang sah antara lain adalah hasil penjualan
B. Dana Perimbangan.
Dana perimbangan ini adalah pembagian sumber penerimaan untuk
menutupi pengeluaran akibat adanya kegiatan pembangunan.
Pembagian dalam hal ini adalah pembagian antar pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang tujuannya adalah untuk mencapai
perimbangan.
C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-lain Pendapatan yang sah antara lain adalah hibah atau penerimaan
dari daerah Provinsi atau daerah kabupaten/kota lainnya, dan penerimaan
ini yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Karena tidak semua sumber pembiayaan diberikan kepada daerah, daerah
diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri
berdasarkan pada peraturan serta perundang undangan yang berlaku.
Sumber keuangan yang berasal dari daerah dikelola tanpa membebani
pemerintah pusat terutama yang merupakan komponen-komponen
Pendapatan Asli Daerah.
Adapun usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan Pendapatan
Asi Daerah adalah:
a. Intensifikasi
Intensifikasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
meningkatkan PAD dengan memperhatikan beberapa segi,
yaitu: perubahan tarif pajak atau retribusi daerah, dan
peningkatan pengelolaan PAD.
b. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi merupakan suatu kebijaksanaan yang dilakukan
oleh daerah kabupaten/kota dalam upaya meningkatkan PAD
melalui penciptaan sumber-sumber PAD.
D. Rebibusi Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat potensial bagi peningkatan
pendapatan daerah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa perpajakan merupakan salah satu
perwujudan kewajiban kenegaraan. Undang-Undang Dasar 1945 juga
menjelaskan bahwa tindakan yang menempatkan beban kepada
masyarakat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan
Undang-Undang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pajak daerah dan retribusi
daerah juga harus ditetapkan dengan Undang-Undang.
Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang
dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat,
pemungutan iuran retribusi yang harus dibayar oleh penerima
Pengertian retribusi daerah sesuai dengan PP No. 66 Tahun 2001 Tentang
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi daerah ditetapkan sesuai dengan kewenangan
masing-masing daerah sebagairnana diatur dengan perundang-undangan yang
berlaku. Retribusi dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan
objeknya, yaitu:
Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Adapun jenis-jenis
retribusi jasa umum adalah:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akte
Catatan Sipil.
d. Retribusi Pelayanan pemakaman dan penguburan Mayat.
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.
f. Retribusi Pelayanan Pasar.
g. Retribusi Pengujian Kendaran Bermotor.
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran.
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta.
2. Retribusi Jam Usaha Daerah adalah retribusi atas jasa yang disediakan
oleh pernerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis-jenis Jasa Usaha
daerah adalah sebagai berikut:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan.
c. Retribusi Tempat Pelelangan.
d. Retribusi Terminal.
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir.
f. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan
g. Retribusi Penyedotan Kakus
h. Retribusi Rumah Potong Hewan.
i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal.
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair.
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintahan daerah dalam rangka memberikan Izin kepada
orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum
Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
c. Retribusi Izin Gangguan.
d. Retribusi Izin Trayek.
E. Pengertian dan Peranan Retribusi Daerah Sebagai Sumber Penerimaan Daerah.
Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam
meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hasil
retribusi daerah. Untuk mendapatkan sumber penerimaan keuangan dari
retribusi perlu ditingkatkan kemampuan untuk menggali potensi-potensi
yang ada agar dapat menunjang penyelenggaraan pemerintahan
di.daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah,pajak daerah adalah iuran wajib yang hares
diberikan oleh wajib pajak atas jasa atau pemberian Izin oleh daerah,dan
retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau
karena jasa yang diberikan daerah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah
merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemakaian atau
karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang
berkepentingan atau karena jasa yang diberikan olehpemerintahan daerah.
Ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah :
1. Retribusi dipungut oleh negara.
2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis.
3. Adanya kontraprestasi yang secara langsung.
4. Retribusi dikenakan pasta setiap orang atau badan yang
menggunakan atau mengenakan jasa-jasa yang disiapkan negara
(Josef RAvu Kaho, 1991:152).
Secara umum retribusi mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu sebagai pengisi
kas dan sebagai pengatur. sebagai alat anggaran (budgetary) retribusi
digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai
kegiatan-kegiatan pemerintah, terutama
kegiatan-kegiatan rutin. Sedangkan retribusi dalam fungsiya sebagai
cepat, mengadakan redistribusi pendapatan, serta stabilisasi ekonomi
(Suparmoko, 1986:96).
F. Peranan Subsektor Perkebunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung.
Provinsi Lampung sebagai salah satu Provinsi besar di Sumatera dan
memiliki mobilisasi penduduk yang tinggi. Dalam hal ini pemerintah
Provinsi Lampung melihat sektor pertanian khususnya Subsektor
perkebunan sangatlah potensial sebagai salah satu sektor yang
memberikan pemasukan terhadap pendapatan asli daerah.
Pertumbuhan Subsektor perkebunan yang sangat pesat di Provinsi
Lampung merupakan salah satu alasan mengapa Subsektor perkebunan
begitu diperhatikan dikarenakan sebagian besar penduduk di Provinsi
Lampung mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai salah satu
mata pencarian utama.
Dengan potensi yang begitu besar yang dimiliki oleh Subsektor
perkebunan di Provinsi Lampung maka Subsektor perkebunan juga
memberikan kontribusi yang cukup berarti pula terhadap Penerimaan
Daerah Provinsi Lampung, yaitu dengan dikenakannya pajak daerah dan
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif
yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan
keadaan dari objek penelitian. Menurut Dunn (2003:56), penelitian
deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
B. Jenis dan Sumber Data.
Menurut Sugiyono (2004), data dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder adalah
data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, seperti
melalui orang lain atau dokumen.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
Lampung, dan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung dan sumber-sumber
yang relevan. Selain itu juga digunakan buku-buku bacaan referensi yang
dapat menunjang penulisan skripsi ini.
C.Metode Pengumpulan Data
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk pengumpulan
data, karena data yang diperlukan berupa data sekunder, yakni berbentuk
laporan-laporan yang telah disusun oleh instansi terkait dalam lingkungan
Pemerintah Provinsi Lampung. Demikian pula dengan data-data lainnya
yang berupa laporan tertulis. Menurut Arikunto (2006), maka metode
dokumentasilah yang tepat untuk menangani data-data tertulis tersebut.
D.Alat Analisis
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
menganalisis suatu permasalahan dan mencari pemecahannya dengan cara
melakukan pengamatan serta menghubungkannya dengan teori-teori yang
memiliki kaitan terhadap masalah yang berhubungan dengan apa yang
diteliti, dalam hal ini adalah: pengertian efektifitas, pengertian retrubusi
daerah, pengertian retribusi penjualan produksi usaha daerah serta teori
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
menganalisis suatu permasalahan serta mencari pemecahannya dengan
cara melakukan penghitungan-penghitungan terhadap data yang
diperoleh dengan menggunakan rumus - rumus atau model analisis yang
memiliki relevansi terhadap masalah yang diteliti.
E. Gambaran Umnm
1 . Gambaran Umum Provinsi Lampung
Daerah Provinsi Lampung meliputi areal daratan seluas 35.288,35 Km2
termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian Sebelah paling ujung
tenggara pulau sumatera dengan Batas wilayah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan
Bengkulu.
b. Sebelah Selatan berbatsan dengan Selat Sunda.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.
d. Sebelah Barat berbatsan dengan Samudera Indonesia.
Secara geografis, Provinsi Lampung terletak pada kedudukan antara
Lampung dengan ibukota Bandar Lampung yang merupakan gabungan
dari kota kembar Bandar Lampung dan Teluk Betung memiliki wilayah
yang luas dan menyimpan beragam potensi. Pelabuhan utamanya adalah
pelabuhan Panjang dan Bakauheni dan memiliki Lapangan Terbang Raden
Inten II yang merupakan perubahan dari Branti.
Potensi utama yang dimilki Provinsi Lampung adalah potensi
pengembangan lahan dan air. Daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 unit
topograft, yaitu:
1. Daerah topografis berbukit-bergunung dengan kemiringan berkisar
250.
2. Daerah topografis berombak sampai bergelombang dengan
kemiringan 8 – 150; (3) Daerah dataran alluvial dengan kemiringan 1– 30.
3. Daerah dataran rawa pasang-surut
4. Daerah river Basin.
Provinsi Lampung merupakan daerah tropis dangan suhu udara rata-rata
pada Siang hari berkisar antara 31,2 – 34,1°C dan pada malam hari antara 21,7 – 28,4°C. Curah hujan rata-rata 160,90 mm pada tahun 2004 intensitas hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember hingga Februari dan terendah
pada bulan Juli hingga Oktober. Selang rata-rata kelembapan relatifnya
Secara administrasi Provinsi Lampung terdiri dari 14
Kabupaten/Kota yang meliputi:
1. Kabupaten Lampung Barat dengan lbukota Liwa.
2. Kabupaten Tanggamus dengan lbukota Kota Agung.
3. Kabupaten Lampung Timur dengan lbukota Sukadana.
4. Kabupaten Lampung Tengah dengan lbukota Gunung Sugih.
5. Kabupaten Lampung Utara dengan lbukota Kotabumi.
6. Kabupaten Way Kanan dengan lbukota Blambangan Umpu.
7. Kabupaten Tulang Bawang dengan lbukota Menggala.
8. Kota Bandar Lampung.
9. Kota Metro.
10.Kabupaten Lampung Selatan dengan lbukota Kalianda.
11.Kabupaten Pesawaran dengan lbukota Gedong Tataan.
12.Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan lbukota Panaragan.
13.Kabupaten Mesuji dengan lbukota Mesuji.
14. Kabupaten Pringsewu dengan lbukota Pringsewu.
Jumlah penduduk Provinsi Lampung tercatat sebesar 7.289.767 jiwa pads
tahun 2007. selama tahun 1990 - 2000 laju pertumbuhan penduduk
mencapai 0,98%
2 . Gambaran Umum Dinas Perkebunan
Dinas perkebunan Provinsi Lampung merupakan unsur dari
pemerintahan dan tugas umum pembangunan dalam Subsektor
perkebunan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor I I
Tahun 2007, dengan tugas menyelenggarakan kewenangan Rumah
Tangga Provinsi (Desentralisasi) dalam bidang perkebunan yang
menjadi kewenangannya, tugas Dekonsentrasi dan tugas perbantuan
yang diberikan oleh pemerintah serta tugas lain sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan
yang berlaku.
Dalam menciptakan pembangunan perkebunan yang produktif, berdaya
saing yang tinggi dan berkelanjutan menuju masyarakat perkebunan
Lampung yang sejahtera diperlukan perencanaan pembangunan dengan
pandangan jauh kedepan menghadapi masa depan yang penuh tantangan,
penetapan tujan yang jelas sesuai dengan harapan dan keinginan seluruh
masyarakat Lampung, dan dengan memperhatikan tantangan, kendala,
peluang dan potensi yang dimiliki serta faktor lingkungan internal dan
ekstemal.
Untuk menyelenggarakan tugasnya, Dinas Perkebunan Provinsi Lampung
Memilki fungsi yaitu:
1. Perumusan kebijaksanaan, pengaturan, perencanaan, dan
penetapan standar/pedoman.
2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia aparat perkebunan, teknis fungsional, keterampilan
3. Promosi ekspor komoditas perkebunan unggulan daerah Provinsi
Lampung.
4. Perumusan kebijakan, koordinasi, pengawasan dan pelaksanaan
kegiatan bidang pengelolaan lahan dan air.
5. Perumusan kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kegiatan
pengolahan dan pemasaran hasil.
6. Perumusan kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kegiatan
kelembagaan.
7. Pembinaan, pengendalian, pengawasan dan koordinasi.
8. Pelayanan administratif
9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
F. Struktur Susunan Organisasi Dinas Perkebunan
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2007, susunan
organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, terdiri dari:
1. Kepala Dinas.
2. Sekretariat.
3. Bidang Pengolahan Lahan dan Air.
4. Bidang Produksi Perkebunan.
6. Bidang Sumber Daya.
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
G. Potensi dan Kondisi Perkebunan Provinsi Lampung
Potensi wilayah Provinsi Lampung antara lain Potensi Sumber daya alam.
Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencarian dibidang
pertanian/perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tanah
merupakan potensi yang diandalkan Provinsi Lampung. Perkebunan
merupakan salah satu Subsektor dari sektor perkebunan. Hal tersebut dapat
terlihat sampai dengan tahun 2007 luas penggunaan lahan pertanian
(tennasuk sawah, perkebunan, dan kebun campuran) mencapai 2.024.870
Ha. Khusus penggunaan lahan perkebunan termasuk didalamnya kebun
campuran mencapai 1.057.222 Ha.
Luas areal perkebunan di Provinsi Lampung pada tahun 2009 mencapai
801.144 Ha dengan produksi 1.565.111 Ton. dengan komoditas utama
terdiri dari:
a. Komoditas Kopi: luas areal mencapai 169.179 Ha, dengan
produksi 145.220 Ton
b. Komoditas kelapa: luas areal mencapai 145.382 Ha, dengan
produksi 112.271 Ton.
c. Komoditas Karet: luas areal mencapai 97.598 Ha, dengan produksi
d. Komoditas Kelapa Sawit: bias areal mencapai 153.160 Ha,
dengan produksi 364.862 Ton.
e. Komoditas Kakao: luas areal mencapai 39.576 Ha, dengan
produksi 26.046 Ton.
f. Komoditas Lada: luas areal mencapai 64.073.Ha, dengan
produksi 22.311 Ton.
g. Komoditas Tebu : luas areal mencapai 110.477 Ha, dengan
produksi 749.821 Ton
Usaha perkebunan di Provinsi Lampung terdiri dari perkebunan rakyat
(75,36%), Perkebunan Besar Negara, (8,17%) dan Perkebunan Besar
Swasta (16,47%) semakin ditingkatkan peranannya sebagai sumber
pendapatan atau devisa daerah maupun Negara, dapat menciptakan
kesempatan kerja, ikut menjaga kelestarian lingkungan serta mengatasi
kesenjangan antara daerah/wilayah, menjamin kelestarian bahan baku
industri dan turut serta dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan
nasional.
H. Tujuan Pembangunan Perkebunan di Provinsi Lampung
Tujuan umum pembangunan Subsektor perkebunan di Provinsi Lampung
adalah terwujudnya agribisnis usaha perkebunan prospektif (unggul) yang
profesional, dan berdaya saing kuat yang dicirikan oleh
produktivitas tinggi mutu produk memenuhi standar ekspor dan SNI,
dan ragam sesuai dengan permintaan pasar. Secara rinci tujuan jangka
menengah (2010-2014) pengembangan komoditas perkebunan di Provinsi
Lampung adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya aparat teknis perkebunan dan keterampilan sumberdaya masyarakat perkebunan.
2. Meningkatkan dan menguatkan sub sistem agribisnis hulu terutama pengadaan sarana produksi, benih, dan bibit tanaman perkebunan sesuai anjuran.
3. Meningkatkan dan menguatkan sub sistem usaha pertanian primer tanaman perkebunan prospektif melalui kegiatan intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan dan atau ekstensifikasi areal perkebunan (revitalisasi perkebunan) sehingga akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan mutu hasil perkebunan.
4. Meningkatkan upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman perkebunan secara terpadu dan berkelanjutan.
5. Menguatkan sub sistem agribisnis hilir melalui pengembangan paket-paket teknologi tepat guna pengolahan hasil tanaman perkebunan prospektif secara terpadu di sentra produksi perkebunan.
6. Meningkatkan dan menguatkan stabilitas pasar melalui pengembangan sistem informasi pasar yang lebih transparan dan profesional.
7. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Subsektor perkebunan dari aspek agribisnis hulu sampai aspek agribisnis hilir.
8. Meningkatkan pendapatan masyarakat petani pekebun dan pelaku usahaterkait serta menjadikannya sejahtera.
Beberapa permasalahan yang masih dijumpai dalam pembangunan
perkebunan saat ini dan tantangannya dapat dialihkan pada masa yang akan
datang adalah subsektor perkebunan yang selama ini dilaksanakan melalui
pola UPP, Pola PIR, swasta seperti produktivitas dan kualitas hasil yang
rendah.
Kesenjangan distribusi pendapatan yang tinggi yang berinteraksi dalam
kegiatan operasional pembangunan perkebunan yang ditempuh adalah
dengan melakukan konsolidasi dari hasil-hasil yang telah dicapai,
pengembangan lanjutan dan kegiatan pembangunan baru yang diselaraskan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah yang dilakukan
oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung selama tahun 2004 – 2011 berdasarkan target yang ditetapkan dengan rata-rata persentase
penerimaan retribusi pertahunnya sebesar 108,0 persen dari target yang
telah ditetapkan.
2. Berdasarkan potensi penerimaan retribusi penjualan produksi usaha
daerah yang seharusnya diterima oleh Dinas Perkebunan Provinsi
Lampung pada tahun 2004 – 2011 masih terdapat kesenjangan. Yaitu Pada tahun 2004 potensi sebesar Rp. 154.020.000 terealisasi sebesar
Rp.72.700.000. Pada tahun 2005 potensi sebesar Rp. 130.872.000
terealisasi sebesar Rp. 78.350.000. Pada. tahun 2006 potensi sebesar Rp.
166.260.000 terealisasi sebesar Rp. 94.725.000. Pada tahun 2007 potensi
sebesar Rp. 238.128.000 terealisasi sebesar Rp. 102.621.250 Pada tahun
2008 potensi sebesar Rp. 257.760.000 terealisasi sebesar Rp.
115.425.340.Pada tahun 2009 potensi sebesar Rp. 283.873.000
315.254.000 terealisasi sebesar Rp. 209.350.544.Pada tahun 2011
potensi sebesar Rp. 365.254.000 terealisasi sebesar Rp. 312.548.988.
B. Saran
Dari uraian dan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikan
sumbangan saran sebagai upaya dalam meningkatkan efektiftas
penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah Pada Dinas
Perkebunan Provinsi Lampung sebagai berikut:
1. Dalam mencapai tujuan sebaiknya Dinas Perkebunan Provinsi Lampung
melakukan
perencanaan penetapan target penerimaan retribusi penjualan produksi
usaha daerah berdasarkan potensi yang ada sehingga jumlah pungutan
yang diterima lebih baik lagi dan sesuai dengan potensi yang ada.
2. Perlunya sosialisasi perda no.7 Tahun 2002 tentang retribusi
penjualan produksi usaha daerah bagi orang pribadi atau badan yang
membeli hasil produksi usaha Pemerintah Daerah, agar jelas
penyelenggaraan retribusi penjualan produksi usaha daerah mulai dari
tahap pendaftaran dan pendataan hingga tahap pemungutan serta sanksi
hukumnya.
3. Meningkatkan koordinasi yang lebih baik lagi antara Dinas
Perkebunan dengan pihak terkait lainnya yang juga melakukan
pungutan retribusi penjualan produksi usaha daerah sehingga proses
4. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pungutan agar tidak
terjadi kesalahankesalahan yang dapat merugikan baik pada dinas
perkebunan atau lembaga terkait lainnya dalam melakukan pungutan
retribusi.
5. Sebaiknya penerimaan-penerimaan yang berasal dari retribusi
diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga hasilnya sesuai dengan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatau Pendekatan Praktek.
Cet. Ke-16, November, Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Azhari, A. Samudra. 2002. Perpajakan Indonesia, Keuangan Pajak dan Retribusi
Daerah. Jakarta: Gramedia
Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis
Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Devas, Nick. 1995. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: UI Press.
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: PT. Hanindita.
Djayasinga, Marselina. 2006. Ekonomi Publik: Suatu Pengantar. Penerbit
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi
Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mangkoesoebroto, Guritno. 2004. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE UGM.
Nazir, Mohammad. 2000. Metode Penelitian. Cet. Ke-6. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nur, Muhamad. 2001. Analisis Sistem Pemungutan Retribusi Salar Pasar. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Provinsi Lampung.
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Susunan Organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 Tentang Pengolahan Keuangan Daerah.
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 2010-2014
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam
Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cet. Ke-7. Bandung: CV Alfabeta.
Suparmoko. 2002. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. Cet. Ke-12, edisi
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1985. Perencanaan Pembanguan. Gunung Agung. Jakarta
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang republik Indonesia Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.