• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA TERPADU TERHADAP NERACA HARA N, P, DAN K PADA VARIETAS PADI VUTB LAHAN SAWAH BERMINERAL DOMINAN LIAT 2:1 (MONSMORILONITIK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA TERPADU TERHADAP NERACA HARA N, P, DAN K PADA VARIETAS PADI VUTB LAHAN SAWAH BERMINERAL DOMINAN LIAT 2:1 (MONSMORILONITIK)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

NERACA HARA N, P, DAN K PADA VARIETAS PADI VUTB

LAHAN SAWAH BERMINERAL DOMINAN LIAT 2:1

(MONSMORILONITIK)

D.A. Suriadikarta dan A. Kasno Balai Penelitian Tanah, Bogor

ABSTRAK

Pada TA 2008 telah dilaksanakan penelitian neraca hara sistem pengelolaan hara terpadu pada lahan sawah bermineral liat dominan 2:1. Pemilihan pengelolaan hara yang baik didasarkan perhitungan neraca hara atau perhitungan hara yang masuk dan keluar dari sawah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (Randomized Complete Block Design) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas kombinasi pupuk anorganik dan organik. Takaran pupuk SP-36 disesuaikan dengan status hara P tanah, takaran pupuk N diberikan dengan bantuan Bagan Warna Daun (BWD) yang dimulai umur 21 HST, selanjutnya dimonitor setiap 7-10 hari. Pemupukan urea pertama diberikan dengan takaran 100 kg/ha. Percobaan dilaksanakan di Cirebon, Jawa Barat. Kombinasi perlakuan untuk lahan sawah bermineral liat dominan 2:1 (monsmorilonitik) adalah: (1) Partial Kontrol (tanpa P, dan K), (2) NPK, (3) NP + 5 t jerami/ha, (4) NK(P dari pupuk kandang setara takaran P/ha,(5) NPK( P dari pupuk kandang setara takaran P) + K dari 5 t jerami/ha, (6) NPK + S (ZA) (7) NPK + (Ca+Mg) + SZA. Bahan organik berupa jerami sisa hasil panen

diberikan dengan takaran 5 t/ha dan pupuk kandang diberikan dengan setara takaran P/ha (2 t pupuk kandang/ha). Lahan sawah yang digunakan berstatus P dan K tinggi, takaran pupuk SP-36 dan KCl ditetapkan 100 dan 80 kg/ha. Pupuk ZA diberikan sebagai sumber hara S dengan takaran 10 kg S/ha. Pupuk Mg dan Ca diberikan dalam bentuk dolomit dengan takaran 20 kg Mg/ha. Kelas mineralogi lokasi percobaan adalah mineral campuran dengan dominasi mineral smektit (banyak) dan kaolinit (sedang). Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata, baik untuk tinggi tanaman maupun jumlah anakan. Namun pemupukan P dan K, baik dari pupuk anorganik (100 kg SP-36 dan 80 kg KCl/ha), maupun dari jerami dan pupuk kandang nyata meningkatkan berat gabah kering panen dan kering giling. Hal ini disebabkan kejenuhan hara K masih jauh di bawah kejenuhan K ideal untuk pertumbuhan tanaman, sehingga hara K baik dari pupuk anorganik dan bahan organik dapat meningkatkan berat gabah kering panen (GKP).

(2)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Beras merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis di dalam ketahanan pangan nasional. Pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras, namun kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan. Salah satu penyebabnya adalah penurunan luas sawah baku. Fagi (1999) menyatakan luas sawah baku menurun dari 4,566 juta ha pada tahun 1990, menjadi 4,474 juta ha pada tahun 1995. Menurut BPS (2003) lahan sawah menurun dari 8,490 juta ha tahun 1997 menjadi 7,780 juta ha pada tahun 2001. Penurunan luas panen terutama terjadi di Jawa (-6,9%), Kalimantan (-6,2%), Maluku (-4,6%), Bali dan Nusa Tenggara (3,7%), sedangkan produksi padi menurun hanya di Bali dan Nusa Tenggara. Penyebab lainnya adalah terjadi penurunan laju kenaikan produksi dari 5,8%/tahun pada tahun 1966-1986 menjadi 2,44%/tahun pada periode 1986-1996, sedangkan periode 1997-2003 menjadi 0,8%/tahun. Selanjutnya Fagi (1999) menyampaikan bahwa berbagai hipotesis para ahli penyebab menurunnya tingkat produksi padi sawah, antara lain: (1) potensi genetik varietas padi, (2) cekaman biologis (hama/penyakit) dan fisik (kekeringan/kebanjiran), (3) degradasi kesuburan tanah, dan (4) penurunan input

produksi, terutama pupuk.

Hasil penelitian Adiningsih (1992) menyatakan bahwa pada periode 1988-1991, pada lahan sawah intensifikasi di Indonesia telah terjadi gejala levelling-off

(pelandaian produktivitas). Rata-rata peningkatan produksi padi nasional yang semula 1,3% pada Pelita IV (1983-1988) turun menjadi 1,0% pada periode 1989-1991 serta terjadi penurunan hasil 0,8% pada periode 1999-2001 (BPS, 2001). Gejala ini dapat terjadi karena dua hal, pertama karena adanya ketidak seimbangan hara dalam tanah dan kedua karena belum optimalnya teknologi yang diaplikasikan. Ketidak seimbangan hara dalam tanah dapat diakibatkan karena penggunaan pupuk kimia dengan takaran yang berlebihan. Pemakaian pupuk anorganik yang tidak terkontrol dapat pula menurunkan produktivitas serta kualitas lingkungan (Adiningsih et al., 1989; Moersidi et al., 1990; Rochayati et al., 1990; Adiningsih, 1992).

Penelitian uji tanah untuk hara P dan K di lahan sawah oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat telah menghasilkan rekomendasi pupuk P dan K padi sawah pada berbagai kelas status hara tanah. Rekomendasi pupuk P dan K ini ditujukan untuk varietas-varietas padi yang berpotensi hasil 5-6 t/ha. Berdasarkan status hara P dan K tanah sawah

(3)

intensifikasi terbagi menjadi kelas rendah (R ), sedang (S), dan tinggi (T). Status P tanah sawah digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi apabila kandungan P-tanah terakstrak HCl 25% berturut-turut < 20 mg P2O5/100g; 20-40

mg P2O5/100g; dan > 40 mg P2O5/100g tanah (Puslittanak, 1992; Adiningsih et al., 1989). Sedangkan status hara K dikelompokan: < 10 mg K2O/100g; 10-20 mg

K2O/100g; dan > 20 mg K2O/100g tanah. Rekomendasi pupuk SP-36 untuk tanah

berstatus P rendah, sedang, dan tinggi masing-masing 100, 75, dan 50 kg/ha (Moersidi et al., 1989), dan rekomendasi pupuk KCl untuk tanah sawah berstatus K rendah, sedang, dan tinggi adalah 100, 50, dan 50 kg/hauntuk VUB. Namun bila jerami dikembalikan ke lahan, maka pupuk KCl sebesar 50 kg/ha hanya diberikan ke lahan sawah berstatus K rendah, sedangkan tanah yang berstatus K sedang dan tinggi cukup diberi jerami takaran 5 t/ha (Soepartini et al., 1990).

Sejalan dengan perkembangkan teknologi budidaya padi, pada awal 2003 telah dilepas varietas-varietas unggul tipe baru (VUTB) dan hibrida yang mempunyai potensi produksi sekitar 20% lebih tinggi dari padi varietas unggul biasa (Balitpa, 2004). Sebagai implikasi dari produksinya yang tinggi, maka kebutuhan hara bagi padi VUTB dan hibrida juga akan lebih tinggi dibandingkan varietas IR-64 dan sejenisnya. Rekomendasi pupuk untuk VUTB Fatmawati yang dikeluarkan oleh Balitpa, pada musim kemarau takaran pupuk Urea 300 kg, SP-36 100 kg dan KCl 150 kg/ha, sedangkan pada musim hujan takaran Urea 250 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 150 kg/ha.Berdasarkan produksi padi berpotensi hasil tinggi maka, pada TA 2007 telah diteliti pengelolaan hara terpadu pada lahan sawah bermineral liat 2:1 dan campuran antara 1:1 dan 2:1 di lapangan serta mempelajari kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K pada beberapa musim. Pemilihan pengelolaan hara yang baik didasarkan perhitungan neraca hara atau perhitungan hara yang masuk dan keluar dari sawah. Kebutuhan hara tanaman untuk rekomendasi pemupukan P dan K untuk padi berpotensi hasil tinggi akan ditentukan berdasarkan analisis tanah dengan PUTS dan jenis mineral liat.

Hasil penelitian pada TA 2005 menunjukkan bahwa pada lahan sawah bertipe liat dominan 1:1, takaran pupuk SP-36 untuk VUTB pada lahan sawah bersatatus hara P tinggi, sedang, dan rendah masing-masing adalah 100, 130 dan 175 kg/ha, takaran pupuk KCl pada lahan sawah berstatus hara K tinggi, dan rendah masing-masing adalah 80 dan 155 kg/ha. Pada tanah sawah dengan mineral bertipe liat 2:1, takaran pemupukan P optimum untuk status P tinggi, sedang, dan sangat tinggi secara berurutan adalah 85, 89, dan 50 kg SP-36/ha. Takaran pupuk KCl optimum pada tanah status K sedang dan rendah adalah 85 dan 120 kg KCl/ha.

(4)

Pada TA 2006 sudah dilakukan penelitian pengelolaan hara terpadu pada lahan sawab bertipe liat 1:1 dan penelitian kalibrasi hara P dan K lahan sawah bertipe liat campuran antara 2:1 dan 1:1. Namun penelitian Kalibrasi hara P dan K pada lahan sawah berstatus P dan K tinggi mengalami kekeringan, sehingga untuk menentukan takaran pemupukan P dan K untuk lahan sawah bermineral liat campuran penelitian tersebut perlu dilakukan kembali.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari neraca hara antara output dan

input pada pengelolaan hara terpadu lahan sawah bermineral liat campuran dominant 2:1 dengan varietas padi berpotensi hasil tinggi.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian pengelolaan hara terpadu lahan sawah bermineral liat campuran dominan 2:1 untuk padi berpotensi hasil tinggi telah dilaksanakan di Bakung, Cirebon, Jawa Barat, pada TA 2008. Penelitian telah dilakukan pada lahan sawah intensifikasi yang mempunyai mineral liat campuran dominan 2:1, dan air pengairan irigasi tersedia selama pertumbuhan tanaman padi. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada hasil analisis kimia contoh tanah komposit, dan lahan sawah yang mempunyai mineral liat campuran dari hasil penelitian yang telah dilakukan (Prasetyo, 1997). Pengambilan contoh tanah komposit didasarkan pada Peta Status Hara P dan K lahan sawah.

Bahan dan alat

Bahan penelitian meliputi bahan-bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian lapangan. Bahan tersebut terdiri atas : (1) alat tulis kantor (ATK) : ballpoint, kertas, tinta komputer, disket, CD dan lain-lain; (2) bahan kimia untuk analisis tanah dan tanaman di laboratorium, dan (3) bahan untuk pelaksanaan percobaan lapangan, seperti pupuk Urea, SP-36, KCl, ZnSO4, CuSO4, pupuk

(5)

Metode

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (Randomized Complete Block Design) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas kombinasi pupuk anorganik dan organik.

Kombinasi perlakuan untuk lahan sawah bermineral liat campuran dominan 2:1 sebanyak 7 perlakuan adalah :

(1) Partial Kontrol (tanpa P, dan K) (2) NPK,

(3) NP + 5 t jerami/ha,

(4) NK (P dari pupuk kandang setara takaran P/ha)

(5) NPK (P dari pupuk kandang setara takaran P) + K dari 5 t jerami/ha (6) NPK + S (ZA)

(7) NPK + (Ca + Mg) + SZA

Bahan organik berupa jerami sisa hasil panen diberikan dengan takaran 5 t/ha dan pupuk kandang diberikan dengan setara takaran P/ha (2 t pupuk kandang/ha). Lahan sawah yang digunakan berstatus P dan K tinggi, takaran pupuk SP-36 dan KCl ditetapkan 100 dan 80 kg/ha. Takaran pupuk N diberikan dengan bantuan Bagan Warna Daun (BWD) yang dimulai umur 21 HST, selanjutnya dimonitor setiap 7-10 hari. Pemupukan urea pertama diberikan dengan takaran 100 kg/ha. Pupuk ZA diberikan sebagai sumber hara S dengan takaran 10 kg S/ha. Pupuk Mg dan Ca diberikan dalam bentuk dolomit dengan takaran 20 kg Mg/ha.

Pemupukan urea, SP-36, KCl, S, Ca, dan Mg diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam, dengan cara disebar di atas permukaan petakan. Jerami diberikan dua minggu sebelum tanam atau bersamaan pengolahan tanah pertama, pupuk kandang diberikan satu minggu sebelum tanam. Pupuk KCl diberikan dua kali, yaitu saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam dan pada saat primordia, masing-masing setengah takaran.

Petak percobaan berukuran 5 x 5 m, dengan varietas padi PC21 berpotensi hasil tinggi. ditanam dengan jajar legowo (40 x 20 x 10) cm. Parameter pertumbuhan tanaman yang akan diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan padi pada umur 30 dan 60 hari setelah tanam, tinggi tanaman dan anakan produktif menjelang panen. Saat panen diamati berat jerami basah dan kering, berat gabah basah dan kering.

(6)

Pengambilan contoh tanah dan tanaman

Contoh tanah komposit sebelum tanam, sebagai anak contoh diambil dari setiap petak perlakuan, sehingga diperoleh 21 anak contoh. Selanjutnya contoh tersebut dijadikan satu, diaduk sampai merata dan diambil ± 1 kg contoh. Contoh tanah komposit dianalisis tekstur (pasir, debu, dan liat), pH H2O dan 1 N KCl,

C-organik dan N (Kjeldal), P2O5 dan K2O terekstrak 25% HCl, P2O5 terekstrak Bray

1, Ca, Mg, K, Na, KTK terekstrak 1 N NH4OAc pH 7, dan Kejenuhan Basa (KB).

Contoh tanah komposit setelah panen diambil setiap perlakuan. Contoh diambil setiap perlakuan dari ketiga ulangan masing-masing tiga anak contoh, selanjutnya tanah dijadikan satu, diaduk dan diambil ± 1 kg. Selanjutnya contoh tanah dikeringanginkan, dihaluskan, disaring dengan saringan berdiameter 2 mm. Tanah yang sudah diproses dianalisis: pH H2O, C-organik, N-total, P2O5 dan K2O

teresktrak 25% HCl, P2O5 terekstrak Olsen, Ca, Mg, K, KTK, Cu, dan Zn.

Contoh jerami dan gabah diambil pada saat panen, dengan mengambil secara acak tumpukan jerani dan gabah yang telah ditimbang. Selanjutnya contoh tersebut dikeringkan dalam open dan digiling, kemudian dianalisis di laboratorium. Contoh jerami dan gabah dianalisis hara N, P, K, S, Mn, Cu, dan Zn.

Analisis data dan pembuatan laporan

Analisis data ditujukan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Data pertumbuhan dan hasil tanaman dianalisis dengan program SPSS versi 12, dan nilai rata-rata diuji dengan metode DMRT dengan tingkat ketelitian 5%.

Perhitungan neraca hara

Perhitungan neraca hara dilakukan dengan cara mengurangi input hara ke dalam tanah dan output hara dari tanah, hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil analisis tanah setelah panen. Hara dikatakan seimbang apabila selisih antara hasil perhitungan dan hasil analisis tanah setelah panen paling kecil. Input

hara terdiri atas hasil analisis tanah awal, pupuk, jerami, pupuk kandang, air pengairan. Ouput hara terdiri atas hara yang terangkut jerami, gabah, dan air pengairan. Neraca hara dihitung berdasarkan selisih antara input dengan output

(7)

Neraca hara = InputOutput

Input = pupuk, jerami, pupuk kandang dan air Perkiraan kehilangan : N = 25% dari total input N

P = 0% dari total input P K = 10% dari total input K

Output = jerami dan gabah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis mineral liat

Hasil analisis XRD terhadap contoh tanah komposit dari Desa Bakung Lor, Cirebon untuk penentuan kelas mineralogi mineral liat yang dominan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis mineral liat dengan XRD dan kelas mineralogi contoh dari Desa Bakung Lor, Cirebon

Perlakuan Smektit Kaolinit Kuarsa Kristobalit Kelas mineralogi

Mg K +++ +++ ++ ++ - - - - Campuran

Kelas mineralogi lokasi percobaan di Desa Bakung Lor, Kabupaten Cirebon adalah mineral campuran dengan dominasi mineral smektit (banyak) dan kaolinit (sedang). Metode XRD (X-Ray Diffraction Analysis) adalah metode yang paling banyak digunakan untuk identifikasi mineral liat. Pola difraksi x-ray mineral liat yang diamati dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada perlakuan Mg ++ pada analisis XRD puncak pengukuran bergeser ke 15,6 Ao, pada perlakuan Mg +++ glyserol puncak pengukuran bergeser 16,6 Ao, puncak pada perlakuan K+ 12,6 Ao dan puncak kaolinit 7,19 Ao, dan perlakuan K dipanaskan 550o C menjadi 10 Ao pada puncak smektit.

(8)

Gambar 1. Pola difraksi x-ray mineral liat contoh tanah dari Desa Bakung Lor, Cirebon

Analisis sifat kimia tanah

Hasil analisis sifat kimia tanah lokasi penelitian di Desa Bakung Lor, Kabupaten Cirebon disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis tanah sebelum dilaksanakan penelitian di Desa Bakung Lor, Kabupaten Cirebon

Jenis penetapan Satuan Hasil analisis

Tekstur Liat berdebu

Pasir % 0 Debu % 43 Liat % 51 pH H2O 5,6 1 N KCl 5,3 Bahan organik C-organik % 1,20 N-total % 0,12 C/N 11 Ekstrak HCl 25% P2O5 mg/100g 47 K2O mg/100g 42 1 N NH4OAc pH 7 Ca cmol(+)/kg 19,1 Mg cmol(+)/kg 8,98 K cmol(+)/kg 0,26 Na cmol(+)/kg 0,81 KTK cmol(+)/kg 27,0 KB % > 100

(9)

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah bertekstur liat berdebu; pH tanah terekstrak H2O termasuk katagori agak masam, pH terekstrak KCl 5,3. Hasil

pengurangan pH 1 N KCl dan H2O negatif, hal ini menunjukkan bahwa tanah di

lokasi masih bermuatan negatif. Kadar C-organik dan N-total rendah dengan C/N rasio sedang. Kadar P dan K terekstrak HCl 25% masing-masing termasuk tinggi. Nilai tukar kation Ca, Mg dan Na-dd tinggi, kecuali K-dd sedang. Tanah ini didominasi oleh kation Mg dengan kejenuhan 31%, kejenuhan Mg ideal untuk tanaman adalah 10% (McLean, 1977). Kejenuhan Ca (65%) baik untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan kejenuhan K (0,89%) jauh dibawah batas idela (5%) yang dikemukan McLean (1977). Oleh karena itu penambahan hara K pada tanah ini perlu walaupun hasil analisis K terekstrak 25% HCl tinggi. Demikian pula dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) masing-masing tergolong tinggi.

Berdasarkan hasil analisis kimia tanah, lokasi penelitian memiliki tingkat kesuburan masih termasuk kategori sedang dengan pH tanah agak masam. Permasalahan yang menonjol pada tanah ini yaitu kandungan bahan organik yang rendah yang dicirikan dengan kandungan N-total dan C-organik yang rendah. Sehingga salah satu upaya untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu pemberian bahan organik baik dalam bentuk pupuk kandang atau jerami. Selain sebagai pembenah tanah, jerami juga merupakan sumber kalium yang tinggi. Pengembalian bahan organik ke dalam tanah sangat dianjurkan karena dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia dan mikrobiologi tanah. Selain itu kejenuhan hara K yang rendah merupakan kendala pertumbuhan yang hharus diperhatikan.

Pertumbuhan tanaman

Dalam penelitian ini pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur empat dan delapan minggu setelah tanam, yang disajikan pada Tabel 3. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada umur empat dan delapan minggu setelah tanam tidak berbeda nyata antar perlakuan, baik untuk tinggi tanaman maupun jumlah anakan. Namun penggunaan pupuk kandang setara takaran P rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur empat minggu angkanya paling tinggi. Namun pada umur 8 minggu setelah tanam pertumbuhan terbaik pada perlakuan NP + jerami yaitu paling tinggi sebesar 116,2 cm, hal ini menunjukan bahwa penggunaan jerami dengan takaran 5 t/ha dapat memberikan pertumbuhan yang optimal dan sekaligus dapat menggantikan pupuk KCl. Artinya pada lahan sawah dengan

(10)

kadar K tinggi tidak diperlukan pemupukan KCl, tetapi cukup dengan mengembalikan jerami ke lahan sawah. Jumlah anakan baik pada umur empat dan delapan minggu setelah tanam tidak menunjukan perbedaan yang nyata antar semua perlakuan kecuali perlakuan 3.

Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan umur empat dan delapan minggu setelah tanam

Tinggi tanaman Jumlah anakan

Perlakuan

4 MST 8 MST 4 MST 8 MST

..……. cm …..…. … rumpun …

Kontrol parsial (tanpa P dan K) 73,78 a 111,5 bc 9,8 a 10,9 b

NPK 74,85 a 110,0 c 10,6 a 11,7 ab

NP + 5 t jerami/ha 74,12 a 116,2 a 9,9 a 12,4 ab

NK + P dari pk. Kandang setara takaran P/ha 76,57 a 112,0 bc 10,6 a 10,8 b

N + P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 72,47 a 113,2 abc 10,6 a 11,3 ab

NPK + S (ZA) 75,67 a 114,3 ab 10,7 a 13,9 a

NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 73,42 a 109,7 c 9,9 a 12,4 ab

Keterangan : Angka dalam kolong yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf pengujian DMRT 5%.

Hasil tanaman

Hasil tanaman yaitu berat gabah kering panen (GKP) dan berat kering giling (GKG) serta berat jerami kering disajikan pada Tabel 4. Pemupukan P dan K, 5 t jerami/ha, pupuk kandang setara dengan takaran P, pemupukan Ca dan Mg, pemupukan S (ZA) tidak dapat mmeningkatkan berat jerami kering. Namun pemupukan P dan K, baik dari pupuk anorganik (100 kg SP-36 dan 80 kg KCl/ ha), maupun dari jerami dan pupuk kandang nyata meningkatkan berat gabah kering panen dan kering giling. Hal ini disebabkan kejenuhan hara K masih jauh di bawah kejenuhan K ideal untuk pertumbuhan tanaman (Tabel 2), sehingga hara K baik dari pupuk anorganik dan bahan organik dapat meningkatkan berat gabah.

Pengaruh berbagai perlakuan terhadap hasil tanaman padi (GKP) disajikan pada Gambar 2. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa pemupukan hara P dan K, serta bahan organik nyata meningkatkan berat gabah kering panen.

(11)

Tabel 4. Pengaruh pemupukan terhadap berat jerami kering, gabah kering panen dan giling serta berat jerami kering pada sawah bermineral liat campuran di Bakung Lor

Berat gabah

Perlakuan Berat jerami kering

GKP GKG ……….. t/ha ………..

Kontrol parsial (tanpa P dan K) 4,2 a 6,4 b 4,7 b

NPK 4,7 a 8,1 a 6,1 a

NP + 5 t jerami/ha 4,6 a 8,1 a 6,1 a

NK + P dari pk. Kandang setara takaran P/ha 5,0 a 7,8 a 5,9 a

N + P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 5,4 a 8,4 a 6,2 a

NPK + S (ZA) 5,2 a 8,3 a 6,1 a

NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 4,7 a 8,1 a 6,0 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf pengujian DRMT 5%

Perlakuan kontrol partial (tanpa P dan K) ternyata tidak dapat memberikan hasil optimal untuk tanaman padi varietas hibrida PP1 ini. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk P dan K tetap diperlukan walaupun kandungan P dan K tinggi. Untuk berat jerami kering masing-masing perlakuan termasuk kontrol tidak berbeda nyata, diantara masing-masing-masing perlakuan.

Gambar 2. Pengaruh berbagai perlakuan terhadap rata-rata hasil gabah kering panen di Bakung Lor, Cirebon

0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 Perlakuan B e ra t gaba h k e ri ng pan en (t /ha)

(12)

Serapan hara tanaman

Pengaruh pengelolaan hara terhadap serapan hara dalam 1 t jerami padi hibrida pada lahan sawah bermineral liat campuran Desa Bakung Lor, Cirebon disajikan pada Tabel 5. Pengelolaan hara tidak berpengaruh terhadap serapan hara P, K, S, Mn, dan Zn. Pemberian pupuk kandang setara dengan takaran P nyata menurunkan serapan hara N, sementara penambahan 5 t jerami/ha cenderung meningkatkan serapan N.

Tabel 5. Pengaruh pengelolaan hara terhadap serapan hara dalam 1 t jerami padi hibrida pada lahan sawah bermineral liat campuran Desa Bakung Lor, Cirebon

Perlakuan N P K S Mn Zn

... kg/1 t jerami ...

Partial kontrol (tanpa P dan K) 5,73 ab 0,60 a 15,50 a 0,90 a 0,66 a 0,055 a

NPK 5,57 ab 0,53 a 20,97 a 0,83 a 0,83 a 0,053 a

NP + 5 t jerami/ha 6,00 a 0,80 a 20,70 a 1,03 a 0,74 a 0,049 a

NK + P dari pk kandang setara takaran P/ha

4,40 b 0,47 a 19,33 a 0,87 a 0,76 a 0,041 a

N + P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 5,67 ab 0,47 a 20,07 a 0,87 a 0,85 a 0,044 a

NPK + S (ZA) 5,80 ab 0,60 a 18,67 a 0,87 a 0,74 a 0,038 a

NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 5,53 ab 0,53 a 19,33 a 0,97 a 0,89 a 0,041 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf pengujian DRMT 5%

Pengaruh pengelolaan hara terhadap serapan hara dalam 1 t gabah padi hibrida pada lahan sawah bermineral liat campuran dominan 2:1 Desa Bakung Lor, Cirebon disajikan pada Tabel 6. Pengelolaan hara tidak berpengaruh terhadap serapan hara N, P, K, S, Mn, dan Zn dalam 1 t gabah padi hibrida.

Pemupukan NPK, NP + 5 t jerami/ha, NK + P dari pupuk kandang setara takaran P/ha, N + P dari pupuk kandang setara P/ha + 5 t jerami/ha terlihat dapat mmeningkatkan serapan hara N, P, K, S, dan Mn dibandingkan perlakuan kontrol parsial (Tabel 7).

(13)

Tabel 6. Pengaruh pengelolaan hara terhadap serapan hara dalam 1 t gabah padi hibrida pada lahan sawah bermineral liat campuran dominan 2:1 Desa Bakung Lor, Cirebon

Perlakuan N P K S Mn Zn

... kg/1 t gabah ...

Partial kontrol (tanpa P dan K) 11,37 a 1,67 a 1,43 a 0,77 a 0,094 a 0,035 a

NPK 9,73 a 2,27 a 2,33 a 1,83 a 0,150 a 0,028 a

NP + 5 t jerami/ha 11,00 a 2,00 a 1,90 a 1,43 a 0,114 a 0,021 a

NK + P dari pk kandang setara takaran P/ha 11,03 a 2,00 a 1,97 a 1,43 a 0,137 a 0,021 a N+P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 11,20 a 2,23 a 1,93 a 1,53 a 0,138 a 0,021 a NPK + S (ZA) 9,23 a 1,87 a 1,83 a 1,40 a 0,115 a 0,018 a NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 10,03 a 2,13 a 1,93 a 1,57 a 0,132 a 0,018 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf pengujian DRMT 5%

Tabel 7. Pengaruh pengelolaan hara terhadap serapan hara dalam jerami dan gabah padi hibrida pada lahan sawah bermineral liat campuran Desa Bakung Lor, Cirebon

Perlakuan N P K S Mn Zn

...kg/ha...

Partial kontrol (tanpa P dan K) 77,52 10,51 71,68 7,54 3,22 0,40

NPK 85,49 16,38 112,73 14,74 4,81 0,42

NP + 5 t jerami/ha 94,70 15,88 106,81 13,14 4,09 0,35

NK + P dari pk kandang setara takaran P/ha 86,90 14,30 108,30 12,76 4,61 0,33

N + P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 99,14 16,34 120,32 14,16 5,46 0,37

NPK + S (ZA) 88,72 14,71 108,22 13,22 4,52 0,31

NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 85,85 14,95 102,11 14,30 4,98 0,30

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf pengujian DRMT 5%

Perhitungan serapan hara

Masukan hara dalam pengelolaan hara terpadu berasal dari pupuk anorganik dan organik. Berdasarkan perhitungan hara yang ditambahkan, hara N yang ditambahkan berkisar antara 135-207,5 kg/ha, hara P berkisar antara 0-38,85 kg/ha dan hara K berkisar antara 0-159 kg/ha (Tabel 8).

(14)

Tabel 8. Masukan hara yang ditambahkan ke dalam lahan sawah bermineral liat campuran untuk padi berpotensi hasil tinggi di Bakung Lor, Cirebon

Perlakuan N P K

... kg/ha ...

Partial kontrol (tanpa P dan K) 135,0 0 0

NPK 135,0 15,72 39,83

NP + 5 t jerami/ha 162,5 18,57 96,00

NK + P dari pk kandang setara takaran P/ha 180,0 36,00 102,83

N + P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 207,5 38,85 159,00

NPK + S (ZA) 135,0 15,72 39,83

NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 162,5 18,57 96,00

Keseimbangan hara merupakan pengurangan hara yang ditambahkan dengan hara yang terangkut oleh jerami dan babah. Berdasarkan perhitungan keseimbangan hara N dan P, pengelolaan hara yang terbaik adalah perlakuan NPK dan NPK + S (ZA), sedangkan berdasarkan keseimbangan hara K (Tabel 9), perlakuan dengan bahan organik dan jerami merupakan perlakuan yang baik. Tabel 9. Keseimbangan hara N, P, dan K lahan sawah bermineral liat

campuran dominan 2:1 dan 1:1 untuk padi berpotensi hasil tinggi di Bakung Lor, Cirebon

Perlakuan N P K

... kg/ha ...

Partial kontrol (tanpa P dan K) 23,73 -10,51 -71,68

NPK 15,76 -0,66 -76,88

NP + 5 t jerami/ha 27,18 2,69 -20,41

NK + P dari pk kandang setara takaran P/ha 48,10 21,7 -15,75

N + P dr pk kandang + K 5 t jerami/ha 56,49 22,51 22,78

NPK + S (ZA) 12,53 1,01 -72,37

NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) 36,03 3,62 -15,71

KESIMPULAN

1. Pemupukan S (ZA), hara mikro Cu dan Zn pada tanah sawah bertipe liat campuran dominan 2:1 tidak dapat meningkatkan hasil tanaman padi berpotensi hasil tinggi.

2. Pengaruh perlakuan pengelolaan hara belum menunjukan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan jumlah anakan padi pada umur satu bulan setelah tanam.

(15)

3. Teknologi yang disarankan pada tanah sawah bertipe mineral campuran dominan 2:1 adalah: perlakuan NPK, dan NPK + Ca + Mg + S (ZA). Sedangkan berdasarkan perhitungan neraca hara K, pengelolaan hara terbaik adalah NK + P dari pupuk kandang setara takaran P/ha, dan NP + 5 t jerami/ha + Ca + Mg + S(ZA) + Cu + Zn. takaran N 300 kgha, P 100 kg SP-36/ha, dan K 80 kg KCl/ha.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, J.S. 1992. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama.

Adiningsih, J.S., S. Moersidi, M. Sudjadi, dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Hlm 63-89. Dalam

Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah.

Dierlof, T., T. Fairhurst, and E. Mutert. 2000. Soil Fertility Kit. (First. Ed.). A Toolkit for Acid Upland Soil Fertility Management in Southeasth Asia. Photas & Phosphate Institute of Canada (PPIC).

Fagi, A.M. 1999. Strategi perluasan dan engelolaan lahan sawah irigasi untuk meningkatkan pendapatan petani dan meraih kembali swasembada beras. Hlm 5-20. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Buku 1. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.

Fagi, A.M., R. Tejasarwana, and H. Taslim. 1988. Report on multilocation trials on nitrogen use efficiency in integrated wetland rice 1984-85 crop seasons. Hlm 47-74. Dalam Prosiding Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk, Cipayung, 6-7 Agustus 1986.

Fox, R.L. and Kamprath. 1970. Phosphate sorption isotherms for eveluating the phosphate requirement of soils. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 34:902-907. McLean, E.O. 1977. Contrasting concepts in soil test interpretation: sufficiency

levels of available nutrients versus basic cation saturation ratios. Pp 39-54. In Soil Testing: Correlating and Interpreting the Analytical Results. ASA Special Publ. Number 29.

Moersidi, S., D. Santoso, M. Soepartini, M. Al-Jabri, J.S. Adiningsih, dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat tanah sawah di Jawa dan Madura 1988. Pemb. Penelitian Tanah dan Pupuk 8, 1989. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Moersidi, S., J. Prawirasumantri, W. Hartatik, A. Pramudia, dan M. Sudjadi. 1990. Evaluasi kedua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa.

Dalam Pros. Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua 12-13 November 1990. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

(16)

Prasetyo, B.H., A. Surya, B. Kaslan, dan M. Soekardi. 1997. Tanah-tanah yang berkembang dari bahan endapan fluvio-marin di daerah Karawang, Jawa Barat. Jurnal Tanah dan Iklim 15:18-27.

Prasetyo, B.H. dan A. Kasno. 2001. Sifat morphologi, komposisi mineral dan fisika-kimia tanah sawah irigasi di Propinsi Lampung. J. Tanah Trop. No. 12:155-167.

Rochayati, S., Mulyadi, dan J.S. Adiningsih. 1990. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Soepartini, M., D.A. Suriadikarta, T. Prihatini, W. Hartatik, dan D. Setyorini. 1990. Status kalium tanah sawah dan tanggap padi sawah intensifikasi di Jawa.

Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua 12-13 November 1990. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Gambar

Tabel 1.  Hasil analisis mineral liat dengan XRD dan kelas mineralogi contoh dari  Desa Bakung Lor, Cirebon
Gambar 1.  Pola difraksi x-ray mineral liat contoh tanah dari Desa Bakung Lor,  Cirebon
Tabel 3.  Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan umur empat dan delapan  minggu setelah tanam
Gambar 2.  Pengaruh berbagai perlakuan terhadap rata-rata hasil gabah kering  panen di Bakung Lor, Cirebon
+4

Referensi

Dokumen terkait

Masalah bahasa berkaitan dengan pengaruh bahasa kolonial terhadap bahasa terjajah, cara pengungkapan poskolonialitas dalam teks sastra Indonesia, dan cara yang digunakan oleh

Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa Polresta Malang kesulitan dalam mengungkap tindak pidana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kandungan pati resisten hingga konsentrasi ≤ 10% (9.85%) akan meningkatkan karakteristik kualitas tanak Beras Siger (tiwul

Penelitian hukum normatif pada skripsi ini didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan - peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum ekonomi,

Berdasarkan perhitungan perpindahan arus lalu lintas ke Semarang Outer Ring Road (SORR) dimana pada tahun 2020 jalan itu beroperasi didapatkan besarnya arus lalu lintas

Dimana jumlah H 2 O yang terkondensasi setelah proses pembakaran tergantung dari besarnya kadar air dalam briket tersebut, apabila kadar air yang terkandung

Tanggung jawab pialang asuransi berpedoman pada kontrak asuransi yang telah dibuat untuk melakukan kewenangan dalam penyelesaian klaim asuransi disamping itu pialang

Penambahan grafit hingga 5% berat pada komposit AI/grafit menaikkan densitas relatifnya, sedangkan penambahan hingga 7,5 dan 10% berat justru menurunkan densitasnya seperti