ABSTRACT vehicles in Jakarta, which compresses the highway. Busway made as comfortable as possible in order to make people switch to the Busway and do not bring more personal vehicles while at busy in Jakarta. Busway is unique because of women driving the big bus. Work as the drivers of Busway to the attention to study because when seen from a great Busway, a solid state highway and traffic accidents are
vulnerable and lack of women choose this profession as the main job. The situation is stressful work in women. Work stress of driver women have 3 main factors which influenced the environmental and task demands, organizational leadership, and family issues. Therefore, researches wanted to know the amount of the contribution of stress factors and their relationship when viewed from a gender perspective, especially women. A gender perspective is the view of a work or activities of the women. There are 5 views, namely : gender and marginalization, gender and subordination, gender and negative
labeling, gender and violence and gender and role demands.
This type of research is explanatory. The study population is Srikandi Busway Trans Batavia who work actively and samples of this study are 30 people Srikandi Busway Trans Batavia. Data collection technique used observation to Srikandi Busway environment and their neighborhood, unstructured interviews to reach out and spread the questioner to 30 Srikandi. Analysis of data used is factor analysis.
Based on test results of factor analysis known that there are 11 indicators have formed 3 factors.
Environmental factor and the demand of duty with the contribution variant of 26,749%. Leadership organization became the second factor with the contribution amounting to 15,773% variance. Family problems into the third factor with the contribution amounting to 15,036% variance.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres Kerja
1. Pengertian Stres Kerja
Stres merupakan suatu kondisi yang menekan suatu keadaan psikis seseorang
dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut
terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001:563). Pendapat Robbins
mengartikan bahwa stres terjadi di saat seseorang mengalami gangguan pada
keadaan psikologisnya jika dalam mewujudkan yang diharapkannya mengalami
masalah. Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai
berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres. Konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres
semua seperti suatu sistem (www.club sehat.com). Jika dilihat dari berbagai
pengertian stres tersebut menyimpulkan bahwa tubuh manusia akan mengalami
respon jika mendapat suatu tekanan atau beban yang berlebihan. Stres yang
12
Sedangkan Charles D, Spielberger (dalam llandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,
misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif
adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau
gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Dari
pengertian tersebut mengartikan bahwa stres berasal dari lingkungan sekitar kita
yang tidak menyenangkan dan membuat kita tertekan. Menurut Ivancevich,
Matteson dan Konopaske (2007:295), stres adalah respon adaptif, dimoderasi oleh
perbedaan individu yang merupakan konsekuensi setiap tindakan, situasi atau
peristiwa dan yang menempatkan tuntutan khusus terhadap seseorang. Menurut
Sweeney dan Macfarlin (2002:253) menjelaskan the term stres is easier to experience than it is to plain to define. We say this because we’ve all felt pressure,
demains and strains that seems to go hand-in-hand without job. So, at a personal level we all what stres is. Berdasarkan definisi tersebut menjelaskan bahwa stres diartikan sebagai tekanan, ketegangan dan gangguan dari lingkungan eksternal
seseorang.
Definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu respon dan/atau
stres sebagai suatu stimulus. Menurut Ivancevich, Matteson dan Konopaske
(2007:295) menganggap stres adalah suatu respon jika dilihat secara sebagian
sebagai suatu stimulus (stressor). Dalam definisi respon, stres merupakan konsekuensi dari interaksi antara suatu stimulus lingkungan (suatu stressor) dan respon individu. Sedangkan definisi stres sebagai stimulus karena menganggap
stres sebagai sejumlah karakteristik atau peristiwa yang mungkin menghasilkan
13
Sedangkan yang dimaksud stressor adalah suatu peristiwa eksternal atau situasi yang secara potensial membahayakan seseorang. Dari berbagai pengertian stres di
atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan fenomena yang bersifat universal
dimana setiap orang dapat merasakannya jika merasa mendapat tekanan dan
beban yang intensitas tidak wajar. Stres dapat mengakibatkan gangguan fisik,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sedangkan yang dikategorikan sebagai
stres kerja dapat diartikan seperti definisi yang dikemukakan oleh (Selye, dalam
Beehr, et, al., 1992:623) yakni work stres is an individual’s response to work related environmental stressors. Stres as the reaction of organism, which can be physiological, psychological or behavioral reaction. Berdasarkan definisi tersebut, menurut Putri Widyasari, Spsi stres kerja dapat diartikan sebagai sumber
atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan eksternal (pekerjaan)
berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipresepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat
menimbulkan stres kerja (Stres kerja oleh Putri Widyasari, Spsi. 15 Juni 2009 <
http://www.rumahbelajarpsikologi.com.www.rumahbelajarpsikologi.com. 9 April
2010. 20:00>). Secara singkat Carry Cooper mengatakan bahwa stres kerja adalah
14
Stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antar manusia dan pekerjaan
serta dikarakteristikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka (Beehr dan Newman, 2000:150). Gibson
et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi
Berdasarkan beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai
respon dan stres sebagai stimulus respon. Sedangkan menurut Murphy dan
Cooper stres kerja didefinisikan sebagai berikut: occupational stres can mean either the pressure that work puts on individual or the effect of the pressure.
(2000:150). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara
karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek
pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa
sebab tertentu yang dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.
B. Jenis-jenis Stres
Stres menurut Luthans (2002: 396) jika diidentifikasi menurut dampak yang di
timbulkan memiliki dua jenis, yaitu:
1. Eustress: stres yang memberikan dampak yang positif. Contohnya jika seseorang mengalami Eustress maka tidak ada perubahan yang menurun pada fisik dan psikologisnya. Semangat untuk mendapatkan yang diharapkannya
meningkat.
15
C. Moderator Stres
Menurut Ivancevich, Matteson dan Konopaske (2007:309) suatu moderator adalah
suatu kondisi, perilaku, atau karakteristik yang mempengaruhi hubungan antara
kedua variabel. Dampaknya dapat memperlemah atau memperkuat hubungan
antar kedua variabel. Variabel-variabel tersebut berupa usia, jenis kelamin, dan
tingkat ketabahan. Tiga tipe moderator tersebut adalah:
a. Kepribadian
Istilah kepribadian merujuk pada serangkaian karakteristik, tempramen, dan
kecendrungan yang relatif stabil yang membentuk kemiripan dan perbedaan dalam
perilaku orang. 5 (lima) model kepribadian itu sendiri adalah:
1. Extroversion adalah mereka lebih cenderung ramah, mudah bergaul, dan memiliki jaringan pertemanan yang lebih luas.
2. Emotional stability adalah mereka yang lebih mungkin untuk mengalami
mood positif dan merasa diri dan pekerjaan mereka baik-baik saja. Mereka cenderung tidak kewalahan oleh stres dan lebih cepat pulih dari stres.
3. Agreeableness adalah mereka yang cenderung bersifat antagonis, tidak simpatik, dan bahkan kasar terhadap orang lain.
4. Consientiousness adalah kepribadian yang cenderung mengarah pada kinerja dan keberhasilan seseorang. Semakin tinggi mereka memiliki nilai
conscientiousness maka mereka tidak mengalami stres dalam pekerjaan. Dan sebaliknya, mereka yang memiliki nilai rendah dalam conscientiousness akan menerima sedikit penghargaan atau bahkan kurang berhasil dalam karir karena
16
5. Openess to experience adalah mereka yang memiliki nilai tinggi dalam keterbukaan terhadap penalaman karena mereka lebih siap untuk memandang
perubahan sebagai suatu tantangan dan bukan ancaman.
b. Perilaku tipe A dan B
Meyer Friedman dan Ray Rosenman adalah dua ahli kardiologi dan peneliti yang
menemukan pola perilaku tipe A dan B. Pengertian dari pola perilaku A dan B
adalah sebagai berikut:
1. Pola perilaku A cenderung agresif, kompetitif, penuh energi, berbicara dengan
meledak-ledak, secara kronik berusaha untuk menyelesaikan sesuatu sebanyak
mungkin dalam waktu singkat, sibuk dengan tenggat waktu, berorientasi pada
pekerjaan, tidak sabar, tidak suka menunggu karena menganggap itu adalah
hal yang membuang waktu dan selalu berjuang dengan orang, hal dan
peristiwa. Tipe perilaku A adalah ketidaksabaran dan keramahan. Dan
cenderung mengalami serangan jantung koroner lebih banyak.
2. Pola perilaku B memiliki sifat yang tidak termasuk dalam pola perilaku A.
Pada umumnya tidak merasakan konflik yang menekan dengan waktu dan
orang.
c. Dukungan sosial
Hubungan sosial yang dimiliki individu dengan orang lain baik secara kualitas
maupun kuantitas memiliki dampak penting yang potensial. Dukungan sosial
didefinisikan rasa nyaman, bantuan atau informasi yang diterima seseorang
melalui kontak formal dan informal dengan individu atau kelompok, serta
17
diri, mengindikasikan kepercayaan dan mendengarkan); dukungan penilaian
(menyediakan umpan balik dan afirmasi); dan dukungan informasi (memberikan
saran, memberikan nasehat dan pengarahan).
D. Gejala-gejala Stres
Menurut Cooper dan Straw (1995:81) terdapat 3 (tiga) gejala stres secara umum,
yaitu:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab,
merasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang
tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan,
cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel
menjadi meledak-ledak.
Serta gejala-gejala stres kerja yang biasa dialami karyawan dalam menjalankan
tugasnya, yaitu:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
18
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif (Cooper dan Straw, 1995:84)
E. Faktor-faktor yang menyebabkan stres:
Menurut De Cenzo dan Robbins (1999:440) ada dua faktor yang mempengaruhi
stres, yaitu:
1. Individual: faktor individual bisa disebut sebagai faktor pribadi atau internal
seseorang. Meliputi masalah keluarga, masalah ekonomi dan masalah
kepribadian karyawan.
2. Organisasional: berhubungan langsung dengan pekerjaan individu tersebut.
Seperti beban kerja, tuntutan tugas, waktu kerja, kompensasi, konflik antar
karyawan dan lain-lain.
Sedangkan menurut Robbins (2003: 578), kondisi-kondisi yang menyebabkan
stres disebut stressor. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan stres, yaitu: a. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu dapat menyebabkan pengaruh
pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam
faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stres pada karyawan
yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat membuat
karyawan harus dapat beradaptasi mengimbangi keadaan tersebut, dimana ketiga
hal tersebut membuat karyawan akan cepat mengalami stres. Hal ini dapat terjadi,
19
Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan
pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan
dalam waktu yang cepat, sehingga karyawan mengalami tingkat kecemasan
dikarenakan ancaman untuk tidak dipakai lagi tenaganya atau di PHK. Keadaan
politik seperti pelanggaran UU No. 13 tahun 2003 yang berisi tentang paraturan
terhadap tenaga kerja Indonesia. Contoh-contoh pelanggaran yang sering terjadi di
Indonesia terutama wanita meliputi: perusahaan tidak menyediakan antar jemput
bagi pekerja wanitanya, waktu bekerja melebihi 7 jam dalam 1 hari, kurangnya
transparansi dalam pengupahan, tidak adanya jaminan kehidupan, tidak adanya
perlindungan dan lain-lain. Sedangkan dalam indikator ekonominya, stres pekerja
dipicu jika keadaan ekonomi tidak stabil. Keadaan ekonomi yang tidak stabil
menimbulkan gejolak sosial yang membuat keadaan lingkungan sekitar menjadi
tidak aman. Seperti terjadinya demo, tuntutan turunnya harga sembako yang
menutup jalan umum sehingga para pekerja terhambat dalam menjalankan
tugasnya.
b. Faktor Organisasi
Di dalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres, yaitu
20
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Role demands (tuntutan peran): Tuntutan peran memicu tekanan pada pekerja jika peran dan fungsi pekerja dalam pekerjaannya tidak jelas. Role conflicts
(peran konflik) menimbulkan harapan-harapan yang mungkin susah untuk
didamaikan. Role overload (peran berlebih) adalah berpengalaman ketika pekerja diminta untuk melakukan sesuatu yang lebih. Role ambiguity (peran ambigu) timbul saat pengharapan peran tidak dimengerti dan pekerja tidak
yakin akan apa yang mereka lakukan (Robbins, 2003: 579).
2. Interpersonal demands (tuntutan antar perseorangan): Tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. (Robbins, 2003: 580).
Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan
karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat.
Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan
dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan
pemikiran antara karyawan satu dengan karyawan lainnya.
3. Interpersonal demands (struktur organisasi): Mengartikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi
ketidakjelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan
dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi (Robbins,
2003: 580).
4. Organizational leadership (kepemimpinan organisasi): Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi.
21
menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan
karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau
menekankan pada hal pekerjaan saja.
5. Task demands (tututan tugas): Faktor-faktor yang berhubungan langsung ke pekerjaan yang meliputi desain pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan tata ruang
pekerjaan. (Robbins, 2003: 579). Job design (desain pekerjaan) menurut Stoner, dkk (1996: 55) desain pekerjaan adalah pembagian kerja sebuah
organisasi di antara para karyawannya. Sedangkan menurut James W. Walker
(1992:261) work design involves specification of the activities, methodand relationship of jobs in order to satisfy performance requirement. Maksud dari dilakukannya desain pekerjaan adalah meningkatkan tantangan dan otonomi
bagi karyawan yang melakukannya atau memberdayakan karyawan untuk
melakukannya.
Terdapat 5 karakter atau core dimensions Job design dalam hal ini, yaitu skill variety (variasi pekerjaan), job identify identitas (identitas tugas), task significance (keberartian pekerjaan), autonomy (otonomi), feedback (umpan balik). (Walker, 1992:262). Sedangkan menurut Werther dan Davis (1996: 137)
desain pekerjaan adalah refleksi dari tuntutan organisasi, lingkungan dan perilaku.
Secara sistematisnya, desain pekerjaan adalah proses transformasi dari input
(elemen organisasional, lingkungan dan perilaku) untuk menghasilkan output
produktifitas kerja dan kepuasan kerja. Kondisi kerja: Menurut Mondy, dkk
(1999: 477) kondisi kerja adalah the physical characteristic of the workplace. Karakteristik fisik ini meliputi, ruang kerja yang sesak, suara gaduh, hawa panas
22
penerangan atau terlalu terang, ketegangan fisik dan mental, dan toxic chemicals
atau radiasi.
Menurut Robbins (2001:563) faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan
dalam mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres itu muncul
dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak
dinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan atau
permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keiginannya
dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang penting tetapi tidak pasti.
c. Faktor Individual
Faktor yang termasuk dalam hal ini muncul dalam keluarga, masalah ekonomi
pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga
yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan
karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan
masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat
menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat
menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari
keturunan bagi setiap individu yang dapat menimbulkan stres terletak pada watak
dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Terdapat dua faktor penyebab
stres atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu: faktor lingkungan kerja
23
Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun
hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa
tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun
faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun
karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi
ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum
dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77):
a. Tidak adanya dukungan sosial.
Stres akan cenderung muncul pada karyawan yang tidak mendapat dukungan dari
lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial bisa berupa dukungan dari lingkungan
pekerjaan maupun lingkungan keluarga.
b. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi.
Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan
tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak
dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.
Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
c. Pelecehan seksual.
Kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan
seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling
kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan
semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman
24
1999:72) stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat
kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup
tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya.
d. Kondisi lingkungan kerja.
Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu
dingin, terlalu sesak, kurang cahaya dan semacamnya. Keadaan yang terlalu panas
dan dingin dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Menurut Muchinsky (dalam
Margiati, 1999:73) kebisingan memberi andil yang tidak kecil munculnya stres
kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisisingan dibandingkan orang
lain.
e. Manajemen yang tidak sehat.
Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para
manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif,
tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir
suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di
tampat kerja. Menurut Minner (dalam Margiati, 1999:73) menyebutkan bahwa
situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa atau
kejadian yang semestinya sepele, seseorang akan tidak leluasa menjalankan
pekerjaannya, yang pada akhirnya menimbulkan stres.
f. Tipe kepribadian.
Seseorang yang memiliki kepribadian tipe A cenderung mengalami stres
dibanding kepribadian B.
25
Pengalaman pribadi sesorang yang buruk, akan menimbulkan trauma dan stres
yang berkepanjangan.
Menurut Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73) stres kerja disebabkan
oleh:
a. Adanya tugas yang terlalu banyak, akan tejadi jika karyawan memiliki tugas
yang tidak sebanding dengan kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu
yang dimiliki karyawan.
b. Supervisor yang kurang pandai. Stres akan terjadi jika supervisor kurang
pandai dalam membimbing dan memberikan pengarahan pada karyawan
secara baik dan benar.
c. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya
memiliki kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor yang dibebankan
kepadanya. Seringkali pihak atasan memberikan tugas dengan waktu yang
terbatas. Akibatnya membuat karyawan stres, karyawan merasa dikejar waktu.
d. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Atasan yang sering kali
memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang
memadai.
e. Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu
mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta
tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang
definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul
26
f. Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para
karyawan atau manajer yang memiliki prinsip yang berkaitan dengan profesi
yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme). g. Frustasi. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustasi kerja adalah
terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian
atau evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.
h. Perubahan tipe pekerjaan. Situasi ini bisa timbal akibat mutasi yang tidak
sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau mutasi pada
perusahaan lain.
i. Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran
intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi
terhadapnya yang tidak konsisten dan sesuai; (b) konflik peran intrasender,
konflik ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki
jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing strutur
memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan
atau manajer yang dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu
alternatif.
F. Dampak stres
Seperti yang dikatakan Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2003:303), stres
memiliki dampak yang bervariasi. Stres yang berdampak positif, seperti motivasi
diri dan stimulasi untuk memuaskan tujuan individu. Sedangkan stres yang
memiliki dampak negatif bersifat merusak, kontraproduktif dan bahkan secara
27
perbedaan model stres antara yang dihasilkan antara dan individu dan organisasi,
yaitu:
1. Dampak Individu
Dampak stres pada individu memiliki 4 (empat) sifat yaitu: bersifat kognitif,
bersifat perilaku dan fisiologis.
a. Bersifat kognitif
Dampak stres yang bersifat kognitif mencakup konsentrasi yang buruk,
ketidakmampuan untuk mengambil keputusan yang benar atau sama sekali
tidak dapat mengambil keputusan, hambatan mental, dan penurunan tentang
perhatian.
b. Bersifat perilaku
Seperti kecendrungan untuk mengalami kecelakaan, perilaku impulsif,
penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang.
c. Bersifat fisiologis
Mencakup detak jantung yang meningkat, naiknya tekanan darah, keringat
yang berlebihan, rasa panas dingin dan tingkat glukosa serta produksi gas
asam lambung yang meningkat.
Dalam dampak psikologis dikenal suatu istilah bernama burnout (Ivancevich, Konopaske dan Matteson, 2007:307). Burnout merupakan proses psikologis yang dihasilkan oleh stres pekerjaan yang tidak terlepaskan dan menghasilkan
kelelahan emosi, perubahan kepribadian, dan perasaan pencapaian yang menurun.
Burnout cenderung menjadi masalah tertentu di antara orang yang pekerjaannya memerlukan kontak yang mendalam dengan/atau memiliki tanggung jawab atas
28
yang berkomitmen pada pekerjaan mereka seperti guru, polisi, ahli terapi, dokter,
pekerja sosial, petugas pengawasan pembebasan bersyarat dan lain-lain. 4 (empat)
faktor yang pada umumnya merupakan kontributor penting terhadap burnout
yaitu: tingkat beban kerja yang tinggi, pekerjaan (karir) yang buntu, birokrasi dan
pekerjaan tulis menulis yang berlebihan, dan komunikasi serta umpan-balik yang
buruk, terutama berkenaan dengan kinerja pekerjaan (Ivancevich, Konopaske dan
Matteson, 2007:307).
Menurut Luthans (2003:396) burnout is concerned, some stres researchers contend that burnout is a type of stres and others treat it as having a number of components. Menurut De Cenzo dan Robbins (1999:443) Faktor yang mendukung terjadinya burnout adalah karakteristik organisasi, persepsi organisasi, karakteristik individu dan akibat, organisasi mengurangi tingkat stres karyawan
sebelum terjadi burnout dengan melakukan identifikasi, pencegahan, mediasi dan pemulihan.
2. Dampak Organisasi
Stres menyebabkan suatu organisasi mengeluarkan banyak uang. Organisasi harus
menanggung biaya akibat dampak stres yang dialami karyawannya. Seperti klaim
asuransi, biaya pengobatan, absen yang meningkat, sabotase dan waktu kerja yang
hilang. Stres memiliki dampak yang dapat dilihat secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak stres pada pekerja dapat dilihat dari 3 (tiga) gejala, yaitu
29
Menurut De Cenzo dan Robbins (1999:40) dikatakan bahwa secara psiologis
adalah sakit kepala, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Dampak dari
psikologis yang dialami seseorang yang mengalami stres adalah kegelisahan,
depresi, dan menurunnya kepuasan kerja. Dan dampak terhadap organisasi adalah
berupa produktivitas, beban pemeliharaan kesehatan, penurunan prestasi kerja
secara kualitas dan kuantitas, kemangkiran dan turnover.
Fred Luthans (1995:307) mengatakan bahwa stres pada tingkat yang tinggi akan
memiliki dampak berupa munculnya masalah-masalah fisik, psikologi atau
perilaku pada individu. Pada fisik, masalah yang timbul berhubungan dengan stres
adalah tekanan darah tinggi, tingginya kolestrol yang menyebabkan penyakit
jantung, bisul dan radang sendi. Dan adanya kemungkinan hubungan antara stres
dengan kanker. Pada masalah psikologis, dampak yang muncul adalah depresi,
munculnya rasa takut, gugup, lekas marah, tertekan dan kebosanan. Ciri-ciri
masalah piskologis dari stres berhubungan dengan rendahnya prestasi kerja, harga
diri yang rendah, tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan
ketidakpuasan kerja. Masalah perilaku akibat dampak stres adalah kurang atau
berlebihan makan, suka mengantuk, merokok dan minuman-minuman keras serta
30
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang faktor-faktor stres beserta
indikatornya dan dampak yang ditimbulkan terhadap psikologis, fisik dan
31
G. Manajemen Stres
Manajemen stres dipergunakan untuk mengendalikan, menyelesaikan dan mencari
solusi terhadap stres yang terjadi pada setiap individu dan karyawan. Fungsi
manajemen stres adalah untuk mengidentifikasi dan memodifikasi stressor kerja, mendidik karyawan dalam memodifikasi dan memahami stressor kerja, dan menyediakan dukungan bagi karyawan untuk menghadapi dampak negatif dari
stres.
Beberapa program perbaikan stres yang ditargetkan untuk karyawan mencakup:
1. Program pelatihan untuk mengelola dan mengatasi stres
2. Merancang ulang pekerjaan untuk meminimalkan stres
3. Mengubah gaya manajemen sehingga memasukan lebih banyak dukungan dan
bimbingan untuk membantu pekerja mencapai tujuan mereka.
4. Jam kerja yang lebih fleksibel dan pelatihan yang diberikan kepada
keseimbangan kehidupan kerja atau keluarga dan kebutuhan seperti perawatan
anak dan orang tua lanjut usia.
5. Komunikasi dan praktek team-building yang lebih baik
6. Umpan balik yang lebih baik atas kinerja pekerja dan ekspektasi manajemen.
Potensi keberhasilan dari setiap program pencegahan stres atau program
manajemen stres adalah baik jika terdapat komitmen nyata untuk memahami
32
Pencegahan dan memanajemen stres tersebut mencakup memaksimalkan
kesesuaian lingkungan orang, program organisasi seperti bantuan dan
kesejahteraan karyawan, dan pendekatan individual seperti teknik kognitif,
pelatihan relaksasi, mediasi dan biofeedback (Ivancevich, Matteson dan Konopaske; 2007:319).
Cara untuk mengurangi stres kerja adalah meyakinkan bahwa karyawan sesuai
ditempatkan dalam bidangnya dan mengerti tentang kewenangan dan tanggung
33
H. Perempuan Dalam Persepektif Gender
Gender sebagaimana dituturkan oleh Oakley (1972) dalam Sex, Gender and Society berarti perbedaan yang bukan bilogis dan bukan kodrat Tuhan (Dr. Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial 1996:71).
Menurut Dr. Mansour Fakih gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan
perempuan yang di konstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat
atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses
cultural yang panjang (1996:72). Caplan (1987) dalam The Cultural Construction of Sexuality menguraikan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak sekedar biologi namun melalui proses sosial dan cultural (Dr. Mansour Fakih
dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial 1996:71).
Perbedaan Gender pada proses berikutnya melahirkan peran gender dan dianggap
tidak menimbulkan masalah (peran perempuan alamiah) tidak pernah digugat.
Menurut Dr. Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial
bahwa struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan
gender yang memerlukan gugatan oleh ahli yang memakai analisis gender
(1996:72). Dengan menggunakan analisis gender banyak manifestasi
ketidakadilan, seperti:
1. Marginalisasi (pemiskinan ekonomi): adanya pekerjaan yang asumsinya biasa
dilakukan oleh laki-laki tetapi perempuan melakukannya juga sehingga timbul
perbedaan pada gaji yang diterima oleh laki-laki dan perempuan.
2. Subordinasi pada salah satu jenis kelamin: Banyaknya kebijakan dalam rumah
34
perempuan bahkan dalam doktrin agama bahwa perempuan memiliki
pembawaan emosional tinggi sehingga tidak dapat tampil sebagai pemimpin.
3. Pelabelan negatif: dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilekatkan pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, merugikan, menyulitkan
dan merugikan perempuan. Contohnya adalah keyakinan bahwa laki-laki
adalah pencari nafkah maka setiap pekerjaan yang dilakukan perempuan
dinilai hanya sebagai tambahan dan biasanya dibayar lebih rendah daripada
laki-laki.
4. Gender dan kekerasan: kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas smental psikologis seseorang. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence. Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan sampai ke bentuk kekerasan lebih halus seperti pelecehan seksual
dan penciptaan ketergantungan.
5. Gender dan beban kerja: adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki
sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi seorang pemimpin,
berakibat semua pekerjaan rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan
(DR. Mansour Fakih, 1996:21). Bias gender seperti ini membuat beban kerja
bagi wanita yang memiliki pekerjaan di luar rumah menjadi dua kali lebih
35
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah
suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
I. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang
berjudul:
1. Stres as a correlate of job performance: a study of manufacturing organization, yang di tulis oleh Garima Mathur, etc dalam Journal of advance in management research.2007. Penelitian ini mempelajari dampak stres terhadap kinerja karyawan di perusahaan manufaktur. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa ditemukan faktor-faktor dari stres kerja seperti budaya
organisasi, konflik peran dan tanggung jawab mempengaruhi kinerja
karyawan secara positif.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Meri Pangestu dan Madeline (1997) tentang
buruh wanita di industri garmen yang menunjukkan bahwa mereka mengalami
berbagai masalah kesehatan diantaranya sakit kepala, sakit punggung, sakit
bagian pencernaan dan menstruasi yang tidak teratur, sebagai bentuk stres
kerja yang dialami oleh buruh wanita tersebut.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Efendi (2005) tentang faktor-faktor yang
menyebabkan stres kerja pada buruh wanita (studi pada buruh wanita yang
36
digunakan adalah metode survei dengan sampel sebanyak 116 orang buruh
wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Secara rata-rata stres yang
dialami oleh buruh wanita yang bekerja di industri kayu olahan adalah 2,55
atau berada pada tingkat yang sedang. Stres yang dialami oleh buruh yang
berdampak pada penyakit fisik, psikis dan perubahan prilaku. (2) Terdapat 11
faktor yang menyebabkan stres kerja pada buruh wanita yang bekerja di
industri kayu olahan, yang selanjutnya disebut sebagai faktor dominan, yaitu
desain pekerjaan, lingkungan fisik pekerjaan dan sikap atasan, konflik di
tempat kerja, peralatan dan tuntutan peran, formalitas, hubungan kerja, aturan
dan kepentingan di luar pekerjaan, keluarga, pelaksanaan aturan, perlakuan
diskriminasi, kebiasaan. (3) Faktor-faktor dominan secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja buruh wanita.
Besarnya pengaruh yang ditimbulkan adalah 28,3%. Secara individual faktor
konflik di tempat kerja dan kebiasaan buruh tidak memiliki pengaruh yang
signifikan dengan stres kerja buruh.
J. Kerangka Pemikiran
Stres adalah suatu keadaan atau masalah yang tidak dapat diharapkan seseorang
dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. Jika masalah atau keadaan tersebut dapat
dikelola dengan baik akan menimbulkan stres yang positif atau eustress
sedangkan keterbalikannya jika masalah tersebut tidak dapat dikelola dengan baik
37
Stres memiliki 3 faktor yang mempengaruhi, yaitu (1) faktor lingkungan jika
dilihat dari keadaan lingkungan yang tidak menentu atau selalu terjadi perubahan
setiap saat pada keadaan ekonomi, politik dan teknologi dapat menimbulkan
kecemasan (2) faktor organisasional dimana tuntutan peran, tuntutan antar
karyawan, struktur organisasional, kepemimpinan organisasi, desain pekerjaan
dan kondisi kerja. Faktor penyebab stres yang dihasilkan dalam organisasi akan
menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat
stres tersebut muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah
yang timbul yang tidak diinginkan individu dalam mencapai tujuannya. (3) Faktor
individual, faktor yang termasuk dalam hal ini muncul dalam keluarga, masalah
ekonomi pribadi, dan karakteristik pribadi. Hubungan pribadi antara keluarga
yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan
karena akibat tersebut akan dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan
masalah ekonomi pribadi berkaitan pada seseorang tersebut menghasilkan
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Karakteristik pribadi terletak pada watak dasar alami individu dalam
memanajemen stres.
Dampak yang dapat ditimbulkan stres yang dialami individu dapat berupa
penyakit pada fisik, psikologis dan perubahan perilaku. Jika keseimbangan kita
terganggu untuk waktu yang lama, stres dapat melumpuhkan. Kita menjadi
kelelahan karena terlalu banyak beban, merasa lemah secara emosional dan
38
Tanda-tanda stres antara lain adalah: Selalu gelisah, mudah marah, moody,
kekakuan otot, terutama di sekitar bahu dan leher. Perubahan selera makan,
makan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Mengalami gangguan perut, sakit kepala
atau bahkan sakit dada, sulit tidur, sedih, pesimis, hilang semangat dan depresi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Efendi yang mengkaji
tentang stres yang menunjukkan bahwa faktor budaya organisasi, konflik peran
dan tanggung jawab mempengaruhi kinerja karyawan dan produktivitas karyawan
secara positif. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut maka kerangka
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Trans Jakarta
Transjakarta atau umum disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi bus
cepat atau Bus Rapid Transit di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan Busway telah dimulai sejak tahun 1997 oleh konsultan dari Inggris. Pada waktu
itu direncanakan bus berjalan berlawanan dengan arus lalu-lintas (contra flow) supaya jalur tidak diserobot kendaraan lain, namun dibatalkan dengan
pertimbangan keselamatan lalu-lintas. Meskipun Busway di Jakarta meniru negara
lain (Kolombia, Jepang, Australia), namun Jakarta memiliki jalur yang terpanjang
dan terbanyak. Sehingga kalau dulu orang selalu melihat ke Bogota, sekarang
Jakarta sebagai contoh yang perlu dipelajari masalah dan cara
54
Bus Transjakarta (Tije) memulai operasinya pada 15 Januari 2004 dengan tujuan
memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, namun terjangkau bagi
warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus Tije diberikan lajur khusus di
jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak boleh
dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta). Agar
terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh pemerintah daerah.
Pada saat awal beroperasi, Tranjakarta mengalami banyak masalah, salah satunya
adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel kereta api.
Selain itu, banyak dari bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan, baik pintu,
tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Selama dua minggu
pertama, dari 15 Januari 2004 hingga 30 Januari 2004, bus Tije memberikan
pelayanan secara gratis. Kesempatan itu digunakan untuk sosialisasi, di mana
warga Jakarta untuk pertama kalinya mengenal sistem transportasi yang baru.
55
Berikut adalah gambar perbandingan Busway di Bogota dengan Busway di
Jakarta:
Gambar 4.1 Busway di Bogota
56
Sejak Hari Kartini pada 21 April 2005, Transjakarta memiliki supir perempuan
(Srikandi) sebagai wujud emansipasi wanita. Pengelola menargetkan bahwa nanti
jumlah pengemudi wanita mencapai 30% dari keseluruhan jumlah pengemudi.
Sampai dengan bulan Mei 2006, terdapat lebih dari 50 orang pengemudi wanita
Kegiatan Sehari-hari Srikandi
Srikandi adalah seorang wanita, yang tidak akan pernah terlepas dari peran
seorang ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga diharuskan pandai mengurus
pekerjaan domestik, seperti: memasak, mengurus rumah, mengurus anak dan
suami serta menjaga kesejahteraan keluarga. Jika seorang ibu rumah tangga terlalu
fokus terhadap kariernya, maka rumah tangganya akan terbengkalai. Anggota
dalam rumah tangganya akan melakukan protes terhadap peran seorang wanita
yang tidak terlaksana dan wanita tersebut akan mendapat label negatif dari
keluarga dan masyarakat.
Seorang Srikandi sebelum menjalankan perannya sebagai wanita karier harus
mengurus rumah tangganya terlebih dahulu sehingga mereka bangun sebelum
anggota keluarga lainnya pada pukul 3.30 atau pukul 4 pagi bagi mereka yang
mendapat shift kerja pertama atau shift jam 5 pagi. Sebelum berangkat ke Trans
Batavia mereka diharuskan menyiapkan segala keperluan anggota keluarga pagi
itu seperti sarapan, pakaian seragam untuk anak dan suami, menyuci pakaian dan
membersihkan rumah sebisa mereka. Mereka berangkat kerja pukul setengah 5
atau tergantung dengan jarak rumah ke perusahaan, semakin jauh maka semakin
57
Setiba mereka di perusahaan atau pool Trans Batavia, mereka diharuskan
mempersiapkan busway masing-masing seperti mengisi bahan bakar, mengisi
absen dan jadwal serta mengecek keadaan busway. Pengisian bahan bakar
mengahabiskan waktu yang lama dan mengantri dalam barisan yang cukup
panjang sehingga jika bahan bakar ditunda dan diisi pada siang hari maka akan
menghambat dalam bekerja, karena banyaknya pramudi yang sudah datang dan
sedang mengisi bahan bakar.
Jam pertama busway beroperasi pukul 5 pagi dimulai di halte pulogadung sampai
seterusnya dalam jangka waktu 1 jam. Setiap beroperasi masing-masing Srikandi
memiliki tanggung jawab yang diberikan perusahaan sebanyak 5 trayek pulang
pergi sesuai tujuan trayeknya (Pulogadung-Harmoni dan Harmoni-Kalideres).
Jam istirahat Srikandi adalah pukul 12 siang dengan mendapatkan makan siang
dari perusahaan. Keadaan Srikandi yang diharuskan berkutat dengan busway
maka saat makan siang pun mereka tetap di dalam busway. Dengan waktu yang
singkat atau 15 menit saja mereka melepas lelah setelah itu mereka diharuskan
menyelesaikan trayeknya sampai selesai. Batas selesai Srikandi atau Aplus adalah pukul 2 siang atau tergantung masing-masing individu. Setelah target mereka
selesai, pramudi pria sudah menunggu untuk melanjutkan shift sore.
Seorang Srikandi sesampai di rumah diharuskan melanjutkan peran mereka
sebagai ibu rumah tangga seperti menyiapkan makan malam, membersihkan
rumah dan mengurus anak. Kegiatan domestik tersebut dilakukan sendiri jika
58
seorang Srikandi mengharuskan mereka untuk mempersiapkan tenaga dan pikiran
yang ekstra. Terutama bagi mereka yang memiliki pekerjaan lain setelah jam kerja
sebagai Srikandi dituntut agar bisa membagi waktu, pikiran dan tenaga. Berbagai
macam tanggung jawab tersebut, tidak memungkinkan jika stres kerja pada wanita
dua kali lebih banyak daripada pria. Hal ini akan teerus terulang selama menjadi
seorang Srikandi dan kecuali hari libur (hari libur Srikandi 1 hari dalam
seminggu) atau 2 kali dalam seminggu.
Seorang pramudi wanita memiliki berbagai macam kegiatan untuk dapat
menambah pemasukan keuangan mereka. Terdapat beberapa Srikandi yang
memiliki pekerjaan selain sebagai pramudi. Pekerjaan lain itu dapat berupa
menerima katering, berjualan pulsa, berdagang pakaian dan aksesoris serta
memiliki warung di rumahnya. Pramudi wanita tersebut sangat yakin jika
kebutuhan hidup mereka tidak dapat terpenuhi semua dengan hanya
mengandalkan pemasukan atau gaji sebagai Srikandi.
Keadaan ekonomi Indonesia yang selalu bertambah tinggi setiap tahunnya seperti
semakin naiknya harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Terutama standar hidup
di Jakarta yang di atas rata-rata tentunya akan membuat setiap orang mencari
pekerjaan ganda. Keadaan ekonomi yang sulit tersebut tentunya akan lebih dirasa
sulit bagi mereka yang menjadi orang tua tunggal yang harus seorang diri
menafkahi anaknya ataupun anak tunggal yang menjadi tulang punggung orang
tua dan keluarga.
Dengan memperhatikan keadaan ekonomi Srikandi tersebut yang berada di
59
bagi Srikandi dan keluarganya. Hal tersebut tentunya akan memperingan
pengeluaran mereka, sehingga mereka dapat memakai uangnya untuk kebutuhan
yang penting (sebagai tabungan).
Seorang wanita modern tanpa terkecuali apapun pekerjaannya, dituntut harus
selalu up to date atau mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Seorang Srikandi pun tidak terlepas dari perkembangan teknologi karena busway
merupakan alat transportasi yang menggunakan teknologi dalam kegiatannya. Hal
itu menuntut calon Srikandi adalah wanita yang cepat tanggap dan pintar agar
cepat handal dalam mengemudikan busway dan mengerti tentang sistem serta
perangkat busway. Seorang calon pramudi wanita diharuskan memiliki
kepribadian yang berani, bertanggung jawab, kehati-hatian, pintar, sabar
ekstrovert dan cermat. Menjalankan sebuah bus besar berkapasitas 50 orang di jalan raya yang padat dengan kendaraan dan pengguna jalan lainnya tentunya
bukanlah hal yang mudah.
Tidak terlepas dari kodratnya, wanita adalah makhluk yang lemah tentunya wanita
sangat rentan terkena penyakit. Karena itu dibutuhkan adanya perlindungan yang
lebih terhadap wanita. Perusahaan sebaiknya memberikan keadaan suatu keadaan
yang menjanjikan bagi kesejahteraan Seperti perusahaan memberikan
pemerikasaan garatis secara berkala bagi Srikandi, mempermudah agar Srikandi
dapat job promotion yaitu memberikan kesempatan yang lebar untuk menjadi karyawan yang bekerja di kantor karena sebaik-baiknya bekerja sebagai pramudi
tentunya lebih baik bekerja dalam ruangan. Hal tersebut bisa dipertimbangkan dari
60
mudah terkena stres akibat jalan yang padat dan pengguna jalan lainnya yang
ceroboh.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan juga bahwa kegiatan Srikandi sering
mengalami bentrok waktu yaitu waktu untuk keluarga dan waktu untuk bekerja
sebagai Srikandi maupun kegiatan lain. Hal ini disebabkan karena kodrat utama
seorang wanita yang harus mengurus keluarganya. Bentrok waktu tersebut sering
terjadi pada pagi hari. Dimana saat anggota keluarga lain utama seperti suami dan
anak mereka akan memulai aktivitasnya. Srikandi dituntut agar dapat melayani
dan mempersiapkan kebutuhan mereka seperti pakaian, sarapan dan lain-lain. Jika
seorang Srikandi mendapat shift utama yang membuat mereka untuk berangkat
kerja lebih awal dari anggota keluarga lain tidak memungkinkan jika adanya
ketidakperhatian seorang wanita terhadap rumah dan keluarganya seorang seorang
ibu terhadap anaknya.
Terdapat satu cara agar rumah, keluarga dan anak-anak mereka tetap ada yang
memperhatikan yaitu dengan mempekerjakan pembantu rumah tangga. Hal ini
membuat anggota keluarga merasa tetap diperhatikan meskipun seorang
pemimpin domestik (seorang ibu) sibuk bekerja. Sisi negatif mempekerjakan
seorang pembantu rumah tangga adalah membuang uang yang sebenarnya bisa
dipergunakan untuk menambah pemasukan dan tabungan dalam keluarga
(efisiensi biaya). Oleh karena itu sebaiknya perusahaan mempertimbangkan shift
pagi bagi para Srikandi. Sebaiknya shift awal dimulai pada pukul 8pagi dimana
seorang wanita siap berangkat bekerja setelah anggota keluarga lain berangkat
61
cemas Srikandi terhadap keluarga jika mereka terlambat pulang, karena mereka
telah mempersiapkan kebutuhan keluarga di saat mereka pulang terlebih dahulu.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Busway sebagai angkutan umum yang mampu memberikan pelayanan publik
yang cepat, aman, nyaman, manusiawi, efisien, berbudaya, dan bertaraf
internasional.
b. Misi
1. Melaksanakan reformasi sistem angkutan umum-busway dan budaya
penggunaan angkutan umum.
2. Menyediakan pelayanan yang lebih dapat diandalkan, berkualitas tinggi,
berkeadilan, dan berkesinambungan di DKI Jakarta.
3. Memberikan solusi jangka menengah dan jangka panjang terhadap
permasalahan di sektor angkutan umum.
4. Menerapkan mekanisme pendekatan dan sosialisasi terhadap stakeholder
dan sistem transportasi terintegrasi.
5. Mempercepat implementasi sistem jaringan busway di Jakarta sesuai aspek
kepraktisan, kemampuan masyarakat untuk menerima sistem tersebut, dan
kemudahan pelaksanaan.
62
7. Mengembangkan lembaga pelayanan masyarakat dengan pengelolaan
keuangan yang berlandaskan good corporate governance, akuntabilitas dan transparansi.
3. Desain Bus
Bus-bus ini dibangun dengan menggunakan bahan-bahan pilihan. Untuk interior
langit-langit bus, menggunakan bahan yang tahan api sehingga jika terjadi
percikan api tidak akan menjalar. Untuk kerangkanya, menggunakan Galvanil,
suatu jenis logam campuran seng dan besi yang kokoh dan tahan karat. Bus
Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus lain sehingga
hanya dapat dinaiki dari halte khusus busway (juga dikenal dengan sebutan
shelter). Pintu tersebut terletak di bagian tengah kanan dan kiri.
Pintu bus menggunakan sistem lipat otomatis yang dapat dikendalikan dari konsol
yang ada di panel pengemudi. Untuk bus koridor II dan III dan seterusnya,
mekanisme pembukaan pintu telah diubah menjadi sistem geser untuk lebih
mengakomodasi padatnya penumpang pada jam-jam tertentu, di dekat kursi-kursi
penumpang yang bagian belakangnya merupakan jalur pergeseran pintu, dipasang
pengaman yang terbuat dari gelas akrilik untuk menghindari terbenturnya bagian
tubuh penumpang oleh pintu yang bergeser. Setiap bus dilengkapi dengan papan
pengumuman elektronik dan pengeras suara yang memberitahukan halte yang
akan segera dilalui kepada para penumpang dalam 2 bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap bus juga dilengkapi dengan sarana
63
mendapatkan informasi terkini mengenai kemacetan, kecelakaan, barang
penumpang yang tertinggal, dan lain-lain.
Untuk keselamatan penumpang disediakan 10 buah palu pemecah kaca yang
terpasang di beberapa bingkai jendela dan 2 buah pintu darurat yang bisa dibuka
secara manual untuk keperluan evakuasi cepat dalam keadaan darurat, serta dua
tabung pemadam api di depan dan di belakang. Untuk menjaga agar udara tetap
segar, terutama pada jam-jam sibuk, mulai bulan Januari 2005 secara bertahap di
setiap bus telah di pasang alat pengharum ruangan otomatis, yang secara berkala
akan melakukan penyemportan parfum.
4. Halte / Shelter
Halte-halte Transjakarta berbeda dari halte-halte bus biasa. Selain letaknya yang
berada di tengah jalan, bahkan di halte di depan gedung pertokoan Sarinah dan
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa, diberi fasilitas lift. Kontruksi halte
didominasi oleh bahan alumunium, baja, dan kaca. Ventilasi udara diberikan
dengan menyediakan kisi-kisi alumunium pada sisi halte. Lantai halte dibuat dari
pelat baja. Pintu halte menggunakan sistem geser otomatis yang akan lansung
terbuka pada saat bus telah merapat di halte.
Jembatan penyebrangan yang menjadi penghubung halte dibuat landai (dengan
perkecualian beberapa halte, seperti halte Bunderan HI) agar lebih ramah terhadap
orang cacat. Lantai jembatan menggunakan bahan yang sama dengan lantai halte
(dengan pengecualian pada beberapa jembatan penyeberangan seperti halte
Jelambar dan Bendungan Hilir yang masih menggunakan konstruksi beton).
64
Apabila setelah pukul 22:00 masih ada penumpang di dalam halte yang belum
terangkut karena kendala teknis operasional, maka jadwal operasi akan
diperpanjang secukupnya untuk mengakomodasi kepentingan para penumpang
yang sudah terlanjur membeli tiket tersebut.
a. Koridor 1 (2004)
Bus Transjakarta (Tije) memulai operasinya pada 15 Januari 2004 dengan
tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, namun terjangkau
bagi warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus Tije diberikan lajur
khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak
boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta).
Agar terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh pemerintah
daerah.
Pada saat awal beroperasi, Tranjakarta mengalami banyak masalah, salah
satunya adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel
kereta api. Selain itu, banyak dari bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan,
baik pintu, tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Sejak
Hari Kartini pada 21 April 2005, Transjakarta memiliki supir perempuan
sebagai wujud emansipasi wanita. Pengelola menargetkan bahwa nanti jumlah
pengemudi wanita mencapai 30% dari keseluruhan jumlah pengemudi. Sampai
65
b. Koridor 2 dan 3 (2006)
Tepat 2 tahun setelah pertama kali dioperasikan, pada 15 Januari 2006
Transjakarta meluncurkan jalur koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni) dan 3
(Kalideres-Pasar Baru).
Mulai hari minggu, tanggal 10 Februari 2008, beberapa bus Transjakarta
koridor 3 mulai melalui rutenya yang baru, yaitu dari arah Kalideres setelah
halte Jelambar tetap lurus melewati Jalan Kyai Tapa menuju Halte Harmoni
Central Busway tidak berbelok melalui Tomang. Penggunaan jalur ini masih belum resmi karena sebagian besar bus koridor 3 masih melaui jalur Tomang,
dan 2 halte busway sepanjang Jalan Kyai Tapa belum beroperasi. Sejak
tanggal 10 September 2008, 2 halte tersebut (Grogol dan Sumber Waras)
mulai dioperasikan secara resmi.
c. Koridor 4, 5, 6, dan 7 (2007)
Pada tahun 2006, dimulai pembangunan 4 koridor baru Busway, yaitu:
a. Pulo Gadung-Dukuh Atas (Koridor 4).
b. Kampung Melayu-Ancol (Koridor 5)
c. Ragunan-Latuharhari (Koridor 6)
d. Kampung Rambutan-Kampung Melayu (Koridor 7).
Sama seperti pada pembangunan koridor-koridor sebelumnya, proyek
pembangunan 4 koridor ini juga mengundang reaksi negatif beberapa pihak
66
Koridor 4-7 ini diresmikan penggunaannya pada Sabtu, 27 Januari 2007, oleh
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso di shelter Taman Impian Jaya Ancol.
Setelah peresmiannya, keempat koridor ini baru efektif beroperasi pada
tanggal 28 Januari 2007. Tidak seperti pada waktu peresmian koridor 1, tidak
ada tiket gratis untuk masyarakat untuk sosialisasi di koridor-koridor ini.
d. Koridor 8, 9, dan 10 (2008)
Pembangunan koridor 8-10 dimulai pada bulan Agustus 2007. Ketiga koridor
ini awalnya direncanakan untuk dapat beroperasi bulan Maret 2008, namun
mengalami beberapa penundaan. Rencana operasional koridor 8 awalnya
ditunda hingga 14 Februari 2009, namun akhirnya mengalami penundaan lagi.
Koridor ini pertama kali diujicoba secara terbatas pada tanggal 9 Februari
2009, dan memasuki tahap operasional pada hari Sabtu, 21 Februari 2009.
Dari 45 bus yang dibutuhkan untuk melayani koridor 8, hingga tanggal 6
Februari 2009 baru tersedia 20 bus, yang memaksa BLUTJ untuk memangkas
rute operasional dari Lebak Bulus-Harmoni menjadi Lebak Bulus-Daan Mogot
67
Berikut adalah gambar rute yang dilalui Busway menurut koridornya
masing-masing:
Gambar 4.3 Rute Busway
5. Tipe bus yang digunakan
Bus yang digunakan sebagai bus Transjakarta adalah:
a. Koridor 1 : bus Mercedes-Benz dan Hino berwarna merah dan kuning
b. Koridor 2 : bus Daewoo berwarna biru-putih, dan warna abu-abu
c. Koridor 3 : bus Daewoo berwarna kuning-merah, dan warna abu-abu
d. Koridor 4 : bus Daewoo dan Hyundai (JTM), bus Hino (PP) berwarna
68
e. Koridor 5 : bus gandeng HuangHai (JMT), bus gandeng Komodo (LRN)
berwarna abu-abu.
f. Koridor 6 : bus Daewoo dan Hyundai (JTM), bus Hino (PP) berwarna abu-abu
g. Koridor 7 : bus Daewoo dan Hyundai (JMT), bus Hino (LRN) berwarna
abu-abu
h. Koridor 8 : bus Hino (LRN) bus Hino (PP) berwarna abu-abu
Semua armada Transjakarta tersebut disertai dengan gambar elang bondol terbang
sambil mencengkram beberapa buah salak di bagian eksterior. Bahan bakar yang
digunakan di koridor 1 adalah bio solar. Untuk Koridor 2-8 berbahan bakar gas.
Bus-bus ini dibangun dengan menggunakan bahan-bahan pilihan. Untuk interior
langit-langit bus, menggunakan bahan yang tahan api sehingga jika terjadi
percikan api tidak akan menjalar. Untuk kerangkanya, menggunakan Galvanil,
suatu jenis logam campuran seng dan besi yang kokoh dan tahan karat.
Bus Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus lain
sehingga hanya dapat dinaiki dari halte khusus busway (juga dikenal dengan
sebutan shelter). Pintu tersebut terletak di bagian tengah kanan dan kiri. Untuk bus
gandeng memiliki tiga pasang pintu yaitu bagian depan, tengah, belakang kanan
dan kiri. Sedangkan bus single di koridor 4-8 memiliki dua pasang pintu, yaitu bagian depan dan belakang kanan dan kiri.
Pintu bus menggunakan sistem lipat otomatis yang dapat dikendalikan dari konsol
yang ada di panel pengemudi. Untuk bus koridor 2-8, mekanisme pembukaan
pintu telah diubah menjadi sistem geser untuk lebih mengakomodasi padatnya
69
belakangnya merupakan jalur pergeseran pintu, dipasang pengaman yang terbuat
dari gelas akrilik untuk menghindari terbenturnya bagian tubuh penumpang oleh
pintu yang bergeser.
Setiap bus dilengkapi dengan papan pengumuman elektronik dan pengeras suara
yang memberitahukan halte yang akan segera dilalui kepada para penumpang
dalam 2 bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap bus juga
dilengkapi dengan sarana komunikasi radio panggil yang memungkinkan
pengemudi untuk memberikan dan mendapatkan informasi terkini mengenai
kemacetan, kecelakaan, barang penumpang yang tertinggal, dan lain-lain. Untuk
keselamatan penumpang disediakan 8 buah palu pemecah kaca yang terpasang di
beberapa bingkai jendela dan 3 buah pintu darurat (koridor 1-3), 1 pintu darurat
(koridor 4-8) yang bisa dibuka secara manual untuk keperluan evakuasi cepat
dalam keadaan darurat, serta dua tabung pemadam api di depan dan di belakang.
Untuk menjaga agar udara tetap segar, terutama pada jam-jam sibuk, mulai bulan
Januari 2005 secara bertahap di setiap bus telah di pasang alat pengharum ruangan
otomatis, yang secara berkala akan melakukan penyemprotan parfum.
6. Penumpang
Berdasarkan situs resmi Transjakarta, dari 1 Februari 2004 hingga akhir Maret
2005, Transjakarta dilaporkan telah mengangkut sebanyak 20.508.898
penumpang. Ada program pendidikan khusus bagi anak-anak sekolah yang
dinamakan "Transjakarta ke sekolah" ("Transjakarta goes to school") dan penyediaan bus khusus bagi rombongan untuk anak sekolah (TK, SD, SDLB).
70
umum. Targetnya, para siswa ini diajari untuk tertib, belajar antre, dan menyukai
angkutan umum.
Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya Srikandi yang
sudah menikah tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya
dan yang belum menikah karena adanya tuntutan untuk membantu orang tua
serta memenuhi kebutuhan pribadinya. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya
71
Berdasarkan tabel 4.2, maka diketahui bahwa kemampuan wanita dalam
bekerja dan menunjang aktivitasnya memiliki kekuatan yang terbatas oleh usia
mereka, semakin tua usia mereka maka kemampuan atau produktivitas akan
semakin menurun. Hal ini dapat dilihat dari puncak usia Srikandi yang berada
pada usia produktif 35-44 tahun selebih itu tidak terdata adanya wanita yang
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa sedikitnya wanita yang ingin bekerja sebagai
pramudi Busway dikarenakan besarnya tanggung jawab pada pekerjaan dan
resiko yang harus ditanggung selama bekerja. Hal ini dapat dilihat dari wanita
paling banyak bertahan bekerja sebagai pramudi paling lama 1-2 tahun.
4. Kepemilikan Rumah
72
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa masih adanya Srikandi yang
belum memiliki rumah pribadi dikarenakan harga rumah yang dijual ataupun
disewakan relatif tinggi, dengan status mereka yang belum menikah ataupun
bertanggung jawab mengurus orang tua mereka. Rumah pribadi tersebut bisa
juga adalah hadiah dari perusahaan tempat suami bekerja untuk ditempati
tanpa harus membayar uang sewa.
C. Analisis Deskriptif Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres Srikandi Busway
Srikandi Busway memiliki 3 faktor utama yang dapat menyebabkan stres.
Faktor-faktor tersebut adalah Faktor-faktor lingkungan, Faktor-faktor organisasi dan Faktor-faktor individual.
Untuk menganalisis secara deskriptif faktor-faktor yang menyebabkan stres
Srikandi Busway dapat diukur dengan skala interval. Berikut adalah urutan cara
untuk mendapatkan skala interval menurut Dr. Sugiyono (2000:29):
a. Mengitung rentang data
Dalam menghitung rentang data dapat dilakukan dengan cara mengurangi data
terbesar dengan data terkecil. Diketahui data terbesar yang dimiliki adalah 5
dan data terkecil adalah 1, maka 5-1=4.
b. Menghitung panjang kelas
Langkah selanjutnya adalah menghitung panjang kelas dengan membagi
rentang data dengan jumlah kelas. Diketahui rentang data yang dimiliki adalah
4 dan jumlah kelas adalah 5, maka 4:1=0,8. Telah didapatkan bahwa panjang
kelas atau interval setiap kelas adalah 0,8. Berikut adalah tabel skala interval
73
Tabel 4.5 Skala Interval Faktor-faktor yang Menyebabkan Stres Srikandi Busway.
Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat menyebabkan stres pada Srikandi
dengan cara tidak langsung. Meskipun faktor lingkungan berada di luar lingkup
pekerjaan mereka tetapi faktor ini dapat menurunkan keefektifan dalam bekerja.
Faktor lingkungan dipengaruhi oleh kemajuan dan perkembangan suatu negara
dan kemajuan dari otonomi daerah tertentu.
Jakarta adalah tempat dimana Srikandi Busway bekerja yang tentunya dibutuhkan
adaptasi yang cepat akan keadaan lingkungannya yang berkembang dengan pesat
setiap harinya serta tingkat persaingan yang tinggi untuk mendapatkan
kesejahteraan hidup. Seperti yang dinyatakan Robbins (2003:578) ketidakjelasan
faktor lingkungan dapat mempengaruhi desain struktur organisasi dan juga dapat
mempengaruhi tingkat stres pekerja di organisasi. Faktor lingkungan dibagi atas 3
indikator, yaitu:
a. Ekonomi
Faktor ekonomi adalah faktor yang dipengaruhi oleh keadaan ekonomi negara
dan perkembangan yang dikarenakan otonomi daerah. Jakarta adalah daerah