• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komponen Komunikasi Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Terhadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komponen Komunikasi Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Terhadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS Di Kota Medan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH

BIDAN TERHADAP KUNJUNGAN KLIEN PADA PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS

DI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH

ARIFAH

087033016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH

BIDAN TERHADAP KUNJUNGAN KLIEN PADA PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS

DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARIFAH

087033016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION

MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH BIDAN TERHADAP

KUNJUNGAN KLIEN PADA

PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Arifah

Nomor Induk Mahasiswa : 087033016

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.dr. Guslihan Dasatjipta. SpA(K))

Ketua

(dr. Jamaludin, M.A.R.S)

Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof.dr. Guslihan Dasatjipta. SpA (K) Anggota : 1. dr. Jamaludin, M.A.R.S

(5)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH

BIDAN TERHADAP KUNJUNGAN KLIEN PADA PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS

DI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

AIDS telah menyerang di segala segmen masyarakat termasuk pada kelompok ibu rumah tangga, wanita hamil, dan bayi yang tertular dari ibunya. Sebagai tenaga kesehatan, bidan diharapkan berperan serta dalam penanggulangan HIV/AIDS melalui program Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). Pada studi pendahuluan di beberapa puskesmas di Kota Medan Tahun 2010 diketahui bahwa masih lemahnya proses komunikasi antara bidan dengan kelompok ibu rumah tangga dan wanita hamil.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komponen komunikasi dalam pelaksanaan PMTCT oleh bidan terhadap kunjungan klien pada pelayanan

voluntary councelling and test (VCT) di Kota Medan. Penelitian ini bersifat

explanatory study dengan populasi 33 orang bidan dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh komponen komunikasi terhadap kunjungan klien pada pelayanan voluntary councelling and test (VCT).

Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan program PMTCT sehingga kelompok ibu rumah tangga dan ibu hamil mau mengunjungi klinik VCT serta meningkatkan penyuluhan dengan menggunakan media yang menarik sehingga masyarakat mengerti dan mengetahui dengan baik.

(7)

ABSTRACT

AIDS has been assaulted in all segments of comunity including the group of housewives, pregnant women, and infants who were transmitted the disease from her mother. As health officer, midwives were expected to participate in HIV / AIDS through Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). On preliminary study at health centers in Medan 2010 it was known that the communication process between the midwives with the group of housewives and pregnant women remained low.

This research aimed to analyze the influence of the components communication on the implementation of PMTCT by midwives to client visits in voluntary services councelling and test (VCT) in Medan. This research was an explanatory study. The populations were 33 midwives and all of them became samples. Data were obtained from questionnaires and analyzed by using multiple linear regression test.

The result showed the influence of the overall communication component for client visits to communicant influence on voluntary service councelling and test (VCT).

Health officer were expected to further improve PMTCT programs so that groups of housewives and pregnant women would visit the clinic for VCT and to increase education by using interesting media in order to make people more understand.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas

Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“ Pengaruh Komponen Komunikasi dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child

Transmission (PMTCT) oleh Bidan terhadap Kunjungan Klien pada Pelayanan

Voluntary Councelling and Test (VCT) di Kota Medan”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan ini, penulis

banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak pada

kesempatan ini penulis mengucapakan banyak terima kasih tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, Selaku Sekretaris Minat Studi Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

(9)

4. Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) dan dr.Jamaludin M.A.R.S, selaku

komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dengan penuh

kesabararan dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini.

5. Andi Ilham S.K.M. M.Epid dan Asfriyati S.K.M. M.Kes, selaku dosen

pembanding yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan

penulisan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan beserta pegawai yang telah memberikan

izin untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama

pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh bidan yang telah mengikuti pelatihan PMTCT yang telah memberikan

informasi bagi penulis selama melakukan penelitian.

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kakak dan adikku tersayang untuk segala

dukungan moril dan materil serta pengertiannya.

10. Suami dan anak – anak tercinta atas segala dukungan, kesabaran dan

pengertiannya, serta sumber inspirasi dan motivasi.

11. Sahabatku Roslina Yulianti, S.ST dan Burhanuddin Harahap S.K.M, dr.

Abdul Wahid untuk segala dukungan dan motivasi yang telah berkontribusi

dalam terselesainya tesis ini.

(10)

13. Rekan – rekan satu angkatan, khususnya minat Studi PKIP, atas dukungan dan

kebersamaan yang diberikan.

14. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah

berkontribusi dalam terselesaikannya tesis ini.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan

yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat

mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, September 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Arifah, lahir di Padang pada tanggal 7 Juli 1970, Anak ketiga dari Ayahanda

Drs. Mohd Umar dan Ibunda Basriamah yang saat ini bertempat tinggal di Jalan Garu

III, No.52 Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1978 di Sekolah Dasar di SD Sahara

Padang tamat Tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Padang

tamat tahun 1987, Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Aisiyah Muhammadiyah

Padang tamat tahun 1990, Program Pendidikan Bidan (DI Kebidanan) DepKes RI

Padang tamat tahun 1991, D-III Keperawatan Poltekes Medan tamat tahun 2005 dan

S1 Keperawatan di Universitas Prima Husada tamat tahun 2007, dan Penulis

mengikuti Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi

Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2008.

Penulis menikah Tahun 1994 dan mempunyai 4 orang anak. Penulis bekerja

sebagai Pegawai Negeri Sipil dari. Tahun 1991 sampai 1997 sebagai Bidan Desa di

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tarab II Kabupaten Tanah Datar di Sumatera

Barat (Padang). Tahun 1997 sampai tahun 1999 bekerja di Puskesmas Sungai Tarab

II Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat (Padang). Pada Tahun 2000 sampai saat

(12)

DAFTAR ISI

2.1.5. Paradigma Harold Laswe11... ... 17

2.1.6. Model Komunikasi ... 18

2.2.Acquirred Immuno Deficiency Syndrome(AIDS)... 18

2.3.Jumlah Kasus HIV-AIDS 2006 secara global ... ... 20

2.3.1. Kasus Global Burden 2009 ... 21

2.3.2. Angka Kasus HIV-AIDS di Sumatera Utara 2004 - 2009... 22

2.3.3. Usaha Penanggulangan HIV-AIDS di Sumatera Utara 2008 - 2009 ... ... 23

2.3.4. Kebijakan Program Pencegahan Penularan HIV... 25

dari Ibu ke Bayi ... 25

2.3.5. Integrasi Program ... 25

2.3.6. Konseling dan Tes HIV Sukarela ... 26

2.3.7. Penularan HIV dari Ibu ke Bayi ... 28

2.4.Pengertian Bidan ... 31

(13)

2.6.Landasan Teori ... ... ... 34

4.3.1.Distribusi Responden Menurut Komunikator dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 49

4.3.2.Distribusi Responden Menurut Pesan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 50

4.3.3.Distribusi Responden Menurut Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 51

4.3.4.Distribusi Responden Menurut Komunikan dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 52

4.3.5.Distribusi Responden Menurut Kunjungan Klien Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 52

4.4. Hasil Analisis Bivariat... 53 4.4.1. Hubungan Komunikator dalam pelaksanaan Prevention Mother

(14)

Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan... 53

4.4.2.Hubungan Pesan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 54

4.4.3.Hubungan Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Concelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 58 4.4.4.Hubungan Komunikan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother

To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 59 4.5. Hasil Analisi Multivariat ... 60

4.5.1. Pengaruh Komponen Komunikasi dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan

Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota

Medan ... 60 4.5.2. Pengaruh Komponen Komunikator, Pesan, dan Komunikan

dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child

Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 61

BAB 5 PEMBAHASAN ... 63

5.1. Pengaruh Komponen Komunikasi dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 63 5.2. Pengaruh Komponen Komuniktor Dalam Pelaksanaan Prevention

Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 65 5.3. Pengaruh Komponen Pesan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother

To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 66 5.4. Pengaruh Komponen Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother

(15)

Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan... 67

5.5.Pengaruh Komponen Komunikan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 67

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan... 68

6.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 67

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut tingkat resiko (2009) ... 3

1.2. Proporsi kumulatif kasus AIDS per golongan umur (2009) ... 3

2.1. Global Burden during 2006 ... 21

3.1. UjiValiditas... ... 40

3.2. Uji Reliabilitas... ... 41

3.3. Matrik Variabel-Variabel Dalam Definisi Operasional... ... 45

4.1. Distribusi Karakteristik Responden Komponen Komunikasi dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 51

4.2. Distribusi Responden Menurut Komunikator dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation Ana Test (VCT) Di Kota Medan ... 52

4.3. Distribusi Responden Menurut Pesan dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 53

4.4. Distribusi Responden Menurut Media dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 54 4.5. Distribusi Responden Menurut Komunikan dalam pelaksanaan

(17)

Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 55

4.6. Distribusi Responden Menurut Kunjungan Klien dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test

(VCT) DI Kota Medan ... 56

4.7. Hubungan Komunikator Dalam Pelaksanaan Prevention To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

Di Kota Medan ... 57

4.8. Hubungan Pesan dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

Di Kota Medan ... 58

4.9. Hubungan Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

Di Kota Medan ... 59

4.10. Hubungan Komunikan dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap

Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And

Test (VCT) Di Kota Medan ... 60

4.11. Hasil uji Regresi Linear Berganda Pengaruh Komponen

Komunikasi Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Schema Model Komunikasi Harold Lasswell ... 12

2.2. Paradigma Harold Lasswell... 17

2.3. Model Komunikasi Schramm ... 18

2.4. Statistik kasus HIV AIDS di Sumatera Utara... 22

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 60

2. Lembar Persetujuan Responden ... 61

3. Kuesioner Penelitian... 62

4. Surat Izin Survey Dari Fakultas Kesehtan Masyarakat ... 65

5. Surat Izin Survey Dari Dinas Kesehatan Kota Medan ... 66

6. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Kesehtan Masyarakat ... 67

7. Surat Izin Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Medan... ... 68

8. Lampiran Uji Validitas dan Reliabilitas ... 69

9. Lampiran Hasil Analisa Data ... ... 70

(20)

ABSTRAK

AIDS telah menyerang di segala segmen masyarakat termasuk pada kelompok ibu rumah tangga, wanita hamil, dan bayi yang tertular dari ibunya. Sebagai tenaga kesehatan, bidan diharapkan berperan serta dalam penanggulangan HIV/AIDS melalui program Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). Pada studi pendahuluan di beberapa puskesmas di Kota Medan Tahun 2010 diketahui bahwa masih lemahnya proses komunikasi antara bidan dengan kelompok ibu rumah tangga dan wanita hamil.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komponen komunikasi dalam pelaksanaan PMTCT oleh bidan terhadap kunjungan klien pada pelayanan

voluntary councelling and test (VCT) di Kota Medan. Penelitian ini bersifat

explanatory study dengan populasi 33 orang bidan dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh komponen komunikasi terhadap kunjungan klien pada pelayanan voluntary councelling and test (VCT).

Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan program PMTCT sehingga kelompok ibu rumah tangga dan ibu hamil mau mengunjungi klinik VCT serta meningkatkan penyuluhan dengan menggunakan media yang menarik sehingga masyarakat mengerti dan mengetahui dengan baik.

(21)

ABSTRACT

AIDS has been assaulted in all segments of comunity including the group of housewives, pregnant women, and infants who were transmitted the disease from her mother. As health officer, midwives were expected to participate in HIV / AIDS through Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). On preliminary study at health centers in Medan 2010 it was known that the communication process between the midwives with the group of housewives and pregnant women remained low.

This research aimed to analyze the influence of the components communication on the implementation of PMTCT by midwives to client visits in voluntary services councelling and test (VCT) in Medan. This research was an explanatory study. The populations were 33 midwives and all of them became samples. Data were obtained from questionnaires and analyzed by using multiple linear regression test.

The result showed the influence of the overall communication component for client visits to communicant influence on voluntary service councelling and test (VCT).

Health officer were expected to further improve PMTCT programs so that groups of housewives and pregnant women would visit the clinic for VCT and to increase education by using interesting media in order to make people more understand.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit Acquired Immunity Deficiency Syndrome (AIDS) yang diakibatkan

oleh Human Immuno Deficiensy Virus (HIV), dianggap oleh seluruh lapisan

masyarakat dunia sebagai suatu malapetaka global. Semua kelompok, baik sebagai

pengidap penyakit, pihak masyarakat yang perduli kesehatan, pihak pemerintah, serta

organisasi sosial masyarakat perduli AIDS, menyadari penting adanya usaha terpadu

untuk melakukan tindakan promosi dan prevensi terhadap penyebaran penyakit HIV

AIDS (DepKes RI, 2007).

Kondisi pertumbuhan / perkembangan penyakit HIV/AIDS di Indonesia

dinilai sudah meningkat kritis. Dalam triwulan Januari hingga Maret 2009 di seluruh

Indonesia dilaporkan ada penambahan penderita AIDS (sudah menampakkan gejala

secara fisik) sebesar 854 kasus. Pengidap infeksi HIV (kasus ditemukan terinfeksi

tapi belum menampakkan gejala) ditemukan mencapai 114 sehingga sampai saat ini

total penambahan di triwulan pertama 2009, mencapai 968 kasus. Secara kumulatif

kasus pengidap HIV dan AIDS (1 Januari 1987 - 31 Maret 2009) terdiri dari HIV

sebanyak 6.668 kasus, sementara AIDS sebanyak 16.964 kasus. Jumlah keseluruhan

mencapai 23.632 kasus, dengan angka kematian 3.992 jiwa.

Dari fakta pertumbuhan jumlah kasus sedemikian signifikan, Pemerintah

(23)

dengan melakukan promosi supaya pihak masyarakat turut berpartisipasi, bahu

membahu menjaga diri dari kemungkinan infeksi HIV. Tujuan himbauan ini agar

kasus HIV dan AIDS tidak bertambah. Meningkatnya HIV dan AIDS diperkirakan

lebih banyak karena hetero seksual (gonta – ganti pasangan), homoseksual,

pemakaian jarum suntik atau IDU, dan penularan dari ibu hamil pengidap HIV dan

AIDS terhadap bayi yang dilahirkan. Statistik jumlah kumulatif kasus AIDS menurut

jenis kelamin: (1) laki – laki sebanyak 12.640 kasus dan (2) wanita sebanyak 4.239

kasus (Medan, Analisa, 23 Juli 2009).

Hal yang paling mengkhawatirkan adalah tingkat penularan HIV / AIDS pada

kelompok usia umur reproduktif tinggi, yaitu mencapai tingkat penularan HIV /

AIDS pada kelompok 90 %. Kondisi ini otomatis akan memperbesar kemungkinan

terjadinya penularan HIV AIDS dari ibu hamil kepada bayi yang dikandung. Menurut

temuan sampai saat ini sebanyak 16 anak berusia 0 – 9 tahun diketahui telah

terjangkit HIV/AIDS. Namun, jumlah 16 tersebut diperkirakan terlalu kecil

dibandingkan dengan fakta yang sesungguhnya (RSUPHAM; 2005 – 2008).

Hingga April 2009, KPA Sumut mencatat temuan sebanyak 23 orang ibu

rumah tangga dan 17 orang bayi terjangkit HIV/AIDS. Kota Medan sendiri

dilaporkan sebagai daerah yang terbanyak ditulari HIV / AIDS di Sumatera Utara.

Jumlah pengidap di daerah ini adalah : HIV / AIDS sebanyak 1181 kasus.

Berdasarkan laporan 11 klinik VCT di Medan tahun 2009, kunjungan ke klinik VCT

(24)

AIDS 77 orang. Jumlah kelompok menurut kelompok gender, laki-laki sebanyak 515

orang dan perempuan sebanyak 146 orang.

Tabel 1.1. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut tingkat resiko (2009)

Resiko Jumlah

Hetero seksual 412

Homoseksual 10

Jarum suntik atau IUD 216

Transmisi perinatal atau ibu hamil menular pada bayi 14

Transfusi darah 1

Tidak diketahui penyebab 8

Sumber Dinkes Medan 2010

Tabel 1.2. Proporsi kumulatif kasus AIDS per golongan umur (2009) :

Umur Jumlah

Sumber Dinkes Medan 2010

Berdasarkan data di atas pihak pelayanan kesehatan perlu melakukan

peningkatan pelayanan program Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT)

untuk menghentikan penularan HIV / AIDS dari ibu hamil ke bayi yang dikandung.

Program PMTCT dimulai dari : (1) pencegahan penularan HIV / AIDS untuk

kelompok usia reproduktif tinggi hingga (2) pemberian dukungan psikologis serta

sosial pada ibu dan bayi pengidap HIV/AIDS.

Bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu hamil, kelahiran dan

pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, memiliki peran cukup strategis dalam upaya

(25)

pengunjung Puskesmas terutama pada pelayanan KIA. Para bidan di latih agar

memiliki pengetahuan tentang pencegahan transmisi HIV/AIDS dari ibu ke bayi.

Proses penularan HIV AIDS dapat berlangsung melalui proses kehamilan,

persalinan, maupun proses pemberian air susu ibu pada bayi. Kondisi beresiko ini

menuntut komitmen lintas kelembagaan, pemerintah maupun swasta untuk

menciptakan berbagai program dan aktifitas, secara optimal untuk mencegah

penularan HIV / AIDS dari ibu ke anak (Jamaludin ,2009).

Pemanfaatan Bidan dalam hal penanggulangan HIV / AIDS di khususkan

untuk program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) atau

penularan dari ibu ke bayi. Para bidan diharapkan cermat melakukan anamnese para

ibu hamil (bumil) tentang ada tidaknya faktor risiko terinfeksi HIV. Selain itu ibu

hamil diharapkan secara suka rela memeriksakan diri ke klinik VCT (Voluntary

Counceling and Testing). Tujuan kegiatan VCT adalah untuk mendeteksi apakah

seseorang (ibu dan suami) terkena HIV atau tidak, Dalam pelayanan sehari-hari

diprediksi akan ada 20 persen ibu hamil yang diperiksa di Puskesmas / RS, dirujuk ke

klinik VCT. Bila di VCT ditemukan ibu hamil, dan wanita usia produktif positif HIV

dirujuk ke program PMTCT. Secara khusus, program PMTCT memiliki 4 sasaran

yakni: (1) mencegah agar para wanita usia reproduktif tinggi tidak terinfeksi HIV. (2)

Kalau ada pasien dengan HIV positif, diharapkan pasien tidak hamil. (3) Jika

terlanjur ibu dengan HIV terlanjur hamil, maka ada program PMTCT untuk

(26)

hamil, (2) proses melahirkan melalui operasi caesar, (3) pemberian ASI eksklusif tiga

bulan atau diberikan pengganti ASI. Kalau tidak ada tindakan intervensi, maka 15-30

persen bayi akan terinfeksi. (Pedoman Nasional Pencegahan HIV/AIDS, 2007).

Aspek-aspek komunikasi yang dapat diperankan oleh para bidan dalam

tugas-tugas profesi adalah peran potensil menjadi penyebar informasi, pemberi nasihat /

petunjuk pada ibu hamil bagaimana cara mencegah terjadinya transmisi virus HIV

selama masa pra kehamilan, hamil dan setelah melahirkan. Semuanya ditujukan

terutama pada ibu yang ternyata dijumpai potensil mengidap penyakit akibat virus

HIV. Perlu ditekankan bahwa proses komunikasi penanggulangan HIV AIDS selalu

berlangsung dengan tahapan: (1) perubahan nilai pengetahuan / informasi (cognitive)

pada penerima; (2) perubahan sikap (attitude) yang positif pasien dan (3) perubahan

perilaku (behaviour) menjadi lebih baik (sehat) menghindari resiko HIV AIDS.

Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperan isi

pesan berupa lambang-lambang dari komunikator kepada komunikan. Pengertian

komunikasi menurut Dale Yoder, dkk (Surakhmat, 2006:17) dikutip dari

www.wordpress.com/fag/interpersonal-communication/ - diakses 05 Mei 2008 : 22.55

WIB Communication is the interchange of information, ideas, attitudes, thoughts, and/or opinions. Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran dan/atau pendapat.

Komunikasi dapat berlangsung melalui peran multi aspek yang ada di sekitar

inividu. Aspek komunikasi yang diangkat lebih difokuskan pada aspek-aspek (1)

Siapa pemberi pesan (2) materi pencegahan HIV/AIDS (3) dengan media apa, (4)

(27)

mengunjungi klinik VCT. Indikator yang dipakai apakah ada perubahan perilaku pada

individu penerima pesan, lalu mereka melakukan pemeriksaan secara sukarela ke

klinik VCT (Jamaludin, 2009).

Kelompok bidan dianggap penting dibuat terpisah dari kelompok pelayanan

lain adalah karena kesempatan para bidan untuk mengadakan komunikasi khusus

dengan para ibu yang potensil tertular adalah lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok lain-nya. Dapat diterima bahwa di masyarakat peran bidan sebagai tempat

mempertanyakan masalah kehamilan adalah hal yang lazim. Dapat dimengerti bahwa

pihak bidan selain memiliki keterampilan profesi, memerlukan keterampilan

melaksanakan komunikasi dengan pihak pasien yang mereka layani supaya program

promosi VCT dalam rangkaian PTMCT dapat terlaksana. (Jamaludin, 2009).

1.2. Permasalahan

Menurut Harold D. Lasswel, cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi

adalah menjawab pertanyaan ” Who says what in which channel to whom with what

effect”. Dari definisi Harrold D. Lasswel dapat dibuat suatu rangkaian komponen

komunikasi dengan ulasan sebagai berikut: (Ruslan; 2003)

Who siapa ? Komunikator

Says what berkata apa ? Pesan

In which channel dengan media apa ? Media

(28)

Dari uraian tersebut diatas dapat di buat suatu rumusan permasalahan,

bagaimana pengaruh aspek-aspek (komponen) komunikasi (komunikator, pesan,

komunikan, media) yang dilakukan oleh bidan terutama dalam pelaksanaan PMTCT

(Prevention Mother to Child Transmission) terhadap effek yaitu kunjungan

komunikan (pasien) yang kemudian secara sukarela memeriksakan diri ke pos-pos

pelayanan Voluntary Consultation and Test (VCT) yang telah dipersiapkan di beberapa RS di Medan dan sekitarnya tahun 2010.

1.3. Tujuan penelitian

Untuk menganalisis pengaruh proses komponen komunikasi (komunikator,

pesan, komunikan, media) yang berlangsung secara bersamaan dengan kegiatan

Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT), terhadap kunjungan pasien yang

memeriksakan diri ke pelayanan Voluntary Counselling and Test (VCT) di Medan

tahun 2010.

1.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh komponen komunikasi (komunikator, pesan, komunikan,

media) yang dilakukan oleh bidan dalam pelaksanaan Prevention Mother to Child

Transmission (PMTCT) terhadap kunjungan pasien yang memeriksakan diri ke

(29)

1.5. Manfaat penelitian

1. Memberi informasi pada masyarakat dan pemerhati kesehatan masyarakat lain

pada umumnya bagaimana pemerintah serta masayarakat telah melakukan

penanggulangan terhadap penyebaran penyakit HIV-AIDS.

2. Memberi informasi penting pada pihak pemerintah tentang deskripsi tentang

usaha prevensi (pencegahan) apa yang sudah dilakukan khusus untuk tujuan

pencegahan penyebaran HIV-AIDS melalui jalur pembinaan keluarga

berencana serta Kesehatan Ibu dan Anak di kelompok BKIA.

3. Memberi informasi tentang kekuatan komunikasi oleh pihak bidan, berpengaruh

pada perubahan perilaku komunikan (pasien) di lingkungan pelayanan PMTCT

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi 2.1.1. Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata

Latin yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang

berarti membuat sama” (to make common). Istilah pertama communis adalah istilah

yang paling sering disebut sebagai asal- usul kata komunikasi, yang merupakan akar

dari kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran,

suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Akan tetapi berbagai defenisi

menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal tersebut, seperti

dalam kalimat “kita berbagi fikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan “kita

mengirimkan pesan”. (Mulyana, Dedy, 2005).

Komunikasi menurut kamus Webster berarti suatu proses dengan apa

informasi dipertukarkan diantara individu – individu melalui suatu sistem yang umum

dalam simbol-simbol, tanda-tanda atau perilaku.

Komunikasi adalah suatu proses pengiriman pesan dari komunikator kepada

komunikan secara sepihak atau timbal balik dengan tujuan memberi pengaruh,

minimal informasi pada pihak penerima pesan. Pengaruh informasi dapat memberi

manfaat perubahan sikap (attitude) dan seterusnya perubahan tindakan /perilaku

(31)

Komunikasi menurut Dale Yoder, dkk adalah pertukaran informasi, ide, sikap,

pikiran dan/atau pendapat.

2.1.2. Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi umum menurut Watson dan Hill : (1) sebagai instrumen

penyampaian pesan antar pihak; (2) mengendalikan pihak-pihak supaya selaras; (3)

memperjelas pengertian suatu informasi; (4) instrumen pembudayaan / pergaulan

antar pihak. Effendy (1986) mempertegas secara padat bahwa komunikasi bertujuan

untuk memberi suatu pesan yang dapat memberi perubahan atau penguatan informasi

tertentu pada pihak-pihak yang melaksanakannya. Kata perubahan informasi

(kognitif) pada penerima pesan selanjutnya diharapkan menjadi perubahan sikap

(attitude) yang selalu disebut affective. Seterusnya bila berkenan dihati penerima

pesan, perubahan sikap itu menjadi aksi yang selaras. Aksi yang dilakukan

berulang-ulang dikenal sebagai perubahan perilaku (behavior).

2.1.3. Proses Komunikasi

Model komunikasi dari Harold Laswell’s dianggap oleh para pakar

komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi yang paling awal dalam

perkembangan teori komunikasi (1948). Laswell’s menyatakan bahwa “cara yang

terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who

(32)

Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). (Effendy, Onong U, 2000:

253).

Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik Laswell itu merupakan unsur-unsur

proses komunikasi, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media

(media), receiver (komunikan), dan effect (efek). (Effendy, Onong U., 2000:253).

Adapun fungsi komunikasi menurut Laswell adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan lingkungan

2. Korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan

3. Transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.

Surveillance yang dimaksud oleh Lasswell adalah kegiatan mengumpulkan

dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa-peristiwa dalam suatu lingkungan;

dengan kata lain penggarapan berita. Kegiatan yang disebut correlation adalah

interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi di lingkungan; dalam

beberapa hal ini dapat didefenisikan sebagai tajuk rencana atau propaganda. Kegiatan

transmission of culture difokuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi,

nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota

suatu kelompok kepada pendatang baru, ini sama dengan kegiatan pendidikan.

(Effendy, Onong U., 2000: 254).

Vardiansyah, Dani (2004 : 115), menyampaikan dalam bukunya Pengantar

Ilmu Komunikasi mengenai gambar model komuniksi yang disampaikan oleh

(33)

tidak persis sama, yaitu komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan dan

efek komunikasi sebagai berikut:

Sumber : Dani, Vardiansyah, 2004: 115

Gambar 2.1: Model Lasswell

2.1.4. Komponen Komunikasi 2.1.4.1. Komunikator

Dafid K. Berlo mengatakan bahwa sumber atau komunikator merupakan

pemrakarsa atau orang yang pertama mengurai terjadinya proses komunikasi. Hal ini

disebabkan karena semua peristiwa komunikasi akan melibatkan dan tergantung dari

sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber inilah penentu

keberhasilan proses komunikasi sehingga diperlukan kiat – kiat tertentu dalam

menyampaikan sebah informasi. Sumber dapat berasal dari individu, kelompok

maupun organisasi. Sumber pengirim pesan bisa dikatakan sebagai pusat stimulator.

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu

Komunikasi bahwa Pengirim pesan atau komunikator yang dimaksud di sini adalah

manusia yang mengambil inisiatif dalam berkomunikasi. Pesan disampaikan

komunikator untuk mewujudkan motif komunikasi. Karena itu, komunikator kita

In which channel

(34)

defenisikan sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan

untuk mewujudkan motif komunikasinya.

Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari (a) satu orang (b)

banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang, serta (c) massa. Apabila lebih

dari satu orang yakni banyak orang di mana mereka relatif saling kenal sehingga

terdapat ikatan emosional yang kuat dalam kelompoknya, maka kumpulan banyak

orang ini kita sebut kelompok kecil. Apabila lebih dari seorang atau banyak orang

relatif tidak saling kenal secara pribadi dan karenanya ikatan emosionalnya kurang

kuat, maka kita sebagai kelompok besar atau publik. Namun apabila banyak orang

atau lebih dari satu orang ini memiliki tujuan yang sama dan untuk mencapai tujuan

tersebut terdapat pembagian kerja di antara para anggotanya, maka wadah kerjasama

yang terbentuk sebagai kesatuan banyak orang ini lazim kita sebut organisasi. Jadi,

selain komunikator dapat berupa banyak orang dalam kelompok kecil dan kelompok

besar, juga dapat berbentuk organisasi. Misalnya, dalam tataran komunikasi massa,

komunikatornya biasanya adalah organisasi penerbitan, yakni tim redaksi surat kabar.

2.1.4.2. Pesan

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu

Komunikasi bahwa pesan pada dasarnya abstrak. Untuk membuatnya konkret agar

dapat dikirim dan diterma oleh komunikan, manusia dengan akal budinya

menciptakan sejumlah lambing komunikasi berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa

(35)

yang ada dalam benak anda sampai anda mewujudkan dalam salah satu bentuk atau

kombinasi lambang-lambang komunikasi ini. Karena itu, lambang komunikasi

disebut juga bentuk pesan, yakni wujud konkret dari pesan, berfungsi mewujudkan

pesan yang abstrak menjadi konkret. Suara, mimik, dan gerak-gerik lazim

digolongkan dalam pesan nonverbal, sedangkan bahasa lisan dan bahasa tulisan

dikelompokkan dalam pesan verbal.

Awalnya manusia berkomunikasi hanya dengan mimik dan gerak-gerik serta

suara yang relatif tanpa makna, kecuali untuk mempertegas mimik dan gerak gerik.

Pesan disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif

komunikasi: apa yang ia pikir dan rasakan. Karena itu, pesan kita definisikan sebagai

segala sesuatu, verbal maupun non verbal, yang disampaikan komunikator kepada

komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya.

2.1.4.3. Media Komunikasi

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk

sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan ke komunikator untuk

sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang

berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media. Media yang dimaksud di

sini adalah media komunikasi. Media merupakan bentuk jamak dari medium.

Medium komunikasi kita artikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih

(36)

dilakukan komunikator dengan sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan

dan penggunaan teknologi media komunikasi.

Media komunikasi dilihat dari jumlah target komunikannya dapat dibedakan

atas media massa dan non media massa. Media massa dilihat dari waktu terbitnya

dapat dibedakan atas media massa periodik dan media massa non periodik. Periodik

berarti terbit teratur pada waktu-waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Media

massa periodik dapat dibedakan atas yang elektronik (radio, TV) dan non elektronik

atau cetak (surat kabar, majalah). Media massa non periodik dimaksudkan pada

media massa yang bersifat eventual, tergantung pada event tertentu. Setelah event

usai, selesai pulalah penggunaannya. Untuk itu, media massa nonperiodik dapat

dibedakan atas manusia (juru kampanye atau sales promotion girl) dan benda (poster,

spanduk, leaflet).

Kembali kepada nonmedia massa. Dilihat dari sifatnya, dapat dibedakan atas

nonmedia massa benda. Nonmedia massa benda dapat dibedakan atas yang elektronik

(telepon, fax) dan yang nonelektronik (surat). Perkembangan teknologi komunikasi

terkini, yakni teknologi komputer dengan internetnya, melahirkan media yang bersifat

multimedia. Dikatakan multimedia karena hampir seluruh bentuk media komunikasi

yang telah dikenal umat manusia menyatu dalam elektronik digitalnya. Di internet

kita dapat menemukan surat elektronik, i-phone (telepon internet), surat

kabar/majalah elektronik, radio internet, bahkan kegiatan tatap muka melalui internet

(37)

Kembali kepada komunikasi langsung tatap muka. Pada dasarnya, yang

dilakukan adalah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi tatap muka ini

bentuknya bermacam-macam, mulai dari perbincangan, wawancara, konseling, rapat,

seminar, lokakarya, hingga pameran dimana target komunikasi (calon konsumen)

dapat berbincang langsung tatap muka dengan wakil dari perusahaan guna

membicarakan produk yang dipamerkan.

2.1.4.4. Komunikan

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu

Komunikasi bahwa Penerima pesan disebut komunikan. Komunikan didefinisikan

sebagai manusia berakal budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Dalam

proses komunikasi, utamanya dalam tataran antar pribadi, peran komunikator dan

komunikan bersifat dinamis, saling berganti. Komunikan disebut juga penerima.

Dalam konteks komunikasi massa, komunikan lazim disebut khalayak, tujuan

(destination), pemirsa, pendengar, pembaca, target sasaran.

Menurut Dafid K. Berlo (1960) yang dikutif oleh Cangara H (2004)

komunikan merupakan objek sasaran pesan yang dikirim oleh pengirim pesan. Untuk

mencapai keberhasilan dalam komunikasi sebaiknya harus mengenali penerima. Hal

– hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut ;

1. Karakteristik

(38)

4. Tingkat pemahaman

5. Waktu

6. Lingkungan fisik dan sikologis

7. Tingkat kebutuhan.

2.1.5. Paradigma Harold Lasswell

8.

9.

(Sumber : Ruslan, Rosadi; 2003)

Gambar 2.2: Schema Model Komunikasi Harold Lasswell

Komunikasi menurut Harold Lasswell dapat dianalisis menurut paradigma :

Who Says What In which Channel To Whom and With What Effect? (Watson, James

& Hill, Anne; 1996), Artinya: “Siapa mengatakan apa, dengan jalur apa, kepada siapa

dan dengan pengaruh apa?”. Maknanya adalah: pengaruh komunikasi dari siapa

(bidan), mengatakan apa (materi) dengan cara apa (media), kepada siapa (komunikan

dengan karakteristik masing-masing), dan dengan pengaruh apa (apakah penerima

pesan selanjutnya memeriksakan diri ke VCT). Paradigma Lasswell penting dianalisis

untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi efektif mampu membujuk pasien

sehingga mengikuti program VCT.

(39)

2.1.6. Model Komunikasi

Menurut Wilbur Schramm (1954) bahwa model komunikasi dapat disamakan

dengan mekanisme model proses seperti diilustrasikan pada gambar berikut :

Sumber : (Watson dan Hill; 1996)

Gambar 2.3. Model Komunikasi Schramm

Dengan model mekanis di atas Schramm menjelaskan bahwa proses

komunikasi hanya dapat berlangsung efektif bila pada proses tersebut ada pihak (1)

source (sumber informasi atau pesan) yang menjadi inisiato/pencetus; (2) ada proses

pengkodean pesan ke dalam bentuk-bentuk sandi (kode) tertentu yang dianggap dapat

saling dimengerti/dipahami; (3) kode-kode dikirim / dinyatkan dengan sinyal (bahasa,

gerakan dll); (4) sinyal diindra (dipersepsi) setelah ada penterjemahanan / interpretasi

sinyal dari pesan oleh (5) penerima pesan sebagai target.

2.2. Acquirred Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).

Berdasarkan namanya AIDS berarti suatu kondisi yang dapat ditemukan pada

individu pasien pengidap penyakit yaitu sekumpulan gejala-gejala (sindroma) khas

(40)

dari sindroma adalah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Supari SF, 2006,

Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005 – 2010, Jakarta).

Selanjutnya HIV memiliki keganasan yaitu merusak sistem daya pertahanan

alam (kekebalan – imunitas) dari penderita sehingga riskan berakibat fatal sekalipun

hanya tercemar bibit penyakit yang pada orang sehat tidak mengakibatkan hal-hal

yang mematikan. Virus dapat menular melalui hubungan langsung antara cairan

tubuh atau darah yang tercemar milik pengidap ke jaringan peredaran darah dari

pengidap yang baru (Supari SF, 2006, Rencana Strategis Departemen Kesehatan

Tahun 2005 – 2010, Jakarta).

Penularan terutama melalui pintu masuk (port of entry) hubungan seksual

(homo atau hetero), luka-luka tercemar, intra placenta ibu tercemar, melalui jarum

suntik pada pengguna narkoba yang ceroboh serta pencemaran diruang bedah,

pelayanan kesehatan gigi, proses kehamilan, persalinan, proses pemeliharaan anak

bayi dan lain-lain. Sampai saat ini tidak ada dikenal suatu obat yang ampuh

mengeradiasi virus dari tubuh pengidap. Hal-hal yang dilakukan sejauh ini terbatas

pada usaha meredam perkembangan akibat virus supaya tidak menjadi lebih parah,

pencegahan penularan serta santunan biaya hidup serta pengobatan pada pasien

penderita (Supari SF, 2006).

Perkembangan penyakit di tubuh pengidap selalu progresif yang pada awalnya

hampir-hampir tidak menimbulkan gejal yang mencurigakan. Kondisi yang

tersembunyi seperti itu menjadikan HIV sebagai suatu penyakit yang tiba-tiba saja

(41)

tragedi penularan adalah ketertutupan dari para pengidap yang memang tidak

mengetahui perihal penyakit yang diidapnya, atau ia selalu menutup rapat

permasalahan perilaku yang riskan dapat menularkan penyakit HIV AIDS. Penyakit

HIV AIDS sendiri sebenarnya lebih populer dikenal masyarakat sebagai penyakit

orang yang aib moral, jadi kebanyakan pasien merasa malu bila suatu waktu ia

diketahui mengidap penyakit tersebut (Supari SF, 2006).

Permasalahan akan lebih menyulitkan masyarakat karena resiko dari

ketertutupan mereka yang terkena HIV AIDS, akan menguat karena penyakit tersebut

serta merta memberi kasus predikat orang tidak bermoral, orang yang berbahaya dan

harus dijauhi, sementara kasus penularan banyak dikaitkan pada masalah peredaran

obat-obat terlarang ditambah dunia prostitusi. Masalah ketertutupan pasien pengidap

HIV AIDS akan selalu menjadi lebih misterius dan potensi merugikan masyarakat

sendiri bila fenomena tersebut tidak dirubah (Supari SF, 2006).

2.3. Jumlah Kasus HIV-AIDS 2006 secara global

Pihak WHO menyadari bahaya yang terselubung sehingga promosi

badan-badan tertentu untuk menanggulangi penyakit global HIV-AIDS. Penyebaran kasus

penyakit ini di Indonesia sudah semakin meluas tidak hanya di kota besar tapi juga ke

daerah pendesaan. Penyebaran HIV-AIDS juga mengikuti mobilitas dari masyarakat

yang semakin pesat sejalan dengan hubungan internasional serta teknologi transport

(42)

peroleh dengan tanpa sengaja selama di perantauan. Pihak bidan dan pelayanan

kesehatan lain di semua tempat, bila tidak berhati-hati dan tidak disiplin menjalankan

pelayanan yang aman potensil dapat menjadi agen penularan HIV AIDS atau jadi

korban penyakit itu sendiri (Supari SF, 2006).

2.3.1. Kasus Global Burden 2009

Tabel 2.1. Global Burden during 2006

Penulis Lubis (2006) mengutip tulisan Global Burden (Beban Dunia) seperti

tertulis pada tabel berikut. (Tabel 2.1. Global Burden during 2006) Pada tabel dapat dilihat bahwa ada sekitar 40 juta orang diperkirakan sedang menderita

HIV-AIDS. 17, 7 juta diantaranya wanita dan 2,3 juta anak-anak. Sebanyak 3,8 juta adalah

kasus baru dan 530 ribu anak-anak merupakan kasus baru. Separuh dari semua kasus

diperkirakan adalah para usia muda / remaja 15 – 25 tahun (Supari SF, 2006).

Urgensi pemaparan ulang masalah peran bidan dalam pencegahan / penyebaran HIV-AIDS di Sumatera Utara adalah juga penting karena proses penyebaran HIV

dalam tahun-tahun terakhir selalu bertambah banyak. Dinas Kesehatan Sumatera

Global Burden, during 2006

† Worldwide 39,5 million people are estimated to be living with HIV/AIDS

† 17.7 million are women and

† 2.3 million are children

† 3.8 million are newly infected adults

† 530.000 are newly infected children

† 2.4 million adult deaths

† 380.000 child deaths

† Young people (15-25 years) account for half of new HIV infections

(43)

Series1

Utara serta para akademisi pelayanan kesehatan termasuk Akademi Kebidanan

terpanggil untuk melaksanakan penataran-penataran promosi pencegahan (Supari SF,

2006).

2.3.2. Angka Kasus HIV-AIDS di Sumatera Utara 2004 – 2009

Pematang Siantar adalah kota terbesar kedua di Sumatera Utara, di dalam

statistik 2004 s/d 2009 termasuk 4 daerah paling besar di papari kasus HIV-AIDS.

P.Siantar menduduki posisi 4 besar kasus HIV terbanyak setelah Medan, Tobasa, dan

Deli Serdang. Jumlah Kasus akumulatif tercatat berturut-turut sebanyak :581;66;42.

(44)

Angka-angka tidak otomatis menjadi nilai betapa buruknya penanganan kasus

HIV di setiap daerah/kota tapi boleh juga menunjukkan efektifnya penemuan

kasus-kasus oleh petugas profesional di setiap daerah. Masalah yang penting dicermati

adalah besarnya jumlah kasus-kasus tersebut merupakan bukti bahwa HIV sudah

merebak ke semua daerah urban propinsi.

2.3.3. Usaha Penanggulangan HIV-AIDS di Sumatera Utara 2008 - 2009

Sumatera Utara menyadari sepenuhnya masalah masalah HIV-AIDS dan

bahayanya bila tidak ditanggulangi dengan serius. PBB (WHO) sendiri seperti yang

tertera pada inset yang dikutip menganjurkan adanya usaha penyaringan kasus-kasus

yang potensil menyebarkan penularan HIV-AIS dengan menyediakan fasilitas

pemeriksaan, manajemen prosedur bahkan biaya pelaksanaan VCT (Voluntary

Counselling and Test) untuk cegah HIV AIDS.

Usaha pencegahan tampaknya menjadi kegiatan utama dari pihak internasional

untuk mengatasi penularan wabah HIV-AIDS. Satu dari pencegahan dapat berupa

pemakaian alat kontrasepsi kondom bagi mereka yang tidak dapat menghindari kasus

seksual multi pasangan. Pengamanan prosedur penyaringan donor darah adalah sudah

menjadi standar pusat-pusat bank darah. Di setiap pos pelayanan dengan instrumen di

klinik dan rumah sakit diwajibkan melalui prosedur steril yang absolut atau

pemakaian peralatan yang disposable (sekali pakai buang). Khususnya bagi proses

kehamilan, kelahiran dan pemeliharaan anak yang kemudian dikelompokkan sebagai

(45)

selalu dimulai dengan mendeteksi kasus-kasus ibu, anak atau pasangan dengan

potensi tercemar HIV yang tinggi. Kasus yang ditemukan riskan dianjurkan

mengunjungi pusat konsultasi sukarela dan pemeriksaan (VCT) di pos-pos tersendiri.

Pada dasarnya kegiatan promosi VCT inilah yang menjadi pokok perhatian dari

penelitian ini.

Secara logis dapat diterima bahwa untuk mencegah penularan penyakit

seberbahaya HIV-AIDS – karena kesehatan adalah hak azasi setiap individu – tidak

seorangpun yang dapat dipaksa untuk memeriksakan diri. Kata voluntary pada VCT

menonjolkan arti sukarela ada di pihak pasien pengguna jasa. Jadi tidak ada unsur

paksaan yang boleh dipakai dalam mempromosikan program pencegahan penyakit

HIV AIDS. Setiap mereka yang memilih memeriksakan diri harus menanda tangani

informed concent yaitu semacam pernyataan tertulis bahwa mereka yang

memeriksakan diri menyadari keperluan pemeriksaan dan mau menjalaninya secara

sukarela.

Konseling dan Testing secara sukarela (VCT) – Secara sukarela individu

memilih untuk mengikuti tes untuk mengetahui status HIV mereka. Ini adalah bagian

dari strategi kesehatan masyarakat yang utama yaitu menjadikan individu-individu

yang belum menunjukan gejala penyakit (asimptomatik) sebagai sasaran. Pendekatan

ini berasal dari perspektif penurunan penularan HIV yaitu untuk

mengindenti-fikasikan individu-individu yang sehat dan yang oleh karena itu lebih besar

(46)

kemungkinan menerima hasil tes positif adalah komponen kunci. Program VCT juga

merupakan pintu masuk yang penting untuk mendapatkan perawatan.

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpuan bahwa sebenarnya PMTCT

dengan VCT adalah tim kerja sama yang saling membantu fungsi bersama yaitu

menanggulangi penularan HIV AIDS dengan program promosi deteksi dini kasus

yang potensil oleh bidan, dan pemeriksaan sukarela oleh pasien di klinik VCT.

2.3.4. Kebijakan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

Strategi penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menegaskan bahwa

pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas.

Departemen Kesehatan RI dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional telah

berkomitmen untuk meningkatkan cakupan program pencegahan penularan HIV dari

ibu ke bayi di Indonesia. Sebagai pedoman untuk menjalankan program tersebut bagi

manajer program, aparat pemerintahan, petugas kesehatan, serta kelompok profesi

dan kelompok seminat bidang kesehatan di Indonesia, perlu adanya kebijakan

pemerintah tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Kebijakan ini

mencakup hal-hal penting pada tiap-tiap langkah intervensi program pencegahan

penularan HIV dari ibu ke bayi di Indonesia. (Depkes RI, 2007)

2.3.5. Integrasi Program

Kebijakan umum pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi sejalan dengan

kebijakan umum kesehatan ibu dan anak dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS

(47)

paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap

jenjang pelayanan kesehatan. Semua perempuan yang datang ke pelayanan kesehatan

ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan

mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan

menyusui .Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi,

dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu :

1. Prong 1: Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi;

2. Prong 2: Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif;

3. Prong 3: Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke

bayi yang dikandungnya;

4. Prong 4: Memberikan dukungan psikologis, sosial dengan perawatan kepada

ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya. Pada daerah dengan

prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong2.

Pada daerah dengan prevalensi HIV yang padat diimplementasikan

semua prong. Keempat prong secara nasional dikoordinir dan

dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi

kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat.

2.3.6. Konseling dan Tes HIV Sukarela

Konseling HIV menjadi salah satu komponen dari pelayanan kesehatan ibu dan

(48)

ke bayi mengikuti Pedoman Nasional Konseling dan Tes HIV Sukarela. Tes HIV

dilakukan kepada semua ibu hamil (routine HIV testing) di seluruh rumah sakit

rujukan ODHA (Orang dengan HIV AIDS) yang telah ditetapkan pemerintah. Ibu

hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri

keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Di daerah prevalensi HIV tinggi

yang tidak terdapat layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, untuk

menentukan faktor-faktor risiko ibu hamils digunakan beberapa kriteria, seperti

memiliki penyakit menular seksual, berganti-ganti pasangan pengguna narkoba, dan

lain-lain.

Layanan tes HIV dipromosikan dan dimungkinkan bagi laki-laki dan

perempuan yang merencanakan untuk memiliki bayi. Pada tiap jenjang pelayanan

kesehatan yang memberikan konseling dan tes HIV sukarela dalam paket pelayanan

kesehatan ibu dan angka dan layanan keluarga berencana, harus terdapat tenaga

petugas yang mampu memberikan konseling sebelum dan sesudah tes HIV (Depkes

RI, 2007)

Pada pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana yang

memberikan layanan konseling dan tes HIV sukarela, konseling pasca tes (post-tes

counseling) bagi perempuan HIV negatif diberikan bimbingan untuk tetap HIV

negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya. Pada tiap jenjang pelayanan

kesehatan tersebut harus terjamin aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengkuti proses

konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Untuk program pencegahan penularan HIV

(49)

ibu hamil di tiap jenjang layanan kesehatan. Protokol pemberian obat antiretroviral

(ARV) untuk ibu hamil HIV positif mengikuti Pedoman Nasional Pengobatan ARV

di Indonesia. Pemerintah menyediakan ARV untuk ibu hamil HIV positif secara

gratis untuk mengurangi risiko penularan HIV ke bayi. Pemerintah juga menyediakan

ARV secara gratis untuk tujuan pengobatan jangka panjang jika ibu atau anaknya

telah membutuhkan ARV untuk mempertahankan kualitas fisiknya (Depkes RI,

2007).

Ibu hamil HIV positif perlu mendapat konseling sehubungan dengan

keputusannya untuk menjalani persalinan secara operasi seksio sesarea ataupun

persalinan normal.Pelaksanaan persalinan, baik secara operasi seksio sesarea maupun

persalinan normal, harus memperhatikan kondisi fisik dari ibu hamil HIV positif.

Tindakan menolong persalinan ibu hamil HIV positif, baik secara operasi seksio

sesarea maupun persalinan normal, mengikuti standar kewaspadaan universal yang

biasa berlaku untuk persalinan ibu hamil HIV negatif. Untuk program pencegahan

penularan HIV dari ibu ke bayi pemerintah memberikan bantuan layanan persalinan

gratis kepada ibu hamil HIV positif (Depkes RI, 2007).

2.3.7. Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Arti Penting

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah upaya yang

(50)

2. Lebih dari 90% kasus bayi yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses dari ibu

ke bayi.

3. Sepanjang akses pengobatan antiretroviral belum baik, bayi HIV positif akan

menjadi anak yatim/piatu. Dari 61 anak- dengan HIV/AIDS di RSUPN Cipto

Mangunkusumo Jakarta (Januari 2003-Desember 2004), sebanyak 23 orang

diantaranya menjadi yatim dan 3 orang menjadi yatim piatu.

4. Bayi HIV positif akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Anak dengan

HIV/AIDS lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus.

5. Perlakuan diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS.

Stigma negatif terhadap HIV/AIDS menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS

seringkali didiskriminasi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, di sekolah,

dan sebagainya.

6. Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV

positif, meskipun ibunya masih hidup, secara signifikan memiliki risiko

kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.

7. Setiap anak memiliki hak untuk hidup sehat, panjang umur, dan mengembangkan

potensi diri terbaiknya.

a. Faktor Ibu

Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

adalah kandungan HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat

(51)

satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali

bertambah di tubuh seseorang (Digram I), Kadar HIV tertinggi sebesar 10 juta

kopi/ml darah terjadi 3-6 minggu setelah terinfeksi (disebut infeksi primer). Setelah

beberapa minggu, biasanya kadar HIV mulai berkurang dan relatif terus rendah

selama beberapa tahun pada periode tanpa gejala (asimptomatik). Ketika memasuki

masa stadium AIDS (dimana tanda-tanda gejala AIDS mulai muncul), kadar HIV

kembali meningkat (Depkes RI, 2007).

b. Faktor Bayi

Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah diduga lebih

rendah untuk tertular HIV dikarenakan sistem organ tubuh yang tersebut belum

berkembang baik, seperti sistem kulit dan mukosa, dll. Sebuah studi di Tanzania

menunjukkan bahwa bayi yang lahirkan sebelum 24 minggu memiliki risiko tertular

HIV yang lebih tinggi pada saat persalinan dan masa-masa awal kelahiran. Seorang

bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan dan

proses persalinan, tetapi mungkin akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI. HIV

terdapat di dalam ASI, meskipun konsentrasinya jauh lebih kecil dibandingkan

dengan HIV di dalam darah. Antara 10-20% bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV

positif akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI (hingga 18 bulan atau lebih).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

(52)

1. Umur Bayi

Risiko penularan melalui ASI akan lebih besar pada bayi yang baru lahir.

Antara 50-70% dari semua penularan HIV melalui ASI terjadi pada usia enam bulan

pertama kali. Setelah tahun kedua umur bayi, risiko penularan menjadi lebih rendah.

2. Luka di Mulut Bayi

Bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki risiko untuk tertular HIV lebih

besar ketika diberikan ASI.

a. Faktor Cara Penularan

Sebagian besar penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat

persalinan.Ketika proses persalinan, tekanan pada plasenta meningkat yang bisa

menyebabkan terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dan darah bayi. Hal ini

lebih sering terjadi jika plasenta meradang atau terinfeksi (Depkes RI, 2007).

2.4. Pengertian dan Peran Bidan

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional.

Pengertian bidan dan bidang prakteknya telah diakui oleh International

Confederation Midwives (ICM) dan International Federation of Gynaecologist dan

Obstetrion (FIGO) serta World Health Organitation (WHO). Secara lengkap

pengertian bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan

yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi ijin untuk

(53)

supervisi, asuhan dan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita pada masa hamil,

persalinan, pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggungjawabnya sendiri

serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak (Syafrudin Cs, 2009).

Asuhan yang dimaksud termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi

abnormal pada ibu dan bayi serta mengupanyakan bantuan medis, melakukan

tindakan pertolongan gawatdarurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pedidikan kesehatan, tidak

hanya untuk wanita hamil, bersalin dan pasca pesalinan saja tetapi juga untuk

keluarga dan komunitasnya. Pendidikan yang dimaksud mencakup pendidikan untuk

kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, persiapan menjadi orang

tua, keluarga berencana, kesehatan bayi dan anak. Bidan bisa praktek di Rumah Sakit

Klinik, Unit kesehatan, Rumah- rumah perawatan dan fasilitas kesehatan lainnya.

(Syafrudin Cs, 2009).

2.5.Komponen Komunikasi Terhadap PMTCT

Pada proses komunikasi promosi kesehatan khusus yang dilakukan petugas

PMTCT yaitu mencegah terjadinya transmisi penyakit menular HIV di antara ibu dan

janin, pihak petugas berfungsi sebagai inisiator (komunikator awal). Pihak pasien

adalah penerima pesan. Pesan yang diberikan inisiator adalah materi tentang masalah

HIV/AIDS dan anjuran-anjuran supaya penerima pesan terbujuk untuk memeriksakan

(54)

Masalah efektifitas dari suatu komunikasi dalam mempromosikan usaha

pencegahan penyebaran HIV/AIDS melalui jalur PMTCT terhadap komunitas

keluarga yang memeriksakan diri ke Puskesmas, sementara petugas Puskesmas sudah

banyak yang terlatih untuk pekerjaan khusus PMTCT, tergantung dari bagaimana

informasi dapat memberi / menyentuh hati pasien/keluarga sehingga membetuk suatu

sikap yang sadar dan terbujuk (affective). Kesadaran dapat meningkat ke perilaku

mau melakukan pemeriksaan diri ke VCT.

Pihak komunikan (penerima pesan) pada pihak lain memiliki karakteristik yang

heterogen. Karakteristik latar belakang pendidikan, temperamen, budaya serta

kondisi-kondisi ekonomis lain dapat pula menjadi faktor penghalang komunikasi

efektif yang dijalankan oleh pihak bidan dalam mempromosikan PMTCT dan VCT.

Lembaga pencegahan penyakit HIV AIDS melakukan promosi dengan aneka rupa

dan cara mulai dari komunikasi tatap muka dilakukan oleh masing-masing petugas.

Pengaruh komunikasi yang biasanya multi tahap jadi sering lebih efektif bila

dipaparkan secara simultan dan serentak oleh lembaga. Model komunikasi mana yang

kemudian paling berpengaruh dan mampu merubah sikap serta perilaku pasien

PMTCT untuk mau menjalani proses VCT, hal itulah yang ingin diketahui melalui

penelitian ini (Jamaludin, 2010). Tidak ada jaminan bahwa pihak masyarakat

komunikan datang ke VCT semata-mata karena pengaruh komunikasi oleh bidan,

tetapi bila selama ini tidak ada suatu kegiatan VCT dapat dikaitkan dengan proses

pemeriksaan sebagai akibat langsung komunikasi bidan dan pasien, hal tersebut perlu

(55)

tentang fungsi dan kewajiban bidan melaksanakan promosi dan prevensi HIV AIDS

sama sekali tidak bermanfaat untuk promosi dan prevensi tersebut. Kalau tidak

bermanfaat, bagaimana cara selanjutnya untuk membuat fungsi promosi dan prevensi

HIV AIDS melalui PMTCT harus direvitalisasi (Jamaludin, 2010).

2.6. Landasan Teori

HIV-AIDS adalah suatu penyakit menular dapat mengakibatkan penderita

mengalami kekurangan pada daya tahan (imunitas) tubuh. Penderita yang terinfeksi

akan mengalmi kekurangan kekebalan (imunitas) menahan infeksi sekunder yang

dapat berakibat fatal. Penyakit HIV-AIDS ini belum dapat disembuhkan secara

tuntas, jadi tetap memerlukan pemeliharaan yang mahal di sepanjang umur hidup

ODHA (Orang dengan HIV AIDS). Cara penularan-nya biasa melalui hubungan

seksual, pencemaran alat suntik pada pemakaian silang, transfusi darah, luka – luka

tercemar pada proses kelahiran ataupun operasi yang tercemar, serta transmisi dari

ibu tercemar pada bayinya baik dalam kandungan maupun setelah lahir.

Sampai saat ini belum ada suatu obat apapun yang dianggap efektif dapat

mengeradikasi penyakit secara tuntas sehingga pasien dapat dianggap murni sembuh

dari HIV-AIDS. Usaha pemeliharaan kesehatan dengan mengendalikan

pengembangan tingkat keparahan penyakit banyak yang efektif memperpanjang

kenyamanan masa hidup penderita tetapi semua itu cukup riskan dan berbiaya mahal.

Gambar

Tabel 1.2.  Proporsi kumulatif  kasus AIDS per golongan umur (2009) :
Gambar 2.1: Model Lasswell
Gambar 2.2: Schema Model Komunikasi Harold Lasswell
Gambar 2.3. Model Komunikasi Schramm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengolahan data diperoleh nilai p- value = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini di Kelurahan

Namun hasil korelasi menunjukkan jumlah bulir berisi pada inpari 23 dengan hasil negatif (-0.68) begitu pula dengan varietas yang lain tidak ada yang menunjukkan

Apakah objek hukum tersebut logis (ma'qul al-makna) sehingga dapat dicari 'illat dan hikmah hukumnya ataukah justeru transenden (ghair ma'qul al-makna atau ta'abbudiy) dan

Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau

PENERAPAN SISI'EM hlILAI CACAT DALAM GRADING KOPI TERHADAP EFISIENSZ TATANIAGA.. DAN PENDAPATAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apartemen dapat didefinisikan sebagai tempat tinggal yang terdiri atas kamar duduk, kamar tidur, kamar mandi, dapur,

Mata kuliah Communication Orale II merupakan salah satu mata kuliah keahlian (MKK) program studi yang wajib diikuti oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis pada

Hasil needs assesesment yang didapatkan melalui wawancara dan FGD dengan metode analisis kebutuhan organisasi, analisis kebutuhan pekerjaan dan analisis kebutuhan