GEOGRID SEBAGAI TULANGAN
PADA DINDING PENAHAN TANAH
(Studi Literatur)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas
Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
MARNI KRISTIANI SAGALA
060404131
ABSTRAK
Penulangan pada tanah diperkenalkan oleh Henry Vidal di Prancis. Sekarang,
metode ini telah dipakai di seluruh dunia. Dengan konsep yang sama seperti beton
bertulang, tulangan pada tanah berupa sheet reinforcement, yakni geogrid
mengandalkan kuat tariknya yang tinggi. Seperti beton menahan tekan, tulangan
menahan tarik, maka penulangan pada tanah berguna untuk membentuk material
komposit yang bekerja bersama-sama menahan beban yang bekerja pada konstruksi,
dalam hal ini konstruksi dinding penahan tanah.
Dalam perencanaan, dinding penahan harus mampu menahan beban-beban yang
bekerja padanya, baik itu dari luar maupun yang berasal dari internalnya. Maka,
perencanaannya dicek apakah telah memenuhi syarat stabilitas internal maupun
stabilitas eksternal. Externally Stabilty adalah bagian diluar dari perkuatan itu sendiri
untuk melawan gaya-gaya yang menyebabkan keruntuhan pada dinding, seperti daya
dukung tanah, daya dukung geser dan gelincir, serta penurunan. Internally stability
mengindikasikan stabilitas jenis perkuatan itu sendiri, dalam hal ini seperti kapasitas
tarik (tensile capacity), kapasitas geser (friction capacity), kapasitas lentur (bending
capacity).
Kata Kunci : Dinding penahan tanah, Sheet Reinforcement, Geogrid, Internal
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir yang diberikan judul “GEOGRID
SEBAGAI TULANGAN PADA DINDING PENAHAN TANAH (STUDI LITERATUR)” ini dapat Penulis selesaikan dengan baik, dimana Tugas Akhir ini
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan program
sarjana (S1) di lingkungan Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara (USU).
Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan ,
dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
dan juga selaku Dosen Wali penulis yang telah memberikan arahan selama
melaksanakan perkuliahan di lingkungan Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT; Bapak Dr. Ir. Sofyan A. Silalahi, M.Sc; dan Ibu
Ika Puji Astuti, ST, MT selaku dosen pembanding dalam Tugas Akhir ini.
5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.
6. Seluruh Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesaian administrasi.
7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap teman-teman
stambuk ‘06, terkhusus buat Samuel Artson Mangara Hutasoit yang
senantiasa mendukung dalam doa dan semangat. Jaenette Manurung, Dina
Marlina Pangaribuan, Maya Simamora, Lastri Pasaribu, Biondi, Agung Dwi
Nugroho, Citra, itoku Samuel Bonar Pasaribu, itoku Rinaldi Sagala,
kawan-kawan dekatku Sihol Silalahi, Jenlion, Hagai, dan seluruh teman-teman
stambuk ‘06 yang belum disebutkan namanya.
8. Terkhusus kepada keluarga penulis, Bapak B. Sagala dan Mama M.
Simarmata yang tak henti-hentinya memberikan dorongan spiritual,
perjuangan yang tiada taranya bagi saya, kerja keras, keringat, itu semua
menjadi semangat yang mengalir dalam darah saya. Buat abang saya, Charles
Sagala yang senantiasa memberi nasihat dan mengajari saya menjadi pribadi
yang lebih baik.
Kiranya Tugas Akhir ini dapat memeberikan sumbangsih untuk kemajuan
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara pada khususnya dan ilmu
pengetahuan di Indonesia pada umumnya.
Akhir kata, mengutip peribahasa ‘tiada gading yang tak retak’, demikian pulalah
dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf
sebesar-besarnya.
Terima Kasih.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… i
KATA PENGANTAR……….. ii
DAFTAR ISI………. v
DAFTAR TABEL………. x
DAFTAR GAMBAR………. xi
DAFTAR NOTASI……… xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Uraian Umum……….. 1
1.2 Latar Belakang……… 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan………. 3
1.4 Pembatasan Masalah dan Metodologi……….. 4
1.5 Sistematika Penulisan……….. 4
2.2 Dinding Penahan Tanah……….. 7
2.2.1 Reinforced soil wall………...……… 7
2.3 Tanah………. 10
2.3.1 Pemadatan tanah timbunan………. 12
2.4 Tekanan Tanah Lateral………...……… 13
2.4.1 Tekanan tanah dalam keadaan diam (at-rest)……….. 14
2.4.2 Tekanan tanah aktif dan pasif menurut Rankine………..………... 16
BAB III. GEOGRID 3.1 Umum……….. 21
3.2 Jenis Geogrid………... 25
3.3 Kelebihan Pemakaian Geogrid……… 28
3.4 Kekurangan Pemakaian Geogrid……… 28
BAB IV. PENULANGAN PADA TANAH 4.1 Umum……….. 29
4.3 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah………. 31
4.4 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah………. 35
4.4.1 Koefisien geser tampak………... 36
4.4.2 Sudut geser, kohesi tanah dan tegangan overburden……….. 38
4.5 Bidang Longsor………... 42
4.6 Distribusi Tegangan Vertikal……….... 43
4.7 Distribusi Tegangan Horisontal………. 44
4.7.1 Gaya horisontal yang ditahan tulangan……….... 45
4.8 Distribusi Tegangan Tarik……….. 46
BAB V. METODE DESAIN 5.1 Umum………. 47
5.2 Stabilitas Eksternal………... 48
5.2.1 Faktor keamanan terhadap kegagalan geser………. 49
5.2.2 Faktor keamanan terhadap kegagalan guling………... 51
5.2.3 Faktor keamanan terhadap kegagalan daya dukung tanah dasar….. 52
5.2.4 Faktor keamanan terhadap kegagalan stabilitas global………... 57
5.2.4.2 Penentuan tegangan air pori………... 60
5.3 Stabilitas Internal………. 62
5.3.1 Faktor keamanan terhadap putusnya tulangan……… 63
5.3.2 Faktor keamanan terhadap tercabutnya tulangan………... 63
5.4 Bentuk Bidang Longsor Potensial dan Koefisien Tekanan Tanah Lateral……… 64
5.5 Panjang Minimum Tulangan dan Spasi Tulangan………... 67
BAB VI. CONTOH PERENCANAAN 6.1 Contoh Soal I……… 68
6.1.1 Stabilitas eksternal………... 70
6.1.2 Stabilitas internal………... 77
6.1.3 Faktor keamanan terhadap kegagalan stabilitas global……… 92
6.2 Contoh Soal II………... 100
6.2.1 Stabilitas eksternal………... 102
6.2.2 Stabilitas internal……….. 109
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan……… 121
7.2 Saran……….. 120
DAFTAR PUSTAKA……… 123
Tabel 3.1 Kesimpulan survey jumlah dinding penahan yang dibangun menggunakan
geosntetik di Amerika Utara tahun 1987……… 25
Tabel 6.1 Perhitungan stabilitas momen guling……….. 95
Tabel 6.2 Perhitungan faktor keamanan kegagalan stabilitas global untuk Contoh
Soal I……….. 97
Tabel 6.3 Tabulasi hasil perhitungan………. 99
Tabel 6.4 Perhitungan stabilitas momen guling……….. 127
Tabel 6.5 Perhitungan faktor keamanan kegagalan stabilitas global untuk Contoh
Soal II……….. 129
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding
penahan………. 16
Gambar 2.2 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah… 16
Gambar 2.3 Tekanan tanah aktif menurut Rankine………... 17
Gambar 2.4 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah aktif menurut Rankine... 17
Gambar 2.5 Tekanan tanah pasif menurut Rankine……….. 19
Gambar 2.6 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah pasif menurut Rankine…….. 19
Gambar 3.1 Jenis-jenis Geosintetik……….. 23
Gambar 3.2 Contoh Geogrid (a) Uni-Aksial (Produk Tenax TT Samp) (b) Bi-Aksial (Produk Tenax LBO Samp)………. 27
Gambar 4.1 Komponen utama massa tanah bertulang………. 30
Gambar 4.2 Penyaluran geser tanah-tulangan……….. 32
Gambar 4.3 Variasi gaya tarik sepanjang tulangan………. 33
Gambar 4.4 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser…… 36
Gambar 4.5 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan karena tulangan……….. 40
Gambar 4.6 Konsep naiknya confinement tanah bertulang……… 40
Gambar 5.1 Mekanisme kegagalan dinding penahan (a) Kegagalan Pergeseran; (b)
Kegagalan Penggulingan; (c) Kegagalan daya dukung tanah (d) Kegagalan stabilitas
lereng global………. 48
Gambar 5.2 Gaya-gaya yang bekerja pada analisis stabilitas eksternal menggunakan asumsi Meyerhoff………. 51
Gambar 5.3 Penentuan tegangan air pori……….. 62
Gambar 5.4 Zona aktif dan zona penahan dinding penahan………. 63
Gambar 5.5 Bidang-bidang Longsor Potensial………. 66
Gambar 5.6 Variasi koefisien tekanan tanah lateral (K) untuk berbagai tipe struktur dinding penahan bertulang………... 67
Gambar 6.1 Sketsa contoh perencanaan sebelum diberi tulangan……….. 68
Gambar 6.2 Tanah yang akan ditinjau……… 69
Gambar 6.3 Dinding blok beton analog……….. 73
Gambar 6.4 Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan bertulang……….. 77
Gambar 6.5 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 1………. 78
Gambar 6.6 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 2………. 80
Gambar 6.7 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 3………. 82
Gambar 6.8 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 4………. 84
Gambar 6.10 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 6………... 88
Gambar 6.11 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 7………... 90
Gambar 6.12 Analisis Bishop………. 93
Gambar 6.13 Sketsa contoh perencanaan sebelum diberi tulangan……… 97
Gambar 6.14 Tanah yang akan ditinjau……….. 98
Gambar 6.15 Dinding blok beton analog……… 102
Gambar 6.16 Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan bertulang……... 106
Gambar 6.17 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 1………. 108
Gambar 6.18 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 2………. 110
Gambar 6.19 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 3………. 112
Gambar 6.20 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 4………. 114
Gambar 6.21 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 5……… 116
Gambar 6.22 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 6……… 118
Gambar 6.23 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 7………... 120
DAFTAR NOTASI
b = lebar tulangan
l = panjang tulangan
T = kuat tarik
τ = tegangan geser sepanjang interface tanah dan tulangan
σv = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan
μ = koefisien geser antara tanah dan tulangan
δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata.
ø = sudut geser dalam tanah
τf = tegangan geser
c = kohesi
σ = tegangan normal
= sudut geser dalam tanah
Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan
ditentukan oleh USCS
γ = berat isi tanah
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
z = kedalaman
γ = berat isi tanah
L = lebar dinding
= gaya horisontal per meter lebar pada dinding setinggi H
= jumlah dari jarak setengah tinggi tanah bagian atas dan setengah tinggi tanah
bagian bawah
K = koefisien tekanan tanah lateral
= tegangan vertikal pada kedalaman yang ditinjau
PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding penahan
Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge
H = tinggi dinding penahan
q = beban surcharge
W = berat tanah yang diberi tulangan
q = beban surcharge
L = panjang tulangan
γ1 = berat isi massa tanah yang diberi tulangan
γ = berat isi massa tanah di belakang massa tanah bertulang, biasanya nilainya sama
dengan γ1.
= sudut geser tanah yang diberi tulangan, biasanya sama dengan .
= Jumlah momen penahan guling
= Jumlah momen penyebab guling
W = Berat struktur dinding penahan
L = Lebar struktur dinding penahan
PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding penahan
Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge.
Rv = Reaksi vertikal (jika terdapat beban blok beton di muka dinding penahan, maka
dimasukkan ke dalam perhitungan reaksi vertikal)
qult = daya dukung ultimit
β = sudut lereng pendukung pondasi (positif searah jarum jam)
α = sudut kemiringan dasar pondasi (positif searah jarum jam)
D= kedalaman pondasi
ca = faktor adhesi dikali c
= adhesi antara tanah dan dasar pondasi
H = Rh = komponen beban horizontal
Qu = komponen beban vertikal ultimit
B = lebar pondasi
L’, B’ = panjang efektif dan lebar efektif pondasi
γ = berat isi tanah
c = kohesi tanah dasar
po = Dfγ
= tekanan overburden di dasar pondasi
sc, sq, sγ = faktor-faktor bentuk pondasi
dc, dq, dγ = faktor-faktor kedalaman pondasi
ic, iq, iγ = faktor-faktor kemiringan beban
bc, bq, bγ = faktor-faktor kemiringan dasar pondasi
gc, gq, gγ = faktor-faktor kemiringan permukaan pondasi
Nc, Nq, Nγ = faktor-faktor daya dukung Vesic
MD = jumlah momen guling akibat gaya horizontal
= faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah non-tulangan
= faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah bertulangan geogrid
Tmaks = gaya tarik maksimum geogrid untuk setiap lapisan
Pqh = tekanan tanah aktif horizontal akibat beban q
PEh = tekanan tanah aktif horisontal akibat berat sendiri tanah
bi = L -Lp (garis keruntuhan dihitung sesuai dengan bidang longsor Rankine)
= panjang geogrid di zona kegagalan
l = panjang busur pias
W = berat setiap pias tanah
u = tekanan air pori
= sudut geser dalam tanah
α = sudut antara garis vertikal dan jari-jari R
Ti = kuat tarik izin tulangan
At = luas penampang tulangan
= gaya horizontal
zi = kedalaman tulangan terhadap permukaan tanah timbunan
ABSTRAK
Penulangan pada tanah diperkenalkan oleh Henry Vidal di Prancis. Sekarang,
metode ini telah dipakai di seluruh dunia. Dengan konsep yang sama seperti beton
bertulang, tulangan pada tanah berupa sheet reinforcement, yakni geogrid
mengandalkan kuat tariknya yang tinggi. Seperti beton menahan tekan, tulangan
menahan tarik, maka penulangan pada tanah berguna untuk membentuk material
komposit yang bekerja bersama-sama menahan beban yang bekerja pada konstruksi,
dalam hal ini konstruksi dinding penahan tanah.
Dalam perencanaan, dinding penahan harus mampu menahan beban-beban yang
bekerja padanya, baik itu dari luar maupun yang berasal dari internalnya. Maka,
perencanaannya dicek apakah telah memenuhi syarat stabilitas internal maupun
stabilitas eksternal. Externally Stabilty adalah bagian diluar dari perkuatan itu sendiri
untuk melawan gaya-gaya yang menyebabkan keruntuhan pada dinding, seperti daya
dukung tanah, daya dukung geser dan gelincir, serta penurunan. Internally stability
mengindikasikan stabilitas jenis perkuatan itu sendiri, dalam hal ini seperti kapasitas
tarik (tensile capacity), kapasitas geser (friction capacity), kapasitas lentur (bending
capacity).
Kata Kunci : Dinding penahan tanah, Sheet Reinforcement, Geogrid, Internal
PENDAHULUAN
1.1. Uraian Umum
Peningkatan aktivitas pembangunan memang diakui membawa dampak positif
bagi aspek pembangunan, namun tanpa disadari hal ini dapat memberikan implikasi
yang buruk terhadap kestabilan tanah dan dapat mengakibatkan masalah-masalah
geoteknis seperti kelongsoran tanah. Seringkali mutlak dibutuhkan konstruksi
dinding penahan untuk menahan tanah dari kelongsoran tersebut. Seiring dengan hal
tersebut, inovasi-inovasi baru pengganti cara konvensional untuk memperkuat tanah
dalam pekerjaan dinding penahan tanah pun semakin meluas. Sebagai hasilnya,
pekerjaan perkuatan tanah menjadi salah satu bagian yang paling cepat berkembang
di dunia teknik sipil.
Pekerjaan perkuatan tanah pada dinding penahan kini dikenal luas dengan nama
Mechanically Stabilized Earth (MSE) wall. Aplikasi teknologi ini telah dipakai
dalam dinding penahan tanah biasa, abutment jembatan, rehabilitasi lereng, bahkan
pada dinding penahan yang struktur tanahnya lunak. Material perkuatan tersebut
mempunyai bentuk geometrik yang berbeda namun mempunyai fungsi yang hampir
sama. Dalam aplikasinya di lapangan, material-material perkuatan tersebut ternyata
mampu menyediakan kekuatan yang dibutuhkan konstruksi dinding penahan dan
struktur tanah di belakangnya untuk menahan beban yang bekerja.
Dalam bab-bab selanjutnya akan dibahas kegunaan dinding penahan tanah,
jenis-jenisnya, serta salah satu material perkuatan yang dipakai untuk memperkuat tanah di
1.2. Latar Belakang
Tanah apabila berada pada kondisi kepadatan dan kadar air tertentu akan
memiliki kekuatan yang cukup untuk menopang struktur di atasnya, khususnya
apabila bebannya merupakan beban kompresi atau tekan. Tanah sangat lemah
terhadap tarikan. Hal ini telah membatasi penggunaan tanah untuk berbagai aplikasi,
misalnya untuk membuat lereng yang lebih curam dari sudut geser dalamnya sudah
tidak mungkin lagi untuk dilakukan. Seperti pada kasus beton bertulang, penyisipan
besi baja yang kuat terhadap tarikan dapat menghasilkan material komposit yang
memiliki perilaku mekanis yang jauh lebih baik. Aspek penting yang menunjang
kesuksesan dari sistem perkuatan tanah dengan geogrid adalah bahwa kedua material
tersebut dapat membentuk suatu geometri tertentu yang memungkinkan terjadinya
transfer beban dari material yang satu kepada yang lainnya. Analogi dengan beton
bertulang, yaitu sistem beton bertulang didukung oleh adanya ikatan antara besi yang
terdapat di dalam beton dengan campuran semen yang telah mengering (Koerner ,
R.M ,1990).
Parameter penting yang diperlukan untuk perkuatan dinding penahan adalah
kemampuan kuat tarik dan geser yang tinggi. Geogrid mempunyai keunggulan
tersebut dibandingkan dengan material geosintetik lain, selain itu geogrid memang
dikhususkan untuk fungsi perkuatan. Bukaan yang besar pada geogrid
memungkinkan tumbuhan dapat tumbuh dengan mudah melaluinya. Sehingga selain
kuat, geogrid juga ramah lingkungan. Bukaan ini juga memungkinkan terjadinya
interaksi yang lebih baik antara geogrid dan material timbunan di atasnya karena
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Untuk menguraikan penggunaan geogrid dalam perannya sebagai salah satu
perkuatan dinding penahan tanah.
2. Menguraikan secara jelas contoh desain geogrid pada tanah yang mengalami
rembesan (ada muka air tanah) dan desain geogrid pada tanah yang hanya
terkena pengaruh permukaan air freatis yang diukur melalui alat piezometer.
1.3.2 Manfaat
Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang berkaitan dengan
Tugas Akhir ini;
2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas
dalam laporan Tugas Akhir.
1.4. Pembatasan Masalah dan Metodologi
Mengingat luasnya lingkup permasalahan dan keterbatasan waktu maupun
1. Muka dinding penahan pada contoh perencanaan dianalogikan seperti muka
dinding penahan vertikal.
2. Permukaan air freatis didapat dari asumsi pengukuran piezometer.
3. Contoh perencanaan hanya membahas mengenai stabilitas internal dan
stabilitas eksternal.
Metode yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah metode studi literatur, yaitu
mencari dan mengumpulkan bahan-bahan masukan dari beberapa literatur yang
berhubungan dengan geogrid. Dari bahan-bahan tersebut disusunlah suatu
rangkuman terpadu mengenai jenis material perkuatan tersebut dan pemakaiannya
pada timbunan di atas tanah lunak.
1.5. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini
terdiri dari 4 (empat) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi tentang uraian umum, latar belakang penulisan, tujuan
dan manfaat, pembatasan masalah dan metodologi.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal mendasar untuk dapat dijadikan
pengetahuan umum mengenai dinding penahan tanah.
Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai geogrid, sifat geogrid,
jenis geogrid, kelemahan serta kelebihannya
Bab IV: Tulangan Pada Tanah
Bab ini menjelaskan mengenai konsep penulangan pada tanah.
Bab V: Metode Desain
Bab ini membahas mengenai perhitungan desain geogrid untuk
konstruksi dinding penahan tanah, mencakup analisis stabilitas internal dan
eksternal.
Bab VI: Contoh Perencanaan
Bab ini berisikan dua contoh soal mengenai pemakaian geogrid pada
dinding penahan tanah, yang pertama hanya ada permukaan air freatis dari
piezometer, contoh yang kedua ada muka air tanah di tanah belakang struktur.
Bab VII: Kesimpulan dan Saran
Bab ini menampilkan rangkuman dari beberapa pembahasan yang
diambil dari bagian-bagian sebelumnya, serta memberikan kesimpulan apa
saja hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipelajari sebelum melakukan desain
BAB II
2.1 Umum
Dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya
dari bahaya kelongsoran. Baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun
akibat beban yang bekerja di atasnya. Pada saat ini, konstruksi dinding penahan
tanah sangat sering digunakan dalam pekerjaan sipil walaupun ternyata konstruksi
dinding penahan tanah sudah cukup lama dikenal di dunia. Salah satu bukti
peninggalan sejarah bahwa dinding penahan tanah telah digunakan pada masa
lampau adalah Tembok Raksasa China yang mulai dibangun pada zaman Dinasti Qin
(221 SM) sepanjang 6.700 km dari timur ke barat China dengan tinggi 8 meter, lebar
bagian atasnya 5 meter, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 meter. Bukti lainnya
yaitu taman gantung Babylonia yang dibangun di atas bukit batuan yang bentuknya
berupa podium bertingkat yang ditanami pohon, rumput dan bunga-bungaan serta
ada air terjun buatan berasal dari air sungai Eufrat yang dialirkan ke puncak bukit
lalu mengalir melalui saluran buatan, yang dibangun pada zaman raja Nebukadnezar
(612 SM) dengan tinggi 107 meter. Tembok Barat di Yerusalem (37 SM) juga dicatat
sebagai bukti peninggalan sejarah yang telah memakai dinding penahan tanah dalam
konstruksinya, dibangun pada zaman raja Herodes sebagai tembok penyangga kota
Yerusalem. Sekarang, tembok ini lebih populer dengan sebutan tembok rapatan.
Gambar (a) Gambar (b)
Gambar (c)
Gambar 2.1 Contoh bangunan dari masa lalu yang memakai dinding penahan tanah :
(a) Tembok Raksasa China ; (b) Taman Gantung Babylonia ; (c) Tembok Barat
Yerusalem
2.2 Dinding Penahan Tanah
Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun untuk
menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi
tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam mendesain
tanah tidak bergerak ataupun tanahnya longsor akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah
lateral di belakang dinding penahan tanah bergantung kepada sudut geser dalam
tanah (phi) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari atas sampai ke bagian
paling bawah pada dinding penahan tanah. Jika tidak direncanakan dengan baik,
tekanan tanah akan mendorong dinding penahan tanah sehingga menyebabkan
kegagalan konstruksi serta kelongsoran. Kegagalan juga disebabkan oleh air tanah
yang berada di belakang dinding penahan tanah yang tidak terdisipasi oleh sistem
drainase. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk sebuah dinding penahan tanah
mempunyai sistem drainase yang baik, untuk mengurangi tekanan hidrostatik dan
meningkatakan stabilitas tanah.
2.2.1 Jenis Dinding Penahan Tanah
Di kebanyakan proses konstruksi, terkadang diperlukan perubahan penampang
permukaan tanah dengan suatu cara untuk menghasilkan permukaan vertikal atau
yang dekat dengan permukaan vertikal tersebut (Whitlow, 2002). Penampang baru
tersebut mungkin saja dapat memikul beban sendiri, tetapi dalam beberapa kasus,
sebuah struktur dinding penahan lateral membutuhkan dukungan. Dalam analisis
stabilitas, kondisi tanah asli ataupun material pendukung sangatlah penting, karena
berhubungan dengan dampak bergeraknya dinding penahan atau kegagalan struktur
setelah proses konstruksi.
Jika struktur dinding penahan tanah telah didukung dengan material lain sehingga
bergerak mendekat ke tanah, maka tekanan horisontal dalam tanah akan meningkat,
tekanan horisontal akan menurun dan hal ini disebut tekanan aktif. Jika struktur
dinding penahan tanah tidak runtuh, tekanan horisontal tanah dapat dikatakan dalam
tekanan at-rest.
Dinding penahan tanah dapat dibedakan atas 2 bagian yakni Sistem Stabilisasi
Eksternal (Externally Stabilized System) yang terbagi atas Gravity Walls dan In-Situ
atau Embedded Walls dan Sistem Stabilisasi Internal (Internally Stabilized System)
yang terbagi atas Reinforced Soil Walls dan In-Situ Reinforcement.
2.2.1.1 Gravity Walls
• Masonry Wall
Dapat terbuat dari beton, batu bata ataupun batu keras. Kekuatan dari material
dinding penahan biasanya lebih kuat daripada tanah dasar. Kakinya biasanya
dibuat dari beton dan biasanya akan mempunyai lebar sepertiga atau setengah
dari tinggi dinding penahan. Stabilitas dinding ini tergantung kepada massa dan
bentuk.
• Gabion Wall
Gabion adalah kumpulan kubus yang terbuat dari galvanized steel mesh atau
woven strip, atau plastic mesh (hasil anyaman) dan diisi dengan pecahan batu
atau cobbles, untuk menghasilkan dinding penahan tanah yang mempunyai
• Crib Wall
Dinding penahan tanah jenis ini dibentuk dengan beton precast, stretchers
dibuat paralel dengan permukaan vertikal dinding penahan dan header
diletakkan tegak lurus dengan permukaan vertical. Pada ruang yang kosong
diisikan dengan material yang mempunyai drainase bebas, seperti pasir dan hasil
galian.
• Reinforced Concrete Wall (Cantilever Reinforced Concrete Wall)
Reinforced concrete cantilever walls adalah bentuk modern yang paling
umum dari gravity wall, baik dalam bentuk L atau bentuk T terbalik. Dibentuk
untuk menghasilkan lempengan kantilever vertikal, kantilever sederhana,
beberapa menggunakan berat dari timbunan di belakang dinding untuk menjaga
agar dinding tetap stabil. Hal ini coccok digunakan untuk dinding sampai
ketinggian 6 m (Whitlow, 2001)
2.2.1.2In Situ or Embedded Walls • Sheet Pile Wall
Jenis ini merupakan struktur yang fleksibel yang dipakai khususnya untuk
pekerjaan sementara di pelabuhan atau di tempat yang mempunyai tanah jelek.
Material yang dipakai adalah timber, beton pre-cast dan baja. Timber cocok
dipakai untuk pekerjaan sementara dan tiang penyangga untuk dinding
kantilever dengan letinggian sampai 3 m. Beton pre-cast dipakai untuk struktur
permanen yang cukup berat. Sedangkan baja telah banyak dipakai, khususnya
penampang, kapasitas tekuk yang kuat dan dapat digunakan lagi untuk pekerjaan
sementara. Kantilever akan mempunyai nilai ekonomis jika hanya dipakai sampai
ketinggian 4 m (Whitlow, 2001). Anchored atau dinding tie-back dipakai untuk
penggunaan yang luas dan berbagai aplikasi di tanah yang berbeda-beda.
• Braced or Propped Wall
Props, braces, shores dan struts biasanya ditempatkan di depan dinding
penahan tanah. Material-material tersebut akan mengurangi defleksi lateral dan
momen tekuk serta pemancangan tidaklah dibutuhkan. Dalam saluran drainase,
dipakai struts dan wales. Dalam penggalian yang dengan area yang cukup luas,
dipakai framed shores dan raking shores.
• Contiguous dan Secant Bored-Pile Wall
Dinding contiguous bored pile dibentuk dari satu atau dua baris tiang pancang
yang dipasang rapat satu sama lain.
• Diapraghm Wall
Biasanya dibangun sebagai saluran sempit yang telah digali yang untuk
sementara diperkuat oleh bentonite slurry, material perkuatan ditumpahkan ke
saluran dan beton ditaruh melaui sebuah tremie. Metode ini dipakai di tanah yang
sulit dimana sheet piles akan bermasalah atau level dengan muka air yang tinggi
2.2.1.3Reinforced Soil Walls
Menurut Schlosser (1990), konsep dari reinforced earth diperkenalkan oleh
Henry Vidal di Prancis. Vidal mengamati bahwa ketika lapisan pasir diberi pemisah
berupa lembaran horisontal yang terbuat dari baja, tanah tersebut lebih kuat menahan
pembebanan secara vertikal. Kemudian selanjutnya jenis perkuatan ini mulai dipakai
untuk perkuatan dalam konstruksi dinding penahan tanah.
2.2.1.4In Situ Reinforcement • Soil Nailing
Jenis perkuatan ini merupakan metode in-situ reinforcement yang
menggunakan material berupa baja atau elemen metalik lain yang dimasukkan
atau dengan melakukan grouting di dalam lubang yang telah digali, tetapi
materialnya bukan merupakan pre-stressed.
2.3 Tanah
Beban utama yang dipikul oleh dinding penahan tanah adalah berat tanah itu
sendiri. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang tanah untuk
dapat mendesain dinding penahan tanah.
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat
cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat
(silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan
pada tanah tersebut. Untuk menerangkan hal di atas, berikut adalah gambar diagram
fase tanah.
Gambar 2.2 Diagram Fase Tanah
Besarnya kadar air dan udara berpengaruh besar pada stabilitas tanah, oleh
karena itu tidak semua jenis tanah dapat digunakan untuk timbunan di belakang
dinding penahan tanah. Bahan timbunan yang paling baik digunakan adalah tanah
yang kering dan tidak kohesif.
2.3.1 Kriteria Umum Tanah Timbunan
Sebelum melakukan desain, terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai-nilai
berat volume (γ), kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ø) yang digunakan dalam
hitungan tekanan tanah lateral. Nilai-nilai c dan ø dapat ditentukan dari uji geser dan
tes triaksial. Tipe-tipe tanah timbunan untuk dinding penahan tanah menurut
Terzaghi dan Peck (1948) adalah :
- Tanah berbutir kasar, tanpa campuran partikel halus, sangat lolos air (pasir bersih
- Tanah berbutir kasar dengan permeabilitas rendah karena tercampur oleh partikel
lanau.
- Tanah residu (residual soil) dengan batu-batu, pasir berlanau halus dan material
berbutir dengan kandungan lempung yang cukup besar.
- Lempung lunak atau sangat lunak, lanau organik, atau lempung berlanau.
- Lempung kaku atau sedang yang diletakkan dalam bongkahan-bongkahan dan
dicegah terhadap masuknya air hujan ke dalam sela-sela bongkahan tersebut saat
hujan atau banjir. Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka lempung sebaiknya
tidak dipakai untuk tanah timbunan. Dengan bertambahnya kekakuan tanah
lempung maka bertambah pula bahaya ketidakstabilan dinding penahan akibat
infiltrasi air yang bertambah dengan cepat.
Hal pertama yang dilakukan saat mendesain dinding penahan tanah adalah
menggunakan salah satu dari lima material di atas. Contoh 1 sampai 3 mempunyai
sudut geser dalam tanah dengan permeabilitas sedang, ditentukan dengan uji triaksial
drained, karena angka pori-pori tanah ini dapat menyesuaikan sendiri selama
melaksanakan pekerjaan. Penyesuaian butiran seiring dengan berjalannya waktu,
akan mengurangi angka pori dan meningkatkan kuat geser dalam tanah. Untuk
perhitungan, kohesi untuk tanah timbunan jenis 1-3 sebaiknya diabaikan.
Untuk jenis 4 dan 5 , nilai c dan ø ditentukan dari pengujian triaksial undrained.
Pengujian dilakukan pada contoh tanah dengan kepadatan dan kadar air yang
diusahakan sama seperti yang diharapkan terjadi di lapangan, pada waktu tanah
timbunan selesai diletakkan. Penggunaan tanah timbunan berupa tanah lempung
sebaiknya dihindari sebab tanah ini dapat berubah kondisinya sewaktu pekerjaan
2.3.2 Pemadatan Tanah Timbunan
Proses pemadatan tanah timbunan harus dilakukan lapis per lapis. Untuk
menghindari kerusakan pada dinding penahan tanah dan tekanan tanah lateral yang
berlebihan, digunakanlah alat pemadat yang ringan. Sebab pemadatan yang
berlebihan dengan alat yang berat, akan menimbulkan tekanan tanah lateral yang
bahkan beberapa kali lebih besar daripada tekanan yang ditimbulkan oleh tanah pasir
yang tidak padat.
Jika memakai tanah lempung sebagai tanah timbunan maka diperlukan
pengontrolan yang sangat ketat. Bahkan walaupun timbunan berupa tanah berbutir
dengan penurunan yang kecil dan dapat ditoleransikan, tanah timbunan harus
dipadatkan lapis per lapis dengan ketebalan maksimum 22.5 cm. Pekerjaan
pemadatan sebaiknya tidak membentuk permukaan miring, karena akan
menyebabkan pemisahan lapisan dan akan berdampak pada keruntuhan potensial.
Oleh karena itu sebaiknya dilakukan dengan permukaan tanah horisontal.
2.4 Sistem Drainase pada Dinding Penahan Tanah
Satu hal yang lebih penting lagi dalam membangun sebuah dinding penahan
tanah adalah memadainya sistem drainase karena air yang berada di belakang
dinding penahan tanah mempunyai pengaruh pada stabilitas struktur. Drainase
berfungsi untuk mengalirkan air tanah yang berada di belakang dinding . Dinding
penahan yang tidak mempunyai sistem drainase yang baik dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan tanah aktif di belakang dinding, berkurangnya tekanan pasif di
serta kuat geser tanah yang akhirnya akan berdampak pada berkurangnya daya
dukung tanah. Dapat disimpulkan bahwa dinding penahan tanah dengan sistem
drainase yang buruk akan menyebabkan runtuhnya struktur dinding penahan tanah.
2.4.1 Jenis Drainase pada Dinding Penahan Tanah
Drainase pada dinding penahan tanah dapat dibuat dari yang sederhana sampai
dengan yang lebih baik sesuai fungsi dinding penahan tanah. Adapun jenis drainase
dinding penahan tanah dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Drainase dasar (bottom drain)
Drainase dasar adalah sistem drainase yang paling sederhana, bertujuan
mengumpulkan air yang berada di belakang dinding (air yang terdapat pada tanah
timbunan). Air yang terkumpul tersebut kemudian dialirkan ke depan dinding
melalui saluran yang menembus dinding penahan tanah.
Gambar 2.3 Drainase dasar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sistem drainase ini adalah :
Cara ini tidak dianjurkan untuk tanah timbunan berupa tanah lempung atau
kecepatan aliran menuju sistem drainase menjadi lambat, akibatnya mungkin
tekanan air yang ada di bagian belakang dinding termobilisasi (terutama pada
saat hujan).
b. Drainase punggung (back drain)
Sistem drainase ini lebih baik dibandingkan dengan sistem drainase dasar,
dimana pada sepanjang punggung dinding terdapat filter.
Gambar 2.4 Drainase punggung
c. Drainase inklinasi (inclined drain) dan Drainase horisontal (horisontal drain)
Kedua sistem drainase ini dimaksudkan untuk menghilangkan tekanan air pori
yang berlebihan dan merupakan pengembangan dari sistem drainase dasar. Pada
kedua sistem drainase ini, gaya aliran (seepage forces) berarah ke bawah menuju
Gambar 2.5 Sistem drainase inklinasi (inclined drain) dan drainase horisontal
(horisontal drain)
2.5 Tekanan Tanah Lateral
Analisis tekanan tanah lateral digunakan untuk perencanaan dinding penahan
tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan
tanah di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat
dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat
tanahnya.
2.5.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest)
Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena tekanan
arah vertikal σv dan tekanan arah horisontal σh seperti yang terlihat dalam Gambar
2.6. σv dan σh masing-masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total, sementara
itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila dinding
penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu
keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horisontal
dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam
(coefficient of earth pressure at rest), Ko”, atau
Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan
oleh Jaky (1944) :
Brooker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung yang
terkonsolidasi normal (normally consolidated) :
Untuk tanah lempung yang tekonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan
(1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain :
Dimana : PI = Indeks Plastis
dimana : OCR = overconsolidation ratio
Maka gaya total per satuan lebar dinding (Po) seperti yang terlihat pada Gambar 2.6,
adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi :
Gambar 2.6 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding
penahan.
2.5.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine
Keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu
keadaan yang menyebabkan tiap-tiap titik di dalam massa tanah menuju proses ke
suatu keadaan runtuh. Rankine (1857) menyediliki keadaan tegangan di dalam tanah
Gambar 2.7 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah.
Kondisi Aktif
Gambar 2.8 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah aktif menurut Rankine
Keterangan gambar :
Tegangan-tegangan utama arah vertikal dan horisontal (total dan efektif) pada
elemen tanah di suatu kedalaman adalah berturut-turut σv dan σh. Apabila dinding
dalam elemen tanah tadi dapat diwakili oleh lingkaran berwarna kuning. Akan tetapi,
bila dinding penahan tanah diijinkan bergerak menjauhi massa tanah di belakangnya
secara perlahan-lahan, maka tegangan utama arah horisontal akan berkurang secara
terus-menerus. Pada suatu kondisi yakni kondisi keseimbangan plastis, akan dicapai
bila kondisi tegangan di dalam elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran berwarna
merah dan kelonggaran di dalam tanah terjadi. Keadaan tersebut di atas dinamakan
sebagai “kondisi aktif menurut Rankine” (Rankine’s Active State); tekanan (σh’) yang
terlingkar berwarna biru merupakan “tekanan tanah aktif menurut Rankine”
(Rankine’s Active Earth Pressure).
Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan
aktifnya adalah :
Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil),
perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizontal untuk kondisi aktif
Kondisi Pasif
Gambar 2.9 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah pasif menurut Rankine
Keterangan gambar :
Keadaan tegangan awal pada suatu elemen tanah diwakili oleh Lingkaran Mohr
berwarna kuning. Apabila dinding penahan tanah didorong secara perlahan-lahan ke
arah masuk ke dalam massa tanah, maka tegangan utama σh akan bertambah secara
terus-menerus. Akhirnya kita akan mendapatkan suatu keadaan yang menyebabkan
kondisi tegangan elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran Mohr berwarna merah.
Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi, disebut kondisi pasif menurut
Rankine (Rankine’s passive state). Tegangan utama besar (major principal stress)
(σh’), dinamakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine’s passive earth
pressure)
Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan
Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil),
perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizontal untuk kondisi pasif
BAB III
GEOGRID
3.1 Umum
Istilah Geosintetik berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia
teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti
bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik
merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono,
1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan,
keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan
untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene
(PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan
sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah. Menurut struktur dan fungsinya,
geosintetik diklasifikasikan atas :
Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir dalam hal
perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan. Karena dalam
daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar dalam jangka waktu lama,
kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan akibat air tanah pada timbunan
di belakang dinding. Material geosintetik telah banyak digunakan untuk mengatasi
persoalan-persoalan tersebut. Salah satu kelebihannya adalah sifatnya yang fleksibel
sehingga memberikan ketahanan yang cukup terhadap beban-beban yang
ditanggungnya.
Gambar 3.1 Jenis-jenis Geosintetik
Fungsi utama dari geosintetik adalah :
1. Filtrasi
Dengan adanya fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati
material geosintetik pada arah yang tegak lurus dengan bidang geosintetik
berpindahnya tanah ke agregat drainase atau pipa saluran, ketika dilakukan
pengaturan aliran air pada tanah.
2. Drainase
Geosintetik digunakan sebagai media untuk pengaliran air searah bidang
geosintetik dengan membiarkan air mengalir melalui tanah yang mempunyai
permeability rendah. Untuk itu, diperlukan adanya koefisien transmissivity
(pengaliran searah bidang) yang cukup besar.
3. Pemisah
Geosintetik juga berfungsi untuk memisahkan dua jenis material/agregat yang
berbeda dalam karakteristik dan ukurannya misalnya antara material
timbunan dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini,
diharapkan properti dan karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.
4. Perkuatan
Material geosintetik menambah kuat tarik pada matriks tanah sehingga
menghasilkan material tanah yang lebih baik. Mengingat tanah mempunyai
kemampuan yang baik terhadap tekan dan lemah terhadap gaya tarik,
pemakaian geosintetik akan berperan memikul gaya tarik yang harus dipikul
5. Penghalang
Geosintetik berguna untuk menghalangi aliran cairan atau gas dari satu lokasi
ke lokasi lainnya. Aplikasi ini didapat dalam overlay perkerasan aspal,
pembungkus tanah kembang-susut dan tempat pengendalian sampah.
6. Proteksi
Umumnya fungsi geosintetik jenis ini diperlukan untuk melindungi suatu
material lain atau lapisan dari kerusakan akibat tusukan benda-benda tajam.
Jenis lapisan yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang
merupakan material kedap air.
Geogrid mempunyai konfigurasi berupa grid, yaitu mempunyai lubang yang
cukup besar di antara rusuk-rusuknya. Mempunyai tegangan kecil dan hanya
meregang 1% di bawah beban. Kekuatannya melebihi geotekstil biasa, dan fungsi
khususnya adalah memperkuat dan menahan tarik. Penggunaan Geogrid pada
konstruksinya dapat diberikan lebih dari satu lapis sesuai kebutuhan dan hasil dari
perencanaan. Tiap lapisan Geogrid memikul beban berupa tanah di atasnya. Dengan
beban di atas tanah, tanah menahan tekan yang diberikan beban, Geogrid menahan
tarik, seperti pada tulangan yang diberikan pada bangunan. Beton menahan tekan dan
baja menahan tarik.
Geogrid merupakan pengembangan dari teknologi Geosintetik yang dikenal
dengan nama Geotextile. Geogrid sendiri adalah inovasi yang dibuat untuk menutupi
kekurangan pada Geotextile. Terutama masalah kekakuan bahan dan mekanisme
menyediakannya. Sebagai gambaran, terkait dengan kekakuan bahan, Geogrid
memiliki kekakuan bahan yang lebih tinggi dibandingkan geotextile.
3.2 Jenis Geogrid
Geogrid dapat dibedakan berdasarkan arah penarikannya yakni:
1. Geogrid Uni-Axial
Uni-axial Geogrids adalah lembaran massif dengan celah yang memanjang
dengan bahan dasar HDPE (high density polyethelene), banyak digunakan di
Indonesia untuk perkuatan tanah pada DPT (dinding penahan tanah) dan
untuk memperbaiki lereng yang longsor dengan menggunakan tanah
setempat/bekas longsoran. Material ini memilki kuat tarik 40 kN/m hingga
190 kN/m. Geogrid jenis ini biasanya dipakai untuk perkuatan dinding
penahan tanah dan perbaikan lereng yang longsor.
2. Geogrid Bi-Axial
Bi-axial Geogrids dari bahan dasar polypropylene (PP) dan banyak digunakan
di Indonesia sebagai bahan untuk meningkatkan tanah dasar lunak (CBR <<
1%). Bi-axial Geogrid adalah lembaran berbentuk lubang bujursangkar di
mana dengan struktur lubang bujursangkar ini partikel tanah timbunan akan
saling terkunci dan kuat geser tanah akan naik dengan mekanisme
penguncian ini. Kuat tarik bervariasi antara 20 kN/m – 40 kN/m. Keunggulan
- Kuat tarik yang bervariasi
- Kuat tarik tinggi pada regangan yang kecil
- Tahan terhadap sinar ultra violet
- Tahan terhadap rekasi kimia tanah vulkanik dan tropis
- Tahan hingga 120 tahun
3.3 Kelebihan Pemakaian Geogrid
1. Kekuatan tarik yang tinggi,
2. Pelaksanaan yang cepat,
3. Memungkinkan penggunaan material setempat,
4. Pemasangan yang mudah dan dapat membangun lebih tinggi dan tegak,
5. Tambahan PVC sebagai pelindung terhadap ultraviolet,
6. Pemasangan dan harga geogrid murah dibandingkan beton.
7. Merupakan struktur yang fleksibel sehingga tahan terhadap gaya gempa,
8. Tidak mempunyai resiko yang besar jika terjadi deformasi struktur, dan
9. Tipe elemen penutup lapisan luar dinding penahan dapat dibuat dalam
bentuk yang bermacam-macam, sehingga memungkinkan untuk
menciptakan permukaan dinding yang mempunyai nilai estetika.
10.Biasanya perbaikan tanah dengan perkuatan dilakukan secara horisontal
vertikal. Perkuatan horizontal dapat menerima beban tekan dari
permukaan atau tarik dari arah horizontal. Sedangkan perbaikan tanah
arah vertikal lebih utama menerima beban vertikal dari permukaannya
tanpa mempu menerima beban horisontal
3.4 Kekurangan Pemakaian Geogrid
Geogrid tanpa PVC akan mengalami penurunan tingkat kemampuan penahan
gaya tarik. Karena bahan Geogrid sangat peka terhadap naik turunnya temperatur
udara, dimana pemuaian akan sangat mudah terjadi terhadap bahan geogrid pada saat
mendapatkan temperature tinggi. Pemuaian akan membuat Geogrid getas, dan
BAB IV
PENULANGAN PADA TANAH
4.1 Umum
Pada beton, tulangan yang diberikan pada balok ataupun pelat dalam perencanaan
beton bertulang dapat menahan gaya tarik, sehingga meningkatkan kekuatan. Gaya
luar dalam bentuk momen positif akan dilawan oleh gaya dalam yang dilakukan oleh
tulangan. Beton akan bekerja menahan gaya tekan, tulangan menahan gaya tarik,
sehingga kombinasi antara keduanya akan mampu menahan beban yang diberikan
pada balok atau pelat tersebut.
Tanah bertulang berawal dari tulangan alamiah oleh akar tanaman dan pohon,
yang berkembang menjadi tulangan buatan yang dipadatkan bersama dengan lapisan
tanah di belakang dinding penahan. Ikatan antara tulangan dan tanah menaikkan
kekuatan arah horizontal dan vertikal, sisi tanah di belakang dinding penahan mampu
berdiri tegak, tingginya naik, daya pikul naik, sehingga secara teoritis, tanah
bertulang mampu berdiri sendiri, dan dalam praktek dinding berfungsi sebagai
pelindung permukaan.
Jika diperhatikan, prinsip tanah bertulang hampir sama dengan beton bertulang.
Menggabungkan dua material yang mempunyai sifat berbeda agar membentuk satu
kesatuan struktur yang saling menopang.
Tanah bertulang pada dinding penahan adalah konstruksi material yang terdiri
dari material timbunan friksional dan lembaran perkuatan (tulangan) linear, biasanya
tinggi, menahan deformasi lateral massa tanah yang diperkuat. Struktur perkuatan
tanah bertulang: material timbunan, lembaran perkuatan (tulangan) yang linear,
digabungkan dengan timbunan, membentuk massa tanah bertulang, dan lapisan luar,
yang mempunyai peranan mencegah material timbunan di belakang dinding penahan
dari kelongsoran.
4.2 Tanah Bertulang
Tanah bertulang berkembang sejak diperkenalkan oleh seorang arsitek dan
engineer Prancis H. Vidal pada tahun 1963, ditandai dengan : (1) Dinding penahan
tanah pertama yang dibangun di Pragneres, Prancis pada 1965. (2) Kelompok
struktur pertama yang dibangun di proyek jalan raya Roquebrune-Menton, selatan
Prancis selama tahun 1968-1969. Sepuluh dinding penahan tanah dengan luas total
permukaan dinding penahan sekitar 6600 square yard dibangun di lereng yang tidak
stabil. (3) Abutment jembatan untuk jalan raya pertama (ketinggian 46 ft) dibangun
Thionville di 1972. (4) Dinding penahan pertama dibangun di Amerika Serikat pada
tahun 1972 pada California State Highway 39 timur laut Los Angeles.
Terbukti, ternyata metode tanah bertulang menawarkan penghematan biaya yang
signifikan jika dibandingkan dengan alternatif lain yang konvensional bagi kondisi
pondasi di tempat tinggi yang sangat sulit. Komponen penyusun suatu dinding
penahan tanah dengan perkuatan adalah : perkuatan atau tulangan, tanah timbunan
atau tanah asli, elemen untuk lapisan luar dinding penahan. Umumnya, jenis – jenis
tulangan yang dipergunakan adalah : strip reinforcement, grid reinforcement, sheet
4.3 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah
Pada tanah bertulang, mekanisme transfer tegangan tanah adalah gaya gesekan
antara tanah dan perkuatan. Dengan gaya gesekan ini, tanah mentransfer tegangan
gaya-gaya yang bekerja padanya kepada tulangan-tulangan tersebut. Pengetahuan
tentang transfer tegangan pada tanah bertulang telah berkembang dari banyak uji
gaya cabut (pullout) pada tulangan yang diletakkan pada keadaan yang sebenarnya
atau pada model. Tanah dan tulangan membentuk satu kesatuan struktur yang saling
menopang dan membagi beban agar dapat dipikul bersama-sama. Transfer geser
dapat dilihat pada Gambar 4.1. Beban yang dapat ditransfer per luasan tulangan
tergantung pada karakteristik interface tanah dan material tulangan, serta tegangan
normal di antara keduanya.
Gambar 4.1 Transfer geser tanah-tulangan
Tegangan normal yang bekerja pada bidang kontak tanah-tulangan masih
bergantung pada sifat-sifat tegangan-tegangan tanah, dimana sifat ini juga
dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang bekerja. Akibatnya, koefisien geser relatif
saja. Karena itu, hasil pengujian seperti uji pullout, uji geser langsung (direct shear
test), uji model yang dilengkapi dengan alat-alat uji, uji struktur skala penuh sering
digunakan sebagai dasar untuk memilih nilai-nilai koefisien geser relatif
tanah-tulangan yang dianggap cocok dengan strukturnya.
Analisis keseimbangan lokal dari bagian tulangan dalam tanah menghasilkan
kondisi transfer seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.
dT = T2 – T1= 2 b τ (dl) (4.1)
dimana :
b = lebar tulangan ; l = panjang tulangan ; T = kuat tarik ; τ = tegangan geser
sepanjang interface tanah dan tulangan.
Jika τ hanya dihasilkan oleh geser interface, maka :
τ = μ σv (4.2)
dimana :
σv = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan
μ = koefisien geser antara tanah dan tulangan
Koefisien geser interface antara pasir, lanau dan permukaan material konstruksi
yang berbeda dalam uji geser langsung adalah dalam rentang 0.5-0.8 kali tahanan
geser langsung yang dapat disebarkan dalam tanah. Yaitu :
μ = tan δ = (0.5 sampai 0.8) tan ø (4.3)
dimana :
δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata.
ø = sudut geser dalam tanah
Jika nilai σv diketahui, maka akan lebih mudah untuk menghitung nilai batasan
tahanan pullout tulangan. Tetapi, perhitungan sederhana tak dapat sepenuhnya
diandalkan karena tegangan normal efektif berubah oleh interaksi tulangan dan
tanah. Lebih spesifik lagi, regangan geser dibebankan di atas tanah berbutir yang
padat, tanah akan cenderung mengembang. Jika kecenderungan untuk menggembung
dikendalikan sebagian (yaitu : pertambahan volume dicegah sebagian) dengan
kondisi batas, tegangan confining lokal dapat naik secara signifikan. Untuk tanah
yang telah diketahui kerapatannya, kecenderungan untuk mengembang berkurang
koefisien geser dihitung dari uji pullout. Lagipula, dengan kemungkinan yang hanya
dimiliki geotekstil, tidak ada tulangan yang mempunyai permukaaan rata dan halus
sepanjang permukaannya. Oleh sebab itu, koefisien geser yang paling dapat
dipercaya diukur dari pengukuran langsung (tampak). Nilainya yang ditentukan
disebut sebagai koefisien geser efektif atau tampak, dan biasanya diambil dari
tegangan geser tersebar rata-rata sepanjang tulangan dibagi dengan tegangan normal
dari tekanan overburden.
4.4 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah
Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut
per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam
tanah yang dimaksud. Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan
pada material yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat
kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser.
Garis keruntuhan (failure envelope) sebenarnya berbentuk garis lengkung.
Namun, untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup
didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara
tegangan normal dan tegangan geser (Coulomb, 1776), seperti yang terlihat pada
Gambar 4.3. Persamaan parameter tanah dapat kita tuliskan sebagai berikut :
(4.4)
dimana :
c = kohesi
σ = tegangan normal
= sudut geser dalam tanah
Gambar 4.3 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser
Berarti, meningkatkan kekuatan geser tanah adalah dengan cara meningkatkan
parameter kekuatan geser tanah. Dengan memakai tulangan, parameter kekuatan
geser tanah bertambah, sehingga struktur semakin kuat menahan beban. Oleh karena
itu, tulangan disebut sebagai material perkuatan. Berikut adalah sebagian hal-hal
yang mempengaruhi kekuatan geser tanah :
4.4.1 Koefisien Geser Tampak
Berdasarkan pengamatan-pengamatan yang telah dilakukan para ahli melalui
pengujian-pengujian menunjukkan bahwa besarnya tegangan normal yang terjadi
bergantung pada interaksi antara tanah dan tulangan atau koefisien geser tampak
Pada uji pullout, tulangan ditarik dari massa tanah dan kurva antara
displacement-gaya pullout dicatat. Akibat dari dilatansi tanah yang bertambah di sekeliling
tulangan, tegangan normal yang bekerja pada permukaan tulangan sebenarnya telah
diketahui. Uji pullout hanya menghasilkan koefisien geser tampak (μ*) yang
ditentukan oleh perbandingan :
Angka 2 di atas, menunjukkan bahwa gaya geser bekerja pada dua sisi tulangan,
sisi lebar dan panjang.
Pada tanah berbutir yang padat, nilai μ* biasanya lebih besar dari nilai yang
diperoleh dari uji geser langsung, hal ini disebabkan oleh tanah berbutir padat di
sekeliling tulangan cenderung meningkatkan volumenya, yaitu menggembung
selama diberikan tegangan geser. Ketika tulangan tanah berupa lembaran berusuk
digunakan, rusuk-rusuk tersebut menyebabkan daerah geser semakin luas. Baik
peningkatan pada volume daerah geser atau peningkatan tegangan lokal yang
tampak, μ*. Informasi mengenai faktor yang mempengaruhi koefisien geser tampak
μ*, telah ditinjau kembali dan disimpulkan oleh Schlosser dan Elias (1978),
McKittrick (1978), dan Mitchell dan Schlosser (1979). Datanya menghasilkan
pertanda bahwa nilai puncak dan residual μ* merupakan fungsi dari sifat alamiah
tanah (butiran dan sudut butiran), karakteristik geser tanah, kepadatan tanah, tekanan
efektif overburden, faktor geometrik dan kekasaran permukaan tulangan, kekakuan
tulangan, dan jumlah pasir halus pada timbunan di belakang dinding penahan-faktor
ini termasuk yang paling penting.
Pada tulangan yang permukaannya halus, μ* = tan δ (4.6)
Pada tulangan yang berusuk, μ* = 1.2 + log Cu pada z = 0 (4.7)
μ* = tan pada z ≥ 6 m (4.8)
dimana :
Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan
ditentukan oleh USCS
= sudut geser dalam tanah
μ* pada kedalaman 0-6 m, diambil bervariasi secara linear.
4.4.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden
Sudut geser yang bekerja pada tanah bertulang ada 2 (dua) jenis, yaitu :
2. Sudut Geser antara Tanah dan Tulangan (δ)
Uji pullout pada tulangan yang dilakukan pada struktur yang sebenarnya, sebaik
yang dilakukan di laboratorium dengan memakai pasir padat, telah menunjukkan
bahwa nilai koefisien geser tampak menurun ketika tegangan vertikal overburden
meningkat. Hal ini lebih jelas tampak pada kasus pemakaian tulangan yang berusuk
daripada tulangan yang permukaannya halus. Penurunan μ* karena dilatansi
berkurang ketika tekanan keliling bertambah. Di bawah tegangan overburden yang
tinggi, nilai μ* mendekati nilai tan , untuk tulangan yang berusuk yang juga
menyebarkan geser antara butiran tanah ke butiran tanah lainnya. Nilai μ* juga
mendekati nilai tan δ, untuk tulangan yang permukaannya halus.
Mekanisme kenaikan kuat geser tanah yang diperkuat telah diterangkan menurut
beberapa cara.
1. Menurut Schlosser dan Vidal (1969), kuat pullout tulangan dan transfer
tegangan dalam tanah ke tulangan menghasilkan kohesi tampak (apparent
cohesion).
2. Dengan dipakainya tulangan pada tanah, juga berakibat naiknya tegangan
kekang, hal ini dikemukakan oleh Yang (1972).
3. Basset dan Last (1978) menganggap bahwa tulangan memberikan tahanan
anisotropis terhadap pergeseran tanah searah dengan tulangan.
4. Konsep kelakuan tanah dibuktikan oleh Schlosser dan Long (1972) dari hasil
uji Triaksial pada contoh tanah yang diberikan tulangan dengan
runtuh akibat penggelinciran. Dengan adanya tulangan, kekuatan sistem
bertambah akibat pengaruh kohesi tampak.
Gambar 4.4 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan karena
tulangan.
Gambar 4.5 Konsep naiknya confinement tanah bertulang
Pada daerah dimana terjadinya keruntuhan akibat putusnya tulangan, kekuatan
bertambah karena konsep kohesi anisotropis tampak yang dijelaskan dalam diagram
Mohr pada Gambar 4.4. c’R adalah kohesi tampak yang dihasilkan tulangan. σ1R
pasir bertulang diambil sama dengan pasir tanpa tulangan, yang berdasarkan asumsi
yang sesuai, dijelaskan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Garis kekuatan untuk pasir dan pasir bertulang.
Untuk tulangan yang mempunyai tahanan retak tarik (RT) dan spasi vertikal
antara lapis tulangan horizontal Sv, geometri yang ditunjukkan pada Gambar 4.4
menghasilkan :
(4.9)
dimana :
(4.10)
Seperti yang dinyatakan Yang (1972), kenaikan Δσ3R yang tampak pada tekanan
confining efektif minor saat keruntuhan adalah :
Persamaan garis keruntuhan :
(4.12)
4.5 Bidang Longsor
Beberapa anggapan mengenai bidang longsor :
1. Pengukuran struktur tanah bertulang (Schlosser dan Elias) menunjukkan
bahwa penyebaran gaya tarik pada tulangan relatif kecil pada muka dinding
namun semakin meningkat sampai keadaan maksimum pada jarak tertentu di
belakang dinding. Bidang longsor hampir berimpit dengan lokasi-lokasi gaya
tarik, namun bergantung pada tipe struktur dan sistem penulangannya.
2. Beberapa penelitian menganggap bidang longsor berasal dari kaki dinding
penahan tanah menuju ke atas bersudut (45 + ø/2) terhadap horizontal
3. Ada anggapan bidang longsor berbentuk spiral logaritmik.
4. Bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk dua garis linear (bilinear) atau
campuran bidang longsor lingkaran dan linear (Goure dkk, 1992)
5. Permukaan bidang longsor untuk dinding vertikal dengan tanah bertulang,
tulangannya mudah meregang, umumnya dianggap berimpit dengan bidang
longsor Rankine (keruntuhan terjadi di sudut (45 + ø/2) terhadap bidang
horizontal.
Berikut pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 dijelaskan mengenai perbedaan
Gambar 4.7 Dinding Penahan Tanah tanpa Tulangan
Gambar 4.8 Dinding Penahan Tanah dengan Tulangan
4.6 Distribusi Tegangan Vertikal
Ada tiga anggapan mengenai tegangan vertikal untuk perancangan dinding
1. Tegangan vertikal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu
sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :
(4.13)
γ = berat isi tanah
z = kedalaman
2. Tegangan vertikal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan
Schlosser, 1978)
(4.14)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
z = kedalaman
γ = berat isi tanah
L = lebar dinding
3. Tegangan vertikal dianggap mengikuti distribusi trapezium (Bolton, dkk,
1978 ; Murray, 1980). Tanah dianggap sebagai struktur yang kaku. Tekanan
tanah yang bekerja di belakang dinding penahan bertulang cenderung
menggulingkan struktur sehingga akan terjadi tegangan vertikal maksimum di
bawah dinding penahan tanah dan minimum di bagian belakang. Persamaan
tegangan vertikalnya menjadi :
Dengan syarat, kondisi tanah timbunan dianggap tanah berbutir dengan kohesi c
= 0, dan struktur tidak terbebani beban merata di atasnya.
4.7 Distribusi Tegangan Horisontal
Perhitungan tegangan horizontal dianggap sama pada tegangan vertikal tersebut
di atas. Ada tiga anggapan mengenai tegangan horisontal untuk perancangan dinding
penahan taanh bertulang :
1. Tegangan horisontal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu
sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :
(4.16)
2. Tegangan horisontal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan
Schlosser, 1978)
(4.17)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
z = kedalaman
γ = berat isi tanah
L = lebar dinding
3. Tegangan horisontal sama dengan koefisien tekanan tanah lateral (Ka) dikali
dengan tegangan vertikal maksimum tepat di belakang elemen permukaan