• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geogrid Sebagai Tulangan Pada Dinding Penahan Tanah (Studi Literatur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Geogrid Sebagai Tulangan Pada Dinding Penahan Tanah (Studi Literatur)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

GEOGRID SEBAGAI TULANGAN

PADA DINDING PENAHAN TANAH

(Studi Literatur)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

MARNI KRISTIANI SAGALA

060404131

(2)

ABSTRAK

Penulangan pada tanah diperkenalkan oleh Henry Vidal di Prancis. Sekarang,

metode ini telah dipakai di seluruh dunia. Dengan konsep yang sama seperti beton

bertulang, tulangan pada tanah berupa sheet reinforcement, yakni geogrid

mengandalkan kuat tariknya yang tinggi. Seperti beton menahan tekan, tulangan

menahan tarik, maka penulangan pada tanah berguna untuk membentuk material

komposit yang bekerja bersama-sama menahan beban yang bekerja pada konstruksi,

dalam hal ini konstruksi dinding penahan tanah.

Dalam perencanaan, dinding penahan harus mampu menahan beban-beban yang

bekerja padanya, baik itu dari luar maupun yang berasal dari internalnya. Maka,

perencanaannya dicek apakah telah memenuhi syarat stabilitas internal maupun

stabilitas eksternal. Externally Stabilty adalah bagian diluar dari perkuatan itu sendiri

untuk melawan gaya-gaya yang menyebabkan keruntuhan pada dinding, seperti daya

dukung tanah, daya dukung geser dan gelincir, serta penurunan. Internally stability

mengindikasikan stabilitas jenis perkuatan itu sendiri, dalam hal ini seperti kapasitas

tarik (tensile capacity), kapasitas geser (friction capacity), kapasitas lentur (bending

capacity).

Kata Kunci : Dinding penahan tanah, Sheet Reinforcement, Geogrid, Internal

(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat dan

karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir yang diberikan judul “GEOGRID

SEBAGAI TULANGAN PADA DINDING PENAHAN TANAH (STUDI LITERATUR)” ini dapat Penulis selesaikan dengan baik, dimana Tugas Akhir ini

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan program

sarjana (S1) di lingkungan Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan ,

dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, yang telah meluangkan waktu, tenaga,

dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

dan juga selaku Dosen Wali penulis yang telah memberikan arahan selama

melaksanakan perkuliahan di lingkungan Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

(4)

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT; Bapak Dr. Ir. Sofyan A. Silalahi, M.Sc; dan Ibu

Ika Puji Astuti, ST, MT selaku dosen pembanding dalam Tugas Akhir ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara.

6. Seluruh Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian administrasi.

7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap teman-teman

stambuk ‘06, terkhusus buat Samuel Artson Mangara Hutasoit yang

senantiasa mendukung dalam doa dan semangat. Jaenette Manurung, Dina

Marlina Pangaribuan, Maya Simamora, Lastri Pasaribu, Biondi, Agung Dwi

Nugroho, Citra, itoku Samuel Bonar Pasaribu, itoku Rinaldi Sagala,

kawan-kawan dekatku Sihol Silalahi, Jenlion, Hagai, dan seluruh teman-teman

stambuk ‘06 yang belum disebutkan namanya.

8. Terkhusus kepada keluarga penulis, Bapak B. Sagala dan Mama M.

Simarmata yang tak henti-hentinya memberikan dorongan spiritual,

perjuangan yang tiada taranya bagi saya, kerja keras, keringat, itu semua

menjadi semangat yang mengalir dalam darah saya. Buat abang saya, Charles

Sagala yang senantiasa memberi nasihat dan mengajari saya menjadi pribadi

yang lebih baik.

Kiranya Tugas Akhir ini dapat memeberikan sumbangsih untuk kemajuan

Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara pada khususnya dan ilmu

pengetahuan di Indonesia pada umumnya.

Akhir kata, mengutip peribahasa ‘tiada gading yang tak retak’, demikian pulalah

(5)

dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf

sebesar-besarnya.

Terima Kasih.

Medan, Desember 2010

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL………. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR NOTASI……… xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Uraian Umum……….. 1

1.2 Latar Belakang……… 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan………. 3

1.4 Pembatasan Masalah dan Metodologi……….. 4

1.5 Sistematika Penulisan……….. 4

(7)

2.2 Dinding Penahan Tanah……….. 7

2.2.1 Reinforced soil wall………...……… 7

2.3 Tanah………. 10

2.3.1 Pemadatan tanah timbunan………. 12

2.4 Tekanan Tanah Lateral………...……… 13

2.4.1 Tekanan tanah dalam keadaan diam (at-rest)……….. 14

2.4.2 Tekanan tanah aktif dan pasif menurut Rankine………..………... 16

BAB III. GEOGRID 3.1 Umum……….. 21

3.2 Jenis Geogrid………... 25

3.3 Kelebihan Pemakaian Geogrid……… 28

3.4 Kekurangan Pemakaian Geogrid……… 28

BAB IV. PENULANGAN PADA TANAH 4.1 Umum……….. 29

(8)

4.3 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah………. 31

4.4 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah………. 35

4.4.1 Koefisien geser tampak………... 36

4.4.2 Sudut geser, kohesi tanah dan tegangan overburden……….. 38

4.5 Bidang Longsor………... 42

4.6 Distribusi Tegangan Vertikal……….... 43

4.7 Distribusi Tegangan Horisontal………. 44

4.7.1 Gaya horisontal yang ditahan tulangan……….... 45

4.8 Distribusi Tegangan Tarik……….. 46

BAB V. METODE DESAIN 5.1 Umum………. 47

5.2 Stabilitas Eksternal………... 48

5.2.1 Faktor keamanan terhadap kegagalan geser………. 49

5.2.2 Faktor keamanan terhadap kegagalan guling………... 51

5.2.3 Faktor keamanan terhadap kegagalan daya dukung tanah dasar….. 52

5.2.4 Faktor keamanan terhadap kegagalan stabilitas global………... 57

(9)

5.2.4.2 Penentuan tegangan air pori………... 60

5.3 Stabilitas Internal………. 62

5.3.1 Faktor keamanan terhadap putusnya tulangan……… 63

5.3.2 Faktor keamanan terhadap tercabutnya tulangan………... 63

5.4 Bentuk Bidang Longsor Potensial dan Koefisien Tekanan Tanah Lateral……… 64

5.5 Panjang Minimum Tulangan dan Spasi Tulangan………... 67

BAB VI. CONTOH PERENCANAAN 6.1 Contoh Soal I……… 68

6.1.1 Stabilitas eksternal………... 70

6.1.2 Stabilitas internal………... 77

6.1.3 Faktor keamanan terhadap kegagalan stabilitas global……… 92

6.2 Contoh Soal II………... 100

6.2.1 Stabilitas eksternal………... 102

6.2.2 Stabilitas internal……….. 109

(10)

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan……… 121

7.2 Saran……….. 120

DAFTAR PUSTAKA……… 123

(11)

Tabel 3.1 Kesimpulan survey jumlah dinding penahan yang dibangun menggunakan

geosntetik di Amerika Utara tahun 1987……… 25

Tabel 6.1 Perhitungan stabilitas momen guling……….. 95

Tabel 6.2 Perhitungan faktor keamanan kegagalan stabilitas global untuk Contoh

Soal I……….. 97

Tabel 6.3 Tabulasi hasil perhitungan………. 99

Tabel 6.4 Perhitungan stabilitas momen guling……….. 127

Tabel 6.5 Perhitungan faktor keamanan kegagalan stabilitas global untuk Contoh

Soal II……….. 129

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding

penahan………. 16

Gambar 2.2 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah… 16

Gambar 2.3 Tekanan tanah aktif menurut Rankine………... 17

Gambar 2.4 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah aktif menurut Rankine... 17

Gambar 2.5 Tekanan tanah pasif menurut Rankine……….. 19

Gambar 2.6 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah pasif menurut Rankine…….. 19

Gambar 3.1 Jenis-jenis Geosintetik……….. 23

Gambar 3.2 Contoh Geogrid (a) Uni-Aksial (Produk Tenax TT Samp) (b) Bi-Aksial (Produk Tenax LBO Samp)………. 27

Gambar 4.1 Komponen utama massa tanah bertulang………. 30

Gambar 4.2 Penyaluran geser tanah-tulangan……….. 32

Gambar 4.3 Variasi gaya tarik sepanjang tulangan………. 33

Gambar 4.4 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser…… 36

Gambar 4.5 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan karena tulangan……….. 40

Gambar 4.6 Konsep naiknya confinement tanah bertulang……… 40

(13)

Gambar 5.1 Mekanisme kegagalan dinding penahan (a) Kegagalan Pergeseran; (b)

Kegagalan Penggulingan; (c) Kegagalan daya dukung tanah (d) Kegagalan stabilitas

lereng global………. 48

Gambar 5.2 Gaya-gaya yang bekerja pada analisis stabilitas eksternal menggunakan asumsi Meyerhoff………. 51

Gambar 5.3 Penentuan tegangan air pori……….. 62

Gambar 5.4 Zona aktif dan zona penahan dinding penahan………. 63

Gambar 5.5 Bidang-bidang Longsor Potensial………. 66

Gambar 5.6 Variasi koefisien tekanan tanah lateral (K) untuk berbagai tipe struktur dinding penahan bertulang………... 67

Gambar 6.1 Sketsa contoh perencanaan sebelum diberi tulangan……….. 68

Gambar 6.2 Tanah yang akan ditinjau……… 69

Gambar 6.3 Dinding blok beton analog……….. 73

Gambar 6.4 Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan bertulang……….. 77

Gambar 6.5 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 1………. 78

Gambar 6.6 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 2………. 80

Gambar 6.7 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 3………. 82

Gambar 6.8 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 4………. 84

(14)

Gambar 6.10 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 6………... 88

Gambar 6.11 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 7………... 90

Gambar 6.12 Analisis Bishop………. 93

Gambar 6.13 Sketsa contoh perencanaan sebelum diberi tulangan……… 97

Gambar 6.14 Tanah yang akan ditinjau……….. 98

Gambar 6.15 Dinding blok beton analog……… 102

Gambar 6.16 Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan bertulang……... 106

Gambar 6.17 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 1………. 108

Gambar 6.18 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 2………. 110

Gambar 6.19 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 3………. 112

Gambar 6.20 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 4………. 114

Gambar 6.21 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 5……… 116

Gambar 6.22 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 6……… 118

Gambar 6.23 Rencana Kedalaman Tulangan untuk Lapis 7………... 120

(15)

DAFTAR NOTASI

b = lebar tulangan

l = panjang tulangan

T = kuat tarik

τ = tegangan geser sepanjang interface tanah dan tulangan

σv = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan

μ = koefisien geser antara tanah dan tulangan

δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata.

ø = sudut geser dalam tanah

τf = tegangan geser

c = kohesi

σ = tegangan normal

= sudut geser dalam tanah

Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan

ditentukan oleh USCS

γ = berat isi tanah

(16)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

z = kedalaman

γ = berat isi tanah

L = lebar dinding

= gaya horisontal per meter lebar pada dinding setinggi H

= jumlah dari jarak setengah tinggi tanah bagian atas dan setengah tinggi tanah

bagian bawah

K = koefisien tekanan tanah lateral

= tegangan vertikal pada kedalaman yang ditinjau

PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding penahan

Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge

H = tinggi dinding penahan

q = beban surcharge

W = berat tanah yang diberi tulangan

q = beban surcharge

L = panjang tulangan

γ1 = berat isi massa tanah yang diberi tulangan

(17)

γ = berat isi massa tanah di belakang massa tanah bertulang, biasanya nilainya sama

dengan γ1.

= sudut geser tanah yang diberi tulangan, biasanya sama dengan .

= Jumlah momen penahan guling

= Jumlah momen penyebab guling

W = Berat struktur dinding penahan

L = Lebar struktur dinding penahan

PE = resultan tekanan tanah horisontal akibat tanah bertulang pada dinding penahan

Pq = resultan tekanan tanah horisontal akibat beban surcharge.

Rv = Reaksi vertikal (jika terdapat beban blok beton di muka dinding penahan, maka

dimasukkan ke dalam perhitungan reaksi vertikal)

qult = daya dukung ultimit

β = sudut lereng pendukung pondasi (positif searah jarum jam)

α = sudut kemiringan dasar pondasi (positif searah jarum jam)

D= kedalaman pondasi

ca = faktor adhesi dikali c

= adhesi antara tanah dan dasar pondasi

(18)

H = Rh = komponen beban horizontal

Qu = komponen beban vertikal ultimit

B = lebar pondasi

L’, B’ = panjang efektif dan lebar efektif pondasi

γ = berat isi tanah

c = kohesi tanah dasar

po = Dfγ

= tekanan overburden di dasar pondasi

sc, sq, sγ = faktor-faktor bentuk pondasi

dc, dq, dγ = faktor-faktor kedalaman pondasi

ic, iq, iγ = faktor-faktor kemiringan beban

bc, bq, bγ = faktor-faktor kemiringan dasar pondasi

gc, gq, gγ = faktor-faktor kemiringan permukaan pondasi

Nc, Nq, Nγ = faktor-faktor daya dukung Vesic

MD = jumlah momen guling akibat gaya horizontal

= faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah non-tulangan

= faktor keamanan terhadap kelongsoran lereng tanah bertulangan geogrid

(19)

Tmaks = gaya tarik maksimum geogrid untuk setiap lapisan

Pqh = tekanan tanah aktif horizontal akibat beban q

PEh = tekanan tanah aktif horisontal akibat berat sendiri tanah

bi = L -Lp (garis keruntuhan dihitung sesuai dengan bidang longsor Rankine)

= panjang geogrid di zona kegagalan

l = panjang busur pias

W = berat setiap pias tanah

u = tekanan air pori

= sudut geser dalam tanah

α = sudut antara garis vertikal dan jari-jari R

Ti = kuat tarik izin tulangan

At = luas penampang tulangan

= gaya horizontal

zi = kedalaman tulangan terhadap permukaan tanah timbunan

(20)

ABSTRAK

Penulangan pada tanah diperkenalkan oleh Henry Vidal di Prancis. Sekarang,

metode ini telah dipakai di seluruh dunia. Dengan konsep yang sama seperti beton

bertulang, tulangan pada tanah berupa sheet reinforcement, yakni geogrid

mengandalkan kuat tariknya yang tinggi. Seperti beton menahan tekan, tulangan

menahan tarik, maka penulangan pada tanah berguna untuk membentuk material

komposit yang bekerja bersama-sama menahan beban yang bekerja pada konstruksi,

dalam hal ini konstruksi dinding penahan tanah.

Dalam perencanaan, dinding penahan harus mampu menahan beban-beban yang

bekerja padanya, baik itu dari luar maupun yang berasal dari internalnya. Maka,

perencanaannya dicek apakah telah memenuhi syarat stabilitas internal maupun

stabilitas eksternal. Externally Stabilty adalah bagian diluar dari perkuatan itu sendiri

untuk melawan gaya-gaya yang menyebabkan keruntuhan pada dinding, seperti daya

dukung tanah, daya dukung geser dan gelincir, serta penurunan. Internally stability

mengindikasikan stabilitas jenis perkuatan itu sendiri, dalam hal ini seperti kapasitas

tarik (tensile capacity), kapasitas geser (friction capacity), kapasitas lentur (bending

capacity).

Kata Kunci : Dinding penahan tanah, Sheet Reinforcement, Geogrid, Internal

(21)

PENDAHULUAN

1.1. Uraian Umum

Peningkatan aktivitas pembangunan memang diakui membawa dampak positif

bagi aspek pembangunan, namun tanpa disadari hal ini dapat memberikan implikasi

yang buruk terhadap kestabilan tanah dan dapat mengakibatkan masalah-masalah

geoteknis seperti kelongsoran tanah. Seringkali mutlak dibutuhkan konstruksi

dinding penahan untuk menahan tanah dari kelongsoran tersebut. Seiring dengan hal

tersebut, inovasi-inovasi baru pengganti cara konvensional untuk memperkuat tanah

dalam pekerjaan dinding penahan tanah pun semakin meluas. Sebagai hasilnya,

pekerjaan perkuatan tanah menjadi salah satu bagian yang paling cepat berkembang

di dunia teknik sipil.

Pekerjaan perkuatan tanah pada dinding penahan kini dikenal luas dengan nama

Mechanically Stabilized Earth (MSE) wall. Aplikasi teknologi ini telah dipakai

dalam dinding penahan tanah biasa, abutment jembatan, rehabilitasi lereng, bahkan

pada dinding penahan yang struktur tanahnya lunak. Material perkuatan tersebut

mempunyai bentuk geometrik yang berbeda namun mempunyai fungsi yang hampir

sama. Dalam aplikasinya di lapangan, material-material perkuatan tersebut ternyata

mampu menyediakan kekuatan yang dibutuhkan konstruksi dinding penahan dan

struktur tanah di belakangnya untuk menahan beban yang bekerja.

Dalam bab-bab selanjutnya akan dibahas kegunaan dinding penahan tanah,

jenis-jenisnya, serta salah satu material perkuatan yang dipakai untuk memperkuat tanah di

(22)

1.2. Latar Belakang

Tanah apabila berada pada kondisi kepadatan dan kadar air tertentu akan

memiliki kekuatan yang cukup untuk menopang struktur di atasnya, khususnya

apabila bebannya merupakan beban kompresi atau tekan. Tanah sangat lemah

terhadap tarikan. Hal ini telah membatasi penggunaan tanah untuk berbagai aplikasi,

misalnya untuk membuat lereng yang lebih curam dari sudut geser dalamnya sudah

tidak mungkin lagi untuk dilakukan. Seperti pada kasus beton bertulang, penyisipan

besi baja yang kuat terhadap tarikan dapat menghasilkan material komposit yang

memiliki perilaku mekanis yang jauh lebih baik. Aspek penting yang menunjang

kesuksesan dari sistem perkuatan tanah dengan geogrid adalah bahwa kedua material

tersebut dapat membentuk suatu geometri tertentu yang memungkinkan terjadinya

transfer beban dari material yang satu kepada yang lainnya. Analogi dengan beton

bertulang, yaitu sistem beton bertulang didukung oleh adanya ikatan antara besi yang

terdapat di dalam beton dengan campuran semen yang telah mengering (Koerner ,

R.M ,1990).

Parameter penting yang diperlukan untuk perkuatan dinding penahan adalah

kemampuan kuat tarik dan geser yang tinggi. Geogrid mempunyai keunggulan

tersebut dibandingkan dengan material geosintetik lain, selain itu geogrid memang

dikhususkan untuk fungsi perkuatan. Bukaan yang besar pada geogrid

memungkinkan tumbuhan dapat tumbuh dengan mudah melaluinya. Sehingga selain

kuat, geogrid juga ramah lingkungan. Bukaan ini juga memungkinkan terjadinya

interaksi yang lebih baik antara geogrid dan material timbunan di atasnya karena

(23)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk menguraikan penggunaan geogrid dalam perannya sebagai salah satu

perkuatan dinding penahan tanah.

2. Menguraikan secara jelas contoh desain geogrid pada tanah yang mengalami

rembesan (ada muka air tanah) dan desain geogrid pada tanah yang hanya

terkena pengaruh permukaan air freatis yang diukur melalui alat piezometer.

1.3.2 Manfaat

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang berkaitan dengan

Tugas Akhir ini;

2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas

dalam laporan Tugas Akhir.

1.4. Pembatasan Masalah dan Metodologi

Mengingat luasnya lingkup permasalahan dan keterbatasan waktu maupun

(24)

1. Muka dinding penahan pada contoh perencanaan dianalogikan seperti muka

dinding penahan vertikal.

2. Permukaan air freatis didapat dari asumsi pengukuran piezometer.

3. Contoh perencanaan hanya membahas mengenai stabilitas internal dan

stabilitas eksternal.

Metode yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah metode studi literatur, yaitu

mencari dan mengumpulkan bahan-bahan masukan dari beberapa literatur yang

berhubungan dengan geogrid. Dari bahan-bahan tersebut disusunlah suatu

rangkuman terpadu mengenai jenis material perkuatan tersebut dan pemakaiannya

pada timbunan di atas tanah lunak.

1.5. Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini

terdiri dari 4 (empat) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini berisi tentang uraian umum, latar belakang penulisan, tujuan

dan manfaat, pembatasan masalah dan metodologi.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal mendasar untuk dapat dijadikan

pengetahuan umum mengenai dinding penahan tanah.

(25)

Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai geogrid, sifat geogrid,

jenis geogrid, kelemahan serta kelebihannya

Bab IV: Tulangan Pada Tanah

Bab ini menjelaskan mengenai konsep penulangan pada tanah.

Bab V: Metode Desain

Bab ini membahas mengenai perhitungan desain geogrid untuk

konstruksi dinding penahan tanah, mencakup analisis stabilitas internal dan

eksternal.

Bab VI: Contoh Perencanaan

Bab ini berisikan dua contoh soal mengenai pemakaian geogrid pada

dinding penahan tanah, yang pertama hanya ada permukaan air freatis dari

piezometer, contoh yang kedua ada muka air tanah di tanah belakang struktur.

Bab VII: Kesimpulan dan Saran

Bab ini menampilkan rangkuman dari beberapa pembahasan yang

diambil dari bagian-bagian sebelumnya, serta memberikan kesimpulan apa

saja hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipelajari sebelum melakukan desain

BAB II

(26)

2.1 Umum

Dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya

dari bahaya kelongsoran. Baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun

akibat beban yang bekerja di atasnya. Pada saat ini, konstruksi dinding penahan

tanah sangat sering digunakan dalam pekerjaan sipil walaupun ternyata konstruksi

dinding penahan tanah sudah cukup lama dikenal di dunia. Salah satu bukti

peninggalan sejarah bahwa dinding penahan tanah telah digunakan pada masa

lampau adalah Tembok Raksasa China yang mulai dibangun pada zaman Dinasti Qin

(221 SM) sepanjang 6.700 km dari timur ke barat China dengan tinggi 8 meter, lebar

bagian atasnya 5 meter, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 meter. Bukti lainnya

yaitu taman gantung Babylonia yang dibangun di atas bukit batuan yang bentuknya

berupa podium bertingkat yang ditanami pohon, rumput dan bunga-bungaan serta

ada air terjun buatan berasal dari air sungai Eufrat yang dialirkan ke puncak bukit

lalu mengalir melalui saluran buatan, yang dibangun pada zaman raja Nebukadnezar

(612 SM) dengan tinggi 107 meter. Tembok Barat di Yerusalem (37 SM) juga dicatat

sebagai bukti peninggalan sejarah yang telah memakai dinding penahan tanah dalam

konstruksinya, dibangun pada zaman raja Herodes sebagai tembok penyangga kota

Yerusalem. Sekarang, tembok ini lebih populer dengan sebutan tembok rapatan.

(27)

Gambar (a) Gambar (b)

Gambar (c)

Gambar 2.1 Contoh bangunan dari masa lalu yang memakai dinding penahan tanah :

(a) Tembok Raksasa China ; (b) Taman Gantung Babylonia ; (c) Tembok Barat

Yerusalem

2.2 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun untuk

menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi

tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam mendesain

(28)

tanah tidak bergerak ataupun tanahnya longsor akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah

lateral di belakang dinding penahan tanah bergantung kepada sudut geser dalam

tanah (phi) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari atas sampai ke bagian

paling bawah pada dinding penahan tanah. Jika tidak direncanakan dengan baik,

tekanan tanah akan mendorong dinding penahan tanah sehingga menyebabkan

kegagalan konstruksi serta kelongsoran. Kegagalan juga disebabkan oleh air tanah

yang berada di belakang dinding penahan tanah yang tidak terdisipasi oleh sistem

drainase. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk sebuah dinding penahan tanah

mempunyai sistem drainase yang baik, untuk mengurangi tekanan hidrostatik dan

meningkatakan stabilitas tanah.

2.2.1 Jenis Dinding Penahan Tanah

Di kebanyakan proses konstruksi, terkadang diperlukan perubahan penampang

permukaan tanah dengan suatu cara untuk menghasilkan permukaan vertikal atau

yang dekat dengan permukaan vertikal tersebut (Whitlow, 2002). Penampang baru

tersebut mungkin saja dapat memikul beban sendiri, tetapi dalam beberapa kasus,

sebuah struktur dinding penahan lateral membutuhkan dukungan. Dalam analisis

stabilitas, kondisi tanah asli ataupun material pendukung sangatlah penting, karena

berhubungan dengan dampak bergeraknya dinding penahan atau kegagalan struktur

setelah proses konstruksi.

Jika struktur dinding penahan tanah telah didukung dengan material lain sehingga

bergerak mendekat ke tanah, maka tekanan horisontal dalam tanah akan meningkat,

(29)

tekanan horisontal akan menurun dan hal ini disebut tekanan aktif. Jika struktur

dinding penahan tanah tidak runtuh, tekanan horisontal tanah dapat dikatakan dalam

tekanan at-rest.

Dinding penahan tanah dapat dibedakan atas 2 bagian yakni Sistem Stabilisasi

Eksternal (Externally Stabilized System) yang terbagi atas Gravity Walls dan In-Situ

atau Embedded Walls dan Sistem Stabilisasi Internal (Internally Stabilized System)

yang terbagi atas Reinforced Soil Walls dan In-Situ Reinforcement.

2.2.1.1 Gravity Walls

Masonry Wall

Dapat terbuat dari beton, batu bata ataupun batu keras. Kekuatan dari material

dinding penahan biasanya lebih kuat daripada tanah dasar. Kakinya biasanya

dibuat dari beton dan biasanya akan mempunyai lebar sepertiga atau setengah

dari tinggi dinding penahan. Stabilitas dinding ini tergantung kepada massa dan

bentuk.

Gabion Wall

Gabion adalah kumpulan kubus yang terbuat dari galvanized steel mesh atau

woven strip, atau plastic mesh (hasil anyaman) dan diisi dengan pecahan batu

atau cobbles, untuk menghasilkan dinding penahan tanah yang mempunyai

(30)

Crib Wall

Dinding penahan tanah jenis ini dibentuk dengan beton precast, stretchers

dibuat paralel dengan permukaan vertikal dinding penahan dan header

diletakkan tegak lurus dengan permukaan vertical. Pada ruang yang kosong

diisikan dengan material yang mempunyai drainase bebas, seperti pasir dan hasil

galian.

Reinforced Concrete Wall (Cantilever Reinforced Concrete Wall)

Reinforced concrete cantilever walls adalah bentuk modern yang paling

umum dari gravity wall, baik dalam bentuk L atau bentuk T terbalik. Dibentuk

untuk menghasilkan lempengan kantilever vertikal, kantilever sederhana,

beberapa menggunakan berat dari timbunan di belakang dinding untuk menjaga

agar dinding tetap stabil. Hal ini coccok digunakan untuk dinding sampai

ketinggian 6 m (Whitlow, 2001)

2.2.1.2In Situ or Embedded Walls Sheet Pile Wall

Jenis ini merupakan struktur yang fleksibel yang dipakai khususnya untuk

pekerjaan sementara di pelabuhan atau di tempat yang mempunyai tanah jelek.

Material yang dipakai adalah timber, beton pre-cast dan baja. Timber cocok

dipakai untuk pekerjaan sementara dan tiang penyangga untuk dinding

kantilever dengan letinggian sampai 3 m. Beton pre-cast dipakai untuk struktur

permanen yang cukup berat. Sedangkan baja telah banyak dipakai, khususnya

(31)

penampang, kapasitas tekuk yang kuat dan dapat digunakan lagi untuk pekerjaan

sementara. Kantilever akan mempunyai nilai ekonomis jika hanya dipakai sampai

ketinggian 4 m (Whitlow, 2001). Anchored atau dinding tie-back dipakai untuk

penggunaan yang luas dan berbagai aplikasi di tanah yang berbeda-beda.

Braced or Propped Wall

Props, braces, shores dan struts biasanya ditempatkan di depan dinding

penahan tanah. Material-material tersebut akan mengurangi defleksi lateral dan

momen tekuk serta pemancangan tidaklah dibutuhkan. Dalam saluran drainase,

dipakai struts dan wales. Dalam penggalian yang dengan area yang cukup luas,

dipakai framed shores dan raking shores.

Contiguous dan Secant Bored-Pile Wall

Dinding contiguous bored pile dibentuk dari satu atau dua baris tiang pancang

yang dipasang rapat satu sama lain.

Diapraghm Wall

Biasanya dibangun sebagai saluran sempit yang telah digali yang untuk

sementara diperkuat oleh bentonite slurry, material perkuatan ditumpahkan ke

saluran dan beton ditaruh melaui sebuah tremie. Metode ini dipakai di tanah yang

sulit dimana sheet piles akan bermasalah atau level dengan muka air yang tinggi

(32)

2.2.1.3Reinforced Soil Walls

Menurut Schlosser (1990), konsep dari reinforced earth diperkenalkan oleh

Henry Vidal di Prancis. Vidal mengamati bahwa ketika lapisan pasir diberi pemisah

berupa lembaran horisontal yang terbuat dari baja, tanah tersebut lebih kuat menahan

pembebanan secara vertikal. Kemudian selanjutnya jenis perkuatan ini mulai dipakai

untuk perkuatan dalam konstruksi dinding penahan tanah.

2.2.1.4In Situ Reinforcement Soil Nailing

Jenis perkuatan ini merupakan metode in-situ reinforcement yang

menggunakan material berupa baja atau elemen metalik lain yang dimasukkan

atau dengan melakukan grouting di dalam lubang yang telah digali, tetapi

materialnya bukan merupakan pre-stressed.

2.3 Tanah

Beban utama yang dipikul oleh dinding penahan tanah adalah berat tanah itu

sendiri. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang tanah untuk

dapat mendesain dinding penahan tanah.

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari

bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat

cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat

(33)

(silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan

pada tanah tersebut. Untuk menerangkan hal di atas, berikut adalah gambar diagram

fase tanah.

Gambar 2.2 Diagram Fase Tanah

Besarnya kadar air dan udara berpengaruh besar pada stabilitas tanah, oleh

karena itu tidak semua jenis tanah dapat digunakan untuk timbunan di belakang

dinding penahan tanah. Bahan timbunan yang paling baik digunakan adalah tanah

yang kering dan tidak kohesif.

2.3.1 Kriteria Umum Tanah Timbunan

Sebelum melakukan desain, terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai-nilai

berat volume (γ), kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ø) yang digunakan dalam

hitungan tekanan tanah lateral. Nilai-nilai c dan ø dapat ditentukan dari uji geser dan

tes triaksial. Tipe-tipe tanah timbunan untuk dinding penahan tanah menurut

Terzaghi dan Peck (1948) adalah :

- Tanah berbutir kasar, tanpa campuran partikel halus, sangat lolos air (pasir bersih

(34)

- Tanah berbutir kasar dengan permeabilitas rendah karena tercampur oleh partikel

lanau.

- Tanah residu (residual soil) dengan batu-batu, pasir berlanau halus dan material

berbutir dengan kandungan lempung yang cukup besar.

- Lempung lunak atau sangat lunak, lanau organik, atau lempung berlanau.

- Lempung kaku atau sedang yang diletakkan dalam bongkahan-bongkahan dan

dicegah terhadap masuknya air hujan ke dalam sela-sela bongkahan tersebut saat

hujan atau banjir. Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka lempung sebaiknya

tidak dipakai untuk tanah timbunan. Dengan bertambahnya kekakuan tanah

lempung maka bertambah pula bahaya ketidakstabilan dinding penahan akibat

infiltrasi air yang bertambah dengan cepat.

Hal pertama yang dilakukan saat mendesain dinding penahan tanah adalah

menggunakan salah satu dari lima material di atas. Contoh 1 sampai 3 mempunyai

sudut geser dalam tanah dengan permeabilitas sedang, ditentukan dengan uji triaksial

drained, karena angka pori-pori tanah ini dapat menyesuaikan sendiri selama

melaksanakan pekerjaan. Penyesuaian butiran seiring dengan berjalannya waktu,

akan mengurangi angka pori dan meningkatkan kuat geser dalam tanah. Untuk

perhitungan, kohesi untuk tanah timbunan jenis 1-3 sebaiknya diabaikan.

Untuk jenis 4 dan 5 , nilai c dan ø ditentukan dari pengujian triaksial undrained.

Pengujian dilakukan pada contoh tanah dengan kepadatan dan kadar air yang

diusahakan sama seperti yang diharapkan terjadi di lapangan, pada waktu tanah

timbunan selesai diletakkan. Penggunaan tanah timbunan berupa tanah lempung

sebaiknya dihindari sebab tanah ini dapat berubah kondisinya sewaktu pekerjaan

(35)

2.3.2 Pemadatan Tanah Timbunan

Proses pemadatan tanah timbunan harus dilakukan lapis per lapis. Untuk

menghindari kerusakan pada dinding penahan tanah dan tekanan tanah lateral yang

berlebihan, digunakanlah alat pemadat yang ringan. Sebab pemadatan yang

berlebihan dengan alat yang berat, akan menimbulkan tekanan tanah lateral yang

bahkan beberapa kali lebih besar daripada tekanan yang ditimbulkan oleh tanah pasir

yang tidak padat.

Jika memakai tanah lempung sebagai tanah timbunan maka diperlukan

pengontrolan yang sangat ketat. Bahkan walaupun timbunan berupa tanah berbutir

dengan penurunan yang kecil dan dapat ditoleransikan, tanah timbunan harus

dipadatkan lapis per lapis dengan ketebalan maksimum 22.5 cm. Pekerjaan

pemadatan sebaiknya tidak membentuk permukaan miring, karena akan

menyebabkan pemisahan lapisan dan akan berdampak pada keruntuhan potensial.

Oleh karena itu sebaiknya dilakukan dengan permukaan tanah horisontal.

2.4 Sistem Drainase pada Dinding Penahan Tanah

Satu hal yang lebih penting lagi dalam membangun sebuah dinding penahan

tanah adalah memadainya sistem drainase karena air yang berada di belakang

dinding penahan tanah mempunyai pengaruh pada stabilitas struktur. Drainase

berfungsi untuk mengalirkan air tanah yang berada di belakang dinding . Dinding

penahan yang tidak mempunyai sistem drainase yang baik dapat mengakibatkan

peningkatan tekanan tanah aktif di belakang dinding, berkurangnya tekanan pasif di

(36)

serta kuat geser tanah yang akhirnya akan berdampak pada berkurangnya daya

dukung tanah. Dapat disimpulkan bahwa dinding penahan tanah dengan sistem

drainase yang buruk akan menyebabkan runtuhnya struktur dinding penahan tanah.

2.4.1 Jenis Drainase pada Dinding Penahan Tanah

Drainase pada dinding penahan tanah dapat dibuat dari yang sederhana sampai

dengan yang lebih baik sesuai fungsi dinding penahan tanah. Adapun jenis drainase

dinding penahan tanah dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Drainase dasar (bottom drain)

Drainase dasar adalah sistem drainase yang paling sederhana, bertujuan

mengumpulkan air yang berada di belakang dinding (air yang terdapat pada tanah

timbunan). Air yang terkumpul tersebut kemudian dialirkan ke depan dinding

melalui saluran yang menembus dinding penahan tanah.

Gambar 2.3 Drainase dasar

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sistem drainase ini adalah :

 Cara ini tidak dianjurkan untuk tanah timbunan berupa tanah lempung atau

(37)

kecepatan aliran menuju sistem drainase menjadi lambat, akibatnya mungkin

tekanan air yang ada di bagian belakang dinding termobilisasi (terutama pada

saat hujan).

b. Drainase punggung (back drain)

Sistem drainase ini lebih baik dibandingkan dengan sistem drainase dasar,

dimana pada sepanjang punggung dinding terdapat filter.

Gambar 2.4 Drainase punggung

c. Drainase inklinasi (inclined drain) dan Drainase horisontal (horisontal drain)

Kedua sistem drainase ini dimaksudkan untuk menghilangkan tekanan air pori

yang berlebihan dan merupakan pengembangan dari sistem drainase dasar. Pada

kedua sistem drainase ini, gaya aliran (seepage forces) berarah ke bawah menuju

(38)

Gambar 2.5 Sistem drainase inklinasi (inclined drain) dan drainase horisontal

(horisontal drain)

2.5 Tekanan Tanah Lateral

Analisis tekanan tanah lateral digunakan untuk perencanaan dinding penahan

tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan

tanah di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat

dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat

tanahnya.

2.5.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest)

Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena tekanan

arah vertikal σv dan tekanan arah horisontal σh seperti yang terlihat dalam Gambar

2.6. σv dan σh masing-masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total, sementara

itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila dinding

penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu

(39)

keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horisontal

dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam

(coefficient of earth pressure at rest), Ko”, atau

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan

oleh Jaky (1944) :

Brooker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung yang

terkonsolidasi normal (normally consolidated) :

Untuk tanah lempung yang tekonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan

(1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain :

Dimana : PI = Indeks Plastis

(40)

dimana : OCR = overconsolidation ratio

Maka gaya total per satuan lebar dinding (Po) seperti yang terlihat pada Gambar 2.6,

adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi :

Gambar 2.6 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding

penahan.

2.5.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine

Keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu

keadaan yang menyebabkan tiap-tiap titik di dalam massa tanah menuju proses ke

suatu keadaan runtuh. Rankine (1857) menyediliki keadaan tegangan di dalam tanah

(41)

Gambar 2.7 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah.

Kondisi Aktif

Gambar 2.8 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah aktif menurut Rankine

Keterangan gambar :

Tegangan-tegangan utama arah vertikal dan horisontal (total dan efektif) pada

elemen tanah di suatu kedalaman adalah berturut-turut σv dan σh. Apabila dinding

(42)

dalam elemen tanah tadi dapat diwakili oleh lingkaran berwarna kuning. Akan tetapi,

bila dinding penahan tanah diijinkan bergerak menjauhi massa tanah di belakangnya

secara perlahan-lahan, maka tegangan utama arah horisontal akan berkurang secara

terus-menerus. Pada suatu kondisi yakni kondisi keseimbangan plastis, akan dicapai

bila kondisi tegangan di dalam elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran berwarna

merah dan kelonggaran di dalam tanah terjadi. Keadaan tersebut di atas dinamakan

sebagai “kondisi aktif menurut Rankine” (Rankine’s Active State); tekanan (σh’) yang

terlingkar berwarna biru merupakan “tekanan tanah aktif menurut Rankine”

(Rankine’s Active Earth Pressure).

Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan

aktifnya adalah :

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil),

perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizontal untuk kondisi aktif

(43)

Kondisi Pasif

Gambar 2.9 Lingkaran Mohr untuk tekanan tanah pasif menurut Rankine

Keterangan gambar :

Keadaan tegangan awal pada suatu elemen tanah diwakili oleh Lingkaran Mohr

berwarna kuning. Apabila dinding penahan tanah didorong secara perlahan-lahan ke

arah masuk ke dalam massa tanah, maka tegangan utama σh akan bertambah secara

terus-menerus. Akhirnya kita akan mendapatkan suatu keadaan yang menyebabkan

kondisi tegangan elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran Mohr berwarna merah.

Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi, disebut kondisi pasif menurut

Rankine (Rankine’s passive state). Tegangan utama besar (major principal stress)

(σh’), dinamakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine’s passive earth

pressure)

Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan

(44)

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil),

perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizontal untuk kondisi pasif

(45)

BAB III

GEOGRID

3.1 Umum

Istilah Geosintetik berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia

teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti

bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik

merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono,

1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan,

keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan

untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene

(PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan

sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah. Menurut struktur dan fungsinya,

geosintetik diklasifikasikan atas :

Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir dalam hal

perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan. Karena dalam

(46)

daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar dalam jangka waktu lama,

kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan akibat air tanah pada timbunan

di belakang dinding. Material geosintetik telah banyak digunakan untuk mengatasi

persoalan-persoalan tersebut. Salah satu kelebihannya adalah sifatnya yang fleksibel

sehingga memberikan ketahanan yang cukup terhadap beban-beban yang

ditanggungnya.

Gambar 3.1 Jenis-jenis Geosintetik

Fungsi utama dari geosintetik adalah :

1. Filtrasi

Dengan adanya fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati

material geosintetik pada arah yang tegak lurus dengan bidang geosintetik

(47)

berpindahnya tanah ke agregat drainase atau pipa saluran, ketika dilakukan

pengaturan aliran air pada tanah.

2. Drainase

Geosintetik digunakan sebagai media untuk pengaliran air searah bidang

geosintetik dengan membiarkan air mengalir melalui tanah yang mempunyai

permeability rendah. Untuk itu, diperlukan adanya koefisien transmissivity

(pengaliran searah bidang) yang cukup besar.

3. Pemisah

Geosintetik juga berfungsi untuk memisahkan dua jenis material/agregat yang

berbeda dalam karakteristik dan ukurannya misalnya antara material

timbunan dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini,

diharapkan properti dan karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

4. Perkuatan

Material geosintetik menambah kuat tarik pada matriks tanah sehingga

menghasilkan material tanah yang lebih baik. Mengingat tanah mempunyai

kemampuan yang baik terhadap tekan dan lemah terhadap gaya tarik,

pemakaian geosintetik akan berperan memikul gaya tarik yang harus dipikul

(48)

5. Penghalang

Geosintetik berguna untuk menghalangi aliran cairan atau gas dari satu lokasi

ke lokasi lainnya. Aplikasi ini didapat dalam overlay perkerasan aspal,

pembungkus tanah kembang-susut dan tempat pengendalian sampah.

6. Proteksi

Umumnya fungsi geosintetik jenis ini diperlukan untuk melindungi suatu

material lain atau lapisan dari kerusakan akibat tusukan benda-benda tajam.

Jenis lapisan yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang

merupakan material kedap air.

Geogrid mempunyai konfigurasi berupa grid, yaitu mempunyai lubang yang

cukup besar di antara rusuk-rusuknya. Mempunyai tegangan kecil dan hanya

meregang 1% di bawah beban. Kekuatannya melebihi geotekstil biasa, dan fungsi

khususnya adalah memperkuat dan menahan tarik. Penggunaan Geogrid pada

konstruksinya dapat diberikan lebih dari satu lapis sesuai kebutuhan dan hasil dari

perencanaan. Tiap lapisan Geogrid memikul beban berupa tanah di atasnya. Dengan

beban di atas tanah, tanah menahan tekan yang diberikan beban, Geogrid menahan

tarik, seperti pada tulangan yang diberikan pada bangunan. Beton menahan tekan dan

baja menahan tarik.

Geogrid merupakan pengembangan dari teknologi Geosintetik yang dikenal

dengan nama Geotextile. Geogrid sendiri adalah inovasi yang dibuat untuk menutupi

kekurangan pada Geotextile. Terutama masalah kekakuan bahan dan mekanisme

(49)

menyediakannya. Sebagai gambaran, terkait dengan kekakuan bahan, Geogrid

memiliki kekakuan bahan yang lebih tinggi dibandingkan geotextile.

3.2 Jenis Geogrid

Geogrid dapat dibedakan berdasarkan arah penarikannya yakni:

1. Geogrid Uni-Axial

Uni-axial Geogrids adalah lembaran massif dengan celah yang memanjang

dengan bahan dasar HDPE (high density polyethelene), banyak digunakan di

Indonesia untuk perkuatan tanah pada DPT (dinding penahan tanah) dan

untuk memperbaiki lereng yang longsor dengan menggunakan tanah

setempat/bekas longsoran. Material ini memilki kuat tarik 40 kN/m hingga

190 kN/m. Geogrid jenis ini biasanya dipakai untuk perkuatan dinding

penahan tanah dan perbaikan lereng yang longsor.

2. Geogrid Bi-Axial

Bi-axial Geogrids dari bahan dasar polypropylene (PP) dan banyak digunakan

di Indonesia sebagai bahan untuk meningkatkan tanah dasar lunak (CBR <<

1%). Bi-axial Geogrid adalah lembaran berbentuk lubang bujursangkar di

mana dengan struktur lubang bujursangkar ini partikel tanah timbunan akan

saling terkunci dan kuat geser tanah akan naik dengan mekanisme

penguncian ini. Kuat tarik bervariasi antara 20 kN/m – 40 kN/m. Keunggulan

(50)

- Kuat tarik yang bervariasi

- Kuat tarik tinggi pada regangan yang kecil

- Tahan terhadap sinar ultra violet

- Tahan terhadap rekasi kimia tanah vulkanik dan tropis

- Tahan hingga 120 tahun

3.3 Kelebihan Pemakaian Geogrid

1. Kekuatan tarik yang tinggi,

2. Pelaksanaan yang cepat,

3. Memungkinkan penggunaan material setempat,

4. Pemasangan yang mudah dan dapat membangun lebih tinggi dan tegak,

5. Tambahan PVC sebagai pelindung terhadap ultraviolet,

6. Pemasangan dan harga geogrid murah dibandingkan beton.

7. Merupakan struktur yang fleksibel sehingga tahan terhadap gaya gempa,

8. Tidak mempunyai resiko yang besar jika terjadi deformasi struktur, dan

9. Tipe elemen penutup lapisan luar dinding penahan dapat dibuat dalam

bentuk yang bermacam-macam, sehingga memungkinkan untuk

menciptakan permukaan dinding yang mempunyai nilai estetika.

10.Biasanya perbaikan tanah dengan perkuatan dilakukan secara horisontal

(51)

vertikal. Perkuatan horizontal dapat menerima beban tekan dari

permukaan atau tarik dari arah horizontal. Sedangkan perbaikan tanah

arah vertikal lebih utama menerima beban vertikal dari permukaannya

tanpa mempu menerima beban horisontal

3.4 Kekurangan Pemakaian Geogrid

Geogrid tanpa PVC akan mengalami penurunan tingkat kemampuan penahan

gaya tarik. Karena bahan Geogrid sangat peka terhadap naik turunnya temperatur

udara, dimana pemuaian akan sangat mudah terjadi terhadap bahan geogrid pada saat

mendapatkan temperature tinggi. Pemuaian akan membuat Geogrid getas, dan

(52)

BAB IV

PENULANGAN PADA TANAH

4.1 Umum

Pada beton, tulangan yang diberikan pada balok ataupun pelat dalam perencanaan

beton bertulang dapat menahan gaya tarik, sehingga meningkatkan kekuatan. Gaya

luar dalam bentuk momen positif akan dilawan oleh gaya dalam yang dilakukan oleh

tulangan. Beton akan bekerja menahan gaya tekan, tulangan menahan gaya tarik,

sehingga kombinasi antara keduanya akan mampu menahan beban yang diberikan

pada balok atau pelat tersebut.

Tanah bertulang berawal dari tulangan alamiah oleh akar tanaman dan pohon,

yang berkembang menjadi tulangan buatan yang dipadatkan bersama dengan lapisan

tanah di belakang dinding penahan. Ikatan antara tulangan dan tanah menaikkan

kekuatan arah horizontal dan vertikal, sisi tanah di belakang dinding penahan mampu

berdiri tegak, tingginya naik, daya pikul naik, sehingga secara teoritis, tanah

bertulang mampu berdiri sendiri, dan dalam praktek dinding berfungsi sebagai

pelindung permukaan.

Jika diperhatikan, prinsip tanah bertulang hampir sama dengan beton bertulang.

Menggabungkan dua material yang mempunyai sifat berbeda agar membentuk satu

kesatuan struktur yang saling menopang.

Tanah bertulang pada dinding penahan adalah konstruksi material yang terdiri

dari material timbunan friksional dan lembaran perkuatan (tulangan) linear, biasanya

(53)

tinggi, menahan deformasi lateral massa tanah yang diperkuat. Struktur perkuatan

tanah bertulang: material timbunan, lembaran perkuatan (tulangan) yang linear,

digabungkan dengan timbunan, membentuk massa tanah bertulang, dan lapisan luar,

yang mempunyai peranan mencegah material timbunan di belakang dinding penahan

dari kelongsoran.

4.2 Tanah Bertulang

Tanah bertulang berkembang sejak diperkenalkan oleh seorang arsitek dan

engineer Prancis H. Vidal pada tahun 1963, ditandai dengan : (1) Dinding penahan

tanah pertama yang dibangun di Pragneres, Prancis pada 1965. (2) Kelompok

struktur pertama yang dibangun di proyek jalan raya Roquebrune-Menton, selatan

Prancis selama tahun 1968-1969. Sepuluh dinding penahan tanah dengan luas total

permukaan dinding penahan sekitar 6600 square yard dibangun di lereng yang tidak

stabil. (3) Abutment jembatan untuk jalan raya pertama (ketinggian 46 ft) dibangun

Thionville di 1972. (4) Dinding penahan pertama dibangun di Amerika Serikat pada

tahun 1972 pada California State Highway 39 timur laut Los Angeles.

Terbukti, ternyata metode tanah bertulang menawarkan penghematan biaya yang

signifikan jika dibandingkan dengan alternatif lain yang konvensional bagi kondisi

pondasi di tempat tinggi yang sangat sulit. Komponen penyusun suatu dinding

penahan tanah dengan perkuatan adalah : perkuatan atau tulangan, tanah timbunan

atau tanah asli, elemen untuk lapisan luar dinding penahan. Umumnya, jenis – jenis

tulangan yang dipergunakan adalah : strip reinforcement, grid reinforcement, sheet

(54)

4.3 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah

Pada tanah bertulang, mekanisme transfer tegangan tanah adalah gaya gesekan

antara tanah dan perkuatan. Dengan gaya gesekan ini, tanah mentransfer tegangan

gaya-gaya yang bekerja padanya kepada tulangan-tulangan tersebut. Pengetahuan

tentang transfer tegangan pada tanah bertulang telah berkembang dari banyak uji

gaya cabut (pullout) pada tulangan yang diletakkan pada keadaan yang sebenarnya

atau pada model. Tanah dan tulangan membentuk satu kesatuan struktur yang saling

menopang dan membagi beban agar dapat dipikul bersama-sama. Transfer geser

dapat dilihat pada Gambar 4.1. Beban yang dapat ditransfer per luasan tulangan

tergantung pada karakteristik interface tanah dan material tulangan, serta tegangan

normal di antara keduanya.

Gambar 4.1 Transfer geser tanah-tulangan

Tegangan normal yang bekerja pada bidang kontak tanah-tulangan masih

bergantung pada sifat-sifat tegangan-tegangan tanah, dimana sifat ini juga

dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang bekerja. Akibatnya, koefisien geser relatif

(55)

saja. Karena itu, hasil pengujian seperti uji pullout, uji geser langsung (direct shear

test), uji model yang dilengkapi dengan alat-alat uji, uji struktur skala penuh sering

digunakan sebagai dasar untuk memilih nilai-nilai koefisien geser relatif

tanah-tulangan yang dianggap cocok dengan strukturnya.

Analisis keseimbangan lokal dari bagian tulangan dalam tanah menghasilkan

kondisi transfer seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.

dT = T2 – T1= 2 b τ (dl) (4.1)

dimana :

b = lebar tulangan ; l = panjang tulangan ; T = kuat tarik ; τ = tegangan geser

sepanjang interface tanah dan tulangan.

(56)

Jika τ hanya dihasilkan oleh geser interface, maka :

τ = μ σv (4.2)

dimana :

σv = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan

μ = koefisien geser antara tanah dan tulangan

Koefisien geser interface antara pasir, lanau dan permukaan material konstruksi

yang berbeda dalam uji geser langsung adalah dalam rentang 0.5-0.8 kali tahanan

geser langsung yang dapat disebarkan dalam tanah. Yaitu :

μ = tan δ = (0.5 sampai 0.8) tan ø (4.3)

dimana :

δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata.

ø = sudut geser dalam tanah

Jika nilai σv diketahui, maka akan lebih mudah untuk menghitung nilai batasan

tahanan pullout tulangan. Tetapi, perhitungan sederhana tak dapat sepenuhnya

diandalkan karena tegangan normal efektif berubah oleh interaksi tulangan dan

tanah. Lebih spesifik lagi, regangan geser dibebankan di atas tanah berbutir yang

padat, tanah akan cenderung mengembang. Jika kecenderungan untuk menggembung

dikendalikan sebagian (yaitu : pertambahan volume dicegah sebagian) dengan

kondisi batas, tegangan confining lokal dapat naik secara signifikan. Untuk tanah

yang telah diketahui kerapatannya, kecenderungan untuk mengembang berkurang

(57)

koefisien geser dihitung dari uji pullout. Lagipula, dengan kemungkinan yang hanya

dimiliki geotekstil, tidak ada tulangan yang mempunyai permukaaan rata dan halus

sepanjang permukaannya. Oleh sebab itu, koefisien geser yang paling dapat

dipercaya diukur dari pengukuran langsung (tampak). Nilainya yang ditentukan

disebut sebagai koefisien geser efektif atau tampak, dan biasanya diambil dari

tegangan geser tersebar rata-rata sepanjang tulangan dibagi dengan tegangan normal

dari tekanan overburden.

4.4 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut

per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam

tanah yang dimaksud. Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan

pada material yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat

kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser.

Garis keruntuhan (failure envelope) sebenarnya berbentuk garis lengkung.

Namun, untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup

didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara

tegangan normal dan tegangan geser (Coulomb, 1776), seperti yang terlihat pada

Gambar 4.3. Persamaan parameter tanah dapat kita tuliskan sebagai berikut :

(4.4)

dimana :

(58)

c = kohesi

σ = tegangan normal

= sudut geser dalam tanah

Gambar 4.3 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser

Berarti, meningkatkan kekuatan geser tanah adalah dengan cara meningkatkan

parameter kekuatan geser tanah. Dengan memakai tulangan, parameter kekuatan

geser tanah bertambah, sehingga struktur semakin kuat menahan beban. Oleh karena

itu, tulangan disebut sebagai material perkuatan. Berikut adalah sebagian hal-hal

yang mempengaruhi kekuatan geser tanah :

4.4.1 Koefisien Geser Tampak

Berdasarkan pengamatan-pengamatan yang telah dilakukan para ahli melalui

pengujian-pengujian menunjukkan bahwa besarnya tegangan normal yang terjadi

bergantung pada interaksi antara tanah dan tulangan atau koefisien geser tampak

(59)

Pada uji pullout, tulangan ditarik dari massa tanah dan kurva antara

displacement-gaya pullout dicatat. Akibat dari dilatansi tanah yang bertambah di sekeliling

tulangan, tegangan normal yang bekerja pada permukaan tulangan sebenarnya telah

diketahui. Uji pullout hanya menghasilkan koefisien geser tampak (μ*) yang

ditentukan oleh perbandingan :

Angka 2 di atas, menunjukkan bahwa gaya geser bekerja pada dua sisi tulangan,

sisi lebar dan panjang.

Pada tanah berbutir yang padat, nilai μ* biasanya lebih besar dari nilai yang

diperoleh dari uji geser langsung, hal ini disebabkan oleh tanah berbutir padat di

sekeliling tulangan cenderung meningkatkan volumenya, yaitu menggembung

selama diberikan tegangan geser. Ketika tulangan tanah berupa lembaran berusuk

digunakan, rusuk-rusuk tersebut menyebabkan daerah geser semakin luas. Baik

peningkatan pada volume daerah geser atau peningkatan tegangan lokal yang

(60)

tampak, μ*. Informasi mengenai faktor yang mempengaruhi koefisien geser tampak

μ*, telah ditinjau kembali dan disimpulkan oleh Schlosser dan Elias (1978),

McKittrick (1978), dan Mitchell dan Schlosser (1979). Datanya menghasilkan

pertanda bahwa nilai puncak dan residual μ* merupakan fungsi dari sifat alamiah

tanah (butiran dan sudut butiran), karakteristik geser tanah, kepadatan tanah, tekanan

efektif overburden, faktor geometrik dan kekasaran permukaan tulangan, kekakuan

tulangan, dan jumlah pasir halus pada timbunan di belakang dinding penahan-faktor

ini termasuk yang paling penting.

Pada tulangan yang permukaannya halus, μ* = tan δ (4.6)

Pada tulangan yang berusuk, μ* = 1.2 + log Cu pada z = 0 (4.7)

μ* = tan pada z ≥ 6 m (4.8)

dimana :

Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan

ditentukan oleh USCS

= sudut geser dalam tanah

μ* pada kedalaman 0-6 m, diambil bervariasi secara linear.

4.4.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden

Sudut geser yang bekerja pada tanah bertulang ada 2 (dua) jenis, yaitu :

(61)

2. Sudut Geser antara Tanah dan Tulangan (δ)

Uji pullout pada tulangan yang dilakukan pada struktur yang sebenarnya, sebaik

yang dilakukan di laboratorium dengan memakai pasir padat, telah menunjukkan

bahwa nilai koefisien geser tampak menurun ketika tegangan vertikal overburden

meningkat. Hal ini lebih jelas tampak pada kasus pemakaian tulangan yang berusuk

daripada tulangan yang permukaannya halus. Penurunan μ* karena dilatansi

berkurang ketika tekanan keliling bertambah. Di bawah tegangan overburden yang

tinggi, nilai μ* mendekati nilai tan , untuk tulangan yang berusuk yang juga

menyebarkan geser antara butiran tanah ke butiran tanah lainnya. Nilai μ* juga

mendekati nilai tan δ, untuk tulangan yang permukaannya halus.

Mekanisme kenaikan kuat geser tanah yang diperkuat telah diterangkan menurut

beberapa cara.

1. Menurut Schlosser dan Vidal (1969), kuat pullout tulangan dan transfer

tegangan dalam tanah ke tulangan menghasilkan kohesi tampak (apparent

cohesion).

2. Dengan dipakainya tulangan pada tanah, juga berakibat naiknya tegangan

kekang, hal ini dikemukakan oleh Yang (1972).

3. Basset dan Last (1978) menganggap bahwa tulangan memberikan tahanan

anisotropis terhadap pergeseran tanah searah dengan tulangan.

4. Konsep kelakuan tanah dibuktikan oleh Schlosser dan Long (1972) dari hasil

uji Triaksial pada contoh tanah yang diberikan tulangan dengan

(62)

runtuh akibat penggelinciran. Dengan adanya tulangan, kekuatan sistem

bertambah akibat pengaruh kohesi tampak.

Gambar 4.4 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan karena

tulangan.

Gambar 4.5 Konsep naiknya confinement tanah bertulang

Pada daerah dimana terjadinya keruntuhan akibat putusnya tulangan, kekuatan

bertambah karena konsep kohesi anisotropis tampak yang dijelaskan dalam diagram

Mohr pada Gambar 4.4. c’R adalah kohesi tampak yang dihasilkan tulangan. σ1R

(63)

pasir bertulang diambil sama dengan pasir tanpa tulangan, yang berdasarkan asumsi

yang sesuai, dijelaskan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Garis kekuatan untuk pasir dan pasir bertulang.

Untuk tulangan yang mempunyai tahanan retak tarik (RT) dan spasi vertikal

antara lapis tulangan horizontal Sv, geometri yang ditunjukkan pada Gambar 4.4

menghasilkan :

(4.9)

dimana :

(4.10)

Seperti yang dinyatakan Yang (1972), kenaikan Δσ3R yang tampak pada tekanan

confining efektif minor saat keruntuhan adalah :

(64)

Persamaan garis keruntuhan :

(4.12)

4.5 Bidang Longsor

Beberapa anggapan mengenai bidang longsor :

1. Pengukuran struktur tanah bertulang (Schlosser dan Elias) menunjukkan

bahwa penyebaran gaya tarik pada tulangan relatif kecil pada muka dinding

namun semakin meningkat sampai keadaan maksimum pada jarak tertentu di

belakang dinding. Bidang longsor hampir berimpit dengan lokasi-lokasi gaya

tarik, namun bergantung pada tipe struktur dan sistem penulangannya.

2. Beberapa penelitian menganggap bidang longsor berasal dari kaki dinding

penahan tanah menuju ke atas bersudut (45 + ø/2) terhadap horizontal

3. Ada anggapan bidang longsor berbentuk spiral logaritmik.

4. Bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk dua garis linear (bilinear) atau

campuran bidang longsor lingkaran dan linear (Goure dkk, 1992)

5. Permukaan bidang longsor untuk dinding vertikal dengan tanah bertulang,

tulangannya mudah meregang, umumnya dianggap berimpit dengan bidang

longsor Rankine (keruntuhan terjadi di sudut (45 + ø/2) terhadap bidang

horizontal.

Berikut pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 dijelaskan mengenai perbedaan

(65)

Gambar 4.7 Dinding Penahan Tanah tanpa Tulangan

Gambar 4.8 Dinding Penahan Tanah dengan Tulangan

4.6 Distribusi Tegangan Vertikal

Ada tiga anggapan mengenai tegangan vertikal untuk perancangan dinding

(66)

1. Tegangan vertikal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu

sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :

(4.13)

γ = berat isi tanah

z = kedalaman

2. Tegangan vertikal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan

Schlosser, 1978)

(4.14)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

z = kedalaman

γ = berat isi tanah

L = lebar dinding

3. Tegangan vertikal dianggap mengikuti distribusi trapezium (Bolton, dkk,

1978 ; Murray, 1980). Tanah dianggap sebagai struktur yang kaku. Tekanan

tanah yang bekerja di belakang dinding penahan bertulang cenderung

menggulingkan struktur sehingga akan terjadi tegangan vertikal maksimum di

bawah dinding penahan tanah dan minimum di bagian belakang. Persamaan

tegangan vertikalnya menjadi :

(67)

Dengan syarat, kondisi tanah timbunan dianggap tanah berbutir dengan kohesi c

= 0, dan struktur tidak terbebani beban merata di atasnya.

4.7 Distribusi Tegangan Horisontal

Perhitungan tegangan horizontal dianggap sama pada tegangan vertikal tersebut

di atas. Ada tiga anggapan mengenai tegangan horisontal untuk perancangan dinding

penahan taanh bertulang :

1. Tegangan horisontal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu

sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :

(4.16)

2. Tegangan horisontal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan

Schlosser, 1978)

(4.17)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

z = kedalaman

γ = berat isi tanah

L = lebar dinding

3. Tegangan horisontal sama dengan koefisien tekanan tanah lateral (Ka) dikali

dengan tegangan vertikal maksimum tepat di belakang elemen permukaan

Gambar

Gambar 2.2 Diagram Fase Tanah
Gambar 2.3 Drainase dasar
Gambar 2.6 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding
Gambar 2.7 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tekanan tanah lateral yang diakibatkan oleh tanah urug dibelakang dinding penahan cenderung menggulingkan dinding penahan dengan pusat rotasi pada ujung kaki depan

Konstruksi penahan tanah seperti dinding penahan, dinding bangunan bawah tanah (basement), dan turap baja, pada umumnya digunakan dalam teknik pondasi; konstruksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tekanan tanah lateral terhadap pergeseran dan tegangan dinding penahan tanah pada tanah gambut yang diberi beban

Hasil analisis dinding penahan tanah dengan fluktuasi muka air tanah pada elevasi dasar pondasi dan muka air tanah pada elevasi puncak pondasi untuk kondisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tekanan tanah lateral terhadap pergeseran dan tegangan dinding penahan tanah pada tanah gambut yang diberi beban

Dinding penahan tanah atau juga biasa disebut tembok penahan adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk menahan tanah atau mencegah keruntuhan tanah yang curam atau

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tekanan tanah lateral terhadap pergeseran dan tegangan dinding penahan tanah pada tanah gambut yang diberi beban

2.2 Dinding Penahan Tanah Retaining Wall Sudarmanto 1996 dalam bukunya “Konstruksi Beton 2” dinyatakan bahwa, dinding penahan tanah adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menahan