• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Karyotipe Dua Spesies Ikan Batak (Neolissochilus sp. Dan Tor sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Karyotipe Dua Spesies Ikan Batak (Neolissochilus sp. Dan Tor sp.)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KARYOTIPE DUA SPESIES IKAN BATAK

Neolissochilus sp. DAN Tor sp.

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JULITA P. 050805065

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Judul : PERBEDAAN KARYOTIPE DUA SPESIES IKAN BATAK (Neolissochilus sp. DAN Tor sp.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : JULITA PARHUSIP

NIM : 050805065

Progrsm studi : SARJANA BIOLOGI Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMAIKA DAN ILMU PENETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Februari 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc Syafruddin Ilyas M.Bio.Med NIP.196212111998031001 NIP. 196602091992031003

Diketahui/disetujui oleh

Ketua Departemen Biologi FMIPA USU

(3)

PERNYATAAN

Perbedaan Kariotipe Dua Spesies Ikan Batak (Neolissochilus sp.dan Tor sp.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2010

(4)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan berkat dan kasih sayang Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERBEDAAN KARYOTIPE DUA SPESIES IKAN BATAK

Neolisochillus sp. DAN Tor sp. Ucapan terima kasih yang sedalam dalamnya penulis sampaikan kepada bapak Dr. Syafruddin Ilyas M.Biomed. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan dukungan yang sangat berarti bagi penulis dan kepada Bapak Drs. Kiki Nurtjahja M.Sc selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungan hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Ss dan Ibu Mayang Sari Yeanni S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi, Ibu Nunuk Priyani M.Sc selaku Sekretaris Dept. Biologi, sekaligus dosen penasehat akademik penulis, Bapak dan Ibu staf pengajar Dept. Biologi FMIPA USU. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku Pagawai Dept. Biologi, serta Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak Sukirmanto selaku Analis dan Laboran di laboratorium Dept. Biologi yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Jastoni Parhusip dan Hotma Sitinjak) atas semua doa, kasih sayang, cucuran keringat dan air mata kepada penulis. Kakanda (kak Sinur, kak Mas, kak Linda Ito Jhon, Galum), adinda (Meli dan Mando), oppung serta keponakanku tercinta (Vanecha yang selalu membuat penulis ceria, Tia, Avril, Reyvand, Elwis dan Tiara, Unedo) dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, perhatian, serta cinta dan kasih sayangnya kepada penulis.

(5)

Abstrak

Penelitian tentang ” Perbedaan Kariotipe Dua Spesies Ikan Batak (Neolissochilus

(6)

KARYOTYPE DIFFERENCES OF TWO SPECIES OF BATAK FISH (Tor Neolissochilus sp. AND Tor sp.)

ABSTRACT

The research of " Karyotype Differences of Two Species of Batak fish (Tor

(7)

DAFTAR ISI 1.3 Tujuan Penelitian 2 1.4 Hipotesis 2 1.5 Manfaat Penelitian 3 Bab 2 Tinjauan Pustaka 4 2.1 Neolissochilus 4 2.2 Tor 5 2.3 Klasifikasi Ikan Batak 6 2.4 Kromosom 6 3.3 Metode Penelitian 14 3.4 Cara Kerja 15 3.4.1 Pengambilan Sampel 15 3.4.2 Pembuatan Larutan Kolkisin 15 3.5 Pembuatan Preparat 15 3.6 Pengukuran, Penjumlahan dan Penyusunan Kromosom 16

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 17

(8)

4.8 Karyotipe Tor sp. 25 4.9 Hasil penghitungan Panjang Relatif (%PR) dan Indek

Sentromer (% IS) kromosom Neolisochillus sp.

dan Tor sp. 26

4.10 Perbandingan Karyotipe Neolissochillus sp. dengan Tor Sp.

27

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 28

5.1 Kesimpulan 28

5.2 Saran 28

Daftar Pustaka 29

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Tipe kromosom dan Panjang Lengan Kromosom Neolisochillus sp

14 Tabel 4.2 Tipe Kromosom dan Panjang Lengan Kromosom Tor sp. 23 Tabel 4.3 Persentase Panjang Relatif (%PR) dan Indeks

Sentromer (%IS) kromosom Neolissochillus sp. dan

Tor sp. 26

Tabel 4.4 Perbandingan Karyotipe Neolissochillus sp.

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Sel insang Neolisochillus sp. dengan

perbesaran 1000X

16 Gambar 4.2 Rentangan kromosom Neolisochillus sp. dengan

teknik kroping Photosop Cs 2

17 Gambar 4.3 Karyotipe kromosom Neolisochillus sp. yang

diurutkan berdasarkan panjang kromosom

20 Gambar 4.4 Sel insang Tor sp. dengan perbesaran 1600X 21 Gambar 4.5 Rentangan kromosom Tor sp. dengan teknik

kroping Photoshop CS 2. 22 Gambar 4.6 Karyotipe kromosom Tor sp. yang diurutkan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A. Gambar Morfologi Ikan Batak (Neolissochilus sp.

dan Tor sp.) 32

Lampiran B. Gambar Insang Ikan Batak (Neolissochilus sp.

(12)

Abstrak

Penelitian tentang ” Perbedaan Kariotipe Dua Spesies Ikan Batak (Neolissochilus

(13)

KARYOTYPE DIFFERENCES OF TWO SPECIES OF BATAK FISH (Tor Neolissochilus sp. AND Tor sp.)

ABSTRACT

The research of " Karyotype Differences of Two Species of Batak fish (Tor

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisme terdiri dari sel-sel yang didalamnya terdapat kromosom yang membawa informasi genetik. (Goodenough, 1988). Kromosommerupakan unit dasar kehidupan yang di dalamnya terdapat material genetik yaitu DNA yang mengontrol semua aktifitas hidup, termasuk metabolisme dan penurunan sifat (Klug and Cummings, 1994). Kromosom biasanya dilihat dengan jelas pada saat pembelahan sel yaitu pada metafase dan anafase. Pada fase ini kromosom berbentuk batang yang terdiri dari dua pasang kromatid. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur yang disebut dengan sentromer (Hoare and Beaumont, 2003).

Neolissochilus dan Tor merupakan ikan yang terancam punah karena

gangguan habitatnya dengan penangkapan yang berlebihan. Neollisochilus theinamani sp. memiliki ciri-ciri lebar badan 4 kali lebih pendek dari panjang standar (PS): 10 sisik di depan sirip punggung, 26 sirip di garis lateral, 10 baris pori-pori yang tidak teratur pada sisi moncong dan bagian bawah. Bagi daerah Sumatera Utara jenis ikan ini merupakan jenis ikan yang bernilai penting karena sering digunakan dalam upacara adat, dan keberadannya sudah semakin langka (Kottelat et al, 1993).

(15)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk membudidayakan ikan ini akan tetapi tidak memberikan hasil yang baik (Dinas Perikanan, 1999). Kemungkinan karena kurang didukung oleh berbagai penelitian baik dari aspek ekologi maupun aspek biologi khususnya yang terkait dengan genetika sebagai dasar dari suatu kehidupan. Selain itu, tidak diketahui ada atau tidaknya gen dan distribusi gen yang dapat menentukan daya tahan ikan ini terhadap berbagai serangan baik penyakit maupun penyebab ikan ini sukar untuk dibudidayakan (Supriharti, 2005).

1.2 Permasalahan

Ikan Batak (Neollissochilus sp. dan Tor sp.) merupakan spesies ikan dari famili Cyprinidae dan jenis ikan ini adalah spesies yang hampir punah di Indonesia. Kedua jenis ikan ini memiliki kekerabatan dekat dan morfologi yang mirip. Untuk membedakan kedua jenis ikan ini, perlu dilakukan analisis susunan kromosom dari kedua jenis ikan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui susunan kromosom dari dua jenis ikan Batak yaitu Neollissochilus sp. dengan Tor sp, dan diharapkan dapat memberikan informasi awal genetik dari kedua jenis ikan tersebut dan dapat dijadikan sebagai acuan penelitian selanjutnya mengenai kedua jenis ikan tersebut.

1.4 Hipotesis

(16)

1.5 Manfaat penelitian

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kottelat et al, (1993) menyatakan yang dimaksud dengan ikan Batak adalah Tor sp. dan jenis yang lainnya yang mirip dan hidup di Danau Toba adalah Neolissochilus sp. Ikan batak terdiri dari dua genera yaitu Neolissochilus dan Tor yang termasuk dalam famili Cyprinidae, ordo Cypriniformes.

Penelitian mengenai jumlah kromosom ikan dari famili Cyprinidae telah banyak dilaksanakan, diantaranya oleh Veranita (1999) pada empat spesies ikan tawar yaitu, Rasbora Laterisriata, Puntius, tetrazona, P. Binotatus, dan P. Javanicus, dan diperoleh jumlah kromosom masing-masing 2n = 50. Novizarni (2005) melaporkan bahwa jumlah kromosom ikan Mas (Cyrinus carpio) yang terdapat di Sumatera Barat adalah 2n=100.

2.1 Neolissochilus

Ikan Batak, atau lebih populer disebut ‘Ihan’, telah lama dikenal masyarakat Batak di Sumatera Utara. Ikan ini termasuk komoditas eksotis dan memiliki nilai religius tersendiri, terutama dalam upacara adat. Sekarang ikan tersebut mulai langka karena penangkapan berlebihan, serta perkembang biakan di alam yang menurun, akibat terganggunya pemijahan. Secara historis, pelestariannya telah lama dilakukan di Danau Toba. Prosesnya melibatkan hak adat, dengan adanya hukum adat untuk menangkap ukuran dan lokasi penangkapan pada daerah tertentu (http://www.imrannapitupulu.com/ikan-batak-aek-sirambe-perlu-dilestarikan.html).

(18)

bagian tengah (Kottelat, et al., 1993). N. sumateranus memiliki ciri morfologi lebar badan 3,1-3,5 kali lebih pendek dari PS; 7-8 sisik di depan sirip punggung; 4 baris pori-pori (masing-masing memilki tubus yang keras ). N. longipinnis memiliki lebar badan 3,4 – 3.8 kali tebih pendek dari PS; 8-9 sisik di depan sirip punggung; tidak ada informasi mengenai adanya pori-pori atau tubuh dari moncong; alur dari bagian belakang sampai bibir bawah tidak terputus di bagian tengah (Kottelat, et al, 1993).

2.2 Tor

Tor mempunyai ciri- ciri bibir bawah berubah menjadi tonjolan berdaging, atau paling

sedikit dua lekukan yang membatasi posisi tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras pada rahang bawah, sirip dubur lebih pendek dari pada sirip punggung, bibir bawah tanpa celah di tengah (Dinas Perikanan Dati I Sumatera Utara, 1999).

Menurut Kottelat et al, (1993) sistematika pada Tor masih tidak teratur. Beberapa jenis bersifat tentatif dan dianggap tidak sah. Kebanyakan merupakan jenis terancam punah, khususnya karena penggundulan hutan dan penangkapan yang berlebihan (khususnya menggunakan dinamit dan racun).

(19)

2.3 Klasifikasi Ikan batak

Neolissochilus sp. dan Tor sp. termasuk ke dalam ordo Cypriniformes, famili

Cyprinidae. Genus (Neolissochilus dan Tor). Spesies (Neolissochilus sp. dan Tor sp.) (Kottelat, et al. 1993 ).

2.4 Kromosom

Bagian terkecil dari mahluk hidup dinamakan sel. Sel dari mahluk hidup multiseluler terdiri atas membran, sitoplasma, dan inti sel. Di dalam inti sel terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang panjang atau pendek lurus atau bengkok (Suryo, 1997). Kromosom dapat terlihat jelas selama tahap-tahap tertentu dari pembelahan inti, yang biasanya digambarkan pada tahap metafase (Crowder, 1997), kromosom menempatkan diri di bidang tengah dari sel (Suryo, 1997).

Kromosom merupakan unit dasar kehidupan yang di dalamya terdapat material genetik yaitu DNA yang mengontrol seluruh aktifitas hidup, termasuk metabolisme dan penuruna sifat (Klug dan cummings, 1994).

Jumlah kromosom pada tubuh hewan bervariasi, tergantung pada sel yang diamati. Sel telur dan sel sperma membawa jumlah kromosom yang haploid, sedangkan pada sel tubuh membawa kromosom diploid. Kromosom diploid pada zigot merupakan penggabungan dari kromosom haploid sel telur dan sel sperma (Paul dan Goodenough, 1974).

(20)

Analisis perbedaan kromosom ikan telah dilakukan oleh Putra (1994) pada spesies ikan teman (Channa micropeltes) dan ikan Gabus Cina (Channa lucius) di Institut Pertanian Bogor. Pada hasil penelitian diperoleh jumlah kromosom Channa micropeltes 20 pasang dan Channa lucius memiliki kromosom sebanyak 22 pasang.

Pada analisis kariotipe diperoleh kariotipe Channa micropeltes memiliki kromosom akrosentrik (pada kromosom nomor 2), 19 pasang kromosom telosentrik (pada kromosom 1, 3 sampai ke 20). Sementara pada Channa lucius memiliki karyotipe sebagai berikut: 3 pasang kromosom metasentrik (pada kromosom ke 5,7, dan ke 9), dan 19 pasang kromosom telosentrik (pada kromosom ke 1, 2, 3, 4, 6, 8 dan 10 sampai kromosom ke 22). Pada hasil penelitian ini ternyata kedua jenis spesies memiliki perbedaan jumlah kromosom dan karyotipe.

Analisis yang lain mengenai jumlah kromosom dari famili Cyprinidae yaitu Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor yang melaporkan bahwa Cyprinus carpio memiliki jumlah kromosom 42 (2n) yang diambil dari organ insang.

Penelitian yang lain juga dikakukan oleh Novizarni (2005) mengenai jumlah kromosom Cyprinus carpio yang menunjukkan hasil yang berbeda yaitu (2n) 50. Sementara Wati (2008) juga meneliti jumlah kromosom dari salah satu spesies dari Cyprinidae yaitu Mystacolensus padangensis yang melaporkan jumlah kromosom (2n) 50 atau 100 (n)

Tiap sel somatik pada organisme tingkat tinggi mempunyai jumlah kromosom dasar, yaitu satu set diwarisakan dari induk dan satu set diwariskan dari ayah. Masing-masing kromosom mempunyai pasangan yang identik yaitu kromosom homolog, dua set kromosom ini disebut diploid (2n). Sedangkan sel kelamin atau gamet mempunyai separuh jumlah kromosom pada sel somatik, ini disebut haploid (n). Bahan dasar kromosom adalah benang-benang yang disebut kromonema. Secara kimiawi kromosom terdiri dari ADN (asam deoksi-ribonukleat), ARN (asam ribonukleat), protein histon dan protein non-histon (Crowder, 1990).

(21)

seperti jari-jari lingkaran, yang dapat dideteksi saat kromosom dalam keadaan padat ketika pembelahan mitosis dan meiosis (Lloyd, 1992). Di bawah mikroskop kromosom terlihat berbeda dalam hal ukuran dan morfologi antar spesies. Setiap kromosom mempunyai wilayah khusus dengan beberapa tangan yang panjang terlihat seperti terdesak. Bagian ini disebut dengan sentromer atau kinetokor yang berperan penting dalam aktifitas kromosom pada saat sel membelah dan menempatkannya satu dari empat posisi dari empat kromosom (Russel, 1994).

Dalam sel yang sedang membelah, kromosom biasanya dapat dilihat dengan mikroskop biasa, akan tetapi untuk mempelajari struktur halus harus digunakan sebuah mikroskop elektron, karena dapat memberikan perbesaran jauh lebih kuat. Salah satu dari bagian kromosom dinamakan sentromer, yaitu bagian yang membagi kromosom memjadi dua lengan (Suryo, 2003).

Satu kromosom terdiri dari dua bagian, yaitu sentromer dan lengan. Sentromer adalah bagian kepala kromosom. Ketika sel membelah kromosom menggantung pada serat gelendong lewat sentromer. Sentromer tidak mengandung kromonema dan gen. Dalam preparat mikroskopis, bagian ini biasa tampak sebagai lekukan ke arah dalam dan warnanya lebih tipis dibandingkan dengan warna lengan kromosom (Suryo,1995).

Jumlah kromosom dalam sel sudah tertentu. Dalam sel dari jenis organisme yang sama jumlah kromosom pada umumnya konstan, tetapi antar jenis jumlah kromosom sangat bervariasi. Ada organisme yang hanya memilki satu atau dua pasang kromosom (Irawan, 2008).

Ada dua macam kromosom yaitu autosom dan gonosom. Autosom adalah kromosom biasa atau kromosom somatik, tidak berperan dalam pertumbuhan seks dan gonosom adalah kromosom seks, berperan dalam menentukan pertumbuhan seks.

Kromosom dapat dibedakan berdasarkan letak sentromernya, yaitu:

(22)

c. Kromosom akrosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya, sehingga lengan tidak sama panjang.

d. Kromosom telosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya (Suryo, 1995).

2.5 Karyotipe

Pada tingkat metafase dalam proses pembelahan sel dapat difoto kromosom suatu organisme. Pada fase ini kromosom berada pada bidang ekuator, dan jika sayatan tepat melewati bidang ekuator, maka dapat dibuat sediaan yang mengandung kromosom yang terdapat dalam sel. Kromosom disusun dan dikelompokkan berdasarkan panjang dan bentuknya. Susunan kromosom yang berurutan menurut panjang dan bentuknya disebut kariotipe (Yatim, 1983).

Yang dimaksud dengan karyotipe adalah pasangan atau perangkat kromosom dari fase metafase dalam sel-sel somatis (Sutrian, 1992). Suryo (2003) menyatakan, karyotipe adalah pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel-sel somatis suatu individu. Sebuah kariotipe merupakan perpasangan kromosom pada tahap metafase yang tersusun secara khusus, berpasangan, menurut skala tangan dan posisi sentromer.

Untuk menjelaskan karyotipe secara lebih lengkap, kromosom seringkali dikelompokkan menurut apakah sentromer berada pada satu ujungnya (akrosentrik), lebih dekat ke satu ujung daripada ujung lainnya (sub-metasentrik) atau di tengah (metasentrik). Tangan pendek dari tiap kromosom diberi simbul p (petite = small = kecil), dan tangan panjang diberi simbul q. (Jika sentromer berada di tengah kromosom, simbul dari tangan yang mana yang disebut p adalah bersifat bebas (arbitrary), tetapi disetujui oleh konvensi internasional, untuk kromosom akrosentrik, misalnya autosom sapi, tidak perlu membedakan antar tangan, dan tidak juga p atau q yang digunakan. (http://muladno.blogspot.com/2009_02_01_archive.html).

(23)

adalah Panjang Relatif Kromosom (PRK), rasio lengan (RL), dan tipe kromosom. Pada penelitian ini diperoleh hasil jumlah kromosom pada Bajing adalah 40 (2n), sementara panjang relatif kromosom terpanjang terdapat pada kromosom nomor 1 dengan panjang 8,45µ m dan PRK terpendek pada kromosom nomor 20 yaitu 2,25µ m. Kromosom 2 sampai 13 mempunyai nilai PRK lebih dari setengah PRK kromosom nomor 1 sedangkan kromosom nomor 14 sampai 20 PRK nya tidak sampai mencapai setengah dari nilai PRK terpanjang. Pada rasio lengan, kromosom nomor 1, 8, 12, 13, 18, dab 20 diidentifikasikan sebagai metasentrik, kromosom nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 14, 16, dan 17 sebagai submetasentrik, dan kromosom nomor 15 da 19 sebagai subtelosentrik.

Setiap kromosom dapat dibedakan secara umum dari kromososm-kromosom lainnya berkat sejumlah kriteria, termasuk panjang relatif kromosom, letak struktur sentromer yang membagi kromosom menjadi dua buah lengan yang beragam panjangnya, ada tidaknya area yang besar bernama kenop atau kromomer, ada tidaknya perpanjangan mungil yang terletak di bagian ujung kromatin dinamakan satelit, dan lain sebagainya (Stansfield dan Elrod, 2002 ).

Untuk keperluan pembuatan karyotipe, sel dirangsang supaya membelah dan kemudian dihentikan. Sel yang sudah berhenti membelah diberi larutan hipotonis sehingga sel membengkak, selanjutnya difiksasi dengan metanol dan asam cuka glasial, diteteskan pada gelas benda, dikeringkan, dan selanjtnya diwarnai (Irawan, 2008).

(24)

idiogram, mempunyai grafik memperlihatkan komplemen kromosom haploid dari suatu spesies, yang mana idiogram ini merupakan ukuran dari kromosom somatis metafase.

2.6 Preparasi Analisis Karyotipe

Semua organisme yang bereproduksi secara seksual, kromosom berada dalam pasangan-pasangan homolog. Kariotipe disiapkan dengan cara sel-sel yang ditumbuhkan dalam kultur jaringan distimulasi untuk melakukan mitosis. Semacam obat dibubuhkan sel-sel itu untuk menghentikannya dalam metafase, pada waktu kromosom-kromosom berkontraksi menjadi dua. Sel-sel dan isinya diwarnai, kemudian diawetkan pada kaca sediaan mikroskop. Kemudian dilakukan pemotretan kromosom dalam perbesaran dan homolog-homolog dipotong dari gambar dan diperbandingkan; gambar lain diambil membentuk kariotipe. Kariotipe selalu diperlihatkan dengan kromosom-kromosom menjadi dua, sebab kita bisa memberi gambaran mengenai kromosom-kromosom hanya setelah kromosom itu menjadi dua dan melingkar waktu pembelahan sel.

Perlakuan yang berkaitan dengan pembuatan preparat kromosom meliputi penghentian pembelahan sel (mitotic inhibitor), perlakuan dengan larutan hipotonik, fiksasi, pewarnaan dan penutupan preparat (Denton, 1973). Masing-masing perlakuan mempunyai tujuan tertentu. Bahan yang paling sering digunakan sebagai penghambat pembelahan mitosis adalah kolkisin. Kolkisin adalah suatu alkaloida hasil ekstraksi umbi tanaman Colcicum autumnale yang berpengaruh unik, yaitu meniadakan pembentukan gelendong inti dan menghentikan pembelahan mitosis pada stadium metafase, fase dimana kromosom berkontraksi maksimal dan nampak paling jelas (Denton, 1973; Sharma, 1976; Suryo, 1994). Konsentrasi normal yang biasa digunakan untuk jaringan ikan berkisar antara 0,01-0,1% untuk periode waktu 1-6 jam (Denton, 1973).

(25)

askalin, isopsoralen, oksiquinalen, bromonaftalen dan P-diklorobenzen (Sharma,1976)(http://indoaqua.net/genetika/kromosom-dan karyotipe. html?zmien_ css ruby).

2.7 Pewarnaan Kromosom

Dengan teknik pewarnaan tertentu kini orang dapat menimbulkan pita-pita gelap terang yang tegak lurus terhadap poros kromosom pada sediaan sebaran metafase, terutama pada kromosom politen. Ternyata untuk tiap macam kromosom letak dan tebal pita itu tertentu, sehingga menjadi ciri masing-masing kromosom

Pewarnaan dilakukan agar kromosom mudah diamati di bawah mikroskop (Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 1997). Giemsa merupakan pewarna yang paling sering digunakan untuk mewarnai kromosom (Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 1997) meskipun mekanisme pewarnaannya tidak bersih. Giemsa digunakan untuk jenis preparat ulasan tipis maupun tebal (Gunarso, 1989). Komponen aktif Giemsa berupa molekul eosin Y dan biru metilen. Kualitas hasil pewarnaan bervariasi tergantung perbandingan pewarna yang digunakan (Sharma, 1976 dalam Sucipto, 1997) (http://darmaqua.blogspot.com/2008/04/preparasi-kromosom-teknik-jaringan.htm)

Pembuatan preparat dan pewarnaan kromosom dengan Giemsa pada endapan sel limfosit dapat dilakukan dengan meteteskan di atas gelas objek pada tiga tempat yang berbeda. Setelah kering, pada preparat diberi pewarnaan Giemsa 4% selama 5 menit. Setelah dicuci dan dikeringkan, preparat ditutup dan siap untuk dilakukan pengamatan dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali ( http://209.85.173.132/ search?q=cache:21eBClDyLt4J:nhc.batan.go.id/dokumen/yanti2.+kromosom).

(26)

perwarnaan Giemsa), dan teknik monstar kuinakrin, yang menghasilkan gelang Q yang bersinar.

(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2009 di Laboratorium Genetika Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. 2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah beberapa lembar insang dari Tor sp. yang diperoleh dari sungai Asahan Kab. Langkat dan Neollissochilus sp. yang diperoleh dari Danau Toba Kab. Toba Samosir.

3.3 Metode Penelitian

(28)

3.4 Cara kerja

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel ikan Batak Neollissochillus sp. dengan panjang 29 cm dan berat 245 g. Diambil dari perairan sekitar Danau Toba dan Tor sp. dengan panjang 13,5 cm dan berat 36,5 g yang diambil dari Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara beberapa ekor dengan ukuran yang kecil kemudian dibawa ke Laboratorium Genetika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3.4.2 Pembuatan Larutan Kolkisin 0,003%

Laruran stok kolkisin dibuat dengan konsentrasi 1% yaitu dengan melarutkan 1 g bubuk kolkisin dengan aquadest hingga mencapai ukuran 100 ml. Kemudian larutan stok diencerkan kembali untuk mendapatkan konsentrasi akhir 0,003% .

3.5 Pembuatan Preparat

(29)

pada kaca objek dan dikeringkan di atas Bunsen diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 20 % selam 30 menit. Preparat dengan sebaran kromosom yang baik difoto dengan perbesaran 1600 kali.

3.6 Pengukuran, Penghitungan dan Penyusunan Kromosom

Foto kromosom- kromosom yang dihasilkan diukur panjang keseluruhannya yakni panjang lengan panjang (q) dan dan lengan pendek (p). Selanjutnya, dihitung persentase Panjang Relatif (%PR) dan persentase Indeks Sentromer (%IS) dengan menggunakan Ketentuan Zhang (1996), yaitu:

p+q

%PR = x 100 Panjang set kromosom haploid

p

%IS = x 100 p +q

keterangan : p = kromososm lengan pendek q = kromosom lengan panjang

Kromosom disusun berdasarkan panjang dan posisi sentromer, sehingga diperoleh karyotipe.

(30)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Foto Preparat Insang Neolisochillus sp.

Hasil pengamatan terhadap sediaan insang Neolisochillus sp. menunjukkan bahwa kromosom terlihat seperti bintik-bintik hitam berwarna gelap. Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 X diperoleh seperti pada Gambar 4.1 di bawah ini .

Gambar 4.1 Foto kromosom insang Neolisochillus sp. (perbesaran 1000X) ket: 1. Kromososom

(31)

4.2 Penghitungan Jumlah Kromosom Neolisochillus sp.

Hasil kroping nukleus diperjelas dengan menggunakan program photoshop CS 2 dan dilakukan pengitungan jumlah kromosom, maka diperoleh jumlah kromosom dari ikan Neolisochillus sp. yaitu 40 (2n), hal ini terlihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Rentangan kromosom insang Neolisochillus sp.

Ket: a. Sentromer b. Lengan kromosom

Jumlah kromosom ikan pada umumnya tergolong bervariasi. Pada umumnya ikan Teleostei memiliki jumlah kromosom antara 18 sampai 104 (Lagler, 1962).

Kebanyakan ikan teleostei memiliki jumlah kromosom yang banyak dengan ukuran yang kecil (White, 1978).

(32)

4.3 Hasil Pengukuran Kromosom Neolisochillus sp.

Hasil pengukuran kromosom Neolisochillus sp. diperoleh seperti Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Tipe kromosom dan Panjang Lengan Kromosom Neolisochillus sp.

(33)

Kromosom - : Tidak memiliki lengan pendek

Dari Tabel 4.1 di atas dilihat bahwa Neolisochillus sp. memiliki 3 tipe kromosom yaitu metasentris (M), submetasentris (SM), dan telosentris (T). Menurut Suryo (1995), tidak semua tipe kromosom dimiliki oleh suatu spesies.

(34)

4.4 Karyotipe Neolisochillus sp.

Setelah diperoleh jumlah dan ukuran tiap-tiap kromosom dari Neolisochillus sp, maka dapat disusun karyotipenya seperti pada Gambar 4.3 di bawah . Menurut Lewin (1995), ketika membuat pemetaan kromosom atau karyotipe maka kromosom dicocokkan dalam pasangan yang homolog, selalu dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil berdasarkan posisi sentromer. Berdasarkan susunan inilah dapat ditentukan perubahan kromosom yang mungkin terjadi akibat kesalahan genetis atau mutasi.

(35)

4.5 Hasil Foto Preparat Sel Insang Tor sp.

Sel insang Tor sp. dengan pewarnaan Giemsa diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1600 X kemudian difoto, maka didapat hasil seperti pada Gambar 4.4 di bawah ini:

Gambar 4.4 Sel insang Tor sp. dengan perbesaran 1600X

Ket 1. kromosom insang Tor sp. dengan perbesaran 1600X

(36)

4.6 Penghitungan Jumlah Kromosom Tor sp.

Dari gambar 4.4 dilakukan pengkropan dari salah satu sel dan diperbesar sebanyak 67 % kemudian dengan teknik photoshop CS 2 diperoleh rentangan kromosom yang lebih jelas, yang ditunjukkan oleh Gambar 4.5 berikut ini:

Gambar 4.5 Kromosom Tor sp. dengan teknik kroping Photoshop CS 2

Ket: a. Lengan kromosom, b. Sentromer

Hasil pengkropan kromosom dengan menggunakan teknik Photoshop CS 2 dan dilakukan penghitungan jumlah kromosom. Dari rentangan kromosom pada Gambar 4.5 maka dapat dihitung jumlah kromosom dari Tor sp. yaitu 27 pasang.

(37)

4.7 Hasil Pengukuran Kromosom Tor sp

Masing-masing kromosom yang tampak diukur panjang lengan dan sentromernya kemudian ditentukan tipenya, yang ditunjukkan oleh Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Tipe Kromosom dan Panjang Lengan Kromosom Tor sp.

(38)

Menurut Nath (1997) batasan panjang kromosom metafase pada pembelahan mitosis pada hewan dan tumbuhan secara umum antara 0,5 µ m dan 32 µ m dan diameter 0,2 µm dan 3,0 µ m. Kromosom metafase terpanjang ditemukan pada Trillium: dengan panjang kromosom 32 µ m sedang kromosom raksasa ditemukan

pada Diptera, dengan panjang kromosom 300 µ m dengan diameter 10 µm.

4.8 Karyotipe Tor sp.

Setelah diperoleh jumlah dan ukuran tiap-tiap kromosom dari Neolisochillus sp, maka dapat disusun karyotipenya seperti Gambar 4.6 di bawah ini:

(39)

4.9 Persentase Panjang Relatif (% PR) dan Indeks Sentromer (% IS) kromosom

Persentasi panjang relatif kromosom dilakukan dengan menambahkan panjang lengan pendek dengan lengan panjang dibanding dengan set kromosom haploid dan dikalikan dengan dengan 100 sedangkan persentasi Indeks Sentromer dilakukan dengan membandingkan nilai lengan pendek dengan jumlah lengan pendek dan lengan panjang dikalikan dengan 100. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah.

Tabel 4.3 Persentase Panjang Relatif (%PR) dan Indeks Sentromer (%IS) kromosom Neolissochillus sp. dan Tor sp.

(40)

4.10 Perbandingan Karyotipe Neolissochillus sp. dengan Tor Sp.

Neolissochillus sp. dengan Tor Sp. memiliki jumlah kromosom yang berbeda sehingga

karyotipe dari kedua jenis ikan ini pun berbeda. Untuk lebih jelasnya, perbandingan antara karyotipe Neolissochillus sp. dengan Tor Sp. dapat dilihat dari Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Perbandingan Karyotipe Neolissochillus sp. dengan Tor Sp. No Perbedaan Neolissochillus sp. Tor sp.

1 Jumlah kromosom 40 pasang 27 pasang

2 Tipe kromosom 3 tipe 3 tipe

3 Kromosom terpanjang 0,75µm 0,87µm

4

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa Neolissochillus sp. memiliki jumlah kromosom 40 pasang sedangkan Tor sp. memiliki jumlah kromosom 27 pasang. Neolissochillus sp. Tor sp. memiliki tipe kromosom 3 tipe yaitu metasentris,

submetasentris, dan telosentris.

Kromosom terpanjang Neolissochillus sp. yaitu 0,75 µm dan kromosom terpendek adalah kromosom dengan panjang 0,04 µ m, sedangkan Tor sp. kromosom terpanjangnya yaitu 0,87µm dan kromosom terpendek 0,09µm.

(41)

Bab 5

KESIMPULAN AN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan karyotipe dari dua jenis ikan batak yaitu Neolisochillus sp. dan Tor sp. maka dapat disimpulkan bahwa karyotipe dari kedua jenis ikan tersebut adalah berbeda yaitu Neolissochillus sp. memiliki jumlah kromosom sebanyak 40 pasang, sedangkan Tor sp. memiliki jumlah kromosom sebanyak 27 pasang. Tipe kromosom dari kedua ikan ini sama yaitu metasentris, submetasentris, dan telosentris.

Dari segi karyotipe kedua jenis ikan ini juga terdapat perbedaan yaitu dari ukuran dimana Neolisochillus sp. memiliki kromosom kromosom terpanjang yaitu 0,75 µm dan kromosom terpendek 0,04 µ m sedangkan Tor sp. memiliki kromosom terpanjang yaitu 0,87 µm dan kromosom terpendek 0, 09µm.

Nilai % PR pada Neolissochillus sp yang paling besar adalah 7,2 % dan yang paling kecil adalah 0,3 %. Pada Tor sp. % PR yang paling besar adalah 7,9 % dan yang paling kecil adalah 0,75. Nilai %IS pada Neolissochillus sp. yang paling besar adalah 100% dan yang paling kecil adalah 25 % sedangkan nilai %IS pada Tor sp. yang paling besar adalah adalah 100% dan yang paling kecil adalah 27%.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Burns, G.W. 1976. The Science of Genetic. An Introduction to Heredity. Third Edition. Macmillan Publishing. Co. Inc. New York.

Ceok. 1978.(Dalam Novizarni. 2005. Jumlah Kromosom Ikan Mas (Cyprinus carpio LNN.) di Sentra Produksi Perikanan Rao (Kab.Pasaman) dan Padang Belimbing (Kab. Solok). Skripsi. Padang. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas ). Hlm. 10

Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm. 2-6

Denton. 1973. (Dalam http://indoaqua.net/genetika/kromosom-dan-karyotipe.html) Dinas Perikanan . 1999. Studi Kasus Penangkaran Ikan Langka di Labuhan Batu dan

Tapanuli Utara Sumatera Utara. Dinas Perikanan Sumatera Utara. Medan

Fisher, P.B, and J.W. Rachlin. 1972. Karyotype Analysis of Two Simpartric Species of Fish. Fundulus heteroelitus L and F. majelis. American Society of Ichthyologist and Herpetologist

Goodenough, U. 1988. Genetika. Edisi ke tiga. Jilid I. Jakarta : Erlangga. Hlm. 49& 52

Gunarso. 1989. (Dalam http://darmaqua.blogspot.com/2008/04/preparasi-kromosom-teknik-jaringan.htm)

Hoare, K. and R. Beaumont. 2003. Biotechnology and Genetics in Fisheries and Aquaculture. London. Blackwell Publishing.

http://72.14.235.132/search?q=cache:oW2aD4h8sbEJ:id.wiki.detik.com/wiki/Kromos om+wikipedia-karyotipe. Diakses tanggal 12 September 2009

http://209.85.173.132/search?q=cache:21eBClDyLt4J:nhc.batan.go.id/dokumen/yanti 2.+kromosom. Diakses tanggal 26 Agustus 2009

http://darmaqua.blogspot.com/2008/04/preparasi-kromosom-teknik-jaringan.html. Diakses tanggal17 September 2009

(43)

http://muladno.blogspot.com/2009_02_01_archive.html diakses tanggal 5 Oktober 2009

http://www.imrannapitupulu.com/ikan-batak-aek-sirambe-perlu-dilestarikan.html. diakses tanggal 10 mei 2009

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Jakarta: Airlangga University Press. Hlm. 12-15 Klug, W. S. and M.R. Cummings. 1994. Concepts of Genetics. Fourth Edition. USA.

Englewood Cliff.

Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartika Sari, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Published by Periplus Edition (HK) Ltd. Information Collaboration With The Environmental Management Development In Indonesia (EMDI) Project. Hlm. 53-53

Lagler, K.F. 1962. Ichtyology. New York. John Wiley and Sons Inc.

Lewin, B. 1995. Karyotiping Activity. England. Oxford University Press. Hlm: 782 Lloyd, J. R. 1992. Giemsa and Chromosomes. Dimension of Science Mac. London:

Millan Education Ltd. Hlm: 66

Moyle, Peter, and Cech. 1982. Fishes on Introduction to Ichtyology. Prentice Hill Inc : America

Nath, R. 1997. Principles of Cytogenetic, Evolution Molecular Biology Plant Breeding, Genetic Engineering Biotechnology & Biostatistic. India: Kalyani Publisher

Novizarni. 2005. Jumlah Kromosom Ikan Mas (Cyprinus carpio LNN.) di Sentra Produksi Perikanan Rao (Kab.Pasaman) dan Padang Belimbing (Kab. Solok). Skripsi. Padang. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Hlm. 13

Pai, A. C. 1987. Dasar-Dasar Genetika. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga. Hlm. 43 Paul, P.R. and Goodenough. 1974. Genetics. USA. Holt, Rinehart, and Wiston , inc. Prassad, P. J. 1998. Introduction to Cytogenetics. Kemudabhahiram Das.

Hlm: 166-167

Putra, M. R. 1994. Studi Kromosom Channa micropeltes C & V Dan Channa lucius. Jurnal. Jurusan Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. Hlm. 61-62

(44)

Stansfield, W dan Elrod, S. 2002. Genetika. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. Hlm. 54

Supriharti. D. 2005. Karakteristik Genetik Serta Klasifikasi Isozym Esterase Pada Tiga Jenis Ikan Batak (Neolissochilus spp.). Jurnal. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Hlm.1

Sucipto, A. 1997. Karyotipe Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Skripsi. Bogor, Indonesia: Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm. 57&59

1997. Genetika Manusia. Cetakan kelima. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hlm. 6-19.

_____ 2003. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm.13 Sutrian, Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan. Cetakan Pertama. Jakarta:

Rhineka Cipta. Hlm. 95

Wati, M. 2008. Studi Kromosom Ikan Bilih (Mystacolensus pandangensis, Blkr, Cyprinidae) Danau Singkarak Sumatera Barat. Skripsi. Padang. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Hlm. 16

White, M.J.D. 1978. Made of Speciation. San Francisco: W.H. Freeman and Co

(45)

sLAMPIRAN

Lampiran A. Gambar Morfologi Ikan Batak (Neolissochilus sp. dan Tor sp.)

Neolissochilus sp.

(46)

Lampiran B. Gambar Insang Ikan Batak (Neolissochilus sp. dan Tor sp.)

Insang Neolissochilus sp.

Gambar

Gambar 4.1 Foto kromosom insang Neolisochillus sp. (perbesaran 1000X)
Gambar 4.2 Rentangan kromosom insang Neolisochillus sp.  Ket: a. Sentromer b. Lengan kromosom
Tabel 4.1 Tipe kromosom dan Panjang Lengan Kromosom Neolisochillus sp.
Gambar 4.3 Karyotipe kromosom Neolisochillus sp. yang diurutkan berdasarkan                         panjang kromosom
+7

Referensi

Dokumen terkait