• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi Transmisi Musikal : Metode Pengajaran Hasapi Dan Sulim Dalam Dunia Akademik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Transformasi Transmisi Musikal : Metode Pengajaran Hasapi Dan Sulim Dalam Dunia Akademik"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI TRANSMISI MUSIKAL : METODE

PENGAJARAN HASAPI DAN SULIM DALAM DUNIA

AKADEMIK

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

FERY ERIKSON JOHANES PANGGABEAN

NIM: 040707011

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TRANSFORMASI TRANSMISI MUSIKAL : METODE

PENGAJARAN HASAPI DAN SULIM DALAM DUNIA

AKADEMIK

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

FERY ERIKSON JOHANES PANGGABEAN

NIM: 040707011

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni

dalam Bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

TRANSFORMASI TRANSMISI MUSIKAL : METODE

PENGAJARAN HASAPI DAN SULIM DALAM DUNIA

AKADEMIK

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

FERY ERIKSON JOHANES PANGGABEAN NIM: 040707011

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs.Mauly Purba, M.A.,Ph.D Dra. Frida Deliana, M.si

NIP: 196108291989031003 NIP: 1960 1118 1988 03 2 001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni

dalam Bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(4)

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Dra. Frida Deliana, M.Si

(5)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang

Etnomusikologi di Fakultas Sastra USU Medan

Pada

Tanggal :

Hari :

FAKULTAS SASTRA USU

Nama

:

NIP

:

Panitia Ujian :

No

Nama

Tanda Tangan

1

2

3

4

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Pokok Permasalahan... 6

I.3 Tujuan Penelitian ... 6

I.4 Manfaat Penelitian... 6

1.5 Kerangka Konsep dan Teori ... 7

I.5.1 Kerangka Konsep ... 7

1.5.2 Teori ... 9

1.6 Metode Penelitian ... 14

1.6.1 Studi Kepustakaan... ... 14

1.6.2 Kerja Lapangan ... 15

1.6.3 Teknik Wawancara... 16

1.6.4 Kerja Laboratorium... ... 17

1.6.5 Pemilihan Informan ... 17

1.6.7 Lokasi Penelitian ... 18

BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT BATAK TOBA 2.1 Asal Usul Masyarakat Batak Toba ... 20

(7)

2.3 Sistem Kekerabatan ... 23

2.4 Kesenian Masyarakat Batak Toba ... 25

2.4.1 Vokal ... 25

2.4.2 Musik Instrumenal ... 27

2.4.3 Ensambel Gondang Hasapi ... 28

2.4.3.1 Bentuk Penyajian Gondang Haspi ... 29

2.4.3.2 Fungsi Instrumen Hasapi Didalam Gondang Hasapi ... 31

2.4.4 Ensambel Gondang Sabangunan ... 31

2.4.5 Instrumen Tunggal ... 33

2.4.6 KlasifikasiMargondang ... 34

2.4.6.1 Margondang Pada Masa Purba ... 35

2.4.6.2 ... 37

2.4.7 Seni Rupa ... 39

2.4.8 Seni Sastra... 45

2.4.9 Seni Tekstil ... 46

2.4.10 Seni Tari ... 48

BAB III ORGANOLOGIS HASAPI DAN SULIM 3.1 Organologis Hasapi ... 50

3.1.1 Asal-usul Hasapi ... 50

3.1.2 Dekoratif ... 52

(8)

3.1.4 Cara Belajar Hasapi ... 55

3.1.5 Bahan Untuk Membuat Hasapi ... 57

3.2. Organologi Sulim ... 59

3.2.1 Asal-usul sulim ... 59

3.2.2 Cara Pembuatan Sulim ... 60

3.2.3 Teknik Permainan Sulim ... 62

3.2.4 Deskripsi Keberadaan Musik Tiup di Kalangan Etnik Batak Toba ... 70

BAB IV PENGGAJARAN SULIM DAN HASAPI DI DALAM MASYARAKAT 4.1 Penggajaran Sulim ... 74

4.1.1 Persiapan Mengajar ... 74

4.1.2 Syarat Bermain ... 76

4.1.3 Tempat Bermain ... 77

4.1.4 Proses Belajar Menggajar ... 76

4.1.5 Pola melodi bermain ... 77

4.1.6 Teknik Bermain ... 77

4.2 Penggajaran Hasapi ... 78

4.2.1 Persiapan Mengajar ... 78

4.2.2 Syarat Bermain ... 79

4.2.3 Tempat Bermain ... 80

4.2.4 Proses Belajar Mengajar ... 81

(9)

4.2.6 Teknik Bermain ... 83

BAB V PENGGAJARAN SULIM DAN HASAPI DI DALAM KAMPUS 5.1 Penggajaran Sulim ... 79

5.1.1 Persiapan Sebelum Menggajar ... 79

5.1.2 Syarat Bermain ... 79

5.1.3 Tempat Bermain ... 80

5.1.4 Proses Belajar Mengajar ... 80

5.1.5 Pola Melodi Bermain ... 81

5.1.6 Teknik Bermain ... 82

5.2 Penggajaran Hasapi ... 83

5.2.1 Persiapan Sebelum Menggajar ... 83

5.2.2 Syarat Bermain ... 83

5.2.3 Tempat Bermain ... 84

5.2.4 Proses Belajar Mengajar ... 84

5.2.5 Pola Melodi Bermain ... 85

5.2.6 Teknik Bermain ... 86

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 90

6.1 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kesenian tidak pernah terlepas dari pelaku seninya. Dalam proses kesinambungan kesenian—dalam hal ini musik tradisional—regenerasi selalu terjadi, tidak saja dalam konteks perangkat-perangkat instrumentasinya, tetapi juga dalam hal pendukungnya, yaitu masyarakat di mana musik tersebut hidup dan tentunya pada para pelaku musik dimaksud, yaitu pemain musik, pencipta musik dan penikmat musik. Musik tradisional adalah musik yang siap disajikan baik dalam hal gaya, peralatan musiknya, serta unsur-unsur utama komposisinya, termasuk melodi, modus, tangga nada, ritem, dan kumpulan komposisi yang berasal dari kebudayaan musikal di masyarakat pemiliki musik dimaksud. Oleh karena itu, musik tradisional merupakan musik yang berakar dari satu atau beberapa kelompok etnis di suatu wilayah tertentu (Purba, 2009: 1).

Dalam konteks kesinambungan musik tradisional, maka proses regenerasi haruslah dilakukan, sebab dengan begitu nilai dari musik tradisional tersebut dapat terjaga kelestariannya

(11)

beberapa metode transmisi, yaitu lisan (oral), tulisan (literate) dan elektronik. Seperti yang diungkapkan oleh Dorothea :

” Oral transmission is the process of learning through imitation directly from an examplar of a musical tradition ; written transmission involve the use of notation and or theoretical texts; and electronic transmission involve the use of recording and computers in the learning process “ (Dorothea 1999 : 76) :

Transmisi oral adalah proses belajar melalui imitasi langsung dari sebuah contoh tradisi musik; transmisi tertulis melibatkan penggunaan notasi atau teks teoritis; dan transmisi elektronik melibatkan penggunaan pencatatan dan komputer dalam proses belajar”. Tidak ada keharusan suatu kebudayaan menggunakan keseluruhan dari metode ini, namun bisa saja metode yang satu digunakan secara bersamaan dengan metode yang lain.

Begitu pun dengan kebudayaan musikal Batak Toba, penggunaan metode dimaksud pastilah tidak absolut, tetapi dapat saja mengalami suatu variasi. Hal ini disebabkan karena tradisi musik Batak Toba adalah tradisi lisan, di mana semua hal yang yang berhubungan dengan pewarisan, pengajaran dan pembuatan alat musik dilakukan secara oral/ lisan atau dalam arti yang lain setiap individu bebas berkreasi.

(12)

dunia akademis. Dalam dunia akademis tentunya pengajar maupun murid diharuskan untuk memahami satu atau beberapa bagian dalam satu kesempatan.

Musik Tradisional Batak Toba dalam masyarakatnya diajarkan secara tradisional, dimana teknik pembelajarannya hanya melalui proses melihat, mendengar, mengingat , dan menirukan suatu bentuk pola melodi yang didapat bisa dari mana saja dan kapan saja. Sebahagian besar Teknik pembelajaran secara oral tradisi dalam Musik Batak toba biasanya didapat dengan mengamati pemusik Batak Toba yang menyajikan musiknya ataupun memainkan insrumenya dalam berbagai acara adat maupun dalam suatu pesta tertentu. Dalam proses belajarnya, pola melodi yang diajarkan oleh pengajar kepada murid adalah pola-pola ritem dan melodi sederhana.

(13)

Didalam pembelajar musik tradisi, ada syarat-syarat yang harus dipatuhi untuk menjadi seorang pemusik/ pargonci. Syarat-syarat tersebut seperti yang dikemukakan seorang ahlinya, antara lain:

1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon (Sang Pencipta). Sahala ini merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan alat musik yang diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata lain orang tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai permintaan Mula Jadi Na Bolon.

2. Melalui proses belajar. Seseorang dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang diberikan Mulajadi Na Bolon sekaligus dipadukan dengan proses belajar. Sehingga itu seseorang memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi pargonsi. Walaupun melalui proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala kepada orang tersebut, maka ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi pargonsi yang pandai.

3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan dalam adat), maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat.

4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki, dengan alasan :

a. Laki-laki merupakan basil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon.

b. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah ununtuk memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.

5. Seseorang yang menjadi pargonsi harus sudah dewasa tetapi bukan berarti harus sudah menikah. (Irfan 2004 :6-7)

(14)

tersruktur. Penggajaran yang dilakukan oleh pengajar adalah metode-metode yang memiliki target dalam setiap satuan waktu pertemuannya dengan para murid (dalam hal ini mahasiswa). Tahapan-tahapan awal tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan dalam penggajaran di dalam masyarakat. Melihat, mendengarkan, menghapalkan dan kemudian menirukannya secara langsung pada instrument musik yang tersedia. Dalam konteks akademis setiap saat bisa terjadi pengulangan-pengulangan oleh pengajar sampai pada tahap melodi yang diharapkan terpenuhi (dalam hal ini melodi pokok, tanpa suatu improfisasi) yang disertai dengan penjelasan istilah-istilah musikal, seperti scal, tone, dsb. Di dalam dunia akademik ini, seorang murid yang akan bejalar musik Batak Toba harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan akademik, yaitu memilih salah satu fokus Praktek Musik Nusantara yang akan digeluti dan diperdalam pada waktu tertentu. Dengan begitu seorang mahasiswa memiliki hak untuk dapat mengikuti pengajaran-pengajaran yang akan diberikan sipenggajar (dosen) kepada murid (mahasiswa). Dan dalam penggajaran di dunia akademik ini, tidak ada perbedaan gender/ kelamin seperti yang ditemukan di dalam kehidupan masyarakat Batak Toba dalam penggajaran musiknya.

Pengajaran musik Batak Toba yang dilakukan dalam masyarakat adalah bersifat bebas. Bebas artinya dapat dilakukan pada tiga tempat dimana musik Batak Toba biasanya diajarkan kepada murid, yaitu, ladang (juma), rumah (jabu), gubuk (sopo)1

1

Denny (2000 : 84)

(15)

untuk berkreasi ataupun improvisasi karena tidak adanya suatu aturan yang baku didalam pengajaran musik Batak Toba seperti layaknya musik klasik barat yang harus menggikuti segala peraturan dalam tulisan. Pembelajaran musik batak Toba secara umum dilakukan di dalam Universitas, yaitu pada saat adanya jadwal dari Prakek Musik Nusantara—uning-uningan, gondang sabagunan—dengan intensitas dan frekuensi pertemuan yang telah ditetapkan.

Proposal penelitian ini bertujuan untuk menganalisa fenomena transmisi musikal yang ada di dalam kebudayaan musik Batak Toba. Judul dari proposal penelitian ini adalah “Transformasi Transmisi Musikal : Metode Pengajaran Hasapi Dan Sulim Dalam Dunia Akademik”

Transmisi musikal maksudnya adalah hal-hal yang bekaitan dengan belajar dan mengajar musik (Dorothea 2002: 75). Dengan kata lain, penelitian ini akan membahas proses transformasi sistem pengajaran musik Batak Toba yang tadinya secara tradisional dan umum dilakukan dengan metode oral di dalam konteks kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba, kemudian, ketika tradisi musik tersebut menjadi bagian mata kuliah di institusi musik, bentuk pengajarannya mengalami transformasi. Dalam konteks akademis, pengajaran musik dimaksud menuntut adanya tahapan-tahapan, target terstruktur yang tidak ditemukan dalam metode pengajaran yang di lakukan secara tradisional dalam masyarakat.

(16)

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pemusik tradisi Batak Toba yang dulunya mendapatkan penggajaran musik Batak Toba secara oral tradisi dalam masyarakat. Ketika mereka menggajar dalam dunia akademis, mereka melakukan suatu transformasi dalam penggajaran musik Batak Toba itu. Marsius Sitohang dan Hardoni Sitohang merupakan fokus dari penelitan ini, dan sebagai referensi dalam penggumpulan data dalam penelitian ini, maka peneliti juga melakukan penelitian kepada beberapa subjek terkait dalam hubungan dengan metode dan teknik penggajaran musik Batak Toba dalam dunia akademis.

2. Pokok Permasalahan

Penelitian ini akan membahas/ mendiskusikan proses transformasi transmisi musikal yang terjadi didalam pengajaran musik tradisional Batak Toba, khususnya instrument musik hasapi dan sulim. Berkaitan dengan hal tersebut akan dibahas juga tentang bagaimana keterkaitan antara metode oral tradisi yang diterapkan secara tradisional dalam masyarakat dan metode saintis (memiliki aturan yang baku dang berpatok pada Satuan Pengajaran/ SAP dan Garis-Garis Besar Panduan Pengajaran/ GBPP) yang diterapkan dalam dunia akademik.

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses transformasi transmisi yang terjadi didalam pengajaran instrument hasapi dan sulim.

3.2 Manfaat Penelitian

(17)

musik yang diajarkan secara oral tradisi di setiap etnis yang akan diajarkan ke dalam dunia akademisi

2. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Etnomusikologi yang berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai budaya daerah khususnya Batak Toba.

4. Kerangka Konsep Dan Teori 4.1Kerangka Konsep

Oral tradisi dalam penggajaran musik Batak Toba dalam masyarakat maksudnya disini adalah penggajaran yang dilakukan tanpa suatu ikatan struktur yang baku, dapat dilakukan dimana saja, penggajar dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kenyaman si murid, tidak ada suatu keharusan dengan waktu tertentu oleh si penggajar bahwa si murid harus dapat menguasai apa yang telah diajarkan.

Oral tradisi adalah tradisi yang diturunkan secara oral atau dari mulut kemulut dari satu generasi ke generasi berikutnya,seperti yang diungkapkan Bruno nettl :

“…oral tradition means simply that music (like stories, proverbs, riddles, methods of arts and crafts, and, in deed all folklore) is passed on by word of mouth. Songs are learned by hearing; instrument making and playing are learned by watching. In a sophisticated culture, music is usually written down, and a piece conceived by a composer need never be performed at all during his lifetime; it can be discovered centuries later by a scholar and resurrected. But in a folk or a nonliterate culture, a song must be sung, remembered, and taught by one generation to the next. If this does not happen, it dies and is lost forever. Surely, then, a piece of folk music must in some way be representative of the musical taste and the aesthetic judgment of all those who know it and use it, rather than being simply the product of an individual, perhaps isolated creator”. (Nettl 1990 : 103)

(18)

kerajinan, dan semua cerita rakyatdalam akta) yang disampaikan dari mulut ke mulut. Lagu-lagu yang dipelajari dari pendenggaran; membuat instrumen dan bermain dipelajari dengan menonton. Dalam kebudayaan yang canggih, musik biasanya dituliskan, dan tidak pernah sama sekali seorang komposer selama hidupnya mempertunjukkan setiap sepotong karya yang dibuatnya; bisa ditemukan diabad kemudian oleh sarjana dan dihidupkan kembali. Tetapi dalam budaya rakyat atau budaya yang tidak mengenal tulisan, lagu harus dinyanyikan, diingat, dan diajarkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi, lagu itu akan mati dan hilang selamanya. Tentu, kemudian, sepotong musik rakyat harus dalam beberapa cara mewakili rasa musik dan estetika penilaian semua orang yang tahu dan yang menggunakannya, lebih baik dari hanya sekedar produk individu, yang mungkin penciptanya terisolasi”

Musik Batak Toba merupakan salah satu oral tradisi yang menjadi kajian dalan penelitian ini yang diturunkan dari generasi sebelumnya hanya dari mulut ke mulut. Namun dalam dunia akademis oral tradisi mengalami pergesereran, yang disebabkan penggajaran musik Batak Toba dalam dunia akademis haruslah berdasarkan pada pendekatan-pendekatan saintis yang menggnakan sistem tulis.

Transmisi adalah pengiriman/ penerusan pesan dan sebagainya dari seseorang kepada orang/benda lain. (KBBI, dekdipbud :2008)

Transformasi adalah perubahan rupa (bentuk, jenis, sifat, fungsi,dsb) (KBBI, dekdipbud ; 2008)

(19)

akademis pula. Perubahan disini bisa terjadi karena adaanya kebutuhan, dimana kebutuhan ini muncul disebabkan oleh dunia akademis ini membutuhkan materi musik Batak Toba sebagai bagian kurikulumnya. Kurikulum itu menuntut penggajaran dengan pendekatan-pendekatan akademis sehingga perubahan menggambil tempat yang sangat penting dalam konteks penggajaran musik Batak Toba ini. Transformasi transmisi musikal ini memerlukan tahapan-tahapan dalam realisasinya, contohnya seperti ; mendatangkan penggajar/ guru ke dalam Universitas yang kemudian penggajar tersebut mempersiapkan cara-cara ataupun metode-metode dalam penggajarannya, mempersiapkan SAP(Satuan Pengajaran)yang sesuai dengan GBPP (Garis- Garis Besar Panduan Pengajaran) dan sebagainya.

(20)

”biasanya pembelajaran hasapi dilakukan dengan cara yang tidak terikat oleh suatu atuaran, baik waktu dan tempat untuk belajar. Ada empat cara yang dapat dilakukan untuk belajar Hasapi. Pertama belajar kepeda seorang guru yang dianggap cocok menurut selera, kedua dengan cara berpindah-pindah dari satu orang ke orang lainnya, atau dari satu tempat ketempat yang lain, ketiga dengan cara mendengar dan memperhatikan, dalam arti melafalkan bagian-bagian dari lagu (gondang) dan memainkanya pada hasapi, dan keempat merekam lagu-lagu gondang kedalam kaset, lalu diputar kembali dan mengikuti dengan hasapi”.

Sedangkan didalam dunia akademis seoarang murid harus dapat memainkan apa yang diajarkan. Mendengarkan, memperhatikan dan menghapalkan merupakan tata cara yang juga lazim dilakukan di dunia akademis, dan bahkan murid dapat meminta pengajar melakukan repetisi secara terus-menerus paling tidak sampai murid bisa menghafalkan nada-nada maupun pola ritem dari setiap melodi yang ada, dan bila memungkinkan murid menuliskan pola ritem ataupun melodi sebagai salah sau cara untuk dapat melakukan pengulangan secara terus-menerus.

4.2Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:1041).

Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk melakukan kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara, agar penelitian tidak melebar ke mana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah sebabnya teori harus dibangun terstruktur, sejalan dengan apa saja yang mungkin akan digunakan (Suwardi, 2006:107).

(21)

“Learning as a relatively permanent change ini behaviour traceable to experience and practice”2

Belajar musik yang dilakukan baik didalam masyarakat maupun dalam konteks akademik haruslah menimbulkan suatu perubahan, yaitu perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi tahu. Cuilford menggatakan “learning is any change behaviour resulting from stimulation

(Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh penggalaman dan latihan). Dalam dunia akademis penggajaran materi musik yang diberikan ada tahapan-tahapannya dan memiliki batasan yang harus sesuai dengan SAP yang telah ditentukan sebelumnya, selain itu seorang murid dalam hal ini mahasiswa dapat saja tidak melanjutkan pembejaran musik yang dimaksud apabila tidak memiliki ketertarikan lagi dan sebaliknya apabila seorang murid memiliki ketertarikan untuk memperdalam penggetahuan musik yang diajarkan, maka murid diwajibkan untuk tetap meneruskan mata kuliah yang sebelumnya telah dipilih sampai ke tingkatan akhir untuk memperkaya pemahaman musik tersebut. Dalam masyarakat pengajaran materi musik yang diberikan tidak terikat pada suatu aturan yang baku atau bahkan hampir tidak ada batasan dalam pemberiaan materi. Pengajar memiliki kebebasan dalam memberikan materi musik selama si murid dapat memahaminya dengan baik.

(22)

yang direspon. Benyamin S. Bloom dalam Mustaqim (2001)mengatakan ada tiga ranah sasaran pendidikan, yaitu kognitif, apekktif dan psikomotor.

1. Ranah kognitif

a. Tipe belajar pengetahuan hafalan tentang hal-hal khusus, pengetahuan tentang cara dan sarana tentang hal-hal khusus, pengetahuan universal dan abstraksi.

b. Tipe belajar pengertian. Melipti kemampuan; menerjemahkan, menafsirka dan eksplorasi.

c. Aplikasi. Merupakan kemampuan menerapkan suatu absraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus, abstraksi tersebut bisa berbentuk ide, eori , petunjuk teknis prinsip atau generalisasi.

d. Tipe belajar analisa, yaitu upaua untuk memisahkan satu kesatuan menjadi unsur-unsur bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya/ eksplisit unsur-unsurnya. Tipe ini meliputi: analisis unsur-unsur, analisis hubungan-hubungan dan analisis prinsip organisasi.

e. Tipe belajar hasil sintesis, yaitu menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi satu bentuk menyeluruh. Dalam hal ini menyatukan unsur-unsur dari hasil analisis bukanlah sintesis sebab sintesis selalu memasukkan unsur yang baru dlam mengintegrasikan sesuatu. Tipe ini meliputi tiga model, yaitu menghasilkan komunikasi unik menghasilkan rencana, operasi dari suatu tugas/ problem, dan kecakapan mengabtraksikan sejumlah fenomena data dan hasil observasi.

f. Tipe belajar hasil evaluasi, yaitu memberi keputusan tentang nilai sesuatu yang ditetapkan dengan mempunyai sudut pandan tertentu, misalnya sudut pandang tujuan, metode, materi dan lain-lain yang mencakup tipe ini. Kemampuan memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya, keajegan dalam argumentasi memaham nilai-nilai, mengevaluasi dengancara membandingkan dengan mengunakan kriteria eksternal, atau dengan kriteria yang eksplisit.

2. Ranah afektif

a. Menyimak, yaitu meliputi taraf sadar memperhatikan, kesediaan menerima dan memperhatikan secara selektif dan terkontrol.

b. Merespon, hal ini meliputi sikap yang responsif, bersedia merespon atas pilihan sendiri dan merasa puas dalam merespon.

c. Menghargai, hal ini mencakup menerima nilai, mendambakan nilai dan merasa wajib mengabdi pada nilai. d. Mengorganisasi nilai. Meliputi mengkonsepakualisasi

nilai dan organisasi sistem nilai.

(23)

3. Ranah Psikomotor

a. Mengindra. Hal ini bisa berbentuk mendengakan, melihat, meraba, mencecap dan membau.

b. Kesiagaan diri. Meliputi konsentrasi mental, berpose badan dan mengembangkan perasaan.

c. Bertindak secara terpimpin. Meliputi gerakan meniru, dan mencoba melakukan tiindakan.

d. Bertindak secara kompleks. Ini adalah taraf mahir dan gerak/ ketrampilan sudah disertai improfisasi. (Mustaqim 2001 : 36-39)

Secara singkat fungsi proses belajar yang memperkaya pengetahuan adalah sebagai berikut: kongnitif. Yaitu meliputi proses belajar untuk memperoleh pengetahuan atau mendapatkan sesuatu berdasarkan pengalaman sendiri. Pengalamn sendiri yang dimaksud adalah ketika seorang murid mendapatkan pengajaran langsnng oleh penggajar melalui mendengar, melihat dan meghafalkan secara langsung setiap materi musik yang diajarkan si pengajar. Yang kemudian berkembang ke tahap afektif, yaitu dimana pada tahap ini murid mulai menggunakan perasaan,menyimak, memahami nilai, merespon ataupun menanggapi setiap materi musik yang diberikan. Sampai pada tahap ini belajar belum lah meunjukkan penambahan sebuah penggetahuan yang berdampak, namun ditahap selanjutnya, yaitu Ranah Psikomotor, dimana murid mulai melakukan suatu tindakan dengan gerak seperti menirukan materi musik yang diajarkan pengajar dengan disertai berbagai improvisasi dan dapat melakukan penggulangan-penggulangan bahkan menerangkannya kembali. Ditahap ini proses belajar menggajar baru dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan yang memperkaya pengetahuan yang memiliki dampak.

(24)

melibatkan media elektronik seperti tape dan kaset yang berisi materi musik yang akan dipelajari dan tidak disertai penggajar. Seperti yang dikatakan Denny (2000), yaitu untuk belajar hasapi tidak hanya dapat dilakukan dengan disertai guru tapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti, melihat secara langsung permainan hasapi pada berbagai acara, lalu menghafalkan nada-nadanya kemudian menirukan pada hasapi. Cara selanjutnya yaitu belajar dari kaset-kaset yang berisikan lagu yang menyertakan instrumen hasapi atau dapat merekam repertoar-repertoar dalam berbagai acara/ pesta yang disertai dengan instrumen hassapi, lalu diputar kembali untuk ditirukan.

Oleh karena itu menurut pendapat saya, cara belajar/metode belajar musik akan menentukan hasil dalam bermain musik. Sinergi antara belajar musik Batak Toba di dalam masyarakat dan belajar musik di dalam konteks akademis adalah halyang menarik yang akan menghasilkan suatu kekuatan/ metode baru dalam pembelajaran musik Batak Toba ataupun musik tradisi lainya.

Proposal penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang menggambar kan apa adanya (KBBI 2008). Dalam penelitian yang akan dilakukan, segala fenomena yang ada dalam penggajaran musik Batak Toba yang ditemukan peneliti dilapangan yaitu dimasyarakat dan didunia akademis,yang meliputi hal metode, strategi, cara-cara dan sebagainya di akan dipaparkan oleh peneliti.

(25)

lima tipe yang berbeda menurut Djohan yang teridentifikasi dan masih dianggap penting dalam proses pengembangan untuk menjadi seorang instrumentalis.

Keterangan berikut akan membantu menjelaskan setiap tipe penyajian musik di atas :

1. Main melalui membaca : menggunakan notasi atau tanda-tanda musik untuk untuk menyajikan musik yang belum pernah didengar sebelumnya.

2. Main melalui latihan : memproduksi literature tertulis dalam bentuk notasi yang pernah dilatih dan dipelajari melalui latihan berulang kali.

3. Main melalui pendengaran : memproduksi secara aural sebuah lagu yang dipelajari melalui orientasi aural (bernyanyi, imitasi, atau rekaman). Hasil reproduksi dapat berada pada pitch yang sama seperti aslinya atau berbeda. 4. Main melalui memori : mereproduksi secara aural sebuah lagu yang pernah

dipelajari melalui notasi. Penyaji harus menguasai reproduksi notasi dengan pitch yang tepat sesuai tulisan yang dikehendaki komponisnya.

(26)

5. Metode Penelitian 5.1Studi Kepustakaan.

Dalam mencari informasi yang berhubungan dan mendukung dengan tulisan ini serta dapat dijadikan sebagai landasan dalam penelitian, penulis melakukan studi kepustakaan. Ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan yang berguna untuk melengkapi hal-hal yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian lapangan. Sumber bacaan dapat berupa penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain, misalnya majalah, koran, buku, skripsi sarjana, dan lain-lain. Studi kepustakaan yang dilakukan adalah mencari dan menemukan segala macan referensi yang berkaitan dengan metode pengajaran, oral tradisi, rumusan untuk menentukan ukuran keberhasilan pembelajaran Musik Batak Toba dari masyarakat/urban maupun dalam dunia akademis, dan jugaterkait metode pengajaran dalam tradisi musik Batak Toba.

5.2Kerja Lapangan

Dalam melakukan penelitian ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk mendukung tulisan ini, namun penulis mengacu pada pendapat Nettl (1964:62) yang mengatakan bahwa ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi, yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work).

(27)

Dalam kerja lapangan ini, penulis pertama sekali menentukan lokasi, maupun subjek yang akan diteliti untuk mendapatkan bahan-bahan teknik pengajaran Musik Tradisional secara oral tradition maupun secara akademisi. Di dalam kerja lapangan yang dilakukan, key informan nya adalah Marsius Sitohang dengan melihat secara langsung bagaimana beliau menggajarkan musik Tradisional Batak Toba pada mata kuliah Praktek Musik Nusantara Pilihan I,II,III dan melakukan recording secara visual audio.

Kerja laboratorium adalah mencari data-data dari berbagai referensi seperti buku-buku, majalah, media cetak, maupun sagala tulisan yang berhubungan dengan beliau. Selain itu penulis juga barang tentu melakukan perbandingan terhadap bahan-bahan yang didapat untuk menghasilkan tulisan yang valid.

5.3 Teknik Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan data yang konkret untuk medukung penelitian ini. Wawancara dilakukan pada informan pangkal maupun informan kunci yang dengan mengacu pada koentjaraningrat pada (Suwardi 2006 : 152-154) syarat-syarat yang penting dalam wawancara, yaitu:

1.Peneliti sebaiknya menghindari kata-kata dua atau banyak arti 2.Peneliti sebaiknya menghindaripertanyaan-pertayaan panjang,

yang sebenarnya mengandung banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan panjang sebaiknya dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian dan ditanya secara bertahap.

3.Peneliti sebaiknya membuat pertanyaan sekongkret munkin dengan petujuk, waktu dan lokasi yang konkrit.

4.Sebaiknya peneliti megajukan pertanyaan dalam rangka pengamatan konkret dari si responden (baca: informan);

5.Peneliti sebaiknya menyebut semua altenatif yang dapat diberikan oleh responden (baca: informan) atas pertanyaannya, atu sebaliknya jangan menyebut sesuatu yang alternative sama sekali.

(28)

maka peneiti sebaiknya mempergunakan istilah yang dapat menghaluskan konsep atau membuatnya netral(euphesisme). 7.Dalam wawancara mengenai pokok seperti sub 6, gaya

pertanyaan sebaiknya dinetralkan dengan kata-kata yang solah-olah menggalihkan kesalahannya kepada keadaan; 8.Dalam wawancara mengenai pokok sepertitersebut dalam sub

6,seorang peneiliti juga sebaiknya mempergunakan gaya pertanyaan yang tidak menyangkut informan atau responden dengan masalahnya;

9.Dalam wawancara mengenai pokok-pokok seperti tersebut dalam sub 6 dan 7, maka peneliti sebaiknya mengajukan pertanyaan yang terpaksa dijawab secara positiif, atau kalau diingkari juag diingkari secara tegas;

10. Dalam wawancara dimana responden harus menilai orang ketiga, sebaiknya peneliti menanyakan sifat yang positif maupun yang negative dari orang ketiga tersebut.

Koentjaraningrat dalam(Suwardi 2006 : 151) menambahkan, menjalankan wawancara yang dapat menarik sebanyak mungkin keterangan dari informan dan dapat menumbuhkan rapport yang sebaik-baiknya memang merupakan suatu kemampuan yang hanya dapat dicapai dengan banyak pengalaman. Melakukan suatu wawancara biasanya amat terbatas oleh kemampuan tenaga, terutama dari responden, akan tetapi juga dari si peneliti. Menurut pengalaman pada umumnya, tiga jam merupakan batas maksimum, kecuali kalau wawacara bersifat omong-omong dan ngobrol secara bebas. Untuk menghindari gejala kehabisan pertanyaan, maka sebaikya sipeneliti mempersiapkan diri dengan suatu daftar yang menjadi pokok-pokok yang sebaiknya ditanyakan berhubungan dengan pokok yang menjadi focus wawancara. Catatan yang mengandung daftar dari pokok-pokok untuk ditanyakan itulah yang disebut pedoman wawancara, atau interview guide.

(29)

dengan alat recording; (4) pencatatan dengn field rating;(5) pencatatan dengan field coding.

Wawancara pembelajara ini dilakukan kepada pengajar maupun murid untuk melihat segala aspek persiapan,strategi dan metode yang dilakukan oleh si pengajar maupun hasil yang didapat oleh murid, baik dalam masyarakat maupun dalam dunia pendidikan, dalam hal ini mengacu pada teknik pembelajaran yang dilakukan oleh Marsius Sitohang kepada mahasiswa-mahasiswi dalam dunia akademis Universitas Sumatera Utara, Fak.Sastra, Departemen Etnomusikologi-Medan. dan juga terhadap peserta didik dalam hal ini Mahasiswa yang mengambil mata kuliah Praktek Musik Nusantara Pilihan I,II,III (uning-uningan dan gondang sabangunan).

5.4 Kerja Laboratorium

Pada tahap akhir penulis melakukan kerja laboratorium, yaitu tahap penganalisisan dari data-data yang telah dikumpulkan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada. Semua data yang diperoleh dari kerja lapangan dan studi kepustakaan dikumpulkan dalam kerja laboratorium untuk dianalisis dan diambil suatu kesimpulan.

6. Pemilihan Informan

(30)

kuliah Praktek Nusantara Pilihan I,II,III (uning-uningan)menjadi objek yang penulis teliti. Serta tidak menutup kemungkinan tempat-tempat lain yang dinagap potesial oleh peneliti untuk diletili, seperti Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas HKBP nomensen (UHN), dan sebagainya.

7. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan suatu informasi pendukun tulisan ini, maka penulis menetapkan beberapa tempat penelitian yaitu :

1. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Sastra, Departemen Etnomusikologi, Medan.

2. Universtas Negeri Medan, Fakultas Bahasa dan Seni, 3. Samosir

(31)

BAB II

IDENTIFIKASI MASYARAKAT BATAK TOBA

2.1 Asal Usul Masyarakat Batak Toba

Suku Batak merupakan salah satu etnis terbesar yang ada di Indonesia. Suku ini tersebar keseluruh penjuru Indonesia, dan bahkan hampir mancakup seluruh dunia, itu sebabnya kata “Batak” tidak asing lagi bagi kebanyakan masyarakat Indonesia.

Suku Batak sendiri terdiri dari enam sub-suku, antara lain : Toba, Simaunggun, Karo, Pak-pak, Angkola Sipirok dan Mandailing. Suku batak ini pun bermukim di daerah pegunungan, wilayah darat, dan pedalaman provinsi Sumatera Utara, dan sebahagian besar dari kenam sub-suku ini berdiam di sekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing yang hidup di perbatasan Sumatera Barat. Dari keenam sub-suku ini, Batak Toba merupakan suku yang paling banyak jumlahnya.

(32)

Banyak peneliti ataupn penulis yang menggungkapkan asal-usul dari suku Batak. Parlidunga menggatakan bahwa orang Batak tergolong Proto Melayu. Hal tersebut dikatakan demikian disebabkan oleh karena karateristik yang dimilki oleh orang-orang Proto Melayu yang gemar untuk tinggal dan menetap di daerah-daerah pedalaman dan pegunungan serta menghindari daerah tepi pantai, sehingga saat mereka tiba di kepulaunan nusantara, nenek moyang bangsa Batak ini langsung masuk jauh ke pedalaaman hutan dan menjauhi pesisir pantai yang diperkirakan mendiami daerah sekitar Danau Toba. Lebih lanjut parlindungan mengatakan :

“Cikal bakal suku bangsa Batak pertama sekali mendarat di

Muara sungai Sorkam, kemudian masuk terus ke dalam hutan,

melewati daerah dolok Sanggul dan terus sampai di kaki bukit

pusuk buhit, Kemudian suku bangsa Batak pertama kali

mendirikan kampung di kaki pusk buhit, yang dikenal dengan

nama Sianjur Sagala Limbong mulana” (M.O Parlindungan,

1964 : 19-21)

Berdasarkan Teori migrasi mengatakan orang Batak berasal dari Cina Daratan yang berimigrasi dalam beberapa tahap beberapa ribu tahun yang lalu ( lihat : Heine-Geldem 1946; kennedy 1942; cole 1945;keesing 1950; Cunningham 1958; Ryan 1966 dan Parkin 1978). Sedangkan Dyan, seorang linguist mengatakan bahwa orang batak adalah keturunan Melanesia, suatu daerah yang dekat dengan Papua Nugini (Dyen 1975 : 92, 101). Bellword yang juga ahli linguist juga menggatakan bahwa orang Batak berasal dari Taiwan yang berimigrasi kira-kira tiga ribu tahun yang lalu dari Philipina melewati Kepulauan Talaud kemudian ke Ulu Leangdi Sulawesi, ke Uai bobo di Timor, ke Jawa dan kemudian ke Sumatera.

(33)

antara 2500- 1500 SM yang juga membawa peradapan kaukasusGermanan, Illirier, Tharanker dan kamarier dari kawasan Laut Hitam di Eropa dan Mongolia . Kemudian di zaman perunggu sekitar 4 abad SM, kelompok melanesoid melanjutkan perjalanan gelombang migrasi lagi dari wilayah Tonkim – Annam di bagian Selatan Tiongkok sekarang yang berkembang dengan kebudayaan dongson, yang menurut R.von Heine- Gelden, dari Yunani melintasi jalur yang sekarang dinamai Kampuchea, Laos, Thailand, Semanunjung Malaya, memisah ke Kalimantan teruske Filipina. Kemudian migrasi menempuh jalur dari Pulau Sumatera bagian Utara dan Tengah, sebahagian tinggal dan yang lain melintasi daraan yang sekarang Pulau Jawa menuju kea rah Timur (Pasaribu 2009: ii).

2.2Sistem Kepercayaan

(34)

Konsgi Tuhan yang sedemikian itu menurut para ahli antropologi religi adalah akibat dari pengaruh hinddu yang menyusup ke dalam kepercayaan asli orang Batak. (Parkin 1956 : 28).

Sejak masa sebelum ada hindu, orang Batak yakin akan adanya roh nenek moyang, penguasa tanah dan roh lain-lain yang bermukim di tempat suci (Parkin 1978 :13), tetapi kemudian dalam abad ke –IX terjadi perang padre di wiayah Batak dalam dua gelombang, yakni dari tahun 1825-1829 dan dari tahun 1830-1833. Sebagai akibat dari perang tersebut pengaruh agama Islam masuk ke dalam batak khususnya daerah Madailing dan Angkola; dan datangnya Rheimische Mission Gesselchaft, agama Kristen-pun masuk mendesak agama orang Batak(Sihombing 1961 : 15 -19).

Masyarakat Batak juga percaya bahwa Roh dan jiwa juga mempunyai kekuata. Roh dan jiwa dalam masyarakat Batak Toba dibagi menjadi tiga, yaitu : tondi, sahala,dan begu. Sesuatu yang sentral dalam hasipelebeguan4

4

Kepercayaankepada dewa-dewa yang ada dalam mitologi Batak Toba, seperti : batara guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sacral (Vergouven 1986 : 79).

(35)

Begu adalah arwah ataurohorang meninggal yang mendiami suatu tempat, begu dibagi menjadi dua, yaitu begu yang jahat dan begu yang baik. Sistem kepercayaan masyarakat Batak Toba(dalam hal ini hasipelebeguan) inipun erat kaitannya dengan bentuk kesenian yang ada. Hal ini dapat kita temukan saat adanya upacara-upacara yang mereka lakukan, baik upacara menolak bala, acara memohon berkat,mamele(member korba persembahan), mangolopi jabu (memasuki rumah baru), upacara pembukaan lahan baru/kampung, dll, biasanya disajikan beserta gondang sabaguan maupun tor-tor5. Dalam pertunjukkannya gomdang sabangunan bukan hanya sebagai pengiring dari tor-tor saja, melainkan sebagai suatu bentuk rangkaian media komunikasi untuk menyampaika permohonan kepada mulajadi nabolon. Bahkan dalam teknik penyajiannya tahap pertama yang dilakukan adalah manjujur gondang6

Dalam perkembanggannnya tahun 1880-an banyak raja-raja Batak Toba yang membetuk aliran kepercayaan yang merupakan perwujudan dari aliran kepercaaan Purba, yaitu : Si Raja Batak

dengan memainkan serangkaian tujuh repertoar yang ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa yang tanpa tor-tor. Gondang Begitu juga dengan judul komposisi gondang seperti gondang mulajadi, Gondang Batara Guru, Gondang Habonaran.

7

, Parmalin8 dan parbaringin9

5

Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang. Walaupun secara fisik tortro merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tor-tor adalah sebuah media komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara. Tor-tor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. ( Purba 2004 : 64)

6

(36)

Pada prinsipnya sistem kepercayaan yang di bentuk ini adalah suatu upaya untuk menyatukan orang-orang Batak untuk mencegah masuknya aliran kepercayaan yang baru pada saat itu, yaitu Kristen. Disamping itu aliran kepercayaan ini terbentuk untuk menjaga kelestarian kepercayaan dan warisan yang diberikan Mulajadi Nabolon kepada leluhur orang Batak.

2.3 Sistem Kekerabatan

System kekerabatan masyarakat Batak Toba secara tradsional diatur dalam sistem sosial kemasyarakatan yang sering disebut sebagai dalihan na tolu. Secara harafiah, dalihan na tolu mengandung arti “ tungku yang tiga”. Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem social yang berlandaskan pada tiga pilar dasar, yaitu hula-hula (pihak keluarga pemberi istri), anak boru (pihak keluarga penerima istri) dan dongan tubu ( sesama saudara lelaki kandung).

Hula-hula dianggap memiliki status yang paling tinggi dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. hal ini dapat dilihat dari kehidupan keseharian dan penghomatan yang diberikan dongan tubu dan anak boru. Dalam pepatah Batak Toba juga dapat ditemukan suatu perumpamaan yang menempatkan hula-hula sebagai bagian yang disanjung yang menggatakan ”somba hula-hula, manat mardonggan tubu, elek marboru”. Artinya secara harafiah adalah “ berikanlah

8

Aliran yang dikembangkan oleh sisingamangaraja XIIyang tujuannya meneruskan sikap hamalimon(Kesucian)

9

(37)

sembah kepada hula-hula, rukunlah diantara sesama dongan tubu berikanlah kasih sayang kepada anak boru”. Selain itu dalam kehidupan masyarakat Batak Toba hula-hula juga dikenal dengan sebutan debata na tarida yang artinya “ Tuhan yang tampak”

Hubungan hula-ula, dongan tubu dan anak boru sebagai cermin dari dalihan na tolu dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan perumpamaan-perumpamaan tradisional (umpasa) Batak Toba sebagai Berikut :

2.3Kesenian Masyarakat Batak Toba 2.3.1 Vokal

Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar, yaitu musk vocal dan musik instrumental. Musik vocal pada masyarakat Batak Toba disebut dengan ende. Dalam musik vocal tradisional pembahagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dillihat dari liriknya. Pasaribu

obak na jambulan na didandanbaen samara pasa-pasli na hula-hula pitu sundut soada mara hula-hula mata ni ari binsar sipanumpak do tondina mamora gabe mambahen na pogos

Terjemahan

Rambut jadi Gombak Dijalin jadi cemara Restu dari hula-hula

Tujuh keturunan tanpa bahaya Hula-hula matahati terbit Rohnya pemberi berkat Jiwanya pemberi nasihat baik Kepada seluruh keturunan Ditangguk ulat rama-rama Terikut ikan pora-pora Restu hula-hula

(38)

(1986 : 27-28) membuat pembagian terhadap musik vocal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vocal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby).

2. Ende sipaingot, adalah musik vocal yamg berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.

3. Ende pargaulan, adalah musik vocal yang secara umum merupakan “ solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vocal yang khususnya dinyayikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyayinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpengangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vocal sebagai cetusan penderitaa yang berkepanjaggan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasu, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pembekatan. Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasaya dinyanyikan oleh orang tua kepada keturunannya. 7. Ende hata, adalah musik vokal yang diimbuhi ritem yang disajikan

(39)

dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipimpin oelh seorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikan setelah atau pada saat disemayamkan. Dalam Ende andung melodinya dating secara spontansehingga penyanyinya adalah peyanyi yang cepat tanggap dan terampil dalam sastr serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis lagunya ini.

Demikian juga hutasoit dalam Ritaony membagi kategori musik vokal menjadi tiga jeniz, yaitu :

1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan pada saat acara-acara namarhadohoan (resmi)

2. Ende siriakon, adalah musik vokal yang diyanyikan oleh msyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Ende sibarean, adalah musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan/ dukacita.

(40)

1. Nyanyian kelonan (lulaby), yakni musik vokal yang mempunyai irama halus, tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih saying sehingga dapat membangkitkan rasa kantuk bagi anak-anak yang mendengggarnya, contoh : mandideng.

2. Nyanyian kerja (working song), yakni musik vokal yang mempunyai irama dan kata-kata yang menggugah semangat, sehingga dapat menimbulkan rasa gairah unutk bekerja. Contoh : luga-luga solu.

3. Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai irama gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan. Contoh : sampele-sampele.

4. Nyanyian yang bersifat kerahanian dan keagamaan, yaitu musik vokal yang teksnya berhubungan dengan kitab injil, legenda-legenda keagamaan, atau pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh : melmet ahu hon.

5. Nyanyian nasehat, yaitu musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang bagaimana bertingkah laku. Contoh : siboruadi.

6. Nyayian mengenai pacaran dan pernikahan, yaitu musik vokkal yang liriknya biasanya menggungkapkan kebiasaan muda-mudi yang sedang bercinta dan akan melanjutkan pernikahan. Contoh : mandekdek ma gambiri.

(41)

Dalam musik instrumental ada instrument yang lazim digunakan dalam bentuk esambel dan adat yang disajikan dalam permainan tunggal, baik dala kaitannya dengan upacara adat, religi maupun sebagai hiburan.

Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yaitu : ensambel gondang hasapi dan ensambel gondang sabagunan. Selain itu ada juga instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

2.3.3 Ensambel Gondang Hasapi

Ensambel gondang hasapi memiliki beberapa instrument yang dapat diklasifikasikan menurut instrumentasinya.Hasapi ende (pluked lute dua senar) adalah instrument pembawa melodi dan merupakan instrument yang dianggap paling utama dalam ensambel gondang hasapi. Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok chordophone. Tune atau stem dari kedua senarnya adalah dengan interval mayor yang dimainkan denagn cara mamiltik (memetik).

1. Hasapi doal (pluked flude dua senar), insrumen ini sama dengan hasapi ende namun dalam permainannya hasapi doal berperan sebagai pembawa ritem konstan. Ukuran instrument hasapi doal lebih besar sedikit dari hasapi ende.

2. Sarune etek (shawn), adalah instrument pembawa melodi yang memiliki reed tunggal (single reed). Klasifikasi ini termsuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat dibagian atas, satu di bagian bawah) dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa10

10

Menghembus dengan terus menerus. Instilah musinnya disebut dengan circula breathing.

(42)

3. Garantung, adalah instrument pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah nada. Klasifikasi instrument ini termasuk ke dalam kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritem variable pada lagu-lagu tertentu. Dimainkan dengan cara mamalu11

4. Mengmung (bamboo idiochordo) adala instrument pembawa melodi konstan yang memiliki tiga senar. Senarnya terbuat dari kulit bamboo tersebut. Klasifikasi instrument ini bisa dimasukkan kedalam kelompok idiochordophone.

.

5. Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone.

2.3.3.1 Bentuk Penyajian Gondang Hasapi

sampai sejauh ini, mengenai konsep yang berhubungan dengan aturan dn bentuk penyajian gondang hasapi belum dapat dijelaskan secra pasti. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Purba (1991) dalam tulisnnya pad harian SIB yang mengatakan ;

11

Mamalu dapat diartikan dengan memukul atau membunyikan. Contoh : mamalu hasapi

(43)

“Bukanlah suatu yang baru jika seseorang melihat variasi bentuk susunan instrument di dalam ensambel gondang hasapi. Adakalanya susunan (komposisi) instrument Gondang Hasapi tergantung pada konteks penggunaan, jumlah musisi serta instrument yang tersedia “(Purba 1991 :VII) dalam harian Sinar Indonesia Baru.

Dari uraina diatas dapat diketahui bahwa untuk melihat dan mengetahui secara umum suatu bentuk penyajian dan komposisi insrumen yang dipergunakan pada Gondang Hasapi, dapat ditinjau berdasarkan tiga konteks penyajian, yaitu religi, adt dan hiburan.

Dalam konteks religi, menurut Osner Gultom (salah seorang musisi tradisi dari penganut Parmalim), gondang Hasapi yang digunakan pada upacara UGAMO (agama) Pamalim, hal-hal yang berkaitan dengan komposisi instrument, merupaka salah satu yang sangat diperhatikan, baik yang berhubungan dengan penambahan dan pengurangan dari jumlah instrument yang digunakan, serta hal lain yang sangat diperhatikan adalah aspek-aspek-aspek yang berhubungan dengan komposisi lagu (Gondang) yang akan disajikan (dimainkan). Kedua hal tersebut adalah kondisi yang sangat diperhatikan oleh masyarakat ajaran Parmalim.

(44)

“Raja Parmalim”, namun demikian biasnya jenis Gondang yang an dimainkan pada upacara adat, jeni Gondang yang akan pad upacara adat, jenis dan sifatnya sudah tertentu (lihat Purba 1989:2-5).

Sedangkan dalam konteks yang bersifat hiburan, hal-hal yang berhubungan dnegan kompossi instrumentasi dan jenis lagu yang dimainkan, dapat dikataan tidak memiliki atran yang khusus. Juga hal-hal yang berkaitan dengan penambahan jenis instrumenya, menurut informan biasanya tidak tertutup kemungkinan untuk ditambah, prinsipnya asalkan instrument yag ditambah karakter suaranya dapat disesuaikan dengan kondisi instrument yang telah ada.

Dari ketiga penyajian bentuk Gondg Hasapi, terdapat suatu hal yang spesifik sifatnya, hal ini akan terlihat pada saat penyajian Gondang Tersebut, dimana Gondang tersebut akan dimainkan secara Heterofonis.

Sedangkan hal-hal yang berhubungan denga tempat pertunjukkan Gondang Hasapi yaitu : dimana unsure-unsur yang bersifat spontanits dari para pemusik, yaitu pada saat pertunjukkan Gondang, dimana salah satu pemusik (tanpa terkecuali) memberikan suatu teriakan, yag bertujuan agat pemain dan orang-orang yang sedang menortor agar lebig semangat. Sedagkan hal-hal pendekatan yang bersifat instrumentalia (tanpa vokal)

(45)

2.3.3.2 Fungsi Instrumen hasapi didalam Gondang Hasapi

Hasapi adalah salah satu insturmen pokok didalam Gondang Hasapi, oleh karena disamping sebagai pembawa melodi, juga nama dri instrument hasapi dapat dipaka untuk mewakili instrument lain yang ada dalam Gondang Hasapi. Disampin iu merupakan hasil pengamatan dilapangan bahwa instrument hasapi adakalanya dipakai untuk memulai dan mengakhiri gondang, hal ini dilakukan oleh pemain hasapi.

Melihat eksistensi instrument hasapi, baik fungsi, nama maupun karakter suaranya, juga seni perghargaan dari masyarakta pendukungnya, dapat dikatakan bahwa instrument hasapi merupaakn instrument yang memimpin (leader) didalam gondang hasapi.

2.3.4 Ensambel Gondang Sabangunan

Ensambel gondang sabagunan mempunyai beberapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabagunan dan gondang bolon. Instrument yag termasukdalam kelompok gonadang sabaguna antara lain :

1. Taganing, yaitu lima buah gendang yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variable dalam beberapa lagu. Klasifikasi instrumen ini termasuk kedalam kelompok membranophone. Dimainkan dengan cara dipukul membrannya dengan menggunakan palu-palu (stik). 2. Gordang (single headed drum), yaitu satu buah gendang yang lebih besar

(46)

ritem variable. Instrument ni serng disebut sebagai bass dari ensambel gordang sabagunan.

3. Sarune bolon (shawm), yaitu termasuk pembawa melodi yang memiliki reed ganda (double reed). Dimaikan dengan cara mangombus marsiulakhosa (circular breathing). Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok aerophone.

4. Ogung (gong), yaitu emapt buah gong yang diberi naam oloan, ihutan, doal dan panggora. Setiap ogung mempunyai ritem yang sudah konstan. Instrument ini berperan sebagai pembawa riten konstan atau pembawa irama dalam gondang sabagunan. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiochorphone.

5. Odap (double headed drum), yaitu gendang dua sisi yang berperan sebagai pembawa ritem variable. Instrument ini dimainkan untuk lagu-lagu tertentu dalam gondang sabagunan dan sering digunakan ketika pawai. Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok membranophone.

6. Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone

(47)

berperan sebagai media yang meghubungkan manusian dengan penciptanya atau disembahnya dalam hubungan vertikal juga sebagai media yang menghubungkan manusia dengan sesamanya dalam hubungan horizontal.

Dalam permainan gondang sabagunan instrumne odap sudah jarang digunakan karena permainan dari odap tersebut digantikan dengan meggunakan taganing yang mempunyai suara yang sama. Tangga nada yang ada dalam instrument pembawa melodi yakni taganing dan sarune bolon mempunyai tangga nada yang pentatonis. Namun dalam hal ini istilah pentatonic yang terdapat dalam gondang sabagunan bukan seperti konsep pentatonic yang ada dalam musik barat melainkan hanya suatu sebutan terhadap tangga nada yang mempunyai lima nada dalam konsep gendang sabagunan.

Pada dasarnya permainan instrument taganing atau sarune terjalin dalam hubungan melodi yang heteroponis dimana kedua instrumentersebut menbawakan melodi yang sma dalam beberapa repertoar, namun tangga nada ataupun tonalitasnya berbeda. Oleh karena itu istilah heteroponis untuk sarune heteroponis untuk sarune dan taganing ini terjalin dalam heteroponis polytonal.

2.3.5 Instrument tunggal

(48)

1. Sulim (transverse flute), yaitu alat musik yang terbuat dari bamboo, memiliki enam lobang nada dan satu lubang tiupan. Dimainkan dengan cara meniup dari samping (slide blow flute) yang dilakukan dengan meletakkan bibir secara horizontal pada pinggir lobang tiup. Instrument ini biasanya memainkan lagu-lagu yang bersifat melaonkolis ataupun lagu-lagu sedih. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok aerophone.

2. Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bamboo yang dimainkan dengan cara menggetarkn lidah dari instrument tersebut dan rongga mulut yang berperan sebagai resonator. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok idiophone.

3. Jenggong (jew’s harp), yaitu alat musik yang terbuat dari logam,mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga.

4. Talatoit (transverse flute), yaitu alat musik yang terbuat dari bamboo, sering disebut juga dengan salohat atau tulila, dimainkan dengan cara meniup dari sampng. Mempunyai lubang penjarian yakni dua disisi kiri dan dua disisi kanan, sedangkan lubang tiup berada ditengah. Instrument ini biasanya memainkan lagu-lagu yang bersifat melodis dan juga bersifat ritmik. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok aerophone. 5. Sordam (long flute), yakni alat musik yang terbuat dari bamboo.

(49)

lubang nada, yakni dibagian atas dan satu dibagian bawah, sedagkan lubang tiupnya merupakan ujung dari bamboo tersebut.

6. Tanggetang, yakni alat musik yang senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu sebagai resonator. Permainan instrument ini bersifat ritmik atau mirip dengan gaya permainan gong maupun gaya permainan mengmung. Klasifikasi instrument ini termasuk kedalam kelompok chordophone. Dari keseluruhan instrument tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba, instrument sulim merupakan instrument yang paling sering digunakan dan dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai frekuensi nada yang lebih kuat dan lebih lembut, mudah dibawa kemana saja serta sangat mendukung dimainkan untuk menggungkapkan emosional seseorang.

2.3.6 Klasifikasi Margondang

(50)

Pada dasar kegiatan margondang pada masyarakat batak dapat diklasifikasikan menurut zamannya menurut zamannya, yaitu margondang pada masa puba dan margondang pada masa sekarang.

2.3.6.1 Margondang Pada Masa Purba

Yang dimaksud dengan masa purba adalah masa dimana sebelum masuknya pegaruh agama Kristen ke tnah batak, dimana pada saat itu masih menganut aliran kepercayaan yang bersifat polytheisme12

1. Margondang adat, yaitu suatu upacara yang menyertakan gondang, merupakan akualisasi dai aturan-aturan yang dibiasakan dalam hubungan manusia dan manusia (hubungan horizontal), misalnya : gondang anak tubu (upacara anak yangbaru lahir), gondang manape goar (upacara pemberian nama/ gelar boru kepada seseorang), gondang pagolihan anak (mengawinkan anak), gondang mangompoi huta (peresmian perkampungan baru), gondang saur matua (upacara kematian orang yang sudah beranak cucu) dan sebagainya.

.

Pada masa purba penggunaan gondang dalam konteks hiburan maupun pertunjukkan belum didapati masyarakat. Keseluruhan kegiatan ditujukan untuk upacara adat maupun upacara religi yang bersifat sacral. Oleh karena itu upacara margondang pada masa purba dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1212

(51)

2. Margondang religi, yaitu upacara yang menyertakan gondang, merupakan akualisasi dari suatu kepercayaan tau keyakinan yang dianut dalam hubungan manusia dengan tuhan-nya atau yang disembahnya (hubungan vertikal), misalnya : gondang saem (upacara untuk meminta rejeki), gondang mamele, (upacara pemberian sesajen kepada roh), gordang papurpur sapata (upacara pembersihan tubuh/ buang sial) dan sebagainya.

Walaupun upacara margondang masa purba dibagi ke dalam dua bagian, namun hubungan dengan adat dam religi dalam suatu upacara selalu kelihatan dengan jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari tata cara yang dilakukan pada setiap upacara adat yang selalu menyertakan unsure religi dan juga sebaiknya pada setiap upacara religi yang selalu menyertakan unsure adat.

Unsur religi yang terdapat dalam upacara adat dpat dilihat dari beberapa aspek yangmendukung upacara tersebut, misalnya : penyertaa gondang, dimana dalam setiap pelaksanaan gondang selalu diawali dengan membuat tua ni gondang ( memainkan inti dari gondang), yaitu semacam uapcara semacam meminta ijin kepada mulajadi nabolon dan juga kepada dewa-dewa yang dianggap sebagai pemilik gondang tersebut. Sedangkan unsur adat yang terdapat dalam upacara religi dapat dilihat dari unsure dalihan na tolu yang selalu disertakan dalam pada setiap upacara.

(52)

Walaupun hubungan dari kedua adat dan religi selalu kelihatan jelas dalam pelaksanaan suat upacara, perbedaan dari kedua upacara tersebut dapat dilihat dari tujuan utama suatu upacara dilaksanakan. Apabila suatu upacara dilakukan untuk hubungan manusia dengan yang disembahnya, maka upacara tersebut dapat diklasifikasikan kedalam upacara religi. Apabila suatu upacara dilakukan untuk hubungan manusia degan manusia, maka upacara tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam upacara adat.

2.3.6.2 Margondang Pada Masa Sekarang

(53)

karena adanya predikat yang kurang baik sepeti kafir, kolot da tuduhan lain yang diberikan penganut kebudayaan tersebut. (Sangti 1977 : 17)

Pada bagian yang lain ada juga kelompok agama tradisional pada masyarakat Batak Toba yang menentang ajaraj Kristen. Kelompok ini masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan tradisionla dalam kehidupan sehari-hari. Olehkarena itu, terdapat banyak variasi-variasi pemikiran tentang hubungan antara kebudayaan tradisional dengan agama Kristen yang datang dari pihak gereja seperti tertulis oleh Verkuyl (1960 : 36), antara lain :

1. Sikap antagonis (sikap menetang atau sikap negatif) terhadap kebudayaan yang ada.

2. Sikap akomodatif dan kapitulatif (skap menyesuaikan diri ) terhadap kebudayaan yang ada.

3. Sikap dominasi (sikap menguasai) dari pihak gereja terhadap kebudayaan. 4. Sikap dualistic (sikap serba dua) atau sikap memisahkan iman dengan

kebudayaan dan

5. Gagasan tetang pengudusan kebudayaan atau motif pertobatan kebudayaan. Hingga saat ini keseluruhan sikap diatas masih sering terjadi dalam kegiatan-kegiatan tradisional. Dengan demikian banyak variasi-variasi tersebut adalah berdasarkan konsep pemikiran oelh yangmelakukan kegiatan. Dalam hal ini, konsep margondang pada masa sekarang dapat dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu :

(54)

pertunjukkan, misalnya :gondang pembangunan gereja, gondang naposo, gondang mangompoi jabu (memasuki rumah) dsb.

2. Margandang adat, suatu kegiatan yang menyertakan gondang, merupakan aktualisasi dari system kekerabatan dalihan na tolu, misalnya : gondang mamampe marga (pemberian marga), gondang pangolin anak (perkawinan), gondang saur matua (kematian), kepada orang diluar suku Batak Toba, dsb. 3. Margondang Religi, upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh

organisasi agamaniah yang masih berdasar kepada kepercayaan batak purba. Misalnya parmalim, parbaringin, parhudamdam Siraja Batak. Konsep adat dan religi pada setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini masih mempunyai hubungan yang sangat erat karna titik tolak kepercayaan mereka adalah mulajadi na bolon dan segala kegiatan yang berhubungan dengan adat serta hukuman dalam kehidupan sehari-hari adalah berdasarkan tata aturan yang dititahkan oleh Raja Sisingamangaraja XII yang dinaggap sebagai wakil mulajadi na bolon.

2.3.7 Seni Rupa

(55)

patung-patung Batu masih sering dilakukan saat ini. Patung-patung tersebut umumnya ditempatkan pada sebagian makam dari orang yang telah meningga l dunia. Umumnya kuburan yang memiliki patung diatasnya menandakan bahwa orang tersebut telah mencapai usia tua dan pada masa hidupnya memiliki pengaruh masyarakat.

Jenis Patung yang terbuat dari kayu contohnya adalah patung manuk-manuk (ayam jantan). Jenis patung semacam ini dahulunya dianggap sebagai benda magis. Patung manuk-manuk dipancangkan diruna terbuka ditengah kampong. Tujuannya aalah untuk menjaga agar kampong selslu senantiasa dalam keadaan damai dan jauh dari marabahaya. Jenis patung lain yang sangat popular di masyarakat Batak Toba adalah sigale-gale. Patung ini ini digunakan sebagai pertunjukkan hiburan. Sigale-gale dikendalikan oleh seseorang dengan menggunakan tali-tali yang dipasangkan pada bagian-bagian patung tersebut. Patung sigale-gale dapat berupa seorang anak kecil atau orang tua (suami-istri). Tarian sigale-gale, diiringi dengan musik.

(56)

: -

Foto No.2 Seni Ukir Kayu Pada losung (tempat menumbuk padi) Sumber : dokumentasi penulis Foto No.1 Patung Sigale-Gale

(57)

Foto No.4

Gorga di Solu (perahu)

Sumber : dokumentasi penulis Foto No.3

Ukiran Patung Kayu

(58)

Foto No.5

Ukiran Patung Kayu

Sumber : dokumentasi penulis

Foto No.6

(59)

Foto No.7

Seni Ukir berbentuk kepala manusia yang dihiasin gorga Sumber : dokumentasi penulis

Foto No.8

(60)

Foto No.9

Ukiran Batu berbentuk kepala manusia dan binatang Sumber : dokumentasi penulis

Foto No.10 Ukiran gorga di makam Sumber : dokumentasi penulis

(61)

2.3.8 Seni Sastra

Pada masyarakat Batak Toba dapat ditemukan seni Sastra, diantaranya : umpasa, tonggo-tonggo, turi-turian dan hulin-huling angsa. Umpasa merupakan kata kiasan yang berisi ajaran tentang keteladanan, kebijaksanaan, aturan adat-istiadat, serta pesan-pesan religious. Umumnya umpasa disampaikan di dalam berbagai kegiatan upacara adat yang ada dimasyaraka t Batak Toba. salah satu umpasa batak toba dapat dilihat dibawah ini :

Tonggo- tonggo adalah jenis Sastra yang terkait dengan rangkaian teks-teks naratif keagamaan. Tonggo- tonggo dapat berupa doa-doa pujian kepada sang pencipta atau juga bentuk doa-doa lainnya dalam bentuk permohonan atau harapan. Turi-Turian merupakan salah satu seni bercerita yang umumn ya bersumber dari mitos dan legenda. Contoh dari cerita turi-turian merupaka suatu bentuk seni bercerita yang umumnya bersumber dari berbagai mitos dan legenda. Contoh dari turi-turian yang popular adalah Siboru Deak parujar atau Si Lian Nagarusta

Huling- hulingansa adalah sejenis sastra berbentuk teka-teki yang umumnya dilakukan oleh para pemuda dan pengemudi di waktu senggang. Bentuk penyajian teka-teki ini terdiri dari dua bagian, yakhi bagian yang bertanya dan

sahat-sahat ni solu sahat ma tu bontean sahat hita mangolu sai sahat ma tu panggabean

Terjemahan sampainya sampan sampai lah ketepian samapai hidup kita

(62)

bagian yang ,menjawab. Teka-teki ini dilakukan secara bergantian. Contoh dari huling-huling ansa dapat dilihat berikut ini :

2.3.9 Seni Tekstil

Seni tekstil yang dikenal pada masyarakat Batak Toba disebut ulos. Ulos merupakan jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang yang berwarna-warni. Kain ulos ini dapat dibedakan dari warna, pola rajutan, bahan, dan ukurannya.

siputara-siputiri (teks tanpa makna) terjepit dibatagnya

bajunya baju putih orangnya berkulit merah jawabnya : buah jagung!

Foto No. 11 Ragi Hotang

Sumber :Dokumentasi Penulis

Foto No.12 Ulos Ragi Hidup

(63)

Foto No.13

Ulos Sadum Sumber : -

(64)

2.3.10 Seni Tari

Pada kegiatan seni tari di Masyarakat Batak Toba ditemukan dua gendre tarian yang berbeda, yaitu tor-tor dan tumba. Tor-tor merupakan tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan adat atau ritual keagamaan trdisional. Dalam berbagai bentuk upacara adat, seperti pada upacara perkawinan atau kematian, tarian tor-tor selalu diiringgi ensambel musik. Adapun Tumba merupakan bentuk tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan hiburan. Tarian tumba biasanya ditampilkan oleh anak-anak dan juga oleh para pemuda-pemudi pada waktu terang bulan dimalam hari.

Foto No.15

(65)

Foto No. 16

Tari tor-tor di tempat terbuka

Sumber : dokumentas penulis

Foto No.17

Tor-tor di dalam ruangan (gereja)

(66)

Bab III

ORGANOLOGIS HASAPI DAN SULIM

3.1 Organologis Hasapi 3.1.1 Asal usul hasapi

Mengenai asal-usul instrument hasapi saat ini belum dapat diketahui secara pasti, hal ini kemunkinan penelitian yang dilakukan terhadap alat musik ini masih terlalu minim atau kemungkinana metode yang dilakukan masih belum tepat.

Sejalan dengan pendapat diatas, bahwa membahas instrument hasapi dalam tulisan ini bukanlah suatu tujuan akhir dari penelitian, dan tidak juga hal yang bertujuan untuk memberikan suatu jawaban yang pasti dan tuntas mengenai hasapi. Namun hal ini tergatung dari usaha-usaha yang dilakukan di dalam penelitian-penelitina selanjutnya.

Menurut dari bberapa informan, latar belakang mengenai instrument hasapi dihubungkan dengan sebuah legenda tentang terjadinya suatu musbah kemarau yangberkepanjanggan selama tujuh tahun, tujuh minggu, tujuh hari, dengan seorang kakek yang disebut “ omputa si Raja Parmahan (pengembala)”.

Referensi

Dokumen terkait