• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semantik Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Semantik Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMANTIK BAHASA MELAYU DIALEK

BANDAR KHALIPAH

TESIS

Oleh

RIDWAN AZHAR 067009018/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS SEMANTIK BAHASA MELAYU

DIALEK BANDAR KHALIPAH

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIDWAN AZHAR

067009018/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS SEMANTIK BAHASA MELAYU DIALEK BANDAR KHALIPAH

Nama Mahasiswa : Ridwan Azhar Nomor Pokok : 067009018

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D) (Dra. Mahriyuni, M.Hum)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D) (Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 16 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. Anggota : 1. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.

2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 3. Dra. Mahriyuni, M.Hum.

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran deskriptif analitik semantik bahasa Melayu dielek Bandar Khalipah, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori dan konsep semantik.

Pengumpulkan data dengan menggunakan metode simak dan wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dan menyimak penggunaan bahasa. Data diperoleh dari penutur asli bahasa Melayu dielek Bandar Khalipah yang berada di Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik catat. Dengan mencatat kata-kata yang terdapat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.

Hasil penelitian yang disajikan menggunakan pendekatan semantik struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna.

Pembahasan semantik bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, mencakup : kata, kata turunan, ciri-ciri makna leksikal, hubungan makna leksikal, makna kalimat, dan hubungan makna kalimat,.

(6)

ABSTRACT

This research was conducted to get the analytical description of the semantics in Malay language Bandar Khalipah dialect especially lexical semantics and semantics found in a sentence according to both semantics theory and concept.

The data were collected through observation, and the way of the language interview the native speakers of Malay language Bandar Khalipah dialect domicile in Bandar Khalipah sub-district, Serdang Bedagai district. All of the into obtained were recorded through writing.

The revelt of this study is presented through structural semantics approach descripting language by means of semantics analysis theory.

The discussion on the Malay language Bandar Khalipah dialect includes : word, derived word, the characteristics of lexical meaning, lexical meaning relation ship, meaning of sentences, and meaning of sentence relation ship.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke-hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Penelitian ini berjudul Analisis Semantik Bahasa Melayu Dialek Bandar

Khalipah, disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada

Program Studi Linguistik Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi

perkembangan bahasa daerah dan pengajaran Bahasa Indonesia.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk

penyempurnaan penelitian ini. Kiranya hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca

umumnya dan bagi peneliti khususnya. Amin.

Medan, Agustus 2008 Penulis,

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Bapak Prof. Bahren Umar

Siregar, Ph.D, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dra. Mahriyuni, M.Hum,

sebagai anggota Komisi Pembimbing, atas segala pengarahan dan bimbingan kepada

penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr. Chairuddin P.

Lubis, DTM & H, D.SA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Ibu

Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSC selaku Direktur Program Pasca Sarjana, Ibu Prof.T.

Silvana Sinar, M.A, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Linguistik dan Bapak Drs.Umar

Mono M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Linguistik.

Selanjutnya penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan

mahasiswa 2006, Ibu Nurhayati Lubis, Yulizar Yunas, Pribadi Bangun, dan lain-lain

yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu juga kepada Bapak Drs.H.Zubeirsyah,

SU, dan Rabullah, SH., yang telah memberikan dorongan dan sumbangan pemikiran

dalam menyelesaikan tesis ini.

Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada istriku tercinta, Suliaty, dan

keempat anak-anakku, teristimewa Dona Ridayanti, SKM, Nunung Lestari, Fitri

Andriani, AMKeb, dan Rizki Amalianti, yang senantiasa memberikan dorongan

semangat dan do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis

ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada menantuku Ninu Nugroho, yang

dengan tabah dan penuh pengertian memberikan dukungan moral dalam penyelesaian

(9)

Akhirnya, terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu namanya, tetapi telah pula membantu penulis selama menjalani pendidikan

di Pasca Sarjana Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara. Segala bantuan,

dukungan, simpati dan kerjasama yang telah diberikan penulis ucapkan terima kasih,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ridwan Azhar

NIM : 067009018

Program Studi : Linguistik

Tempat/Tgl. Lahir : Tebing Tinggi, 23 September 1955

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Staf Pengajar Program Studi Pariwisata

Fakultas Sastra USU

NIP : 131124058

Alamat : Jl. A.H.Nasution, Gg.Jaya No.2D

(11)
(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 18

4.1. Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah... 21

4.1.1. Kata dan Morfem ... 21

4.1.10. Konfigurasi Leksikal ... 42

4.1.11. Perubahan Makna ... 43

4.2. Semantik Kalimat Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah ... 45

(13)

5.1.2. Leksikon dan Unsur Leksikon ... 51

5.1.3. Kata Turunan ... 52

5.1.4. Kata Majemuk ... 52

5.1.5. Idiom ... 53

5.1.6. Ciri-ciri Makna Leksikal ... 54

5.1.7. Hubungan Makna Leksikal ... 56

5.1.8. Medan Makna ... 58

5.1.9. Ciri Semantik ... 60

5.1.10. Konfigurasi Leksikal ... 61

5.1.11. Perubahan Makna ... 62

5.2. Analisis Semantik Kalimat Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah ... 66

5.2.1. Makna harfiah dan Makna Nonharfiah ... 67

5.2.2. Ciri-ciri Makna Kalimat ... 68

5.2.3. Hubungan Makna Kalimat ... 70

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Simpulan ... 72

6.2. Saran ... 73

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Kosa Kata ... 76

2. Daftar Semantik Kalimat dalam Bahasa Melayu Dialek Bandar

Khalipah ... 88

3. Daftar Informan ... 94

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan setiap suku bangsa

mempunyai bahasa tersendiri yang membedakannya dengan suku lain. Bahasa yang

dipergunakan setiap suku bangsa tersebut, disebut bahasa daerah. Bahasa daerah yang

tersebar di seluruh tanah air merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa. Pembinaan

dan pengembangan bahasa-bahasa daerah sangatlah penting dalam memperkaya

kebudayaan nasional. Itulah sebabnya bahasa-bahasa daerah harus dipelihara dan

dilestarikan agar tetap menjadi wadah pengekspresian budaya masyarakat.

Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah tidak saja bertujuan menjaga

kelestarian bahasa daerah itu, tetapi juga bermanfaat bagi pembinaan, pengembangan,

dan pembakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pembinaan bahasa nasional

tidak bisa dilepaskan dari pembinaan bahasa daerah karena kedua-duanya mempunyai

hubungan timbal balik yang erat.

Bahasa Indonesia yang digunakan pada saat ini oleh bangsa Indonesia sebagai

bahasa resmi kenegaraan dan bahasa perhubungan (pergaulan) setiap hari berasal dari

bahasa Melayu. Masyarakat Melayu merupakan salah satu dari beberapa etnis budaya asli

di propinsi Sumatera Utara. Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam bentuk corak

adat istiadat serta kebiasaan di antara kelompok masyarakat tersebut, namun terdapat

hal-hal mendasar yang universal. Aspek-aspek dimana adat istiadat, kebiasaan, berpengaruh

dan berperan dalam perwujudan sikap, karakter, respon, dan cara pandang merupakan

(16)

bahasa mendukung pula pemahaman mengenai karakteristik masyarakat penutur dan

pemakai bahasa.

Ada beberapa dialek bahasa Melayu di Sumatera Utara, di antaranya adalah

Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah. Disamping dialek bahasa Melayu lainnya,

seperti : bahasa Melayu Deli, bahasa Melayu Langkat, bahasa Melayu Serdang, dan

lainnya.

Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, merupakan suatu bahasa daerah yang

terdapat di wilayah paling selatan Kabupaten Serdang dan Bedagai (Sergai). Lokasinya

sekitar 20 Km dari Tebing Tinggi atau 5 Km dari batas barat Kabupaten Asahan, dan

bagian utaranya berbatasan dengan Bedagai. Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah

digunakan sebagai bahasa sehari-hari dan juga dalam upacara adat. Bahasa daerah ini

berbeda dalam pengucapan, seperti bunyi akhiran “a” dalam bahasa Indonesia diucapkan

menjadi “o”. Misalnya “ada” menjadi “ado”, “siapa” menjadi “siapo”.

Selain semantik seluruh bidang kajian linguistik berkembang sangat pesat melalui

penelitian-penelitian bahasa yang sering menghasilkan sejumlah teori dan konsep baru

tentang bahasa pada umumnya, serta konsep baru tentang fonologi, morfologi dan

sintaksis khususnya. Akibatnya bidang kajian semantik jauh tertinggal dari bidang kajian

lainnya sehingga teori dan konsep semantik hanya mengandalkan teori dan konsep yang

sama dalam kurun waktu yang cukup lama. Chomsky, Bapak linguistik transformasi

generatif dalam bukunya yang pertama (1957) tidak menyingung-nyinggung masalah

makna. Baru kemudian dalam bukunya yang kedua (1965) beliau menyatakan, bahwa

(17)

fonologi dan sintaksis), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik

ini, (Chaer, 1994 : 285).

Semantik sebagai salah satu bidang kajian linguistik, sebenarnya memegang

peranan yang sangat penting dalam pengkajian bahasa karena tanpa makna bahasa tidak

mungkin berfungsi dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan Parera sebagai

berikut :

”[...] pembahasan linguistik tanpa mempersoalkan makna adalah tidak manusiawi. Bahasa adalah fenomena kemaknaan dalam komunikasi antar manusia di manapun dia berada, kebermaknaan komunikasi inilah yang menjadi ciri khas bahasa sebagai satu isyarat komunikasi (Parera, 1990 : 12).

Penelitian tentang semantikpun tidak banyak dilakukan. Hal ini disebabkan antara

lain oleh kaitan makna dengan penutur bahasa. Selain itu makna juga terkait erat tidak

saja dengan struktur bahasa itu sendiri tetapi juga dengan sosial budaya masyarakat

pengguna bahasa itu, sehingga adanya kesan bahwa makna itu bersifat subjektif.

Ada beberapa kajian semantik bahasa-bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang

di antaranya dilakukan oleh : Sinar, dkk (1992), yang melakukan penelitian semantik

tetapi terbatas pada penelitian ciri makna dan hubungan makna dalam bahasa Jawa, dan

Nasution, (2001), menganalisis semantik bahasa daerah, yaitu bahasa Mandailing.

Penelitian ini merupakan kajian semantik dalam tataran kata, morfem, dan

kalimat. Morfem memiliki makna, seperti reaktualisasi yang bermakna

”pengaktualisasian kembali”, realokasi yang bermakna ”pengalokasian kembali”,

registrasi yang bermakna ”pendaftaran kembali” dan reintegrasi yang bermakna

”penyatuan kata-kata pembentuknya dan makna struktur yang membentuk kalimat

tersebut”. Makna yang muncul akibat susunan kata-kata itu disebut makna struktural. Ciri

(18)

bahasa sebuah bahasa. Ini berarti kgramatikalan atau ketatabahasaan sebuah kalimat

ditentukan oleh makna runtunan yang diterima oleh pemakainya (Parera, 1991 : 99).

Berdasarkan uraian di atas, maka dianggap perlu diadakan suatu penelitian

tentang makna bahasa dari sudut pandang semantik, terutama semantik bahasa daerah,

yaitu bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut : ”Bagaimanakah penggunaan semantik kata dan kalimat dalam bahasa Melayu

dialek Bandar Khalipah berdasarkan teori semantik struktural”. Masalah ini

dispesifikasikan atas dua bagian :

1. Bagaimanakah semantik leksikal dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah?

2. Bagaimanakah semantik kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah?

1.3 Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan pendekatan semantik struktural sebagai konsep dasar.

Dalam mendeskripsikan bahasa dengan pendekatan semantik struktural teori yang

dipergunakan adalah teori analisis hubungan makna, teori analisis komponen makna,

teori analisis medan makna, dan teori analisis kombinatorial, (Parera, 1991 : 49 : 100).

1. Teori Analisis Hubungan Antarmakna

Hubungan antarmakna adalah hubungan kemaknaan antara satuan bahasa. Satuan

bahasa mencakup morfem, kata, frase, dan kalimat. Hubungan kemaknaan menyatakan

(19)

yang masing-masing disebut sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, dan

homograf.

2. Teori Analisis Komponen Makna

Analisis komponen makna adalah cara menganalisis struktur makna. Pendekatan

ini menganalisis kata ke dalam perangkat komponen semantik.

Parera, (1991:89), mendeskripsikan komponen semantik tentang seks, generasi,

dan garis keturunan. Komponen seks dibedakan atas, “jantan” (+) dan “betina” (-). Setiap

kata itu terdiri dari sejumlah komponen (komponen makna dan fitur semantik) yang

membentuk keseluruhan makna kata tersebut. Komponen makna tersebut dianalisis satu

per satu, (+ manusia), (- jantan), (+ kawin), dan (+ punya anak). Perbandingan

fitur/komponen kata, ayah “ayah” dan omak “ibu”, dalam bagan sebagai berikut :

No. Komponen Makna Ayah Omak

1 manusia + +

2 dewasa + +

3 jantan + -

4 kawin + +

5 punya anak + +

Keterangan : Tanda (+) berarti memiliki komponen makna tersebut

(20)

Selanjutnya analisis komponen semantik makna kata dapat memberi jawaban,

mengapa suatu kalimat, a). benar (analitis), b). berkontradiksi dan c). bersifat anomali

(aneh). Misalnya kalimat di bawah ini :

a. Omakku udah dewasa Ibu saya sudah dewasa

Kalimat (a) adalah kalimat yang benar (kalimat analitis)

b. Omakku bolum dewasa Ibu saya belum dewasa

Kalimat (b) adalah kalimat yang bertentangan (berkontradiksi)

c. Omakku diakit Ibu saya dirakit

Kalimat (c) adalah kalimat yang bersifat anomali

3. Teori Analisis Medan Makna

Parera, (1991:69) menyatakan bahwa setiap kata dapat dikelompokkan sesuai

dengan medan maknanya. Dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefenisikan dan

diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumbang tindih antara sesama makna. Medan

makna merupakan satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan kesamaan,

kontak/hubungan dan hubungan asosiasi. Setiap medan makna akan selalu cocok antar

sesama medan sehingga membentuk keutuhan bahasa yang tidak mengenai timpang

tindih, seperti dalam bagan berikut :

Pandai

cerdik bijak

terpelajar berpengalaman

(21)

Jadi kata cerdik, terpelajar, terdidik, bijak, berpengalaman, cendikiawan, termasuk dalam

kelompok pandai.

4. Teori Analisis Kombinatorial

Analisis kombinatorial adalah analisis kalimat yang menyatakan bahwa makna

sebuah kalimat ditentukan oleh makna kata-kata pembentuknya dan makna runtunan

kata-kata yang membentuk kalimat itu. Makna yang muncul akibat runtunan kata-kata itu

disebut makna struktural. Ciri yang menandakan makna struktural yang diterima oleh

pemakainya membentuk tata bahasa sebuah bahasa. Dengan demikian kegramatikalan

sebuah kalimat ditentukan oleh hubungan makna yang diterima oleh masyarakat

pemakainya.

Para pakar membedakan makna leksikal dan makna struktural atau makna

gramatikal. Makna sebuah kalimat berupa kombinasi antara makna leksikal unsur

pembentuk kalimat dan makna struktural. Pendekatan ini disebut pendekatan semantik

kombinatorial.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna leksikal dan makna

kalimat bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, menurut teori semantik struktural.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan :

1. Semantik leksikal seperti : makna kata, makna morfem, bentuk leksikon, unsur

leksikon, bentuk kata turunan, makna kata majemuk, makna idiom, ciri-ciri makna

(22)

2. Semantik kalimat seperti makna harfiah, makna nonharfiah, ciri-ciri makna kalimat,

dan hubungan makna kalimat.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai sarana untuk menunjang pengembangan ilmu pengetahuan melalui

penyediaan informasi yang berhubungan dengan analisis semantik.

2. Sebagai referensi dan pengembangan konsep bagi peneliti lain untuk melakukan

penelitian lebih lanjut, analisis bahasa umumnya dan analisis semantik khususnya.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Semantik Sebagai Kajian Makna

Semantik merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna (arti,

Inggris : meaning). Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Istilah

semantik baru muncul dan diperkenalkan melalui organisasi filologi Amerika (American

Philological Association) tahun 1894. Istilah semantique dalam bahasa Perancis yang

diserap dari bahasa Yunani, diperkenalkan oleh Breal.

Semantik muncul sebagai subdisiplin ilmu linguistik muncul pada abad ke-19.

Coseriu dan Greckeler mengatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga istilah yang

berhubungan dengan semantik, yakni linguistic semantics, the semantic of logicians, dan

general semantics. Coseriu dan Greckeler (1981 : 8) dalam Pateda menyatakan bahwa

istilah semantik mula-mula diperkenalkan oleh sarjana Perancis yang bernama Breal pada

tahun 1883.

Breal, (1983), dalam sejumlah jurnal klasik membuat kerangka program sejumlah

ilmu pengetahuan ”baru” dan memberikan sebuah nama yang sampai sekarang masih

terkenal :

”Suatu studi yang mengundang pembaca untuk mengikuti kami adalah barang baru yang belum diberi nama. Memang ilmu itu mengenai batang tubuh dan bentuk kata-kata sebagaimana yang dikerjakan oleh para linguis hukum yang menguasai perubahan makna, pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan baru, lahir dan matinya bentuk ungkapan (idiom), telah ditinggalkan dalam gelap atau hanya secara kausal saja ditunjukkan, karena studi yang tidak kurang pentingnya dari fonetik dan morfologi ini perlu mempunyai nama, maka kami akan menyebutnya semantik, yaitu ilmu tentang makna”.

Pada dua dasawarsa terakhir abad ke-19 mempercepat minat terhadap semantik.

(24)

dalam buku Hermann Paul, sarjana bahasa terkenal, Prinzipien der Sprachgeschichte

(Pokok-pokok Sejarah Bahasa) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris

(1880) dan diadaptasikan dalam bahasa itu (1889). Di Perancis juga ada dua buah buku

penting yang banyak dibaca orang yang menyangkut masalah semantik, yaitu karya

Arsens Darmesteter, La Vie des Mots etudies dans leurs significations (1887) dan sepuluh

tahun kemudian karya Breal, Essai de Semantique (1897). Kedua buku ini boleh

dikatakan merupakan karya klasik awal suatu ilmu pengetahuan baru ( S. Ullman., 1977).

Semantik sebagai kajian makna, yaitu makna yang tersirat dalam kalimat juga

menjadi objek pembahasan dalam semantik, dan makna yang muncul dalam pembicaraan

tentang kata yang disebut makna kata. Pembicaraan tentang makna kata juga menjadi

objek dalam semantik. Semantik merupakan kajian yang sangat luas tentang makna. Para

ahli berpendapat bahwa semantik adalah studi tentang makna.

Secara empiris sebelum seseorang berbicara dan ketika seseorang mendengar

ujaran seseorang terjadi proses mental pada diri keduanya. Proses mental tersebut

merupakan proses menyusun kode semantik, kode gramatikal dan kode fonologi pada

pihak pembicara, dan proses memecahkan proses fonolofis, gramatikal, dan kode

semantik pada pihak pendengar. Dengan kata lain, baik pada pembicara maupun

pendengar terjadi proses pemaknaan, (Pateda, 1996:7).

2.2 Teori-Teori Semantik

Teori tentang makna dibedakan atas :

1. Teori Refrensial, teori ini dikemukakan oleh Ogden dan Richards (1923) yang

menggambarkannya dalam sebuah bentuk segitiga, yaitu segitiga makna. Menurut

(25)

ditunjuk oleh kata itu, atau objek yang ditunjuk oleh objek itu. Dengan kata lain

makna adalah objek yang ditunjuk oleh satu kata (ujaran) atau makna sebuah ujaran

adalah referensi ujaran tersebut. Namun teori ini memiliki kelemahan karena tidak

semua kata mempunyai referensi meskipun semua kata mempunyai makna.

2. Teori Behaviorist, makna menurut teori ini adalah situasi bahasa ketika seseorang

mengucapkan sesuatu beserta tanggapan yang muncul pada pihak pendengar terhadap

ucapan tersebut. Salah seorang pelopornya yaitu Bloomfield. Menurut Bloomfield

situasi bahasa merupakan gambaran S (stimulus) dan R (respons). S-R merupakan

makna ujaran dan akhirnya menentukan makna dengan ciri-ciri situasi yang berulang

dimana bahasa digunakan.

3. Teori Mentalist, menurut teori ini, makna merupakan gagasan, ide, konsep yang

berhubungan dengan ujaran tersebut. dengan kata lain arti makna sebuah kata adalah

konsep atau gagasan yang berhubungan dengan kata tersebut. Satu ciri utama dari

teori ini ialah ucapan Glucksberg dan Danks, yakni :

”The set of possible meanings in any given word is the set of possible feelings,

images, ideas, concepts, thoughts, and inferences that a person might produce when that word is heard and processed.”

4. Teori Pemakaian. Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman yang bernama

Wittgenstein (1830, 1858). Bagi Wittgenstein, bahasa merupakan suatu bentuk

permainan yang diadakan dalam beberapa konteks dengan beberapa tujuan.

Bahasapun mempunyai kaidah yang membolehkan beberapa gerakan, tetapi melarang

gerakan yang lain. Wittgenstein memberi nasihat, ”Jangan menanyakan makna

(26)

ujaran digunakan oleh pemakai bahasa dengan kata lain makna sebuah ujaran

ditentukan oleh pemakainya dalam masyarakat bahasa.

2.3 Jenis Makna

Ada beberapa jenis makna, yaitu :

1. Makna Leksikal (lexical meaning)

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada kata tanpa konteks

apapun. Dengan kata lain makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna

yang sesuai dengan hasil indera kita. Contoh : ular, memiliki makna leksikal “sejenis

binatang melata yang sangat berbisa”.

Makna leksikal dikatakan juga makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, sebab

makna sebuah kata dapat berubah apabila kata tersebut telah berada di dalam

kalimat. Dengan demikian ada kata-kata yang makna leksikalnya dapat dipahami

jika kata-kata itu sudah dihubungkan dengan kata-kata yang lain. Kata-kata seperti

ini termasuk kelompok tugas atau partikel, misalnya kata, dan, ini, ke, yang.

2. Makna Gramatikal (gramatical meaning)

Makna gramatikal atau makna struktural adalah makna yang muncul sebagai akibat

berfungsinya kata dalam kalimat. Makna gramatikal ada jika terjadi proses

gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

3. Makna Kontekstual (contextual meaning)

Makna kontekstual adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara

ujaran dan konteks. Konteks dapat berwujud banyak hal. Konteks yang dimaksud

(27)

kata-kata yang maknanya dipahami oleh lawan bicara sesuai dengan jenis kelamin,

usia, latar belakang pendidikan dan latar belakang ekonomi. Misalnya, kata

‘relevan’ sulit bagi kita mengharapkan pemahaman kata itu bagi anak yang belum

sekolah. Konteks situasi, yaitu konteks yang memaksa pembicara mencari kata yang

maknanya berkaitan dengan situasi. Misalnya, situasi gembira maka kita mencari

kata yang maknanya sesuai dengan situasi tersebut. Konteks tujuan, konteks formal,

konteks suasana hati pembicara/pendengar, konteks waktu, konteks tempat, konteks

kebahasan, dan lainnya.

4. Makna Denotatif (denotative meaning) dan Makna Konotatif (conotative meaning)

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang

dimiliki oleh sebuah kata. Menurut Harimurti, (1982:32), makna denotatif

merupakan makna kata atau kelompok kata yang didasarkan antara hubungan lugas

antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang didasarkan pada konvensi

tertentu. Sedangkan makna konotatif adalah makna yang muncul sebagai akibat

asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang dibaca. Dengan kata lain

makna konotatif berhubungan dengan nilai rasa pemakai bahasa.

5. Makna Kognitif (cognitive meaning) atau Makna Referensial

Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa

yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa, objek atau gagasan,

dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya. Makna kognitif lebih

banyak berhubungan dengan pemikiran kita tentang sesuatu.

(28)

Makna konseptual merupakan hal yang esensial di dalam suatu bahasa. Makna

konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau

asosiasi apapun. Sebenarnya makna konseptual sama dengan makna denotatif.

Sedangkan asosiasi adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan

adanya hubungan kata tersebut dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna

asosiasi termasuk juga dengan makna konotatif, karena kata-kata tersebut

berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata tersebut, (Leech, 1976).

2.4 Ciri-ciri dan Hubungan Makna Leksikal 2.4.1. Kebermaknaan

Sebuah kata disebut bermakna atau mempunyai arti apabila kata itu memenuhi

satu konsep atau mempunyai rujukan, sedangkan kalimat atau frase dapat dikatakan

mempunyai kebermaknaan atau kepenuhmaknaan.

2.4.2. Antonimi

Antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno, ‘anoma’ nama dan ‘anti’ melawan.

Maka antonimi dalam makna harfiahnya, nama lain untuk benda yang lain. Antonim

adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi bisa juga frasa atau kalimat) yang dianggap

makna kebalikan dari ungkapan lain.

2.4.3. Sinonimi

Sinonimi juga berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni ‘anoma’ nama, ‘syn’

(29)

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara

satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya.

2.4.4. Hiponimi

Hiponim adalah ungkapan yang maknanya dianggap merupakan bagian dari

makna suatu ungkapan lain.

2.4.5. Homonimi

Homonim adalah ungkapan yang bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain,

tetapi dengan perbedaan makna di antara kedua ungkapan tersebut.

2.4.6. Homograf

Homograf mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya,

tetapi pengucapan dan maknanya tidak sama.

2.4.7. Polisemi

Polisemi adalah suatu kata yang mengandung seperangkat kata yang berbeda,

mengandung makna ganda.

2.5. Perubahan Makna

Bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai

bahasa. Diketahui bahwa pemakaian bahasa diwujudkan dalam bentuk kata dan kalimat.

Karena pemikiran manusia berkembang, maka pemakaian kata dan kalimat berkembang

(30)

Pengurangan yang dimaksud, bukan saja pengurangan dalam bentuk kuantitas kata tetapi

juga dalam bentuk kualitas kata.

Perubahan makna meliputi: perluasan, penyempitan/pembatasan, penggantian,

penggeseran, pelemahan, kekaburan makna, dan sebagainya. Perubahan makna tersebut

bisa saja terjadi karena perubahan kata dari bahasa lain, termasuk dari bahasa daerah ke

bahasa Indonesia. Adapun jenis-jenis dari perubahan tersebut, (Pateda, 1996) :

1. Perluasan makna, yaitu terjadi perubahan makna lebih luas makna sekarang dari pada

makna sebelumnya.

2. Penyempitan atau pembatasan makna, yaitu terjadi perubahan makna yang mengacu

kepada penyempitan makna, pembatasan makna. Dengan kata lain makna

sebelumnya lebih luas dari pada makna sekarang.

3. Sinestesia, yaitu perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera.

Pertukaran indera yang dimaksud, misalnya indera perasa dan indera pendengaran.

Seperti kata “pahit”, pada indera perasa “Kopi ini kurang gula masih terasa pahit”,

pada indera pendengaran “Begitu pahit kata-katanya sehingga membuatku

tersinggung”.

4. Amelioratif, yaitu perubahan makna yang menjurus pada hal-hal yang

menyenangkan. Perubahan makna sekarang lebih tinggi nilainya dari pada makna

sebelumnya.

5. Peioratif, yaitu kebalikan amelioratif, perubahan makna menjurus pada hal-hal yang

tidak menyenangkan. Perubahan makna sekarang lebih rendah dari pada makna

sebelumnya.

(31)

Menurut Selametmuljana, (1964:25), asosiasi adalah hubungan antara makna asli,

makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan

makna yang baru, yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke

dalam pemakaian bahasa.

7. Kekaburan makna

Kekaburan makna terjadi karena kurang memahami apa yang disampaikan oleh

pembicara. Kadang kita tidak mengerti apa yang diujarkan oleh pembicara karena

kondisi kita mengantuk, kita tidak mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang

disampaikan, kita hanya memperhatikan gaya pembicara atau karena adanya

gangguan dari luar, seperti karena kebisingan lalu lintas, dan sebagainya. Kekaburan

makna juga dapat terjadi karena jika kosa kata kita kurang, apalagi kalau kata yang

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.

Penelitian ini dilaksanakan apa adanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang

secara empiris hidup pada penuturnya, sehingga menghasilkan pemerian bahasa yang apa

adanya, (Sudaryanto, 1992 : 62).

2.2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bandar Khalipah,

Kabupaten Serdang Bedagai. Lokasinya 20 Km dari Tebing Tinggi Deli atau 5 Km dari

batas barat Kabupaten Asahan, bagian utaranya berbatasan dengan Bedagai.

2.3. Sampel Penelitian

Sampel dari penelitian ini adalah penutur asli bahasa Melayu dialek Bandar

Khalipah sebanyak 20 orang informan. Menurut Samarin (1967:27-29), informan yang

dianggap representatif adalah informan yang mampu menggunakan bahasanya, sehingga

kelompoknya dapat menerima dan memahaminya.

Adapun kriteria informan penelitian ini sebagai berikut :

1. Penutur asli bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.

2. Laki-laki dan perempuan yang berusia minimal 30 tahun.

3. Pendidikan serendah-rendahnya SLTP.

(33)

5. Memiliki alat ucap sempurna juga terandal dalam ucapan serta memiliki daya

ingat yang kuat, (Samarin, 1967 : 30-36).

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan metode simak dan wawancara,

yaitu dengan melakukan wawancara dan menyimak penggunaan bahasa, (Sudaryanto,

1993 : 133). Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik catat,

(Sudaryanto, 1993 : 139). Dengan mencatat kata-kata yang terdapat dalam bahasa

Melayu dialek Bandar Khalipah.

3.5. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang diterapkan dalam mendeskripsikan semantik leksikal

adalah teori analisis komponensial dalam arti setiap kata dianalisis berdasarkan

pengertian makna yang dimilikinya, sehingga ditemukan ciri dan hubungan makna

leksikal, sedangkan dalam mendeskripsikan semantik kalimat berdasarkan prinsip

komposisional yaitu makna sebuah kalimat ditentukan oleh makna unsur-unsur

pembentuknya dan hubungan gramatikal yang terdapat dalam kalimat itu (Parera,

1991:100).

3.6. Variabel yang Diamati

Adapun variabel semantik yang peneliti amati, adalah :

1. Kata

Yaitu kata-kata yang terdapat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.

(34)

Yaitu kata turunan yang dibentuk dari hasil proses afiksasi, sufiksasi, infiksasi

dan konfiksasi.

3. Makna kalimat

Medan makna, komponen makna, konfigurasi leksikal.

4. Ciri-ciri makna leksikal

Kebermaknaan, polisemi, homonim.

5. Hubungan makna kalimat

Yaitu sinonim makna kalimat maksudnya makna dua kalimat dikatakan memiliki

hubungan sinonim apabila kedua makna kalimat tersebut dapat saling

menurunkan atau makna kedua kalimat itu menurunkan turunan makna yang

sama. Antonim dalam kalimat adalah dua makna kalimat dianggap berantonim

jika kedua kalimat itu berlawanan.

6. Hubungan makna leksikal

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah 4.1.1 Kata dan Morfem

Kata maupun morfem adalah satuan-satuan lingual yang merupakan unit kunci

pada tataran linguistik dimana satu dengan yang lainnya berkaitan pada pengkajian

bahasa.

Adapun hasil penelitian penggunaan kata dan morfem dalam bahasa Melayu

dialek Bandar Khalipah terdapat pada tabel di bawah ini :

KATA MORFEM

tengok tengok

tetengok te

menengok me

tengokan an

bosa bosa

tebosa te

membosa mem

bosakan an

membosakan mem-kan

dompang dompang

mendompang men

(36)

lanjutan

mendompangkan men-kan

piuh piuh

dipiuh di

piuhkan kan

memiuh mem

bogi bogi

dibogi di

bogikan kan

membogi mem

membogikan mem-kan

4.1.2 Leksikon dan Unsur Leksikon

Leksikon dan unsur leksikon dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah,

terdiri atas :

1. Kategorimatik, yakni kata-kata yang sifatnya deskriptif memiliki gambaran, yaitu

nomina, verba, adjektiva, dan adverbia.

2. Sinkategorimatik, yakni preposisi dan konjungsi

3. Idiom

Leksikon dalam bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah, yaitu:

kasut ; selop/sandal

katil ; tempat tidur

(37)

golas ; gelas

moto ; mobil

okok ; rokok

selampai ; saputangan

tempayan ; tempat air

tika ; tikar

ambek ; ambil

golak ; ketawa

sodih ; sedih

sonang ; senang

punggah ; bongkar

pogi ; pergi

balek ; pulang

belanjo ; belanja

cekel ; pelit

peel ; kelakuan

meah ; merah

kuneng ; kuning

buwok ; buruk

elok ; baik

tido ; tidur

di sanan ; di sana

(38)

ondah hati ; rendah hati

pembongak ; pembohong

koas kepalo ; keras kepala

umah sakit ; rumah sakit `

4.1.3 Kata Turunan

Kata turunan dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

Prefiksasi :

bekoas ; berkeras

beobut ; berebut

bojalan ; berjalan

dipiuh ; dicubit

membasuh ; mencuci

menengok ; melihat

memboli ; membeli

membosa ; membesar

membogi ; memberi

mendompang ; memukul

pembongak ; penipu

tetido ; tertidur

tegolak ; tertawa

tejatoh ; terjatuh

(39)

patohi ; patuhi

bosakan ; besarkan

tengokkan ; lihatkan

bogikan ; berikan

tidokan ; tidurkan

iyolah ; sebaiknya iya

bolikan ; belikan

Infiksasi :

Infiks /-el-/ ; tapak - telapak (telapak)

tunjuk - telunjuk (telunjuk)

gombung - gelombung (gelembung)

Infiks /-em-/ ; tuwun - temuwun (turun)

kuneng - kemuneng (kuning)

gota - gemota (gemetar)

Infiks /-er-/ ; gigi - gerigi

guwuh - gemuwuh (gemuruh)

tali - terali

Konfiksasi :

Konfiks /ke-an/ ; sojuk - kesojukan (dalam keadaan sejuk)

lombik - kelombikan (dalam keadaan lembek)

(40)

4.1.4 Kata Majemuk

Uraian kata majemuk berdasarkan unsurnya dalam bahasa Melayu dialek Bandar

Khalipah, sebagai berikut :

a. Unsur pertama dan unsur kedua kata benda

Contoh :

kaeto lombu ’kereta lembu

utan imbo ’hutan rimba’

ladam kudo ’ladam kuda’

anak talingo ’anak telinga’

topung boas ’tepung beras’

b. Unsur pertama kata benda dan unsur kedua kata keadaan

Contoh :

bini mudo ‘istri muda’

cino buto ‘cinta buta’

lancang kuneng ‘lancang kuning = perahu kebesaran raja’

c. Unsur pertama kata benda dan unsur kedua kata kerja

Contoh :

kaeto sowong ‘kereta sorong’

bonang jait ‘benang jahit’

gayung besambut ‘gayung bersambut = kata yang dapat dipahami’

pos jago ‘pos jaga’

piso lipat ‘pisau lipat’

(41)

d. Unsur pertama dan unsur kedua kata keadaan

Contoh :

gundah gulano ‘gundah gulana = sangat bingung’

joeh payah ‘jerih payah = hasil susah’

ponuh sosak ‘penuh sesak = sangat penuh’

kuwus koing ‘kurus kering’

duko lao ‘duka lara’

haam jadah ‘haram jadah = anak di luar nikah’

pocah bolah ‘pecah belah = tembikar’

lomah lombut ‘lemah lembut = sopan santun’

e. Unsur pertama dan unsur kedua kata kerja

Contoh :

jual boli ‘jual beli’

sepak tojang ‘sepak terjang’

patah tumboh ’patah tumbuh’

poluk cium ’peluk cium’

jungke balik ’jungkir balik’

angkat bicao ’angkat bicara’

f. Unsur pertama kata kerja dan unsur kedua kata benda

Contoh :

angkat tangan ’angkat tangan’

timbang aso ’timbang rasa’

(42)

lenggang kangkung ’lenggang kangkung’

angkat kaki ’angkat kaki’

g. Unsur pertama kata kerja dan unsur kedua kata keadaan

Contoh :

kojo koas ’kerja keras’

cakap bosa ’besar cakap = mengada-ada’

tampa sayang ’tamapr sayang’

h. Unsur pertama kata benda dan unsur kedua kata bilangan

Contoh :

kelambe limo ’kelambir lima’

oda duo ’roda dua’

bintang tujoh ’bintang tujuh’

seampang duo bolas ’serampang dua belas’

kaki limo ’kaki lima’

i. Unsur pertama kata bilangan dan unsur kedua kata benda

Contoh :

tigo seangkai ’tiga serangkai’

ompat sekawan ’empat sekawan’

duo sejoli ’dua sejoli’

duo setali ’dua setali’

4.1.5 Idiom

Adapun penggunaan idiom berdasarkan hasil penelitian dalam bahasa Melayu

(43)

a) bako tak codak (keturunan tidak baik)

b) mengangkat batang teondam (mengulang kelakuan yang tidak baik)

c) mocam jouk puut (seperti jeruk purut = cemberut)

d) ondah hati (rendah hati)

e) balok bilah lukah (bambu untuk membuat bubu)

f) adat tolok timbunan katial (orang tua banyak pengalaman)

g) pisau paot tajam sebolah (orang yang tegas)

h) koas kepalo (keras kepala / tidak bisa dinasehati)

i) sepeah tigo tail (perangai yang sama saja)

j) sombah sujud (minta ampun),

k) langit bekelike gunung katembeang (umpama pada orang yang berpikir)

l) tukang bongak (pembohong)

m) katokuk lutut (bersila)

n) membanting tulang (kerja keras).

4.1.6 Ciri-ciri Makna Leksikal

1. Kebermaknaan

Dalam Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah unsur leksikon yang terbesar

adalah kata. Unsur leksikon dianggap bermakna selama unsur tersebut tidak berubah

unsur formalnya untuk mendukung makna tersebut serta mempunyai suatu konsep atau

rujukan.

Berdasarkan hasil penelitian kebermaknaan dalam bahasa Melayu dialek Bandar

Khalipah terdapat pada kata di bawah ini :

(44)

pinggan (n) ; piring

leyeng (n) ; sepeda

umah (n) ; rumah

okok (n) ; rokok

katil (n) ; tempat tidur

bungsu (n) ; anak yang paling kecil

uncu (n) ; saudara laki-laki ayah/ibu yang paling kecil

celano (n) ; celana

boas (n) ; beras

selampai (n) ; saputangan

empolam (n) ; mangga

gotil (v) ; cubit

pogi (v) ; pergi

donga (v) ; dengar

dompang (v) ; pukul

lumpat (v) ; lompat

tengok (v) ; lihat

tules (v) ; tulis

lai (v) ; lari

balek (v) ; pulang

tompis (v) ; lempar

cekel (adj) ; pelit

(45)

koto (adj) ; kotor

gilo (adj) ; gila

golap (adj) ; gelap

meah (adj) ; merah

kuneng (adj) ; kuneng

towang (adv) ; terang

golap gulito (adv) ; gelap gulita

sodih (adv) ; sedih

sanan (adv) ; sana

sensao (adv) ; sengsara

kayo (adv) ; kaya

sonang (adv) ; senang

tigo (num) ; tiga

ompat (num) ; empat

lapan (num) ; delapan

limo bolas (num) ; lima belas

seibu (num) ; seribu

matoai (n.mjm) ; matahari

tika bantal (n.mjm) ; peralatan tido

umah tanggo (n.mjm) ; rumah tangga

ketoapi (n.mjm) ; kereta api

muko kusu (n.idiom) ; sedang susah

(46)

tukang makan (n,idiom) ; menghabiskan

koas kepalo (adj.idiom) ; keras kepala, tidak bisa dinasehati

2. Polisemi

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah ditemukan sejumlah kata yang

memiliki ciri polisemi. Kata-kata yang berpolisemi kemungkinan akan menyebabkan

ketaksaan di dalam kalimat tertentu.

Polisemi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

abah : ’ayah’

’abang’

adu : ’melapor, mengadukan’

’laga, tarung’

daki : ’kotoran badan’

’mendaki gunung’

gatal : ’gatal’

’genit’

jangko : ’jangka’

’masa’

jati : ’kayu jati’

’asli, murni’

laku : ’laris’

’tingkah, perangai’

geloga : ’bagian bawah dari rumah tempat memaku lantai’

(47)

3. Homonim

Berdasarkan hasil penelitian dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah juga

ditemukan beberapa kata yang berciri homonim, yaitu :

campak I ’penyakit’

campak II ’buang, lempar’

cokik I ’makan’

cokik II ’cekek’

ajat I ’mau buang kotoran’

ajat II ’niat, keinginan/maksud’

kecek I ’bujuk’

kecek II ’cakap’

kopayang I ’sejenis pohon’

kopayang II ’rindu sangat’

lancang I ’kurang sopan, sembrono’

lancang II ’perahu’

langga I ’tabrak/tubruk’

langga II ’surau’

putek I ’pucuk, buah muda’

putek II ’petik, ambil’

sumbang I ’janggal’

sumbang II ’bantu, sokong’

uwout I ’nomor urut’

(48)

4.1.7. Hubungan Makna Leksikal

1. Sinonim

Sinonim juga terdapat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah. Hubungan

leksikal antar kata yang bersinonim tersebut memiliki ciri semantis yang sebagian besar

sama.

botul = bona

cekel = polit

ponat = lotih

gilo = nana

kojam = bongis

elok = cantek

tengok = lihat

gagah = pekasa

pinta = pandai

bonak = bodoh

2. Antonim

Antonim dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

idup (hidup) mati (mati)

di lua (di luar) di dalam (di dalam)

lanjutan

jantan (laki-laki) betino (perempuan)

(49)

diam (diam) begoak (bergerak)

Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi adalah antonim yang memiliki

hubungan gradual yaitu kata-kata yang memiliki nilai relatif dan cenderung dapat

dibandingkan dengan kata lainnya, seperti berikut :

golap (gelap) towang (terang)

buwok (jelek) elok (cantik)

tuo (tua) mudo (muda)

bosa (besar) kocik (kecil)

manis (manis) paet (pahit)

jaoh (jauh) dokat (dekat)

itam (hitam) puteh (putih)

konyang (kenyang) lapa (lapar)

baosih (bersih) koto (kotor)

ajin (rajin) malas (malas)

sonang (senang) sensawo (susah)

jujo (jujur) bongak (bohong)

Selain itu dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat juga antonim

yang bersifat relasional.

laki (suami) >< bini (istri)

membogi (memberi) >< meneimo (menerima)

menjual (menjual) >< memboli (membeli)

guwu (guru) >< muid (murid)

(50)

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat juga kata yang

berhiponim yaitu kata-kata yang sebagian maknanya saling berhubungan.

Superordinat : bungo ’bunga’

Hiponim : mawa ’mawar’

cempako ’cempaka’

anggek ’anggrek’

melati ’melati’

tanjong ’tanjung’

kenango ’kenanga’

Superordinat : buwong ’burung’

Hiponim : gawudo ’garuda’

geejo ’gereja’

bango ’bangau’ gelotik ’gelatik’

pekutut ’perkutut’

moak ’merak’

nuwi ’nuri’

kakaktuo ’kakaktua’

Superordinat : wono ’warna’

Hiponim : meah ’merah’

kuneng ’kuning’

ijo ’hijau’

(51)

itam ’hitam’

biwu ’biru’

Superordinat : buah ’buah’

Hiponim : kelapo ’kelapa’

cempodak ’cempedak’

mangges ’manggis’

empolam ’mangga’

pepayo ’pepaya’

4.1.8 Medan Makna

Medan makna terbagi dua.

a. Medan makna kolokasi (caloco)

b. Medan makna golongan set (rangkaian)

a) Golongan kolokasi menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara

kata-kata atau unsur-unsur leksikal.

Medan makna golongan kolokasi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah,

terdapat pada kalimat :

”Tiang laya sampan nelayan tu pateh ditropo badai, lalu sampan tu digulong

ombak, dan tenggolam besamo isinyo.”

b) Golongan set menunjukkan hubungan paradigmatik karena unsur atau kata-katanya

berada dalam satu set (rangkaian) dan dapat saling menggantikan atau

disubstitusikan.

(52)

”lajang” berada diantara masa kanak-kanak dengan dewasa. Sojuk “sejuk” berada

diantara dingin dengan angat “rengat”, tongah “tengah” berada di antara ujung dan

pangkal ongah “saudara ke dua” di antara ulung dan andak “saudara ketiga”.

4.1.9 Ciri Semantik

Untuk menentukan komponen diagnostik ada beberapa prosedur yang dilakukan :

1) Menyeleksi sejumlah makna yang diasumsikan mempunyai relasi dan membentuk

medan makna berdasarkan komponen makna bersama. Dalam bahasa Melayu dialek

Bandar Khalipah :

ayah

omak mempunyai komponen bersama yaitu manusia

ocik

paman

2) Mendaftarkan semua jenis referen spesifik untuk setiap makna, sebagai berikut :

Komponen Makna Ayah Omak Ocik Paman

manusia + + + +

dewasa + + + +

kawin + + + +

jantan + - - -

3) Menentukan komponen yang tepat berdasarkan makna dalam satu kata atau lebih,

tetapi tidak semua kata dalam medan makna.

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat komponen makna sebagai

(53)

Kata kemenakan bisa komponennya lelaki atau wanita.

Kata ocik dan omak komponennya jelas wanita.

Kata ayah komponennya jelas lelaki, dan sebagainya.

4) Menentukan komponen diagnostik yang tepat untuk setiap kata.

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, kata omak jelas komponennya

perempuan, tingkatnya satu generasi di bawah ego dan keturunan langsung.

Kata ayah jelas komponennya lelaki, setingkat di atas ego, dan keturunan langsung.

5) Mendeskripsikan secara sistematis fitur-fitur/ciri diagnostik yang terdapat dalam

kata-kata tersebut. Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah dapat dibuatkan sebagai

berikut:

Komponen ayah omak paman ocik kakak anak sepupu

Lelaki/wanita L P L P L/P L/P L/P

Generasi:+1, sama

(s)-1

+1 +1 +1 +1 S -1 +1/S/-1

Garis

keturunan:langsung

(1), +1, +2

1 1 +1 +1 -1 1 +2

Pertalian darah (pd)

atau perkawinan (p)

PD PD PD/P PD/P PD PD PD

Penamaan adalah proses menamai komponen yang ditentukan oleh referennya.

(54)

a. ayah omak

odan (saya) penamaan pada satu referen

b. Ocik paman kemanakan (laki-perempuan)

adik perempuan adik lelaki anak adik-abah

omak ayah omak ayah omak ayah

c. ayah omak paman ipa kemanakan nenek/atok

manusia

(komponen makna bersama)

Parafrasa memberikan komponen makna satu melalui kata-kata. Dalam bahasa

Melayu dialek Bandar Khalipah :

a) besan = ayah dan omak sepasang suami isteri

b) bias = ipa “ipar”atau para suami dari dua orang wanita yang bersaudara.

c) atok = panggilan anak kepada ayah atau omak sepasang suami isteri (laki-bini)

d) paman/pakcik = adik laki-laki dari ayah/omak saya.

e) ocik = adik perempuan dari ayah/omak saya.

f) ulung = saudara lelaki saya yang tertua.

(55)

Pendefinisian memberikan makna kata berdasarkan analisis komponen makna dan

parafrasa, dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah sebagai berikut :

1. paman = adik lelaki ayah/omak yang nikah dengan adik perempuan ayah/omak

saya dan berada satu angkatan diatas saya.

2. menantu = suami anak perempuan atau isteri anak lelaki saya.

3. perkerabatan : buyut

moyang

atok/nenek

mentuo ayah/omak paman

besan ipa laki/bini ego saudara (kakak/adik) sepupu

menantu + anak kemanakan

cucu

cicit

(56)

ket : menurunkan

+ menikah

Semua istilah dihitung dari ego

4.1.10 Konfigurasi Leksikal

Taksonomi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

betinju adalah tindakan bekelahi

kata betinju merupakan taksonomi bekelahi, betinju adalah X dan bekelahi adalah Y,

bekelahi merupakan relasi vertikal.

Meronomi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada kata

sebagai berikut :

1. pengayoh dan sampan

2. atap dan umah “rumah”

3. kinyam “dirasa” dan makan

4. jeojak “jerejak” dan tingkap “jendela”

Endonimi pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah sebagai berikut:

1. tetido “tertidur” dan lolap “lelap”.

2. tetawo “tertawa” dan tebahak “terbahak”.

Paronimi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah sebagai berikut:

pukol “pukul” – memukul

pogang “pegang” – tepogang “terpegang”

bongak “bohong” – membongak “membohong”

(57)

puteh “putih” – memuteh “menjadi putih”

popak “pencar” – memopak “memencar”

4.1.11 Perubahan Makna

Berdasarkan hasil penelitian yang mengalami perubahan makna dalam bahasa

Melayu dialek Bandar Khalipah, sebagai berikut :

1) Perluasan makna

Dalam bahasa Melayu dialek bandar Khalipah yang mengalami perubahan makna

kata, terdapat pada kata :

kata makna dulu makna sekarang

putera ’putra’ anak laki-laki raja semua anak laki-laki

puteri ’putri’ anak perempuan raja semua anak perempuan

bonih ’benih’ bibit padi atau tanaman semua bibit, termasuk bibit manusia

2) Penyempitan

Penyempitan makna dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada

tabel di berikut ini :

Kata Makna dulu Makna sekarang

kombang’kembang’ mekar, mengurai bunga

ulamo ’ulama’ orang pandai, orang yang

mengobati orang sakit

orang yang memberikan

ceramah agama Islam

gades ’gadis dara, anak perempuan

yang sudah bisa dinikahi

(58)

3) Ameliorasi

Ameliorasi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, sebagai berikut :

a) istei ’istri’ lebih baik nilai maknanya daripada ’bini’.

b) pusako ’pusaka’ lebih baik nilai maknanya daripada ’peninggalan’.

c) melahekan ’melahirkan’ lebih baik nilai maknanya daripada ’beranak’

d) gomuk ’gemuk’ lebih baik nilai maknanya daripada ’gondut’ (gendut).

e) buang ae ’buang air’ lebih baik nilai maknanya daripada ’berak’

f) menggagai ’menggagahi’ lebih baik nilai maknanya daripada ’mempekoso’

(memperkosa).

4) Peiorasi

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat peiorasi, di antaranya:

a) coai ’cerai’ lebih kasar daripada ’talaq’

b) jantan lebih kasar daripada ’laki-laki’

c) betino ’betina’ lebih kasar daripada ’perempuan’

d) laki ’laki’’ lebih kasar daripada ’suami’

e) bini ’bini’’ lebih kasar daripada ’istri’

f) kuli maknanya lebih rendah daripada ’buoh’ (buruh)

g) bongak ’tipu’ lebih kasar daripada ’bohong’

5) Sinestesia

Sinestesia dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

a) Manes botul upanyo

b) Manes bona aso teh yang kau buat ni, hingga sakik gigiku

(59)

d) Podasnyo aso sambal ni

e) Paet ku aso keputosannyo

f) Ayah lebih suko kupi yang paet

g) Masam bona bau kingat budak tu

h) Empolam tu bona-bona masam ku aso

6) Asosiasi

Asosiasi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada kalimat di

bawah ini :

1. Apo kaojo ’bonalu’ tu di sanan.

2. Bia copat selosai bogikan sajolah ’ampelop’ tu kepadanyo.

3. Asokan kono ’batunyo’ budak tu sekaang.

4.2 Semantik Kalimat Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah 4.2.1 Makna Harfiah dan Makna Nonharfiah

Makna harfiah dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

a) Sojuk botul cuaco hai ni

b) Togap botul lombu tu

c) Telalu podas ku aso ujak si Minah

d) Tak elok sepatu tu dikakinyo

e) Budak tu cekel tak biso diambek duitnyo

f) Lampu umahnyo towang bendowang

Makna Nonharfiah dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

(60)

b) ogo dii ’kesadaran pada diri sendiri’

c) tukang tembak ’pengompas’

d) bonalu ’orang yang selalu menyusahkan orang lain’

e) cokik nanah ’orang yang suka menghabis-habiskan’

4.2.2 Ciri-ciri Makna Kalimat

Ciri-ciri makna kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah mencakup

ciri-ciri kebermaknaan, kebertentangan, kemubaziran, dan ketaksaan.

1. Kebermaknaan

Kebermaknaan dalam kalimat pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

a. Podeh ati jando tu dicoaikan lakinyo (kalimat klausa)

’Pedih hati janda itu diceraikan suaminya’

b. Ketiko pikeannyo tonang, ingat dio kesalahan lalu

’Ketika pikirannya tenang, ingat dia kesalahan lalu’

2. Kebertentangan

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat kebertentangan, sebagai

berikut :

a. Jangankan datang, mengeyem suwatpun tidak.

(Jangankan datang, mengirim suratpun tidak)

b. Oang tu kayo, tapi tidak polit.

(Orang itu kaya, tapi tidak pelit)

c. Bio pun dio susah, namun totap tabah.

(61)

3. Ketaksaan

Ketaksaan pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

1. Ati Udin bebungo-bungo bilo dipuji.

(Hati Udin berbunga-bunga bila dipuji)

2. Ani menjadi bungo deso di kampungnyo

(Ani menjadi bunga desa di kampunganya)

4. Kemubaziran (Redundansi)

Kemubaziran dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :

a) Bajunyo dituka setiap hai Ahad.

(Bajunya ditukar setiap hari Minggu)

b) Umah kami ditowangi lampu lilen.

(Rumah kami diterangi lampu lilin)

c) Amat mengayoh sampannyo mudek ke hulu.

(Amat mengayuh sampannya naik ke hulu)

4.2.3 Hubungan Makna Kalimat

1. Sinonim

Sinonim dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada kalimat di

bawah ini :

1. Aku lupo memosannyo.

(Aku lupa memesannya)

Aku tak ingat memosannyo.

(62)

2. Siang tu dio bepanas.

(Siang itu dia berpanas)

Tiap hai dio bajomu.

(Tiap hari dia berjemur)

3. Cekel botul akak tu samo adeknyo

(Pelit betul kakak itu sama adeknya)

Tak heran memang polit dio kalo soal duit.

Tidak heran memang pelit dia kalu bicara soal duit.

2. Antonim

Antonim dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat dalam kalimat

sebagai berikut :

a) Adiknyo pinta dan kakaknyo bodoh

(Adiknya pintar dan kakaknya bodoh)

b) Lai moto tu kadang copat kadang lambat

(Lari motor itu kadang cepat kadang lambat)

c) Lakinyo baek tapi bininyo cekel.

(Suaminya baik tapi istrinya pelit)

d) Bah yong itam sodangkan uncu puteh.

(Abang paling besar hitam sedangkan adik yang paling kecil putih).

e) Abah tinggi, omak pendek.

(Bapak tinggi, ibu pendek)

(63)

(Warno kulit si Minah dan si Odah macam siang dan malam)

g) Peel budak tu kadang elok tekadang jahat.

(64)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Analisis Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah 5.1.1 Kata dan Morfem

Semantik leksikal Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdiri dari kata dan

morfem.

Kata dan morfem menurut Kridalaksana, 1993:98, sebagai berikut :

1. Morfem atau kombinasi morfem dianggap sebagai satuan terkecil dapat diujarkan

sebagai bentuk yang bebas.

2. Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal dan gabungan

morfem.

Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, kata tengok ’lihat’, tetengok

’terlihat’, menengok ’melihat’, tengokkan ’lihatkan’, semuanya menunjukkan kata dan

makna yang berbeda. Meskipun dibentuk dari akar kata yang sama yaitu tengok ’lihat’.

Demikian pula kata bosa ’besar’, tebosa ’terbesar’, membosa ’membesar’,

bosakan ’besarkan’, membosakan ’membesarkan’, berasal dari akar kata bosa ’besar’.

Dompang ’pukul’, mendompang ’memukul’, didompang ’dipukul’, mendompangkan

’memukulkan’, berasal dari akar kata dompang ’pukul’. Piuh ’cubit’, dipiuh ’dicubit’,

piuhkan ’cubitkan’, memiuh ’mencubit’,berasal dari akar kata piuh ’cubit’. Bogi ’beri’,

dibogi ’diberi’, bogikan ’berikan’, membogi ’memberi’, membogikan ’memberikan’,

berasal dari akar kata bogi ’beri’. Semuanya menunjukkan kata yang berbeda dan makna

(65)

5.1.2. Leksikon dan Unsur Leksikon

Leksikon yang dimaksud pada teori semantik memiliki bentuk format yang sama

dengan apa yang kita ketahui selama ini sebagai kamus, karena sebuah leksikon

mencakup lambang fonologis dan grafologis (ilmu tentang tulisan) lambang kategori

distribusi sintaksis dan makna unsur leksikon tersebut. Demikian juga unsur leksikon

disusun menurut fonem atau huruf yang melambangkannya.

Sebagian kata sebenarnya berasal dari akar kata atau morfem dengan

menambahkan morfem derivasi. Makna unsur derivasi ini diketahui dengan syarat kata

tersebut diperoleh dari unsur (bentuk) derivasi itu. Contoh dalam bahasa Melayu dialek

Bandar khalipah kata adjektiva sonang yang memperoleh sufiks ke-an menjadi

kesonangan. Makna bentuk derivasi kesonangan dapat dipahami melalui afiks ke-an yang

menggambarkan keadaan. Namun makna bentuk derivasi tidak selamanya dapat

diperoleh dari unsur derivasi tersebut. Seperti yang terjadi pada penggabungan ke-an

dengan adjektiva malu yang menghasilkan kata derivasi kemaluan dari adjektiva menjadi

benda (nomina).

Bentuk infleksi pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah seperti kata

menengok menjadi menengok-nengok, menengokan menjadi ditengokan. Jadi bentuk

infleksi dan derivasi yang demikian masuk ke dalam leksikon bersama dengan akar kata.

Dengan demikian leksikon harus berisikan :

1. Kata dasar yang mencakup :

a. Seluruh akar leksikon seperti tika ’tikar’, pogi ’pergi’

b. Seluruh kata baik kata tunggal, majemuk, maupun idiom, seperti ondah hati

(66)

2. Kata turunan yang mencakup :

a. Morfem infleksi, seperti di-an, dan sebagainya.

b. Morfem derivasi, seperti men-an, an, ke-an, dan sebagainya.

5.1.3 Kata Turunan

Telaah kata turunan mencakup setiap kemungkinan penurunan kata melalui

proses morfologis bahasa. Beberapa penurunan leksikal morfem-morfem derivasi

maupun morfem-morfem infleksi di antaranya proses afiksasi yang mencakup prefiksasi,

sufiksasi, infiksasi, dan konfiksasi.

Kata yang termasuk prefiksasi, yaitu : bekoas, beobut, bojalan, dipiuh, membasuh,

menengok, memboli, membosa, membogi, mendompang, pembongak, tegolak, tejatoh,

tetido. Kata yang termasuk sufiksasi, yaitu : patohi, bosakan, tengokkan, bogikan,

tidokan, iyolah, bolikan. Kata yang termasuk dalam infiksasi, yaitu : infiks (-el-) ; tapak

- telapak, tunjuk - telunjuk, gombung - gelombung, infiks (-em-) ; tuwun - temuwun,

kuneng - kemuneng, gota - gemota, infiks (-er-) ; gigi - geigi, guwuh - gemuwuh, tali -

teali. Dan kata yang termasuk dalam konfiksasi : konfiks (ke-an) ; sojuk - kesojukan,

lombik - kelombikan, kocik – kekocikan.

5.1.4 Kata Majemuk

Kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang tidak

merupakan gabungan makna unsur-unsurnya (dalam Chaer 1994 :186, Sutan Takdir

Alisyahbana, 1953).

Kata majemuk merupakan rangkaian atau persenyawaan kata yang menyatakan

(67)

majemuk yang kadang-kadang strukturnya berbeda dengan bahasa Indonesia.

Unsur-unsur kata majemuk itu tidak dapat dipisahkan, dengan kata lain Unsur-unsur-Unsur-unsur itu tidak

mungkin disisipi unsur lain, seperti yang, itu, nya, dan, dan akan. Jika ada penambahan

bubuhan pada unsur kata majemuk itu , bubuhan itu harus berhubungan dengan semua

unsur itu.

Kata yang termasuk dalam kata majemuk, yaitu : kaeto lombu, utan imbo, ladam

kudo, anak talingo, topung boas, bini mudo, cino buto, lancang kuneng, kaeto sowong,

bonang jait, ponuh sosak, kuwus koing, duko lao, haam jadah, pocah bolah, lomah

lombut, sepak tojang, poluk cium, jungke balik, angkat bicao, timbang aso, kojo koas,

gayung besambut, pos jago, piso lipat, uang baco, gundah gulano, joeh payah, dan

sebagainya.

5.1.5 Idiom

Idiom merupakan ungkapan yang secara semantis tidak bersifat komposisional,

yaitu urutan kata yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna-makna leksem

sebagai unsur-unsur yang membentuk idiom tersebut (Palmer, 1976:41, Cruse, 1991:37).

Idiom dalam kajian ini dibatasi sebagai suatu ujaran yang maknanya tidak dapat

diramalkan dari unsur-unsur makna baik secara leksikal maupan gramatikal. Secara

leksikal yang tidak mengalami perilaku morfologis seperti afiksasi, dalam bahasa Melayu

dialek Bandar Khalipah : kusut masay (tidak rapi), sombah sujud (minta ampun), ondah

hati (rendah hati), koas kepalo (keras kepala / tidak bisa dinasehati), tukang bongak

’pembohong’.

Terdapat juga idiom yang secara gramatikal salah satu bagiannya mendapat

(68)

Khalipah : katokuk lutut (bersila), membanting tulang (kerja keras), adat tolok timbunan

katial (orang tua banyak pengalaman), sepeah tigo tail (perangai yang sama saja),

sombah sujud (minta ampun), langit bekelike gunung katembeang (umpama pada orang

yang berpikir), pisau paot tajam sebolah (orang yang tegas), tukang bongak

(pembohong), koas kepalo (keras kepala / tidak bisa dinasehati).

5.1.6 Ciri-ciri Makna Leksikal

1. Kebermaknaan

Sebuah kata disebut bermakna apabila kata itu memenuhi satu konsep atau

mempunyai rujukan (Parera, 1990:18). Jadi unsur leksikon dianggap bermakna selama

unsur tersebut tidak berubah wujud formalnya untuk mendukung makna tersebut serta

memenuhi satu konsep atau mempunyai rujukan.

Kebermaknaan terdapat kata berikut : yang termasuk dalam noun yaitu, umah,

okok, katil, bungsu, uncu, celano, boas, selampai, empolam, yang termasuk dalam verb

yaitu, gotil, pogi, donga, dompang, lumpat, tengok, tules, lai, balek, tompis, yang

termasuk dalam adjektif yaitu, cekel, baosih, koto, gilo, golap, meah, kuneng, yang

termasuk dalam adverb yaitu, towang, golap gulito, sodih, sanan, sensao, kayo, sonang,

yang termasuk dalam numerik yaitu, tigo, ompat, lapan, limo bolas, seibu, yang termasuk

dalam n.majemuk yaitu, matoai, tika bantal, umah tanggo, ketoapi, dan yang termasuk

dalam n.idiom yaitu, muko kusu, mentadaah, tukang makan, dan sebagainya.

2. Polisemi

Polisemi merupakan satu kata yang mempunyai arti lebih dari satu makna (Chaer,

Gambar

tabel di berikut ini :

Referensi

Dokumen terkait

Salliyanti : Analisis Semantik Leksikal Dan Semantik Kalimat Bahasa Minangkabau, 2003 USU Repository © 2008... Salliyanti : Analisis Semantik Leksikal Dan Semantik Kalimat

Kalimat yang berinterferensi adalah adanya penggunaan unsur-unsur dialek Melayu Pontianak dalam acara Dialog Interaktif TVRI Kalimantan Barat, seperti penggunaan kata bagar,

Dalam kajian ini, pengkaji akan memberikan tumpuan untuk meninjau dan meneliti perbezaan makna beberapa perkataan dialek Melayu Sarawak yang dikenal pasti mempunyai sebutan yang

Setiap bahasa Melayu mempunyai makna kata yang berbeda antara yang satu dengan..

Peribahasa dalam bahasa Melayu dialek Sambas adalah susunan kata yang singkat, mempunyai makna yang luas, mengandung banyak nilai- nilai kehidupan dan manfaat untuk

Berdasarkan penjelasan istilah yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa Medan Makna Verba Menyentuh dalam Bahasa Melayu Dialek Sambas adalah sistem

Berdasarkan penjelasan istilah yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa Medan Makna Verba Menyentuh dalam Bahasa Melayu Dialek Sambas adalah sistem

Sinonim yang tidak lengkap tetapi total adalah sinonim yang tidak memiliki identitas makna kognitif (aspek-aspek makna satuan bahasa yang berhubungan dengan ciri- ciri