• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolation, Characterisation and Biological Activity Test of Sea Cucumber Steroid Compound as Natural Aphrodisiac

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolation, Characterisation and Biological Activity Test of Sea Cucumber Steroid Compound as Natural Aphrodisiac"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS

SENYAWA STEROID DARI TERIPANG

SEBAGAI APRODISIAKA

ALAMI

KUSTIARIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ISOLASI, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS

SENYAWA STEROID DARI TERIPANG

SEBAGAI APRODISIAKA ALAMI

KUSTIARIYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

© Hak cipta milik Kustiariyah, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(4)

Judul Tesis : Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami

Nama : Kustiariyah

NIM : F351020211

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.ADev. Ketua

Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc Dr. Ir. Kaseno, M.Eng

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami“ adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

Kustiariyah

(6)

ABSTRAK

KUSTIARIYAH. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, KHASWAR SYAMSU dan KASENO.

Teripang (Holothurian) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Umumnya diperdagangkan dalam bentuk kering (beche-de-mer). Bioaktif dari teripang, yang umum disebut holothurin, menarik untuk diteliti karena spektrum aktivitas biologisnya yang luas, yaitu sebagai antibakteri, antikapang (antifungi), cytotoxic, haemolytic dan anti-inflamasi. Salah satu holothurin, yaitu senyawa steroid, sebagai aprodisiaka alami belum banyak diteliti. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah (1) Mendapatkan isolat senyawa steroid dan mengetahui kandungan steroid dalam jeroan dan daging teripang basah dan kering, (2) Mengetahui karakteristik ekstrak senyawa steroid dari teripang, (3) Mengetahui aktivitas biologis senyawa steroid dari teripang sebagai aprodisiaka alami, dan (4) Menguji coba membran nanofiltrasi untuk purifikasi awal senyawa steroid dari teripang.

(7)

ABSTRACT

KUSTIARIYAH. Isolation, Characterisation and Biological Activity Test of Sea

Cucumber Steroid Compound as Natural Aphrodisiac. Under direction of E. GUMBIRA SA’ID, KHASWAR SYAMSU and KASENO.

Sea cucumber (Holothurian) is one of fisheries commodities which has a high economic value. Generally sea cucumber is traded in the dried form ( beche-de-mer). Bioactive of sea cucumber, commonly known as holothurin, has drawn attention because of its wide spectrum of biological effects namely antibacterial, antifungal, cytotoxic, haemolytic and anti-inflammation. One of holothurins, steroid compounds, as natural aphrodisiac have not been observed yet. Therefore, the aims of this study were (1) to isolate steroid compounds of sea cucumber and their contents, (2) to characterise the compounds, (3) to know biological activity of the compounds as aphrodisiac, and (4) to do experiment of nanofiltration membrane for initial purification of steroid compounds.

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami”. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Tim Pasca (HPTP) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para personalia di bawah ini:

1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.ADev., Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc., dan Dr. Ir. Kaseno, M.Eng selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-IPB), atas dukungan dan motivasinya.

3. Dr. Ir. Linawati Hardjito, MSc, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP-IPB), atas dukungannya.

4. Dr. Ir. Etty Riani, MS, selaku Penguji atas masukan dan sarannya.

5. Drs. Handoko Dwi Putro dari Balai Budidaya Laut Lampung, untuk penyediaan teripangnya.

6. Prof. Dr. Ulrike Lindequist, Direktur Institute of Marine Biotechnology-Greifswald, Jerman, atas motivasi dan dukungannya.

7. Dr. Gudrun Mernitz, Frau Beate Cuypers dan Nadine Ruderish atas masukan dan sarannya.

8. Dr. Nuttawut Saelim, Martha Aznury, MSi, Agung B. Santoso, MSi dan Tung Chau Thanh Nguyen, MSc, untuk motivasi, kritik dan sarannya.

9. Meydia, AMd, rekan-rekan di PKSPL dan THP-IPB, serta rekan-rekan di TIP-IPB atas dukungan dan persahabatannya.

10. Kedua orang tua dan keluarga di Malang atas doa dan dukungannya.

Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi amal shaleh bagi penulis. Atas masukan dan saran yang bersifat membangun penulis ucapkan terima kasih.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 18 Agustus 1975 dari keluarga

Bapak Tarman dan Ibu Musannah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Karangnongko II,

Poncokusumo-Malang pada tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama di SMPN

01 Poncokusumo-Malang pada tahun 1991 dan Sekolah Menengah Atas di

SMAN 01 Tumpang-Malang pada tahun 1994. Pada tahun tersebut penulis

diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

dan tahun 1995 penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,

Fakultas Perikanan IPB. Penulis memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

program studi tersebut pada tahun 1999.

Sejak lulus pada tahun tersebut hingga tahun 2001 penulis menjadi asisten

dosen pada matakuliah Bioteknologi Hasil Laut dan sejak tahun 2000 penulis

menjadi staf peneliti pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan

(PKSPL-IPB). Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan magister pada Program

Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Tahun 2005

penulis mengikuti training Bioteknologi Industri yang diselenggarakan oleh

Internationale Weiterbildung und Entwicklung gGmbH (InWEnt) di Jerman selama satu tahun. Terhitung sejak bulan Januari 2005 penulis diterima sebagai

staf pengajar pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

(10)

DAFTAR ISI

1) Klasifikasi Membran ... 16

2) Filtrasi Membran ... 18

E. Teknologi Membran pada Filtrasi Steroid ... 19

F. Ayam sebagai Hewan Percobaan ... 19

2) Identifikasi Keberadaan Steroid ... 23

3) Filtrasi Steroid dengan Membran Nanofiltrasi ... 24

4) Pengukuran Kadar Testosteron dan Kolesterol dari Serum Darah ... 24

5) Analisis Kadar N Bahan Contoh (Bubuk Teripang dan Feses) ... 25

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam ... 25

7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang ... 26

8) Karakterisasi Senyawa Steroid dari Ekstrak Teripang ... 26

9) Uji Aktivitas Biologis/Bioassay pada Anak Ayam Jantan (Alwir 2001) 27 D. Rancangan Penelitian ... 30

2) Kromatografi Lapis Tipis/KLT (Thin Layer Chromatography/TLC) ... 35

3) Karakteristik Steroid Teripang ... 35

E. Purifikasi Awal dengan Membran Nanofiltrasi ... 36

(11)

Badan ... 39

2) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Bobot Hati, Limpa dan Bursa Fabrisius ... 41

3) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Kadar Kolesterol dan Testosteron ... 45

4) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Panjang, Lebar, Tinggi dan Bobot Jengger ... 47

5) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Bobot Testis ... 51

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi teripang di Indonesia pada tahun 2001 ... 6

2. Perkembangan produksi teripang di Indonesia ... 6

3. Paten bahan alami dari teripang ... 8

4. Hormon steroid pada manusia ... 11

5. Karakteristik teripang dari perairan Teluk Lampung ... 31

6. Hasil analisa proksimat daging dan jeroan teripang ... 32

7. Rendemen ekstraksi steroid dari teripang pasir ... 33

8. Hasil identifikasi keberadaan steroid dalam teripang ... 34

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi teripang ... 3

2. Penampang melintang teripang ... 4

3. Kerangka inti steroid (cyclopentanoperhydrophenanthrene) ... 10

4. Struktur kolesterol (A) dan hormon kelamin, B. Testosteron, C. Estron, D. Estradiol dan E. Estriol ... 13

5. Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin ... 14

6. Kerangka kerja penelitian ... 29

7. Teripang pasir yang digunakan dalam penelitian ... 31

8. Perbandingan kualitatif kandungan steroid pada ekstrak aseton (A dan B), metanol (C), heksan (D) dan etil asetat (E) ... 33

9. Agar diffusion assay pada C. maltosa ... 36

10. Proses filtrasi dengan menggunakan memran nanofiltrasi ... 37

11. A. Ekstrak sebelum proses filtrasi, B. Permeat setelah proses filtrasi ... 38

12. Busa terbentuk selama proses filtrasi ... 38

13. Anak ayam jantan sebagai hewan percobaan (umur 31 hari) ... 39

14. Kandungan N pada feses anak ayam jantan ... 40

15. Perkembangan bobot badan anak ayam jantan selama percobaan ... 41

16. Rataan bobot hati anak ayam jantan ... 42

17. Rataan bobot limpa anak ayam jantan ... 43

18. Rataan bobot bursa fabrisius anak ayam jantan ... 44

19. Rasio bobot bursa fabrisius dan bobot badan anak ayam jantan ... 45

20. Kadar kolesterol dan testosteron pada serum anak ayam jantan ... 46

21. Perkembangan panjang jengger anak ayam jantan selama percobaan ... 47

22. Perkembangan lebar jengger anak ayam jantan selama percobaan ... 48

23. Perkembangan tinggi jengger anak ayam jantan selama percobaan ... 49

24. Salah satu anak ayam jantan sebagai kontrol positif (A) dan kontrol negatif (B) ... 49

25. Rataan bobot jengger anak ayam jantan... 51

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pengukuran panjang, lebar dan tinggi jengger anak ayam jantan ... 62

2. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap lebar jengger ... 62

3. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap panjang jengger ... 63

4. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap tinggi jengger ... 63

5. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap panjang jengger ... 64

6. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap lebar jengger ... 64

(15)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan memiliki sekitar 17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000

km, Indonesia mempunyai potensi sumberdaya laut dengan keanekaragaman

hayati yang sangat besar (mega-biodiversity). Sumberdaya laut tersebut memiliki berbagai macam kegunaan dan manfaat, di antaranya untuk makanan,

farmasi dan kosmetik.

Ada berbagai organisme laut diantaranya adalah mikroorganisme, blue green algae, green algae, brown algae, red algae, sponges, coelenterates, bryozoans, moluska dan teripang (echinodermata) yang merupakan sumber bahan aktif yang sangat potensial. Biota laut tersebut dapat menghasilkan

berbagai bahan alami yang bermanfaat, antara lain untuk industri farmasi (seperti

antitumor, antikanker, antibiotik, anti-inflamasi), bidang pertanian (fungisida,

pestisida, growth stimulator), industri kosmetik dan makanan (seperti zat pewarna alami dan biopolisakarida). Disamping itu juga dapat dihasilkan protein

serta bahan diet sebagai sumber makanan sehat seperti asam lemak tidak jenuh

omega-3, vitamin, asam amino, dan berbagai jenis gula rendah kalori (Dahuri

2003).

Di antara berbagai organisme tersebut, teripang merupakan komoditi

perikanan yang bernilai ekonomis tinggi dan umumnya diperdagangkan dalam

bentuk kering. Teripang mengandung zat-zat aktif yang bermanfaat dalam

bidang farmasi dan kesehatan. Penelitian tentang bahan alami yang dihasilkan

oleh teripang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) melaporkan bahan aktif yang dihasilkan oleh

Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antikapang. Beberapa penelitian teripang yang telah dilakukan umumnya mengenai bahan aktif sebagai antibakteri atau

anti-inflamasi, sedangkan penelitian tentang kandungan bahan aktif yang dapat

digunakan sebagai senyawa biofarmasi (biopharmaceutical substances) seperti aprodisiaka(penambah vitalitas laki-laki) belum banyak dilaporkan.

Pemisahan senyawa bioaktif, seperti steroid selama ini umumnya

dilakukan dengan teknik kromatografi. Namun teknik pemisahan tersebut sulit

diterapkan pada skala industri karena mahalnya biaya operasional dan

(16)

industri. Untuk memisahkan steroid yang mempunyai bobot molekul 300 Da

dapat digunakan membran nanofiltrasi. Membran nanofiltrasi adalah membran

yang mempunyai selektivitas pemisahan pada kisaran bobot molekul partikel

200-1000 Da. Dengan demikian, teknologi membran dapat digunakan untuk

pemurnian produk, sehingga merupakan teknologi alternatif yang menarik untuk

menggantikan proses konvensional yang telah ada.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan isolat senyawa steroid dan mengetahui kandungan steroid

dalam jeroan dan daging teripang basah dan kering

2. Mengetahui karakteristik ekstrak senyawa steroid dari teripang

3. Mengetahui aktivitas biologis senyawa steroid dari teripang sebagai

aprodisiaka alami

4. Menguji coba membran nanofiltrasi untuk purifikasi awal senyawa steroid

dari teripang

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Isolasi senyawa steroid dari jeroan dan daging teripang

2. Karakterisasi ekstrak senyawa steroid dari teripang

3. Uji aktivitas biologis senyawa steroid yang dihasilkan

4. Uji coba membran nanofiltrasi dalam purifikasi awal senyawa steroid dari

teripang

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teripang mengandung senyawa steroid yang dapat digunakan sebagai

aprodisiaka alami

2. Membran nanofiltrasi dapat digunakan untuk purifikasi awal senyawa

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teripang

Teripang atau yang juga disebut dengan ketimun laut, merupakan hewan

tidak bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan

Stichopodidae. Terdapat sebanyak 2000 spesies teripang di dunia

(www.gamatemas.dumei.com). Penyebaran hidup teripang sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik Barat. Panjang teripang sekitar

5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al.

1997), sedangkan menurut Bandaranayake dan Fosher (1999) panjang teripang

dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg. Adapun morfologi dan anatomi

teripang dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan

perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup

baik. Habitat yang ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33‰

yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5, kecerahan air 50-150 cm, kandungan oksigen

terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25ºC (Wibowo et al. 1997).

Gambar 1 Morfologi teripang (Sumber: http://www.enchantedlearning.com) Kaki tabung

Tentakel

Mulut yang dikelilingi

Tentakel

(18)

Gambar 2 Penampang melintang teripang (Hegner dan Engemann 1968)

Klasifikasi teripang menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et al.

(2000) adalah sebagai berikut:

Filum : Echinodermata

Sub Filum : Echinozoa

Kelas : Holothuroidea

Sub Kelas : Aspichitotecea

Ordo : 1. Aspidoochirota

2. Dendrochirota

Famili : Aspidochirotae

Genus : 1. Holothuria

2. Stichopus

3. Thelonota

4. Actinopyga

5. Muelleria

Spesies : 1. Holothuria a. H. nobilis J.

b. H. scabra J.

2. Stichopus variegatus J.

3. Thelonota ananas J.

4. Actinopyga a. A. lecanora J.

b. A. miliaris

c. A. Echinites

(19)

Menurut Martoyo et al. (2000) teripang yang terdapat di perairan Indonesia adalah dari genus Holothuria, Muelleria dan Stichopus. Dari ketiga genus tersebut ditemukan 23 spesies, diantaranya baru lima spesies yang sudah

dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis penting, yaitu Holothuria scabra

(teripang putih atau pasir), Holothuria edulis (teripang hitam), Holothuria vacabunda (teripang getah atau keling), Holothuria vatiensis (teripang merah) dan Holothuria marmorata (teripang coklat).

Teripang ditemukan dengan berbagai warna, ada yang berwarna hitam,

putih, abu-abu, belang dan lain-lain. Tetapi menurut Ibrahim (2003), spesies

teripang yang benar-benar asli dan bermutu tinggi serta paling berkhasiat adalah

yang berwarna kuning keemasan. Di Malaysia dikenal dengan sebutan Gamat

Emas (Stichopus horrens).

Teripang telah dikenal sebagai makanan yang lezat sejak beberapa ribu

tahun yang lalu, terutama di Asia. Pada beberapa negara, telah ada industri

pengolahan teripang, terutama di RRC. Berbeda halnya dengan sejarahnya,

baru sedikit data ilmiah yang telah dikumpulkan. Hal ini dimungkinkan karena

studi ilmiah di beberapa negara belum dianggap begitu penting, karena jumlah

tangkapan alami cukup besar dan tidak ada ancaman terhadap kelangsungan

pasokannya (Bandaranayake dan Fosher 1999).

Potensi teripang dari perikanan tangkap di Indonesia cukup besar, yaitu

3.517 ton pada tahun 2001 (DKP 2003). Daerah penghasil utama teripang

adalah perairan pantai Sulawesi Tengah (1.134 ton) kemudian diikuti oleh

perairan pantai NTT (433 ton) dan Sulawesi Selatan (327 ton). Potensi teripang

(20)

Tabel 1 Produksi teripang di Indonesia pada tahun 2001*

Sejak dasawarsa terakhir produksi teripang di Indonesia cenderung

meningkat dengan rata-rata peningkatan pada tahun 2000-2001 sebesar 5,06%

(DKP 2003). Perkembangan produksi teripang selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan produksi teripang di Indonesia*

Tahun Jumlah (Ton)

Saat ini perdagangan teripang telah meluas, terutama di Hongkong dan

Singapura, yang merupakan dua negara pusat perdagangan ekspor teripang

dunia. Teripang kering telah diolah dan diperdagangkan di USA, Kanada, Eropa,

Taiwan, Republik Korea, China, Australia, Malaysia, Thailand dan beberapa

negara lain. Pada tahun 1994, Indonesia mengekspor teripang ke Malaysia

(21)

China yang dapat memenuhi 37% kebutuhan teripang China (Baine dan Forbes

1997).

Teripang adalah hewan detritus yaitu makan secara menyapu pasir ke

dalam mulut. Pergerakan teripang yang lambat menyebabkannya perlu

mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang efisien, yaitu mengeluarkan

holothurin yang toksik dan dapat melumpuhkan hewan kecil. Holothurin

dikeluarkan oleh kelenjar khusus yang disebut sebagai kuvier (Michael 2003).

Penelitian tentang holothurin telah dimulai sejak awal tahun 1920an dan mulai

intensif pada tahun 1950an. Salah satu jenis holothurin utama dari teripang yang

berkhasiat dalam penyembuhan luka, perawatan sehabis bersalin dan sebagai

antifungi adalah saponin (www.gamatemas.dumei.com).

Bahan bioaktif di dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang

membantu mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri

dan antifungi teripang dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan

perawatan kulit. Teripang juga diketahui mempunyai efek antinosiseptif

(penahan sakit) dan anti-inflamasi (melawan radang dan mengurangi

pembengkakan) (Wibowo et al. 1997). Penelitian yang telah dilakukan di beberapa daerah terutama di Malaysia terhadap penduduk di Kudat, Semporna,

Setiu, Kuantan, Pekan dan Pulau Pangkor membuktikan khasiat teripang sebagai

agen anti-hipertensi (www.gamatemas.dumei.com).

Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) melaporkan bahan aktif yang dihasilkan oleh Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antifungi. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahan aktif dari teripang Holothuria tubolosa tersebut dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Disamping mengandung antibakteri, teripang juga dilaporkan mengandung

berbagai asam lemak tak jenuh seperti linoleat, oleat, eikosa pentaenoat (EPA),

dan docosaheksaenoat (DHA) (Fredalina et al. 1999). Beberapa kajian juga menunjukkan potensi teripang sebagai anti-tumor dan memberi khasiat positif

terhadap penyakit AIDS (Scheuer 1995; http://cybermed.cbn.net.id).

Cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari 44%,

karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5% (Ibrahim 2003), sedangkan

Dharmananda (1998) menyebutkan kandungan protein teripang sebesar 55%.

(22)

Komponen-komponen lain yang dikandung teripang adalah asam amino

esensial, kolagen, vitamin E, zat-zat mineral seperti khromium, ferum, kadmium,

mangan, nikel, kobalt dan seng. Kandungan asam lemak penting seperti EPA

dan DHA turut memainkan peranan penting sebagai agen penyembuh luka dan

antithrombotik yaitu untuk mengurangi pembekuan darah di dalam saluran darah.

Hal ini dapat mengurangi resiko penyakit stroke dan jantung. Kedua asam di atas

juga dapat membantu memperlambat proses degenerasi sel disamping juga

memperlambat proses penuaan (www.gamatemas.dumei.com). Saat ini telah terdapat sembilan paten berkaitan dengan bahan alami dari teripang seperti

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Paten bahan alami dari teripang*

No. Paten Tanggal Judul

US05519010 12/05/1996 Sulfated polysaccharide, pharmaceutically acceptable salt thereof, process for preparing same and medicament containing same as effective component

US05770205 23/06/1998 Tissue fractions of sea cucumber for the treatment of inflammation

US05876762 02/03/1999 Process for obtaining medically active fractions from sea cucumbers

US05985330 16/11/1999 Inhibition of angiogenesis by sea cucumber fractions

US05989592 23/11/1999 Inhibition of complement pathway by sea cucumber fractions

US05888514 30/03/1999 Natural composition for treating bone or joint inflammation

US06055936 02/05/2000 Sea cucumber carotenoid lipid fractions and process

US06399105 04/06/2002 Sea cucumber carotenoid lipid fraction products and methods of use

US06541519 01/04/2003 Methods and compositions for treating lipoxygenase-mediated disease states: Purification of sea cucumber derived 12-MTA

(23)

B. Hormon Steroid

Hormon adalah senyawa biologis aktif, bekerja dalam konsentrasi yang

kecil, yang dibentuk dalam jaringan atau organ tertentu dari organisme hewan

dan manusia, melalui aliran darah mencapai organ sasaran dan memperlihatkan

kerja spesifik (Schunack et al. 1990). Hormon juga merupakan senyawa yang secara normal dikeluarkan oleh kelenjar endokrin atau jaringan tubuh dan

dilepaskan ke peredaran darah, menuju jaringan sasaran, berinteraksi secara

selektif dengan reseptor khas dan menunjukkan efek biologis (Siswandono dan

Soekardjo 1995).

Secara kimiawi hormon dapat digolongkan menjadi tiga kelompok

berdasarkan bahan pembentuknya (Siswandono dan Soekardjo 1995), sebagai

berikut:

1. Hormon peptida: mempunyai residu asam amino 3-200, meliputi semua

hormon hypothalamus dan pituitary, insulin dan glukagon pada pankreas 2. Hormon amina: kecil, dapat larut dalam air, mengandung grup amina,

meliputi adrenalin pada medulla adrenal dan hormon tiroid

3. Hormon steroid: dapat larut dalam minyak, meliputi hormon adrenal cortical, androgen (hormon seks jantan) dan estrogen (hormon seks betina)

Steroid merupakan hormon turunan kolesterol yang mengandung 27 atom

karbon dan dihasilkan oleh testis, ovarium, korteks adrenalis dan placenta.

Steroid mempunyai bobot molekul sekitar 300 Da (Bischof dan Islami 2003).

Hormon steroid dibagi dalam tiga kelompok di bawah ini (Nogrady 1992).

1. Estrogen; merupakan hormon kelamin betina, diproduksi oleh ovarium,

plasenta dan korteks adrenalis. Terdapat tiga tipe hormon dalam kelompok

ini, yaitu estron, estradiol dan estriol.

2. Progesteron (Gestagen); merupakan hormon kelamin betina yang menjaga

kehamilan, diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta.

3. Testosteron; merupakan hormon kelamin jantan, diproduksi oleh testis, dan

dalam jumlah yang lebih kecil oleh korteks adrenalis dan ovarium

Hormon steroid merupakan turunan kolesterol, dengan struktur inti berupa

(24)

Gambar 3 Kerangka inti steroid (cyclopentanoperhydrophenanthrene) (Turner dan Bagnara 1976; Litwack dan Schmidt 2002)

Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi

ke dalam dua kelas yaitu hormon adrenal dan hormon seks (testosteron,

esterogen dan progesteron) (Litwack dan Schmidt 2002). Hormon steroid

memiliki molekul yang berukuran kecil sehingga dapat masuk ke seluruh sel,

tetapi hanya sel-sel sasaran yang memiliki reseptor khusus yang dapat mengikat

hormon, yang selanjutnya akan terjadi sintesis protein baru. Beberapa jenis

hormon steroid pada manusia dapat dilihat pada Tabel 4.

Respon biologis dari suatu organ target terhadap suatu hormon

ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi hormon, konsentrasi

reseptor dan afinitas dari interaksi hormon reseptor. Fungsi dari reseptor adalah

untuk mengenal suatu hormon tertentu di antara banyak molekul yang ditemukan

dalam waktu tertentu dan setelah berikatan dengan hormonnya akan

memberikan tanda-tanda yang dihasilkan oleh suatu respon biologis. Umumnya

hormon ada dalam sirkulasi darah dengan konsentrasi yang sangat rendah

(Schunack et al. 1990).

Fungsi androgen adalah menstimulasi tahap akhir dari proses

spermatogenesis, juga meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas ekskresi dari

organ kelamin pelengkap, pemeliharaan dan kelamin sekunder dan sexual

(25)

Tabel 4 Hormon steroid pada manusia*

Hormon Sekresi dari Tanda

sekresia

Fungsi

Progesteron Corpus luteum LH Pemeliharaan endometrium

(dengan estradiol); diferensiasi kelenjar susu 17ß-Estradiol Folikel ovarium;

Corpus luteum; Sel Sertoli

FSH Wanita: Pengaturan sekresi gonadotropin pada siklus ovari; pemeliharaan endometrium (dengan progesteron); diferensiasi kelenjar susu.

Pria: Inhibitor umpan negatif dari sintesis testosteron oleh sel Leydig

Testosteron Sel Leydig testis; kelenjar adrenal, Ovarium

LH Pria: Setelah dikonversi menjadi dihydrotestosterone

Sel retikularis ACTH Pertahanan tubuh; androgen

lemah; dapat diubah menjadi estrogen; pengaturan koenzim NAD+

Cortisol Sel fasciculata ACTH Adaptasi terhadap stress

dengan ekspresi fenotipik seluler; peningkatan glikogen hati; pada dosis tinggi dapat membunuh sel T tertentu; meningkatkan tekanan darah Aldosteron Sel glomeru-losa dari

korteks adrenal

PTH Memfasilitasi absorpsi Ca2+ dan fosfat oleh sel epitel usus; mempengaruhi protein pengikat kalsium intraseluler

* Litwack dan Schmidt (2002)

a

(26)

Androgen ada yang terbentuk secara alami seperti testosteron, 11α

-ketotestosteron serta dihydrotestosteron dan ada pula yang disintesis seperti

17α-metiltestosteron dan testosteron propionate. Menurut (Schunack et al. 1990), hormon androgen terdiri dari androstanedion, androstenedion,

androstenediol dan trans-hidrosterin.

Testosteron dalam kelas steroid dikenal sebagai androgen. Dalam

sirkulasi darah, testosteron berikatan dengan α-globulin untuk ditransformasikan,

77-99% dari testosteron yang bersirkulasi terikat dengan globuli proteinnya, sisa

testosteron yang bebas dapat memasuki sel target dimana suatu enzim dalam

sitoplasma dapat merubah testosteron menjadi dihydrotestosteron yang

seterusnya dapat bereaksi dengan reseptor pada inti. Kompleks

hormon-reseptor memasuki inti sel dan menstimulasi sintesis RNA, akhirnya

meningkatkan biosintesis protein (Schunack et al. 1990).

Sebagai hormon steroid, testosteron merupakan hormon yang bersifat

anabolik dan androgenik. Dari kedua sifat itu yang lebih menonjol adalah sifat

androgenik karena sangat berpengaruh pada pertumbuhan organ reproduksi,

organ seksual sekunder dan kelenjar aksesoris kelamin, sedangkan untuk sifat

anabolik, berpengaruh pada pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot,

eritrosit serta pertumbuhan tulang (Rath et al. 1996).

Testosteron disintesis dari prekursor utamanya yaitu kolesterol (Gambar

4). Pada tahap awal kolesterol dikonversi menjadi Δ5-Pregnenolon, yang

merupakan senyawa antara dalam sintesis semua hormon steroid. Δ5

-Pregnenolon ini dapat diubah langsung menjadi progesteron atau menjadi

17ß-estradiol dengan dehydroepiandrosterone sebagai perantara. Selanjutnya progesteron diubah menjadi testosteron, yang merupakan produk utama sekresi

sel Leydig pada testis dan mengalami konversi menjadi dihydrotestosterone

sebelum terikat oleh reseptor androgen (Litwack dan Schmidt 2002). Konversi

(27)

Gambar 4 Struktur kolesterol (A) dan hormon kelamin, B. Testosteron, C. Estron, D. Estradiol dan E. Estriol (Montgomery et al. 1993)

A

B

C

(28)

Gambar 5 Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin (Litwack dan Schmidt 2002)

Sintesis testosteron pada tubuh hewan jantan terjadi dalam suatu jaringan

yang merespon androgen sehingga terbentuk metabolit androgenik yang

berperan dalam pengaturan tanda-tanda seks sekunder. Dalam hal ini, hipofisa

anterior mensekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dimana LH mengatur aktivitas sel-sel leydig testis dalam memproduksi testosteron, sementara FSH merangsang spermatogenesis di

dalam tubuli seminiferi. Proses ini terjadi pada pejantan yang telah mencapai

kematangan seksual (Litwack dan Schmidt 2002).

C. Ekstraksi Steroid

Ekstraksi adalah pemisahan suatu komponen dengan menggunakan

pelarut (Austin 1986 seperti dikutip Heryani 2002). Ekstraksi dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu dengan metode maserasi, refluks (soxhlet) dan perkolasi.

Pada metode maserasi bahan didiamkan pada suhu rendah, sedangkan pada

metode refluks bahan dilarutkan dengan pelarut dan menggunakan suhu yang

lebih tinggi dari suhu kamar. Kolesterol (C-27)

Δ5

-Pregnenolon (C-21) Dehydroepiandrosterone (DHEA)

Progesteron (C-21)

Testosteron (C-19)

Dihydrotestosterone

(29)

Pelarut yang digunakan pada ekstraksi tergantung dari sifat komponen

yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting dalam pemilihan pelarut

adalah sifat polaritas bahan. Polaritas bahan harus sama dengan polaritas

pelarut agar bahan dapat larut pada pelarut yang digunakan. Ada tiga jenis

pelarut yaitu pelarut polar (metanol, etanol dan air), pelarut semi polar (kloroform,

dietil eter dan etil asetat) dan pelarut non polar (heksan, sikloheksan dan toluen)

(Houghton dan Raman 1998).

Beberapa penelitian telah berhasil mengekstraksi senyawa steroid dari

senyawa alam dengan metode yang berbeda. Metode yang digunakan

Touchtone dan Kasparow yang dikutip Riris (1994), berhasil diterapkan untuk

mengekstraksi steroid dari kerang hijau (Riris 1994), lintah laut Discodoris sp (Ibrahim 2001), dan lintah laut Eunice siciliensis (Alwir 2001), sedangkan metode yang digunakan oleh Bahti et al. (1985) untuk mengekstraksi steroid dari daun kamboja juga telah berhasil diterapkan untuk mengekstraksi steroid dari tabat

barito dengan beberapa modifikasi (Heryani 2002). Pada metode yang

digunakan oleh Touchtone dan Kasparow (1970) dalam Riris (1994), pelarut yang digunakan adalah aseton dengan cara maserasi, sedangkan pada metode

yang digunakan oleh Bahti et al. (1985), pelarut yang digunakan adalah metanol dengan menggunakan soxhlet.

Metode yang digunakan oleh Stonik et al. (1998) dan Ponomarenko et al.

(2001) pada ekstraksi sterol bebas dari teripang, pelarut yang digunakan adalah

etanol dengan cara maserasi pada suhu ruang, kemudian dilanjutkan dengan

kloroform menggunakan soxhlet. Ekstraksi berikutnya menggunakan aseton

sebagai pelarut. Metode ekstraksi yang lain untuk mengisolasi steroid dari

teripang adalah menggunakan metanol pada suhu ruang (Moraes et al. 2004),

D. Teknologi Membran

(30)

Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan material asal, morfologi, bentuk dan fungsinya (Wenten 1999). Berdasarkan material asal, membran dibedakan menjadi dua golongan, yaitu membran alamiah dan membran sintetis. Membran alamiah merupakan membran yang terdapat pada sel tumbuhan, hewan dan manusia. Membran ini memiliki perbedaan dasar dalam struktur dan fungsi dari membran sintetis. Membran ini berfungsi untuk melindungi isi sel dari pengaruh luar dan membantu proses metabolisme organisme dengan sifat permeabelnya.

Membran sintetis merupakan membran yang dibuat sesuai dengan

kebutuhan dan sifatnya disesuaikan dengan membran alamiah. Membran

sintetis dibagi lagi menjadi membran organik dan membran anorganik. Membran

sintetis ada yang terbuat dari polimer seperti selulosa asetat, selulosa triasetat,

polipropilen, polietilen, poliamida, polisulfon, polietersulfon, juga ada yang terbuat

dari keramik, gelas dan logam (Wenten 1999).

Berdasarkan morfologinya, membran dibagi menjadi dua golongan, yaitu

membran asimetrik dan simetrik (Wenten 1999). Membran asimetrik merupakan

suatu membran yang struktur porinya tidak seragam. Membran dengan struktur

asimetrik memiliki dua lapisan yaitu: (1) lapisan penyangga atau pendukung yang

memiliki ketebalan sebesar 20-100 um dan memiliki rongga pori yang makin ke

bawah makin besar, (2) lapisan aktif memiliki ketebalan 0,2-1,0 µm, ukuran pori

1,0-10 µm dan memiliki pori yang rapat serta lapisan ini mengadakan kontak

langsung dengan larutan. Membran asimetrik dibagi lagi menjadi dua bagian

yaitu membran inverse fasa dan membran komposit. Kedua membran di atas

memiliki perbedaan pada jumlah membrannya, dimana membran inverse fasa

terdiri dari satu jenis membran sedangkan membran komposit terdiri dari dua

jenis membran dengan perbandingan tertentu.

Membran simetrik merupakan suatu membran yang memiliki struktur pori

yang seragam. Pembuatan membran dilakukan pada ruangan tertutup dan jenuh

dengan non pelarut. Agar konsentrasi pelarut dapat berlangsung tetap maka

penambahan non pelarut dilakukan selambat mungkin sehingga struktur

membran yang diperoleh memiliki keseragaman dan homogen (Wenten 1999).

Berdasarkan bentuknya, membran dibagi menjadi dua golongan, yaitu

membran datar dan tubular (www.osmonics.com). Membran datar memiliki

bentuk melebar dan penampang lintang yang besar. Beberapa macam membran

datar, antara lain: (1) membran datar yang terdiri dari satu lembar, (2) membran

datar bersusun, terdiri dari beberapa lembar yang disusun bertingkat dengan

(31)

membran spiral bergulung, yaitu membran yang disusun bertingkat dan digulung

dengan pipa sentral membentuk spiral. Membran tubular terdiri dari tiga macam,

yaitu: (1) membran serat berongga (diameter < 0,5 mm), (2) membran kapiler

(diameter 0,5-5,0 mm), dan (3) membran tubular (diameter > 5 mm).

Berdasarkan fungsinya membran dibedakan seperti dijelaskan di bawah ini

(www.osmonics.com).

1) Membran mikrofiltrasi, dimana proses pemisahan antar partikel (bakteri dan

ragi) dan berfungsi untuk menyaring makromolekul > 500,000 g/mol atau

partikel berukuran 0,1-10 µm. Tekanan yang digunakan 0,5-2 atm. Tekanan

osmotik diabaikan dan tidak memperhitungkan adanya polarisasi konsentrasi.

Membran ini memiliki struktur simetrik dan asimetrik.

2) Membran ultrafiltrasi, yaitu proses pemisahan antar molekul dan berfungsi

untuk menyaring makromolekul > 5000 g/mol atau partikel berukuran

0.001-0.1 µm. Tekanan yang digunakan 1,0-3,0 atm. Tekanan osmotik diabaikan

dan tidak memperhitungkan adanya polarisasi konsentrasi. Membran di atas

memiliki struktur asimetrik.

3) Membran nanofiltrasi, mempunyai ukuran pori sekitar 1 nm. Banyak

diterapkan pada pemisahan garam dari air dan fraksinasi garam dan molekul

yang kecil di berbagai industri. Selektif untuk partikel dengan bobot molekul

200-1000 Da.

4) Membran osmosa balik (reverse osmosis/RO), berfungsi untuk menyaring garam-garam organik > 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm.

Tekanan yang digunakan adalah antara 8,0-12,0 atm.

5) Membran dialisis, berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang

mengandung elektrolit dengan bobot molekul kecil. Zat terlarut pada larutan

yang konsentrasinya tinggi akan menembus membran kearah larutan yang

konsentrasinya rendah.

6) Membran elektrodialisis, berfungsi untuk memisahkan larutan dengan

membran melalui pemberian muatan listrik, atau gaya gerak listrik sebagai

pendorong.

2) Filtrasi Membran

(32)

cairan. Proses filtrasi dengan menggunakan membran sering digunakan untuk memisahkan padatan yang tidak terlarut dalam produk cair.

Proses filtrasi diklasifikasikan berdasarkan ukuran molekul dari komponen

yang tertahan oleh media filter. Filtrasi dibagi menjadi dua bagian yaitu filtrasi

partikel konvensional (dead-end filtration) dan proses filtrasi membran (cross-flow filtration) (Eykamp 1997). Pemisahan partikel besar yang tersuspensi berukuran lebih dari 10 μm dapat menggunakan filtrasi partikel konvensional, sedangkan

untuk memisahkan zat berukuran kurang dari 10 μm menggunakan filtrasi

membran (Wenten 1999).

Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara

filtrasi partikel konvensional dan filtrasi membran, sebagai berikut:

1) Media filtrasi yang digunakan pada proses konvensional berstruktur terbuka

dan tebal, sedangkan pada membran tergantung ukuran pori dan tipis

2) Tekanan filtrasi membran yang digunakan adalah daya pendorong untuk

pemisahan dan pada filtrasi konvensional tekanan digunakan untuk

mempercepat proses

3) Desain proses. Aliran umpan pada filtrasi konvensional tegak lurus media penyaring dan dilakukan pada sistem terbuka, sedangkan filtrasi membran

menggunakan desain silang atau aliran tangensial dan dilakukan pada sistem

tertutup.

4) Derajat pemisahan. Pada filtrasi konvensional, material yang tersuspensi dapat dipisahkan secara sempurna dari cairan. Filtrasi membran hanya

dapat memekatkan material yang tertahan dalam jumlah kecil terhadap

cairan semula.

E. Teknologi Membran pada Filtrasi Steroid

Teknologi membran telah digunakan dalam proses penanganan air

limbah yang mengandung hormon steroid. Hasil penelitian Nghiem et al. (2002) dan Schaefer et al. (2003) menunjukkan bahwa membran nanofiltrasi dan RO dapat digunakan untuk memisahkan estron dari air limbah.

Pada penanganan air limbah secara konvensional masih dihasilkan air

(33)

air olahan (secondary effluent) ini masih cukup berbahaya bagi organisme perairan, khususnya ikan (Johnson dan Sumpter 2001 yang dikutipNghiem et al. 2002). Steroid yang terdapat pada air limbah tersebut berasal dari air limbah

rumah sakit dan air limbah rumah tangga. Steroid pada air limbah ini umumnya

disebut endocrine disrupters, karena steroid tersebut dapat masuk dalam sistem endokrin dan menyerupai hormon, sehingga dapat memicu atau menghambat

reseptor. Hal ini dapat mengganggu respon hormon pada manusia dan hewan

(Nghiem et al. 2002). Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang lebih baik untuk memenuhi persyaratan yang ketat dalam penanganan air limbah, seperti

penggunaan membran nanofiltrasi dan RO untuk menghilangkan steroid

estrogen dari air limbah.

F. Ayam sebagai Hewan Percobaan

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dimanfaatkan sebagai hewan model guna

mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala

penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole dan Pramono 1989). Ayam

merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam percobaan

aprodisiaka. Ha lini disebabkan ayam jantan memberikan respon yang sangat

cepat terhadap perlakuan hormon testosteron, selain itu ayam juga merupakan

hewan yang cepat berkembang, mudah dipelihara dalam jumlah banyak serta

sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik.

Pubertas atau dewasa kelamin merupakan suatu periode dalam

kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana proses-proses reproduksi mulai

berlangsung (Hafez 1992). Periode tersebut ditandai dengan kemampuan

hewan untuk memproduksi benih pertama kali dan kemampuan untuk melakukan

perkembangbiakan.

Birahi merupakan kegiatan fisiologis pada hewan yang dimanifestasikan

dengan munculnya gejala keinginan untuk melakukan aktivitas kawin. Pada

hewan betina, pada kondisi birahi, folikel akan tumbuh dan berkembang menjadi

folikel de Graf dan ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan.

Estradiol yang dihasilkan oleh folikel tersebut menyebabkan perubahan pada

saluran reproduksi (Tolihere 1981).

Pada hewan jantan kondisi birahi dipengaruhi oleh hormon jantan atau

(34)

tubulus seminiferus dan sel-sel interstitial seperti sel Leydig. Sel Leydig berperan

dalam biosintesa hormon testosteron, sehingga memungkinkan berlangsungnya

proses spermatogenesis di dalam testis (Turner dan Bagnara 1976).

Hormon testosteron dapat menginduksi peningkatan anabolisme protein

pada jaringan tubuh. Selain mempengaruhi kondisi birahi, jika plasma

testosteron cukup dalam tubuh, maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap

berlangsung sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan bobot organ tubuh

(McDonald 1980). Hasil penelitian Riani (1990) menunjukkan bahwa pemberian

hormon metil testosteron dan ekstrak gonad jantan ikan mas pada anak ayam

jantan yang berusia tujuh hari, memperlihatkan munculnya ciri-ciri seksual

sekunder yang sangat dini, berupa munculnya jengger, munculnya taji pada kaki

serta munculnya sifat-sifat kejantanan seperti suara berkokok dan munculnya

keinginan untuk berlaga.

G. Aprodisiaka

Aprodisiaka (aphrodisiac) berasal dari bahasa Yunani, Aphrodite yaitu salah satu nama dewa dalam kepercayaan Yunani, Dewi Cinta. Aprodisiaka

adalah bahan, baik berupa obat ataupun makanan yang dapat meningkatkan

gairah seksual atau merangsang libido (Wikipedia 2004). Walker dalam Smith (2006) menyebut makanan sehat yang dapat meningkatkan libido di atas dengan

‘nutridisiac’.

Aprodisiaka dalam tubuh dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah

atau bersifat vasodilator, sehingga terjadi pembendungan darah yang

menyebabkan rangsangan lebih baik. Testosteron sebagai hormon steroid dapat

dijadikan bahan aktif aprodisiaka pada laki-laki. Di dalam tubuh manusia,

hormon steroid tersebut selain mengatur pertumbuhan organ kelamin juga dapat

meningkatkan libido.

Schoeder et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian hormon jantan atau androgen yaitu testosteron juga dapat meningkatkan kekuatan dan massa otot.

Kadar testosteron dalam tubuh menurun seiring dengan pertambahan usia.

Pemberian testosteron pada laki-laki lanjut usia juga dapat meningkatkan

kekuatan otot, hal ini karena pemberian testosteron dapat meningkatkan sintesis

protein otot rangka (Urban et al. 1995).

Saat ini telah dikenal beberapa sumber penghasil senyawa alami yang

dapat dijadikan sebagai aprodisiaka, baik dari tumbuhan maupun hewan seperti

(35)

lebih dari 2000 tahun digunakan dalam pengobatan Cina. Selain dimanfaatkan

sebagai tonik, komponen aktif ginseng juga bermanfaat sebagai antikanker, anti-aging, dan anti-stress. Hal ini karena ginseng mengandung ginsenoside, polisakarida, peptida, polyacetylenic alcohol dan asam lemak (Gillis 1997 yang dikutipLee et al. 2003).

Selain tanaman obat, beberapa hewan laut juga digunakan sebagai

aprodisiaka, diantaranya adalah kuda laut dan kerang. Minyak kura-kura atau

yang biasa disebut minyak bulus juga dapat digunakan sebagai aprodisiaka

(36)

3. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 2004 bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, TIP-IPB; Balai Pengkajian Bioteknologi, Puspiptek-BPPT Serpong; Laboratorium Biokimia, THP-IPB; Laboratorium Biokimia, TPG-IPB; Laboratorium Terpadu, FKH-IPB; Kandang Percobaan, Fakultas Peternakan-IPB. Pada bulan Agustus sampai Oktober 2005 penelitian dilanjutkan di Institute of Marine Biotechnology-Greifswald, Jerman.

B. Bahan dan Alat

Sampel yang digunakan adalah teripang yang didapat dari Balai Budidaya Laut

(BBL), Lampung dan anak ayam jantan strain Ross 308 dengan nama dagang

“Jumbo 747” dari PT. Cibadak Indah Sari Farm, Leuwiliang untuk bioassay.

Bahan-bahan lain yang digunakan adalah Bahan-bahan-Bahan-bahan untuk analisis kadar N, kadar lemak,

testosteron dan kolesterol.

Peralatan yang digunakan adalah membran nanofiltrasi dengan ukuran 1000 Da yang

ada di Laboratorium Bioteknologi, Puspiptek, Serpong, Kromatografi Lapis Tipis

(Thin Layer Chromatography/TLC), High Performance Liquid Chromatography

(HPLC), water bath, sentrifuge, pH-meter, milimeter skrup dan peralatan gelas.

C. Prosedur Penelitian 1) Ekstraksi Steroid

Ekstraksi steroid dilakukan berdasarkan metode yang dilaporkan oleh

Touchstone dan Kasparow (1970) yang dikutip Riris (1994). Sebanyak 20 g

daging atau jeroan teripang dalam kondisi beku dan kering yang telah

dihomogenkan diblender, ditambahkan 45 ml aseton dingin, kemudian disimpan

selama 24 jam dalam ruang dingin. Selanjutnya disentrifugasi pada 5000 rpm

selama 15 menit. Endapan yang diperoleh dipisahkan dari fase cairnya. Fase

cairnya kemudian diuapkan dalam penangas air (water bath) pada suhu 40oC. Residu yang diperoleh diekstraksi dua kali dalam larutan etil asetat, kloroform

dan air (1:1:1) dengan menggunakan corong pemisah sehingga terbentuk dua

lapisan. Pelarut pengekstrak kemudian diuapkan pada penangas air pada suhu

40oC. Ekstrak tersebut kemudian digunakan untuk identifikasi keberadaan steroid, fraksinasi dengan TLC dan filtrasi membran serta bioassay.

2) Identifikasi Keberadaan Steroid

(37)

dan 0,5 ml khloroform pada ekstrak teripang, kemudian diaduk. Selanjutnya ditambahkan satu tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna hijau berarti ekstrak tersebut mengandung steroid (Cook 1958; Bahti et al. 1983; Harborne 1987).

Pemisahan steroid dilakukan dengan teknik TLC. Prosedur kerjanya

adalah sebagai berikut:

1. Sampel, beberapa fraksi standar dan lempeng tipis silika gel 60 F254 katalog

Art 5554 dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 5 cm disiapkan. Sampel

dan semua fraksi standar diambil sedikit (0,35 g) kemudian dilarutkan

kedalam 1,5 ml khloroform.

2. Eluen yang digunakan adalah etanol dan kloroform dengan perbandingan 3 :

7. Eluen dimasukkan ke dalam tabung kromatografi hingga 2 cm tingginya

dari dasar tabung dan diletakkan dengan kertas saring kemudian ditutup

rapat agar jenuh dengan uap eluen.

3. Larutan ekstrak sampel diteteskan dengan pipa kapiler pada lempeng silika

gel. Penetesan dilakukan pada jarak 1 cm dari salah satu ujung lempeng

tersebut. Di lain tempat diteteskan juga beberapa standar steroid yang

disediakan.

4. Ujung lempeng yang terdekat pada tempat penetesan dicelupkan ke dalam

tabung kromatografi yang sudah jenuh dengan eluen. Kemudian ditutup

rapat dan dibiarkan pelarut naik sampai batas yang ditentukan.

5. Setelah dielusi pada batas tertentu, lempeng tersebut diangkat dan

selanjutnya dikeringkan dalam oven selama beberapa menit.

6. Lempeng langsung dideteksi dengan sinar UV dengan panjang gelombang

254 nm dan 366 nm.

3) Filtrasi Steroid dengan Membran Nanofiltrasi

Ekstrak teripang yang didapat selanjutnya difiltrasi dengan membran nanofiltrasi yang mempunyai selektivitas untuk steroid. Permeat yang dihasilkan merupakan bioaktif target kemudian diamati kemurniannya secara kualitatif dengan uji Liebermann-Burchard.

4) Pengukuran Kadar Testosteron dan Kolesterol dari Serum Darah Pengukuran kadar testosteron dan kolesterol dalam serum darah anak

(38)

Chromatography (HPLC). Prosedur pengukuran dilakukan seperti berikut ini (Kurečková et al. 2002).

Prinsip prosedurnya didasarkan pada deteksi testosteron dan kolesterol

sampel pada panjang gelombang 240-242 nm. Analisis dilakukan dengan

menggunakan sistem HPLC yang terdiri dari beberapa peralatan, seperti: pompa

LCP 4000 Ecom bertekanan tinggi (Praha, Republik Cekoslovakia), gradient programmer GP 5 Ecom, kolom pengaman C18, 4 mm L x 3 mm I.D. Phenomenex (Torrance, CA, USA). Prosedur pengukuran selengkapnya adalah

sebagai berikut:

1. Dipersiapkan kolom HPLC analitik 125 x 4 mm dengan LiChrospher 100

RP-18e 5 µm (Merck) dengan detektor UV pada panjang gelombang 240-242

nm.

2. Dipersiapkan tabung ke-A, B, C, D, E dan F serta duplonya untuk sampel

serum darah yang akan dianalisis.

3. Dipipet 50 μl dari setiap sampel ke dalam tabung sampel yang telah

ditentukan (sampel pertama ke dalam tabung pertama, sampel kedua ke

dalam tabung kedua dan seterusnya). Masing-masing duplo. 4. Sebanyak 20 µl dari masing-masing sampel diinjeksikan.

5. Laju alir fase gerak adalah 0,7 ml/menit dan pemisahan dicapai dengan

menggunakan gradien pemisah (sequence), yaitu pelarut yang digunakan adalah metanol-air dengan komposisi yang diatur dari 45:55 (v/v) sampai

85:15 (v/v) selama 15 menit.

6. Steroid dideteksi pada panjang gelombang 240 nm dan 242 nm.

5) Analisis Kadar N Bahan Contoh (Bubuk Teripang dan Feses)

Analisis kadar N dilakukan dengan metoda makro-kjeldahl (Sudarmadji et al. 1984). Satu gram contoh (=x) ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi dan ditambahkan sebanyak 6 gram katalis (campuran selen) serta 25

ml H2SO4 pekat (teknis) dan dicampur sampai homogen. Campuran tersebut

dipanaskan (mulai dengan nyala kecil) diatas nyala pembakar bunsen di dalam

lemari asam. Bila tidak berbuih lagi, barulah nyala diperbesar. Sampel terus

(39)

Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan dimasukkan ke dalam

labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air. Selanjutnya ditambah

beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan menambahkan

kira-kira 100 ml NaOH 33%, labu dipasang dengan cepat ke alat penyuling. Sulingan

(NH3 dan air) ditangkap dalam satu labu erlenmeyer yang terlebih dahulu telah

diberi sejumlah H2SO4 dengan titrasi tetentu (misalnya 0,3 N) yang jumlahnya

tergantung pada banyaknya N yang terikat dan 2 tetes indikator campuran.

Penyulingan diteruskan, hingga semua N dari cairan tertangkap oleh

H2SO4 yang ada dalam labu erlenmeyer (bila 2/3 dari cairan dalam labu

penyuling telah menguap). Labu erlenmeyer berisi sulingan diambil dan dititar

kembali dengan standar NaOH dengan titar tertentu (0,1 N) = Z ml. Perubahan

warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir. Selanjutnya nilai titar

dibandingkan dengan titar blanko = Y ml.

( Y – Z ) x titar x 0,014 x 6.25 x 100%

Z

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam

Analisis serapan N pada anak ayam dilakukan dengan metode

makro-kjeldahl (Sudarmadji et al. 1984). Sebelumnya ayam dipuasakan selama 12 jam. Pakan yang akan diberikan ditimbang dahulu. Pakan ini diberikan untuk

konsumsi selama 24 jam. Selama 24 jam tersebut fesesnya ditampung,

kemudian ditimbang. Dilakukan pengeringan dengan oven, kemudian digerus.

Jumlah N yang terdapat dalam feses tersebut dianalisis seperti cara di atas.

%N Pakan - % N Feses x 100%

% N Pakan

7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang

Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode yang dilaporkan oleh

Sudarmadji et al. (1984). Labu penyari dengan beberapa butir batu didih di dalamnya, dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 105-110ºC selama 1

jam. Selanjutnya labu penyari didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang

= a gram. Ditimbang sebanyak 5 gram contoh = X gram (banyak sedikitnya

contoh yang ditimbang tergantung pada kadar lemak bahannya) lalu dimasukkan Kadar N =

(40)

ke dalam selongsong penyari (dapat juga digunakan kertas saring yang dibuat

seperti kantong yang ditutup dengan kapas yang tidak berlemak).

Selongsong penyari dimasukkan ke dalam alat soxhlet dan diekstrak

dengan eter minyak tanah, etil eter atau kloroform di atas penangas air (water bath). Setelah ekstraksi selesai (24-48 jam sampai eter minyak tanah di dalam soxhlet jernih) labu penyari dibuka dan dikeringkan untuk menghilangkan eter

minyak tanah secepat mungkin. Kemudian labu penyari dikeringkan dalam alat

pengering pada suhu 105-1100C selama 1 jam.

Selanjutnya labu penyari didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

Pekerjaan mengeringkan dan menimbang diulangi, hingga tercapai bobot yang

tetap (b gram).

b - a

X

8) Karakterisasi Senyawa Steroid dari Ekstrak Teripang

Karakteristik ekstrak steroid dari teripang yang diamati adalah warna, derajat keasaman (pH), kelarutan, stabilitas, antibakteri dan antifungi. Warna ekstrak diamati secara visual dan pH diukur dengan menggunakan pH-meter. Kelarutan ekstrak steroid diamati dengan menggunakan pelarut aseton, etil asetat, kloroform, metanol dan air.

Pengujian stabilitas ekstrak steroid dari teripang dilakukan berdasarkan aktivitas antibakterinya setelah penyimpanan selama 10 bulan pada temperatur + 10oC. Pengujian aktivitas antibakteri dan antifungi dijelaskan seperti di bawah ini sebagaimana metode yang digunakan oleh Institute of Marine Biotechnology, Greifswald-Jerman.

a. Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar (agar

diffusion assay). Biakan bakteri uji diambil sebanyak dua ose kemudian

disuspensikan pada larutan buffer sebanyak 2 ml. Sebanyak 200 µl dari suspensi bakteri uji tersebut dimasukkan ke dalam 20 ml media agar yang masih cair lalu digoyang secara perlahan agar homogen. Selanjutnya media agar tersebut dituangkan ke dalam cawan petri yang steril dan dibiarkan pada suhu kamar dalam keadaan aseptik sampai media agar membeku. Setelah agar membeku, diletakkan di atasnya paper disc yang telah ditetesi ekstrak steroid. Paper disc yang digunakan berdiameter 6 mm.

Media agar yang telah membeku kemudian disimpan di refrigerator selama dua jam dengan posisi terbalik. Selanjutnya media agar diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Setelah diinkubasi aktivitas bakteri dapat diamati yaitu dengan mengukur diameter hambatan yang terbentuk di sekeliling

paper disc. Besarnya diameter hambatan yang terbentuk diukur dalam mili meter.

(41)

b. Antifungi (antikapang)

Fungus (kapang) yang digunakan dalam uji aktivitas antikapang adalah

Candida maltosa. Pengujian aktivitas antikapang dilakukan sebagaimana

pengujian aktivitas antibakteri, hanya saja inkubasi dilakukan pada posisi tidak terbalik.

9) Uji Aktivitas Biologis/Bioassay pada Anak Ayam Jantan (Alwir 2001)

Sebelum perlakuan, anak ayam jantan divaksinasi ND (New Castle

Disease) secara tetes hidung dan ditimbang bobot badannya kemudian diukur panjang, lebar dan tinggi jengger. Anak ayam jantan diletakkan dalam kandang

percobaan yang dilengkapi dengan lampu listrik 25 watt. Sebelum perlakuan,

anak ayam jantan dibiarkan beradaptasi di dalam kandang selama seminggu.

Dalam setiap kandang terdapat enam ekor anak ayam jantan yang

masing-masing mendapat perlakuan yang sama.

Pemberian perlakuan ekstrak steroid dan kontrol pada anak ayam jantan

dilakukan secara oral setiap hari selama 18 hari pengamatan dimulai dari umur

10 hingga 27 hari. Selama beradaptasi dan pemberian pakan, masing-masing

anak ayam diberi ransum yang sama dan air minum secara ad libitum (tidak terbatas). Pemberian ransum bebas sterol dan air minum ini dilakukan dengan

cara menaruhnya dalam tempat-tempat yang diikatkan dalam kandang.

Setiap hari anak ayam jantan ditimbang bobot badannya dan tiap dua hari

sekali diukur panjang, lebar dan tinggi jenggernya. Proses pengukuran jengger

hewan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada hari ke-28 hingga ke-30 dilakukan pengamatan serapan N, dimana

dua ekor anak ayam dari masing-masing perlakuan ditempatkan secara terpisah

pada kandang yang dilengkapi dengan alas untuk menampung feses anak ayam

tersebut. Pada hari ke-31, anak ayam disembelih dan diambil darahnya dari

leher. Selanjutnya anak ayam dibedah dan diambil jengger, hati, limpa, bursa

fabrisius dan testisnya, kemudian ditimbang. Serum darah dipersiapkan untuk

pengukuran kadar kolesterol dan testosteron. Secara garis besar, kerangka

(42)

Gambar 6 Kerangka kerja penelitian (Modifikasi dari Alwir 2001) Pemisahan

Bagian-bagian Teripang

Daging Jeroan

Homogenisasi

Ekstraksi I ( suhu 4oC, 24jam)

Sentrifugasi

(5.000 rpm, suhu 4oC, 15 menit)

Supernatan (Diuapkan) Presipitat

Ekstraksi II (suhu 4oC, 24 jam)

Rafinat (Fase atas)

Filtrasi membran NF (1000 Da)

Bioassay TLC/HPLC Ekstrak (Fase bawah) Aseton

Kloroform, etil asetat, air

(1:1:1)

(43)

D. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada tahap bioassay adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan enam ulangan,

dimana hewan uji yang digunakan adalah 36 ekor anak ayam jantan yang

dianggap homogen. Model matematis rancangan percobaan tersebut adalah

seperti di bawah ini (Steel dan Torrie 1995).

Yij = µ + Pi + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan (respon) dari faktor perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai rata-rata yang sesungguhnya

Pi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Percobaan dirancang untuk mendapatkan data pengaruh senyawa steroid

teripang terhadap bobot badan, serapan N, bobot testis, limpa, hati, kadar

kolesterol dan trigliserida darah anak ayam jantan. Perlakuan yang dicobakan

dijelaskan seperti di bawah ini (Modifikasi dari Alwir 2001).

1. Pemberian ransum basal tanpa senyawa steroid dan dicekok 0,5 ml minyak

jagung sebagai kontrol negatif setiap hari sekali

2. Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml senyawa steroid teripang

kering (ekstrak kasar) yang konsentrasinya 0,4 g/ml setiap hari sekali

3. Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml senyawa steroid teripang

basah (ekstrak kasar) yang konsentrasinya 0,4 g/ml setiap hari sekali

4. Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml metil testosteron (Argent Laboratories Inc.) dengan konsentrasi 0,4 mg/ml setiap hari sekali sebagai kontrol positif (a)

5. Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml aprodisiaka komersial (Levitra)

dengan konsentrasi 0,4 mg/ml setiap hari sekali sebagai kontrol positif (b)

6. Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml tepung teripang kering yang

konsentrasinya 1 g/ml setiap hari sekali.

Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (analysis of variance). Jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil,

(44)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bahan Baku

Teripang yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang pasir

(Holothuria scabra) yang diperoleh dari Balai Budidaya Laut (BBL), Lampung. Teripang tersebut yaitu sebanyak 123 ekor merupakan hasil tangkapan dari

alam, yakni perairan Teluk Lampung (Gambar 7). Umur teripang yang

digunakan menurut peneliti BBL diperkirakan berkisar antara 1,5-2 tahun.

Secara ringkas karakteristik teripang yang digunakan untuk penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 5.

Gambar 7 Teripang pasir yang digunakan dalam penelitian

Tabel 5 Karakteristik teripang dari perairan Teluk Lampung

Karakteristik Deskripsi

Bentuk tubuh Bulat panjang dengan permukaan tubuh

kasar

Warna Abu-abu sampai kehitaman dengan garis

melintang berwarna hitam

Umur (tahun) 1,5-2

Bobot (g) 124,55-136,52

Panjang (cm) 18,85-20,86

Proporsi antara daging dan jeroan adalah 2,6:1 (b/b). Proporsi bobot

kering dan bobot basah (segar beku) daging teripang adalah 1:6, sedangkan

(45)

B. Analisa Proksimat Daging dan Jeroan Teripang

Hasil analisa proksimat pada daging teripang, baik daging segar maupun

kering disajikan pada Tabel 6 berikut ini. Analisa proksimat dilakukan untuk

mengetahui kandungan protein, lemak, air dan abu.

Tabel 6 Hasil analisa proksimat daging dan jeroan teripang

Komponen

Kandungan (%) Daging basah Daging

kering

Jeroan kering

Protein 8,37+0,77 34,13+5,62 2,39+0,10 Lemak 0,87+0,01 2,17+0,03 1,52+0,01 Air 80,72+0,22 3,07+0,03 2,93+0,02 Abu 9,18+0,50 42,57+0,65 53,87+0,07

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kandungan protein daging teripang

tergolong sedang, yaitu mencapai 8,37 % (dengan kadar air 80,72 %) dan 34,13

% untuk daging kering. Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa teripang

termasuk hasil perikanan berprotein sedang dan rendah lemak (kurang dari 5 %).

Kandungan protein hasil perikanan umumnya mencapai 15-25 % dari total bobot

daging (dengan kadar air 70-85 %) (Nurjanah et al. 2004).

C. Ekstraksi Steroid

Pemilihan aseton sebagai pelarut dalam ekstraksi mengacu pada metode

yang digunakan oleh Touchtone dan Kasparow (1970) seperti dikutip Riris

(1994). Namun demikian, karena bahan baku yang digunakan berbeda, yaitu

antara kerang hijau dan teripang, maka memungkinkan steroid yang terkandung

juga memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, selain aseton juga

digunakan metanol dan air (pelarut polar), kloroform dan etil asetat (pelarut semi

polar) serta heksan (pelarut non polar). Hasil pemilihan jenis pelarut tersebut

menunjukkan bahwa secara kualitatif (visual) ekstrak aseton lebih banyak

(46)

Gambar 8 Perbandingan kualitatif kandungan steroid pada ekstrak aseton (A dan B), metanol (C), heksan (D) dan etil asetat (E)

Ekstraksi steroid selanjutnya dilakukan berdasarkan metode yang

dilaporkan oleh Touchstone dan Kasparow (1970) seperti dikutip Riris (1994).

Hasil ekstraksi dari 1 kg daging teripang kering diperoleh ekstrak kasar 8,16 g;

dari 1 kg daging teripang basah diperoleh ekstrak kasar 12,96 g, sedangkan

ekstrak kasar dari 1 kg jeroan kering diperoleh 17,96 g dan dari 1 kg jeroan

basah diperoleh 21,28 g. Rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rendemen ekstraksi steroid dari teripang pasir

Bahan (1 kg) Rendemen ekstrak kasar (g)

Persentase (%)

Daging kering 8,16+0,07 0,816

Jeroan kering 17,96+0,11 1,796

Daging basah 12,96+0,40 1,296

Jeroan basah 21,28+1,19 2,128

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa daging dan jeroan teripang basah

lebih banyak mengandung steroid dibandingkan sampel kering. Data ini

diperkuat dengan hasil analisis kadar testosteron pada ekstrak teripang dengan

HPLC. Daging teripang basah mengandung testosteron 4,890 ppm, daging

kering 4,347 ppm, jeroan kering 5,388 ppm dan jeroan basah 6,124 ppm. Hal ini

diduga karena sebagian senyawa steroid dalam sampel mengalami kerusakan

(47)

selama proses pengeringan yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Litwack (2006) yang menyebutkan bahwa senyawa

steroid dapat terdegradasi karena proses enzimatis yang disebabkan oleh

bakteri. Dalam hal ini bakteri diduga tumbuh dan berkembang selama proses

pengeringan daging dan jeroan teripang berlangsung. Pada proses pengeringan

jeroan, sejumlah bakteri juga berasal dari alat pencernaan.

Kandungan steroid yang cukup tinggi (2,13 %) pada jeroan teripang

basah merupakan bukti bahwa jeroan tersebut mempunyai nilai manfaat yang

selama ini diabaikan. Dengan demikian, jeroan dari industri pengolahan teripang

yang selama ini dibuang dapat dimanfaatkan sebagai sumber steroid sehingga

dapat meningkatkan nilai tambah dari teripang tersebut.

D. Identifikasi dan Karakterisasi Steroid Hasil Ekstraksi

Identifikasi keberadaan steroid dilakukan pada daging dan jeroan

teripang. Sampel yang diuji adalah daging dan jeroan dalam keadaan segar

(beku) dan kering. Uji yang dilakukan ini merupakan uji kualitatif steroid dalam

daging dan jeroan teripang.

1) Uji Warna

Hasil uji warna steroid dalam daging dan jeroan teripang yang dilakukan

dengan uji Lieberman-Burchard menunjukkan bahwa ekstrak kasar daging dan

jeroan teripang positif mengandung steroid. Hal ini ditunjukkan dengan

terbentuknya warna hijau pada saat titrasi dengan asam sulfat pekat. Hasil uji

warna tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 Hasil identifikasi keberadaan steroid dalam teripang

Sampel Kualitatif*

Daging basah +

Daging kering +

Jeroan basah +++

Jeroan kering ++

* Jumlah tanda (+) menunjukkan intensitas warna hijau

Tabel 8 menunjukkan bahwa secara kualitatif (visual) jeroan basah

mempunyai kandungan senyawa steroid yang lebih banyak dibandingkan dengan

steroid pada jeroan kering dan daging basah serta daging kering. Jeroan

Gambar

Gambar 1  Morfologi teripang (Sumber: http://www.enchantedlearning.com)
Tabel 2 Perkembangan produksi teripang di Indonesia*
Tabel 3  Paten bahan alami dari teripang*
Gambar 3  Kerangka inti steroid (cyclopentanoperhydrophenanthrene)    (Turner dan Bagnara 1976; Litwack dan Schmidt 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai uji signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara konflik intrapersonal kerja perawat dengan kinerja perawat di

T ah a pan proses yang paling banyak menghasilkan limbah cair pada pencucian dan pembersihan kulit nata serta atat-atat produksi karena banyak menggunakan sumber daya air ,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa secara umum pelaksanaan pendidikan seks dalam materi dan metode pendidikan seks yang diberikan

Halaman Booking Service ini adalah bagian dari halaman Contact Us yang berupa Link yang menuju ke halaman yang cukup penting dalam website Mandiri Motor ini. Halaman Booking

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong pelajar SMA Negeri 3 Makassar menggunakan smartphone (2) Untuk mengetahui gambaran

Hasil ceking lapangan dibuat laporannya oleh Kepala UPT Perbenihan dan Pembibitan, apabila hasil ceking lapangan dinyatakan layak untuk membuka Usaha Penangkar Bibit

Multimedia adalah suatu konsep dalam bidang teknologi informasi, dimana dalam bentuk teks, gambar, suara, animasi dan video yang disatukan dalam komputer untuk disimpan, diproses

Secara historis pola perekonomian kapitalisme berdiri dan tambah perpengaruh diawali dari peralihan masa feodal ke era modern. Kelahiran kapitalisme dibidani oleh tiga