• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton Dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton Dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DENGAN

PENDEKATAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI

BERBASIS PONTOON MOORING

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Domey Lowits Moniharapon

(4)
(5)

RINGKASAN

DOMEY LOWITS MONIHARAPON. Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan HENRY MANIK, SRI PUJIYATI, TOTOK HESTIRIANOTO, AUGY SYAHAILATUA

Zooplankton adalah hewan renik yang memegang peranan penting dalam sistem rantai makanan di laut.Keberadaan dan tingkah lakunya sangatlah penting untuk diketahui, karena dengan menelitinya kita dapat memahami perilaku organisme dengan lebih tepat. Penelitian migrasi diurnal zooplankton secara akustik di Indonesia masih jarang dilakukan, keterbatasan peralatan dan biaya riset menjadi kendala yang sangat kuat disamping minat untuk meneliti.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1).Mengembangkan dan mengaplikasikan pontoon mooring sebagai platform apung penelitian kelautan stasioner. 2).Mengaplikasikan teknik akustik frekuensi tinggi untuk pengamatan migrasi diurnal zooplankton 3).Menganalisis migrasi diurnal zooplankton pada perairan yang semi tertutup dan oseanik sebagai masukan dalam studi yang berhubungan dengan faktor fisik dan biologi.

Teknik pengamatan migrasi diurnal telah dilakukan dengan menggunakan akustik frekuensi tinggi serta penggunaan pontoon mooring sebagai suatu platform apung stasioner untuk pengamatan zooplankton. Analisis biologi zooplankton dan kondisi oseanografi yang membentuknya dilakukan untuk memverifikasi dengan hasil deteksi akustik yang saling mempengaruhi, karena nilai akustik volume hambur balik merupakan ekspresi dari agregasi zooplankton pada kolom perairan.

Ponton Mooring layak secara teknis sebagai platform apung dilaut karena memiliki daya muat yang sangat baik dengan immersion depth 1cm untuk pertambahan bobot 100 kg, kecepatan dapat mencapai 5,5 knot dengan power sebesar 10.41 HP. Pergeseran terkecil rata-rata untuk stasioner 24 jam mencapai 13 meter dengan kekuatan arus 0,4-3.5 cm/det.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat akurasi dari CruzPro secara teknis dapat dipertanggungjawabkan karena menghasilkan nilai pengukuran yang baik. Statistik uji yang dipakai yaitu regresi linier didapatkan nilai kekuatan hubungan sebesar r=0,661 untuk CruzPro dan r= 0.93 untuk SIMRAD EK 500 dalam posisi stasioner, sedangkan CruzPro secara stasioner r= 0.51 dan r= 0.22 pada keadaan hanyut.

(6)

zooplankton hampir berada pada lapisan permukaan 0-25 meter untuk setiap waktu pengamatan, diduga faktor oseanografis dengan nilai konsentrasi Klorofil yang tinggi yang mempengaruhinya. Nilai konsentrasi klorofil pada kedalaman ini dapat mencapai 2.1 mg/m3.

(7)

SUMMARY

DOMEY LOWITS MONIHARAPON. Zooplankton Diurnal Migration with High Frequency Acoustic-Based Approach Mooring Pontoon. Supervised by INDRA JAYA and HENRY MANIK, SRI PUJIYATI, TOTOK HESTIRIANOTO, AUGY SYAHAILATUA

Zooplankton are microscopic animal that play an important role in the food chain system in the sea. The existence and behavior is very important to understand, because the organisms examined to understand its behavior. Diurnal migration zooplankton research in acoustic in Indonesia is still rarely perfomed, limitations of equipment and the cost of research in to a very strong constraint.

The purpose of this study was : 1).Developing and applying pontoon mooring as a platform floating marine research stasionary. 2).Applying high frequency acoustic technique for observation diurnal migration of zooplankton 3).Analyzing the diurnal migration of zooplankton in a semi enclosed waters and oceanic as input in studies related to physical and biology factors.

Diurnal migration observation technique has been perfomed using high frequency acoustic mooring pontoon as well as the use of a stasionary floating platform for observations of zooplankton. Zooplankton biology analysis and oceanographic condition are perfomed to verify the results of the acoustic detection, because the value of acoustic scattering volume is an expression of aggregation of zooplankton in the water column.

Mooring pontoon is technically feasible as an observation platform floating in the sea because it has a very good fit with the immersion depth of 1 cm for a weight gain of 100 kg and can reach speed up to 10.14 HP. The smallest average shift for a 24 hours stasionary is 13 meters with a current speed of 0.4-3.5 cm/sec.

The results analysis in linear regression relationship between acoustic backscattering and zooplankton concentration obstained are r = 0.661 for CruzPro and r = 0.93 for SIMRAD EK 500 in a stasionary position, while in a stasionary CruzPro r = 0.51 and r = 0.22 in the state of drifting.

Diurnal migration of zooplankton respectively inside of the bay of Ambon semi enclosed aquatic waters show that at noon zooplankton spread almost evenly throughout the waters with the value of the scattering volume -98.22 dB to -96.50 dB. On the relationship between volume scattering and zooplankton estimation model obtained is Y = -97.129 + 0.0002 calanoida + 0.00001 Cyclopoida. Aggregation of zooplankton closer to the surface layer of 0-25 meters can reach up to 2.1 mg/m3.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PENDEKATAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI

BERBASIS PONTOON MOORING

DOMEY LOWITS MONIHARAPON

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Ujian Tertutup : 21 Juli 2014

Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Setyo Budi Susilo, M.Sc 2. Dr Djisman Manurung, M.Sc

Ujian Terbuka : 27 Agustus 2014

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan sayang-Nya sehingga Disertasi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 sampai November 2013 adalah “Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Indra Jaya, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir Henry M Manik,MT,Ph.D, Ibu Dr Ir Sri Pujiyati, M.Si, Bapak Dr Totok Hestirianoto, M.Sc serta Bapak Augy Syahailatua, M.Sc, Ph.D selaku anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Laboratorium Akustik dan Instrumentasi IPB, Kepala Balai Konservasi Biota Laut LIPI Ambon atas bantuan peralatan dan fasilitas pengolahan data. Kru Kapal Baruna Jaya VII, kru Kapal Pontoon Pontamin CNBK, Asep Ma’mun, J Lekalete,Ny Omi Hehakaja, Malik Abdul,La Imu, Tusi Sirang, La Elson atas bantuannya selama penelitian dan analisa data. Terimakasih disampaikan kepada NUFFIC melalui MDF Indonesia di Bali atas dukungan dana pendidikan dan penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada istri tercinta Merry Christie Takasihaeng anak-anak Chidorito Rokry, Niorie Kalmia, Merlodafra Gambaro, Prinzessin Chikara Moniharapon, atas kesabaran dan dukungan doa serta kasih sayang selama studi. Kedua orang tua tercinta yang membesarkan dan mendidikku, Tontjie Moniharapon (Almarhum) dan Ritje Ang Manginsela (Almarhumah) serta seluruh Saudaraku kakak-kakak Merryvioletty, Angcyvioletta, Trijunianto, Silcyljeova, Solly Deola (Almarhumah) dan adik-adik Mechiavel, Debby Dijola, Erynola Moniharapon, Kedua orang tuaku di Manado: David Takasihaeng dan Marietje Takasiaheng-Ussu serta saudaraku Vidrie Gracia Takasiheng; Ipar di Manado; Jan Soukotta,Johan Sahetapy, Roy Lapalesa; di Papua Nugini Didik Wisnu Wijayanto sebagai atase pendidikan RI. Seluruh kemenakan di Ambon: Revelto, Anggiolen, Velin Moniharapon; Erdiko, Tontjie Wijayanto; di Manado Villian, William , Dwarz Soukotta, Jeofer dan Marcelia Sahetapy, Quellkenko Lapalesa, di Makassar Raviolaf ( Almarhum), Resio, Moritz, Ranty Titaheluw. Atas dukungan moril maupun materil serta kasih sayangnya selama ini.

Teman-teman seangkatan ; Romie Jonerie, Muhammad Syahdan dan Nurhalis Wahidin atas keakraban dan canda serta ketulusan dalam menjaga perjuangan yang suci untuk menuju hidup yang lebih baik, tetap semangat. Teman-teman PERMAMA Bogor, atas partisipasi dan keakraban selama studi. Akhirnya pekerjaan perintisan adalah sangat berat dan sulit, kami sudah tahu …tetapi kami akan terus melakukan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Domey Lowits Moniharapon

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Alternatif pemecahan masalah 3

Pembatasan masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

Kebaharuan Penelitian 5

RANCANG BANGUN DAN UJI LAPANG PONTOON MOORING

Pendahuluan 6

Bahan dan metode 6

Hasil dan pembahasan 8

Simpulan 18

PENGGUNAAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI DALAM PENGAMATAN MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON

Pendahuluan 19

Bahan dan metode 20

Hasil dan pembahasan 24

Simpulan 28

OBSERVASI MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DI TELUK AMBON SEBAGAI PERAIRAN SEMI TERTUTUP

Pendahuluan 29

Bahan dan metode 29

Hasil dan pembahasan 31

Simpulan 41

OBSERVASI MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DI LAUT BANDA SEBAGAI PERAIRAN OSEANIK

Pendahuluan 42

Bahan dan metode 43

Hasil dan pembahasan 44

Simpulan 55

PEMBAHASAN UMUM 56

SIMPULAN DAN SARAN 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 61

(18)

DAFTAR TABEL

1. Spesifikasi teknis pontoon 8

2. Hidrostatis pontoon mooring 13

3. Kecepatan tahanan dan power 13

4. Pegukuran tinggi draft akibat penambahan beban muat pontoon 14 5. Perpindahan pontoon ditambat dan tanpa tambatan 15 6. Statistik pergeseran pontoon pada teluk Ambon bagian dalam 16 7. Statistik pergeseran pontoon pada teluk Ambon bagian luar 17 8. Perbandingan biaya penggunaan pontoon dengan wahana lain 18

9.Spesifikasi peralatan akustik 20

10.Nilai volume hambur balik dan kelimpahan zooplankton stasioner 2 jam 24 11.Nilai volume hambur balik dan kelimpahan teluk Ambon Dalam dan luar 27 12.Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman di Teluk Ambon 31 13.Deskripsi statistk agregasi zooplankton menurut kedalaman di Teluk Ambon 33 14.Deskripsi statistik zooplankton menurut waktu di teluk Ambon 34 15.Hasil Regresi linier berganda kontribusi zooplankton calanoida di teluk Ambon 40 16.Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman di Laut Banda 44 17.Deskripsi statistik zooplankton laut Banda menurut kedalaman di Laut Banda 45 18.Deskripsi statistik zooplankton laut Banda menurut waktu di laut Banda 47 19. Hasil Regresi linier berganda kontribusi zooplankton calanoida di laut Banda 54

DAFTAR GAMBAR

1.Kerangka pikir penelitian 5

2.Potongan orthogonal pontoon 8

3.Denah ukuran pontoon 9

4.Perspektif pontoon pandangan samping 10

5.Ukuran pontoon 10

6.Pontoon sebenarnya pandangan samping belakang 11

7.Ukuran pontoon tampak samping 11

8.Pontoon sebenarnya tampak belakang 11

9.Rencana garis pontoon mooring 12

10.Pola pergeseran pontoon pada teluk Ambon dalam 16 11.Pola pergeseran pontoon pada teluk Ambon luar 17 12.Plot target strength versusu frekwensi untuk berbagai organisme 21 13.Diagram alir dan pemrosesan data akustik 22 14.Plot regresi nilai scattering volum dan kelimpahan di teluk Ambon dalam 25 15.Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk banda 25 16.Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon 28 17.Plot regresi nilai volume hambur balik di Teluk Ambon luar 28

18.Peta lokasi penelitian teluk Ambon 30

(19)

20.Sebaran SV (dB) dan kedalaman (m) di Teluk Ambon bagian dalam 33 21.Sebaran SV (dB) dan waktu (jam) di Teluk Ambon bagian dalam 34 22.Komposisi zooplankton menurut waktu pengamatan 35 23.Komposisi zooplankton menurut kedalaman 36 24.Sebaran menegak oseanografi teluk Ambon dalam 38

25.Komposisi zooplankton menurut famili 39

26.Presentase kelompok zooplankton 39

27.Lokasi penelitian laut Banda 44

28.Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman di laut Banda 45 29.Sebaran nilai SV (dB) terhadap kedalaman (m) di laut Banda 46 30.Sebaran nilai SV (dB) terhadap waktu (jam) di laut Banda 47 31.Komposisizooplankton berdasarkan waktu pengamatan di laut Banda 49 32.Komposisi zooplankton berdasarkan kedalaman di laut Banda 49

33.Sebaran menegak oseanografi di laut Banda 51

34.Kelimpahan zooplankton berdasarkan famili 53

35.Presentase kelimpahan zooplankton di laut Banda 53

DAFTAR LAMPIRAN

1.Hidrostatis pontoon mooring untuk Displacemen 3.6 ton 61 2.Hidrostatis pontoon mooring untuk Displasemen 4.6 ton 62 3.Hidrostatis pontoon mooring untuk Displacemen 5.6 ton 63 4.Hasil olahan Marxsurf untuk kecepatan , tahanan dan power pontoon 64 5.Grafik holtrop untuk pontoon mooring 65 6.Pontoon tampak samping kiri 66 7.Perpektif pontoon mooring 67

8.Foto pontoon jadi 68

9.Kalibrasi CruzPro 69

10. Image hasil olahan cruzPro 70

11.Image hasil olahan echoview 4.8 71

12.Regresi scattering volume versus kelimpahan di teluk Ambon

stasioner 2 jam 72

13.Regresi scattering volume versus kelimpahan di Teluk Banda

Stasioner 2 jam 75

14.Regresi scattering volume versus kelimpahan di teluk Ambon

Dalam stasioner 24 jam 78

15.Regresi scattering volume versus kelimpahan di laut Banda

Drifting 1 jam pada setiap stasiun 82

16.Regresi scattring volume versus kelimpahan di Teluk Ambon

Luar stasioner 24 jam 85

17.Koleksi zooplankton Teluk Ambon 88

17.Koleksi zooplankton laut Banda 90

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia memiliki dua pertiga dari luas daratannya adalah laut. Beberapa dekade terakhir berbagai pemantauan fenomena kelautan diarahkan untuk memantau secara terus menerus faktor fisik dan biologi serta kimia laut, di satu sisi ada tantangan untuk dapat memahami fenomena kelautan dan keaneka ragaman hayati yang cukup tinggi pada perairan Indonesia, di sisi yang lain penelitian kelautan memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga riset kearah ini sangat terbatas.

Semakin banyak lagi diperlukan masukan teknologi kelautan untuk memperkaya riset kelautan yang lebih komprehensif dan berkesinambungan. Masukan dan pengembangan teknologi kelautan dapat memantau fenomena kelautan secara terus menerus, sehingga hubungan antara kekuatan fisik dan biologi di laut dapat diteliti. Selain itu penggunaan teknologi untuk menguji konsep-konsep baru serta memahami bagaimana perilaku dan pengaruhnya terhadap organisme.

Salah satu metode pengamatan yaitu metode hidroakustik yang merupakan metode pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik, antara lain : Echo sounder, Fish finder, SONAR dan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler). Perangkat ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Keunggulan komperatif metode ini adalah berkecepatan tinggi, deteksi pada jarak jauh serta memperoleh data secara real time. Beberapa kajian telah dilakukan dengan menggunakan teknik ini (MacLennan dan Simmonds, 1992) . Pengamatan mengenai pola migrasi diurnal zooplankton menggunakan teknik ini, karena pengamatan dilakukan pada jarak jauh tanpa mengganggu organisme tersebut.

Zooplankton adalah hewan mikroskopis di laut yang memiliki karakteristik dan bentuk yang khas. Secara kolektif zooplankton berada di seluruh lapisan kolom perairan. Zooplankton memainkan peranan penting dalam produktifitas biologi dilaut, sehingga keberadaanya dapat mengindikasikan tingkat kesuburan lingkungan perairan dan merupakan pakan alami bagi ikan kecil dan hewan lainnya.

Pengamatan zooplankton dalam waktu yang lama memerlukan suatu wahana yang cocok untuk melakukannya, serta dapat berpindah tempat untuk melakukan pengamatan terhadap fenomena yang dimaksud. Pengamatan tersebut juga harus dapat dioperasikan pada perairan dangkal atau pesisir, teknik yang paling sesuai yaitu mengembangkan wahana yang dapat secara otonom dioperasikan untuk mengamati fenomena pada perairan pesisir menjadi tantangan tersendiri. Penggunaan akustik frekuensi tinggi untuk mengamati zooplankton telah dilakukan diantaranya :

(22)

yang besar. Pendekatan ini menyediakan penelitian dengan alat-alat baru untuk menyelidiki proses pengendalian distribusi dan kelimpahan zooplankton. Fleksibilitas dari sistem bioakustik dicontohkan oleh berbagai modus penyebaran yang sudah ada, termasuk penggunaan submersibles, kendaraan operasi jarak jauh (rov), towed bodies, system net, mooring dan bouy. Pengolahan dan interpretasi data bioacustical membutuhkan pengembangan substansial. Model teoritis volume hamburan balik dari zooplankton dan visualisasi dari data set tiga dimensi sangat diperlukan. Keterbatasan dalam sistim ini adalah ketidakmampuan untuk membedakan dan mengidentifikasikan spesies, ini adalah halangan dasar dalam kuantifikasi komposisi.

- Ashijan et al.(2006) : “ Spatial and Temporal Variability of Zooplankton Thin Layers: The Effect of Composition and Orientation on Acoustic Detection of Layers “ menjelaskan bahwa tujuan utama jangka panjang penelitian ini adalah memahami mekanisme fisik dan biologis pembentukan dan pemeliharaan lapisan tipis zooplankton. Karena zooplankton dapat menyebarkan suara yang kuat, maka Instrumen akustik adalah efektif untuk mendeteksi dan mendeskripsikan lapisan tipis zooplankton. Dengan menggunakan kombinasi instrument (akustik, image optic,ADCP,CTD, sensor biooptik) dan platform sampling (armada glidder dan perlengkapan profiling) dapat ditentukan skala temporal dan spasial backscatter akustik zooplankton dari aggregasi, komposisi taksonomi dan ukuran zooplankton pada lapisan tersebut serta asosiasi lapisan tipis tersebut dengan parameter fisik.

Dalam disertasi ini penggunaan akustik frekuensi tinggi dan teknik pengamatan secara stasioner dengan menggunakan pontoon mooring sebagai platform apung telah dilakukan dan dipilih untuk melihat fenomena migrasi diurnal zooplankton. Penggunaan teknik mooring dengan menggunakan echosounder CruzPro serta SIMRAD EK 500 dan rancang bangun pontoon mooring merupakan teknik pengamatan organisme laut untuk menjawab hal dimaksud, yang merupakan model pengamatan laut masa depan pada perairan pessisir di Indonesia.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapat diidentifikasi bahwa: a.Penelitian kelautan di Indonesia dalam relatif masih terbatas khususnya, penelitian dinamika zooplankton laut.

b.Keterbatasan penelitian dinamika zooplankton belum banyak dilakukan karena fasilitas dan biaya yang terbatas.

c.Penelitian dinamika zooplankton adalah sangat penting dilakukan karena berhubungan dengan faktor fisik dan biologi perairan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

(23)

b.Penggunaan pontoon mooring dan CruzPro merupakan pilihan untuk mengatasi kekurangan fasilitas dan biaya bagi penelitian kelautan.

c.Penelitian migrasi diurnal zooplankton dapat memberikan kontribusi bagi pemahaman yang lebih baik terhadap pengembangan akustik zooplankton, khususnya dalam hubungan dengan faktor fisik dan biologi zooplankton.

Alternatif Penyelesaian Masalah

Alternatif penyelesaian masalah berkaitan dengan pendekatan akustik untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton dengan penggunaan CruzPro dan pontoon mooring dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

a.Pemakaian Pontoon mooring untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton sebagai wahana apung penelitian stasioner, diharapkan dapat menjawab kekurangan selama ini.

b.Penggunaan scientific echosounder memerlukan biaya tinggi dan sangat terbatas, penggunaan CruzPro Fish Finder merupakan alternatif jalan keluar dari keterbatasan ini.

c.Aplikasi metode akustik untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton

merupakan pilihan yang tepat untuk studi yang berhubungan dengan dinamika zooplankton.

Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penggunaan akustik frekuensi tinggi bagi pengamatan migrasi diurnal zooplankton adalah :

a.Pemakaian pontoon mooring dan CruzPro dilakukan untuk melihat agregasi zooplankton selama 24 jam di Teluk Ambon, dilakukan juga pengukuran dengan Simrad EK500 di Laut Banda, sebagai data pembanding untuk melihat migrasi diurnal.

b.Pengunaan dua peralatan dan dua wahana apung pada lokasi yang berbeda tidak menjadi masalah dalam perolehan data, karena semua parameter lingkungan dan peralatan dimasukan pada saat pengolahan data.

c.Persyaratan teknis Pontoon mooring dan cruzPro akan dilakukan dengan didasari oleh teori dan prinsip teknis yang diperlukan sesuai peruntukannya.

Tujuan penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

a.Rancang bangun pontoon mooring dan uji cobanya sebagai wahana apung penelitian kelautan stasioner dalam mengamati migrasi diurnal zooplankton. b.Mengaplikasikan akustik frekuensi tinggi untuk pengamatan migrasi diurnal zooplankton dengan menggunakan pontoon mooring dan CruzPro serta SIMRAD EK 500

(24)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian kelautan, khususnya fenomena migrasi diurnal zooplankton dengan penggunaan peralatan yang tidak terlalu mahal dan dapat dilakukan secara stasioner, sehingga menjadi model penelitian laut, guna diterapkan bagi pengamatan fenomena lain yang stasioner di Indonesia khususnya perairan pesisir.

Kerangka Pemikiran

Sistim deteksi zooplankton dan mikronekton adalah memancarkan gelombang/pulsa suara dan menganalisis gelombang/pulsa suara dari organisme. Tingginya tingkat penyerapan suara dengan panjang gelombang yang pendek pada frekuensi tinggi oleh air laut menjadi sebab sehingga harus deteksi pada jarak dekat (Dipakai sistim V fin atau towed body). Holliday dan rekannya telah menyempurnakan sistim ini yang disebut MAPS ( Multy-frekwensi Acoustical Profiling System) yang dapat digunakan untuk profiling kolom air. Pengembangan lebih lanjut dengan menggunakan ROV seperti Benthos Sea Over, BIOSPAR ( Bioacoustical Sensing Platform and Relay) adalah dual beam akustik profiling yang dapat mengukur kelimpahan, struktur ukuran dan distribusi zooplankton secara vertikal dari lokasi ke stasiun pantai dengan teknik telemetri (Enrenberg, 1989). Penggunaan lain yaitu ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) untuk penelitian zooplankton dan mikronekton telah dilakukan oleh ahli akustik yang lain (Flag dan smith, 1989; Plueddeman dan Pinkel, 1989) yang memberi dasar bagi pengamatan zooplankton pada pengamatan yang stasioner.

Penelitian migrasi diurnal zooplankton merupakan suatu penelitian yang memerlukan persyaratan utama yaitu dengan menggunakan teknik mooring. Penggunaan teknik mooring ini akan menjamin hasil yang lebih baik, karena pengamatan harus dilakukan dalam waktu 24 jam dalam posisi yang stasioner. Kesalahan utama yang sering ditemukan yaitu hasil deteksi yang diperoleh tidak sejalan dengan zooplankton yang diamati. Penggunaan sistim akustik frekuensi tinggi untuk pengamatan migrasi diurnal zooplankton dan penggunaan pontoon moring adalah suatu paket teknologi yang dapat menjamin hasil pengamatan dan hasil analisis yang baik. Pontoon mooring merupakan suatu wahana apung yang dirancang dan digunakan untuk melakukan pengamatan migrasi diurnal zooplankton. Syarat utama yang diperlukan oleh suatu wahana penelitian yang stasioner adalah memiliki pergerakan dan pergeseran yang relatif kecil, serta mampu untuk dioperasikan di laut.

(25)

Sistim Akustik Frekuensi Tinggi: CruzPro dan Simrad

EK 500

Pontoon Mooring :Rancang bangun, Uji Lapang dan

unjuk kerja

Observasi Migrasi Diurnal Zooplankton

Kelayakan Teknis Pontoon Mooring

dan CruzPro

Pola migrasi Diurnal Perairan semi tertutup dan

oseanik Analisis Migrasi

Diurnal Zooplankton Studi Literatur

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Kebaruan Penelitian

(26)

RANCANG BANGUN DAN UJI LAPANG PONTOON MOORING

Pendahuluan

Semakin dirasakan ada tantangan untuk lebih serius dalam meneliti fenomena perairan pesisir dengan intensitas yang harus ditingkatkan. Model pengamatan pola tingkah laku organisme laut, faktor lingkungan dan tekanan manusia menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Beberapa dekade ini, berbagai strategi pemantauan dan teknik telah digunakan untuk melakukan penelitian di laut. Hal ini dimaksudkan untuk memahami hubungan antara kekuatan fisik dan biologi di laut, langkah yang diambil adalah dengan cara menggunakan teknologi untuk menguji konsep-konsep baru serta memahami bagaimana pengaruh terhadap fenomena yang diuji. Pengetahuan tentang tata ruang tiga dimensi populasi zooplankton dan perubahan struktur melalui waktu merupakan hal fundamental untuk studi tentang dinamika komunitas plankton (Chu et al. 1992). Pemahaman tentang hal ini memerlukan suatu wahana penelitian yang representatif. Di Indonesia penelitian seperti ini belum banyak dilakukan karena membutuhkan biaya yang relatif mahal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka telah dirancang suatu wahana apung yang stasioner dalam bentuk pontoon yang dapat bergerak dan berpindah tetapi dapat dimooringkan, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk penelitian akusik kelautan, oseanografi dan biologi laut.

Bahan dan metode

Rancang bangun pontoon dilakukan diawali dengan membuat skets pontoon, setelah dibuat skets pontoon dilakukan penyiapan bahan untuk pembuatan pontoon.Pembuatan pontoon dimulai Juni 2012 dan selesai Juni 2013. Uji coba untuk riset berlangsung pada September 2013. Penggambaran pontoon menggunakan software Sketchup dan prespektif pontoon menggunakan software Lumio kedua software ini untuk menggambarkan detail dari pontoon secara arsitektur dan pandangan animasi secara perspektif. Penggunaan software Maxsurf 12 untuk menggambarkan secara perkapalan (lines Plan) serta perhitungan hidrostatik. Dalam perhitungan hidrostatik formula yang dipakai adalah sebagai berikut :

-Volume Displacement (Dv) dihitung dengan rumus (Wattson, 1988) sebagai

berikut :

-Ton Per Centimeter Immersion (TPC) dihitung dengan rumus (Parson, 2001) sebagai berikut :

TPC = (Aw/100) x γ (Ton) ...(2)

dimana : Aw = Luas Bidang garis air (m)

(27)

-Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) dihitung dengan rumus (Parson, 2001) sebagai berikut :

MTC = D x GMt / 100 x L ( Ton/m) ...(3) dimana : D = Displacement ( Ton)

GMt = Jarak antara titik berat kapal dan metacenter secara Melintang (m)

-Hambatan kapal total dengan rumus (Lewis, 1988) sebagai berikut :

Rt = 1/2 x p x V2 x Stot x (Cf (1+k)+CA)+ Rw/W xW (kN) ... (4) dimana :p= Massa jenis air laut ( 1025 kg/m3)

V = Kecepatan pelayaran ( m/det2) Stot= Luas permukaan basah kapal (m) Cf= Koefisien gesekan

k = Efektif form faktor CA = Korelasi model kapal Rw = Hambatan gelombang (kN) W = Displacement weight (N)

-Perhitungan Daya motor dihitung dengan rumus (Parson,2001) sebagai berikut : PB = PD

/

s x

rg (kW) ... (5) dimana : PD= Delivered Power Propeler (kW)

s = Efisiensi poros (0.98)

rg= Efisiensi roda gigi (0.98)

Pergeseran pontoon dihitung dengan menggunakan data posisi pada saat survei dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Menghitung jarak titik posisi yang sering muncul (Modus) Po (xo,yo) terhadap titik perpindahan posisi Pi (xi–yi ) dengan rumus (Hill dan Wilkinson, 2004) adalah :

Menghitung selisih jarak rata-rata adalah :

= /n (m) ………. (7)

dimana :Xo,Y0 = Posisi yang sering muncul Xi,Yi = Posisi perpindahan

(28)

Hasil dan pembahasan

Rancang Bangun

Pontoon dirancang dengan bahan pertimbangan yaitu layak untuk digunakan di laut, memiliki spesifikasi teknis yang memadai dan ekonomis dalam penggunaan. Untuk maksud tersebut maka dirancang platform apung dalam bentuk Pontoon. Bentuk ini akan lebih baik dalam pencapaian lantai kerja yang relatif lebih luas, jika dibandingkan dengan kapal biasa. Menurut Hadi et al. (2007) mengatakan demi hul terbaik dapat dicapai dengan bentu lambung ganda, nilai GZ (stabilitas) relatif lebih baik dari kapal dengan lambung tunggal, kestabilan pontoon dapat mencapai 95 % lebih.Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam penggunaan wahana ini relatif aman, kestabilan yang tinggi serta kecepatan yang memadai serta daya muat yang cukup, pontoon ini dirancang dengan lambung ganda dengan jarak lambung kira-kira 2 kali lebar perahu. Berikut diperlihatkan spesifikasi pontoon (Tabel 1) dan potongan orthogonal pada Gambar 2.

Tabel 1Spesifikasi teknis dari pontoon

No Nama bagian Ukuran Material Lebar 380 cm, panjang 450 cm Mesin 2 x 6,5 PK

Kayu Titi

Multyplex

Paralon diisi semen

Seng karet

(29)

Gambar 2 memperlihatkan potongan pontoon secara ortogonal, dengan lantai kerja yang luas serta dilengkapi dengan 4 jangkar sebagai tambatan yang membuat pontoon stasioner pada lokasi yang diinginkan. Pada Bagian depan terdapat dek terbuka untuk memudahkan pengoperasian peralatan CTD atau tabung van Dorn. Persyaratan utama wahana apung ini yaitu harus dapat memberikan kenyamanan dalam pengambilan data, dapat ditambat pada lokasi tertentu maka pada perancangan dipertimbangkan untuk membuat area kerja yang representatif, sehingga peralatan dapat diletakan dengan aman sehingga proses pengambilan data dapat berlangsung dengan baik. Berikut ditampilkan denah dari pada pontoon mooring beserta ukurannya, pandangan perspektif ukuran konstruksi kapal, foto pontoon sebenarnya (Gambar 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 ), hasil lengkapnya lihat Lampiran 6 sampai 8.

(30)

Gambar 4 Perspektif pontoon pandangan samping

(31)

Gambar 6 Pontoon sebenarnya pandangan samping belakang

Gambar 7 Ukuran pontoon tampak samping

(32)

Gambar 9 Rencana garis pontoon mooring

Rencana garis dari pontoon mooring ini merupakan dasar dari pada perhitungan rancangan pontoon. Perhitungan Hidrostatik yang dihasilkan diperoleh dari rencana garis yang dihasilkan pada proses perancangan.

Perhitungan Hidrostatik pontoon

(33)

Tabel 2 Hidrostatik pontoon mooring

No

Draft (D) Nilai hidrostatik

1

Ton Percenti meter Immersion (TPC) = 0.101 Ton/ cm

Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) = 0.046 Ton.m

Volume Displacemen (Dv) = 4.6 Ton

Ton Percenti meter Immersion (TPC) = 0.101 Ton/ cm

Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) = 0.047 Ton.m

Volume Displacemen (Dv) = 5.6 Ton

Ton Percenti meter Immersion (TPC) = 0.101 Ton/ cm

Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) = 0.048 Ton.m

Tabel 2 menunjukan Pontoon mooring mempunyai daya muat yang baik. Pada saat volume Displasement (Dv) mencapai 3.6 Ton (daya muat minimum) ketinggian base line mencapai 40 cm ( ketinggian draft midship 80 cm). Volume Displacement (Dv) mencapai 5.6 Ton (daya muat maximum) ketinggian draft mencapai 60 cm, berarti masih tersisa 20 cm pada draft midship.

Hal ini menunjukan bahwa secara teknis daya muat pontoon mooring besar, kalau rata-rata berat orang 70 kg maka pontoon ini dapat memuat sekitar 20 orang penumpang.

Perhitungan Tahanan dan Daya Motor

Perhitungan tahanan total pontoon mooring dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan daya mesin yang dibutuhkan untuk mendapatkan kecepatan yang diinginkan. Untuk menghitung tahanan kapal digunakan metode Holtrop, didalam metode ini Holtrop membagi hambatan total kapal menjadi beberapa komponen tahanan.Komponen tersebut yaitu viscous resistance (tahanan kekentalan), appendages resistance (hambatan karena bentuk kapal, dan wave making resistance (tahanan karena gerak kapal).

Perhitungan tahanan dan daya motor meliputi :Hambatan kapal total (Rt), Daya motor (PB). Pada Tabel 3 diperlihatkan nilai analitis dari pontoon mooring dari hasl pengolahan dengan Marxsurf (lihat lampiran 4 dan 5).

Tabel 3 Kecepatan, Tahanan dan Power ponton mooring

(34)

Saat dioperasikan pontoon mooring memiliki kesesuaian antara besar daya mesin dengan kecepatan operasional besarnya daya mesin yang dipakai disesuiakan dengan kecepatan operasionalnya.Jika kecepatan yang diinginkan 5.5 knot maka mesin yang harus digunakan yaitu dengan kekuatan 10.41 HP atau 2 mesin dengan daya 6.5 HP diperlukan untuk operasional pontoon. Pada saat pemakaian di lapangan pontoon ini telah dilengkapi dengan 2 mesin Yamaha poros panjang dengan kekuatan 6.5 HP.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pontoon mooring ini mempunyai kecepatan yang baik, pada umumnya kerampingan bentuk lambung kapal akan menentukan kecepatan kapal. Ratio kerampingan yang besar akan mengakibatkan tahanan yang besar akibat gelombang pada saat operasi. Pontoon harus seramping mungkin agar dapat mencapai kecepatan tinggi.Namun kekurangan utama akibat kerampingan yaitu berkurangnya stabilitas transversal.Oleh karena itu untuk menutupi kekurangan ini single body harus dibuat menjadi multi hull dengan jarak yang tepat.Berbagai bentuk kapal kemudian dikembangkan untuk memenuhi criteria rancangan kapal, dimana konsep kapal katamaran yang paling banyak dipilih dan mendapatkan perhatian. Bentuk kapal katamaran mendapat perhatian karena sejumlah kelebihan antara lain : memiliki luasan geladak yang besar dan stabilitas melintang yang relatif baik bila dibandingkan kapal dengan lambung tunggal ( Insel dan Molland, 1992).

Uji Lapang pontoon

Pengujian lapang pontoon dilakukan untuk melihat kinerja pontoon pada saat dioperasikan.Pengukuran dilakukan untuk melihat kemampuan nyata pontoon untuk memuat beban pada saat digunakan, sehubungan dengan fungsinya sebagai wahana apung yang stasioner.Pengujian untuk melihat pengaruh tambatan dan tanpa tambatan juga dilakukan untuk melihat berapa pergeseran yang dialami oleh wahana ini sehubungan dengan fungsinya.

Pengujian pontoon dilakukan dengan pengukuran nyata tinggi draft akibat penambahan beban muat hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 :

Tabel 4 Pengukuran tinggi Draft akibat penambahan beban muat pontoon.

No Penambahan beban Tinggi Draft diukur dari atas pontoon

bagian belakang sebelah dalam

(35)

Hasil pengujian pontoon dengan menggunakan tambatan dan tanpa tambatan dapat dilihat pada Tabel 5 :

Tabel 5 Perpindahan pontoon ditambat dan tanpa tambatan

NO Waktu Posisi Pergeseran (m)

Tabel 5 memperlihatkan perpindahan pontoon saat ditambat relatif kecil pada saat awal perpindahannya : 3.07 m (S) dan 6.17 m (E) setelah itu tidak ada perpindahan. Untuk tanpa tambatan, pergerakan secara terus menerus pada setiap menit perpindahannya : 3.07 ; 9.27 ; 3.07 m (S) dan 15.4 ; 3.07 ; 3.07 m (S). Hal ini menunjukan dengan tambatan perpindahan dapat diperkecil , dan terjadi pada saat pengamatan dengan kecepatan arus 0.20 – 2.50 cm/det.

Unjuk kerja Pontoon pada saat stasioner

Pengamatan unjuk kerja pontoon pada saat stasioner dalam waktu 24 jam pengamatan pada dua lokasi yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar dimaksudkan untuk melihat pentingnya fungsi tambatan terhadap posisi yang stasioner selama pengamatan dilakukan.

(36)

Sebab utama yang menyebabkan adalah terjadi perbedaan arus dan gelombang pada saat pengamatan.Teluk Ambon Bagian Luar laut tidak tenang, sedangkan teluk Ambon Bagia Dalam relatif tenang (semi tertutup).

Gambar 10 Pola pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Dalam

Tabel 6 Statistik pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Dalam

Pergeseran Posisi (meter)

X Y

mean 21 13

max 220 93

Standar deviasi 26 10

Gambar 10 dan Tabel 6, memperlihatkan pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Dalam tidak terlalu jauh , yakni dapat mencapai 13 meter pada arah sumbu Y dan 21 meter pada arah sumbu X. Hal ini disebabkan oleh fungsi tambat berada pada kondisi mooring yang baik serta kecepatan arus yang relatif lemah sekitar 0.4 – 3.5 cm/det

Jarak pergeseran sebenarnya adalah akar dari jumlah kuadrat jarak pergeseran arah sumbu Y dan sumbu X didapat R = 24.69 m, yang merupakan rataan pergeseran terhadap posisi yang seharusnya pada keseluruhan titik posisi selama 24 jam.

(37)

Gambar 11 Pola Pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Luar

Tabel 7 Statistik pergeseran pontoon di Teluk Ambon Bagian Luar

Pergeseran Posisi (meter)

X Y

mean 367 144

max 2037 549

standar_deviasi 456 132

Gambar 11 dan Tabel 7 , memperlihatkan bahwa perpindahan pontoon pada Teluk Ambon Bagian Luar luar relatif jauh dan pergeseran tersebut dapat mencapai 144 meter pada arah sumbu Y dan 367 meter pada arah sumbu X. Pergeseran ini diakibatkan oleh pontoon tidak tertambat secara baik dan arus yang kuat pada Teluk Ambon Bagian Luar dapat mencapai 3.5 - 5.7 cm/det.

Pergeseran sebenarnya adalah akar dari jumlah kuadrat pergeseran arah sumbu Y dan arah sumbu X dan didapatkan pergeseran pontoon sejauh R =394 meter rataan pergeseran terhadap posisi seharusnya pada keseluruhan posisi selama 24 jam.

Perhitungan ekonomis pontoon

Pontoon mooring dirancang untuk penggunaan riset kelautan pada perairan pesisir. Syarat utama sebuah wahana apung riset kelautan adalah :

-Memiliki unjuk kerja yang baik (kecepatan, kestabilan, keleluasaan dalam bekerja dan daya muat yang memadai.

-Ekonomis dalam penggunaan (biaya operasi yang kecil, biaya perawatan yang kecil)

Tabel 8 berikut memperlihatkan perbandingan biaya penggunaan pontoon dengan wahana lain yangmembuktikan pontoon memiliki biaya operasional yang relatif

(38)

kecil. Hal ini karena pontoon memiliki mesin dengan pemakaian bahan bakar yang relatif lebih sedikit. Wahana ini sangat cocok untuk perairan pesisir dari pada menggunakan kapal yang relatif lebih mahal.

Tabel 8 Perbandingan biaya penggunaan pontoon dengan wahana lain No Wahana Biaya operasional untuk 1 hari 1.

2. 3.

Pontoon Long boat

Kapal Baruna Jaya VII

Rp. 500.000 Rp. 750.000 Rp. 120.000.000

Simpulan

(39)

PENGGUNAAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI DALAM PENGAMATAN MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON

Pendahuluan

Pengamatan volume hambur balik zooplankton dengan sistim akustik telah dilakukan dan dapat ditemukan pada literatur untuk memodelkan pola migrasi diurnal.Ripped dan Simpson (1998), menggunakan kecepatan sesaat yang diukur dengan ADCP, untuk memperkirakan jalur migrasi zooplankton. Penggunaan Zooplankton Acoustic Profiler (ZAP), akustik frekuensi tinggi sering dipakai untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton.

Zooplankton adalah hewan yang dikategorikan dalam klasifikasi ukuran target yang lebih kecil dari panjang gelombang, misalnya deteksi zooplankton dalam ukuran 0,2- 20 mm (ukuran zooplankton pada umumnya ) memerlukan frekuensi yang tinggi, contoh 200 kHz, atau panjang gelombang λ = c/f = 150000/200000 = 0.75 cm atau 7,5 mm

( ukuran zooplankton berkisar 0.2-20 mm). Jika ukuran zooplankton lebih kecil misalnya 0.1, 0.2 sampai 2 mm , maka frekuensi yang dipakai harus lebih tinggi yaitu sekitar 420, 720 , 1000 kHz/1MHz.

Bila target individu sangat kecil dan ada banyak volume sampel, maka gema (hamburan balik ) akan bergabung membentuk sinyal yang diterima secara terus menerus dengan berbagai amplitudo. Pengukuran dasar akustik adalah koefisien volume hamburan balik ( Sv) yang diperoleh dari echo yang terpisahkan. Sv didefinisikan sebagai Sv = Σ Ϭbs/ Vo, dimana jumlah tersebut merupakan semua target diskrit berkontribusi dalam Vo, volume sampel. Ukuran logaritmik adalah setara dengan hamburan balik volume sampel. Ukuran logaritmik setara kekuatan volume hamburan balik, ditulis : SV = 10 log (Sv) dB.

Penggunaan akustik frekuensi tinggi dalam pengukuran volume hambur balik zooplankton mutlak diperlukan.Secara akustik nilai hambur balik zooplankton merupakan penjumlahan dari nilai SV setiap individu.Sampai saat ini sebagian besar penelitian zooplankton dan mikronekton menggunakan multi frekuensi atau dual beam metode.Fokus pengamatan membutuhkan informasi tentang distribusi vertikal dari kumpulan hewan. Holliday dan Pieper (1980) telah menyempurnakan sistem ini yang disebut MAPS (Multy-frekquency Acoustical Profiling System) untuk membuat profiling kolom air. Selain penggunannya sebagai profiler vertical, MAPS dirancang sebagi instrument yang ditarik.

Pengembangan lebih jauh yaitu dengan menggunakan BIOSPAR ( Bioacoustical Sensing Platform and Relay) adalah dual beam akustik profiling yang dapat mengukur kelimpahan, struktur ukuran dan distribusi zooplankton vertikal dan mikronekton dilokasi terpencil dengan sistim telemetri ke laboratorum pantai (Ehrenberg et al, 1989). Kelayakan penggunaan Profiler Doppler Akustik (ADCP) untuk penelitian zooplanlkton dan mikronekton telah dilakukan (Flag dan Smith, 1989 ; Plueddeman dan Pinkel , 1989).

(40)

beam (Semi Scientific Echosounder) untuk perairan semi tertutup dan untuk pengukuran volume hambur balik zooplankton dengan SIMRAD EK 500 ( Scientific Echosounder) untuk perairan oseanik.

Bahan dan Metode

Pengamatan migrasi diurnal zooplankton dengan memakai peralatan akustik didahului dengan kalibrasi peralatan. Maksud daripada kalibrasi yaitu membuat alat ukur pada titik nol. Dalam akustik dipakai bola sphere sebagai target referensi, CruzPro dan SIMRAD EK 500 telah dikalibrasi (Lampiran 9) Penelitian Dengan CruzPro dilakukan pada tanggal 14 September 2013 di Teluk Ambon Bagian Dalam dengan menggunakan Pontoon Mooring sebagai wahana apung yang stasioner. Penelitian dengan SIMRAD EK 500 dilakukan pada Teluk Banda Pada tanggal 26 November 2013 dengan menggunakan Kapal Baruna Jaya VII sebagai wahana apung stasioner.

Spesifikasi teknis kedua peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9sebagai berikut :

Tabel 9 Spesifikasi peralatan akustik

No Spesifikasi

2560 watt peak-to-peak (320 w RMS) 1000 feet at 200 kHz

0-50 degree celcius 100x80x50 mm

RS 232, 115 KBaud,serial data USB Single beam dual frekuensi 50/200 kHz 0.334 s

Split bim dual frekuensi 38/120 kHz 3 sec

Medium

(41)

identifikasi zooplankton untuk melihat tingkat kesesuaian hasil deteksi dengan melihat nilai r dengan menggunakan regresi linier sederhana.

Dasar Pengukuran

Prinsip kerja instrument akustik adalah pemancaran gelombang suara melalui transmiting transducer secara vertikal ke kolom air hingga dasar perairan. Gelombang suara yang dikirimkan ke kolom perairan dan mengenai objek (misalnya zooplankton) akan dipantulkan lagi dan diterima oleh receiver transducer. Hubungan frekuensi dan TS untuk berbagai target dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Plot target strength versus frekuensi untuk berbagai organisme (Fish Swimbladder,Siphonophore,Euphasid, Pteropod,Copepod Sumber : Holliday, 1989)

Zooplankton adalah target dengan ukuran yang kecil sehingga untuk mendeteksinya diperlukan frekuensi tinggi. Kelemahan frekuensi tinggi adalah memiliki absorbsi yang tinggi. Untuk mengeliminasi ini maka harus dilakukan deteksi pada jarak dekat, maka dikembangkan BIOSPAR, MAPS dan lainnya, dimana zooplankton akan dideteksi pada jarak yang dekat, sebagai akibat penggunaan akustik frekuensi tinggi.

(42)

frekuensi). Penentuan Threshold ini mengacu pada diagram teoritis Target strength versus frekuensi pada Gambar 12 diatas. Data Koleksi dalam format ASCII diolah dengan diawali proses kalibrasi dengan memasukan parameter peralatan dan lingkungan. Image yang didapat harus disaring sinyalnya agar derau (noise) dapat dihilangkan.Proses pengolahan dilanjutkan dengan menentukan threshold atau batas pengolahan sinyal yang dianggap sebagai agregasi zooplankton. Hasilnya berupa visualisasi dua dimensi, selanjutnya image diolah dengan justifikasi integration region. Setiap nilai hasil integration region mengkuantifikasikan nilai hambur balik dari agregasi zooplankton (image contoh hasil integration region dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11).

CruzPro

(43)

Gambar 13 memperlihatkan diagram alir perolehan dan pemrosesan data akustik. Secara prinsip diagram alir kedua peralatan yang digunakan adalah sama, perbedaan hanya terdapat pada kuantifikasi nilai hambur balik. CruzPro merupakan peralatan yang semi scientific kuatifikasi nilai dan menggunakan algoritma yang dikembangkan pada laboratorium Akustik danInstrumentasi IPB, sedangkan Simrad EK 500 memakai echoview yang memiliki kuantifikasi yang telah tersedia pada software echoview. Pemrosesan data menggunakan langkah- langkah berikut :

1. Data hasil akuisisi instrument akustik dalam format ASCII dikalibrasikan dengan menggunakan parameter alat misalnya: lebar beam, durasi pulsa,frekuensi. Sedangkan parameter lingkungan misalnya: temperatur, salinitas, pH yang akan menghasilkan kecepatan suara dan koefisien absorbsi.

2. Bandpass filter menghasilkan penapisan nilai- nilai akustik yang sesuai dengan objek yang diteliti, Untuk CruzPro dipakai Threshold dengan selang -80 sampai dengan -110 dB dan Simrad EK 500 -80 sampai -90 dB (Simrad EK 500 merupakan Scientific Echosounder sehingga sensitifitasnya relatif lebih baik sehingga threshold yang dipakai dengan rentang yang lebih pendek).

3. Proses kuantifikasi nilai yang dihasilkan dari data mentah yang kemudian dielaborasi dengan parameter akustik didalamnya, sehingga menghasilkan nilai hambur balik (SV) dalam satuan dB yang dikembangkan dari persamaan sonar.

4. Gambaran dua dimensi echogram kolom perairan di lanjutkan dengan integrasi region, proses ini menghasilkan nilai SV dari visualisasi echo dari objek.

5. Nilai- nilai hambur balik dari setiap agregasi yang merupakan hasil integrasi region dikoleksi untuk setiap waktu pengamatan dan kedalaman, yang direpresentasikan sebagai nilai volume hambur balik zooplankton dalam decibel (dB).

Nilai hambur balik (SV) yang dihasilkan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai rataan SV untuk waktu dan kedalaman pengamatan.Analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis regresi untuk melihat keeratan hubungan dari nilai SV dan kelimpahan zooplankton.Jika nilai r mendekati 1 maka di katakan pengukuran lebih sesuai. Digunakan persamaan regresi linier untuk menguji hasil pengukuran pada dua lokasi tersebut, rumus yang dipakai yaitu (Hariwijaya, 2007) :

Y = a + bx ……………( 8)

dimana :Y= Varabel terikat, nilai scattering volume, (dB) x = Variabel bebas, nilai kelimpahan, (ind/m3) a = konstanta

(44)

Hasil dan Pembahasan

Akuisisidata dari masing-masing peralatan dilakukan secara stasioner selama 2 jam pengamatan menggunakan alat CruzPro dan SIMRAD EK 500. Hasil analisis akustik menghasilkan nilai volume hambur balik rata-rata dan hasil analisis kelimpahan zooplankton pada dua lokasi dapat dilihat pada Tabel 10 :

Tabel 10Nilai volume hambur balik dan kelimpahan zooplankton dengan pengukuran stasioner 2 jam

No Rataan nilai volume hambur balik (dB) Kelimpahan zooplankton (ind/m3)

Teluk Banda (SIMRAD EK 500) Kedalaman (m)

Nilai hambur balik dan kelimpahan dari Tabel 10 diatas selanjutnya diolah dengan regresi linier sederhana untuk melihat besar kekuatan hubungan masing-masing peralatan sebagai indikator keakuratan peralatan menggunakan regresi linier. Hasil nilai rataan volume hamburan di regresikan dengan nilai kelimpahan zooplankton per kedalaman pengamatan. Jika nilai regresinya mendekati 1 maka hasil yang dicapai akan semakin baik. Hal ini berarti nilai volume hambur balik yang dihasilkan oleh hasil pengukuran adalah benar-benar mengekpresikan kelimpahan agregasi dari zooplankton, sehingga dapat dikatakan hasil deteksi sesuai dengan besarnya kelimpahan zooplankton yang diukur, karena regresi adalah pengukuran untuk melihat hubungan antara variable terikat yang dipengaruhi oleh variable bebas.Nilai scattering volume merupakan variable terikat yang dapat dipengaruhi oleh variable bebas yaitu kelimpahan zooplankton.

(45)

-97

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Vo

Hasil olahan regresi pada Teluk Ambon Bagian Dalam dengan menggunakan CruzPro Echosounder adalah sebagai berikut :

Gambar 14 Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon dalam ( stasioner 2 Jam)

Hasil analisi regresi untuk Teluk Banda dengan menggunakan SIMRAD EK500:

Gambar 15 Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Banda ( stasioner 2 Jam)

Dari kedua hasil uji, terlihat regresi linier antara dua peralatan yang digunakan membuktikan bahwa peralatan cruzPro menghasilkan hubungan yang kuat dengan r = 0.661, lihat lampiran 12. (Artinya tingkat akurasi dari peralatan ini meskipun semi scientific tetap dapat menghasilkan hasil akusisi yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan untuk peralatan SIMRAD EK 500 yang dipakai di Teluk Banda menghasilkan hubungan yang sangat kuat r = 0.93, lihat lampiran 13. Hal ini disebabkan karena disetting secara stasioner namun masih juga terjadi pergeseran akibat arus yang cukup kuat pada saat menggunakan pontoon maupun kapal. Dalam teknik pengukuran nilai volume hambur balik telah dilakukan sesuai standart pengukuran secara akustik dengan langkah-langkah yang benar yaitu : kalibrasi peralatan , koleksi data dilapangan, akuisisi

0 200 400 600 800 1000 1200

(46)

data dengan memasukan parameter peralatan dan parameter lingkungan, interpretasi data telah dilakukan dengan baik.

Pengukuran volume hambur balik untuk dua peralatan akustik yang berbeda yaitu CruzPro dan SIMRAD EK 500, berupa nilai volume hambur balik (SV) di verifikasi dengan pengambilan sampel zooplankton dengan teknik tabung van Dorn memiliki keakuratan yang baik, dimana sample zooplankton dapat diambil pada cuplikan waktu dan kedalaman yang diinginkan. Hasil pencuplikan secara biologi ini memberikan data kelimpahan secara benar, selanjutnya sampel yang didapat diolah dengan metode yang sama dengan standart analisa yang sama sehingga dapat dikatakan nilai kelimpahan ini akan mempunyai validasi yang baik. Pengukuran dilakukan pada skala waktu yang sama sebagai pengukuran fisik. Metode pemakaian multi frekuensi akustik adalah menjanjikan dan semakin popular untuk memperkirakan distribusi zooplankton dan pola biomass ( Grenlaw, 1979 ; Hollyday and Pieper 1980; Wiebe et al. (1996) ; Hollyday et al. (1998) ; Warren, 2001; Holliday et al. (2003). Kalau terjadi perbedaan nilai volume hambur balik, hal ini diakibatkan oleh pemakaian frekuensi yang berbeda pada saat melakukan pengukuran.

Ukuran zooplankton pada pengamatan ini untuk famili yang dominan memberikan kontribusi terhadap nilai volume hambur balik, memiliki ukuran yang hampir sama ( Teluk Ambon: Acrocalanus 0.507/ 0.327 ; Eucalanus 0.703/0.216; Pontelopsis 0.757/0.216 mm sedangkan Teluk Banda Acrocalanus 0.585/0.259 ; Eucalanus 0.636/0.181 ; Pontelopsis 1.212/0588 mm ), lihat Lampiran 15 dan 16. Artinya ukuran untuk dua lokasi adalah tidak berbeda sehingga hambur balik yang dihasilkan secara umum adalah sama untuk ekspresi agregasi zooplankton yang dihasilkan.

Perbandingan hasil pengukuran dengan CruzPro pada Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar.

Secara prinsip pengamatan zooplankton pada keadaan stasioner memiliki tingkat keakuratan dan kesesuaian yang lebih baik dari tidak stasioner.Hal ini diakibatkan objek zooplankton yang terdeteksi merupakan kelimpahan yang sesuai pada waktu tersebut. Adapun ketidak sesuaian yang didapatkan sering apa yang dideteksi belum tentu yang dikoleksi. Pada Tabel 11, terlihat nilai rataan volume hambur balik untuk setiap jam pengamatan dan nilai kelimpahan untuk dua lokasi. Perbandingan ini dilakukan menggunakan CruzPro untuk dua lokasi yang berbeda dan teknik pengambilan data yang dilakukan adalah sama tetapi terjadi pergeseran platform, karena tujuan utamanya adalah untuk melihat berapa besar tingkat keakuratan dan kesesuaian untuk dua teknik pengamatan yang berbeda sehingga dapat diketahui teknik mana yang secara teknis menghasilkan pengukuran yang baik.

(47)

dicapai akibatnya nilai volume hambur balik yang dihasilkan merepresentasikan target yang sebenarnya. Nilai volume hambur balik diperlihatkan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai volume hambur balik dan kelimpahan pada Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar

No Rataan nilai volume hambur balik (dB) Kelimpahan zooplankton (Ind/m3) terjadi perpindahan pontoon yang relatif dekat hal ini akan berhubungan dengan tingkat keakuratan dan kesesuaian pendeteksian. Nilai rataan volume hambur balik untuk Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar dianalisis lanjut untuk melihat keeratan hubungan dengan regresi linier untuk mengetahui tingkat keakuratan dan kesesuaian pengukuran dimaksud. Hasil analisis regresi untuk Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar pada Gambar 16 dan17.

(48)

Gambar 16 Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon Bagian Dalam

Hasil analisis regresi untuk Teluk Ambon Bagian Luar sebagai berikut :

Gambar 17 Plot nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon Bagian Luar

Hal ini berarti hasil pada Teluk Ambon Bagian Dalam adalah mendekati nilai ini, sedangkan Teluk Ambon Bagian Luar lebih kecil nilainya.Sehingga untuk pengukuran pada Teluk Ambon Bagian Dalam dapat dikatakan lebih baik. Diduga pergeseran posisi mengakibatkan pengurangan nilai regresi tersebut.

Simpulan

(49)

OBSERVASI MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DI TELUK AMBON BAGIAN DALAM SEBAGAI

PERAIRAN SEMI TERTUTUP

Pendahuluan

Zooplankton mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem pelagik, karena zooplankton akan menentukan pola kehidupan organisme yang berada diatasnya yaitu ikan. Penelitian mengenai komunitas ini sangat penting untuk dilakukan, karena suksesi pelagik sangat ditentukan oleh zooplankton.

Peranan zooplankton di perairan sangat penting karena zooplankton merupakan salah satu bagian dalam sistim rantai makanan di perairan. Selama hampir empat dekade ilmuwan telah membahas tantangan untuk menggunakan pengukuran suara bawah air bagi penyelidikan organisme laut secara khusus bagi ikan dan zooplankton (Beamish,1971; Holiday dan Pieper,1980 ; Stanton et al.1998)

Migrasi vertikal diurnal dalam organisme laut adalah fenomena terkenal secara luas didokumentasikan dalam literature (Everson, 1982). Metode hidroakustik adalah sistem yang sangat efektif dan cepat serta dapat mendeteksi dalam resolusi tinggi. Kecepatan dalam menginterpretasikan data menjadi pilihan utama dalam penelitian potensi sumberdaya ikan.

Menurut Wagey (2002) Teluk Ambon Bagian Dalam adalah daerah yang dinamik yang berhubungan dengan Laut Banda, dimana pertukaran air melalui Teluk Ambon luar.Selama terjadi upwelling di Laut Banda termoklin lebih rendah dari periode yang tidak terjadi upwelling, yang menyebabkan perairan yang dingin dari teluk luar masuk ke teluk dalam.Faktor-faktor seperti arus pasang dan musiman uupwelling di Teluk Ambon mempengaruhi konsentrasi unsur hara, temperatur, salinitas dan struktur komunitas zooplankton.

Perairan Teluk Ambon Bagian Dalam adalah teluk yang semi tertutup, secara umum untuk setiap periode musim tidak berombak dan arus yang tidak besar. Jarak antar kedua ambang pada teluk ini sekitar 74 m, dengan kecepatan arus< 0,5 m/det. Sedangkan Teluk Ambon Bagian Luar kecepatan arus > 0,5 m/det dengan angin yang bertiup > 18 knot (Selanno, 2011).

Berdasarkan hal-hal diatas maka telah dilakukan penelitian mengenai migrasi harian zooplankton di Teluk Ambon Dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis migrasi harian zooplankton di Teluk Ambon Bagian Dalam dan kontribusi zooplankton Calanoida terhadap volume hambur balik, yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi penelitian akustik zooplankton di Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan pengamatan zooplankton secara stasioner.

Bahan dan Metode

(50)

Penelitian dilakukan 24 jam pada zone pengamatan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan konsep mooring. Pontoon tambat digunakan sebagai wahana apung stasioner, kelebihan dari sistim ini yaitu pada saat data diakuisisi dan yang dikoleksi memiliki tingkat keakuratan dan kesesuaian yang baik, berdasarkan hasil penelitian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya. Hal ini dikarenakan ponton tambat menggunakan 4 tali tambat sehingga dapat stasioner secara baik selama 24 jam.

Gambar 18 Peta Lokasi Penelitian Teluk Ambon

Transducer CruzPro ditempatkan pada samping pontoon tambat, penempatan transducer dengan frekuensi 200 kHz ini secara side mountedsystem. Perekaman dilakukan secara kontinu dalam waktu 24 jam . Hasil Perekaman menghasilkan file ASCII, selanjutnya diolah dengan software Matlab versi R2010a. Pengukuran parameter oseanografi dilakukan dengan menggunakan CTD-ALEC, Model ASTD-687. Pengambilan data akustik dilakukan dengan Elementary Sampling Time unit (ESTU) dalam selang 3 jam pengamatan. Pengambilan data zooplankton dengan rentang 5 meter sampai mendekati dasar perairan dalam selang pengambilan sampel 3 jam dengan menggunakan Tabung van Dorn sebagai data verifikasi zooplankton.

(51)

Sv = Na Ϭa + NbϬb…+ NiϬi

= iϬi (volt)……….( 9 )

dimana :Ϭa,b = Kekuatan hambur balik dari zooplankton

Jenis a,b,…,i

Na,b= Jumlah zooplankton menurut jenis a,b,…,i

Volume hambur balik (SV) adalah logaritmik dari perubahan nilai volume kekuatan hambur balik (Sv) ditulis sebagai berikut (Greenlaw, 1979) :

SV = 10 log (Sv)(dB) ……… (10) Sample Zooplankton dikoleksi dengan menggunakan Tabung van Dorn dengan volume 5 liter dan jaring berukuran 0.11 mikron dengan pengamatan menggunakan mikroskop Binokuler Nikon SMZ 645. Identifikasi jenis menggunakan sistim standart identifikasi zooplankton merujuk pada Hutabarat dan Evans (1988).

Kelimpahan zooplankton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Wickstead, 1965):

D = n x 1/f x 1/v( Ind/m3 ) ……..………... (11) dimana :n = Jumlah individu zooplankton (ekor)

f = Fraksi yang diambil (ml) v = v = Volume air tersaring ( l )

Kontribusi famili zooplankton terhadap nilai volume hambur balik digunakan rumus regresi linier berganda menurut (Hariwijaya,2007) sebagai berikut :

Y= a + b1x1 + b2x2+ … + bnxn ……………… (12)

dimana : a = Konstanta; b1,b2,…bn= koefisien regresi variable bebas ; x1,x2,…,xn=

kelimpahan dari famili.

Hasil dan Pembahasan

Migrasi harian

Pengolahan data akustik menghasilkan nilai hambur balik rata-rata menurut waktu dan kedalaman dalam selang waktu 3 jam pada selang kedalaman 5 m pada area pengamatan Teluk Ambon Bagian Dalam pada Tabel 12 berikut : Tabel 12 Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman

(52)

Distribusi nilai hambur balik berubah menurut waktu dan kedalaman, sesuai faktor oseanografis dan ketersediaan makanan. Pola agregasi zooplankton dipengaruhi oleh sifat alami zooplankton yang akan naik dan turun pada kolom perairan. Ketika menjelang tengah hari terlihat gerakan menurun menuju bagian yang lebih dalam. Pergerakan zooplankton menuju permukaan telah dimulai sejak pukul 18.00 dengan nilai SV sebesar -96.31 dB dan mencapai puncak pada pukul 00.00 dengan nilai SV sebesar -94.45 dB. Agregasi ini akan mulai menurun pada pukul 03.00 dengan nilai SV sebesar -96.08 dB. Besarnya nilai SV sangat tergantung pada jenis dan kelimpahan numeriknya. Menurut Sutomo et al. (1994) kadang-kadang dapat terjadi sampai tiga lapisan melakukan vertikal migrasi dan pergerakan ini akan mempengaruhi nilai volume hambur baliknya karena volume hambur balik mengekspresikan kepadatan zooplankton. Agregasi zooplankton memberikan kontribusi terhadap nilai volume hambur baliknya. Penelitian ini menjelaskan bahwa lapisan hambur balik yang padat terbentuk pada kolom air bagian atas pada malam hari dan menghilang pada siang hari.

Secara umum agregasi zooplankton dalam volume hambur balik yang besar untuk setiap jam pegamatan hampir ada pada kedalaman 0-5 m, dikuti oleh kedalaman 5-10 m. Nilai volume hambur balik yang besar terjadi pada jam 00.00 dan pada kedalaman permukaan. Hal ini berarti bahwa pada waktu tersebut zooplankton dalam jumlah yang padat, nilai volume hambur balik pada saat ini sebesar -94.45 dB. Rangsangan utama yang mengakibatkan migrasi harian ini adalah kemungkinan tingginya kloropil-a. Tipe perairan Teluk Ambon Bagian Dalam adalah perairan yang semi tertutup , yang mendapat pengaruh yang kuat dari daratan berupa pasokan partikel- partikel termasuk nutrient sehingga jumlah fitoplankton yang memanfaatkan cukup banyak, akhirnya dengan sendirinya zooplankton akan cukup banyak pada daerah permukaan.

(53)

Agregasi sebaran zooplankton ada pada kedalaman 0-5 m, pada kedalaman ini terdapat agregasi yang banyak (N= 178), semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pada lapisan ini juga terdapat varian yang tinggi dengan standar deviasi -2.5 dB. Nilai rata-rata terendah terdapat pada kedalaman 15-20 m, sedangkan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5 m dan keragaman tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5 m (Tabel 13). Hal ini berarti pada kedalaman ini terdapat jumlah agregasi yang padat serta dalam variasi ukuran yang bervariasi. Zooplankton bergerak menuju sumber makanan, diduga kedalaman ini merupakan lapisan yang kaya akan sumber makanan. Pada lapisan ini terdapat jumlah khlorophil-a yang melimpah sehingga produktifitas primer yang meningkat akibatnya zooplankton akan berada pada lapisan ini.

Tabel 13 Deskripsi statistik agregasi zooplankton menurut kedalaman di Teluk Ambon Bagian Dalam

Depth (m)

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

0-5 178 10.29 -100.30 -90.01 -95.7578 2.57810 6.647

5-10 113 9.72 -100.30 -90.58 -96.8891 1.62313 2.635

10-15 101 9.41 -100.30 -90.89 -97.6347 1.72286 2.968

15-20 26 4.73 -100.30 -95.57 -97.2431 1.59489 2.544

Gambar 20 Sebaran SV (dB) dan kedalaman (m) di Teluk Ambon Bagian Dalam

(54)

Tabel.14 Deskripsi statistik agregasi zooplankton menurut waktu di Teluk Ambon Bagian Dalam

Time N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

00.00-06.00 75 10.29 -100.30 -90.01 -96.3549 2.54946 6.500

06.00-12.00 99 13.22 -103.30 -90.08 -96.3645 2.28029 5.200

12.00-18.00 128 10.17 -100.30 -90.13 -96.9163 2.20222 4.850

18.00-00.00 114 8.99 -100.30 -91.31 -96.6166 1.98652 3.946

Migrasi harian zooplankton membentuk agregasi yang padat pada malam hari dan akan beragregasi dalam jumlah yang banyak pada siang hari. Hal ini ditunjukan oleh jumlah N ( Jumlah agregasi) pada jam 00.00 beragregasi dengan 75 kelompok sedangkan pada siang hari dengan 128 kelompok. Pada malam hari variasi ukuran kelompok lebih beragam (Tabel 14)

Gambar 21 Sebaran nilai SV (dB) dan waktu (Jam) di Teluk Ambon Bagian Dalam

Nilai rataan paling rendah terdapat pada waktu pengamatan 00.00-06.00 nilai rataan tertinggi terdapat pada waktu pengamatan 12.00-18.00.Artinya pada waktu malam terdapat agregasi yang cukup padat dengan variansi yang besar perbedaan ukuran antara kelompok agregasi dapat mencapai 2.5 dB.

(55)

Menurut Petersen et al. (2007) ukuran spektrum dan kandungan energi dari spesies zooplankton yang dominan dari ekosistim arctic menentukan keberadaannya, yang merupakan sumber makanan bagi tingkat tropik yang lebih tinggi. Artinya agregasi zooplankton akan membentuk spectrum yang memiliki kandungan energiyang besar dari zooplankton dominan.

Hubungan antara Taxa Biologi Zooplankton dan faktor oseanografi

Olahan data biologi zooplankton setelah diidentifikasi menghasilkan jumlah individu dan waktu pengamatan pada Gambar 22. Agregasi zooplankton pada pukul 15.00 mulai bergerak ke arah permukaan dengan 410 ind/m3 dan keadaan ini bertahan sampai pukul 03.00. Jenis yang memberikan kontribusi nilai dominan adalah Acrocalanusnilai kepadatan sebesar 8000 ind/m3 dan yang memberikan kontribusi kecil yaitu larva Echinodermata dengan nilai kepadatan 450 ind/m3.

Hasil penelitian menunjukkan dominansi kelompok jenis zooplankton yang ditemukan pada penelitian ini mayoritas adalah zooplankton Acrocalanus dan Eucalanus serta Cyclopoida. Pengamatan juga menemukan kelompok Meroplankton yaitu organisme yang memiliki siklus hidup akan menjadi plankton untuk sementara dalam bentuk larva.

Gambar 22 Jumlah dan komposisi zooplankton menurut waktu pengamatan

0

09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00 03.00 06.00

(56)

Acrocalanus merupakan zooplankton yang paling besar secara numerik sebagai penyumbang terbesar terhadap hasil nilai volume hambur balik. Jenis ini merupakan kelompok Calanoida karena sebagian tubuhnya terdiri dari kulit luar yang keras dan anggota badan yang bersambungan.

Gambar 23 Jumlah dan komposisi zooplankton menurut kedalaman di Teluk Ambon Bagian Dalam

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.
Gambar 2 memperlihatkan potongan pontoon secara ortogonal, dengan lantai kerja yang luas serta dilengkapi dengan  4 jangkar sebagai tambatan yang membuat pontoon stasioner pada lokasi yang diinginkan
Gambar 9   Rencana garis pontoon mooring
+7

Referensi

Dokumen terkait