• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI DALAM PENGAMATAN MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON

ᶯ s = Efisiensi poros (0.98) ᶯ rg = Efisiensi roda gigi (0.98)

PENGGUNAAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI DALAM PENGAMATAN MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON

Pendahuluan

Pengamatan volume hambur balik zooplankton dengan sistim akustik telah dilakukan dan dapat ditemukan pada literatur untuk memodelkan pola migrasi diurnal.Ripped dan Simpson (1998), menggunakan kecepatan sesaat yang diukur dengan ADCP, untuk memperkirakan jalur migrasi zooplankton. Penggunaan Zooplankton Acoustic Profiler (ZAP), akustik frekuensi tinggi sering dipakai untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton.

Zooplankton adalah hewan yang dikategorikan dalam klasifikasi ukuran target yang lebih kecil dari panjang gelombang, misalnya deteksi zooplankton dalam ukuran 0,2- 20 mm (ukuran zooplankton pada umumnya ) memerlukan frekuensi yang tinggi, contoh 200 kHz, atau panjang gelombang λ = c/f = 150000/200000 = 0.75 cm atau 7,5 mm

( ukuran zooplankton berkisar 0.2-20 mm). Jika ukuran zooplankton lebih kecil misalnya 0.1, 0.2 sampai 2 mm , maka frekuensi yang dipakai harus lebih tinggi yaitu sekitar 420, 720 , 1000 kHz/1MHz.

Bila target individu sangat kecil dan ada banyak volume sampel, maka gema (hamburan balik ) akan bergabung membentuk sinyal yang diterima secara terus menerus dengan berbagai amplitudo. Pengukuran dasar akustik adalah koefisien volume hamburan balik ( Sv) yang diperoleh dari echo yang terpisahkan. Sv didefinisikan sebagai Sv = Σ Ϭbs/ Vo, dimana jumlah tersebut merupakan semua target diskrit berkontribusi dalam Vo, volume sampel. Ukuran logaritmik adalah setara dengan hamburan balik volume sampel. Ukuran logaritmik setara kekuatan volume hamburan balik, ditulis : SV = 10 log (Sv) dB.

Penggunaan akustik frekuensi tinggi dalam pengukuran volume hambur balik zooplankton mutlak diperlukan.Secara akustik nilai hambur balik zooplankton merupakan penjumlahan dari nilai SV setiap individu.Sampai saat ini sebagian besar penelitian zooplankton dan mikronekton menggunakan multi frekuensi atau dual beam metode.Fokus pengamatan membutuhkan informasi tentang distribusi vertikal dari kumpulan hewan. Holliday dan Pieper (1980) telah menyempurnakan sistem ini yang disebut MAPS (Multy-frekquency Acoustical Profiling System) untuk membuat profiling kolom air. Selain penggunannya sebagai profiler vertical, MAPS dirancang sebagi instrument yang ditarik.

Pengembangan lebih jauh yaitu dengan menggunakan BIOSPAR ( Bioacoustical Sensing Platform and Relay) adalah dual beam akustik profiling yang dapat mengukur kelimpahan, struktur ukuran dan distribusi zooplankton vertikal dan mikronekton dilokasi terpencil dengan sistim telemetri ke laboratorum pantai (Ehrenberg et al, 1989). Kelayakan penggunaan Profiler Doppler Akustik (ADCP) untuk penelitian zooplanlkton dan mikronekton telah dilakukan (Flag dan Smith, 1989 ; Plueddeman dan Pinkel , 1989).

Penggunaan sistim akustik untuk mengukur volume hambur balik zooplankton telah dilakukan dalam riset ini dengan menggunakan CruzPro single

beam (Semi Scientific Echosounder) untuk perairan semi tertutup dan untuk pengukuran volume hambur balik zooplankton dengan SIMRAD EK 500 ( Scientific Echosounder) untuk perairan oseanik.

Bahan dan Metode

Pengamatan migrasi diurnal zooplankton dengan memakai peralatan akustik didahului dengan kalibrasi peralatan. Maksud daripada kalibrasi yaitu membuat alat ukur pada titik nol. Dalam akustik dipakai bola sphere sebagai target referensi, CruzPro dan SIMRAD EK 500 telah dikalibrasi (Lampiran 9) Penelitian Dengan CruzPro dilakukan pada tanggal 14 September 2013 di Teluk Ambon Bagian Dalam dengan menggunakan Pontoon Mooring sebagai wahana apung yang stasioner. Penelitian dengan SIMRAD EK 500 dilakukan pada Teluk Banda Pada tanggal 26 November 2013 dengan menggunakan Kapal Baruna Jaya VII sebagai wahana apung stasioner.

Spesifikasi teknis kedua peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9sebagai berikut :

Tabel 9 Spesifikasi peralatan akustik

No Spesifikasi 1. 2 CruzPro Operating voltage Outpot power Depth Capability Operating temperature Interface box Interface Transducer Ping rate Pulse width SIMRAD EK 500 Operating voltage Outpot power Depth Capability Operating temperature Interface box Interface Transducer Ping interval Pulse length 9.5 – 16.0 VDC 2560 watt peak-to-peak (320 w RMS) 1000 feet at 200 kHz 0-50 degree celcius 100x80x50 mm

RS 232, 115 KBaud,serial data USB Single beam dual frekuensi 50/200 kHz 0.334 s 1 187-132 VAC/21-31 VDC 125 W 4000 m at 38kHz 0-55 degree Celsius 480x310x440 mm 9 pin delta, RS 232

Split bim dual frekuensi 38/120 kHz 3 sec

Medium

Data akustik diambil selama 2 jam pengamatan dan pengambilan contoh sampel zooplankton dilakukan untuk memverifikasi data biologi kelimpahan. Analisa data akustik dengan menggunakan program matlab versi R2010a dan echoview 4.8 untuk mendapatkan nilai volume hambur balik (SV).Nilai SV ini dihubungkan dengan data kelimpahan zooplankton yang diperoleh dari hasil

identifikasi zooplankton untuk melihat tingkat kesesuaian hasil deteksi dengan melihat nilai r dengan menggunakan regresi linier sederhana.

Dasar Pengukuran

Prinsip kerja instrument akustik adalah pemancaran gelombang suara melalui transmiting transducer secara vertikal ke kolom air hingga dasar perairan. Gelombang suara yang dikirimkan ke kolom perairan dan mengenai objek (misalnya zooplankton) akan dipantulkan lagi dan diterima oleh receiver transducer. Hubungan frekuensi dan TS untuk berbagai target dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Plot target strength versus frekuensi untuk berbagai organisme (Fish Swimbladder,Siphonophore,Euphasid, Pteropod,Copepod Sumber : Holliday, 1989)

Zooplankton adalah target dengan ukuran yang kecil sehingga untuk mendeteksinya diperlukan frekuensi tinggi. Kelemahan frekuensi tinggi adalah memiliki absorbsi yang tinggi. Untuk mengeliminasi ini maka harus dilakukan deteksi pada jarak dekat, maka dikembangkan BIOSPAR, MAPS dan lainnya, dimana zooplankton akan dideteksi pada jarak yang dekat, sebagai akibat penggunaan akustik frekuensi tinggi.

Perolehan dan pemrosesan data diawali dengan kalibrasi dua peralatan akustik yang akan digunakan, parameter setting untuk dua peralatan. Setting parameter peralatan yang paling penting yaitu threshold atau batas deteksi untuk zooplankton. Pada Cruz Pro dipakai TS dan SV setting pada -80 sampai -110 dB , sedangkan SIMRAD EK 500 SV setting -80 sampai - 90 dB (disesuaikan dengan

frekuensi). Penentuan Threshold ini mengacu pada diagram teoritis Target strength versus frekuensi pada Gambar 12 diatas. Data Koleksi dalam format ASCII diolah dengan diawali proses kalibrasi dengan memasukan parameter peralatan dan lingkungan. Image yang didapat harus disaring sinyalnya agar derau (noise) dapat dihilangkan.Proses pengolahan dilanjutkan dengan menentukan threshold atau batas pengolahan sinyal yang dianggap sebagai agregasi zooplankton. Hasilnya berupa visualisasi dua dimensi, selanjutnya image diolah dengan justifikasi integration region. Setiap nilai hasil integration region mengkuantifikasikan nilai hambur balik dari agregasi zooplankton (image contoh hasil integration region dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11).

CruzPro 200 kHz SMRAD EK 500 38 kHz Data Data kalibrasi Kalibrasi Input parameter peralatan dan lingkungan Bandpass Filter Bandpass Filter Algorotma kuantifikasi nilai dan threshold Threshold Visualisasi Dua dimensi Visualisasi Dua dimensi

Integration region Integration region

Nilai Volume hambur balik (SV)

Nilai Volume hambur balik (SV) Input parameter

peralatan dan lingkungan

Teluk Ambon Laut Banda Zooplankton

Gambar 13 Diagram alir perolehan dan pemrosesan data akustik (Sumber: Laboratorium Akustik dan Instrumentasi IPB, 2014)

Gambar 13 memperlihatkan diagram alir perolehan dan pemrosesan data akustik. Secara prinsip diagram alir kedua peralatan yang digunakan adalah sama, perbedaan hanya terdapat pada kuantifikasi nilai hambur balik. CruzPro merupakan peralatan yang semi scientific kuatifikasi nilai dan menggunakan algoritma yang dikembangkan pada laboratorium Akustik danInstrumentasi IPB, sedangkan Simrad EK 500 memakai echoview yang memiliki kuantifikasi yang telah tersedia pada software echoview. Pemrosesan data menggunakan langkah- langkah berikut :

1. Data hasil akuisisi instrument akustik dalam format ASCII dikalibrasikan dengan menggunakan parameter alat misalnya: lebar beam, durasi pulsa,frekuensi. Sedangkan parameter lingkungan misalnya: temperatur, salinitas, pH yang akan menghasilkan kecepatan suara dan koefisien absorbsi.

2. Bandpass filter menghasilkan penapisan nilai- nilai akustik yang sesuai dengan objek yang diteliti, Untuk CruzPro dipakai Threshold dengan selang -80 sampai dengan -110 dB dan Simrad EK 500 -80 sampai -90 dB (Simrad EK 500 merupakan Scientific Echosounder sehingga sensitifitasnya relatif lebih baik sehingga threshold yang dipakai dengan rentang yang lebih pendek).

3. Proses kuantifikasi nilai yang dihasilkan dari data mentah yang kemudian dielaborasi dengan parameter akustik didalamnya, sehingga menghasilkan nilai hambur balik (SV) dalam satuan dB yang dikembangkan dari persamaan sonar.

4. Gambaran dua dimensi echogram kolom perairan di lanjutkan dengan integrasi region, proses ini menghasilkan nilai SV dari visualisasi echo dari objek.

5. Nilai- nilai hambur balik dari setiap agregasi yang merupakan hasil integrasi region dikoleksi untuk setiap waktu pengamatan dan kedalaman, yang direpresentasikan sebagai nilai volume hambur balik zooplankton dalam decibel (dB).

Nilai hambur balik (SV) yang dihasilkan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai rataan SV untuk waktu dan kedalaman pengamatan.Analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis regresi untuk melihat keeratan hubungan dari nilai SV dan kelimpahan zooplankton.Jika nilai r mendekati 1 maka di katakan pengukuran lebih sesuai. Digunakan persamaan regresi linier untuk menguji hasil pengukuran pada dua lokasi tersebut, rumus yang dipakai yaitu (Hariwijaya, 2007) :

Y = a + bx ……………( 8)

dimana :Y= Varabel terikat, nilai scattering volume, (dB) x = Variabel bebas, nilai kelimpahan, (ind/m3) a = konstanta

Hasil dan Pembahasan

Akuisisidata dari masing-masing peralatan dilakukan secara stasioner selama 2 jam pengamatan menggunakan alat CruzPro dan SIMRAD EK 500. Hasil analisis akustik menghasilkan nilai volume hambur balik rata-rata dan hasil analisis kelimpahan zooplankton pada dua lokasi dapat dilihat pada Tabel 10 : Tabel 10Nilai volume hambur balik dan kelimpahan zooplankton

dengan pengukuran stasioner 2 jam

No Rataan nilai volume hambur balik (dB) Kelimpahan zooplankton (ind/m3)

1.

2.

Teluk Ambon Dalam (CruzPro) Kedalaman(m) 0-5 -93.43 5-10 -90.88 10-15 -92.95 15-20 -96.24 20-25 -92.15

Teluk Banda (SIMRAD EK 500) Kedalaman (m) 0-25 -88.16 -85.74 25-50 -84.92 -88.32 50-75 -88.39 -81.90 3350 3700 2400 1800 2150 570 690 1000 600 610 1100

Nilai hambur balik dan kelimpahan dari Tabel 10 diatas selanjutnya diolah dengan regresi linier sederhana untuk melihat besar kekuatan hubungan masing- masing peralatan sebagai indikator keakuratan peralatan menggunakan regresi linier. Hasil nilai rataan volume hamburan di regresikan dengan nilai kelimpahan zooplankton per kedalaman pengamatan. Jika nilai regresinya mendekati 1 maka hasil yang dicapai akan semakin baik. Hal ini berarti nilai volume hambur balik yang dihasilkan oleh hasil pengukuran adalah benar-benar mengekpresikan kelimpahan agregasi dari zooplankton, sehingga dapat dikatakan hasil deteksi sesuai dengan besarnya kelimpahan zooplankton yang diukur, karena regresi adalah pengukuran untuk melihat hubungan antara variable terikat yang dipengaruhi oleh variable bebas.Nilai scattering volume merupakan variable terikat yang dapat dipengaruhi oleh variable bebas yaitu kelimpahan zooplankton.

Hasil analisis regresi untuk Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Banda dimaksudkan untuk melihat kekuatan hubungan pada dua peralatan yang digunakan. Lokasi yang berbeda tidak menjadi kendala dalam pengukuran dan analisis , karena pada saat data diolah semua parameter peralatan dan lingkungan telah diinput dalam proses akuisisi data.

-97 -96 -95 -94 -93 -92 -91 -90 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Vo lu m e h am b u r b al ik Kelimpahan r = 0.661

Hasil olahan regresi pada Teluk Ambon Bagian Dalam dengan menggunakan CruzPro Echosounder adalah sebagai berikut :

Gambar 14 Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon dalam ( stasioner 2 Jam)

Hasil analisi regresi untuk Teluk Banda dengan menggunakan SIMRAD EK500:

Gambar 15 Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Banda ( stasioner 2 Jam)

Dari kedua hasil uji, terlihat regresi linier antara dua peralatan yang digunakan membuktikan bahwa peralatan cruzPro menghasilkan hubungan yang kuat dengan r = 0.661, lihat lampiran 12. (Artinya tingkat akurasi dari peralatan ini meskipun semi scientific tetap dapat menghasilkan hasil akusisi yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan untuk peralatan SIMRAD EK 500 yang dipakai di Teluk Banda menghasilkan hubungan yang sangat kuat r = 0.93, lihat lampiran 13. Hal ini disebabkan karena disetting secara stasioner namun masih juga terjadi pergeseran akibat arus yang cukup kuat pada saat menggunakan pontoon maupun kapal. Dalam teknik pengukuran nilai volume hambur balik telah dilakukan sesuai standart pengukuran secara akustik dengan langkah- langkah yang benar yaitu : kalibrasi peralatan , koleksi data dilapangan, akuisisi

-89 -88 -87 -86 -85 -84 -83 -82 -81 0 200 400 600 800 1000 1200 Vo lu m e h am b u r b al ik Kelimpahan r = 0.93

data dengan memasukan parameter peralatan dan parameter lingkungan, interpretasi data telah dilakukan dengan baik.

Pengukuran volume hambur balik untuk dua peralatan akustik yang berbeda yaitu CruzPro dan SIMRAD EK 500, berupa nilai volume hambur balik (SV) di verifikasi dengan pengambilan sampel zooplankton dengan teknik tabung van Dorn memiliki keakuratan yang baik, dimana sample zooplankton dapat diambil pada cuplikan waktu dan kedalaman yang diinginkan. Hasil pencuplikan secara biologi ini memberikan data kelimpahan secara benar, selanjutnya sampel yang didapat diolah dengan metode yang sama dengan standart analisa yang sama sehingga dapat dikatakan nilai kelimpahan ini akan mempunyai validasi yang baik. Pengukuran dilakukan pada skala waktu yang sama sebagai pengukuran fisik. Metode pemakaian multi frekuensi akustik adalah menjanjikan dan semakin popular untuk memperkirakan distribusi zooplankton dan pola biomass ( Grenlaw, 1979 ; Hollyday and Pieper 1980; Wiebe et al. (1996) ; Hollyday et al. (1998) ; Warren, 2001; Holliday et al. (2003). Kalau terjadi perbedaan nilai volume hambur balik, hal ini diakibatkan oleh pemakaian frekuensi yang berbeda pada saat melakukan pengukuran.

Ukuran zooplankton pada pengamatan ini untuk famili yang dominan memberikan kontribusi terhadap nilai volume hambur balik, memiliki ukuran yang hampir sama ( Teluk Ambon: Acrocalanus 0.507/ 0.327 ; Eucalanus 0.703/0.216; Pontelopsis 0.757/0.216 mm sedangkan Teluk Banda Acrocalanus 0.585/0.259 ; Eucalanus 0.636/0.181 ; Pontelopsis 1.212/0588 mm ), lihat Lampiran 15 dan 16. Artinya ukuran untuk dua lokasi adalah tidak berbeda sehingga hambur balik yang dihasilkan secara umum adalah sama untuk ekspresi agregasi zooplankton yang dihasilkan.

Perbandingan hasil pengukuran dengan CruzPro pada Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar.

Secara prinsip pengamatan zooplankton pada keadaan stasioner memiliki tingkat keakuratan dan kesesuaian yang lebih baik dari tidak stasioner.Hal ini diakibatkan objek zooplankton yang terdeteksi merupakan kelimpahan yang sesuai pada waktu tersebut. Adapun ketidak sesuaian yang didapatkan sering apa yang dideteksi belum tentu yang dikoleksi. Pada Tabel 11, terlihat nilai rataan volume hambur balik untuk setiap jam pengamatan dan nilai kelimpahan untuk dua lokasi. Perbandingan ini dilakukan menggunakan CruzPro untuk dua lokasi yang berbeda dan teknik pengambilan data yang dilakukan adalah sama tetapi terjadi pergeseran platform, karena tujuan utamanya adalah untuk melihat berapa besar tingkat keakuratan dan kesesuaian untuk dua teknik pengamatan yang berbeda sehingga dapat diketahui teknik mana yang secara teknis menghasilkan pengukuran yang baik.

Hasil akuisisi dari dua lokasi pengamatan dengan menggunakan CruzPro dapat dilihat pada Tabel 11, data ini kemudian diregresikan untuk melihat tingkat keakuratan dari pada pengamatan dengan sistim stasioner untuk dua lokasi. Pada saat koleksi data pontoon mooring pada Teluk Ambon Bagian Luar tidak berada tepat pada satu titik sehingga dianggap hanyut , pada Teluk Ambon Bagian Dalam dapat stasioner pada satu titik, sehingga tingkat keakuratan pengukuran dapat

dicapai akibatnya nilai volume hambur balik yang dihasilkan merepresentasikan target yang sebenarnya. Nilai volume hambur balik diperlihatkan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai volume hambur balik dan kelimpahan pada Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar

No Rataan nilai volume hambur balik (dB) Kelimpahan zooplankton (Ind/m3)

1.

2.

Teluk Ambon Bagian Dalam -89,21 -94.45 -86.86 -87.74 -93.50 -98.99 -98.65 -100.8 -88.05 -89.3 -91.07 -101.0 -90.72

Teluk Ambon Bagian Luar -91.19 -96.78 -91.72 -95.18 -92.80 -92.18 -94.04 -82.31 -86.47 -81.90 -82.22 -82.19 -82.71 11650 7350 8250 5300 8650 3200 2900 1450 4650 1350 3300 1450 4500 4600 22050 22250 8750 4500 7050 5050 5500 4950 9450 8150 8100 7750

Hasil analisis data membuktikan pada Teluk Ambon Bagian Dalam terjadi perpindahan pontoon yang relatif dekat hal ini akan berhubungan dengan tingkat keakuratan dan kesesuaian pendeteksian. Nilai rataan volume hambur balik untuk Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar dianalisis lanjut untuk melihat keeratan hubungan dengan regresi linier untuk mengetahui tingkat keakuratan dan kesesuaian pengukuran dimaksud. Hasil analisis regresi untuk Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar pada Gambar 16 dan17.

Pada Teluk Ambon Bagian Dalam menghasilkan nilai regresi r = 0.51 dan Teluk Ambon Bagian Luar r = 0.22 (merujuk pada lampiran 13 dan 14). Diduga pergeseran pontoon tersebut yang mengakibatkan perbedaan tingkat keakuratan pengamatan. Beberapa referensi telah menjelaskan hubungan ini salah satunya menurut Stanton et al. (1994) menyatatkan secara teoritis hubungan antara kelimpahan dan nilai hambur balik untuk frekuensi 200 kHz dengan n=11 didapat nilai regresi sebesar r = 0.49 .

Gambar 16 Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon Bagian Dalam

Hasil analisis regresi untuk Teluk Ambon Bagian Luar sebagai berikut :

Gambar 17 Plot nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon Bagian Luar

Hal ini berarti hasil pada Teluk Ambon Bagian Dalam adalah mendekati nilai ini, sedangkan Teluk Ambon Bagian Luar lebih kecil nilainya.Sehingga untuk pengukuran pada Teluk Ambon Bagian Dalam dapat dikatakan lebih baik. Diduga pergeseran posisi mengakibatkan pengurangan nilai regresi tersebut.

Simpulan

Hasil pengukuran keakuratan dan kesesuaian pada Teluk Ambon Bagian Dalam relatif lebih baik dari Teluk Ambon Bagian Luar, sebab utama yaitu pada pontoon mooring yang stasioner, nilai koefisien regresi pada Teluk Ambon Bagian Dalam r = 0.51 (Stasioner) sedangkan Teluk Ambon Bagian Luar r = 0.22 (Drifting), posisi stasioner memiliki keakuratan dan kesesuaian yang lebih baik .

OBSERVASI MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DI