ECONOMIC GROWTH RATE DISPARITY BETWEEN REGENCY / CITY IN LAMPUNG PROVINCE IN 2006-2011
BY
DWI RAKHMAWATI
ABSTRACT
This study aims to know the level of economic growth disparities between districts / cities in Lampung province, knowing Typologi classification of each county / city in the province of Lampung, and to know the factors that cause the disparity of economic growth and determine the growth rate of each district / city in the province of Lampung. The data used in this study is secondary data and using several analytical tools that Typologi Klassen, Williamson index and the rate of economic growth.
The results showed that there Typologi Klassen Classification Based on 2 districts that fall into the category of relatively left behind East Lampung and the
Waykanan. While districts / cities included in the classification of advanced and fast-growing area, growing fast and advanced but depressed. Seen from
Williamson Inequality Index Growth Rate disparities among districts /
municipalities in the province of Lampung included in the lower level, with an average coefficient of 0.124 Williamsonya Index. Judging from the rate of economic growth, the city of Bandar Lampung ranks first with an average economic growth rate by 6.46% over the last 6 years, and the South Lampung regency is the most low economic growth by an average of 1.93% in last 6 years.
DISPARITAS TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2006-2011
OLEH
DWI RAKHMAWATI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui tingkat disparitas pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Propinsi Lampung, mengetahui klasifikasi Typologi masing-masing kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Lampung, serta mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi dan mengetahui tingkat pertumbuhan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan menggunakan beberapa alat analisis yaitu Typologi Klassen, Indeks Williamson dan laju pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan klasifikasi Klassen Typologi terdapat 2 kabupaten yang masuk dalam kategori relatif tertingggal yaitu Lampung Timur dan Way Kanan. Sedangkan kabupaten/kota lainnya termasuk dalam klasifikasi Daerah maju dan tumbuh cepat, berkembang cepat dan maju tapi tertekan. Dilihat dari Indeks Ketimpangan Williamson Tingkat Disparitas Pertumbuhan antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung termasuk dalam taraf rendah, dengan rata-rata koefisien Indeks Williamsonya sebesar 0,124. Dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya, maka Kota Bandar Lampung menempati urutan pertama dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonominya sebesar 6,46 % selama 6 tahun terakhir, dan kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah yang paling rendah pertumbuhan ekonominya dengan rata-rata 1,93% dalam 6 tahun terakhir.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena
pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah ingin mendorong
dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan pengembangan daerah
serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu masalah serius dalam mencapai tujuan pembangunan
ekonomi.
Lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang kemudian disempurnakan
dengan undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang desentralisasi fiskal,
bertujuan untuk merespon ketimpangan pembangunan antar daerah sebagai akibat
perbedaan kepemiliki sumberdaya. Dalam UU tersebut pemerintah daerah
diberikan kewenangan penuh untuk memanfaatkan potensi yang ada guna
mendorong pertumbuhan ekonominya. Namun demikian perbedaan potensi yang
dimiliki masing daerah, menyebabkan kemajuan pembangunan di
masing-masing daerah menjadi berbeda-beda. Oleh karena itu kebijakan pembangunan
dilakukan secara terpadu dan terintegrasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
berbeda-beda bagi masing-masing daerah. Proses tersebut dilakukan agar
pembangunan dapat dirasakan secara lebih merata. Namun hasil pembangunan
terkadang masih dirasakan belum merata dan masih terdapat kesenjangan antar
daerah.
Hal yang terpenting dalam pembangunan daerah adalah bahwa daerah tersebut
mampu mengidentifikasi setiap potensi sektor-sektor potensial yang dimilikinya,
kemudian menganalisisnya untuk membuat sektor-sektor tersebut memiliki nilai
tambah bagi pembangunan ekonomi daerah. Indikator keberhasilan pembangunan
suatu daerah baiasanya dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya. Oleh sebab itu,
setiap daerah selalu menetapkan target laju pertumbuhan yang tinggi didalam
perencanaan dan tujuan pembangunan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi. Hal ini dapat terpenuhi melalui peningkatan Produk
Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Masalah yang seringkali ditemui dalam proses pembangunan suatu daerah adalah
ketidakserasian antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan, Trade
off antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan di masing-masing
daerah selalu terjadi. Professor Kuznet mengemukakan bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk atau yang
lazim disebut dengan ketimpangan yang tinggi. Namun pada tahap berikutnya hal
tersebut akan membaik. Hipotesis ini dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik”
Menurut hipotesis ini perubahan distribusi pendapatan yang diukur melalui
berbentuk huruf “U” terbalik. Menurut Kuznet distribusi pendapatan akan
meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000).
Lampung sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di ujung selatan
pulau Sumatera juga tidak terlepas dari masalah ketimpangan distribusi
pendapatan seperti apa yang dialami oleh daerah-daerah yang lainnya. Lahirnya
UU Nomor 22 Tahun 1999 diharapakan akan dapat mengurangi tingkat
ketimpangan antar daerah seperti yang sering terjadi selama ini. Dalam merespon
UU nomor 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU nomor 34 Tahun
2004 sejak 1 Januari 2001 provinsi Lampung telah menata daerahnya dengan
mendirikan beberapa kabupaten baru, yang semula hanya terdiri dari 4 kabupaten
menjadi 12 kabupaten dan 2 kota. Adanya pemekaran wilayah ini nampak di satu
sisi tingkat pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/ kota terus
mengalami peningkatan. Namun demikian tingkat pertumbuhan ekonomi ini
nampak sangat bervariasi akibat perbedaan potensi yang dimiliki. Kondisi ini
mengindikasikan adanya tingkat ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota
yang akan menyebabkan timbulnya disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di
provinsi Lampung. Secara lebih jelas nilai PDRB sebagai indikator keberhasilan
pembangunan antar kabupaten/kota di provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel
Tabel.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2006-2011 (Juta Rupiah)
KABUPATEN/KOTA 2006 2007 2008 2009 2010 2011
LAMPUNG BARAT 1.211.457,60 1.286.066 1.351.525 1.427.754 1.509.472 1.578.014 TANGGAMUS 2.919.084,94 3.111.697 2.103.899 2.218.851 2.345.519 2.493.930 LAMPUNG SELATAN 4.461.417,78 3.721.149 3.908.442 4.114.980 4.350.044 4.612.550 LAMPUNG TIMUR 3.590.954,60 3.751.659 3.947.097 4.119.786 4.328.221 4.195.197 LAMPUNG TENGAH 4.948.565,51 5.255.606 5.255.606 5.553.010 5.883.047 6.587.165 LAMPUNG UTARA 2.686.696,38 2.855.121 3.017.663 3.208.506 3.368.213 3.368.213 WAYKANAN 1.174.166,34 1.219.881 1.275.967 1.340.230 1.409.576 1.487.011 TULANG BAWANG 3.816.362,89 3.816.362,89 4.357.683 2.129.602 2.261.365 2.385.679 BANDAR LAMPUNG 5.079.046,83 5.426.158 5.802.308 6.151.069 6.540.521 6.967.851 METRO 451.253,76 479.408 504.393 531.202 562.509 598.519
PROVINSI
LAMPUNG
30.861.360 31.187.488 31.494.583 30.794.990 32.558.487 34.483.903
Sumber : Badan pusat statistik
Dari Tabel.1 di atas dapat terlihat bahwa PDRB kabupaten/kota di provinsi
Lampung mempunyai perbedaan yang signifikan. PDRB tertinggi dari tahun
2006 hingga 2011 terdapat di kota Bandar Lampung , yaitu 5.079.046,83 pada
tahun 2006 dan meningkat sebesar 6.967.851 pada tahun 2011. Dan PDRB
terendah terdapat di kota Metro, yaitu sebesar 451.253,76 pada tahun 2006 dan
598.519 pada tahun 2011.
Dari nilai PDRB seperti yang dijelaskan di atas, dapat diperkirakan bahwa laju
pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota juga akan berbeda. Kondisi
ini sebagai akibat perbedaan potensi yang dimiliki masing-masing daerah dan
pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di provinsi Lampung
seperti pada tabel berikut:
Tabel.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2006-20111 KABUPATEN/KOTA 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Rata -Rata
1. LAMPUNG BARAT 3,5 5,88 5,09 5,64 5,74 4,54 5,06
2. TANGGAMUS 5,48 7,72 5,06 5,44 5,01 6,24 5,82
3. LAMPUNG SELATAN -16,02 5,51 5,13 5,28 5,69 6,03 1,93
4. LAMPUNG TIMUR 1,54 4,46 5,21 4,38 5,1 6,08 4,46
5. LAMPUNG TENGAH 5,82 6,2 5,66 5,94 5,53 5,75 5,81
6. LAMPUNG UTARA 5,79 6,27 5,56 6,32 6,02 6,23 6,03
7. WAYKANAN 4,04 5,52 5,26 5,08 4,64 5,49 5,05
8. TULANG BAWANG 5,88 6,93 6,77 6,98 6,19 5,91 6,45
9. BANDAR LAMPUNG 6,3 6,83 6,81 6,01 6,33 6,53 6,46
10. METRO 5,7 6,24 5,21 5,32 5,89 6,4 5,79
PROVINSI LAMPUNG 4,98 5,94 5,57 5,63 5,61 5,87 5,6
Sumber : Badan pusat statistik
Dari kondisi tersebut terlihat adanya ketimpangan pembangunan di provinsi
Lampung. Ini sebagai konsekuensi dari kepemilikan sumber daya alam yang
berbeda antar kabupaten/kota. Sebagai konsekuensi dari adanya perbedaan PDRB
antar daerah maka tingkat pertumbuhan masing-masing kabupaten/kota juga
akan mengalami perbedaan. Akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan ini
menyebabkan kontribusi masing-masing kabupaten/kota terhadap pertumbuhan
Gambar.1 Kontribusi PDRB Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Terhadap PDRB Provinsi Lampung Tahun 2011 (%)
Sumber Data : Data diolah
pertumbuhan ekonomi provinsi Lampung berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Daerah yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap PDRB
provinsi Lampung adalah Kota Bandar Lampung dengan kontribusi sebesar 0,18
% dan daerah dengan persentase terendah adalah kota Metro. Kondisi ini diduga
menyebabkan adanya tingkat disparitas pembangunan antara kabupaten/kota di
provinsi Lampung. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian
ini dengan judul: “Disparitas Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Antar
Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2006-20011 “.
provinsi Lampung hingga saat ini terdiri dari 12 kabupaten dan 2 kota. Namun
dalam penelitian ini kabupaten/ kota yang menjadi objek analisis hanya dibatasi 8
kabupaten dan 2 kota. Hal ini mengingat 4 kabuapten di provinsi Lampung baru
berdiri pada tahun 2008 dan tahun 2009. Keempat kabupaten baru tersebut sangat
0 0,05 0,1 0,15 0,2
Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Provinsi Lampung Tahun 2011
tidak relevan jika dimasukkan dalam analisis karena kurun waktu analisis dalam
penelitian ini antara tahun 2006 hingga tahun 2011. Sementara keempat
kabupaten tersebut antara tahun 2007 hingga 2008 belum memiliki otoritas untuk
mengelola daerahnya sendiri.
B. Permasalahan
Perbedaan potensi daerah di setiap kabupaten/kota yang ada di Propinsi Lampung
dapat menyebabkan adanya daerah yang mengalami pertumbuhan yang tinggi
dengan tingkat pendapatan per kapita yang tinggi pula. Di samping itu ada pula
daerah-daerah marginal yang tidak memiliki sumberdaya yang cukup, akan
mengalami pertumbuhan yang lambat dengan pendapatan per kapita yang rendah.
Masalah-masalah tersebut akan menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan
yang akan membawa dampak pada perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah
yang selanjutnya akan menimbulkan ketimpangan antar wilayah. Provinsi
Lampung yang terdiri dari 8 Kabupaten dan 2 Kota, hanya ada beberapa
kabupaten/kota saja yang memiliki tingkat PDRB perkapita dan rata-rata laju
pertumbuhan yang tinggi. Oleh karena itu diduga terjadi ketimpangan/disparitas
pendapatan yang tinggi antar kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan
sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten/kota tersebut.
Mengacu pada uraian latar belakang di atas, nampak di satu sisi UU No.22 Tahun
1999 bertujuan untuk memacu pembangunan di daerah, di sisi lain sejak
dilaksanakan-nya UU No.22 Tahun 1999 justru menimbulkan gap pertumbuhan
Sehingga muncul suatu permasalahan, yaitu :
1. Berapa tingkat disparitas pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di
provinsi Lampung dengan menngunakan Indeks Williamson ?
2. Bagaimana klasifikasi kabupaten/kota di Provinsi Lampung berdasarkan
typologi klassen.
3. Apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pertumbuhan
ekonomi ?
4. Berapa Tingkat pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi
Lampung ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat disparitas pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di
Propinsi Lampung .
2. Untuk mengetahui klasifikasi Typologi masing-masing kabupaten/kota
dalam wilayah Provinsi Lampung .
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pertumbuhan
ekonomi.
4. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan masing-masing kabupaten/kota di
D. Manfaat Penelitian
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan
gambaran kepada pembaca mengenai kondisi pertumbuhan ekonomi yang terjadi
di Provinsi Lampung, bagaimana ketimpangan yang ada dan kegiatan ekonomi.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi kebijakan
pembangunan pemerintah terutama yang terkait dengan pembangunan tenaga
kerja, modal dan teknologi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya khususnya
terkait masalah pertumbuhan ekonomi.
E.Kerangka Pemikiran
Pada hakekatnya tujuan pembangunan daerah yang ada ditekankan pada
pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggalakkan prakarsa dan
peran aktif masyarakat serta meningkatkan potensi daerah secara terpadu guna
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kita ketahui bahwa setiap wilayah memiliki kekayaan, potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang tidak pernah sama. Perbedaan tersebut
menyebabkan perbedaan pada tingkat pembangunan daerahnya. Sebagai akibat
hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat pendapatan perkapita
penduduknya, prasarana ekonomi, dan sosial budaya yang tersedia, struktur
ekonominya dan tingkat pengangguran pada berbagai daerah yang ada.
Selain faktor diatas kurang mampunya daerah miskin berkembang cepat seperti
daerah yang lebih kaya (maju) disebabkan pula oleh keadaan yang disebut dengan
istilah backwash effect yang menyebabkan daerah kurang berkembang (miskin)
menghadapi lebih banyak hambatan dalam mengembangkan ekonominya.
Kemajuan ekonomi tidak terjadi pada saat yang sama diberbagai daerah,
pembangunan akan menciptakan konsentrasi ekonomi sekitar daerah dimana
pertumbuhan terjadi (Tarigan:2006). Adanya perbedaan tingkat pembangunan
antar daerah dapat menimbulkan akibat yang tidak menguntungkan apabila
pemerintah tidak secara aktif ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
Penentuan program dalam proyek pembangunan disusun melalui suatu
mekanisme perencanaan pembangunan yang terpadu yang dimaksud untuk
mempertemukan aspirasi masyarakat dengan kebijakan pemerintah dan
terwujudnya keterpaduan baik yang mencakup pembangunan sektoral maupun
pembangunan regional. Campur tangan pemerintah juga dapat memperkecil
ketimpangan wilayah akibat dari kesenjangan perekonomian yang ada antara
daerah maju dengan daerah yang kurang berkembang adalah dengan merombak
struktur ekonominya menjadi lebih kukuh dan dapat berkembang lebih pesat
dimasa yang akan datang, membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja
dideaerah yang terbelakang sehingga arus perpindahan penduduk dari daerah
tersebut diharapkan bisa menaikkan pendapatan perkapita suatu penduduk. Dan
terciptanya pertumbuhan yang berimbang.
Dalam penelitian ini untuk mengukur disparitas pendapatan antar kabupaten/kota
di provinsi Lampung selama tahun 2006 – 2011 akan menggunakan Indeks
Williamson (IW), dengan besaran nilai antara 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi
nilai IW (mendekati 1), maka kesenjang antar daerah semakin tinggi. Sebaliknya
semakin kecil nilai IW (mendekati 0), maka semakin merata tingkat pendapatan
antar kabupaten/kota. Kriteria lain dari IW ini adalah: (a) jika IW < 0.3
menunjukkan tingkat disparitas pendapatan yang terjadi rendah, (b) jika IW antara
0.3 – 0.5 termasuk kategori sedang, dan (c) jika nilai IW > 0.5 termasuk kategori
tinggi . (Todaro,2000)
Selanjutnya untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan kemajuan suatu daerah
digunakan pendekatan Typology Klassen. Dalam analisis ini akan nampak suatu
daerah termasuk dalam klasifikasi daerah yang maju, maju tertekan, berkembang
cepat, atau justru merupakan daerah yang tertinggal. Indikator pengukuran
analisis ini adalah pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita, serta percepatan
pertumbuhan sektor-sektor dan pangsanya terhadap pertumbuhan tersebut.
Keseluruhan analisis seperti yang disebutkan di atas secara digram dapat
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Disparitas Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung
Adanya Perbedaan Pertumbuhan antar wilayah Di Provinsi Lampung Tahun 2006 - 2011
Pertumbuhan Ekonomi
Trade off
Pembuktian Hipotesis Kuznets
Disparitas Pertumbuhan
Ekonomi
Typology Klassen Identifikasi Disparitas Pertumbuhan Ekonomi
Klasifikasi Daerah
Wilayah Indeks Williamson
Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi Dan Pemerataan antar Wilayah Pembangunan
G. Hipotesis
Memperhatikan urian dalam kerangka pikir diatas,maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
1. Terdapat disparitas pertumbuhan ekonomi anatar kabupaten/kota di Provinsi
Lampung dengan taraf yang rendah.
2. Typologi pertumbuhan antar kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Lampung
memiliki perkembangan yang cepat.
3. Tingkat pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung
mengalami perbedaan sehingga menyebabkan kontribsi PDRB antar
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi umumnya merupakan proses yang berkelanjutan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan usaha meningkatkan pendapatan
perkapita. Dalam membangun perekonomian berkaitan erat dengan kualitas
sumber daya manusia, sosial, politik, budaya, dan latar sejarah maka kondisi
ekonomi saja tidaklah cukup untuk mendukung proses pembangunan. H.F
Williamson (Winardi, 1983:4) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi suatu
proses, dimana suatu negara dapat menggunakan sumberdaya produksi
sedemikian rupa, sehingga dapat memperbesar produk perkapita negara tersebut.
Meller dan Baldwin (Winardi, 1983:6) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi
dapat didefinisikan sebagai suatu proses, dimana pendapatan nasional nyata suatu
negara meningkat dalam jangka panjang.
Pembangunan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita peduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang (sukirno,1985). Dari definisi tersebut terdapat hal penting yaitu
pendapatan perkapita, peningkatan pendapatan perkapita secara terus menerus
dalam jangka waktu yang panjang.
Menurut Rostow pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
multidimensional yang menyebabkan perubahan karakteristik penting suatu
masyarakat, misalnya perubahan keadaan sistem politik, struktur sosial, sistem
nilai dalam masyarakat dan struktur ekonominya. Rostow membedakan proses
pembangunan menjadi lima tahap yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat untuk
tinggal landas, tinggal landas, menuju kedewasaan dan masa konsumsi
tinggi.(Arsyad, 1999).
Jhinghan (2010) mengajukan beberapa persyaratan pembangunan ekonomi yaitu:
1. Atas dasar kekuatan sendiri, pembangunan harus bertumpu pada kemampuan
perekonomian dalam negeri/daerah. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan
prakarsa untuk menciptakan kemajuan materil harus muncul dari
masyarakatnya.
2. Menghilangkan ketidaksempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan pasar
menyebabkan immobilitas faktor dan menghambat ekspansi sektoral dan
pembangunan.
3. Perubahan struktural, artinya peralihan dari masyarakat pertanian tradisional
menjadi ekonomi industri yang ditandai oleh meluasnya sektor sekunder dan
5. Pembentukan modal, merupakan faktor penting dan stategis dalam
pembangunan ekonomi, bahkan disebut sebagai kunci utama menuju
pembangunan ekonomi.
6. Kriteria investasi yang tepat, memiliki tujuan untuk melakukan investasi yang
paling menguntungkan masyarakat tetapi tetap mempertimbangkan dinamika
perekonomian.
7. Persyaratan sosio-budaya. Wawasan sosio budaya serta organisasinya harus
dimodifikasi sehingga selaras dengan pembangunan.
8. Administrasi. Dibutuhkan alat perlengkapan administratif untuk perencanaan
ekonomi dan pembangunan.
Aryad (1999) mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses
yang mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
uang lebih baik, identifikasi pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan
perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ditujukan secara utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
B. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi.Menurut Adam Smith beranggapan bahwa
pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada adanya pertambahan penduduk.
Dengan adanya pertambahan penduduk maka akan terdapat pertambahan output
atau hasil.
David Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin
besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah
tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi
turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup
minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan (statonary state).
Todaro(2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses
peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terusmenerus
atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat
pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Menurut
Todaro (2006), ada tiga faktor atau komponen utama dalampertumbuhan ekonomi
yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja.
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu sasaran pembangunan.
Pembangunan dalam arti luas mencakup aspek kehidupan baik ideologi, politik,
sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan lain sebagainya. Pembangunan
ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang
sering kali dengan pendapatan riil perkapita (Irawan dan Suparmoko, 1997).
Selanjutnya, pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam
pendapatan perkapita, karena kenaikan merupakan penerimaan dan timbulnya
dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Laju pembangunan ekonomi suatu
negara diukur dengan menggunakan tingkat pertumbuhan GDP/GNP (Arsyad,
1999).
Todaro (2004) menjelaskan lima pendekatan teori klasik pembangunan ekonomi,
yaitu : Teori tahapan linier dan pembangunan sebagai pertumbuhan; model
perubahan struktural; revolusi ketergantungan internasional; kontrarevolusi
neoklasik dan teori pertumbuhan baru. Model Pertumbuhan Harold-Domar
ataumsering disebut model pertumbuhan AK termasuk dalam teori tahapan linear.
Model Pertumbuhan Neoklasik Solow menggunakan fungsi produksi agregat
standar yaitu :
Y = AeμtKá L1- á
Dimana Y adalah GNP, K adalah stok kapital dan modal manusia, L adalah
tenaga kerja non terampil. A adalah suatu konstanta yang merefleksikan tingkat
teknologi dasar, sedangkan eμ melambangakan konstanta kemajuan teknologi.
Adapun symbol á melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau
dan modal manusia). Menurut model pertumbuhan ini, pertumbuhan output selalu
bersumber dari satu atau lebih dari 3 faktor berikut : kenaikan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja (melalui pertambahan jumlah penduduk dan perbaikan
pendidikan), perubahan modal (melalui tabungan dan investasi), serta
penyempurnaan teknologi.
Dari berbagai teori pertumbuhan yang ada yakni teori Harold Domar, Neoklasikal
dari Solow, dan teori pertumbuhan baru atau teori Endogen oleh Romer maka
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan
ekonomi, yakni: 1) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis
investasi baru, 2) pertumbuhan penduduk dan 3) kemajuan teknologi. Salah satu
teori perubahan struktural yang paling terkenal adalah Model- Dua-Sektor Lewis
yang dikemukakan oleh W. Arthur Lewis. Ia membagi perekonomian menjadi dua
sektor, yaitu : (1) Sektor Tradisional, yang menitikberatkan pada sektor pertanian
yang subsisten di pedesaan yang ditandai dengan produktivitas marginal sama
dengan nol sehingga menjadikan suatukondisi yang surplus tenaga kerja (surplus
labor). (2) Sektor Industri perkotaan Modern, yang tingkat produktivitasnya tinggi
dan menjadi tempat penyerapan tenaga kerja dari sektor tradisional.
Menurut Sukirno (1991:10) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan demikian
untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu dihitung
pendapatan nasional riil menurut harga tetap yaitu pada hargaharga yang berlaku
perkembangan suatu perekonomian. Penilaian mengenai cepat atau lambatnya
pertumbuhan ekonomi haruslah dibandingkan dengan pertumbuhan di masa lalu
dan pertumbuhan yang dicapai oleh daerah lain (Sukirno, 1994:58). Dengan kata
lain, suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan
mengalami pertumbuhan yang lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami
penurunan atau fluktuatif.
Faktor-faktor yang dianggap sebagai sumber penting yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi (Sadono Sukirno, 2004) antara lain:
1. Tanah dan Kekayaan lain nya.
2. Jumlah, Mutu Penduduk dan Tenaga Kerja
3. Barang Modal dan Tingkat Teknologi
4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat.
5. Luas Pasar dan Sumber Pertumbuhan
Kuznets (dalam Jinghan, 1993: 73) memberikan enam ciri pertumbuhan yang
muncul dalam analisis yang didasarkan pada produk nasional dan komponennya,
dimana ciri-ciri tersebut seringkali terkait satu sama lain dalam hubungan sebab
akibat. Keenam ciri tersebut adalah :
1. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan produk per kapita yang tinggi.
2. Peningkatan produktifitas yang ditandai dengan meningkatnya laju
3. Laju perubahan struktural yang tinggi yang mencakup peralihan dari
kegiatanpertanian ke non pertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam
skala unit-unitproduktif dan peralihan dari usaha-usaha perseorangan
menjadiperusahaan yang berbadan hukum serta perubahan status kerja buruh.
4. Semakin tingginya tingkat urbanisasi
5. Ekspansi dari negara lain.
6. Peningkatan arus barang, modal dan orang antar bangsa.
sebuah teori Pusat Pertumbuhan (Pole Growth) merupakan teori yang menjadi
dasar dari strategi kebijakan pembangunan industri daerah yang banyak dipakai
oleh berbagai negara dewasa ini (Tarigan,2006). Pertumbuhan tidak muncul
diberbagai daerah pada waktu bersamaan, pertumbuhan hanya terjadi dibeberapa
tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Pada
intinya dalam teori ini industri unggulan yang merupakan penggerak dalam
pembangunan ekonomi daerah. Selanjutnya muncul daerah yang relatif maju akan
mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif dalam industri (Arsyad, 1999)
yaitu : adanya kelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatu lokasi
tertentu, terkonsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi yang dinamis dalam perekonomian, terdapat keterkaitan
antara input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada pusat
tersebut, dalam kelompok kegiatan ekonomi tersebut terdapat sebuah industri
Dalam kaitannnya dengan pembangunan ekonomi regional, pertanyaan mengenai
“trade-of” antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dapat dijawab
dengan menerapkan konsep pusat pertumbuhan (Growth Poles) dalam
perencanaan pembangunan regional (Tarigan,2006).
Ada empat karakteristik utama sebuah pusat pertumbuhan (Richardson:978) yaitu:
adanya kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatau lokasi tertentu,
terkonsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi yang dinamis dalam perekonomian, terdapat keterkaitan input dan output
yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada pusat tersebut, dalam kelompok
kegiatan ekonomi tersebut terdapat sebuah industry induk yang mendorong
pengembangan kegiatan pada pusat tersebut.
Pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, namun perhatian para ahli
ekonomi klasik terhadap pertambahan penduduk dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dalam teori pertumbuhan yang
menganalisa pengaruh pertambahan penduduk terhadap tingkat produksi
pendapatan. (Kuncoro,2004)
Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan
pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya kenaikan
seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan
menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang
beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) dimana
ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu
wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah
tersebut juga oleh besaran transfer-payment, yaitu bagian pendapatan yang
mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.
C.Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) besarnya nilai tambah bruto yang
dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan yang berada didalam suatu wilayah dalam
kurun waktu tertentu, atau merupakan nilai barang dan jasa akhir yang digunakan
oleh seluruh kegiatan ekonomi untuk memenuhi kegiatan konsumsi, investasi, dan
ekspor (BPS,2004). Data PDRB menggambarkan potensi atau kemampuan suatu
daerah untuk mengelola sumber daya alam yang dimiliki, dalam suatu proses
produksi, sehingga besarnya PDRB yang dihasilkan oleh daerah sangat
bergantung pada potensi sumber saya alam dan faktor produksi yang teersedia.
Sedangkan PDRB per-kapita merupakan penggambaran tingkat kesejahteraan
masyarakat secara umum. Pendapatan per-kapita diperoleh dari perhitungan
jumlah PDRB total dalam wilayah lalu dibagi dengan jumlah penduduk yang ada.
Pendapatan per-kapita memiliki hubungan yang positif dengan kesejahteraan,
apabila semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat secara rata-rata maka
semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya. Perlu diketahui bahwa
indikator pendapatan per-kapita tidak sepenuhnya menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan sangat sulit untuk mengukur
untuk menggambarkan nilai tambah berdasarkan kreatifitas masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
Pemerataan kekayaan pada kepemilikan faktor-faktor produksi yang ada akan
menyebabkan perbedaan penghasilan pada lapisan masyarakat. Masalah
ketimpangan ini sering diikhtisarkan bahwa pendapatan riil dari yang kaya akan
terus menerus bertambah sedangkan si miskin akan terasa lebih lambat pada
peningkatan pendapatan riilnya.
D. Ketimpangan Wilayah
Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah atau wilayah dalam
suatu negara akan menyebabkan tingkat kesenjangan antara daerah yang maju
dengan daerah yang belum berkembang menyebabkan kesenjangan antara daerah
yang maju dengan daerah yang belum berkembang. Jika hal ini terus menerus
dibiarkan maka akan menimbulkan kesenjangan yang akan semakin meluas,
tentunya juga akan meyebabkan ketimpangan kesejahteraan penduduk disebabkan
karena adanya perbedaan tingkat PDRB per-kapita yang dimilik masing-masing
wilayah tidak sama. Ketimpangan wilayah khususnya ketimpangan laju
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu keadaan dimana distribusi laju
pertumbuhan didaerah menunjukkan keadaan yang tidak merata dan lebih unggul
daerah daerah yang sudah maju.
Simon Kuznets (Todaro, 2006 : 253) mengatakan bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan
Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik”
(Hipotesis Kuznets). Dalam hal ini, pembuktian hipotesis Kuznets dilakukan
dengan membuat grafik antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan
(Indeks Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh hubungan antara variabel
tersebut menunjukkan kurva U-terbalik, maka hipotesis Kuznets terbukti bahwa
pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi ketimpangan yang membesar dan
pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu
ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui kondisi ketimpangan wilayah dari
segi pendapatan daerah dapat dibuktikan dengan menggunakan “Indeks
Williamsons”. Indek Williamsons mengukur disparitas melalu pendekatan PDRB
per-kapita. Hasil dari penelitian Jeffrey Williamsons menunjukkan bahwa :
a. Disparitas atau tingkat ketimpangan daerah akan berkurang dengan
meningkatnya perekonomian nasional.
b. Disparitas antar daerah dinegara sedang berkembang lebih tinggi dari pada
antar daerah dinegara lebih maju.
E. Hipotesis U Terbalik dari Kuznets
Hasil pengamatan dari serangkaian data di Amerika Serikat, Jerman, dan Inggeris,
Kuznets menemukan bukti bahwa proses pertumbuhan melalui perluasan sektor
modern yang pada awalnya mengakibatkan peningkatan perbedaan pendapatan
diantara rumah tangga, kemudian mencapai tingkat pendapatan rata-rata tertentu
dan akhirnya mengalami penurunan. Kuznets menyatakan bahwa diantara
faktor penting yaitu terpusatnya modal pada sekelompok berpendapatan tinggi
dan pergeseran penduduk dari sektor pertanian tradisional menuju sektor industri
modern. Keadaan ini oleh Kuznets disebut sebagai hipotesis U terbalik
(Todaro,2000).
Gambar.3 kurva U Terbalik
1,00
0,75
0,50 Pendapatan per kapita
0,25 0,00
Sumber : Todaro: 2000
Dalam penjelasan tentang faktor pertama, Kuznets mengasumsikan bahwa
kelompok pendapatan tinggi memberi kontribusi modal tabungan yang besar,
sementara modal tabungan dari kelompok lainnya sangat kecil Jika dianggap
kondisi-kondisi lain adalah sama, perbedaan kemampuan menabung akan
mempengaruhi konsentrasi peningkatan proporsi pemasukan dalam kelompok
pendapatan tinggi. Proses ini akan menimbulkan dampak akumulatif, yang lebih
jauh akan meningkatkan kesejahteraan kelompok pendapatan tinggi, kemudian
akan memperbesar kesenjangan pendapatan dalam suatu negara.
Penjelasan kedua, timbul akibat pergeseran penduduk dari sektor pedesa-an ke
sektor perkotaan. Kesenjangan pendapatan meningkat karena produktivitas sektor
industri perkotaan meningkat lebih cepat dibanding dengan peningkatan
F. Analisis Klassen Typology
Alat analisis klassen typology digunakan untuk mengetahui gambaran tentang
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Typology klassen
pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu
pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis
ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang
berbeda, yaitu : daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah maju tapi tertekan,
daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal (Kuncoro, 2002).
Gambar. 4 klasifikasi typology klassen
PDRB
Pertumbuhan Y1 > Y Y1 < Y
r1 > r
Daerah maju dan tumbuh
cepat (kuadran I)
Daerah berkembang
cepat (kuadran II)
r1 < r
Daerah maju tapi tertekan
(Kuadran IV)
Daerah relatif
tertinggal (Kuadran
III)
G. Analisis Indeks Williamson
Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk
menganalisis seberapa besar kesenjangan antar wilayah atau daerah adalah
dengan melalui perhitungan Indeks Williamson. Dasar perhitungannya
adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan
jumlah penduduk per daerah. Dari hasil perhitungan diperoleh besaran
nilai terletak antara 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi koofisien Indeks
Williamson (mendekati 1) maka ketimpangan antar daerah semakin tinggi
dan pertumbuhan ekonomi tidak merata. Jika koofisien Indeks Williamson
mendekati 0 maka ketimpangan antar daerah dalam taraf rendah atau
pertumbuhan ekonomi antar daerah merata.
H. Penelitian Terdahulu
NO PENELITI/TAHUN ALAT ANALISIS HASIL ANALISIS
1 R. Abdul Maqin
Jawa Barat,2001
1. Indeka Williamson
2. LQ
3. Typologi Klassen
Dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan angka
ketimpangan PDRB perkapita
antar daerah di jawa barat
selama periode 2001-2005,
yaitu mencapai rata-rata
sekitar 0.6664 dengan tingkat
disparitas yang relatif tinggi
berada di kabupaten Bekasi.
Sedangkan di 17 kabupaten
lainnya di jawa barat memiliki
tingkat disparitas yang relatif
lebih rendah yaitu sekitar
2 Caska dan R.m Riadi
Riau,2003-2005
1. Indeks Williamson
2. Siftshare
3. Typology Klassen
Selain menganalisis ketimpangan
pembangunannya penelitian ini
juga mencoba untuk mengetahui
posisi pertumbuhan ekonomi
masing-masing daerah atau
kabupaten di provinsi Riau.
ketimpangan PDRB per kapita
antara kabupaten di Provinsi Riau
selama periode 2003-2005
rata-rata sebesar 0,028. Selama tahun
2003-2005, terjadi kenaikan
ketimpangan PDRB per kapita
antar kabupaten walaupun tidak
signifikan seperti tahun 2003
Indeks Williamson sebesar 0,027
naik menjadi sebesar 0,028 tahun
2004 dan tahun 2005 sebesar
0,030.Hal ini berarti
membuktikan bahwa semakin
banyak pembangunan yang harus
dilakukan maka tingkat
kemungkinan ketimpangan yang
akan terjadi semakin tinggi. Dan
Selama tahun 2003-2005,
rata-rata PDRB Per kapita Provinsi
Riau sebesar 6,83. Daerah yang
tertinggi di atas ratarata provinsi
adalah Kabupaten Kuantan
Singingi sebesar 8,02, Kabupaten
Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak
dan Kota Pekanbaru masing
masing sebesar 9,31, 9,40 8,77
3 Ririn Yuliantika
Lampung,2007
1. Indeks
Ketergantungan
2. Indeks Williamson
3. Typology Klassen
4. Laju pertumbuhan
1. Berdasarkan klasifikasi
Klassen Typologi terdapat 2
kabupaten yang masuk dalam
kategori relatif tertingggal
yaitu Lampung Timur dan
Way Kanan. Sedangkan
kabupaten/kota lainnya
termasuk dalam klasifikasi
berkembang cepat.
2. Dilihat dari laju
pertumbuhan ekonominya,
maka Kota Bandar Lampung
menempati urutan pertama
dengan rata-rata laju
pertumbuhan ekonominya
sebesar 6,46 % selama 6 tahun
terakhir, dan kabupaten
Lampung Selatan merupakan
daerah yang paling rendah
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diterbitkan oleh Badan
Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun
terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.
B. Batasan Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan
data yang diambil dari pihak lain atau merupakan data yang diolah dari pihak
kedua. Karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka tidak dilakukan
pengumpulan data primer sehingga tidak diperlukan teknik sampling atau
kuesioner.
Adapun data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Provinsi Lampung yaitu
berupa :
a. PDRB Propinsi Lampung periode tahun 2006-2011.
b. PDRB 10 Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung periode tahun2006-2011.
d. PDRB Perkapita 10 Kabupaten / Kota di Propinsi Lampung periode
2006-2011.
e. Jumlah Penduduk Propinsi Lampung Tahun 2006-2011.
f. Jumlah Penduduk 10 Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung tahun 2006-2011.
C. Analisis Data
1. Analisis Indeks Williamson
Indeks Williamson digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat disparitas
pendapatan antar wilayah Untuk mengukur ketimpangan pembangunan wilayah
antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Lampung, tahun 2006 hingga 2011
dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional ( regional
inequality) yang dinamakan indek ketimpangan Williammson (Sjafrizal,1997):
Keterangan :
Yi : PDRB Kab/Kota i di Provinsi Lampung
: PDRB rata-rata seluruh kabupaten/kota.
Fi : Jumlah penduduk kabupaten/ kota i di Provinsi Lampung N : Jumlah Penduduk Provinsi Lampung
2. Tipology Klassen
Melalui analisis ini diperoleh empat klasifikasi melalui pendekatan wilayah.
Kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai karakteristik pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita yang berbeda-beda diklasifikasikan dengan
tipologi Klassen pendekatan wilayah (Syafrizal,1997). Melalui pendekatan
sektoral, analisis Tipologi Klassen merupakan perpaduan antara alat analisis LQ
dengan Model Rasio Pertumbuhan. Sektor ekonomi di tiap kabupaten/kota yang
memiliki karakteristik pertumbuhan dan pangsa yang berbeda-beda dapat
[image:35.595.114.519.415.582.2]diklasifikasikan dengan tipologi Klassen pendekatan sektoral .
Tabel.3 Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah Kuadran I Kuadran II, Kuadran III, Kuadran IV
PDRB
Pertumbuhan Y1 > Y Y1 < Y
r1 > r
Daerah maju dan tumbuh
cepat
Daerah berkembang
cepat
r1 < r
Daerah maju tapi tertekan Daerah relatif
tertinggal
D. Gambaran Umum Provinsi Lampung
1. Keadaan sosial ekonomi Provinsi Lampung
Besarnya masing-masing sektor dalam pembentukan total PDRB mencerminkan
struktur wilayah yang bersangkutan. Pengamatan struktur ekonomi wilayah dalam
kurun waktu tertentu akan memberikan gambaran apakah perubahan struktur
ekonomi yang terjadi mengakibatkan pergeseran struktur ekonomi dari primer ke
sekunder ataukah dari sekunder ke tersier. Pergeseran struktur ekonomi akan
mendorong peningkatan pendapatan wilayah. Dengan demikian diharapkan
pergeseran struktur ekonomi wilayah sesuai dengan potensi wilayah dan struktur
ekonomi yang ideal.
Perekonomian di provinsi Lampung di dominasi oleh 4 sektor ekonomi yang
utama, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan/hotel/restoran, sektor industri
pengolahan dan sektor jasa-jasa. Kontribusi dari ke empat sektor ini dalam
perekonomian provinsi Lampung selalu mempunyai nilai tertinggi dibandingkan
Tabel 4. Kontribusi Sektor Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2006 dan 2011
SEKTOR 2006 2011
Pertanian 42,5 38,28
Penambangan dan Penggalian 5,7 6,2
Industri Pengolahan 13,24 13,30
Litrik, Gas dan Air Bersih 7,53 7,62
Bangunan 3,41 4,5
Perdagangan, Hotel dan Restoran 15,50 15,84
Pengangkutan dan Komunikasi 6,2 7,1
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 7,20 7,67
Jasa-jasa 7,54 7,68
Sumber Data : Lampung dalam angka 2011
Berdasarkan table di atas sektor pertanian dalam kurun waktu lima tahun terakhir
tetap memberikan kontribusi terbesar. Secara deskriftif dapat digambarkan bahwa
sektor pertanian mempunyai persentase sebesar 42,5 persen di tahun 2006 dan
menurut menjadi 38,28 persen di tahun 2011. Sektor perdagangan/hotel/restoran
menjadi kontributor terbesar kedua setelah sektor pertanian. Sembangan dari
sektor perdagangan/hotel/restoran relatif stabil dari tahun ke tahun yakni 15,50
persen di tahun 2006 menjadi 15,84 persen di tahun 2011. Sektor industri
pengolahan yang menjadi posisi ketiga mempunyai kontribusi sebesar 13,24
persen di tahun 2006 menjadi 13,30 persen di tahun 2011. Sektor lainnya yang
kontribusi sebesar 7,54 persen di tahun 2006 menjadi 7,68 di tahun 2011. ( BPS
Provinsi Lampung:2012)
2. Keadaan Penduduk
Penduduk provinsi Lampung terdiri atas berbagai suku bangsa yang dapat
dibedakan menjadi dua yaitu asli dan pendatang yang populasinya tersebar di
berbagai daerah di Provinsi Lampung. Keadaan sosial penduduk provinsi
Lampung sangat bervariasi dari bekerja sebagai petani, wiraswasta, pedagang dan
[image:38.595.117.513.363.588.2]pemerintahan.
Tabel.5 Jumlah Penduduk Provinsi Lampung
KABUPATEN/KOTA 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bandar Lampung 803.922 812.133 822.88 833.517 881.801 1.264.758
Metro 130.348 132.044 134.162 136.273 145.471 166.452
Lampung Barat 380.208 381.439 393.818 401.095 419.037 439.826 Lampung Selatan 1.312.527 1.341.258 929.702 943.885 912.49 1.079.791 Lampung Tengah 1.146.158 1.160.221 1.177.967 1.195.623 1.170.717 1.183.427 Lampung timur 929.159 936.734 947.193 957.479 951.639 1.109.015 Lampung utara 559.172 562.314 567.164 571.883 548.277 780.108 Tanggamus 824.922 826.61 845.777 486.284 536.613 542.439 Tulang Bawang 763.360 774.264 787.673 418.802 397.906 417.651 Waykanan 361.830 362.749 364.778 3266.707 406.123 410.532 LAMPUNG 4.752.921 4.788.287 5.793.147 8.015.925 5.199.357 2.757.008
Sumber data : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan tabel diatas , penduduk provinsi Lampung mempunyai variasi yang
cukup spasial. Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota provinsi masih
menjadi kota terpadat pada tahun 2011. Sedangkan kepadatan penduduk degan
3. Keadaan Wilayah
Provinsi lampung meliputi areal dataran rendah seluas 53.288,35 Km2 termasuk
pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau
sumatra,dan dibatasi oleh provinsi Sumatera Selatan dab Bengkulu disebalah
utara, Selat Sunda disebelah Selatan, Laut Jawa disebelah timur, dan Samudera
Indonesia di sebelah barat. Secara geografis Provinsi Lampung terdapat pada
kedudukan :Timur – Barat berada antara : 103º 40º – 105º 50º Bujur Timur ,
Utara –Selatan berada antara : 6º45’ - 3º45’ Lintang Selatan. Dilihat dari segi tata
guna tanah maka lahan yang tersedia dapat digunakan untuk berbagai sektor,
seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, prtambangan maupun
Tabel 6. Luas Wilayah Kab/Kota Provinsi Lampung
Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas (Km2) Bandar Lampung Bandar Lampung 19,296
Metro Metro 62
Lampung Barat Liwa 4,951
Lampung timur Sukadana 4,338 Lampung Tengah Gunung sugih 4,791 Lampung Selatan Kalianda 3,181 Lampung Utara Kotabumi 2,726 Tanggamus Kota Agung 3,357 Waykanan Blambangan Umpu 392,163 Tulang Bawang Menggala 777,084
Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2012
Dari Tabel.6 di atas dapat kita lihat masing-masing daerah memiliki keadaan
geografis yang berbeda-beda. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Dilihat dari IndeksKetimpangan Williamson Tingkat DisparitasPertumbuhan
antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung termasuk dalam taraf rendah ,
dengan rata-rata koefisien Indeks Williamsonya sebesar 0,124. Yang artinya
pertumbuhan ekonominya merata.
2. Berdasarkan klasifikasi Klassen Typologi terdapat 2 kabupaten yang masuk
dalam kategori relatif tertingggal yaitu Lampung Timur dan Way Kanan.
Sedangkan kabupaten/kota lainnya termasuk dalam klasifikasi daerah maju
dan tumbuh cepat , berkembang cepat dan maju tapi tertekan.
3. Dilihat dari study pustaka dan analisis data faktor- faktor penyebab terjadinya
disparitas antar wilayah selain investasi yang rendah juga karena kepadatan.
Khususnya di Kota Bandar Lampung kepadatan penduduknya sebesar
( 5,34/km2 ).
4. Dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya, maka Kota Bandar Lampung
menempati urutan pertama dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonominya
merupakan daerah yang paling rendah pertumbuhan ekonominya dengan
rata-rata 1,93% dalam 6 tahun terakhir.
B. Saran
1. Pemerintah Provinsi Lampung khususnya pemerintah daerah harus bisa
mendorong investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Provinsi
Lampung.
2. Pemerintah Provinsi Lampung harus menata kembali pemukiman penduduk
agar terjadi pemerataan terhadap masing masing kabupaten kota. Harus
melakukan pembangunan yang seimbang.
3. pemerintah harus fokus terhadapp pada sektor tertentu yang sesuai dengan
DAFTAR PUSTAKA
A.Tamenggung, Sjafrudin, 1997. Paradigma Ekonomi Wilayah: Tinjauan Teori dan Praktis Ekonomi Wilayah dan Implikasi Kebijaksanaan Pembangun-an, dalam Budhy Tjahjati dkk, Bunga Rampai Perencanaan Pem-bangunan di Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Sjafrizal, 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma, No.3.
Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan,Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Sutarwidjaya, Andrian, 2004. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Daerah dan Potensi Relatif Secara Sektoral, Jurnal Ekonomi No.3/Th.XIII/25/ Juli-September 2004, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Jakarta.
Tambunan, Tulus, 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta .
Wie, kian tee, 1983. Pembangunan Ekonomi Dan Pemerataan, LP3ES
Anonym, 1999. Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Sejahtera Mandiri, Jakarta .
Anonym, 2005. Lampung Dalam Angka, BPS Propinsi Lampung.
Anonym, 2005. Pendapatan Regional Propinsi Lampung, BPS Propinsi Lampung.
Maqin, R abdul,2009. Analisis Disparitas Pendapatan Di Provinsi Jawa Barat, ITB, Bogor.
Jinghan, M L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Penerjemah D. Guritno. Rajawali Pers. Jakarta.
Hirscman, Alberto. 1970. Teori dan Praktek Otonomi Daerah. Jakarta: Grafindo.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Yogyakarta:Erlangga
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembngunan Ekonomi.Edisi ke
Sembilan. Jakarta: Erlangga.
Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Bumi Aksara.
______, UU No. 32 /2004 dan UU No. 33/2004, Jakarta: Cemerlang.
Aziz, Iwan Jaya, 1993. Ekonomi Regional, UI Press, Jakarta
Hg, Suseno Tri Widodo, 1990. Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan Perekono-mian Indonesia, Kanisius, Yogyakarta
Kadariah, 1982. Ekonomi Perencanaan, LPFE-UI, Jakarta
Sjafrizal,1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma, No.3.
Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan,Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Sutarwidjaya, Andrian, 2004. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Daerah dan Potensi Relatif Secara Sektoral, Jurnal Ekonomi No.3/Th.XIII/25/ Juli-September 2004, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Jakarta
Tambunan, Tulus, 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta
Anonym, 1999. Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Sejahtera Mandiri, Jakarta
Anonym, 2005. Lampung Dalam Angka, BPS Propinsi Lampung