• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Peternak Sapi Potong Kereman terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Peternak Sapi Potong Kereman terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA

(Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari

di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

SKRIPSI HERU NURFAIQ

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

HERU NURFAIQ. D34102046. Persepsi Peternak Sapi Potong Kereman terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Ir. H. Ismail Pulungan, MSc

Pembimbing anggota : Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU

Keberhasilan suatu inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka pada kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati sangat ditentukan oleh persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka tersebut. Tujuan penelitian adalah : 1) Menggambarkan karakteristik peternak, 2) Mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, 3) Mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.

Penelitian berlangsung selama satu bulan mulai 27 Maret- 24 April 2006 di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Populasi penelitian adalah seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka yang berada di wilayah tersebut. Penelitian dirancang sebagai survai yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian berbentuk studi kasus. Penelitian ini mengambil sampel seluruh peternak yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka (sensus). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data meliputi analisis deskriptif, rataan skoring, dan korelasi rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka dipersepsi peternak sebagai teknologi yang memiliki sifat memberikan keuntungan relatif, kesesuaian, kesederhanaan, dapat dicoba dan dapat diamati. 2) Kendala utama yang dihadapi peternak dalam mengaplikasikan teknologi adalah besarnya biaya produksi pengoperasian mesin silase.

Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa motivasi mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai kesederhanaan, dan mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai observability.

(3)

ABSTRACT

The Perception of Farmers Stabling Beef to The Silage Machine Technology Innovation of Tapioka Pile (The Innovation Case on The Group of Margo

Lestari Breeder Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

Nurfaiq H, I. Pulungan , D. Susanto

The successful of the silage machine technology innovation of tapioca pile in the group of Margo Lestari Farmers Stabling Beef in Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, kabupaten Pati is mainly determined by the farmers perception. The aims of the study are: 1) To describe the farmers characteristics, 2) To know the Farmers perception to the silage machine technology innovation of tapioca pile, 3) To know and studying the relation between the farmers characteristics and farmers perception to the silage machine technology innovation of tapioca pile. The study was carried out from March 27 - April 24 2006 in Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, the population is the whole of farmers who join in silage machine technology innovation of tapioka pile activity. This study was planned as a descriptive survey with study design in the case study form. This study taking the sample of whole the farmers that join in the silage machine technology innovation of tapioca pile (cencus). The data that collected in this study is the primary and secondary data. The data were analyzed as the descriptive analysis, scoring average, and rank Spearman correlation. The results of study show that, 1) The farmers have perceptions that the silage machine technology innovation which give relative advantage, compatibility, simplicity, trialibility and observability, 2) The product cost is the main constrain program that the farmers faced to apply this technology. The rank Spearman correlation result, describe that the motivation has a real and positive relation and with the perception to the innovation about simplicity and observability.

(4)

PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA

(Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari

di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

HERU NURFAIQ D34102046

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA

(Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari

di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

Oleh HERU NURFAIQ

D34102046

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 7 Juli 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. H. Ismail Pulungan, MSc Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU

NIP.130 345 020 NIP.140 020 648

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1982 di Pati Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke-lima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Muallim dan Ibu Zubaedah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Dukuhseti 02 Dukuhseti Pati pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Madrasah Diniyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati lulus pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama di selesaikan di Madrasah Tsanawiyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati pada tahun 1999. Alhamdulillah selama tiga tahun di sekolah tersebut penulis selalu meraih peringkat pertama dan juga meraih juara umum untuk Nilai Ebtanas Murni (DANEM) dan nilai Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU N I Tayu dan lulus pada tahun 2002.

Penulis diterima sebagai mahasiswa dengan minat studi Komunikasi dan Penyuluhan pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Penyusunan skripsi yang berjudul persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan karakteristik peternak, mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka, mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka. Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam menyusun program pengembangan inovasi peternakan agar dapat mudah diterima dan diterapkan, memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi peternak dalam menyikapi kegiatan inovasi, bahan rujukan bagi penelitian lebih lanjut atau penelitian lain yang sesuai dengan hasil penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Amin yaa robbal ’aalamiin.

Bogor, Juli 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

KERANGKA PEMIKIRAN ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Karakteristik Inovasi ... 8

Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi ... 9

Karakteristik Peternak ... 11

Persepsi ... 14

Hubungan Karakteristik Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase ... 16

METODE PENELITIAN ... 21

Lokasi dan Waktu ... 21

Populasi dan Sampel ... 21

Desain Penelitian ... 21

Data dan Instrumentasi ... 21

Pengumpulan Data dan Analisis Data... 22

Analisis Data ... 22

Definisi Istilah ... 23

GAMBARAN UMUM LOKASI ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

(9)

Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase

Onggok Tapioka ... 28

Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 38

UCAPAN TERIMAKASIH ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sebaran Peternak Menurut Karakteristik Peternak ………... 25 2. Rataan Skor Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi

Mesin Silase Onggok Tapioka ... 29 3. Hubungan Antara Karakteristik dengan Persepsi Peternak

(11)

PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA

(Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari

di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

SKRIPSI HERU NURFAIQ

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

HERU NURFAIQ. D34102046. Persepsi Peternak Sapi Potong Kereman terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Ir. H. Ismail Pulungan, MSc

Pembimbing anggota : Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU

Keberhasilan suatu inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka pada kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati sangat ditentukan oleh persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka tersebut. Tujuan penelitian adalah : 1) Menggambarkan karakteristik peternak, 2) Mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, 3) Mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.

Penelitian berlangsung selama satu bulan mulai 27 Maret- 24 April 2006 di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Populasi penelitian adalah seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka yang berada di wilayah tersebut. Penelitian dirancang sebagai survai yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian berbentuk studi kasus. Penelitian ini mengambil sampel seluruh peternak yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka (sensus). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data meliputi analisis deskriptif, rataan skoring, dan korelasi rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka dipersepsi peternak sebagai teknologi yang memiliki sifat memberikan keuntungan relatif, kesesuaian, kesederhanaan, dapat dicoba dan dapat diamati. 2) Kendala utama yang dihadapi peternak dalam mengaplikasikan teknologi adalah besarnya biaya produksi pengoperasian mesin silase.

Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa motivasi mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai kesederhanaan, dan mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai observability.

(13)

ABSTRACT

The Perception of Farmers Stabling Beef to The Silage Machine Technology Innovation of Tapioka Pile (The Innovation Case on The Group of Margo

Lestari Breeder Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

Nurfaiq H, I. Pulungan , D. Susanto

The successful of the silage machine technology innovation of tapioca pile in the group of Margo Lestari Farmers Stabling Beef in Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, kabupaten Pati is mainly determined by the farmers perception. The aims of the study are: 1) To describe the farmers characteristics, 2) To know the Farmers perception to the silage machine technology innovation of tapioca pile, 3) To know and studying the relation between the farmers characteristics and farmers perception to the silage machine technology innovation of tapioca pile. The study was carried out from March 27 - April 24 2006 in Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, the population is the whole of farmers who join in silage machine technology innovation of tapioka pile activity. This study was planned as a descriptive survey with study design in the case study form. This study taking the sample of whole the farmers that join in the silage machine technology innovation of tapioca pile (cencus). The data that collected in this study is the primary and secondary data. The data were analyzed as the descriptive analysis, scoring average, and rank Spearman correlation. The results of study show that, 1) The farmers have perceptions that the silage machine technology innovation which give relative advantage, compatibility, simplicity, trialibility and observability, 2) The product cost is the main constrain program that the farmers faced to apply this technology. The rank Spearman correlation result, describe that the motivation has a real and positive relation and with the perception to the innovation about simplicity and observability.

(14)

PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA

(Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari

di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

HERU NURFAIQ D34102046

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA

(Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari

di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)

Oleh HERU NURFAIQ

D34102046

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 7 Juli 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. H. Ismail Pulungan, MSc Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU

NIP.130 345 020 NIP.140 020 648

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1982 di Pati Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke-lima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Muallim dan Ibu Zubaedah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Dukuhseti 02 Dukuhseti Pati pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Madrasah Diniyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati lulus pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama di selesaikan di Madrasah Tsanawiyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati pada tahun 1999. Alhamdulillah selama tiga tahun di sekolah tersebut penulis selalu meraih peringkat pertama dan juga meraih juara umum untuk Nilai Ebtanas Murni (DANEM) dan nilai Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU N I Tayu dan lulus pada tahun 2002.

Penulis diterima sebagai mahasiswa dengan minat studi Komunikasi dan Penyuluhan pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002.

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Penyusunan skripsi yang berjudul persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan karakteristik peternak, mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka, mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka. Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam menyusun program pengembangan inovasi peternakan agar dapat mudah diterima dan diterapkan, memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi peternak dalam menyikapi kegiatan inovasi, bahan rujukan bagi penelitian lebih lanjut atau penelitian lain yang sesuai dengan hasil penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Amin yaa robbal ’aalamiin.

Bogor, Juli 2006

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

KERANGKA PEMIKIRAN ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Karakteristik Inovasi ... 8

Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi ... 9

Karakteristik Peternak ... 11

Persepsi ... 14

Hubungan Karakteristik Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase ... 16

METODE PENELITIAN ... 21

Lokasi dan Waktu ... 21

Populasi dan Sampel ... 21

Desain Penelitian ... 21

Data dan Instrumentasi ... 21

Pengumpulan Data dan Analisis Data... 22

Analisis Data ... 22

Definisi Istilah ... 23

GAMBARAN UMUM LOKASI ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

(19)

Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase

Onggok Tapioka ... 28

Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 38

UCAPAN TERIMAKASIH ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sebaran Peternak Menurut Karakteristik Peternak ………... 25 2. Rataan Skor Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi

Mesin Silase Onggok Tapioka ... 29 3. Hubungan Antara Karakteristik dengan Persepsi Peternak

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan antara Karakteristik dan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 45 2. Informasi, Indikator dan Kuesioner ……….. 50 3. Matrik Variabel, Nomor Kuesioner dan Nomor Halaman ………... 55

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan pembangunan saat ini dititik beratkan pada pengembangan potensi daerah. Pemerintah pusat telah memberikan wewenang penuh kepada daerah untuk mengolah sumber daya yang ada untuk diolah sehingga dapat memajukan daerahnya. Salah satu arah pembangunan nasional adalah pemberdayaan masyarakat petani atau petani ternak (peternak) untuk ikut serta dalam mengembangkan pertanian nasional. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan membantu mengembangkan usaha peternakan rakyat melalui peningkatan produktivitas angkatan kerja pertanian serta optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam.

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, perlu dilakukan reorientasi paradigma pembangunan pertanian yang difokuskan pada pemberdayaan dan kemandirian petani melalui pembangunan agribisnis yang berdaya saing sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah. Dalam mengimbangi program pembangunan agribisnis tersebut, maka program penelitian dan pengembangan pertanian diarahkan untuk menghasilkan inovasi pertanian dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah petani dan pengguna lainnya. Pengembangan inovasi teknologi alat mesin pertanian merupakan salah satu unsur yang paling strategis dalam menghadapi berbagai permasalahan yang kian kompleks di masa mendatang.

Semua upaya yang dilakukan untuk penemuan-penemuan inovasi tersebut diharapkan dapat mengubah dan memperbaharui kehidupan masyarakat agar lebih baik. Agar penemuan tersebut dapat membawa perubahan, maka harus disebarluaskan penggunaannya kepada masyarakat, untuk menyebarkan inovasi itu dengan cepat dan menjadi alternatif pilihan bagi peternak, inovasi tersebut harus dikomunikasikan dan disosialisasikan dengan tepat bagi penggunanya.

(24)

untuk mengadopsi suatu unsur inovasi yang ditawarkan, baik inovasi tersebut berupa teknologi maupun cara kerja baru, bergantung bagaimana persepsi petani terhadap sifat-sifat inovasi itu sendiri. Pertimbangan-pertimbangan ekonomis, teknis dan sosial juga mempengaruhi tingkat keputusan petani untuk tidak berani mengambil resiko kerugian, bila inovasi yang dicobanya tidak berfungsi seperti yang diharapkan (Gonzales, 1988).

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam kegiatan Proyek Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah mengembangkan inovasi dengan cara memberikan bantuan teknologi alat mesin silase kepada Kelompok Peternak Margo Lestari Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Teknologi ini merupakan teknologi yang dirancang untuk mengolah limbah onggok tapioka menjadi pakan ternak dalam bentuk silase. Bantuan alat mesin silase ini diawali dengan adanya potensi pengembangan wilayah di daerah tersebut sebagai pengembangan silase dari limbah onggok tapioka. Potensi yang akan dikembangkan di antaranya adalah adanya limbah onggok tapioka yang melimpah dan kurang termanfaatkan oleh masyarakat sekitar, melimpahnya onggok tapioka tersebut berasal dari 512 pabrik tapioka.

(25)

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian yang dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana karakteristik peternak?

2. Bagaimana persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka?

3. Bagaimana hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menggambarkan karakteristik peternak.

2. Mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.

3. Mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.

Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan:

1. Untuk bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam menyusun program pengembangan inovasi peternakan agar dapat mudah diterima dan diterapkan.

2. Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi peternak dalam menyikapi kegiatan inovasi.

(26)

KERANGKA PEMIKIRAN

Persepsi terhadap teknologi alat mesin silase limbah onggok tapioka masing-masing individu berbeda-beda tergantung karakteristik peternak. Umur peternak merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan persepsi, karena umur menggambarkan pengalaman seseorang sehingga ada keragaman dalam berfikir berdasarkan umur tersebut. Hal ini sejalan dengan Powell (1963) dalam Hermawanto (1993) bahwa persepsi seseorang tentang sesuatu ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Persepsi remaja akan berbeda dengan orang dewasa, sehingga ada kecenderungan antara umur dan persepsi.

Pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki seseorang akan membentuk persepsi orang tersebut terhadap inovasi. Seseorang yang memiliki pendidikan formal maupun non formal yang tinggi cenderung lebih cepat dalam menerima sesuatu gagasan baru, sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan antara pendidikan formal dan non formal dengan persepsi.

Peternak yang telah berpengalaman cenderung akan memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, sehingga lebih pandai dalam memilih cara-cara berusaha tani yang paling menguntungkan, pengalaman ini akan berhubungan dengan pembentukan persepsi. Kekosmopolitan merupakan kesediaan seseorang untuk berusaha mencari ide-ide baru di luar lingkungannya atau tingkat keterbukaan seseorang dalam menerima pengaruh dari luar, sehingga bisa dikatakan semakin kosmopolit seseorang cenderung berhubungan dalam membentuk persepsi.

Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi status sosial petani. Tingkat pendapatan keluarga cenderung menentukan setiap pengambilan keputusan dalam pengelolaan usaha ternaknya, sehingga terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan persepsinya.

(27)

Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase berkaitan dengan persepsi tertentu. Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase akan memberikan motivasi kepada peternak untuk meraih keberhasilan dalam usaha ternaknya yaitu dengan menggunakan teknologi alat mesin silase yang dianggap akan memberikan tambahan penghasilan.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat dirumuskan suatu hipotesis yaitu terdapat hubungan antara karakteristik dan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase limbah tapioka. Penelitian mengenai Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka dalam Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara Karakteristik dan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka

Karakteristik Peternak

Umur

Pendidikan formal

Pendidikan non formal

Pengalaman beternak

Keterlibatan peternak dalam

kegiatan inovasi

Kemungkinan untuk dapat dicoba

Dapat diamati dan

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Inovasi

Gonzales, (1988) mengemukakan bahwa ketika suatu inovasi diperkenalkan kepada suatu komunitas pertanian, tidak setiap orang akan mengadopsi inovasi tersebut. Dikatakan lebih lanjut bahwa setelah mempelajari penggunaan pupuk organik, sejumlah kecil petani akan mempelajari atitud yang layak terhadap pemakaian pupuk itu. Beberapa petani kemudian mencobanya pada suatu petak, kemudian membandingkannya dengan pupuk lain. Jika pupuk tersebut terbukti lebih baik, maka petani akan mengadopsinya.

Suatu inovasi akan diterima atau ditolak tidak lepas dari pertimbangan-pertimbangan apakah teknologi tersebut secara ekonomis menguntungkan atau tidak bagi pengembangan usaha tani yang dikelola. Pertimbangan-pertimbangan tersebut pada dasarnya tertumpu pada keadaan sumberdaya yang dimiliki oleh calon adopter. Oleh karena itu Soekartawi (1988) menegaskan bahwa dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi selalu dipengaruhi oleh : (1) faktor sosial, (2) faktor budaya, (3) faktor personal dan (4) faktor situasional. Rogers (1962) mengatakan bahwa karakteristik personal meliputi : umur, pendidikan, pelaksanaan ukuran usahatani, pendapatan usahatani, keahlian dan kesiapan mental.

Soekartawi (1988) mengatakan bahwa faktor-faktor situasional meliputi pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber-sumber informasi yang digunakan dan tingkat kehidupan. Lebih jauh dikatakan pula bahwa karakteristik personal meliputi umur, pendidikan, karakteristik psikologi.

Kurnia (2000) menyatakan bahwa kecepatan adopsi inovasi ditentukan oleh : 1. Complexity. Semakin rumit suatu inovasi, maka akan semakin sulit petani

menerimanya.

2. Divisibility. Petani hanya mengadopsi bagian-bagian tertentu saja dari inovasi terutama yang konsisten dengan farming objective mereka.

(29)

4. Economics. Secara hipotesis, yang lebih menguntungkan akan diadopsi secara lebih cepat walaupun keuntungan ekonomi ini bukan segala-galanya.

5. Risk and uncertainty. Resiko dan ketidakpastian akan menjadi perhatian mereka, apalagi di dalam kondisi pemilikan dan penguasaan lahan sempit.

6. Conflicting informations. Di tengah-tengah masyarakat yang makin terbuka petani menerima informasi dari berbagai sumber. Sumber terdekat dan paling meyakinkan akan sangat membantu mereka di dalam pengambilan keputusan. 7. Implementation cost-capital outly and intellectual outly. Pertimbangan modal

dan pengetahuan akan sangat penting bagi petani.

8. Flexibility. Fleksibilitas dalam memilih komoditas dan sebagainya juga menjadi pertimbangan petani.

9. Physical and social infrastructure. Ketersediaan infrastruktur pertanian akan pula mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi inovasi.

Dengan melihat faktor-faktor tersebut di atas, secara hipotesis, inovasi yang sumbernya lebih dekat kepada petani atau peternak dan sesuai dengan kebutuhan petani atau peternak akan lebih cepat diterima oleh para petani atau peternak.

Lionberger (1968) menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kecepatan adopsi adalah : (1). Umur, (2). Tingkat pendidikan, (3). Tingkat pendapatan, (4). Ukuran luas lahan, dan (5). Sumber informasi yang digunakan. Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa peubah yang berhubungan positif dengan tingkat adopsi dipengaruhi oleh faktor: (1). Sosial ekonomi, (2). Personal dan (3). Komunikasi yang meliputi partisipasi sosial, kosmopolitan, hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan terhadap media massa dan aktifitas untuk mencari informasi serta tingkat kepemimpinan.

(30)

baru yang sesuai dengan kondisi lahan, sosial ekonomi dan lingkungan akan dapat diadopsi, sedangkan bila tidak sesuai akan ditolak.

Soekanto (1987) mengatakan bahwa faktor-faktor penyebab hambatan adopsi inovasi, yaitu :

1) Sistem nilai yang dianut, apabila hal yang baru bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku , maka daya serap praktis tertutup adanya.

2) Perangkat kaidah-kaidah masyarakat, artinya kalau hal baru diperlukan tidak serasi dengan kaidah-kaidah masyarakat yang berlaku, maka tidak ada daya serap masyarakat.

3) Pola interaksi yang berlaku, kalau interaksi yang ada tidak didukung hal-hal baru, maka daya serap tidak ada.

4) Taraf pendidikan formal dan informal tertentu, melatih manusia untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan sesamanya maupun dengan masyarakat secara menyeluruh.

5) Tradisi yang dipelihara secara turun temurun, adanya tradisi yang kuat tidak dengan sendirinya berarti tidak ada daya serap terhadap unsur-unsur yang datang dari luar, lazimnya daya penyerapan itu ada, apabila memperkuat dan mengembangkan tradisi yang ada.

6) Sikap tidak terbuka terhadap hal-hal yang baru.

7) Adanya anutan yang tidak mampu menyerasikan konservatisme dengan inovatisme.

Keterlibatan banyak orang dalam proses adopsi inovasi yang juga mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi. Lionberger (1968) mengatakan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Asumsi tersebut dibenarkan dengan hasil penelitian di Amerika, yaitu “jika keputusan untuk mengadopsi pemberian fluorida pada air minum kota dibuat oleh pimpinan pusat pemerintah kota, tempo adopsi akan lebih cepat daripada jika keputusan itu dibuat secara kolektif melalui referendum”.

(31)

1) Keuntungan relatif (relative advantages), adalah merupakan tingkatan di mana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.

2) Kesesuaian (compatibility), adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada , pengalaman masa lalu dan kebutuhan adopter (penerima). Oleh karena itu, inovasi yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. 3) Kerumitan (complexity), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dianggap

relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Kesulitan untuk dimengerti dan digunakan, akan merupakan hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi. 4) Kemungkinan untuk dicoba (triability), adalah suatu tingkat di mana suatu

inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala yang lebih kecil biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu.

5) Mudah diamati (observability), adalah suatu tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dengan mudah dilihat orang lain, sehingga akan mempercepat proses adopsinya. Jadi calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap-tahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi.

Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi

Kendala-kendala yang berhubungan dengan tingkat keputusan petani mengadopsi suatu inovasi, perlu melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan input dan output rumah tangga petani, serta lingkungan rumah tangga petani.

Kendala-kendala input rumah tangga petani dapat dilihat antara lain : 1) Sumber-sumber lahan.

Menurut Soekartawi (1988) bahwa petani pemilik lahan lebih luas memungkinkan mereka melakukan usaha taninya lebih lanjut dan makin dibutuhkan. Selanjutnya dikatakan bahwa pemilik tanah dengan status hak pemilikan lebih inovatif dibandingkan dengan petani bukan pemilik.

2) Tenaga Kerja.

(32)

dibutuhkan itu tersedia, bila produktivitas kerjanya rendah tetap merupakan kendala bagi pengadopsi teknologi. Tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja yang disewa tidak dapat mempertahankan prestasi kerja sampai pada tingkat tertentu, maka tenaga kerja keluarga atau yang disewa tersebut akan mundur dan bisa lenyap (Vink, 1984).

3) Modal

Salahsatu sifat inovasi adalah keuntungan relatif, yaitu secara ekonomis menguntungkan bila dilihat dari biaya yang dikeluarkan lebih rendah, pemakaian tenaga kerja dan waktu lebih hemat, resiko kegagalan dapat diperhitungkan, hasilnya segera terlihat (Rogers, 1983). Kendala utama yang menyebabkan petani tidak mengadopsi suatu inovasi, bila dilihat dari faktor modal adalah selain tidak tersedianya modal berupa sarana dan prasarana, juga tidak tersedianya modal berupa uang tunai. Modal uang merupakan faktor penting dalam usaha, untuk itu pada kelompok petani yang hidup dalam ikatan masyarakat yang tersentuh oleh ekonomi, uang ikut menentukan kehidupan individu. Semakin menonjol peran usaha perseorangan, uang semakin menjadi faktor yang sangat penting (Vink, 1984).

Sarana dan prasarana adalah faktor penting dalam penggunaan alat mesin ini. Tidak tersedianya sarana dan prasarana di tempat, mengakibatkan tidak tertariknya petani untuk mengadopsinya. Keberadaan sarana produksi di tempat menentukan tingkat kecepatan adopsi inovasi, sehingga dapat dikemukakan bahwa kendala-kendala yang berhubungan dengan sarana dan prasarana adalah : (1) tersedia atau tidak tersedianya suku cadang alat tersebut di tempat, (2) tingkat kesesuaian lahan dan pengolahannya, (3) ada tidaknya dukungan pasar untuk pemasaran hasil.

(33)

Kendala-kendala yang berhubungan dengan output rumah tangga petani, perlu membandingkan nilai input rumah tangga petani dengan nilai output rumah tangga petani. Nilai output berhubungan langsung dengan produksi, sedangkan nilai input berhubungan dengan modal. Secara deskriptif dapat digambarkan bahwa penggunaan suatu teknologi oleh petani menentukan keputusannya untuk mengadopsi atau tidak, setelah petani tersebut membandingkan nilai input dan nilai output penggunaan teknologi tersebut.

Menurut Surjanto, et al. (1991) yang termasuk faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar manusia, sedangkan kendala-kendala yang berhubungan dengan lingkungan di antaranya dapat dilihat dari faktor fisik dan biologis alam, sosial budaya dan politik atau kelembagaan.

Kendala-kendala yang berhubungan dengan faktor fisik adalah terjadinya perubahan lingkungan berupa kerusakan tanah, polusi udara, rendahnya mutu dan kualitas lahan, dan sebagainya. Sedangkan kendala yang berhubungan dengan faktor sosial adalah bila teknologi tersebut dianggap bertentangan dan dapat mengubah adat istiadat sistem sosial masyarakat setempat, agama dan kepercayaan.

Selanjutnya kendala-kendala yang berhubungan dengan politik dan kelembagaan, bisa terjadi dengan adanya kebijaksanaan pemerintah, turun naiknya harga yang diakibatkan oleh resesi ekonomi, tidak adanya bantuan luar negeri, atau bantuan pemerintah, tidak tersedianya bank atau KUD untuk memberikan kredit, penyediaan sarana angkutan, pemasaran dan sebagainya.

Kendala-kendala yang menghambat petani mengadopsi suatu inovasi dapat disebabkan oleh rendahnya faktor input dan output rumah tangga petani, adanya perubahan alam atau lingkungan hidup di luar kekuasaan manusia, kuatnya nilai-nilai budaya dan sosial politik.

Karakteristik Peternak

(34)

individu atau personal faktor yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan dan karakteristik psikologik. Termasuk karakteristik psikologik adalah rasionalitas, fleksibel mental, dogmatisme, orientasi terhadap usahatani dan kecenderungan atau kemudahan menerima informasi.

Sukmana (2001), mengemukakan bahwa melalui pendekatan ciri-ciri pribadi atau karakteristik individu, orang berasumsi bahwa keberhasilan seorang pemimpin berhubungan erat dengan dimiliki atau tidaknya pribadi tertentu seperti intelegensi, sifat dominan dan sebagainya. Sari (1995) menyatakan bahwa, karakteristik individu akan dibawa ke dalam pekerjaan seorang individu sehingga menimbulkan berbagai macam maksud, tujuan, kepentingan, kebutuhan, kesukaan kesetiaan, kesusahan kegemaran, kecakapan, kemampuan dan lain-lain. Karakteristik anggota kelompok akan diteliti dalam hubungannya dengan faktor-faktor penghambat penyuluhan teknologi pakan silase pada kelompok peternak sapi potong akan dijabarkan dibawah ini.

1. Umur

Umur dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam kehidupan sehingga terdapat keragaman sikap dan perilaku berdasarkan umur yang dimilikinya (Lumentha, 1997).

2. Pendidikan formal

Pendidikan salah satu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan (Gonzales, 1988). Pendidikan formal seseorang yang semakin tinggi semakin cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan dapat mempercepat cara berpikir seseorang (Lumentha, 1997).

3. Pendidikan non formal

(35)

4. Pengalaman beternak

Pengalaman merupakan pengetahuan yang sangat berarti dalam keberhasilan usaha yang dilakukan. Semakin lama seseorang bekerja pada satu bidang tertentu maka semakin berpengalaman orang tersebut dan semakin ahli orang tersebut bekerja dalam bidangnya.

5. Kosmopolitan

Dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang berada pada pola hubungan yang kosmopolitan kebanyakan dari mereka lebih cepat melakukan adopsi dibandingkan dengan petani yang tidak berada dalam pola hubungan kosmopolitan.

6. Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan merupakan jumlah penghasilan bersih yang diterima peternak dari usaha peternakan ataupun dari usaha lain yang diperoleh setiap bulannya.

7. Status dan luas pemilikan lahan

Status dan luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan secepatnya dalam upaya menerapkan suatu unsur inovasi. Menurut Soekartawi (1988) ukuran lahan usahatani berhubungan positif dengan adopsi. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan usahatani lebih lanjut.

8. Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana peralatan

Sarana dan prasarana peralatan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan usahatani. Tidak tersedianya sarana produksi, mengakibatkan keterlambatan dalam menanam, keterlambatan pemberantasan hama dan penyakit, keterlambatan penyiangan dan sebagainya. Begitu juga mengenai inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka, keberadaan sarana-sarana produksi di tempat menentukan tingkat kecepatan adopsi inovasi.

9. Kesempatan atau keterlibatan dalam kegiatan adopsi inovasi

(36)

peralatan dan teknik-teknik baru pertanian di negeri-negeri yang sedang berkembang (Gonzales, 1988).

10.Motivasi

Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berbuat atau bertindak dengan cara tertentu. Dorongan ini dapat berupa keinginan untuk melaksanakan inovasi teknologi alat mesin silase.

Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa dan hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2004). Menurut Mulyana (2001) persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi.

Reksowardoyo (1983) menyatakan bahwa faktor utama dalam persepsi adalah kemampuan seseorang mengambil sejumlah fakta dan informasi yang terbatas dan kemudian menyesuaikannya kepada suatu gambaran secara keseluruhan. Dua faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembentukan persepsi yaitu: (1) informasi yang sangat menunjang dimulainya persepsi dan (2) keadaan intern yang cenderung membantu interpretasi informasi baru yang lebih berarti terhadap kesan yang telah terbentuk.

Dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor struktural dan faktor fungsional. Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat rangsangan (stimuli) fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk ke dalam faktor pribadi, jadi yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang yang memberi respon terhadap rangsangan tersebut (Rakhmat, 2004).

(37)

mencakup sensasi dan atensi, kedua organisasi, ketiga interpretasi, dimana organisasi melekat pada interpretasi sebagai meletakan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna (Kenneth et al. dalam Mulyana, 2001).

Proses terbentuknya persepsi tidak terlepas dari bantuan alat indera (sensai) sebagai penanggap yang cepat terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna dan suara. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana stimuli- stimuli itu diseleksi, di organisasikan dan diinterpretasikan (Solomon dalam Sutisna, 1999). Gambar 1 berikut menggambarkan bagaimana stimuli ditangkap melalui indra (sensai) dan kemudian diproses oleh penerima stimuli (persepsi).

Gambar 2. Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon (Sutisna, 1999)

Schramm dalam Sastropoetro (1988) menegaskan bahwa taraf-taraf efek komunikasi yang terjadi dalam benak komunikan adalah timbulnya minat, timbulnya perhatian untuk mencari keterangan, timbulnya keinginan untuk memanfaatkan dan memilikinya, serta timbulnya pertimbangan-pertimbangan tentang manfaatnya. Pada prosesnya persepsi merupakan penerimaan informasi oleh seseorang mengenai sesuatu, sehingga ia mempersepsi obyek tersebut berdasarkan pengetahuan serta pengalaman yang ada dalam pikirannya.

Mulyana (2001) mengatakan bahwa persepsi merupakan serangkaian tiga jenis proses yaitu : seleksi, organisasi dan interpretasi. Ketiga proses tersebut berlangsung nyaris serempak.

Seleksi merupakan proses memusatkan perhatian terhadap beberapa dimensi yang relevan dari sejumlah rangsangan yang ada. Tidak semua rangsangan menarik perhatian seseorang, hanya sebagian kecil saja yang diubah menjadi kesadaran. Organisasi adalah kegiatan menyusun rangsangan ke dalam bentuk yang sederhana

(38)

dan terpadu, sedangkan interpretasi merupakan proses di mana seseorang membentuk penilaian-penilaian dan mengambil kesimpulan.

Susanto (1977) menyatakan bahwa persepsi seseorang menentukan tingkat keputusan inovasi. Lebih lanjut dikatakan Rakhmat (2004), bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor struktural dan fungsional. Secara struktural fungsional ditentukan oleh karakteristik orang yang mempersepsi. David Krech dan Cruttchfield dalam Rakhmat (2004) mengatakan bahwa persepsi selain di tentukan oleh faktor personal juga faktor situasional.

Hubungan Karakteristik Peternak dan Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi

Meskipun seseorang atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama mengalami kejadian yang sama serta mengalami stimulan yang sama, kemungkinan terjadi penerimaan, penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang mereka alami. Persepsi seperti juga sensasi yang dikatakan Rakhmat (2004) ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor-faktor personal yang secara langsung mempengaruhi kecermatan persepsi adalah : (1) pengalaman, yang tidak selalu diperoleh lewat belajar formal, (2) motivasi, (3) kepribadian. Sejalan dengan pandangan di atas Tubbs dan Moss (1966) mengatakan bahwa perangkat psikologis mempengaruhi persepsi antar personal. Cara penafsiran mengungkapkan suatu keinginan dari masa lalu. Hal ini sejalan dengan pendapat De vito (1997) yang mengemukakan bahwa karakteristik seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang.

Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa karakteristik personal dapat mempengaruhi penerimaan individu terhadap perubahan atas unsur seperti pendidikan, tempat tinggal, kedudukan orang tua, kemampuan mengelola, kesehatan, umur dan sikap.

(39)

Hubungan karakteristik petani dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi telah banyak diteliti beberapa hasil penelitian dan pendapat para ahli diuraikan di bawah ini:

(1) Umur

Umur berhubungan dengan cepat tidaknya adopsi teknologi oleh petani, hal ini sesuai dengan yang dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang lebih tua tampaknya cenderung kurang melakukan divusi inovasi pertanian dibandingkan dengan mereka yang umurnya relatif muda.

(2) Pendidikan

Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan tingkat penilaian dan keputusan adopsi inovasi, seperti yang dikatakan oleh Rogers (1983) bahwa orang-orang yang mengadopsi inovasi lebih awal dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Hal yang sama dikatakan Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi.

(3) Pengalaman Bertani

Faktor pengalaman mempunyai hubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi. Menurut Soekartawi (1988) petani yang berpengalaman lebih cepat mengadopsi teknologi dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman.

(4) Kosmopolitan

Dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang berada pada pola hubungan yang kosmopolitan kebanyakan dari mereka lebih cepat melakukan adopsi dibandingkan dengan petani yang tidak berada dalam pola hubungan kosmopolitan.

(5) Pendapatan

Menurut Soekartawi (1988) bahwa petani yang berpenghasilan rendah lambat untuk melakukan divusi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi mampu untuk melakukan percobaan-percobaan dan perubahan.

(6) Status dan Luas Pemilikan Lahan

(40)

Soekartawi (1988) ukuran lahan usahatani berhubungan positif dengan adopsi. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan usahatani lebih lanjut.

(7) Aksesibilitas terhadap Sarana dan Prasarana Peralatan

Sarana produksi adalah faktor penting dalam peningkatan usahatani. Tidak tersedianya sarana produksi di tempat, mengakibatkan keterlambatan dalam menanam, keterlambatan pemberantasan hama dan penyakit, keterlambatan penyiangan dan sebagainya. Begitu juga mengenai adopsi inovasi teknologi mesin silase, keberadaan sarana-sarana produksi di tempat menentukan tingkat kecepatan adopsi inovasi.

(8) Kesempatan atau Keterlibatan dalam Kegiatan Inovasi

Semakin sering anggota terlibat dalam suatu kegiatan adopsi inovasi teknologi maka akan semakin paham dengan teknologi tersebut. Hal ini sejalan dengan mengemukakan bahwa petak demonstrasi telah terbukti berguna untuk membantu mayakinkan petani akan manfaat bibit, peralatan dan teknik-teknik baru pertanian di negeri-negeri yang sedang berkembang (Gonzales, 1988).

(9) Motivasi

(41)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, pada anggota kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari dan peternak sapi potong kereman bukan anggota kelompok. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut digalakkan program pengembangan peternakan melalui inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Waktu penelitian selama sebulan yaitu 27 Maret-24 April 2006.

Populasi Dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka yang berada di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati yaitu sebanyak 32 orang peternak sapi potong kereman. Penelitian ini mengambil sampel seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka (sensus).

Desain Penelitian

Penelitian dirancang sebagai survai yang bersifat deskriptif pada peternak sapi potong kereman di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Desain penelitian ini berbentuk studi kasus. Peubah yang diteliti terdiri dari peubah bebas dan peubah terikat. Peubah bebas adalah karakteristik anggota kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari dan bukan anggota kelompok, sedangkan peubah terikatnya adalah persepsinya terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka.

Data dan Instrumentasi

(42)

diteliti dari kantor desa setempat dan data yang dimiliki oleh kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari.

Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama untuk melihat karakteristik responden, bagian kedua untuk melihat persepsi responden terhadap sifat-sifat inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan selama sebulan yaitu mulai 27 Maret-24 April 2006 di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati dengan cara kunjungan dan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner langsung dengan peternak responden dan dinas yang terkait dengan program pengembangan silase onggok tapioka. Pengumpulan data melibatkan instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati dan aparat desa setempat.

Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diolah dan dianalisis dengan prosedur sebagai berikut :

1) Analisis statistik deskriptif, yaitu untuk melihat keragaman karakteristik peternak yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman beternak, kekosmopolitan, tingkat pendapatan keluarga, status lahan, luas lahan, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana peralatan, keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi, motivasi.

2) Analisis rataan skoring untuk melihat persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase.

(43)

rs = 1−

Keterangan :

rs = koefisien korelasi rank Spearman n = banyak jenjang

d = selisih dua jenjang untuk indikator yang sama

Definisi Istilah

Definisi operasional dan beberapa istilah yang yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Peternak adalah beberapa ciri pribadi peternak yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman beternak, kekosmopolitan, tingkat pendapatan keluarga, status lahan, luas lahan, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana, keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi, motivasi.

Umur adalah usia jumlah tahun sejak responden dilahirkan sampai saat menjadi responden dalam penelitian. Dikategorikan dalam : umur muda, yaitu umur responden yang sama atau di bawah umur rata-rata dan umur tua yaitu umur responden di atas umur rata-rata.

Pendidikan Formal adalah lamanya responden duduk di bangku sekolah formal yang terakhir ditempuh responden. Dikategorikan : tidak tamat SD dan tamat SD yang didasarkan pada sebaran populasi.

Pendidikan Non Formal adalah kursus/pelatihan yang pernah diikuti responden. Dikategorikan tidak pernah mengikuti kursus dan pernah mengikutu kursus.

Pengalaman Beternak adalah lamanya (tahun) responden bekerja di bidang peternakan sampai saat wawancara. Dikategorikan dengan rendah yaitu pengalaman beternak sama atau kurang dari rata-rata dan tinggi yaitu pengalaman beternak di atas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi.

Tingkat Pendapatan Keluarga adalah jumlah penghasilan bersih yang diterima peternak dari usaha peternakan ataupun dari usaha lain yang diperoleh responden setiap bulannya. Dikategorikan : rendah, apabila penghasilan bersih responden yang nilainya di bawah atau sama dengan pendapatan rata-rata. Tinggi, apabila jumlah penghasilan bersih responden yang nilainya di atas pendapatan rata-rata.

Kekosmopolitan adalah kemampuan dan keterbukaan responden dalam menerima dan mencari informasi atau ide-ide baru yang berhubungan dengan berbagai sumber informasi tentang mesin silase di luar sistem sosialnya, yang dinyatakan dalam frekuensi (satuan kali dalam satu bulan). Dikategorikan dengan skor rendah dan tinggi.

(44)

Status Lahan adalah status pemilikan lahan garapan yang digunakan untuk usahatani/ternaknya. Dikategorikan pemilik dan penyewa didasarkan pada sebaran populasi sampel.

Luas Lahan adalah hamparan lahan yang digarap responden yang dinyatakan dalam hektar yang didasarkan pada sebaran populasi, dikategorikan : lahan sempit dan lahan luas.

Aksesibilitas terhadap Sarana dan Prasarana Peralatan, adalah tersedianya suku cadang dan bengkel teknologi alat mesin tersebut dilokasi. Dikategorikan tersedia dan tidak tersedia, didasarkan pada sebaran populasi.

Keterlibatan dalam Kegiatan Inovasi adalah frekuensi menghadiri kegiatan inovasi teknologi mesin silase yang dilaksanakan. Dikategorikan dengan rendah yaitu kehadiran dalam kegiatan inovasi mesin silase sama atau kurang dari rata-rata dan tinggi yaitu kehadiran dalam kegiatan inovasi mesin silase di atas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi.

Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk melaksakan inovasi teknologi mesin silase. Dikategorikan rendah apabila responden tidak melaksanakan inovasi yang ada dan tinggi apabila responden melaksanakan inovasi yang diberikan.

2. Persepsi terhadap Inovasi Teknologi Alat Mesin Silase Onggok Tapioka adalah penilaian dan pernyataan responden tentang inovasi teknologi alat mesin silase limbah onggok tapioka, yang meliputi : keuntungan relatif (relatif advantage), kesesuaian terhadap nilai-nilai kebutuhan peternak (compatibility), kesederhanaan untuk mudah dimengerti dan dipahami (simplicity), kemungkinan untuk dicoba (triability), dan mudah diamati atau dirasakan (observability).

Keuntungan Relatif (relative advantages), adalah tingkatan dimana suatu ide baru dapat dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.

Kesesuaian terhadap Nilai-nilai Kebutuhan Petani (compatibility), adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan adopter (penerima). Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel.

Kesederhanaan untuk Mudah Dimengerti dan Dipahami (simplicity), adalah tingkat di mana suatu inovasi dianggap mudah untuk dimengerti dan digunakan.

Kemungkinan untuk Dapat Dicoba (triability), adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil, hal ini akan memperkecil resiko bagi adopter, karena inovasi yang tidak dapat dicoba mengakibatkan terhambatnya proses adopsi inovasi.

(45)

GAMBARAN UMUM LOKASI

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam kegiatan Proyek Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah mengembangkan inovasi dengan cara memberikan bantuan teknologi mesin silase kepada Kelompok Peternak Margo Lestari Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Teknologi mesin silase onggok tapioka adalah suatu teknologi yang dirancang untuk mengatasi penanganan limbah onggok tapioka pada industri pabrik tapioka di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Melimpahnya limbah onggok tapioka disebabkan di kawasan ini terdapat 512 pabrik tapioka. Adapun tujuan dari bantuan ini adalah untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah onggok tapioka yang melimpah dan juga untuk menciptakan nilai tambah limbah onggok tapioka menjadi pakan ternak khususnya pakan silase. Keuntungan lainnya dari pemanfaatan limbah onggok tapioka menjadi pakan silase adalah harganya murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia serta mempunyai kandungan karbohidrat tinggi sebagai sumber energi. Dengan demikian, diharapkan para peternak didaerah tersebut mempunyai tambahan diversifikasi pakan yang potensial untuk dikembangkan. Karena selain untuk kebutuhan pakan ternak mereka sendiri, peternak juga dapat menjual pakan silase ke peternak lain dan industri peternakan di luar kawasan tersebut, sehingga diharapkan akan meningkatkan pendapatan para peternak.

Adapun jenis-jenis teknologi alat mesin silase tersebut adalah : 1. Mesin diesel

Mesin diesel merupakan alat yang dipakai sebagai tenaga penggerak pada mesin perajang (chopper), mesin penepung, mesin pembuat pelet.

2. Mesin perajang (chopper)

(46)

3. Mesin pencampur

Mesin pencampur merupakan alat yang digunakan sebagai pencampur antara hijauan dengan onggok yang menyebabkan campuran lebih homogen sehingga nilai nutrisi pada pakan akan menjadi lebih merata.

4. Mesin penepung

Mesin penepung merupakan alat yang digunakan untuk memperkecil ukuran bahan yang akan dicampur. Hal ini diperlukan selain mempermudah proses pencampuran juga meningkatkan kualitas hasil pencampuran yang lebih homogen. Selain itu ukuran yang lebih kecil (tepung), juga akan memudahkan ternak dalam mencerna pakan yang diberikan.

5. Mesin pembuat pelet

Mesin pembuat pelet merupakan alat pencetak yang digunakan untuk pembuatan pelet. Pembuatan pelet selain bertujuan untuk mempermudah penyimpanan dan transportasi juga memudahkan ternak untuk mengkonsumsi pakan tersebut. 6. Mesin fermentasi (fermentator)

Mesin fermentasi merupakan tempat menyimpan bahan yang akan difermentasi dengan tujuan dapat mempertahankan keadaan lingkungan (kelembaban, suhu, pencahayaan dan lain-lain) sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang.

7. Mesin pengering

Mesin pengering merupakan alat yang digunakan untuk menghilangkan air yang terkandung dalam bahan sampai tingkat tertentu.

8. Mesin pengepres (hand press)

Mesin pengepres merupakan alat yang digunakan untuk menurunkan kadar air onggok yang mempengaruhi kelembaban.

9. Alat pemasakan (sterilisasi)

Alat pemasakan merupakan alat yang digunakan untuk menguraikan struktur makro molekul dan menurunkan resiko kontaminan atau sebagai alat sterilisasi.

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1) umur, 2) pendidikan formal, 3) pendidikan non formal, 4) pengalaman beternak, 5) tingkat pendapatan keluarga, 6) kekosmopolitan, 7) status lahan, 8) luas lahan, 9) aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana, 10) keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi, 11) motivasi. Sebaran peternak menurut karakteristik peternak dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran peternak menurut karakteristik peternak

No. Karakteristik peternak Kategori Respon den 2. Pendidikan formal Tidak Sekolah-Tidak tamat SD

Tamat SD-Tamat Perguruan Tinggi

4 28

12% 88% 3. Pendidikan non formal Tidak pernah

Pernah

12 20

38% 62% 4. Pengalaman beternak Rendah (1-13 tahun)

Tinggi (14-30 tahun)

16 16

50% 50%

5. Kekosmopolitan Rendah

Tinggi

18

14

56%

44%

6. Tingkat pendapatan keluarga Rendah (Rp.117.000 - Rp.365.633)

Tinggi (Rp.365.634 -Rp.1.012.000)

9. Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana

10. Keterlibatan dalam kegiatan inovasi

11. Motivasi Rendah

(48)

Umur

Tabel 1 menunjukkan dari 32 peternak berkategori muda (59%) dengan rata-rata 41 tahun dan (41%) berkategori tua. Secara umum Tabel 1 menunjukkan bahwa peternak sebagian besar termasuk ke dalam kelompok berusia muda. Mayoritas anggota kelompok peternak berusia antara 17-41 tahun dan sebagian kecil peternak berusia tua antara 42-62 tahun. Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui. Dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun mereka sebenarnya masih belum berpengalaman dalam adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988). Mengacu pada pendapat tersebut, peternak yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka mayoritas berusia muda sehingga dapat dikatakan berpotensi untuk menerima inovasi dengan cepat.

Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan formal peternak umumnya tergolong rendah (88%) tamat SD, sisanya (12%) sangat rendah yaitu tidak tamat SD. Latar belakang pendidikan formal peternak yang relatif dapat baca tulis ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dibina sumberdayanya lebih lanjut yang merupakan modal dan motivasi mereka untuk lebih terbuka terhadap adopsi inovasi.

Pendidikan Non Formal

Sebagian besar peternak (62%) pernah mengikuti pendidikan non formal, sebagian kecil (38%) yang tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal. Dengan demikian mayoritas peternak memiliki pengalaman mengikuti pendidikan non-formal untuk menunjang usahanya, sebagian besar pendidikan non-non-formal yang didapat adalah dengan mengikuti kegiatan kursus pembuatan pakan silase yang baru-baru ini dilaksanakan, sehingga hal tersebut sangat menunjang kemampuan mereka dalam pembuatan pakan silase serta pengoperasian mesinnya.

Pengalaman Beternak

(49)

Kekosmopolitan

Kekosmopolitan peternak rendah (56%), di mana rata-rata dua kali pergi ke kota dalam satu bulan. Rendahnya tingkat kekosmopolitan karena peternak merasa bahwa untuk memperoleh informasi secara teori cukup dengan tetangga, ketua kelompok ternak dan tokoh masyarakat, kecuali ada kegiatan seminar teknologi yang berhubungan dengan peternakan dan sejenisnya.

Tingkat Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan keluarga sebagian besar (56%) dengan rata-rata pendapatan keluarga Rp.365.633 kisaran terendah Rp.117.000 dan tertinggi Rp.1.012.000. Hasil tersebut memperlihatkan adanya variasi pendapatan keluarga. Variasi pendapatan keluarga tersebut menurut Hermawanto (1993) sangat tergantung oleh berbagai faktor antara lain : 1) faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapannya, yang mempunyai lahan lebih luas akan mampu memproduksi lebih besar dan penghasilannya juga relatif lebih tinggi, 2) status pemilikan lahannya, yang mempunyai status pemilik akan lebih besar penghasilannya, 3) faktor yang berhubungan dengan jenis cabang usahatani atau usahaternak yang dikerjakan akan mempunyai penghasilan yang lebih besar, 4) macam pekerjaan tambahan yang diperoleh oleh peternak, faktor ini memberikan penghasilan yang besarnya bergantung pada besarnya skala usaha yang dijalankan.

Status Lahan

Status lahan yang digarap sebagian besar (72%) adalah pemilik, sisanya sebanyak (28%) adalah lahan sewaan. Faktor ini dapat menjadi salah satu pendukung tambahan pendapatan mereka, karena yang mepunyai status pemilik lahan akan relatif lebih besar penghasilannya.

Luas Lahan

(50)

baik dan lebih banyak dapat memanfaatkan lahannya untuk usaha tani dan usaha ternaknya sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi, lebih-lebih pada saat penelitian berlangsung banyak petani yang diuntungkan dengan peningkatan harga ubi kayu yang mencapai (400%) dari harga semula yang merupakan jenis tanaman yang ditanam sebagian besar peternak. Peternak yang mempunyai luas lahan yang sempit meskipun mampu menggarap lahannya secara efisien akan tetapi produksi yang dihasilkan akan relatif lebih rendah.

Aksesibilitas terhadap Sarana dan Prasarana

Sebanyak (100%) peternak menyatakan bahwa sarana dan prasarana di lokasi penelitian tersedia yaitu berupa mesin silase. Hal ini dapat dimungkinkan karena mesin silase tersebut merupakan bantuan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang diperuntukkan untuk semua peternak yang ada di daerah tersebut dan dipakai sebagai mesin pembuat pakan silase dari bahan baku onggok tapioka. Keterlibatan dalam Kegiatan Inovasi

Keterlibatan dalam kegiatan inovasi tinggi (62%), selebihnya rendah (38%) dengan rata-rata 6 kali dalam satu tahun terakhir. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa umumnya peternak menghadiri kegiatan inovasi di bawah enam kali dalam satu tahun.

Motivasi

Sebagian besar peternak (84%) memiliki motivasi tinggi untuk melaksanakan inovasi teknologi mesin silase, dan sisanya (16%) memiliki motivasi rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peternak mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengaplikasikan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.

Persepsi Peternak tehadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka

(51)

persepsi peternak terhadap kesederhanaan (pengoperasian, tenaga kerja terampil, sarana dan prasarana), 4) persepsi peternak terhadap dapat dicobanya suatu inovasi (dicoba dalam skala kecil), 5) persepsi peternak terhadap dapat diamatinya suatu inovasi (produksi (hasil), kualitas produksi (mutu) dan ongkos produksi). Persepsi peternak tehadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka dapat disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rataan skor persepsi peternak tehadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka

No. Variabel Dimensi variabel Rataan skor

1.

1.1 Manfaat ekonomis 1.2 Manfaat/kelebihan teknis 2.1 Kondisi lingkungan 2.2 Adat istiadat 2.3 Kebutuhan 3.1 Pengoperasian 3.2 Tenaga kerja terampil 3.3 Sarana dan prasarana 4.1 Dicoba dalam skala kecil 5.1 Produksi

5.2 Kualitas produksi 5.3 Ongkos produksi

2.00

Kisaran skor yang digunakan adalah

1.1),1.2), 5.3) 1 = mahal, 2 = sama saja, 3 = murah

2.1),2.2), 2.3) 1 = kurang sesuai, 2 = cukup sesuai, 3 = sangat sesuai 3.1) 1 = sulit, 2 = sama saja, 3 = mudah

3.2) 1 = sangat perlu, 2 = cukup perlu, 3 = kurang perlu 3.3) 1 = kurang tersedia, 2 = cukup tersedia, 3 = sangat tersedia 4.1) 1 = tidak dapat dicoba, 2 = cukup dapat dicoba, 3 = dapat dicoba 5.1) 1 = kurang terlihat, 2 = cukup telihat, 3 = sangat terlihat 5.2) 1 = kurang baik, 2 = cukup baik, 3 = sangat baik

Persepsi Peternak terhadap Keuntungan Relatif

(52)

dibedakan menjadi dua macam, yaitu 1) manfaat ekonomis adalah keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dengan adanya inovasi, 2) manfaat/kelebihan teknis adalah keuntungan dari segi biaya operasinal dan perawatan mesin. Suatu inovasi akan cepat diadopsi apabila inovasi tersebut memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan teknologi yang ada sebelumnya.

Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor mengenai manfaat ekonomis adalah 2.00. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa peternak menyatakan bahwa dari manfaat ekonomis inovasi mesin silase dianggap mempunyai manfaat sama saja dibandingkan dengan cara tradisional. Rataan skor mengenai manfaat/kelebihan teknis adalah 1.86. Nilai tersebut menunjukkan sebagian peternak menganggap bahwa inovasi mesin silase mempunyai manfaat/kelebihan teknis yang sama dibandingkan dengan cara tradisional.

Persepsi Peternak terhadap Kesesuaian

Kesesuaian suatu inovasi adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan adopter (penerima). Kesesuaian suatu inovasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu 1) kondisi lingkungan adalah keadaan tempat tinggal peternak, 2) adat istiadat adalah tata cara, nilai budaya atau kebiasaan peternak, 3) kebutuhan adalah keinginan yang kompatibel dengan kondisi peternak. Ide yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang sesuai. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor untuk kesesuaian inovasi mesin silase terhadap kondisi lingkungan adalah 2.84. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sangat sesuai untuk penerapan inovasi mesin silase. Sangat cocoknya kondisi lingkungan ini didukung oleh bahan baku utama pembuatan pakan silase yaitu limbah onggok tapioka yang melimpah di lokasi. Selain itu pengolahan limbah onggok tapioka tersebut juga dapat meningkatkan nilai tambah onggok tapioka menjadi pakan silase dan juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

Gambar

Gambar   1. Hubungan antara Karakteristik dan Persepsi Peternak terhadap
Gambar 2.  Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon
Tabel 1. Sebaran peternak menurut karakteristik peternak
Tabel 2.  Rataan skor persepsi peternak tehadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan positif yang

Perbedaan kekerasan paduan Ti-6Al- 4V yang didapatkan dalam penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu diantaranya dapat diakibatkan perbedaan lama waktu

Pada penelitian ini yang digunakan sebagai populasi adalah seluruh kepala keluarga yang merambah kawasan Hutan Lindung Register 39 Kabupaten Lampung Tengah yaitu kelompok Wana

(2) Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS, peserta didik dengan Kecerdasan Emosional tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada

Unsur N sangat dibutuhkan pada stadia awal pertumbuhan tanaman, dimana N merupakan penyusun senyawa-senyawa organik penting seperti asam amino, protein dan

Bentuk saluran pemasaran buah naga di Desa Sanggulan adalah saluran dua tingkat yaitu dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan

Dari hasil perhitungan NRR dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian dapat dijadikan sebagai sumber bibit atau sapi potong dari lokasi penelitian ini dapat

Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan pengetahuan hukum perkawinan pelaku cerai gugat dan faktor penyebab perceraian