Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK
MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI IPA
di SMA Negeri 11 Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
Rofiq Robithulloh Murod 0905658
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
==================================================
PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK
MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA
Oleh
Rofiq Robithulloh Murod
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Rofiq Robithulloh Murod 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
LEMBAR PENGESAHAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK
MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI IPA
di SMA Negeri 11 Kota Bandung)
Oleh
Rofiq Robithulloh Murod NIM. 0905658
DISAHKAN DAN DISETUJUI OLEH:
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Nanang Priatna, M.Pd. NIP. 19630331 198803 1 001
Pembimbing II,
Dra. Hj. Rini Marwati, M.S. NIP. 19660625 199001 2 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK
MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA
Oleh
Rofiq Robithulloh Murod
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai matematika Indonesia dalam studi komparatif internasional PISA. Dalam penelitian tersebut, kemampuan literasi matematis siswa Indonesia terutama kemampuan literasi matematis di atas level 2 memiliki skor yang sangat kecil dan jauh dari rata-rata internasional. Untuk itu diperlukan suatu cara yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan literasi matematis siswa terutama untuk level 3 dan level 4. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan metacognitive scaffolding menggunakan multimedia interaktif. Berdasarkan hal tersebut akan dibandingkan peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 antara siswa SMA yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan metacognitive scaffolding menggunakan multimedia interaktif dan siswa SMA yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi-eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretest postest. Penelitian dilakukan terhadap dua kelas dari lima kelas XI IPA di SMAN 11 Kota Bandung. Di dalam penelitian ini terdapat dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen terdiri dari 41 orang siswa mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan
metacognitive scaffolding menggunakan multimedia interaktif, sedangkan kelas
kontrol terdiri dari 39 siswa mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, 1. Peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metacognitive scaffolding lebih baik daripada peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan langsung. 2. Siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metacognitive
scaffolding, terhadap multimedia pembelajaran matematika interaktif, dan
terhadap soal-soal literasi matematis.
Kata Kunci: Kemampuan Literasi Matematis Level 3 dan level 4, Pendekatan
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
THE METACOGNITIVE SCAFFOLDING APPROCH USING INTERACTIVE MULTIMEDIA TO ENHANCE SENIOR HIGH SCHOOL
STUDENTS’ MATHEMATICAL LITERACY
By
Rofiq Robithulloh Murod
ABSTRACT
The background of this research is caused by Indonesian’s mathematics grade in
international comparative research PISA which is very low. In that study,
Indonesia students’ mathematical literacy ability especially for level 2 and above are very low and far from international average. So, it’s necessary to find a way to enhance and develop students’ mathematical literacy ability especially for level 3 and level 4. One of the alternative way that can use is metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia in mathematics learning. Be based on that, this study will compare the enhancement of mathematical literacy ability level 3 and level 4 between students who take mathematical learning with metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia and students who take mathematical learning with direct learning approach. This research used a quasi-experimental design with pretest posttest control. This research held in two classes from five available XI IPA classes in SMAN 11 Bandung. In this study there are two groups: experimental and control group. The experimental group consists of 41 students who learn mathematics by metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia, while the control group consists of 39 students, learning mathematics by direct approach. Based on the results and discussions of this study, it can conclude that, 1) The enhancement of students’ mathematical literacy level 3 and level 4 who learning mathematics with metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia higher than students who earn a direct approach. 2) The students show a positive responces toward mathematics, learning mathematics with metacognitive scaffolding approach and toward interactive multimedia as well as toward mathematical literacy questions.
Keywords: mathematical literacy ability, metacognitive scaffolding approach,
iv
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR DIAGRAM ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Batasan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
F. Definisi Operasional ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Literasi Matematis ... 12
1. Literasi Matematis Level 3 ... 15
2. Literasi Matematis Level 4 ... 16
B. Pendekatan Metacognitive Scaffolding... 18
1. Metakognitif ... 18
2. Scaffolding ... 19
3. Metacognitive Scaffolding ... 20
C. Multimedia Pembelajaran Interaktif ... 24
v
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Multimedia Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer ... 25
D. Penerapan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Metacognitive Scaffolding untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa ... 27
E. Pendekatan Langsung ... 29
F. Sikap ... 30
G. Hipotesis Penelitian ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32
B. Populasi dan Sampel Penelitian... 33
C. Instrumen Penelitian ... 33
1. Instrumen Tes ... 34
a. Validitas Soal ... 35
b. Reliabilitas Soal ... 38
c. Daya Pembeda ... 39
d. Indeks Kesukaran ... 40
2. Instrumen Non Tes ... 42
a. Angket ... 42
b. Lembar Observasi ... 42
D. Prosedur Penelitian ... 42
E. Prosedur Analisis Data ... 43
1. Analisis Data Kuantitatif ... 43
2. Analisis Data Kualitatif ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49
1. Analisis Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis Level 3 ... 49
vi
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Level 3 ... 49
b. Uji Kesamaan Skor Pretes Literasi Matematis Level 3
antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51
1) Uji Normalitas Distribusi ... 51
2) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 52
c. Uji Perbedaan Gain Kemampuan Literasi Matematis
Level 3 antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54
1) Uji Normalitas Distribusi Data Indeks Gain ... 54
2) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 55
d. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Literasi
Matematis Level 3 ... 57
2. Analisis Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis
Level 4 ... 57
a. Deskripsi Data Pretes dan Postes Literasi Matematis
Level 4 ... 57
b. Uji Kesamaan Skor Pretes Literasi Matematis Level 4
antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 60
1) Uji Normalitas Distribusi ... 60
2) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 61
c. Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes Kemampuan
Literasi Matematis Level 4 antara Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol ... 62
1) Uji Normalitas Distribusi ... 62
2) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 63
d. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Literasi
Matematis Level 4 ... 64
3. Analisis Data Hasil Observasi dan Pengamatan ... 65
vii
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a. Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Matematika
Menggunakan Multimedia Interaktif... 68
b. Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Metacognitive Scaffolding ... 69
c. Pendapat terhadap Penggunaan Multimedia Interaktif . 71 d. Pendapat terhadap Soal-Soal Literasi Matematis ... 72
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72
1. Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis Level 3 ... 72
2. Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis Level 4 ... 75
3. Deskripsi Sikap Siswa ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN
viii
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Literasi Matematis Level 3
Berdasarkan Aspek Literasi Matematis ... 16
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Literasi Matematis Level 4 Berdasarkan Aspek Literasi Matematis ... 17
Tabel 2.3 Butir-Butir Metacognitive Scaffolding Berdasarkan Kepada Literasi Matematis ... 23
Tabel 2.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Dalam Pendekatan Metacognitive Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Model Tutorial ... 28
Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 36
Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 3 ... 36
Tabel 3.3 Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 4 ... 37
Tabel 3.4 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 38
Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Literasi Matematis ... 39
Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 40
Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 40
Tabel 3.8 Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran ... 41
Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 41
Tabel 3.10 Interpretasi Nilai Indeks Gain ... 47
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pretes Literasi Matematis Level 3 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data Postes Literasi Matematis Level 3 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Literasi Matematis Level 3 .... 52
Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Pretes Literasi Matematis Level 3 ... 53
ix
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Literasi Matematis Level 3 54
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain Kemampuan
Literasi Matematis Level 3 55
Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Indeks Gain Kemampuan
Literasi Matematis Level 3 ... 56
Tabel 4.8 Komposisi Interpretasi Indeks Gain Kemampuan
Literasi Matematis Level 3 ... 57
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Data Pretes Literasi Matematis Level 4
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59
Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Data Postes Literasi Matematis Level 4
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Literasi Matematis Level 4 .... 61
Tabel 4.12 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Pretes Literasi Matematis
Level 4 ... 62
Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Data Postes Literasi Matematis 63
Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes
Literasi Matematis Level 4 ... 64
Tabel 4.15 Komposisi Interpretasi Indeks Gain Kemampuan
Literasi Matematis Level 4 ... 65
Tabel 4.16 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru ... 65
x
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 3 Kelas
Eksperimen ... 49
Diagram 4.2 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 3 Kelas
Kontrol ... 50
Diagram 4.3 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 4 Kelas
Eksperimen ... 58
Diagram 4.4 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 4 Kelas
Kontrol ... 58
Diagram 4.5 Respon Siswa Mengenai Minat terhadap Matematika ... 68
Diagram 4.6 Respon Siswa Mengenai Persepsi terhadap Matematika ... 69
Diagram 4.7 Respon Siswa tentang Minatnya terhadap Pembelajaran MS .. 69
Diagram 4.8 Respon Siswa tentang Kesungguhannya Ketika Belajar
Matematika dengan Menggunakan Pendekatan MS ... 70
Diagram 4.9 Respon Siswa tentang Manfaat Pembelajaran dengan
Pendekatan Metacognitive Scaffolding... 70
Diagram 4.10 Respon Siswa Mengenai Manfaat Multimedia Interaktif ... 71
Diagram 4.11 Respon Siswa tentang Minat terhadap Penggunaan
Multimedia ... 71
xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 RPP Kelas Eksperimen ... 84
A.2 RPP Kelas Kontrol ... 104
A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 123
A.4 Screenshoot Program Multimedia Interaktif ... 131
LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 152
B.2 Naskah Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 155
B.3 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 157
B.4 Lembar Observasi Siswa ... 163
B.5 Lembar Pengamatan Guru ... 164
B.6 Kisi-kisi Angket Siswa ... 165
B.7 Format Angket Siswa ... 166
LAMPIRAN C DATA HASIL UJI COBA INSTRUMEN C.1 Skor Hasil Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 3 ... 168
C.2 Hasil Pengolahan Data Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 3 ... 170
C.3 Skor Hasil Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 4 ... 172
C.4 Hasil Pengolahan Data Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 4 ... 174
C.5 Hasil Pengolahan Data Menggunakan Software Anates ... 177
C.6 Tabel Nilai-Nilai r Product Momen ... 178
LAMPIRAN D DATA HASIL PENELITIAN D.1 Skor Pretes, Postes dan Indeks Gain Kemampuan Literasi Matematis Level 3 Kelas Eksperimen ... 179
D.2 Skor Pretes, Postes dan Indeks Gain Kemampuan Literasi Matematis Level 3 Kelas Kontrol ... 181
xii
D.4 Skor Pretes, Postes dan Indeks Gain Kemampuan Literasi Matematis
Level 4 Kelas Kontrol ... 185
D.5 Hasil Angket Siswa ... 187
D.6 Pengolahan Data Hasil Angket Siswa ... 189
LAMPIRAN E HASIL PENGUMPULAN DATA E.1 Contoh Hasil Postes Kemampuan Literasi Matematis Kelas Eksperimen ... 191
E.2 Contoh Hasil Postes Kemampuan Literasi Matematis Kelas Kontrol ... 201
E.3 Hasil Observasi dan Pengamatan ... 209
LAMPIRAN F PENYUSUNAN PROGRAM F.1 Storyboard Program Multimedia Interaktif Pertemuan I ... 215
F.2 Storyboard Program Multimedia Interaktif Pertemuan II ... 220
F.3 Storyboard Program Multimedia Interaktif Pertemuan III... 230
LAMPIRAN G SURAT-SURAT G.1 Surat Tugas Dosen Pembimbing ... 241
G.2 Kartu Bimbingan ... 242
G.3 Surat Ijin Penelitian ... 243
G.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 244
G.5 Surat Persetujuan Ujian Sidang ... 245
1
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan ketentuan umum Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara. Maka pendidikan merupakan suatu kebutuhan guna
mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat memberi jalan kepada generasi
mendatang untuk dapat menyongsong masa depan yang lebih baik, serta mampu
mengatasi berbagai tantangan yang merintangi jalan menuju suatu cita-cita luhur
yaitu terwujudnya negara adil dan makmur.
Sejalan dengan pengertian pendidikan tersebut, dirumuskanlah fungsi dan
tujuan pendidikan nasional dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Standar Pendidikan Nasional disusun
sebagai acuan bagi pencapaian mutu pendidikan. Hasil belajar dipandang
merupakan indikator mutu dari keterlaksanaan standar-standar pendidikan di
satuan pendidikan.
Banyak sekali hambatan yang muncul dalam dunia pendidikan. Salah satu
masalah yang sering timbul adalah susahnya mengubah kebiasaan belajar siswa
2
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
belajar mandiri. Pengertian belajar mengajar sendiri adalah interaksi timbal balik
antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran.
Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Dalam
setiap interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur yaitu adanya tujuan yang
hendak dicapai, adanya siswa dan guru, adanya bahan pelajaran yang akan
diajarkan, adanya metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar
mengajar, dan adanya penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh
ketercapaian tujuan. Istilah belajar sendiri berarti suatu proses perubahan sikap
dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar (buku, guru,
media, lingkungan, atau sesama teman). Sedangkan istilah mengajar dalam
pengertian ini adalah menciptakan situasi yang mampu merangsang minat siswa
untuk belajar.
Menurut Slameto (2003: 54-71), ada berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi belajar, yang dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu faktor-faktor
intern dan faktor-faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar, yaitu faktor jasmaniah, seperti: kesehatan dan cacat
tubuh; faktor psikologis, seperti: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kesiapan; dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern adalah
faktor yang ada di luar individu, yaitu faktor keluarga, seperti: cara orang tua
mendidik, hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; faktor sekolah,
seperti: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan
siswa dengan siswa, alat pelajaran, dan lain sebagainya; faktor masyarakat,
seperti: media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Melihat dasar-dasar di atas, maka lembaga pendidikan sebagai salah satu
tempat belajar mengajar dituntut untuk dapat berperan lebih baik dalam
menghasilkan kader-kader pembangunan bangsa yang siap untuk tampil di
tengah-tengah bangsa. Bidang studi matematika merupakan pelajaran yang
3
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
harus dapat dikuasai dengan baik, karena sangat menunjang untuk mata pelajaran
lainnya dan juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan menengah atas
(SMA/MA/sederajat), disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (BSNP, 2006: 146)
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika tersebut
sering disebut sebagai kompetensi matematis (mathematical competency).
Kompetensi matematis yang dikemukakan dalam standar isi tersebut sejalan
dengan apa yang dikemukakan Kilpatrick, Swafford dan Findel (2001:116)
sebagai mathematical proficiency yang menurut mereka merupakan sesuatu yang
sangat penting bagi setiap orang yang ingin sukses dalam belajar matematika.
Selanjutnya, Kilpatrick, Swafford dan Findel mengemukakan bahwa
mathematical proficiency itu memiliki lima komponen (aspek) di dalamnya, yaitu
sebagai berikut.
1. conceptual understanding – comprehension of mathematical concepts, operations, and relations
2. procedural fluency – skill in carrying out procedures flexibly, accurately, efficiently, appropriately
4
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. adaptive reasoning – capacity for logical thought, reflection, explanation and justification
5. productive disposition – habitual inclination to see mathematics as sensible, useful, and worthwhile, coupled with a belief in diligence and own efficacy
Namun pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika di sekolah tidak
selalu menekankan kepada siswa agar dapat meningkatkan semua kemampuan
tersebut, namun masih terfokus kepada buku teks. Kebiasaan guru dalam
mengajar adalah menjelaskan, memberikan contoh, siswa diminta mengerjakan
latihan soal, dan kemudian membahas beberapa soal latihan. Pembelajaran seperti
ini dirasa kurang mampu meningkatkan semua kemampuan matematis siswa
sehingga siswa hanya mampu mengerjakan soal berdasarkan apa yang
dicontohkan oleh guru. Jika siswa diberikan soal yang bersifat non-rutin, mereka
akan merasa kesulitan karena tidak terbiasa. Hal ini berdampak pada rendahnya
nilai matematika Indonesia dalam studi komparatif internasional PISA
(Programme for International Student Assesment) yang dilaksanakan oleh OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development). Ini berarti bahwa
pendidikan matematika di Indonesia belum mampu menuntaskan literasi
matematis (mathematical literacy).
Literasi matematis sejalan dengan kompetensi matematis maupun
mathematical proficiency merupakan kemampuan-kemampuan yang penting dan
harus dimiliki oleh siswa karena sangat menunjang dalam meningkatkan kualitas
hidupnya. Literasi matematis secara bahasa dapat diartikan sebagai melek
matematika. PISA (OECD, 2010 : 122) menjelaskan bahwa literasi matematis
dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menggunakan,
dan menterjemahkan matematika dalam berbagai konteks. Dalam hal ini,
termasuk pula kemampuan untuk menerapkan penalaran matematis, dan
menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat untuk menggambarkan,
menjelaskan, dan memprediksi berbagai fenomena.
Indonesia mengikuti PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil yang
5
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PISA tahun 2009 untuk bidang matematika, kemampuan siswa yang diuji
menggunakan 6 level, dan hasilnya menunjukkan bahwa: (OECD, 2010)
1. tidak ada siswa Indonesia ( 0 % ) yang mencapai level 6. Pada level 6 ini, siswa diharapkan dapat mengkonseptualisasikan, menggeneralisasi, dan memanfaatkan informasi berdasarkan pada penyelidikan dan pemodelan mereka terhadap situasi masalah yang kompleks.
2. capaian Indonesia untuk level 5 hanya 0,1 %. Pada level 5 ini siswa diharapkan dapat mengembangkan dan menggunakan model dalam situasi yang kompleks, mengidentifikasi kendala yang dihadapi, dan menetapkan asumsi-asumsi.
3. capaian Indonesia untuk level 4 hanya 0,9 %. Pada level 4 ini siswa diharapkan dapat bekerja secara efektif dengan model yang jelas dalam situasi konkrit yang kompleks, yang melibatkan banyak kendala.
4. capaian Indonesia untuk level 3 adalah 5,4 %. Pada level 3 ini siswa diharapkan dapat melaksanakan prosedur yang dijelaskan, termasuk yang membutuhkan pengambilan keputusan secara berurutan. Lebih lanjut, siswa dituntut dapat menerapkan strategi pemecahan masalah yang sederhana. 5. capaian Indonesia untuk level 2 adalah 16,9 %. Pada level 2 ini siswa
diharapkan dapat menginterpretasi dan mengenali situasi yang memerlukan kesimpulan langsung.
6. capaian Indonesia untuk level 1 adalah 33,1 %. Pada level ini siswa diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengandung konteks yang sudah lazim yang semua informasi relevan yang dibutuhkan sudah ada, dan pertanyaannya sudah jelas.
7. kebanyakan siswa Indonesia justru berada di bawah level 1, yaitu sebesar 43,5 %. Ini berarti kebanyakan siswa Indonesia belum memiliki literasi matematis.
8. secara keseluruhan, rata-rata skor yang diperoleh Indonesia adalah sebesar 371 yang berarti rata-rata siswa Indonesia hanya berada pada level 1. Skor ini masih berada jauh di bawah rata-rata skor internasional yaitu 496.
Tipe soal yang diujikan dalam PISA dibagi ke dalam tiga skala, yaitu skala
atas (the top of the scale) yang merupakan soal yang ecara khas melibatkan
banyak unsur yang berbeda-beda, dan membutuhkan penafsiran tingkat tinggi.
Selanjutnya soal dalam skala menengah (the middle of the scale) yang merupakan
soal yang membutuhkan interpretasi pokok dari situasi-situasi yang relatif tidak
6
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
of the scale) yang merupakan soal yang dikenal siswa dan hanya membutuhkan
konsep matematika sederhana.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa di Indonesia
memiliki literasi matematis yang masih di bawah rata-rata. Secara umum
kemampuan siswa Indonesia berada pada level terendah dalam skala pengukuran
PISA, yaitu hanya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam konteks yang
sederhana dan rutin.
Lemahnya literasi matematis siswa Indonesia untuk kategori level 3 sampai
6 ini disebabkan oleh (1) siswa belum mempu mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara optimum dalam mata pelajaran matematika di sekolah; (2)
proses pembelajaran matematika belum menjadikan siswa mempunyai kebiasaan
membaca sambil berpikir dan bekerja, agar dapat memahami informasi esensial
dan strategis dalam menyelesaikan soal; (3) dari penyelesaian soal-soal yang
dibuat siswa, tampak bahwa dosis mekanistik masih terlalu besar dan dosis
penalaran masih rendah; (4) mata pelajaran matematika bagi siswa belum menjadi
“sekolah berpikir”. Siswa masih cenderung menerima informasi kemudian
melupakannya, sehingga mata pelajaran matematika belum mampu membuat
siswa cerdik, cerdas, dan cekatan. (Kemdiknas dalam Maryanti, 2012)
Tim MKPBM (2001: 198) mengungkapkan beberapa hal yang seyogyanya
dilakukan oleh guru untuk membuat siswanya lebih termotivasi dan
bersungguh-sungguh dalam belajar matematika sebagai berikut.
1. Memperlihatkan betapa bermanfaatnya matematika bagi kehidupan melalui contoh-contoh penerapan matematika yang relevan dengan dunia keseharian siswa
2. Menggunakan teknik, metode, dan pendekatan pembelajaran matematika yang tepat, sesuai dengan karakteristik topik yang disajikan
3. Memanfaatkan teknik, metode, dan pendekatan yang bervariasi dalam pembelajaran matematika agar tidak monoton.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan literasi
matematis siswa adalah dengan menggunakan teknik, metode, dan pendekatan
7
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tanpa harus berpusat pada guru dalam pembelajarannya. Siswa yang belajar secara
mandiri kemudian merasakan kesulitan maka dia dikatakan berada pada ZPD
(Zone of Proximal Development) siswa. Salah satu metode atau pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan ketika siswa merasakan kesulitan tersebut
adalah metacognitive scaffolding.
Scaffolding atau bimbingan bertahap adalah suatu model pembimbingan
yang bertolak dari kemampuan aktual peserta didik agar dapat mencapai
kemampuan potensialnya (Lipscomb dalam Nussu, 2011: 5). Lebih lanjut, Nussu
(2011: 5) menjelaskan bahwa pentahapan yang dimaksud dalam konteks ini bisa
diartikan pula sebagai suatu transisi yang memungkinkan peserta didik beranjak
dari pengalaman yang telah ada pada diri mereka ke pengalaman baru melalui
bantuan orang yang lebih ahli.
Scaffolding ini dibutuhkan karena sebenarnya siswa memiliki potensi yang
sangat kaya namun siswa belum memiliki kemampuan untuk mengorganisir
informasi atau kemampuan awal yang telah dia miliki. Kemampuan
mengorganisir ini menurut Awi (2010 : 168) dikenal sebagai salah satu bentuk
kemampuan metacognitive. Selanjutnya Awi menambahkan bahwa untuk
melibatkan metakognisi siswa pada saat berada pada ZPDnya, maka dibutuhkan
bantuan berupa scaffolding dari guru atau orang yang lebih menguasai. Bantuan
yang dimaksud disini bukan dengan cara memberikan teorema atau rumus yang
berkaitan dengan masalah yang dihadapi siswa, namun berupa bantuan yang
mengarahkan siswa melibatkan metakognisinya dalam belajar. Bantuan dalam
dalam hal ini dapat berupa pertanyaan, arahan, atau perintah yang diistilahkan
sebagai metacognitive scaffolding.
Setiap siswa tentu memiliki kemampuan metakognitif yang berbeda,
sehingga tentu saja guru dalam memberikan bantuan kepada siswa harus
memberikan bantuan yang berbeda-beda kepada setiap siswa tergantung kepada
kemampuan yang dimilikinya. Sehingga hal ini akan menjadi suatu hambatan bagi
guru dalam menerapkan pendekatan metacognitive scaffolding dalam
8
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perlu adanya suatu alat/media yang bisa memudahkan guru untuk memberikan
bantuan kepada setiap siswa. Alat yang dapat digunakan dalam pembelajaran
metacognitive scaffolding ini salah satunya adalah dengan menggunakan
multimedia interaktif berbasis komputer.
Menurut Munir (2012: 110), multimedia interaktif adalah suatu tampilan
multimedia yang dirancang oleh desainer agar tampilannya memenuhi fungsi
menginformasikan pesan dan memiliki interaktifitas kepada penggunanya. Dalam
hal ini interaktif berarti adanya komunikasi dua arah dari multimedia sebagai
pemberi informasi dan user sebagai penerima informasi. Munir (2012: 113)
menambahkan bahwa multimedia interaktif memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya:
1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif;
2. Pendidik akan dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran;
3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran;
4. Menambah motivasi peserta didik;
5. Mampu memvisualisasikan materi yang sulit untuk diterangkan dengan penjelasan biasa;
6. Melatih peserta didik untuk lebih mandiri.
Dalam pembelajaran metacognitive scaffolding menggunakan multimedia
interaktif, siswa dengan kemampuan metakognitifnya dan bantuan yang diberikan
guru melalui multimedia interaktif yang telah dibuat diharapkan dapat
mengembangkan suatu pengetahuan baru. Siswa dituntut untuk dapat mengetahui
apa yang telah mereka ketahui dan apa yang harus mereka ketahui.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan mengkaji
perbandingan peningkatan literasi matematis siswa SMA, khususnya level 3 dan
level 4 yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
metacognitive scaffolding melalui multimedia interaktif dan yang memperoleh
9
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskanlah
permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah peningkatan literasi matematis level 3 siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding melalui
multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi matematis
level 3 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran langsung?
2. Apakah peningkatan literasi matematis level 4 siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding melalui
multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi matematis
level 4 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran langsung?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan metacognitive scaffolding melalui multimedia
interaktif?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami masalah yang dikaji dalam
penelitian ini, maka masalah penelitian dibatasi pada beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 11 Kota
Bandung tahun ajaran 2012-2013.
2. Literasi matematis yang diteliti adalah literasi matematis level 3 dan level 4.
3. Multimedia interaktif yang digunakan adalah multimedia interaktif berbasis
komputer.
4. Pokok bahasan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Turunan Fungsi
dengan sub pokok bahasan aplikasi turunan fungsi dalam pemecahan
masalah.
10
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui apakah peningkatan literasi matematis level 3 siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding
melalui multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi
matematis level 3 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran
langsung.
2. Mengetahui apakah peningkatan literasi matematis level 4 siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding
melalui multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi
matematis level 4 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran
langsung.
3. Mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap penerapan pendekatan
pembelajaran metacognitive scaffolding melalui multimedia interaktif dalam
pembelajaran matematika.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman baru mengenai cara belajar yang
dapat meningkatkan kemampuan literasi matematisnya.
2. Bagi guru, dapat digunakan sebagai masukan memvariasikan pendekatan
dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan dan
motivasi siswa dalam belajar.
3. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk pengembangan diri serta memperoleh
gambaran tentang pembelajaran dengan pendekatan metacognitive
scaffolding, sehingga dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
4. Bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi model pembelajaran yang dapat diterapkan di
11
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
F. Definisi Operasional
Berikut ini akan dipaparkan definisi dari beberapa istilah penting yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu.
1. Literasi Matematis
Literasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan,
menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Literasi
matematis level 3 siswa adalah kemampuan siswa dalam melaksanakan
prosedur secara tepat, termasuk yang membutuhkan pengambilan keputusan
secara berurutan; serta kemampuan menerapkan strategi pemecahan
masalah yang sederhana. Literasi matematis level 4 adalah kemampuan
siswa untuk dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang
konkrit tapi kompleks.
2. Scaffolding
Scaffolding adalah bantuan yang diberikan orang yang lebih ahli untuk
memberikan bimbingan dan memfasilitasi siswa untuk berkembang ke level
pengetahuan yang lebih tinggi dan melampaui ZPD (Zone of Proximal
Development)-nya.
3. Metacognitive Scaffolding
Metacognitive Scaffolding adalah suatu bentuk scaffolding yang diberikan
kepada siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi dimana bantuan
yang diberikan berbentuk pertanyaan, arahan, atau perintah yang menuntut
siswa untuk melibatkan proses metakognisi.
4. Multimedia Interaktif berbasis Komputer
Multimedia interaktif berbasis komputer adalah suatu sarana komunikasi
untuk menyampaikan informasi melalui lebih dari satu media komunikasi
yang yang dikontrol oleh pengguna melalui komputer sehingga muncul
hubungan secara interaktif.
5. Pendekatan Pembelajaran Langsung
Pendekatan pembelajaran langsung adalah pendekatan pembelajaran yang
12
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
seperti guru memberikan informasi tentang suatu konsep, kemudian
memberikan contoh penyelesaian suatu soal, memberikan soal-soal latihan
untuk diselesaikan siswa, guru mengecek apakah siswa telah berhasil
menyelesaikan tugas dengan baik, dan memberikan tugas lanjutan.
6. Sikap terhadap Pembelajaran Matematika
Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai
kecenderungan siswa untuk menerima atau menolak konsep-konsep atau
32
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen tentang penerapan
model pembelajaran metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia
interaktif dalam pembelajaran matematika pada siswa SMA kelas XI IPA. Dalam
penelitian ini terdapat kelompok perlakuan, yaitu siswa yang memperoleh
pembelajaran metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif dan
kelompok kontrol atau pembanding yang tidak mendapat pembelajaran
metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif tetapi
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan langsung. Pada kuasi eksperimen
ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan
subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005: 52).
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen
Nonequivalent Control Group Pretest-posttest Design. Dalam desain ini, kedua
kelompok mendapat dua kali tes, yaitu sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah
perlakuan (posttest). Kemudian, dilihat perbedaan pencapaian antara kelompok
eksperimen dengan pencapaian kelompok kontrol. Gambar desainnya adalah
sebagai berikut.
O X O ---
O O (Ruseffendi, 2005: 53) Keterangan:
O : Tes awal atau Tes akhir
X : Perlakuan (pembelajaran metacognitive scaffolding dengan
menggunakan multimedia interaktif)
33
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Secara acak dipilih dua kelompok dari lima kelompok subjek penelitian
yang tersedia, sampel yang terpilih masing-masing sebagai kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
2. Setiap kelompok diberikan pretest kemudian dilakukan uji statistik untuk
mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap literasi
matematis level 3 dan level 4.
3. Memberikan perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, perlakuan yang
diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu pendekatan Metacognitive
Scaffolding sedangkan kepada kelompok kontrol diberikan perlakuan
dengan pendekatan pembelajaran langsung.
4. Tahap selanjutnya kepada setiap kelompok diberikan postes untuk
mengetahui kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 yang
kemudian akan dilihat perbedaan peningkatan kemampuan literasi
matematis tersebut.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Arikunto (2002: 108), populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Populasi ini dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif. Dalam
penelitian ini, populasinya adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 11 Kota
Bandung tahun ajaran 2012-2013. Dari desain penelitian yang digunakan, maka
dari lima kelas XI IPA yang ada di SMAN 11 Bandung dipilih dua kelas secara
acak sebagai sampel penelitian. Sampel itu sendiri adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109). Dari dua kelas yang dijadikan
sampel, satu kelas dijadikan kelas eksperimen yang diberi pembelajaran
metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif yaitu kelas XI IPA
3 dengan jumlah sampel 41 orang siswa. Sedangkan yang dijadikan kelas kontrol
adalah kelas XI IPA 4 dengan jumlah sampel sebanyak 39 orang siswa.
34
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Instrumen penelitian digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Data
yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif, yaitu hasil pretest
dan posttest literasi matematis level 3 dan level 4, dan data kualitatif yang
diperoleh dari angket sikap siswa terhadap pembelajaran. Adapun instrumen
dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Instrumen Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes literasi matematis
level 3 dan tes literasi matematis level 4 yang berupa tes awal (pretest) dan
tes akhir (posttest). Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal
literasi matematis level 3 dan level 4 siswa kelas kontrol maupun kelas
eksperimen. Tes akhir dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
secara signifikan dalam kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4
siswa setelah siswa dalam kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran
metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif dan siswa
pada kelompok kontrol memperoleh pembelajaran secara langsung. Tes ini
berupa soal uraian yang dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir
siswa. Adapun soal berbentuk uraian ini menurut Suherman dan Kusumah
(1990: 95) memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a. Pembuatan soal relatif lebih mudah dan dapat dibuat dalam waktu yang tidak terlalu lama.
b. Dalam menjawab soal uraian siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, sehingga proses berpikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi.
c. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, dan mengaitkan fakta-fakta yang relevan.
Penyusunan instrumen tes literasi matematis ini diawali dengan
pembuatan kisi-kisi tes. Kisi-kisi tersebut mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator materi, aspek literasi matematis, indikator
literasi matematis level 3 dan level 4, dan nomor butir soal. Instrumen tes
35
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dosen pembimbing tentang kesesuaiannya dengan indikator. Skor
maksimum ideal yang digunakan pada tes ini adalah 100 (��� = )
dengan skor maksimum masing-masing pertanyaan adalah 20.
Sebelum digunakan untuk tes awal dan tes akhir, instrumen tes ini
diujikan terlebih dahulu kepada subjek yang telah mendapatkan
pembelajaran tentang materi ini untuk menganalisis tingkat validitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukarannya. Instrumen ini
diujicobakan kepada siswa kelas XI IPA 5 SMAN 11 Kota Bandung. Setelah
data hasil uji coba diperoleh, kemudian akan dianalisis menggunakan
bantuan beberapa software komputer dan juga perhitungan secara manual.
a. Validitas Soal
Alat evaluasi yang berupa soal ini dianggap valid sebagai instrumen
pengukur literasi matematis siswa apabila instrumen yang telah
dikembangkan ini mampu mengukur literasi matematis siswa dan mampu
mencerminkan keadaan sebenarnya dari literasi matematis siswa. Validitas
yang akan dianalisis dari instrumen penelitian yang dikembangkan ini
adalah validitas empirik. Validitas empirik digunakan untuk menentukan
koefisien validitas dari instrumen penelitian yang dikembangkan melalui
perhitungan korelasi.
Dalam instrumen pengukur literasi matematis ini akan dihitung tingkat
validitas setiap butir soal dengan cara menghitung koefisien korelasi antara
setiap butir soal yang diujikan dengan skor total yang merupakan hasil
penjumlahan skor setiap butir soal. Semakin tinggi koefisien korelasi yang
dihasilkan, maka semakin tinggi juga tingkat validitas soal tersebut. Skor
pada setiap butir soal menyebabkan tinggi-rendahnya skor total. Dengan
demikian, validitas seluruh butir soal dipengaruhi oleh validitas setiap butir
soal. Jadi dapat kita simpulkan bahwa sebuah butir soal memiliki validitas
yang tinggi bila ia memiliki kesejajaran atau korelasi positif dengan skor
total, sehingga dari validitas suatu perangkat tes dapat diselidiki lebih lanjut
36
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
korelasi tiap butir soal ini akan dicari dengan menggunakan software IBM
SPSS 20 dengan menggunakan korelasi Pearson.
Setelah didapat nilai dari r, kemudian dibandingkan hasilnya dengan tabel r
Product-Momen. Adapun dalam penelitian ini, dengan = dan
mengambil taraf kepercayaan ( ) = 0,01 didapat nilai r tabel adalah .
Jika nilai r hitung lebih dari nilai r tabel (0,389), maka korelasinya
signifikan. Sebaliknya, jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka
korelasinya tidak signifikan.
Cara lain yang lebih mudah dalam menginterpretasi nilai tersebut dibagi
kedalam klasifikasi seperti berikut berdasarkan kriteria Guilford (Suherman
dan Kusumah, 1990:147).
Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Korelasi
Nilai Interpretasi
terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah
dilakukan kemudian dihitung koefisien korelasinya untuk menentukan
tingkat validitasnya dengan menggunakan perhitungan komputer dengan
menggunakan software IBM SPSS 20 dan AnatesV4. Dengan menggunakan
kedua cara tersebut menghasilkan data yang sama, untuk validitas tes literasi
matematis level 3 yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.2. Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 3
Nomor
37
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa semua soal yang digunakan untuk
mengukur kemampuan literasi matematis level 3 siswa memiliki validitas
sangat tinggi sehingga dapat digunakan sebagai instrumen tes. Dari hasil
perhitungan di atas, dapat kita cari nilai validitas internal dari instrumen tes
literasi matematis level 3 yang diujikan. Validitas internal adalah validitas
rata-rata dari tes yang dilakukan. Dari tabel diatas dapat kita cari validitas
internal dari soal tersebut. Yaitu dengan rumus
= ∑ .
Sehingga diperoleh validitas internal dari uji coba instrumen tes literasi
matematis level 3 ini adalah 0,854 (Validitas Sangat Tinggi). Dengan
demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa validitas instrumen
literasi matematis level 3 siswa berdasarkan hasil uji coba yang telah
dilakukan menghasilkan validitas yang sangat tinggi.
Adapun hasil perhitungan terhadap instrumen tes literasi matematis level 4
menghasilkan data sebagai berikut.
Tabel 3.3. Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 4
Nomor
Signifikan Validitas Sangat Tinggi Kasus 3 0,886 Signifikan Validitas Sangat Tinggi Kasus 5 0,910 Signifikan Validitas Sangat Tinggi
Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa semua soal yang digunakan untuk
mengukur kemampuan literasi matematis level 4 siswa memiliki validitas
sangat tinggi sehingga dapat digunakan sebagai instrumen tes. Dari hasil
perhitungan di atas, dapat kita cari nilai validitas internal dari instrumen tes
literasi matematis level 4 yang diujikan. Validitas internal adalah validitas
rata-rata dari tes yang dilakukan. Dari tabel diatas dapat kita cari validitas
internal dari soal tersebut. Yaitu dengan rumus
38
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sehingga diperoleh validitas internal dari uji coba instrumen tes literasi
matematis level 4 ini adalah 0,882 (Validitas Sangat Tinggi). Dengan
demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa validitas instrumen
literasi matematis level 4 siswa berdasarkan hasil uji coba yang telah
dilakukan menghasilkan validitas yang sangat tinggi.
b. Reliabilitas Soal
Suatu alat evaluasi dikatakan reliable jika alat evaluasi tersebut memberikan
hasil yang tetap sama jika alat evaluasi tersebut diberikan pada subjek yang
sama, meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda
dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan
kondisi. Yang dimaksud dengan relatif tetap disini adalah tidak persis sama
tetapi mengalami perubahan yang tidak signifikan dan dapat diabaikan.
(Suherman dan Kusumah, 1990 : 167)
Rumus reliabilitas yang digunakan untuk menghitung derajat reliabilitas
instrumen pengukuran literasi matematis yang telah dikembangkan ini
menggunakan rumus Cronbach-Alpha, yaitu
= ∑
Keterangan : n = banyak butir soal
= varians skor tiap item
= varians skor total.
Setelah didapat nilai dari r, kemudian dibandingkan hasilnya dengan tabel r
Product-Momen. Adapun dalam penelitian ini, dengan = dan
mengambil taraf kepercayaan ( ) = 0,01 didapat nilai r tabel adalah .
Jika nilai r hitung lebih dari nilai r tabel (0,389) maka korelasinya signifikan.
Sebaliknya, jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka korelasinya tidak
39
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
menggunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.F. Guilford sebagai berikut.
(Suherman dan Kusumah, 1990: 177)
Tabel 3.4. Klasifikasi Derajat Reliabilitas
Nilai Interpretasi
terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah
dilakukan kemudian dihitung koefisien reliabilitas untuk menentukan
derajat reliabilitasnya dengan menggunakan software IBM SPSS 20
menggunakan rumus Cronbach Alpha maupun perhitungan komputer
dengan menggunakan software AnatesV4. Berdasarkan hasil perhitungan
tersebut diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 3.5. Reliabilitas Tes Literasi Matematis
Tingkatan
0,389 Signifikan Reliabilitas Tinggi Level 4 0,810 Signifikan Reliabilitas Sangat Tinggi
c. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk
membedakan antara subyek yang pandai atau berkempuan tinggi dengan
siswa yang kemampuannya kurang. Suatu kelas biasanya terdiri atas tiga
kelompok siswa yaitu siswa pandai, rata-rata dan kurang, sehingga suatu
alat evaluasi tidak bagus jika hasilnya baik semua ataupun sebaliknya. Atau
sebagian besar baik dan sebaliknya. Alat evaluasi tersebut haruslah
40
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal dinyatakan dengan indeks
diskriminasi yang bernilai dari -1,00 ampai dengan 1,00. Indeks
diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal tersebut
makin baik, sebaliknya jika makin mendekati 0,00 berarti daya pembeda
soal tersebut makin buruk. Jika indeks diskriminasi bernilai negatif berarti
kelompok siswa bodoh banyak mendapat nilai baik, sedangkan kelompok
siswa pandai banyak mendapat nilai jelek.
Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah :
= ̅ ̅
Dengan: ̅ = Rata-rata skor siswa kelompok atas
̅ = Rata-rata skor siswa kelompok bawah SMI = Skor Maksimal Ideal
Adapun klasifikasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah
sebagai berikut. (Suherman dan Kusumah 1990 : 202)
Tabel 3.6. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda
Nilai DP Interpretasi
Daya pembeda sangat baik
Daya pembeda baik
Daya pembeda cukup
Daya pembeda jelek
Daya pembeda sangat jelek
Data hasil uji coba instrumen tes literasi matematis level 3 dan level 4 siswa
terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah
dilakukan kemudian dihitung koefisien DP untuk menentukan derajat daya
pembedanya dengan menggunakan perhitungan manual maupun
menggunakan software AnatesV4. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
diperoleh.
Tabel 3.7. Daya Pembeda Tiap Butir Soal
Nomor Soal Jenis Level Derajat Daya Pembeda Interpretasi
41
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kasus 2 Level 4 0,48 Baik
Kasus 3 Level 4 0,36 Cukup
Kasus 4 Level 3 0,55 Baik
Kasus 5 Level 4 0,69 Baik
Berdasarkan Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa kelima kasus tersebut memiliki
derajat pembeda berkategori baik, kecuali kasus nomor 3 yang memiliki
derajat cukup. Sehingga, jika ditinjau dari derajat daya pembeda kelima soal
tersebut layak untuk digunakan.
d. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran adalah derajat kesukaran suatu butir soal. Rumus yang
digunakan untuk menentukan indeks kesukaran adalah:
� =���̅
Keterangan:
IK = Indeks Kesukaran
�̅ = Nilai rata-rata tiap butir soal
��� = Skor Maksimal Ideal
Adapun klasifikasi untuk indeks kesukaran yang banyak digunakan adalah
sebagai berikut. (Suherman dan Kusumah 1990 : 213)
Tabel 3.8. Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran
Nilai IK Interpretasi
= Soal Terlalu Mudah
Soal Mudah
Soal Sedang
Soal Sukar
= Soal Terlalu Sukar
Data hasil uji coba instrumen tes literasi matematis level 3 dan level 4
terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah
dilakukan kemudian dihitung indeks kesukarannya untuk menentukan
42
Rofiq Robithulloh Murod,2013
Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan software AnatesV4. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
diperoleh.
Tabel 3.9. Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
Nomor Soal Jenis Level Indeks Kesukaran Interpretasi
Kasus 1 Level 3 0,68 Sedang Kasus 2 Level 4 0,68 Sedang Kasus 3 Level 4 0,50 Sedang Kasus 4 Level 3 0,60 Sedang Kasus 5 Level 4 0,37 Sedang
Berdasarkan Tabel 3.8 dapat dilihat bahwa kelima kasus tersebut memiliki
tingkat kesukaran yang tergolong sedang. Sehingga, jika ditinjau dari
tingkat kesukarannya kelima soal tersebut layak untuk digunakan.
2. Instrumen Non Tes
a. Angket
Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya
(Arikunto, 2002: 128). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner untuk mengukur skala sikap siswa terhadap
pembelajaran yang dilakukan. Pada penelitian ini, menggunakan angket
skala sikap model skala Likert. Kuisioner ini terdiri dari beberapa
pernyataan, yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Hasil angket yang didapat kemudian akan dideskripsikan berdasarkan
rata-rata yang diperoleh setiap opsi dalam masing-masing butir
pernyataan.
b. Lembar Observasi
Tujuan dari lembar observasi adalah untuk membuat refleksi terhadap
proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih
baik daripada tindakan pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan