• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI IPA

di SMA Negeri 11 Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Rofiq Robithulloh Murod 0905658

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

==================================================

PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA

Oleh

Rofiq Robithulloh Murod

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Rofiq Robithulloh Murod 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari

(3)

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI IPA

di SMA Negeri 11 Kota Bandung)

Oleh

Rofiq Robithulloh Murod NIM. 0905658

DISAHKAN DAN DISETUJUI OLEH:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Nanang Priatna, M.Pd. NIP. 19630331 198803 1 001

Pembimbing II,

Dra. Hj. Rini Marwati, M.S. NIP. 19660625 199001 2 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,

(4)

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENDEKATAN PEMBELAJARAN METACOGNITIVE SCAFFOLDING DENGAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMA

Oleh

Rofiq Robithulloh Murod

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai matematika Indonesia dalam studi komparatif internasional PISA. Dalam penelitian tersebut, kemampuan literasi matematis siswa Indonesia terutama kemampuan literasi matematis di atas level 2 memiliki skor yang sangat kecil dan jauh dari rata-rata internasional. Untuk itu diperlukan suatu cara yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan literasi matematis siswa terutama untuk level 3 dan level 4. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan metacognitive scaffolding menggunakan multimedia interaktif. Berdasarkan hal tersebut akan dibandingkan peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 antara siswa SMA yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan metacognitive scaffolding menggunakan multimedia interaktif dan siswa SMA yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi-eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretest postest. Penelitian dilakukan terhadap dua kelas dari lima kelas XI IPA di SMAN 11 Kota Bandung. Di dalam penelitian ini terdapat dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen terdiri dari 41 orang siswa mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan

metacognitive scaffolding menggunakan multimedia interaktif, sedangkan kelas

kontrol terdiri dari 39 siswa mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, 1. Peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metacognitive scaffolding lebih baik daripada peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan langsung. 2. Siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metacognitive

scaffolding, terhadap multimedia pembelajaran matematika interaktif, dan

terhadap soal-soal literasi matematis.

Kata Kunci: Kemampuan Literasi Matematis Level 3 dan level 4, Pendekatan

(5)

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

THE METACOGNITIVE SCAFFOLDING APPROCH USING INTERACTIVE MULTIMEDIA TO ENHANCE SENIOR HIGH SCHOOL

STUDENTS’ MATHEMATICAL LITERACY

By

Rofiq Robithulloh Murod

ABSTRACT

The background of this research is caused by Indonesian’s mathematics grade in

international comparative research PISA which is very low. In that study,

Indonesia students’ mathematical literacy ability especially for level 2 and above are very low and far from international average. So, it’s necessary to find a way to enhance and develop students’ mathematical literacy ability especially for level 3 and level 4. One of the alternative way that can use is metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia in mathematics learning. Be based on that, this study will compare the enhancement of mathematical literacy ability level 3 and level 4 between students who take mathematical learning with metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia and students who take mathematical learning with direct learning approach. This research used a quasi-experimental design with pretest posttest control. This research held in two classes from five available XI IPA classes in SMAN 11 Bandung. In this study there are two groups: experimental and control group. The experimental group consists of 41 students who learn mathematics by metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia, while the control group consists of 39 students, learning mathematics by direct approach. Based on the results and discussions of this study, it can conclude that, 1) The enhancement of students’ mathematical literacy level 3 and level 4 who learning mathematics with metacognitive scaffolding approach using interactive multimedia higher than students who earn a direct approach. 2) The students show a positive responces toward mathematics, learning mathematics with metacognitive scaffolding approach and toward interactive multimedia as well as toward mathematical literacy questions.

Keywords: mathematical literacy ability, metacognitive scaffolding approach,

(6)

iv

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Definisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Literasi Matematis ... 12

1. Literasi Matematis Level 3 ... 15

2. Literasi Matematis Level 4 ... 16

B. Pendekatan Metacognitive Scaffolding... 18

1. Metakognitif ... 18

2. Scaffolding ... 19

3. Metacognitive Scaffolding ... 20

C. Multimedia Pembelajaran Interaktif ... 24

(7)

v

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Multimedia Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer ... 25

D. Penerapan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Metacognitive Scaffolding untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa ... 27

E. Pendekatan Langsung ... 29

F. Sikap ... 30

G. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 33

C. Instrumen Penelitian ... 33

1. Instrumen Tes ... 34

a. Validitas Soal ... 35

b. Reliabilitas Soal ... 38

c. Daya Pembeda ... 39

d. Indeks Kesukaran ... 40

2. Instrumen Non Tes ... 42

a. Angket ... 42

b. Lembar Observasi ... 42

D. Prosedur Penelitian ... 42

E. Prosedur Analisis Data ... 43

1. Analisis Data Kuantitatif ... 43

2. Analisis Data Kualitatif ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

1. Analisis Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis Level 3 ... 49

(8)

vi

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Level 3 ... 49

b. Uji Kesamaan Skor Pretes Literasi Matematis Level 3

antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

1) Uji Normalitas Distribusi ... 51

2) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 52

c. Uji Perbedaan Gain Kemampuan Literasi Matematis

Level 3 antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

1) Uji Normalitas Distribusi Data Indeks Gain ... 54

2) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 55

d. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Literasi

Matematis Level 3 ... 57

2. Analisis Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis

Level 4 ... 57

a. Deskripsi Data Pretes dan Postes Literasi Matematis

Level 4 ... 57

b. Uji Kesamaan Skor Pretes Literasi Matematis Level 4

antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 60

1) Uji Normalitas Distribusi ... 60

2) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 61

c. Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes Kemampuan

Literasi Matematis Level 4 antara Kelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol ... 62

1) Uji Normalitas Distribusi ... 62

2) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 63

d. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Literasi

Matematis Level 4 ... 64

3. Analisis Data Hasil Observasi dan Pengamatan ... 65

(9)

vii

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Matematika

Menggunakan Multimedia Interaktif... 68

b. Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Metacognitive Scaffolding ... 69

c. Pendapat terhadap Penggunaan Multimedia Interaktif . 71 d. Pendapat terhadap Soal-Soal Literasi Matematis ... 72

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

1. Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis Level 3 ... 72

2. Peningkatan Kemampuan Literasi Matematis Level 4 ... 75

3. Deskripsi Sikap Siswa ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN

(10)

viii

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Literasi Matematis Level 3

Berdasarkan Aspek Literasi Matematis ... 16

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Literasi Matematis Level 4 Berdasarkan Aspek Literasi Matematis ... 17

Tabel 2.3 Butir-Butir Metacognitive Scaffolding Berdasarkan Kepada Literasi Matematis ... 23

Tabel 2.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Dalam Pendekatan Metacognitive Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Model Tutorial ... 28

Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 36

Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 3 ... 36

Tabel 3.3 Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 4 ... 37

Tabel 3.4 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 38

Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Literasi Matematis ... 39

Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 40

Tabel 3.8 Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran ... 41

Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 41

Tabel 3.10 Interpretasi Nilai Indeks Gain ... 47

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pretes Literasi Matematis Level 3 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data Postes Literasi Matematis Level 3 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Literasi Matematis Level 3 .... 52

Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Pretes Literasi Matematis Level 3 ... 53

(11)

ix

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Literasi Matematis Level 3 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain Kemampuan

Literasi Matematis Level 3 55

Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Indeks Gain Kemampuan

Literasi Matematis Level 3 ... 56

Tabel 4.8 Komposisi Interpretasi Indeks Gain Kemampuan

Literasi Matematis Level 3 ... 57

Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Data Pretes Literasi Matematis Level 4

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Data Postes Literasi Matematis Level 4

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Literasi Matematis Level 4 .... 61

Tabel 4.12 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Pretes Literasi Matematis

Level 4 ... 62

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Data Postes Literasi Matematis 63

Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes

Literasi Matematis Level 4 ... 64

Tabel 4.15 Komposisi Interpretasi Indeks Gain Kemampuan

Literasi Matematis Level 4 ... 65

Tabel 4.16 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru ... 65

(12)

x

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 3 Kelas

Eksperimen ... 49

Diagram 4.2 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 3 Kelas

Kontrol ... 50

Diagram 4.3 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 4 Kelas

Eksperimen ... 58

Diagram 4.4 Skor Pretes dan Postes Literasi Matematis Level 4 Kelas

Kontrol ... 58

Diagram 4.5 Respon Siswa Mengenai Minat terhadap Matematika ... 68

Diagram 4.6 Respon Siswa Mengenai Persepsi terhadap Matematika ... 69

Diagram 4.7 Respon Siswa tentang Minatnya terhadap Pembelajaran MS .. 69

Diagram 4.8 Respon Siswa tentang Kesungguhannya Ketika Belajar

Matematika dengan Menggunakan Pendekatan MS ... 70

Diagram 4.9 Respon Siswa tentang Manfaat Pembelajaran dengan

Pendekatan Metacognitive Scaffolding... 70

Diagram 4.10 Respon Siswa Mengenai Manfaat Multimedia Interaktif ... 71

Diagram 4.11 Respon Siswa tentang Minat terhadap Penggunaan

Multimedia ... 71

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 RPP Kelas Eksperimen ... 84

A.2 RPP Kelas Kontrol ... 104

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 123

A.4 Screenshoot Program Multimedia Interaktif ... 131

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 152

B.2 Naskah Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 155

B.3 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 157

B.4 Lembar Observasi Siswa ... 163

B.5 Lembar Pengamatan Guru ... 164

B.6 Kisi-kisi Angket Siswa ... 165

B.7 Format Angket Siswa ... 166

LAMPIRAN C DATA HASIL UJI COBA INSTRUMEN C.1 Skor Hasil Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 3 ... 168

C.2 Hasil Pengolahan Data Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 3 ... 170

C.3 Skor Hasil Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 4 ... 172

C.4 Hasil Pengolahan Data Uji Coba Instrumen Tes Literasi Matematis Level 4 ... 174

C.5 Hasil Pengolahan Data Menggunakan Software Anates ... 177

C.6 Tabel Nilai-Nilai r Product Momen ... 178

LAMPIRAN D DATA HASIL PENELITIAN D.1 Skor Pretes, Postes dan Indeks Gain Kemampuan Literasi Matematis Level 3 Kelas Eksperimen ... 179

D.2 Skor Pretes, Postes dan Indeks Gain Kemampuan Literasi Matematis Level 3 Kelas Kontrol ... 181

(14)

xii

D.4 Skor Pretes, Postes dan Indeks Gain Kemampuan Literasi Matematis

Level 4 Kelas Kontrol ... 185

D.5 Hasil Angket Siswa ... 187

D.6 Pengolahan Data Hasil Angket Siswa ... 189

LAMPIRAN E HASIL PENGUMPULAN DATA E.1 Contoh Hasil Postes Kemampuan Literasi Matematis Kelas Eksperimen ... 191

E.2 Contoh Hasil Postes Kemampuan Literasi Matematis Kelas Kontrol ... 201

E.3 Hasil Observasi dan Pengamatan ... 209

LAMPIRAN F PENYUSUNAN PROGRAM F.1 Storyboard Program Multimedia Interaktif Pertemuan I ... 215

F.2 Storyboard Program Multimedia Interaktif Pertemuan II ... 220

F.3 Storyboard Program Multimedia Interaktif Pertemuan III... 230

LAMPIRAN G SURAT-SURAT G.1 Surat Tugas Dosen Pembimbing ... 241

G.2 Kartu Bimbingan ... 242

G.3 Surat Ijin Penelitian ... 243

G.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 244

G.5 Surat Persetujuan Ujian Sidang ... 245

(15)

1

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan ketentuan umum Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara. Maka pendidikan merupakan suatu kebutuhan guna

mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat memberi jalan kepada generasi

mendatang untuk dapat menyongsong masa depan yang lebih baik, serta mampu

mengatasi berbagai tantangan yang merintangi jalan menuju suatu cita-cita luhur

yaitu terwujudnya negara adil dan makmur.

Sejalan dengan pengertian pendidikan tersebut, dirumuskanlah fungsi dan

tujuan pendidikan nasional dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Pendidikan

Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Standar Pendidikan Nasional disusun

sebagai acuan bagi pencapaian mutu pendidikan. Hasil belajar dipandang

merupakan indikator mutu dari keterlaksanaan standar-standar pendidikan di

satuan pendidikan.

Banyak sekali hambatan yang muncul dalam dunia pendidikan. Salah satu

masalah yang sering timbul adalah susahnya mengubah kebiasaan belajar siswa

(16)

2

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

belajar mandiri. Pengertian belajar mengajar sendiri adalah interaksi timbal balik

antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran.

Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Dalam

setiap interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur yaitu adanya tujuan yang

hendak dicapai, adanya siswa dan guru, adanya bahan pelajaran yang akan

diajarkan, adanya metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar

mengajar, dan adanya penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh

ketercapaian tujuan. Istilah belajar sendiri berarti suatu proses perubahan sikap

dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar (buku, guru,

media, lingkungan, atau sesama teman). Sedangkan istilah mengajar dalam

pengertian ini adalah menciptakan situasi yang mampu merangsang minat siswa

untuk belajar.

Menurut Slameto (2003: 54-71), ada berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi belajar, yang dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu faktor-faktor

intern dan faktor-faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri

individu yang sedang belajar, yaitu faktor jasmaniah, seperti: kesehatan dan cacat

tubuh; faktor psikologis, seperti: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, dan kesiapan; dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern adalah

faktor yang ada di luar individu, yaitu faktor keluarga, seperti: cara orang tua

mendidik, hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; faktor sekolah,

seperti: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan

siswa dengan siswa, alat pelajaran, dan lain sebagainya; faktor masyarakat,

seperti: media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Melihat dasar-dasar di atas, maka lembaga pendidikan sebagai salah satu

tempat belajar mengajar dituntut untuk dapat berperan lebih baik dalam

menghasilkan kader-kader pembangunan bangsa yang siap untuk tampil di

tengah-tengah bangsa. Bidang studi matematika merupakan pelajaran yang

(17)

3

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

harus dapat dikuasai dengan baik, karena sangat menunjang untuk mata pelajaran

lainnya dan juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam standar isi untuk satuan pendidikan menengah atas

(SMA/MA/sederajat), disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan

agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (BSNP, 2006: 146)

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika tersebut

sering disebut sebagai kompetensi matematis (mathematical competency).

Kompetensi matematis yang dikemukakan dalam standar isi tersebut sejalan

dengan apa yang dikemukakan Kilpatrick, Swafford dan Findel (2001:116)

sebagai mathematical proficiency yang menurut mereka merupakan sesuatu yang

sangat penting bagi setiap orang yang ingin sukses dalam belajar matematika.

Selanjutnya, Kilpatrick, Swafford dan Findel mengemukakan bahwa

mathematical proficiency itu memiliki lima komponen (aspek) di dalamnya, yaitu

sebagai berikut.

1. conceptual understanding – comprehension of mathematical concepts, operations, and relations

2. procedural fluency – skill in carrying out procedures flexibly, accurately, efficiently, appropriately

(18)

4

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. adaptive reasoning – capacity for logical thought, reflection, explanation and justification

5. productive disposition – habitual inclination to see mathematics as sensible, useful, and worthwhile, coupled with a belief in diligence and own efficacy

Namun pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika di sekolah tidak

selalu menekankan kepada siswa agar dapat meningkatkan semua kemampuan

tersebut, namun masih terfokus kepada buku teks. Kebiasaan guru dalam

mengajar adalah menjelaskan, memberikan contoh, siswa diminta mengerjakan

latihan soal, dan kemudian membahas beberapa soal latihan. Pembelajaran seperti

ini dirasa kurang mampu meningkatkan semua kemampuan matematis siswa

sehingga siswa hanya mampu mengerjakan soal berdasarkan apa yang

dicontohkan oleh guru. Jika siswa diberikan soal yang bersifat non-rutin, mereka

akan merasa kesulitan karena tidak terbiasa. Hal ini berdampak pada rendahnya

nilai matematika Indonesia dalam studi komparatif internasional PISA

(Programme for International Student Assesment) yang dilaksanakan oleh OECD

(Organization for Economic Cooperation and Development). Ini berarti bahwa

pendidikan matematika di Indonesia belum mampu menuntaskan literasi

matematis (mathematical literacy).

Literasi matematis sejalan dengan kompetensi matematis maupun

mathematical proficiency merupakan kemampuan-kemampuan yang penting dan

harus dimiliki oleh siswa karena sangat menunjang dalam meningkatkan kualitas

hidupnya. Literasi matematis secara bahasa dapat diartikan sebagai melek

matematika. PISA (OECD, 2010 : 122) menjelaskan bahwa literasi matematis

dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menggunakan,

dan menterjemahkan matematika dalam berbagai konteks. Dalam hal ini,

termasuk pula kemampuan untuk menerapkan penalaran matematis, dan

menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat untuk menggambarkan,

menjelaskan, dan memprediksi berbagai fenomena.

Indonesia mengikuti PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil yang

(19)

5

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PISA tahun 2009 untuk bidang matematika, kemampuan siswa yang diuji

menggunakan 6 level, dan hasilnya menunjukkan bahwa: (OECD, 2010)

1. tidak ada siswa Indonesia ( 0 % ) yang mencapai level 6. Pada level 6 ini, siswa diharapkan dapat mengkonseptualisasikan, menggeneralisasi, dan memanfaatkan informasi berdasarkan pada penyelidikan dan pemodelan mereka terhadap situasi masalah yang kompleks.

2. capaian Indonesia untuk level 5 hanya 0,1 %. Pada level 5 ini siswa diharapkan dapat mengembangkan dan menggunakan model dalam situasi yang kompleks, mengidentifikasi kendala yang dihadapi, dan menetapkan asumsi-asumsi.

3. capaian Indonesia untuk level 4 hanya 0,9 %. Pada level 4 ini siswa diharapkan dapat bekerja secara efektif dengan model yang jelas dalam situasi konkrit yang kompleks, yang melibatkan banyak kendala.

4. capaian Indonesia untuk level 3 adalah 5,4 %. Pada level 3 ini siswa diharapkan dapat melaksanakan prosedur yang dijelaskan, termasuk yang membutuhkan pengambilan keputusan secara berurutan. Lebih lanjut, siswa dituntut dapat menerapkan strategi pemecahan masalah yang sederhana. 5. capaian Indonesia untuk level 2 adalah 16,9 %. Pada level 2 ini siswa

diharapkan dapat menginterpretasi dan mengenali situasi yang memerlukan kesimpulan langsung.

6. capaian Indonesia untuk level 1 adalah 33,1 %. Pada level ini siswa diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengandung konteks yang sudah lazim yang semua informasi relevan yang dibutuhkan sudah ada, dan pertanyaannya sudah jelas.

7. kebanyakan siswa Indonesia justru berada di bawah level 1, yaitu sebesar 43,5 %. Ini berarti kebanyakan siswa Indonesia belum memiliki literasi matematis.

8. secara keseluruhan, rata-rata skor yang diperoleh Indonesia adalah sebesar 371 yang berarti rata-rata siswa Indonesia hanya berada pada level 1. Skor ini masih berada jauh di bawah rata-rata skor internasional yaitu 496.

Tipe soal yang diujikan dalam PISA dibagi ke dalam tiga skala, yaitu skala

atas (the top of the scale) yang merupakan soal yang ecara khas melibatkan

banyak unsur yang berbeda-beda, dan membutuhkan penafsiran tingkat tinggi.

Selanjutnya soal dalam skala menengah (the middle of the scale) yang merupakan

soal yang membutuhkan interpretasi pokok dari situasi-situasi yang relatif tidak

(20)

6

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

of the scale) yang merupakan soal yang dikenal siswa dan hanya membutuhkan

konsep matematika sederhana.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa di Indonesia

memiliki literasi matematis yang masih di bawah rata-rata. Secara umum

kemampuan siswa Indonesia berada pada level terendah dalam skala pengukuran

PISA, yaitu hanya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam konteks yang

sederhana dan rutin.

Lemahnya literasi matematis siswa Indonesia untuk kategori level 3 sampai

6 ini disebabkan oleh (1) siswa belum mempu mengembangkan kemampuan

berpikirnya secara optimum dalam mata pelajaran matematika di sekolah; (2)

proses pembelajaran matematika belum menjadikan siswa mempunyai kebiasaan

membaca sambil berpikir dan bekerja, agar dapat memahami informasi esensial

dan strategis dalam menyelesaikan soal; (3) dari penyelesaian soal-soal yang

dibuat siswa, tampak bahwa dosis mekanistik masih terlalu besar dan dosis

penalaran masih rendah; (4) mata pelajaran matematika bagi siswa belum menjadi

“sekolah berpikir”. Siswa masih cenderung menerima informasi kemudian

melupakannya, sehingga mata pelajaran matematika belum mampu membuat

siswa cerdik, cerdas, dan cekatan. (Kemdiknas dalam Maryanti, 2012)

Tim MKPBM (2001: 198) mengungkapkan beberapa hal yang seyogyanya

dilakukan oleh guru untuk membuat siswanya lebih termotivasi dan

bersungguh-sungguh dalam belajar matematika sebagai berikut.

1. Memperlihatkan betapa bermanfaatnya matematika bagi kehidupan melalui contoh-contoh penerapan matematika yang relevan dengan dunia keseharian siswa

2. Menggunakan teknik, metode, dan pendekatan pembelajaran matematika yang tepat, sesuai dengan karakteristik topik yang disajikan

3. Memanfaatkan teknik, metode, dan pendekatan yang bervariasi dalam pembelajaran matematika agar tidak monoton.

Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan literasi

matematis siswa adalah dengan menggunakan teknik, metode, dan pendekatan

(21)

7

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tanpa harus berpusat pada guru dalam pembelajarannya. Siswa yang belajar secara

mandiri kemudian merasakan kesulitan maka dia dikatakan berada pada ZPD

(Zone of Proximal Development) siswa. Salah satu metode atau pendekatan

pembelajaran yang dapat digunakan ketika siswa merasakan kesulitan tersebut

adalah metacognitive scaffolding.

Scaffolding atau bimbingan bertahap adalah suatu model pembimbingan

yang bertolak dari kemampuan aktual peserta didik agar dapat mencapai

kemampuan potensialnya (Lipscomb dalam Nussu, 2011: 5). Lebih lanjut, Nussu

(2011: 5) menjelaskan bahwa pentahapan yang dimaksud dalam konteks ini bisa

diartikan pula sebagai suatu transisi yang memungkinkan peserta didik beranjak

dari pengalaman yang telah ada pada diri mereka ke pengalaman baru melalui

bantuan orang yang lebih ahli.

Scaffolding ini dibutuhkan karena sebenarnya siswa memiliki potensi yang

sangat kaya namun siswa belum memiliki kemampuan untuk mengorganisir

informasi atau kemampuan awal yang telah dia miliki. Kemampuan

mengorganisir ini menurut Awi (2010 : 168) dikenal sebagai salah satu bentuk

kemampuan metacognitive. Selanjutnya Awi menambahkan bahwa untuk

melibatkan metakognisi siswa pada saat berada pada ZPDnya, maka dibutuhkan

bantuan berupa scaffolding dari guru atau orang yang lebih menguasai. Bantuan

yang dimaksud disini bukan dengan cara memberikan teorema atau rumus yang

berkaitan dengan masalah yang dihadapi siswa, namun berupa bantuan yang

mengarahkan siswa melibatkan metakognisinya dalam belajar. Bantuan dalam

dalam hal ini dapat berupa pertanyaan, arahan, atau perintah yang diistilahkan

sebagai metacognitive scaffolding.

Setiap siswa tentu memiliki kemampuan metakognitif yang berbeda,

sehingga tentu saja guru dalam memberikan bantuan kepada siswa harus

memberikan bantuan yang berbeda-beda kepada setiap siswa tergantung kepada

kemampuan yang dimilikinya. Sehingga hal ini akan menjadi suatu hambatan bagi

guru dalam menerapkan pendekatan metacognitive scaffolding dalam

(22)

8

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perlu adanya suatu alat/media yang bisa memudahkan guru untuk memberikan

bantuan kepada setiap siswa. Alat yang dapat digunakan dalam pembelajaran

metacognitive scaffolding ini salah satunya adalah dengan menggunakan

multimedia interaktif berbasis komputer.

Menurut Munir (2012: 110), multimedia interaktif adalah suatu tampilan

multimedia yang dirancang oleh desainer agar tampilannya memenuhi fungsi

menginformasikan pesan dan memiliki interaktifitas kepada penggunanya. Dalam

hal ini interaktif berarti adanya komunikasi dua arah dari multimedia sebagai

pemberi informasi dan user sebagai penerima informasi. Munir (2012: 113)

menambahkan bahwa multimedia interaktif memiliki beberapa kelebihan,

diantaranya:

1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif;

2. Pendidik akan dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran;

3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran;

4. Menambah motivasi peserta didik;

5. Mampu memvisualisasikan materi yang sulit untuk diterangkan dengan penjelasan biasa;

6. Melatih peserta didik untuk lebih mandiri.

Dalam pembelajaran metacognitive scaffolding menggunakan multimedia

interaktif, siswa dengan kemampuan metakognitifnya dan bantuan yang diberikan

guru melalui multimedia interaktif yang telah dibuat diharapkan dapat

mengembangkan suatu pengetahuan baru. Siswa dituntut untuk dapat mengetahui

apa yang telah mereka ketahui dan apa yang harus mereka ketahui.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan mengkaji

perbandingan peningkatan literasi matematis siswa SMA, khususnya level 3 dan

level 4 yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

metacognitive scaffolding melalui multimedia interaktif dan yang memperoleh

(23)

9

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskanlah

permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah peningkatan literasi matematis level 3 siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding melalui

multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi matematis

level 3 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran langsung?

2. Apakah peningkatan literasi matematis level 4 siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding melalui

multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi matematis

level 4 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran langsung?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan metacognitive scaffolding melalui multimedia

interaktif?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami masalah yang dikaji dalam

penelitian ini, maka masalah penelitian dibatasi pada beberapa aspek sebagai

berikut:

1. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 11 Kota

Bandung tahun ajaran 2012-2013.

2. Literasi matematis yang diteliti adalah literasi matematis level 3 dan level 4.

3. Multimedia interaktif yang digunakan adalah multimedia interaktif berbasis

komputer.

4. Pokok bahasan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Turunan Fungsi

dengan sub pokok bahasan aplikasi turunan fungsi dalam pemecahan

masalah.

(24)

10

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui apakah peningkatan literasi matematis level 3 siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding

melalui multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi

matematis level 3 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran

langsung.

2. Mengetahui apakah peningkatan literasi matematis level 4 siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metacognitive scaffolding

melalui multimedia interaktif lebih baik daripada peningkatan literasi

matematis level 4 siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran

langsung.

3. Mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap penerapan pendekatan

pembelajaran metacognitive scaffolding melalui multimedia interaktif dalam

pembelajaran matematika.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman baru mengenai cara belajar yang

dapat meningkatkan kemampuan literasi matematisnya.

2. Bagi guru, dapat digunakan sebagai masukan memvariasikan pendekatan

dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan dan

motivasi siswa dalam belajar.

3. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk pengembangan diri serta memperoleh

gambaran tentang pembelajaran dengan pendekatan metacognitive

scaffolding, sehingga dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.

4. Bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi model pembelajaran yang dapat diterapkan di

(25)

11

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

F. Definisi Operasional

Berikut ini akan dipaparkan definisi dari beberapa istilah penting yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu.

1. Literasi Matematis

Literasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan,

menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Literasi

matematis level 3 siswa adalah kemampuan siswa dalam melaksanakan

prosedur secara tepat, termasuk yang membutuhkan pengambilan keputusan

secara berurutan; serta kemampuan menerapkan strategi pemecahan

masalah yang sederhana. Literasi matematis level 4 adalah kemampuan

siswa untuk dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang

konkrit tapi kompleks.

2. Scaffolding

Scaffolding adalah bantuan yang diberikan orang yang lebih ahli untuk

memberikan bimbingan dan memfasilitasi siswa untuk berkembang ke level

pengetahuan yang lebih tinggi dan melampaui ZPD (Zone of Proximal

Development)-nya.

3. Metacognitive Scaffolding

Metacognitive Scaffolding adalah suatu bentuk scaffolding yang diberikan

kepada siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi dimana bantuan

yang diberikan berbentuk pertanyaan, arahan, atau perintah yang menuntut

siswa untuk melibatkan proses metakognisi.

4. Multimedia Interaktif berbasis Komputer

Multimedia interaktif berbasis komputer adalah suatu sarana komunikasi

untuk menyampaikan informasi melalui lebih dari satu media komunikasi

yang yang dikontrol oleh pengguna melalui komputer sehingga muncul

hubungan secara interaktif.

5. Pendekatan Pembelajaran Langsung

Pendekatan pembelajaran langsung adalah pendekatan pembelajaran yang

(26)

12

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seperti guru memberikan informasi tentang suatu konsep, kemudian

memberikan contoh penyelesaian suatu soal, memberikan soal-soal latihan

untuk diselesaikan siswa, guru mengecek apakah siswa telah berhasil

menyelesaikan tugas dengan baik, dan memberikan tugas lanjutan.

6. Sikap terhadap Pembelajaran Matematika

Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai

kecenderungan siswa untuk menerima atau menolak konsep-konsep atau

(27)

32

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen tentang penerapan

model pembelajaran metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia

interaktif dalam pembelajaran matematika pada siswa SMA kelas XI IPA. Dalam

penelitian ini terdapat kelompok perlakuan, yaitu siswa yang memperoleh

pembelajaran metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif dan

kelompok kontrol atau pembanding yang tidak mendapat pembelajaran

metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif tetapi

mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan langsung. Pada kuasi eksperimen

ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan

subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005: 52).

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen

Nonequivalent Control Group Pretest-posttest Design. Dalam desain ini, kedua

kelompok mendapat dua kali tes, yaitu sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah

perlakuan (posttest). Kemudian, dilihat perbedaan pencapaian antara kelompok

eksperimen dengan pencapaian kelompok kontrol. Gambar desainnya adalah

sebagai berikut.

O X O ---

O O (Ruseffendi, 2005: 53) Keterangan:

O : Tes awal atau Tes akhir

X : Perlakuan (pembelajaran metacognitive scaffolding dengan

menggunakan multimedia interaktif)

(28)

33

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Secara acak dipilih dua kelompok dari lima kelompok subjek penelitian

yang tersedia, sampel yang terpilih masing-masing sebagai kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Setiap kelompok diberikan pretest kemudian dilakukan uji statistik untuk

mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap literasi

matematis level 3 dan level 4.

3. Memberikan perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, perlakuan yang

diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu pendekatan Metacognitive

Scaffolding sedangkan kepada kelompok kontrol diberikan perlakuan

dengan pendekatan pembelajaran langsung.

4. Tahap selanjutnya kepada setiap kelompok diberikan postes untuk

mengetahui kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4 yang

kemudian akan dilihat perbedaan peningkatan kemampuan literasi

matematis tersebut.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2002: 108), populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian. Populasi ini dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif. Dalam

penelitian ini, populasinya adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 11 Kota

Bandung tahun ajaran 2012-2013. Dari desain penelitian yang digunakan, maka

dari lima kelas XI IPA yang ada di SMAN 11 Bandung dipilih dua kelas secara

acak sebagai sampel penelitian. Sampel itu sendiri adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109). Dari dua kelas yang dijadikan

sampel, satu kelas dijadikan kelas eksperimen yang diberi pembelajaran

metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif yaitu kelas XI IPA

3 dengan jumlah sampel 41 orang siswa. Sedangkan yang dijadikan kelas kontrol

adalah kelas XI IPA 4 dengan jumlah sampel sebanyak 39 orang siswa.

(29)

34

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Instrumen penelitian digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Data

yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif, yaitu hasil pretest

dan posttest literasi matematis level 3 dan level 4, dan data kualitatif yang

diperoleh dari angket sikap siswa terhadap pembelajaran. Adapun instrumen

dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Instrumen Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes literasi matematis

level 3 dan tes literasi matematis level 4 yang berupa tes awal (pretest) dan

tes akhir (posttest). Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal

literasi matematis level 3 dan level 4 siswa kelas kontrol maupun kelas

eksperimen. Tes akhir dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan

secara signifikan dalam kemampuan literasi matematis level 3 dan level 4

siswa setelah siswa dalam kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran

metacognitive scaffolding memanfaatkan multimedia interaktif dan siswa

pada kelompok kontrol memperoleh pembelajaran secara langsung. Tes ini

berupa soal uraian yang dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir

siswa. Adapun soal berbentuk uraian ini menurut Suherman dan Kusumah

(1990: 95) memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

a. Pembuatan soal relatif lebih mudah dan dapat dibuat dalam waktu yang tidak terlalu lama.

b. Dalam menjawab soal uraian siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, sehingga proses berpikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi.

c. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, dan mengaitkan fakta-fakta yang relevan.

Penyusunan instrumen tes literasi matematis ini diawali dengan

pembuatan kisi-kisi tes. Kisi-kisi tersebut mencakup standar kompetensi,

kompetensi dasar, indikator materi, aspek literasi matematis, indikator

literasi matematis level 3 dan level 4, dan nomor butir soal. Instrumen tes

(30)

35

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dosen pembimbing tentang kesesuaiannya dengan indikator. Skor

maksimum ideal yang digunakan pada tes ini adalah 100 (��� = )

dengan skor maksimum masing-masing pertanyaan adalah 20.

Sebelum digunakan untuk tes awal dan tes akhir, instrumen tes ini

diujikan terlebih dahulu kepada subjek yang telah mendapatkan

pembelajaran tentang materi ini untuk menganalisis tingkat validitas,

reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukarannya. Instrumen ini

diujicobakan kepada siswa kelas XI IPA 5 SMAN 11 Kota Bandung. Setelah

data hasil uji coba diperoleh, kemudian akan dianalisis menggunakan

bantuan beberapa software komputer dan juga perhitungan secara manual.

a. Validitas Soal

Alat evaluasi yang berupa soal ini dianggap valid sebagai instrumen

pengukur literasi matematis siswa apabila instrumen yang telah

dikembangkan ini mampu mengukur literasi matematis siswa dan mampu

mencerminkan keadaan sebenarnya dari literasi matematis siswa. Validitas

yang akan dianalisis dari instrumen penelitian yang dikembangkan ini

adalah validitas empirik. Validitas empirik digunakan untuk menentukan

koefisien validitas dari instrumen penelitian yang dikembangkan melalui

perhitungan korelasi.

Dalam instrumen pengukur literasi matematis ini akan dihitung tingkat

validitas setiap butir soal dengan cara menghitung koefisien korelasi antara

setiap butir soal yang diujikan dengan skor total yang merupakan hasil

penjumlahan skor setiap butir soal. Semakin tinggi koefisien korelasi yang

dihasilkan, maka semakin tinggi juga tingkat validitas soal tersebut. Skor

pada setiap butir soal menyebabkan tinggi-rendahnya skor total. Dengan

demikian, validitas seluruh butir soal dipengaruhi oleh validitas setiap butir

soal. Jadi dapat kita simpulkan bahwa sebuah butir soal memiliki validitas

yang tinggi bila ia memiliki kesejajaran atau korelasi positif dengan skor

total, sehingga dari validitas suatu perangkat tes dapat diselidiki lebih lanjut

(31)

36

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

korelasi tiap butir soal ini akan dicari dengan menggunakan software IBM

SPSS 20 dengan menggunakan korelasi Pearson.

Setelah didapat nilai dari r, kemudian dibandingkan hasilnya dengan tabel r

Product-Momen. Adapun dalam penelitian ini, dengan = dan

mengambil taraf kepercayaan ( ) = 0,01 didapat nilai r tabel adalah .

Jika nilai r hitung lebih dari nilai r tabel (0,389), maka korelasinya

signifikan. Sebaliknya, jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka

korelasinya tidak signifikan.

Cara lain yang lebih mudah dalam menginterpretasi nilai tersebut dibagi

kedalam klasifikasi seperti berikut berdasarkan kriteria Guilford (Suherman

dan Kusumah, 1990:147).

Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Korelasi

Nilai Interpretasi

terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah

dilakukan kemudian dihitung koefisien korelasinya untuk menentukan

tingkat validitasnya dengan menggunakan perhitungan komputer dengan

menggunakan software IBM SPSS 20 dan AnatesV4. Dengan menggunakan

kedua cara tersebut menghasilkan data yang sama, untuk validitas tes literasi

matematis level 3 yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.2. Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 3

Nomor

(32)

37

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa semua soal yang digunakan untuk

mengukur kemampuan literasi matematis level 3 siswa memiliki validitas

sangat tinggi sehingga dapat digunakan sebagai instrumen tes. Dari hasil

perhitungan di atas, dapat kita cari nilai validitas internal dari instrumen tes

literasi matematis level 3 yang diujikan. Validitas internal adalah validitas

rata-rata dari tes yang dilakukan. Dari tabel diatas dapat kita cari validitas

internal dari soal tersebut. Yaitu dengan rumus

= ∑ .

Sehingga diperoleh validitas internal dari uji coba instrumen tes literasi

matematis level 3 ini adalah 0,854 (Validitas Sangat Tinggi). Dengan

demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa validitas instrumen

literasi matematis level 3 siswa berdasarkan hasil uji coba yang telah

dilakukan menghasilkan validitas yang sangat tinggi.

Adapun hasil perhitungan terhadap instrumen tes literasi matematis level 4

menghasilkan data sebagai berikut.

Tabel 3.3. Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 4

Nomor

Signifikan Validitas Sangat Tinggi Kasus 3 0,886 Signifikan Validitas Sangat Tinggi Kasus 5 0,910 Signifikan Validitas Sangat Tinggi

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa semua soal yang digunakan untuk

mengukur kemampuan literasi matematis level 4 siswa memiliki validitas

sangat tinggi sehingga dapat digunakan sebagai instrumen tes. Dari hasil

perhitungan di atas, dapat kita cari nilai validitas internal dari instrumen tes

literasi matematis level 4 yang diujikan. Validitas internal adalah validitas

rata-rata dari tes yang dilakukan. Dari tabel diatas dapat kita cari validitas

internal dari soal tersebut. Yaitu dengan rumus

(33)

38

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sehingga diperoleh validitas internal dari uji coba instrumen tes literasi

matematis level 4 ini adalah 0,882 (Validitas Sangat Tinggi). Dengan

demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa validitas instrumen

literasi matematis level 4 siswa berdasarkan hasil uji coba yang telah

dilakukan menghasilkan validitas yang sangat tinggi.

b. Reliabilitas Soal

Suatu alat evaluasi dikatakan reliable jika alat evaluasi tersebut memberikan

hasil yang tetap sama jika alat evaluasi tersebut diberikan pada subjek yang

sama, meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda

dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan

kondisi. Yang dimaksud dengan relatif tetap disini adalah tidak persis sama

tetapi mengalami perubahan yang tidak signifikan dan dapat diabaikan.

(Suherman dan Kusumah, 1990 : 167)

Rumus reliabilitas yang digunakan untuk menghitung derajat reliabilitas

instrumen pengukuran literasi matematis yang telah dikembangkan ini

menggunakan rumus Cronbach-Alpha, yaitu

=

Keterangan : n = banyak butir soal

= varians skor tiap item

= varians skor total.

Setelah didapat nilai dari r, kemudian dibandingkan hasilnya dengan tabel r

Product-Momen. Adapun dalam penelitian ini, dengan = dan

mengambil taraf kepercayaan ( ) = 0,01 didapat nilai r tabel adalah .

Jika nilai r hitung lebih dari nilai r tabel (0,389) maka korelasinya signifikan.

Sebaliknya, jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka korelasinya tidak

(34)

39

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat

menggunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.F. Guilford sebagai berikut.

(Suherman dan Kusumah, 1990: 177)

Tabel 3.4. Klasifikasi Derajat Reliabilitas

Nilai Interpretasi

terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah

dilakukan kemudian dihitung koefisien reliabilitas untuk menentukan

derajat reliabilitasnya dengan menggunakan software IBM SPSS 20

menggunakan rumus Cronbach Alpha maupun perhitungan komputer

dengan menggunakan software AnatesV4. Berdasarkan hasil perhitungan

tersebut diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 3.5. Reliabilitas Tes Literasi Matematis

Tingkatan

0,389 Signifikan Reliabilitas Tinggi Level 4 0,810 Signifikan Reliabilitas Sangat Tinggi

c. Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk

membedakan antara subyek yang pandai atau berkempuan tinggi dengan

siswa yang kemampuannya kurang. Suatu kelas biasanya terdiri atas tiga

kelompok siswa yaitu siswa pandai, rata-rata dan kurang, sehingga suatu

alat evaluasi tidak bagus jika hasilnya baik semua ataupun sebaliknya. Atau

sebagian besar baik dan sebaliknya. Alat evaluasi tersebut haruslah

(35)

40

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal dinyatakan dengan indeks

diskriminasi yang bernilai dari -1,00 ampai dengan 1,00. Indeks

diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal tersebut

makin baik, sebaliknya jika makin mendekati 0,00 berarti daya pembeda

soal tersebut makin buruk. Jika indeks diskriminasi bernilai negatif berarti

kelompok siswa bodoh banyak mendapat nilai baik, sedangkan kelompok

siswa pandai banyak mendapat nilai jelek.

Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah :

= ̅ ̅

Dengan: ̅ = Rata-rata skor siswa kelompok atas

̅ = Rata-rata skor siswa kelompok bawah SMI = Skor Maksimal Ideal

Adapun klasifikasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah

sebagai berikut. (Suherman dan Kusumah 1990 : 202)

Tabel 3.6. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda

Nilai DP Interpretasi

Daya pembeda sangat baik

Daya pembeda baik

Daya pembeda cukup

Daya pembeda jelek

Daya pembeda sangat jelek

Data hasil uji coba instrumen tes literasi matematis level 3 dan level 4 siswa

terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah

dilakukan kemudian dihitung koefisien DP untuk menentukan derajat daya

pembedanya dengan menggunakan perhitungan manual maupun

menggunakan software AnatesV4. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut

diperoleh.

Tabel 3.7. Daya Pembeda Tiap Butir Soal

Nomor Soal Jenis Level Derajat Daya Pembeda Interpretasi

(36)

41

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kasus 2 Level 4 0,48 Baik

Kasus 3 Level 4 0,36 Cukup

Kasus 4 Level 3 0,55 Baik

Kasus 5 Level 4 0,69 Baik

Berdasarkan Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa kelima kasus tersebut memiliki

derajat pembeda berkategori baik, kecuali kasus nomor 3 yang memiliki

derajat cukup. Sehingga, jika ditinjau dari derajat daya pembeda kelima soal

tersebut layak untuk digunakan.

d. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran adalah derajat kesukaran suatu butir soal. Rumus yang

digunakan untuk menentukan indeks kesukaran adalah:

� =���̅

Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran

�̅ = Nilai rata-rata tiap butir soal

��� = Skor Maksimal Ideal

Adapun klasifikasi untuk indeks kesukaran yang banyak digunakan adalah

sebagai berikut. (Suherman dan Kusumah 1990 : 213)

Tabel 3.8. Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran

Nilai IK Interpretasi

= Soal Terlalu Mudah

Soal Mudah

Soal Sedang

Soal Sukar

= Soal Terlalu Sukar

Data hasil uji coba instrumen tes literasi matematis level 3 dan level 4

terhadap 43 siswa SMA Negeri 11 Kota Bandung Kelas XI IPA 5 yang telah

dilakukan kemudian dihitung indeks kesukarannya untuk menentukan

(37)

42

Rofiq Robithulloh Murod,2013

Pendekatan Pembelajaran Metacognitif Scaffolding Dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menggunakan software AnatesV4. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut

diperoleh.

Tabel 3.9. Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

Nomor Soal Jenis Level Indeks Kesukaran Interpretasi

Kasus 1 Level 3 0,68 Sedang Kasus 2 Level 4 0,68 Sedang Kasus 3 Level 4 0,50 Sedang Kasus 4 Level 3 0,60 Sedang Kasus 5 Level 4 0,37 Sedang

Berdasarkan Tabel 3.8 dapat dilihat bahwa kelima kasus tersebut memiliki

tingkat kesukaran yang tergolong sedang. Sehingga, jika ditinjau dari

tingkat kesukarannya kelima soal tersebut layak untuk digunakan.

2. Instrumen Non Tes

a. Angket

Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya

(Arikunto, 2002: 128). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner untuk mengukur skala sikap siswa terhadap

pembelajaran yang dilakukan. Pada penelitian ini, menggunakan angket

skala sikap model skala Likert. Kuisioner ini terdiri dari beberapa

pernyataan, yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif.

Hasil angket yang didapat kemudian akan dideskripsikan berdasarkan

rata-rata yang diperoleh setiap opsi dalam masing-masing butir

pernyataan.

b. Lembar Observasi

Tujuan dari lembar observasi adalah untuk membuat refleksi terhadap

proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih

baik daripada tindakan pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan

Gambar

Tabel Nilai-Nilai r Product Momen ....................................................
gambaran tentang
Tabel 3.2. Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 3
Tabel 3.3. Validitas Tiap Butir Soal Tes Literasi Matematis Level 4
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi

Premis 2: Jika harga bahan pokok naik maka semua orang tidak senang Ingkaran dari kesimpulan yang sah yang berdasarkan premis premis diatas adalah …c. Harga BBM tidak naik

Manurung, Media Instruksional..., h.٧... ١٣ رﻮﺼﻟا ﺔﺘﺑﺎﺜﻟا ﻦﻣ لﻼﺧ ضﺮﻋ ﺪﻫﺎﺸﳌا ﰲ ﺔﻛﺮﳊا ًﻴﻧوﱰﻜﻟإ ﺎ. ﻮﻳﺪﻴﻔﻟا ﺔﻠﻴﺳﻮﻛ ﺔﻴﻤﻗر ﺮﻬﻈﺗ ﺐﻴﺗﺮﺗ وأ ﻞﺴﻠﺴﺗ رﻮﺼﻟا ﻲﻄﻌﺗو

Namun, secara parsial, Return on Equity (ROE) berpengaruh negatif signifikan terhadap Beta Saham, Dividend Payout Ratio, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Variability,

Usulan Kegiatan yang telah disusun pada PTP tahun 2015 dengan. mempertimbangkan sumber daya yang ada seperti dana , alat dan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PANTUN SISWA SEKOLAH DASAR. Universitas Pendidikan Indonesia |

Program Studi Ilmu Komunikasi Ketua,.

Berdasarkan Gambar tersebut distribusi tumbuhan yang digunakan dalam upacara Adat Pujan Kasanga terletak di 3 dusun yaitu Dusun Tosari, Kertanom, dan Ledoksari. Dusun