• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS KUIS MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS KUIS MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS

KUIS MELALUI

SHORT MESSAGE SERVICE

(SMS)

Oleh

DILLYANRI NOVTAYUMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS KUIS MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

Oleh :

Dillyanri Novtayuma

Telepon seluler atau handphone sudah menjadi alat komunikasi nomor satu yang selalu digunakan oleh masyarakat. Tindak pidana penipuan yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan layanan SMS telah banyak menimbulkan korban, pada umumnya yaitu masyarakat pengguna telepon seluler itu sendiri. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah modus operandi tindak pidana penipuan melalui sarana SMS dan bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana SMS.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

(3)

yaitu Pasal 378 KUHP dan Pasal 35 UU ITE. Sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana SMS dengan non penal dilakukan Kepolisian memberikan penyuluhan dan himbauan untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak mudah tertipu dengan bujuk rayu yang dibuat oleh para pelaku/sindikat penipuan via SMS telepon seluler.

Kepada pihak Kepolisian agar lebih meningkatkan profesionalisme para anggotanya dalam menemukan fakta yang lebih dalam rangka mengungkapkan berbagai modus operandi penipuan melalui sarana SMS dan upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana SMS, khususnya dalam hal penggunaan teknologi yang perkembangannya semakin pesat.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Teori dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana dan Tindak Pidana Penipuan ... 14

B. Tinjauan Tentang Short Message Service (SMS) ... 28

C. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 43

B. Sumber dan Jenis Data ... 43

C. Penentuan Narasumber ... 45

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 45

E. Analisis Data ... 46

IV. HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber ... 47

B. Modus Operandi Tindak Pidana Penipuan Melalui Sarana Short Message Service (SMS)... 48

(7)

B. Saran ... 71

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang melakukan berbagai komunikasi satu dengan yang lain. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat, orang-orang tertentu dapat juga menyalahgunakan sarana komunikasi itu dengan memanfaatkan teknologi seluler untuk melakukan kejahatan. Salah satu dampak negatif teknologi seluler ini adalah munculnya penipuan melalui Media Elektronika yang sudah sering terjadi di masyarakat.1

Adanya kualifikasi ke dalam 3 (tiga) klasifikasi tersebut di atas, maka dapat mendorong dominasi pihak-pihak tertentu untuk menyalahgunakan kemampuannya yang berimplikasi pada terjadinya kejahatan penipuan. Seperti halnya yang menjadi hot issue di tengah-tengah sosial masyarakat Indonesia, sebuah fakta yang tak terbantahkan salah satu kasus yang sangat menggemparkan karena terjadi hampir di seluruh belahan penjuru tanah air, dengan modus/pola yang sangat popular di kalangan masyarakat kita berupa penipuan dengan menggunakan sarana SMS.

1

(9)

Kejahatan penipuan dengan menggunakan layanan SMS telah banyak menimbulkan korban, pada umumnya yaitu masyarakat pengguna telepon seluler itu sendiri. Kasus-kasus cyber crime di Indonesia di dominasi oleh kasus penipuan,baik penipuan melalui internet maupun telepon seluler. Menurut data Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, secara keseluruhan kasus cyber crime di Indonesia mencapai jumlah sekitar 520 kasus di tahun 2011 dan 600 kasus di tahun 2012, dimana jumlah kasus penipuan mencapai 40 persen dari total kasus

cyber crime di Indonesia.2

Misalnya kasus yang terjadi di Sulawesi Utara (Sulut) telah terdapat kurang lebih 3 korban penipuan dengan modus kejahatan penipuan SMS yang cukup menarik perhatian masyarakat setempat. Contoh lain, salah seorang Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) hampir menjadi korban karena seseorang mengirimkan

SMS yang “mencantum” nama Kapolres untuk segera mentransfer uang kepada

pelaku yang mengaku sebagai ajudan Kapolres, namun pada kenyataannya setelah dilakukan konfirmasi, hal itu tidak benar.3

Pengertian tentang telekomunikasi, yang di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 tentang telekomunikasi adalah “setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”.

2

http://tekno.liputan6.com/read/599288/laporkan-nomor-telepon-sms-penipuan, Diakses 12 Maret 2013.

3

(10)

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999

ditegaskan pengertian alat telekomunikasi adalah “setiap alat perlengkapan yang

digunakan dalam bertelekomunikasi.” Dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan sarana

dan prasarana telekomunikasi adalah “segala sesuatu yang yang memungkinkan

dan mendukung berfungsinya telekomunikasi”. Modus kejahatan penipuan ini

ditinjau dari hukum pidana materilnya dapat dikatakan sebagai tindak pidana penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP yang menyatakan: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan mempergunakan sebuah nama susunan kata-kata bohong, menggerakkan seseorang untuk menyerahkan sesuatu benda, untuk mengadakan perjanjian hutang ataupun untuk meniadakan piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Kasus penipuan dengan modus kejahatan menggunakan telepon seluler melalui layanan SMS ini terdapat kesulitan dalam hal membuktikannya, karena jaringan para pelaku penipuan ini tersebar di daerah-daerah yang mungkin tidak berada di tempat korban berdomisili. Terlebih data pribadi palsu pendaftaran para pembeli kartu telepon perdana pra bayar, dimana orang dengan begitu mudahnya menggunakan nomor yang terus menerus berganti, tanpa perlu memberi data yang masuk dalam database operator atau provider. 4

Salah satu kasus yang terjadi di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung, tertangkapnya 3 orang pelaku penipuan lewat SMS yaitu Nuralim alias Alim,

4

(11)

Amiruddin alias Mami, dan Silviana Lubis alias Via. Ketiga pelaku ini nyata-nyata telah secara bersama-sama melakukan tindak pidana penipuan lewat SMS, yang menurut berita acara pemeriksaan di Kepolisian, tindak pidana yang mereka lakukan adalah penipuan, pemalsuan surat dan memberikan keterangan palsu dan atau turut serta melakukan, diduga melanggar Pasal 378 KUHP, bahwa barang siapa dengan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.5 Berdasarkan peristiwa hukum ini terlihat bahwa masih banyak pelaku yang mengincar para korbannya dengan berbagai modus operandi.

Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas penulis hendak mengembangkan penulisan ini untuk mengkaji kembali tentang penipuan dengan modus kuis melalui SMS ditinjau dari segi hukum pidana. Oleh sebab itu penulis mengambil judul tentang:

“Analisis Tindak Pidana Penipuan Dengan Modus Kuis Melalui Short Message

Service (SMS)”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

a. Bagaimanakah modus operandi tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service?

5

(12)

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana

Short Message Service? 2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah bagian dari kajian Hukum Pidana. Sedangkan lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas modus operandi tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service dan upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service. Sedangkan lingkup tempat penelitian penulis mengambil lokasi penelitian di Polresta Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan penelitian pastilah mempunyai tujuan, dimana tujuan-tujuan yang hendak dipakai penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Modus operandi tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service.

b. Upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis

(13)

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat khususnya mengenai modus operandi dan upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana SMS.

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti.6

Perkembangan kejahatan dewasa ini tidak lagi hanya sebatas teritorial suatu negara melainkan sudah melampaui batas teritorial dan bahkan sudah menimbulkan dampak terhadap dua negara atau lebih serta sudah memiliki lingkup dan jaringan internasional. Perkembangan kejahatan internasional sudah menjadi perhatian masyarakat internasional terutama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam hal ini dirasakan semakin penting perlunya kerjasama internasional secara efektif berkenaan dengan masalah-masalah kejahatan nasional dan transnasional.

6

(14)

Sejalan dengan perkembangan kejahatan yang begitu pesat di atas, terdapat elemen-elemen yang tetap di dalam perkembangan kejahatan tersebut. Elemen-elemen tersebut antara lain adalah :

1. Elemen Proses Kriminalisasi

Yang dimaksud disini adalah untuk dijadikannya suatu tindakan atau perbuatan sebagai kejahatan akan tetap selalu membutuhkan proses-proses yang mempengaruhi pembentukan undang-undang agar dijadikannya suatu perbuatan tertentu sebagai kejahatan/tindak pidana. Doktrin nullum crimen sine lege yang artinya tidak ada kejahatan apabila undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang.7

2. Elemen Reaksi Sosial/Masyarakat yang Negatif

Setiap kejahatan dipandang sebagai dari “penyimpangan sosial” dalam arti bahwa

tindakan itu “berbeda” dari tindakan-tindakan yang dipandang normal atau biasa

di masyarakat, sehingga hal ini akan selalu di pandang tetap atau tidak berubah sebagai sesuatu yang negatif dalam masyarakat baik terhadap perbuatannya maupun pelakunya (secara umum masyarakat memperlakukan orang-orang tersebut sebagai berbeda dan jahat).

3. Elemen Pelaku Kejahatan

Didalam perkembangan kejahatan banyak hal-hal yang berkembang namum salah satu elemen yang tetap adalah elemen pelaku kejahatan yaitu di setiap kejahatan pastilah tetap ada pelaku yang melakukan kejahatan tersebut atau yang sering

7

(15)

disebut penjahat. Studi terhadap pelaku ini terutama dilakukan oleh kriminologi positivis dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Dalam mencari sebab-sebab kejahatan, kriminologi positivis menyadarkan pada asumsi dasar bahwa penjahat berbeda dengan bukan penjahat, perbedaan tersebut pada aspek biologis, psikologis maupun sosiokultural.

4. Elemen Penderitaan/Kerugian

Setiap kejahatan elemen penderitaan merupakan elemen yang tidak berubah atau dengan kata lain pada setiap kejahatan akan selalu menimbulkan penderitaan atau kerugian, hal ini diperkuat dengan perkembangan studi tentang korban kejahatan. Dari perumusan tersebut perbuatan-perbuatan tertentu menjadi perbuatan yang patut dicela menurut hukum pidana dan dengan demikian patut pula dijatuhi sanksi pidana, dapat disimpulkan bahwa perbuatan-perbuatan demikian merupakan perbuatan yang mengakibatkan penderitaan atau kerugian bagi pihak lainnya, misal : menghilangkan nyawa orang lain sebagai pembunuhan atau perbuatan mengambil barang milik orang lain untuk dikuasai dan dimiliki secara melawan hukum sebagai pencurian.8

5. Elemen Modus Operandi Atau Cara Kejahatan

Terjadinya suatu kejahatan tidaklah seketika dalam artian pelaku kejahatan membutuhkan suatu cara atau teknik yang berciri khusus dari seorang atau kelompok penjahat dalam melakukan perbuatan jahatnya yang melanggar hukum dan merugikan orang lain, baik sebelum, ketika, dan sesudah perbuatan kriminal tersebut dilakukan. Elemen Modus Operandi atau Cara Kejahatan inilah yang

8

(16)

tetap dimiliki oleh setiap kejahatan yang mengalami perkembangan dan perubahan adalah bentuk atau tehnik dari modus operandi tersebut.

Teori yang dipergunakan untuk menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini yaitu, untuk mewujudkan tercapainya tujuan negara yang makmur serta adil dan sejahtera maka diperlukan suasana yang kondusif dalam segala aspek termasuk aspek hukum. Untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya tersebut, negara Indonesia telah menentukan kebijakan sosial

(social policy) yang berupa kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial

(social welfare policy) dan kebijakan memberikan perlindungan sosial (social defence policy).9

Kebijakan untuk memberikan perlindungan sosial (social defence policy) salah satunya dengan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana atau kejahatan yang aktual maupun potensial terjadi. Segala upaya untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana/kejahatan ini termasuk dalam wilayah kebijakan kriminal (criminal policy).10

Menurut Walter C. Rekless konsep umum dalam upaya penanggulangan kriminalitas yang berhubungan dengan mekanisme peradilan pidana dan partisipasi masyarakat secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:11

a. Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum, meliputi pemantapan organisasi, personel dan sarana-sarana untuk menyelesaikan perkara pidana.

9

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001). hlm. 73

10

Ibid, hlm. 73

11

(17)

b. Perundang-undangan yang dapat berfungsi menganalisis dan membendung kejahatan dan mempunyai jangkauan ke masa depan.

c. Mekanisme peradilan pidana yang efektif dan memenuhi syarat-syarat cepat, tepat, murah dan sederhana.

d. Koordinasi antar aparatur penegak hukum dan aparatur pemerintah lainnya yang berhubungan, untuk meningkatkan daya guna dalam penanggulangan kriminalitas.

e. Partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas.

Budaya hukum masyarakat tidak kalah penting dengan faktor-faktor yang lain, faktor budaya hukum masyarakat ini juga memiliki pengaruh dan memainkan peranan yang penting dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti12. Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :

a. Penanggulangan adalah suatu rancangan semacam program kerja yang sistematis, berdaya guna untuk meminimalisir atas kejadian alam atau human

12

(18)

error untuk keselamatan manusia, harta benda/aset dan lingkungan/kawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat.13

b. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.14

c. Penipuan adalah suatu perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang (Pasal 378 KUHP)

d. Modus Operandi adalah cara operasi orang perorang atau kelompok penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya.15

e. Kuis adalah bentuk permainan atau olahraga pikiran di mana para pemain (individu atau tim) mencoba untuk menjawab pertanyaan dengan benar. Kuis juga merupakan penilaian singkat yang digunakan dalam pendidikan dan bidang serupa mengukur peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan, dan/atau keterampilan.16

f. Short Message Service (SMS) adalah salah satu tipe Instant Messaging (IM) yang memungkinkan user untuk bertukar pesan singkat kapanpun, walaupun

user sedang melakukan sambungan data/suara.17

http://majalahselangkah.com/modus-operandi-korupsi-struktural diakses 20 Oktober 2012

16

http://id.termwiki.com/ID:quiz, diakses 12 Maret 2013 pukul 21.48

17

(19)

E. Sistematika Penulisan Hukum

Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang hukum acara pidana dan tinjauan umum tentang tindak pidana penipuan.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai modus operandi tindak pidana penipuan melalui sarana

(20)

V. PENUTUP

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana dan Tindak Pidana Penipuan

1. Pengertian Tindak Pidana

Konsep hukum Indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar larangan tersebut.16 Adapun beberapa tokoh yang memiliki perbedaan pendapat tentang peristilahan “strafbaarfeit” atau tindak pidana, antara lain :

1) Simons

Tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.17

16

Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, (Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2002), hlm. 71.

17

(22)

2) Wirjono Prodjodikoro

Tindak pidana merupakan pelanggaran norma-norma dalam 3 (tiga) bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana.18 3) Pompe

Tindak pidana adalah suatu pelanggaran terhadap norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.19

4) R Tresna

Peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.20

Beberapa peristilahan dan definisi diatas, menurut pendapat penulis yang dirasa

paling tepat digunakan adalah “Tindak Pidana dan Perbuatan Pidana”, dengan alasan

selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas, sebagai istilah hukum juga sangat praktis diucapkan dan sudah dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Moeljatno, Perbuatan Pidana didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

PAF Lamintang, Delik-delik khusus, (Bandung : Sinar Baru, 1984). hlm. 182.

20

(23)

tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.21 Menurut Moeljatno, yang dikutib oleh Adam Chazawi perbuatan pidana lebih tepat digunakan dengan alasan sebagai berikut :

1) Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya. Sementara itu, ancaman pidananya itu ditujukan pada orangnya.

2) Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana (yang ditujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Oleh karena itu, perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan) dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula.

3) Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkret yaitu pertama, adanya kejadian tertentu (perbuatan), dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu.22

Sudradjat Bassar menyimpulkan pengertian perbuatan pidana yang didefinisikan oleh Moeljatno bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut :

1) melawan hukum, 2) merugikan masyarakat,

21

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993). hlm. 54

22

(24)

3) dilarang oleh aturan pidana,

4) pelakunya diancam dengan pidana. 23

Butir 1) dan 2) menunjukkan sifat perbuatan, sedangkan butir 3) dan 4) merupakan pemastian dalam suatu tindak pidana. Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana didefinisikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum.24 Beliau membedakan istilah perbuatan pidana dengan

strafbaarfeit. Ini dikarenakan perbuatan pidana hanya menunjuk pada sifat perbuatan yang terlarang oleh peraturan perundang-undangan. Soedarto memakai istilah tindak pidana sebagai pengganti dari pada strafbaarfeit, adapun alasan beliau karena tindak pidana sudah dapat diterima oleh masyarakat.

Terdapat kelompok sarjana yang berpandangan monistis dan dualistis dalam kaitannya dengan tindak pidana. Pandangan monistis berpendapat bahwa semua unsur dari suatu tindak pidana yaitu unsur perbuatan, unsur memenuhi ketentuan undang-undang, unsur sifat melawan hukum, unsur kesalahan dan unsur bertanggungjawab digunakan sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga memungkinkan untuk dijatuhkan pidana kepada pelakunya. Mereka yang berpandangan dualistis, memisahkan perbuatan dengan pertanggungajawaban pidana dalam pengertian jika perbuatan tersebut telah memenuhi unsur yang terdapat dalam rumusan undang-undang, maka perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Mengenai pelaku tersebut, dalam hal pertanggungjawaban pidana, masih harus

23

Sudradjat Bassar, Tindak-tindak pidana tertentu, (Bandung : Remadja Karya, 1986), hlm.2.

24

(25)

ditinjau secara tersendiri, apakah pelaku tersebut mempunyai kualifikasi tertentu sehingga ia dapat dijatuhi pidana. Sebagai contoh apabila pelaku mengalami gangguan jiwa maka ia tidak dapat dipidana.

Adanya pandangan tentang kedua paham tersebut diatas, maka sangat berpengaruh terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang (penyertaan). Sebagai contoh, A bersama dengan B melakukan pengrusakan terhadap barang milik C, maka menurut pandangan monistis maka A dan B semua dipenjara. Sedangkan menurut pandangan dualistis, jika A dan B (sehat akalnya semua), maka A dan B dapat dipidana tetapi apabila A (sehat akalnya) dan B (tidak sehat akalnya) maka A dapat dipidana dan B tidak dapat dipidana karena mengalami gangguan jiwa (tidak sehat akalnya) sesuai dengan Pasal 44 KUHP yang dalam pasal tersebut seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya.

Indonesia menganut Paham Dualistis, terbukti dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 KUHP yang mengatur tentang tidak dipidananya seseorang walaupun telah melakukan suatu tindak pidana karena alasan-alasan tertentu, yaitu :

1) Cacat jiwa; 2) Daya paksa;

3) Pembelaan terpaksa;

(26)

2. Tindak Pidana Penipuan.

Kejahatan penipuan atau bedrog itu diatur didalam Pasal 378-395 KUHP, Buku II Bab ke XXV. Di dalam Bab ke XXV tersebut dipergunakan perkataan “Penipuan”

atau “Bedrog”, “karena sesungguhnya didalam bab tersebut diatur sejumlah

perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dalam mana oleh si pelaku telah dipergunakan perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau dipergunakan tipu

muslihat.”25

Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Pasal 378 KUHP Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun. Mengenai kejahatan penipuan pada Pasal 378 KUHP, Soesilo merumuskan sebagai berikut :

1. Kejahatan ini dinamakan kejahatan penipuan. Penipu itu pekerjaannya :

a. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.

b. Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

c. Membujuknya itu dengan memakai :

25

(27)

1) Nama palsu atau keadaan palsu 2) Akal cerdik (tipu muslihat) atau 3) Karangan perkataan bohong

2. Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.

3. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya.

4. Seperti halnya juga dengan pencurian, maka penipuanpun jika dilakukan dalam kalangan kekeluargaan berlaku peraturan yang tersebut dalam Pasal 367 jo 394.26

Hakekat dari kejahatan penipuan itu adalah maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara limitative di dalam Pasal 378 KUHP. Menurut M. Sudrajat Bassar, penipuan adalah suatu bentuk berkicau, “sifat umum dari perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat keliru, dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barangnya atau uangnya.”27

Sebagai cara penipuan dalam Pasal 378 KUHP, menurut M. Sudrajat Bassar menyebutkan :

26

Ibid.

27

(28)

1. Menggunakan nama palsu

Nama palsu adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya, akan tetapi kalau si penipu itu menggunakan nama orang lain yang sama namanya dengan ia sendiri, maka ia tidak dapat dikatakan menggunakan nama palsu, tetapi

ia dapat dipersalahkan melakukan “tipu muslihat” atau“susunan belit dusta”.

2. Menggunakan kedudukan palsu

Seseorang dapat dipersalahkan menipu dengan menggunakan kedudukan palsu. 3. Menggunakan tipu muslihat

Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan kepercayaan atas pengakuan-pengakuan yang sebenarnya bohong, dan atas gambaran peristiwa-peristiwa yang sebenarnya dibuat sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabuhi orang yang biasanya berhati-hati. 4. Menggunakan susunan belit dusta

Kebohongan itu harus sedemikian rupa berbelit-belitnya sehingga merupakan suatu keseluruhan yang nampaknya seperti benar atau betul dan tidak mudah ditemukan dimana kepalsuannya. Akal tipu ini suka bercampur dengan tipu muslihat yang tersebut dalam butir 3, dan oleh karenanya sukar dipisahkan. Untuk mengetahui tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok yang lebih mendalam, maka penulis akan menguraikan unsur-unsur tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP.

(29)

(hoedanigheid) palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Menurut Moh. Anwar, tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur subyektif : dengan maksud

a. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain. b. Dengan melawan hukum.

2. Unsur obyektif : membujuk atau menggerakan orang lain dengan alat pembujuk atau penggerak

a. Memakai nama palsu. b. Memakai keadaan palsu. c. Rangkaian kata-kata bohong. d. Tipu muslihat agar :

1) menyerahkan sesuatu barang 2) membuat hutang

3) menghapus piutang.28

Unsur subyektif dengan maksud adalah kesengajaan. Ada tiga corak kesengajaan yaitu:

28

(30)

a. Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai suatu tujuan. b. Kesengajaan dengan sadar kepastian.

c. Kesengajaan sebagai sadar kemungkinan.

Dengan maksud “diartikan tujuan terdekat bila pelaku masih membutuhkan tindakan

lain untuk mencapai maksud itu harus ditujukan kepada menguntungkan dengan melawan hukum, hingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu harus bersifat melawan hukum.” Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui arti melawan hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat yaitu:

a. Bertentangan dengan hukum (Simons)

b. Bertentangan dengan hak (subyektif recht) orang lain (Noyon)

c. Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan dengan hukum (Hoge Road).29

Pengertian melawan hukum menurut sifatnya juga dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Melawan hukum yang bersifat formil yaitu suatu perbuatan itu bersifat melawan

hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat hukumnya perbuatan itu dapat haus hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang, jadi menurut ajaran ini melawan

29

(31)

hukum sama dengan melawan hukum atau bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis)

2. Melawan hukum yang bersifat materiil yaitu suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis, sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis.30

Sedangkan menurut Moch. Anwar Melawan hukum berarti bertentangan dengan kepatutan yang berlaku didalam kehidupan masyarakat. Suatu keuntungan bersifat tidak wajar atau tidak patut menurut pergaulan masyarakat dapat terjadi, apabila keuntungan ini diperoleh karena penggunaan alat-alat penggerak atau pembujuk, sebab pada keuntungan ini masih melekat kekurangpatutan dari alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan untuk memperoleh keuntungan itu. Jadi ada hubungan kasual antara penggunaan alat-alat penggerak atau pembujuk dari keuntungan yang diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk dari keuntungan yang diperoleh. Meskipun keuntungan itu mungkin bersifat wajar, namun apabila diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk tersebut di atas, tetap keuntungan itu akan bersifat melawan hukum.31

30

Ibid, hlm. 47-48

31

(32)

Adapun arti menguntungkan adalah setiap perbaikan dalam posisi atau nasib kehidupan yang diperoleh atau yang akan dicapai oleh pelaku. Pada umumnya perbaikan ini terletak di dalam bidang harta kekayaan seseorang. Tetapi menguntungkan tidak terbatas pada memperoleh setiap keuntungan yang dihubungkan dengan perbuatan penipuan itu atau yang berhubungan dengan akibat perbuatan penipuan, tetapi lebih luas, bahkan memperoleh pemberian barang yang dikehendaki dan yang oleh orang lain dianggap tidak bernilai termasuk juga pengertian menguntungkan.

Alat pembujuk atau penggerak yang dipergunakan dalam perbuatan membujuk atau menggerakan orang agar menyerahkan sesuatu barang terdiri atas empat jenis cara yaitu :

1. Nama palsu.

Penggunaan nama yang bukan nama sendiri, tetapi nama orang lain, bahkan penggunaan nama yang tidak dimiliki oleh siapapun juga termasuk didalam penggunaan nama palsu. Dalam nama ini termasuk juga nama tambahan dengan syarat yang harus tidak dikenal oleh orang lain.

2. Keadaan atau sifat palsu.

(33)

3. Rangkaian kata-kata bohong.

Disyaratkan bahwa harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan, suatu kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak ataupun alat bujuk. Rangkaian kata-kata bohong yang diucapkan secara tersusun, hingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dan benar. Jadi kata-kata itu tersusun hingga kata-kata-kata-kata yang satu membenarkan atau memperkuat kata-kata yang lain.

4. Tipu muslihat

Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, hingga perbuatan-perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jadi tidak terdiri atas ucapan, tetapi atas perbuatan atau tindakan suatu perbuatan saja sudah dapat dianggap sebagai tipu muslihat. Menunjukkan surat-surat yang palsu, memperlihatkan barang yang palsu adalah tipu muslihat.

(34)

tanpa mengemukakan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakan alat-alat penggerak atau pembujuk itu. Alat itu pertama-tama harus menimbulkan dorongan didalam jiwa seseorang untuk menyerahkan sesuatu barang. Psychee dari korban karena penggunaan alat penggerak atau pembujuk tergerak sedemikian rupa, hingga orang itu melakukan penyerahan barang itu. Tanpa penggunaan alat atau cara itu korban tidak akan tergerak psycheenya dan penyerahan sesuatu tidak akan terjadi.

Penggunaan cara-cara atau alat-alat penggerak itu menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal, hingga orang itu terpedaya karenanya. Apabila orang yang dibujuk atau digerakkan mengetahui atau memahami, bahwa alat-alat penggerak atau pembujuk itu tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka fisiknya tidak tergerak dan karenanya ia tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka psycheenya tidak tergerak dan karenanya ia tidak tersesat atau terpedaya, hingga dengan demikian tidak terdapat perbuatan penggerakan atau membujuk dengan alat-alat penggerak atau pembujuk, meskipun orang lain menyerahkan barangnya.

(35)

depan notaris, akan tetapi juga dapat dibuat dalam berbagai bentuk tulisan, misalnya dalam bentuk kwitansi yang harus ditandatangani oleh orang yang ditipu seolah-olah orang tersebut mempunyai utang sebesar uang yang dinyatakan diatas kertas segel tersebut.

B. Tinjauan Tentang Short Message Service (SMS)

Pada era teknologi komunikasi yang berkembang sangat pesat sekarang ini, berkembang pula berbagai macam pemanfaatannya yang dilakukan secara negatif, dimana tingkat kuantitas dan kualitasnya pun selalu bertambah dari hari ke hari. Adanya kenyataan penggunaan telepon seluler yang sangat luas di masyarakat, dan tidak lagi menempatkannya sebagai barang mewah dalam berkomunikasi, luas pula jangkauan orang-orang yang menyalahgunakannya bagi memperoleh keuntungan diri sendiri maupun kelompoknya.

Short Message Service (SMS) adalah salah satu tipe Instant Messaging (IM) yang memungkinkan user untuk bertukar pesan singkat kapanpun, walaupun user sedang melakukan sambungan data/suara. SMS dihantarkan pada channel signal GSM (Global System for Mobile Communication) spesifikasi teknis ETSI. SMS diaktifkan oleh ETSI dan dijalankan di scope 3GPP. SMS juga digunakan pada teknnologi GPRS dan CDMA. SMS menjamin pengiriman pesan oleh jaringan, jika terjadi kegagalan pesan akan disimpan dahulu di jaringan, pengiriman paket SMS bersifat

(36)

Dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat akhir-akhir ini, teknologi SMS merupakan suatu teknoglogi yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat. Teknologi SMS ini banyak digemari oleh masyarakat karena teknologi ini bersifat praktis, murah dan mudah untuk digunakan. SMS merupakan suatu sistem pengiriman pesan sederhana yang disediakan oleh jaringan telepon selular. Fitur SMS ini didukung oleh GSM (Global System for Mobile Communication), TDMA (Time Multiple Digital Access), CDMA (Code Multiple Digital Access).

Semakin pesatnya perkembangan teknologi SMS ini, didukung oleh beberapa faktor, antara lain adalah semakin terjangkaunya harga perangkat keras yang digunakan (telepon selular). Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah banyaknya provider penyedia jasa telekomunikasi yang menawarkan jasanya dengan harga yang cukup terjangkau oleh masyarakat saat ini. Sarana Short Message Service (SMS) yang saat ini menjadi pilihan utama pengguna telepon seluler, karena aplikasinya yang mudah, murah dan sering kali dianggap lebih jelas dan informatif dari pada berbicara langsung melalui telepon seluler, ternyata telah menjadi sarana penipuan yang cukup diandalkan oleh para pelakunya.

(37)

sarana SMS. Langkah-langkah yang diambil pihak operator sejauh ini, hanya terbatas pada peringatan-peringatan baik melalui SMS itu sendiri maupun pengumuman-pengumuman di media tertulis maupun elektronik, yang ternyata masih diragukan efektivitasnya karena masih banyaknya korban-korban penipuan terjadi.

Katagori yang tepat untuk memasukan SMS sebagai alat bukti sesuai Pasal 187

KUHAP adalah “surat lain”. Dimana surat bentuk pada bentuk ini baru mempunyai

nilai alat bukti atau pada dirinya melekat nilai pembuktian, apabila isi surat

bersangkutan “mempunyai hubungan” dengan alat bukti yang lain. Nilainya sebagai

alat bukti tergantung pada isinya, kalau isinya tidak ada hubungan dengan alat

pembuktian yang lain surat bentuk “yang lain” tidak mempunyai nilai pembuktian.

SMS yang masih ada pada layar sebuah telepon seluler, adalah suatu barang bukti yang masih melekat pada barang bukti telepon seluler itu sendiri, pada kasus yang penulis bahas ini, memang terdapat barang-barang bukti terkait dengan penggunakan teknologi komunikasi seperti telepon seluler (handphone). Kartu-kartu (sim card) yang diterbitkan oleh berbagai provider, dan kelengkapan pendukung lain seperti memory card, data cabel, dan lain-lain.

Untuk menjadikannya sebagai suatu alat bukti yang relevan dengan alat bukti “surat”

(38)

keluar serta data-data informasi tambahan seperti waktu, tanggal, bulan,dan tahun pengiriman secara lengkap. Jadi dengan demikian, apabila SMS yang ada pada layar handphone telah diapus, atau ada yang disimpan dengan edit dan rekayasa tertentu sesuai tujuan si pengguna, print out yang diterbitkan oleh provider tetap menunjukan detil yang sesuai secara apa adanya, pada saat sarana SMS itu digunakan oleh pelakunya.

Isi surat yang bersangkutan “mempunyai hubungan” dengan alat bukti lain,

diantaranya dapat dibuktikan hubungannya dengan surat “keterangan dari seorang

ahli” yang memuat penjelasan dan pendapat berdasar keahliannya mengenai suatu hal

atau suatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya. Ahli dalam hal ini bisa saja seorang ahli telekomunikasi atau telematika yang akan memberikan pendapatnya secara independen, atau seorang ahli yang karena pekerjaan atau jabatannya dalam perusahaan penyelenggara komunikasi telepon seluler, ditunjuk oleh perusahaan tersebut untuk memberikan sesuai dengan keahliannya. Maka dengan keterangan dari para ahli dibidang komuikasi seperti tersebut diatas,yang menjelaskan akurasi dan

verifikasi atas kebenaran berbagai SMS yang tercetak maka SMS sebagai “surat lain”

itu akan mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang.

C. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat di bagi 2 (dua), yaitu lewat

(39)

pidana).32 Penerapan hukum pidana (criminal law application) tidak terlepas dari adanya peraturan perundang-undangan pidana, menurut Soedarto, usaha mewujudkan peraturan perundangan-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang berarti melaksanakan politik hukum pidana.33

Politik hukum pidana dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan “penal policy”.

Penal policy menurut Marc Ancel, adalah upaya menanggulangi kejahatan dengan pemberian sanksi pidana atau penal. Sebagai “suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan positif di rumuskan secara lebih baik”.34

Kebijakan hukum dengan sarana “penal” (pidana) merupakan serangkaian proses

yang terdiri atas tiga tahap yakni:

a) Tahap kebijakan legislatif/formulatif; b) Tahap kebijakan yudikatif/aplikatif; c) Tahap kebijakan eksekutif/administratif; 35

Tahapan formulasi dalam proses penanggulangan kejahatan memberikan tanggung jawab kepada aparat pembuat hukum (aparat legislatif) menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana disusun dalam satu kesatuan sistem hukum pidana (kebijakan legislatif) yang harmonis dan terpadu.

32

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit., hlm. 42

33

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 38

34

Ibid.

35

(40)

Walaupun ada keterkaitan erat antara kebijakan formulasi/legislasi (legislative policy

khususnya penal policy) dengan penegakan hukum (law enforcement policy) dan kebijakan kriminal (criminal policy), namun dilihat secara konseptual/teoritis dan dari sudut realitas, kebijakan penanggulangan kejahatan tidak dapat dilakukan semata-mata hanya dengan memperbaiki/memperbaharui sarana undang-undang (law reform

termasuk criminal law/penal reform). Namun evaluasi tetap diperlukan sekiranya ada kelemahan kebijakan formulasi dalam perundang-undangan yang ada. Evaluasi terhadap kebijakan formulasi mencakup tiga masalah pokok dalam hukum pidana yaitu masalah perumusan tindak pidana (kriminalisasi), pertanggungjawaban pidana, dan aturan pidana dan pemidanaan.

Hukum pidana merupakan aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. Pada dasarnya hukum pidana mempunyai dua hal pokok yaitu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan pidana.36 Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan apa yang boleh dilakukan. Hukum menarik garis antara apa yang sesuai dengan hukum dan apa yang bersifat melawan hukum. Hukum tidak membiarkan perbuatan yang bersifat melawan hukum, hukum akan menggarap secara intensif perbuatan yang bersifat melawan hukum, baik perbuatan yang bersifat melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht in

36

(41)

actu), maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi (onrecht in potentie).37 Perhatian dan penggarapan perbuatan melawan hukum yang terjadi dan yang mungkin akan terjadi tersebut merupakan penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan sisi lain dari pembentukan hukum.

Perundang-undangan pidana harus memenuhi syarat keadilan, maksudnya perundang-undangan pidana harus memperhatikan hak-hak pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana yang selama ini terabaikan. Perundang-undangan pidana harus berdaya guna, maksudnya adalah perundang-undangan pidana harus dapat mencegah dan menanggulangi kejahatan yang terjadi dalam masyarakat dengan mengenakan sanksi pidana maupun tindakan. Dengan perundang-undangan pidana yang berkeadilan dan berdaya guna diharapkan dapat memberikan perlindungan pada masyarakat yang pada akhirnya dapat mencapai kesejahteraan masyarakat seperti yang dicita-citakan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Marc Ancel berpendapat bahwa kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari hukum pidana modern, disamping kriminologi dan hukum pidana. Kebijakan hukum pidana merupakan ilmu dan seni yang memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan memberi pedoman kepada pembuat undang-undang, kepada pengadilan sebagai lembaga yang menerapkan undang-undang dan kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan agar bekerjasama untuk

37

(42)

menghasilkan suatu kebijakan pidana yang realistik, humanis dan berpikiran maju serta sehat.38

Kebijakan merupakan serangkaian kegiatan yang disusun dan dilaksanakan oleh suatu organisasi atau lembaga dalam rangka menghadapi permasalahan tertentu. Kebijakan memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan konteks dan situasi yang dihadapi suatu organisasi atau lembaga. Menurut Soerjono Soekanto, kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana bagi pemerintah atau organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, cara bertindak, pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.39

Sementara itu Mustopawijaya, merumuskan kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi, baik publik atau bisnis, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan tertentu berupa ketentuan-ketentuan yang berisikan pedoman perilaku dalam:

a. Pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran atau unit organisasi pelaksana kebijakan

38

Barda Nawawi Arief, Op, Cit., hlm. 23

39

(43)

b. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dalam unit organisasi atau pelaksana maupun kelompok sasaran dimaksud.40

Sudarto berpendapat bahwa politik hukum adalah sebagai berikut :

a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. Politik atau kebijakan hukum pidana berarti melakukan pemilihan untuk menghasilkan perundang-undangan pidana yang adil dan berdaya guna di masa kini maupun dimasa yang akan datang.

b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.41

Kebijakan hukum pidana merupakan pekerjaan teknik perundang-undangan yang dilakukan secara yuridis normatif dan sistematik dogmatik, pendekatan yuridis faktual berupa pendekatan sosiologis, historis dan komparatif serta pendekatan yang bersifat komprehensif dari berbagai disiplin ilmu sosial lainnya. Kebijakan hukum pidana bila dikaitkan dengan pendapat Sudarto mengenai politik hukum, kebijakan hukum pidana merupakan usaha dalam mengadakan pemilihan atau mewujudkan perundangundangan pidana yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan di masa yang akan datang, melalui badan-badan yang berwenang

40

Barda Nawawi Arief, Op, Cit., hlm. 17

41

(44)

menetapkan peraturan-peraturan yang dapat mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat.

Masalah pokok dalam kebijakan hukum pidana selain masalah kriminalisasi, adalah sanksi yang akan dikenakan kepada pelanggar. Dalam penjatuhan pidana hendaknya mempertimbangkan efektifitas sanksi pidana itu sendiri. Sanksi pidana dikatakan efektif apabila pidana itu benar-benar dapat mencegah terjadinya tindak pidana, disamping itu pidana tersebut tidak menyebabkan timbulnya keadaan yang lebih merugikan atau berbahaya daripada apabila sanksi pidana tidak dijatuhkan, disamping itu tidak ada sanksi lain yang dapat mencegah secara efektif dengan kerugian atau bahaya yang lebih kecil.

Jeremy Bentham berpendapat bahwa pidana jangan digunakan apabila

‘groundless,needless, unprofitable or inefficacious’. Tujuan pengenaan pidana adalah

mewujudkan kepentingan-kepentingan sosial yaitu : a. memelihara ketertiban dalam masyarakat,

b. melindungi masyarakat dari kejahatan,kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh pelaku,

c. memasyarakatkan kembali si pelaku,

d. mempertahankan integritas pandangan-pandangan dasar mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan keadilan individu.42

42

(45)

Menurut Friedman menguraikan tentang fungsi sitem hukum, yaitu :

1. Fungsi kontrol sosial, menurut Donald Black semua hukum adalah berfungsi sebagai kontrol sosial dari pemerintah.

2. Berfungsi sebagai cara penyelesaian sengketa dan konflik. Penyelesaian sengketa ini biasanya untuk penyelesaian yang sifatnya berbentuk pertentangan lokal berskala kecil.

3. Fungsi redistribusi atau fungsi rekayasa sosial. Fungsi ini mengarah pada penggunaan hukum untuk mengadakan perubahan sosial yang berencana yang digunakan oleh pemerintah.

4. Fungsi pemeliharaan sosial. Fungsi ini berguna untuk penegakan hukum, agar berjalan sesuai dengan aturan mainnya.43

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku undang-undang atau hukum.44

Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan

43

Barda Nawawi Arief, Op, Cit., hlm. 70)

44

(46)

(sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.45

Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut penyelesaian antara nilai-nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia. Pada hakikatnya, hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin hidup sosial masyarakat karena hukum dan masyarakat terdapat suatu interelasi.

Muladi mengidentifikasikan tentang hubungan penegakan hukum pidana dengan

politik sosial menyatakan bahwa “penegakan hukum pidana merupakan bagian dari

penanggulangan kejahatan (politik kriminal)”. Tujuan akhir dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan utama untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum pidana yang merupakan bagian dari politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari seluruh kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, maka wajarlah jika dikatakan bahwa usaha penanggulangan kejahatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.46

Berdasarkan orientasi kebijakan sosial itulah, masalah kriminal atau kejahatan harus diperhatikan hal-hal yanjg pada intinya sebagai berikut :

1. Tujuan penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil

45

Soerjono Soekanto, Op, Cit., hlm. 13).

46

(47)

dan spirituil berdasarkan pancasila. Sehubungan dengan itu maka penggunaan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penyegaran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

2. Perbuatan yang diusahakan untuk mencegah atau menanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu kegiatan yang mendatangkan kerugian materiil dan sprituil atas warga masyarakat.

3. Penggunaan hukum pidana juga harus memperhitungkan prinsip “biaya dan

hasil”.

4. Penggunaan hukum pidana juga harus memperhitungkan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai melampaui beban tugas.

Penegakan hukum pidana selalu bersentuhan dengan moral dan etika. Hal ini didasarkan atas empat alasan, yaitu :

1. Sistem peradilan pidana secara khas melibatkan penggunaan paksaan atau kekerasan dengan kemubgkinan terjadinya kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power)

2. Hampir semua profesional dalam penegakan hukum pidana adalah pegawai pemerintah yang memiliki kewajiban khusus terhadap publik yang dilayani. 3. Bagi setiap orang etika dapat digunakan sebagai alat untuk membantu

(48)

Menurut Moeljatno hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan huk yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang

yang disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.47

Bagaimana suatu perbuatan itu merupakan tindak pidana atau bukan. Haruslah dilihat dari ketentuan hukum pidana yang ada dan berlaku di Indonesia. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut di atas belumlah belumlah terdapat suatu rumusan yang menjadi patokan yang tepat.

Pengertian hukum pidana yang dipakai adalah pengertian hikum pidana menurut Edmund Mezger, hukum pidana adalah aturan hukum, yang mengikat pada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana. Jadi, pengertian hukum pidana itu meliputi dua hal pokok, yaitu aturan hukum yang mengatur perbuatan pidana yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan pidana, dapat diuraikan sebagai berikut :

47

(49)

1. Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu, yang dimaksud perbuatan yang memenuhi syarat tertntu adalah perbuatan yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memnuhi syarat-syarat sebagai berikut: b. Perbuatan tertentu itu harus merupakan perbuatan yang dilarang

c. Perbuatan tertentu itu harus dilakukan oleh orang

2. Pidana, pidana ini merupakan suatu hal yang mutlak diperoleh dalam hukum pidana. Tujuannya agar dapat menjadi sarana pencegahan umum maupun khusus bagi masyarakat agar tidak melanggar hukum pidana.48

48

(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini.52 Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada dalam penanggulangan dengan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan.

B. Sumber dan Jenis data

Sumber dan jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu :

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu: 1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan.

Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara

52

(51)

terhadap beberapa penegak hukum dari aparat Kepolisian Resor Bandar Lampung yang terkait dengan penanggulangan dengan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas, yang terdiri antara lain:

a. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dikemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, dan Perda.

c. Bahan Hukum Tersier

(52)

C. Penetuan Narasumber

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak 4 (empat) orang, yaitu :

1. Penyidik Bidang Tipiter Polresta Bandar Lampung = 1 orang 2. Staf Ahli Divisi Teknologi Informasi Kepolisian Polresta

Bandar Lampung = 1 orang

3. Akademisi dari Fakultas Hukum UNILA = 2 orang +

Jumlah = 4 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi literatur.

a. Studi Pustaka

(53)

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.

b. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.

c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data.

E. Analisis Data

(54)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Modus operandi tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service

(SMS) dilakukan pelaku dengan 3 (tiga) cara, pertama dengan menghubungi dengan menelepon langsung calon korban dan mengirimkan pesan singkat/SMS melalui telepon seluler. Kedua, dengan cara menghubungi langsung melalui telepon seluler ke telepon tetap (fixed line) milik calon korban. Sedangkan yang ketiga dengan mengirimkan SMS random ke pengguna layanan dari provider dan mengabarkan kalau user adalah pemenang undian dan mendapatkan hadiah, lalu user diarahkan untuk mengunjungi website tertentu. Perkembangan modus operandi penipuan melalui SMS tersebut terjadi seiring dengan perkembangan zaman dengan berbagai cara dam semakin canggih. Lemahnya kontrol sosial berpotensi meningkatkan perkembangan modus operandi kejahatan dalam masyarakat.

(55)

Service (SMS) yang dilakukan dengan menggunakan sarana penal yaitu dengan penggunaan sistem peradilan pidana, mulai dari kriminalisasi sampai dengan pelaksanaan pidana. Dalam perkara tindak pidana penipuan melalui SMS, dasar hukum yang digunakan penyidik untuk menuntut pelaku berdasarkan ketentuan hukum pidana yang mengatur tentang penipuan yaitu Pasal 378 KUHP dan Pasal 35 UU ITE. Sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana Short Message Service (SMS) dengan non penal dilakukan dengan mewajibkan para penyelenggara jasa telekomunikasi untuk menerapkan regristasi kartu prabayar bagi para pengguna telepon seluler sebelum mengaktifkan suatu nomor dari kartu perdana. Sedangkan untuk masyarakat, pihak Kepolisian memberikan penyuluhan dan himbauan untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak murah tertipu dengan bujuk rayu yang dibuat oleh para pelaku/sindikat penipuan via SMS telepon seluler.

B. Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch, 1989. Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, Alumni, Bandung.

Arif, Barda Nawawi, 2002, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. Bassar, Sudradjat, 1986, Tindak-Tindak Pidana Tertentu, Remadja Karya,

Bandung.

Chazawi, Adam, 2002, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lamintang, PAF, 1984, Delik-Delik Khusus, Sinar Baru, Bandung. Moeljatno, 2005, Asas-Asas Hukum Pidana, Binacipta, Jakarta.

Prodjodikoro, Wiryono, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Eresco, Bandung.

Saleh, Roeslan, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1993, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

---, 2010, Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(57)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk ekstraksi fitur tekstur akan didapatkan nilai dari histogram fitur yang dihasilkan dan akan dilakukan pengujian dengan kuantisasi panjang histogram, sedangkan

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

Selanjutnya Ornstein, (1990) dalam (Mulyasa, 2007) merekomen- dasikan bahwa untuk membuat RPP yang efektif harus berdasarkan pengetahuan terhadap: tujuan umum sekolah,

Sistem informasi dari berbagai fungsi manajemen dalam organisasi, pengolahan datanya terintegrasi pada sistem informasi akuntansi memadai, menurut McLeod (1995: 4) tugas

Pada bab ini akan diformulasikan hubungan antara kenaikan suhu yang melebihi batas - batas kemampuan isolasi dengan susutnya umur isolasi sebagai akibat beban

a) Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui observasi di lapangan, wawancara dan dokumentasi. Adapun data primer dalam penelitian ini

Hulmansyah, Huda, dan Bayu, Analisis Pengaruh Kepemimpinan ... menunjukkan nilai koefisien estimasi standar antar variabel laten dan nilai t signifikansi setelah dilakukan