• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN INDUSTRI DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN INDUSTRI DA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN, INDUSTRI DAN PENGUSAHAAN HUTAN TERHADAP KOMPONEN BIOLOGI

SERTA UPAYA PENANGGULANGANNYA 1)

Oleh : Sudrajat 2)

I. P E N D A H U L U A N

Suatu ekosistem (Sistem Ekologis) adalah keseluruhan komunitas hayati dan nir-hayati di daerah tertentu dan diantara unsur-unsur tersebut terjadi hubungan timbal balik.

Menurut Undang-Undang pengelolaan Lingkungan Hidup RI No. 23 Tahun 1997, dinyatakan bahwa ekosistem merupakan suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Bagian yang hidup dari lingkungan yakni organisme flora,fauna, dan mikroorganisme disebut komponen hayati. Bagian lingkungan yang tidak hidup yang terdiri dari semua benda : tanah; air; udara; serta karya manusia seperti bangunan tempat tinggal, rumah ibadah, candi monumen, jembatan, kendaraan ; keadaan iklim; suara, dan lainnya disebut komponen abiotik ( nir-hayati).

Seperti diketahui bahwa antara kehidupan organisme dengan faktor lingkungan abiotiknya (nir-hayati) melakukan interaksi dan interdependensi.Bentuk interaksi dan interdependensi tersebut dimanifestasikan secara jelas dalam bentuk struktur tropik /rantai (jaring-jaring) makanan; keanekaragaman hayati, dan siklus materi.

1) Materi disampaikan pada In House Training Kursus Singkat Pengenalan AMDAL, Kerjasama Bapedalda Dati II Kutai dengan PPLH UNMUL, 23 s/d 25 Maret 2000

2) Staf Pengajar FKIP dan Peneliti PPLH Unmul

(2)

saling mempengaruhi. Manusia sebagai suatu organisme, merupakan salah satu anggota dalam organisasi sistem tersebut , dengan demikian merupakan satu mata rantai dalam jaring-jaring kehidupan. Hubungan timbal balik yang dinamis terjadi pula antara sesama komponen nir-hayati antara lain dalam bentuk daur biogeokimia yang merupakan proses utama dalam ekosistem.

Hubungan antara komponen-komponen hayati dan komponen nir-hayati meng-hasilkan biosistem. Terhadap unit organisasi kehidupan ini kita harus concern untuk memulai pemecahan persoalan-persoalan masa kini pada tataran regional.

II. KOMPONEN DAN PROSES-PROSES DI DALAM SUATU EKOSISTEM Komponen-komponen dan proses-proses yang membuat suatu ekosistem berfungsi sebagai suatu kesatuan dapat dilihat dalam Gambar 1. Dari gambar tersebut terdapat 3 komponen dasar yakni (1) Komunitas, (2) Aliran energi dan (3) siklus materi.Ekologi ekosistem menekankan kajiannya terhadap adanya gerakan energi dan unsur hara (kimia) di antara komponen-komponen biotik ( hayati) dan abiotik ( nir-hayati) dari ekosistem itu.

Karena ekosistem merupakan tingkat tertinggi dari pengorganisasian biologi, maka semua konsep ekologi dapat ditata dalam kerangka ekosistem itu. Komponen-komponen biota dari setiap ekosistem terangkat sebagai rantai energi (food chain). Misalnya populasi di padang rumput dapat dicirikan oleh hubungan cara makan menurut dua rantai hara sebagai berikut :

Rumput Hidup Herbivora Karnivora

Pengurai ( Jamur, Bakteri)

(3)

biasanya memiliki ratusan jenis yang saling dipertautkan oleh kebiasaan makan. Istilah-istilah produsen, herbivora, karnivora primer, karnivora sekunder dan perombak menunjukkan tingkat-tingkat tropik (trophic levels).

Dengan demikian tampak bahwa di dalam suatu ekosistem terjadi aliran energi dalam bentuk rantai makanan (food chains).Aliran energi itu berlangsung dari satu organisme ke organisme lain, atau dari satu tingkat makanan ke tingkat makanan yang lain (trophic level) membentuk rantai energi atau rantai makanan.

Bermula dari energi sinar Matahari yang jatuh ke bumi, oleh tumbuhan hijau baik tumbuhan berupa pohon raksasa di hutan tropis ataupun oleh tumbuhan berukuran sangat kecil (fitoplankton) di perairan, energi itu dirubah menjadi energi kimia dalam bentuk makanan .Kemampuan tumbuhan hijau membuat energi makanan sendiri itu disebut produktivitas primer. Tumbuhan tersebut disebut sebagai Produsen dimakan oleh hewan (heterotroph = memakan makanan yang sudah jadi dari organisme lain) herbivora atau disebut Konsumen I, konsumen I dimakan oleh hewan pemakan hewan (karnivora) atau Konsumen II. Konsumen II dapat pula dimakan oleh konsumen III, Konsumen IV dan seterusnya. Baik Produsen, Konsumen I, Konsumen II, Konsumen III setelah mati akan dimakan oleh jenis Mikroorganisme berupa Bakteri, Jamur dan Invertebrata tertentu (Dekomposer) dengan menguraikan makanan tersebut.Dari bentuk substansi organik menjadi Detritus, unsur organik dan mineral-mineral. Hasil penguraian tersebut dimanfaatkan lagi oleh produsen, sehingga terjadi daur energi di dalam rantai makanan tersebut.

(4)
(5)

tubuh orang yang memakan ikan tadi. Demikianlah, terjadinya Kasus Penyakit Minamata yang terkenal di Negara Jepang itu.

Sebagian besar ekosistem berubah-ubah dari waktu ke waktu, kadang- kadang sangat cepat. Satu aliran lava gunung berapi yang baru akan segera dihuni oleh tumbuhan dan binatang dan dapat berkembang menjadi sebuah hutan hujan jika iklimnya cocok. Perubahan demikian disebut dengan suksesi (succession). Selama terjadinya suksesi, biota berubah dalam komposisi jenis-jenisnya, dan lingkungan abiotik termodifikasi oleh interaksi antara faktor fisik serta faktor kimia dan orga-nisme. Misalnya, batuan menjadi tanah. Selama perubahan ini, tidak dapat dihindarkan lagi terjadi pula perubahan pola dan besarnya energi serta perubahan alih hara. Unsur-unsur kimia yang penting bagi kelangsungan kehidupan mengalami daur di dalam biosfer melalui jalur-jalur tertentu, dari lingkungan ke organisme dan dari organisme kembali ke lingkungan. Dengan demikian unsur kimia itu dari lingkungan (udara, air, tanah) memasuki organisme hidup melalui rantai dan jaring makanan dan kembali ke lingkungan.Ditinjau dari unsur kimia , organisme hidup disusun oleh 6 unsur kimia yang merupakan 95 % dari massa organisme, yaitu C,O,H,N,P,S. Ada 40 unsur kimia lain penyusun organisme hidup antara lain Ca, Mg, K. Aliran dalam bentuk daur ini disebut dengan Daur Biogeokimia. Karena rantai makanan merupakan saluran dari aliran energi, maka daur Biogeokimia dan Aliran Energi merupakan dua proses utama yang terjadi di dalam suatu ekosistem.

Daur Biogeokimia dapat dibadakan atas 3 macam daur, yakni : a) Daur Gas : C, O, N ;

(6)

III. TIPE-TIPE EKOSISTEM DI INDONESIA

Bioma Hutan hujan tropis yang merupakan suatu ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar dan mudah dikenali terdiri atas formasi vegetasi dan hewan serta organisme lain.Di Indonesia dapat dikenal beberapa bioma, yaitu (a) Hutan hujan ; (b) hutan musim ; (c) savana dan (d) padang rumput.

Berdasarkan atas sifat-sifat ; bentuk bentangan geografis, habitat dan ciri khas komunitas penyusunnya , Wirakusumah ( 1976) membedakan tipe-tipe ekosistem yang ada di Kalimantan Timur dapat dibedakan atas 14 tipe yakni :

1.Ekosistem Danau ; 2.Ekosistem Rawa Kumpai; 3.Ekosistem Hutan Air Tawar;

4.Ekosistem Hutan Kerangas ( heath forest); 5.Ekosistem Batu Kapur;

6.Ekosistem Hutan Dipterocarpacea dataran rendah (dibawah 500m;) 7.Ekosistem Hutan Dipterocarpacea bukit ( 500 - 1000 m);

8.Ekosistem Hutan Dipterocarpacea pegunungan ( di atas 1000 m); 9.Ekosistem Hutan Agathis;

10.Ekosistem Belukar; 11.Ekosistem Alang-alang; 12.Ekosistem Hutan Gambut; 13.Ekosistem Hutan Mangrove dan 14.Ekosistem Litoral dan Pulau-pulau

3.1. Tipe Ekosistem Hutan Tropika Basah Dataran Rendah

(7)

tumbuhan pemanjat dan epifit. Pohon-pohon dalam masyarakat hutan tropis basah banyak sekali jenisnya dan bervariasi ukurannya .Pohon-pohon besar mempunyai tinggi antara 46 - 55 m, walapun ada diantaranya yang melebihi 60 m ( Richards, 1964). Hutan alam di Kalimantan (Timur) termasuk ke dalam formasi hutan tropis Indo-Malaya yang merupakan salah satu formasi hutan tropis yang terdapat di dunia (Whitmore, 1975). Hujan yang terjadi terus menerus di sepanjang tahun dan suhu tinggi di lantai hutan. Kondisi ini menyebabkan pelapukan bahan organik terjadi dengan cepat yang kemudian diikuti oleh pencucian hara. Produksi serasah sangat tinggi disertai proses dekomposisi dan penyerapan hara kembali oleh tumbuhan yang cepat. Karena iklim yang mantap, putaran hara yang tertutup disertai waktu yang cukup lama, maka dimensi pohon di hutan hujan tropis biasanya tinggi dan besar. Kondisi pohon di hutan tropis tersebut memberi kesan seolah-olah tingkat kesuburan tanah yang mendukung hutan ini sangat tinggi (Brotokusumo,1985).

Hutan hujan tropis dataran rendah sangat kaya akan jenis tumbuhan.Dari 20.000 jenis pohon yang ada di kawasan hutan Malayasia yang meliputi kawasan semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, Philipina sampai Papua Nugini diantaranya 4.000 jenis terdapat di Pulau Kalimantan.Kawasan hutan Malayasia ini umumnya didominir oleh jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae, yang menurut Ashton (1982) terdapat sekitar 380 spesies tersebar di seluruh kawasan dan di-antaranya 300 spesies terdapat dalam hutan primer di Kalimantan.

3.2.Ekosistem Perairan Tawar

(8)

berada di Kabupaten Kutai yang luas sungai dan rawa-rawanya ditaksir 1.582.576 ha dan danaunya 91.120 ha. Data pada tahun 1992, luas perairan umum di Kabupaten Kutai mencapai 199.407,32 ha dan 48 % diantaranya merupakan perairan danau yang jumlahnya 76 buah dan tersebar di wilayah DAS Mahakam bagian tengah.Untuk keperluan perikanan diperkirakan hanya 40 % dari areal perairan umum itu yang bersifat produktif.

Perairan danau yang luas di Kabupaten Kutai yakni Danau Semayang, Danau Melintang, Danau Jempang merupakan cekungan aluvial yang cukup luas (Singgih, dkk, 1992).Keadaan debit airnya berfluktuasi ditentukan oleh musim dan pasang surut sungai Mahakam, begitu juga dengan kualitas airnya dengan pH 5-6,air berwarna coklat kekuning-kuningan/cerah.Keadaan pH ini diduga mempengaruhi pergerakan masuk keluarnya ikan-ikan tertentu dan pesut Mahakam dari Sungai Mahakam ke Danau Semayang, Danau Melintang dan sebaliknya.

Curah hujan rata-rata di DAS Mahakam ini dari tahun 1987-1991 sebesar 1.879 mm, rata-rata hari hujan 92 hari dengan kondisi iklim termasuk tipe iklim basah dari Schmidt dan Ferguson.Pada saat musim kemarau sebagian rawa menjadi kering dan danau-danau menjadi dangkal, bahkan pada puncak musim kemarau kedalaman danau hanya mencapai 0.5-1.0 m, sebagian besar Danau mengalami kekeringan, hanya tersisa alur-alur air di tengahnya.

Jenis fauna yang menggunakan ekosistem danau sebagai habitatnya adalah terutama pesut Mahakam, burung dan beberapa jenis ikan (4 jenis dari familia Anabantidae; 2 Ophiocephaloidei; 3 Ariidae; 1 Bagridae, 2 Pangasidae; 2 Clariidae; Mastacembelidae; 10 Cyprinidae; 1 siluridae;1 Bagridae dan 1 jenis dari Scorpaenidae) (Anonim, 1993).

(9)

perairan yang terbuka (tidak dibatasi tepian danau) dari permukaan air sampai kedalaman konpensasi, yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya mencapai nilai dimana fotosintesis seimbang dengan respirasi.Pada umumnya nilai ini sama dengan 1 % intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan air. Komunitas jasad di sini terdiri plankton, nekton dan kadang-kadang nueston.Sedangkan mintakat profundal merupakan dasar perairan yang lapisan air di atasnya tidak lagi mengalami penetrasi cahaya matahari yang efektif, sehingga pada daerah ini sangat terbatas kehidupan.Hasil produksi perikanan dari perairan Danau, Sungai dan rawa yang luasnya 104.707 ha, pada waktu musim hujan dan ditambah pula dengan + 500.000 ha daerah banjir diperkirakan mampu menghasilkan ikan sebanyak 20.000 - 35.000 ton per tahun dengan taksiran pendapatan dari daerah ini mencapai lebih dari 4 milyar rupiah per tahun (TAD, 1987). Fauna yang terdapat di perairan umum yang terpenting ialah jenis-jenis ikan, kura-kura air tawar, ular air/besisi, ikan hias dan pesut (Orcaella brevirostris).

(10)

Beberapa puluh tahun yang lalu banyak sekali ditemukan, namun saat ini sudah jarang bahkan sangat sukar sekali ditemukan.Hal ini akibat perburuan terhadap buaya ini meningkat untuk diekspor kulitnya. Jenis kura-kura air tawar yang dikenal masyarakat terdapat di sungai-sungai Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Pasir dan Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai untuk diambil telurnya.

3.3. Ekosistem Laut

Ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas.Kepulauan Indonesia memiliki ribuan pulau besar dan kecil dengan garis pantai yang sangat panjang, salah satu yang terpanjang di dunia (81.000 km) setelah garis pantai Kanada. Laut merupakan cadangan terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi dan bahan makanan.Persediaan Mn di laut dikatakan lebih kurang 1000 kali dibandingkan dengan persediaan di darat, selain itu masih banyak bahan-bahan mineral yang terdapat dalam air laut, termasuk minyak bumi.

Pada dasarnya perairan laut Indonesia terdiri atas dua paparan benua yang dangkal (Sunda dan Sahul) yang dipisahkan oleh laut dan selat-selat yang dalam.Suhu lapisan permukaan berkisar antara 26 - 30 C , dengan kadar garam 27- 33 ppt. Secara horizontal laut biasanya dibagi menjadi dua bagian utama, yakni neritik (perairan pantai) dan Oseanik ( laut terbuka), dengan batas biasanya sampai ke dalaman 200 m. Secara vertikal, dibedakan atas Supra littoral ; littoral;

Sublittoral; Bathial; Abissal dan Hadal.

(11)

Selain sebagai cadangan sumber bahan-bahan mineral,energi dan makanan laut merupakan pula daerah sumber kehidupan banyak burung yang sangat berguna untuk pertanian (pembentukan pupuk guano oleh burung laut), daerah-daerah rekreasi. Di perairan Indonesia juga terdapat berbagai keunikan komunitas hayati tropis yang khas dan berada di ekosistem laut, yakni Terumbu karang (coral reeffs), Hutan bakau (Mangrove), Rumput laut (Sea-grass).Komunitas-komunitas tersebut biasanya berkembang di perairan pantai dan mempunyai fungsi penting yang bermacam-macam, antara lain ; sebagai pelindung pantai untuk tempat berpijah,tumbuh, mencari makan dan perlindungan bagi banyak jenis-jenis ikan yang berpotensi ekonomi. Oleh karena itu mutlak perlu agar sebagian komunitas-komunitas itu dilindungi.

3.4.Ekosistem-ekosistem Pesisir/Pantai

Wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan ( interface) antara darat dan laut; ke arah darat, ditentukan sebagai wilayah daratan yang tergenang ataupun tidak tergenang yang dipengaruhi oleh proses-proses kelautan seperti pasang, angin laut, dan intrusi garam ; ke arah laut, ditentukan sebagai wilayah laut yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan (land base) seperti sedimentasi, masuknya air tawar, dan kegiatan-kegiatan manusia seperti pencemaran dan penebangan hutan (Kosoebiono,dkk,1982 dalam Dahuri dan Lestari, 1993).

(12)

yang kompleks ini, yaitu : faktor fisika, aliran makanan dan bahan organik terlarut (dissolve organic matter), aliran partikel bahan organik (particulate organic matter), migrasi hewan serta adanya akibat dari kegiatan manusia (Ogden dan Gladfelter, 1983).

Perpindahan materi dan energi di antara ekosistem-ekosistem di dalam wilayah pesisir ini baik antara wilayah pesisir dengan sistem lahan atas ataupun dengan sistem lepas pantai hampir keseluruhannya melalui perairan. Selain itu juga dipergunakan di dalam setiap kegiatan ekonomi, budidaya pertanian, budidaya perikanan, pengangkutan, rekreasi dan turisme, serta sebagai tempat pembuangan limbah.Jadi perairan dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem kekuatan terpadu yang besar bagi wilayah pesisir (Clarck, 1985).

a. Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem ini merupakan ekosistem hutan yang toleran terhadap salinitas air dan terdapat di wilayah pasang surut di daerah tropis dan sub tropis.Di Asia Tenggara tercatat 30 jenis dengan variasi florestik yang erat kaitannya dengan variasi habitat satu ke habitat lainnya.Di Kalimantan Timur, luas hutan Mangrove diperkirakan 562.000 ha (Wirakusumah, 1978) dan menyebar dari pantai Timur bagian utara samai selatan.9 (Estuaria S.Adang, S.Mahakam, S.Berau, S.Bulongan dan S. Sesayap dan estuari sungai-sungai kecil). Dari arah laut, vegetasi di daerah ini dapat dibagi menjadi tiga zona yakni zona pertumbuhan (yang ditumbuhi oleh aneka ragam jenis bakau-bakauan), zona mantap (yang didominasi oleh pohon-pohon nipah ), dan zona yang lebih banyak dipengaruhi oleh air tawar.

(13)

hulu kemudian dihuni Rhizopora mucronata yang memiliki volume kayu komersil tertinggi di bandingkan dengan Bruguera parvifolia dan Bruguera sexagulata. Pada dataran lumpur yang kosong di pelopori oleh Sonneratia, kemudian diikuti tegakan Avicenia yang makin jauh ke dalam makin padat sampai pada jarak tertentu menipis lagi dan mulai bercampur dengan Acrostichum. Di belakangnya baru terdapat nipah atau spesies lain.

IV. DAMPAK PEMBANGUNAN TERHADAP KOMPONEN LINGKUNGAN HAYATI

4.1.Dimensi Ekologis

Setiap ekosistem alamiah memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia adalah :

(1) jasa-jasa pendukung kehidupan, (2) jasa-jasa kenyamanan,

(3) penyedia sumberdaya alam, dan (4) penerima limbah ( Ortoland, 1984).

(14)

Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, dapatlah dimengerti bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsi sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan tetap utuh.

4.2. DAMPAK PEMBANGUNAN TERHADAP FLORA DAN FAUNA

Disamping dampak positif atau yang disebut dengan manfaat pembangunan, disisi lain timbul dampak negatif (atau yang disebut dengan efek samping pem-bangunan) yakni timbulnya pencemaran lingkungan, atau timbulnya kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan, resistensi hama dan vektor, punahnya beberapa flora dan fauna, gangguan terhadap kesehatan manusia dan lain sebagainya.

Gangguan lingkungan sebagai akibat adanya aktivitas manusia akhir-akhir ini telah mendapat perhatian yang serius bukan saja terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap komponen-komponen biologi lainnya. Hal ini nampak juga di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian diperbaiki pada Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997. Demikian juga telah ditetapkan jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi oleh Undang-Undang. Lingkungan hayati sangat penting bagi kehidupan kita, karena sulit dipisahkan dengan kegiatan manusia. Adanya gangguan terhadap komponen lain di dalam sistem ekologi akhirnya akan merugikan manusia sebagai bagian dari sistem ekologi tersebut.

Berikut beberapa contoh Dampak Kegiatan Pembangunan Terhadap beberapa Komponen Hayati.

4.2.1. DAMPAK PEMBANGUNAN DI BIDANG PERTANIAN

(15)

dilaksanakan usaha pemberantasan hama secara intensif dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida tersebut tidak terbatas pada padi-padian tetapi juga sayur-sayuran serta tanaman buah-buahan. Keadaan ini cukup menggembirakan karena petani telah maju selangkah dalam penggunaan teknologi baru. Pemakaian pestisida setiap tahun terus meningkat, terbukti makin banyaknya jenis-jenis pestisida yang digunakan petani. Diperkirakan lebih dari 286 jenis pestisida telah beredar di Indonesia. Pertambahan penggunaan pestisida masih dimungkinkan meningkat terus selaras dengan perkembangan usaha pertanian dan permintaan masyarakat. Ada kecenderungan petani untuk memperbanyak dosis pemakaian pestisida, terutama saat menjelang panen. Akibatnya adalah tingginya nilai residu pestisida yang terdapat pada tanaman, air, hewan, tanah serta komponen lingkungan lainnya yang terkontaminasi oleh pestisida secara langsung ataupun tidak langsung.

Penyebaran pestisida di lingkungan dapat secara fisik misalnya melalui arus air dan angin serta secara biologis misalnya oleh serangga penyerbuk dan melalui organisme yang masuk kedalam rantai makanan dalam ssuatu ekosistem. Sumber pencemaran pesti-sida disebabkan selain adanya deposit pestisida yang dipergunakan dalam sektor pertanian dan pemberantasan vektor penyakit dari bidang kesehatan masyarakat, juga oleh sumber lain yaitu peng- gunaan pestisida oleh perorangan, limbah industri, tumpukan-tumpukan yang terjadi pada waktu pengangkutan, penyimpanan dan penjualan.

Nilai ekologi pestisida sangat mempengaruhi oleh panjang waktu yang diperlukan untuk menjadi senyawa kimia yang tidak aktif.

Setiap jenis pestisida mempunyai waktu paruh (half life) tertentu. Pestisida yang tergolong dalam organoklorin merupakan pestisida yang resisten ada yang masih aktif walaupun telah berusia 20 tahun. Yang termasuk dalam organoklorin adalah dieldrin, aldrin, toxaphene, endrin, DDT dan lain-lain. Pestisida ini juga dapat terakumulasi, dan bersifat kumulatif.

(16)

menunjukan bahwa sapi yang makan rumput yang terkontaminasi pestisida diel drin setelah 100 hari susu sapi tersebut tercemar oleh pestisida tersebut. Pestisida dapat menimbulkan pengaruh sampingan terhadap lingkungan antara lain :

- Tumbuhnya resistensi hama. - Musnahnya predator hama.

- Hilangnya organisme yang bermanfaat. - Kepunahan sumber daya nutfah.

- Peledakan kembali hama.

- Peledakan hama sekunder, dan yang lain-lain.

Telah diketahui bahwa pestisida disamping menguntungkan tetapi juga menimbulkan kerugian bagi manusia sendiri. Untuk menekan serendah-rendahnya akibat yang merugikan dan penggunaan pestisida maka harus terus menerus dilakukan usaha antara lain dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara yang tepat dan benar dalam menggunakan pestisida dan pengawasan peredaran dan penyimpanan jenis pestisida terutama jenis organoklorin.

4.2.2. DAMPAK PEMBANGUNAN DI BIDANG KEHUTANAN/HPHTI DAN PERTAMBANGAN TERHADAP KOMPONEN HAYATI

(17)

4.2.2.1.Tekanan Terhadap Ekosistem Hutan Dataran Rendah

World Resources 1992-1993 menyebutkan, degradasi tanah di Bumi diperkirakan telah mencapai 1,2 milyar ha, terbesar di Asia ( 435 juta ha) dan Afrika (321 juta ha). Sebagian besar disebabkan erosi akibat air dan angin yang dihasilkan aktivitas pertanian, penebangan hutan (deforestasi) dan pengumpulan kayu bakar.Proses kehancuran hutan masih terus berjalan seirama dengan perkembangan IPTEK dan waktu.Hingga hari ini hanya mungkin hutan-hutan di Irian Jaya yang belum menderita kerusakan seperti di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi,karena adanya kendala geografi yang cukup sulit.

Di Indonesia, sejak diundangkannya peraturan yang meberi peluang masuknya modal asing dan modal dalam negeri dalam kegiatan bidang kehutanan, maka pengusahaan hutan semakin meningkat.Hal ini disamping memberi devisa yang cukup besar bagi negara, di lain pihak eksploitasi yang tanpa mengindahkan prinsif-prinsif kelestarian akan menyebabkan kerawanan ekosistem hutan tersebut.Penebangan terhadap jenis-jenis dari suku Dipterocarpacea seperti meranti (Shorea sp) dan kapur ( Dryobalanops) yang saat ini telah sangat menipis potensinya, telah pula meluas hampir kesemua jenis yang berdiameter 50 Cm.Hal ini merupakan salah satu ancaman yang serius terhadap kelestarian jenis-jenis asli Kalimantan, bila kegiatan konservasi jenis melalui reboisasi, pemeliharaan tegakan tinggal dan pencegahan tidak lebih ditinggalkan ( Brotokusumo,1990).

(18)

kawasan tersebut tidak dapat kembali ke aslinya. Aktivitas pertanian di hutan Dipterocarpacea dataran rendah, hutan mangrove, hutan rawa dan rawa gambut yang ada di kawasan wilayah pantai merupakan wilayah yang mendapat tekanan penduduk yang sangat kuat, dibandingkan dengan wilayah tengah dan hulu.Hal ini disebabkan adanya konsentrasi penduduk di daerah tersebut, dengan demikian wilayah hutan yang dekat dengan pusat penyebaran penduduk akan cepat terkikis oleh petani urban maupun oleh penduduk kota non petani yang membuka hutan dengan motivasi pengusahaan hutan.

Perladangan berpindah, suatu sistem perladangan tradisional dan telah banyak ditiru oleh pendatang justru memberi dampak terhadap hutan. Menurut Kartawinata,. et al (1981), perladangan berpindah telah mengakibatkan 400.000 ha tanah menjadi formasi alang-alang dan + 2.4 Juta ha hutan sekunder. Data pada tahun 1993, belum dapat dihimpun dan diduga setelah 12 tahun kemudian akan bertambah menjadi lebih luas.Perladangan berpindah menurut Agung (1988), telah menyebabkan hilangnya 20 m kayu komersial dan 66.57 m kayu non komersial per ha.

Jenis-jenis kehidupan tumbuhan dan hewan, serangga, cendawan, serta bakteri yang begitu kaya di hutan hujan belantara ini amat banyak macamnya, dan merupakan hasil perkembangan hutan tersebut paling tidak minimal seratus juta tahun yang lalu. Interpretasi yang menganggap bahwa tanah di hutan hujan tropis dataran rendah sangat subur adalah tidak benar. Lapisan tanah subur di top soil adalah tipis. Jika hutan ditebangi dan dibuka, maka lapisan tanah yang subur dan tipis ini segera dihanyutkan oleh hujan.Dengan demikian yang tumbuh adalah semak belukar.

(19)

Beberapa tipe ekosistem hutan dan bentuk kerawanannya a. Hutan Hujan Tropika

Pada susunan tegakan hutan dapat dilihat adanya sifat struktur hutan berupa keanekara-gaman, kerapatan, sebaran jenis dan komposisi serta sifat fungsional hutan yakni untuk siklus hara, fiksasi energi, siklus air dan stabilitas. Lahan hutan umumnya memiliki kesuburan tanah yang relatif rendah, pH rendah, kadar silika, aluminium dan besi yang tinggi sehingga posphor tersedia dalam tanah menjadi sangat rendah. Kondisi ini diperburuk oleh adanya curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun, sehingga meningkatkan kerawanan pencucian dan erosi.

Jika hutan itu dibalak atau terbakar , maka hutan menjadi terbuka dan kondisi ini akan mengakibatkan rendahnya kesuburan tanah dan biasanya ketersediaan hara hanya ada di bagian atas saja. Hal ini akan memacuk erosi akibat hutan terbuka dan menyebabkan struktur vegetasinya mudah berubah menjadi jenis-jenis pioneer yang tidak menuntut persyaratan tumbuh tinggi.

b. Hutan Rawa Gambut

Gambut yang kondisinya asam hingga sangat asam (pH < 4,0) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan jenis-jenis. Hanya beberapa jenis saja yang mampu tumbuh antara lain : Diospuros, Plaquium dan Parastemon. Karena tanah gambut banyak mengandung serasah, maka daerah ini sangat rawan terhadap kebakaran. Apabila terjadi kebakaran di suatu tempat akan cepat meluas ketempat lainnya.

c. Hutan Kerangas

(20)

dibanding keuntungan. Untuk membuat hutan baru sangat sulit, biasanya cenderung menjadi padang alang-alang.

c. Hutan Pantai Pasir dan Karang

Pantai berpasir dan berkarang merupakan habitat berbagai jenis tanaman perdu antara lain komunitas rerumputan, terna dan tumbuhan menjalar, seperti Ichenum muticum, Widelia biflora, Ipomoea pescaprae dan Cyperus pedunculatus. Pada tempat-tempat tertentu terdapat jenis Pandan. Komunitas terna ini berkembang menjadi komunitas jenis perdu dan pohon pioneer seperti Casuarina equisetifolia. Pada pantai yang tidak berpasir karena abrasi, tidak terdapat komunitas Pascaprae, hanya komunitas Barringtonia sangat rawan terhadap terjadinya proses abrasi pantai yang dapat menghambat proses terjadinya hutan secara lengkap.

d. Hutan Pegunungan

Hutan yang berada dipegunungan terdiri dari jenis yang secara genetis dan lingkungan, mampu tumbuh dengan suhu rendah, intensitas cahaya rendah dan sebaliknya kelembaban tinggi. Jenis-jenis yang spesifik antara lain Agathis loranthifolia, dan Pinus merkusii yang dapat mengakibatkan lapangan tumbuh menjadi sangat masam. Hutan ini sangat rawan terhadap pengaruh angin, erosi dan tanah longsor. Hutan pegunungan yang terdiri atas jenis campuran biasanya akan lebih baik jika dibandingkan dengan satu jenis. Hutan dengan banyak jenis, mempunyai fungsi konservasi terhadap tanah, air yang lebih baik, disamping tingkat kerawanannya rendah.

f. Hutang Mangrove

(21)

a. Perubahan kadar garam tertentu, sebagai akibat curah hujan yang membawa lumpur dan merubah muara (estuari).

b. Adanya gangguan dari berbagai jenis benthos, dengan demi- kian dapatlah dikatakan bahwa faktor yang dapat mendorong terjadinya kerawanan perubahan pH air, kandungan NaCl sedimen dan pencemaran air.

4.2.2.Tekanan Terhadap Ekosistem Sungau dan Danau

Ekosistem perairan umum merupakan sumber kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkannya untuk menangkap ikan, untuk air rumah tangga, industri, pertanian dan sarana perhubungan.Seperti halnya dengan ekosistem pesisir, ekosistem perairan umum juga mengalami nasib yang sama.Saat ini ekosistem ini telah mendapat tekanan penduduk yang sangat besar sehingga baik kualitas maupun kualitas ekosistem tersebut cenderung menurun. Hal ini terutama disebabkan oleh masuknya berbagai bahan pencemar yang berasal dari berbagai aktivitas manusia seperti HPH,Pertambangan, Perladangan di sekitar DAS dan Transportasi. Indikasi ini terutama ditandai dengan semakin dangkalnya perairan, berkembang pesatnya gulma air di danau, menurunnya produktivitas tangkapan ikan dari tahun ke tahun dan semakin ekslusifnya mobilitas beberapa hewan endemik ( misalnya kehidupan pesut).

Dampaknya Terhadap Flora :

(22)

bertahan hidup dengan baik untuk menghasilkan keturunan (buah), dengan demikian proses regerasi akan terputus. Perkembangan hutan tidak dapat mengembalikan sifat hutan semula. Keanekaragaman hayati menurun, terutama pada tempat dimana kegiatan berlangsung, yang mungkin merupakan konsekuensi jangka panjang sangat merugikan. Kerusakan DAS akan menimbulkan banjir dan pencemaran. Di hilir ikan-ikan yang baru menetas hilang dan menurunnya kemampuan penyangga dari hutan mangrove, serta hilangnya daya serap organisme rawa gambut. Habitat fauna gilirannya akan hilang begitu saja, sehingga yang tadinya hewan-hewan liar familiar berkeliaran. Pada habitatnya tidak terlihat lagi, yang tahan terhadap lingkungan baru akan tetap tinggal, sedangkan yang lain akan lenyap secara pelan-pelan. Berkurangnya hutan akan meningkatkan kandungan CO2 di udara, yang timbul terutama dari pembakaran bahan bakar fossil, ditambah lagi dengan pembakaran hutan, yang akhirnya dapat meningkatkan suhu di atmosfir sebagaimana halnya dengan efek rumah kaca.

Berkurangnya permukaan transpirasi dan payung tajuk hutan, dapat menyebabkan kenaikan suhu, yang selanjutnya dapat mengganggu ekosistem, bahkan dapat meningkatkan frekuensi kebakaran hutan. Jenis-jenis yang terdapat di lahan basah akan menghadapi ancaman yang sama dengan lahan/hutan kering, dengan kehilangan habitat alami. Hal ini terjadi karena perubahan penggunaan lahan dan penurunan keanekaragaman karena kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pemungutan sumber daya yang berlebihan.

Dampak Terhadap Fauna :

(23)

kalong, yang berperan dalam proses penyerbukan dan penyebaran biji, maka reproduksi tumbuhan yang ada hubungannya juga terlambat.

Hanya 15% saja biji pepohonan tropis yang disebarkan oleh angin, sebagian besar tergantung kepada hewan, sehingga apabila hewan-hewan ini punah, juga akan mengakibatkan punahnya jenis-jenis pohon yang berhubungan.

Demikian juga sebaliknya, apabila rusaknya habitat dalam skala besar, riskan akan kepunahan hewan-hewan tersebut. Kepunahan jenis yang demikian tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya nampak pada saat masing-masing pohon/jenis tanaman yang mengalami proses penyebaran biji dimasa lalu menjadi mati dengan sendirinya. Hal yang sama juga terjadi pada jenis hewan yang berperan sebagai polinator. Apabila habitat alamiah, seperti sarang terancam, akan membahayakan kehidupan jenis tanaman yang tergantung kepadanya.

Hutan tropis dominansi tanaman angiospermae, sangat tergantung pada hewan penyerbukannya, selain mamalia dan burung-burung yang berperan ekologis penting.

4.2.3. DAMPAK PEMBANGUNAN DI SEKTOR INDUSTRI

Seperti telah diketahui bahwa pembangunan industri disamping menimbulkan dampak positif bagi kesejahteraan manusia, juga dapat menimbulkan dampak negatif dengan dikeluarkan limbah industri menurut jenisnya dapat berupa bahan organik yang terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Menurut sifatnya dapat berbentuk bahan yang dapat dihancurkan oleh organisme hidup (degredable compound) dan bahan yang tidak dapat dihancurkan oleh organisme hidup (non degradable compound).Terutama bahan-bahan yang tidak bisa dihancurkan oleh organisme hidup, biasanya terakumulasi lebih banyak dalam komponen lingkungan dan akan menimbulkan gangguan yang lebih berat. Beberapa limbah industri yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan antara lain logam, gas, debu, panas, minyak dan lain-lain.

(24)

kualitas lingkungan, yang akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem serta menurunnya daya dukung lingkungan.

- Flora dan fauna merupakan komponen lingkungan yang penting juga tidak akan luput dari pengaruh-pengaruh buruk dari lingkungannya, baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dapat melalui siklus makanan. Misalnya logam Hg yang termasuk ke perairan akan diterima oleh bakteri, kemudian bakteri akan dimakan oleh plankton, plankton dimakan ikan, dan akhirnya melalui ikan dapat sampai ke tubuh manusia. Kasus di Jepang tahun 1953 akibat pencemaran Hg ini dapat menimbulkan penyakit Minamata.

- Pencemaran udara, misalnya oleh SO2 telah diketahui menurunkan kadar klorofil pada lumut kerak (Linchenes) dan juga menurunkan populasinya. Juga SO2 dapat berakibat menurunkan hasil produksi pertanian. Selain itu SO2 dapat menimbulkan beberapa penyakit misalnya bronchitis, pnemonia dan penyakit hati.

- Penurunan kualitas lingkungan perairan juga dapat menyebabkan penurunan produksi perikanan, atau dapat menyebabkan punahnya flora dan fauna akuatik.

- Telah kita ketahui bahwa flora dan fauna mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, terutama sebagai sumber daya hayati yang dapat diperbaharui, yang dapat mendukung lajunya pembangunan, maka seyogyanya harus dipertahankan dan ditingkatkan kelestariannya, sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat terwujud.

4.2.3.1.Tekanan Terhadap Ekosistem-ekosistem Perairan pesisir dan Laut

(25)

Akibat kegiatan pembangunan yang berlangsung akhir-akhir ini seperti penambangan minyak bumi, pertambangan, turisme kelautan, pelabuhan-pelabuhan dan fasilitas energi, baik ekstraksi hasil hutan maupun pembangunan pertanian serta perikanan (pembangunan tambak) telah menambah tekanan terhadap sumberdaya pesisir.

Sebagian besar penduduk dunia tinggal di sepanjang garis pantai atau sepanjang tepian sungai yang mengalir menuju pesisir. Hal itulah yang menyebabkan wilayah pesisir selain tinggi produktivitasnya juga sekaligus rawan terhadap tekanan-tekanan lingkungan ( Mann, 1982).

Pemanfaatan sumberdaya alam dan pembuangan limbah di wilayah pesisir telah menyebabkan ekosistem pesisir mendapat tekanan dampak yang berlipat ganda. Selain itu karena luas lokasi di hutan Mangrove itu bervariasi ketebalannya, di beberapa pesisir ketebalan hutan ini bahkan tidak sampai 200 meter, sehingga gangguan dengan intensitas sama akan menyebabkan kawasan ini menjadi rawan. Contoh yang jelas, saat ini Hutan Mangrove antara Teluk Balikpapan hingga Muara Sungai Mahakam boleh dikatakan telah rusak.

Pemanfaatan hutan bakau ( mangrove) untuk berbagai jenis keperluan

seperti kayu bakar, pembuatan arang, kayu untuk diekspor , bahan baku bagi pabrik kertas, pembuatan chipboard, dan lainnya.

Bahkan hutan bakau telah banyak diubah menjadi tempat persawahan, pertambakan, perindustrian, real estate, dan lainnya. Biasnya dengan hilangnya hutan bakau di suatu wilayah pesisir akan segera diikuti oleh penurunan produksi perikanan (khususnya udang) di perairan sekitarnya, menghilangnya jenis-jenis biota tertentu dari ekosistem, terkikisnya pantai oleh gempuran ombak dan kadang-kadang juga meningkatnya penyakit malaria di daerah tersebut.

(26)

pencemaran laut di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan asalnya, yakni pencemaran yang berasal dari lautnya sendiri dan pencemaran yang berasal dari kegiatan di darat yang berasal dari lautnya sendiri misalnya berasal dari pembuangan sampah air balast dari kapal-kapal, tumpahan minyak di laut( baik dari kapal tangki, maupun sumur minyak); lumpur buangan dari kegiatan pertambangan di laut (pengeboran minyak dan lain-lain); kecelakaan-kecelakaan di tengah-tengah laut seperti kecelakaan tanker, pipa dan lainnya.Yang berasal dari kegiatan-kegiatan di darat antara lain air sungai yang membawa lumpur dan endapan lain yang dibawa oleh sungai sebagai akibat erosi tanah atau sebagai buangan kegiatan pertambangan di daerah hulu , air buangan dari kota-kota ( limbah domestik) , pasar dan industri (industri petrokimia) lewat saluran-saluran pembuangan, kotoran lewat udara,biosida khususnya Chlorinated hydrocarbon dan pupuk yang digunakan di dalam kegiatan pertanian dan kehutanan yang dapat merembes ke berbagai perairan, termasuk perairan pantai ( estuaria).

Penempatan zona-zona Industri di wilayah pesisir , secara ekonomis memang menguntungkan.Terutama dilihat dari sudut akses transportasi dan pembuangan limbahnya, namun perlu diinsyafi bahwa setiap ekosistem memiliki daya dukung (carrying capasity) tertentu untuk menyerap apa yang masuk ke dalam sistemnya. Setiap sistem alami, termasuk laut memiliki kemampuan untuk mengembalikan kesehatannya kembali seperti sedia kala bila ada gangguan dari luar.Namun masalahnya, response time tersebut berpa lama dapat berlangsung ?

(27)

disebabkan oleh Methyl mercurie chlorid .Perlu diketahui bahwa kasus ini baru terungkap setelah 26 tahun sejak awal limbah kimia yang mengandung air raksa itu dibuang (1930 dibuang dan baru dikenal pada tahun 1956/1960) Begitu juga dengan penyakit Itai-itai yang disebabkan oleh Cd.

Limbah panas dapat menimbulkan thermal schock, meningkatkan kepekaan organisme akuatik terhadap parasit, penyakit dan toksin kimia, perubahan pola migrasi, menurunnya kadar DO, meningkatkan keperluan oksigen, menimbulkan eutrofikasi, menurunkan produksi telur dan kemampuan bertahannya hidup larva ikan, terganggunya rantai makanan akuatik, berubahnya komposisi spesies.

Kejadian munculnya penyakit yang disebabkan oleh dampak limbah panas Industri telah diketahui dari kasus di Teluk Ciguatera, USA.Penyakit ini disebabkan oleh racun Ciguatoksin yang dibawa oleh Bakteri Toksis/virus yang terdapat pada selubung polisakarida Alga Cyanophyceae.Seperti diketahuan, peningkatan suhu air laut akan memacu perkembangan populasi Cyanophyceae dan dengan demikian akan menimbulkan penyakit Ciguatera.Penyakit ini ditandai dengan kelemahan otot, bibir,tangan dan kaki kaku dan gemetar, panas-dingin, mual linu-linu pada persendian dan gatal-gatal.

V.PENGELOLAAN LINGKUNGAN UNTUK MITIGASI DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KOMPONEN HAYATI

Untuk menangani dampak penting terhadap komponen flora-fauna terestrial dari hasil evaluasi AMDAL, penanganan dampak penting dilakukan dengan menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan pengelolaan lingkungan yakni secara teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.

(28)

Komponen satwa liar yang terkena dampak kegiatan HPH meliputi habitat, kelimpahan satwa yang dilindungi dan keanekaragaman jenisnya. Kegiatan-kegiatan yang potensial sebagai sumber dampak adalah penebangan, penyaradan, pengangkutan kayu, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan.

Tujuan pokok dari perlindungan alam menurut UNCN - UNCP - WWF (1980) pada hakekatnya adalah sebagai pengelolaan oleh manusia dalam memanfaatkan biosfer, ekosistem dan jenis-jenis yang menyusunnya, untuk menghasilkan suatu keuntungan yang berkesinambungan bagi generasi sekarang serta memelihara potensi sumber daya alam itu untuk memenuhi kepentingan generasi yang akan datang. Aspek utama penekanan dari perlindungan alam menurut IUNC - UNFP - WWF (1978) adalah :

1. Penduduk dapat memperoleh keuntungan langsung perlindungan alam. Perlindungan alam suatu usaha untuk mengatur dalam penggunaan lingkungan, agar generasi sekarang mendapat keuntungan maksimal dari potensi sumber alam hayati dan hasil sejumlah besar macam pelayanan yang baik dari alam (seperti ekologi, ekonomi, etika dan budaya, ilmu pengetahuan dan intelektual). Oleh karena itu perlindungan alam merupakan bagian integral untuk dapat menyokong pembangunan.

2. Perlindungan alam berorientasi kepada dua kerangka waktu :

a. Untuk generasi sekarang agar mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber alam yang ada.

b. Untuk generasi yang akan datang, menerima pemeliharaan potensi sumber alam itu agar dapat meneruskan apa saja yang menjadi kebutuhan dan aspirasi yang akan datang.

3. Menjaga kepunahan berbagai jenis atau spesies

(29)

5. Perlindungan ekosistem atau species merupakan suatu aspek pokok usaha yang lebih luas dan keras dari rencana-rencana dan peraturan manusia dalam menggunakan sumber alam.

6. Perlindungan alam selain terhadap sumber daya hayati juga memperhatikan pula sumber daya non hayati seperti, air, tanah, unsur hara dan atmosfir.

Berdasarkan tujuan pokok perlindungan alam, pemerintah Indonesia (PHPA) telah melakukan usaha-usaha antara lain :

- Melindungi jenis-jenis flora dan fauna dalam habitat alaminya seperti adanya cagar alam, suaka marga satwa, dan lain-lain.

- Mempertahankan jenis-jenis flora dan fauna diluar habitat alaminya seperti di kebun binatang, kebun raya, dan lain-lain.

- Usaha pemeliharaan dan penangkapan binatang dan tumbuhan liar.

- Usaha melakukan pengawasan lalulintas perdagangan binatang dan tumbuhan liar. - Menetapkan jenis flora dan fauna langka yang ditetapkan Undang-undang.

Dari daftar yang dikeluarkan Direktorat PPA tahun 1978, terdapat kurang lebih 135 marga dari 62 familia yang termasuk langka. Jenis binatang yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan menteri Pertanian tahun 1970, 1972, 1973, 1977, 1978, 1978, 1979, 1980, seluruhnyya tercatat kurang lebih 600 jenis.

5.1. Pendekatan Teknologi

Pendekatan ini adalah penerapan cara-cara atau teknologi yang tepat dan sesuai untuk digunakan menanggulangi dan mengendalikan (mengelola) dampak penting dengan mempertimbangkan efektivitas, efisiensi dan ekonomis antara lain :

(30)

yang ditanam adalah jenis pakan dan cover, antara lain : meranti, keladus, kapur dan keruing (pucuk dan tunas untuk pakan Owa-Owa), merkunyit, mendarahan, kapol dan rotan (daun,pucuk untuk pakan, pohon untuk cover beruk), beringin, dahu,ebony (buah, daun untuk pakan, pohon untuk Macaca fascicularis ), bengkirai, trema, kujijang ( daun, pucuk untuk pakan kancil dan kijang) dan jenis-jenis dipterocarpaceae yang menjadi cover dan pakan burung rangkong, burungmadu serta kuau.

(b) Memelihata arean Virgin forest sebagai areal pengungsian satwa dengan memperhatikan dinamika populasi dan komposisi herbivora -carnivora. kegiatan pokok pemeliharaan berupa inventarisasi jenis flora dan fauna serta pengamatan arah penyebaran satwa.

(c) Pemasangan papan larangan berburu satwa dilindungi di areal hutan baik kawasan lindung maupun areal produktif.

(d) Pengelolaan kawasan lindung yang meliputi areal berlereng > 40 %, areal pengugsian satwa, sempadan sungai dan hutan lindung secara khusus untuk perlindungan keanekaragaman dan kelimpahan satwaliar.

5.2. Pendekatan Sosial Ekonomi

Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang harus ditempuh pemrakarsa proyek dalam upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang bermotifkan sosial ekonomi.

Pendekatan ini antara lain dapat dilakukan sebagai berikut :

- Menyelenggarakan program pelestarian sumberdaya hutan dan lingkungan yang meliputi kegiatan penyuluhan kepada karyawan dan masyarakat sekitar HPH tentang kekayaan jenis (biodiversity) satwa yang dilindungi undang-undang, kawasan lindung dan peraturan perundang-undangannya (UULH No.4 Th 1982),UU No 5 Th 1990 dan PP No 28 Th 1985.

(31)

- Menjamin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna mencegah timbulnya kecemburuan sosial.

- Melaksanaan penelitian dan pengembangan tentang teknollogii pengelolaan kayu dan teknologi pembinaan hutan, hutan campuran tak seumur dan hubungannya dengan keragaman jenis yang akan dikembangkan.

- Mengalokasikan dana untuk penyelenggarakan program - program pendidikan dan latihan.

5.3.Pendekatan Institusi

Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak penting. Kegiatan ini dapat dicapai melalui langkah-langkah berikut :

- Membentuk divisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam struktur organisasi HPH dengan kedudukan sejajar divisi Pembinaan Hutan dan Divisi Logging.

- Kerjasama dengan instansi terkait yang berkepentingan dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, misalnya instansi vertikal maupun horizontal ( dengan Kanwil Dephut, BBLH Tk I , Pemda TK II, dan lainnya).

- Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan lingkungan oleh instansi yang berwenang;

(32)

BAHAN ACUAN

Anonim, 1992. Report of the Indonesian Country Study on Biological Diversity. MENKLH-Jakarta.

Deshmukh Ian, 1992. Ekologi dan Biologi Tropik. Yayasan Obor, Jakarta.

Johan Iskandar.1983.Penetapan Metode Pengukuran dan Cara Analisis Asfek Fauna. Kursus Penyusunan AMDAL (AMDAL -B). KMKLLH- UNPAD, Bandung.

Krebs,C.J.1978. Ecology. Harper & Row, Publisher, New York.

Miller,Tyler.G.1975.Living in the Environment, Concepts, Problems and Alternatives. Wadsworth Publishing Company, Inc, Belmont, California.

Odum Eugene P. 1971.Fundamentals of Ecology. Toppan Company, Tokyo, Japan. Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 261/Kpts-IV/1990 .

Tandjung,S.D.1992. Komponen Fauna Darat dan Air. Kursus AMDAL B, BAPEDAL -PPLH UGM Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Suatu rangkaian aktif (dengan sumber tegangan dan atau sumber arus dependen maupun independen) yang bersifat linier dengan 2 kutub (terminal) a dan b, dapat diganti

SEJAUH MAKSIMAL YANG DIIZINKAN OLEH HUKUM YANG BERLAKU DALAM YURISDIKSI ANDA, DALAM KEADAAN APA PUN RIM TIDAK BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP SEGALA JENIS KERUSAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN

Lapangan permainan sepak bola harus berbentuk empat persegi panjang, dan garis samping (touch line) harus lebih panjang dari garis gawang (goal line). Lapangan permainan sepak bola

Di awal tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana baru untuk mendobrak garis barat. Rencana mereka adalah secara mendadak menyerang kota Verdun, yang dianggap

Mahasiswa Tahap Persiapan Bersama Bidik Misi diwajibkan untuk tinggal di asrama-asrama yang telah disediakan oleh ITB selama 1 tahun. Maka timbul pertanyaan apakah

Desa wisata Melikan merupakan sentra gerabah, seperti Kasongan dan Manding di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Melikan terletak sekitar kurang lebih 13 km sebelah

Sedangkan pengaruh risiko operasional terhadap ROA adalah negatif atau berlawanan arah, karena kenaikan pada biaya operasional yang lebih besar dibandingkan

Hipotesa diterima yang menyatakan bahwa hasil sarang burung oleh pe- ngusaha intensif 1ebih besar dari- pada pengusaha yang tidak inten.. s