i ABSTRAK
Kholidin, Implementasi Kebijakan Standar Pengawas Satuan pendidikan Di Dinas Pendidikan Provinsi Riau (Studi tentang Kebijakan Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah). Tesis, Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan standar pengawas sekolah pada Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, melalui: (1) mendeskripsikan proses komunikasi dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau; (2) mendeskripsikan kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau; (3) mendeskripsikan proses disposisi dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau; dan (4) mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau mulai Januari 2016 s.d Mei 2016. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling dengan informan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Kabid dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Koordinator Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, dan Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, studi dokumentasi, observasi dan triangulasi. Teknik Analisis data menggunakan analisis kualitatif yang mengacu kepada teori Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) proses komunikasi pada implementasi kebijakan rutin dilaksanakan Dinas Pendidikan Provinsi Riau setiap tahun, namun porsi pelatihan perlu ditingkatkan; (2) pada ketersediaan sumber daya, jumlah sumber daya dalam implementasi kebijakan standar pengawas sekolah sudah mencukupi, namun ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki dalam implementasi kebijakan standar pengawas sekolah belum memadai; (3) pada proses disposisi, semua pihak yang terlibat pada implementasi kebijakan standar pengawas memiliki komitmen dan mendukung implementasi kebijakan standar pengawas; dan (4) pada faktor struktur birokrasi, SOP yang digunakan pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau hanya mengacu kepada Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 dan Buku Kerja Pengawas. Implementasi kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau masih memiliki hambatan sehingga perlu adanya penyempurnaan melalui peningkatan porsi atau volume pelatihan kepada pengawas satuan pendidikan, peningkatan sarana dan prasarana, dan tersedianya SOP yang mendukung implementasi kebijakan.
ii ABSTRACT
Kholidin, The Policy Implementation of School Supervisor Standards in Education Office of Riau Province (A Study of the Regulatory Policy of National Education Minister No. 12 Year 2007 About The Standards of School/Madrasah Supervisors). A Thesis, Education Administration Study Program, Graduate Program of State University of Medan, 2016
This study aims to determine the policy imlementation of school supervisor standards in Education Office of Riau Province, through: (1) describing the process of communication in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province; (2) describing the resources factor in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province; (3) describing the disposition process in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province; and (4) describing the factor of the bureaucracy structure in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province. The research which used a descriptive method with qualitative approach, was conducted in Education Service Office of Riau Province started from January 2016 till May 2016. The research subjects were determined by using purposive sampling with the informants are: Head of Education Office of Riau Province; Head of Divison of Secondary and High Education (Dikmenti) of Education Office of Riau Province; Coordinator of the School Supervisors of Education Office of Riau Province; and School Supervisors of Education Office of Riau Province. The Techniques used for collecting data were: interviews, documentation study, observation and triangulation. The Data Analysis used refers to the Miles and Huberman’s theory. The results of the study showed that: (1) The communication process in the implementation of the policy is conducted regularly by the Education Office of Riau Province every year, but the portion of the training needs to be improved; (2) the resource readiness factors related to the number of resources is adequate, but the availability of facilities and infrastructure are in inadequate number; (3) In the disposition process, all parties involved in the implementation of the school supervisor standards policy have a commitment and support the implementation of the school supervisor standards policy; and (4) in the structure of the bureaucracy factor, the Standard Operational Procedures (SOP) used by the school supervisors in Education Office of Riau Province refers only to the Regulation of Ministry of National Education No. 12 Year 2007 (Permendiknas No. 12 Tahun 2007) and Supervisor’s Workbook. The policy implementation of school supervisor standards in Education Office of Riau Province stil have barriers that need to be improved through the increase of training portions for the supervisors, improvement of facilities and infrastructure, and the availability of SOP that supports the policy implementation.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Pendidikan Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi Ilmu
Kepengawasan Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit
bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan khususnya Direktorat
Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menengah (P2TK) Direktorat
Jenderal Pendidikan Menengah yang telah memberikan bantuan berupa
Beasiswa S2 Kepengawasan bagi penulis sehingga dapat menimba ilmu di
Universitas Negeri Medan (UNIMED).
2. Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd.
3. Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Bornok
Sinaga, M.Pd
4. Ketua Prodi Administrasi Pendidikan Bapak Dr. Darwin, M.Pd yang juga
selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta
dukungan pada penulisan tesis ini.
5. Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan serta dukungan dalam penulisan tesis ini.
6. Narasumber: Bapak Prof. Dr. Yusnadi, M.S; Bapak Prof. Dr. Paningkat
Siburian, M.Pd; dan Bapak Dr. Sukarman, M.Pd yang memberikan banyak
masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
7. Pemerintah Provinsi Riau khususnya kepada Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Riau yang telah mendukung dan memberi izin untuk
mengikuti program tugas belajar sekaligus memberikan izin penelitian dan
iv
8. Bapak Dr. Kamsol, M.M selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Riau dan Bapak Drs. Khairil Anwar selaku Kepala Bidang
Pendidikan Menengah dan Tinggi Dinas Pendidikan Provinsi Riau sebagai
informan dalam penelitian ini.
9. Bapak Drs. H. Joyosman, MM, selaku Koordinator Pengawas Satuan
Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, sebagai informan dalam
penelitian ini yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data
penelitian.
10.Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau: Bapak. H
Miswanto, S.Pd, MM; Bapak Muhammad Iman, M.Pd; Ibu Rosmawati,
S.Pd.I; Ibu Hj. Hasniar, S.Pd.I, MM; dan Ibu Dra. Puniyarni yang telah
membantu dan mendukung hingga terselesainya tesis ini.
11.Seluruh Staf Pengajar Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi
Ilmu Kepengawasan Universitas Negeri Medan yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis.
12.Istri tercinta Nur Kholifah, S.IP yang telah banyak memberikan dukungan do’a, dukungan moril dan spiritual serta material dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, serta anak-anak kami tercinta: Andien Nessa Dzikra Khairani
dan Alifa Syahla Kayfiatunnisa.
13.Orang tua Ibunda Hj. Tuminah dan Ayahanda Alm. H. Djahari, mertua Ibunda
Watmi dan Ayahanda Syukur, serta seluruh keluarga besar penulis yang tak
bosan-bosannya memberikan dukungan moril maupun materil serta do’a
dengan segala sikap penuh pengertian dan kasih sayang.
14.Rekan-rekan mahasiswa Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan
Angkatan III, terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan selama ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu pendidikan khususnya ilmu kepengawasan. Amin..
Medan, 21 Juni 2016
Penulis
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah Provinsi Riau
Tahun 2015 ... 6
Tabel 4.1. Profil Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi
Riau Tahun 2016 ... 82
Tabel 4.2. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015 ... 89
Tabel 4.3. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015
Berdasarkan Dimensi Kompetensi ... 90
Tabel 4.4. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015
Berdasarkan Jenjang Sekolah ... 91
Tabel 4.5. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015
Berdasarkan Kualifikasi Pengawas ... 91
Tabel 4.6. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015
Berdasarkan Masa Kerja Pengawas ... 92
Tabel 4.7. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015
Berdasarkan Usia Pengawas ... 92
Tabel 4.8. Staff UPT Persekolahan Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Sekuensi Implementasi Kebijakan ... 26
Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn ... 29
Gambar 2.3. Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle ... 30
Gambar 2.4. Model Implementasi Kebijakan Sebatier dan Mazmanian ... 31
Gambar 2.5. Model Implementasi Kebijakan George C. Edwards III ... 36
Gambar 2.6. Model Pengembangan Kompetensi Pengawas Sekolah Berkelanjutan ... 56
Gambar 2.7. Kerangka Berpikir Penelitian Implementasi Kebijakan Standar Pengawas Sekolah/Madrasah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. 62 Gambar 3.1. Teknik Analisis Data Kualitatif Menurut Miles dan Huberman ... 74
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lembar Validasi Instrumen Penelitian ... 129
Lampiran 2. Sistem Pengkodean Analisis Data ... 130
Lampiran 3. Kisi – Kisi Wawancara ... 131
Lampiran 4a. Pedoman Wawancara Kepala Dinas dan Kabid Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 132
Lampiran 4b. Pedoman Wawancara Koordinator Pengawas dan Pengawas Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 135
Lampiran 5a. Transkripsi Wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 138
Lampiran 5b. Transkripsi Wawancara dengan Kabid. Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 142
Lampiran 5c. Transkripsi Wawancara dengan Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 145
Lampiran 5d. Transkripsi Wawancara dengan Pengawas Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 150
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ………...…………... 154
Lampiran 7. Lembar Observasi Penelitian ... 164
Lampiran 8a. Catatan Lapangan (01) ... 167
Lampiran 8b. Catatan Lapangan (02) ... 168
Lampiran 8c. Catatan Lapangan (03) ... 169
Lampiran 8d. Catatan Lapangan (04) ... 171
Lampiran 8e. Catatan Lapangan (05) ... 173
Lampiran 8f. Catatan Lapangan (06) ... 174
Lampiran 8g. Catatan Lapangan (07) ... 176
Lampiran 8h. Catatan Lapangan (08) ... 178
Lampiran 9a. Pedoman Dokumentasi Penelitian Implementasi kebijakan Standar Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 179
Lampiran 9b. Pedoman Dokumentasi Penelitian Implementasi kebijakan Standar Pengawas Sekolah di Kantor Penngawas ... 180
x
Lampiran 11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan sebagai tuntutan kebutuhan sumber daya
manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di era globalisasi terus berlangsung.
Persaingan di era globalisasi saat ini sudah dirasakan, apalagi dalam menghadapi
era perdagangan bebas, seperti era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang
menuntut para pekerja memiliki kualitas SDM yang setara dengan negara-negara
ASEAN. Untuk meningkatkan kualitas SDM, maka harus bermula dari perbaikan
mutu pendidikan di sekolah, misalnya melalui rehabilitasi dan perluasan gedung
sekolah, penyediaan peralatan praktek, penyempurnaan kurikulum, maupun
peningkatan profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, baik di
lakukan secara lokal maupun nasional.
Usaha apapun yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan bila tidak ditindaklanjuti dengan pembinaan terhadap tenaga pendidik,
maka tidak akan berdampak nyata pada kegiatan layanan belajar di kelas.
Pembinaan terhadap guru dan kepala sekolah yang dilakukan oleh pengawas
secara profesional akan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
Dengan meningkatnya mutu pendidikan, maka kualitas sumber daya manusia
akan meningkat pula.
Pengawas satuan pendidikan sebagai salah satu komponen dalam segitiga
mutu pendidikan mempunyai kedudukan yang strategis dan penting dalam upaya
2
mutu pendidikan, pengawas dituntut keprofesionalannya dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi sesuai kompetensinya, karena tugas pengawas sangat erat
kaitannya dengan penjaminan mutu pendidikan di suatu lembaga persekolahan.
Oleh karena itu, untuk menjangkau fungsi kepengawasan yang profesional di
sekolah, menurut Fathurrohman dan Ruhyanani (2012) diperlukan kemampuan
pengawas yang memiliki pengetahuan yang profesional, artinya pengawas
memang berbekal ilmu kepengawasan, kemampuan mendelegasikan beban tugas
secara produktif, kemampuan memahami problema profesional guru, dan
kemampuan pengawas dalam menyelenggarakan situasi relasi kerja yang baik
antara karyawan, guru, dan orang tua siswa.
Suatu jabatan dikatakan profesional apabila mereka yang mendudukui
jabatan tersebut melaksanakan tugasnya dengan baik dan tentunya pekerjaan
profesional tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya pejabat tertentu
yang memiliki kemampuan khusus di bidangnya yang mampu mengerjakan
tugasnya sehingga disebut pejabat profesional. Oleh karena itu, agar tugas,
tanggung jawab, dan wewenang pengawas dapat berjalan dengan maksimal, maka
harus dilakukan secara profesional. Oteng Sutisna dalam Alma (2010:121)
mendefinisikan ciri-ciri profesional adalah: (1) memiliki sejumlah pengetahuan
yang unik yang dikuasai dan dipraktekkan para anggotanya; (2) memiliki suatu
ikatan kuat terdiri dari para anggotanya dan adanyanya syarat-syarat untuk
memasuki profesi tersebut; (3) memiliki kode etik yang memaksa; (4) memiliki
literatur tersendiri, walaupun ia mungkin menimba kuat dari banyak disiplin
akademis untuk isinya; (5) memberikan jasa-jasa kepada masyarakat dan
3
semata-mata; (6) tidak hanya personal tetapi juga dilihat demikian oleh
masyarakat. Lebih lanjut, untuk melihat apakah seorang pengawas dikatakan
pengawas profesional atau tidak, menurut Danim (2002:22-24) dapat dilihat dari
dua perspektif, yaitu: (1) dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar
belakang pendidikan pengawas bersangkutan; (2) penguasaan seorang pengawas
terhadap kemampuan dalam proses supervisi akademik dan manajerial yang
dilakukannya.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah untuk menjamin
profesionalisme jabatan pengawas. Dalam Permendiknas tersebut dinyatakan
bahwa agar pengawas bekerja secara profesional, ada dua hal yang harus dimiliki
oleh pengawas sekolah, yaitu kualifikasi dan kompetensi. Diterbitkannya
permendiknas tersebut merupakan konsep dan upaya untuk menetapkan standar
minimum kualifikasi dan komptensi pengawas satuan pendidikan. Peraturan
tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai ukuran dalam menetapkan standar
minimum yang terkait dengan latar belakang pendidikan, pengetahuan, dan
kemampuan yang perlu dimiliki oleh pengawas satuan pendidikan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.
Pemahaman dan penguasaan kompetensi mutlak harus dimiliki oleh
seorang pengawas sekolah. Melalui penguasaan enam kompetensi utama
pengawas sekolah yaitu: (1) Kompetensi kepribadian; (2) Kompetensi Sosial; (3)
Kompetensi Supervisi Manajerial; (4) Kompetensi Supervisi Akademik; (5)
Kompetensi Evaluasi Pendidikan; dan (6) Kompetensi Penelitian dan
4
fungsi pembinaan dan penjaminan mutu pendidikan terhadap sekolah akan
terlaksana secara optimal. Seorang pengawas profesional harus memiliki
kemampuan dan keterampilan dalam membina, memantau, menilai kepala
sekolah, guru, staf TU dengan tujuan kualitas pendidikan akan meningkat dan
pada akhirnya akan tercipta dunia pendidikan yang menjadi harapan masyarakat
dan tuntutan jaman. Kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan di atas
dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan
fungsional pengawas pada lembaga yang ditetapkan pemerintah.
Sebuah kebijakan yang telah diputuskan memang tidak terlepas dari
problematika. Hal ini membuktikan bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan
kenyataan, termasuk pada kebijakan tentang standar pengawas sekolah/madrasah.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, baik berupa internal maupun
eksternal dalam diri pengawas. Tuntutan agar menjadi seorang yang profesional
memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini hendaknya mampu
dimengerti oleh semua pihak, tidak hanya oleh masyarakat umum, tetapi juga
pemerintah selaku pemangku kebijakan.
Berdasarkan pengamatan lapangan, masih tampak adanya kesenjangan
antara aturan yang tertuang dalam permendiknas dengan kondisi dan situasi
lapangan. Kondisi di lapangan saat ini ditemukan bahwa masih banyak pengawas
satuan pendidikan yang belum menguasai keenam dimensi kompetensi tersebut
dengan baik. Survei yang dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan pada
Tahun 2008 terhadap para pengawas di suatu kabupaten (Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2008: 6) menunjukkan bahwa para pengawas memiliki kelemahan
5
pengembangan. Sosialisasi dan pelatihan yang selama ini biasa dilaksanakan
dipandang kurang memadai untuk menjangkau keseluruhan pengawas dalam
waktu yang relatif singkat. Selain itu, karena terbatasnya waktu maka intensitas
dan kedalaman penguasaan materi kurang dapat dicapai dengan kedua strategi ini.
Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) yang telah
dilaksanakan pada bulan Maret 2015 oleh Kementerian Pendidikan Bidang Dirjen
Guru dan Tenaga Kependidikan bekerja sama dengan Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) menunjukkan bahwa pengawas sekolah belum memiliki
kompetensi sesuai standar yang ditetapkan. Rata-rata nasional nilai para pengawas
yang mengikuti UKPS pada tahun 2015 adalah 40,23. jika diambil rata-rata nilai
per dimensi kompetensi, maka untuk Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik
sebesar 41,82; untuk dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial sebesar 43,98;
untuk Kompetensi Evaluasi Pendidikan sebesar 38,35; dan untuk Kompetensi
Penelitian dan Pengembangan sebesar 37. Sedangkan untuk dua kompetensi
lainnya yaitu Kompetensi Sosial dan Kepribadian pada UKPS ini tidak
dimasukkan. (Sumber: http://lpmpkalsel.net/cetak-32-ukps-ukks-tahun-2015.html).
Secara khusus, hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) untuk
Provinsi Riau tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Provinsi Riau juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata UKPS untuk
Provinsi Riau tahun 2015 masih belum mencapai standar minimal. Secara lebih
rinci, nilai rata-rata UKPS tahun 2015 untuk Provinsi Riau dapat dilihat dari tabel
6
Tabel 1.1. Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah Provinsi Riau Tahun 2015
NO DIMENSI
JENJANG
SD SMP SMA SMK
1. Supervisi Manajerial 41.75 44.41 43.79 50.26
2. Supervisi Akademik 38.42 46.11 44.08 47.95
3. Penelitian dan Pengembangan 33.52 36.67 38.97 42.69
4. Evaluasi Pendidikan 34.42 38.18 40.00 38.46
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan & LPMP Provinsi Riau Tahun 2105
Berdasarkan tabel di atas jika diambil rata-rata, maka nilai rata-rata
UKPS Provinsi Riau sebesar 42,41. Nilai ini meskipun berada diatas nilai rata-rata
UKPS secara nasional yang berada pada skor 40,23 namun masih belum mencapai
standar minimum yang ditetapkan pemerintah, yaitu 55. Jika nilai rata-rata UKPS
tahun 2015 dibandingkan dengan data survey yang diselenggarakan oleh
Direktorat Tenaga Pendidikan tahun 2008, maka data tersebut memperkuat
temuan hasil survey bahwa kelemahan pengawas terletak pada keempat dimensi
kompetensi yaitu kompetensi supervisi akademik, evaluasi pendidikan, dan
penelitian dan pengembangan.
Penulis membandingkan nilai rata-rata nasional Uji Kompetensi
Pengawas Sekolah (UKPS) tahun 2015 ini dengan nilai rata-rata nasional untuk
Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilaksanakan pada bulan November 2015,
dimana dalam UKG 2015 ini yang diuji adalah dua kompetensi guru yaitu
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Menurut Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata,
7
53,02. Rata-rata nilai kompetensi profesional adalah 54,77. Sedangkan rata-rata
nilai kompetensi pedagogik adalah 48,94. Meskipun nilai yang dicapai dalam
UKG ini masih belum mencapai standar nasional, yaitu rata-rata 55, namun jika
dibandingkan dengan nilai UKG pada tahun 2013, maka nilai UKG tahun 2015
dinilai lebih tinggi dari nilai UKG 2013. (Sumber: Kemendikbud, Jakarta,
30/12/2015 melalui website:
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-terbaik-uji-kompetensi-guru-2015).
Nilai rata-rata Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) 2015 jika
dibandingkan dengan nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai rata-rata Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS)
2015 yaitu 40,23 masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata
Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015 yang mencapai 53,02, meskipun keduanya
belum mencapai standar nasional, yaitu 55. Dari paparan data ini menunjukkan
bahwa masalah kompetensi pengawas perlu mendapatkan perhatian khusus.
Permasalahan kurang kompetennya pengawas satuan pendidikan juga
ditemukan melalui penelitian yang dilakukan oleh Nafiul Lubab (2012:45) dalam
penelitiannya tentang kinerja pengawas PAI di kota Semarang tahun 2012. Hasil
analisis data pada penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja 15 Pengawas SMA
dalam pelaksanaan program pengawasan delapan standar pendidikan hasilnya
kurang baik. Pengawasan delapan standar pendidikan pada program tahunan
(prota) dan program semester (prosem), dari 15 pengawas, yang berhasil
melaksanakan program pengawasan 7 standar pendidikan sebanyak 2 pengawas; 3
standar pendidikan sebanyak 3 pengawas; 2 standar pendidikan sebanyak 1
8
untuk 8 standar pendidikan. Untuk program Rencana Kepengawasan Akademik
(RKA) semua pengawas belum melaksanakan program. Kemudian, pelaksanaan
dari pembimbingan, pelatihan, dan pengembangan profesionalitas guru,
pembinaan dan pemantauan pelaksanaan standar pendidikan, dan PK guru juga
masih kurang baik
Masih rendahnya kemampuan pengawas sekolah juga menjadi salah satu
kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kodirin (2015:78-89) yang
menemukan bahwa pengawas sekolah/satuan pendidikan dalam menyusun
dokumen program kepengawasan, baik program tahunan maupun program
semester yang memuat program kegiatan supervisi akademik dan manajerial
dalam usaha membina profesional guru dan manajemen kepala sekolah, dari 4
pengawas SMA yang di survey sebanyak 3 (75%) pengawas dalam menyusun
program kepengawasan meskipun dokumennya lengkap, namun redaksi dan
penulisan kalimat di dalam laporan sama persis antara pengawas yang satu dengan
pengawas yang lain. Hal ini disebabkan karena motivasi penyusunan dokumen
program kepengawasan hanya disebabkan sebagai prasyarat untuk mendapatkan
tunjangan sertifikasi.
Problema klasik tentang rendahnya kompetensi pengawas satuan
pendidikan terlihat juga pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis melalui
wawancara dengan guru dan Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri Plus Provinsi
Riau, pengawas satuan pendidikan Dinas Provinsi Riau, dan Pengawas Kemenag
Provinsi Riau. Dari hasil wawancara dengan guru dan Wakil Kepala Sekolah SMA
Negeri Plus Provinsi Riau yang dilakukan pada hari Jumat, 8 Januari 2016, pukul
9
sekolah umumnya masih bersifat inspeksi kepada guru dan kepala sekolah.
Mereka cenderung mencari kekurangan dan kesalahan. Kekurangan dan kesalahan
itulah yang diangkat sebagai temuan untuk menjadi bahan laporan tanpa ada solusi
perbaikan yang disarankan oleh pengawas.
Kedua, pengawas mata pelajaran kurang memahami hakekat dan
substansi pembelajaran di sekolah. Mereka tidak paham tentang bagaimana
melaksanakan pembelajaran yang seharusnya. Pengawas tidak memberikan
arahan, contoh, bimbingan agar pelaksanaan proses pendidikan dilaksanakan lebih
baik dari sebelumnya. Dalam proses supervisi pendidikan, bahkan pengawas tidak
pernah melakukan kegiatan supervisi klinis meskipun guru-guru di sekolah banyak
menemukan kendala dalam proses belajar mengajar.
Ketiga, pelaksanaan supervisi tidak lebih hanya sekedar menjalankan
fungsi administrasi, mengecek apa saja ketentuan yang telah dilaksanakan dan
yang belum dilaksanakan. Oleh karenanya, bobot kegiatan masih bersifat
administratif. Hasil kunjungan inilah yang kemudian disampaikan sebagai laporan
berkala, misalnya laporan bulanan, semester, tahunan yang ditujukan kepada
atasannya.
Hasil wawancara awal penulis dengan dua orang pengawas di Provinsi
Riau (satu orang berasal dari pengawas dinas pendidikan Provinsi Riau, dan satu
orang berasal dari pengawas Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Riau),
penulis mendapatkan informasi bahwa kelemahan pengawas satuan pendidikan di
Provinsi Riau adalah pada bidang kompetensi supervisi akademik, kompetensi
evaluasi pendidikan dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Bahkan,
10
melalui diskusi wawancara lewat telepon pada hari Selasa, 27 Oktober 2015,
menyatakan bahwa sebagian besar pengawas madrasah di Kemenag Riau tidak
menguasai kompetensi Penelitian dan Pengembangan. Pernyataan ini diperkuat
oleh penjelasan yang disampaikan oleh Bapak H. Miswanto, S.Pd, M.M, salah
satu pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, menyatakan
bahwa kompetensi pengawas Provinsi Riau yang paling rendah adalah pada
kompetensi penelitian dan pengembangan. Salah satu indikasinya adalah,
pengawas pada umumnya tidak mampu menulis karya ilmiah, bahkan ketika
diminta untuk menjadi pembimbing penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
pengawas umumnya tidak memiliki pemahaman tentang sistematika penulisan
PTK tersebut.
Berdasarkan paparan di atas, ditemukan adanya permasalahan yang
terkait dengan pengawas sekolah, yaitu: pengawas yang tidak kompeten atau
masih rendahnya kompetensi yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai-rata hasil
UKPS; pengawas sekolah yang belum sepenuhnya melaksanakan pengawasan
terhadap 8 standar pendidikan; pengawas sekolah yang belum menyusun dokumen
program kepengawasan secara lengkap; pemahaman pengawas sekolah yang
masih terbatas pada tugas inspeksi; dan pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh
pengawas satuan pendidikan hanya sekedar menjalankan fungsi administrasi. Di
sisi lain peranan pengawas yang profesional sangat penting dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia.
Hasil temuan di atas bersifat sementara, namun memunculkan dugaan
bahwa masih terdapat kesenjangan yang mencolok antara apa yang tertuang dalam
11
di lapangan. Fenomena kesenjangan ini merupakan permasalahan yang mendasar
yang masih perlu diperhatikan, dikaji, dan dicari pemecahannya.
Ada beberapa faktor yang semestinya menjadi perhatian pemerintah
dalam hal implementasi suatu kebijakan, khususnya kebijakan standar pengawas
sekolah/madrasah. Faktor-fakter tersebut seperti: komunikasi, ketersediaan sumber
daya, sikap pelaksana atau disposisi, serta faktor birokrasi dan koordinasi antar
pihak yang terlibat. Keempat faktor ini merupakan komponen utama di dalam
keberhasilan implementasi kebijakan standar pengawas sekolah/madrasah di
Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. Dari keempat faktor ini kita bisa menilai
apakah implementasi standar pengawas sekolah/madrasah berjalan sesuai dengan
arah kebijakan atau tidak.
Kebijakan pendidikan memiliki konsekwensi logis terhadap
lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, tidak terkecuali lembaga-lembaga-lembaga-lembaga pendidikan
seperti sekolah-sekolah yang ada di provinsi Riau. Pihak terkait, seperti LPMP
maupun dinas pendidikan harus merespon baik dan segera mengambil
langkah-langkah antisipatif terutama yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi
pengawas satuan pendidikan. Oleh karena itu, kajian, pemberdayaan, dan upaya
peningkatan kompetensi pengawas satuan pendidikan harus dilakukan terus
menerus dan berkelanjutan.
Fenomena dan gambaran seperti yang telah diuraikan di atas merupakan
potret awal dari penelitian tentang implementasi kebijakan standar pengawas
sekolah/madrasah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Penelitian ini difokuskan
pada implementasi Kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan Dinas
12
kebijakan yang telah dirumuskan dalam Permendiknas No. 12 Tahun 2007
tersebut, salah satunya dapat dilakukan dengan penelitian kebijakan. Penelitian
kebijakan adalah penelitian dengan objek kebijakan tertentu.
Penelitian kebijakan menurut Nugroho (2013: 49) dikelompokkan
menjadi dua jenis penelitian kebijakan, yaitu: (1) Penelitian untuk Kebijakan,
dalam arti penelitian untuk merumuskan suatu kebijakan, baik sebagai suatu
kebijakan baru ataupun kebijakan revisi; dan (2) Penelitian tentang Kebijakan,
yaitu penelitian tentang suatu kebijakan tertentu dengan dimensi penelitian
berkenaan dengan rumusan kebijakan, termasuk di dalamnya tentang perumusan
dan dinamika di dalamnya dan bagaimana implementasi suatu kebijakan, juga
termasuk bagaimana kebijakan dikendalikan, baik dari sisi monitoring, maupun
pengganjarannya; kinerja kebijakan, termasuk dinamika di dalamnya, dari sejak
output (keluaran) atau hasil yang dirasakan atau dinikmati organisasi publik,
hingga outcome (impak) atau hasil yang dirasakan oleh publik dan umpan balik
kepada organisasi publik, serta lingkungan kebijakan, baik pada saat perumusan,
implementasi, maupun pada waktu kebijakan berkinerja.
Berdasarkan paparan di atas, maka jenis penelitian kebijakan yang
dilakukan penulis adalah jenis penelitian tentang implementasi kebijakan yang
mendeskripsikan tentang implementasi kebijakan standar pengawas
sekolah/madrasah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau berdasarkan Permendiknas
Nomor 12 Tahun 2007.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis uraikan dalam latar belakang
13
implementasi kebijakan standar pengawas sekolah/Madrasah di Dinas Pendidikan
Provinsi Riau. Adapun batasan fokus penelitian ini adalah:
1) Subjek penelitian dibatasi pada pelaku-pelaku baik yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam implementasi kebijakan standar
pengawas sekolah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Orang-orang tersebut
diasumsikan sebagai sumber data atau sumber informasi di dalam penelitian
ini.
2) Penelitian ini fokus untuk memantau keterlaksanaan implementasi kebijakan
standar pengawas sekolah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah berdasarkan teori
George C. Edwards III yang mengidentifikasi ada empat faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu: communication (komunikasi),
resources (sumber daya), disposition or attitudes (disposisi atau sikap,
perilaku), dan bureucratic structure (struktur birokrasi).
C. Rumusan Permasalahan Penelitian
Permasalahan penelitian ini secara umum adalah: Bagaimanakah
implementasi kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan
Provinsi Riau? Permasalahan umum tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses komunikasi dalam implementasi kebijakan standar
pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau?
2. Bagaimanakah kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan standar
14
3. Bagaimanakah proses disposisi dalam implementasi kebijakan standar
pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau?
4. Bagaimanakah faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar
pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui proses implementasi kebijakan standar pengawas
satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, melaui:
1. Mendeskripsikan proses komunikasi dalam implementasi kebijakan standar
pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
2. Mendeskripsikan kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan standar
pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
3. Mendeskripsikan proses disposisi dalam implementasi kebijakan standar
pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
4. Mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan
standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai salah satu sumber informasi empiris tentang kompleksitas
permasalahan dalam implementasi kebijakan Permendiknas Nomor 12
Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah khususnya pada
15
sebagaimana Teori Edwards III menyatakan bahwa ada empat faktor yang
mempengaruhi implementasi suatu kebijakan, keempat faktor tersebut
adalah: komunikasi (communication), sumber daya (resources), disposisi
atau sikap, perilaku (disposition or attitudes), dan struktur birokrasi
(bureucratic structure).
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan kajian lebih
lanjut mengenai implementasi kebijakan pendidikan yang dikeluarkan
pemerintah sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
kebijakan pendidikan di masa yang akan datang dan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas dan pemerintah daerah dalam
menentukan pengembangan keprofesian pengawas satuan pendidikan
dalam meningkatkan kompetensi pengawas satuan pendidikan..
b. Sebagai bahan masukan bagi koordinator pengawas sekolah dalam
memberikan arahan dan bimbingan kepada pengawas satuan pendidikan
dalam rangka peningkatan kompetensi pengawas satuan pendidikan sesuai
standar pengawas sekolah/madrasah sebagaimana yang tercantum dalam
Permendiknas No. 12 Tahun 2007.
c. Sebagai bahan masukan bagi pengawas satuan pendidikan untuk lebih
meningkatkan kompetensi pengawas sebagaimana yang tercantum dalam
117 BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan uraian dan hasil penelitian yang telah
dipaparkan sebelumnya, ada empat faktor yang mempengaruhi Implementasi
Standar Pengawas Sekolah pada Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan
Provinsi Riau berdasarkan Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007. Keempat faktor
yang didasarkan Teori Edwards III yaitu: (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya; (3)
Disposisi; dan (4) Struktur Birokrasi. Keempat faktor ini bisa menggambarkan
sejauhmana keberhasilan implementasi Kebijakan Standar Pengawas Sekolah
Pada Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Secara
lengkap dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses Komunikasi Kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas
Pendidikan Provinsi Riau sudah dilakukan melalui sosialisasi dalam bentuk
pelatihan, diklat, dan workshop kepengawasan yang secara rutin dilakukan
oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau, namun volume atau porsi pelatihan harus
lebih ditingkatkan. Kejelasan informasi tentang standar pengawas sekolah yang
harus disampaikan ke sasaran yaitu kepada pengawas satuan pendidikan Dinas
Pendidikan Provinsi Riau sudah dipahami oleh pengawas. Sosialisasi
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang standar pengawas sekolah yang
secara rutin dilaksanakan Dinas Pendidikan setiap tahun, merupakan bentuk
konsistensi Dinas Pendidikan Provinsi Riau dalam implementasi kebijakan
118
Meskipun pelatihan diadakan secara rutin, kenyataan menunjukkan bahwa
kemampuan kompetensi pengawas satuan pendidikan Dinas Provinsi Riau
masih rendah, khususnya kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik,
dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Hal ini ditunjukkan dari masih
rendahnya nilai UKPS bagi para pengawas satuan pendidikan Dinas
Pendidikan Provinsi Riau.
2. Kesiapan Sumber daya dalam implementasi kebijakan standar pengawas
sekolah pada pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau
sudah cukup memadai, baik dari segi jumlah staff adminstrasi maupun jumlah
pengawas. Dari segi kualitas, profesionalisme pengawas perlu lebih
ditingkatkan. Hal ini didasarkan kepada kenyataan di lapangan bahwa nilai
UKPS pengawas satuan masih jauh dibawah nilai minimal dan pengawas
satuan pendidikan yang memiliki sertifikat pengawas baru berjumlah 4 orang
dari jumlah 12 orang pengawas. Ketersediaan informasi sebagai bagian dari
aspek sumberdaya masih dirasakan kurang memadai sebagaimana diakui oleh
Kepala Dinas Pendididikan dan Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan
Provinsi Riau. Aspek lain dari sumberdaya adalah adanya kewenangan.
Kewenangan pelaksana kebijakan standar pengawas sekolah pada Dinas
Pendidikan Provinsi Riau baru sebatas wewenang untuk menjalankan tupoksi
dan tanggung jawab sesuai dengan job description para pelaksana kebijakan.
Selanjutnya dari aspek fasilitas, para pelaksana kebijakan belum memiliki
fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, namun dari segi fasilitas
119
3. Proses disposisi yang bermakna sikap, pemahaman, dan komitmen pelaksana
terhadap implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas
Pendidikan Provinsi Riau, khususnya pemahaman mengenai kompetensi
supervisi managerial, supervisi akademik, dan kompetensi penelitian dan
pengembangan, perlu ditingkatkan lagi melalui pelatihan atau diklat bagi
pengawas. Semua pihak memiliki respon yang positif yaitu memiliki komitmen
dan mendukung implementasi kebijakan standar pengawas sekolah.
4. Struktur Birokrasi dalam Implementasi kebijakan standar pengawas satuan
pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, sudah berjalan baik dalam hal
koordinasi internal pelaksanaan kebijakan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pembagian tugas, tanggung jawab dan kerjasama diantara sesama pengawas
satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Namun untuk aspek
Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksana kebijakan, yaitu pengawas
satuan pendidikan masih merujuk kepada Buku Kerja Pengawas dan
Permendiknas No. 12 Tahun 2007.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, berikut ini
dikemukakan beberapa implikasi yang dianggap relevan dengan penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan temuan hasil penelitian, dalam proses komunikasi kebijakan
standar Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, sudah
dilakukan melalui sosialisasi dalam bentuk pelatihan, diklat, dan workshop
120
dirasakan kurang oleh pengawas. Hal ini berimplikasi terhadap masih
rendahnya kompetensi pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi
Riau, khususnya kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, dan
kompetensi penelitian dan pengembangan yang ditunjukkan dengan masih
rendahnya nilai UKPS bagi para pengawas satuan pendidikan Dinas
Pendidikan Provinsi Riau.
2. Berdasarkan temuan penelitian, kesiapan Sumber daya dalam implementasi
kebijakan standar pengawas sekolah pada pengawas satuan pendidikan Dinas
Pendidikan Provinsi Riau dari segi kualitas, profesionalisme pengawas perlu
lebih ditingkatkan. Hal ini didasarkan kepada kenyataan di lapangan bahwa
dari 12 pengawas satuan pendidikan yang memiliki sertifikat pengawas baru
berjumlah 4 orang dari pengawas. Dalam hal ketersediaan informasi, sarana
dan prasarana, sebagai bagian dari aspek sumberdaya masih dirasakan kurang
memadai. Hal-hal tersebut berimplikasi terhadap belum terpenuhinya
sumberdaya yang profesional dalam mendukung implementasi kebijakan
standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
3. Dari hasil temuan penelitian, dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta
tanggung jawab, pengawas tidak memiliki SOP yang baku. Pengawas satuan
pendidikan masih merujuk kepada Buku Kerja Pengawas dan Permendiknas
No. 12 Tahun 2007. Hal ini berimplikasi terhadap profesionalisme pengawas
121
C. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, peneliti selanjtnya
mengajukan beberapa rekomendasi untuk berbagai pihak, diantaranya:
1. Bagi Dinas Pendidikan Provinsi Riau, harus ada upaya peningkatan kegiatan
sosialisasi implementasi kebijakan standar pengawas sekolah. Informasi
tentang kepengawasan juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai untuk
keperluan pengawas. Hal lain yang menjadi perhatian Dinas pendidikan
Provinsi Riau, juga menyangkut tentang masih banyaknya pengawas sekolah
yang belum memiliki sertifikat pengawas. Untuk itu Dinas Pendidikan
Provinsi Riau harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Melakukan proses seleksi calon pengawas secara transparan dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Proses seleksi yang transparan adalah
proses seleksi terbuka dimana guru atau kepala sekolah yang berstatus
PNS yang berminat untuk menjadi pengawas bisa mengikuti seleksi
setelah berkas administrasi dinyatakan memenuhi syarat.
b) Melakukan kegiatan sosialisasi tentang standar kompetensi pengawas
secara rutin dan berkelanjutan dalam bentuk pelatihan atau diklat bagi
pengawas secara berjenjang berdasarkan penggolongan pengawas yaitu:
Pengawas Muda, Pengawas Madya, dan Pengawas Utama. Pelatihan yang
berjenjang dan berkelanjutan dimaksudkan agar pengawas memiliki
kompetensi yang baik dan mampu melaksanakan tugas kepengawasan
secara mandiri sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
c) Melakukan program pemetaan (mapping) kompetensi pengawas sekolah
122
seharusnya dimiliki oleh pengawas dengan kompetensi pengawas yang
ada. Kesenjangan kompetensi yang muncul akan direduksi dengan
diklat-diklat sesuai kebutuhan. Hal ini memberikan manfaat untuk perencanaan
dan penyusunan program diklat yang terstandar.
d) Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pasca penyelenggaraan diklat
pengawas. Kegiatan ini merupakan evaluasi jangka panjang, yakni
evaluasi mengenai kinerja pengawas yang telah mengikuti program diklat
kompetensi pengawas.
e) Menunjuk staff khusus dalam kegiatan implementasi kebijakan standar
pengawas sekolah.
f) Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pengawas satuan
pendidikan sehingga pengawas bekerja sesuai dengan SOP dan peraturan
yang berlaku.
g) Menghapus atau meniadakan pembagian tugas pengawas sekolah yang
membagi pengawas menjadi pengawas manajerial dan pengawas akademis
sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau Nomor 53/KPTS/KEP/2016
karena berdasarkan Permenpan RB No. 21 Tahun 2008 tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, tugas pokok
pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan
manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program
pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8
123
pelatihan professional Guru, evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
2. Bagi Kordinator pengawas sekolah, sebagai seorang pemimpin (leader) bagi
pengawas sekolah, perlu terus melakukan pembinaan kepada pengawas
sekolah khususnya bagi pengawas sekolah yang belum memiliki kualifikasi
dan kompetensi pengawas sekolah. Selain itu peran Koordinator Pengawas
dalam membantu melakukan pemetaan kompetensi pengawas sekolah
sangatlah penting.
3. Bagi pengawas sekolah, tuntutan akan profesi kepangawasan yang profesional
di masa sekarang adalah suatu keharusan. Sejalan dengan perkembangan
kehidupan persaingan global pada saat ini, pengawas sekolah dituntut untuk
bekerja secara profesional dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
sebagai pengawas sekolah. Untuk itu peneliti mengajukan beberapa
rekomendasi untuk pengawas sebagai berikut:
a) Pengawas harus secara rutin dan berkelanjutan mengikuti pelatihan
kepengawasan secara berjenjang berdasarkan penggolongan pengawas
yaitu: Pengawas Muda, Pengawas Madya, dan Pengawas Utama. Pelatihan
yang berjenjang dan berkelanjutan dimaksudkan agar pengawas memiliki
kompetensi yang baik dan mampu melaksanakan tugas kepengawasan
secara mandiri sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
b) Aktif dan berperan serta dalam organisasi kepengawasan seperti: Asosiasi
Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) dan Musyawarah Kerja Pengawas
Sekolah (MKPS) sebagai organisasi formal untuk pengawas
124
organisasi pengawas sekolah, maka pengawas akan mendapatkan
informasi dan isu-isu terbaru tentang kepangawasan. Selain itu, organisasi
kepengawasan juga menjamin profesionalisme seorang pengawas.
125
DAFTAR PUSTAKA
Alma, H. Buchari. 2010. Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.
Arikunto, Suharsimi.1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Asmani, Jamal Maaruf. 2012. Tips Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Yogyakarta: Diva Press
Basori, Swandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Bogdan & Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif; Suatu Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-Ilmu Sosial.
Danim, Sudarwan. 2000. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-Dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta
Dye, Thomas R. 1995. Understanding Public Policy. Washington DC: Congressional Quarterly Press.
Dunn, William. N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Fathurrohman, Muhammad dan Hindama Ruhyanani. 2015. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah Ideal. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Fattah, Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Howlett, M., and M, Ramesh. 1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems. New York: Oxford University Press.
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-terbaik-uji-kompetensi-guru-2015 diakses tanggal 18 Januari 2016 pukul 20.00 WIB .
http://lpmpkalsel.net/cetak-32-ukps-ukks-tahun-2015.html diakses tanggal 28 Desember 2015 pukul 22.00 WIB
http://kbbi.web.id/kualifikasi diakses tanggal 12 Januari 2016 pukul 21.30 WIB
126
Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara
Kodirin. 2015. Studi Implementasi Kebijakan Fungsionalisasi Pengawas SMA di Kabupaten Natuna. Medan: Tesis Magister Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Medan.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: Raja Grafindo
Kusmana, Suherli. 2010. Merancang Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Hasil Uji Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas Provinsi Riau. Riau: Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Riau.
Lubab, Nafiul. 2011. Kinerja Pengawas PAI SMA di Kota Semarang Tahun 2012. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Manser, Martin.H. 1995. Oxford Learner’s Pocket Disctionary. New York: Oxford University Press.
Masyhud, M. Sulthon. 2014. Manajemen Profesi Kependidikan. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Masaong, Abd. Kadim. 2012. Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru: Memberdayakan Pengawas Sebagai Gurunya Guru. Bandung: Alfabeta.
Moleong, Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Miles, MB, dan Huberman A,M.1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. 2009. Jakarta: Universitas Indonesia.
Nugroho, Riant. 2013. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Nugroho, Riant. 2014. Public Policy; Teori, Manajemen, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Nugroho, Riant. 2008. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang: Model-Model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Nur, M. Tajudin. 2014. Optimalisasi Peran Pengawas Sekolah dan Fasilitasi Oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Pontianak: Jurnal FKIP Universitas Tanjung Pura Pontianak.
127
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Nasional Nomor 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah.
Purwanto, Agus Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya Di Indonesia. Yogyakarta: Gaya Media
Pusat Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Putra, Nusa dan Hendarman. 2012. Metodologi Penelitian Kebijakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rusdiana, H.A. 2015. Kebijakan Pendidikan; Dari Filosofi ke Implementasi. Bandung: Pustaka Setia
Sagala, Syaiful. 2010. Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sahertian. Piet. A. 2010. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Seriani. 2015. Implementasi Kebijakan Standar Kompetensi Guru SMA Negeri di Kota Medan. Medan: Tesis Magister Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Medan.
Siagian. Sondang. P. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara
Spencer,M. Lyle and Spencer, M. Signe. 1993. Competence at Work:Models for Superrior Performance, John Wily & Son,Inc,New York,USA
Sudjana, Nana. 2012. Pengawas dan Kepengawasan, Memahami Tugas Pokok, Fungsi, dan Tanggung Jawab Pengawas Sekolah. Jakarta: Binamitra.
Sudjana, Nana.2009. Kompetensi Pengawas Sekolah, Jakarta: Binamitra.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulaiman. 2013. Hubungan Supervisi Pengawas Terhadap Kinerja dan Prpofesionalisme Guru Fisika pada SMA Negeri Kota Sigli. Jurnal: Saint Riset Vol. 1 April 2013.
128
Tim Pascasarjana Unimed.2014. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis & Disertasi.Medan: PPS Unimed.
Tohirin. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo
Wahab, Solichin Abdul. 1991. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Williams, D.D. 2006. Naturalistic Inquiry Materials. Disadur dan diperkaya oleh: Azmi. Padang: Universitas Negeri Padang.
Winarno, Budi. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.