• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI RIAU (STUDI TENTANG KEBIJAKAN PERMENDIKNAS NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI RIAU (STUDI TENTANG KEBIJAKAN PERMENDIKNAS NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH)."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

i ABSTRAK

Kholidin, Implementasi Kebijakan Standar Pengawas Satuan pendidikan Di Dinas Pendidikan Provinsi Riau (Studi tentang Kebijakan Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah). Tesis, Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan standar pengawas sekolah pada Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, melalui: (1) mendeskripsikan proses komunikasi dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau; (2) mendeskripsikan kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau; (3) mendeskripsikan proses disposisi dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau; dan (4) mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau mulai Januari 2016 s.d Mei 2016. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling dengan informan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Kabid dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Koordinator Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, dan Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, studi dokumentasi, observasi dan triangulasi. Teknik Analisis data menggunakan analisis kualitatif yang mengacu kepada teori Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(1) proses komunikasi pada implementasi kebijakan rutin dilaksanakan Dinas Pendidikan Provinsi Riau setiap tahun, namun porsi pelatihan perlu ditingkatkan; (2) pada ketersediaan sumber daya, jumlah sumber daya dalam implementasi kebijakan standar pengawas sekolah sudah mencukupi, namun ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki dalam implementasi kebijakan standar pengawas sekolah belum memadai; (3) pada proses disposisi, semua pihak yang terlibat pada implementasi kebijakan standar pengawas memiliki komitmen dan mendukung implementasi kebijakan standar pengawas; dan (4) pada faktor struktur birokrasi, SOP yang digunakan pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau hanya mengacu kepada Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 dan Buku Kerja Pengawas. Implementasi kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau masih memiliki hambatan sehingga perlu adanya penyempurnaan melalui peningkatan porsi atau volume pelatihan kepada pengawas satuan pendidikan, peningkatan sarana dan prasarana, dan tersedianya SOP yang mendukung implementasi kebijakan.

(5)

ii ABSTRACT

Kholidin, The Policy Implementation of School Supervisor Standards in Education Office of Riau Province (A Study of the Regulatory Policy of National Education Minister No. 12 Year 2007 About The Standards of School/Madrasah Supervisors). A Thesis, Education Administration Study Program, Graduate Program of State University of Medan, 2016

This study aims to determine the policy imlementation of school supervisor standards in Education Office of Riau Province, through: (1) describing the process of communication in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province; (2) describing the resources factor in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province; (3) describing the disposition process in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province; and (4) describing the factor of the bureaucracy structure in policy implementation of school supervisor standards in Educational Unit Supervisors of Education Office of Riau Province. The research which used a descriptive method with qualitative approach, was conducted in Education Service Office of Riau Province started from January 2016 till May 2016. The research subjects were determined by using purposive sampling with the informants are: Head of Education Office of Riau Province; Head of Divison of Secondary and High Education (Dikmenti) of Education Office of Riau Province; Coordinator of the School Supervisors of Education Office of Riau Province; and School Supervisors of Education Office of Riau Province. The Techniques used for collecting data were: interviews, documentation study, observation and triangulation. The Data Analysis used refers to the Miles and Huberman’s theory. The results of the study showed that: (1) The communication process in the implementation of the policy is conducted regularly by the Education Office of Riau Province every year, but the portion of the training needs to be improved; (2) the resource readiness factors related to the number of resources is adequate, but the availability of facilities and infrastructure are in inadequate number; (3) In the disposition process, all parties involved in the implementation of the school supervisor standards policy have a commitment and support the implementation of the school supervisor standards policy; and (4) in the structure of the bureaucracy factor, the Standard Operational Procedures (SOP) used by the school supervisors in Education Office of Riau Province refers only to the Regulation of Ministry of National Education No. 12 Year 2007 (Permendiknas No. 12 Tahun 2007) and Supervisor’s Workbook. The policy implementation of school supervisor standards in Education Office of Riau Province stil have barriers that need to be improved through the increase of training portions for the supervisors, improvement of facilities and infrastructure, and the availability of SOP that supports the policy implementation.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat

dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Magister Pendidikan Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi Ilmu

Kepengawasan Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit

bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan khususnya Direktorat

Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menengah (P2TK) Direktorat

Jenderal Pendidikan Menengah yang telah memberikan bantuan berupa

Beasiswa S2 Kepengawasan bagi penulis sehingga dapat menimba ilmu di

Universitas Negeri Medan (UNIMED).

2. Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd.

3. Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Bornok

Sinaga, M.Pd

4. Ketua Prodi Administrasi Pendidikan Bapak Dr. Darwin, M.Pd yang juga

selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta

dukungan pada penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan serta dukungan dalam penulisan tesis ini.

6. Narasumber: Bapak Prof. Dr. Yusnadi, M.S; Bapak Prof. Dr. Paningkat

Siburian, M.Pd; dan Bapak Dr. Sukarman, M.Pd yang memberikan banyak

masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Pemerintah Provinsi Riau khususnya kepada Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Provinsi Riau yang telah mendukung dan memberi izin untuk

mengikuti program tugas belajar sekaligus memberikan izin penelitian dan

(7)

iv

8. Bapak Dr. Kamsol, M.M selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Riau dan Bapak Drs. Khairil Anwar selaku Kepala Bidang

Pendidikan Menengah dan Tinggi Dinas Pendidikan Provinsi Riau sebagai

informan dalam penelitian ini.

9. Bapak Drs. H. Joyosman, MM, selaku Koordinator Pengawas Satuan

Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, sebagai informan dalam

penelitian ini yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data

penelitian.

10.Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau: Bapak. H

Miswanto, S.Pd, MM; Bapak Muhammad Iman, M.Pd; Ibu Rosmawati,

S.Pd.I; Ibu Hj. Hasniar, S.Pd.I, MM; dan Ibu Dra. Puniyarni yang telah

membantu dan mendukung hingga terselesainya tesis ini.

11.Seluruh Staf Pengajar Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi

Ilmu Kepengawasan Universitas Negeri Medan yang telah memberikan

ilmunya kepada penulis.

12.Istri tercinta Nur Kholifah, S.IP yang telah banyak memberikan dukungan do’a, dukungan moril dan spiritual serta material dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, serta anak-anak kami tercinta: Andien Nessa Dzikra Khairani

dan Alifa Syahla Kayfiatunnisa.

13.Orang tua Ibunda Hj. Tuminah dan Ayahanda Alm. H. Djahari, mertua Ibunda

Watmi dan Ayahanda Syukur, serta seluruh keluarga besar penulis yang tak

bosan-bosannya memberikan dukungan moril maupun materil serta do’a

dengan segala sikap penuh pengertian dan kasih sayang.

14.Rekan-rekan mahasiswa Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan

Angkatan III, terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan selama ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu pendidikan khususnya ilmu kepengawasan. Amin..

Medan, 21 Juni 2016

Penulis

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah Provinsi Riau

Tahun 2015 ... 6

Tabel 4.1. Profil Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi

Riau Tahun 2016 ... 82

Tabel 4.2. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015 ... 89

Tabel 4.3. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015

Berdasarkan Dimensi Kompetensi ... 90

Tabel 4.4. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015

Berdasarkan Jenjang Sekolah ... 91

Tabel 4.5. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015

Berdasarkan Kualifikasi Pengawas ... 91

Tabel 4.6. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015

Berdasarkan Masa Kerja Pengawas ... 92

Tabel 4.7. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata UKPS Provinsi Riau Tahun 2015

Berdasarkan Usia Pengawas ... 92

Tabel 4.8. Staff UPT Persekolahan Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Sekuensi Implementasi Kebijakan ... 26

Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn ... 29

Gambar 2.3. Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle ... 30

Gambar 2.4. Model Implementasi Kebijakan Sebatier dan Mazmanian ... 31

Gambar 2.5. Model Implementasi Kebijakan George C. Edwards III ... 36

Gambar 2.6. Model Pengembangan Kompetensi Pengawas Sekolah Berkelanjutan ... 56

Gambar 2.7. Kerangka Berpikir Penelitian Implementasi Kebijakan Standar Pengawas Sekolah/Madrasah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. 62 Gambar 3.1. Teknik Analisis Data Kualitatif Menurut Miles dan Huberman ... 74

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lembar Validasi Instrumen Penelitian ... 129

Lampiran 2. Sistem Pengkodean Analisis Data ... 130

Lampiran 3. Kisi – Kisi Wawancara ... 131

Lampiran 4a. Pedoman Wawancara Kepala Dinas dan Kabid Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 132

Lampiran 4b. Pedoman Wawancara Koordinator Pengawas dan Pengawas Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 135

Lampiran 5a. Transkripsi Wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 138

Lampiran 5b. Transkripsi Wawancara dengan Kabid. Dikmenti Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 142

Lampiran 5c. Transkripsi Wawancara dengan Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 145

Lampiran 5d. Transkripsi Wawancara dengan Pengawas Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 150

Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ………...…………... 154

Lampiran 7. Lembar Observasi Penelitian ... 164

Lampiran 8a. Catatan Lapangan (01) ... 167

Lampiran 8b. Catatan Lapangan (02) ... 168

Lampiran 8c. Catatan Lapangan (03) ... 169

Lampiran 8d. Catatan Lapangan (04) ... 171

Lampiran 8e. Catatan Lapangan (05) ... 173

Lampiran 8f. Catatan Lapangan (06) ... 174

Lampiran 8g. Catatan Lapangan (07) ... 176

Lampiran 8h. Catatan Lapangan (08) ... 178

Lampiran 9a. Pedoman Dokumentasi Penelitian Implementasi kebijakan Standar Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau ... 179

Lampiran 9b. Pedoman Dokumentasi Penelitian Implementasi kebijakan Standar Pengawas Sekolah di Kantor Penngawas ... 180

(11)

x

Lampiran 11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan sebagai tuntutan kebutuhan sumber daya

manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di era globalisasi terus berlangsung.

Persaingan di era globalisasi saat ini sudah dirasakan, apalagi dalam menghadapi

era perdagangan bebas, seperti era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang

menuntut para pekerja memiliki kualitas SDM yang setara dengan negara-negara

ASEAN. Untuk meningkatkan kualitas SDM, maka harus bermula dari perbaikan

mutu pendidikan di sekolah, misalnya melalui rehabilitasi dan perluasan gedung

sekolah, penyediaan peralatan praktek, penyempurnaan kurikulum, maupun

peningkatan profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, baik di

lakukan secara lokal maupun nasional.

Usaha apapun yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

pendidikan bila tidak ditindaklanjuti dengan pembinaan terhadap tenaga pendidik,

maka tidak akan berdampak nyata pada kegiatan layanan belajar di kelas.

Pembinaan terhadap guru dan kepala sekolah yang dilakukan oleh pengawas

secara profesional akan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.

Dengan meningkatnya mutu pendidikan, maka kualitas sumber daya manusia

akan meningkat pula.

Pengawas satuan pendidikan sebagai salah satu komponen dalam segitiga

mutu pendidikan mempunyai kedudukan yang strategis dan penting dalam upaya

(13)

2

mutu pendidikan, pengawas dituntut keprofesionalannya dalam melaksanakan

tugas pokok dan fungsi sesuai kompetensinya, karena tugas pengawas sangat erat

kaitannya dengan penjaminan mutu pendidikan di suatu lembaga persekolahan.

Oleh karena itu, untuk menjangkau fungsi kepengawasan yang profesional di

sekolah, menurut Fathurrohman dan Ruhyanani (2012) diperlukan kemampuan

pengawas yang memiliki pengetahuan yang profesional, artinya pengawas

memang berbekal ilmu kepengawasan, kemampuan mendelegasikan beban tugas

secara produktif, kemampuan memahami problema profesional guru, dan

kemampuan pengawas dalam menyelenggarakan situasi relasi kerja yang baik

antara karyawan, guru, dan orang tua siswa.

Suatu jabatan dikatakan profesional apabila mereka yang mendudukui

jabatan tersebut melaksanakan tugasnya dengan baik dan tentunya pekerjaan

profesional tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya pejabat tertentu

yang memiliki kemampuan khusus di bidangnya yang mampu mengerjakan

tugasnya sehingga disebut pejabat profesional. Oleh karena itu, agar tugas,

tanggung jawab, dan wewenang pengawas dapat berjalan dengan maksimal, maka

harus dilakukan secara profesional. Oteng Sutisna dalam Alma (2010:121)

mendefinisikan ciri-ciri profesional adalah: (1) memiliki sejumlah pengetahuan

yang unik yang dikuasai dan dipraktekkan para anggotanya; (2) memiliki suatu

ikatan kuat terdiri dari para anggotanya dan adanyanya syarat-syarat untuk

memasuki profesi tersebut; (3) memiliki kode etik yang memaksa; (4) memiliki

literatur tersendiri, walaupun ia mungkin menimba kuat dari banyak disiplin

akademis untuk isinya; (5) memberikan jasa-jasa kepada masyarakat dan

(14)

3

semata-mata; (6) tidak hanya personal tetapi juga dilihat demikian oleh

masyarakat. Lebih lanjut, untuk melihat apakah seorang pengawas dikatakan

pengawas profesional atau tidak, menurut Danim (2002:22-24) dapat dilihat dari

dua perspektif, yaitu: (1) dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar

belakang pendidikan pengawas bersangkutan; (2) penguasaan seorang pengawas

terhadap kemampuan dalam proses supervisi akademik dan manajerial yang

dilakukannya.

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah untuk menjamin

profesionalisme jabatan pengawas. Dalam Permendiknas tersebut dinyatakan

bahwa agar pengawas bekerja secara profesional, ada dua hal yang harus dimiliki

oleh pengawas sekolah, yaitu kualifikasi dan kompetensi. Diterbitkannya

permendiknas tersebut merupakan konsep dan upaya untuk menetapkan standar

minimum kualifikasi dan komptensi pengawas satuan pendidikan. Peraturan

tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai ukuran dalam menetapkan standar

minimum yang terkait dengan latar belakang pendidikan, pengetahuan, dan

kemampuan yang perlu dimiliki oleh pengawas satuan pendidikan dalam

menjalankan tugas dan fungsinya.

Pemahaman dan penguasaan kompetensi mutlak harus dimiliki oleh

seorang pengawas sekolah. Melalui penguasaan enam kompetensi utama

pengawas sekolah yaitu: (1) Kompetensi kepribadian; (2) Kompetensi Sosial; (3)

Kompetensi Supervisi Manajerial; (4) Kompetensi Supervisi Akademik; (5)

Kompetensi Evaluasi Pendidikan; dan (6) Kompetensi Penelitian dan

(15)

4

fungsi pembinaan dan penjaminan mutu pendidikan terhadap sekolah akan

terlaksana secara optimal. Seorang pengawas profesional harus memiliki

kemampuan dan keterampilan dalam membina, memantau, menilai kepala

sekolah, guru, staf TU dengan tujuan kualitas pendidikan akan meningkat dan

pada akhirnya akan tercipta dunia pendidikan yang menjadi harapan masyarakat

dan tuntutan jaman. Kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan di atas

dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan

fungsional pengawas pada lembaga yang ditetapkan pemerintah.

Sebuah kebijakan yang telah diputuskan memang tidak terlepas dari

problematika. Hal ini membuktikan bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan

kenyataan, termasuk pada kebijakan tentang standar pengawas sekolah/madrasah.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, baik berupa internal maupun

eksternal dalam diri pengawas. Tuntutan agar menjadi seorang yang profesional

memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini hendaknya mampu

dimengerti oleh semua pihak, tidak hanya oleh masyarakat umum, tetapi juga

pemerintah selaku pemangku kebijakan.

Berdasarkan pengamatan lapangan, masih tampak adanya kesenjangan

antara aturan yang tertuang dalam permendiknas dengan kondisi dan situasi

lapangan. Kondisi di lapangan saat ini ditemukan bahwa masih banyak pengawas

satuan pendidikan yang belum menguasai keenam dimensi kompetensi tersebut

dengan baik. Survei yang dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan pada

Tahun 2008 terhadap para pengawas di suatu kabupaten (Direktorat Tenaga

Kependidikan, 2008: 6) menunjukkan bahwa para pengawas memiliki kelemahan

(16)

5

pengembangan. Sosialisasi dan pelatihan yang selama ini biasa dilaksanakan

dipandang kurang memadai untuk menjangkau keseluruhan pengawas dalam

waktu yang relatif singkat. Selain itu, karena terbatasnya waktu maka intensitas

dan kedalaman penguasaan materi kurang dapat dicapai dengan kedua strategi ini.

Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) yang telah

dilaksanakan pada bulan Maret 2015 oleh Kementerian Pendidikan Bidang Dirjen

Guru dan Tenaga Kependidikan bekerja sama dengan Lembaga Penjaminan Mutu

Pendidikan (LPMP) menunjukkan bahwa pengawas sekolah belum memiliki

kompetensi sesuai standar yang ditetapkan. Rata-rata nasional nilai para pengawas

yang mengikuti UKPS pada tahun 2015 adalah 40,23. jika diambil rata-rata nilai

per dimensi kompetensi, maka untuk Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik

sebesar 41,82; untuk dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial sebesar 43,98;

untuk Kompetensi Evaluasi Pendidikan sebesar 38,35; dan untuk Kompetensi

Penelitian dan Pengembangan sebesar 37. Sedangkan untuk dua kompetensi

lainnya yaitu Kompetensi Sosial dan Kepribadian pada UKPS ini tidak

dimasukkan. (Sumber: http://lpmpkalsel.net/cetak-32-ukps-ukks-tahun-2015.html).

Secara khusus, hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) untuk

Provinsi Riau tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

(LPMP) Provinsi Riau juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata UKPS untuk

Provinsi Riau tahun 2015 masih belum mencapai standar minimal. Secara lebih

rinci, nilai rata-rata UKPS tahun 2015 untuk Provinsi Riau dapat dilihat dari tabel

(17)

6

Tabel 1.1. Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah Provinsi Riau Tahun 2015

NO DIMENSI

JENJANG

SD SMP SMA SMK

1. Supervisi Manajerial 41.75 44.41 43.79 50.26

2. Supervisi Akademik 38.42 46.11 44.08 47.95

3. Penelitian dan Pengembangan 33.52 36.67 38.97 42.69

4. Evaluasi Pendidikan 34.42 38.18 40.00 38.46

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan & LPMP Provinsi Riau Tahun 2105

Berdasarkan tabel di atas jika diambil rata-rata, maka nilai rata-rata

UKPS Provinsi Riau sebesar 42,41. Nilai ini meskipun berada diatas nilai rata-rata

UKPS secara nasional yang berada pada skor 40,23 namun masih belum mencapai

standar minimum yang ditetapkan pemerintah, yaitu 55. Jika nilai rata-rata UKPS

tahun 2015 dibandingkan dengan data survey yang diselenggarakan oleh

Direktorat Tenaga Pendidikan tahun 2008, maka data tersebut memperkuat

temuan hasil survey bahwa kelemahan pengawas terletak pada keempat dimensi

kompetensi yaitu kompetensi supervisi akademik, evaluasi pendidikan, dan

penelitian dan pengembangan.

Penulis membandingkan nilai rata-rata nasional Uji Kompetensi

Pengawas Sekolah (UKPS) tahun 2015 ini dengan nilai rata-rata nasional untuk

Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilaksanakan pada bulan November 2015,

dimana dalam UKG 2015 ini yang diuji adalah dua kompetensi guru yaitu

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Menurut Direktur Jenderal

Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata,

(18)

7

53,02. Rata-rata nilai kompetensi profesional adalah 54,77. Sedangkan rata-rata

nilai kompetensi pedagogik adalah 48,94. Meskipun nilai yang dicapai dalam

UKG ini masih belum mencapai standar nasional, yaitu rata-rata 55, namun jika

dibandingkan dengan nilai UKG pada tahun 2013, maka nilai UKG tahun 2015

dinilai lebih tinggi dari nilai UKG 2013. (Sumber: Kemendikbud, Jakarta,

30/12/2015 melalui website:

http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-terbaik-uji-kompetensi-guru-2015).

Nilai rata-rata Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) 2015 jika

dibandingkan dengan nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai rata-rata Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS)

2015 yaitu 40,23 masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata

Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015 yang mencapai 53,02, meskipun keduanya

belum mencapai standar nasional, yaitu 55. Dari paparan data ini menunjukkan

bahwa masalah kompetensi pengawas perlu mendapatkan perhatian khusus.

Permasalahan kurang kompetennya pengawas satuan pendidikan juga

ditemukan melalui penelitian yang dilakukan oleh Nafiul Lubab (2012:45) dalam

penelitiannya tentang kinerja pengawas PAI di kota Semarang tahun 2012. Hasil

analisis data pada penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja 15 Pengawas SMA

dalam pelaksanaan program pengawasan delapan standar pendidikan hasilnya

kurang baik. Pengawasan delapan standar pendidikan pada program tahunan

(prota) dan program semester (prosem), dari 15 pengawas, yang berhasil

melaksanakan program pengawasan 7 standar pendidikan sebanyak 2 pengawas; 3

standar pendidikan sebanyak 3 pengawas; 2 standar pendidikan sebanyak 1

(19)

8

untuk 8 standar pendidikan. Untuk program Rencana Kepengawasan Akademik

(RKA) semua pengawas belum melaksanakan program. Kemudian, pelaksanaan

dari pembimbingan, pelatihan, dan pengembangan profesionalitas guru,

pembinaan dan pemantauan pelaksanaan standar pendidikan, dan PK guru juga

masih kurang baik

Masih rendahnya kemampuan pengawas sekolah juga menjadi salah satu

kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kodirin (2015:78-89) yang

menemukan bahwa pengawas sekolah/satuan pendidikan dalam menyusun

dokumen program kepengawasan, baik program tahunan maupun program

semester yang memuat program kegiatan supervisi akademik dan manajerial

dalam usaha membina profesional guru dan manajemen kepala sekolah, dari 4

pengawas SMA yang di survey sebanyak 3 (75%) pengawas dalam menyusun

program kepengawasan meskipun dokumennya lengkap, namun redaksi dan

penulisan kalimat di dalam laporan sama persis antara pengawas yang satu dengan

pengawas yang lain. Hal ini disebabkan karena motivasi penyusunan dokumen

program kepengawasan hanya disebabkan sebagai prasyarat untuk mendapatkan

tunjangan sertifikasi.

Problema klasik tentang rendahnya kompetensi pengawas satuan

pendidikan terlihat juga pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis melalui

wawancara dengan guru dan Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri Plus Provinsi

Riau, pengawas satuan pendidikan Dinas Provinsi Riau, dan Pengawas Kemenag

Provinsi Riau. Dari hasil wawancara dengan guru dan Wakil Kepala Sekolah SMA

Negeri Plus Provinsi Riau yang dilakukan pada hari Jumat, 8 Januari 2016, pukul

(20)

9

sekolah umumnya masih bersifat inspeksi kepada guru dan kepala sekolah.

Mereka cenderung mencari kekurangan dan kesalahan. Kekurangan dan kesalahan

itulah yang diangkat sebagai temuan untuk menjadi bahan laporan tanpa ada solusi

perbaikan yang disarankan oleh pengawas.

Kedua, pengawas mata pelajaran kurang memahami hakekat dan

substansi pembelajaran di sekolah. Mereka tidak paham tentang bagaimana

melaksanakan pembelajaran yang seharusnya. Pengawas tidak memberikan

arahan, contoh, bimbingan agar pelaksanaan proses pendidikan dilaksanakan lebih

baik dari sebelumnya. Dalam proses supervisi pendidikan, bahkan pengawas tidak

pernah melakukan kegiatan supervisi klinis meskipun guru-guru di sekolah banyak

menemukan kendala dalam proses belajar mengajar.

Ketiga, pelaksanaan supervisi tidak lebih hanya sekedar menjalankan

fungsi administrasi, mengecek apa saja ketentuan yang telah dilaksanakan dan

yang belum dilaksanakan. Oleh karenanya, bobot kegiatan masih bersifat

administratif. Hasil kunjungan inilah yang kemudian disampaikan sebagai laporan

berkala, misalnya laporan bulanan, semester, tahunan yang ditujukan kepada

atasannya.

Hasil wawancara awal penulis dengan dua orang pengawas di Provinsi

Riau (satu orang berasal dari pengawas dinas pendidikan Provinsi Riau, dan satu

orang berasal dari pengawas Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Riau),

penulis mendapatkan informasi bahwa kelemahan pengawas satuan pendidikan di

Provinsi Riau adalah pada bidang kompetensi supervisi akademik, kompetensi

evaluasi pendidikan dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Bahkan,

(21)

10

melalui diskusi wawancara lewat telepon pada hari Selasa, 27 Oktober 2015,

menyatakan bahwa sebagian besar pengawas madrasah di Kemenag Riau tidak

menguasai kompetensi Penelitian dan Pengembangan. Pernyataan ini diperkuat

oleh penjelasan yang disampaikan oleh Bapak H. Miswanto, S.Pd, M.M, salah

satu pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, menyatakan

bahwa kompetensi pengawas Provinsi Riau yang paling rendah adalah pada

kompetensi penelitian dan pengembangan. Salah satu indikasinya adalah,

pengawas pada umumnya tidak mampu menulis karya ilmiah, bahkan ketika

diminta untuk menjadi pembimbing penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),

pengawas umumnya tidak memiliki pemahaman tentang sistematika penulisan

PTK tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, ditemukan adanya permasalahan yang

terkait dengan pengawas sekolah, yaitu: pengawas yang tidak kompeten atau

masih rendahnya kompetensi yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai-rata hasil

UKPS; pengawas sekolah yang belum sepenuhnya melaksanakan pengawasan

terhadap 8 standar pendidikan; pengawas sekolah yang belum menyusun dokumen

program kepengawasan secara lengkap; pemahaman pengawas sekolah yang

masih terbatas pada tugas inspeksi; dan pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh

pengawas satuan pendidikan hanya sekedar menjalankan fungsi administrasi. Di

sisi lain peranan pengawas yang profesional sangat penting dalam meningkatkan

mutu pendidikan di Indonesia.

Hasil temuan di atas bersifat sementara, namun memunculkan dugaan

bahwa masih terdapat kesenjangan yang mencolok antara apa yang tertuang dalam

(22)

11

di lapangan. Fenomena kesenjangan ini merupakan permasalahan yang mendasar

yang masih perlu diperhatikan, dikaji, dan dicari pemecahannya.

Ada beberapa faktor yang semestinya menjadi perhatian pemerintah

dalam hal implementasi suatu kebijakan, khususnya kebijakan standar pengawas

sekolah/madrasah. Faktor-fakter tersebut seperti: komunikasi, ketersediaan sumber

daya, sikap pelaksana atau disposisi, serta faktor birokrasi dan koordinasi antar

pihak yang terlibat. Keempat faktor ini merupakan komponen utama di dalam

keberhasilan implementasi kebijakan standar pengawas sekolah/madrasah di

Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. Dari keempat faktor ini kita bisa menilai

apakah implementasi standar pengawas sekolah/madrasah berjalan sesuai dengan

arah kebijakan atau tidak.

Kebijakan pendidikan memiliki konsekwensi logis terhadap

lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, tidak terkecuali lembaga-lembaga-lembaga-lembaga pendidikan

seperti sekolah-sekolah yang ada di provinsi Riau. Pihak terkait, seperti LPMP

maupun dinas pendidikan harus merespon baik dan segera mengambil

langkah-langkah antisipatif terutama yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi

pengawas satuan pendidikan. Oleh karena itu, kajian, pemberdayaan, dan upaya

peningkatan kompetensi pengawas satuan pendidikan harus dilakukan terus

menerus dan berkelanjutan.

Fenomena dan gambaran seperti yang telah diuraikan di atas merupakan

potret awal dari penelitian tentang implementasi kebijakan standar pengawas

sekolah/madrasah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Penelitian ini difokuskan

pada implementasi Kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan Dinas

(23)

12

kebijakan yang telah dirumuskan dalam Permendiknas No. 12 Tahun 2007

tersebut, salah satunya dapat dilakukan dengan penelitian kebijakan. Penelitian

kebijakan adalah penelitian dengan objek kebijakan tertentu.

Penelitian kebijakan menurut Nugroho (2013: 49) dikelompokkan

menjadi dua jenis penelitian kebijakan, yaitu: (1) Penelitian untuk Kebijakan,

dalam arti penelitian untuk merumuskan suatu kebijakan, baik sebagai suatu

kebijakan baru ataupun kebijakan revisi; dan (2) Penelitian tentang Kebijakan,

yaitu penelitian tentang suatu kebijakan tertentu dengan dimensi penelitian

berkenaan dengan rumusan kebijakan, termasuk di dalamnya tentang perumusan

dan dinamika di dalamnya dan bagaimana implementasi suatu kebijakan, juga

termasuk bagaimana kebijakan dikendalikan, baik dari sisi monitoring, maupun

pengganjarannya; kinerja kebijakan, termasuk dinamika di dalamnya, dari sejak

output (keluaran) atau hasil yang dirasakan atau dinikmati organisasi publik,

hingga outcome (impak) atau hasil yang dirasakan oleh publik dan umpan balik

kepada organisasi publik, serta lingkungan kebijakan, baik pada saat perumusan,

implementasi, maupun pada waktu kebijakan berkinerja.

Berdasarkan paparan di atas, maka jenis penelitian kebijakan yang

dilakukan penulis adalah jenis penelitian tentang implementasi kebijakan yang

mendeskripsikan tentang implementasi kebijakan standar pengawas

sekolah/madrasah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau berdasarkan Permendiknas

Nomor 12 Tahun 2007.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang penulis uraikan dalam latar belakang

(24)

13

implementasi kebijakan standar pengawas sekolah/Madrasah di Dinas Pendidikan

Provinsi Riau. Adapun batasan fokus penelitian ini adalah:

1) Subjek penelitian dibatasi pada pelaku-pelaku baik yang terlibat secara

langsung maupun tidak langsung dalam implementasi kebijakan standar

pengawas sekolah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Orang-orang tersebut

diasumsikan sebagai sumber data atau sumber informasi di dalam penelitian

ini.

2) Penelitian ini fokus untuk memantau keterlaksanaan implementasi kebijakan

standar pengawas sekolah di Dinas Pendidikan Provinsi Riau dengan

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan

standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah berdasarkan teori

George C. Edwards III yang mengidentifikasi ada empat faktor yang

mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu: communication (komunikasi),

resources (sumber daya), disposition or attitudes (disposisi atau sikap,

perilaku), dan bureucratic structure (struktur birokrasi).

C. Rumusan Permasalahan Penelitian

Permasalahan penelitian ini secara umum adalah: Bagaimanakah

implementasi kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan

Provinsi Riau? Permasalahan umum tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses komunikasi dalam implementasi kebijakan standar

pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau?

2. Bagaimanakah kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan standar

(25)

14

3. Bagaimanakah proses disposisi dalam implementasi kebijakan standar

pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau?

4. Bagaimanakah faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar

pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui proses implementasi kebijakan standar pengawas

satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau, melaui:

1. Mendeskripsikan proses komunikasi dalam implementasi kebijakan standar

pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

2. Mendeskripsikan kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan standar

pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

3. Mendeskripsikan proses disposisi dalam implementasi kebijakan standar

pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

4. Mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan

standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis

maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai salah satu sumber informasi empiris tentang kompleksitas

permasalahan dalam implementasi kebijakan Permendiknas Nomor 12

Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah khususnya pada

(26)

15

sebagaimana Teori Edwards III menyatakan bahwa ada empat faktor yang

mempengaruhi implementasi suatu kebijakan, keempat faktor tersebut

adalah: komunikasi (communication), sumber daya (resources), disposisi

atau sikap, perilaku (disposition or attitudes), dan struktur birokrasi

(bureucratic structure).

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan kajian lebih

lanjut mengenai implementasi kebijakan pendidikan yang dikeluarkan

pemerintah sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

kebijakan pendidikan di masa yang akan datang dan bagi penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas dan pemerintah daerah dalam

menentukan pengembangan keprofesian pengawas satuan pendidikan

dalam meningkatkan kompetensi pengawas satuan pendidikan..

b. Sebagai bahan masukan bagi koordinator pengawas sekolah dalam

memberikan arahan dan bimbingan kepada pengawas satuan pendidikan

dalam rangka peningkatan kompetensi pengawas satuan pendidikan sesuai

standar pengawas sekolah/madrasah sebagaimana yang tercantum dalam

Permendiknas No. 12 Tahun 2007.

c. Sebagai bahan masukan bagi pengawas satuan pendidikan untuk lebih

meningkatkan kompetensi pengawas sebagaimana yang tercantum dalam

(27)

117 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan uraian dan hasil penelitian yang telah

dipaparkan sebelumnya, ada empat faktor yang mempengaruhi Implementasi

Standar Pengawas Sekolah pada Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan

Provinsi Riau berdasarkan Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007. Keempat faktor

yang didasarkan Teori Edwards III yaitu: (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya; (3)

Disposisi; dan (4) Struktur Birokrasi. Keempat faktor ini bisa menggambarkan

sejauhmana keberhasilan implementasi Kebijakan Standar Pengawas Sekolah

Pada Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Secara

lengkap dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses Komunikasi Kebijakan Standar Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas

Pendidikan Provinsi Riau sudah dilakukan melalui sosialisasi dalam bentuk

pelatihan, diklat, dan workshop kepengawasan yang secara rutin dilakukan

oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau, namun volume atau porsi pelatihan harus

lebih ditingkatkan. Kejelasan informasi tentang standar pengawas sekolah yang

harus disampaikan ke sasaran yaitu kepada pengawas satuan pendidikan Dinas

Pendidikan Provinsi Riau sudah dipahami oleh pengawas. Sosialisasi

Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang standar pengawas sekolah yang

secara rutin dilaksanakan Dinas Pendidikan setiap tahun, merupakan bentuk

konsistensi Dinas Pendidikan Provinsi Riau dalam implementasi kebijakan

(28)

118

Meskipun pelatihan diadakan secara rutin, kenyataan menunjukkan bahwa

kemampuan kompetensi pengawas satuan pendidikan Dinas Provinsi Riau

masih rendah, khususnya kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik,

dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Hal ini ditunjukkan dari masih

rendahnya nilai UKPS bagi para pengawas satuan pendidikan Dinas

Pendidikan Provinsi Riau.

2. Kesiapan Sumber daya dalam implementasi kebijakan standar pengawas

sekolah pada pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Riau

sudah cukup memadai, baik dari segi jumlah staff adminstrasi maupun jumlah

pengawas. Dari segi kualitas, profesionalisme pengawas perlu lebih

ditingkatkan. Hal ini didasarkan kepada kenyataan di lapangan bahwa nilai

UKPS pengawas satuan masih jauh dibawah nilai minimal dan pengawas

satuan pendidikan yang memiliki sertifikat pengawas baru berjumlah 4 orang

dari jumlah 12 orang pengawas. Ketersediaan informasi sebagai bagian dari

aspek sumberdaya masih dirasakan kurang memadai sebagaimana diakui oleh

Kepala Dinas Pendididikan dan Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan

Provinsi Riau. Aspek lain dari sumberdaya adalah adanya kewenangan.

Kewenangan pelaksana kebijakan standar pengawas sekolah pada Dinas

Pendidikan Provinsi Riau baru sebatas wewenang untuk menjalankan tupoksi

dan tanggung jawab sesuai dengan job description para pelaksana kebijakan.

Selanjutnya dari aspek fasilitas, para pelaksana kebijakan belum memiliki

fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, namun dari segi fasilitas

(29)

119

3. Proses disposisi yang bermakna sikap, pemahaman, dan komitmen pelaksana

terhadap implementasi kebijakan standar pengawas satuan pendidikan di Dinas

Pendidikan Provinsi Riau, khususnya pemahaman mengenai kompetensi

supervisi managerial, supervisi akademik, dan kompetensi penelitian dan

pengembangan, perlu ditingkatkan lagi melalui pelatihan atau diklat bagi

pengawas. Semua pihak memiliki respon yang positif yaitu memiliki komitmen

dan mendukung implementasi kebijakan standar pengawas sekolah.

4. Struktur Birokrasi dalam Implementasi kebijakan standar pengawas satuan

pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, sudah berjalan baik dalam hal

koordinasi internal pelaksanaan kebijakan. Hal ini dibuktikan dengan adanya

pembagian tugas, tanggung jawab dan kerjasama diantara sesama pengawas

satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Namun untuk aspek

Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksana kebijakan, yaitu pengawas

satuan pendidikan masih merujuk kepada Buku Kerja Pengawas dan

Permendiknas No. 12 Tahun 2007.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, berikut ini

dikemukakan beberapa implikasi yang dianggap relevan dengan penelitian ini

yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan temuan hasil penelitian, dalam proses komunikasi kebijakan

standar Pengawas Satuan Pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, sudah

dilakukan melalui sosialisasi dalam bentuk pelatihan, diklat, dan workshop

(30)

120

dirasakan kurang oleh pengawas. Hal ini berimplikasi terhadap masih

rendahnya kompetensi pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi

Riau, khususnya kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, dan

kompetensi penelitian dan pengembangan yang ditunjukkan dengan masih

rendahnya nilai UKPS bagi para pengawas satuan pendidikan Dinas

Pendidikan Provinsi Riau.

2. Berdasarkan temuan penelitian, kesiapan Sumber daya dalam implementasi

kebijakan standar pengawas sekolah pada pengawas satuan pendidikan Dinas

Pendidikan Provinsi Riau dari segi kualitas, profesionalisme pengawas perlu

lebih ditingkatkan. Hal ini didasarkan kepada kenyataan di lapangan bahwa

dari 12 pengawas satuan pendidikan yang memiliki sertifikat pengawas baru

berjumlah 4 orang dari pengawas. Dalam hal ketersediaan informasi, sarana

dan prasarana, sebagai bagian dari aspek sumberdaya masih dirasakan kurang

memadai. Hal-hal tersebut berimplikasi terhadap belum terpenuhinya

sumberdaya yang profesional dalam mendukung implementasi kebijakan

standar pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

3. Dari hasil temuan penelitian, dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta

tanggung jawab, pengawas tidak memiliki SOP yang baku. Pengawas satuan

pendidikan masih merujuk kepada Buku Kerja Pengawas dan Permendiknas

No. 12 Tahun 2007. Hal ini berimplikasi terhadap profesionalisme pengawas

(31)

121

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, peneliti selanjtnya

mengajukan beberapa rekomendasi untuk berbagai pihak, diantaranya:

1. Bagi Dinas Pendidikan Provinsi Riau, harus ada upaya peningkatan kegiatan

sosialisasi implementasi kebijakan standar pengawas sekolah. Informasi

tentang kepengawasan juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai untuk

keperluan pengawas. Hal lain yang menjadi perhatian Dinas pendidikan

Provinsi Riau, juga menyangkut tentang masih banyaknya pengawas sekolah

yang belum memiliki sertifikat pengawas. Untuk itu Dinas Pendidikan

Provinsi Riau harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Melakukan proses seleksi calon pengawas secara transparan dan sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Proses seleksi yang transparan adalah

proses seleksi terbuka dimana guru atau kepala sekolah yang berstatus

PNS yang berminat untuk menjadi pengawas bisa mengikuti seleksi

setelah berkas administrasi dinyatakan memenuhi syarat.

b) Melakukan kegiatan sosialisasi tentang standar kompetensi pengawas

secara rutin dan berkelanjutan dalam bentuk pelatihan atau diklat bagi

pengawas secara berjenjang berdasarkan penggolongan pengawas yaitu:

Pengawas Muda, Pengawas Madya, dan Pengawas Utama. Pelatihan yang

berjenjang dan berkelanjutan dimaksudkan agar pengawas memiliki

kompetensi yang baik dan mampu melaksanakan tugas kepengawasan

secara mandiri sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.

c) Melakukan program pemetaan (mapping) kompetensi pengawas sekolah

(32)

122

seharusnya dimiliki oleh pengawas dengan kompetensi pengawas yang

ada. Kesenjangan kompetensi yang muncul akan direduksi dengan

diklat-diklat sesuai kebutuhan. Hal ini memberikan manfaat untuk perencanaan

dan penyusunan program diklat yang terstandar.

d) Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pasca penyelenggaraan diklat

pengawas. Kegiatan ini merupakan evaluasi jangka panjang, yakni

evaluasi mengenai kinerja pengawas yang telah mengikuti program diklat

kompetensi pengawas.

e) Menunjuk staff khusus dalam kegiatan implementasi kebijakan standar

pengawas sekolah.

f) Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pengawas satuan

pendidikan sehingga pengawas bekerja sesuai dengan SOP dan peraturan

yang berlaku.

g) Menghapus atau meniadakan pembagian tugas pengawas sekolah yang

membagi pengawas menjadi pengawas manajerial dan pengawas akademis

sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan Kepala Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau Nomor 53/KPTS/KEP/2016

karena berdasarkan Permenpan RB No. 21 Tahun 2008 tentang Jabatan

Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, tugas pokok

pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan

manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program

pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8

(33)

123

pelatihan professional Guru, evaluasi hasil pelaksanaan program

pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.

2. Bagi Kordinator pengawas sekolah, sebagai seorang pemimpin (leader) bagi

pengawas sekolah, perlu terus melakukan pembinaan kepada pengawas

sekolah khususnya bagi pengawas sekolah yang belum memiliki kualifikasi

dan kompetensi pengawas sekolah. Selain itu peran Koordinator Pengawas

dalam membantu melakukan pemetaan kompetensi pengawas sekolah

sangatlah penting.

3. Bagi pengawas sekolah, tuntutan akan profesi kepangawasan yang profesional

di masa sekarang adalah suatu keharusan. Sejalan dengan perkembangan

kehidupan persaingan global pada saat ini, pengawas sekolah dituntut untuk

bekerja secara profesional dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya

sebagai pengawas sekolah. Untuk itu peneliti mengajukan beberapa

rekomendasi untuk pengawas sebagai berikut:

a) Pengawas harus secara rutin dan berkelanjutan mengikuti pelatihan

kepengawasan secara berjenjang berdasarkan penggolongan pengawas

yaitu: Pengawas Muda, Pengawas Madya, dan Pengawas Utama. Pelatihan

yang berjenjang dan berkelanjutan dimaksudkan agar pengawas memiliki

kompetensi yang baik dan mampu melaksanakan tugas kepengawasan

secara mandiri sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.

b) Aktif dan berperan serta dalam organisasi kepengawasan seperti: Asosiasi

Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) dan Musyawarah Kerja Pengawas

Sekolah (MKPS) sebagai organisasi formal untuk pengawas

(34)

124

organisasi pengawas sekolah, maka pengawas akan mendapatkan

informasi dan isu-isu terbaru tentang kepangawasan. Selain itu, organisasi

kepengawasan juga menjamin profesionalisme seorang pengawas.

(35)

125

DAFTAR PUSTAKA

Alma, H. Buchari. 2010. Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.

Arikunto, Suharsimi.1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Asmani, Jamal Maaruf. 2012. Tips Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Yogyakarta: Diva Press

Basori, Swandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Bogdan & Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif; Suatu Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-Ilmu Sosial.

Danim, Sudarwan. 2000. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-Dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta

Dye, Thomas R. 1995. Understanding Public Policy. Washington DC: Congressional Quarterly Press.

Dunn, William. N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Fathurrohman, Muhammad dan Hindama Ruhyanani. 2015. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah Ideal. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Fattah, Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Howlett, M., and M, Ramesh. 1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems. New York: Oxford University Press.

http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-terbaik-uji-kompetensi-guru-2015 diakses tanggal 18 Januari 2016 pukul 20.00 WIB .

http://lpmpkalsel.net/cetak-32-ukps-ukks-tahun-2015.html diakses tanggal 28 Desember 2015 pukul 22.00 WIB

http://kbbi.web.id/kualifikasi diakses tanggal 12 Januari 2016 pukul 21.30 WIB

(36)

126

Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara

Kodirin. 2015. Studi Implementasi Kebijakan Fungsionalisasi Pengawas SMA di Kabupaten Natuna. Medan: Tesis Magister Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Medan.

Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: Raja Grafindo

Kusmana, Suherli. 2010. Merancang Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Hasil Uji Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas Provinsi Riau. Riau: Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Riau.

Lubab, Nafiul. 2011. Kinerja Pengawas PAI SMA di Kota Semarang Tahun 2012. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.

Manser, Martin.H. 1995. Oxford Learner’s Pocket Disctionary. New York: Oxford University Press.

Masyhud, M. Sulthon. 2014. Manajemen Profesi Kependidikan. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.

Masaong, Abd. Kadim. 2012. Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru: Memberdayakan Pengawas Sebagai Gurunya Guru. Bandung: Alfabeta.

Moleong, Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Miles, MB, dan Huberman A,M.1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. 2009. Jakarta: Universitas Indonesia.

Nugroho, Riant. 2013. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy; Teori, Manajemen, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Nugroho, Riant. 2008. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang: Model-Model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Nur, M. Tajudin. 2014. Optimalisasi Peran Pengawas Sekolah dan Fasilitasi Oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Pontianak: Jurnal FKIP Universitas Tanjung Pura Pontianak.

(37)

127

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Nasional Nomor 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah.

Purwanto, Agus Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya Di Indonesia. Yogyakarta: Gaya Media

Pusat Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Putra, Nusa dan Hendarman. 2012. Metodologi Penelitian Kebijakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rusdiana, H.A. 2015. Kebijakan Pendidikan; Dari Filosofi ke Implementasi. Bandung: Pustaka Setia

Sagala, Syaiful. 2010. Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sahertian. Piet. A. 2010. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Seriani. 2015. Implementasi Kebijakan Standar Kompetensi Guru SMA Negeri di Kota Medan. Medan: Tesis Magister Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Medan.

Siagian. Sondang. P. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara

Spencer,M. Lyle and Spencer, M. Signe. 1993. Competence at Work:Models for Superrior Performance, John Wily & Son,Inc,New York,USA

Sudjana, Nana. 2012. Pengawas dan Kepengawasan, Memahami Tugas Pokok, Fungsi, dan Tanggung Jawab Pengawas Sekolah. Jakarta: Binamitra.

Sudjana, Nana.2009. Kompetensi Pengawas Sekolah, Jakarta: Binamitra.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulaiman. 2013. Hubungan Supervisi Pengawas Terhadap Kinerja dan Prpofesionalisme Guru Fisika pada SMA Negeri Kota Sigli. Jurnal: Saint Riset Vol. 1 April 2013.

(38)

128

Tim Pascasarjana Unimed.2014. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis & Disertasi.Medan: PPS Unimed.

Tohirin. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo

Wahab, Solichin Abdul. 1991. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Williams, D.D. 2006. Naturalistic Inquiry Materials. Disadur dan diperkaya oleh: Azmi. Padang: Universitas Negeri Padang.

Winarno, Budi. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Gambar

Tabel 1.1. Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah Provinsi Riau     Tahun 2015 .......................................................................................
Gambar 2.1. Sekuensi Implementasi Kebijakan ...............................................
Tabel 1.1. Hasil Uji Kompetensi Pengawas Sekolah Provinsi Riau Tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan berbagai macam gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang cepat. Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan

Usaha dan Pengeluaran... Usaha

Dilain pihak untuk kolom beton dengan kuat tekan 34 MPa memiliki daktilitas beton terkekang yang lebih baik dibandingkan kolom beton dengan kuat tekan lainnya untuk

Segala puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga Skripsi Penelitian dengan judul ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI

20 Ketanggapan (responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk cepat bertindak.. membantu tamu dan memberikan pelayanan yang tepat waktu. Ketanggapan mampu

3 Saya memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan audit tepat waktu. 4 Saya tidak pernah melakukan rekayasa, temuan apapun saya laporkan

Riau Karsa Pelita untuk secara keseluruhan responden menilai setuju terhadap faktor-faktor tersebut, hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap kuisioner

[r]