• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTISME DI TKLB PUTRA JAYA MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTISME DI TKLB PUTRA JAYA MALANG"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan menempati peranan penting dalam upaya

meningkatkan kualitas warganya baik segi sosial, intelektual maupun kualitas keilmuannya. Hal ini tidak terlepas dari kerangka kelangsungan hidup dan kemajuan bangsa.

Menyadari akan pentingnya pendidikan tersebut maka dijelaskan menurut Ningsih (2005) Undang-Undang 1945 pasal 2 menegaskan bahwa salah satu tujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, selanjutnya ditetapkan pula dalam Bab XIII pasal 31 Undang-Undang 1945 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran (ayat 1) dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasioanal yang diatur dalam undang-undang. Hal tersebut di atas berarti pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di Indonesia benar-benar mendapatkan perhatian yang serius dengan landasan Undang-Undang yang kokoh. Hal senada diperkuat dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu pendidikan harus diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat (1992:20).

Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional telah disahkan sejak tanggal 8 Juli 2003 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989. Undang-undang 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tersebut pada pasal 5 ayat 1 menyebutkan setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa pemerintah melalui menteri pendidikan nasional untuk

menyelenggarakan pendidikan yang bermutu untuk semua warga Negara Indonesia tanpa kecuali. Hal yang sedemikian ini juga berlaku bagi anak–anak yang memiliki hambatan dalam belajar dan memerlukan penanganan khusus. Anak yang demikian ini sering dikatakan anak berkebutuhan khusus. Anak yang berkebutuhan khusus memerlukan penanganan yang spesifik berbeda dengan anak normal pada umumnya.

Selama ini, anak-anak luar biasa mendapatkan pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan spesialisasinya yaitu :

(2)

b. SLB-B untuk sekolah anak tuna rungu c. SLB-C untuk sekolah anak tuna grahita d. SLB-D untuk sekolah anak tuna daksa

Selain SLB tersebut juga disediakan taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah ini

juga menampung berbagai jenis anak berkelainan sehingga di dalamnya mungkin terdapat tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, cerebral palsy, idiot, dan autis. Untuk mengatasi ketidakmampuan anak yang memiliki gangguan autis maka perlu seorang guru yang memiliki kompetensi sebagai seorang pendidik pada anak autis.

Di samping itu, guru harus memiliki keyakinan bahwa lingkungan belajar harus dikelola sedemikian rupa sehingga anak-anak belajar di kelas dalam suasana lingkungan kelas yang dapat menggembirakan anak-anak yang tidak menjanjikan lingkungan belajar sebagai halangan beraktivitas di kelas. Bentuk dan muatan kurikulum juga didesain untuk memaksimalkan potensi pembelajaran anak-anak dan menjamin bahwa yang diajarkan adalah relevan dengan kebutuhan anak-anak. Lebih lanjut, Muhammad (2008) mengatakan bahwa setiap anak harus diperlakukan sisi objektif dan tampil sebagai sosok yang menyenangkan, jujur.

Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, dan melatih siswa. Seorang guru hendaknya menyadari bahwa semua itu untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada akhirnya anak didik diharapkan mendapatkan hasil pendidikan yang memuaskan dari seorang guru yang diharapkan sebagai fasilitator anak didik mereka.

Hal sedemikian ini juga berlaku bagi anak-anak yang memiliki hambatan dan memerlukan penanganan khusus. anak yang demikian ini sering dikatakan anak luar biasa. Anak luar biasa ini memerlukan penanganan khusus dan spesifik yang berbeda dengan anak

normal yang lainnya. Salah satu bentuk gangguan sosial dan komunikasi disertai dengan keterbasan pola tingkah laku atau pengulangan tingkah laku dan perhatian, yaitu autis.

(3)

maupun ekonomi. Dengan perbandingan 4:1 pada anak laki-laki. IQ pada anak autis bisa dari yang rendah sampai IQ yang tinggi (Maria, 2001).

Menurut Depdiknas 2002 (dalam Hadis, 2006) mengemukakan bahwa autis adalah suatu gangguan perkembangan yang komplek menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas

imajinasi dan autistik ialah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensori, pola bermain, perilaku dan emosi. Depdiknas 2002 mendeskripsikan karakteristik anak autis berdasarkan jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autistik. Ada enam jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis, yaitu masalah komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensori, gangguan pola bermain gangguan perilaku dan gangguan emosi. Masalah atau gangguan di bidang interaksi sosial, dengan karakteristik berupa : anak lebih suka menyendiri, tidak ada kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka/mata dengan orang lain, tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman (baik sebaya maupun lebih tua dari dia), bila diajak bermain anak autistik itu tidak mau atau menjauh.

Pada penanganan anak autis sering dijumpai terdapat gangguan yang ditandai 3 gejala utama yaitu gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi dan imajinasi. Di antara ketiga hal tersebut, yang paling penting diperbaiki lebih dahulu adalah interaksi sosial. Bila interaksi membaik, seringkali gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak orang tua mengharapkan anaknya segera bicara dan akan merasakan sedih jika hal itu tidak terjadi. Tanpa adanya interaksi yang baik dengan anak gangguan autis maka pembicaraan yang terlontar berupa ekolalia, mengulang sesuatu yang didengar. Komunikasi juga tidak selalu identik dengan bicara. Bisa berkomunikasi non verbal jauh lebih baik dibandingkan bicara yang

tidak dapat dimengerti inti pembicaraannya. (Peeters, 2004).

Namun demikian, dalam beraktivitas anak autis memiliki keterbatasan. Anak peyandang

(4)

Pada dasarnya terdapat gejala anak autis, yaitu: pertama terjadi gangguan komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat berbicara, merancau, sering meniru (echolalia), sering menarik tangan orang yang ada didekatnya agar melakukan sesuatu untuknya. Kedua, terjadi gangguan interaksi sosial seperti menghindari tatapan mata orang lain, lebih asyik

bermain sendiri dan menolak untuk dipeluk. Ketiga, terjadi gangguan pada perilaku yang berlebihan (excessive) misalnya tidak bisa diam dan mengulang-ulang gerakan tertentu atau

gangguan perilaku kekurangan (deficient) misalnya diam dengan tatapan kosong dan bermain secara monoton. Keempat, terjadi gangguan emosi, yaitu tak ada atau kurangnya empati, tertawa-tawa tanpa sebab, menangis atau marah-marah sendiri dan sering mengamuk (temper tantrum). Kelima, terjadi gangguan persepsi sensoris seperti suka mencium-cium atau menjilat-jilat benda

apa saja, tak bisa mendengar suara keras dan tak mau diraba/disentuh (Mikael, 2001).

Berdasarkan beberapa kondisi tersebut, maka seorang anak autis akan mengalami kendala dalam melakukan interaksi dengan lingkungan yang ada disekitar. Kendala dalam melakukan interaksi sosial tersebut dikarenakan seorang anak autis memiliki kecenderungan bersikap acuh terhadap kondisi yang sedang terjadi. Pada sisi yang lain seorang anak autis tidak mampu bersosilisasi dan berkomunikasi dengan baik dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Beberapa kendala seorang anak autis dalam melakukan interaksi sosial yaitu dapat diketahui adanya kendala dalam berbahasa sehingga agak sulit untuk membangun atau melakukan interaksi sosial dengan lingkungan yang berada disekitarnya. Bila interaksi membaik seringkali gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis.

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan

individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan

sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.

(5)

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer (1987) adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan

terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu ciri fisik dan penampailan. Ciri fisik adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.

Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada dimensi waktu ini, terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi yang dibuat oleh individu dan masyarakat.

1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat

Sukanto (2002) yaitu: 1. Kontak Sosial

(6)

menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk Soekanto (2002) yaitu sebagai

berikut :

a. Antara orang perorangan, misalnya apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga.

b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atausebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma masyarakat. c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya, umpamanya adalah dua

partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.

Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial.

Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

2. Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap

perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk

menentukan reaksi apa yang akan dilakukan.

(7)

kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial a. Kerja Sama (Cooperation)

Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi social atas dasar bahwa segala macam bentuk inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini diartikan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja sama dapat terleksana dengan baik.

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group-(in-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang

atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena

keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.

Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama yaitu: 1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.

(8)

3. Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang bersangkutan. 4. Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua ornagisasi atau lebih yang mempunyai

tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya alaha kooperatif. 5. Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya

pemboran minyak, pertambangan batu bara,perfilman, perhotelan, dll. b. Persaingan (competition)

Adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe umum yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi.

3. Jenis-jenis Interaksi Sosial Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:

1. Interaksi antara Individu dan Individu. Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya

pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang

menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain.

(9)

3. Interaksi antara Individu dan Kelompok. Bentuk interaksi di sini berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Interaksi tersebut lebih mencolok manakala terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dan kepentingan kelompok.

c. Konflik

konflik dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara berbagai tujuan dan kepentingan dalam suatu system dan struktur organisasi kemasyarakatan yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan pertentangan dan dapat menimbulkan krisis. Konflik terjadi manakala dalam hubungan antara dua orang atau kelompok, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan yang lainnya. Sehingga salah satu atau keduanya terganggu.

Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci, kesetiaan atau pengkhianatan,mempunyai maksud melukai atau menolong.

4. Peranan guru

Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suau kelompok social. Peranan adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status Soekanto (2003). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

Peranan tidak ada tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dan gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan

kewajiban sedangkan peranan adalah pemeranan dari seperangkat kewajiban dan hak-hak tersebut. Peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya. Pentingnya

peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan orang lain Soekanto (2003), mencakup tiga hal antara lain:

(10)

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam smasyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat.

Peranan dapat ditarik kesimpulan sebagai serangkaian perilaku yang harus dikerjakan seseorang sebagai tanggapan terhadap harapan orang lain. Seseorang ketika menempati posisi kedudukan tertentu mempunyai perilaku tertentu yang dituntut memenuhi harapan akan perannya itu menjalankan peranannya.

4.1 Peran Guru Dalam Pendidikan

Menurut undang-undang Republic Indonesia No.20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang peyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut Ayat 6 pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai gurur, dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak didik juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.

Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus melalui cara yang sesuai dengan keadaan peserta

(11)

menyatakan bahwa seorang guru mempunyai 3 tugas pokok yaitu tugas professional, tugas manusiawi dan tugas kemasyarakatan (siric mission).

Tugas-tugas professional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan ketrampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan

seharusnya diketahui oleh anak.

Tugas manusiawi seorang guru adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri. Identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.

4.2 Pengertian Guru

Menurut Undang-Undang Republic Indonesia No. 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggarakan penddikan. Sedangkan menurut ayat 6 pendidik adalah tenaga kependidikanyang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta pasrtisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan ank didik, juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping ode normative guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan dengan tanpa dasar atau sambil lalu tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.

Apabila memperhatikan unsur tanggung jawab secara moril dan rasional maka yang tersirat adalah melakukan proses belajar yang tidak beralasan atau asal-asalan saja. Tanpa

(12)

Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaaan peserta didik. Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh guru yaitu guru harus mengetahui psikologis yang relevan pada hakikatnya inti

persoalan psikologis terletak pada peserta didik sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik. Suryabrata (2004).

4,3 Fungsi dan Peran Guru 1. Guru sebagai demonstrator

Soetomo (1993) melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.

2) Guru Sebagai Pengelola Kelas

Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar.

Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya.

(13)

belajar. Dalam hal ini peranan guru sangat penting dalam mengelola kelas agar terjadi proses belajar mengajar berjalan dengan baik.

Mengajar adalah aktivitas/ kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu agar

siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan. Tujuan mengajar juga diartikan sebagai cara untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku seorang siswa Samsu (2001).

Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran tersebut atau sesudah materi disampaikan oleh guru. Menurut Sagala (2003), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru dan siswa sama-sama mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam PBM di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut merespon situasi tertentu yang ia hadapi Corey (1986)

2) Guru Sebagai Pengelola Kelas

Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar.

Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan menurut Rooijakkers (1990). Mengajar adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau

lingkungan sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu agar siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan.

(14)

mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam proses belajar mengajar di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut

merespon situasi tertentu yang ia hadapi (Corey, 1986:195) 3) Guru sebagai mediator dan fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan.

Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat kabar.

4) Guru sebagai evaluator

Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu-waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Penilaian perlu dilakukan, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara

luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :

1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; 2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;

3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;

(15)

5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskan) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).

Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan

mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :

1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;

2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuaidengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).

3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat skeberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.

Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia.

Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher councel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga

mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam

batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan

(16)

masyarakat (social agent).

Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi

pendidikan, guru berperan sebagai :

1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;

2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;

3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;

4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;

5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;

6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan

7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :

1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;

2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus

untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;

3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;

(17)

5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.

Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :

1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;

2. Seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;

3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;

4. Inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan

5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.

Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.

(18)

Tanpa bantuan orang dewasa anak akan mati, tanpa bantuan manusia lain dan lingkungan socialnya maka seorang anak tidak mungkin mencapai taraf kemanusiaan yang normal.

Anak itu merupakan pribadi social yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak adalah manusia yang juga membutuhkan kebutuhan

dasar. Kebutuhan manusia berdasarkan pada setiap perkembangan hidup manusia yaitu sejak dilahirkan sampai usia lanjut.

Mengacu pada uraian di atas maka peran guru diartikan sebagai kemampuan. Seorang guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal pengetahuan yang dimiliknya peran guru sangat diperlukan untuk mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga pengajar.

Guru sebagai pendidik ataupun sebagai pengajar merupakan factor penentu keberhasilan pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective), dan ketrampilan (psychometer) kepada anak didik. Tugas guru di lapangan pengajaran berperan juga sebagai pembimbing proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Dan dengan demikian tugas dan peranan guru adalah mengajar dan mendidik berkaitan dengan hal tersebut guru harus memiliki inovasi tinggi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana peran guru dalam mengembangkan interaksi sosial pada anak autsi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian:

Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui peran guru dalam mengembangkan

interaksi social pada anak autis di TKLB Putra Jaya. 2. Manfaaat Penelitian

a) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu psikologi. Khususnya psikologi perkembangan dan psikologi klinis.

(19)

Bagi orang tua yang memiliki anak autis, diharapkan dapat memahami bagaimana berinteraksi dengan anak autis.

D. Rencana Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu :

1. Wawancara

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terarah. Menurut Suryabrata (dalam Ratnasari, 2008) wawancara terarah adalah wawancara yang dimulai dari wawancara tak berstruktur untuk menimbulkan suasana bebas dan akrab kemudian diikuti dengan wawancara terstruktur sehingga pembicaraan tetap terarah dan mengena pada sasaran. Wawancara ini dilakukan kepada para pengajar. Peneliti memilih jenis wawancara ini karena jenis wawancara ini dapat digunakan untuk melakukan wawancara secara mendalam untuk mendapatkan data-data penelitian mengenai peran guru dalam mengembangkan interaksi social pada anak autis.

2. Observasi

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tak berstruktur. Observasi tak berstruktur yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Fokus observasi akan dikembangkan selama kegiatan observasi berlangsung dengan menggunakan rambu-rambu pengamatan. Peneliti menggunakan observasi tak berstruktur karena dengan observasi ini peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan analisis dan

kemudian membuat kesimpulan. Observasi ini sendiri dilakukan ketika akan menentukan subjek penelitian.

2. Metode Analisis Data

(20)

yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritaka kepada orang lain menurut Biklen (dalam Moleong, 2007). Peneliti melihat kembali hasil dari pencatatan awal yang kemudian dibuat suatu kesimpulan dari semua jawaban subjek penelitian, setelah penyajian data lengkap barulah kemudian dibuat suatu kesimpulan secara menyeluruh.

1. Keabsahan Data

(21)

S K R I P S I M A G A N G

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai salah satu persyaratan untuk Menempuh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

T r i I n d a h W i d y a n i n g s i h 2 0 1 0 2 0 2 3 0 3 1 2 3 2 5

FAKULTAS PSIKOLOGI

(22)

S K R I P S I M A G A N G

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai salah satu persyaratan untuk Menempuh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

T r i I n d a h W i d y a n i n g s i h 2 0 1 0 2 0 2 3 0 3 1 2 3 2 5

FAKULTAS PSIKOLOGI

(23)

Judul Skripsi : Peran Guru Dalam Mengembangkan Interaksi Sosial

Pada Anak Autis Di TKLB Putra Jaya Malang Nama Peneliti : Tri Indah Widyaningsih

NIM : 2 0 1 0 2 0 2 3 0 3 1 2 3 2 5

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Waktu Penelitian : 1 September- 30 Desember 2011

Malang, 29 Desember 2011 Pembimbing I

(24)
(25)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tri Indah Widyaningsih

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 7 Juli 1986

NIM : 2 0 1 0 2 0 2 3 0 3 1 2 3 2 5

Fakultas : Psikologi

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Peran Guru Dalam Mengembangkan Interaksi Sosial Pada Anak Autis Di TKLB Putra Jaya Malang” adalah karya Saya sendiri dan bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila pernyataan ini tidak benar Saya bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Mengetahui, Malang, 03 April 2012

Ketua Program Studi Yang menyatakan,

(26)

Rahmat dan hidayah-Nya, serta Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatNya ke jalan yang benar. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul “Peran guru dalam mengembangkan interaksi sosial Anak Autis di TKLB Putra Jaya”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuanyang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Cahyaning Suryaningrum M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

2. Dra. Siti Suminarti Fasikhah. M.Si selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Salis Yuniardi, M.Psi selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Jasa pak salis tidak pernah saya lupakan, karena Pak Salis sudah mengerti keadaan saya dan bisa memaklumi dan sangat sangat membantu saya dalam perkuliahan ini.

4. Yayasan Pendidikan Luar Biasa Putra Jaya Malang yang telah memberikan ijin dan fasilitas bagi penulis untuk melakukan magang. Bu ripka, Bu Yuyut, Bu Lilik dan para pengajar di TKLB Putra Jaya yang selalu membantu dan memberikan masukan.

(27)

tidak ada tapi skripsi ini adalah kado untuk beliau yang menjadi motivasi dan memberikan doa serta kasih sayang yang tidak pernah berhenti selama saya menuntut ilmu sampai meyelesaikan skripsi ya..dengan waktu yang sangat lama delapan tahun.

7. Untuk suami saya yang baik hati dan baik sekali membantu dalam pengerjaan skripsi. Yang memberikan semangat dan terkadang agak cerewet, saya tidak bisa membalas kebaikanmu suamiku selain saya bisa lulus dan bisa bekerja (ya nanti dipikir mau bekerja dimana..uke Bapak Nanang).

8. Untuk Kakak saya yang sangat mencintai saya dan terkadang menyindir saya, Mas Yoge dan Mas Yuda, dan kakak ipar saya „Bu Hakim- Mbak Lia‟-yang sangat membantu dalam hal apapun itu mulai jaman Nabi Nuh sampai sekarang. Dan untuk si gendut “Dinda Atsillah Salsabillah” ni bocah juga ikut meramaikan suasana kampus.

9. Teman–teman yang merasa menjadi teman saya tentunya. Seperti Umik, Umbar, Ika cc, mas blacke (Fuad), Peter CC, Kiki CC dan teman yang tidakjelas statusnya seperti Hudan, dia merupakan anak kos sekaligus adik tingkat. Makasih Hudan.

10. Khusuzon Mbak Copi Orenje. Mbak yang satu ini paling berjasa, dan paling lama dikampus.

Dengan kerendahan hati, penulis persembahkan skripsi ini.semoga karya ini dapat bermanfaat Amien.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 24 April 2012

(28)

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 18

D. Rencana Penelitian ... 19

1. Metode Pengumpulan Data ………...19

2. Metode Analisa Data………..……19

BAB II. PENGUMPULAN DATA A. Prosedur Pengumpulan Data ... 21

B. Deskripsi Data ... 21

C. Analisis Data ... 11

1. Daftar Subyek Penelitian 2. Hasil Wawancara dan Observasi 2. Deskripsi Hasil Wawancara D. Pembahasan ... 26

BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan………28

(29)

Lampiran 1. Surat Keterangan Magang dan Penelitian ... 29

Lampiran 2. Absensi Magang di TKLB Putra Jaya Malang ... 29

Lampiran 3. Laporan Kegiatan Magang di TKLB Putra Jaya Malang ... 29

Lampiran 4. Profil TKLB Putra Jaya Malang ... 29

Lampiran 5. Pedoman Wawancara ... 33

Lampiran 6. Verbatim Hasil Wawancara ... 34

(30)

Arikunto Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta Bina Aksara

Denim Sudarman, 2005, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, Jakarta, Bumi Aksara

Gerald Corey, 1995, Teori Dan Praktik Konseling Dan Psikoterapi, Bandung Penerbit Eresco

Lexy J. Moleong, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Penerbit Remaja

Rosda Karya

Sorjono Soekanto, 2002, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Penerbit Raja Grafindo Persada

Sagala H. Syaiful, 2005 , Konsep Dan Makna Pembelajaran,Bandung Alfabeta

Saat Udin Syaifudin Dan Makmun Abin Syamsudin, 2005, Perencanaan Pendidikan, Bandung, Remaja Rosda Karya

Peters Theo, 2002, Autisme Hubungan Pengetahuan Teoritis Dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis, Jakarta, Penerbit Dian Rakyat

Muhammad Jamika K. A, 2008, Special Education For Special Children, Jakarta, PT. Mizan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian didapatkan pengalaman yang menyenangkan tentang penerapan PCC yaitu pasien senang mendapatkan pelayanan yang ramah dan sopan dari petugas, pasien

Belum diketahuinya hubungan antara pengetahuan, sikap dan penyuluhan petugas kesehatan dengan upaya pencegahan penyakit demam berdarah dengue di Kelurahan Dusun Baturaja

dalam hal ini tindak pidana korupsi dapat dijatuhkan dengan sanksi Korupsi terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) pidana mati apabila dalam keadaan tertentu, keadaan

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Selain itu, pengolahan anaerobik UASB dapat mengolah air limbah dengan beban organik yang tinggi sesuai karakteristik air limbah pada peternakan sapi perah dan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara reputasi toko dengan minat beli anggota pada Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu Jakarta

of Chapter IV. Meanwhile, the major data collection including the students’ texts, students’ activities and talk recordings, and interviews with students were

Bagaimana pengaruh Solvabilitas (bebt to equty ratio) terhadap profitabilitas (return on asset) perusahaan manufaktur makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa