.- Vol 15, No I, 2001
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN AIR
LAHAN
(Development and Management of Water in Wetland)
Soedodo dan Budi I.
Abstract
This paper describes potentials as well as obstacles in developing wetland for
Historical backgrounds of utilization for in
Indonesia and wetland definition by Convention are highlighted. Special emphasis is to explain physical and hydrological conditions of wetland and to develop sustainable agricultural activities based on wetland Current problems in developing wetland, as land degradation and lost of wetland are enlightened, and a little note is aroused to elucidate the failure of Million Hectares Project in Central Kalimantan. Finally, prospective technologies for controlling water table were proposed.
Keywords: wetland, agriculture, water table control
PENDAHULUAN
Pemanfaatan lahan harus dan dirancang secara cermat dengan tataguna lahan yang berperspektif jangka panjang. Bentang-lahan (landscape) dari lahan dari serbasama
(homogeneous) dalarn hidrologi,
dan vegetasi. Hidrologi dan perubahan oleh (disturbance), baik karena rnaupun karena ulah manusia.
Pemanfaatannya harus
hatikan tiga aspek lahan yang menentukan yaitu: fungsi, dan khas Sebab-sebab yang dapat merusak lahan yang selanjutnya dapat meng-hilangkannya, harus dapat dicegah.
SEJARAH PENGEMBANGAN LAHAN
untuk rnengembangkan
han untuk padi
(lowland rice) bukanlah baru Indonesia. Sekitar seratus tahun yang
lahan di pantai
dan Kalimantan secara spontan telah dibuka dan ditempati oleh keluarga
(Sulawesi Selatan),
(Kalimantan Selatan), dan Melayu (Riau, Timur). Mereka rnanfaatkan gerak surut gai penggelontor (flushing) dan pencuci yang efektif untuk membuang air dan meng-gantinya dengan kualitas air yang lebih baik dalam pH dan kandungan hara diprawiro, 1998).
Keberhasilan keluarga
buat apa yang dinamakan bayar telah menarik perhatian
Hindia Belanda, yang kernudian membantu membuat fasilitas
sukan gerakan air surut ngan membuat kanal yang hubungkan sungai-sungai besar motong delta. Kanal juga berfungsi sebagai sarana transportasi air untuk meningkatkan aksesibilitas daerah tersebut. Kanal pertama yang
Jurusan Teknik Pertanian. PO BOX 220, 16002. E-mail.
dibangun adalah Anjir yang diselesaikan tahun 1890, dan rnenghubungkan Sungai Kapuas dan Sungai Barito sepanjang 28 kilometer. Kanal kernudian diperdalam dan diperlebar pada tahun 1935.
Kekurangan beras yang dihadapi negara Perang Dunia I telah rnendorong Pernerintah Hindia Belanda
bagairnana bayar dan irigasi surut tradisional dapat
serta bagairnana persyaratan tanahnya.
Pada sekitar tahun 1960-1 970, Indonesia sekali lagi menghadapi kekurangan bahan beras yang serius, yang kemudian rnenjadikan lndonesia negara pengimpor beras terbesar di dunia. Berbagai program intensifikasi
di Jawa kurang berhasil karena terbatasnya ketersediaan lahan dengan fasilitas irigasi yang rnernadai.
rawa surut menjadi salah satu penyelesaian yang
pengembangan yang dilakukan kedua pernerintah dalarn era yang berbeda dan republik) sepenuhnya dalam situasi yang berbeda, tetapi ada tiga kesarnaannya, yaitu:
tindakan dilakukan dalarn mengatasi kekurangan beras;
-
pernecahan rnengikutisistern tradisional;
- tujuannya adalah pengernbangan regional dengan kornbinasi
peningkatan pertanian dan penyebaran penduduk.
LAHAN
Konvensi Rarnsar (Noord-van Haug, 1996, dalam Tim PLBT,
mengajukan sistern klasifikasi lahan yang kernudian diadopsi negara-negara peserta pada Juli 1990. Sistem mernbagi lahan rnenjadi tiga kelompok besar, yaitu: pedalarnan,
pantai dan serta lahan buatan rnanusia (Rubec, 1996,
dalam Tim PLBT, 1999). Definisi lahan yang diberikan oleh Konvensi Rarnsar adalah daerah rawa,
atau air, baik yang maupun yang buatan, bersifat tetap atau sementara dengan air atau rnengalir, bersifat tawar, payau, atau terrnasuk daerah air yang dalamnya pada waktu surut tidak dari 6 meter 1990).
Lahan alami rnencakup estuari, yaitu bagian hilir sungai, atau sungai pendek di daratan pantai, mangrove, jalur laut dangkal sepanjang pantai, banjir, delta, rawa, danau, lahan gambut, dan rawa.
Lahan buatan rnanusia rnencakup tarnbak, perkolaman ikan pedalarnan, lahan pertanian yang secara berkala terkena banjir, jaringan irigasi, dan waduk
1990).
Walaupun pengertian lahan
narnun ada yang rnenjadi pernersatu
denominator), yaitu air adalah sebagai pengendali watak dan perilaku lahan. Di Amerika Serikat, disamping air menjadi faktor pengendali (wetland hydrology) untuk menggaris batasi (to delineate) lahan juga digunakan dua faktor lain: yang bercorak hidrik, dan vegetasi yang bercorak hidrofitik. Sebenarnya, corak hidrik pada dan corak hidrofitik pada vegetasi adalah turunan corak hidrologi
(Tim PLBT, 1999). Soil Conservation
USDA, hidrik adalah yang terbentuk dibawah keadaan jenuh, banjir, atau tergenang yang berlangsung cukup lama
musirn turnbuh sehingga keadaan anaerob dibagian Ciri-ciri pokok hidrik adalah:
-
bentukan keadaan jenuh dan anaerobiosis;- air dangkal yang
rnenimbulkan keadaan air tergenang (waterlogged);
Vol. 15, No.
drainase akan menghasilkan bahan sulfat rnasarn yang rnenyebabkan pH
menjadi
Anaerobiosis dan air tergenang rnembuat bagian
berkadar bahan organik tinggi, termasuk pembentukan epipedon
umbrik atau gambut,
memunculkan tampakan redoksimorfik berupa warna berbecak atau warna glei dengan kroma pengumpulan oksida Fe dan atau Mn, dan perubahan warna karena penyingkapan (exposure) terhadap atmosfir
teroksidasi menjadi serta menebarkan bau
FUNGSI, HASIL, DAN KHAS LAHANBASAH
menjalankan fungsi-fungsi serta mernbangkitkan hasil, disarnping adanya ciri-ciri berharga pada skala ekosistern (Tim PLBT, 1999).
Fungsi-fungsi yang dirnaksud antara pengendalian banjir dan erosi, mengisi dan melepas kembali air pengukuhan tepi laut, penambatan sedirnen, bahan beracun dan hara, pengukuhan iklim mikro, transportasi air, rekreasi dan pariwisata. Hasil yang dapat dibangkitkan antara lain: sumberdaya margasatwa dan perikanan, surnberdaya hijauan pakan ternak, dan sumberdaya pertanian, serta pasokan air.
Gabungan fungsi, dan ciri ekosistem rnembuat lahan penting bagi masyarakat. Program komprehensif konservasi lahan berdasarkan
ekologi, sosial, dan ekonomi yang
April 2001
handal akan rnernbuat orang perlu mernilih di antara sederet pilihan sulit.
PEMANFAATAN LAHAN
Konvensi Ramsar
van Haug, 1996, dalam Tim PLBT, suatu lahan harus dinilai penting secara internasional, dan karena itu perlu dijaga kelestariannya dengan konservasi dan penggunaan yang arif. Hal ini dapat dilakukan apabila mernenuhi setidaknya satu kriterium dalam salah satu dari kelornpok indikator berikut:
Lahan representatif kekhasannya.
-
Representatif bagi suatu lahan alarni, atau hampir alarni yang mencirikan suatu kawasan biogeografi tertentu, atau merupakan ciri lebih daripada satu kawasan biogeografi; atau-
Representatif suatu lahanyang mernainkan penting dalarn fungsi alami suatu dserah aliran sungai utama, atau suatu sistern utama; atau
-
Merupakan suatu lahan yang langka atau bercorak tidak biasa dalam kawasan biogeografi bersangkutan. 1) Lahan untuk atau-
kehidupan kumpulan nyata spesies tumbuhan atauatau individu-individu spesies tersebut. yang langka, (vulnerable), atau hampir (endangered); atau
-
terutama penting untuk rnem elihara keanekaragaman genetik dan ekologi flora dan fauna suatu kawasan; atau-
bernilai khusus selakutumbuhan atau pada tahap penting (critical stage) dalarn daur hayati mereka; atau
-
bernilai khusus bagi satu atau lebih spesies, atau masyarakat tumbuhan atau endemik.- mempunyai individu
cukup dari kelornpok-kelompok khusus unggas air; atau
- mempunyai satu dari jumlah individu dalam suatu populasi dari tu spesies, atau subspesies unggas air.
LAHAN
Hidrotopografi atau klasifikasi lahan merupakan tepat untuk mengelompokkan lahan atau rawa sehubungan dengan pengelolaan air serta penentuan tata-letak (layout) jaringan saluran beserta dimensinya. Klasifikasi lahan rawa sehubungan dengan kondisi hidrotopografi adalah:
-
Lahan Kategori A: lahan dapat diairi diairi secara teratur airtetapi air dapat dikendalikan pada kondisi muka atau paling mencapai zona perakaran
setahun;
-
Lahan Kategori D: tidak dapat diairi melalui air dan air sering berada jauh dari zona perakaran tanarnan setahun 70Lahan Kategori A dan B dapat untuk pengembangan sumber-daya secara optimum dengan tujuan peningkatan produksi pertanian, khususnya padi, dan pengembangan dengan tujuan pokok peningkatan kesejahteraan petani. Lahan C dan D secara umum
dapat pengembangan
dengan tujuan pokok peningkatan kesejahteraan petani dengan perkebunan bernilai dengan bantuan pompa air serta mekanisasi pertanian.
KASUS PROYEK PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT
Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) satu juta hektar di Kalimantan Tengah mendapat citra kurang baik karena adanya berbagai kegagalan dan kerusakan lingkungan. Pertumbuhan dan padi serta lainnya tidak memuaskan,
dan air dari
kawasan PLG tersebut. Kegagalan dan kerusakan lingkungan antara lain juga dipicu oleh Musim Kering (MK) tahun 1997 yang berkepanjangan, Musirn Hujan (MH) tahun 199711998 yang kering, serta MK tahun 1998 yang
hujan.
pengembangannya,
kan adanya perencanaan yang baik, dan dalam pemanfaatan,
dan pengelolaan lahannya memper-timbangkan tipologi lahan dan tipe luapannya berdasar
topografinya (Puslittanak, 1998). Dengan demikian dapat dicapai suatu sistem pertanian (SUP) yang berkelanjutan (sustainable), serta secara ekonomi memungkinkan (economically feasible), dapat diterima masyaraka (socially acceptable), dan segi lingkungan (environmentally safe).
Kegagalan pertanaman dan kerusakan lingkungan pada lahan rawa bertanah sulfat karena adanya proses oksidasi pirit yang dapat terjadi akibat drainase berlebihan dan pada lahan rawa bertanah gambut karena terputusnya
hara penebangan dan lemahnya daya dukung hara dari bahan gambut. Disamping itu juga masalah kering tak balik (irreversible drying) dari bahan gambut serta kesalahan pengelolaan air (Hardjoamidjojo, 1999).
KERUSAKAN DAN LAHANBASAH
Vol. 15, No. 1, April 2001
pengusikan proses-proses alami oleh dengan rencana yang dibangkitkan tindakan rnanusia berupa intensifikasi sewaktu dirasakan ada suatu pertanian, penggundulan persoalan. Dalarn pendekatan reaktif, urbanisasi, pernbangu- terjadi disparitas antara keadaan yang nan bendungan pengalihan air berskala diinginkan dengan keadaan aktual nasional, dan bentuk-bentuk campur yang dihadapi. Dalam ini,
lain terhadap sistem ekologi lesaian persoalan adalah seperangkat dan hidrologi. Di negara-negara tindakan yang
sedang berkembang, penghilangan teori, atau sudut pandang dapat lahan juga menimbulkan disarankan sebagai suatu jalan yang dampak masyarakat untuk mengubah keadaan aktual seternpat yang hidupnya tergantung menjadi keadaan yang diinginkan pada sumberdaya tersebut. (Subandi, 1992).
Dalam beberapa kasus, Dalam PPLG, keadaan aktual penghilangan lahan tidak adalah lahan liar yang dianggap terhindarkan, misalnya memberantas tidak memberikan apa-apa. sarang nyarnuk pembawa dan sedang keadaan yang diinginkan rnelancarkan rnobilitas penduduk. adalah lahan berproduktivitas padi Akan tetapi dalam kasus, tinggi. Pada asasnya, ciri reaktif kerusakan lahan merugikan proses perencanaan menyodorkan rnasyarakat, yang sebenarnya dapat pilihan terbatas, yang memperkuat dihindari bila perilaku masyarakat kecenderungan konservatisme dalam dapat dibenahi. perencanaan, dan cenderung menjadi Perilaku yang tidak efisien tidak inovatif. lnovasi dapat muncul rnerupakan konsekuensi berbagai sengaja lewat tata kerja coba- faktor, terrnasuk perencanaan yang coba (trial and error). Cara ini tidak mernadai serta kebijakan yang mempunyai kelemahan lain, yaitu tidak tidak konsisten dan lernbaga serta efisien dan tidak berperspektif jangka alat pengelolaan yang tidak memadai. panjang.
Faktor-faktor dimunculkan Karena bekerja secara
oleh pernahaman yang dangkal pendeketan reaktif kepada nilai lahan dengan pemborosan sumberdaya, dan menjadi akibat rnengesampingkan lebih dengan rnunculnya dari hitungan ekonomi yang dampak yang tak terduga sebelumnya rnenentukan keputusan mengenai yang menciptakan persoalan
nasib lahan yang harus di pecahkan dengan Kelemahan konsep perencanaan tindakan menyebabkan dan kebijakan serta kelembagaan yang penggunaan sumberdaya bertambah rnenangani kegiatan 1990) (Subandi, 1992).
antara lain akibat dari: Suatu alternatif pendekatan lain - infomasi tersedia terbatas; adalah pendekatan optimasi berciri - pengelolaan lahan dengan inisiatif. Fokus upaya adalah tujuan organisasi sektoral; yang akan dicapai, dan bukan keadaan
-
metodologi pengelolaan yang tidak pada waktu sekarang. Keadaan rnencukupi; sekarang harus dianggap sebagai - kekurangan SDM yang rnemenuhi dukungan dan mekanisrne yang akan syarat mutu; digunakan untuk rnenciptakan keadaan - peraturan perundang-undangan yang baru yang dicapai. Dengan yang kurany serta penegakan hukum pendekatan perencanaan akanyang lemah didasarkan kepada pertimbangan
panjang, dan bukan karena tekanan penggunaan pompa air menjadi satu kebutuhan sesaat. alternatif yang mulai dipakai Pendekatan optirnasi lebih efisien oleh petani di beberapa lokasi daripada pendekatan reaktif, karena: lahan Dengan - penggunaan surnberdaya dalarn demikian, petani dengan dapat tata kerja dirubah dengan mengatur kondisi air di lahan dan perhitungan biaya keuntungan; menyesuaikannya dengan kebutuhan darnpak yang tidak terduga dapat Bila pada satu musirn terjadi secara eksplisit dirarnu dalarn proses kecenderungan akan adanya kelebihan perencanaan dalam bentuk peramalan; air, mereka akan rnengatur agar pada proses perencanaan tidak saatnya dapat rnengeluarkan air dari tetapi terbuka. lahannya ke saluran air yang ada di Bagi upaya pengernbangan lahan sekitarnya. Demikian pula sebaliknya, yang pada dasarnya rapuh bila terjadi kekurangan air di lahan, karena usikan, maka rnereka tinggal rnembalik
pendekatan optirnasi akan dapat menjadi pompa irigasi, yaitu rnenarnpung ketiga aspek pokok lahan dengan air dari saluran ke
yaitu fungsi, dan ciri khas lahan pertaniannya.
serta lebih dapat rnenjamin Namun demikian, bukan berarti keselarnatan dan kelestarian lahan sernua perrnasalahan sudah sebagai suatu surnberdaya. terpecahkan. Ekonomi penggunaan pompa merupakn satu rnasalah yang perlu mendapat perhatian.
LAHANBASAH Kemanipuan petani dalarn mengoperasikan dan
Pengendalian muka air perlu kelihatannya sudah cukup. Dernikian perlu rnendapat perhatian dalarn pula. kemampuannya
rangka rnenjaga keseirnbangan rnenentukan jumlah air yang ekosistem dan keberlanjutan dibutuhkan tanarnan dan untuk pertanian. Pada urnurnnya, menjaga keseimbangan air. Tetapi lahan rnenjadi terbuka mengingat fluktuasi muka air
permasalahan yang sering muncul yang bervariatif dari waktu ke adalah adanya renggang fluktuasi waktu, pengoperasian secara rnuka air yang cukup tinggi. manual tidak efektif dan kelebihan dan kekurangan air cenderung berlebihan. Petani hanya rnuncul secara berulang, mampu mengorepasikan satu kali saja yang kedua-duanya dapat dalam satu hari. Air irigasi biasanya kerugian bagi tani dan diberikan pada pagi dan selalu terjadinya degradasi diberikan melebihi level yang yang akhirnya secara dibutuhkan untuk mengantisipasi panjang menjadikan tani kernungkinan terjadi penurunan rnuka itu tidak lagi. air satu hari. Padahal bisa muka air terjadi hujan di siang atau rnalarn tidak dilakukan harinya. Sehingga, yang dibutuhkan dengan hanya rnengandalkan sistern kemudian sebenarnya adalah air yang selama pernbuangan air dari lahan. Kasus dipakai. Muka air begitu sebaliknya pun bisa terjadi ketika yang dalam kasus dilakukan pernbuangan kelebihan air langsung oleh dari lahan dan ternyata beberapa hujan dan kondisi iklim rnikro waktu kernudian rnulai kebutuhan evapotranspirasi kekurangan air (Setiawan, 2000)
Vol. 15, No. 1, April 2001
pemantauan muka air baik dalam lahan pertanian dan dalam saluran air menjadi semakin penting bila faktor efisiensi dan efektivitas tata air menjadi perhatian utama. Jelas pemantuan secara manual tidak mungkin dilakukan. Yang dibutuhkan di sini adalah pemantauan secara otomatis baik secara mekanis atau elektris. Muka air di lahan dapat dengan
dengan sebuah pelampung. dan bawah muka air bisa ditentukan untuk menentukan kapan pompa harus dinyalakan atau dirnatikan. Dengan mengunakan sistem secara mekanik gerakan naik turun pelampung dapat disalurkan menuju saklar listrik, yang akan menyalakan atau mematikan pompa.
Teknologi lain adalah dengan tiga kawat listrik yang dipasang vertikal tetapi ujungnya berada pada kedalaman yang berbeda. Ketiga ujung kawat terbuka dan hanya saling berhubungan dengan perantaraan paling bawah diberi arus listrik, dan bila tidak terdapat air di atasnya sampai pada kawat berikutnya maka saklar akan terhubung dan pompa irigasi menyala terus sampai air mencapai kawat teratas kemudian pompa dan akan kembali bila air turun sedikit di bawah kawat yang berada di tengah (Halim, 2000).
Teknologi yang lebih canggih adalah dengan memanfaatkan satu sensor tekanan air. sini, tinggi air tidak hanya dapat tetapi juga diukur. Pengaturan air menjadi lebih akurat bila proses pengendalian dilakukan dengan sistem komputer atau menggunakan sistem kendali yang berbasis sistern minimum. Sistem ini yang akan muka air dari waktu ke waktu dan mengolahnya kemudian memberikan komando pada nyala atau dengan lama operasi yang tepat (Iskandar, 1999). Dengan teknologi ini, ketepatan muka air dapat dijamin. Namun dernikian, mengingat kebutuhan
peralatannya yang cukup mahal teknologi kelihatannya hanya untuk perkebunan besar seperti umpamanya kelapa Sedangkan, kelayakan penggunaannya di tingkat petani perlu dikaji lebih mendalam.
1) Pemanfaatan lahan
nya gambut, di Indonesia sudah dimulai lebih seratus tahun yang dengan memanfaatkan gerak surut di Kalimantan dan Sumatera. 2) Pemanfaatan lahan di Indonesia merupakan alternatif untuk mengatasi kekurangan beras.
3) Agar lahan lestari, perlu pemahaman yang baik hasil dan ciri khas lahan
4 ) Pengaturan tinggi muka air dalarn pemanfaatan lahan perlu dilakukan, antara lain dengan penggunaan pompa air dengan sistem reversible.
5) Pemantuan dan pengendalian tinggi rnuka air dapat dilakukan dengan, antaranya dengan memanfaatkan air sebagai perantara listrik dan sensor tekanan air yang dihubungkan dengan komputer atau suatu instrumen kendali..
UCAPAN
Tulisan merupakan salah satu kajian RUT yang berjudul Pengembangan Sistem Tata Air Terkendali untuk Pertanian Lahan Gambut, yang dilaksankan sejak tahun 1999. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kantor menteri Riset dan teknologi, dukungan dana yang telah diberikan.
DAFTAR BACAAN
Hardjoamidjojo, S. 1999. Kajian Gambut untuk Lahan Pertanian. Makalahsuplernen dalam rangka penelitian RUT-VII: Pengembangan Sistern Tata Air Terkendali untuk Pertanian Lahan Gambut.
Notohadiprawiro, T. 1998. Conflict between Problem
-
Solving and Optimising Approach to Land Resources Development Policies-
The Case of Central Kalirnantan Wetlands. Proceedings of The International Peat Symposium. Findland.Penelitian dan Agroklimat. 1998. Pengembangan dan Pengelolaan Lahan Rawa.
Juli 1998 untuk Tim PLBT.
Subandi, W.L.W. 1992. lnventarisasi Kebijakan, Proyek dan Deskripsi Proses dalam Pengambilan Kebijakan. Makalah dalam Pertemuan Panel Pertama Kebutuhan Riset dan Koordinasi Pengelolaan Surnbrdaya Air di Indonesia. Riset Nasional. Tim PLBT. 1999. Konsolidasi Melalui
Penyelamatan Lahan
Terpadu pada Proyek Lahan Garnbut di DAS BAKAKAS, Kalirnantan Tengah. Akhir. BAPPENAS.
Halim, A. 2001. Kendali Levei Air
Otomatis. Akhir.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Iskandar, M., Y. S.K.
dan 1999.
Pegendalian Muka Air menggunakan Sistem Kendali Buletin Keteknikan Pertanian. 66-74.
Setiawan. S.K. dan E. Saleh. 2000. Model Otomatisasi Pengairan Lahan Pertanian