KINERJA PENYULUH KEHUTANAN DALAM
PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA
(KASUS DI KABUPATEN CIANJUR)
OLEH :
f
UJI HADIYANTI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
PUJl HADIYANTI. Kinerja Penyuluh Kehutanan Dalam Pelaksanaan Tugas
Pokoknya (Kasus di Kabupaten Cianjur). Di bawah bimbingan RICHARD W.E.
LUMiNTANG, IG. DJOKO SUSANTO, dan SUMARDJO.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui tingkat kinerja penyuluh kehutanan
dalam pelaksanaan tugas pokoknya yang meliputi -at pengetahuan atas content area,
tingkat pengetahuan atas process area, tingkat keinovatifan dan akses terhadap jaringan
komunikasi, 2) mengetahui faktor internal dan ekstemal yang berhubungan dengan
tingkat kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya, dan
3) merumuskan upaya berkaitan dengan peningkatan kualitas penyuluh kehutanan menuju penyuluh yang berkinerja tin&.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah
Kabupaten Cianjur mulai dari bulan Juli 2001 sampai dengan Agustus 2001. Metode yang
digunakan dalam penelirian ini adalah metode survai yang bersifat deskriptif korelasional.
Penarikan sampel secara sensus mengingat jumlah populasi sebanyak 65 orang. Analisis
data dilakukan secara statistik deskriptif guna melengkapi data secara keseluruhan dan
statistik inferensial non parametrik yantu dengan teknik korelasi peringkat Spearman. Agar diperoleh data dengan variasi yang Lebih kecil dan untuk kepentingan pengujian statistik digunakan teknik transformasi.
Fahor internal dan eksternal yang diduga berhubungan dengan tingkat kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya adalah : 1) tingkat pendidikan formal dan non formal, 2) pengalaman kerja di bidang penyuluhan kehutanan, 3) tingkat kebutuhan hidup. 4) persepsi penyuluh terhadap tugas pokoknya, 5) sikap terhadap tanggung jawab. 6) jumlah kompensasi, 7 j ringkat ptmgzkuan keberhasilan, 8) intensitas hubungan interpersonal, 9) intensitas supervisi oleh lembaga penyuluhan terhadap penquluh. clan LO) tingkar ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan oleh lembaga penyuluhan.
Hasil uji analisis dengan m e n ~ u n a k a n penn&at Spearman (rs) diketahui tingkat kinerja penyuluh kehutanan pada urnurnnya masih berada dalam kategori rendah yaitu pada tingkat pengetahuan atas content area dengan indikator pengetahuan tentang
pengujian teknologi programa penyuluhan dan pembinaan Kelolnpok Tani (KT),
berturut-twut sebanyak 23,1%, 35,4% dan 4,6% penyuluh. Pada pengetahuan atas process area adalah pengetahuan tentang p ~ s i p materi penyuluhan, surnber teknologi,
filosofi penyuluhan dan metode penyuluhan. berturut-turut sebanyak 10,8%, 18,5%,
23,1% d m 6,2% penyuluh, begitu pula dengan akses terbadap jaringan komunikasi.
Hanya tingkat keinovatifan dari penyuluh yang umumnya bemda dalam kategori tinggi
yaitu sebanyak 63,1% penyuluh. Adapun faktor internal dan eksternal yang terbukti
berhubungan secara nyata dengan tingka! kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan
tugas pokoknya adalah sikap terhadap tanggung jawab (P < 0,01), intensitas hubungan interpersonal (P < 0,05) dan tingkat ketersediaan sarana clan prasarana penyuluhan oleh lembaga penyuluhan (P < 0,O 1).
Berdasarkan hasil penemuan dalam penelitian ini, maka upaya peningkatan
SURAT PERNYATAAN
Der~g~al~ ~ r i l bdya rrlat~~ak&an bahwa tests yang bequdul
E(TIVERJA P E N W L U H KEEUTANAN
DALAM PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA
(Kasus di kabupaten Cianjur)
Adalah benar mempakan hasil karya saya sendil d m belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara j elas dan dapat diperiksa kebenaramya
I ~ u i i Hadivanti
KINERJA PENYULUH KEHUTANAN DALAM
PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA
(KASUS DI KABUPATEN CIANJUR)
PUJI
HADIYANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Saint pa&
Program Studi llmu Penyuluhan Pembangunan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : KTNERJA PENYULUH KEHUTANAN DALAM PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA
(Kasus di Kabupaten Cianjur)
Narna Mahasism : Puji Hadiyanti
Nomor Pokok : 99128
Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Menyetuj ui,
1 . Komisi Pembimbing
Ir. Richard W.E. Lumintang. MSEA
Dr. Ig. Dioko Susanto. SKM, APU Dr. Ir. Sumardio. MS
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1974 sebagai anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusstn
Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan WP Jakarta, lulus tahun
1999. Pa& tahun yang sama, penulis diterima di Progarm Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (KPB).
Tahun 2000 penulis mendapat bantuan pendidikan dari BPPS dan pada
tahun yang sama, penulis mengajar di almamater tercinta Institut Keguruan dan
Iimu Pendidikan (IKIP) yang telah berganti menjadi Universitas Negeri Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2001 ini ialah kine j a , dengan judul
Kineja Penyuluh Kehutanan Dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya (Kasus di
Kabupaten Cianjur).
Terima kasih pendis ucapkan kepada Bapak Ir. Richard W.E. Lumitang,
MSEA, Dr. Ig. Djoko Susanto, SKM, APU serta Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Komarudin, SH, Deni dan Ibu Lice di DPKT Kabupaten
Cianjur, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih
yang tulus juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Soedijanto
Padmowihardjo dan Ir. Muzhar, MSc (kand. Dr) atas segala bantuan serta
arahannya. Juga rekan-rekan di Program Studi PPN atas segala dukungannya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, suami tercinta
serta seluruh keluarga atas do'a, kasih sayang dan pengertiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2002
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
...
Pernasalahan 5
. .
...
Tujuan Penelltian 7
. .
Kegunaan P e n e l ~ t ~ a n ... 7
TTNJAUAN PUSTAKA ... 8 . .
Pengertian Klneqa ... 8 Kineja Penyuluh Kehutanan Dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya . 1 0
Fakmr-faktor Yang Bemubungan dmgm Kineja ... 14
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESlS ... 27
. .
Kerangka Berplk~r ... 27 Hipotesis ... 3 0
... METODE PENELITIAN
... Waktu dan Tempat
. . . .
D~saln Penelltian ...
... Populasi dan Sampel Penelitian
... Teknik Pengumpulan Data
. . .
...
Validitas dan Reliabllitas . .
Analisis Data ...
Definisi Operasional dan Pengukuran ...
...
HASK DAN PEMBAHASAN 40
...
Gambaran Urnurn Lokasi Penelitian 40
...
Kineja Penyuluh Kehutanan 4 3
...
Faktor-faktor Eksternal Penyuluh ...
...
Hubungan Antara Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh
Hubmgan Antam hktor Internal dengan T* KinerJa Payduh ...
...
IIubunganAntamhktor Eksternal denganTingkat KinejaPenyuluh
Upaya Peningkatan Kualitas Penyuluh Kehutanan Menuju Penyuluh
Yang Profesional ...
KESIMPULAN DAN SARAN ...
Kesimpulan ...
...
Saran
DAPTAR TASEL
Halaman
1. Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan
Pengukuran Tingkat kne j a Penyuluh ... ... . . ... . . ... 36
2. Variabel, Defnisi OperasionaI, Indikator dan Pengukuran Faktor
Internal Penyuluh ... 37
3. Variabel, Definisi Operasional, Indikator clan Pengukuran Faktor
Eksternal Penyuluh ... 39 4. Distribusi Penyuluh Berdasarkan Tingkat Kine j a . ... ... 44 5. Dismbusi Persentase Responden Dalarn Pengetahuan atas content
area. Process area, keinovatifan dan akses terhadap jaringan
kornunikasi ... ... . .. . ... . . .. . ... . ... .... .... ... .... .... .... . .. . ... . ... . ... .. . ... . ... ... . . . 46
6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis lnformasi yang Di cari 49
7. Distribusi Persetase Penyuluh dalam Tingkat Kernudahan dan
Kete jangkauan Meneakses Jarin-pan Kornunikasi ... . ... 5 0
8. Distribusi Faktor-Faktor Internal Penyuluh Kehutanan . . ... 5 1 9. Distribusi Persentase Penyduh dalam Prioritas Kebutuhan Hidup 55 10. Distribusi Persentase Penyuluh dalam T~ngkat Kesulitan Mernenuhi
Kebutuhan Hidup ... ... 5 7 1 1 . Distribusi Penyuluh Berdasarkan Faktor Ekstemal ... 6 1 12. Distribusi Penyuluh Berdasarkan Jenis TujuanBerhubungan fengan
individu Terkait dalam Persentase ... ... . ... . ... . . .. 6 5
13. Hubungan Antara Faktor Internal dengan Faktor Eksternal . .. .. . . .. 68
I Hubungan Antara Faktor Internal dengan Tingkat Kine rja Penyuluh
dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya . .. .. . . .. . .. .. . . .. . . . ... . .. .. . .. . . .. . 73
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN . .
1 . Kerangka Berpik~r . . .
. . .
. . . 28Sumber daya pembangunan terdiri dari sumber daya aiam dan sumber
daya rnanusia. Menyongsong era otonomi daerah kedua sumber daya itu
mempunyai peranan sangat penting, baik dalam pembangunan ekonomi maupun
pembangunan nasional secara keseluruhan.
Indonesia memiiiki kekayaan alam yang tidak terhingga nilainya pada
13.000 pulau besar kecil yang membentang di garis khatulistiwa, dengan luas
daratan sekitar 191 juta hektar dan luas perail-an 36 1 ja'm hektar. Dari luas tersebut terdapat hutan sekitar 152,8 juta hektar atau 80 % dari luas daratan. Untuk sumber
daya manusla, Indonss~a rnemiliki potensi penduduk yang sangat besar
jumlahnya. Pada tahun 2000 diperkirakan mencapai f 200 juta orang yang
sebagian besar ttnggal dan menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam
yang ada di sekitamya (Departeman Kehutanan, 2000).
Pertambahan jurnlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang cukup
tinggi berarti sernakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pangan,
sandang, papan, serta kebutuhan lahan untuk berbagai keperluan, kebutuhan
pendidikan, kesehatan dan sebagainya (Mdcmin, 1995). Masalah sosial ekonomi
yang timbul sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, akan berpengaruh
terhadap kemampuan dan potensi sumber daya alam yang berada di sekitarnya,
temasuk di antaranya tanah, air, dan hutan. Khusus pernasalahan yang ada pada
perambahan kawasan hutan. Tercatat te j a d i penjarahan hutan di wilayah P. Jawa
yang secara kumulatif sampai dengan bulan Mei tahun 1999 be jumlah 1.064.945
pohon dengan nilai kerugian mencapai 17.9M. Hal ini akibat klimaks penjarahan
yang sebenarnya tejadi pada akhir trthun 1998 dan awal tahun 1999, belum lagi kasus-kasus yang lain. Di wilayah Jawa Barat kasus yang sering tejadi adalah
perburuan liar, perambahan lahan, pengambilan bambu dan penebangan kayu
perkakas. (Perum Perhutani, 2000).
Di lain pihak sumber daya hutan memiiiki ambang batas sebagai batas
kemampuannya. Apabila batas ini dilewati, maka akan menciutkan kuantitas dan
kualitas sumber daya hutan dalam menopang pembangunan dan menimbulkan
gangguan pada keserasian hubungan rnanusia dengan sumber daya hutan, serta
akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan fungsi dan kemampuan sumber daya
hutan yang tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu diperlukan upaya penanggulangan untuk mengatasi makin
meluasnya gangguan sosial ekonomi masyarakat terhadap sumber daya hutan
yang kelestariannya perlu dipertahankan. Kegiatan penyuluhan kehutanan
merupakan salah satu upaya yang cukup efekrif dalam meningkatkan
p e n g e t a h w , mengajarkan ketrampilan dan menyadarkan masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya hutan melalui pendidikan non formal oleh para
penyuluh, karena penyuluhan berperan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia terutama dalam membentuk dan rnerubah perilaku masyarakat untuk
mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.
Penyuluh kehutanan merupakan bagian integral dari caicupan proses
3
lapang, beraneka perilaku masyarakat pengguna hutan dijumpai. Melalui
pendekatan yang dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat pengguna
hutan, penyuluh mulai melakukan peran sebagai motivator, pemimpin, agen
pembahaw, failitator, pendamping, pembuat keputusan dan seperti yang
disebutkan Kartasaputra (1994) haws mampu berperan ganda yakni menjadi guru,
penasehat dan organisator.
Bagi seorang penyuluh, mengintegrasikan dan mengaktifkan masyarakat
pengguna hutan ke dalam proses pembangunan kehutanan bukan ha1 yang mudah
dilakukan. Tuntutan akan peran penyuluh yang memadai dalam arti profesional,
dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan program-program
penyuluhan kehutanan, seperti yang dikemukakan oleh Rudini (1998) Kegiatan
pen!uluhan hams dilaksanakan secara profesional dan diselenggarakan dalam
keahlian dan dengan kesungguhan.
Adapun profesional yang dimaksud menunjuk pada kemampuan penyuluh
kehutanan dalam menampilkan perannya sesuai dengan pengharapan peran
khalayak sasaran maupun organisasinya. Dalam kaitan tersebut kualifikasi peran
penyuluh menjadi sesuatu yang tidak saja perlu. tetapi m e ~ p a k a n suatu keharusan
&lam mencapai efektifitas penyuluhan kehutanan. Kualifikasi penyuluh antara
lain meliputi kemampuan berkomunikasi, sikap dan kemampuan pengetahuan
penyuluh (Berlo, 1960).
Pada saat ini telah dilakukan berbagai upaya pembaharuan penyuluhan
untuk menuju terciptanya sistem penyuluhan kehutanan yang profesional, dinamis
dan efisien. Sistem penyuluhan kehutanan diarahkan untuk marnpu
mandiri,yang dapat mewujudkan jati diri penyuluh sebagai pendidik dan mitra
dari sasaran penyuluhan. Profesionalisme juga diarahkan untuk pengembangan
keahlian, keberpihakan kepada sasaran penyuluhan serta peningkatan citra
penyuluh kehutanan. Melalui sistem penyuluhan yang bertumpu pada otonomi
daerah, penyuluhan kehutanan diarahkan untuk terselenggara dengan pendekatan
spesifik lokalita dan keunggulan kompetitif wilayah serta efisien dalam
penggunaan sumber daya (Rasyid, 2000). Untuk it- penyuluh kehutanan sebagai suatu profesi hams didukung oleh kegiatan belajar yang terns menerus dan
berkesinambungan agar meningkat kemampuan dan cakrawala berpikirnya,
sehingga para penyuluh mampu melaksanakan tugas fungsionalnya seperti yang
diharapkan dan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada
rnasyarakat sasaran.
Berbagai tolak ukur &pat digunakan untuk mengetahui tingkat
kemampuan penyuluh kehutanan &lam melaksanakan profesinya, salah satunya
adalah aspek perilaku (behavior) yaitu perilaku penyelenggara lembaga
penyuluhan beserta segenap personil penyuluh kehutanan baik &lam
mengembangkan profesinya maupun dalarn mengolah masukan, menghantar
hasilkeluaran atau berinteraksi dengan lingkunga~ya (Adjid, 1994). Dengan demikian menarik untuk dikaji pelaksanaan peran penyuluh yang memiliki
kemampuan memadai dalam arti profesional, sehingga berdampak tidak hanya
tertanggulangnya masalah-masalah s u m k r daya hutan, akan tetapi yang
Perrnasalahan
Kemampuan penyuluh kehutanan yang memadai dalam arti profesional, di
butuhkan untuk mengefektiikan peran sebagai pengembang ide-ide pembangunan
kehutanan baik dari din sendiri maupun dari pihak lain, terlebih lagi dalam
mengatasi masalah-masalah sumber daya hutan. Agar tidak tejadi perubahan
yang tidak terduga yang akan mempengaruhi kernampuan pemanfaatan sumber
daya hutan perlu dilakukan upaya pelestarian sumber daya hutan. Pemerintah
melalui Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan No. 375Kpts-IV1995
tentang kedudukan dan tata kerja penyuluh kehutanan memberikan rangkaian
pelaksanaan fungsi dan tugas penyuluh kehutanan yang telah digaris bawahi untuk
memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya yang terdiri dari (Departemen Kehutanan, 1 990)
Menyuluh dan rnelakukan percontohan kepada kelompok rnasyarakat, mengembangkan swadaya dan swakarsa masyarakat, menlusun program penyuluhan kehutanan, mengajar pada kursus kehutanan bagi kelompok masyarakat pada tingkat lapangan dan
Di wilayah Kabupaten Cianjur pelaksanaan tugas pokok penyuluhan
kehutanan diwujudkan antara lain melalui program penghijauan dalam bentuk
pembuatan kebun rakyat, pembuatan hutan rakyat, pembuatan kebun bibit desa
dan pemeliharaan kebun bibit permanen. Selain itu terdapat pula program
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) yang diarahkan pada Daerah
Aliran Sungai (DAS). Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam upaya menekan
proses degradasi hutan, karena Kabupaten Cianjur memililu luas wilayah
171.094,21 ha yang terdiri atas 112.783,21 ha lahan darat (65,92 %) dan
6
terdapat hutan produksi 43.592,89 ha (38,65 %) hutan lindung 23.610,49 ha
(20,93 5%) hutan wisata dan taman nasional 15.296,50 ha (13,50 %) serta lahan
kritis sekitar 30.283,33 ha (26,92 %). (DPKT Cianjur, 2000). Namun dernikian
rnasih banyak petani yang enggan rnelaksanakan program-program yang ada. Hal
ini disebabkan hasil-hasil dari program tersebut baru dapat dinikrnati dalarn
jangka waktu relatif lama dan dalarn pelaksanaannya memerlukan dana tidak
sedikit. Selain itu ada kecenderungan program-program yang di tawarkan lebih
bersifat keproyekan sehingga keberlanjutan dari kegiatan yang ada tergantung
pada keberadaan proyek.
Berdasarkan pernikiran logis tersebut permasalahan dalam penelitian ini
adalah sejauhmana kineja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas
pokoknva, serta faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kineja penyuluh
kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Dengan dlketahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas
pokoknya diharapkan dapat diupayakan serta dirancang strates pendekatan
peningkatan kualitas penyuluh kehutanan, sehingga peranan penyuluh kehutanan
dalam mengatasi masalah-masalah sumber daya hutan dapat mendukung
keberhasllan pelaksanaan program-program penyuluhan, yakni menuju
pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Secara lebih rinci permasalahan
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya ?.
2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan peningkatan kineja
7
3. Upaya apa yang efektif digunakan berkaitan dengan peningkatan kualitas penyuluh kehutanan menuju penyuluh profesional ?
Tujuan
Sesuai dengan pokok pennasalahan yang telah dirurnuskan, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1 . Mendeskripsikan kineja penyuluh kehutanan dalam pelaksanakan tugas
pokoknya, khususnya pada aspek pengetahuan atas content area, pengetahuan atas process area keinovatifan dan akses terhadap jaringan komunikasi.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh
kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya.
3. Menyusun upaya yang efektif berkaitan dengan peningkatan kualitas penyuluh kehutanan menuju penyuluh yang profesional.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan mernberikan manfaat :
1. Bagi lembaga penyuluhan sebagai informasi dan pemikiran bagi pembuat
kebijakan yang berhubungan dengan pendekatan peningkatan kualitas sumber
daya penyuluh kehutanan menuju penyuluh yang profesional.
2. Bagi penyuluh kehutanan sebagai infonnasi dan pemikiritn yang berhubungan
dengan upaya mengembangkan kualitas d i n kaitannya dengan pelaksanaan
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kinerja
Kine j a adalah catatan output yang dihasilkan dari fungsi suatu peke j a a n
atau kegiatan tertentu dalarn suatu periode tertentu (Bemandin dan Russel, 1993).
Penilaian kine j a ke j a m e ~ p d c a n suatu cara untuk mengukur kontribusi individu
anggota organisasi terhadap organisasinya. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa
kineja adalah perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai
respon terhadap peke j a a n yang diberikan kepadanya. Kine j a ke j a dapat ditihat atas dasar hasil ke j a , derajat kecepatan k e j a dan kualitas k e j a .
Peke j a a n (jobs) tidak lain sebagai m g k a i a n &ri sejumlah tugas spesifik
>-ang dike jakan petugas, di mana rincian tugas peke jaan satu dan lainnya sangat
luas dan bervariasi. Agar seseorang &pat menge jakan peke jaannya dengan baik
diperlukan pengetahuan, sikap mental clan ketrarnpilan yang berkaitan dengan
peke jaan tersebut. Dengan demikian kine j a Oxrfomance) petugas menunjuk
kepada tingkat seseorang marnpu melaksanakan tugas-tugasnya berkaitan dengan
pekejaannya. Seseorang dikatakan memililu kineja yang bagus bila berkaitan
dan memenuhi standar tertentu (Hickerson dan Middleton, 1975). Apabila
terpenuhi, maka seseorang tersebut dikatakan telah profesional &lam bidangnya.
Dalam kamus Webster Arnerika (Puspadi, 2000) dinyatakan bahwa profesionaI adalah suatu tingkah 1- suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang
menandai atau rnelukiskan coraknya suatu "profesi", sedangkan menurut Gilley
dan EggIand (1989) konsep profesional identik dengan kornpetensi. Kornpetensi
bersangkutan dapat melaksanakan perannya, secara sederhana kompetensi
didefinisikan sebagai ciri-ciri khas atau kemampuan seseorang untuk
menunjukkan kegiatan-kegiatan spesifik yang menghasilkan sesuatu yang spesifik
dalam suatu lingkungan k e j a secara efektif Tindakan atau perilaku spesifik
merupakan penwjudan kompetensi k e j a yang diperlukan dalam jenis-jenis
pekerjaan tertentu atau spesifik dan dalarn lingkungan organisasi tertentu. Jadi
pendefinisian kompetensi ke rja berdimensi waktu, tempat (organisasi) dan jenis
peke rjaan.
Lebih jauh dikatakan bahwa terdapat dua ha1 dalam kompetensi yaitu
kompetensi dalam ha1 kemarnpuan (abilily) dan kompetensi &lam ketrampilan
(skill). Konsep kemampuan menggambarkan suatu sifat (bawaan a b u dipeiajari)
yang memunglunkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental
atau fisik, sedangkan ketrampilan (skiiT) adalah kompetensi yang berkaitan dengan
tugas dimana melaksanakan suatu sistem dan perilaku sistematis yang relevan
u n a mencapai tujuan.
Menurut Imran dan Ganang dafum Puspadi (2000) profesionat adalah pedoman moral yang menuntun dan mengontrol manusia agar selalu bertanggung
jawab, jujur, proporsional, loyal, tegas, konsisten. komitmen, berani, heatif,
inovatif, waspada, efektif, etis, estetis, efisien, kredibititas, dan integritas.
Selanjutnya dikatakan profesionalisme dicirikan oteh adanya keahlian,
pertanggungjawaban, dan kejasarna, yang terwujud dalam perilaku kemauan kuat
untuk selalu menampilkan perilaku ideal, dorongan yang kuat untuk
meningkatkan citra profesi, kecendrungan u n d memaaf2iatkan setiap kesempatan
dan motivasi yang kuat untuk mewujudkan tujuan. Dengan demiluan
profesionalisme selalu menunjukan kualitas perilaku prima.
Seiring dengan pendapat Hubeis Musa (1997) mengemukakan secara rinci
profesionalisme dapat dicirikan d m tahapan seperti berpikir sebelum bertindak
(memperhatikan kesesuaian antara sumber daya dan program ke rja), tinjauan yang
menyeluruh, motivasi ke rja, tidak terpaku kepada besarnya usaha yang dilakukan,
proses rnenuju sasaran bejalan teratur dan terencana, pengambilan keputusan
dilakukan secara bersama, dan pembagian tugas sesuai dengan potensi yang
dimiliki.
Kinerja Penyuluh Kehutanan dalam Pelaksaoaan Tugas Pokoknya
Pengertian kinerja tidak saja mengacu pada kemampuan individu dalam
menjalankan suatu profesi, namun yang lebih penting yaitu penjiwaan terhadap
profes~ yang ditekuninya.
Seseorang penyuluh dikatakan memiliki kinerja yang bagus jika
memenuhi berbagai prasyarat, antara lain sebagaimana diungkapkan oleh Berlo
(1960) meliputi : (1) kemampuan untuk berkomunikasi, yang mengandung tidak
hanya kemampuan retorika, memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang
efektif, memilih dan menerapkan metode penyuluhan yang efektif, tetapi yang
Iebih penting kemampuan dan kewampilan penyuluh untuk berempati dan
berinteraksi dengan masyarakat sekitar, (2) sikap penyuluh, yang antara lain
terdiri dari atas : sikap penghayatan dan bangga dengan profesinya, sikap bahwa
kelompok sasaram, (3) kemarnpuan pengetahuan penyuluh, yang mengandung
unsur, antara lain : isi, fungsi dan manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dapat
disampaikan baik secara ilmiah maupun praktis. Kemampuan membaca peta clan
latar beIakang masyarakat yang menjadi sasaran maupun watak masyarakat
sasaran (hal-ha1 yang disukai dan tidak disukai masyarakat).
Pada hakekatnya, kinerja terkait erat dengan pelaksanaan peranan.
Menurut Levin (1 941 ), ada tiga peran utama penyuluh yang terdiri dari kegiatan-
kegiatan : peleburan din dengan masyarakat sasaran, menggerakkan masyarakat
untuk melakukan perubahan berencana dan memantapkan hubungan sosial dengan
masyarakat sasaran. Lebih terinci Lippitt et.al (1958) menyatakan bahwa peranan
penyuluh adalah sebagai berikut :
(1) Mengembangkan kebutuhan untuk melakukan perubahan berencana meIalui tahap-tahap : (a) mengenal masalah dan kebutuhan sistem sosial klien dengan
jelas, (b) Menilai motivasi dan kapasitas yang dimiliki sistem klien untuk
mengadakan pernbaharuan, (c) menilai motivasi clan sumber daya agen
pembaharuan, (d) menyeleksi tujuan-tujuan pembaharuan dengan tepat, dan
(e) memilih tipe peran bantuan yang akan dimainkan dengan tepat.
(2) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan dengan melakukan tindakan : (a) membina dan mengembangkan hubungan akrab dengan sistem
klien, (b) memperiihatkan pada masyamkat tentang pentingnya mengikuti fase-fase perubahan berencana, (c) memitih secara lebih spesifik teknik dan
metode perilaku sesuai dengan pembangunan progresif.
(3) Memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran melalui upaya-upaya :
sasaran dan tokoh formal serta tokoh informal, (b) dengan tokoh masyarakat
bersama-sama merencanakan upaya perubahan sesuai dengan tahaptahap
pembangunan kehutanan jangka panjang, (c) mampu menyumbangkan
pengetahuan dan keahlian sebagai tenaga profesional dalarn membangun
khalayak sasaran di wilayahnya.
Menurut Rogers (1983), keberhasilan penyuluh memiliki kinerja yang
bagus tergambar dari pekkaman rangkaian tugasnya yang mencakup :
(1) Kemauan dan kernampuan penyuIuh untuk menjalin hubungan secara
Iangsung maupun tak langsung dengan para tokoh masyarakat, pemuka penclapat,
lembaga swadaya masyarakat, (2) Kemauan dan kernampuan penyuluh untuk
menjadi perantara sumber-sumber inovasi dengan pemerintaMembaga
penyuluhan d m masyarakat p e t . sasarmnya, (3) Kemauan dan kemampuan
penyuluh untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan
kebuth-kebutuhan yang &pat dirasakan oleh pemerintaldlembaga pen-duhan
dan masyarakat sasarannya.
Untuk menjadi penyuluh kehutanan yang memiliki kinerja bagus yang
berarti rnenuju pada profesional, ada bebentpa ha1 yang harm dipahami oleh
seorang penyuluh, yaitu (Departemen Kehutanan, 2000) :
(1) Sifat &n perasaan organisasi penyuluh yang meliputi :
(a) Ruang lingkup (cakupan tugas), filosofi dan tujuan pembangunan
masyadcatnya,
( c ) Tanggung jawab dan kesempatan-kesempatan yang dimiliki dalam
pembangunan nasional pada umumnya dan khususnya pembangunan
kehutanan.
( 2 ) Pengertian clan pengetah- tentang teknologi yang berkaitan dengan materi
penyuluhan yang diprogramkan.
(3) Kemampuan untuk rnenjelaskitn program yang disampaikan, antara Lain :
tujuan dan kegunaan dari program, cara-cara mencapai tujuan.
(4) Kemampuan untuk mengorganisasikan masyarakat
dan
sumber daya yang tersedia, terutama yang berkaitan dengan : sifat dan fungsi organisasi, prinsipprinsip organisasi, teknik-teknik berorganisasi, koordinasi dan integrasi
kegiatan.
(5) Ketrampilan untuk melihat/menelaah hubungan antara prinsipprinsip kegiatan penyuluhan dengan kenyataan yang dihadapi dalam praktek dan rnampu
rnenentukan pilihan penyesuaiannya.
(6) Ketrampilan meneliti, terutama dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi, rnenentukan titik-titik pusat masalah, mengidentifikasi alternatif
pemecahan masalah dan mernilih alternatif pcmecahan yang paling tepat.
(7) Kemampuan dalam hubungan kemanusian, terutama dengan para pemimpin- pemimpin lokal untuk menggerdckan partisipasi masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan kelornpok
Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Men& Kehutanan Nomor
603Kpts-IW1996 tentang penyelenggaraan penyuluhan kehutanan Dephut dan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 375Kpts-I1 tentang kedudukan dan
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja
Dumasari (1995) &lam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa faktor
internal (karakteristik individu) dan faktor eksternal (iklim atau lingkungan) yang
memungkinkan untuk berperilaku tertentu mempengaruhi kernampuan individu.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sujadi (1987) dalam penelitiannya di
Jawa Barat. Berkaitan dengan kinerja penyuluh &lam pelaksanaan tugas
pokoknya di kabupaten Cianjur kedua faktor ini diduga berhubungan dengan
kinerja penyuluh &lam pelaksanaan tugas pokoknya tersebut.
Faktor internal yang diduga berhubungan dengan kine j a penyuluh antara
Iain : tingkat pendidikan, pengalaman ke j a , tingkat kebutuhan, persepsi terhadap
tugas pokok dan sikap terhadap tanggung jawab, sedangkan faktor eksternal yang
diduga berhubungan dengan kineja penyuluh antara lain : jumlah kompensasi,
pengakuan keberhilan, hubungan interpersonal, intensitas supervisi dan
ketersedian sarana dan prasarana penyuluhan.
Pendidikan mempakan suatu proses pembentukan watak seseorang
sehingga memperoleh pengetah- pemahaman, dan cam bertingkah laku. proses
pembentukan watak terjadi karena adanya interaksi antara potensi yang dimiliki
seseorang (intelegensi, bakat), lingkungan dan pendidikadpengajaran (Winkel,
1990). Melalui pendidikan seseorang dapat dibina dan dikembangkan potensinya
agar menjadi rnanusia yang marnpu berfikir, bersikap dan bertindak atas kekuatan
sendiri dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, mampu memelibara harga die,
mampu bertanggung jawab atas wa ia bereksistensi di dunk (Padmowihajo.
Pendidikan &pat diklasifikasikan &lam pendidikan formal dan
pendidikan non formal, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang akan
memiliki pemahaman tentang pengetahuan, keterampilan yang tinga pula.
Pendidkan baik formal maupun non formal adalah suatu proses belajar mengajar
yang mengusahakan suatu perubahan perilaku bagi sasarannya berdasarkan ikmu-
ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui masyarakatnya
(Wiraatmadja, 1977). Pendidikan tiada lain adalah suatu proses pengembangan
kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab
untuk dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, clan sikap serta nilai-nilai
sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Cropley (1986) mengemukakan bahwa pendidikan berlangsung seumur
hidup, jenisnya dikenal dengan pendidikan formal d m non formal. Pendidikan
formal dikenal dengan sistem sekolah yang mempunyai struktur dan jenjang yang
lebih jelas menurut umur, pengetahuan maupun ketrampilan, seperti SD, SLTP,
SLTA, dan PT, sedangkan pendidikan non formal kebalikan dari pendidikan
formal, jenisnya adalab kursus-kursus dan pelatihan
Pengalaman seseorang mempengaruhi produktifitas kejanya, semakin
lama seseorang bekerja maka semakin tinggi produktifitasnya, seperti yang
dikemukakan oleh Kuntjoro dalarn Kartosaputra (1988) bahwa petani yang telah
berpengalaman dalam usahatan1 akan memiliki kemampuan dan ketrampilan
t e U produksi yang tinggi. Disamping itu petani yang telah lama berpengalaman
dalam berusahatani akan lebih pandai dalam mernilih caracaca berusahatani yang
paling menguntungkan baginya, terutarna daiam memilih jenis varitas yang akan
bahwa pengalaman masa I d u yang telah dimiliki seseorang akan mempengaruhi
kecenderungan untuk merasa memerlukan dan siap menerima pengetahuan-
pengetahuan baru.
Jadi dapat dikatakan pengalaman merupakan interaksi yang dialami
seseorang selama hidupnya dengan lingkungannya sehingga ia mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan permhaman tentang sesuatu kejadian. Semakin
sesuai pengalaman seseorang dengan suatu kejadian yang dialami di masa lalu,
maka akan semakin mudah baginya untuk memahami atau rnengerti tentang
stimulus tersebut.
Setiap tindakan manusia pasti memiliki motif atau dorongan, sedangkan
tindakan itu sendiri diiatar belakangi oleh adanya suatu kebutuhan. Apabila
kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya perilaku
seseorang, maka kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu akan merupakan
daya dorong yang menggerakkan (memotivasi) seseorang untuk berperilaku ke
arah tercapainya tujuan tersebut. (Hasibuan, 1999). Menurut Duncan dalam
Sumidjo (1986) motivasi addah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku
seseorang supaya mengarah kepada tercapainya tujuan yang diinginkan. Lebih
jauh dikatakan motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi clan keputusan yang terjadi pada diri
seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh fhktor di
&lam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik clan faktor di luar diri yang
disebut ekstrinsik.
Padmowiha j o (1994) menegaskan, motivasi bukan hanya terdapat pada
motivasi, misalnya bekerja Motivasi diartikan sebagai setiap usaha yang
dilakukan untuk menimbulkan dorongan atau motif seseorang untuk melakukan
suatu tindakan. Timbutnya motivasi dapat berasal dari dorongan dalam diri orang
tersebut (motivasi intrinsik) dan dorongan dari luar orang tersebut (motivasi
ekstrinsik). Dorongan untuk melakukan tindakan &pat berasal dari luar maupun
dalam yang bersifat mendorong, menarik, melibatkan diri ataupun merangsang
sehingga seseorang akan melakukan kegiatan.
Pengertian motivasi sebagai konsep manajernen dalam kaitannya dengan
kehidupan organisasi dan kepemimpinan menurut Berelson &Iam Sumidjo (1986)
adalah dorongan ke j a yang timbul pa& din seseorang untuk berperilaku dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila dalarn
diri seseorang timbul suatu k e b u t u h tertenty kebutuhan tersebut akan
menyebabkan lahirnya daya dorong (motivasi) tertentu. Akibat daya dorong,
lahirlah keinginan &lam din seseorang, lahimya keinginan &lam diri seseorang
akan menyebabkan timbulnya suatu sebab, akibat sebab yang timbul Iahirlah
ketegangan dan ketegangan itu sendiri juga akan menjadi sebab timbulnya
sesuatu. Sesuatu yang timbul akibat adanya ketegangan &lam din seseorang
disebut perilaku atau perbuatan. Perilaku yang ditampilkan seseorang timbul
karena mengttarapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati.
Dalam teori-tori motivasi dikelompokkan atas teon kepuasan dan teori
proses. Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan
dan kepuasan individu yang menyebabkamya bertindak dan berperilaku dengan
dan mendorong semangat bekeja seseorang. Hal. yang memotivasi semangat
bekeja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiif
maupun nonrnateriil yang diperoleh dari hasil peke rjaannya.
Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi, maka semangat
bekerjanyapun akan semakin baik pula. Tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan
dan kepuasan seseorang mencerminkan semangat beke j a orang tersebut. Pada
Teori Kepuasan (conrent theory) meliputi (Hasibuan, 1999) :
Motivasi Klasik
Teori motivasi kiasik (teori kebutuhan tunggal) ini dikemukakan oleh
Frederick Winslow Taylor. Menurut teori ini motivasi para pekeja hanya untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologik saja. Kebutuhan biologik
adalah kebutuhan yang diperlukrtn untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seseorang. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi, jika gaji atau
upah (uang atau barang) yang diberikan mencukupi. Jadi jika gaji atau upah
karyawan dinaikkan maka semangat bekeja mereka akan rneningkat.
MasIuw 's Need Hierarchy
Teori ini dikemukakan oleh Maslow, yang menyatakan bahwa kebutuhan
dan kepuasan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologik dan psikologis berupa
materiil dan non materiil. Dasar dari teori ini adalah : 1) manusia adalah makhluk
sosial yang berkeinginan, ia selalu berkeinginan lebih banyak. Keinginan ini tens
menerus, baru berhenti jika akhir hanyamya tiba, 2) suatu kebutuhan yang teIah
terpenuhi yang menjadi alat motivasi, dan 3) kebutuhan rnanusia itu bertin&at-
tingkat, yaitu : a) kebutuhan yang diperlukan untuk memperlahankan
kelangsungan hidup seseorang seperti makan, rninum, udara, dan perumahan,
yang disebut kebutuhan Physiological Needs (kebutuhan fisik=biologik).
Keinginan untuk memenuhi kebutuhaa fisik
ini
merangsang seseorang berperilakuclan bekeja giat. Kebutdan fisik ini merupakan kebutuhan utarna, tetapi
merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah, b) kebutuhan akan
kearnanan dari ancarnan yakni rnerasa aman dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan &lam melakukan pekerjaan, disebut dengan Safety and Security
Needs. Bentuk dari kebutuhan ini ada dua yaitu kebutuhan akan keamanan dan
keselamatan jiwa diternapt kerja dan kebutuhan akan kearnanan dan keselamatan
harta di ternpat kerja, c) kebutuhan sosial, ternaq dicintai clan rnencintai serta
diterima dalam pergaulan kelornpok karyawan dan lingkungannya, disebut dengan
Afiiiafion o r Acceptance Needs. Kebutuhan ini terdiri dari empat kelompok,
yakni : 1) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia
hidup dan bekeja, 2) kebutuhan akan perasaan dihormati, 3) kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan, dan 4) kebutuhan akan perasaan ikut serta, d) kebutuhan akan penghargaan diri,
pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan clan masyarakat
lingkungannya, disebut dengan Esteem or Status o r Needs, e ) kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapaq kemampuan, ketrampilan, dan
potensi optimaluntuk rnencapai prestasi ke j a yang sangat memuaskan.
Kebaikan dari teori ini adalah : 1)memberikan informasi bahwa kebutuhan
pula, 2) pimpinan mengetahui bahwa seseorang berperilakukke j a adalah untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan (materiil dan non materiil) yang akan
mernberikan kepuasan baginya, 3) kebutuhan rnanusia itu bejenjang sesuai
dengan kedudukan atau sosial ekonominya, clan 4) pimpinan akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling sesuai untuk merangsang semangat beke j a
bawahannya, sedangkan kelemahannya adalah menurut twri ini kebutuhan
manusia itu bertingkat-tingkat, tetapi &lam kenyataannya manusia
menginginkamya sekaligus dan kebutuhan manusia ini merupakan siklus, seperti
lapar-makan-lapar lagi makan lagi dan setemsnya.
H e r z b e ~ 's Two Factors Motivation
Menzlrut teori ini rnotivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah
peluang untuk rnelaksanakan tugas yang lebih rnembutuhkan keahlian dan
peluang untuk mengembangkan kemarnpuan. Herzberg menyatakan bahwa orang
dalam melaksanakan peke jaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang mempakan
kebutuhan, yaitu : 1) Maintenance Factors, adalah faktor-faktor yang berhubungan dengaa hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman
badaniah (kesehtan) dimana kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terus
menerus. Faktor-faktor pemeliharaan ini meiiputi gaji, kondisi k e j a fisik,
kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, fasilitas pekejaan dll. Faktor-
faktor ini periu mendapatkan perhatian agar kepuasan dan kegairahan bekeja
bawahan &pat ditingkatkan, 2) Motivation Factors adalah
mar
motivasi yangpekejaan. Hal ini dipenga.ruhi oleh pengakuan, pekejaan itu sendiri, tanggung
jawab, kebijaksanaan dan administrasi kantor, dan hubungan antar pribadi.
McClelCand's Achievement Moti~atwn
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi
potensial. Bagaimana enegri ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada
kekuatan dorongan motivasi seseorang dan sikuasi serta peluang yang tersedia.
Energi i~ akan dirndaatkan oleh karyawan karena didorong oleh : I ) kekuatan
motif clan kebutuhan dasar yang terlibat, 2) harapan keberhasilannya, dan 3) nilai
insentif yang terlekaf pada tujuamya. Mc.Clelland mengelompokkan tiga
kebutuhan manusia yang &pat memotivasi gairah bekeja yaitu : I ) kebutuhan
akan prestasi, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asallcan
kemunglanan untuk ha1 itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari bahwa
hanya dengan mencapai prestasi k e j a yang tinggi akan dapat memperoleh
pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhimya ia &pat memiliki
serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, 2) kebutuhan akan afiliasi, yaitu
kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan rnaju clan tidak gaga1
dan
kebutuhan akan perasaanikut serta, 3) kebutuhan akan kekuasaan.
Motivasi Claude S. George
Teori ini menyatakan bahwa m r a n g mempunyai kebutuhan yang
berhubungan dengan iempat dan suasana di lingkungan ia beke ja, yaitu : upah
tempat k e j a yang baik, penerimaan oleh kelompok, perlakuan yang wajar, dan
pengakuan atas prestasi.
Twri motivasi proses berbicara mengenai proses sebab-akibat, karena
"ego" manusia yang selalu r n e n g i n g i b hasil yang baik-baik saja, maka daya
penggerak yang memotivasi semangat k e j a seseorang terkandung dari harapan
yang akan diperoleh pada masa depan, sehingga salah satu yang dikenal pada teori
ini adalah teori harapan. Tennasuk juga dalam teori ini adalah teori keadilan,
karena keadilan merupakan daya penggerak yang rnemotivasi semangat k e j a
seseorang, dirnana ego rnanusia selalu mendarnbakan keadilan dalam pernberian
hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama.
Mengacu pada teuri-teori tersebut, maka dalam penelitian ini tingkat
kebutuhan hidup dari seorang penyuluh diduga rnempengaruhi tingkat kineja
penyuluh dalam pelaksanaan tugas pokoknya.
Persepsi, menurut Rakhmat (1989), adalah pengalaman tentang obyek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967) persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk indrawi (sensoryl dan pengalaman masa lampau
yang relevan diorganisasikan untuk mernberilcan kepada kita gambaran yang
terstruktur d m bermakna pada situasi tertentu. Senada dengan ha1 tersebut
Atkinson dan Hilgard (1990) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses
dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus &lam lingkungan.
Gibson dan Donely (1994) rnenjelaskan bahwa persepsi adalah proses pernberian
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahun
khusus tentang obyek atau kejadian
pada
saat tertentu, maka persepsi tejadikapan saja stimulus menggerakkan indera. Persepsi diartikan sebagai proses
mengetahui atau mengenali obyek d m kejadian obyektif dengan bantuan indera
(Chaplin, 1989). Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respons
terhadap stimulus yang diterima seseorang sangat kornpleks, stimulus mas& ke
dalam otak, kemudian Aartikan &n ditafsirkan serta diberi makna melalui proses
yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 199 1).
Persepsi mencakup penerimaan stimulus (inpul), pengorganisasian
stimulus clan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi
dengan cara yang &pat rnempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga
orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang sesuai den-rn keadaannya
sendiri (Gibson dan Donely, 1994). Oleh karena itu persepsi penyuluh terhadap
tugas pokok diduga rnempengaruhi hngkat kinejanya &lam pelaIcsanaan tugas
pokok.
Sikap terhadap tanggung jawab rnenrpakan salah satu faktor yang
mempenganrhi kine j a seseorang dalam melaksanakan profesinya, karena seperti
yang dikernukakan oleh Ryan dan Couper dalam Puspadi (2000) organisasi
profesi diartikan sebagai lebih dari sekelompok individu yang tergabung dalam
pekerjaan yang sama dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) profesi memiliki ciri
unik dan penting &am pelayanan sosial, (2) profesi ada berdasarkan ketrampilan
i n t e l e k t d dalam menampilkan pelayanan, (3) profesi rnembutuhkan ketrarnpilan
yang memakan waktu cukup banyak, (4) baik anggota dati prof& dan kelompok
(5) anggota dari suatu profesi hams memiliki tanggung jawab untuk tindakan- tindakan dan keputusan-keputusannya,(6) profesi mengatur dirinya sendiri clan
bertanggung jawab untuk meningkatkan derajatnya sendiri, (7) profesi menekankan pelayanan daripada balas jasa finansialnya dan (8) profesi memiiiki kode etik yang rnengatur perilaku yang dapat diterima dari anggota-anggotanya.
Seiring dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Forgerson dalam
Sumidjo (1987), bahwa suatu pekejaan itu dapat disebut sebagai profesi, apabila
pekejaan itu sendiri mencenninkan adanya dorongan keterpaduan berbagai
ukuran atau kriteria yaitu, ciri-ciri pengetahtian, keahliankemahiran, rnengabdi
kepada kepentingan orang banyak sebagai cerminan tanggung j a m b sosial,
adanya organisasi atau asosiasi profesi, pengakuan dari masyarakat, ti&
mengutamakan keuntungan finansial, dan memiiiki kode etik.
Berdasarkan uraian tentang konsepkonsep profesi tersebut diatas maka
dapat disimpulkan bahwa pekejaan penyuluhan kehutanan merupakan profesi.
Jadi sikap terhadap tanggung jawab sangat mempengaruhi kineja
penyuluk Hal tersebut juga tertuang dalam kode etik penyuluh kehutanan yaitu
sebagai berikut (Padmanagam h i a m DPKT Cianjur, 2000) : (1) Perilaku sebagai
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan YME, j u j u dan
disiplin, (2) perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati
adatkebiasaan rnasyarakatnya, menghormati petani dan keluarganya (apapun
keadaan dan status sosial ekonominya) dan menghonnati sesarna penyuluh, (3)
perilaku yang menunjukan penampiIan yang andal yaitu berkeyakinan kuat atas
manfaat tugasnya, memiliki jiwa kejasama yang tinggi dan kemampuan unfuk
mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskan diri dan selalu meningkatkan kemampuannya.
Sebagai individu yang memiliki profesi, dimana profesi memang sebuah
pekejaan, tetapi sekaligus tidak sama dengan pekejaan pada umumnya, maka
seorang penyuluh dituntut untuk profesional dalam melaksanakan profesinya,
bukan saja dari luar melainkan terutama dari dalam din individu itu sendiri.
Tuntutan ini menyangkut tidak saja keahlian, meIainkan juga komitmen moral,
tanggung jawab, keseriusan, kedisiplinan dan integritas pribadi.
Diantara profesi-profesi pada umumnya, masih dibedakan lagi profesi
khusus yang disebut sebagai profesi luhur. Disebut profesi luhur, karena
menekankan pada pengabdian atau pelayanan kepada masyarakat umumnya
melebihi hal-ha1 lain Pertarna profesi ini lahir bukan semata-rnata karena
dorongan untuk mempunyai pekejaan dan nafkah hidup tertentu melainkan
pertama-tama untuk melayani masyarakat. Dalam kaitannya dengan profesi pa&
umumnya, lama-kelamaan hubungan antara pengabdian kepada masyarakat dan
naflcah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan mengkondisikan. Artinya
semakin baik dan profesional ia menangani masyarakat, semakin banyak pula
orang yang menjadi langganannya dan karena itu ia akan memperoleh imbalan
yang semakin baik. Istilah profesional hampir identik dengan mutu, komitmen,
tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi. Hal tersebut yang rnelatarbelakangi
faktor jumlah kompensasi diduga mempengaruhi kine rja penyuluh.
Sama halnya dengan pengakuan keberhasilan yang merupakan wujud
nyata dari pengakuan individu terhadap eksistensi individu Lain, dimana ha1
meningkatkan prestasi individu yang bersangkutan yang pada akhimya
menimbulkan sikap profesional, maka faktor tersebut diduga mempengaruhi
kine rja penyduh.
Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena
pada dasamya manusia merniIiki naIuriah untuk berkelompok dengan manusia
lainnya (Padrnowiharjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu lain
seseorang akan dapat berkembang untuk dapat mewujudkan eksistensi dirinya,
dengan demikian faktor tersebut diduga mempengaruhi kinerja penyuluh.
Seseorang yang melaksanakan profesinya membutuhkan penilaian atas
hasil kerjanya apakah sesuai dengan tujuan atau tidak, jika tidak sesuai dengan
tujuan maka diadakan perbaikan dari hasil kerjanya yang disebut dengan
pernbinaan. Pembinaan dapat mendorong peningkatan yang lebih baik atas hasil
kerjanya, maka faktor intensitas supervisi diduga mempengaruhi kinerja
penyuluh.
Ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan merupakan faktor yang
mendukung kegiatan penyuluhan atau merupakan perangsang guna meningkatkan
prestasi penyuluh sehingga menjadi profesional. Ketersediaan dan kemudahan
memperoleh sarana penyuluhan dan transportasi akan meningkatkan kemampuan
penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan yang selanjutnya akan
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir
Guna menanggulangi masalah-masalah dalam pelestarian surnber daya
hutan dibutuhkan strategi pembangunan kehutanan yang terpadu dan
berkesinambungan. PenyuIuhan kehutanan mempakan salah satu strategi yang
diandalkan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan. Namun
demikian secara faktual, kegiatan penyuluhan sering tidak mampu mencapai
tujuan, sehingga masih saja timbu1 masalah-masalah dalam pelestarian surnber
daya hutan yang berakibat pada kerusakan-kerusakan fungsi dan kemarnpuan
sumber daya hutan.
Berbagai kekuatan sosial, ekonomi dan budaya mempenga-aruh~ pen>uluhan
kehutanan mulai dari proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan program.
Salah satu kekuatan yang cukup berpotensi mempengaruhi keberhasilan
penyuluhan kehutanan adalah kemampuan penyuluh kehutanan melaksanakan
peran secara profesional.
Banyak ha1 yang hams dipahami seorang penyuluh kehutanan agar dapat
memiliki kine rja bagus yang berarti menuju pada profesional dalam pelaksanaan
program-program penyuluhan kehutanan, akan tetapi dalam penelitian akan
diteliti hal-ha1 berikut : (1) Pengetahuan atas content area yang meliputi pengetahuan penyuluh tentang prinsip materi penyuluhan, pengetahuan penyuluh
tentang sumber teknologi, pengetahuan penyuluh tentang pengujian, survai dan
atau evaluasi dan pengetahuan penyuluh dalam pembinaan Kelompok Tani (KT),
melaksanakan penyuluhan, pengetahuan penyutuh dalam melaksanakan metode
penyuluhan, menyusun programa penyuluhan dan pengetahuan penyuluh dalam
pengembangan kernampuan petani tentang pengorganisasian Kelompok Tani
Hutan (KTH), (3) keinovatifan penyuluh, dan (4) akses terhadap jaringan komunikasi.
Untuk menjadi penyuluh yang memiliki kernampuan memadai dalam arti
profesional, tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengamhinya &lam ha1
ini terdiri dari faktor internal yang meliputi tingkat pendidikan (formal dan non
formal), pengalaman kerja, tingkat kebutuhan hidup, persepsi terhadap tugas
pokok dan sikap terhadap tanggung jawab, dan faktor eksternal antara lain: tingkat
kompensasi, tingkat pengakuan keberhasilan, intensitas hubungan interpersonal,
intensitas supervisi dan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan.
Faktor-faktor tersebut mempakan sebagian dari banyaknya faktor yang
rnempengaruhi kemampuan penyuluh dalam meiaksanakan perannya. Dalam
penelitian ini diteIiti faktor-fah-or yang telah diuraikan tersebut. Berikut gambaran
Faktor Internal
(X)
I
Gambar : Kerangka berpikir faktor-faktor yang mempengaruhi k i n e j a penyutuh kehutanan &lam pelaksanaan tugas pokoknya (kualitas penyuluh kehutanan tidak diteliti).
~~~p
1. Tingkat pendidikan (formal dan non formal)
2. Pengalaman ke rja 3. Tingkat kebutuhan
hidup
4. Persepsi terhadap tugas pokok
5. Sikap terhadap tanggung jawab
+
Tingkat kine j a penyuluh
dalam pelaksanaan tugas
pokoknya (Y) ,..- __..- .._ _.__..__ ...,.- ....
Kualitas penyuluh
-..-...%
kehutanan-._...- "'... ...
_ ,..
____.
... .--. ,_--?
v
Fakt