• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Penyuluh Kehutanan dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya (Kasus di Kabupaten Cianjur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Penyuluh Kehutanan dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya (Kasus di Kabupaten Cianjur)"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)

KINERJA PENYULUH KEHUTANAN DALAM

PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA

(KASUS DI KABUPATEN CIANJUR)

OLEH :

f

UJI HADIYANTI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(112)

ABSTRAK

PUJl HADIYANTI. Kinerja Penyuluh Kehutanan Dalam Pelaksanaan Tugas

Pokoknya (Kasus di Kabupaten Cianjur). Di bawah bimbingan RICHARD W.E.

LUMiNTANG, IG. DJOKO SUSANTO, dan SUMARDJO.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui tingkat kinerja penyuluh kehutanan

dalam pelaksanaan tugas pokoknya yang meliputi -at pengetahuan atas content area,

tingkat pengetahuan atas process area, tingkat keinovatifan dan akses terhadap jaringan

komunikasi, 2) mengetahui faktor internal dan ekstemal yang berhubungan dengan

tingkat kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya, dan

3) merumuskan upaya berkaitan dengan peningkatan kualitas penyuluh kehutanan menuju penyuluh yang berkinerja tin&.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah

Kabupaten Cianjur mulai dari bulan Juli 2001 sampai dengan Agustus 2001. Metode yang

digunakan dalam penelirian ini adalah metode survai yang bersifat deskriptif korelasional.

Penarikan sampel secara sensus mengingat jumlah populasi sebanyak 65 orang. Analisis

data dilakukan secara statistik deskriptif guna melengkapi data secara keseluruhan dan

statistik inferensial non parametrik yantu dengan teknik korelasi peringkat Spearman. Agar diperoleh data dengan variasi yang Lebih kecil dan untuk kepentingan pengujian statistik digunakan teknik transformasi.

Fahor internal dan eksternal yang diduga berhubungan dengan tingkat kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya adalah : 1) tingkat pendidikan formal dan non formal, 2) pengalaman kerja di bidang penyuluhan kehutanan, 3) tingkat kebutuhan hidup. 4) persepsi penyuluh terhadap tugas pokoknya, 5) sikap terhadap tanggung jawab. 6) jumlah kompensasi, 7 j ringkat ptmgzkuan keberhasilan, 8) intensitas hubungan interpersonal, 9) intensitas supervisi oleh lembaga penyuluhan terhadap penquluh. clan LO) tingkar ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan oleh lembaga penyuluhan.

Hasil uji analisis dengan m e n ~ u n a k a n penn&at Spearman (rs) diketahui tingkat kinerja penyuluh kehutanan pada urnurnnya masih berada dalam kategori rendah yaitu pada tingkat pengetahuan atas content area dengan indikator pengetahuan tentang

pengujian teknologi programa penyuluhan dan pembinaan Kelolnpok Tani (KT),

berturut-twut sebanyak 23,1%, 35,4% dan 4,6% penyuluh. Pada pengetahuan atas process area adalah pengetahuan tentang p ~ s i p materi penyuluhan, surnber teknologi,

filosofi penyuluhan dan metode penyuluhan. berturut-turut sebanyak 10,8%, 18,5%,

23,1% d m 6,2% penyuluh, begitu pula dengan akses terbadap jaringan komunikasi.

Hanya tingkat keinovatifan dari penyuluh yang umumnya bemda dalam kategori tinggi

yaitu sebanyak 63,1% penyuluh. Adapun faktor internal dan eksternal yang terbukti

berhubungan secara nyata dengan tingka! kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan

tugas pokoknya adalah sikap terhadap tanggung jawab (P < 0,01), intensitas hubungan interpersonal (P < 0,05) dan tingkat ketersediaan sarana clan prasarana penyuluhan oleh lembaga penyuluhan (P < 0,O 1).

Berdasarkan hasil penemuan dalam penelitian ini, maka upaya peningkatan

(113)

SURAT PERNYATAAN

Der~g~al~ ~ r i l bdya rrlat~~ak&an bahwa tests yang bequdul

E(TIVERJA P E N W L U H KEEUTANAN

DALAM PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA

(Kasus di kabupaten Cianjur)

Adalah benar mempakan hasil karya saya sendil d m belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara j elas dan dapat diperiksa kebenaramya

I ~ u i i Hadivanti

(114)

KINERJA PENYULUH KEHUTANAN DALAM

PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA

(KASUS DI KABUPATEN CIANJUR)

PUJI

HADIYANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Saint pa&

Program Studi llmu Penyuluhan Pembangunan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(115)

Judul Tesis : KTNERJA PENYULUH KEHUTANAN DALAM PELAKSANAAN TUGAS POKOKNYA

(Kasus di Kabupaten Cianjur)

Narna Mahasism : Puji Hadiyanti

Nomor Pokok : 99128

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Menyetuj ui,

1 . Komisi Pembimbing

Ir. Richard W.E. Lumintang. MSEA

Dr. Ig. Dioko Susanto. SKM, APU Dr. Ir. Sumardio. MS

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

(116)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1974 sebagai anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusstn

Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan WP Jakarta, lulus tahun

1999. Pa& tahun yang sama, penulis diterima di Progarm Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (KPB).

Tahun 2000 penulis mendapat bantuan pendidikan dari BPPS dan pada

tahun yang sama, penulis mengajar di almamater tercinta Institut Keguruan dan

Iimu Pendidikan (IKIP) yang telah berganti menjadi Universitas Negeri Jakarta

(117)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2001 ini ialah kine j a , dengan judul

Kineja Penyuluh Kehutanan Dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya (Kasus di

Kabupaten Cianjur).

Terima kasih pendis ucapkan kepada Bapak Ir. Richard W.E. Lumitang,

MSEA, Dr. Ig. Djoko Susanto, SKM, APU serta Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada Bapak Komarudin, SH, Deni dan Ibu Lice di DPKT Kabupaten

Cianjur, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih

yang tulus juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Soedijanto

Padmowihardjo dan Ir. Muzhar, MSc (kand. Dr) atas segala bantuan serta

arahannya. Juga rekan-rekan di Program Studi PPN atas segala dukungannya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, suami tercinta

serta seluruh keluarga atas do'a, kasih sayang dan pengertiannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2002

(118)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

...

Pernasalahan 5

. .

...

Tujuan Penelltian 7

. .

Kegunaan P e n e l ~ t ~ a n ... 7

TTNJAUAN PUSTAKA ... 8 . .

Pengertian Klneqa ... 8 Kineja Penyuluh Kehutanan Dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya . 1 0

Fakmr-faktor Yang Bemubungan dmgm Kineja ... 14

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESlS ... 27

. .

Kerangka Berplk~r ... 27 Hipotesis ... 3 0

... METODE PENELITIAN

... Waktu dan Tempat

. . . .

D~saln Penelltian ...

... Populasi dan Sampel Penelitian

... Teknik Pengumpulan Data

. . .

...

Validitas dan Reliabllitas . .

Analisis Data ...

Definisi Operasional dan Pengukuran ...

...

HASK DAN PEMBAHASAN 40

...

Gambaran Urnurn Lokasi Penelitian 40

...

Kineja Penyuluh Kehutanan 4 3

...

(119)

Faktor-faktor Eksternal Penyuluh ...

...

Hubungan Antara Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh

Hubmgan Antam hktor Internal dengan T* KinerJa Payduh ...

...

IIubunganAntamhktor Eksternal denganTingkat KinejaPenyuluh

Upaya Peningkatan Kualitas Penyuluh Kehutanan Menuju Penyuluh

Yang Profesional ...

KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ...

...

Saran

(120)

DAPTAR TASEL

Halaman

1. Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan

Pengukuran Tingkat kne j a Penyuluh ... ... . . ... . . ... 36

2. Variabel, Defnisi OperasionaI, Indikator dan Pengukuran Faktor

Internal Penyuluh ... 37

3. Variabel, Definisi Operasional, Indikator clan Pengukuran Faktor

Eksternal Penyuluh ... 39 4. Distribusi Penyuluh Berdasarkan Tingkat Kine j a . ... ... 44 5. Dismbusi Persentase Responden Dalarn Pengetahuan atas content

area. Process area, keinovatifan dan akses terhadap jaringan

kornunikasi ... ... . .. . ... . . .. . ... . ... .... .... ... .... .... .... . .. . ... . ... . ... .. . ... . ... ... . . . 46

6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis lnformasi yang Di cari 49

7. Distribusi Persetase Penyuluh dalam Tingkat Kernudahan dan

Kete jangkauan Meneakses Jarin-pan Kornunikasi ... . ... 5 0

8. Distribusi Faktor-Faktor Internal Penyuluh Kehutanan . . ... 5 1 9. Distribusi Persentase Penyduh dalam Prioritas Kebutuhan Hidup 55 10. Distribusi Persentase Penyuluh dalam T~ngkat Kesulitan Mernenuhi

Kebutuhan Hidup ... ... 5 7 1 1 . Distribusi Penyuluh Berdasarkan Faktor Ekstemal ... 6 1 12. Distribusi Penyuluh Berdasarkan Jenis TujuanBerhubungan fengan

individu Terkait dalam Persentase ... ... . ... . ... . . .. 6 5

13. Hubungan Antara Faktor Internal dengan Faktor Eksternal . .. .. . . .. 68

I Hubungan Antara Faktor Internal dengan Tingkat Kine rja Penyuluh

dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya . .. .. . . .. . .. .. . . .. . . . ... . .. .. . .. . . .. . 73

(121)

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN . .

1 . Kerangka Berpik~r . . .

. . .

. . . 28
(122)

Sumber daya pembangunan terdiri dari sumber daya aiam dan sumber

daya rnanusia. Menyongsong era otonomi daerah kedua sumber daya itu

mempunyai peranan sangat penting, baik dalam pembangunan ekonomi maupun

pembangunan nasional secara keseluruhan.

Indonesia memiiiki kekayaan alam yang tidak terhingga nilainya pada

13.000 pulau besar kecil yang membentang di garis khatulistiwa, dengan luas

daratan sekitar 191 juta hektar dan luas perail-an 36 1 ja'm hektar. Dari luas tersebut terdapat hutan sekitar 152,8 juta hektar atau 80 % dari luas daratan. Untuk sumber

daya manusla, Indonss~a rnemiliki potensi penduduk yang sangat besar

jumlahnya. Pada tahun 2000 diperkirakan mencapai f 200 juta orang yang

sebagian besar ttnggal dan menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam

yang ada di sekitamya (Departeman Kehutanan, 2000).

Pertambahan jurnlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang cukup

tinggi berarti sernakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pangan,

sandang, papan, serta kebutuhan lahan untuk berbagai keperluan, kebutuhan

pendidikan, kesehatan dan sebagainya (Mdcmin, 1995). Masalah sosial ekonomi

yang timbul sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, akan berpengaruh

terhadap kemampuan dan potensi sumber daya alam yang berada di sekitarnya,

temasuk di antaranya tanah, air, dan hutan. Khusus pernasalahan yang ada pada

(123)

perambahan kawasan hutan. Tercatat te j a d i penjarahan hutan di wilayah P. Jawa

yang secara kumulatif sampai dengan bulan Mei tahun 1999 be jumlah 1.064.945

pohon dengan nilai kerugian mencapai 17.9M. Hal ini akibat klimaks penjarahan

yang sebenarnya tejadi pada akhir trthun 1998 dan awal tahun 1999, belum lagi kasus-kasus yang lain. Di wilayah Jawa Barat kasus yang sering tejadi adalah

perburuan liar, perambahan lahan, pengambilan bambu dan penebangan kayu

perkakas. (Perum Perhutani, 2000).

Di lain pihak sumber daya hutan memiiiki ambang batas sebagai batas

kemampuannya. Apabila batas ini dilewati, maka akan menciutkan kuantitas dan

kualitas sumber daya hutan dalam menopang pembangunan dan menimbulkan

gangguan pada keserasian hubungan rnanusia dengan sumber daya hutan, serta

akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan fungsi dan kemampuan sumber daya

hutan yang tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri.

Oleh karena itu diperlukan upaya penanggulangan untuk mengatasi makin

meluasnya gangguan sosial ekonomi masyarakat terhadap sumber daya hutan

yang kelestariannya perlu dipertahankan. Kegiatan penyuluhan kehutanan

merupakan salah satu upaya yang cukup efekrif dalam meningkatkan

p e n g e t a h w , mengajarkan ketrampilan dan menyadarkan masyarakat dalam

memanfaatkan sumber daya hutan melalui pendidikan non formal oleh para

penyuluh, karena penyuluhan berperan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia terutama dalam membentuk dan rnerubah perilaku masyarakat untuk

mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.

Penyuluh kehutanan merupakan bagian integral dari caicupan proses

(124)

3

lapang, beraneka perilaku masyarakat pengguna hutan dijumpai. Melalui

pendekatan yang dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat pengguna

hutan, penyuluh mulai melakukan peran sebagai motivator, pemimpin, agen

pembahaw, failitator, pendamping, pembuat keputusan dan seperti yang

disebutkan Kartasaputra (1994) haws mampu berperan ganda yakni menjadi guru,

penasehat dan organisator.

Bagi seorang penyuluh, mengintegrasikan dan mengaktifkan masyarakat

pengguna hutan ke dalam proses pembangunan kehutanan bukan ha1 yang mudah

dilakukan. Tuntutan akan peran penyuluh yang memadai dalam arti profesional,

dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan program-program

penyuluhan kehutanan, seperti yang dikemukakan oleh Rudini (1998) Kegiatan

pen!uluhan hams dilaksanakan secara profesional dan diselenggarakan dalam

keahlian dan dengan kesungguhan.

Adapun profesional yang dimaksud menunjuk pada kemampuan penyuluh

kehutanan dalam menampilkan perannya sesuai dengan pengharapan peran

khalayak sasaran maupun organisasinya. Dalam kaitan tersebut kualifikasi peran

penyuluh menjadi sesuatu yang tidak saja perlu. tetapi m e ~ p a k a n suatu keharusan

&lam mencapai efektifitas penyuluhan kehutanan. Kualifikasi penyuluh antara

lain meliputi kemampuan berkomunikasi, sikap dan kemampuan pengetahuan

penyuluh (Berlo, 1960).

Pada saat ini telah dilakukan berbagai upaya pembaharuan penyuluhan

untuk menuju terciptanya sistem penyuluhan kehutanan yang profesional, dinamis

dan efisien. Sistem penyuluhan kehutanan diarahkan untuk marnpu

(125)

mandiri,yang dapat mewujudkan jati diri penyuluh sebagai pendidik dan mitra

dari sasaran penyuluhan. Profesionalisme juga diarahkan untuk pengembangan

keahlian, keberpihakan kepada sasaran penyuluhan serta peningkatan citra

penyuluh kehutanan. Melalui sistem penyuluhan yang bertumpu pada otonomi

daerah, penyuluhan kehutanan diarahkan untuk terselenggara dengan pendekatan

spesifik lokalita dan keunggulan kompetitif wilayah serta efisien dalam

penggunaan sumber daya (Rasyid, 2000). Untuk it- penyuluh kehutanan sebagai suatu profesi hams didukung oleh kegiatan belajar yang terns menerus dan

berkesinambungan agar meningkat kemampuan dan cakrawala berpikirnya,

sehingga para penyuluh mampu melaksanakan tugas fungsionalnya seperti yang

diharapkan dan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada

rnasyarakat sasaran.

Berbagai tolak ukur &pat digunakan untuk mengetahui tingkat

kemampuan penyuluh kehutanan &lam melaksanakan profesinya, salah satunya

adalah aspek perilaku (behavior) yaitu perilaku penyelenggara lembaga

penyuluhan beserta segenap personil penyuluh kehutanan baik &lam

mengembangkan profesinya maupun dalarn mengolah masukan, menghantar

hasilkeluaran atau berinteraksi dengan lingkunga~ya (Adjid, 1994). Dengan demikian menarik untuk dikaji pelaksanaan peran penyuluh yang memiliki

kemampuan memadai dalam arti profesional, sehingga berdampak tidak hanya

tertanggulangnya masalah-masalah s u m k r daya hutan, akan tetapi yang

(126)

Perrnasalahan

Kemampuan penyuluh kehutanan yang memadai dalam arti profesional, di

butuhkan untuk mengefektiikan peran sebagai pengembang ide-ide pembangunan

kehutanan baik dari din sendiri maupun dari pihak lain, terlebih lagi dalam

mengatasi masalah-masalah sumber daya hutan. Agar tidak tejadi perubahan

yang tidak terduga yang akan mempengaruhi kernampuan pemanfaatan sumber

daya hutan perlu dilakukan upaya pelestarian sumber daya hutan. Pemerintah

melalui Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan No. 375Kpts-IV1995

tentang kedudukan dan tata kerja penyuluh kehutanan memberikan rangkaian

pelaksanaan fungsi dan tugas penyuluh kehutanan yang telah digaris bawahi untuk

memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya yang terdiri dari (Departemen Kehutanan, 1 990)

Menyuluh dan rnelakukan percontohan kepada kelompok rnasyarakat, mengembangkan swadaya dan swakarsa masyarakat, menlusun program penyuluhan kehutanan, mengajar pada kursus kehutanan bagi kelompok masyarakat pada tingkat lapangan dan

Di wilayah Kabupaten Cianjur pelaksanaan tugas pokok penyuluhan

kehutanan diwujudkan antara lain melalui program penghijauan dalam bentuk

pembuatan kebun rakyat, pembuatan hutan rakyat, pembuatan kebun bibit desa

dan pemeliharaan kebun bibit permanen. Selain itu terdapat pula program

Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) yang diarahkan pada Daerah

Aliran Sungai (DAS). Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam upaya menekan

proses degradasi hutan, karena Kabupaten Cianjur memililu luas wilayah

171.094,21 ha yang terdiri atas 112.783,21 ha lahan darat (65,92 %) dan

(127)

6

terdapat hutan produksi 43.592,89 ha (38,65 %) hutan lindung 23.610,49 ha

(20,93 5%) hutan wisata dan taman nasional 15.296,50 ha (13,50 %) serta lahan

kritis sekitar 30.283,33 ha (26,92 %). (DPKT Cianjur, 2000). Namun dernikian

rnasih banyak petani yang enggan rnelaksanakan program-program yang ada. Hal

ini disebabkan hasil-hasil dari program tersebut baru dapat dinikrnati dalarn

jangka waktu relatif lama dan dalarn pelaksanaannya memerlukan dana tidak

sedikit. Selain itu ada kecenderungan program-program yang di tawarkan lebih

bersifat keproyekan sehingga keberlanjutan dari kegiatan yang ada tergantung

pada keberadaan proyek.

Berdasarkan pernikiran logis tersebut permasalahan dalam penelitian ini

adalah sejauhmana kineja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas

pokoknva, serta faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kineja penyuluh

kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Dengan dlketahui faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas

pokoknya diharapkan dapat diupayakan serta dirancang strates pendekatan

peningkatan kualitas penyuluh kehutanan, sehingga peranan penyuluh kehutanan

dalam mengatasi masalah-masalah sumber daya hutan dapat mendukung

keberhasllan pelaksanaan program-program penyuluhan, yakni menuju

pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Secara lebih rinci permasalahan

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya ?.

2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan peningkatan kineja

(128)

7

3. Upaya apa yang efektif digunakan berkaitan dengan peningkatan kualitas penyuluh kehutanan menuju penyuluh profesional ?

Tujuan

Sesuai dengan pokok pennasalahan yang telah dirurnuskan, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1 . Mendeskripsikan kineja penyuluh kehutanan dalam pelaksanakan tugas

pokoknya, khususnya pada aspek pengetahuan atas content area, pengetahuan atas process area keinovatifan dan akses terhadap jaringan komunikasi.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh

kehutanan dalam pelaksanaan tugas pokoknya.

3. Menyusun upaya yang efektif berkaitan dengan peningkatan kualitas penyuluh kehutanan menuju penyuluh yang profesional.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan mernberikan manfaat :

1. Bagi lembaga penyuluhan sebagai informasi dan pemikiran bagi pembuat

kebijakan yang berhubungan dengan pendekatan peningkatan kualitas sumber

daya penyuluh kehutanan menuju penyuluh yang profesional.

2. Bagi penyuluh kehutanan sebagai infonnasi dan pemikiritn yang berhubungan

dengan upaya mengembangkan kualitas d i n kaitannya dengan pelaksanaan

(129)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kinerja

Kine j a adalah catatan output yang dihasilkan dari fungsi suatu peke j a a n

atau kegiatan tertentu dalarn suatu periode tertentu (Bemandin dan Russel, 1993).

Penilaian kine j a ke j a m e ~ p d c a n suatu cara untuk mengukur kontribusi individu

anggota organisasi terhadap organisasinya. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa

kineja adalah perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai

respon terhadap peke j a a n yang diberikan kepadanya. Kine j a ke j a dapat ditihat atas dasar hasil ke j a , derajat kecepatan k e j a dan kualitas k e j a .

Peke j a a n (jobs) tidak lain sebagai m g k a i a n &ri sejumlah tugas spesifik

>-ang dike jakan petugas, di mana rincian tugas peke jaan satu dan lainnya sangat

luas dan bervariasi. Agar seseorang &pat menge jakan peke jaannya dengan baik

diperlukan pengetahuan, sikap mental clan ketrarnpilan yang berkaitan dengan

peke jaan tersebut. Dengan demikian kine j a Oxrfomance) petugas menunjuk

kepada tingkat seseorang marnpu melaksanakan tugas-tugasnya berkaitan dengan

pekejaannya. Seseorang dikatakan memililu kineja yang bagus bila berkaitan

dan memenuhi standar tertentu (Hickerson dan Middleton, 1975). Apabila

terpenuhi, maka seseorang tersebut dikatakan telah profesional &lam bidangnya.

Dalam kamus Webster Arnerika (Puspadi, 2000) dinyatakan bahwa profesionaI adalah suatu tingkah 1- suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang

menandai atau rnelukiskan coraknya suatu "profesi", sedangkan menurut Gilley

dan EggIand (1989) konsep profesional identik dengan kornpetensi. Kornpetensi

(130)

bersangkutan dapat melaksanakan perannya, secara sederhana kompetensi

didefinisikan sebagai ciri-ciri khas atau kemampuan seseorang untuk

menunjukkan kegiatan-kegiatan spesifik yang menghasilkan sesuatu yang spesifik

dalam suatu lingkungan k e j a secara efektif Tindakan atau perilaku spesifik

merupakan penwjudan kompetensi k e j a yang diperlukan dalam jenis-jenis

pekerjaan tertentu atau spesifik dan dalarn lingkungan organisasi tertentu. Jadi

pendefinisian kompetensi ke rja berdimensi waktu, tempat (organisasi) dan jenis

peke rjaan.

Lebih jauh dikatakan bahwa terdapat dua ha1 dalam kompetensi yaitu

kompetensi dalam ha1 kemarnpuan (abilily) dan kompetensi &lam ketrampilan

(skill). Konsep kemampuan menggambarkan suatu sifat (bawaan a b u dipeiajari)

yang memunglunkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental

atau fisik, sedangkan ketrampilan (skiiT) adalah kompetensi yang berkaitan dengan

tugas dimana melaksanakan suatu sistem dan perilaku sistematis yang relevan

u n a mencapai tujuan.

Menurut Imran dan Ganang dafum Puspadi (2000) profesionat adalah pedoman moral yang menuntun dan mengontrol manusia agar selalu bertanggung

jawab, jujur, proporsional, loyal, tegas, konsisten. komitmen, berani, heatif,

inovatif, waspada, efektif, etis, estetis, efisien, kredibititas, dan integritas.

Selanjutnya dikatakan profesionalisme dicirikan oteh adanya keahlian,

pertanggungjawaban, dan kejasarna, yang terwujud dalam perilaku kemauan kuat

untuk selalu menampilkan perilaku ideal, dorongan yang kuat untuk

meningkatkan citra profesi, kecendrungan u n d memaaf2iatkan setiap kesempatan

(131)

dan motivasi yang kuat untuk mewujudkan tujuan. Dengan demiluan

profesionalisme selalu menunjukan kualitas perilaku prima.

Seiring dengan pendapat Hubeis Musa (1997) mengemukakan secara rinci

profesionalisme dapat dicirikan d m tahapan seperti berpikir sebelum bertindak

(memperhatikan kesesuaian antara sumber daya dan program ke rja), tinjauan yang

menyeluruh, motivasi ke rja, tidak terpaku kepada besarnya usaha yang dilakukan,

proses rnenuju sasaran bejalan teratur dan terencana, pengambilan keputusan

dilakukan secara bersama, dan pembagian tugas sesuai dengan potensi yang

dimiliki.

Kinerja Penyuluh Kehutanan dalam Pelaksaoaan Tugas Pokoknya

Pengertian kinerja tidak saja mengacu pada kemampuan individu dalam

menjalankan suatu profesi, namun yang lebih penting yaitu penjiwaan terhadap

profes~ yang ditekuninya.

Seseorang penyuluh dikatakan memiliki kinerja yang bagus jika

memenuhi berbagai prasyarat, antara lain sebagaimana diungkapkan oleh Berlo

(1960) meliputi : (1) kemampuan untuk berkomunikasi, yang mengandung tidak

hanya kemampuan retorika, memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang

efektif, memilih dan menerapkan metode penyuluhan yang efektif, tetapi yang

Iebih penting kemampuan dan kewampilan penyuluh untuk berempati dan

berinteraksi dengan masyarakat sekitar, (2) sikap penyuluh, yang antara lain

terdiri dari atas : sikap penghayatan dan bangga dengan profesinya, sikap bahwa

(132)

kelompok sasaram, (3) kemarnpuan pengetahuan penyuluh, yang mengandung

unsur, antara lain : isi, fungsi dan manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dapat

disampaikan baik secara ilmiah maupun praktis. Kemampuan membaca peta clan

latar beIakang masyarakat yang menjadi sasaran maupun watak masyarakat

sasaran (hal-ha1 yang disukai dan tidak disukai masyarakat).

Pada hakekatnya, kinerja terkait erat dengan pelaksanaan peranan.

Menurut Levin (1 941 ), ada tiga peran utama penyuluh yang terdiri dari kegiatan-

kegiatan : peleburan din dengan masyarakat sasaran, menggerakkan masyarakat

untuk melakukan perubahan berencana dan memantapkan hubungan sosial dengan

masyarakat sasaran. Lebih terinci Lippitt et.al (1958) menyatakan bahwa peranan

penyuluh adalah sebagai berikut :

(1) Mengembangkan kebutuhan untuk melakukan perubahan berencana meIalui tahap-tahap : (a) mengenal masalah dan kebutuhan sistem sosial klien dengan

jelas, (b) Menilai motivasi dan kapasitas yang dimiliki sistem klien untuk

mengadakan pernbaharuan, (c) menilai motivasi clan sumber daya agen

pembaharuan, (d) menyeleksi tujuan-tujuan pembaharuan dengan tepat, dan

(e) memilih tipe peran bantuan yang akan dimainkan dengan tepat.

(2) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan dengan melakukan tindakan : (a) membina dan mengembangkan hubungan akrab dengan sistem

klien, (b) memperiihatkan pada masyamkat tentang pentingnya mengikuti fase-fase perubahan berencana, (c) memitih secara lebih spesifik teknik dan

metode perilaku sesuai dengan pembangunan progresif.

(3) Memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran melalui upaya-upaya :

(133)

sasaran dan tokoh formal serta tokoh informal, (b) dengan tokoh masyarakat

bersama-sama merencanakan upaya perubahan sesuai dengan tahaptahap

pembangunan kehutanan jangka panjang, (c) mampu menyumbangkan

pengetahuan dan keahlian sebagai tenaga profesional dalarn membangun

khalayak sasaran di wilayahnya.

Menurut Rogers (1983), keberhasilan penyuluh memiliki kinerja yang

bagus tergambar dari pekkaman rangkaian tugasnya yang mencakup :

(1) Kemauan dan kernampuan penyuIuh untuk menjalin hubungan secara

Iangsung maupun tak langsung dengan para tokoh masyarakat, pemuka penclapat,

lembaga swadaya masyarakat, (2) Kemauan dan kernampuan penyuluh untuk

menjadi perantara sumber-sumber inovasi dengan pemerintaMembaga

penyuluhan d m masyarakat p e t . sasarmnya, (3) Kemauan dan kemampuan

penyuluh untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan

kebuth-kebutuhan yang &pat dirasakan oleh pemerintaldlembaga pen-duhan

dan masyarakat sasarannya.

Untuk menjadi penyuluh kehutanan yang memiliki kinerja bagus yang

berarti rnenuju pada profesional, ada bebentpa ha1 yang harm dipahami oleh

seorang penyuluh, yaitu (Departemen Kehutanan, 2000) :

(1) Sifat &n perasaan organisasi penyuluh yang meliputi :

(a) Ruang lingkup (cakupan tugas), filosofi dan tujuan pembangunan

masyadcatnya,

(134)

( c ) Tanggung jawab dan kesempatan-kesempatan yang dimiliki dalam

pembangunan nasional pada umumnya dan khususnya pembangunan

kehutanan.

( 2 ) Pengertian clan pengetah- tentang teknologi yang berkaitan dengan materi

penyuluhan yang diprogramkan.

(3) Kemampuan untuk rnenjelaskitn program yang disampaikan, antara Lain :

tujuan dan kegunaan dari program, cara-cara mencapai tujuan.

(4) Kemampuan untuk mengorganisasikan masyarakat

dan

sumber daya yang tersedia, terutama yang berkaitan dengan : sifat dan fungsi organisasi, prinsip

prinsip organisasi, teknik-teknik berorganisasi, koordinasi dan integrasi

kegiatan.

(5) Ketrampilan untuk melihat/menelaah hubungan antara prinsipprinsip kegiatan penyuluhan dengan kenyataan yang dihadapi dalam praktek dan rnampu

rnenentukan pilihan penyesuaiannya.

(6) Ketrampilan meneliti, terutama dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi, rnenentukan titik-titik pusat masalah, mengidentifikasi alternatif

pemecahan masalah dan mernilih alternatif pcmecahan yang paling tepat.

(7) Kemampuan dalam hubungan kemanusian, terutama dengan para pemimpin- pemimpin lokal untuk menggerdckan partisipasi masyarakat melalui

kegiatan-kegiatan kelornpok

Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Men& Kehutanan Nomor

603Kpts-IW1996 tentang penyelenggaraan penyuluhan kehutanan Dephut dan

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 375Kpts-I1 tentang kedudukan dan

(135)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja

Dumasari (1995) &lam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa faktor

internal (karakteristik individu) dan faktor eksternal (iklim atau lingkungan) yang

memungkinkan untuk berperilaku tertentu mempengaruhi kernampuan individu.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sujadi (1987) dalam penelitiannya di

Jawa Barat. Berkaitan dengan kinerja penyuluh &lam pelaksanaan tugas

pokoknya di kabupaten Cianjur kedua faktor ini diduga berhubungan dengan

kinerja penyuluh &lam pelaksanaan tugas pokoknya tersebut.

Faktor internal yang diduga berhubungan dengan kine j a penyuluh antara

Iain : tingkat pendidikan, pengalaman ke j a , tingkat kebutuhan, persepsi terhadap

tugas pokok dan sikap terhadap tanggung jawab, sedangkan faktor eksternal yang

diduga berhubungan dengan kineja penyuluh antara lain : jumlah kompensasi,

pengakuan keberhilan, hubungan interpersonal, intensitas supervisi dan

ketersedian sarana dan prasarana penyuluhan.

Pendidikan mempakan suatu proses pembentukan watak seseorang

sehingga memperoleh pengetah- pemahaman, dan cam bertingkah laku. proses

pembentukan watak terjadi karena adanya interaksi antara potensi yang dimiliki

seseorang (intelegensi, bakat), lingkungan dan pendidikadpengajaran (Winkel,

1990). Melalui pendidikan seseorang dapat dibina dan dikembangkan potensinya

agar menjadi rnanusia yang marnpu berfikir, bersikap dan bertindak atas kekuatan

sendiri dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, mampu memelibara harga die,

mampu bertanggung jawab atas wa ia bereksistensi di dunk (Padmowihajo.

(136)

Pendidikan &pat diklasifikasikan &lam pendidikan formal dan

pendidikan non formal, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang akan

memiliki pemahaman tentang pengetahuan, keterampilan yang tinga pula.

Pendidkan baik formal maupun non formal adalah suatu proses belajar mengajar

yang mengusahakan suatu perubahan perilaku bagi sasarannya berdasarkan ikmu-

ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui masyarakatnya

(Wiraatmadja, 1977). Pendidikan tiada lain adalah suatu proses pengembangan

kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab

untuk dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, clan sikap serta nilai-nilai

sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Cropley (1986) mengemukakan bahwa pendidikan berlangsung seumur

hidup, jenisnya dikenal dengan pendidikan formal d m non formal. Pendidikan

formal dikenal dengan sistem sekolah yang mempunyai struktur dan jenjang yang

lebih jelas menurut umur, pengetahuan maupun ketrampilan, seperti SD, SLTP,

SLTA, dan PT, sedangkan pendidikan non formal kebalikan dari pendidikan

formal, jenisnya adalab kursus-kursus dan pelatihan

Pengalaman seseorang mempengaruhi produktifitas kejanya, semakin

lama seseorang bekerja maka semakin tinggi produktifitasnya, seperti yang

dikemukakan oleh Kuntjoro dalarn Kartosaputra (1988) bahwa petani yang telah

berpengalaman dalam usahatan1 akan memiliki kemampuan dan ketrampilan

t e U produksi yang tinggi. Disamping itu petani yang telah lama berpengalaman

dalam berusahatani akan lebih pandai dalam mernilih caracaca berusahatani yang

paling menguntungkan baginya, terutarna daiam memilih jenis varitas yang akan

(137)

bahwa pengalaman masa I d u yang telah dimiliki seseorang akan mempengaruhi

kecenderungan untuk merasa memerlukan dan siap menerima pengetahuan-

pengetahuan baru.

Jadi dapat dikatakan pengalaman merupakan interaksi yang dialami

seseorang selama hidupnya dengan lingkungannya sehingga ia mendapatkan

pengetahuan, keterampilan dan permhaman tentang sesuatu kejadian. Semakin

sesuai pengalaman seseorang dengan suatu kejadian yang dialami di masa lalu,

maka akan semakin mudah baginya untuk memahami atau rnengerti tentang

stimulus tersebut.

Setiap tindakan manusia pasti memiliki motif atau dorongan, sedangkan

tindakan itu sendiri diiatar belakangi oleh adanya suatu kebutuhan. Apabila

kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya perilaku

seseorang, maka kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu akan merupakan

daya dorong yang menggerakkan (memotivasi) seseorang untuk berperilaku ke

arah tercapainya tujuan tersebut. (Hasibuan, 1999). Menurut Duncan dalam

Sumidjo (1986) motivasi addah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku

seseorang supaya mengarah kepada tercapainya tujuan yang diinginkan. Lebih

jauh dikatakan motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan

interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi clan keputusan yang terjadi pada diri

seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh fhktor di

&lam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik clan faktor di luar diri yang

disebut ekstrinsik.

Padmowiha j o (1994) menegaskan, motivasi bukan hanya terdapat pada

(138)

motivasi, misalnya bekerja Motivasi diartikan sebagai setiap usaha yang

dilakukan untuk menimbulkan dorongan atau motif seseorang untuk melakukan

suatu tindakan. Timbutnya motivasi dapat berasal dari dorongan dalam diri orang

tersebut (motivasi intrinsik) dan dorongan dari luar orang tersebut (motivasi

ekstrinsik). Dorongan untuk melakukan tindakan &pat berasal dari luar maupun

dalam yang bersifat mendorong, menarik, melibatkan diri ataupun merangsang

sehingga seseorang akan melakukan kegiatan.

Pengertian motivasi sebagai konsep manajernen dalam kaitannya dengan

kehidupan organisasi dan kepemimpinan menurut Berelson &Iam Sumidjo (1986)

adalah dorongan ke j a yang timbul pa& din seseorang untuk berperilaku dalam

mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila dalarn

diri seseorang timbul suatu k e b u t u h tertenty kebutuhan tersebut akan

menyebabkan lahirnya daya dorong (motivasi) tertentu. Akibat daya dorong,

lahirlah keinginan &lam din seseorang, lahimya keinginan &lam diri seseorang

akan menyebabkan timbulnya suatu sebab, akibat sebab yang timbul Iahirlah

ketegangan dan ketegangan itu sendiri juga akan menjadi sebab timbulnya

sesuatu. Sesuatu yang timbul akibat adanya ketegangan &lam din seseorang

disebut perilaku atau perbuatan. Perilaku yang ditampilkan seseorang timbul

karena mengttarapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati.

Dalam teori-tori motivasi dikelompokkan atas teon kepuasan dan teori

proses. Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan

dan kepuasan individu yang menyebabkamya bertindak dan berperilaku dengan

(139)

dan mendorong semangat bekeja seseorang. Hal. yang memotivasi semangat

bekeja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiif

maupun nonrnateriil yang diperoleh dari hasil peke rjaannya.

Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi, maka semangat

bekerjanyapun akan semakin baik pula. Tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan

dan kepuasan seseorang mencerminkan semangat beke j a orang tersebut. Pada

Teori Kepuasan (conrent theory) meliputi (Hasibuan, 1999) :

Motivasi Klasik

Teori motivasi kiasik (teori kebutuhan tunggal) ini dikemukakan oleh

Frederick Winslow Taylor. Menurut teori ini motivasi para pekeja hanya untuk

dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologik saja. Kebutuhan biologik

adalah kebutuhan yang diperlukrtn untuk mempertahankan kelangsungan hidup

seseorang. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi, jika gaji atau

upah (uang atau barang) yang diberikan mencukupi. Jadi jika gaji atau upah

karyawan dinaikkan maka semangat bekeja mereka akan rneningkat.

MasIuw 's Need Hierarchy

Teori ini dikemukakan oleh Maslow, yang menyatakan bahwa kebutuhan

dan kepuasan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologik dan psikologis berupa

materiil dan non materiil. Dasar dari teori ini adalah : 1) manusia adalah makhluk

sosial yang berkeinginan, ia selalu berkeinginan lebih banyak. Keinginan ini tens

menerus, baru berhenti jika akhir hanyamya tiba, 2) suatu kebutuhan yang teIah

(140)

terpenuhi yang menjadi alat motivasi, dan 3) kebutuhan rnanusia itu bertin&at-

tingkat, yaitu : a) kebutuhan yang diperlukan untuk memperlahankan

kelangsungan hidup seseorang seperti makan, rninum, udara, dan perumahan,

yang disebut kebutuhan Physiological Needs (kebutuhan fisik=biologik).

Keinginan untuk memenuhi kebutuhaa fisik

ini

merangsang seseorang berperilaku

clan bekeja giat. Kebutdan fisik ini merupakan kebutuhan utarna, tetapi

merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah, b) kebutuhan akan

kearnanan dari ancarnan yakni rnerasa aman dari ancaman kecelakaan dan

keselamatan &lam melakukan pekerjaan, disebut dengan Safety and Security

Needs. Bentuk dari kebutuhan ini ada dua yaitu kebutuhan akan keamanan dan

keselamatan jiwa diternapt kerja dan kebutuhan akan kearnanan dan keselamatan

harta di ternpat kerja, c) kebutuhan sosial, ternaq dicintai clan rnencintai serta

diterima dalam pergaulan kelornpok karyawan dan lingkungannya, disebut dengan

Afiiiafion o r Acceptance Needs. Kebutuhan ini terdiri dari empat kelompok,

yakni : 1) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia

hidup dan bekeja, 2) kebutuhan akan perasaan dihormati, 3) kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan, dan 4) kebutuhan akan perasaan ikut serta, d) kebutuhan akan penghargaan diri,

pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan clan masyarakat

lingkungannya, disebut dengan Esteem or Status o r Needs, e ) kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapaq kemampuan, ketrampilan, dan

potensi optimaluntuk rnencapai prestasi ke j a yang sangat memuaskan.

Kebaikan dari teori ini adalah : 1)memberikan informasi bahwa kebutuhan

(141)

pula, 2) pimpinan mengetahui bahwa seseorang berperilakukke j a adalah untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan (materiil dan non materiil) yang akan

mernberikan kepuasan baginya, 3) kebutuhan rnanusia itu bejenjang sesuai

dengan kedudukan atau sosial ekonominya, clan 4) pimpinan akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling sesuai untuk merangsang semangat beke j a

bawahannya, sedangkan kelemahannya adalah menurut twri ini kebutuhan

manusia itu bertingkat-tingkat, tetapi &lam kenyataannya manusia

menginginkamya sekaligus dan kebutuhan manusia ini merupakan siklus, seperti

lapar-makan-lapar lagi makan lagi dan setemsnya.

H e r z b e ~ 's Two Factors Motivation

Menzlrut teori ini rnotivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah

peluang untuk rnelaksanakan tugas yang lebih rnembutuhkan keahlian dan

peluang untuk mengembangkan kemarnpuan. Herzberg menyatakan bahwa orang

dalam melaksanakan peke jaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang mempakan

kebutuhan, yaitu : 1) Maintenance Factors, adalah faktor-faktor yang berhubungan dengaa hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman

badaniah (kesehtan) dimana kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terus

menerus. Faktor-faktor pemeliharaan ini meiiputi gaji, kondisi k e j a fisik,

kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, fasilitas pekejaan dll. Faktor-

faktor ini periu mendapatkan perhatian agar kepuasan dan kegairahan bekeja

bawahan &pat ditingkatkan, 2) Motivation Factors adalah

mar

motivasi yang
(142)

pekejaan. Hal ini dipenga.ruhi oleh pengakuan, pekejaan itu sendiri, tanggung

jawab, kebijaksanaan dan administrasi kantor, dan hubungan antar pribadi.

McClelCand's Achievement Moti~atwn

Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi

potensial. Bagaimana enegri ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada

kekuatan dorongan motivasi seseorang dan sikuasi serta peluang yang tersedia.

Energi i~ akan dirndaatkan oleh karyawan karena didorong oleh : I ) kekuatan

motif clan kebutuhan dasar yang terlibat, 2) harapan keberhasilannya, dan 3) nilai

insentif yang terlekaf pada tujuamya. Mc.Clelland mengelompokkan tiga

kebutuhan manusia yang &pat memotivasi gairah bekeja yaitu : I ) kebutuhan

akan prestasi, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asallcan

kemunglanan untuk ha1 itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari bahwa

hanya dengan mencapai prestasi k e j a yang tinggi akan dapat memperoleh

pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhimya ia &pat memiliki

serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, 2) kebutuhan akan afiliasi, yaitu

kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan rnaju clan tidak gaga1

dan

kebutuhan akan perasaan

ikut serta, 3) kebutuhan akan kekuasaan.

Motivasi Claude S. George

Teori ini menyatakan bahwa m r a n g mempunyai kebutuhan yang

berhubungan dengan iempat dan suasana di lingkungan ia beke ja, yaitu : upah

(143)

tempat k e j a yang baik, penerimaan oleh kelompok, perlakuan yang wajar, dan

pengakuan atas prestasi.

Twri motivasi proses berbicara mengenai proses sebab-akibat, karena

"ego" manusia yang selalu r n e n g i n g i b hasil yang baik-baik saja, maka daya

penggerak yang memotivasi semangat k e j a seseorang terkandung dari harapan

yang akan diperoleh pada masa depan, sehingga salah satu yang dikenal pada teori

ini adalah teori harapan. Tennasuk juga dalam teori ini adalah teori keadilan,

karena keadilan merupakan daya penggerak yang rnemotivasi semangat k e j a

seseorang, dirnana ego rnanusia selalu mendarnbakan keadilan dalam pernberian

hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama.

Mengacu pada teuri-teori tersebut, maka dalam penelitian ini tingkat

kebutuhan hidup dari seorang penyuluh diduga rnempengaruhi tingkat kineja

penyuluh dalam pelaksanaan tugas pokoknya.

Persepsi, menurut Rakhmat (1989), adalah pengalaman tentang obyek,

peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967) persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk indrawi (sensoryl dan pengalaman masa lampau

yang relevan diorganisasikan untuk mernberilcan kepada kita gambaran yang

terstruktur d m bermakna pada situasi tertentu. Senada dengan ha1 tersebut

Atkinson dan Hilgard (1990) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses

dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus &lam lingkungan.

Gibson dan Donely (1994) rnenjelaskan bahwa persepsi adalah proses pernberian

(144)

Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahun

khusus tentang obyek atau kejadian

pada

saat tertentu, maka persepsi tejadi

kapan saja stimulus menggerakkan indera. Persepsi diartikan sebagai proses

mengetahui atau mengenali obyek d m kejadian obyektif dengan bantuan indera

(Chaplin, 1989). Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respons

terhadap stimulus yang diterima seseorang sangat kornpleks, stimulus mas& ke

dalam otak, kemudian Aartikan &n ditafsirkan serta diberi makna melalui proses

yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 199 1).

Persepsi mencakup penerimaan stimulus (inpul), pengorganisasian

stimulus clan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi

dengan cara yang &pat rnempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga

orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang sesuai den-rn keadaannya

sendiri (Gibson dan Donely, 1994). Oleh karena itu persepsi penyuluh terhadap

tugas pokok diduga rnempengaruhi hngkat kinejanya &lam pelaIcsanaan tugas

pokok.

Sikap terhadap tanggung jawab rnenrpakan salah satu faktor yang

mempenganrhi kine j a seseorang dalam melaksanakan profesinya, karena seperti

yang dikernukakan oleh Ryan dan Couper dalam Puspadi (2000) organisasi

profesi diartikan sebagai lebih dari sekelompok individu yang tergabung dalam

pekerjaan yang sama dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) profesi memiliki ciri

unik dan penting &am pelayanan sosial, (2) profesi ada berdasarkan ketrampilan

i n t e l e k t d dalam menampilkan pelayanan, (3) profesi rnembutuhkan ketrarnpilan

yang memakan waktu cukup banyak, (4) baik anggota dati prof& dan kelompok

(145)

(5) anggota dari suatu profesi hams memiliki tanggung jawab untuk tindakan- tindakan dan keputusan-keputusannya,(6) profesi mengatur dirinya sendiri clan

bertanggung jawab untuk meningkatkan derajatnya sendiri, (7) profesi menekankan pelayanan daripada balas jasa finansialnya dan (8) profesi memiiiki kode etik yang rnengatur perilaku yang dapat diterima dari anggota-anggotanya.

Seiring dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Forgerson dalam

Sumidjo (1987), bahwa suatu pekejaan itu dapat disebut sebagai profesi, apabila

pekejaan itu sendiri mencenninkan adanya dorongan keterpaduan berbagai

ukuran atau kriteria yaitu, ciri-ciri pengetahtian, keahliankemahiran, rnengabdi

kepada kepentingan orang banyak sebagai cerminan tanggung j a m b sosial,

adanya organisasi atau asosiasi profesi, pengakuan dari masyarakat, ti&

mengutamakan keuntungan finansial, dan memiiiki kode etik.

Berdasarkan uraian tentang konsepkonsep profesi tersebut diatas maka

dapat disimpulkan bahwa pekejaan penyuluhan kehutanan merupakan profesi.

Jadi sikap terhadap tanggung jawab sangat mempengaruhi kineja

penyuluk Hal tersebut juga tertuang dalam kode etik penyuluh kehutanan yaitu

sebagai berikut (Padmanagam h i a m DPKT Cianjur, 2000) : (1) Perilaku sebagai

manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan YME, j u j u dan

disiplin, (2) perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati

adatkebiasaan rnasyarakatnya, menghormati petani dan keluarganya (apapun

keadaan dan status sosial ekonominya) dan menghonnati sesarna penyuluh, (3)

perilaku yang menunjukan penampiIan yang andal yaitu berkeyakinan kuat atas

manfaat tugasnya, memiliki jiwa kejasama yang tinggi dan kemampuan unfuk

(146)

mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskan diri dan selalu meningkatkan kemampuannya.

Sebagai individu yang memiliki profesi, dimana profesi memang sebuah

pekejaan, tetapi sekaligus tidak sama dengan pekejaan pada umumnya, maka

seorang penyuluh dituntut untuk profesional dalam melaksanakan profesinya,

bukan saja dari luar melainkan terutama dari dalam din individu itu sendiri.

Tuntutan ini menyangkut tidak saja keahlian, meIainkan juga komitmen moral,

tanggung jawab, keseriusan, kedisiplinan dan integritas pribadi.

Diantara profesi-profesi pada umumnya, masih dibedakan lagi profesi

khusus yang disebut sebagai profesi luhur. Disebut profesi luhur, karena

menekankan pada pengabdian atau pelayanan kepada masyarakat umumnya

melebihi hal-ha1 lain Pertarna profesi ini lahir bukan semata-rnata karena

dorongan untuk mempunyai pekejaan dan nafkah hidup tertentu melainkan

pertama-tama untuk melayani masyarakat. Dalam kaitannya dengan profesi pa&

umumnya, lama-kelamaan hubungan antara pengabdian kepada masyarakat dan

naflcah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan mengkondisikan. Artinya

semakin baik dan profesional ia menangani masyarakat, semakin banyak pula

orang yang menjadi langganannya dan karena itu ia akan memperoleh imbalan

yang semakin baik. Istilah profesional hampir identik dengan mutu, komitmen,

tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi. Hal tersebut yang rnelatarbelakangi

faktor jumlah kompensasi diduga mempengaruhi kine rja penyuluh.

Sama halnya dengan pengakuan keberhasilan yang merupakan wujud

nyata dari pengakuan individu terhadap eksistensi individu Lain, dimana ha1

(147)

meningkatkan prestasi individu yang bersangkutan yang pada akhimya

menimbulkan sikap profesional, maka faktor tersebut diduga mempengaruhi

kine rja penyduh.

Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena

pada dasamya manusia merniIiki naIuriah untuk berkelompok dengan manusia

lainnya (Padrnowiharjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu lain

seseorang akan dapat berkembang untuk dapat mewujudkan eksistensi dirinya,

dengan demikian faktor tersebut diduga mempengaruhi kinerja penyuluh.

Seseorang yang melaksanakan profesinya membutuhkan penilaian atas

hasil kerjanya apakah sesuai dengan tujuan atau tidak, jika tidak sesuai dengan

tujuan maka diadakan perbaikan dari hasil kerjanya yang disebut dengan

pernbinaan. Pembinaan dapat mendorong peningkatan yang lebih baik atas hasil

kerjanya, maka faktor intensitas supervisi diduga mempengaruhi kinerja

penyuluh.

Ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan merupakan faktor yang

mendukung kegiatan penyuluhan atau merupakan perangsang guna meningkatkan

prestasi penyuluh sehingga menjadi profesional. Ketersediaan dan kemudahan

memperoleh sarana penyuluhan dan transportasi akan meningkatkan kemampuan

penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan yang selanjutnya akan

(148)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir

Guna menanggulangi masalah-masalah dalam pelestarian surnber daya

hutan dibutuhkan strategi pembangunan kehutanan yang terpadu dan

berkesinambungan. PenyuIuhan kehutanan mempakan salah satu strategi yang

diandalkan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan

menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan. Namun

demikian secara faktual, kegiatan penyuluhan sering tidak mampu mencapai

tujuan, sehingga masih saja timbu1 masalah-masalah dalam pelestarian surnber

daya hutan yang berakibat pada kerusakan-kerusakan fungsi dan kemarnpuan

sumber daya hutan.

Berbagai kekuatan sosial, ekonomi dan budaya mempenga-aruh~ pen>uluhan

kehutanan mulai dari proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan program.

Salah satu kekuatan yang cukup berpotensi mempengaruhi keberhasilan

penyuluhan kehutanan adalah kemampuan penyuluh kehutanan melaksanakan

peran secara profesional.

Banyak ha1 yang hams dipahami seorang penyuluh kehutanan agar dapat

memiliki kine rja bagus yang berarti menuju pada profesional dalam pelaksanaan

program-program penyuluhan kehutanan, akan tetapi dalam penelitian akan

diteliti hal-ha1 berikut : (1) Pengetahuan atas content area yang meliputi pengetahuan penyuluh tentang prinsip materi penyuluhan, pengetahuan penyuluh

tentang sumber teknologi, pengetahuan penyuluh tentang pengujian, survai dan

atau evaluasi dan pengetahuan penyuluh dalam pembinaan Kelompok Tani (KT),

(149)

melaksanakan penyuluhan, pengetahuan penyutuh dalam melaksanakan metode

penyuluhan, menyusun programa penyuluhan dan pengetahuan penyuluh dalam

pengembangan kernampuan petani tentang pengorganisasian Kelompok Tani

Hutan (KTH), (3) keinovatifan penyuluh, dan (4) akses terhadap jaringan komunikasi.

Untuk menjadi penyuluh yang memiliki kernampuan memadai dalam arti

profesional, tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengamhinya &lam ha1

ini terdiri dari faktor internal yang meliputi tingkat pendidikan (formal dan non

formal), pengalaman kerja, tingkat kebutuhan hidup, persepsi terhadap tugas

pokok dan sikap terhadap tanggung jawab, dan faktor eksternal antara lain: tingkat

kompensasi, tingkat pengakuan keberhasilan, intensitas hubungan interpersonal,

intensitas supervisi dan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan.

Faktor-faktor tersebut mempakan sebagian dari banyaknya faktor yang

rnempengaruhi kemampuan penyuluh dalam meiaksanakan perannya. Dalam

penelitian ini diteIiti faktor-fah-or yang telah diuraikan tersebut. Berikut gambaran

(150)
[image:150.550.66.510.73.499.2]

Faktor Internal

(X)

I

Gambar : Kerangka berpikir faktor-faktor yang mempengaruhi k i n e j a penyutuh kehutanan &lam pelaksanaan tugas pokoknya (kualitas penyuluh kehutanan tidak diteliti).

~~~p

1. Tingkat pendidikan (formal dan non formal)

2. Pengalaman ke rja 3. Tingkat kebutuhan

hidup

4. Persepsi terhadap tugas pokok

5. Sikap terhadap tanggung jawab

+

Tingkat kine j a penyuluh

dalam pelaksanaan tugas

pokoknya (Y) ,..- __..- .._ _.__..__ ...,.- ....

Kualitas penyuluh

-..-...%

kehutanan

-._...- "'... ...

_ ,..

____.

... .--. ,_--

?

v

Fakt

Gambar

Gambar : Kerangka berpikir faktor-faktor yang mempengaruhi kineja penyutuh
Tabel 2. Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Faktor
Tabel 3. Variabei, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Faktor
Tabel 4. Distribusi Penyuluh Berdasarkan Tingkat Kinerja Dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan mahasiswa dalam mengonstruksi bukti bentuk biimplikasi di tinjau dari tingkat kecemasan matematika ( math

Menurut seratnya, bahan komposit serat dibagi menjadi dua jenis yaitu serat panjang (continues fiber) dan serat pendek (discontinues fiber). Untuk membuat komponen-komponen

 Nilai ekspor Provinsi Kalimantan Utara November 2016 berupa barang non migas mencapai US$ 67,40 juta atau mengalami kenaikan sebesar 5,63 persen dibanding ekspor Oktober

(dibimbing oleh Zainal Said dan Andi Tenripadang). Eksploitasi adalah merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memanfaatkan atau memeras

Pada jam-jam sibuk khususnya ruas jalan Srijaya Negara secara visual terjadi kemacetan lalulintas terutama pada areal memasuki kampus Unsri sebagai akibat masuk

Dengan kata lain, pemerintah pusat memberikan bantuan yang sama ke daerah yang memiliki kondisi ekonomi yang sama pula, dan daerah yang lebih miskin, akan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pem- buatan cookies dengan bahan dasar tepung asia ubi jalar dan mengkaji proporsi penggunaan kuning telur dan lemak

Dari ketiga formula tersebut formula yang paling efektif digunakan untuk mendapatkan sediaan sarabba effervescent yang baik berdasarkan uji hedonik dan evaluasi