ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI,
TINGKAT INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT
MODAL KERJA TERHADAP
POSISI KREDIT MODAL KERJA
(Studi Kasus Pada Kelompok Bank Di Perbankan Indonesia)
Disusun oleh :
YOKO ISTI WIYONO
(105081002453)
JURUSAN MANAJEMEN
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, suku bunga SBI dan
suku bunga kredit modal kerja. Pengambilan sampel dilakukan dengan judgement
sampling sehingga ada empat kelompok bank yang terdiri dari bank persero, bank
pemerintah daerah, bank swasta nasional, dan bank asing dan campuran dari tahun 2003
hingga 2008. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini model regresi jalur
(
path analyze
) dengan metode analisis uji t dan uji f.
Hasil penelitian menunjukan Hasil uji regresi jalur atau
path analyze
menunjukkan bahwa variabel inflasi secara simultan mempengaruhi variabel posisi kredit
modal kerja pada setiap kelompok bank. Namun secara parsial variabel inflasi tidak
mempengaruhi variable posisi kredit modal kerja. Hasil uji regresi secara simultan
menunjukan variabel tingkat suku bunga SBI mempengaruhi terhadap posisi kredit modal
kerja pada setiap kelompok bank. Hasil analisis secara parsial variabel suku bunga SBI
mempengaruhi (kelompok bank persero) sebesar 43,40%, posisi kredit modal kerja
(kelompok bank pemerintahan daerah) sebesar 4,7%, posisi kredit modal kerja (kelompok
bank swasta nasional) sebesar 114,40% sedangkan terhadap posisi kredit modal kerja
(kelompok bank asing dan campuran) suku bunga SBI tidak signifikan. Dan hasil uji
regresi secara simultan menunjukan variabel suku bunga kredit modal kerja
mempengaruhi terhadap posisi kredit modal kerja pada setiap kelompok bank dan hasil
analisis secara parsial variabel suku bunga kredit modal kerja mempengaruhi posisi kredit
modal kerja (kelompok bank persero) sebesar -86,60%, posisi kredit modal kerja
(kelompok bank pemerintahan daerah) sebesar -94,00%, posisi kredit modal kerja
(kelompok bank swasta nasional) sebesar -127,90% dan posisi kredit modal kerja
(kelompok bank asing dan campuran) sebesar 1,7%
The aim of this research is to know the effects of inflation, the SBI interest rate, the
working capital interest rate. The sample taken by judgement sampling method. There
are four group consist of state banks, regional government banks, private national banks
and foreign banks using historical data from 2003 to 2008 This research uses the
analysis model with path analyze The independen samples t test and f test are included in
this research.
The result shows that inflation the variable totally influenced to outstanding working
capital variable by group, however inflation the variables partially not influenced
outstanding capital variable. The result of path analysis totally shown the SBI interest
rate influenced to outstanding working capital variable by group. The result of analysis
partially show the SBI interest rate influenced to state banks equal 43,40%,, regional
government banks equal 4,7%, private national banks equal 114,40% and foreign banks
are not significant. And the result of path analysis totally show the working capital
interest rate by group influenced outstanding working capital. the result of analysis
partially show the working capital interest rate influenced to state banks equal -86,60%,
regional government banks equal -94,00%, private national banks equal -127,90% and
foreign banks 1,7%.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi
Daftar Riwayat Hidup ... ii
Abstract ... iii
Abstrak ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Peru musan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Moneter ... 8
1. Bank Sentral ... 8
2. Perkembangan Kebijakan Moneter Indonesia ... 10
3. Permintaan Uang ... 17
4. Penawaran Uang ... 19
5. Pengertian Inflasi ... 20
6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan ... 28
7. Produk Domestik Bruto ... 31
B. Manajemen Kredit ... 32
1. Pengertian Kredit ... 32
2. Tujuan Kredit ... 33
3. Fungsi Kredit ... 33
4. Jenis – Jenis Kredit ... 35
5. Macam – Macam Kredit ... 37
6. Prinsip – Prinsip Kredit ... 39
11. Kerangka Pemikiran ... 49
12. Hipotesis Penelitian ... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian ... 55
B. Metode Penentuan Sampel ... 55
C. Metode Pengumpulan Data ... 55
D. Metode Analisis Data ... 56
E. Operasional Variabel Penelitian ... 58
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum dan Objek Penelitian ... 61
1. Sejarah dan Perkembangan Bank Indonesia ... 61
B. Penemuan dan Pembahasan ... 64
1. Analisa Deskriptif ... 64
2. Analisa Regresi Jalur ... 69
BAB V KESIMPULAN dan IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 117
B. Implikasi ... 118
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
: Yoko Isti Wiyono
2. Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta, 29 Oktober 1987
3. Tinggal di
: Ciputat, Kota Tangerang Selatan
4.
Alamat
: Jalan Beringin Blok B 3 no 8, Graha Permai
Kel. Sawah Lama, Kec. Ciputat
Kota Tangerang Selatan. Banten 15413
5. Telepon
: 02194602180 / 08561356886
0217443251
II. PENDIDIKAN
1. SD
: SDN 1 Ciputat, lulus tahun 1999
2.
SMP
: MTsN 3 Jakarta, lulus tahun 2002
3.
SMA
: SMAN 29 Jakarta, lulus tahun 2005
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. BEM FEIS
: Bemj Divisi Olahraga dan Kesenian 2006 – 2007
2.
PMII
: Komisariat Olah Raga Fakultas Ekonomi 2007
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Yoyo Sumaryo
2. Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta, 04 Juli 1959
5. Ibu
: Rukayah Isti Ningrum
6. Tempat & Tgl. Lahir : Madiun, 13 Febuari 1964
7. Alamat
: Ciputat
8.
Telepon
: (Sda)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terdapat tiga pemain dalam dunia perbankan yaitu bank, deposan, dan
peminjam. Deposan menyimpan uang di bank dengan harapan memperoleh
return berupa bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada bank. Selanjutnya
bank akan menawarkan uang tersebut kepada peminjam dalam bentuk kredit
dalam rangka memperoleh pendapatan bunga. Tingkat suku bunga yang
ditetapkan bank kepada peminjam akan lebih tinggi daripada tingkat suku
bunga yang ditetapkan bank kepada deposan. Suku bunga yang dikenakan
bank atas uang yang ditawarkan disebut suku bunga kredit. Sedangkan suku
bunga yang ditetapkan kepada deposan disebut suku bunga deposito.
Selisih antara suku bunga kredit dengan suku bunga deposito disebut
spread atau margin. Bank akan memperoleh pendapatan bunga dari selisih
positif suku bunga kredit dengan suku bunga deposito ( net Intertest margin ).
Mengingat portofolio kredit merupakan sumber utama pendapatan bank, maka
perubahan – perubahan dalam tingkat suku bunga berpengaruh penting bagi
bank sehingga penentuan spread oleh bank akan ditentukan secara kompetitif.
Secara umum, jika suku bunga kredit naik maka bank akan semakin berminat
menawarkan uang. Di sisi lain, tingkat inflasi dan suku bunga SBI akan
mempengaruhi bank – bank di indonesia menetukan tingkat suku bunga kredit
Hubungan antara suku bunga dengan kredit di bank akan di kaji
berdasarkan teori mengenai transmisi kebijakan moneter melalui jalur uang
atau suku bunga (money / interest rate channel ). Dalam kerangka teori ini,
peran bank dalam transmisi moneter ke sektor riil di lakukan dari sisi
liabilitasnya, yaitu melalui kemampuannya menciptakan uang beredar dalam
bentuk deposit / giro. Bank tidak berperan dalam di sisi asset ( loan ) karena
posisi kredit akan lebih ditentukan oleh permintaan di pasar kredit. Adanya
kebijakan moneter ketat melalui reserve requirment akan mengurangi
cadangan yang dimiliki oleh bank. Sejalan dengan kebijakan tersebut,
kemampuan bank mengelola deposit akan berkurang karena pembatasan oleh
otoritas moneter. Konsekuensinya, masyarakat/deposan memegang uang
(deposito bank) lebih sedikit dalam portofolio mereka. Jika harga- harga
barang tidak berubah, berkurangnya uang yang dipegang masyarakat akan
menyebabkan keseimbangan uang riil berubah, sehingga akan menyebabkan
tingkat suku bunga akan naik. Naiknya tingkat suku bunga akan mengurangi
permintaan masyarakat akan kredit perbankan sehingga volume kredit akan
menurun.
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia cenderung ketat
sehubungan adanya tekanan terhadap inflasi yang terjadi belakangan ini.
Tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia yang masih tinggi mendorong
perbankan untuk tidak melakukan perluasan kredit karena perbankan akan
memperoleh return yang lebih tinggi, dengan resiko nol dan kualitas
tetapi juga dari segi permodalan dan kualitas aset hanya dengan menanamkan
di Sertifikat Bank Indonesia.
Berbagai langkah kebijakan diambil dalam rangka rekstrukturisasi
perbankan dan dalam mengawasi bank, Bank Indonesia setiap tahunnya
menilai kesehatan bank di Indonesia dengan tujuan membantu manajemen
bank, apakah telah dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan sistem perbankan
yang sehat serta sesuai dengan peraturan Bank Indonesia yang masih terus
berlanjut untuk mendorong kinerja perbankan. Secara agregat seluruh
indikator kinerja perbankan dipengaruhi oleh total aktiva, penghimpun dana,
penyaluran kredit, permodalan dan profitabilitas bank.
Penilaian terhadap manajemen merupakan penilaian terhadap
kemampuan bank dalam mengelola dana, baik dalam upaya menghimpun atau
menyalurkan dana yang ada serta mengkoordinasikan potensi lain yang
terdapat dalam bank guna mencapai tujuan tertentu. Manajemen adalah faktor
utama yang mempengaruhi profitabilitas bank, besar kecilnya bank dan lokasi
bank bukan faktor yang paling menentukan. Manajemen yang baik ditunjang
oleh faktor modal dan lokasi yang merupakan kombinasi ideal untuk
keberhasilan bank.
Persaingan dalam menghimpun dana dari masyarakat juga menjadi
perhatian bank dalam meningkatkan modalnya sehingga bank memberikan
fasilitas yang menarik kepada para nasabah untuk menabung di bank nya
masing-masing. Sehingga sumber dana dari masyarakat lebih mudah
promosi membuat penghimpunan sumber dana ini lebih mahal dari sumber
dana lainnya. Namun masih ada beberapa faktor-faktor lain yang turut
mempengaruhi penghimpun dana suatu bank. Menurut Selamet Riyadi
(2004:66) faktor-faktor itu ialah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
bank dimana nasabah menyimpan uangnya, tingkat suku bunga yang
ditawarkan, fasilitas yang diberikan oleh bank, kemudahan pelayanan seperti
tersedianya ATM, jarak atau lokasi yang mudah ditempuh, anggapan terhadap
resiko bank yang bersangkutan dan sikap pejabat atau karyawan yang
bersangkutan.
Untuk menanamkan kepercayaan masyarakat kepada bank, diperlukan
suatu manajemen bank yang baik dan dilengkapi sumberdaya manusia yang
andal, struktur modal yang kuat serta pelayanan dan fasilitas yang terbaik
kepada masyarakat dan nasabah. Kepercayaan masyarakat dan nasabah
terhadap keberadaan dan operasional bank yang baik merupakan suatu
keadaan yang diharapkan oleh bank.
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun
waktu 1997 – 1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem
perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga – lembaga
keuangan, termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya
tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor
usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha
sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset perbankan turun secara drastis
depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan
daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya
peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai
intermediator kegiatan investasi.
Mulai januari 2003 bank Indonesia secara bertahap melonggarkan
kebijakannya dengan menurunkan tingkat suku bunga SBI. Penurunan suku
bunga instrumen moneter ini diikuti oleh suku bunga penghimpunan dana.
Pergerakan suku bunga deposito, khususnya suku bunga deposito 1 bulan,
menunjukan konsistensinya dengan arah pergerakan suku bunga SBI. Perilaku
yang berbeda ditunjukan oleh pergerakan suku bunga kredit. Perilaku suku
bunga kredit yang pergerakannya tidak selaras dengan pergerakan suku bunga
SBI tersebut khususnya terjadi pada saat suku bunga SBI menurun. Pada saat
suku bunga SBI menurun, suku bunga kredit cenderung untuk tetap atau
menurun dalam ukuran yang lebih kecil ( sticky down ward ).
B. Perumusan Masalah
Kurang stabilnya kondisi ekonomi di lihat dari ketidaksbailan inflasi
dan menurunnya suku bunga SBI di satu sisi menggambarkan adanya
optimisme dari Bank Indonesia. Harapan tersebut berkaitan dengan
membaiknya kondisi secara bertahap setiap tahun walaupun masih terdapat
resiko usaha yang dinilai masih tinggi karena kondisi atau iklim investasi yang
belum stabil seperti kenaikan harga BBM ( Bahan Bakar Minyak ) Namun
kondisi ekonomi serta memberikan peluang perbankan mendapatkan
keuntungan dari bunga yang tinggi. Namun, untuk menimalisir resiko kredit
yang ada monitoring kredit harus sering dilakukan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan
permasalahan yang berkenaan dengan posisi kredit modal kerja ( KMK )
adalah sebagai berikut :
1. Apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap posisi kredit modal kerja di
bank u mum menurut kelompok bank?
2. Apakah tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap posisi kredit modal
kerja di bank u mum menurut kelompok bank ?
3. Apakah perubahan tingkat suku bunga kredit modal kerja mempengaruhi
posisi kredit modal kerja di bank umum menurut kelompok bank ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap posisi kredit modal kerja
di bank umum menurut kelompok bank.
2. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap posisi kredit
modal bank umum menurut kelompok bank.
3. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga kredit modal kerja terhadap
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh tingkat suku
bunga SBI, tingkat inflasi, tingkat suku bunga kredit modal kerja terhadap
posisi kredit modal kerja di bank umum menurut kelompok bank akan
diperoleh beberapa manfaat bagi pihak – pihak sebagai berikut:
1. Bagi bank umum konvensional, dapat dijadikan sebagai catatan atau
koreksi untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerja perbankan
yang sudah bagus, sekaligus memperbaiki kelemahan dan kekurangan
yang sudah ada.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan yang baik bagi bank
Indonesia sebagai salah satu catatan dalam melihat kinerja bank dalam
mempertahankan profitabilitasnya.
3. Bagi masyarakat, untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan yang
A. Kebijakan Moneter
1. Bank Sentral
Pengertian Bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup masyarakat banyak. Menurut G.M Veryn Stuart (1990), pengertian
bank adalah salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang
diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat – alat
pembayaran baru berupa uang giral.
Kasmir (2004:2) Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kemasyarakat serta memberikan jasa-jasa bank
lainnya. Sedangkan menurut Christopher Pass & Bryan Lowes (1994:38)
Bank adalah suatu lembaga simpan pinjam yang memiliki ijin dari pemerintah (Bank Sentral) yang bertindak sebagai tempat penyimpanan uang oleh masyarakat, perusahaan dan lembaga-lembaga yang dapat diambil kembali setiap saat (Current Accounts) atau setelah jatuh tempo yang ditetapkan sebelumnya (Deposit Accounts)
Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 november 1998 (Kasmir 2005:23) tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun
1990 pengertian bank adalah: “Bank merupakan suatu badan yang
kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran
dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”.
Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792
Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar
Akuntansi Keuangan
”Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak- pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”.
Definisi Bank tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan
usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang
merupakan sumber dana bank. Demikian dari segi penyaluran dananya,
hendaknya bank tidak semata mata memperoleh keuntungan yang sebesar –
besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada
peningkatan taraf hidup masyarakat. Definisi tersebut merupakan komitmen
bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank
Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7).
Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian,
sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam
pencapaian "single objective"-nya. Apa yang dimaksud dengan kestabilan
nilai rupiah? Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai
secara umum. Faktor - faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi
2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi
penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari
sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana
alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar
pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga
tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan
komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta.
Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang
sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai
tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan
dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI
adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
Pentingnya kestabilan harga Pentingnya pengendalian inflasi
didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil
memberikan dampak negatif kepada kondisi social ekonomi masyarakat.
2. Perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia
Meningkatnya tekanan terhadap inflasi dan melemahnya nilai tukar
rupiah mendorong bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang
cenderung ketat terutama sejak bulan Mei 2000. Kebijakan ini di tempuh guna
mencapai laju inflasi yang cukup rendah yang memiliki arti penting bagi
mempertimbangkan dampaknya secara minimal terhadap proses pemulihan
perbankan, penyelesaian utang, dan pemulihan perekonomian yang sedang
berlangsung.
Di tengah nuansa optimisme yang cukup kuat mengenai prospek
ekonomi Indonesia tahun 2000, upaya mencapai sasaran uang primer oleh
bank indonesia dalam perjalanannya menghadapai banyak tantangan.
Tantangan terbesar bersumber dari lebih kuatnya ativitas ekonomi
perekonomian dari yang diperkirakan semula, memburuknya ekspetasi inflasi
dan kuatnya tekanan terhadap rupiah. Di samping itu, pengendalian moneter
juga menghadapi kendala yang bersu mber dari sisi operasional sehubungan
dengan belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan dan meningkatnya
ketidakpastian sosial politik dalam negeri.
Berbagai permasalahan tersebut menghadapkan Bank Indonesia pada
posisi yang dilematis. Di satu sisi, upaya untuk meredam permintaan uang
primer membutuhkan respon kebijakan moneter yang ketat dengan
konsekuensi suku bunga meningkat tajam. Namun disisi lain, kenaikan suku
bunga yang terlalu tinggi dikhawatirkan dapat menghambat momentum
pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Di dalam situasi seperti ini, Bank Indonesia memilih menerapkan
kebijakan moneter yang cenderung ketat ( tight bias ) yang terutama diarahkan
untuk menyerap kelebihan likuiditas di luar kebutuhan transaksi riil, tanpa
harus mengorbankan proses pemulihan ekonomi yang baru berjalan. Dalam
menjaga agar kenaikan suku bunga tidak terjadi secara drastis dan berlebihan.
Upaya pengendalian uang primer terutama ditempuh melalui operasi pasar
terbuka (OPT) dalam bentuk lelang SBI dan intervensi langsung di pasar uang
rupiah ( intervensi rupiah )
Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat tercemin dari
meningkatnya suku bunga SBI, baik 1 bulan dan 3 bulan, secara bertahap.
Peningkatan suku bunga SBI tersebut ternyata tidak diikuti oleh peningkatan
yang seimbang pada suku bunga deposito perbankan, meskipun telah
didukung oleh kebijakan Bank Indonesia untuk meningkatkan marjin suku
bunga penjaminan terhadap suku bunga rata – rata deposito rupiah peserta
JIBOR. Dengan tingginya laju inflasi., suku bunga deposito riil mengalami
penurunan, sehingga mengurangi minat masyarakat untuk menyimpan
kembali uang kartal mereka di perbankan.
Dalam perkembangannya, sebagai akibat berbagai faktor tersebut
diatas, tingginya posisi uang kartal telah menyababkan uang primer meningkat
tajam sebesar 23,4% pada akhir tahun. Peningkatan uang kartal telah
mendorong kenaikan pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1).
Sementara itu, rendahnya suku bunga deposito riil selama tahun 2000
berdampak pada melambatnya pertumbuhan uang beradar dalam arti luas
(M2).
Pada tahun 2001, menghadapi tekanan inflasi dan nilai tukar yang
dirasakan semakin kuat , Bank Indonesia masih melanjutkan kebijakan
pengurangan kelebihan likuiditas perbankan yang berpotensi mendorong
melemahnya nilai tukar dan tekanan inflasi.
Dalam rangka mencapai sasaran uang primer secara konsisten,
kebijakan pengendalian uang primer tersebut terutama dilakukan melalui
Operasi Pasar Terbuka (OPT), khusunya melalui mekanisme lelang SBI baik
yang berjangka waktu 1 bulan maupun 3 bulan. Upaya ini juga didukung oleh
penyerapan kelebihan likuditas sejalan dengan belum pulihnya fungsi
intermediasin perbankan, upaya pengendalian moneter melalui instrumen
moneter ini membawa implikasi pada terjadinya kenaikan suku bunga SBI dan
suku bunga perbankan. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar penyerapan
likuiditas tersebut tidak memberikan dampak pada kenaikan suku bunga yang
berlebihan.
Selama 2001, suku bunga SBI tenor 1 bulan meningkat sebesar 309
basis point ( bo ) bila dibandingkan dengan posisi akhir 2000 hingga mencapai
17,62% pada akhir desember 2001. sementara itu suku bunga SBI tenor 3
bulan meningkat sebesar 332 bp hingga mencapai posisi 17, 63%. Peningkatan
suku bunga SBI selama 2001 masih belum secara signifikan, terutama akibat
masih tingginya likuiditas perbankan sebagai akibat masih tingginya
ketergantungan perbankan pada SBI sebagai alternatif penempatan utama,
dengan memanfaatkan selisih antara suku bunga SBI dan deposito di tenga h
kondisi fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Dalam
hal itu, pergerakan suku bunga deposito meningkat sebesar 411 bp menjadi
maksimum penjaminan yang selama tahun laporan telah diubah selama dua
kali. Hal ini terlihat dari arah pergerakan suku bunga deposito sepanjang tahun
laporan yang lebih dekat dengan suku bunga penjaminan. Sejalan dengan
meningkatnya suku bunga deposito nominal itu, suku bunga riil deposito
mengalami peningkatan sebesar 91 bp hingga mencapai sebesar 3,52%.
Tingkat suku bunga riil ini masih jauh di bawah tingkatanya pada masa
sebelum krisis, terlebih jika mempertimbangkan relatif lebih tingginya premi
resiko pada saat ini.
Walaupun tingkat suku bunga riil deposito tersebut masih relatif lebih
rendah, kenaikan suku bunga riil ini cukup mampu menggeser portofolio dana
masyarakat dari aset – aset untuk tujuan bertransaksi ( transaction purpose )
menjadi aset – aset untuk tujuan menabung ( saving purposes ). Hal ini
tercemin dari peningkatan deposito yang lebih tinggi dari peningkatan aset –
aset yang lebih likuid seperti tabungan dan simpanan giro. Sejalan dengan
terjadinya peningkatan deposito tersebut, pada akhir tahun pertumbuhan uang
beredar dalam arti luas ( M2 ) menagalami kenaikan sebesar 13% ( y-o-y )
yang melebihi pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit ( M1 ) sebesar
9,6% ( y-o-y ) walaupun secara rata – rata pertumbuhan M2 lebih rendah dari
pertumbuhan M1.
Strategi kebijakan moneter selama 2002 tetap di tujukan pada upaya
penyerapan ekses likuiditas perbankan dengan mengupayakan penurunan suku
bunga. Uang primer selama 2002 terkendali seperti tercemin dari pertumbuhan
pertumbuhan uang primer tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya
motif berjaga – jaga dalam memegang uang kartal sehubungan dengan
membaiknya ekspetasi masyarakat atas kestabilan moneter dan sosial politik.
Ekspetasi positif atas kestabilan moneter berbentuk karena pada saat yang
sama indikator makro lainnya seperti laju inflasi dan nilai tukar juga
menunjukan perkembangan yang positif, sementara itu agregat moneter
lainnya yaitu M1 dan M2 masih mengalami pertumbuhan meskipun
melambat.
Perkembangan positif tersebut memberikan keyakinan terhadap
membaiknya prospek inflasi sehingga membuka ruang gerak yang lebih lebar
bagi BI untuk memberikan sinyal penurunan suku bunga secara bertahap
melalui penurunan suku bunga instrumen moneter. Langkah penurunan
tersebut dilakukan secara hati – hati dengan tetap memperhatikan
perkembangan suku bunga riil dan perbedaan suku bunga dalam dan luar
negeri (interest rate differential).
Penurunan suku bunga moneter tersebut juga diikuti oleh beberapa
suku bunga lainnya. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan suku
bunga simpanan perbankan mengalami penurunan yang signifikan, sementara
suku bunga kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) belum
menunjukan penurunan yang berarti. Dalam hal itu, suku bunga kredit
konsumsi (KK) justru mengalami peningkatan. Lambatnya penurunan suku
bunga KI terutama disebabkan oleh masih tingginya persepsi resiko perbankan
Kebijakan moneter pada 2003 tetap diarahkan pada upaya pencapaian
sasaran inflasi. Untuk mencapai sasaran tersebut, secara operasional kebijakan
moneter masih didasarkan kepada upaya pengendalian uang primer dengan
berfokus kepada pengendalian ekses likuiditas perbankan sambil tetap
membuka kemungkinan penurunan suku bunga sesuai dengan kebutuhan riil
ekonomi.
Perkembangan uang beredar yang terkendali serta ekspetasi positif
masyarakat terhadap inflasi kedepan yang cenderung menurun telah memberi
ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memberikan sinyal penurunan suku
bunga lebih lanjut. Penurunan suku bunga selama 2003 dilakukan dengan
tetap memperhatikan perkembangan suku bunga riil serta perbedaan suku
bunga suku bunga dalam dan luar negeri. Penurunan suku bunga instrumen
moneter telah diikuti oleh penurunan simpanan perbankan dengan laju yang
lebih lambat dari pada suku bunga simpanan. Lambatnya laju penurunan suku
bunga kredit perbankan menunjukan belum optimalnya transmisi kebijakan
moneter melalui jalur suku bunga.
Pada tahun 2004 paruh pertama, Bank Indonesia melanjutkan
kebijakan moneter longgar (cautios easing). Suku bunga instrumen (SBI)
mengalami penurunan secara bertahap di tengah upaya Bank Indoensia untuk
tetap mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas, memasuki paruh waktu
kedua, kebijakan moneter menghadapi tantangan yang bersumber dari
perubahan sentimen eksternal yang berpotensi menambah takanan inflasi.
pada tertahannya penurunan suku bunga dan kemudian secara bertahap
mengalami peningkatan.
Sementara itu, pertumbuhan uang primer relatif terkendali, sedangkan
uang beredar mengalami perkembangan yang positif baik dari segi nominal
maupun pertumbuhan. Sementara itu, masih cukup besarnya kelebihan
likuiditas perbankan mendorong suku bunga intrumen relatif cenderung
menurun, meskipun penurunnya relatif melambat sejak 2003. penurunan suku
bunga instrumen moneter ini diikuti dengan menurunnya suku bunga pasar
uang antar bank (PUAB), deposito, dan kredit perbankan.
Di tahun 2005, dalam rangka mengantisipasi meningkatnya ekspetasi
inflasi sebagai reaksi penurunan subsidi bahan bakar minyak (BBM), Bank
Indonesia tetap mempertahankan kebijakan moneter yang cenderung ketat,
dengan tetap memberikan iklim yang kondusif bagi upaya percepatan
pertumbuhan ekonomi.
3. Permintaan Uang
Menurut keynes, ada tiga motif seseorang meminta uang yaitu untuk
bertransaksi, untuk berjaga – jaga dan untuk berspekulasi. Permintaan uang
untuk transaksi dan berjaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan
permintaan uang untuk spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga. Motif
permintaan uang untuk spekulasi didasarkan pada usaha untuk mendapatkan
keuntungan lewat pasar komoditas, bursa efek, dan pasar uang, termasuk
keuntungan dari spekulasi.semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin rendah
permintaan akan uang untuk berspekulasi ; demikian pula sebaliknya.
Hubungan antara permintaan uang dengan tingkat pendapatan dan
suku bunga dapat ditulis sebagai berikut :
Md = $ Y L
Persamaan ini menunjukan bahwa permintaan uang, dinotasikan Md
(demand for money) sama dengan pendapatan nominal ($Y) dikaitkan dengan
fungsi suku bunga atau L (i). Fungsi tersebut dapat digambarkan sebagai
[image:25.612.100.512.161.583.2]berikut :
Gambar 2.1Kurva Permintaan Uang
Interest Rate ( i )
i’
Md ( for $Y’> $Y )
i
Md ( for nominal Income $ Y )
0 M M’
Hubungan antara permintaan uang dengan suku bunga pada tingkat
pendapatan nominal tertentu dipresentasikan oleh kurva Md. Kurva ini
berslope negatif atau menurun. Makin rendah tingkat suku bunga (i), maka
Pada tingkat suku bunga teretntu adanya pendapatan nominal akan
meningkatkan permintaan uang. Dengan kata lain peningkatan pendapatan
nominal akan menggeser permintaan uang ke kanan dari Md ke Md’.
4. Penawaran Uang
Uang dapat diciptakan oleh dua pihak, yaitu oleh bank sentral melalui
selain pencetakan dan melalui pinjaman yang diberikan oleh bank – bank
umum atau bank komersial. Uang yang diciptakan oleh pemerintah disebut
uang kartal, yang terdirir dari uang kertas dan uang logam. Sedanglkan uang
yang diciptakan oleh perbankan disebut uang giral. Uang giral merupakan
simpanan pada suatu bank yang dapat diambil sewaktu – waktu dengan
menulis pada lembaran cek.
Jumlah seluruh uang yang dipegang oleh masyarakat di suatu negara
baik yang tercipta melalui sisterm kredit perbankan ( uang giral ) maupun oleh
bank sentral melalui pencetakan (uang kartal) disebut uang beredar atau
penawarana uang. Pengertian uang beredar tidak mencakup uang, baik kartal
maupun giral yang dimiliki atau dipegang oleh pemerintah, bank sentral
maupun bank – bank komersial lainnya. Hanya uang yang dipegang publik
yang termasuk dalam jumlah uang yang beredar karena hakekatnya uang
sesungguhnya merupakan surat hutang bagi lembaga –lembaga yang
mengeluarkan atau mengedarkannya.
Untuk mengendalikan secara langsung penawararn uang, yang
reuirement yang disebut giro wajib minimu ( GWM ). Melalui piranti ini BI
dapat mempengaruhi kemampuan bank – bank umum utn. Pemrubahan dalam
ketentuan GWM akan mempengaruhi komposisi neraca baik di bank umum
maupun di bank sentral.
5. Pengertian Inflasi
Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang,
harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai
tukar uang selalu turun dibandingkan nilai barang, gejala itu merupakan
inflasi. Yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga harga
barang jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga yang sifatnya
sementara seperti momen hari ra ya ( tidak terus menerus ) dan kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan
itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.
a. Indikator Inflasi
Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.
Indeks Harga Konsumen (IHK) menunjukkan pergerakan harga
dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas
dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap
283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari
742 komoditas. Indeks Perdagangan Besar merupakan indikator yang
menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang
dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP diperoleh dengan membagi
GDP nominal ( atas dasar harga berlaku ) dengan GDP Riil ( atas daasar
harga konstan/tahun dasar ) Penggunaan Indeks yang bervariasi itu
dikarenakan arti penting masing masing barang tersebut bagi tiap
kelompok masyarakat tidak sama.
b. Jenis-Jenis Inflasi
Menurut Ukuran parah tidak nya
1) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2) Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun)
3) Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun), dan
4) Inflasi tak terkendali (di atas 100% setahun)
Di Indonesia Pernah Terjadi Inflasi diatas 500 % pada tahun 1966,
pada masa sekarang pemerintah menargetkan Inflasi di bawah 10 %,
namun dampak inflasi bagi masyarakat tidak semata mata ditentukan
tinggi nya tingkat inflasi, namun juga kelompok barang yang mengalami
inflasi. Jika inflasi disebabkan oleh kelompok barang kebutuhan pokok,
maka akan berpengaruh besar pada masyarakat, sebaliknya jika hanya
barang mewah yg mengalami kenaikan, maka hanya berpengaruh pada
sekelompok kecil masyarakat.
c. Menurut Penyebabnya
Secara Ekonomi Perubahan harga bisa disebabkan karena sisi
penawaran ( Suplay ) dan sisi permintaan ( Demmand)
Inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total
(Agregat Demmand) yang berlebihan sementara produksi (Suplai)
telah berada pada keadan kesempatan kerja yang penuh dan tidak
mungkin meningkat lagi sehingga penambahan permintaan hanya akan
menyebabkan terjadi nya perubahan peningkatan harga
2) Desakan Biaya (Cost push inflation)
Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input)
sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang
dihasilkan ikut naik. Terjadi Biaya per unit yang lebih tinggi untuk
produksi/ pergeseran kurva penawaran ke kiri/ lebih sedikit jumlah
barang yang ditawarkan pada harga yg sama/ keseimbangan baru
dicapai pada harga yang lebih tinggi diikuti penurunan kuantitas yang
terjual. Sumber kenaikan biaya produksi ini bias berasal dari banyak
hal misalnya; kenaikan upah buruh, kenaikan harga energi, kenaikan
harga bahan baku
d. Berdasarkan asal timbulnya inflasi.
1) Inflasi berasal dari dalam negeri, misalnya sebagai akibat
terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara
mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan
makanan menjadi mahal.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri, yaitu inflasi sebagai akibat
naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi
e. Berdasarkan cakupan pengaruh kenaikan harga.
Jika terjadi kenaikan harga secara umum hanya berkaitan
dengan beberapa barang tertentu secara kontinu disebut inflasi tertutup
(Closed Inflation) dan apabila kenaikan harga terjadi secara
keseluruhan disebut inflasi terbuka (Open Inflation), sedangkan
apabila serangan inflasi demikian hebatnya dan setiap saat harga-harga
terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan
uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi
yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
f. Berdasarkan Fundamentalitas Penyebab Inflasi.
1) Inflasi Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
seperti: Interaksi permintaan-penawaran, Lingkungan eksternal
seperti nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra
dagang dan Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen.
2) Inflasi non Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor
fundamental. Seperti terdiri dari :Inflasi Volatile Food. ( Inflasi
yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti
panen, gangguan alam, gangguan penyakit.) dan Inflasi
Administered Prices (Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa
kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif
g. Dampak inflasi
Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif,
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan
membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
nvestasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi
inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau
dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja,
menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena harga
meningkat dengan cepat, para penerima pendapatan tetap seperti pegawai
negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi
semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
1) Efek Terhadap Pendapatan
Secara umum inflasi akan mengurangi daya beli seseorang apalagi
bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap inflasi ini sangat
merugikan. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung
karena nilai mata uang semakin menurun. bila orang enggak menabung,
dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Bagi orang yang
meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi
produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh
lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya
terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya
biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen
enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan
produksinya untuk sementara waktu, bahkan bila tidak sanggup mengikuti
laju inflasi, bisa gulung tikar (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
2) Efek Terhadap Efisiensi.
Inflasi dapat mengubah pola alokasi factor produksi. Perubahan
harga barang konsumsi dan harga barang factor produksi akan mengubah
pemakaian barang tersebut pada kegiatan produksi dan konsumsi yang
lebih efisien
3) Efek Terhadap Output.
Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, apabila kenaikan
harga barang barang mendahului kenaikan biaya produksi sehingga
menyebabkan keuntungan produsen dalam jangka pendek, Namun lebih
banyak Inflasi menurunkan output apabila laju inflasi cukup tinggi
menyebabkan daya beli menurun dan mengurangi daya serap output
4) Efek Terhadap Redistribusi pendapatan.
Apabila harga harga naik, maka daya beli masyarakat akan
menurun, namun ada sekelompok masyarakat yang mampu menaikkan
daya belinya akibat kenaikan barang tersebut.
5) Bagi perekonomian nasional.
a) Investasi berkurang
b) Mendorong tingkat bunga
c) Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif
d) Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan
e) Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi masa yang akan
datang
f) Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang
g) Menimbulkan defisit neraca pembayaran
h) Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat
h. Teory Inflasi
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi
1) Teori Kuantitas Teori ini berdasarkan persamaam MV = PT.
Menurut teori ini inflasi hanya bisa terjadi kalo ada tambahan
volume uang yang beredar (kartal maupun giral) tanpa diiringi oleh
pasokan ( suplai) barang barang yang tersedia . Inflasi juga dapat terjadi
oleh harapan ekspektasi psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga
2) Teory Keynes
Mengemukakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonominya dan permintaan masyarakat
akan barang barang melebihi jumlah barang barang yang tersedia
3) Teory Struktural
Teori ini lebih menekankan penyebab inflasi berasal dari struktur
perekonomian yang tidak mampu mengantisipasi secara cepat dan
fleksibel atas perkembangan perekonomian yang ada terutama terjadi di
Negara-negara berkembang. negara berkembang biasanya hanya
menghasilkan hasil alam dan pertanian yang daya tukar nya tidak
berkembang secepat produk industri yang di impor dari negara maju.
Negara berkembang juga menghadapi permasalahan kependudukan
i. Peran Bank Central dalam Pengendalian Inflasi
Bank Central memainkan peranan penting dalam mengendalikan
inflasi. Bank Central suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan
tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank Central bahkan
memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya
tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral, termasuk pemerintan
Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank
sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi
pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong
perekonomian – akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi. Bank
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral
juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal
ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal
(dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola
inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia,
termasuk oleh Bank Indonesia.
6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan
Seiring dengan peningkatan suku bunga SBI sejak mei 2000, suku
bunga deposito 1 bulan meningkat sebesar 1,63% hingga mencapai posisi 12%
pada akhir desember 2000. relatif rendahnya peningkatan jenis suku bunga
tersebut dibandingkan dengan peningkatan suku bunga SBI terkait tingginya
kondisi likuiditas perbankan. Kondisi likuiditas tersebut juga didorong oleh
upaya perbankan untuk memaksimalkan keuntungan bunga sehubungan
dengan masih tingginya spread antara suku bunga simpanan dan SBI.
Rendahnya peningkatan suku bunga simpanan, ditengah tengah peningkatan
laju inflasi, mengakibatkan turunnya suku bunga riil hingga mencapai posisi
2,56% pada akhir Desember. Sementara itu, suku bunga jangka panjang,
khususnya suku bunga kredit baik untuk modal kerja maupun investasi,
cenderung relatif lebih stabil.
Tingkat suku bunga deposito ( 1 bulan ) selama 2001 mengalami
peningkatan menjadi 16,07%. Dalam rangka mendorong peningkatan suku
Indonesia meningkatkankan lagi margin suku bunga penjamin sebanyak 2
kali. Peningkatan suku bunga maksimum penjaminan telah mendorong
perbankan untuk menaikan suku bunga nominal depositonya selama 2001
sebesar 16,07%.
Dalam hal itu, perkembangan suku bunga perbankan lainnya seperti
suku bunga deposito 3 bulan, suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga
kredit investasi juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan posisi
pada akhir tahun lalu. Sampai dengan akhir 2001, suku bunga deposito 3
bulan meningkat menjadi 17,24%, suku bunga kredit modal kerja naik
menjadi 19,19%, sedangkan suku bunga kredit investasi naik menjadi 17,90%. Di
tahun 2002, suku bunga rata – rata tertimbang deposito perbankan
jangka waktu 1 dan 3 bulan masing – masing turun hingga mencapai pada
posisi 12,81% dan 13,63%. Penurunan suku bunga simpanan perbankan
tersebut ternyata tidak diikuti oleh penurunan suku bunga kredit modal kerja
dengan pregerakan yang sama, bahkan suku bunga KK menunjukan sedikit
peningkatan. Suku bunga KMK dan KI hanya turun masing – masing pada
posisi 18,25% dan 17,82% di Desember 2002. sementara itu, suku bunga KK
meningkat hingga berada pada posisi 20,21%. Tingkat suku bunga KMK yang
mulai turun sejak triwulan II 2002 tersebut telah lebih rendah dibandingkan
masa sebelum krisis yang berkisar 19%. Sementara itu, tingkat suku bunga KI
yang baru menunjukan sedikit penurunan sejak Oktober 2002 tersebut masih
lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum krisis yang berkisar antara 16%
Suku bunga simpanan perbankan pada 2003 menunjukan pergerakan
yang searah dengan kecendrungan penurunan suku bunga instrumen moneter.
Penurunan suku bunga simpanan 1 dan 3 bulan lebih tajam dibandingkan
penurunan suku bunga SBI 1 dan 3 bulan. Situasi demikian telah menjadikan
suku bunga simpanan menjadi lebih rendah daripada suku bunga SBI pada
2003.
Penurunan suku bunga simpanan telah diikiti oleh suku bunga kredit
namun dengan laju penurunan yang lebih lambat. Dibandingkan dengan suku
bunga deposito. Suku bunga Kredit Modal Kerja ( KMK ) pada akhir 2003
tercatat sebesar 15,07%. Suku bunga Kredit Investasi ( KI ) juga mengalami
penurunan, hingga menjadi sebesar 15,68%. Sedangkan suku bunga Kredit
Konsumsi ( KK ) mengalami penurunan yang paling kecil. Hingga tercatat
pada posisi 18,69%.
Pada tahun 2004, suku bunga deposito perbankan cenderung bergerak
searah dengan perkembangan suku bunga instrumen moneter. Suku bunga
deposito 1 dan 3 bulan turun hingga mencapai 6,43% dan 6,71%. Penurunan
tersebut jauh lebih lambat dari penurunan yang terjadi pada 2003.
Pada 2004 penurunan suku bunga kredit terjadi dengan laju yang lebih
lambat. Suku bunga kredit konsumsi mencatat penurunan terbesar menjadi
16,57%, sementara suku bunga kredit modal kerja dan investasi turun masing
– masing tercatat sebesar 13,41% dan 14,05% pada akhir tahun. Penurunan
mendorong tetap tingginya kesenjangan antara suku bunga deposito dan
kredit.
7. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB adalah sebutan untuk menyatakan besarnya pendapatan suatu
perekonomian daerah. Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai
total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik
yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun
orang-orang dari negara lain yang berrnukim di negara yang bersangkutan.
Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian
karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang
tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999). Terdapat beberapa cara
untuk menilai PDB sebagai kinerja sebuah perekonomian, (1) dengan melihat
PDB sebagai perekonomian total (pendekatan pendapatan) dari setiap orang
yang berada di dalam perekonomian, (2) dengan melihat PDB sebagai
pengeluaran total (pendekatan pengeluaran) pada output barang dan jasa
perekonomian. Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB merupakan
cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang dipedulikan
banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang dan jasa yang
memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. PDB
mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada outputnya dengan
setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang yang dikeluarkan
seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang lain.
B. Manajemen Kredit
1. Pengertian Kredit
Pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang beraneka ragam,
dimulai dari arti “kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “credere” yang
berarti “kepercayaan” karena itu dasar kredit adalah kepercayaan. Dengan
demikian seseorang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh
kepercayaan. Kredit dalam bahasa latin adalah “creditum” yang berarti
kepercayaan akan kebenaran, dalam praktek sehari-hari pengertian ini
selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain: (Muljono, 1993)
a. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan
dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.
b. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan di
Indonesia, yaitu menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1998
dalam pasal 1; kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
2. Tujuan Kredit
Tujuan kredit mencakup scope yang luas, ada dua fungsi pokok
yang saling berkaitan dengan kredit adalah: (Sinungan, 1995).
a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit
berupa keuntungan yang diteguk dari pemungutan bunga.
b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan
harus benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Tujuan
kredit berarti tidak lepas dari falsafah yang dianut oleh suatu
negara karena pada dasarnya tujuan kredit didasarkan kepada usaha
untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi
yang dianut, seperti pada negara-negara liberal di mana dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya.
Pemberian kredit yang dimaksud untuk memperoleh
keuntungan maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat
kepada nasabahnya dalam bentuk kredit apabila nasabah yang akan
menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah
diterimanya itu. Dari faktor kemauan dan kemampuan tersebut, maka
tersimpul suatu unsur keamanan dan unsur keuntungan (profitability)
dari suatu kredit.
3. Fungsi Kredit
Kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang
selalu diikut sertakan dalam menentukan kebijaksanaan di bidang
moneter, pengawasan devisa, dan lain-lain. Hal ini antara lain
disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit
yang diberikan oleh bank merupakan pengaruh yang sangat luas dalam
segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi.
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan
perdagangan antara lain sebagai berikut.
a. Meningkatkan daya guna dari modal atau uang
Yaitu para pemilik uang atau modal dapat secara langsung
meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan
untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya
selain itu juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga
keuangan.
b. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari suatu barang
Yaitu dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat
memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna
barang tersebut menjadi meningkat.
c. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Yaitu kredit yang disalurkan melalui rekening giro dapat
menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet dan wesel
4. Jenis-Jenis Kredit
a. Menurut jenis kredit yang di biayai
1) Kredit modal kerja
Yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk
memenuhi modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja yaitu kebutuhan
modal yang habis dalam satu cycle usaha, hal ini kalau dilihat dalam
neraca suatu perusahaan akan berupa uang kas/ bank ditambah dengan
piutang dagang ditambah dengan persediaan baik persediaan barang jadi,
persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Apabila
dibicarakan modal kerja bersih maka perlu dikurangi lagi dengan current
liabilitiesnya.
2) Kredit Investasi
Yaitu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian
barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle usaha, maksudnya
proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut
akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa
kali perputaran. (Mulyono, 1993).
Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan
pabrik, atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk
membeli barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun
kembali setelah melalui proses depresiasi/ deplesi/ amortisasinya sesuai
jangka waktu ekonomisnya (economical useful life) yamg mana dana
ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli merupakan
barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama.
3) Kredit Konsumsi (Personal Loan)
Bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan ini bukan dalam
rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi.
b. Menurut resiko pembiayaan
1) Kredit dari dana bank yang bersangkutan
Dasar dari kredit ini diberikan atas dasar kema mpuan dari bank
yang bersangkutan didalam mengumpulkan dana dari masyarakat yang
menjadi nasabahnya baik berupa giro, deposito maupun modal sendiri dan
pinjaman-pinjaman lainnya.
2) Kredit dengan dana likuiditas Bank Indonesia
Sesuai dengan fungsinya bank sebagai agent of development
khususnya pada bank-bank pemerintah, maka dalam pengembangan
sektor-sektor perekonomian tertentu bank sentral telah memberikan
berbagai fasilitas penyediaan “Dana Likuiditas”.
3) Kredit Kelolaan
Kredit ini diperoleh Pemerintah Indonesia dari Luar Negri untuk
membantu berbagai pembiayaan pembangunan proyek-proyek swasta/
pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk bantuan kredit yang disalurkan
c. Menurut Sektor Ekonomi
Untuk kepentingan perencanaan pengembangan kegiatan
perekonomian maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti
yang sangat penting. Penguasa moneter dan bank sentral mempunyai
kepentingan utama dalam pembagian kredit menurut sektoral, sebagai alat
perencanaan dan penegendalian kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
diambilnya. Secara garis besar pembagian kredit menurut sektor ekonomi:
1) Sektor pertanian, perkebunan, dan sarana pertanian
2) Sektor pertambangan
3) Sektor perindustrian
4) Sektor listrik, gas, dan air
5) Sektor kontruksi
6) Sektor perdagangan, restoran, dan hotel
7) Sektor pengangkatan, pergudangan, dan komunikasi
8) Sektor jasa-jasa dunia usaha
9) Sektor jasa-jasa social atau masyarakat
5. Macam-Macam Kredit
Berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi
yang mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi
beragam, yaitu berdasarkan: sifat penggunaan, keperluan, jangka waktu, cara
a. Macam-macam kredit menurut sifat penggunaan, ada 2 macam,
Antara lain:
1) Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan oleh peminjam untuk
keperluan konsumsi. Artinya uang kredit akan habis digunakan untuk
semua akan terpakai untuk memenuhi kebutuhannya. Kredit ini tidak
bernilai bila ditinjau dari segi utility uang.
2) Kredit produktif, yaitu kredit yang ditujukan untuk keperluan produksi
dalam arti luas. Melalui kredit produktif ini suatu utility uang dan
barang dapat terlihat dengan nyata. Tegasnya kredit ini digunakan
untuk peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, perdagangan,
maupun investasi. Kredit produktif yang disediakan dalam rangka
menunjang program pembangunan antara lain : Kredit Investasi, Kredit
Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Bimas / Inmas, Kredit Usaha
Tani (KUT), Kredit Usaha Kecil (KUK).
b. Macam – macam kredit menurut keperluannya, dibedakan menjadi
1) Kredit Produksi / Eksploitasi, yaitu kredit yang diperlukan
perusahaan untuk meningkatkan produksi baik peningkatan
kuantitatif maupun peningkatan kualitatif, Kredit ini disebut kredit
Eksploitasi karena bantuan modal kerja tersebut digunakan untuk
menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas.
2) Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan
perdagangan pada umumnya yang berarti peningkatan dari suatu
Perdagangan Dalam Negeri dan Kredit Perdagangan Luar Negeri
atau lebih dikenl dengan Kredit Ekspor dan Impor.
3) Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan bank untuk keperluan
penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha
ataupun mendirikan usaha proyek baru. Ciri dari kredit ini adalah
diperlukan untuk penanaman modal, mempunyai perencanaan yang
terarah dan matang, dan waktu penyelesaian kredit berjangka
menengah dan panjang.
c. Macam-Macam Kredit Menurut Jangka Waktu
Pembedaan menurut jangka waktu di Indonesia, disesuaikan
dengan pengertian menurut pengaturan Bank Indonesia, adalah sebagai
berikut :
1) Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit untuk jangka waktu kurang dari
pada 1 tahun.
2) Kredit Jangka Menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara
2–4 tahun.
3) Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit untuk waktu 5 tahun atau lebih.
6. Prinsip-Prinsip Kredit
Melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat, maka dikenal adanya
5 (lima) prinsip perkreditan, yaitu:
Menunjukkan adanya pelanggan untuk secara jujur berusaha untuk
memenuhi kewajiban untuk membayar kembali.
2) Capital (modal, kekayaan)
Modal yang ada pada peminjam hakekatnya akan mengurangi
resiko modal tersebut meliputi barang bergerak serta barang tidak bergerak
yang ada dalam perusahaan.
3) Condition (keadaan)
Bank harus menilai sampai dimana dan berapa jauh pengaruh dari
adanya suatu kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi terhadap
prospek industri dimana perusahaan pemohon kredit termasuk di
dalamnya, disini apakah pelaksanaan usaha dilakukan dalam keadaan baik
sehingga dapat berjalan lancar serta menguntungkan .
4) Capacity (kemampuan, kesanggupan)
Kemampuan calon nasabah dalam mengembangkan dan
kesanggupannya dalam menggunakan fasilitas kredit yang diberikan serta
mengendalikan usahanya dan mengembalikan pinjamannya.
5) Collateral (jaminan)
Menunjukkan jaminan untuk mendapatkan kredit yang diberikan
oleh pihak bank.
7. Kebijaksanaan Perkreditan
Menetapkan kebijaksanaan perkreditan terdapat 3 (tiga) asas pokok
1) Asas Likuiditas
Suatu asas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga
tingkat likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan
sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan dari nasabahnya atau dari
masyarakat luas.
2) Asas Solvabilitas
Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari
masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.
3) Asas Rentabilitas
Sebagaimana halnya pada setiap kegiatan usaha akan selalu
mengharapkan akan memperoleh laba, baik untuk mempertahankan
eksistensinya maupun untuk keperluan untuk mengembangkan dirinya.
8. Pertimbangan dan Penilaian Dalam Pemberian Kredit
Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 pasal 8 menjelaskan
bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Maksud dari pasal tersebut bahwa kredit yang diberikan oleh bank
mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko
tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha debitur. (Su yatno, dkk, 1995).
9. Jaminan Dan Kelayakan Kredit
Jaminan kredit menurut bank,