• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pertambahan Usia Dengan Fungsi Sel Β (Insulin, Proinsulin, Rasio Proinsulin-Insulin Dan Homa-B)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pertambahan Usia Dengan Fungsi Sel Β (Insulin, Proinsulin, Rasio Proinsulin-Insulin Dan Homa-B)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL β

(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN

DAN HOMA-B)

TESIS

Oleh

DIAN ANINDITA LUBIS

097101023

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL β

(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN,

DAN HOMA-B)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIAN ANINDITA LUBIS

097101023

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL

β

(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN- INSULIN, DAN HOMA-B)

Nama Mahasiswa : Dian Anindita Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 097101023

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Penyakit Dalam

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

DR. dr. Dharma Lindarto,SpPD-KEMD

Ketua Anggota dr. Santi Syafril,SpPD-KEMD

Ketua Departemen Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam

dr.Refli Hasan,SpPD,SpJP dr. Zainal Safri,SpPD,SpJP

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Dian Anindita Lubis

NIM : 097101023

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda

tangan di bawah ini:

Nama : Dian Anindita Lubis

NIM : 097101023

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive

Royalty Free Right ) atas tesis saya yang berjudul:

HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SELβ (INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN DAN

HOMA-B)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan

mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 26 Januari 2015

Yang menyatakan

(6)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 November 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH

Anggota : Dr. Mardianto,SpPD-KEMD

(7)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 November 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH ...

Anggota : Dr. Mardianto,SpPD-KEMD ...

Dr. Zuhrial Zubir,SpPD-KAI ...

(8)

ABSTRAK

Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Temuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada pertambahan usia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B).

Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 18 orang yang tidak menderita DM tipe 2 (terdiri dari 3 pria dan 15 wanita) yang berkunjung ke poliklinik RSUP. HAM Medan dari bulan Juli 2011 hingga Juli 2012, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan laboratorium. Uji Spearman digunakan untuk menilai hubungan antara pertambahan usia dengan insulin, proinsulin, dan rasio proinsulin-insulin.

Dari 18 sampel yang diperiksa, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Bila dibagi berdasarkan kelompok usia; dewasa muda (20-40 tahun), dewasa (41-60 tahun) dan tua (> 60 tahun), juga menunjukkan hasil yang tidak signifikanproinsulin (p=0,63), insulin (p=0.37), rasio proinsulin-insulin (p=0,76). Terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA-IR (p=0,99).

Sebagai kesimpulan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin). Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel-β pada lanjut usia.

(9)

ABSTRACT

Ageing is associated with a decline of many human physiological functions. The reduction in carbohydrate metabolism in the elderly is one of the hallmarks of aging process, and substantial evidence shows that increasing age is associated with decreased glucose tolerance and type 2 diabetes. This finding could reflect beta cell failure in ageing.

The aim of this present study was to assess the correlation of ageing with beta cell function (proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio and HOMA-B).

A cross sectional study had been done in 18 patients without type 2 diabetes (consists of 3 men and 15 women) who visit policlinic H. Adam Malik Hospital from July 2011 until July 2012. Anamneses, physical examination, laboratory examination (proinsulin and insulin). Spearman test was used to test the correlation between ageing and proinsulin, insulin,and proinsulin-to-insulin ratio.

From 18 samples, there was no significant correlation between ageing and proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,95). If the samples divided into three groups by age; young adult (20-40 years), adult (41-60 years) and old ( >60 years), there are no correlation either; proinsulin (p=0,63), insulin (p=0,37), and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,76). There is a correlation between ageing and beta cell function using the HOMA-B assessment (p=0,02), but no correlation with HOMA-IR (p=0,99).

In conclusion, there are no correlation between ageing and beta cell function (proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio), but a significant correlation between ageing and beta cell function using HOMA-B assessment. This result shows that HOMA-B might be an early predictor for alteration of beta cell function in elderly.

(10)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Penyakit Dalam di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak

di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan

dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A Siregar

SpPD-KGEH yang telah memberikan izin dan menerima penulis untuk

mengikuti Program Magister Ilmu Penyakit Dalam di FK USU.

2. Pembimbing utama Dr. dr. Darma Lindarto, SpPD, KEMD dan dr. Santi

Syafril, SpPD, KEMD, yang telah memberikan bimbingan,bantuan serta

saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

3. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD, KGH selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam FK-USU, dan dr. Zainal

Safri, SpPD, SpJP sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak

membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

(11)

5. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. kes yang sudah membantu saya dalam

membuat analisa statistik dalam penelitian ini.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK khususnya

divisi Endokrin Metabolik yang telah memberikan sumbangan pikiran

dalampelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Prof. dr.

Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Ir. Dewi Herawati atas

pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu

mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga

abang dan kakak saya dr. Anggia Chairuddin Lubis, SpJP, dr. Inke Nadia

Diniyanti Lubis, SpA, drg. Aditya Rachmawatiyang selalu mendo’akan

dan memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi

baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

8. Seluruh rekan-rekan anggota dan pengurus Ikatan Keluarga Asisten Ahli

Penyakit Dalam (IKAAPDA) di USU, terutama teman-teman seangkatan

saya: dr. Meivina Pane, dr. Jhon Effraim Ginting, dr. Andri Iskandar

Mardia, dr. Sahat Halim Budiman, dr. Farik Zarmal Nizar, dr. Adi

Sumanta Sembiring, dr. Yusleny Yusuf, dr. Chairun Arrasyid, dr. Ida

Ramadhani Pane, dr. Firman Sakti, dr. Silvia Bukit, dr. Erwin Pinayungan.

Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama

ini.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis

ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 10 Oktober 2012

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... vii

Daftar Gambar... viii

Daftar Singkatan dan Lambang... ix

Daftar Lampiran... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 TujuanPenelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus ... 2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel β... 5 7 2.3 Efek Usia pada Sensitivitas Sel β Terhadap Glukosa .... 9

2.4 Efek Usia pada Respon Sel β Terhadap Stimulus Non Glukosa ... 9

2.5 Efek Usia pada Proses Insulin ... 2.6 Indeks Penentuan Derajat Kerusakan Sel β ... 2.7 Penilaian Homeostatik (Homeostatic Model Assessment/ HOMA) ... 2.8 Proinsulin ... 2.9 Insulin ... 2.10 Rasio Proinsulin-Insulin ... 2.11 Kerangka Konseptual ... 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Desain Penelitian... 16

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 16

3.3 Populasi dan Sampel ... 16

3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 16

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 17

3.6 Persetujuan / Informed Consent ... 18

3.7 Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 18

3.8 Identifikasi Variabel ... 19 3.9 Defenisi Operasional ...

3.10. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ...

(13)

4.1 Hasil Penelitian... 22

4.2 Pembahasan... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan... 31

5.2 Saran... 31

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Ilustrasi dari Abnormalitas yang Mempengaruhi Sekresi Insulin dan Sensitivitas Insulin pada Lanjut Usia ...

8

2.2 Bentuk HOMA Tahun 1985 ... 11

2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 15 4.1 Grafik Korelasi; A. Usia dan Proinsulin, B. Usia dan Insulin

Puasa, C. Usia dan Rasio Proinsulin-Insulin ...

23

4.2 Grafik Korelasi; A. Usia dan HOMA-IR, B. Usia dan HOMA-B ...

24

4.3

4.4

Grafik Korelasi; A. Insulin Puasa dan HOMA-IR, B. Insulin Puasa dan HOMA-B ... Grafik Korelasi; A. Kelompok Usia dan Proinsulin, B. Kelompok Usia dan Insulin, C. Kelompok Usia dan Rasio Proinsulin-insulin, D. Kelompok Usia dan HOMA-IR, E. Kelompok Usia dan HOMA-B ...

25

(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian pertama

kali pada halaman DM

World Health Organization

International Diabetes Federation

The Third National Health and

Nutrition Examination

Toleransi Glukosa Terganggu

1

1

1

2

2

TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral 2

HOMA

Homeostatic model assessment

American Diabetes Association

Genome Wide Association Study

Indeks Massa Tubuh

Insulin receptor substrate

Fasting Plasma Insulin

2

FPG Fasting Plasma Glucose 10

TB Tinggi Badan 18

Low Density Lipoprotein

High Density Lipoprotein

18

18

KTP

LP

Kartu Tanda Penduduk

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Persetujuan Komisi Etik Penelitian... 34

2 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 35

3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan... 37

4 Kertas Kerja Profil Peserta Penelitian... 38

5 Data Hasil penelitian... 40

6 Analisa Statistik – Uji Beda Mean... 41

(18)

ABSTRAK

Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Temuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada pertambahan usia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B).

Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 18 orang yang tidak menderita DM tipe 2 (terdiri dari 3 pria dan 15 wanita) yang berkunjung ke poliklinik RSUP. HAM Medan dari bulan Juli 2011 hingga Juli 2012, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan laboratorium. Uji Spearman digunakan untuk menilai hubungan antara pertambahan usia dengan insulin, proinsulin, dan rasio proinsulin-insulin.

Dari 18 sampel yang diperiksa, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Bila dibagi berdasarkan kelompok usia; dewasa muda (20-40 tahun), dewasa (41-60 tahun) dan tua (> 60 tahun), juga menunjukkan hasil yang tidak signifikanproinsulin (p=0,63), insulin (p=0.37), rasio proinsulin-insulin (p=0,76). Terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA-IR (p=0,99).

Sebagai kesimpulan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin). Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel-β pada lanjut usia.

(19)

ABSTRACT

Ageing is associated with a decline of many human physiological functions. The reduction in carbohydrate metabolism in the elderly is one of the hallmarks of aging process, and substantial evidence shows that increasing age is associated with decreased glucose tolerance and type 2 diabetes. This finding could reflect beta cell failure in ageing.

The aim of this present study was to assess the correlation of ageing with beta cell function (proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio and HOMA-B).

A cross sectional study had been done in 18 patients without type 2 diabetes (consists of 3 men and 15 women) who visit policlinic H. Adam Malik Hospital from July 2011 until July 2012. Anamneses, physical examination, laboratory examination (proinsulin and insulin). Spearman test was used to test the correlation between ageing and proinsulin, insulin,and proinsulin-to-insulin ratio.

From 18 samples, there was no significant correlation between ageing and proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,95). If the samples divided into three groups by age; young adult (20-40 years), adult (41-60 years) and old ( >60 years), there are no correlation either; proinsulin (p=0,63), insulin (p=0,37), and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,76). There is a correlation between ageing and beta cell function using the HOMA-B assessment (p=0,02), but no correlation with HOMA-IR (p=0,99).

In conclusion, there are no correlation between ageing and beta cell function (proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio), but a significant correlation between ageing and beta cell function using HOMA-B assessment. This result shows that HOMA-B might be an early predictor for alteration of beta cell function in elderly.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang

bersifat menahun dan merupakan masalah yang serius di masyarakat. Berbagai

penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka

insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.World Health

Organization(WHO)pada tahun 2011 memprediksikan adanya peningkatan

jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang.

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta

pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan

jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada

tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya

menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat

pada tahun 2030.Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta, prevalensi DM dari

1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi

menjadi 12,8% pada tahun 2001 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

Diabetes melitus pada usia lanjut juga merupakan epidemi yang sangat

penting pada abad 21 (Sclater, 2003). Perbandingan persentase penderita diabetes

usia dewasa (40-49 tahun) dan usia lanjut (> 75 tahun) menunjukkan peningkatan

dari 3,9% ke 13,2% (Cowie, 2006). Prevalensi penyandang DM pada lanjut usia

di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 15,3% (Selvin, 2006). Di Eropa,

prevalensi diabetes pada subjek <60 tahun kurang dari 10%, sedangkan prevalensi

diabetes mencapai 10-20% pada subjek berusia 60-79 tahun (Bryhni, 1998).

Southhall Survey mendapati prevalensi orang Asia empat kali lebih tinggi

dibandingkan populasi Eropa, dimana 17% orang Asia berusia di atas 60 tahun

dilaporkan menderita DM, dan Conventry Study menjumpai pada populasi DM

(21)

Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis

manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia

merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan

bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan

menjadi DM tipe 2 (Scheen, 2005). The Third National Health and Nutrition

Examination(NHANES III) melaporkan penurunan toleransi glukosa dijumpai

pada prevalensi diabetes dan glukosa puasa terganggu pada orang dewasa di

Amerika Serikat (Cowie, 2006). Adapun hal-hal yang diduga dapat

mengakibatkan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan DM pada lanjut usia; 1)

menurunnya kapasitas sel-β untuk mensekresi insulin; dan 2) perburukan dari fungsi sel β yang mencegah up-regulation dari sekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin (Mooy 1998; Bergman 2002).

Meskipun penemuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada penuaan, tetapi dapat juga diakibatkan oleh perubahan diet, pengosongan

lambung, metabolisme karbohidrat atau bahkan peningkatan sensitivitas insulin

pada usia lanjut (Mykkanen, 1997; Chau 2001).

Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang merupakan baku emas dalam

menilai fungsi sel-β, ternyata hanya dapat menjelaskan 27-64% dari perkiraan kerusakannya (Stumvoll, 2001). Beberapa pemeriksaan lainnya yang lazim

digunakan dalampenentuan derajat kerusakan sel-β, diantaranya; pemeriksaan kadar insulin, proinsulin dan sekresi peptida penghubung (C-peptide), penilaian

homeostatik (Homeostatic model assessment/HOMA) (Purnamasari, 2011).

Sampai saat ini, masih merupakan kontroversi apakah nilai insulin,

proinsulin dan rasio proinsulin-insulin dapat mencerminkan kerusakan fungsi sel-β. Langenfeld dkk (2010) mendapati konsentrasi proinsulin puasa > 10 pmol/L dapat memprediksi resistensi insulin pada penderita DM tipe 2 dengan spesifisitas

96% dan sensitivitas 70%. Peningkatan yang signifikan dari konsentrasi

proinsulin dikatakan sebagai faktor risiko untuk terjadinya DM tipe 2 dan

merupakan penanda untuk perburukan fungsi sel-β.

Bryhni (2010) melaporkan pertambahan usia berhubungan dengan

penurunan level insulin, peningkatan proinsulin dan rasio proinsulin-insulin.

(22)

studi ini tidak mendapati korelasi antara pertambahan usia dengan nilai insulin,

proinsulin dan rasio proinsulin-insulin.

Pada pemeriksaan HOMA-B, meskipun lebih dari 500 publikasi

mendapatkan hasil yang memuaskan dalam penilaian fungsi sel-β, namun Pfutzner dkk (2010) mendapat hasil yang berbeda. Pada studi yang memberikan

pioglitazone dan glimepiride pada 48 orang penderita DM tipe 2, menunjukkan

bahwa meskipun terjadi penurunan level glukosa puasa, perbaikan HbA1c, namun

nilai HOMA B, sebagai indikator fungsi sel-β pankreas, menurun setelah diberi pengobatan, tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk meneliti hubungan

pertambahan usia terhadap fungsi sel-β (level insulin, proinsulin,rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan dari

fungsi sel-β.

1.2 Perumusan Masalah

- Apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan penurunan

fungsi sel-β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B)?

- Apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan resistensi

insulin?

1.3 Hipotesa

- Dengan pertambahan usia, terdapat penurunan fungsi sel-β (penurunan level insulin, proinsulin, rasio proinsulin/insulin dan HOMA-B).

- Dengan pertambahan usia, terdapat peningkatan resistensi insulin.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1Tujuan Umum

(23)

HOMA-1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui fungsi sel-β (insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin, HOMA-B) sesuai dengan pertambahan usia

2. Mengetahui hubungan pertambahan usia dengan resistensi insulin.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui bahwa pertambahan usia akan mempengaruhi fungsi

sel-β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan fungsi sel-β.

2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah dalam

menilai fungsi sel-β dengan pemeriksaan insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.

DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik terkait

perburukan sekresi insulin dan resistensi insulin, dan faktor lingkungan seperti

obesitas, asupan makan berlebih, kurangnya olah raga, dan stres, seperti penuaan.

Faktor-faktor genetik yang terlibat dalam patogenesis

diabetes.Terjadinya DM tipe 2 dihubungkan dengan riwayat keluarga menderita

diabetes. Angka kejadian yang lebih tinggi juga dilaporkan pada kembar

monozigot dibandingkan kembar dizigot menunjukkan kemungkinan keterlibatan

faktor genetik. Patogenesis ini diasumsikan melibatkan abnormalitas genetik pada

molekul-molekul yang terkait sistem regulasi dari metabolisme glukosa. Analisa

dari target gen pada glukosa yang terstimulasi sekresi insulin dari sel-sel β pankreas dan molekul-molekul hasil dari mekanisme kerja insulin telah

mengidentifikasi abnormalitas genetik yang secara independen dapat

menyebabkan patogenesis, termasuk gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen

reseptor insulin. Akhir-akhir ini, genome wide association study (GWAS) telah

mengidentifikasi mutasi dari gen KCNQ1 dihubungkan dengan abnormalitas

sekresi insulin sebagai gen penyakit yang dihubungkan dengan patogenesis

diabetes pada grup Asia termasuk Jepang.

Abnormalitas genetik yang dilaporkan sejauh ini, menjelaskan sekitar 30%

dari faktor genetik untuk diabetes, dan pengertian mengenai faktor genetik

diharapkan dapat tuntas dalam waktu dekat. Berdasarkan klasifikasi sementara

terhadap tipe penyakit, kasus diabetes dengan abnormalitas genetik yang

(25)

Peranan faktor lingkungan. Penuaan, obesitas, konsumsi alkohol,

merokok, dan lain-lain merupakan faktor risiko independen untuk patogenesis.

Obesitas (terutama lemak viseral) akibat kurangnya olah raga diikuti penurunan

massa otot, menyebabkan resistensi insulin, dan berhubungan dengan peningkatan

usia. Perubahan sumber energi, terutama peningkatan asupan lemak, peningkatan

konsumsi gula, dan penurunan asupan makanan berserat, berkontribusi untuk

terjadinya obesitas dan menyebabkan perburukan toleransi glukosa. Obesitas

ringan saja (Indeks Masa Tubuh/IMT <25) menyebabkan peningkatan 4 sampai 5

kali lipat risiko terjadinya diabetes, jika diikuti dengan peningkatan lemak viseral.

Perburukan sekresi insulin. Perburukan sekresi insulin adalah

menurunnya reaksi glukosa, yang terlihat sebelum onset klinis penyakit. Lebih

spesifik lagi, TGT dicetuskan oleh penurunan respon glukosa pada fase awal

sekresi insulin, dan penurunan sekresi insulin tambahan setelah makan yang

menyebabkan hiperglikemi postprandial. Sebuah TTGO pada kasus TGT

mencerminkan resistensi insulin pada orang Barat dan Hispanik. Lain halnya,

orang Jepang sering menunjukkan penurunan sekresi insulin pada tes ini. Bahkan

ketika respon berlebih terlihat pada orang dengan obesitas atau faktor lainnya,

mereka menunjukkan penurunan respon sekresi pada fase awal. Penurunan

sekresi fase awal ini adalah esensi dari penyakit ini, dan merupakan dasar yang

sangat penting terhadap perubahan patofisiologi selama onset penyakit pada

seluruh kelompok etnik.

Perburukan sekresi insulin umumnya progresif, dan progresivitasnya

melibatkan toksisitas glukosa dan lipotoksisitas. Ketika tidak diobati, hal ini

diketahui dapat menyebabkan penurunan masa sel-β pankreas pada percobaan hewan. Progresivitas perburukan fungsi sel-β pankreas sangat mempengaruhi kontrol glukosa darah jangka panjang. Saat pasien pada stadium awal penyakit

menunjukkan peningkatan glukosa darah postprandial sebagai hasil dari resistensi

insulin dan penurunan sekresi fase awal insulin, progresivitas fungsi sel β dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah secara permanen.

Resistensi insulin. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin di

dalam tubuh tidak bekerja cukup sesuai konsentrasinya di darah. Perburukan kerja

(26)

patofisiologi umum dari diabetes tipe 2.

Investigasi mekanisme molekular untuk kerja insulin telah menjelaskan

bahwa resistensi insulin berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan

(hiperglikemi, asam lemak bebas, mekanisme inflamasi, dll). Faktor genetik,

melibatkan tidak hanya reseptor insulin dan insulin receptor substrate (IRS)-1

gene polymorphisms yang secara langsung mempengaruhi sinyal insulin namun

juga polymorphismsof thrifty genes seperti gen reseptor adrenergik β3 dan uncoupling protein (UCP) gene, dihubungkan dengan obesitas viseral dan

mengakibatkan resistensi insulin. Glukolipotoksisitas dan mediator-mediator

inflamasi juga penting dalam mekanisme kerusakan sekresi insulin dan

perburukan sinyal insulin.

Perhatian baru-baru ini terfokuskan pada keterlibatan adipocyte-derived

bioactive substances (adipokin) pada resistensi insulin. Sementara TNF-α, leptin, resistin, dan asam lemak bebas bekerja meningkatkan resistensi, adiponektin

justru memperbaiki resistensi (Kaku, 2010)

2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel β

Tinjauan saat ini terpusat pada bukti klinis dari perubahan pada usia

dengan sensitivitas insulin dan sekresi insulin. Hal ini juga saling mempengaruhi

antara defek sekresi insulin dan kerja insulin yang akan mengakibatkan prevalensi

yang tinggi dari toleransi glukosa abnormal dan diabetes tipe 2 pada populasi usia

(27)

Gambar 2.1 Ilustrasi dari abnormalitas yang mempengaruhi sekresi insulin dan

sensitivitas insulin pada lanjut usia (Scheen, 2005)

Toleransi glukosa terganggu mungkin diakibatkan dari berbagai penyebab

seperti asupan makanan yang buruk, tidak ada aktivitas fisik, masa tubuh yang

kurang, peningkatan adiposa viseral, penurunan relatif sekresi insulin dan

resistensi insulin perifer. Abnormalitas molekular yang muncul pada pasien usia

lanjut dengan diabetes belum sepenuhnya dapat diuraikan. Gen glukokinase

merupakan sensor glukosa dari sel-β. Secara teori, perubahan gen ini dapat menjelaskan kelainan sekresi insulin, tetapi belum jelas apakah fungsi gen ini

rusak pada orang usia lanjut dengan diabetes. Aktivitas reseptor-insulin tirosin

kinase telah dilaporkan berubah pada orang usia lanjut dengan diabetes dan

resistensi insulin, tetapi belum jelas apakah ini penyebabnya atau akibat

peningkatan level ambilan glukosa pada pasien lanjut usia. Telah ditunjukkan

bahwa ambilan glukosa yang dimediasi non-insulin secara signifikan memburuk

pada usia lanjut dengan DM tipe 2. Abnormalitas seperti ini penting pada subjek

normal, kira-kira 50% ambilan glukosa setelah makan muncul sebagai hasil dari

(28)

2.3 Efek usia pada sensitivitas sel-β terhadap glukosa

Banyak studi yang menggunakan level insulin sebagai respon TTGO

terhadap penilaian sekresi insulin. Walaupun TTGO sudah distandarkan, mudah

dilakukan, dan sudah secara luas digunakan, stimulus sel-β masih kompleks (termasuk tidak hanya glukosa tetapi juga faktor gastrointestinal dan neural) dan

variabel dari waktu ke waktu. Jadi, studi-studi yang menggunakan TTGO sulit

diintpretasikan dalam sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dari level insulin

dalam respon glukosa oral sebagai pengganti penilaian fungsi sel-β pankreas. Sebagai tambahan, faktor yang mempengauhi sensitivitas insulin, seperti

lemak, mungkin mempunyai peranan penting. Level insulin dalam respon

terhadap pemberian glukosa oral ditemukan menurun secara signifikan dengan

usia, setelah penyesuaian dilakukan pada kebiasaan tubuh. Sebagai tambahan,

respon insulin yang tertunda pada jam pertama setelah pemberian glukosa oral

telah digambarkan pada orang tua dengan perbandingan dewasa muda(Scheen,

2005).

2.4 Efek usia pada respon sel-β terhadap stimulus non-glukosa

Fungsi sel-β dapat dievaluasi dengan stimulus non-glukosa seperti arginin. Pada studi yang menilai arginin yang terstimulasi respon insulin pada usia muda

dan tua, kapasitas sekresi sel-β 48% lebih rendah dengan stimulus arginin pada subjek tua(Scheen, 2005).

2.5 Efek usia pada proses insulin

Peningkatan sirkulasi rasio proinsulin-insulin sebagai respon tantangan

glukosa oral telah digambarkan pada usia lanjut. Namun hasil ini belum

dikonfirmasi dengan studi lain dengan subjek usia tua dan muda yang disesuaikan

dengan indeks masa tubuh, menunjukkan proinsulin serupa dalam respon terhadap

glukosa dan arginin intravena. Oleh karena itu, diragukan perubahan proses

(29)

yang menarik yang melaporkan pelepasan amilin peptida sel-β menurun pada subjek dewasa(Scheen, 2005).

2.6 Indeks penentuan derajat kerusakan sel β

Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin, dan

sekresi peptida penghubung (C-peptide), penilaian homeostatik (HOMA), dan

tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilai kerusakan ini

(Purnamasari, 2011)

2.7 Penilaian homeostatik (Homeostatic model assessment /HOMA)

Penilaian homeostatik (HOMA) dari fungsi sel-β (B) dan resistensi insulin (IR) pertama ditemukan tahun 1985. Model HOMA digunakan untuk mengetahui

sensitivitas insulin dan fungsi sel-β dari konsentrasi plasma insulin dan glukosa puasa. Hubungan antara glukosa dan insulin pada status basal menunjukkan

keseimbangan antara pengeluaran glukosa hepatik dan sekresi insulin, yang

ditingkatkan oleh lengkung umpan balik (feedback loop) antara hati dan sel-β. Penurunan fungsi sel-β dibentuk oleh perubahan respon sel-β terhadap konsentrasi glukosa plasma. Sensitivitas insulin dibentuk dari penurunan efek dari

konsentrasi insulin plasma baik di hati maupun di perifer. Pada kedua situasi,

pergantian glukosa tetap konstan. Tidak ada perbedaan antara sensitivitas insulin

hepatik dan sensitivitas insulin perifer (Wallace, 2004).

Bentuk asli HOMA oleh Matthews et al. (Gambar.2.2), berisi perkiraan

matematika yang sederhana dari nilai nonlinear ke persamaan yang berulang,

persamaan ini secara luas digunakan dan disederhanakan menjadi:

HOMA1-IR = (FPI x FPG) /22,5

HOMA1-B = (20 x FPI)/(FPG-3,5)

untuk resistensi insulin (IR) dan fungsi sel-β (B), masing-masing, dimana FPI adalah Konsentrasi plasma insulin puasa (fasting plasma insulin/mU/l) dan FPG

adalah glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose/mmol/l) (Wallace, 2004).

Namun, HOMA tidak dapat digunakan secara akurat apabila sel-βtertekan

sedemikian rupa sehingga mengekskresikan proinsulin bersamaan atau sebagai

(30)

indikator yang sangat spesifik untuk disfungsi lanjut dari sel-β dan secara klinis

signifikan (Pfutzner, 2010).

Gambar. 2.2 Bentuk HOMA tahun 1985

2.8 Proinsulin

Proinsulin merupakan suatu rantai tunggal dengan 86 asam amino,

termasuk rantai A dan B dari molekul insulin plus suatu segmen penghubung yang

terdiri dari 35 asam amino. Enzim-enzim konversi (agaknya protease mirip tripsin

dan karboksipeptidase-B) memisahkan dua pasang asam-asam amino dibasik (tiga

arginin dan satu lisin) dari molekul proinsulin. Hasilnya adalah suatu molekul

insulin dengan 51 asam amino dan residu yang terdiri dari 31 asam amino, yaitu

peptida C.

Sejumlah kecil proinsulin yang dihasilkan pankreas dapat lolos dari proses

pemecahan dan disekresi dalam bentuk utuh ke dalam aliran darah bersama

dengan insulin dan peptida C. Kebanyakan sera anti-insulin yang digunakan untuk

immunoassay standar terhadap insulin akan bereaksi silang dengan proinsulin ini;

(31)

maka masa paruhnya menjadi tiga atau empat kali insulin. Keadaan ini

memungkinkan proinsulin mengalami akumulasi dalam darah, di mana

merupakan 12-20% dari ”insulin” imunoreaktif dalam sirkulasi pada keadaan

basal. Proinsulin manusia memiliki 7-8% aktivitas biologik dari insulin. Ginjal

merupakan tempat utama untuk degradasi proinsulin.

Dari dua produk utama pecahan proinsulin, maka produk yang tepecah

pada arginin 32-33 adalah molekul mirip proinsulin utama yang dapat dijumpai

dalam plasma, yaitu jauh melampaui kadar produk yang terpecah pada 65-66 yang

sulit terdeteksi. Pada subjek-subjek kontrol, kadar rata-rata proinsulin dan

pecahan proinsulin sesudah puasa di malam hari masing masing adalah 2,3 dan

2,2 pmol/L sedangkan kadar postprandial meningkat menjadi 10-20 pmol/L

(Karam, 2000).

Sebagai tambahan, proinsulin merupakan faktor risiko independen untuk

kardiovaskular, dan publikasi baru-baru ini menunjukkan bahwa pengobatan

dengan obat sulfonilurea dihubungkan dengan peningkatan plasma puasa

proinsulin, yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi komplikasi

makrovaskular (Pfutzner, 2010).

2.9Insulin

Insulin adalah suatu protein yang terdiri dari 51 asam amino yang

terkandung dalam dua rantai peptida: rantai A dengan 21 asam amino, dan rantai

B dengan 30 asam amino. Rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan disulfida. Di

samping itu, terdapat pula suatu jembatan disulfida dalam rantai yang

menghubungkan posisi 6 dan 11 dari rantai A. Berat molekul insulin adalah 5808.

Pankreas manusia mensekresi sekitar 40-50 unit insulin per hari pada

orang dewasa normal. Kadar insulin basal dalam darah puasa kira-kira 10 µU/mL

(0,4 ng/mL atau 69 pmol/L). Pada subjek kontrol normal, insulin jarang

meningkat melampaui 100 µU/mL (690 pmol/L) sesudah makan. Kadar insulin

perifer mulai meningkat kira-kira 8-10 menit sesudah menelan makanan dan

mencapai kadar puncaknya dalam darah tepi sesudah 30-45 menit. Keadaan ini

diikuti oleh penurunan cepat kadar glukosa plasma post-prandial, yang akan

(32)

Sekresi insulin basal, yang terjadi tanpa adanya rangsangan eksogen

adalah jumlah insulin yang disekresi dalam keadaan puasa. Walaupun diketahui

bahwa kadar glukosa di bawah 80-100 mg/dl (4,4-5,6 mmol/L) tidak merangsang

pelepasan insulin, telah diperlihatkan bahwa adanya glukosa perlu (dalam sistem

in vitro) untuk efektifnya kebanyakan pengatur sekresi insulin lain yang sudah

diketahui.

Sekresi insulin yang dirangsang adalah sekresi yang terjadi sebagai

respons terhadap rangsang eksogen. Secara in vivo merupakan respons sel-sel-β terhadap makanan yang ditelan. Glukosa merupakan perangsang pelepasan insulin

yang paling poten. Jika kadar glukosa dalam sistem mendadak meninggi, maka

terjadi suatu lonjakan sekresi insulin awal yang berlangsung singkat (fase awal);

jika kadar glukosa dipertahankan pada tingkat ini, maka pelepasan insulin

perlahan-lahan berkurang dan kemudian mulai meningkat lagi mencapai tingkat

yang stabil (fase lanjut). Namun demikian, rangsang kadar glukosa yang tinggi

dan menetap (> 4 jam in vitro atau > 24 jam in vivo) menyebabkan suatu

desensitisasi reversibel dari respons sel- sel-β terhadap glukosa tetapi tidak terhadap rangsang lain.

Hingga kini, mekanisme pelepasan insulin akibat rangsangan glukosa

masih belum sepenuhnya dimengerti. Glukosa telah diketahui dapat masuk ke

dalam sel- sel-β pankreas melalui difusi pasif yang diperantarai oleh suatu protein membran spesifik yang disebut glucose transporter-2. Berdasarkan sifatnya yang

relatif berafinitas rendah terhadap glukosa, maka protein ini lebih efektif dalam

mempermudah transportasi glukosa pada keadaan hiperglikemia sesudah makan

dibandingkan transportasi pada kadar gula darah yang lebih rendah selama

berpuasa malam hari. Terdapat kumpulan data yang mengisyaratkan bahwa

metabolisme glukosa adalah esensial dalam merangsang pelepasan insulin.

Kenyataannya, obat-obat seperti 2-deoksiglukosa yang menghambat metabolisme

glukosa dapat mengganggu pelepasan insulin.

Telah dibuktikan bahwa pelepasan insulin memerlukan kalsium.

Penjelasan yang diajukan adalah granula-granula matang yang mengandung

(33)

akan melontarkan granula-granula tersebut. Berikut ini adalah efek-efek glukosa

terhadap gerakan ion kalsium yang telah dibuktikan: (1) Ambilan kalsium

meningkat akibat stimulasi glukosa pada sel β. (2) Efluks kalsium dari sel diperlambat oleh beberapa kerja glukosa. (3) Mobilisasi kalsium dari

kompartemen mitokondria terjadi sekunder dari induksi cAMP oleh glukosa

(Karam, 2000).

Faktor-faktor lain yang terlibat dalam pengaturan sekresi dapat dibedakan

menjadi tiga kategori: stimulan langsung yang diketahui merangsang pelepasan

insulin secara langsung; penguat, yang tampaknya mempotensiasi respons sel-β terhadap glukosa; dan penghambat. Kerja dari agen-agen penguat-banyak di

antaranya merupakan hormon-hormon saluran cerna yang dirangsang oleh

menelan makanan-menjelaskan pengamatan mengenai respons insulin terhadap

makanan yang lebih besar daripada respons terhadap bahan-bahan yang diberikan

secara intravena (Karam, 2000).

2.10 Rasio Proinsulin-Insulin

Peningkatan tidak seimbang dari proinsulin terhadap insulin terlihat pada

pasien diabetes dan telah terbukti dapat memprediksi terjadinya DM tipe 2 pada

individu yang berisiko mendapat penyakit tersebut. Selanjutnya, rasio

proinsulin-insulin berkorelasi negatif dengan sekresi proinsulin-insulin baik pada subjek sehat maupun

penderita diabetes, menyiratkan bahwa peningkatan proinsulin dan rasio

proinsulin-insulin merupakan prediktor kuat untuk disfungsi sel-β. Hal ini penting

untuk menunjukkan bahwa level proinsulin dapat menjadi penanda spesifik untuk

memprediksi resistensi insulin pada orang dengan DM tipe 2, sehingga rasio

proinsulin-insulin yang menggunakan proinsulin diharapkan dapat menjadi

(34)

2.11 Kerangka Konseptual

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Kadar Glukosa

Darah ↗ Sel Beta ↙

Proinsulin ↙

(35)

BAB III METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan uji cross sectional yang menilai hubungan

pertambahan usia dengan fungsi sel-β.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

- Penelitian dilaksanakan di seluruh poliklinik rawat jalan umum di

RSHAM dan praktek swasta dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian

FK USU, dilaksanakan mulai pada bulan Agustus 2011 - November 2011,

atau hingga subjek penelitian ini tercukupi.

- Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah bekerja sama dengan

Laboratorium Prodia cabang Medan.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah seluruh pasien sehat berusia di atas 20 tahun.

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien sehat yang berusia diatas

20 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di poliklinik rawat jalan

umum RSHAM dan praktek swasta antara bulan Agustus 2011 – November 2011.

3.4 Perkiraan besar sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji

hipotesis dari 1 kelompok independen, yaitu:

n = (Zα + Zβ)2

0,5 In (1+r/1-r)

n = jumlah subyek

α = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Zα = nilai baku normal = 1,96

(36)

β = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Zβ = 0,842 (Bryhni, 2010)

r = perkiraan koefisien relasi

Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel untuk masing-masing

kelompok sebanyak 13,8 = 14 orang.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria inklusi

a. Subjek dengan usia diatas 20 tahun baik pria waupun wanita.

b. Subjek menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam

penelitian secara sukarela dan tertulis (informedconcent) untuk menjalani

pemeriksaan fisik/antropometri, dan laboratorium pada saat penelitian

yang disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

a. Pasien dengan diabetes melitus atau keturunan DM

b. Pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular

c. Pasien overweight

d. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat kardiovaskular

e. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat dislipidemia

3.6 Persetujuan / Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan setelah dilakukan

(37)

3.7 Cara Kerja dan Alur Penelitian

Terhadap sejumlahsubjek dilakukan penjelasan dan diminta memberikan

persetujuan tertulis (informed consent) untuk mengikuti penelitian. Kemudian

dilakukan anamnese dan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin,

riwayat diabetes melitus, riwayat merokok, riwayat penyakit keluarga,

riwayat hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner serta pemeriksaan

laboratorium sebelumnya.

b. Dilakukan pengukuran Tinggi Badan (TB) dengan posisi tegak lurus

tanpa alas kaki. Pengukuran mulai dari telapak kaki hingga puncak

kepala dengan menggunakan mikrotop. Hasil pengukuran dinyatakan

dalam satuan meter (m), Berat Badan (BB) diukur dengan posisi tegak

lurus menggunakan timbangan digital merek camry, hasil pengukuran

dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan penilaian

Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2. Keseluruhan

pengukuran dilakukan oleh peneliti.

c. Dilakukan pengukuran tekanan darah dengan sphygmomanometer oleh

peneliti, dimana sebelumnya pasien diistirahatkan selama 2 menit.

Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 2 menit dan

diambil rerata dari 2 pengukuran terakhir.

d. Pada pasien dilakukan pengambilan sampel darah pada daerah fossa

cubiti subjek penelitian untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin,

insulin, proinsulin, serta pemeriksaan profil lipid (total kolesterol,

Trigliserida, LDL kolesterol, HDL kolesterol). Pengambilan darah

(38)

Alur Penelitian

3.8 Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Usia Numerik

Variabel tergantung Skala

Insulin, proinsulin, HOMA-IR, HOMA-B Numerik Inklusi:

- Pasien Usia >20 tahun

Pemeriksaan Antopometri

- Pengukuran tinggi badan

- Pengukuran berat badan

- Pengukuran lingkar pinggang Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah rutin

- Pemeriksaan profil lipid

- Pemeriksaan Insulin, Proinsulin

- Pemeriksaan TTGO

Uji Statistik Korelasi, T independen

- Penghitungan Rasio proinsulin/insulin

PASIEN

POLIKLINIK

Eksklusi:

1. Pasien dengan diabetes melitus

atau keturunan DM

2. Pasien dengan riwayat penyakit

kardiovaskular

3. Pasien overweight

4. Pasien dislipidemia

5. Subjek pernah atau sedang

menggunakan obat

kardiovaskular

6. Subjek pernah atau sedang

(39)

3.9 Definisi Operasional

1. Subjek penelitian: pasien yang menjalani pemeriksaan kesehatan secara

teratur di poliklinik rawat jalan umum RSHAM dan sudah memberikan

izin tertulisnya untuk mengikuti penelitian ini.

2. Usia dewasa muda: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk

(KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (20-39 tahun)

3. Usia dewasa: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk

(KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (40-59 tahun)

4. Usia tua: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP)

dengan satuan hasil berupa tahun, (>60 tahun)

5. Jenis Kelamin: berdasarkan yang tertera dikartu tanda penduduk (KTP)

dengan hasil pria atau wanita.

6. Tekanan darah: tekanan darah rata-rata diukur dengan sphygmomanometer

oleh penelitidan dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 2 menit dan

diambil rerata dari 2 pengukuran terakhir yang hasilnya dinyatakan dalam

mmHg.

7. Parameter Antropometri: meliputi Tinggi Badan (TB) dalam satuan meter

(m). Pengukuran dinilai mulai dari telapak kaki hingga puncak kepala

diukur dengan menggunakan mikrotop. Berat Badan (BB) diukur dengan

posisi tegak lurus menggunakan timbangan digital merek camry, hasil

pengukuran dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan

penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2. Lingkar

Pinggang (LP) diukur dengan posisi tegak tanpa alas kaki dengan jarak

kedua tungkai 25-30 cm dengan menggunakan meteran. Pengukuran

dilakukan melingkar secara horizontal dari titik tengah antara puncak

krista illiaca dan tepi bawah kosta terakhir pada axillaris media. Hasil

pengukuran dilihat dari lateral dan dinyatakan dengan satuan centimeter

(cm). Keseluruhan pengukuran parameter antropometri dilakukan oleh

peneliti.

8. Nilai insulin: merupakan hasil pemeriksaan sampel darah pasien yang

(40)

dengan satuan pmol/L. Darah diambil dari regio fossa cubiti dan diperiksa

dengan menggunakan radioimmunoassay.

9. Nilai proinsulin: merupakan hasil pemeriksaan sampel darah pasien yang

diambil oleh laboran dan menggambarkan nilai insulin dalam plasma

dengan satuan pmol/L. Darah diambil dari regio fossa cubiti dan diperiksa

dengan menggunakan monoclonal antibodi tikus.

10.Overweight: diukur menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan masuk

ke kategori overweight menurut klasifikasi Asia Pasifik (IMT ≥ 23 kg/m2) dan atau menggunakan parameter Lingkar Pinggang (LP) dengan ukuran >

90 cm untuk pria atau > 80 cm untuk wanita.

3.10 Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Untuk menampilkan data-data epidemiologi subjek penelitian digunakan

tabulasi untuk menunjukkan gambaran deskriptif.

Data diolah dan dianalisa dengan menggunakan program SPSS Version-17

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian potong lintang dilakukan terhadap pasien yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam periode Juli 2011 – Juli 2012 didapati 18

pasien. Penelitian kemudian dilakukan terhadap 18 pasien tersebut.

Subjek penelitian berjumlah 18 orang, terdiri dari 3 orang laki-laki

(16,6%) dan 15 orang perempuan (83,3%) dengan rentang usia 20-71 tahun.

Karakteristik data dasar disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian (Mean + SD)

Parameter n = 18

Usia (tahun)

Pria

Berat badan (kg)

Tinggi badan (cm)

Indeks massa tubuh (kg/m2)

Lingkar pinggang (cm)

Hemoglobin (g/dL)

(42)

Insulin (pmol/l)

Rasio Proinsulin/Insulin (%)

HOMA1-IR

Dilakukan uji normalitas menggunakan saphiro-wilk terhadap nilai

proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin. Data seluruhnya tidak terdistribusi

normal. Uji Spearman digunakan untuk menilai korelasi antara pertambahan usia

dengan fungsi sel-β (proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin). Diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin

(p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Data disajikan

pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Korelasi; A. Usia dan proinsulin, B. Usia dan insulin puasa, C.

(43)

Uji Spearman selanjutnya juga digunakan untuk menilai korelasi antara

pertambahan usia dengan nilai homeostatik (HOMA) dari fungsi sel-β (HOMA-B) dan resistensi insulin (HOMA-IR). Diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi antara

pertambahan usiadengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA IR (p=0,99). Data disajikan pada

Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Korelasi; A. Usia dan HOMA-IR, B. Usia dan HOMA-B.

Terdapat korelasi antara insulin puasa dengan HOMA-IR (r=0,96), dan

insulin puasa dengan HOMA-B (r=0,65) dengan menggunakan uji Spearman. Data

disajikan pada Gambar 4.3.

0

0 500 1000 1500

(44)

Gambar 4.3 Grafik Korelasi; A. Insulin puasa dan HOMA-IR, B. Insulin puasa dan

HOMA-B

Pada perbandingan fungsi sel-β berdasarkan usia dewasa muda (20-39 tahun), usia dewasa (40-59 tahun) dan usia tua (>60 tahun), didapati hasil yang

signifikan pada insulin (p=0,026) dan HOMA-B (p=0,001), sedangkan untuk

proinsulin, rasio proinsulin-insulin, dan HOMA-IR tidak terdapat perbedaan nilai

yang signifikan (p=0,444, p=0,224, p=0,069). Data disajikan pada Gambar 4.4.

0

0 500 1000 1500

(45)

Gambar 4.4 Grafik Korelasi; A. Kelompok Usia dan Proinsulin, B. Kelompok Usia

dan Insulin, C. Kelompok Usia dan Rasio Proinsulin-insulin, D. Kelompok Usia

dan HOMA-IR, E. Kelompok Usia dan HOMA-B.

4.2 Pembahasan

Pada studi potong lintang terhadap pasien yang tidak menderita diabetes

melitus ini, dilakukan pengukuran konsentrasi proinsulin dan insulin.

Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menilai adanya hubungan

peningkatan usia dengan fungsi sel-β. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan pada populasi ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Mooy(1998) dan Roder(2000), dimana kedua studi ini tidak

(46)

mendapati korelasi antara penuaan dengan proinsulin, insulin dan rasio

proinsulin-insulin.

Hal ini mungkin dapat dijelaskan karena meskipun beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi nilai proinsulin dan insulin seperti obesitas dan riwayat

keluarga menderita diabetes sudah dapat disingkirkan, namun masih ada beberapa

faktor lain, seperti berat badan lahir rendah, yang belum dapat disingkirkan, yang

juga memiliki peranan penting terhadap peningkatan proinsulin dan rasio

proinsulin-insulin.Resistensi insulin diduga lebih berkaitan dengan obesitas

dibandingkan dengan peningkatan usia.

Berbeda dengan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Bryhni(2010),

mendapatkan peningkatan level proinsulin dan rasio proinsulin-insulin dan

penurunan level insulin. Begitu juga oleh Duckworth (1976), yang menemukan

penuaan berhubungan dengan peningkatan proinsulin setelah meminum glukosa.

Hal ini dapat diduga karena perburukan metabolisme karbohidrat pada pada

pasien lanjut usia di studi tersebut.

Penting untuk diketahui bahwa pada studi ini tidak menginvestigasi subjek

yang sudah diketahui diabetes. Alasan mengapa mengeksklusikan subjek ini

adalah 1) mengantisipasi subjek dengan diabetes tipe 1. dan 2) efek perancu dari

subjek yang dalam pengobatan antidiabetes yang sudah diketahui menderita

diabetes.

Saisho (2007) mendapatkan rasio proinsulin-insulin memiliki korelasi

negatif dengan HOMA-B, namun tidak dengan HOMA-IR. Roder dkk telah

melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin berkorelasi secara negatif dengan

kapasitas sekresi maksimum sel-βyang dicetuskan oleh arginin pada penderita

diabetes tipe 2. Mykkanen dkk juga melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin

berkorelasi negatif dengan respon akut insulin terhadap glukosa pada pasien yang

baru terdiagnosa DM tipe 2, tanpa bergantung usia, jenis kelamin, etnis, indeks

massa tubuh, glukosa dan sensitivitas insulin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

proinsulin dan rasio proinsulin-insulin berkorelasi dengan resistensi insulin dan

fungsi sel-β.

(47)

eksternal pada sel-βseperti obesitas-terkait resistensi insulin atau hiperglikemia,

atau kerusakan primer sel-βdalam menghasilkan proinsulin, atau kombinasi

keduanya. Mykkanen dkk, telah melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara

signifikan berkorelasi dengan respon insulin dan glukosa, namun mereka tidak

menemukan hubungan antara glukosa dan rasio proinsulin-insulin ketika

disesuaikan dengan variabel lainnya. Mereka berspekulasi bahwa hubungan antara

hiperglikemi dan rasio proinsulin-insulin dapat lebih kuat apabila penanda kontrol

glikemik jangka panjang, seperti HbA1c, digunakan disamping penggunaan

glukosa. Saisho dkk menunjukkan korelasi yang signifikan antara rasio

proinsulin-insulin dengan glukosa dan HbA1c pada analisa korelasi univariat,

namun analisa regresi menunjukkan bahwa HbA1c, tetapi tidak glukosa, secara

independen berkorelasi dengan rasio proinsulin-insulin.Temuan ini menunjukkan

bahwa hiperglikemi kronik dapat mempengaruhi hiperproinsulinemia yang tidak

seimbang, dan mengesankan bahwa sel-β kronik yang berlebih, atau disebut juga

sel-β yang lelah, terlibat dalam hiperproinsulinemia yang tidak seimbang. Hal ini

berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Inoguchi dkk, yang melaporkan bahwa

rasio proinsulin-insulin secara signifikan dihubungkan dengan glukosa, namun

tidak dengan HbA1c, pada analisa multivariat. Ketidak-sesuaian ini mungkin

diakibatkan oleh faktor latar belakang pasien yang berbeda.

Inoguchi dkk dan Saisho dkk melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin

meningkat pada penderita DM tipe 2 dengan pengobatan sulfonil urea (SU). Telah

terdapat beberapa laporan bahwa rasio proinsulin-insulin menunjukkan tidak

adanya perubahan atau penurunan setelah pemberian singkat dari SU, meskipun

Inoguchi dkk telah menyatakan bahwa peningkatan rasio proinsulin menunjukkan

kerja sel-β yang berlebihan di bawah pengaruh pengobatan SU. Saisho dkk

menunjukkan bahwa meskipun pengobatan SU termasuk glimepirid, yang

diklasifikasikan sebagai SU generasi ketiga karena efek sensitisasi insulinnya,

secara signifikan berkaitan dengan peningkatan rasio proinsulin-insulin, pasien

yang mendapat SU secara signifikan memiliki level glukosa dan HbA1c yang

lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan SU. Analisa multipel

regresi menunjukkan bahwa HbA1c dan HOMA-B secara independen berkorelasi

(48)

untuk menjawab pertanyaan ini.

Banyak hipotesa mengenai mekanisme disfungsi sel-β pada DM tipe 2,

dan stres oksidatif yang diakibatkan hiperglikemi, diduga sebagai salah satu

penyebabnya. Telah diduga bahwa sel-βpankreas lebih sensitif terhadap stres

oksidatif dibandingkan organ lainnya mungkin karena ekspresi enzim antioksidan

yang relatif rendah, seperti katalase dan glutation peroksidase. Saisho dkk

menunjukkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara signifikan berkorelasi dengan

advanced glycation endproducts (AGE), namun tidak berkorelasi dengan penanda

stres oksidatif lainnya. Meskipun korelasi rasio proinsulin-insulin dengan AGE

jauh lebih lemah dibandingkan dengan HOMA-B atau HbA1c, analisa regresi

multipel menunjukkan bahwa AGE secara independen berhubungan dengan rasio

proinsulin-insulin seperti HOMA-B dan HbA1c. Temuan dari korelasi yang

signifikan dari rasio proinsulin-insulin dengan AGE, namun tidak dengan penanda

stres oksidatif lainnya, dapat menunjukkan bahwa glikasi lebih penting

dibandingkan oksidasi untuk disfungsi sel-β. Tajiri dkk pada studinya sendiri,

mengatakan bahwa akumulasi AGE pada islet merupakan mekanisme penting

terhadap terjadinya glukotoksisitas. Seperti Saisho dkk yang menduga level AGE

dapat menggambarkan tingkatan akumulasi AGE pada islet. Sebagai tambahan,

HbA1c juga salah satu early product dari reaksi Maillard, dan mencerminkan

tingkatan glikasi seperti AGE. Namun, tidak ditemukan hubungan antara rasio

proinsulin-insulin dan pentosidine. Pentosidine merupakan salah satu komponen

penting dari AGE. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa peningkatan

proinsulin dan rasio-proinsulin menunjukkan perburukan metabolisme glukosa.

Sehingga, peningkatan AGE juga dapat memprediksi penurunan HOMA-B yang

akan datang.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Grill (2002) menunjukkan bahwa level

glukosa plasma 2 jam setelah TTGO berkorelasi positif dengan level proinsulin

dan rasio proinsulin-insulin. Namun pada penelitian ini tidak ditemui adanya

korelasi antara level glukosa plasma 2 jam setelah OGTT dengan level proinsulin

dan rasio proinsulin-insulin. Hal ini mungkin disebabkan oleh besar sampel yang

(49)

Kemudian, pada studi ini penilaian peningkatan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan HOMA-B ternyata menunjukkan hasil yang signifikan

(p=0,004). Roder (2000) juga mendapati hasil serupa. Beberapa studi prospektif

telah mengevaluasi peranan HOMA-IR dan HOMA-B dalam memprediksi risiko

terjadinya diabetes tipe 2 dan/atau TGT. Peningkatan HOMA-IR dan penurunan

HOMA-B telah menunjukkan secara signifikan dapat memprediksi diabetes tipe 2

diantara 1.449 orang Meksiko selama follow-up 3,5 tahun (Haffner, 1996), 644

orang Cina yang diikuti selama 4,5 tahun (Li, 2003), dan 81 orang

Afrika-Amerika yang diikuti selama 6 tahun (Osei, 2004).

Studi ini menunjukkan korelasi antara level insulin puasa dengan

HOMA-IR (r=0,96) dan dengan HOMA-B (r=0,65). Sedangkan glukosa puasa memiliki

korelasi dengan HOMA-B (r=-0,76). Song(2007) juga melaporkan bahwa level

insulin puasa berkorelasi dengan HOMA-IR dan dengan HOMA-B. Glukosa

puasa memiliki korelasi kuat dengan HOMA-IR dan sedikit berkaitan dengan

HOMA-B. Nilai HOMA-B yang rendah secara konsisten berkaitan dengan

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

− Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan

fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin).

− Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi

sel-β apabila dilihat dari penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi

sel- β pada lanjut usia.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar dengan

metode prospektif, untuk meningkatkan sensitivitas terhadap hubungan

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Bergman RN, Finegood DT, Kahn SE: The evolution of β-cell dysfunction and insulin resistance in type 2 diabetes. Eur J Clin Invest 2002, 32(Suppl 2): 35-45.

Bryhny B, Amesen E, Jenssen TG: Associations of age with serum insulin, proinsulin and the proinsulin-to-insulin ratio: a cross-sectional study. BMC Endocrine Disorders 2010, 10:21

Cowie CC, Rust KF, Byrd-Holt DD, Eberhardt MS, Flegal KM, Engelgau MM, Saydah SH, Williams DE, Geiss LS, Gregg EW: Prevalence of diabetes and impaired fasting glucose in adults in the U.S. population. National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002. Diabetes Care 2006, 29:1263-1268.

Duckworth WC, Kitabchi AE.The effect of age on plasma proinsulin-like material after oral glucose. J Lab Clin Med, 1976; 88:359–367.

Grill V, Dinsen B, Carlsson S, Efendic S, Pederson O, Ostenson CG: Hyperproinsulinemia and Proinsulin-to-Insulin Ratios in Swedish Middle-aged Men: Association with Glycemia and Insulin Resistance but Not with Family History of Diabetes. Am J Epidemiol, 2002; 155(9); 834-841. Haffner SM, Kennedy E, Gonzalez C, Stern MP, Miettinen H: A prospective

analysis of the HOMA model: the Mexico City Diabetes Study. Diabetes Care, 1996;19: 1138 –1141.

T. Inoguchi, F. Umeda, M. Kakimoto, Y. Sako, H. Ishii, K. Noda, et al., Chronic sulfonylurea treatment and hyperglycemia aggravate disproportionately elevated plasma proinsulin levels in patients with type 2 diabetesEndocr. J. 2000; 47: 763–770.

Kaku,K: Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy. JMAJ 2010, 53:1.

Karam JH, Forsham PH: Endokrinologi dasar & klinik: hormon-hormon pankreas & Diabetes melitus. EGC 2000; 15: 745-748.

Langenfield MR, Forst T, Standl E, Strotmann HJ, Lubben G, Pahler S, et al: IRIS II Study: Sensitivity and Specificity of Intact Proinsulin, Adiponectin, and the Proinsulin/Adiponectin Ratio as Markers for Insulin Resistance. Diabetes Technology & Therapeutics. 2004; 6: 836-843.

Li CL, Tsai ST, Chou P: Relative role of insulin resistance and beta-cell dysfunction in the progression to type 2 diabetes: the Kinmen Study. Diabetes Res Clin Pract 59:225–232, 2003.

Lusignan S, Sismanidis C, Carey IM, DeWilde S, Richards N, Cook DG. Trends in th prevalence and management of diagnosed type 2 diabetes 1994 -2001 in England and Wales. BMC Family Practice. 2005; 6: 13

Mather HM. Diabetes in elderly Asians. Journal of the royal Society of Medicine. 1994; 87: 615-616

.

(52)

Mykkanen L, Haffner SM, Hales CN, Ronnemaa T, Laakso M: The relation of proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio to insulin sensitivity and acute insulin response in normoglycemic subjects. Diabetes 1997, 46: 1990-1995.

Osei K, Rhinesmith S, Gaillard T, Schuster D: Impaired insulin sensitivity, insulin secretion, and glucose effectiveness predict future development of impaired glucose tolerance and type 2 diabetes in prediabetic African Americans: implications for primary diabetes prevention. Diabetes Care, 2004;27: 1439 –1446.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011, PB. PERKENI. Jakarta 2011. Pfutzner A, Derwahl M, Jacob S, Hohberg C, Blummer ELehmann U, et al:

Limitations of the HOMA-B Score for Assessment of b-Cell Functionality in Interventional Trials-Results from PIOglim study. Diabetes Technology & Therapeutic, 2010; 12: 599-604.

Purnamasari D: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Edisi V. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2011; 292: 1880-1883.

Roder ME, Schwartz RS, Prigeon KL, Kahn SE: Reduced Pancreatic B Cell Compensation to the Insulin Resistance of Aging: Impact on Proinsulin and Insulin Levels. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 2000; 85(6); 2275-2280.

Saisho Y, Maruyama T, Hirose H, Saruta T: Relationship between proinsulin-to-insulin ratio and advanced glycation endproducts in Japanese type 2 diabetic subjects. Diabetes Research and Clinical Practice, 2007; 78; 182-188.

Scheen AJ. Diabetes mellitus in elderly: insulin resistance and/or impaired insulin secretion? Diabetes Metab, 2005; 31: 5S27-5S24

Sclater A. Diabetes in the elderly: the geriatrician’s perspective. Canadian Journal of Diabetes,2003;27(2):172-175

Selvin E, Coresh J, Brancati FL. The burden and treatment of diabetes in elderly individuals in the U.S. Diabetes Care. 2006; 29(9); 2415-2419

Song Y, Manson JE, Tinker L, Howard BV, Kuller LH, Nathan L, et al; Insulin Sensitivity and Insulin Secretion Determined by Homeostasis Model ASsessment and Risk of Diabetes in a Multiethnic Cohort of Women. Diabetes Care, 2007; 30(7); 1747-1752.

(53)
(54)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini saya, dr.Dian Anindita Lubis,

peserta Pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Penyakit Dalam / Magister Klinik FK

USU Medan akan melakukan penelitian yang berjudul ”Hubungan Pertambahan

Usia dengan Fungsi Sel-β (Insulin, Proinsulin, dan Rasio Proinsulin / Insulin)”. Kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan

diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara

untuk mencari adanya hal-hal yang dapat mengganggu penelitian, dilakukan

pengukuran tekanan darah (TD), berat badan (BB), tinggi badan (TB), parameter

kegemukan (IMT) ,pemeriksaan laboratorium awal berupa pemeriksaan darah

sebanyak 15 cc (1 sendok makan)yang akan diambil dari lengan oleh ahlinya

untuk menilai parameter darah rutin, profil lipid, insulin dan proinsulin.

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pertambahan usia

akan mempengaruhi fungsi sel-β (level insulin, proinsulin dan rasio proinsulin -insulin), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan fungsi sel-β.

Pada penelitian ini tidak menimbulkan efek samping apapunm namun

risiko yang dapat terjadi dari penelitian ini adalah terjadinya lebam setelah

pengambilan darah.

Setelah hasil akhir diperoleh, nantinya akan terlihat apakah terdapat

pengaruh usia dengan kadar insulin, proinsulin, rasio proinsulin / insulin, serta

HOMA-B. Segala biaya pemeriksaan laboratorium menjadi tanggung jawab

peneliti. Bila masih terdapat pertanyaan atau keluhan sewaktu penelitian ini

berjalan, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya pada:

Nama : dr. Dian Anindita Lubis

Alamat : Jl. dr. Sumarsono no.48 Medan

(55)

Peneliti,

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi dari abnormalitas yang mempengaruhi sekresi insulin dan
Gambar. 2.2 Bentuk HOMA tahun 1985
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian (Mean + SD)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh konsumen terkait ketentuan garansi yang diberikan kepada pihak konsumen dalam perjanjian jual beli smartphone di

Dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan format penyajian laporan keuangan yang sesuai untuk klub sepak bola di Indonesia sehingga dapat

Hasil yang didapat pada perbedaan elektroda nilai kekerasan yang paling tinggi menggunakan elektroda E7018 dengan variasi arus 70A yaitu 105 HRB, dan nilai

Berdasarkan hasil analisis data simpulannya adalah terdapat dua puluh delapan kutipan yang menunjukkan tipe kepribadian yang mendominasi dalam diri tokoh utama yaitu tipe

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adm KeuDa, Perangkat Daerah, Kepegawaian Unit Organisasi

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidak pengaruh signifikan dari variabel bebas belanja pemerintah di sektor kesehatan (GH)

“Kebertahanan Bahasa Daerah dalam Konteks Kebijakan Bahasa Nasional Indonesia: Kasus Bahasa Batak”.. Sintaksis Bahasa

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan pada kelas V SD 2 Bakalan Krapyak dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran take and