HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL β
(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN
DAN HOMA-B)
TESIS
Oleh
DIAN ANINDITA LUBIS
097101023
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL β
(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN,
DAN HOMA-B)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DIAN ANINDITA LUBIS
097101023
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL
β
(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN- INSULIN, DAN HOMA-B)Nama Mahasiswa : Dian Anindita Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 097101023
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Penyakit Dalam
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
DR. dr. Dharma Lindarto,SpPD-KEMD
Ketua Anggota dr. Santi Syafril,SpPD-KEMD
Ketua Departemen Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam
dr.Refli Hasan,SpPD,SpJP dr. Zainal Safri,SpPD,SpJP
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama : Dian Anindita Lubis
NIM : 097101023
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Dian Anindita Lubis
NIM : 097101023
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam
Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right ) atas tesis saya yang berjudul:
HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SELβ (INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN DAN
HOMA-B)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan
mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : 26 Januari 2015
Yang menyatakan
Telah diuji
Pada Tanggal : 8 November 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH
Anggota : Dr. Mardianto,SpPD-KEMD
Telah diuji
Pada Tanggal : 8 November 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH ...
Anggota : Dr. Mardianto,SpPD-KEMD ...
Dr. Zuhrial Zubir,SpPD-KAI ...
ABSTRAK
Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Temuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada pertambahan usia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B).
Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 18 orang yang tidak menderita DM tipe 2 (terdiri dari 3 pria dan 15 wanita) yang berkunjung ke poliklinik RSUP. HAM Medan dari bulan Juli 2011 hingga Juli 2012, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan laboratorium. Uji Spearman digunakan untuk menilai hubungan antara pertambahan usia dengan insulin, proinsulin, dan rasio proinsulin-insulin.
Dari 18 sampel yang diperiksa, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Bila dibagi berdasarkan kelompok usia; dewasa muda (20-40 tahun), dewasa (41-60 tahun) dan tua (> 60 tahun), juga menunjukkan hasil yang tidak signifikanproinsulin (p=0,63), insulin (p=0.37), rasio proinsulin-insulin (p=0,76). Terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA-IR (p=0,99).
Sebagai kesimpulan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin). Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel-β pada lanjut usia.
ABSTRACT
Ageing is associated with a decline of many human physiological functions. The reduction in carbohydrate metabolism in the elderly is one of the hallmarks of aging process, and substantial evidence shows that increasing age is associated with decreased glucose tolerance and type 2 diabetes. This finding could reflect beta cell failure in ageing.
The aim of this present study was to assess the correlation of ageing with beta cell function (proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio and HOMA-B).
A cross sectional study had been done in 18 patients without type 2 diabetes (consists of 3 men and 15 women) who visit policlinic H. Adam Malik Hospital from July 2011 until July 2012. Anamneses, physical examination, laboratory examination (proinsulin and insulin). Spearman test was used to test the correlation between ageing and proinsulin, insulin,and proinsulin-to-insulin ratio.
From 18 samples, there was no significant correlation between ageing and proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,95). If the samples divided into three groups by age; young adult (20-40 years), adult (41-60 years) and old ( >60 years), there are no correlation either; proinsulin (p=0,63), insulin (p=0,37), and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,76). There is a correlation between ageing and beta cell function using the HOMA-B assessment (p=0,02), but no correlation with HOMA-IR (p=0,99).
In conclusion, there are no correlation between ageing and beta cell function (proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio), but a significant correlation between ageing and beta cell function using HOMA-B assessment. This result shows that HOMA-B might be an early predictor for alteration of beta cell function in elderly.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Penyakit Dalam di
FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A Siregar
SpPD-KGEH yang telah memberikan izin dan menerima penulis untuk
mengikuti Program Magister Ilmu Penyakit Dalam di FK USU.
2. Pembimbing utama Dr. dr. Darma Lindarto, SpPD, KEMD dan dr. Santi
Syafril, SpPD, KEMD, yang telah memberikan bimbingan,bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
3. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD, KGH selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam FK-USU, dan dr. Zainal
Safri, SpPD, SpJP sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
5. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. kes yang sudah membantu saya dalam
membuat analisa statistik dalam penelitian ini.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK khususnya
divisi Endokrin Metabolik yang telah memberikan sumbangan pikiran
dalampelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
7. Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Prof. dr.
Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Ir. Dewi Herawati atas
pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu
mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga
abang dan kakak saya dr. Anggia Chairuddin Lubis, SpJP, dr. Inke Nadia
Diniyanti Lubis, SpA, drg. Aditya Rachmawatiyang selalu mendo’akan
dan memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi
baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
8. Seluruh rekan-rekan anggota dan pengurus Ikatan Keluarga Asisten Ahli
Penyakit Dalam (IKAAPDA) di USU, terutama teman-teman seangkatan
saya: dr. Meivina Pane, dr. Jhon Effraim Ginting, dr. Andri Iskandar
Mardia, dr. Sahat Halim Budiman, dr. Farik Zarmal Nizar, dr. Adi
Sumanta Sembiring, dr. Yusleny Yusuf, dr. Chairun Arrasyid, dr. Ida
Ramadhani Pane, dr. Firman Sakti, dr. Silvia Bukit, dr. Erwin Pinayungan.
Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama
ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis
ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 10 Oktober 2012
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak... i
Abstract... ii
Kata Pengantar... iii
Daftar Isi... v
Daftar Tabel... vii
Daftar Gambar... viii
Daftar Singkatan dan Lambang... ix
Daftar Lampiran... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 3
1.3 Hipotesis... 3
1.4 TujuanPenelitian... 3
1.5 Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus ... 2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel β... 5 7 2.3 Efek Usia pada Sensitivitas Sel β Terhadap Glukosa .... 9
2.4 Efek Usia pada Respon Sel β Terhadap Stimulus Non Glukosa ... 9
2.5 Efek Usia pada Proses Insulin ... 2.6 Indeks Penentuan Derajat Kerusakan Sel β ... 2.7 Penilaian Homeostatik (Homeostatic Model Assessment/ HOMA) ... 2.8 Proinsulin ... 2.9 Insulin ... 2.10 Rasio Proinsulin-Insulin ... 2.11 Kerangka Konseptual ... 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16
3.1 Desain Penelitian... 16
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.3 Populasi dan Sampel ... 16
3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 16
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 17
3.6 Persetujuan / Informed Consent ... 18
3.7 Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 18
3.8 Identifikasi Variabel ... 19 3.9 Defenisi Operasional ...
3.10. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ...
4.1 Hasil Penelitian... 22
4.2 Pembahasan... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1 Kesimpulan... 31
5.2 Saran... 31
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Ilustrasi dari Abnormalitas yang Mempengaruhi Sekresi Insulin dan Sensitivitas Insulin pada Lanjut Usia ...
8
2.2 Bentuk HOMA Tahun 1985 ... 11
2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 15 4.1 Grafik Korelasi; A. Usia dan Proinsulin, B. Usia dan Insulin
Puasa, C. Usia dan Rasio Proinsulin-Insulin ...
23
4.2 Grafik Korelasi; A. Usia dan HOMA-IR, B. Usia dan HOMA-B ...
24
4.3
4.4
Grafik Korelasi; A. Insulin Puasa dan HOMA-IR, B. Insulin Puasa dan HOMA-B ... Grafik Korelasi; A. Kelompok Usia dan Proinsulin, B. Kelompok Usia dan Insulin, C. Kelompok Usia dan Rasio Proinsulin-insulin, D. Kelompok Usia dan HOMA-IR, E. Kelompok Usia dan HOMA-B ...
25
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN Nama Pemakaian pertama
kali pada halaman DM
World Health Organization
International Diabetes Federation
The Third National Health and
Nutrition Examination
Toleransi Glukosa Terganggu
1
1
1
2
2
TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral 2
HOMA
Homeostatic model assessment
American Diabetes Association
Genome Wide Association Study
Indeks Massa Tubuh
Insulin receptor substrate
Fasting Plasma Insulin
2
FPG Fasting Plasma Glucose 10
TB Tinggi Badan 18
Low Density Lipoprotein
High Density Lipoprotein
18
18
KTP
LP
Kartu Tanda Penduduk
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Persetujuan Komisi Etik Penelitian... 34
2 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 35
3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan... 37
4 Kertas Kerja Profil Peserta Penelitian... 38
5 Data Hasil penelitian... 40
6 Analisa Statistik – Uji Beda Mean... 41
ABSTRAK
Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Temuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada pertambahan usia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B).
Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 18 orang yang tidak menderita DM tipe 2 (terdiri dari 3 pria dan 15 wanita) yang berkunjung ke poliklinik RSUP. HAM Medan dari bulan Juli 2011 hingga Juli 2012, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan laboratorium. Uji Spearman digunakan untuk menilai hubungan antara pertambahan usia dengan insulin, proinsulin, dan rasio proinsulin-insulin.
Dari 18 sampel yang diperiksa, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Bila dibagi berdasarkan kelompok usia; dewasa muda (20-40 tahun), dewasa (41-60 tahun) dan tua (> 60 tahun), juga menunjukkan hasil yang tidak signifikanproinsulin (p=0,63), insulin (p=0.37), rasio proinsulin-insulin (p=0,76). Terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA-IR (p=0,99).
Sebagai kesimpulan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin). Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel-β pada lanjut usia.
ABSTRACT
Ageing is associated with a decline of many human physiological functions. The reduction in carbohydrate metabolism in the elderly is one of the hallmarks of aging process, and substantial evidence shows that increasing age is associated with decreased glucose tolerance and type 2 diabetes. This finding could reflect beta cell failure in ageing.
The aim of this present study was to assess the correlation of ageing with beta cell function (proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio and HOMA-B).
A cross sectional study had been done in 18 patients without type 2 diabetes (consists of 3 men and 15 women) who visit policlinic H. Adam Malik Hospital from July 2011 until July 2012. Anamneses, physical examination, laboratory examination (proinsulin and insulin). Spearman test was used to test the correlation between ageing and proinsulin, insulin,and proinsulin-to-insulin ratio.
From 18 samples, there was no significant correlation between ageing and proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,95). If the samples divided into three groups by age; young adult (20-40 years), adult (41-60 years) and old ( >60 years), there are no correlation either; proinsulin (p=0,63), insulin (p=0,37), and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,76). There is a correlation between ageing and beta cell function using the HOMA-B assessment (p=0,02), but no correlation with HOMA-IR (p=0,99).
In conclusion, there are no correlation between ageing and beta cell function (proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio), but a significant correlation between ageing and beta cell function using HOMA-B assessment. This result shows that HOMA-B might be an early predictor for alteration of beta cell function in elderly.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
bersifat menahun dan merupakan masalah yang serius di masyarakat. Berbagai
penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.World Health
Organization(WHO)pada tahun 2011 memprediksikan adanya peningkatan
jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada
tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2030.Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta, prevalensi DM dari
1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi
menjadi 12,8% pada tahun 2001 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).
Diabetes melitus pada usia lanjut juga merupakan epidemi yang sangat
penting pada abad 21 (Sclater, 2003). Perbandingan persentase penderita diabetes
usia dewasa (40-49 tahun) dan usia lanjut (> 75 tahun) menunjukkan peningkatan
dari 3,9% ke 13,2% (Cowie, 2006). Prevalensi penyandang DM pada lanjut usia
di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 15,3% (Selvin, 2006). Di Eropa,
prevalensi diabetes pada subjek <60 tahun kurang dari 10%, sedangkan prevalensi
diabetes mencapai 10-20% pada subjek berusia 60-79 tahun (Bryhni, 1998).
Southhall Survey mendapati prevalensi orang Asia empat kali lebih tinggi
dibandingkan populasi Eropa, dimana 17% orang Asia berusia di atas 60 tahun
dilaporkan menderita DM, dan Conventry Study menjumpai pada populasi DM
Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis
manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia
merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan
bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan
menjadi DM tipe 2 (Scheen, 2005). The Third National Health and Nutrition
Examination(NHANES III) melaporkan penurunan toleransi glukosa dijumpai
pada prevalensi diabetes dan glukosa puasa terganggu pada orang dewasa di
Amerika Serikat (Cowie, 2006). Adapun hal-hal yang diduga dapat
mengakibatkan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan DM pada lanjut usia; 1)
menurunnya kapasitas sel-β untuk mensekresi insulin; dan 2) perburukan dari fungsi sel β yang mencegah up-regulation dari sekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin (Mooy 1998; Bergman 2002).
Meskipun penemuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada penuaan, tetapi dapat juga diakibatkan oleh perubahan diet, pengosongan
lambung, metabolisme karbohidrat atau bahkan peningkatan sensitivitas insulin
pada usia lanjut (Mykkanen, 1997; Chau 2001).
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang merupakan baku emas dalam
menilai fungsi sel-β, ternyata hanya dapat menjelaskan 27-64% dari perkiraan kerusakannya (Stumvoll, 2001). Beberapa pemeriksaan lainnya yang lazim
digunakan dalampenentuan derajat kerusakan sel-β, diantaranya; pemeriksaan kadar insulin, proinsulin dan sekresi peptida penghubung (C-peptide), penilaian
homeostatik (Homeostatic model assessment/HOMA) (Purnamasari, 2011).
Sampai saat ini, masih merupakan kontroversi apakah nilai insulin,
proinsulin dan rasio proinsulin-insulin dapat mencerminkan kerusakan fungsi sel-β. Langenfeld dkk (2010) mendapati konsentrasi proinsulin puasa > 10 pmol/L dapat memprediksi resistensi insulin pada penderita DM tipe 2 dengan spesifisitas
96% dan sensitivitas 70%. Peningkatan yang signifikan dari konsentrasi
proinsulin dikatakan sebagai faktor risiko untuk terjadinya DM tipe 2 dan
merupakan penanda untuk perburukan fungsi sel-β.
Bryhni (2010) melaporkan pertambahan usia berhubungan dengan
penurunan level insulin, peningkatan proinsulin dan rasio proinsulin-insulin.
studi ini tidak mendapati korelasi antara pertambahan usia dengan nilai insulin,
proinsulin dan rasio proinsulin-insulin.
Pada pemeriksaan HOMA-B, meskipun lebih dari 500 publikasi
mendapatkan hasil yang memuaskan dalam penilaian fungsi sel-β, namun Pfutzner dkk (2010) mendapat hasil yang berbeda. Pada studi yang memberikan
pioglitazone dan glimepiride pada 48 orang penderita DM tipe 2, menunjukkan
bahwa meskipun terjadi penurunan level glukosa puasa, perbaikan HbA1c, namun
nilai HOMA B, sebagai indikator fungsi sel-β pankreas, menurun setelah diberi pengobatan, tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk meneliti hubungan
pertambahan usia terhadap fungsi sel-β (level insulin, proinsulin,rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan dari
fungsi sel-β.
1.2 Perumusan Masalah
- Apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan penurunan
fungsi sel-β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B)?
- Apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan resistensi
insulin?
1.3 Hipotesa
- Dengan pertambahan usia, terdapat penurunan fungsi sel-β (penurunan level insulin, proinsulin, rasio proinsulin/insulin dan HOMA-B).
- Dengan pertambahan usia, terdapat peningkatan resistensi insulin.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1Tujuan Umum
HOMA-1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui fungsi sel-β (insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin, HOMA-B) sesuai dengan pertambahan usia
2. Mengetahui hubungan pertambahan usia dengan resistensi insulin.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui bahwa pertambahan usia akan mempengaruhi fungsi
sel-β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan fungsi sel-β.
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah dalam
menilai fungsi sel-β dengan pemeriksaan insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik terkait
perburukan sekresi insulin dan resistensi insulin, dan faktor lingkungan seperti
obesitas, asupan makan berlebih, kurangnya olah raga, dan stres, seperti penuaan.
Faktor-faktor genetik yang terlibat dalam patogenesis
diabetes.Terjadinya DM tipe 2 dihubungkan dengan riwayat keluarga menderita
diabetes. Angka kejadian yang lebih tinggi juga dilaporkan pada kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigot menunjukkan kemungkinan keterlibatan
faktor genetik. Patogenesis ini diasumsikan melibatkan abnormalitas genetik pada
molekul-molekul yang terkait sistem regulasi dari metabolisme glukosa. Analisa
dari target gen pada glukosa yang terstimulasi sekresi insulin dari sel-sel β pankreas dan molekul-molekul hasil dari mekanisme kerja insulin telah
mengidentifikasi abnormalitas genetik yang secara independen dapat
menyebabkan patogenesis, termasuk gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen
reseptor insulin. Akhir-akhir ini, genome wide association study (GWAS) telah
mengidentifikasi mutasi dari gen KCNQ1 dihubungkan dengan abnormalitas
sekresi insulin sebagai gen penyakit yang dihubungkan dengan patogenesis
diabetes pada grup Asia termasuk Jepang.
Abnormalitas genetik yang dilaporkan sejauh ini, menjelaskan sekitar 30%
dari faktor genetik untuk diabetes, dan pengertian mengenai faktor genetik
diharapkan dapat tuntas dalam waktu dekat. Berdasarkan klasifikasi sementara
terhadap tipe penyakit, kasus diabetes dengan abnormalitas genetik yang
Peranan faktor lingkungan. Penuaan, obesitas, konsumsi alkohol,
merokok, dan lain-lain merupakan faktor risiko independen untuk patogenesis.
Obesitas (terutama lemak viseral) akibat kurangnya olah raga diikuti penurunan
massa otot, menyebabkan resistensi insulin, dan berhubungan dengan peningkatan
usia. Perubahan sumber energi, terutama peningkatan asupan lemak, peningkatan
konsumsi gula, dan penurunan asupan makanan berserat, berkontribusi untuk
terjadinya obesitas dan menyebabkan perburukan toleransi glukosa. Obesitas
ringan saja (Indeks Masa Tubuh/IMT <25) menyebabkan peningkatan 4 sampai 5
kali lipat risiko terjadinya diabetes, jika diikuti dengan peningkatan lemak viseral.
Perburukan sekresi insulin. Perburukan sekresi insulin adalah
menurunnya reaksi glukosa, yang terlihat sebelum onset klinis penyakit. Lebih
spesifik lagi, TGT dicetuskan oleh penurunan respon glukosa pada fase awal
sekresi insulin, dan penurunan sekresi insulin tambahan setelah makan yang
menyebabkan hiperglikemi postprandial. Sebuah TTGO pada kasus TGT
mencerminkan resistensi insulin pada orang Barat dan Hispanik. Lain halnya,
orang Jepang sering menunjukkan penurunan sekresi insulin pada tes ini. Bahkan
ketika respon berlebih terlihat pada orang dengan obesitas atau faktor lainnya,
mereka menunjukkan penurunan respon sekresi pada fase awal. Penurunan
sekresi fase awal ini adalah esensi dari penyakit ini, dan merupakan dasar yang
sangat penting terhadap perubahan patofisiologi selama onset penyakit pada
seluruh kelompok etnik.
Perburukan sekresi insulin umumnya progresif, dan progresivitasnya
melibatkan toksisitas glukosa dan lipotoksisitas. Ketika tidak diobati, hal ini
diketahui dapat menyebabkan penurunan masa sel-β pankreas pada percobaan hewan. Progresivitas perburukan fungsi sel-β pankreas sangat mempengaruhi kontrol glukosa darah jangka panjang. Saat pasien pada stadium awal penyakit
menunjukkan peningkatan glukosa darah postprandial sebagai hasil dari resistensi
insulin dan penurunan sekresi fase awal insulin, progresivitas fungsi sel β dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah secara permanen.
Resistensi insulin. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin di
dalam tubuh tidak bekerja cukup sesuai konsentrasinya di darah. Perburukan kerja
patofisiologi umum dari diabetes tipe 2.
Investigasi mekanisme molekular untuk kerja insulin telah menjelaskan
bahwa resistensi insulin berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan
(hiperglikemi, asam lemak bebas, mekanisme inflamasi, dll). Faktor genetik,
melibatkan tidak hanya reseptor insulin dan insulin receptor substrate (IRS)-1
gene polymorphisms yang secara langsung mempengaruhi sinyal insulin namun
juga polymorphismsof thrifty genes seperti gen reseptor adrenergik β3 dan uncoupling protein (UCP) gene, dihubungkan dengan obesitas viseral dan
mengakibatkan resistensi insulin. Glukolipotoksisitas dan mediator-mediator
inflamasi juga penting dalam mekanisme kerusakan sekresi insulin dan
perburukan sinyal insulin.
Perhatian baru-baru ini terfokuskan pada keterlibatan adipocyte-derived
bioactive substances (adipokin) pada resistensi insulin. Sementara TNF-α, leptin, resistin, dan asam lemak bebas bekerja meningkatkan resistensi, adiponektin
justru memperbaiki resistensi (Kaku, 2010)
2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel β
Tinjauan saat ini terpusat pada bukti klinis dari perubahan pada usia
dengan sensitivitas insulin dan sekresi insulin. Hal ini juga saling mempengaruhi
antara defek sekresi insulin dan kerja insulin yang akan mengakibatkan prevalensi
yang tinggi dari toleransi glukosa abnormal dan diabetes tipe 2 pada populasi usia
Gambar 2.1 Ilustrasi dari abnormalitas yang mempengaruhi sekresi insulin dan
sensitivitas insulin pada lanjut usia (Scheen, 2005)
Toleransi glukosa terganggu mungkin diakibatkan dari berbagai penyebab
seperti asupan makanan yang buruk, tidak ada aktivitas fisik, masa tubuh yang
kurang, peningkatan adiposa viseral, penurunan relatif sekresi insulin dan
resistensi insulin perifer. Abnormalitas molekular yang muncul pada pasien usia
lanjut dengan diabetes belum sepenuhnya dapat diuraikan. Gen glukokinase
merupakan sensor glukosa dari sel-β. Secara teori, perubahan gen ini dapat menjelaskan kelainan sekresi insulin, tetapi belum jelas apakah fungsi gen ini
rusak pada orang usia lanjut dengan diabetes. Aktivitas reseptor-insulin tirosin
kinase telah dilaporkan berubah pada orang usia lanjut dengan diabetes dan
resistensi insulin, tetapi belum jelas apakah ini penyebabnya atau akibat
peningkatan level ambilan glukosa pada pasien lanjut usia. Telah ditunjukkan
bahwa ambilan glukosa yang dimediasi non-insulin secara signifikan memburuk
pada usia lanjut dengan DM tipe 2. Abnormalitas seperti ini penting pada subjek
normal, kira-kira 50% ambilan glukosa setelah makan muncul sebagai hasil dari
2.3 Efek usia pada sensitivitas sel-β terhadap glukosa
Banyak studi yang menggunakan level insulin sebagai respon TTGO
terhadap penilaian sekresi insulin. Walaupun TTGO sudah distandarkan, mudah
dilakukan, dan sudah secara luas digunakan, stimulus sel-β masih kompleks (termasuk tidak hanya glukosa tetapi juga faktor gastrointestinal dan neural) dan
variabel dari waktu ke waktu. Jadi, studi-studi yang menggunakan TTGO sulit
diintpretasikan dalam sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dari level insulin
dalam respon glukosa oral sebagai pengganti penilaian fungsi sel-β pankreas. Sebagai tambahan, faktor yang mempengauhi sensitivitas insulin, seperti
lemak, mungkin mempunyai peranan penting. Level insulin dalam respon
terhadap pemberian glukosa oral ditemukan menurun secara signifikan dengan
usia, setelah penyesuaian dilakukan pada kebiasaan tubuh. Sebagai tambahan,
respon insulin yang tertunda pada jam pertama setelah pemberian glukosa oral
telah digambarkan pada orang tua dengan perbandingan dewasa muda(Scheen,
2005).
2.4 Efek usia pada respon sel-β terhadap stimulus non-glukosa
Fungsi sel-β dapat dievaluasi dengan stimulus non-glukosa seperti arginin. Pada studi yang menilai arginin yang terstimulasi respon insulin pada usia muda
dan tua, kapasitas sekresi sel-β 48% lebih rendah dengan stimulus arginin pada subjek tua(Scheen, 2005).
2.5 Efek usia pada proses insulin
Peningkatan sirkulasi rasio proinsulin-insulin sebagai respon tantangan
glukosa oral telah digambarkan pada usia lanjut. Namun hasil ini belum
dikonfirmasi dengan studi lain dengan subjek usia tua dan muda yang disesuaikan
dengan indeks masa tubuh, menunjukkan proinsulin serupa dalam respon terhadap
glukosa dan arginin intravena. Oleh karena itu, diragukan perubahan proses
yang menarik yang melaporkan pelepasan amilin peptida sel-β menurun pada subjek dewasa(Scheen, 2005).
2.6 Indeks penentuan derajat kerusakan sel β
Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin, dan
sekresi peptida penghubung (C-peptide), penilaian homeostatik (HOMA), dan
tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilai kerusakan ini
(Purnamasari, 2011)
2.7 Penilaian homeostatik (Homeostatic model assessment /HOMA)
Penilaian homeostatik (HOMA) dari fungsi sel-β (B) dan resistensi insulin (IR) pertama ditemukan tahun 1985. Model HOMA digunakan untuk mengetahui
sensitivitas insulin dan fungsi sel-β dari konsentrasi plasma insulin dan glukosa puasa. Hubungan antara glukosa dan insulin pada status basal menunjukkan
keseimbangan antara pengeluaran glukosa hepatik dan sekresi insulin, yang
ditingkatkan oleh lengkung umpan balik (feedback loop) antara hati dan sel-β. Penurunan fungsi sel-β dibentuk oleh perubahan respon sel-β terhadap konsentrasi glukosa plasma. Sensitivitas insulin dibentuk dari penurunan efek dari
konsentrasi insulin plasma baik di hati maupun di perifer. Pada kedua situasi,
pergantian glukosa tetap konstan. Tidak ada perbedaan antara sensitivitas insulin
hepatik dan sensitivitas insulin perifer (Wallace, 2004).
Bentuk asli HOMA oleh Matthews et al. (Gambar.2.2), berisi perkiraan
matematika yang sederhana dari nilai nonlinear ke persamaan yang berulang,
persamaan ini secara luas digunakan dan disederhanakan menjadi:
HOMA1-IR = (FPI x FPG) /22,5
HOMA1-B = (20 x FPI)/(FPG-3,5)
untuk resistensi insulin (IR) dan fungsi sel-β (B), masing-masing, dimana FPI adalah Konsentrasi plasma insulin puasa (fasting plasma insulin/mU/l) dan FPG
adalah glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose/mmol/l) (Wallace, 2004).
Namun, HOMA tidak dapat digunakan secara akurat apabila sel-βtertekan
sedemikian rupa sehingga mengekskresikan proinsulin bersamaan atau sebagai
indikator yang sangat spesifik untuk disfungsi lanjut dari sel-β dan secara klinis
signifikan (Pfutzner, 2010).
Gambar. 2.2 Bentuk HOMA tahun 1985
2.8 Proinsulin
Proinsulin merupakan suatu rantai tunggal dengan 86 asam amino,
termasuk rantai A dan B dari molekul insulin plus suatu segmen penghubung yang
terdiri dari 35 asam amino. Enzim-enzim konversi (agaknya protease mirip tripsin
dan karboksipeptidase-B) memisahkan dua pasang asam-asam amino dibasik (tiga
arginin dan satu lisin) dari molekul proinsulin. Hasilnya adalah suatu molekul
insulin dengan 51 asam amino dan residu yang terdiri dari 31 asam amino, yaitu
peptida C.
Sejumlah kecil proinsulin yang dihasilkan pankreas dapat lolos dari proses
pemecahan dan disekresi dalam bentuk utuh ke dalam aliran darah bersama
dengan insulin dan peptida C. Kebanyakan sera anti-insulin yang digunakan untuk
immunoassay standar terhadap insulin akan bereaksi silang dengan proinsulin ini;
maka masa paruhnya menjadi tiga atau empat kali insulin. Keadaan ini
memungkinkan proinsulin mengalami akumulasi dalam darah, di mana
merupakan 12-20% dari ”insulin” imunoreaktif dalam sirkulasi pada keadaan
basal. Proinsulin manusia memiliki 7-8% aktivitas biologik dari insulin. Ginjal
merupakan tempat utama untuk degradasi proinsulin.
Dari dua produk utama pecahan proinsulin, maka produk yang tepecah
pada arginin 32-33 adalah molekul mirip proinsulin utama yang dapat dijumpai
dalam plasma, yaitu jauh melampaui kadar produk yang terpecah pada 65-66 yang
sulit terdeteksi. Pada subjek-subjek kontrol, kadar rata-rata proinsulin dan
pecahan proinsulin sesudah puasa di malam hari masing masing adalah 2,3 dan
2,2 pmol/L sedangkan kadar postprandial meningkat menjadi 10-20 pmol/L
(Karam, 2000).
Sebagai tambahan, proinsulin merupakan faktor risiko independen untuk
kardiovaskular, dan publikasi baru-baru ini menunjukkan bahwa pengobatan
dengan obat sulfonilurea dihubungkan dengan peningkatan plasma puasa
proinsulin, yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi komplikasi
makrovaskular (Pfutzner, 2010).
2.9Insulin
Insulin adalah suatu protein yang terdiri dari 51 asam amino yang
terkandung dalam dua rantai peptida: rantai A dengan 21 asam amino, dan rantai
B dengan 30 asam amino. Rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan disulfida. Di
samping itu, terdapat pula suatu jembatan disulfida dalam rantai yang
menghubungkan posisi 6 dan 11 dari rantai A. Berat molekul insulin adalah 5808.
Pankreas manusia mensekresi sekitar 40-50 unit insulin per hari pada
orang dewasa normal. Kadar insulin basal dalam darah puasa kira-kira 10 µU/mL
(0,4 ng/mL atau 69 pmol/L). Pada subjek kontrol normal, insulin jarang
meningkat melampaui 100 µU/mL (690 pmol/L) sesudah makan. Kadar insulin
perifer mulai meningkat kira-kira 8-10 menit sesudah menelan makanan dan
mencapai kadar puncaknya dalam darah tepi sesudah 30-45 menit. Keadaan ini
diikuti oleh penurunan cepat kadar glukosa plasma post-prandial, yang akan
Sekresi insulin basal, yang terjadi tanpa adanya rangsangan eksogen
adalah jumlah insulin yang disekresi dalam keadaan puasa. Walaupun diketahui
bahwa kadar glukosa di bawah 80-100 mg/dl (4,4-5,6 mmol/L) tidak merangsang
pelepasan insulin, telah diperlihatkan bahwa adanya glukosa perlu (dalam sistem
in vitro) untuk efektifnya kebanyakan pengatur sekresi insulin lain yang sudah
diketahui.
Sekresi insulin yang dirangsang adalah sekresi yang terjadi sebagai
respons terhadap rangsang eksogen. Secara in vivo merupakan respons sel-sel-β terhadap makanan yang ditelan. Glukosa merupakan perangsang pelepasan insulin
yang paling poten. Jika kadar glukosa dalam sistem mendadak meninggi, maka
terjadi suatu lonjakan sekresi insulin awal yang berlangsung singkat (fase awal);
jika kadar glukosa dipertahankan pada tingkat ini, maka pelepasan insulin
perlahan-lahan berkurang dan kemudian mulai meningkat lagi mencapai tingkat
yang stabil (fase lanjut). Namun demikian, rangsang kadar glukosa yang tinggi
dan menetap (> 4 jam in vitro atau > 24 jam in vivo) menyebabkan suatu
desensitisasi reversibel dari respons sel- sel-β terhadap glukosa tetapi tidak terhadap rangsang lain.
Hingga kini, mekanisme pelepasan insulin akibat rangsangan glukosa
masih belum sepenuhnya dimengerti. Glukosa telah diketahui dapat masuk ke
dalam sel- sel-β pankreas melalui difusi pasif yang diperantarai oleh suatu protein membran spesifik yang disebut glucose transporter-2. Berdasarkan sifatnya yang
relatif berafinitas rendah terhadap glukosa, maka protein ini lebih efektif dalam
mempermudah transportasi glukosa pada keadaan hiperglikemia sesudah makan
dibandingkan transportasi pada kadar gula darah yang lebih rendah selama
berpuasa malam hari. Terdapat kumpulan data yang mengisyaratkan bahwa
metabolisme glukosa adalah esensial dalam merangsang pelepasan insulin.
Kenyataannya, obat-obat seperti 2-deoksiglukosa yang menghambat metabolisme
glukosa dapat mengganggu pelepasan insulin.
Telah dibuktikan bahwa pelepasan insulin memerlukan kalsium.
Penjelasan yang diajukan adalah granula-granula matang yang mengandung
akan melontarkan granula-granula tersebut. Berikut ini adalah efek-efek glukosa
terhadap gerakan ion kalsium yang telah dibuktikan: (1) Ambilan kalsium
meningkat akibat stimulasi glukosa pada sel β. (2) Efluks kalsium dari sel diperlambat oleh beberapa kerja glukosa. (3) Mobilisasi kalsium dari
kompartemen mitokondria terjadi sekunder dari induksi cAMP oleh glukosa
(Karam, 2000).
Faktor-faktor lain yang terlibat dalam pengaturan sekresi dapat dibedakan
menjadi tiga kategori: stimulan langsung yang diketahui merangsang pelepasan
insulin secara langsung; penguat, yang tampaknya mempotensiasi respons sel-β terhadap glukosa; dan penghambat. Kerja dari agen-agen penguat-banyak di
antaranya merupakan hormon-hormon saluran cerna yang dirangsang oleh
menelan makanan-menjelaskan pengamatan mengenai respons insulin terhadap
makanan yang lebih besar daripada respons terhadap bahan-bahan yang diberikan
secara intravena (Karam, 2000).
2.10 Rasio Proinsulin-Insulin
Peningkatan tidak seimbang dari proinsulin terhadap insulin terlihat pada
pasien diabetes dan telah terbukti dapat memprediksi terjadinya DM tipe 2 pada
individu yang berisiko mendapat penyakit tersebut. Selanjutnya, rasio
proinsulin-insulin berkorelasi negatif dengan sekresi proinsulin-insulin baik pada subjek sehat maupun
penderita diabetes, menyiratkan bahwa peningkatan proinsulin dan rasio
proinsulin-insulin merupakan prediktor kuat untuk disfungsi sel-β. Hal ini penting
untuk menunjukkan bahwa level proinsulin dapat menjadi penanda spesifik untuk
memprediksi resistensi insulin pada orang dengan DM tipe 2, sehingga rasio
proinsulin-insulin yang menggunakan proinsulin diharapkan dapat menjadi
2.11 Kerangka Konseptual
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Kadar Glukosa
Darah ↗ Sel Beta ↙
Proinsulin ↙
BAB III METODOLOGI
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan uji cross sectional yang menilai hubungan
pertambahan usia dengan fungsi sel-β.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
- Penelitian dilaksanakan di seluruh poliklinik rawat jalan umum di
RSHAM dan praktek swasta dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian
FK USU, dilaksanakan mulai pada bulan Agustus 2011 - November 2011,
atau hingga subjek penelitian ini tercukupi.
- Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah bekerja sama dengan
Laboratorium Prodia cabang Medan.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi target adalah seluruh pasien sehat berusia di atas 20 tahun.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien sehat yang berusia diatas
20 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di poliklinik rawat jalan
umum RSHAM dan praktek swasta antara bulan Agustus 2011 – November 2011.
3.4 Perkiraan besar sampel
Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji
hipotesis dari 1 kelompok independen, yaitu:
n = (Zα + Zβ)2
0,5 In (1+r/1-r)
n = jumlah subyek
α = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Zα = nilai baku normal = 1,96
β = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Zβ = 0,842 (Bryhni, 2010)
r = perkiraan koefisien relasi
Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel untuk masing-masing
kelompok sebanyak 13,8 = 14 orang.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria inklusi
a. Subjek dengan usia diatas 20 tahun baik pria waupun wanita.
b. Subjek menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam
penelitian secara sukarela dan tertulis (informedconcent) untuk menjalani
pemeriksaan fisik/antropometri, dan laboratorium pada saat penelitian
yang disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan diabetes melitus atau keturunan DM
b. Pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular
c. Pasien overweight
d. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat kardiovaskular
e. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat dislipidemia
3.6 Persetujuan / Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan setelah dilakukan
3.7 Cara Kerja dan Alur Penelitian
Terhadap sejumlahsubjek dilakukan penjelasan dan diminta memberikan
persetujuan tertulis (informed consent) untuk mengikuti penelitian. Kemudian
dilakukan anamnese dan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin,
riwayat diabetes melitus, riwayat merokok, riwayat penyakit keluarga,
riwayat hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner serta pemeriksaan
laboratorium sebelumnya.
b. Dilakukan pengukuran Tinggi Badan (TB) dengan posisi tegak lurus
tanpa alas kaki. Pengukuran mulai dari telapak kaki hingga puncak
kepala dengan menggunakan mikrotop. Hasil pengukuran dinyatakan
dalam satuan meter (m), Berat Badan (BB) diukur dengan posisi tegak
lurus menggunakan timbangan digital merek camry, hasil pengukuran
dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan penilaian
Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2. Keseluruhan
pengukuran dilakukan oleh peneliti.
c. Dilakukan pengukuran tekanan darah dengan sphygmomanometer oleh
peneliti, dimana sebelumnya pasien diistirahatkan selama 2 menit.
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 2 menit dan
diambil rerata dari 2 pengukuran terakhir.
d. Pada pasien dilakukan pengambilan sampel darah pada daerah fossa
cubiti subjek penelitian untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin,
insulin, proinsulin, serta pemeriksaan profil lipid (total kolesterol,
Trigliserida, LDL kolesterol, HDL kolesterol). Pengambilan darah
Alur Penelitian
3.8 Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Usia Numerik
Variabel tergantung Skala
Insulin, proinsulin, HOMA-IR, HOMA-B Numerik Inklusi:
- Pasien Usia >20 tahun
Pemeriksaan Antopometri
- Pengukuran tinggi badan
- Pengukuran berat badan
- Pengukuran lingkar pinggang Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan profil lipid
- Pemeriksaan Insulin, Proinsulin
- Pemeriksaan TTGO
Uji Statistik Korelasi, T independen
- Penghitungan Rasio proinsulin/insulin
PASIEN
POLIKLINIK
Eksklusi:
1. Pasien dengan diabetes melitus
atau keturunan DM
2. Pasien dengan riwayat penyakit
kardiovaskular
3. Pasien overweight
4. Pasien dislipidemia
5. Subjek pernah atau sedang
menggunakan obat
kardiovaskular
6. Subjek pernah atau sedang
3.9 Definisi Operasional
1. Subjek penelitian: pasien yang menjalani pemeriksaan kesehatan secara
teratur di poliklinik rawat jalan umum RSHAM dan sudah memberikan
izin tertulisnya untuk mengikuti penelitian ini.
2. Usia dewasa muda: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk
(KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (20-39 tahun)
3. Usia dewasa: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk
(KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (40-59 tahun)
4. Usia tua: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP)
dengan satuan hasil berupa tahun, (>60 tahun)
5. Jenis Kelamin: berdasarkan yang tertera dikartu tanda penduduk (KTP)
dengan hasil pria atau wanita.
6. Tekanan darah: tekanan darah rata-rata diukur dengan sphygmomanometer
oleh penelitidan dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 2 menit dan
diambil rerata dari 2 pengukuran terakhir yang hasilnya dinyatakan dalam
mmHg.
7. Parameter Antropometri: meliputi Tinggi Badan (TB) dalam satuan meter
(m). Pengukuran dinilai mulai dari telapak kaki hingga puncak kepala
diukur dengan menggunakan mikrotop. Berat Badan (BB) diukur dengan
posisi tegak lurus menggunakan timbangan digital merek camry, hasil
pengukuran dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan
penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2. Lingkar
Pinggang (LP) diukur dengan posisi tegak tanpa alas kaki dengan jarak
kedua tungkai 25-30 cm dengan menggunakan meteran. Pengukuran
dilakukan melingkar secara horizontal dari titik tengah antara puncak
krista illiaca dan tepi bawah kosta terakhir pada axillaris media. Hasil
pengukuran dilihat dari lateral dan dinyatakan dengan satuan centimeter
(cm). Keseluruhan pengukuran parameter antropometri dilakukan oleh
peneliti.
8. Nilai insulin: merupakan hasil pemeriksaan sampel darah pasien yang
dengan satuan pmol/L. Darah diambil dari regio fossa cubiti dan diperiksa
dengan menggunakan radioimmunoassay.
9. Nilai proinsulin: merupakan hasil pemeriksaan sampel darah pasien yang
diambil oleh laboran dan menggambarkan nilai insulin dalam plasma
dengan satuan pmol/L. Darah diambil dari regio fossa cubiti dan diperiksa
dengan menggunakan monoclonal antibodi tikus.
10.Overweight: diukur menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan masuk
ke kategori overweight menurut klasifikasi Asia Pasifik (IMT ≥ 23 kg/m2) dan atau menggunakan parameter Lingkar Pinggang (LP) dengan ukuran >
90 cm untuk pria atau > 80 cm untuk wanita.
3.10 Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Untuk menampilkan data-data epidemiologi subjek penelitian digunakan
tabulasi untuk menunjukkan gambaran deskriptif.
Data diolah dan dianalisa dengan menggunakan program SPSS Version-17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian potong lintang dilakukan terhadap pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam periode Juli 2011 – Juli 2012 didapati 18
pasien. Penelitian kemudian dilakukan terhadap 18 pasien tersebut.
Subjek penelitian berjumlah 18 orang, terdiri dari 3 orang laki-laki
(16,6%) dan 15 orang perempuan (83,3%) dengan rentang usia 20-71 tahun.
Karakteristik data dasar disajikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian (Mean + SD)
Parameter n = 18
Usia (tahun)
Pria
Berat badan (kg)
Tinggi badan (cm)
Indeks massa tubuh (kg/m2)
Lingkar pinggang (cm)
Hemoglobin (g/dL)
Insulin (pmol/l)
Rasio Proinsulin/Insulin (%)
HOMA1-IR
Dilakukan uji normalitas menggunakan saphiro-wilk terhadap nilai
proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin. Data seluruhnya tidak terdistribusi
normal. Uji Spearman digunakan untuk menilai korelasi antara pertambahan usia
dengan fungsi sel-β (proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin). Diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin
(p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Data disajikan
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Korelasi; A. Usia dan proinsulin, B. Usia dan insulin puasa, C.
Uji Spearman selanjutnya juga digunakan untuk menilai korelasi antara
pertambahan usia dengan nilai homeostatik (HOMA) dari fungsi sel-β (HOMA-B) dan resistensi insulin (HOMA-IR). Diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi antara
pertambahan usiadengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA IR (p=0,99). Data disajikan pada
Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Korelasi; A. Usia dan HOMA-IR, B. Usia dan HOMA-B.
Terdapat korelasi antara insulin puasa dengan HOMA-IR (r=0,96), dan
insulin puasa dengan HOMA-B (r=0,65) dengan menggunakan uji Spearman. Data
disajikan pada Gambar 4.3.
0
0 500 1000 1500
Gambar 4.3 Grafik Korelasi; A. Insulin puasa dan HOMA-IR, B. Insulin puasa dan
HOMA-B
Pada perbandingan fungsi sel-β berdasarkan usia dewasa muda (20-39 tahun), usia dewasa (40-59 tahun) dan usia tua (>60 tahun), didapati hasil yang
signifikan pada insulin (p=0,026) dan HOMA-B (p=0,001), sedangkan untuk
proinsulin, rasio proinsulin-insulin, dan HOMA-IR tidak terdapat perbedaan nilai
yang signifikan (p=0,444, p=0,224, p=0,069). Data disajikan pada Gambar 4.4.
0
0 500 1000 1500
Gambar 4.4 Grafik Korelasi; A. Kelompok Usia dan Proinsulin, B. Kelompok Usia
dan Insulin, C. Kelompok Usia dan Rasio Proinsulin-insulin, D. Kelompok Usia
dan HOMA-IR, E. Kelompok Usia dan HOMA-B.
4.2 Pembahasan
Pada studi potong lintang terhadap pasien yang tidak menderita diabetes
melitus ini, dilakukan pengukuran konsentrasi proinsulin dan insulin.
Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menilai adanya hubungan
peningkatan usia dengan fungsi sel-β. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan pada populasi ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mooy(1998) dan Roder(2000), dimana kedua studi ini tidak
mendapati korelasi antara penuaan dengan proinsulin, insulin dan rasio
proinsulin-insulin.
Hal ini mungkin dapat dijelaskan karena meskipun beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi nilai proinsulin dan insulin seperti obesitas dan riwayat
keluarga menderita diabetes sudah dapat disingkirkan, namun masih ada beberapa
faktor lain, seperti berat badan lahir rendah, yang belum dapat disingkirkan, yang
juga memiliki peranan penting terhadap peningkatan proinsulin dan rasio
proinsulin-insulin.Resistensi insulin diduga lebih berkaitan dengan obesitas
dibandingkan dengan peningkatan usia.
Berbeda dengan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Bryhni(2010),
mendapatkan peningkatan level proinsulin dan rasio proinsulin-insulin dan
penurunan level insulin. Begitu juga oleh Duckworth (1976), yang menemukan
penuaan berhubungan dengan peningkatan proinsulin setelah meminum glukosa.
Hal ini dapat diduga karena perburukan metabolisme karbohidrat pada pada
pasien lanjut usia di studi tersebut.
Penting untuk diketahui bahwa pada studi ini tidak menginvestigasi subjek
yang sudah diketahui diabetes. Alasan mengapa mengeksklusikan subjek ini
adalah 1) mengantisipasi subjek dengan diabetes tipe 1. dan 2) efek perancu dari
subjek yang dalam pengobatan antidiabetes yang sudah diketahui menderita
diabetes.
Saisho (2007) mendapatkan rasio proinsulin-insulin memiliki korelasi
negatif dengan HOMA-B, namun tidak dengan HOMA-IR. Roder dkk telah
melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin berkorelasi secara negatif dengan
kapasitas sekresi maksimum sel-βyang dicetuskan oleh arginin pada penderita
diabetes tipe 2. Mykkanen dkk juga melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin
berkorelasi negatif dengan respon akut insulin terhadap glukosa pada pasien yang
baru terdiagnosa DM tipe 2, tanpa bergantung usia, jenis kelamin, etnis, indeks
massa tubuh, glukosa dan sensitivitas insulin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
proinsulin dan rasio proinsulin-insulin berkorelasi dengan resistensi insulin dan
fungsi sel-β.
eksternal pada sel-βseperti obesitas-terkait resistensi insulin atau hiperglikemia,
atau kerusakan primer sel-βdalam menghasilkan proinsulin, atau kombinasi
keduanya. Mykkanen dkk, telah melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara
signifikan berkorelasi dengan respon insulin dan glukosa, namun mereka tidak
menemukan hubungan antara glukosa dan rasio proinsulin-insulin ketika
disesuaikan dengan variabel lainnya. Mereka berspekulasi bahwa hubungan antara
hiperglikemi dan rasio proinsulin-insulin dapat lebih kuat apabila penanda kontrol
glikemik jangka panjang, seperti HbA1c, digunakan disamping penggunaan
glukosa. Saisho dkk menunjukkan korelasi yang signifikan antara rasio
proinsulin-insulin dengan glukosa dan HbA1c pada analisa korelasi univariat,
namun analisa regresi menunjukkan bahwa HbA1c, tetapi tidak glukosa, secara
independen berkorelasi dengan rasio proinsulin-insulin.Temuan ini menunjukkan
bahwa hiperglikemi kronik dapat mempengaruhi hiperproinsulinemia yang tidak
seimbang, dan mengesankan bahwa sel-β kronik yang berlebih, atau disebut juga
sel-β yang lelah, terlibat dalam hiperproinsulinemia yang tidak seimbang. Hal ini
berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Inoguchi dkk, yang melaporkan bahwa
rasio proinsulin-insulin secara signifikan dihubungkan dengan glukosa, namun
tidak dengan HbA1c, pada analisa multivariat. Ketidak-sesuaian ini mungkin
diakibatkan oleh faktor latar belakang pasien yang berbeda.
Inoguchi dkk dan Saisho dkk melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin
meningkat pada penderita DM tipe 2 dengan pengobatan sulfonil urea (SU). Telah
terdapat beberapa laporan bahwa rasio proinsulin-insulin menunjukkan tidak
adanya perubahan atau penurunan setelah pemberian singkat dari SU, meskipun
Inoguchi dkk telah menyatakan bahwa peningkatan rasio proinsulin menunjukkan
kerja sel-β yang berlebihan di bawah pengaruh pengobatan SU. Saisho dkk
menunjukkan bahwa meskipun pengobatan SU termasuk glimepirid, yang
diklasifikasikan sebagai SU generasi ketiga karena efek sensitisasi insulinnya,
secara signifikan berkaitan dengan peningkatan rasio proinsulin-insulin, pasien
yang mendapat SU secara signifikan memiliki level glukosa dan HbA1c yang
lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan SU. Analisa multipel
regresi menunjukkan bahwa HbA1c dan HOMA-B secara independen berkorelasi
untuk menjawab pertanyaan ini.
Banyak hipotesa mengenai mekanisme disfungsi sel-β pada DM tipe 2,
dan stres oksidatif yang diakibatkan hiperglikemi, diduga sebagai salah satu
penyebabnya. Telah diduga bahwa sel-βpankreas lebih sensitif terhadap stres
oksidatif dibandingkan organ lainnya mungkin karena ekspresi enzim antioksidan
yang relatif rendah, seperti katalase dan glutation peroksidase. Saisho dkk
menunjukkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara signifikan berkorelasi dengan
advanced glycation endproducts (AGE), namun tidak berkorelasi dengan penanda
stres oksidatif lainnya. Meskipun korelasi rasio proinsulin-insulin dengan AGE
jauh lebih lemah dibandingkan dengan HOMA-B atau HbA1c, analisa regresi
multipel menunjukkan bahwa AGE secara independen berhubungan dengan rasio
proinsulin-insulin seperti HOMA-B dan HbA1c. Temuan dari korelasi yang
signifikan dari rasio proinsulin-insulin dengan AGE, namun tidak dengan penanda
stres oksidatif lainnya, dapat menunjukkan bahwa glikasi lebih penting
dibandingkan oksidasi untuk disfungsi sel-β. Tajiri dkk pada studinya sendiri,
mengatakan bahwa akumulasi AGE pada islet merupakan mekanisme penting
terhadap terjadinya glukotoksisitas. Seperti Saisho dkk yang menduga level AGE
dapat menggambarkan tingkatan akumulasi AGE pada islet. Sebagai tambahan,
HbA1c juga salah satu early product dari reaksi Maillard, dan mencerminkan
tingkatan glikasi seperti AGE. Namun, tidak ditemukan hubungan antara rasio
proinsulin-insulin dan pentosidine. Pentosidine merupakan salah satu komponen
penting dari AGE. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa peningkatan
proinsulin dan rasio-proinsulin menunjukkan perburukan metabolisme glukosa.
Sehingga, peningkatan AGE juga dapat memprediksi penurunan HOMA-B yang
akan datang.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Grill (2002) menunjukkan bahwa level
glukosa plasma 2 jam setelah TTGO berkorelasi positif dengan level proinsulin
dan rasio proinsulin-insulin. Namun pada penelitian ini tidak ditemui adanya
korelasi antara level glukosa plasma 2 jam setelah OGTT dengan level proinsulin
dan rasio proinsulin-insulin. Hal ini mungkin disebabkan oleh besar sampel yang
Kemudian, pada studi ini penilaian peningkatan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan HOMA-B ternyata menunjukkan hasil yang signifikan
(p=0,004). Roder (2000) juga mendapati hasil serupa. Beberapa studi prospektif
telah mengevaluasi peranan HOMA-IR dan HOMA-B dalam memprediksi risiko
terjadinya diabetes tipe 2 dan/atau TGT. Peningkatan HOMA-IR dan penurunan
HOMA-B telah menunjukkan secara signifikan dapat memprediksi diabetes tipe 2
diantara 1.449 orang Meksiko selama follow-up 3,5 tahun (Haffner, 1996), 644
orang Cina yang diikuti selama 4,5 tahun (Li, 2003), dan 81 orang
Afrika-Amerika yang diikuti selama 6 tahun (Osei, 2004).
Studi ini menunjukkan korelasi antara level insulin puasa dengan
HOMA-IR (r=0,96) dan dengan HOMA-B (r=0,65). Sedangkan glukosa puasa memiliki
korelasi dengan HOMA-B (r=-0,76). Song(2007) juga melaporkan bahwa level
insulin puasa berkorelasi dengan HOMA-IR dan dengan HOMA-B. Glukosa
puasa memiliki korelasi kuat dengan HOMA-IR dan sedikit berkaitan dengan
HOMA-B. Nilai HOMA-B yang rendah secara konsisten berkaitan dengan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
− Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan
fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin).
− Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi
sel-β apabila dilihat dari penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi
sel- β pada lanjut usia.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar dengan
metode prospektif, untuk meningkatkan sensitivitas terhadap hubungan
DAFTAR PUSTAKA
Bergman RN, Finegood DT, Kahn SE: The evolution of β-cell dysfunction and insulin resistance in type 2 diabetes. Eur J Clin Invest 2002, 32(Suppl 2): 35-45.
Bryhny B, Amesen E, Jenssen TG: Associations of age with serum insulin, proinsulin and the proinsulin-to-insulin ratio: a cross-sectional study. BMC Endocrine Disorders 2010, 10:21
Cowie CC, Rust KF, Byrd-Holt DD, Eberhardt MS, Flegal KM, Engelgau MM, Saydah SH, Williams DE, Geiss LS, Gregg EW: Prevalence of diabetes and impaired fasting glucose in adults in the U.S. population. National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002. Diabetes Care 2006, 29:1263-1268.
Duckworth WC, Kitabchi AE.The effect of age on plasma proinsulin-like material after oral glucose. J Lab Clin Med, 1976; 88:359–367.
Grill V, Dinsen B, Carlsson S, Efendic S, Pederson O, Ostenson CG: Hyperproinsulinemia and Proinsulin-to-Insulin Ratios in Swedish Middle-aged Men: Association with Glycemia and Insulin Resistance but Not with Family History of Diabetes. Am J Epidemiol, 2002; 155(9); 834-841. Haffner SM, Kennedy E, Gonzalez C, Stern MP, Miettinen H: A prospective
analysis of the HOMA model: the Mexico City Diabetes Study. Diabetes Care, 1996;19: 1138 –1141.
T. Inoguchi, F. Umeda, M. Kakimoto, Y. Sako, H. Ishii, K. Noda, et al., Chronic sulfonylurea treatment and hyperglycemia aggravate disproportionately elevated plasma proinsulin levels in patients with type 2 diabetesEndocr. J. 2000; 47: 763–770.
Kaku,K: Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy. JMAJ 2010, 53:1.
Karam JH, Forsham PH: Endokrinologi dasar & klinik: hormon-hormon pankreas & Diabetes melitus. EGC 2000; 15: 745-748.
Langenfield MR, Forst T, Standl E, Strotmann HJ, Lubben G, Pahler S, et al: IRIS II Study: Sensitivity and Specificity of Intact Proinsulin, Adiponectin, and the Proinsulin/Adiponectin Ratio as Markers for Insulin Resistance. Diabetes Technology & Therapeutics. 2004; 6: 836-843.
Li CL, Tsai ST, Chou P: Relative role of insulin resistance and beta-cell dysfunction in the progression to type 2 diabetes: the Kinmen Study. Diabetes Res Clin Pract 59:225–232, 2003.
Lusignan S, Sismanidis C, Carey IM, DeWilde S, Richards N, Cook DG. Trends in th prevalence and management of diagnosed type 2 diabetes 1994 -2001 in England and Wales. BMC Family Practice. 2005; 6: 13
Mather HM. Diabetes in elderly Asians. Journal of the royal Society of Medicine. 1994; 87: 615-616
.
Mykkanen L, Haffner SM, Hales CN, Ronnemaa T, Laakso M: The relation of proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio to insulin sensitivity and acute insulin response in normoglycemic subjects. Diabetes 1997, 46: 1990-1995.
Osei K, Rhinesmith S, Gaillard T, Schuster D: Impaired insulin sensitivity, insulin secretion, and glucose effectiveness predict future development of impaired glucose tolerance and type 2 diabetes in prediabetic African Americans: implications for primary diabetes prevention. Diabetes Care, 2004;27: 1439 –1446.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011, PB. PERKENI. Jakarta 2011. Pfutzner A, Derwahl M, Jacob S, Hohberg C, Blummer ELehmann U, et al:
Limitations of the HOMA-B Score for Assessment of b-Cell Functionality in Interventional Trials-Results from PIOglim study. Diabetes Technology & Therapeutic, 2010; 12: 599-604.
Purnamasari D: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Edisi V. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2011; 292: 1880-1883.
Roder ME, Schwartz RS, Prigeon KL, Kahn SE: Reduced Pancreatic B Cell Compensation to the Insulin Resistance of Aging: Impact on Proinsulin and Insulin Levels. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 2000; 85(6); 2275-2280.
Saisho Y, Maruyama T, Hirose H, Saruta T: Relationship between proinsulin-to-insulin ratio and advanced glycation endproducts in Japanese type 2 diabetic subjects. Diabetes Research and Clinical Practice, 2007; 78; 182-188.
Scheen AJ. Diabetes mellitus in elderly: insulin resistance and/or impaired insulin secretion? Diabetes Metab, 2005; 31: 5S27-5S24
Sclater A. Diabetes in the elderly: the geriatrician’s perspective. Canadian Journal of Diabetes,2003;27(2):172-175
Selvin E, Coresh J, Brancati FL. The burden and treatment of diabetes in elderly individuals in the U.S. Diabetes Care. 2006; 29(9); 2415-2419
Song Y, Manson JE, Tinker L, Howard BV, Kuller LH, Nathan L, et al; Insulin Sensitivity and Insulin Secretion Determined by Homeostasis Model ASsessment and Risk of Diabetes in a Multiethnic Cohort of Women. Diabetes Care, 2007; 30(7); 1747-1752.
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini saya, dr.Dian Anindita Lubis,
peserta Pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Penyakit Dalam / Magister Klinik FK
USU Medan akan melakukan penelitian yang berjudul ”Hubungan Pertambahan
Usia dengan Fungsi Sel-β (Insulin, Proinsulin, dan Rasio Proinsulin / Insulin)”. Kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan
diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara
untuk mencari adanya hal-hal yang dapat mengganggu penelitian, dilakukan
pengukuran tekanan darah (TD), berat badan (BB), tinggi badan (TB), parameter
kegemukan (IMT) ,pemeriksaan laboratorium awal berupa pemeriksaan darah
sebanyak 15 cc (1 sendok makan)yang akan diambil dari lengan oleh ahlinya
untuk menilai parameter darah rutin, profil lipid, insulin dan proinsulin.
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pertambahan usia
akan mempengaruhi fungsi sel-β (level insulin, proinsulin dan rasio proinsulin -insulin), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan fungsi sel-β.
Pada penelitian ini tidak menimbulkan efek samping apapunm namun
risiko yang dapat terjadi dari penelitian ini adalah terjadinya lebam setelah
pengambilan darah.
Setelah hasil akhir diperoleh, nantinya akan terlihat apakah terdapat
pengaruh usia dengan kadar insulin, proinsulin, rasio proinsulin / insulin, serta
HOMA-B. Segala biaya pemeriksaan laboratorium menjadi tanggung jawab
peneliti. Bila masih terdapat pertanyaan atau keluhan sewaktu penelitian ini
berjalan, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya pada:
Nama : dr. Dian Anindita Lubis
Alamat : Jl. dr. Sumarsono no.48 Medan
Peneliti,