• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIKLON TROPIS NARELLE 2013

MENGGUNAKAN MODEL WRF

FRINSA LINDIASFIKA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 menggunakan Model WRF adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Frinsa lindiasfika

(4)

ii

ABSTRAK

FRINSA LINDIASFIKA. Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 menggunakan Model WRF. Dibimbing oleh AHMAD BEY dan YOPI ILHAMSYAH.

Siklon Narelle merupakan siklon tropis yang terjadi pada tanggal 8 hingga 14 Januari 2013 dan berlangsung di Samudra Hindia Selatan dekat perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju perairan barat Australia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keterkaitan fluks panas permukaan dengan siklon Narelle 2013. Kekuatan hubungan antara fluks panas permukaan dan parameter siklon Narelle dievaluasi dengan menggunakan koefisien korelasi. Model WRF digunakan untuk menghasilkan parameter meteorologi yang bertanggung jawab dalam pembentukan siklon pada tahap awal. Parameter tersebut meliputi tekanan, fluks panas sensibel permukaan, fluks panas laten permukaan, kecepatan angin, dan SST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks panas laten permukaan sangat terkait dengan SST pada pembentukan siklon Narelle dengan koefisien korelasi sebesar 0,89 dan fluks panas sensibel permukaan sangat terkait dengan kecepatan angin dengan koefisien korelasi sebesar 0,88.

Kata kunci: Fluks Panas Permukaan, Siklon Tropis, WRF

ABSTRACT

FRINSA LINDIASFIKA. Understanding Tropical Cyclone Narelle 2013. Supervised by AHMAD BEY dan YOPI ILHAMSYAH.

Narelle is a tropical cyclone which started on January 8 and decayed on January 14 2013 and took place in the Southern Hindia Ocean near the Nusa Tenggara Timur to the west of Australian coasts. The objective of this research is to analyze the relationship of surface heat flux with a cyclones Narelle 2013. The strength of relationship between surface heat flux and Narelle cyclone parameter is evaluated using a correlation coefficient. WRF model is, then, utilized to generate meteorological parameters which are responsible in the formation of the cyclone at its earliest stage. The parameters include pressure, surface sensible heat flux, surface latent heat flux, wind speed and SST. The result shows that surface latent heat flux is related to SST in the formation of Narelle cyclone with correlation coefficient of 0.89 and surface sensible heat flux is related to the wind speed with a correlation coefficient of 0.88.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

ANALISIS SIKLON TROPIS NARELLE 2013

MENGGUNAKAN MODEL WRF

FRINSA LINDIASFIKA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF Nama : Frinsa Lindiasfika

NIM : G24090039

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ahmad Bey Pembimbing I

Yopi Ilhamsyah, SSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

(8)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah siklon tropis, dengan judul Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Prof Dr Ir Ahmad Bey dan Yopi Ilhamsyah, SSi., selaku pembimbing skripsi atas diskusi, dukungan, membimbing, motivasi, dan telah meluangkan waktu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

2 Soni Setiawan, Ssi, Msi., selaku staf dosen meteorologi dan penguji sidang. 3 Mama, Papa, dan adikku Mentari Karina, Cindy Permata Dewi yang penulis sangat sayangi atas dukungan, do‟a dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

4 Panji Dewantoro, SKom., yang terkasih terimakasih atas pengorbanan, do‟a dan dukungan selama ini.

5 Sahabat terbaik Dwi regina kost b (Vasty Overbeek, Sheila Aldila, Rini Mallynur, Aminah Balfas, Riesna Apramilda, Astrid Miradyas, lyan Lavista) atas bantuan, dukungan, dan bersedia direpotkan selama ini. 6 Sahabat kecil Ani dan Siska di Jakarta terimakasih atas dukungan dan

kecerianannya selama ini.

7 Seluruh dosen GFM yang sudah memberikan ilmu dan wawasannya. 8 Seluruh staf GFM atas semua bantuannya. Pa Pono (terimakasih atas

pinjaman buku perpustakaan), Pa Aziz (terimakasih atas bantuan untuk semua urusan administrasi).

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Tujuan penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2 Konsep dasar fluks panas permukaan pada pembentukan siklon tropis 2

Konsep dasar siklon tropis dan syarat pembentukannya 3

Penelitian mengenai pengaruh fluks panas permukaan serta intensitas pembentukan siklon tropis 5 METODE 6 Bahan 6

Alat 6

Prosedur analisis data 6

Analisis pembentukan siklon tropis 6

Hubungan antara fluks panas permukaan dengan siklon tropis 7

Track dan status siklon Narelle menggunakan data observasi dan model 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Gambaran umum wilayah kajian 10

Pembentukan siklon Narelle 10

Hubungan antara fluks panas permukaan dengan siklon Narelle 12

Perbandingan antara track dan status siklon Narelle data observasi dan model 13

Koreksi model WRF untuk analisis siklon tropis 14

SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(10)

viii

DAFTAR TABEL

1 Skala saffir-simpson 8

2 Nilai korelasi (r) fluks panas laten permukaan dengan tekanan,

kecepatan angin, dan SST 12

3 Nilai korelasi (r) fluks panas sensibel permukaan dengan tekanan,

kecepatan angin, dan SST 12

4 Parameter fisik yang digunakan pada model WRF 15

DAFTAR GAMBAR

1 Fluks yang mempengaruhi heat budget permukaan 2

2 Variasi diurnal dari heat budget permukaan 3

3 Diagram alir metode 9

4 Hasil keluaran model WRF pada pembentukan siklon Narelle 11

5 Data SST pada pembentukan siklon Narelle 11

6 Perbandingan track dan status kejadian siklon Narelle 8 – 14 Januari

2013 13

7 Perbandingan data kecepatan angin model dan observasi pada pembentukan siklon Narelle 8 – 14 Januari 2013 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data hasil keluaran model WRF pada pembentukan siklon Narelle 19 2 Perbandingan data kecepatan angin dan status siklon Narelle dari model

dan observasi 20

3 Simulasi fluks panas laten permukaan pada pembentukan siklon Narelle berdasarkan hasil keluaran model WRF menggunakan perangkat lunak

VAPOR 21

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fluks panas merupakan transfer banyaknya panas persatuan luas per satuan waktu yang dipengaruhi oleh suhu udara, suhu permukaan, dan tahanan aerodinamik (Davies 2010). Pertukaran panas antara laut dan atmosfer di tandai dengan perpindahan panas sensibel dan panas laten. Fluks panas sensibel biasanya memberikan kontribusi pada peningkatan atau penurunan suhu atmosfer. Fluks panas laten dari penguapan menjadi sumber energi utama untuk menggerakkan intensitas siklon tropis di laut yang diikuti dengan angin kencang dan penurunan tekanan permukaan (Sumber energi ini dimanfaatkan untuk kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti hangat) (Raharjo et al 2010). Siklon tropis hanya dapat tumbuh dan berkembang di perairan tropis dan sub tropis yang hangat dengan kelembaban udara yang tinggi.

Daerah tropika merupakan daerah yang lebih intensif menerima radiasi matahari dan menerima dua kali penyinaran tegak lurus dalam setahun, perbedaan penyinaran radiasi tersebut menyebabkan suhu permukan laut menjadi naik sehingga terbentuk pusat tekanan rendah yang dapat memicu terjadinya siklon tropis yang dimulai dengan gangguan tropis seperti, depresi tropis, badai tropis, dan siklon tropis. Siklon tropis yang terjadi pada masing-masing samudra sangat bervariasi. Lebih dari dua pertiga dari total siklon terjadi di Belahan Bumi Utara (BBU), sekitar setengah dari jumlah tersebut terjadi di atas lautan Pasifik Utara bagian barat, sekitar seperempat di atas lautan Pasifik Utara bagian timur, seperenam di atas lautan Atlantik Utara, dan sekitar seperdelapan di atas lautan Hindia Utara. Di antara siklon yang terjadi di Belahan Bumi Selatan (BBS), hampir setengahnya terbentuk di atas perairan di sebelah utara Australia, sepertiga di atas lautan Indonesia Selatan dan seperempat di atas lautan Pasifik Selatan (Neiburger 1995).

(12)

2

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pembentukan siklon Narelle 2013 di Samudra Hindia bagian Selatan menggunakan model WRF

2. Mendapatkan hubungan fluks panas permukaan dengan siklon Narelle 2013

3. Mendapatkan track dan status siklon Narelle menggunakan observasi dan model

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Fluks Panas Permukaan pada Pembentukan Siklon Tropis

Menurut Davies (2010), fluks panas diukur dengan perubahan dalam suhu yang membawa efek pada sensor dari daerah kajian. Insiden fluks panas dapat mengatur suhu, baik bidang stabil atau bidang temperatur transien dalam sensor.

Berdasarkan Stull (2000) pada siang hari, radiasi netto menghantarkan panas ke permukaan bumi melalui fluks yang merupakan keseimbangan dari tiga flux permukaan. Transportasi turbulent sensible heat ke udara (sensible heat flux

(TH)disebut dengan fluks panas), transportasi turbulent latent heat flux ke udara

(latent heat flux (TE) biasa disebut sebagai penguapan dari permukaan), molecular conduction flux dalam tanah (TG). Pada malam hari terjadi sebaliknya, radiasi

netto melepaskan panas dari permukaan bumi ke atmosfer.

Gambar 1 Fluks yang mempengaruhi heat budget permukaan. (a) Saat siang hari pada permukaan vegetasi. (b) Malam hari pada permukaan vegetasi. (c) Efek oasis hangat, adveksi udara kering lebih dingin, permukaan lembab. (d) Siang hari di atas sebuah gurun. Sumber : Stull (2010)

Pada gambar 1 diterangkan, bahwa ketiga fluks tersebut harus menyeimbangkan fluks dari permukaan. Secara matematis Stull (2010) menjelaskan keseimbangan tersebut :

(13)

atau secara kinematis :

... (2)

dengan satuan unit Wm-2 pada rumus pertama dan satuan unit Kms-1 pada rumus kedua. Selanjutnya diterangkan pada gambar 2 mengenai variasi harian dari heat budget permukaan ketiga fluks tersebut.

Gambar 2 Variasi diurnal dari heat budget permukaan. Sumber : Stull (2010) Pada pendekatan yang lebih baik, fluks permukaan tanah sebanding dengan fluks radiasi netto, dalam bentuk dinamik dan kinematik :

... (3)

... (4) X = 0.1 selama siang hari dan X = 0.5 pada malam hari.

Siklon tropis terbentuk secara ekslusif di atas lautan tropis dan hilang ketika melewati daratan. Hal ini dikarenakan berkurangnya fluks panas permukaan di atas tanah. Karena puncak fluks panas permukaan hanya terjadi di luar dan di bawah “mata siklon”, ketika bergerak menuju daratan intensitas badai cukup tinggi meskipun sebagian besar hilang ketika sampai ke daratan. Fluks panas permukaan berperan sebagai sumber energi bagi siklon tropis. Pada model numerik siklon tropis, biasanya suhu permukaan laut diperlukan sebagai kondisi batas dan intenstitas besaran siklon tropis, dan juga angin berpengaruh terhadap intensitas siklon. Kedua pendekatan parameter tersebut biasa digunakan untuk analisis model numerik karena paling berpengaruh terhadap pembentukan siklon tropis (Schade & Emanuel 1999).

Pada penelitian Raharjo et al. (2008) juga menjelaskan bahwa fluks panas permukaan menjadi sumber energi utama siklon tropis dari laut yang diikuti dengan angin kencang dan penurunan tekanan permukaan. Sumber energi ini dimanfaatkan untuk kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti hangat.

Konsep Dasar Siklon Tropis dan Syarat Pembentukannya

(14)

4

mencapai 34 knot pada lebih dari setengah wilayah yang melingkari pusatnya, serta bertahan setidaknya enam jam. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26,5 °C. Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam.

Tjasyono (2000) menjelaskan awal mula muncul siklon tropis adalah sebagai gangguan tropis, apabila kecepatan angin meningkat menjadi sekitar 20 knot dan terdapat satu isobar tertutup atau lebih maka gangguan tropis berubah menjadi depresi tropis, sedangkan apabila kecepatan angin mengingkat antara 34 knot dan 64 knot dan terdapat beberapa isobar tertutup di sekitar mata maka depresi tropis berubah menjadi badai tropis. Kemudian apabila kecepatan angin melebihi 64 knot maka badai meningkat menjadi siklon tropis.

Penamaan siklon tropis berbeda pada setiap wilayah di dunia. Menurut Lynch dan Cassano (2006) di Samudera Pasifik bagian Timur dan Samudera Atlantik bagian Utara disebut Hurricane. Sedangkan menurut Ahrens (2009) di Samudera Hindia disebut Cyclone dan di Australia disebut Tropical cyclone dan di Pasifik Barat Laut disebut Typhoon. Badai dewasa memiliki diameter berkisar dari 100 km sampai 1500 km. Biasanya bertekanan kurang dari 970 mb dengan kecepatan meningkat antara 50 sampai 100 m/s pada dekat pusatnya. Pada daerah pusat itu sendiri anginnya lemah yaitu sekitar 5 m/s atau bahkan kurang (Neiburger 1995). Pusat siklon terdapat inti panas yang disebut mata siklon. Mata siklon memiliki diameter antara 10 hingga 100 km. Mata siklon merupakan daerah bebas awan (Tjasyono 1999).

Siklon tropis mengalami perkembangan sampai menjadi topan dalam waktu beberapa hari. Siklon tropis dapat terus menjadi topan dewasa selama jangka waktu dua minggu atau lebih, sampai siklon tersebut bergerak ke atas daratan atau keluar daerah lintang tropika (Neiburger 1995).

Gray (1975) menjelaskan terdapat beberapa parameter yang memicu terjadi nya pembentukan siklon. Di antaranya :

1. Terdapat air laut yang hangat dengan temperatur sekitar 26,5 oC hingga kedalaman tertentu (sekitar 50 meter). Air hangat inilah yang berperan sebagai „bahan bakar‟ bagi mesin pembangkit energi panas siklon tropis. 2. Vortisitas yang besar pada troposfer bawah. Vortisitas ditimbulkan oleh

konvergensi yang berperan sebagai „pompa primer‟ untuk menyediakan massa, momentum dan uap air pada lapisan troposfer bawah untuk membentuk awan cumulus. Jadi siklon tropis hanya terbentuk pada wilayah luas yang terjadi vortisitas di troposfer bawah.

(15)

2ω sin ɵ disebut sebagai parameter coriolis yang menunjukan bahwa ketika lintang tempat semakin tinggi maka nilainya semakin besar. Sehingga di ekuator parameter coriolis bernilai nol. Jadi siklon tropis tidak terbentuk pada lintang 4o - 5o dari ekuator.

4. Peranan Shear angin vertikal yang rendah di antara permukaan dan bagian atas troposfer. Siklon tidak terbentuk jika pada lapisan 950 mb dan 200 mb terjadi shear vertikal yang lebih besar dari 10 m/s atau ketika pada lapisan 200-500 mb terjadi kecepatan relatif untuk pergerakan kumpulan awan yang lebih besar dari 5 m/s. Shear angin vertikal yang besar akan mengacaukan atau mengganggu siklon tropis yang baru saja terbentuk atau mencegah terjadinya pembentukan siklon tropis. Jika siklon tropis telah terbentuk, shear angin vertikal akan memperlemah atau menghancurkan siklon tropis tersebut dengan mengganggu konveksi yang terjadi di pusat siklon.

5. Pengaruh permukaan hingga suhu potensial ekivalen di lapisan troposfer bagian tengah. Pembentukan siklon terkait dengan moist bouyancy potential atau besarnya lapisan perbatas atmosfer hingga troposfer tengah.

Bouyancy yang representatif yaitu perbedaan antara permukaan dan lapisan 500 mb.

6. Peranan kelembaban pada troposfer tengah. Parameter kelembaban bervariasi dari 0 hingga 1. Perkembangan siklon tidak terjadi jika kelembaban pada lapisan 500- 700 mb kurang dari 40%. Faktor ini meningkat secara linear hingga 1 pada kelembaban antara lapisan 700-500 mb mencapai 100% atau parameter kelembaban = jika RH adalah antara 40% dan 70%. Jadi siklon tropis hanya terbentuk dalam wilayah dengan kelembaban (RH) relatif tinggi pada troposfer tengah.

Penelitian Mengenai Pengaruh Fluks Panas Permukaan serta Intenstitas Pembentukan Siklon Tropis

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan pembentukan dan intensitas siklon tropis. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Gao dan Chiu (2010) yang meneliti fluks panas laten permukaan dan curah hujan terkait dengan prediksi kecepatan intensitas siklon tropis di Pasifik Barat Laut. Gao dan Chiu (2010) mendapatkan bahwa dengan model regresi linier dari sistem prediksi intensitas siklon tropis dari Badan Meteorologi Jepang dengan memasukkan parameter fluks panas laten sangat berpengaruh terhadap intensitas siklon dan menunjukkan analisis yang cukup baik untuk menganalisis prakiraan intensitas siklon tropis.

Emanuel (2004) mengenai energetik dan struktur dari siklon tropis, menjelaskan bahwa siklus energi sangat mempengaruhi peningkatan suhu air laut yang terjadi pada inti pusat siklon atau biasa disebut dengan “eyewalls” dan

besaran nya menurun saat melewati daratan. Pada inti pusat siklon atau “eyewalls

(16)

6

Penelitian yang dilakukan oleh Schade dan Emanuel (1999) mengenai efek lautan pada intensitas siklon tropis, penggabungan model badai tropis yang dibangun dengan mengunakan model axisymmetrik dan model tiga lapisan laut. Apabila intensitas siklon bergerak secara konstan dalam keadan statis di laut, maka dapat digunakan sebagai analisis intensitas siklon yang berpengaruh terhadap interaksi lautan. Digambarkan dengan interaksi feedback dari suhu muka laut, dapat mengurangi intensitas siklon tropis sebesar 50%. Hasil tersebut merupakan cara baru mengenai peran lautan untuk membatasi intensitas siklon tropis.

METODE

Bahan

Bahan yang dibutuhkan adalah data dari situs http://weather.unisys.com/hurricane/index.php berupa data kejadian siklon tropis per-enam jam dari tangal 8 Januari 2013 jam 00.00 UTC sampai tanggal 14 Januari 2013 jam 18.00 UTC dengan resolusi spasial 10 x 10 km, data NCEP Final Analysis (FNL) dengan 1˚ latitude x 1˚longitudegrids dengan format grib2 dari situs http://Rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/ berupa data global untuk penelitian atmosferik dan geosains bulan Januari 2013, serta data dari situs http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/NOAA/.NCDC/.ERSST/.version3b/.sst/ dataselection.html berupa data harian Sea Surface Temperature (SST) dari tanggal 8 Januari hingga 14 Januari 2013.

Alat

Alat yang diperlukan adalah personal komputer yang disertai dengan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3, VAPOR User Interfae– [Visualizer

No. 0], microsoft word,microsoft excel, dan minitab 15.

Prosedur Analisis Data

Prosedur analisis data pada penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama analisis pembentukkan siklon Narelle 2013, kedua mendapatkan hubungan antara fluks panas permukaan dengan pembentukan siklon tropis dengan parameter cuaca seperti tekanan, kecepatan angin, dan SST, dan ketiga mendapatkan track dan status siklon Narelle dari observasi dan model.

Analisis Pembentukan Siklon Tropis

(17)

sukar diprakirakan, karena curah hujan melibatkan berbagai parameter data cuaca lainnya seperti suhu, kecepatan angin, tekanan, kelembaban. Untuk prakiraan keadaan masa datang sirkulasi cuaca dari pengetahuan keadaan saat ini yaitu dengan menggunakan persamaan-persamaan dinamik baik terhadap ruang maupun waktu. Kemudian dilengkapi dengan beberapa komponen seperti keadaan awal cuaca dan syarat batas, sekumpulan persamaan-persamaan prediksi yang saling terkait yang menghubungkan variabel-variabel medan, suatu metode integrasi persamaan-persamaan tersebut dalam waktu untuk memperoleh keadaan masa datang dari variabel-variabelnya (Subarna 2008). Berikut adalah langkah dari analisis ini :

1. Pengumpulan dan penyusunan data

Mengunduh data kejadian siklon Narelle 2013 di kawasan Samudra Hindia bagian Selatan dari situs http://weather.unisys.com/hurricane/index.php, data kejadian siklon digunakan sebagai acuan untuk mengunduh data dari situs http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/ yang merupakan data global NCEP Final Analysis (FNL) untuk penelitian atmosferik dan geosains. Selanjutnya, data tersebut diolah dengan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3.

2. Pengelompokkan Data

Data kejadian siklon tropis per-enam jam pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC sampai 14 Januari jam 18.00 UTC tahun 2013 disusun berdasarkan nama siklon dan waktu kejadiannya serta lokasi tempat terjadinya siklon berdasarkan wilayah Samudra, sehingga setiap siklon dapat diketahui posisi bujur dan lintang waktu terjadinya siklon tropis.

3. Pengolahan Data

Data diolah dengan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3 dengan melakukan pemotongan domain wilayah kajian dari data global NCEP Final Analysis (FNL) yang diunduh dari situs http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/ setelah data dibandingkan dengan kejadian siklon yang ingin dikaji. Dalam penelitian ini digunakan 1 domain dengan ukuran 1o x 1o, lalu cropping wilayah kajian. Data analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah data siklon

Hubungan antara Fluks Panas Permukaan dengan Siklon Tropis

Pada prosedur analisis untuk mengetahui hubungan antara fluks panas permukaan dengan siklon Narelle digunakan analisis korelasi pada minitab 15, yaitu antara fluks panas permukaan sebagai variabel (Y) dan parameter meteorologi pembentuk siklon Narelle sebagai variabel (X), sehingga dapat diketahui keeratan hubungan di antara kedua variabel tersebut.

(18)

8

(Y) adalah negatif dan sangat kuat), r = 0 artinya tidak ada korelasi, r = 1 berarti korelasinya sangat kuat dengan arah yang positif.

Track dan Status Siklon Narelle Mengunakan Data Observasi dan Model

Prosedur untuk mengetahui hasil track siklon Narelle dari model mengunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3 dari letak koordinat terjadinya siklon tersebut. Menggunakan Unisys Weather (2013) didapatkan hasil track siklon Narelle dari observasi, sehingga akan terlihat perbandingan track diantara keduanya. Perbandingan status siklon Narelle observasi dengan model, mengacu pada intensitas siklon tropis berdasarkan skala saffir-simpson yang menggunakan pendekatan nilai kecepatan angin.

Tabel 1 Skala Saffir-Simpson. Sumber : Unisys Weather (2013) Tipe Kategori Tekanan (Mb) Kec. Angin

(Knot)

Kec. Angin (m/s)

Kec. Angin (mph)

Tropical

Depression TD ---- <34 <17 <39

Tropical Strom TS ---- 34-63 17-32 39-73

Huricane 1 >980 64-82 32-41 74-95

Huricane 2 965-980 83-95 42-48 96-110

Huricane 3 945-965 96-112 48-56 111-130

Huricane 4 920-945 113-135 57-68 131-155

(19)

Diagram Metode

Mulai

Data Kejadian Siklon dari situs http:// weather.unisys.com/ hurricane/index.php

Bandingkan dengan data global dari situs

http://Rda.ucar.edu/ datasets/ds083.2/

Kelompokkan data berdasarkan nama siklon dan waktu

kejadiannya

Pengolahan data dengan perangkat lunak VMware Player Fedora 14 untuk Weather Research and

Forecasting (WRF)

Data selesai di

running

Pengolahan data dengan perangkat lunak VAPOR

ya tidak

Analisis korelasi antara fluks panas permukaan dengan Parameter Pembentuk Siklon

Narelle

Selesai

Analisis perbandingan track dan status siklon Narelle mengunakan

data observasi dan model

(20)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilyah Kajian

Siklon Narelle merupakan badai tropis yang terjadi di Samudera Hindia Selatan dekat perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju perairan barat Australia yang berlangsung pada tanggal 8 hingga 14 Januari 2013. Secara geografis yang diamati pada penelitian ini yaitu 110 - 120 0BT, dan 11-30 0LS. Data Kejadian siklon tropis pada penelitian ini adalah hasil data keluaran model WRF yaitu data 6 jam-an yang terjadi pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC hingga 14 Januari 2013 jam 18.00 UTC pada wilayah Samudra Hindia Selatan.

Pembentukan Siklon Narelle

Siklon Narelle terjadi pada tanggal 8 Januari hingga 14 Januari 2013. Penamaan dari Siklon Narelle mengikuti tempat terjadinya kejadian siklon tersebut yaitu pada bagian barat perairan australia (Ahrens 2009). Siklon Narelle mengalami perkembangan sampai menjadi topan dewasa dalam waktu kurang lebih 7 hari hingga bergerak keluar lintang tropika.

Berdasarkan hasil data yang didapatkan dari keluaran model WRF dengan parameter cuaca dan parameter fisik untuk melihat terbentuknya siklon tropis, bahwa nilai parameter meteorologi yang terjadi pada pembentukan siklon berubah besarannya mengikuti waktu kejadian siklon Narelle. Pada gambar 4, dijelaskan bahwa pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC awal terbentuknya depresi hingga menjadi badai tropis pada nilai fluks panas laten permukaan, fluks panas sensibel permukaan, dan kecepatan angin terus meningkat hingga terjadinya siklon tropis kemudian melemah kembali menjadi badai tropis sampai berubah menjadi depresi tropis pada tanggal 14 januari 2013 jam 18.00 UTC.

Pada gambar 4 juga terlihat bahwa nilai fluks panas laten lebih besar dibandingkan nilai fluks panas sensibel. Hal ini dikarenakan fluks panas laten permukaan bercampur dengan penguapan untuk kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti hangat sebagai sumber penggerak intensitas siklon Narelle. Seperti halnya nilai fluks panas, awal pembentukan siklon Narelle, nilai kecepatan angin juga meningkat hingga perubahan status dari siklon tropis menjadi badai tropis menurun sampai pembentukan siklon Narelle berakhir pada tanggal 14 Januari 2013 jam 18.00 UTC.

(21)

berubah status menjadi badai tropis, menuju status depresi tropis yang terjadi sebaliknya nilai kecepatan angin menurun tetapi nilai tekanan meningkat.

Gambar 4 Hasil keluaran model WRF pada siklon Narelle 2013

Gambar 5 Data SST pada pembentukan siklon Narelle 2013

0

Surface Latent Heat Flux Surface Sensible Heat Flux

900

8-Jan-13 9-Jan-13 10-Jan-13 11-Jan-13 12-Jan-13 13-Jan-13 14-Jan-13

SS

T

(

oC)

(22)

12

Pada gambar 5, dijelaskan nilai SST pada awal pembentukan siklon Narelle melebihi suhu diatas 26oC yaitu memenuhi syarat terbentuknya siklon tropis. Menurut Gray (1968) bahwa pembentukan siklon tropis akan dihasilkan pada perairan yang memiliki suhu diatas 26oC pada permukaan. Selanjutnya nilai SST menurun mengikuti perubahan status siklon Narelle hingga berakhirnya pembentukan siklon Narelle pada tanggal 14 Januari jam 18.00 UTC.

Hubungan antara Fluks Panas Permukaan dengan Siklon Narelle

Pada analisis penelitian ini, untuk melihat hubungan antara fluks panas permukaan dengan parameter meteorologi pembentuk siklon Narelle 2013 yaitu menggunakan pendekatan analisis korelasi. Terdapat dua fluks panas untuk melihat keterkaitannya dengan siklon Narelle yaitu fluks panas laten permukaan dan fluks panas sensibel permukaan. Kedua fluks tersebut akan dianalisis besaran korelasinya dengan parameter pembentuk Siklon Narelle. Pada Raharjo et al.

(2008) dijelaskan bahwa fluks panas menjadi sumber energi utama untuk menggerakkan siklon tropis dari laut yang diikuti dengan angin kencang, suhu yang meningkat, dan penurunan tekanan permukaan.

Tabel 2 Nilai korelasi (r) fluks panas laten permukaan dengan tekanan, kecepatan angin, dan SST

Parameter Fluks Panas Laten Permukaan

Tekanan (mb) -0,466

Kecepatan Angin (m/s) 0,842

SST (oC) 0,886

Bahwa tekanan mempunyai korelasi negatif yang kurang kuat dengan fluks panas laten permukaan, sedangkan kecepatan angin, dan SST mempunyai korelasi positif yang kuat dengan fluks panas laten permukaan. Kemudian yang paling berkorelasi dengan fluks panas laten permukaan adalah SST, artinya yang paling terkait dengan fluks panas laten permukaan sebagai sumber energi untuk menggerakan intensitas siklon Narelle yaitu SST. Hubungan antara fluks panas sensibel permukaan dengan tekanan, kecepatan angin, dan SST dijelaskan pada Tabel 3 :

Tabel 3 Nilai korelasi (r) fluks panas sensibel permukaan dengan tekanan, kecepatan angin, dan SST

Parameter Fluks Panas Sensibel Permukaan

Tekanan (mb) -0,486

Kecepatan Angin (m/s) 0,876

SST (oC) 0,854

(23)

variabel tersebut adalah kecepatan angin, dijelaskan bahwa variabel tersebut sangat terkait dengan fluks panas sensibel permukaan untuk memberikan kontribusi pada peningkatan atau penurunan suhu atmosfer yang membantu pembentukan siklon Narelle.

Berdasarkan analisis penelitian ini, dijelaskan bahwa yang sangat berhubungan dengan fluks panas permukaan untuk membantu pembentukan siklon Narelle adalah kecepatan angin dan SST. Hal ini juga diperkuat Gray (1968), mengungkapkan bahwa energi panas yang ideal untuk membentuk siklon tropis akan dihasilkan pada perairan yang memiliki suhu diatas 26oC pada permukaan hingga kedalaman 60 meter. Emanuel (1988) mengungkapkan bahwa peningkatan kekuatan siklon tropis seiring dengan meningkatnya suhu muka laut. Meskipun suhu muka laut berperan penting dalam pembentukan siklon tropis, Evans (1991) mengungkapkan bahwa jika hanya variabel suhu muka laut maka belum cukup kuat untuk mempengaruhi intensitas dan frekuensi pertumbuhan siklon tropis, diperlukan variabel-variabel atmosfer dinamis seperti kecepatan angin dan tekanan yang mempengaruhi.

Perbandingan antara Track dan Status Siklon Narelle Data Observasi dan Model

Perbandingan antara track dan status siklon Narelle data observasi dan model dapat dilihat pada gambar 6, track dan status siklon model menunjukan kemiripan dengan track dan status siklon data observasi yang berlangsung pada tanggal 8 sampai 14 Januari 2013. Hal ini dikarenakan letak koordinat terjadinya siklon Narelle observasi berdekatan dengan koordinat terjadinya siklon Narelle model. Pada awal pembentukan siklon Narelle status antara model dan observasi memiliki perbedaan yaitu status siklon model adalah depresi tropis sedangkan status siklon Narelle observasi adalah badai tropis. Tetapi perubahan badai tropis menjadi siklon tropis terjadi pada waktu yang sama yaitu tanggal 9 Januari jam 06.00 UTC. Perubahan status siklon menjadi badai tropis antara model dengan observasi terjadi pada waktu yang berbeda dan observasi menunjukkan perubahan status yang lebih cepat dari model, tetapi berakhir dengan status observasi intensitas siklon tropis yang sama dengan model yaitu menjadi depresi tropis pada tanggal 14 Januari jam 18.00 UTC.

(24)

14

Gambar 7 Perbandingan data kecepatan angin model dan observasi pada pembentukan siklon Narelle 8 – 14 Januari 2013

Berdasarkan Unisys Weather (2013), perbandingan status intensitas siklon mengacu pada skala saffir-simpson menggunakan pendekatan nilai kecepatan angin model dan observasi seperti ditunjukan pada gambar 7. Pada gambar 7 terlihat bahwa hasil data kecepatan angin model mendekati dengan hasil data kecepatan angin observasi, dapat dijelaskan dari awal-awal pembentukan dan akhir pembentukan yang memiliki nilai kecepatan angin yang saling mendekati diantara keduanya sehingga memiliki status pembentukan yang sama yaitu depresi tropis. Perbedaannya terjadi pada puncak pembentukan siklon Narelle yaitu puncak nilai kecepatan angin model lebih cepat terjadi dibandingkan dengan puncak terjadinya siklon Narelle observasi.

Koreksi Model WRF untuk Analisis Siklon Tropis

Pada dasarnya model WRF diperuntukan untuk lingkungan riset dan operasional yang dilengkapi dengan studi dinamika secara ideal, prediksi cuaca numerik dengan fisis secara penuh, simulasi kualitas udara dan iklim regional. Di Indonesia sendiri WRF banyak di digunakan untuk keperluan prakiraan cuaca oleh instansi terkait seperti BMKG dan LAPAN dengan komputer berkelompok secara sistem kluster dan paralel. Selain itu, BMKG telah melakukan perkembangan dengan menggunakan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3 yang telah dikembangkan oleh National Cooperation Atmospheric Research

(NCAR) sehingga dapat digunakan oleh personal komputer.

Pada penelitian ini, untuk melakukan analisis siklon Narelle menggunakan model WRF diperlukan suatu proses pengelohan data dengan melibatkan komputasi parameter WRF yang difokuskan pada bagian fisik. Pemanggilan fungsi persamaan bertujuan untuk merepresentasikan kategori yang dipilih pada parameter WRF. Hal tersebut mempermudah melakukan penggambaran kondisi atmosfer yang sangat dinamis. Seperti pada tabel 4 yang menjelaskan komponen parameter fisik yang digunakan untuk menganalisis siklon Narelle.

(25)

Tabel 4 Parameter Fisik yang digunakan pada Model WRF Parameter fisik

mp_physic1 3 WRF single Moment (WSM) 3-class

cu_physics2 1 kain-fritsch

sf_sfclay_physics3 1 MM5 similarity

sf_surface_physics3 2 NOAH

bl_pbl_physics4 1 YSU

ra_lw_physics5 1 Rapid Radiative Transfer

ra_sw_physics5 1 Dudhia

1 Microphysics; 2 Cumulus parameterizations; 3 Surface physics; 4 Planetary boundary layer physics; 5 Atmospheric radiation physics

Terdapat 5 parameter fisik pada model WRF meliputi microphysics,

cumulus parameterizations, surface physics, planetary boundary layer physics, dan atmospheric radiation physics. Microphysics merupakan skema fisik yang menunjukkan proses fase pencampuran. Pada analisis tersebut dipilih parameter WSM 3 yang menjelaskan skema sederhana dari fase pembentukan es dan fase campuran sehingga variabel yang terlibat meliputi es dan salju (Skamarock et al 2008). Cumulus parameterizations merupakan skema fluks massa untuk pemodelan skala meso. Berdasarkan Rizkiana et al. (tanpa tahun) pemilihan parameter kain-fritsch yang merupakan skema yang dirancang bertujuan menyusun ulang massa udara sehingga CAPE dapat digunakan. Model awan diformulasikan menjadi dettrainment-entrainment dengan parsel bouyancy yang dihitung sebagai fungsi dari parsel yang tercampur dengan lateral antara lingkungan dan updraft. Skema ini memuat proses fisik awan yang sangat lengkap dalam parameterisasi konvektif dan memiliki parameter downdraft sehingga memungkinkan simulasi lebih baik untuk respon skala meso dan memungkinkan untuk sebagian besar skema.

Surface physics merupakan model yang menggambarkan kondisi teresterial yang melibatkan model permukaan lahan multi-layer yang terdiri dari model termal dan model kelembaban vegetasi serta tanah termasuk didalamnya salju dan es di lautan. Termasuk dalam sub parameter surface physics meliputi NOAH dan MM5 similarity. NOAH merupakan skema kelembaban dan penutupan kanopi tanah hingga 4 layer sedangkan MM5 similarity merupakan skema yang ditekankan pada fungsi stabilitas untuk menghitung koefisien pertukaran untuk panas, kelembaban, dan momentum (Skamarock et al 2008). Planetary boundary layer physics yang menggunakan parameter YSU yang merupakan skema yang menekankan pada skema K non lokal dengan lapisan eksplisit entraintment.

Atmospheric radiation physics merupakan model radiasi yang terjadi di atmosfer meliputi radiasi gelombang panjang dan radiasi gelombang pendek. Parameter

Rapid Radiative Transfer merupakan parameter fisik dari radiasi gelombang panjang yang melibatkan pengaruh uap air, ozon, CO2,dan gas serta kedalaman

(26)

16

Kelebihan dari model WRF adalah dapat membangkitkan data dengan menghasilkan keluaran data dengan rentang waktu yang sangat rapat atau sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk memprakirakan cuaca. Selain itu, kelebihan dari model WRF ini juga dapat digunakan untuk analisis pembentukan siklon tropis, data estimasi yang di bangkitkan menggunakan model WRF cukup baik untuk digunakan. Hasil keluaran data model WRF tersebut digunakan untuk simulasi pembentukkan siklon tropis dengan data keluaran parameter fisik dan cuaca yang ingin dikaji.

Di antara parameter-parameter data cuaca dan iklim yang dapat diprakirakan meliputi suhu, kecepatan angin, tekanan, kelembaban dan parameter fisika seperti data fluks panas laten dan vortisitas. Kekurangan dari model WRF adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memproses data sehingga membutuhkan personal komputer yang mempunyai memori yang cukup besar. Selain itu, karena keterbatasan kemampuan komputasi menyebabkan masalah-masalah fisika cuaca tidak semua tersedia, maka tidak mungkin menggunakan hanya satu tipe model yang dapat menangkap cukup fenomena pada semua skala. Seperti data SST yang digunakan dalam analisis penelitian ini yang tidak tersedia dalam model, sehingga harus mengunduh data observasi dari NOAA pada waktu kejadian siklon yang sama sesuai dengan wilayah kajian tersebut. Kemudian diperlukan suatu keahlian dalam menggunakan perangkat lunak LINUX dikarenakan model WRF ini dijalankan menggunakan perangkat lunak tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fluks panas sensibel maupun fluks panas laten permukaan sangat terkait dengan siklon Narelle 2013. Hal ini ditunjukkkam oleh analisis korelasi antara fluks panas sensibel maupun fluks panas laten permukaan dengan parameter meteorologi yaitu tekanan, kecepatan angin, dan SST. Parameter tersebut dibangkitkan menggunakan model WRF pada waktu kejadian siklon Narelle dari tanggal 8 hingga 14 Januari 2013, sehingga diketahui dari analisis korelasi tersebut bahwa yang paling terkait dengan fluks panas permukaan dan siklon Narelle adalah kecepatan angin dan SST. Kedua Fluks tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk menggerakkan intensitas siklon Narelle 2013 di laut dengan kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti hangat.

(27)

Saran

Siklon tropis yang digunakan untuk analisis sebaiknya menggunakan lebih dari satu siklon tropis wilayah kajian dan waktu yang lebih lama, agar data yang didapat bervariatif. Diperlukan komputer cluster maupun personal komputer yang mempunyai memori yang besar agar tidak membutuhkan waktu yang lama dalam me-running model.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens CD. 2009. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the Environment ninth edition. US : Brooks Cole.

Asrianti P. 2012. Kajian beberapa karakteristik siklon tropis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Davies JH. 2010. Earth‟s surface heat flux. Solid Earth. 1:5-24.

Emanuel KA. 1988. The maximum intensity of hurricanes. Atmospheric Science. 45(7):1143-1155.

Emanuel K. 2004. Tropical cyclone energetics and structure. In Atmospheric Turbulence and Mesoscale Meteorology. UK : Cambridge University. Evans JL. 1993. Sensitivity of tropical cyclone intensity to sea surface

temperature. Journal of Climate. 6(6):1133-1140. doi:10.1175/1520-0442. Gao S, Chiu LS. 2010. Surface latent heat flux and inner-core rainfall associated

with rapidly intensifying tropical cyclone intensity prediction over Western North Pasific. International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Science. 38(8):981-984.

Gray WM. 1968. Global view of the origin of the tropical disturbance and storms.

Monthly Weather Review. 96(10):669-700.

Gray WM. 1975. Tropical cyclone genesis. Atmospheric Science Paper no. 234 . Colorado (US) : Colorado State University.

[IRI] International Research Institute. 2013. Climate data library [internet]. [diacu

2013 Februari 4]. Tersedia pada:

http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/NOAA/.NCDC/.ERSST/.version3 b/.sst/dataselection.html.

Lynch AH, Cassano JJ. 2006. Applied Atmospheric Dynamics. US : John Wiley & Sons Inc.

Neiburger. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Volume ke-2. Purbo, Ardina, penerjemah. Bandung (ID): ITP Pr. Terjemahan dari:

Understanding our atmospheric environment.

Radjab AF. 2011. Kolam hangat di samudera Pasifik bagian Barat dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan siklon tropis [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Raharjo A, Radjawane IM, Setiawan A. 2010. Variabilitas kejadian siklon tropis di samudra Hindia bagian Selatan. Ilmu Kelautan. 1:1-8.

(28)

18

Juli 2008 [internet]. [diacu 2013 Juli 7]. Tersedia pada: http://weather.meteo.itb.ac.id/content/paper.php.

[RDA] Research Data Archive. 2013. Data for atmospheric and geosciences research [internet]. [diacu 2013 Februari 1]. Tersedia pada: http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/.

Schade LR, Emanuel KA. 1999. The ocean‟s effect on the intensity of tropical cyclones: results from a simple coupled atmosphere–ocean model.

Atmospheric Sciences. 56: 642-651.

Skamarock WC, Klemp JB, Dudhia J, Gill DO, Barker DM, Duda MG, Huang XY, Wei W, Power JG. 2008. A Description of the Advanced Research WRF Version 3. Colorado (US) : National Center for Atmospheric Research Mesoscale dan Microscale Meteorology Division.

Subarna D. 2008. Simulasi cuaca daerah Padang. Berita Dirgantara. 9(3) : 61-65. Tjasyono B. 1999. The impact of tropical storms on the weather over Indonesia.

Conference Proceedings. Weather Modification Technical Service Unit. Jakarta (ID) : Agency for Assesment and Aplication of Technology.

Tjasyono B. 2000. Pengantar Geosains. Bandung (ID) : Penerbit ITB.

Walpole ER. 1995. Pengantar Statistika. Edisi 3. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama.

(29)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data hasil keluaran model WRF pada pembentukan siklon Narelle

Contoh perhitungan :

Pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC :

(30)
(31)

Lampiran 3 Simulasi fluks panas laten permukaan pada pembentukan siklon Narelle berdasarkan hasil keluran model WRF menggunakan perangkat lunak VAPOR

8 Januari jam 00

8 Januari jam 06

8 Januari jam 12

8 Januari jam 18

9 Januari jam 00

(32)

22

9 Januari jam 12

9 Januari jam 18

10 Januari jam 00

10 Januari jam 06

10 januari jam 12

(33)

11 Januari jam 00

11 Januari jam 06

11 Januari jam 12

11 Januari jam 18

12 Januari jam 00

(34)

24

12 Januari jam 12

12 Januari jam 18

13 Januari jam 00

13 Januari jam 06

13 Januari jam 12

(35)

14 Januari jam 00 14 Januari jam 06

(36)
(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Juni 1991, putri dari Bapak Rinaldi dan Ibu Nusalty Sofyan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Keluarga Widuri dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun ke-2 di IPB penulis mengambil Minor Ekonomi Sumberdaya, Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.

Gambar

Gambar 2 Variasi diurnal dari heat budget permukaan. Sumber : Stull (2010)
Tabel 1 Skala Saffir-Simpson. Sumber : Unisys Weather (2013)
Gambar 3 Diagram alir metode
Gambar 4 Hasil keluaran model WRF pada siklon Narelle 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

a) Adanya kerjasama diantara nakhoda (awak kapal), operator (pemilik) dan regulator (pemerintah) dalam membuat keputusan layak-tidaknya kapal beroperasi. Kualitas dari

Negarakartagama memiliki arti negara dengan tradisi (agama) yang suci. Dalam kitab ini terdapat istilah dari bahasa sansekerta yaitu “pancasila” yang berarti

[3.3] Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Perlakuan pupuk organik tithonia 20 ton/ha dengan pupuk urea 300 kg/ha menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun bibit kelapa sawit bibit kelapa sawit terbaik

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab pada item pertanyaan 6 yaitu sikap ramah dan murah senyum karyawan dalam bekerja ketika berhadapan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola sebaran dan tingkat kepadatan populasi siput gonggong di perairan Madong serta menganalisis hubungan tingkat