FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
TOTAL FACTOR
PRODUCTIVITY
INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
PERIODE 1981-2010
WIDA MAYASHINTA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010 adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Ringkasan
WIDA MAYASHINTA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah dan iklim yang mendukung. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri pertanian melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas dan untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian menggunakan metode Error Correction Model (ECM) serta metode deskriptif untuk gambaran umum mengenai industri pertanian. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1980-2010. Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap TFP industri pertanian adalah Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Hasil Industri (X) dan Impor Modal (M).
ABSTRAK
WIDA MAYASHINTA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah dan iklim yang mendukung. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri pertanian melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas dan untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian menggunakan metode Error Correction Model (ECM) serta metode deskriptif untuk gambaran umum mengenai industri pertanian. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1980-2010. Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap TFP industri pertanian adalah Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Hasil Industri (X) dan Impor Modal (M).
Kata kunci: Cobb-Douglas, ECM, Industri Pertanian, OLS,TFP
ABSTRACT
WIDA MAYASHINTA. Analysis of Factors Influencing Total Factor Productivity of Indonesia’s Agriculture Industry in Period 1981-2010. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS.
Industry has a big role in Indonesia’s economy as the main driver of development, which it gives the largest contribution to the Gross National Product (GNP). Indonesia is an agrarian country which has a big potency in developing agriculture products because of the abundant resources it has, supporting climate, and fertile soil. This study aims to analyze Total Factor
Productivity (TFP) of Indonesia’s agriculture industry through a Cobb-Douglas production function approach and analyze factors influencing it using Error Correction Model (ECM), along with a descriptive method to explain an overview of agriculture industry in Indonesia. Time series data are used for period 1980-2010. The estimation result shows that variables significantly influencing TFP are Gross National Product, domestic investment, export of industry output (X), and investment import (M).
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
TOTAL FACTOR
PRODUCTIVITY
INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
PERIODE 1981-2010
WIDA MAYASHINTA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010
Nama : Wida Mayashinta NIM : H14090044
Disetujui oleh
Dr. Muhammad Firdaus, SP, M. Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Total Factor Productivity, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Firdaus selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Undang dari Badan Pusat Statistik Bogor, beserta staf Badan Pusat Statistik Jakarta, yang telah membantu selama pengumpulan data. Bentuk penghormatan saya sampaikan kepada segenap dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Hendri Purnama S.E, ibu Nurkomala Dewi, adik Bella dan Gita serta seluruh keluarga, juga mas Try Sutrisna atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih pada teman satu bimbingan Bella, Sonya, dan Distia atas segala dukungannya, juga sahabat-sahabat Fira, Mira, Meutia, Malla, Aci, Tami, Ovilla, Stannia, Desy, Iwi dan Anindita serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
Hipotesis 7
Kerangka Penelitian 8
METODE 9
Jenis dan Sumber Data 9
Metode Analisis Data 9
Model Penelitian 10
Model Regresi 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Gambaran Umum 13
Analisis Total Factor Productivity 15
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP 18
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 25
DAFTAR TABEL
1 Ekspor hasil industri migas dan non migas tahun 1983 dan 1993 (miliar
US$) 1
2 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah) 2 3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama tahun 2008–2010 (persen) 3
4 Data, sumber data, dan keterangan 9
5 Hasil regresi analisis TFP industri pertanian dan subsektornya 15 6 Nilai TFP rata-rata periode 1981-2010 industri pertanian beserta
subsektornya (persen) 17
7 Hasil estimasi regresi ECM industri pertanian 18
8 Hasil estimasi regresi ECM industri makanan, minuman, dan tembakau 19 9 Hasil estimasi regresi ECM industri tekstil, kulit, dan alas kaki 21 10 Hasil estimasi regresi ECM industri kayu dan anyaman 22
DAFTAR GAMBAR
1 Ekspor hasil industri dan industri pertanian tahun 1990-2010 (juta US$) 3 2 Jumlah tenaga kerja sektor industri yang terbagi menjadi industri
pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2010 (jiwa) 4 3 Pertumbuhan input dan output industri pertanian indonesia tahun
1991-2010 (persen) 5
4 Kerangka pemikiran 8
5 Jumlah tenaga kerja industri pengolahan, industri pertanian dan
persubsektor tahun 1990-2010 (jiwa) 13
6 Nilai output industri pengolahan dan industri pertanian tahun
1990-2010 (miliar rupiah) 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data output dan faktor produksi untuk perhitungan TFP 26 2 Perhitungan pertumbuhan faktor produksi dan TFP 30 3 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri pertanian 34 4 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri makanan, minuman, dan
tembakau 35
5 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri tekstil, kulit dan alas
kaki 36
6 Hasil etimasi untuk perhitungan TFP industri kayu dan anyaman 37 7 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian 38 8 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri makanan,
minuman, dan tembakau 42
9 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri tekstil,
kulit, dan alas kaki 46
10 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri kayu dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun untuk menjadi negara maju. Negara maju dapat ditandai dengan kemajuan industri dan sektor jasa sebagai sektor sekunder dan tersier yang lebih dominan dibandingkan sektor primernya yaitu sektor pertanian. Oleh sebab itu Indonesia melakukan proses industrialisasi untuk meningkatkan perekonomian negara. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Karakteristik yang dimiliki Indonesia saat ini berpotensi untuk mengembangkan industri-pertanian secara simultan. Sekalipun jika dibandingkan dengan negara maju industrialisasi Indonesia masih pada tahap awal, namun peluangnya besar. Di dukung oleh demokrasi dan otonomi daerah industrialisasi dapat berkembang dengan terarah.
Kebijakan industrialisasi telah disusun sejak periode Pelita IV-V, yaitu pada tahun 1983-1993 dengan arah yang jelas, namun kebijakan tersebut belum menjadi komitmen bangsa secara menyeluruh (Sastrosoenarto 2006). Seiring dengan pembangunan peran industri semakin penting dalam menyumbang kekayaan negara. Bukti bahwa industrialisasi Indonesia sudah berjalan sesuai dengan arahan adalah fakta bahwa proporsi PDB sektor industri telah melebihi sektor pertanian serta bahwa ekspor nonmigas telah melampaui ekspor migas yang dijelaskan oleh Tabel 1. Bahkan, sektor industri dalam hal ini industri pengolahan, menjadi sektor ekonomi yang kontribusi terbesar pada output nasional.
Tabel 1 Ekspor hasil industri migas dan non migas tahun 1983 dan 1993 (miliar US$)
Tahun 1983 1993
Ekspor hasil industri 3.21 23.29
Ekspor nonmigas 5.00 27.07
Ekspor migas 16.20 9.65
Total Ekspor 21.20 36.82
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (Diolah)
2
peningkatan kontribusi sebesar 25.7 persen dan 25.6 persen. Berdasarkan nilai kontribusinya dalam satuan persen, sektor industri pengalami penurunan proporsi pertahunnya. Hal ini mengindikasikan terjadinya diminishing of returns pada sektor industri yang mencerminkan tingkat kemampuan industri dalam meningkatkan output berkurang. Namun secara garis besar dari sembilan sektor ekonomi penting lain seperti perdagangan, hotel dan restoran serta pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, sektor industri masih merupakan sektor yang memiliki proporsi terbesar dalam PDB Indonesia.
Tabel 2 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah)
Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011* 2012** Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen * Angka Sementara
**Angka Sangat Sementara
3
Tabel 3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2008–2010 (persen)
Lapangan Pekerjaan Utama Tahun
2008 2009 2010
Pertanian 41.3 41.6 41.4
Industri pengolahan 12.5 12.8 13.8
Konstruksi 5.4 5.4 5.5
Perdagangan 21.2 21.9 22.4
Tranportasi, pergudangan dan
komunikasi 6.1 6.1 5.6
Keuangan 1.4 1.4 1.7
Jasa kemasyarakatan 13.1 14.0 15.9 Pertambangan,listrik, gas dan lainnya 1.2 1.3 1.5
Jumlah 100 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)
Industri pengolahan Indonesia terbagi menjadi beberapa subsektor yang dapat diklasifikasikan menjadi industri pertanian dan non-pertanian. Pembagian ini didasarkan pada dasar pemakaian bahan baku industri. Industri pertanian adalah industri yang menajdikan bahan baku mentah dari pertanian sebagai bahan bakunya sedangkan industri nonpertanian menggunakan bahan baku setengah jadi atau bahan baku yang telah diolah sebelumnya. Keadaan alam Indonesia yang memiliki tanah dan iklim yang baik untuk bercocok tanam membuat peluang besar dalam mengembangkan pertanian secara luas. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar dan sumber daya alam yang melimpah untuk produk pertanian. Hal ini memberi peluang besar bagi industri pertanian untuk meningkatkan produksinya.
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)
4
Gambar 1 menunjukkan nilai ekspor industri dan industri pertanian di Indonesia periode 1990-2010. Ekspor hasil industri dan industri pertanian meningkat setiap tahunnya meskipun pada tahun 1997 dan 2009 mengalami penurunan yang disebabkan adanya krisis. Hal ini disebabkan pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi nasional, sedangkan pada tahun 2009 terjadi krisis ekonomi global. Kedua krisis ini membuat perdagangan Indonesia tidak stabil. Namun, peningkatan ekspor yang terjadi di luar krisis ini dapat membuktikan bahwa tingkat produksi industri pertanian di Indonesia mengalami peningkatan.
Penyerapan tenaga kerja industri pertanian berkontribusi lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian seperti yang terlihat pada gambar 2. Sejak tahun 2006 hingga 2010 penyerapan tenaga kerja di sektor industri pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian. Pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja Industri pertanian mampu menyerap sebesar 58.75 persen dari total tenaga kerja di sektor industri dan sebesar 57.61 persen pada tahun 2010.
Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor 2013 (diolah)
Gambar 2 Jumlah tenaga kerja sektor industri yang terbagi menjadi industri pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2010 (jiwa)
5
Perumusan Masalah
Industri merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain karena output yang terus meningkat dan menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia, industri juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang cukup besar khususnya industri berbasis pertanian, dan hal ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
Potensi sektor industri pertanian domestik harus diikuti dengan peningkatan produktivitas agar perkembangan output industri pertanian dapat terus ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal yang didukung oleh efisiensi produksi yaitu dengan peningkatan teknologi. Gambar 3 menunjukkan tingkat pertumbuhan output dan input pada sektor industri pertanian Tahun 1991-2010 yang menggambarkan besarnya penggunaan input tidak disertai dengan peningkatan output yang memadai. Pertumbuhan input dan output industri pertanian cenderung mengalami fluktuasi bahkan negatif pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan terdapat ketidakstabilan pertumbuhan input dan output pada industri pertanian. Ketidakstabilan ini menunjukkan produktivitas industri pertanian cenderung lemah dan tidak tahan terhadap guncangan seperti krisis.
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)
Gambar 3 Pertumbuhan input dan output industri pertanian indonesia tahun 1991-2010 (persen)
Faktor produksi yang efisien akan menciptakan produksi yang optimal. Selain peningkatan input berupa faktor produksi secara kuantitatif, dibutuhkan juga faktor lain untuk mencapai tingkat pertumbuhan output yang diinginkan. Tingkat produktivitas dapat diukur dengan mengukur besarnya dampak keterbatasan teknologi terhadap kinerja sektor melalui Total Factor Productivity (TFP). Sehingga dengan pengukuran TFP pada sektor industri pertanian, dapat diketahui tingkat produktivitas industri pertanian melalui sisi penyerapan teknologi sebagai indikator efisiensi faktor produksi.
Produktivitas industri pertanian yang tidak stabil dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi ekonomi yang tercermin oleh indikator output
-0.2
1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009
6
nasional, perdagangan, maupun investasi. Oleh karena itu menjadi penting untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas industri pertanian.
.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) sektor industripertanian di Indonesia periode 1981-2010.
2. Membandingkan Total Factor Productivity (TFP) antar subsektor industri pertanian dan TFP industri pertanian periode sebelum dan setelah krisis tahun 1997-1998.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Total Factor Productivity (TFP) sektor industri pertanian dan subsektornya di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan, dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan pengembangan produktivitas industri khususnya industri pertanian serta dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa di masa yang akan datang juga sarana pembelajaran bagi penulis.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis tingkat Total Factor Productivity (TFP) sektor industri pertanian di Indonesia. Industri pertanian merupakan industri yang menggunakan bahan baku primer dari pertanian sebagai inputnya. Sektor industri yang dianalisis merupakan industri besar dan sedang dengan kode ISIC (Internasional Standard Industrial Classification of All Economics Activities, KBLI) 31-33 pada tahun 1980 hingga Tahun 1999 dan direvisi menjadi 15-20 sejak tahun 2000 hingga 2010 yang meliputi subsektor:
1. Industri makanan, minuman, dan tembakau 2. Industri tekstil, kulit, dan alas kaki
3. Industri kayu dan anyaman
Faktor-faktor produksi yang diteliti untuk mengukur TFP mencakup jumlah tenaga kerja, biaya sewa modal, energi, dan bahan baku. Sedangkan faktor-faktor yang diduga memengaruhi TFP yaitu PDB Industri, PMA industri, PMDN industri, ekspor hasil industri, dan impor modal atau mesin. Analisis dilakukan menggunakan data nasional dengan tahun pengamatan yaitu tahun 1980 hingga 2010.
Ekspor hasil industri yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Lemak serta minyak hewani dan nabati
2. Makanan olahan dan minuman, minuman keras, cuka, dan tembakau 3. Jangat dan kulit mentah, kulit samak, dsb
7 5. Bahan tekstil dan barang-barang tekstil
6. Sepatu, tutup kepala, payung, rambut manusia, dsb
Impor bahan baku yang digunakan berupa mesin meliputi: 1. Rotating electric plant and parts thereof, N.E.S
2. Other power generating machinery and parts thereof, N.E.S 3. Agricultural machinery and parts
4. Tractors
5. Civil engineering and contractors plant and equipment and parts 6. Textile and leather machinery and parts there of, N.E.S
7. Paper mill and pulp mill machinery, paper cutting machine 8. Printing and book binding machinery and parts there of, N.E.S 9. Food processing machines and parts there of, N.E.S
10.Other machine and equipment specialized for particular industry 11.Machine tools by removing metal
12.Machine tool for working metal 13.Part, NES for machine tools 14.Metal working machinery and part
15.Heating and cooling equipmentand parts there of, N.E.S 16.Pumps for liquid and parts
17.Pumps and compressors, fans and blowers, centrifuges and parts 18.Mechanical handling equipmentand parts there of, N.E.S
19.Other non-electical machinery, tools and mechanical apparatus 1. Ball or roller bearing
Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor
industri pertanian Indonesia
2. Bahan baku memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri pertanian Indonesia
3. Energi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri pertanian Indonesia.
4. Biaya sewa modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industripertanian Indonesia
5. PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek.
6. PMA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek.
7. PMDN memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek.
8. Ekspor hasil industri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek.
8
Pertumbuhan ekonomi
Industri pertanian di Indonesia
Pertumbuhan output
Tingkat produktivitas Perkembangan teknologi:
1. Output nasional 2. Perdagangan 3. Investasi
Pertumbuhan input: 1. Tenaga kerja 2. Bahan baku 3. Energi 4. Sewa modal
Kerangka Pemikiran
Gambar 4 Kerangka pemikiran
Indonesia sebagai negara berkembang sedang giat melakukan pembangunan ekonomi melalui industrialisasi. Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah. Didukung oleh keadaan iklim dan tanah yang baik untuk bercocok tanam memberikan peluang yang besar dalam mengembangkan pertanian secara luas.
Potensi industri pertanian sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi tidak hanya terlihat dari kontribusi terhadap PDB nasional yang cukup besar tetapi juga ditunjukkan oleh perannya dalam penyerapan tenaga kerja. Sebagai alat pertumbuhan ekonomi, industri pertanian dalam perannya seharusnya dapat meningkatkan outputnya secara berkelanjutan dengan tingat efisiensi yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan input yang efisien. Karena hal ini akan menghasilkan output yang optimal. Penggunaan input industri pertanian yang terdiri tenaga kerja, bahan baku, energi dan sewa modal yang efisien dapat terjadi jika ada teknologi yang mendukungnya.
9
METODE
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan dalam bentuk time series (deret waktu) selama periode 1980-2010. Data-data yang dikumpulkan untuk menghitung TFP diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kajian Penanaman Modal (BKPM). Data sekunder yang digunakan akan dijelaskan pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4 Data, sumber data, dan keterangan
No. Data Sumber Simbol Keterangan
1. Nilai output (Miliar rupiah)
BPS Q Mewakili nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri pertanian
2. Jumlah tenaga kerja (Jiwa)
BPS TK Mewakili jumlah tenaga kerja produktif di sektor industri pertanian
3. Biaya bahan baku (Miliar rupiah)
BPS BB Mewakili biaya bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi industri pertanian
4. Biaya energi (Miliar rupiah)
BPS E Mewakili biaya listrik, air, uap, cahaya, panas, gerak, dan lain-lain industri pertanian
5. Biaya sewa modal (Miliar rupiah)
BPS SM Mewakili biaya sewa gedung, peralatan, dan mesin industri pertanian
BKPM PMDN Mewakili realisasi penanaman modal dalam negeri industri
Berupa mesin industri pertanian (Kode ISIC)
Metode Analisis Data
10
Least Square (OLS) dan faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.
Model Penelitian
Analisis Total Factor Productivity
Model yang digunakan untuk menganalisis Total Factor Productivity pada penelitian ini merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan memasukkan efek perubahan teknologi (A) selain fungsi produksi yang dijelaskan oleh modal (K) dan tenaga kerja (L) sebagai berikut:
Y = f (K,L)
Peningkatan kedua faktor produksi sebesar ΔK dan ΔL akan meningkatkan output. Kenaikan ini dibagi menjadi dua sumber dengan menggunakan produk marjinal dari dua input tersebut (Nicholson, 2002).
ΔY = (MPK × ΔK) + (MPL × ΔL)
Bagian pertama dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan modal, dan bagian kedua dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan ini menunjukkan bagaimana mengaitkan pertumbuhan dengan setiap faktor produksi. Persamaan 2 ini dapat diubah bentuknya menjadi:
(
) ( )
Bentuk persamaan ini mengaitkan tingkat pertumbuhan output (ΔY/Y) dengan tingkat pertumbuhan modal (ΔK/K) dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja (ΔL/L). MPK × K adalah pengembalian modal total dan (MPK × K)/Y adalah bagian modal dari output. Sedangkan MPL × L adalah kompensasi total yang diterima tenaga kerja dan (MPL × L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan yang menyatakan kedua bagian ini berjumlah satu maka persamaan 3 dapat ditulis sebagai:
dimana α adalah bagian modal dan (1-α) adalah bagian tenaga kerja.
Jika dampak dari perubahan teknologi dimasukkan, maka persamaan awal menjadi:
11 dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor Productivity (TFP). Sehingga peningkatan output tidak hanya disebabkan karena kenaikan modal dan tenaga kerja, tetapi juga karena kenaikan TFP. Dengan memasukkan perubahan teknologi ini, maka persamaan 4 menjadi:
Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan yaitu perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP.
TFP diukur secara tidak langsung karena tidak dapat diamati secara langsung. Dari persamaan di atas dapat diperoleh TFP dimana ΔA/A adalah perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan input. Jadi, pertumbuhan TFP dihitung sebagai residu yaitu sebagai jumlah pertumbuhan output yang tersisa setelah menghitung determinan pertumbuhan yang bisa diukur (BPPT 2012).
Pada penelitian ini perhitungan TFP (Δ ) yang disimbolkan menjadi menggunakan input berupa jumlah tenaga kerja (TK), biaya bahan baku (BB), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sehingga persamaan menjadi:
Δ Δ Δ Δ Δ Keterangan:
= Total Factor Productivity periode 1981-2010 (persen)
Δ = Pertumbuhan output (persen)
Δ = Pertumbuhan jumlah tenaga kerja (persen)
Δ = Pertumbuhan bahan baku (persen)
Δ = Pertumbuhan energi (persen)
∆SM/SM = Pertumbuhan sewa modal (persen)
12
Model Regresi
Model regresi yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian dan subsektornya pada periode 1981-2010 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jajri 2007 meneliti faktor yang memengaruhi pertumbuhan TFP berdasarkan teori makroekonomi. TFP dipengaruhi oleh investasi, perdagangan dan nilai output nasional.
Penelitian ini dilakukan untuk meninjau pengaruh investasi, yang dibedakan menjadi investasi yang berasal dari luar negeri dan domestik. Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan perwakilan investasi dari luar negeri dan Penenaman Modalan Dalam Negeri (PMDN) merupakan perwakilan investasi dari domestik. Sedangkan untuk faktor perdagangan, dalam penelitian ini menggunakan nilai impor modal yang disimbolkan dengan M dan ekspor hasil industri yang diwakilkan dengan X. Kemudian output nasional di wakilkan dengan nilai PDRB industri.
Pertumbuhan TFP yang digunakan sebagai variabel tak bebas adalah pertumbuhan TFP industri pertanian dan subsektornya pada periode 1980-2010. Sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah nilai PDB, PMA, PMDN, X, dan M dalam cakupan industri pertanian dan subsektornya pada periode 1981-2010. Berdasarkan teori, faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap pertumbuhan TFP. sehingga apabila terjadi peningkatan pada variabel-variabel tersebut maka akan meningkatkan pertumbuhan TFP. Model yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Keterangan:
TFP = Total Factor Productivity Industri (persen) PDB = Produk Domestik Bruto Industri (Milyar rupiah) PMA = Penanaman Modal Asing Industri (Juta US$)
PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri Industri (Milyar rupiah) X = Ekspor Hasil Industri (Juta US$)
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Industri pertanian merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Penyerapan tenaga kerja industri pertanian dan subsektornya ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5 Jumlah tenaga kerja industri pengolahan, industri pertanian dan persubsektor tahun 1990-2010 (jiwa)
Sejak tahun 1990 hingga 2010 penyerapan tenaga kerja di sektor industri pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian. Pada tahun 1990 penyerapan tenaga kerja industri pertanian mampu menyerap sebesar 65.94 persen dari total tenaga kerja di sektor industri yaitu sebesar 1.75 juta jiwa dari 2.66 juta jiwa tenaga kerja industri. Secara umum sejak tahun 1990 penyerapan tenaga kerja industri pertanian dan subsektornya mengalami peningkatan pertahunnya. Namun penyerapan tenaga kerja industri pertanian sempat mengalami penurunan pada tahun 1997 dan tahun 2008. Hal ini disebabkan karena adanya efek krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 dan efek krisis ekonomi global yang dipicu Amerika tahun 2008. Kedua krisis ini mempengaruhi keadaan dan stabilitas negara, salah satunya berpengaruh pada penurunan penyerapan tenaga kerja yang mengakibatkan pengangguran meningkat drastis. Dampak krisis tersebut adalah banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaanya. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam rangka efisiensi agar produksi tetap berjalan. Di sisi lain pencari kerja baru muncul ikut bertanding dalam memperebutkan lapangan kerja. Sehingga jumlah pengangguran meningkat secara tajam, sebagai akumulasi dari akibat PHK dan angkatan kerja baru. Sementara daya serap lapangan kerja sangat minim karena tidak adanya pembukaan usaha baru.
Hal ini terjadi di beberapa sektor ekonomi termasuk sektor industri. Sektor industri pertanian sebagai salah satu penyerap tenaga kerja yang cukup besar mengalami penurunan jumlah tenaga kerja pada tahun 1997 sebesar 1.4 persen dan pada tahun 2008 sebesar 2.8 persen.
14
Gambar 6 Nilai output industri pengolahan dan industri pertanian tahun 1990-2010 (miliar rupiah)
Gambar 6 menunjukkan perkembangan nilai output pada industri pertanian dengan industri pengolahan. Sejak tahun 1990 pergerakan nilai output pada industri pertanian searah atau sejajar dengan nilai output industri pengolahan. Pada tahun 1997, 2004 dan 2008 terlihat terjadi penurunan nilai output baik pada industri pengolahan maupun industri pertanian. Hal ini disebabkan oleh beberapa kondisi seperti adanya krisis ekonomi nasional pada tahun 1997-1998, kemudian pada 2004 terjadi krisis listrik nasional, dan pada tahun 2008 terjadi krisis global. Kondisi-kondisi ini menjadi faktor penyebab menurunnya output industri karena kondisi ini memengaruhi produksi industri dan faktor produksinya.
15
Analisis Total Factor Productivity
TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. TFP adalah gagasan yang terkait dengan fungsi produksi agregat. Produktivitas adalah teknis konsep yang mengacu pada rasio output terhadap input sebagai ukuran efisiensi (Felipe 1997). Di dalam jangka panjang TFP dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari produksi dan progres teknologi. Laju proses teknologi dihitung untuk memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang teknologi tidak bernilai konstan.
Langkah awal yang dilakukan sebelum menghitung pertumbuhan TFP yang dilambangkan oleh adalah dengan meregresikan jumlah tenaga kerja (TK), biaya bahan baku (BB), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sebagai faktor-faktor produksi dari industri pertanian.
Tabel 5 Hasil regresi analisis TFPindustri pertanian dan subsektornya
Variabel
Koefisien
Industri Pertanian Subsektor
Makanan Tekstil Kayu Tenaga Kerja (TK) 0.01078 0.23800 0.05608 -0.03390 Bahan Baku (BB) 0.07539 0.86151 0.04615 0.97490 Energi (E) 0.03808 0.08009 0.04035 -0.02211 Sewa Modal (SM) 0.92479 -0.01070 0.03543 0.05725 Sumber: Lampiran 3, 4, 5, dan 6
Hasil estimasi pada model menunjukkan pada industri pertanian secara agregat faktor produksi atau input yang digunakan dalam industri memiliki pengaruh yang positif sesuai dengan hipotesis bahwa setiap peningkatan input akan menyebabkan peningkatan output. Dimana pada industri pertanian jika terjadi peningkatan input berupa tenaga kerja, bahan baku, dan energi akan mempengaruhi output dengan peningkatan yang positif. Namun berdasarkan hasil estimasi dengan tingkat signifikansi pada taraf 10 persen, variabel sewa modal pada industri pertanian tidak signifikan memengaruhi output meskipun memiliki koefisien positif. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan faktor produksi berupa gedung, peralatan, dan mesin yang terhitung sebagai biaya sewa modal pada industri pertanian belum efisien sehingga pengaruh sewa modal pada industri pertanian tidak berpengaruh secara signifikan.
Variabel TK, BB, E dan SM secara umum berpengaruh positif pada output industri subsektor pertanian, meskipun berdasarkan estimasi terdapat beberapa kondisi yang berbeda pada masing-masing subektor industri pertanian. Pada industri makanan, minuman, dan tembakau, SM memiliki koefisien negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap output. Pembiayaan input berupa sewa modal yang dikeluarkan tidak sepadan dengan efisiensi input yang diperoleh sehingga sewa modal pada input tidak berpengaruh secara nyata terhadap output.
16
persen. Sedangkan variabel tenaga kerja dan energi pada industri ini memiliki koefisien negatif dan tidak berpengaruh nyata pada output. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas tenaga kerja pada industri kayu tidak memadai, padahal industri industri kayu merupakan industri yang padat karya yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. Namun jika pertambahan jumlah tenaga kerja ini masih diikuti dengan kualitas SDM yang rendah maka akan memengaruhi produktivitas industri selanjutnya sehingga terjadi inefisiensi. Sedangkan dari sisi penggunaam energi pada industri kayu tidak signifikasn berpengaruh pada output karen struktur industri kayu dan anyaman yang berstruktur padat karya.
Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung pertumbuhan pertahun dari kelima variabel fungsi produksi yaitu Q, TK, BB, E, dan SM. Variabel-varibael yang tidak signifikan terhadap output tetap dimasukkan dalam perhitungan pertumbuhan TFP karena koefisien tersebut tetap berpengaruh meskipun porsinya kecil, hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryani pada tahun 2008. Setelah diperoleh nilai pertumbuhan fungsi produksi maka dengan pengalian nilai koefisien pada regresi untuk setiap faktor produksi akan didapatkan nilai TFP.
Gambar 7 TFP industri pertanian dan subsektornya tahun1981-2010 (persen) Gambar 7 di atas menunjukkan hasil nilai TFP pada Industri pertanian dan subsektornya periode 1981-2010. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa efisiensi faktor produksi atau penguasaan teknologi masih lemah (Bernard, 1996). TFP yang lemah menunjukkan bahwa besarnya pertumbuhan output lebih rendah dari pertumbuhan input. Berdasarkan hasil pada lampiran 2 terlihat bahwa nilai TFP Industri Pertanian dan subsektornya berfluktuatif. Rata-rata TFP industri subsektor selama periode 1981-2010 sedikit berada di atas TFP sektor industri pertanian secara agregat, artinya tingkat efisiensi faktor produksi pada industri subsektor lebih tinggi dari tingkat efisiensi faktor produksi sektor industri pertanian secara agregat. Hal ini dapat dilihat dari TFP pada Industri makanan, minuman dan tembakau yang memiliki TFP yang lebih tinggi jika dibandingkan
-0.2
1981 1985 1989 1993 1997 2001 2005 2009
TFP industri pertanian Makanan, minuman dan tembakau
17 dengan subsektor industri pertanian lainnya. Industri kayu dan anyaman memiliki perkembangan TFP yang sangat berfluktuatif dan cenderung sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan teknologi pada industri kayu dan anyaman lemah serta mengindikasikan tingkat pemakaian dan perkembangan teknologi dalam pengolahan kayu dan anyaman masih cenderung bersifat tradisional. Namun secara garis besar, berdasarkan hasil penelitian ini TFP industri pertanian Indonesia dan subsektornya masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau indonesia yang masih lebih rendah baik secara agregat dan maupum rata-rata jika dibandingkan dengan pertumbuhan TFP industri serupa di negara berkembang lainnya seperti Brazil dan Turkey. Hal serupa juga terjadi pada industri tekstil, dimana secara agregat Indonesia masih memiliki pertumbuhan TFP yang lebih rendah dibandingkan dengan Brazil meskipun lebih baik dibandingkan Turkey (Saliola dan Seker 2011).
Tabel 6 Nilai TFP rata-rata periode 1981-2010 industri pertanian beserta subsektornya (persen)
Keadaan
TFP Industri
Pertanian 31 32 33 Rata-rata total -0.003306 0.002632 0.002192 -0.008400 Sebelum krisis1997-1998 -0.005051 -0.002960 0.000082 -0.004600 Setelah krisis1997-1998 -0.002493 0.008280 0.003231 -0.019000 Keterangan:
31= Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 32= Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 33= Industri Kayu dan Anyaman
Nilai rata-rata TFP sektor industri pertanian tahun 1981 hingga 2010 berdasarkan Tabel 6 adalah sebesar -0.0033, dengan rata-rata sebelum krisis sebesar -0.00505 dan setelah krisis sebesar -0.0025. Nilai TFP yang negatif menunjukkan efisiensi faktor produksi atau penguasaan teknologi pada industri pertanian masih lemah. TFP tertinggi terdapat pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan rata-rata sebesar 0.0026 yang memiliki nilai TFP -0.0029 sebelum krisis dan setelah krisis sebesar 0.0082. Sedangkan nilai TFP terendah terdapat pada subsektor industri kayu dan anyaman dengan rata-rata sebesar -0.0084 dengan nilai saat sebelum krisis sebesar -0.0046 dan setelah krisis sebesar -0.019.
18
sebagian kecil yang layak untuk diekspor sedangkan Indonesia sebagai produsen komoditas kakao hanya dapat mengekspor komoditas kakao sebagai bahan baku bagi industri luar negeri. Salah satu pangsa terbesar komoditas kakao Indonesia adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat, namun produk kakao asal Indonesia seringkali mengalami penahanan otomatis dari Amerika berupa ( automatic detention ) dan dari Eropa berupa discounted price. Hal ini disebabkan karena kakao Indonesia tidak memenuhi standar kualitas mutu didua Negara tersebut (Saragih 2011).
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Total Factor Productivity (TFP) menggunakan model Error Corection Model (ECM) yaitu dengan menduga model jangka panjang dan pendeknya. ECM digunakan untuk mengatasi perbedaan kekonsistenan hasil jangka pendek dengan jangka panjang. Cara mengatasinya yaitu dengan disequilibrium pada satu periode dikoreksi.
Uji unit root dan derajat integrasi pada variabel yang diamati menunjukkan beberapa variabel independen tidak stasioner pada level. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first difference) atau satu I (1) (Firdaus 2011). Uji kointegrasi yang dilakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi TFP membuktikan bahwa model memiliki kestabilan jangka panjang.
Industri Pertanian
Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri pertanian ditunjukkan oleh Tabel 7. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMDN, dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri pertanian pada jangka panjang, sedangkan PDB dan X memengaruhi pertumbuhan TFP industri pertanian pada jangka pendek.
Tabel 7 Hasil estimasi regresi ECM industri pertanian
Variabel Koefisien t-Statistik Pengaruh D(lnPDB) 0.36519 2.71053 * Jangka pendek D(lnPMA(-3)) 0.00303 1.18963 Jangka panjang D(lnPMDN(-1)) 0.02931 1.95659 * Jangka panjang D(lnX) -0.13523 -2.11174 * Jangka pendek D(lnM(-2)) 0.08155 2.87570 * Jangka panjang Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
19 Variabel PMDN berpengaruh secara signifikan positif terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka panjang dengan prospek satu tahun mendatang dengan nilai koefisien sebesar 0.0293, artinya setiap penambahan PMDN sebesar satu persen akan meningkatkan efisiensi faktor produksi sebesar 0.0293 persen pada tahun berikutnya, cateris paribus. Hubungan positif ini dapat dijelaskan dengan meningkatnya investasi dapat meningkatkan penyerapan teknologi pada industri pertanian karena dapat meningkatkan dayasaing secara tidak langsung yang akan meningkatkan produktivitas industri pertanian (Ikemoto 1986).
Faktor perdagangan yang terdiri dari ekspor dan impor berpengaruh nyata dalam pada industri pertanian. Ekspor hasil industri pertanian (X) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka pendek dengan nilai koefisien sebesar -0.1352, artinya setiap penambahan ekspor hasil industri sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri pertanian sebesar 0.1352 persen, cateris paribus. Meskipun nilai ekspor hasil industri pertanian terus meningkat, namun ekspor masih didominasi oleh hasil industri bahan setengah jadi atau bahan mentah berteknologi rendah dan padat karya, sehingga tidak mendorong penyerapan teknologi. Sedangkan variabel impor modal (M) berpengaruh secara signifikan positif terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0.0851, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP pada industri pertanian sebesar 0.0851 persen pada dua tahun berikutnya, cateris paribus. Impor modal berupa mesin dari luar negeri akan meningkatkan efisiensi faktor produksi dalam proses produksi karena proses produksi dilakukan dengan menggunakan mesin.
Varibel PMA pada industri pertanian tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan TFP, hal ini dapat dikarenakan nilai PMA industri yang terbentuk merupakan nilai investasi pembaruan setiap tahunnya dan bukan merupakan nilai total secara keseluruhan, sehingga nilai PMA yang terdata sangat berfluktuatif yang menyebabkan pertumbuhan TFP industri pertanian kurang peka terhadap nilai PMA.
Subsektor Industri Pertanian
Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri makanan, minuman, dan tembakau ditunjukkan oleh Tabel 8. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMA, X, dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau pada jangka panjang. Namun PDB dan PMDN tidak signifikan memengaruhi TFP subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau.
20
Tabel 8 menunjukkan PMA berpengaruh signifikan positif pada TFP industri makanan, minuman, dan tembakau pada jangka panjang dengan koefisien 0.08963, artinya peningkatan PMA industri sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0.08963 persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana investasi berhubungan positif dengan produktivitas, karena pentinganya investasi asing selain membawa dana masuk juga akan membawa teknologi produksi dan akses ke pasar dunia (Samuelson 1996).
Pada jangka panjang selain variabel PMA, ekspor hasil industri makanan, minuman, dan tembakau berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan TFP, sedangkan impor modal berpengaruh signifikan negatif. Ekspor hasil industri (X) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai koefisien sebesar 0.14119, artinya setiap penambahan ekspor hasil industri sebesar satu persen akan meningkatkan progres teknologi sebesar 0.14119 persen, cateris paribus. Peningkatan ekspor hasil industri industri mencirikan adanya keterbukaan ekonomi melalui perdagangan dalam sektor industri tersebut (Harrison 1993). Meningkatnya ekspor industri industri makanan, minuman, dan tembakau akan meningkatkan produksi sehingga terjadi efisiensi faktor produksi. Impor modal (M) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai koefisien sebesar -0.11619, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan menurunkan progress teknologi pada industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0.11619 persen, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dimana impor modal seharusnya berpengaruh positif terhadap TFP, hal ini dapat disebabkan karena penggunaan teknologi industri masih kurang memadai karena kurangnya informasi tentang teknologi yang digunakan sehingga kemampuan teknologi tidak berkembang, sehingga penggunaan teknologi yang diimpor menjadi kurang efisien.
Variabel yang tidak signifikan memengaruhi TFP industri makanan, minuman, dan tembakau adalah PDB dan PMDN. PMDN tidak berpengaruh nyata terhadap TFP industri makanan, minuman, dan tembakau dapat dikarenakan investasi dalam negeri pada industri tersebut tidak terlalu berpengaruh pada produktivitas meskipun porsi PMDN pada industri ini cukup tinggi, sebab penanaman modal asing pada industri ini lebih dominan dalam akses transfer teknologi yang ditunjukkan oleh banyaknya perusahaan multinasional pada industri makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan PDB yang tidak berpengaruh nyata dapat disebabkan karena nilai PDB industri belum dapat mencerminkan nilai PDB industri makanan, minuman, dan tembakau sehingga variabel PDB industri tidak signifikan memengaruhi TFP industri makanan, minuman, dan tembakau.
21 Tabel 9 Hasil estimasi regresi ECM industri tekstil, kulit, dan alas kaki
Variabel Koefisien t-Statistik Pengaruh D(lnPDB(-2)) -0.33451 -3.08270 * Jangka panjang D(lnPMA) 0.01135 4.10444 * Jangka pendek D(lnPMDN) -0.01707 -0.77384 Jangka pendek D(lnX(-1)) 0.03772 0.65940 Jangka panjang D(lnM(-2)) 0.06499 2.03098 * Jangka panjang Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
PDB berpengaruh signifikan negatif pada TFP industri tektil, kulit, dan alas kaki pada jangka panjang dengan koefisien -0.33451, artinya peningkatan PDB industri sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri tekstil, kulit, dan alas kaki sebesar 0.33451 persen, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal karena peningkatan PDB Industri tidak seiring dengan peningkatan produksi sektor industri tektil, kulit, dan alas kaki, sehingga peningkatan PDB tidak memberikan pengaruh positif terhadap TFP sektor industri tektil, kulit, dan alas kaki di Indonesia.
Faktor investasi yaitu PMA berpengaruh signifikan positif terhadap TFP industri tektil, kulit, dan alas kaki dengan koefisien 0.01135 pada jangka pendek. Artinya setiap penambahan PMA sebesar satu persen akan meningkatkan efisiensi faktor produksi sebesar 0.01135 persen, cateris paribus. PMA sektor industri akan menimbulkan transfer teknologi industri dari luar negeri sehingga terjadi efisiensi faktor produksi dalam proses produksi (Djankov dan Hoekman 2000) karena PMA merupakan kunci utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi melalui spesialisasi produksi dan kemajuan teknologi. Pada industri kayu inveatasi asing lebih berpengaruh dibandingkan dengan inveastasi yang berasal dari domestic, hali ini ditunjukkan dari hasil estimasi dimana PMA berpengaruh signifikan positif sedangkan PMDN memiliki pengaruh neatif dan tidak berpengaruh nyata.
Dari sisi faktor perdagangan variabel yang signifikan positif memengaruhi industri tekstil, kulit dan alas kaki adalah variabel M. Impor modal (M) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri tektil, kulit, dan alas kaki dengan nilai koefisien sebesar 0.06499, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP pada industri tekstil, kulit dan alas kaki sebesar 0.06499 persen, cateris paribus. Impor modal berupa mesin dari luar negeri akan meningkatkan efisiensi faktor produksi dalam proses produksi karena proses produksi dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan biaya sewa modal terhadap mesin pada industri tekstil sangat besar dan industri ini merupakan industri yang padat karya namun juga besar pada modal.
22
Tabel 10 Hasil estimasi regresi ECM industri kayu dan anyaman
Variabel Koefisien t-Statistik Pengaruh D(lnPDB) 0.28456 1.62448 Jangka pendek D(lnPMA) -0.02441 -6.93075 * Jangka pendek D(lnPMDN) -0.05612 -2.68265 * Jangka pendek D(lnX(-1)) 0.16906 2.66096 * Jangka panjang D(lnM) -0.07476 -1.88314 * Jangka pendek Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri kayu dan anyaman ditunjukkan oleh Tabel 10. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMA, PMDN, dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman pada jangka pendek, sedangkan X memengaruhi pertumbuhan TFP industri pertanian pada jangka panjang dan variabel PDB tidak signifikan memengaruhi efisiensi produksi pada industri kayu dan anyaman.
Kedua variabel investasi baik PMA maupun PMDN berpengaruh signifikan negatif dengan koefisien -0.0244 dan -0.0561 pada jangka pendek. Artinya setiap penambahan PMA sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman sebesar 0.0244 persen, cateris paribus dan setiap penambahan PMDN sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman sebesar 0.0561 persen, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis karena meningkatnya investasi tidak menjamin terjadinya peningkatan efisiensi karena untuk mengadaptasi teknologi baru sebab dibutuhkan proses pelatihan dan keahlian yang sesuai (Glass dan Saggi 1996) sehingga dalam jangka pendek variabel investasi baik yang bersal dari asing dan domestik tidak dapat memberikan pengaruh yang positif secara signifikan.
23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai pertumbuhan Total FactorProductivity (TFP) industri pertanian tahun 1981-2010 menunjukkan bahwa tingkat produktivitas industri pertanian masih lemah. Hal ini ditunjukkan oleh besaran nilai TFP industri pertanian yang bernilai negatif baik itu saat sebelum krisis dan setelah krisis. TFP pada industri pertanian sebelum krisis merepresentasikan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan TFP ada periode setelah krisis. Hal ini menandakan terjadinya perkembangan teknologi pada industri pertanian setelah terjadinya krisis tahun 1997-1998. Berdasarkan analisis TFP subsektor yang memiliki efisiensi tertinggi dalam penggunaan faktor produksinya adalah industri makanan, minuman, dan tembakau karena subsektor tersebut merupakan industri yang padat modal dan tenaga kerja yang tinggi sehingga penyerapan teknologi cenderung tinggi. Sedangkan, subsektor yang memiliki nilai TFP terendah adalah industri kayu dan anyaman, hal ini disebabkan karena penyerapan teknologi pada industri kayu masih lemah dan faktor produksi cenderung lebih tinggi pada tenaga kerja dibandingkan dengan penggunaan mesin. TFP industri pertanian di pengaruhi oleh PMDN dan Impor Modal (M) pada jangka panjang dan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Ekspor Hasil Industri Pertanian (X) pada jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa indikator ekonomi yang dapat meningkatkan produktivitas secara natural tanpa intervensi dalam jangka panjang dengan penyerapan teknologi adalah dari sisi faktor investasi yaitu PMDN dan faktor perdagangan yaitu impor modal.
Saran
1. Dalam mengoptimalkan output industri dengan produktivitas yang tinggi maka industri pertanian dapat melakukan usaha menigkatkan progress teknologi untuk meningkatkan efisiensi setiap faktor produksi seperti penggunaan mesin dan peralatan yang berteknologi tinggi.
2. Pemerintah dapat memberlakukan kebijakan yang dapat mendorong penyerapan teknologi industri pertanian menjadi lebih kuat atau tinggi secara natural melalui kebijakan yang dapat mendorong produktivitas tinggi seperti investasi dan perdagangan yang akan berdampak pada jangka panjang.
3. Rekomendasi yang dapat diajukan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan TFP Industri Pertanian adalah meneliti pengaruh pendidikan, karena semakin berkembang pengetahuan maka dapat memengaruhi tingkat penyerapan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
24
[BBD] Bank Bumi Daya. 1992. Industri Tekstil dan Produk Tekstil: Produksi, Pemasaran, dan Prospek. Jakarta (ID): BBD-Press
Bernard AB, Jones, CI. 1996. Productivity Across Industries and Countries: Time Series Theory and Evidence. Harvard (US): Volume 78, Issue 1, 135-146. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2012. Peranan Teknologi
dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Pendekatan Total Factor Productivity. Prihawantoro S, Hutapea R, Suryawijaya I, editor. Jakarta (ID): BPPT-Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1980-2012. Indikator Ekonomi. Jakarta (ID): BPS. _______________________. 1980-2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS. _______________________. 1980-2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri
Indonesia-Ekspor. Volume 1. Jakarta (ID). BPS.
_______________________. 1980-2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia-Impor. Volume 2. BPS.
Djankov S, Hoekman B. 2000. Foreign Investment and Productivity Growth in Czech Enterprises. The World Bank Economic Review, Vol.14, No. 1: 49-64. Felipe J. 1997. Total Factor Productivity Growth in East Asia: A Critical Survey.
Manila (PH): Asian Development Bank.
Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB-Press.
Harrison AE. 1993. Productivity, Impercfect Competition and Trade Reform. Journal of International Economics 26 (1994) 53-73. Washington DC (US): The World Bank.
Glass AJ, Saggi K. 1996. International Technology Transfer and The Technology Gap. Journal of Development Economics Vol. 55 (1998) 369-398.
Ikemoto, Y. 1986. Technical Progress and the Level of Technology in Asian Countries. (JP): The Developing Economies 34-4 (December):368-90.
Jajri I. 2007. Determinants of Total Factor Productivity Growth in Malaysia. Kuala Lumpur (MY): Journal of International Economics 28 3 (2007) 41-58. Gujarati D. 1993. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno, penerjemah. Jakarta
(ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics.
Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Mahendra IB, Aziz A, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y, Mahanani N, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate Microeconomics. Ed ke-8.
Nuryani S. 2008. Analisis Produktivitas Faktor Produksi pada Industri Alas Kaki di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Saliola F, Seker M. Total Factor Productivity Across the Developing World. World Bank Group. Enterprise Note 23.
Samuelson P, William D. 1997. Makroekonomi. Nirdhaus, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Saragih R. 2011. Kakao Indonesia: Optimis Nomor Satu di Dunia. Medan (ID): PBT BBP2TP Direktorat Jenderal Perkebunan.
Sastrosoenarto H. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan, Sektor Pertanian dan Jasa. Jakarta (ID): Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
25
26
Lampiran 1 Data output dan faktor produksi untuk perhitungan TFP 1. Industri pertanian
Tahun lnQ lnTK lnBB lnE lnSM
1980 8.19513 13.37323 7.58959 4.30389 1.17350
1981 8.40218 13.39600 7.79413 4.48193 1.35403
1982 8.53776 13.43993 7.88722 5.06097 1.65173
1983 8.72734 13.49079 8.08705 5.41858 1.86995
1984 8.95744 13.59263 8.33438 5.80546 2.40991
1985 9.40259 13.89560 8.75584 6.24146 4.05579
1986 9.51490 13.90223 8.85303 6.24332 2.82108
1987 9.78561 13.97498 9.19885 6.27391 3.37557
27 2. Industri makanan, minuman, dan tembakau
Tahun lnQ lnTK lnBB lnE lnSM
1980 7.74188 12.68011 7.10247 3.28543 0.32600
1981 7.97321 12.67871 7.33380 3.51676 0.55733
1982 8.08971 12.68714 7.42222 3.96820 0.73669
1983 8.27972 12.73282 7.61285 4.50461 1.18418
1984 8.45827 12.74260 7.82068 4.73604 1.46024
1985 8.89473 13.16137 8.24960 5.25434 3.87420
1986 8.92415 13.16172 8.28405 5.25514 2.03992
1987 9.14032 13.20510 8.56405 5.24731 2.54192
1988 9.30809 13.26636 8.71552 5.37832 2.33127
1989 9.60348 13.27803 8.98582 5.55072 3.17897
1990 9.72185 13.33000 8.98731 5.72048 3.39899
1991 9.82173 13.37393 9.06410 5.95176 3.36519
28
3. Industri tekstil, kulit dan alas kaki
Tahun lnQ lnTK lnBB lnE lnSM
1980 6.83104 12.44764 6.30911 3.64512 0.44960
1981 6.94788 12.48870 6.42596 3.76197 0.56645
1982 7.03982 12.49291 6.40113 4.24959 0.96584
1983 7.19164 12.48837 6.59036 4.54836 0.80781
1984 7.56628 12.56470 6.90361 5.03695 1.54714
1985 7.95734 12.85215 7.31547 5.39116 1.85957
1986 8.18754 12.87152 7.49280 5.39198 1.81970
1987 8.44553 12.94540 7.87935 5.41736 2.29274
1988 8.72232 13.09033 8.22841 5.62435 2.67890
1989 9.08822 13.22897 8.51237 5.96342 2.95658
1990 9.32229 13.50360 8.75384 6.03640 3.47739
1991 9.61872 13.71808 9.08285 6.49966 4.05569
1992 9.96142 13.89207 9.40203 6.74213 4.26940
29 4. Industri Kayu dan Anyaman
Tahun lnQ lnTK lnBB lnE lnSM
1980 5.97715 11.10687 5.36121 2.19491 -1.27228 1981 6.24157 11.17333 5.62563 2.45933 -1.00786 1982 6.55391 11.48132 5.96041 3.54899 -0.69315 1983 6.80011 11.68533 6.21462 3.70497 -0.02327
1984 7.02071 12.05481 6.51787 4.16088 0.75518
1985 7.58571 12.11112 6.92578 4.63236 1.15247
1986 7.80517 12.10875 7.12307 4.63840 1.07671
1987 8.24228 12.25894 7.60278 4.74675 1.89236
1988 8.60745 12.60733 8.00508 5.13588 1.53902
1989 8.79416 12.74604 8.16401 5.15504 2.73203
1990 8.97630 12.91456 8.34759 5.42413 2.77689
1991 9.23489 13.00630 8.62027 5.69260 2.77271
1992 9.35019 13.06994 8.67848 5.85668 2.83127
1993 9.51738 13.12843 8.90894 6.06237 2.99863
1994 9.64454 13.17514 9.05421 6.12524 3.14914
1995 9.72693 13.19735 9.11833 6.13556 3.33220
1996 9.84065 13.23967 9.21573 6.28600 3.49651
1997 9.95304 13.23664 9.32706 6.30079 3.61092
30
Lampiran 2 Perhitungan pertumbuhan faktor produksi dan TFP 1. Industri Pertanian
Tahun a(ΔTK/TK) b(ΔBB/BB) c(ΔE/E) d(ΔSM/SM) ΔA/A
1981 0.0017566 0.209593 0.00766 0.0021233 0.00891
1982 0.0034249 0.090105 0.03082 0.0037214 0.01714 1983 0.0039792 0.204275 0.01689 0.0026172 -0.019
1984 0.0081755 0.259128 0.01856 0.0076834 -0.0348
1985 0.0269874 0.484096 0.02147 0.0449196 -0.0167 1986 0.0005075 0.09426 7.3E-05 -0.00761 0.03163
1987 0.0057551 0.381551 0.00122 0.007953 -0.0856 1988 0.0121928 0.275868 0.00987 0.0001024 -0.0246
1989 0.0069089 0.261712 0.00923 0.0105786 0.04839
1990 0.013876 0.116505 0.00626 0.0036177 0.04194 1991 0.0105149 0.220455 0.01636 0.0033257 -0.0285
1992 0.0087848 0.275109 0.00909 0.0019665 0.01405
1993 0.0065201 0.343866 0.01293 0.0070167 -0.0338 1994 0.0033554 0.010713 0.00318 -0.002613 0.02526
1995 0.0068255 0.153599 0.00369 -0.001341 0.00773 1996 -0.000563 0.212122 0.00744 0.0071009 -0.0328
1997 -0.001137 0.090782 0.00205 0.0018453 0.03226
1998 0.0005284 0.757077 0.01689 0.003895 -0.0207 1999 0.0007526 0.109675 0.00368 0.0038307 0.01282
2000 -0.002 0.06504 0.01085 0.0239958 -0.0143
2001 -0.001205 0.174722 0.01317 0.0017171 -0.0185 2002 -0.000318 0.040667 0.0183 -0.003713 0.05565
2003 -0.002735 0.171795 0.00916 0.0069904 -0.0726
2004 0.0011895 0.018536 0.00157 -0.002365 0.01296 2005 -0.003108 0.196189 0.00717 0.0018005 -0.0549
2006 0.0107584 0.08129 0.00185 -0.001554 0.09097 2007 -0.003812 0.262264 0.0119 0.0022216 -0.0552
2008 -0.004108 0.28698 0.00519 0.005169 -0.0761
2009 -0.002154 -0.02885 -0.0082 -0.002302 0.05374 2010 0.0017132 -0.03812 0.00445 0.0077408 0.03554
Rata-rata 0.0037789 0.1927 0.00909 0.0046812 -0.0033
31 2. Industri makanan, minuman, dan tembakau
Tahun a(ΔTK/TK) b(ΔBB/BB) c(ΔE/E) d(ΔSM/SM) ΔA/A
1981 -0.000334 0.2242267 0.02085 -0.0028 0.01832
1982 0.002016 0.0796453 0.0457 -0.0021 -0.0017
1983 0.011123 0.1809252 0.05685 -0.006 -0.0336 1984 0.00234 0.1990156 0.02086 -0.0034 -0.0233
1985 0.123783 0.4614161 0.0544 -0.1089 0.01654
1986 8.15E-05 0.0302018 6.4E-05 0.00899 -0.0095 1987 0.010553 0.2783788 -0.0006 -0.007 -0.04
1988 0.015034 0.1408916 0.01121 0.00203 0.01349 1989 0.002796 0.2673799 0.01507 -0.0143 0.07269
1990 0.012694 0.0012821 0.01482 -0.0026 0.0995
1991 0.01069 0.0687644 0.02084 0.00036 0.00438 1992 0.010435 0.3196061 0.01586 -0.0015 -0.0129
1993 0.018606 0.5602867 0.05114 0.00171 -0.1627
1994 0.00508 -0.11893 -0.0067 -0.0024 0.0135 1995 0.050435 0.1521497 0.00461 0.0003 0.04415
1996 -0.022728 0.2594314 0.01326 -0.0042 -0.0462
1997 -0.005531 0.0961206 0.01448 -0.003 0.07182 1998 0.014895 0.6711098 0.03479 -0.0054 -0.0439
1999 -0.008846 0.0584205 0.00239 0.00337 0.08562 2000 0.009798 0.2017281 0.02129 -0.1646 0.11415
2001 0.000258 0.3362386 0.03513 0.00067 -0.0328
2002 0.013072 0.0118546 0.06819 0.00539 0.0025 2003 0.007644 0.2348826 0.01602 -0.0152 -0.0919
2004 0.018848 -0.006531 -0.0053 0.00446 0.01818
2005 -0.019838 0.2081694 0.00977 0 -0.0168 2006 0.050312 0.1743435 0.02781 -0.0009 0.02008
2007 -0.004057 0.3466843 0.03381 -0.0024 -0.0751 2008 -0.003168 0.3732118 0.02781 -0.0125 -0.0494
2009 -0.004798 -0.027609 -0.0205 0.00272 0.05228
2010 -0.00066 -0.065147 -0.0022 -0.0052 0.07159 Rata-rata 0.010684 0.1906049 0.02005 -0.0112 0.00263
Sebelum krisis 1997-1998 0.015788 0.194042 0.02114 -0.0089 -0.003
32
3. Industri tekstil, kulit, dan alas kaki
Tahun a(ΔTK/TK) b(ΔBB/BB) c(ΔE/E) d(ΔSM/SM) ΔA/A
1981 0.0042192 0.1058632 0.02217 -0.0050136 -0.0033
1982 0.0004253 -0.020945 0.11242 -0.0198577 0.02426
1983 -0.0004564 0.1779313 0.06229 0.0059128 -0.0817 1984 0.0079855 0.314187 0.1127 -0.0442732 0.06387
1985 0.0335241 0.4352845 0.07604 -0.0148351 -0.0515
1986 0.0019687 0.1657132 0.00015 0.0015812 0.08944 1987 0.0077194 0.4030506 0.0046 -0.0244667 -0.0966
1988 0.0156989 0.3567979 0.04114 -0.0190649 -0.0757 1989 0.0149707 0.2804732 0.07221 -0.0129466 0.0871
1990 0.031815 0.2332708 0.01354 -0.0276432 0.01275
1991 0.0240809 0.332759 0.10541 -0.0316728 -0.0855 1992 0.0191315 0.3211439 0.04909 -0.0096379 0.02902
1993 0.0101821 0.1327194 0.03625 -0.0461899 0.13413
1994 0.0056548 0.123082 0.03751 0.0154264 0.01031 1995 0.0045887 0.1784882 0.02601 0.0097003 -0.0888
1996 0.0032168 0.1849593 0.03763 -0.0393264 0.03355
1997 -0.0014958 0.0644484 0 -0.005982 0.01927 1998 -0.0031115 0.782788 0.06908 -0.0067003 0.00641
1999 0.0037696 0.1677291 0.02688 -0.0076642 -0.0238 2000 0.0062753 -0.033093 0.06676 -0.0445666 0.04684
2001 -0.0037197 0.0226148 0.0555 -0.0166909 -0.0783
2002 -0.0040918 0.0818055 0.0517 0.0083191 0.01062 2003 -0.0056598 0.0283766 0.0435 -0.0081204 -0.0084
2004 -0.002394 0.0818657 0.02304 -0.0048666 -0.0304
2005 0.0011945 0.1754577 0.04451 -0.0151194 -0.0708 2006 0.0136298 -0.029353 -0.0144 0.0109646 0.1467
2007 -0.0073106 0.0338033 0.03341 -0.0094083 0.00105 2008 -0.0068626 0.0521652 -0.0145 0.0079072 -0.036
2009 -0.0019018 0.0287639 -0.0128 0.0043745 0.0761
2010 0.0043072 0.0425006 0.04773 -0.0515976 0.0052 Rata-rata 0.0059118 0.174155 0.04098 -0.0133819 0.00219
Sebelum krisis 1997-1998 0.0115453 0.2327986 0.05057 -0.0163942 8.3E-05