• Tidak ada hasil yang ditemukan

Quantification of Methane Emissions from Landfill Galuga Cibungbulang Bogor West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Quantification of Methane Emissions from Landfill Galuga Cibungbulang Bogor West Java"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KUANTIFIKA

CIBUN

DEPARTEM

FAKULTAS MATE

IN

IKASI EMISI METANA DARI TPA GA

BUNGBULANG BOGOR JAWA BARA

FAJAR SANTIABUDI

TEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOG

TEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

GALUGA

RAT

ETEOROLOGI

(2)

ABSTRACT

FAJAR SANTIABUDI. Quantification of Methane Emissions from Landfill

Galuga Cibungbulang Bogor West Java. Under direction of ANA TURYANTI,

S.Si. MT. and ARIEF SABDO YUWONO, M.Sc. Ph.D.

Landfill site is one of significant source of methane emissions into the

atmosphere. In Indonesia, the quantification of methane emissions from a landfill

has not done yet a lot. The purpose of this study is to estimate methane emissions

from a landfill in Galuga Cibungbulang, Bogor District, West Java, and its

potential as an alternative energy resource. Emissions data which obtained can be

used as the material analysis for making construction of the landfill gas treatment

system. The approach in this quantification is done in two ways, namely

prediction with LandGEM-v302 software and field measurement by flux chamber.

The results of simulation LandGEM-v302 are 45.02 Gg total landfill gas

emissions per year which consist of CH

4

at 12.03 Gg/year, CO

2

by 33 Gg/year,

and NMOC (Non-Methane Organic Compound) equal to 516.9 Mg/year. The

result of field measurement on the landfill surface by the flux chamber as an

actual emission is 368.9 Mg CH

4

emissions per year. The differences of landfill

surface characteristics are greatly affect landfill gas emissions that released into

the atmosphere. Humidity conditions or moisture content in the landfill also affect

the rate of methane emission. Utilization of methane gas from landfill Galuga into

fuel energy power plants are financially able to generate revenue. The potential

waste in landfill Galuga contained about 3.1 million tonnes is estimated to

generate 2.5 MW of electricity from methane gas treatment with a potential

revenue reached to IDR 9.1 billion/year.

(3)

ABSTRAK

FAJAR SANTIABUDI. Kuantifikasi Emisi Metana dari TPA Galuga

Cibungbulang Bogor Jawa Barat. Di bawah bimbingan ANA TURYANTI, S.Si.

MT. dan ARIEF SABDO YUWONO, M.Sc. Ph.D.

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) merupakan salah satu sumber

emisi metana yang signifikan ke atmosfer. Di Indonesia, kuantifikasi emisi

metana dari suatu TPA belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah

menduga emisi gas metana dari sebuah TPA yang berada di Galuga

Cibungbulang, Bogor Jawa Barat, serta potensinya sebagai sumber energi

alternatif. Data emisi yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan analisis

untuk membuat proyek pembangunan sistem pengolahan gas dari TPA.

Pendekatan dalam kuantifikasi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pendugaan

dengan perangkat lunak

LandGEM-v302

dan pengukuran lapang dengan

flux

chamber

. Hasil dari simulasi

LandGEM-v302

diperoleh total emisi gas TPA

Galuga sebesar 45,02 Gg/tahun yang terdiri dari CH

4

sebesar 12,03 Gg/tahun,

CO

2

sebesar 33 Gg/tahun, dan NMOC (

Non Methane Organic Compound

)

sebesar 516,9 Mg/tahun. Hasil pengukuran lapang di permukaan TPA dengan

flux

chamber

sebagai emisi aktual diperoleh emisi CH

4

TPA Galuga sebesar 368,9

Mg/tahun. Perbedaan karakteristik pada permukaan TPA sangat mempengaruhi

emisi gas yang dilepaskan ke atmosfer. Kondisi kelembaban atau kadar air dalam

sampah juga mempengaruhi laju emisi metana. Pemanfaatan gas metana yang

dihasilkan dari TPA Galuga menjadi bahan bakar energi pembangkit listrik secara

finansial dapat menghasilkan pendapatan. Potensi sampah yang terdapat di TPA

Galuga sejumlah 3,1 juta ton diperkirakan dapat menghasilkan energi listrik

sebesar 2,5 MW dari pengolahan gas metana dengan potensi pendapatan senilai

Rp9,1 Milyar per tahun.

(4)

KUANTIFIKASI EMISI METANA DARI TPA GALUGA

CIBUNGBULANG BOGOR JAWA BARAT

FAJAR SANTIABUDI

SKRIPSI

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Geofisika dan Meteorologi

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul "Kuantifikasi Emisi Metana dari TPA Galuga Cibungbulang Bogor Jawa Barat" dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabat serta para pengikut Beliau hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama pembuatan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat, kasih sayang, pengorbanan, harta, tenaga, dan pikiran. Nenek dan adik-adikku tersayang, serta anggota keluarga lainnya atas segala perhatian dan doa kepada penulis.

2. Ibu Ana Turyanti, S.Si. MT. dan Bapak Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. Ph.D. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan, masukan, dukungan, nasihat, serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

3. Bapak Dr.Ir. Sobri Effendy, M.Si. sebagai dosen penguji yang memberikan koreksi, saran, dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Prof.Dr. Daniel Murdiyarso sebagai dosen pembimbing akademik yang memberikan arahan selama studi, serta kepada seluruh staf dan dosen Departemen GFM.

5. Bapak Ir. H. Rusdiono beserta keluarga yang telah mendukung penulis baik materi maupun moril sehingga penulis dapat menempuh dan menyelesaikan pendidikan di IPB.

6. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis dari tingkat 2 sampai tingkat 4 di IPB termasuk dana penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih banyak kepada para pejabat dan donatur KSE serta seluruh staf pegawai atas segala perhatian dan dukungan dalam menyalurkan dana beasiswa.

7. Pemerintah Kabupaten dan Kota Bogor serta UPTD TPA Galuga, khususnya Ibu Ulyani staf KLH Kota Bogor yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 8. Laboratorium GRK Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Pati, Jawa Tengah. Bapak Dr.Ir.

Dedi Nursyamsi, M.Agr. Bapak Dr.Ir. Prihasto Setyanto, M.Sc. Bapak Dr.Ir. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si. Bu Suharsih, S.Si. Bu Miranti Ariani, SP. Bu Rina Kartikawati, SP. Bu Helena Lina Susilawati, S.Si. Bu Titi Sopiawati, Pak Yarpani, Pak Duri, Pak Jumari, Pak Purwanto, Pak Suryanto, Pak Yono, Pak Juwandi, Pak Jayari, dan lain-lain. Terima kasih banyak atas bantuan alat penelitian, analisis sampel, penjelasan, informasi, keramahan, perhatian, dan kekeluargaan yang terjalin.

9. Teman-teman mahasiswa Departemen Geofisika dan Meteorologi khususnya angkatan 43 dan HIMAGRETO atas kebersamaan selama studi di IPB.

10. Rekan-rekan penghuni Sylvasari yang penulis banggakan.

11. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

Semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca, dan berbagai pihak yang membutuhkan.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 12 Agustus 1988. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tasrip dan Ibu Dede Salamah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Dukuh I pada tahun 2000, SMP Negeri 1 Cibungbulang pada tahun 2003, dan SMA Negeri 1 Leuwiliang pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima dalam Program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Sistem Mayor Minor pada tahun kedua di IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi dan kepanitiaan. Organisasi yang diikuti yaitu anggota Islamic Student Center Al-Hurriyyah IPB (2006), staf Departemen Keilmuan Himagreto IPB (2007), Sekretaris Umum Himagreto (2009), dan Sekretaris Umum Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari (2009). Beberapa kepanitiaan yang diikuti yaitu Pemira Himagreto (2007),Fun BikeDies Natalis Asrama Sylvasari (2007), Meteorologi Interaktif (2008), Lomba Lintas Alam XVI se-Jabodetabek Dies Natalis Asrama Sylvasari (2008), Donor Darah Sylvasari (2009), dan kepanitiaan lainnya.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 1

2.1 Pengertian dan Klasifikasi Sampah ... 1

2.2 Proses Pembentukan Gas Metana ... 2

2.2.1 Dekomposisi anaerob bahan organik ... 2

2.2.2 Produksi dan emisi metana dari TPA... 3

2.3 Penentuan Potensi CH4dari Tempat Pembuangan Sampah ... 3

2.4 Kuantifikasi Emisi Metana ... 4

2.4.1 Teknik pengukuran fluks di lapangan ... 4

2.4.2 Model pendugaan emisi metana... 5

BAB III METODE PENELITIAN... 6

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 6

3.2 Alat dan Bahan ... 6

3.2.1 Pendugaan emisi metana dengan perangkat lunak... 6

3.2.2 Pengukuran di lapangan... 7

3.2 Metode Penelitian... 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 8

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 8

4.2 Kuantifikasi Emisi Metana ... 8

4.2.1 Hasil pendugaan emisi metana denganLandGEM-v302... 8

4.2.2 Hasil pengukuran emisi CH4di lapangan... 9

4.2.3 Kuantifikasi Emisi Metana TPA Galuga ... 10

4.3 Cadangan Gas dan Emisi Aktual Metana TPA Galuga ... 13

4.4 Potensi Gas Metana TPA Galuga ... 13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 15

5.2 Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA... 15

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Nilai laju pembentukan metana (k) ... 5

Tabel 2 Nilai kapasitas pembentukan metana potensial (Lo)... 6

Tabel 3 Waktu pengambilan sampel gas (WIB)... 10

Tabel 4 Rata-rata suhu (0C) dalam boksfiberglass... 10

Tabel 5 Laju perubahan konsentrasi CH4(δc/δt) (ppm/menit)... 10

Tabel 6 Fluks CH4(mg/m2/menit)... 10

Tabel 7 Emisi CH4TPA Galuga ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Perangkat lunakLandGEM- v302... 5

Gambar 2 Box penangkap gas metana (kiri) danGas Chromatograph(kanan) ... 7

Gambar 3 Peta TPA Galuga dan pembagian lokasi pengukuran... 7

Gambar 4 TPA Galuga Cibungbulang Bogor–Jawa Barat ... 8

Gambar 5 Estmasi produksi sampah yang masuk ke TPA Galuga... 9

Gambar 6 Emisi gas dari TPA Galuga (Mg/tahun) menggunakanLandGEM-v302dengan parameterCAA defaults(kiri) dan parameterinventory defaults(kanan)... 9

Gambar 7 Daerah perataan oleh alat berat yang berada di dekat tebing bekas longsor... 13

Gambar 8 Potensi gas metana dari TPA... 14

Gambar 9 Manajemen gas metana dan air lindi suatu TPA ... 14

Gambar 10 Sistem pengolahan gas dari TPA... 14

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian ... 18

Lampiran 2 Data Produksi Sampah Kota Bogor ... 19

Lampiran 3 Hasil Estimasi Perangkat LunakLandGEM-v302... 21

Lampiran 4 Hasil Pengukuran Lapang dan Analisis CH4 pada Gas Chromatograph (GC-8A)... 32

Lampiran 5 Perhitungan Konsentrasi (c) dan Laju Perubahan Konsentrasi (δc/δt) CH4... 34

Lampiran 6 Pengukuran Suhu dalam Boks Penangkap Gas CH4... 37

Lampiran 7 Fluks dan Emisi CH4... 38

Lampiran 8 Data TPA di Seluruh Kota di Jawa Barat ... 39

(11)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari aspek kependudukan, kegiatan perekonomian, dan kebijakan tata ruang. Tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun telah diikuti dengan fenomena lainnya seperti peningkatan permintaan lahan untuk perumahan, tempat pembuangan sampah akhir (TPA), dan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam baik sumberdaya mineral, air, maupun keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhan hidup (BPLHD – Jawa Barat 2007).

Keberadaan tempat pembuangan sampah akhir (TPA) sebagai kawasan terbuka yang menampung dan menjadi tempat tujuan akhir evakuasi sampah menimbulkan pencemaran udara berupa penyebaran bau yang tak sedap. Selain itu, proses biotik pada tumpukan sampah menyebabkan terjadinya dekomposisi sehingga menghasilkan gas-gas tertentu ke udara dan air lindi (leachate) ke dalam tanah. Hal ini menjadi sumber pencemaran bagi daerah sekitar yang terkena dampak langsung oleh adanya TPA.

Gas-gas yang dilepaskan dari TPA ke atmosfer berupa gas rumah kaca (GRK) dan gas pencemar udara, yaitu gas metana (CH4), karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), nitrogen dioksida (NO2) dan lain-lain. Kontribusi tempat pembuangan sampah akhir terhadap peningkatan konsentrasi atau emisi CH4 ke atmosfer pada skala global dapat menaikkan rata-rata suhu permukaan bumi.

Menurut Doorn dan Barlaz (1995), metana yang dihasilkan melalui proses dekomposisi anaerob dari sampah yang terkubur di dalam TPA merupakan penyumbang yang signifikan terhadap emisi CH4global, sekitar 10 sampai 70 Tg/tahun. Boucher et al. (2009) menyatakan bahwa metana merupakan gas rumah kaca antropogenik kedua yang sangat penting setelah karbon dioksida. Potensi pemanasan globalnya atau global warming potential (GWP) dalam horizon waktu 100 tahun sebesar 25 kali lipat yang menjadikannya sebuah target untuk kebijakan mitigasi iklim. Konsentrasi metana di atmosfer telah mengalami peningkatan dari 715 ppbv pada zaman pra–industri menjadi 1.774 ppbv pada tahun 2005. Waktu tinggal gas metana di atmosfer sekitar 10 tahun.

Jumlah massa sampah yang terkumpul dan tertimbun di TPA selain menghasilkan gas metana yang berkontribusi terhadap peningkatan GRK di atmosfer, metana juga berpotensi menjadi sumber energi. Di kota Semarang, gas metana yang dihasilkan dari TPA Jatibarang dimanfaatkan sebagai bahan bakar penghasil listrik (Infokom 2007). Menurut Waryono (2008), fenomena persampahan di Indonesia meningkat dari 80,2 juta ton/hari pada tahun 2000 menjadi 89,6 juta ton/hari pada tahun 2006. Rataan produksi sampah harian di Jakarta tercatat 0,8 kg/hari/kk, di Bangkok 0,9 kg/hari/kk, di Singapura 1,0 kg/hari/kk, dan di Seoul sebanyak 2,8 kg/hari/kk. Doorn dan Barlaz (1995) juga melaporkan laju produksi sampah per kapita di Amerika Serikat dan Kanada berkisar antara 1,7–1,9 kg/hari.

Potensi massa sampah dan gas yang akan dihasilkan, khususnya gas metana cukup signifikan bagi penyediaan energi yang dapat diperbaharui dari setiap TPA yang ada di kabupaten dan kota di Indonesia. Oleh karena itu, suatu sistem pengolahan emisi gas yang berasal dari TPA perlu dilakukan agar dapat menghasilkan dan menyediakan energi alternatif. BPLHD – Jawa Barat (2007) menyebutkan beberapa bentuk lembaga formal yang umum menjadi kendali dalam pengelolaan sampah ini adalah Dinas Kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup dengan Bidang Pelayanan Kebersihan, dan Dinas Cipta Karya dengan Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD).

Kuantifikasi emisi metana dari tempat pembuangan sampah akhir penting untuk mengevaluasi ukuran reduksi sebagai upaya dalam mitigasi CH4 di atmosfer. Terdapat banyak model yang berbeda untuk memprediksi emisi metana dari suatu TPA. Model–model tersebut pada umumnya menggambarkan dekomposisi sampah yang dapat terurai dan produksi gas dari TPA (Jacobs dan Scharff 2006). Kuantifikasi juga bermanfaat sebagai bahan analisis suatu proyek pengolahan sampah khususnya dalam hal pemanfaatan gas metana menjadi bahan bakar sebagai sumber energi alternatif.

1.2 Tujuan

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Klasifikasi Sampah Suryati (2009) mendefinisikan sampah atau yang disebut limbah padat adalah bahan organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memliki manfaat lagi atau benda-benda yang sudah tidak terpakai, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.

Menurut Waryono (2008), masyarakat umum membedakan secara mendasar atas pengertian sampah dan limbah. Pengertian sampah terbatas pada sampah padat baik organik maupun anorganik, sedangkan limbah merupakan bahan buangan (waste) yang dalam prosesnya menggunakan air. Kedua bentuk buangan baik sampah padat maupun limbah cair yang bersumber dari lingkungan masyarakat disebut dengan istilah limbah domestik, yaitu bahan buangan yang bersumber dari lingkungan masyarakat, di mana bentuk dan komposisinya dapat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan. Limbah domestik dapat berasal dari permukiman penduduk, lingkungan perkantoran, pertokoan dan pasar, maupun industri rumah tangga.

Menurut data Dinas Pekerjaan Umum (1986) dalam Suryati (2009), sampah secara umum dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan cara pengelolaan dan pemanfaatannya, yaitu:

1. Sampah basah (garbage)

Sampah basah adalah sampah yang terdiri atas bahan organik, sifatnya mudah busuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Misalnya sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan dedaunan.

2. Sampah kering (rubbish)

Sampah kering adalah sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini dibagi menjadi tiga jenis. a. Sampah kering logam, misalnya

kaleng, pipa besi tua, mur, baut, seng, dan segala jenis logam yang sudah usang.

b. Sampah kering nonlogam yang terdiri atas:

- Sampah kering mudah terbakar (combustible rubbish), misalnya kertas, karton, kayu, kain bekas, dan kulit.

- Sampah kering sulit terbakar (noncombustible rubbish), misalnya pecahan gelas, botol, dan kaca.

c. Sampah lembut, yaitu sampah yang terdiri atas partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernapasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas:

- Debu, misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu asbes dari pabrik pipa atau atap asbes, debu dari pabrik tenun, dan debu dari pabrik semen.

- Abu, misalnya abu kayu atau abu sekam dan abu dari hasil pembakaran sampah (insinerator).

2.2 Proses Pembentukan Gas Metana 2.2.1 Dekomposisi anaerob bahan organik

Metana adalah produk penting yang terbentuk dari hasil degradasi bahan organik oleh bakteri di lingkungan seperti tanah tergenang, lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang (Whitman et al. 1992 dalam Boone 2000). Metana diproduksi di dalam tanah sebagai hasil akhir dari dekomposisi bahan organik secara anaerob. Emisi metana dari tanah terutama berasal dari lahan basah alami, tempat pembuangan sampah akhir, dan padi sawah diperkirakan mewakili setengah dari emisi metana global (Topp dan Pattey 1997).

Menurut Nuryani et al. (2003), bahan organik pada tempat pembuangan sampah akhir akan mengalami penguraian. Penguraian tersebut berlangsung melalui proses kimiawi dan biologis yang selanjutnya akan menghasilkan bahan padat, gas, dan cairan. Secara garis besar, bahan organik akan diuraikan dalam keadaan lingkungan yang beroksigen (aerob) atau keadaan tanpa oksigen (anaerob).

Bakteri penghasil metana (metanogen) terdapat di dalam lingkungan tanpa oksigen. Bakteri metanogen adalah kelompok khusus mikroba yang mengkatabolis sejumlah molekul kecil dan menghasilkan metana sebagai produk katabolik utama. Kelompok bakteri tersebut adalah satu-satunya bentuk kehidupan yang diketahui yang menghasilkan hidrokarbon sebagai produk katabolik utama (Boone 2000).

(13)

3

2.2.2 Produksi dan emisi metana dari TPA

Sampah yang dibuang ke TPA terdiri atas komponen sampah organik dan anorganik. Sampah organik akan mengalami penguraian atau dekomposisi yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain CO2, CH4 dan sebagian kecil H2S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah berupa asam-asam organik (Nuryaniet al.2003).

Thorneloe et al. (2000) menjelaskan pembentukan metana tidak terjadi segera setelah ditempatkan di tempat pembuangan sampah. Proses pembentukan dapat memakan waktu berbulan-bulan atau tahun untuk kondisi lingkungan yang tepat dan populasi mikroba yang diperlukan untuk terbentuknya metana. Banyak faktor pengontrol dekomposisi, antara lain kadar air, konsentrasi nutrisi, kehadiran dan distribusi mikroorganisme, ukuran partikel, fluks air, tingkat pH, dan suhu.

Thorneloe et al. (2000) juga menjelaskan dua faktor yang memiliki pengaruh terbesar pada produksi CH4, yaitu kadar air dan pH. Tingkat produksi CH4 meningkat dengan bertambahnya kadar air meskipun terdapat perbedaan dalam kerapatan, usia, dan komposisi sampah. Faktor pH mempengaruhi laju dan produksi permulaan CH4. Kisaran nilai pH 6,8–7,4 merupakan kisaran pH yang optimum untuk aktivitas bakteri metanogen. Tingkat produksi CH4 menurun tajam pada nilai pH di bawah 6,5 (Zehnder et al. 1982 dalam Thorneloe et al. 2000). Ketika sampah terkubur di tempat pembuangan sampah, sering kali terjadi akumulasi asam karboksilat dengan cepat. Hal ini mengakibatkan penurunan pH dan membutuhkan selang waktu yang lama antara sampah yang terkubur dengan produksi permulaan CH4.

Timbunan sampah mengandung banyak unsur pokok yang memiliki potensi untuk biodegradasi dalam kondisi anaerob. Namun, kemungkinan kondisi yang optimal untuk dekomposisi anaerob dalam tempat pembuangan sampah akhir (TPA) sangat kecil, dengan demikian dapat menimbulkan perkiraan yang berlebihan terhadap emisi yang dihasilkan. Banyak metodologi untuk memperkirakan emisi dengan asumsi kondisi yang optimal. Pada studi yang terbaru, data lapangan dikumpulkan untuk pengembangan sebuah model empiris yang dimaksudkan untuk menggambarkan emisi aktual ke atmosfer (Peeret al.1993).

2.3 Penentuan Potensi CH4 dari Tempat Pembuangan Sampah

Pengetahuan tentang komposisi kimia dari sampah yang terkubur di tempat pembuangan sampah memungkinkan untuk memperkirakan volume CH4 yang dihasilkan. Massa CH4 yang akan dihasilkan dapat dihitung jika semua unsur pokok tertentu dikonversi menjadi CH4, CO2, dan amonia melalui persamaan reaksi (1) yang ada di bawah ini (Parkin dan Owen 1986 dalam Thorneloe et al.2000).

Berdasarkan stoikiometri pada persamaan (1) tersebut, potensi CH4 dari selulosa (C6H10O5) dan hemiselulosa (C5H8O4) adalah 415 dan 424 liter CH4pada suhu dan tekanan standar (00C, 1 atmosfer) per kilogram kering, masing-masing (18,5 dan 18,9 gram CH4/kg kering). Potensi metana ini menunjukan produksi CH4 maksimum jika 100% dari selulosa dan hemiselulosa tersebut diubah menjadi CH4. Namun, dekomposisi dari unsur pokok yang terdapat di TPA berada di bawah 100% terutama karena: (1) beberapa selulosa dan hemiselulosa dikelilingi oleh lignin atau bahan lainnya (seperti plastik) sehingga tidak tersedia secara biologis; dan (2) tidak ada intervensi aktif, sampah yang terkubur tidak memiliki kelembaban, mikroorganisme, dan nutrisi yang merata.

Kesetimbangan massa dapat digunakan untuk memperkirakan potensi CH4 yang tersisa di tempat pembuangan sampah dengan cara mengambil sampel sampah, melakukan analisis kimia yang sesuai, dan menghitung potensi CH4. Idealnya, komposisi kimia awal dan potensi CH4 dari sampah akan diketahui. Perbandingan keadaan potensi awal CH4 dengan potensi pada saat pengambilan sampel akan memberikan informasi tentang bagian dari sampah yang telah terdegradasi. Hal ini memungkinkan untuk mendapatkan beberapa sampel di lokasi TPA dalam memperoleh estimasi dari cakupan wilayah dan tingkat dekomposisinya.

Bogner (1990) dalam Thorneloe (2000) mengemukakan teknik lain untuk menilai potensi CH4 dari sampah, yaitu tes biochemical methane potential (BMP). Pada tes BMP, kemampuan biodegradasi secara anaerob dari sampel sampah (5 sampai 10 gram) diukur dalam sejumlah reaktor kecil (100 sampai 200 ml). BMP menunjukkan potensi CH4 yang terikat pada sampah. Nilai potensi tersebut akan lebih rendah daripada CnHaObNc + [n - ¼a ½b + ¾c]H20

[½n -1

(14)

perkiraan stoikiometrik. Tes BMP juga memerlukan sampel yang mewakili TPA.

Menurut Thorneloe et al. (2000), perbandingan data produksi CH4 antara percobaan di TPA dan di laboratorium cukup sulit karena pada dasarnya tidak ada data dalam literatur terbuka mengenai laju produksi CH4di lapangan. Data produksi CH4 lebih banyak dikumpulkan di bawah kondisi laboratorium daripada kondisi lapangan. Bagaimanapun, data laboratorium tidak selalu dapat dibandingkan dengan percobaan di lapangan. Sebagai contoh, kelembaban, ukuran partikel, dan temperatur tidak sama diantara studi-studi yang telah dilakukan. Selain itu, sebagian besar percobaan laboratorium diselenggarakan untuk menguji berbagai teknik dalam meningkatkan produksi CH4.

2.4 Kuantifikasi Emisi Metana

2.4.1 Teknik pengukuran fluks di lapangan Menurut Topp dan Pattey (1997), pemilihan teknik untuk mengukur fluks metana di permukaan bumi bergantung pada keberhasilan suatu studi dan sumber-sumber yang tersedia. Ketelitian pengukuran fluks metana bergantung pada ketepatan dan ketelitian sensor yang digunakan untuk menentukan konsentrasi metana dan banyaknya sampel yang diambil.

Metana sangat umum diukur dengan menggunakan flame ionization detector(FID) atau thermal conductivity detector (TCD). Tingkat kepekaan FID dalam mendeteksi gas metana kira – kira 10.000 kali lebih sensitif daripada TCD dan dapat mendeteksi gas metana pada konsentrasi di atas 1.000 ppmv. Metodologi analitis yang biasanya digunakan untuk mendapatkan hasil kuantitatif adalah

gas chromatography(GC).

Teknik pengukuran yang digunakan untuk menentukan fluks metana berdasarkan ukuran area pengamatan dapat dibedakan menjadi dua skala, yaitu sistem pengukuran skala kecil dan skala besar (Topp dan Pattey 1997).

Sistem pengukuran skala kecil terdiri dari empat teknik, yaitu:

a. core incubation

b. soil vertical probe

c. open-chamber

d. closed-chamber

Sistem pengukuran skala besar terdiri dari lima teknik, yaitu:

a. tower-based eddy-covariance

b. tower-based relaxed eddy-accumulation

c. tower-based aerodynamic-gradient

d. aircraft-based eddy-covariance

e. aircraft-based relaxed eddy-accumulation

Penjelasan dari beberapa metode di atas adalah sebagai berikut:

a. Core incubation

Tanah bagian dalam yang diambil dari daerah percobaan biasanya diinkubasi di laboratorium untuk studi perbandingan di bawah kondisi yang terkendali. Fluks dari inkubasi sampel tanah tersebut memberikan kadar yang relatif dari pertukaran gas diantara banyak perlakuan. Selanjutnya, validasi dari studi metodologi jenis ini akan sangat berguna dalam menyoroti prosedur percobaan yang tepat dan menjamin bahwa kesamaan diantara pengukuran fluks dengan berbagai teknik yang berbeda bukanlah suatu kebetulan.

b. Soil Vertical Probe

Hukum I difusi Fick dapat digunakan untuk memperkirakan fluks metana dengan cara penentuan konsentrasi metana secara in situ pada profil tanah. Sampel gas dari berbagai kedalaman tanah diambil menggunakan suntikan, kemudian dianalisis pada Gas Chromatograph. Keterbatasan utama dari metode ini adalah alat yang membutuhkan percobaan difusivitas tanah. Hal ini sulit dilakukan terutama pada kandungan kelembaban yang tinggi.

c. Closed Chamber

Pendekatan lain adalah dengan penempatan boks sungkup tertutup (closed chamber) pada permukaan tanah untuk mengisolasi area tanah seluas 1 m2. Metode dibuat dengan boks sungkup tertutup yang diletakkan di atas permukaan tanah selama periode waktu tertentu. Konsentrasi uap diukur dalam chamber setiap beberapa periode waktu. Metode ini menghasilkan data kuantitatif baik nilai konsentrasi dalam

chamber dan nilai fluks (massa/waktu-area) sehingga disebut juga metodeflux chamber.

Fluks yang sangat kecil dapat dideteksi menggunakan teknik ini dengan pengurangan ketinggianchamber dan penambahan periode pengambilan sampel. Teknik closed chamber

tidak membutuhkan modal yang besar, namun memerlukan sumberdaya tenaga kerja yang intensif jika dilakukan pengukuran variabilitas temporal dan spasial (Rochette et al. 1997 dalam Topp dan Pattey 1997).

d. Open Chamber

(15)

Tipe

default Tipelandfill

Nilaik

( )

CAA Konvensional 0,05

CAA Daerah kering 0,02

Inventory Konvensional 0,04

Inventory Daerah kering 0,02

(16)

b. Kapasitas pembentukan metana potensial (Lo)

Nilai Lo hanya bergantung pada jenis dan

komposisi sampah yang masuk ke TPA (Tabel 2). Semakin tinggi kandungan selulosa dari sampah, semakin tinggi pula nilaiLo. NilaiLo

yang digunakan dalam persamaan laju dekomposisi orde pertama diukur dalam satuan meter kubik per Megagram agar konsisten dengan CAA.

Tabel 2 Nilai kapasitas pembentukan metana potensial (Lo)

Tipe

emisi Tipelandfill

NilaiLo

( )

CAA Konvensional 170

CAA Daerah kering 170

Inventory Konvensional 100

Inventory Daerah kering 100

Inventory Lembab (bioreaktor) 96

c. Konsentrasi NMOC

Konsentrasi NMOC dalam gas TPA merupakan sebuah fungsi dari jenis sampah di TPA dan sejumlah reaksi yang menghasilkan berbagai macam senyawa dari dekomposisi anaerob di dalam sampah. Konsentrasi NMOC diukur dalam satuan ppmv. Nilai konsentrasi NMOC untukCAA defaultadalah 4.000 ppmv sebagai hexana. Sedangkan untukinventory defaultadalah 600 ppmv (jika tidak terdapat limbah berbahaya atau tidak diketahui) dan 2.400 ppmv (jika terdapat buangan limbah berbahaya).

d. Kandungan gas metana

Gas dari TPA yang dihitung dalam

LandGEM-v302diasumsikan 50% metana dan 50% karbon dioksida, dengan tambahan unsur-unsur pokok penyerta dari NMOC dan polutan udara lainnya. Produksi metana ditentukan dengan menggunakan persamaan tingkat dekomposisi orde pertama dan tidak mempengaruhi konsentrasi metana. Akan tetapi, konsentrasi metana akan mempengaruhi perhitungan produksi karbon dioksida.

Produksi karbon dioksida ( ) dihitung dari produksi metana ( ) dan persentase kandungan metana ( ).

= ×

⁄ − 1 ... (2)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Mei 2010 di tiga tempat, yaitu: TPA Galuga Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor– Jawa Barat, Laboratorium Gas Rumah Kaca, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan Pati – Jawa Tengah, serta Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Pendugaan emisi metana dengan perangkat lunak

Alat yang dibutuhkan dalam estimasi kuantitatif emisi metana secara otomatis adalah perangkat lunak LandGEM-v302

(Landfill Gas Emissions Model version 3.02) yang dapat diperoleh dari website U.S. Environmental Protection Agency(US-EPA).

Input data yang diperlukan oleh perangkat lunakLandGEM-v302yaitu:

a. Tahun TPA dibuka

b. Tahun rencana TPA ditutup c. Kapasitas desain pembuangan d. Pilihan model perhitungan penutupan e. Penentuan parameter model

f. Jumlah sampah tahunan yang masuk ke TPA sejak tahun pembukaan TPA

LandGEM-v302mengikuti persamaan laju

dekomposisi orde pertama dalam

memperkirakan emisi tahunan pada periode waktu yang ditentukan.

= ∑ ∑ . ... (3)

= jumlah metana tahunan yang dihasilkan pada tahun dilakukan perhitungan (m3/tahun)

i = peningkatan waktu 1 tahun

n = (tahun perhitungan) – (tahun awal pembukaan TPA)

j = peningkatan waktu 0,1 tahun

k = konstanta laju pembentukan metana (1/tahun)

L0 = kapasitas metana potensial (m3/Mg)

Mi = massa dari sampah yang diterima pada

tahun ke-i (Mg)

(17)
(18)

IV. HASIL DAN PE

4.1 Gambaran Umum Da Tempat pembuangan s Galuga terletak di Desa Cibungbulang Kabupaten (Gambar 4). TPA Galuga 18 km dari sebelah Bar secara geografis berad 6°33'58"LS dan 106°38'34

Wilayah TPA Galuga Ha. Namun lahan yang pembuangan aktif baru m Ha. Sampah yang masu berasal dari Kabupaten da rata kuantitas produksi sam TPA ini sebesar 2.600 Kabupaten dan Kota Bogo

BPLHD – Jawa B

laporan tahunannya (An Environment Report, A pengelolaan sampah menggunakan sistem Sampah yang masuk ke dipadatkan menggunakan daerahnya telah ditutu mengurangi aspek k pengolahan air lindi ju Namun, kumpulan massa berada di daerah pe seringkali terjadi long menutupi lahan warga d terjadi curah hujan yang tin

PEMBAHASAN

Daerah Penelitian n sampah akhir (TPA) sa Galuga Kecamatan ten Bogor Jawa Barat luga berada pada jarak arat kota Bogor dan rada pada koordinat

'34"BT.

ga memiliki luas 22,6 ang digunakan untuk u mencapai sekitar 13 asuk ke TPA Galuga dan Kota Bogor. Rata-sampah yang masuk ke 00 m3/hari baik dari

gor (Ulyani 2010). Barat (2007) dalam

Annual State of The

ASER) menyebutkan

di TPA Galuga

controlled landfill. ke TPA diratakan dan an alat berat. Sebagian tutupi tanah untuk kebauan. Instalasi juga telah dibangun. ssa sampah di TPA ini perbukitan sehingga ngsor sampah yang di bawahnya apabila g tinggi terus menerus.

4.2 Kuantifikasi Emisi Me 4.2.1 Hasil pendugaan em

LandGEM-v302 Pendugaan emisi metan dihasilkan dengan mengg lunak LandGEM-v302. T diresmikan untuk beroperas namun sebelumnya sejak digunakan, sehinggga merupakan tahun pembuk Data sampah tahunan sejak TPA diperlukan sebag

LandGEM-v302.

Data volume sampa dimiliki Kantor Lingkung UPTD TPA Galuga Kota B tahun 2006-2016 (Lampira adalah hasil perhitungan kajian TPA Galuga (KLH Data lapangan berupa data yang terangkut ke TPA Galu tahun 2009 yaitu sebesar dilihat pula pada Lampira Bogor yang menangan merencanakan untuk me tahun 2012, sehingga tahun menjadi input padaLandGE

Jumlah sampah yang tid tahun pembukaan TPA dip membuat persamaan ek tahun dengan total produ tersedia. Persamaan ek diperoleh kemudian ditarik 1992 sehingga perkiraan

Metana

emisi metana dengan

tana dari TPA Galuga ggunakan perangkat TPA Galuga telah rasi pada tahun 2002, ak tahun 1992 telah tahun tersebut ukaan TPA Galuga. jak tahun pembukaan bagai input pada

pah tahunan yang ngan Hidup (KLH) ta Bogor tersedia dari iran 2). Data tersebut an konsultan untuk H Kota Bogor 2007). data volume sampah Galuga hanya tersedia ar 583.611 m3 (dapat piran 2). KLH Kota ani TPA Galuga menutup TPA pada un penutupan ini juga

GEM-v302.

(19)

sampah dari tahun 1992 dapat diketahui (Gambar 5 estimasi data sampah ta pembukaan TPA Galuga h penutupan dapat digunaka pendugaan emisi gas yan denganLandGEM-v302.

Ada dua paramete

LandGEM-v302 yang menduga emisi metana d

CAA defaults dan invento

parameter CAA defau

perkiraan emisi yang se setelaninventory defaults

rata-rata dan dapat memperoleh perkiraan terdapat data uji spesifik parameter tersebut memili yang berbeda dalam estim

Nilaidefaultpembentu kapasitas pembentukan

LandGEM-v302pada dasa untuk TPA-TPA yang be tetapi nilai konstanta te diterapkan di Indonesia Galuga karena relatif ses kelembaban, temperatur, yang tinggi di kawasan Gambar 5 Estmasi prod

masuk ke TPA

Tota

Gambar 6 Emisi gas d parameterC

92 sampai tahun 2005 ar 5). Dengan demikian tahunan sejak tahun a hingga tahun rencana kan sebagai input pada ang berasal dari TPA

2.

eter defaults pada g digunakan untuk di TPA Galuga yaitu

ntory defaults. Setelan

efaults menghasilkan sederhana, sedangkan

ltsmenghasilkan emisi t digunakan untuk n emisi yang tidak ik di lapangan. Kedua miliki nilai konstanta imasi emisi metana.

ntukan metana (k) dan n metana (L0) pada

asarnya dikembangkan berada di U.S. Akan tersebut juga dapat esia khususnya TPA sesuai dengan kondisi ur, dan curah hujan n Bogor. Default tipe

landfillyang digunakan dala TPA konvensional dimana ada tambahan air lindi atau Pendugaan emisi meta dengan perangkat lunak menghasilkan emisi total ga dari metana, karbon dioks organik non-metana dari ta 2062 (Gambar 6). Model metana dengan paramete menghasilkan emisi total g pada tahun 2013 sebesa dengan emisi metana yang 12,03 Gg/tahun. Rincian dapat dilihat pada Lam pendugaan emisi metana

inventory defaults mengha gas TPA maksimum pada ta 22,76 Gg/tahun dengan e dihasilkan sebesar 6,08 Gg Rincian emisi gas lainnya pada Lampiran 3.

Kedua parameter model data volume sampah tah emisi tiap tahun. Emisi me dengan jumlah massa samp TPA Galuga. Emisi men setelah satu tahun penutup tahun 2013 kemudian men ada lagi sampah yang mas dengan simulasi rencana p konstanta peluruhan meta masing parameterdefaults.

Nilai kapasitas pem potensial (L0) dari kedua

memiliki selisih yang cuku 170 m3/Mg untuk CAA

m3/Mg untuk inventory d

nilai tersebut didasarkan komposisi sampah terh selulosa dalam sampah kapasitas pembentukan tercantum dalam CAA dan (AP-42).

roduksi sampah yang PA Galuga.

otal landfill gas

Methane

Carbon dioxide

NMOC

s dari TPA Galuga (Mg/tahun) menggunakanLandGE

rCAA defaults(kiri) dan parameterinventory defaults(k

9

dalam simulasi adalah na diasumsikan tidak tau cairan.

etana TPA Galuga nak LandGEM-v302

l gas TPA yang terdiri ioksida, dan senyawa i tahun 1992 sampai del pendugaan emisi eter CAA defaults

l gas TPA maksimum sar 45,02 Gg/tahun ng dihasilkan sebesar n emisi gas lainnya ampiran 3. Model a dengan parameter ghasilkan emisi total a tahun 2013 sebesar emisi metana yang Gg/tahun (Gambar 6). ya juga dapat dilihat

deldefaultsdan input tahunan menentukan meningkat sebanding mpah yang masuk ke encapai maksimum upan TPA yaitu pada enurun karena tidak asuk ke TPA sesuai penutupan TPA dan etana (k)

masing-lts.

embentukan metana ua parameter di atas kup signifikan, yaitu

A defaults dan 100

defaults. Perbedaan an pada jenis dan terhadap kandungan ah di TPA untuk

an metana yang

an faktor emisi EPA

C

GEM-v302 dengan

(20)

4.2.2 Hasil pengukuran emisi CH4 di lapangan

Pengukuran emisi CH4 menggunakan metodeflux chamberuntuk menentukan fluks di permukaan TPA. Sampel gas yang mengandung CH4 diperoleh dengan boks sungkup yang ditempatkan di atas permukaan TPA. Sampel yang dianalisis pada Gas Chromatograph (GC) menghasilkan nilai

peak dan area CH4 yang beragam untuk kelima daerah pengambilan sampel. Perhitungan luas spesifik TPA Galuga dibuat menggunakan grid secara manual pada peta. Tahapan pengukuran dan perhitungan secara lengkap tercantum dalam Lampiran 4–7.

Waktu pengambilan sampel lebih dominan dilakukan pada pagi hari (Tabel 3). Hal ini karena lokasi C, D, dan E merupakan daerah alat-alat berat beroperasi di TPA Galuga pada pukul 09:00 – 15:00 WIB sehingga akan mempersulit pengukuran jika dilakukan pada rentang waktu tersebut. Pada Tabel 4, fluktuasi rata-rata suhu dalam boks selama tiga hari ulangan pengambilan sampel berkisar antara 29,6 – 39,3 0C. Hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perhitungan fluks CH4. Rata-rata suhu tersebut menjadi komponen perhitungan rasio suhu dalam persamaan 5.

Analisis sampel gas pada GC

menghasilkan peak dan area yang

menggambarkan konsentrasi CH4. Sebagian besar konsentrasi CH4menurun dalam interval waktu pengambilan sampel pada ulangan hari kedua, sehingga tanda negatif pada laju perubahan konsentrasi CH4 menunjukkan penurunan konsentrasi terhadap perubahan waktu (Tabel 5). Laju perubahan konsentrasi menjadi faktor penting pada perhitungan fluks yang terjadi di atas permukaan TPA. Nilai fluks CH4 seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6 diperoleh dari perhitungan dengan persamaan 5.

Emisi CH4 diperoleh berdasarkan nilai rata-rata fluks yang dikalikan dengan luas setiap lokasi pengukuran yang mewakilinya (Tabel 7). Total emisi CH4 yang dihasilkan setelah digeneralisasi sebesar 368,9 Mg/tahun. Emisi tertinggi berasal dari lokasi D sebagai lokasi pembuangan aktif sebesar 328,9 Mg/tahun yang menjadi sumber emisi CH4 dominan di TPA Galuga. Nilai rata-rata fluks CH4 yang bertanda negatif yakni lokasi B tidak diperhitungkan sebagai emisi. Hal ini karena emisi merupakan besaran skalar dengan satuan Megagram per tahun yang hanya memiliki nilai dan tidak menunjukkan arah dari dinamika CH4tersebut.

Tabel 3 Waktu pengambilan sampel (WIB)

Lokasi Mei 2010

7 8 9 10

A 15:55 09:52 10:01

B 15:00 09:05 09:21

C 07:11 07:14 07:18

D 07:46 07:52 07:53

E 08:22 08:30 08:32

Tabel 4 Rata-rata suhu (0C) dalam boks Lokasi Pengukuran hari

ke-1 2 3

A 33,1 37,7 39,3

B 37,4 33,6 31,6

C 33,6 32,1 29,9

D 35,9 33,3 29,6

E 37,7 35,2 37,7

Rata-rata 35,5 34,4 33,6

Tabel 5 Laju perubahan konsentrasi CH4

(δc/δt)(ppm/menit)

Lokasi Pengukuran hari

ke-1 2 3

A 0,1575 -0,0455 0,8192

B 0,0782 -0,0711 -0,1173

C 26,7900 -26,3900 23,8210

D 94,1380 -2,5255 1,4091

E 1,0942 1,4219 5,5374

Tabel 6 Fluks CH4(mg/m2/menit)

Lokasi Pengukuran hari ke- Rata-rata

1 2 3

A 0,101 -0,029 0,515 0,196

B 0,049 -0,046 -0,076 -0,024

C 17,164 -16,996 15,451 5,206

D 59,869 -1,620 0,915 19,721

E 0,692 0,906 3,502 1,700

Tabel 7 Emisi CH4TPA Galuga

Lokasi mg/menit mg/

tahun

Mg/ tahun

A 1.886,820 9,92x108 0,992

B 0 0 0

C 22.647,211 1,19x1010 11,903

D 625.760,149 3,29x1011 328,899

E 51.613,140 2,71x1010 27,128

Total 368,922 Mg/tahun

(21)

11

4.2.3 Kuantifikasi Emisi Metana TPA

Galuga

Kuantifikasi emisi metana melalui pendugaan dengan perangkat lunak maupun pengukuran langsung di permukaan TPA menghasilkan jumlah emisi yang berbeda, sesuai dengan persamaan atau formula yang diperhitungkan dari masing-masing metode. Estimasi yang dihasilkan dari simulasi dua parameter model LandGEM-v302 (CAA defaultsdaninventory defaults) menunjukkan perbedaan yang signifikan. Parameter nilai konstanta laju pembentukan metana tidak jauh berbeda, namun kapasitas pembentukan metana potensial dari kedua parameter memiliki nilai yang signifikan berbeda sehingga total gas TPA yang dihasilkan memiliki selisih yang besar. Emisi metana yang dihasilkan dengan parameter modelCAA defaults maksimum sebesar 12,03 Gg/tahun, sedangkan parameter modelinventory defaults

hanya sebesar 6,08 Gg/tahun.

Estimasi emisi metana dengan parameter model CAA defaults lebih sesuai digunakan karena memuat nilai spesifik dariNew Source Performance Standards (NSPS) / Emission Guidelines (EG) dan National Emission Standards for Hazardous Air Pollutants

(NESHAP), sedangkan inventory defaults

hanya berdasarkan pada faktor emisi dari data berbagai uji lapang TPA-TPA di U.S. yang dikumpulkan oleh EPA di dalamCompilation of Air Pollutant Emission Factors (AP-42). Perangkat lunak LandGEM-v302 mengikuti persamaan laju dekomposisi orde pertama, dimana jumlah metana yang dihasilkan merupakan akumulasi dari hasil dekomposisi massa sampah yang diterima mulai tahun pertama pembukaan TPA.

Nilai konstanta laju pembentukan metana (k) menentukan pembentukan metana dari setiap massa sampah di TPA. Nilai k adalah fungsi dari kandungan kelembaban sampah, ketersediaan nutrisi bagi bakteri metanogen, pH, dan temperatur (USEPA 2005). Semakin tinggi nilai konstanta k, semakin cepat laju pembentukannya dan kemudian meluruh terhadap waktu setelah mencapai batas akhir pembentukan. Nilai k yang digunakan dalam simulasi pada parameterCAA defaultssebesar 0,05 per tahun, sedangkan parameter

inventory defaults sebesar 0,04 per tahun. Emisi metana TPA Galuga maksimum terjadi pada 2013 yaitu satu tahun setelah simulasi penutupan TPA pada 2012 dimana tahun tersebut masih terdapat input volume sampah ke TPA. Metana kemudian meluruh secara bertahap tiap tahun sesuai dengan konstantak.

Penelitian oleh Yusrizal (2000) mengenai pendugaan emisi metana dari landfill Bantar Gebang, Bekasi Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak E-PLUS (Energy Project Landfill Gas Utilizations Software). Perangkat lunak ini merupakan alat penghitung otomatis emisi gas TPA sebagai pendukung analisis pengambilan keputusan dalam merancang sistem pengolahan dan pemanfaatan gas dari TPA. Landfill Bantar Gebang beroperasi sejak tahun 1989 dengan luas lahan 108 Ha dan total sampah yang masuk sebanyak 5.000 ton/hari (Lampiran 8). Dalam penelitian tersebut diperoleh total pendugaan emisi metana landfill Bantar Gebang sebesar 55,4 Gg/tahun atau 4,6 kali lebih besar dibandingkan emisi metana TPA Galuga. Oleh karena itu, emisi dapat dipengaruhi oleh luas lahan, usia, massa dan volume sampah yang berada di TPA.

Hasil pendugaan emisi metana TPA Galuga dengan perangkat lunak LandGEM-v302 sebesar 12,03 Gg/tahun dengan parameter CAA defaults atau 6,08 Gg/tahun dengan parameter inventory defaults

menunjukkan cadangan atau potensi kandungan metana yang berada di TPA. Hal ini didasarkan pada proses pembentukan metana dari proses dekomposisi bahan organik secara anaerob yang terjadi di lapisan bagian dalam di TPA. Akumulasi massa sampah yang tertumpuk selama bertahun-tahun membentuk kondisi anaerob dan menghasilkan metana seperti yang ditampilkan pada persamaan laju dekomposisi orde pertamaLandGEM-v302.

Setiap perangkat lunak untuk menduga emisi gas dari TPA memiliki perbedaan pada model atau formula yang digunakan. Versi terakhir yang dikeluarkan oleh USEPA (LandGEM-v302) telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan dari versi-versi sebelumnya. Semakin baik input data volume sampah akan menghasilkan estimasi yang semakin akurat. Pengguna perangkat lunak

LandGEM-v302 juga dapat menetapkan sendiri nilai konstanta atau karakteristik TPA yang diteliti jika tersedia data tersebut. Namun perangkat lunak ini tidak menunjukkan ketinggian atau ketebalan sampah serta input data luas lahan lokasi pembuangan.

(22)

perangkat lunak ini menduga emisi secara kumulatif dari tahun pertama pembukaan TPA. Menurut TWG (2002), ukuran kedalaman penancapan flux chamber dalam pengambilan sampel metana adalah lima kaki di bawah permukaan tanah agar mengurangi efek perubahan suhu dan tekanan dari permukaan. Namun hal ini tidak dapat dilakukan di permukaan TPA Galuga karena keterbatasan alat dan biaya, seperti penggunaan bor atau alat lain dalam pengambilan sampel di kedalaman tertentu.

Metode flux chamber digunakan untuk mengambil sampel gas pada setiap interval waktu tertentu sehingga diperoleh konsentrasi sampel gas yang berbeda-beda dari setiap selang waktu pengambilan sampel. Nilai konsentrasi dihitung untuk memperoleh laju perubahan konsentrasi dan fluks yang terjadi. Teknik ini dapat mendeteksi fluks yang sangat kecil dengan pengurangan ketinggian

chamber dan penambahan periode pengambilan sampel. Teknik closed chamber

tidak membutuhkan modal yang besar, namun memerlukan tenaga kerja yang intensif jika dilakukan pengukuran variabilitas temporal dan spasial (Rochetteet al.1997 dalam Topp dan Pattey 1997).

Hasil perhitungan emisi CH4 dari TPA

Galuga pada hari kedua umumnya

menunjukkan nilai laju perubahan konsentrasi yang bernilai negatif, artinya konsentrasi CH4 yang terukur semakin menurun terhadap perubahan waktu. Kondisi pada malam sebelum pengukuran hari kedua telah terjadi hujan sehingga kadar air dan kelembaban lapisan permukaan TPA Galuga mengalami peningkatan. Perhitungan fluks CH4 menjadi negatif karena laju perubahan konsentrasi CH4 bernilai negatif sebagai implikasi dari konsentrasi CH4 yang menurun. Nilai fluks yang negatif pada saat pengukuran mengindikasikan terjadinya penyerapan gas yang ada di dalam boks sungkup oleh permukaan TPA.

Fluks negatif dapat terjadi seperti penelitian yang dilakukan oleh Lessard et al.

(1994) dalam Topp dan Pattey (1997) yang mengukur fluks metana di lahan hutan di daerah lintang tinggi Ottawa, Ontario pada April hingga November 1992. Mereka menemukan korelasi linear negatif yang kuat antara kadar air tanah dengan pelepasan metana ke udara.

Menurut Topp dan Pattey (1997), metana berdifusi di udara sekitar 104 kali lebih cepat dibandingkan di dalam air. Oleh karena itu, laju difusi metana dapat menjadi terbatas pada

kadar kelembaban yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi CH4menurun karena kelembaban yang tinggi dan absorpsi gas yang berada di dalam boks sungkup oleh permukaan TPA Galuga.

Ada tiga lokasi pengamatan di TPA Galuga yang melepaskan metana ke atmosfer secara signifikan, yaitu lokasi C, D, dan E. Lokasi C adalah area awal pembuangan sampah yang masuk ke TPA. Menurut Thorneloe (2000) pembentukan metana tidak terjadi segera setelah ditempatkan di tempat pembuangan sampah. Proses pembentukan dapat memakan waktu berbulan-bulan atau tahun untuk kondisi lingkungan yang tepat dan populasi mikroba yang diperlukan untuk terbentuknya metana. Namun pada pengukuran di lokasi awal pembuangan didapatkan nilai emisi yang cukup tinggi sebesar 11,9 Mg/tahun. Hal ini karena metana telah terbentuk di dalam lapisan anaerob bagian dasar TPA. Metana terlepas ke atmosfer melalui celah-celah di antara tumpukan sampah sehingga konsentrasi yang terukur di lokasi tersebut cukup tinggi.

Daerah pengamatan yang memiliki emisi CH4 tertinggi adalah lokasi D sebesar 328,9 Mg/tahun. Permukaan lahan TPA Galuga pada lokasi tersebut telah diratakan dan dipadatkan oleh alat berat. Perlakuan pemadatan dapat menyebabkan kandungan udara di bagian permukaan TPA semakin sedikit. Hal ini memungkinkan untuk terjadinya kondisi anaerob sehingga bakteri metanogen dapat aktif menghasilkan gas metana. Proses metanogenesis berlangsung dengan didukung oleh lingkungan tanpa oksigen. Daerah perataan dan pemadatan oleh alat berat di TPA Galuga dapat mengalami perluasan sebanding dengan jumlah massa dan volume sampah yang masuk ke TPA. Dengan demikian, emisi metana dari karakteristik permukaan TPA seperti ini dapat meningkat.

(23)
(24)

yang telah terjadi proses bakteri metanogen. Cada tetap tersimpan di lapisan dapat melewati pori-pori dan hanya sedikit yang sa (Gambar 8).

Gambar 8 Potensi gas (Setyanto 20

Pemanfaatan gas meta melalui sebuah sistem p menjadi sumber energi alte gas metana yang ada di optimum dapat dikump menancapkan pipa ke sampah hingga mendeka diduga memiliki banyak (Gambar 9). Pipa yang dita sebagai saluran gas meta tempat penampungan dan gas untuk diproses menja digunakan dalam memp listrik (Gambar 10).

Gambar 9 Manajemen g suatu TPA (M

Gambar 10 Sistem pengo (ATSDR 200

es metanogenesis oleh adangan tersebut akan isan anaerob, beberapa ori tumpukan sampah sampai ke permukaan

gas metana dari TPA 2010).

etana dapat diproses pengolahan gas agar i alternatif. Kandungan di dalam TPA, secara pulkan dengan cara ke dalam tumpukan kati dasar TPA yang ak kandungan metana ditancapkan berfungsi etana menuju tempat an tempat pengolahan jadi bahan bakar yang produksi panas atau

gas CH4dan air lindi (Mauritius 2008).

ngolahan gas dari TPA 001).

Suatu desain sanitary

dibangun dengan menginte konstruksi tempat pe pengolahan sampah, gas, berasal dari TPA (Gambar memaksimalkan pemanfaa ada di TPA dan aman ter Sistem pengolahan yang dig Galuga menggunakan contr

ini sudah baik sehingga tahapan selanjutnya memun pembangunan sistem termasuk tempat pengola memanfaatkan gas metan bakar sumber energi pemba

Gambar 11 DesainModer

(LMOP 2009).

Setiap satu juta to menghasilkan listrik sekitar gas TPA yang diman 432.000 ft3/hari atau seta m3/hari (LMOP 2009). E jumlah sampah yang masu hingga tahun 2012 3.133.408,985 Mg atau se Berdasarkan hal tersebut, TPA Galuga berpotensi m sekitar 2.507 kW atau memanfaatkan gas metan 49.384 m3/hari yang diper harian 12,03 Gg/tahun em

LandGEM-v302.

Harga listrik berdasarka (TDL) yang tercantum Peraturan Menteri ESDM Tanggal 30 Juni 2010 un rumah tangga (golongan batas daya 450 VA dan 900 dan Rp605 per kWh. Apab di TPA Galuga sejumlah diperkirakan dapat men sekitar 2,5 MW dari peman menjadi bahan bakar pembangkit listrik, maka d

itary landfill modern integrasikan berbagai pembuangan serta s, dan air lindi yang ar 11). Hal ini dapat faatan potensi yang terhadap lingkungan. digunakan pada TPA

ontrolled landfill. Hal ga dengan beberapa ungkinkan dilakukan

sanitary landfill

golahan gas dalam tana menjadi bahan

bangkit listrik.

dern Sanitary Landfill

9).

ton sampah dapat itar 0,8 Megawatt dan anfaatkan sebanyak etara dengan 12.233 . Estimasi kumulatif asuk ke TPA Galuga akan mencapai sekitar 3,1 juta ton. t, jumlah sampah di i menghasilkan listrik u 2,5 MW dengan tana TPA sebanyak iperoleh dari rata-rata emisi metana dengan

(25)

15

listrik yang digunakan secara maksimum akan mencapai Rp9.112.956.019,26 atau sekitar Rp9,1 Milyar per tahun dari listrik 2,5 MW oleh pengguna daya 450 VA. Sulistyowati (2008) juga mengatakan, listrik sebesar 2 MW dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan 400 keluarga, sehingga potensi daya listrik sebesar 2,5 MW dari TPA Galuga dapat dimanfaatkan oleh 500 keluarga.

Pembangunan sistem pengolahan gas dari suatu TPA (Gambar 9, 10, dan 11) dapat menghasilkan pendapatan secara ekonomi dan juga dapat mereduksi emisi gas rumah kaca di atmosfer, khususnya gas metana karena TPA merupakan salah satu sumber emisi metana yang signifikan yang berasal dari aktivitas manusia. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam mitigasi CH4 di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kuantifikasi emisi metana di TPA Galuga yang diperkirakan melalui dua pendekatan dengan perangkat lunak LandGEM-v302 dan metode pengukuran lapang flux chamber

menghasilkan nilai emisi yang berbeda. Potensi emisi metana yang dihasilkan TPA Galuga berdasarkan simulasi LandGEM-v302

tahun 1992-2012 mencapai maksimum pada tahun 2013 sebesar 12,03 Gg/tahun, sedangkan emisi aktual pada pengukuran lapang selama tiga hari pengukuran dengan metodeflux chamberdihasilkan emisi metana dari permukaan TPA sebesar 368,9 Mg/tahun.

Perbedaan karakteristik permukaan TPA sangat mempengaruhi emisi gas yang dilepaskan ke atmosfer. Penutupan permukaan TPA dengan tanah dan vegetasi seperti pada daerah pengukuran A dan B memiliki nilai emisi metana yang relatif sedikit sehingga dapat mengurangi emisi metana ke atmosfer.

Kondisi kelembaban atau kadar air dalam sampah juga mempengaruhi laju emisi metana dari TPA. Nilai rata-rata fluks sebesar -0,024 mg/m2/menit pada daerah vegetasi pisang di atas lahan bekas TPA. Fluks rata-rata tertinggi yang terukur sebesar 19,721 mg/m2/menit pada daerah perataan oleh alat berat.

Pemanfaatan gas metana yang dihasilkan dari TPA Galuga dengan cara diolah menjadi bahan bakar sumber energi pembangkit listrik secara finansial dapat bernilai rupiah. Potensi sampah yang terdapat di TPA Galuga sejumlah 3,1 juta ton diperkirakan dapat menghasilkan energi listrik sebesar 2,5 MW

dari pengolahan gas metana yang setara dengan Rp9,1 Milyar per tahun.

5.2 Saran

Penelitian ini masih bersifat tahap awal. Dianjurkan terdapat penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai kuantifikasi emisi metana dari suatu TPA di Indonesia.

Metode lain dalam pendugaan emisi dengan perangkat lunak atau kuantifikasi di lapangan dapat dilakukan seperti emisi yang dihasilkan dari variasi kedalaman sampah, penambahan jumlah sampel, interval waktu pengambilan, dan lain-lain. Hal ini bermanfaat bagi penelitian berikutnya sebagai perbandingan dalam mengevaluasi sejauh mana metode tersebut relevan digunakan atau dapat diterapkan pada daerah kajian TPA. Jumlah sumberdaya manusia di lapangan yang proporsional dan kinerja yang intensif juga diperlukan agar pengukuran lapang dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan potensi yang terdapat di TPA Galuga dalam pemanfaatan metana menjadi bahan bakar pembangkit listrik, diharapkan Pemerintah setempat tidak menutup TPA pada tahun 2012. Massa dan volume sampah yang terus bertambah dapat menghasilkan potensi yang lebih besar, namun juga dengan memperhatikan keadaan fisik TPA, sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi daerah di sekitar TPA Galuga.

DAFTAR PUSTAKA

[ATSDR] Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2001. Landfill Gas Primer: An overview for environmental health professionals. Department of Health and Human Services. Division

of Health Assessment and

Consultation.

[BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah. 2007.West Java Annual State of The Environment Report

(ASER). Bandung, Jawa Barat – Indonesia.

[DNPI] Dewan Nasional Perubahan Iklim. 2010. Indonesia’s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve. National Council on Climate Change, Indonesia. [KLH] Kantor Lingkungan Hidup. 2007.

Perhitungan Konsultan: Daerah kajian TPA Galuga. Pemerintah Kota Bogor. [LMOP] Landfill Methane Outreach Program.

(26)

BioCycle Conference: Renewable Energy from Organics (19-21 Oktober 2009). U.S. Environmental Protection Agency.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2010.Tarif Dasar Listrik (TDL); Lampiran Peraturan Menteri ESDM Nomor: 07 Tahun 2010 Tanggal 30 Juni 2010. PT PLN (Persero).

[TWG] Technical Working Group. 2002.Soil Vapor Sampling; Vapor Sampling Methodology. SAM Soil Vapor Guidelines.

[USEPA] United States Environmental Protection Agency. 2005.Landfill Gas Emissions Model (LandGEM) version 3.02User’sGuide,EPA-600/R-05/047 (May 2005). Research Triangle Park, NC.

Boone DR. 2000. Biological formation and consumption of methane. In:

Atmospheric Methane: Its role in the global environment, (Khalil MAK, ed.), Springer-Verlag, Heidelberg, p. 42-58.

Boucher O, Friedlingstein P, Collins B, Shine KP. 2009. The indirect global warming potential and global temperature change potential due to methane oxidation.Environ. Res. Lett.4:044007 (5pp).

Doorn MRJ, Barlaz MA. 1995. Estimate of global methane emissions from landfills and open dumps; project summary. Air and Energy Engineering

Research Laboratory, U.S.

Environmental Protection Agency, Research Triangle Park, NC.

Jacobs J, Scharff H. 2006. Applying guidance for methane emission estimation for landfills. Waste Management, 26:417– 429.

Infokom Portal Jateng. 2007. Pemanfaatan gas metana sebagai penghasil listrik, 10-05-2007. [terhubung berkala]. http:// www.indonesia.go.id/id/index.php?opti on=com_content&task=view&id=4283 &Itemid=826[11 Februari 2010]. Mauritius. 2008. Landfill gas to energy

Project; A J-V Sotravic - Bilfinger Birger’s Project. Mare Chicose Landfill Project, Eco Securities Group plc.

Nuryani S, Maas A, Yuwono NW, Karibun S, Kusumo RE. 2003. Kondisi tanah dan prediksi umur tempat pembuangan akhir sampah TPA Bantar Gebang,

Bekasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan,4(1):55-63.

Peer RL, Thorneloe SA, Epperson DL. 1993. A comparison of methode for estimating global methane emissions from landfills. Chemosphere, 26:387-400.

Setyanto P, Rosenani AB, Makarim AK, Che Fauziah I, Bidin A, Suharsih. 2002. Soil controlling factors of methane gas production from flooded rice fields in Pati District, Central Java. Indonesian Journal of Agricultural Science,

3(1):1-11.

Setyanto P. 2010. Komunikasi personal. Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Departemen Pertanian Kota Bogor. Sulistyowati. 2008. Emas hijau bernama

sampah, Gatra edisi 10-09-2008. [terhubung berkala]. http://www.gatra. com/2008-09-01/majalah/beli.php?pil= 23&id=118274[17 Februari 2010]. Suryati T. 2009.Bijak dan Cerdas Mengolah

Sampah: Membuat kompos dari sampah rumah tangga. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Thorneloe SA, Barlaz MA, Peer R, Huff LC, Davis L, Mangino J. 2000. Waste management. In: Atmospheric Methane: Its role in the global environment, (Khalil MAK, ed.), Springer-Verlag, Heidelberg, p. 234-262.

Topp E, Pattey E. 1997. Soils as sources and sinks for atmospheric methane.

Canadian Journal of Soil Science, 7:167-178.

Ulyani. 2010. Komunikasi personal. Kantor Lingkungan Hidup, UPTD TPA Galuga, Pemerintah Kota Bogor. Waryono T. 2008. Konsepsi penanganan

sampah perkotaan secara terpadu berkelanjutan; Kumpulan Makalah Periode 1987-2008.

Yayasan LPMB. 1991. Tata Cara

Pengelolaan Sampah di Pemukiman, SK SNI–T–12–1991–03. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung.

Yusrizal. 2000.Pendugaan Emisi Metana dari Landfill Bantar Gebang. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA. IPB. (tidak dipublikasikan) Wikimapia. 2010. TPA Galuga. [terhubung

(27)

17

(28)

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian

Metode pendugaan emisi metana dari TPA dengan perangkat lunakLandGEM-v302

Metode pengukuran lapang emisi metana dari permukaan TPA denganbox chamber

Boks penangkap gas metana

Pengambilan sampel gas (interval 5 menit)

- Injektor - termometer

Analisis sampel gas pada GC (Gas Chromatograph)

Peakdan

areasampel

Konsentrasi CH4

Laju fluks CH4

Emisi CH4 Mulai

Selesai N

Y

Landfill name or identifier

Provide landfill characteristics

Have model calculate closure year?

- Landfill open year

- Landfill closure year

- Waste acceptance rates

Waste design capacity

Determine model parameters

CAA- defaults Inventory defaults

Graph of

emissions Graph of emissions Start

(29)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Jumlah penduduk total Jiwa 885.751 917.284 949.939 983.757 1.018.779 1.055.047 1.092.607 1.131.504 1.171.785 1.213.255 1.256.447

Jumlah penduduk dilayani Jiwa 521.796 550.07 588.962 619.767 862.206 706.882 742.073 792.053 843.685 909.941 1.005.157

2 Pemukiman dan fasilitas umum

Volume sampah terangkut m3/hari 1.304 1.376 1.472 1.549 1.656 1.767 1.857 1.98 2.109 2.275 2.513

Laju generasi sampah liter/orang/hari 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Volume sampah terangkut m3/tahun 476.139 502.213 537.428 565.537 604.263 645.029 677.963 722.748 769.863 830.321 917.206

3 Pasar

Volume sampah terangkut m3/hari 221 229 237 246 255 264 273 283 293 303 314

Total sampah terangkut m3/tahun 80.825 83.702 86.632 89.768 92.964 96.273 99.700 103.250 106.925 110.710 114.651

4 Total produksi sampah kota Bogor m3/hari 1.526 1.605 1.710 1.795 1.910 2.031 2.131 2.263 2.402 2.578 2.827

m3/tahun 556.964 585.915 624.11 655.305 697.227 741.302 777.663 825.998 876.788 941.031 1.031.857

5 Tambahan dari kabupaten m3/hari 933 981 1.045 1.097 1.167 1.241 1.303 1.383 1.468 1.575 1.728

(61% dari jumlah produksi sampah kota Bogor) m3/tahun 340.383 358.004 382.47 400.385 426.036 453.026 476.634 504.775 535.779 575.037 632.306

6 Sampah yang masuk TPA Galuga m3/tahun 897.347 943.919 1.006.580 1.055.690 1.123.263 1.194.328 1.254.297 1.330.773 1.412.567 1.516.068 1.664.163

7 Konversi volume sampah ke satuan massa

a Massa sampah pemukiman kg/hari 208.640 220.160 235.520 247.840 264.960 282.720 297.120 316.800 337.440 364.000 402.080

kg/tahun 76.182.240 80.354.080 85.988.480 90.485.920 96.682.080 103.204.640 108.474.080 115.639.680 123.178.080 132.851.360 146.752.960

b Massa sampah pasar kg/hari 110.500 114.500 118.500 123.000 127.500 132.000 136.500 141.500 146.500 151.500 157.000

kg/tahun 40.412.500 41.851.000 43.316.000 44.884.000 46.482.000 48.136.500 49.850.000 51.625.000 53.462.500 55.355.000 57.325.500

c Total sampah kota Bogor kg/hari 319.140 334.660 354.020 370.840 392.460 414.720 433.620 458.300 483.940 515.500 559.080

kg/tahun 116.594.740 122.205.080 129.304.480 135.369.920 143.164.080 151.341.140 158.324.080 167.264.680 176.640.580 188.206.360 204.078.460

d Tambahan dari kab. Bogor kg/tahun 54.461.244 57.280.667 61.195.200 64.061.556 68.165.778 72.484.133 76.261.387 80.763.956 85.724.711 92.005.956 101.168.907

Total keseluruhan kg/tahun 171.055.984 179.485.747 190.499.680 199.431.476 211.329.858 223.825.273 234.585.467 248.028.636 262.365.291 280.212.316 305.247.367

Mg/tahun 171.056 179.486 190.500 199.431 211.330 223.825 234.585 248.029 262.365 280.212 305.247

Tahun

(30)

Tahun Mg/thn

1992 83.266,625

1993 88.080,204

1994 93.172,052

1995 98.558,256

1996 104.255,833

1997 110.282,782

1998 116.658,144

1999 123.402,061

2000 130.535,838

2001 138.082,014

2002 146.064,428

2003 154.508,299

2004 163.440,304

2005 172.888,661

2006 171.055,984

2007 179.485,747

2008 190.499,680

2009 199.431,476

2010 211.329,858

2011 223.825,273

2012 234.585,467

2013 248.028,636

2014 262.365,291

2015 280.212,316

2016 305.247,367

R² = 0,996

0.00E+00 5.00E+04 1.00E+05 1.50E+05 2.00E+05 2.50E+05 3.00E+05 3.50E+05

1988 1992 1996 2000 2004 2008 2012 2016 2020

M

g

/t

a

h

u

n

Tahun Sampah yang masuk TPA Galuga

3,5 × 10

3,0 × 10

2,5 × 10

2,0 × 10

1,5 × 10

1,0 × 10

5,0 × 10

0

= 2 × 10 ,

= 2 × 10 ,

Data sampah terangkut dari kota Bogor tahun 2009

Bulan Jumlah Ritasi

Volume (m3)

Jan 6.634 48.947,0

Feb 5.994 43.574,0

Mar 6.342 47.249,5

Apr 6.163 45.874,5

Mei 6.474 48.554,0

Juni 6.291 47.144,0

Juli 6.406 48.745,5

Agts 5.341 43.983,5

Sept 7.356 56.265,5

Okt 6.574 51.183,0

Nov 6.380 50.071,5

Des 6.609 52.019,5

(31)
(32)

Lampiran 3 Lanjutan

Input Review

LANDFILL CHARACTERISTICS

Landfill Open Year 1992

Landfill Closure Year (with 80-year limit) 2012

Actual Closure Year (without limit) 2012

Have Model Calculate Closure Year? No

Waste Design Capacity megagrams

MODEL PARAMETERS

Methane Generation Rate, k 0.050 year-1

Potential Methane Generation Capacity, Lo 170 m

3

/Mg

NMOC Concentration 4,000 ppmv as hexane

Methane Content 50 % by volume

GASES / POLLUTANTS SELECTED

Gas / Pollutant #1: Total landfill gas

Gas / Pollutant #2: Methane

Gas / Pollutant #3: Carbon dioxide

Gas / Pollutant #4: NMOC

WASTE ACCEPTANCE RATES

Year Waste Accepted Waste-In-Place

(Mg/year) (short tons/year) (Mg) (short tons)

1992 83,267 91,593 0 0

1993 88,080 96,888 83,267 91,593

1994 93,172 102,489 171,347 188,482

1995 98,558 108,414 264,519 290,971

1996 104,256 114,681 363,077 399,385

1997 110,283 121,311 467,333 514,066

1998 116,658 128,324 577,616 635,377

1999 123,402 135,742 694,27

Gambar

Gambar 6  Emisi gas ds dari TPA Galuga (Mg/tahun) menggunakan
Tabel 3 Waktu pengambilan sampel (WIB)
Gambar 11 Desain Moderdern Sanitary Landfill

Referensi

Dokumen terkait

(2) Tunjangan yang dimaksud dalam pasal 1 peraturan ini diberikan kepada Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang menjadi tidak cakap bekerja karena cacat fisik atau

Menurut Setyawati (11) pengetahuan Ibu mengenai ASI berpengaruh dalam pelaksanaan ASI eksklusif, karena semakin banyak pengetahuan yang dimiliki ibu mengenai ASI

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.Analisis data yang dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah dari

Berdasarkan hasil dan pembahasan Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi karang lunak Xenia sp., maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak, fraksi heksan, fraksi kloroform dan

Hal ini dapat saja disebabkan oleh dua hal yakni (i) bahwa pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang bersifat menilai diri sendiri (self assessment) , sehingga

dalam istilah feit adalah mencakup dua kategori perbuatan, baik perbuatan tersebut aktif maupun pasif, pembagian tindakan hukum ini sesuai dengan pendapat Ahmad

Dalam pembelajaran fisika, kemampuan berfikir kreatif merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukan

Sampel dalam penelitian ini ialah data rekam medik penderita gastritis dengan diagnosa utama gastritis tanpa mengalami komplikasi yang menjalani rawat inap di