• Tidak ada hasil yang ditemukan

Capturing Carbon Dioxide (CO2) in Biogas Using Calcium Oxide and Sawdust Pellet Combination

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Capturing Carbon Dioxide (CO2) in Biogas Using Calcium Oxide and Sawdust Pellet Combination"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO)

DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON

DIOKSIDA (CO

2

)

PADA BIOGAS

SKRIPSI RIZA KHAEDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO)

DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON

DIOKSIDA (CO

2

)

PADA BIOGAS

SKRIPSI RIZA KHAEDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(3)

RINGKASAN

Riza Khaedar. D14080271. 2012. Penggunaan Pelet Kombinasi Kapur Tohor (CaO) dan Serbuk Gergaji untuk Menangkap Karbon Dioksida (CO2) pada

Biogas. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Salundik, M.Si.

Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, S.Pt., M.Si.

Potensi biogas sangat besar sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan metana (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu

berkisar antara 4.500–6.300 kkal/m3. Metana yang hanya memiliki satu karbon

dalam setiap rantainya, dapat membuat pembakarannya lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Kemurnian biogas yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, kandungan CH4 sekitar 50-60% serta CO2

sekitar 40-60%. Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini

menyebabkan efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas masih belum optimal. Optimalisasi penggunaan biogas dilakukan dengan cara pemurnian, salah satu caranya adalah dengan menggunakan pelet dari kombinasi CaO dan serbuk gergaji kayu.

Penelitian ini menggunakan kapur tohor (CaO) dan limbah serbuk gergaji kayu albasia dan tepung tapioka sebagai bahan dasar pembuatan pelet dengan sistem penjerapan untuk menangkap CO2. Perlakuan pada penelitian ini adalah kombinasi

penggunaan CaO dan serbuk gergaji yang terdiri atas; K35S55 = (CaO : Serbuk gergaji

= 35% : 55%), K45S45 = (CaO : Serbuk gergaji = 45% : 45%), K55S35 = (CaO :

Serbuk gergaji = 55% : 35%). Peubah yang diamati adalah konsentrasi CO2 pada

biogas sebelum dan sesudah pemurnian dan efektivitas pengurangan CO2.

Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan yang nyata terhadap perbedaan konsentrasi karbon dioksida pada saat sebelum dimurnikan dan sesudah pemurnian. Persentase efektivitas penggunaan rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Hasil analisis ragam menunjukan rasio penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu tidak berpengaruh nyata, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa perbedaan rasio penggunaan CaO dan serbuk gergaji mempunyai pengaruh yang sama dalam menurunkan kosentrasi CO2 dalam biogas.

(4)

ABSTRACT

Capturing Carbon Dioxide (CO2) in Biogas Using Calcium Oxide

and Sawdust Pellet Combination Khaedar, R., Salundik and B. W. Putra.

Biogas is one of the alternative energy and has been applied to the community, especially for farming communities. Methane (CH4) and carbon dioxide (CO2) are

the main constituents. Carbon dioxide is an undesirable compound (contaminant). The presence of carbon dioxide is a major problem because generate harmful environmental emissions and causing low calorific value. This research investigated effect and affectivity of combination calcium oxide (CaO) and sawdust in the form of pellet to purify biogas and capture CO2. Biogas purification in this research based on

adsorption system. This research is divided into three different treatments with combination ratio between calcium oxide and sawdust code for treatment are K35S55,

K45S45 and K55S35. Effect of the use pellets combination calcium oxide and sawdust

significantly can reduce CO2 content on biogas. The reduction effect was analyzed by

paired t test. The results showed that there were non significant differences between variation percentage combination CaO and sawdust with CO2 reduction.

(5)

PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO)

DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON

DIOKSIDA (CO

2

)

PADA BIOGAS

SKRIPSI RIZA KHAEDAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Penggunaan Pelet Kombinasi Kapur Tohor (CaO) dan Serbuk Gergaji untuk Menangkap Karbon Dioksida (CO2)pada Biogas

Nama : Riza Khaedar

NIM : D14080271

Menyetujui,

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 6 Agustus 2012 Tanggal Lulus: Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Salundik, M.Si.) NIP. 19640406 198903 1 003

Pembimbing Anggota,

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1990 di Banyumas, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Syaefudin, S. Pd. I, dan Ibu Dra. Yoni Zakariani.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 2 Purwokerto Lor dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Purwokerto. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Purwokerto pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM–D) sebagai ketua Departemen Politik dan Kajian Strategis, periode 2010-2011. Penulis juga aktif dalam forum diskusi dan kajian IPB Social and Politic Center (ISPC), periode

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya.

Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Penggunaan Pelet

Kombinasi Kapur Tohor (CaO) dan Serbuk Gergaji untuk Menangkap Karbon Dioksida (CO2) pada Biogas”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan

untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Ternak, Kandang Ruminansia Besar dan Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH-IPB). Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai bulan Juni 2012.

Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan

efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas masih belum optimal serta dapat menyebabkan korosi pada instalasi biogas yang terbuat dari logam. Pemurnian biogas merupakan cara untuk mengurangi kandungan CO2. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji penggunaan kombinasi

CaO dan serbuk gergaji dalam bentuk pelet untuk menangkap CO2 pada biogas.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu efek penggunaan pelet terhadap kandungan biogas serta efektivitas penjerapan CO2 oleh pelet pemurni.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan adanya kritik dan masukan yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kalangan akademis maupun kalangan umum.

Bogor, Agustus 2012

(9)

vii

Bahan Baku Pembuat Pelet Pemurni ………... 9

Kapur Tohor (CaO)……….. 9

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ………... 23

Perlakuan ……….... 23

Rancangan ……….. 23

(10)

viii

HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 25

Perbedaan Kandungan CO2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian ... 25

Perbedaan Kandungan CO2 melalui Indikator Warna ... 25

Konsentrasi CO2 pada Biogas ... 26

Efektivitas Pelet Penjerap dan Pengaruh Rasio Kombinasi Pelet .... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

UCAPAN TERIMAKASIH ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

ix DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kandungan Biogas ...……….... 6

2. Uji Coba Material Modifikasi Adsorben Zeolit ... 10

3. Komposisi Kimia Serbuk Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria) ... 11

4. Komposisi Campuran Bahan Pembuat Pelet ………... 23

5. Perubahan Warna pada Reagen ... 25

6. Perbedaan Konsentrasi CO2 Hasil Pemurnian ... 27

(12)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Reaksi Pembentukan Biogas ………... 4

2. Proses Pembentukan Biometana dari Limbah Organik ... 4

3. Reaksi Pembentukan Ca(OH)2 ... 9

4. Bahan-Bahan Penyusun Alat Penampung Pelet Pemurni ... 14

5. Alat Penampung Pelet Pemurni yang Siap Digunakan ... 15

6. Penampung Biogas ... 16

7. Serbuk Gergaji Kayu yang Telah Dicuci dan Dikeringkan ... 17

8. Skema Pembuatan Pelet ... 18

9. Pelet Pemurni yang Terbentuk dan Telah Dikeringkan ... 19

10. Peralatan Impinger ... 20

11. Skema Pengambilan Contoh Gas dan Analisis ... 21

12. Perbedaan Warna dalam Larutan Reagen antara Contoh Biogas Sebelum Pemurnian dan Sesudah pemurnian ... 26

13. Rataan Pengurangan Konsentrasi CO2 pada Biogas Sesudah Pemurnian dengan Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji ... 27

(13)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Uji t K35S55 ...………... 38

2. Hasil Analisis Uji t K45S45 ... 38

3. Hasil Analisis Uji t K55S35………... 38

4. Hasil Analisis Deskriptif Persentase Efektivitas Pengurangan CO2 ... 38

5. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Rata-rata Persentase

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis energi yang melanda dunia pada tahun 1970 menyebabkan per-masalahan ekonomi untuk beberapa negara, khususnya negara berkembang yang masih bergantung pada impor bahan bakar minyak dan gas. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan pesatnya perkembangan teknologi industri, maka kebutuhan akan energi terbarukan menjadi pertimbangan yang sangat penting. Usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Sumber energi alternatif yang dikembangkan salah satunya adalah biogas. Biogas jika dikembangkan dengan baik dan benar, maka akan memberi solusi bagi dua masalah sekaligus, yakni menghasilkan sumber energi yang terbarukan dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

(15)

2 Potensi biogas sangat besar sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan metana (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu

berkisar antara 4.500–6.300 kkal/m3 (Hesse, 1982). Metana yang hanya memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat membuat pembakarannya lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Kemurnian biogas yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, kandungan CH4 sekitar 50-60% serta

gas CO2 sekitar 40-60% (Muryanto et al., 2006).

Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan

efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas masih belum optimal. Optimalisasi penggunaan biogas dapat dilakukan dengan cara pemurnian biogas yang bertujuan untuk mengurangi kandungan CO2 pada biogas.

Proses pemunian tersebut salah satu caranya adalah dengan menggunakan pelet dari kombinasi CaO dan serbuk gergaji yang mempunyai kemampuan dalam menjerap CO2.

Proses pemurnian yang dilakukan adalah membuat sistem adsorpsi pada biogas. Prinsip proses pemurnian adalah kapur tohor akan mengikat CO2. Serbuk

gergaji kayu merupakan material yang digunakan sebagai adsorben. Material yang digunakan sebagai adsorben umumnya material yang berpori terutama pada letak tertentu dalam partikel (Hardjono, 1989).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek penggunaan kombinasi CaO dan serbuk gergaji yang berbentuk pelet dalam menurunkan konsentrasi CO2 pada

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Biogas

Produksi biogas merupakan suatu proses yang dikendalikan oleh mikroba. Biogas mengeksploitasi proses biokimia untuk menguraikan berbagai jenis biomasa. Biogas berpotensi dijadikan sebagai sumber energi, karena biodegradasi alami bahan organik dalam kondisi anaerob setiap tahunnya diperkirakan menghasilkan 590-800 juta ton metana ke atmosfer (ISAT/GTZ, 1999).

Biogas merupakan bahan bakar gas dan bahan bakar yang dapat diperbaharui yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan

organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp. Bahan yang

dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable

seperti biomassa (bahan organik bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas perkotaan dan lain-lain. Biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti kerbau, sapi, kambing, kuda dan lain-lain. Kandungan utama biogas adalah gas CH4 dengan

konsentrasi sebesar 50-80 % vol. Kandungan lain dalam biogas yaitu CO2, gas

hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrogen

sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas

CH4, H2 dan CO (Price dan Cheremisinoff, 1981).

Proses anaerobik menghasilkan energi, yaitu biogas yang dihasilkan oleh bioreaktor yang dirancang khusus untuk substrat biomasa, termasuk limbah pertanian, industri dan limbah perkotaan, yang terdegradasi secara anaerobik. Di negara berkembang perluasan biogas telah diterapkan pada reaktor skala kecil yang dirancang untuk mengolah limbah peternakan seperti kotoran sapi, babi dan ekskreta unggas (ISAT/GTZ, 1999).

Pembentukkan Biogas

Biogas yang dibuat dari kotoran ternak sapi mengandung CH4 sebesar 55-65

%, CO2 sebesar 30-35 % dan sedikit H2, N2 dan gas-gas lain. Panas yang dihasilkan

sebesar 600 BTU/cuft. Gas alam yang mengandung CH4 sebesar 80 % dengan panas

sebesar 1000 BTU/cuft. Kandungan CH4 dari biogas dapat ditingkatkan dengan

(17)

4 Proses degradasi bahan organik secara anaerob dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi (Polprasert, 1989), yang terlihat pada Gambar 1.

BO + H2O CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S + Sludge (padat dan cair)

Gambar 1. Reaksi Pembentukkan Biogas. Sumber : Polprasert, 1989

Pembentukkan biogas setidaknya melibatkan tiga komunitas bakteri yang di-perlukan oleh rantai proses biokimia yang melepaskan metana (Nelson, 2011). Digester anaerobik biasanya dirancang untuk beroperasi di zona suhu mesofilik (20-40°C) atau termofilik (>(20-40°C). Sludge yang dihasilkan dari proses penguraian

anaerobik yang berbentuk cair sering digunakan sebagai pupuk (Nelson, 2011). Proses pembentukkan biometan dari perombakan limbah organik yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pembentukkan Biometana dari Limbah Organik Sumber : Brown dan Tata, 1985

(18)

5 Proses fermentasi anaerobik adalah proses penggunaan bahan baku organik dan merubahnya menjadi biogas, komponen utama yang terbentuk adalah CO2 dan

CH4 (Nelson, 2011). Proses fermentasi terdiri dari beberapa proses seperti hidrolisis

polimer (I), fermentasi (II), asetogenesis (III), dan metanogenesis (IV). Fase-fase tersebut merupakan proses utama yang terjadi selama penguraian sampah organik dan pembentukkan biogas (Nelson, 2011).

Hidrolisis. Tahap pertama dalam degradasi anearobik sebagian besar limbah organik adalah hidrolisis. Hidrolisis merupakan pemecahan baha-bahan polimer secara enzimatik menjadi bahan-bahan terlarut (biasanya monomer atau dimer) yang kemudian dapat ditransportasi melewati membran sel. Hasil proses hidrolisis adalah pembentukkan gula-gula dari karbohidrat, asam-asam lemak dari minyak/lemak, dan asam-asam amino dari protein. Proses ini dilakukan oleh mikroorganisme yang mampu menghasilkan enzim hidrolitik. Bakteri hidrolitik dapat dikelompokkan berdasarkan tipe enzim ekstra atau eksoseluler yang dihasilkannya, dan bakteri ini dapat terinhibisi oleh akumulasi gula dan asam amino. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses hidrolisis antara lain adalah pH dan suhu. Efisiensi hidrolisis tertinggi untuk selulosa terjadi pada pH 6,7 dan terendah pada pH 5,1-5,2 (Eastman dan Ferguson, 1981). Suhu juga berpengaruh pada laju hidrolisis. Pada pH netral dilaporkan bahwa hidrolisis optimum untuk selulosa terjadi pada suhu 40o C.

Fermentasi. Fermentasi merupakan proses utama disimiliasi bahan organik pada lingkungan anaerobik. Bahan-bahan organik terlarut difermentasi menjadi berbagai produk akhir, meliputi asam-asam format, asetat, propionat, butirat, laktat, suksinat, etanol, karbon dioksida, dan gas hidrogen (Romli, 2010).

Asetogenesis. Bakteri metanogen tidak dapat menggunakan produk-produk fermentasi dengan atom karbon lebih dari dua untuk pertumbuhannya. Bakteri ini hanya menggunakan sumber-sumber energi sederhana, misalnya asetat, metanol, metilamin, CO2 dan H2 atau format. Dalam proses oksidasi ini dihasilkan hidrogen

(19)

6 Metanogenesis. Fungsi utama bakteri hidrolitik dan fermentatif adalah untuk memecah biopolimer menjadi unit-unit monomer dan konversi monomer ini menjadi produk-produk yang lebih sederhana. Proses dalam reaktor anaerobik aktivitas bakteri fermentasi harus dilengkapi dengan aktivitas bakteri metanogen yang mengkonversi produk-produk fermentasi menjadi gas metana yang tidak larut yang akan terlepas ke atmosfer. Dua kelompok utama bakteri yang bertanggung jawab dalam pembentukkan metana yaitu bakteri metanogen asetoklastik dan bakteri metanogen pengguna hidrogen (Romli, 2010).

Komposisi Biogas

Biogas mengandung CH4 50-70% dan 30-50% CO2, serta sejumlah kecil gas

lainnya termasuk H2S, tergantung pada substrat (Sasse, 1988). Metana adalah

komponen terutama yang dapat menghasilkan nilai kalori sebesar 21-24 MJ/m3 atau sekitar 6 kWh/m3 (Dimpl, 2010). Menurut Wellinger dan Lindenberg (2000), komposisi biogas yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan.

Komponen lainnya yang ditemukan dalam kisaran konsentrasi kecil (trace element) antara lain senyawa sulfur organik, senyawa hidrokarbon terhalogenasi, H2,

N2, CO dan O2. Komposisi utama yang terdapat dalam biogas ditunjukkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kandungan Biogas

No. Komponen Satuan Komposisi

1* 2*

(20)

7 Pemurnian Biogas

Kemurnian biogas menjadi pertimbangan yang sangat penting karena berpengaruh terhadap nilai kalor/panas yang dihasilkan, sehingga biogas yang dihasilkan perlu dilakukan pemurnian terhadap impuritas-impuritas yang lain. Impuritas yang berpengaruh terhadap nilai kalor/panas adalah CO2, keberadaan CO2

dalam biogas sangat tidak diinginkan karena semakin tinggi kadar CO2 dalam CH4

maka semakin rendah nilai kalor biogas dan akan mengganggu proses pembakaran. Pemisahan CO2 dari biogas terdapat berbagai teknologi yang dikembangkan, yaitu :

Absorbsi. Metode absorbsi biogas baik secara fisika maupun kimia efektif untuk laju alir gas yang rendah dimana biogas dioperasikan pada kondisi normal. Salah satu metode yang sederhana dan murah yaitu menggunakan air bertekanan sebagai absorben (Shannon et al., 2006).

Adsorpsi pada Permukaan Zat Padat. Proses adsorpsi permukaan zat padat melibatkan transfer zat terlarut dalam gas menuju ke permukaan zat padat, dimana proses transfer digerakkan oleh gaya Van der wall. Adsorben yang digunakan biasanya berbentuk granular yang mempunyai luas permukaan besar tiap satuan volume. Pemurnian gas dapat menggunakan padatan yang berupa silika, alumina, karbon aktif atau silikat yang kemudian dikenal dengan nama molecular sieve

(Wellinger dan Lindeberg, 2000).

Pemisahan Secara Kriogenik. Kriogenik merupakan salah satu metode pemurnian yang melibatkan campuran gas dengan kondensasi fraksional dan destilasi pada temperatur rendah. Proses kriogenik diawali dengan crude biogas ditekan hingga

mencapai 80 bar. Proses kompresi ini berjalan secara multistage dengan intercooler.

Biogas bertekanan kemudian dikeringkan untuk menghindari terjadinya pembekuan selama proses pendinginan berlangsung. Kemudian biogas didinginkan oleh chiller

dan heat exchanger hingga -45 oC, CO2 yang terkondensasi dihilangkan di dalam

separator. Kemudian CO2 diproses lebih lanjut untuk menemukan kembali CH4 yang

terlarut, hasil dari proses recovery CH4 kemudian dimanfaakan kembali menuju inlet

(21)

8 Pemisahan dengan Membran. Metode ini beberapa komponen atau campuran dari gas ditransportasikan melalui lapisan tipis membran (< 1mm). Transportasi tiap komponen dikendalikan oleh perbedaan tekanan parsial pada membran dan permeabilitas tiap komponen dalam membran. Pencapaian gas metana dengan kemurnian yang tinggi maka harus diikuti pula dengan permeabilitas yang tinggi. Membran padat dapat disusun dari polimer selulosa asetat yang mempunyai permebilitas untuk CO2 dan H2S mencapai 20 dan 60 kali berturut-turut lebih tinggi

dibanding permeabilitas CH4. Tekanan sebesar 25-40 bar diperlukan untuk proses

membran tersebut (Huang, 2005). Inti dari konsep pemisahan dengan membran adalah selektifitas dan permeabilitas yang tinggi. Pemisahan CO2 dengan membran

konvensional sering dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut mendorong para peneliti mengembangkan material baru untuk pemisahan CO2

dengan membran. Material baru tersebut adalah kombinasi antara polimerik membran dan inorganik membran yang disebut dengan MMMs (Mixed Matrix Membranes).

Pemilihan proses yang tepat untuk aplikasi tertentu tergantung pada skala operasi yang digunakan, komposisi gas yang akan dimurnikan, tingkat kemurnian yang dibutuhkan dan kebutuhan untuk pengurangan CO2 (MNES, 2001).

Kotoran Sapi

Sahidu (1983) mengemukakan hasil pengamatan beberapa peneliti bahwa rata-rata satu ekor sapi menghasilkan kotoran sebanyak 27 kg/ekor/hari. Kotoran sapi yang tinggi kandungan hara dan energinya berpotensi untuk dijadikan bahan baku penghasil biogas (Sucipto, 2009). Kotoran sapi adalah limbah peternakan yang merupakan buangan dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat dan dalam proses pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas seperti CH4 dan NH3.

Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi bervariasi tergantung pada keadaan tingkat produksinya, macam, jumlah makanan yang dimakannya, serta individu ternak sendiri (Abdulgani, 1988). Rata-rata biogas yang dihasilkan oleh kotoran sapi adalah 0,20-1,11 m3/kg dari bahan padatan kering, dengan kandungan CH4 sekitar

(22)

9 nutrisi ini yang mengakibatkan limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan (Munawaroh, 2010).

Kotoran (feses) sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa feses sapi mengandung selulosa (22,59%), hemiselulosa (18,32%), lignin (10,20%), total karbon organik (34,72%), total nitrogen (1,26%), rasio C/N 27,56 (Munawaroh, 2010). Kotoran hewan dianggap substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas substrat dalam kotoran sapi telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat didalam perut hewan ruminansia (Munawaroh, 2010).

Bahan Baku Pembuatan Pelet Pemurni

Kapur Tohor (CaO)

Kapur tohor merupakan material berwarna putih dengan rumus kimia CaO. Kapur tohor mempunyai umur simpan yang relatif pendek jika dibiarkan dalam ruangan terbuka. Penyimpanan CaO dalam ruang terbuka akan merubah CaO sedikit demi sedikit menjadi Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk putih karena bereaksi dengan

uap air yang ada di udara (Chang dan Tikkanen, 1988).

Kapur tohor atau CaO merupakan bahan yang bersifat sangat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk (Chang dan Tikkanen,

1988). Reaksi yang terbentuk seperti pada Gambar 3.

CaO(s) + H2O (l) Ca(OH)2 (s)

Gambar 3. Reaksi Pembentukkan Ca(OH)2.

Sumber : Chang dan Tikkanen, 1988

Kapur mati (Ca(OH)2 atau hydrated lime) akan terdekomposisi karena

bereaksi dengan CO2 dan menghasilkan CaCO3 yang merupakan bahan awal CaO

(23)

10 Kapur tohor mempunyai kemampuan untuk mengurangi kandungan karbon dioksida pada biogas, hal ini seperti yang dilaporkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wahono (2010) yang membandingkan kapur yang dicampur dengan zeolit alam termodifikasi dan bahan-bahan lain sebagai penangkap karbon dioksida (CO2) pada

biogas. Data hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Coba Material Modifikasi Adsorben Zeolit (Uji Generator untuk Gerinda 670 watt)

Material tambahan Bentuk material Vavg Aavg Wavg

NaOH (kerikil) Kerikil 147 1,1 162

Bentonit Pelet 176,9 1,13 200

Kaolin Pelet 181,9 1,13 206

Kapur tohor Pelet 164,7 1,1 181

Keterangan: Vavg tegangan listrik rata – rata (Volt), Aavg arus listrik rata – rata (Ampere), Wavg daya

listrik rata-rata (Watt). Sumber: Wahono (2010)

Modifikasi adsorben zeolit dengan materi tambahan kapur tohor menghasilkan daya listrik yang tinggi merupakan tujuan dari hasil konversi listrik dari biogas, Daya listrik yang tinggi (180 – 200 Watt) tersebut memiliki korelasi dengan kadar metana biogas yang dipergunakan sebagai bahan bakar (Wahono, 2010). Perbedaan kadar metana dalam biogas tersebut dapat terjadi karena perbedaan kemampuan material penyerap dalam menyerap gas-gas pengotor. Kadar metana biogas yang dihasilkan oleh hasil penyerapan material dalam alat filter biogas tinggi, maka daya listrik yang dihasilkan juga tinggi dan begitu juga sebaliknya (Wahono, 2010).

Serbuk Gergaji Kayu

Serbuk gergaji kayu merupakan serbuk halus yang ukurannya relatif seragam. Sedangkan limbah sabetan dan potongan kayu mempunyai ukuran besar dan bervariasi. Limbah gergaji yang terdapat di industri penggergaji kecil biasanya berasal dari jenis kayu campuran dengan berat jenis yang beraneka ragam (Gusmaelina et al., 2003). Limbah pengolahan kayu dapat berbentuk serbuk gergaji,

(24)

11 seluruhnya. Limbah serbuk gergaji kayu sekitar 10% dan potongan kayu sekitar 14,3%.

Serbuk gergaji kayu mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan penjerap (Zhao et al., 2011). Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sebagai

bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan bakunya mudah didapat. Serbuk gergaji telah dimanfaatkan dalam proses penjerapan

ion logam krom (Cr2+) pada pengelolaan limbah cair hasil pengolahan kulit. Pemanfaatan

serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan bakunya mudah didapat mengingat negara Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas.

Hasil analisis komposisi kimia serbuk gergaji kayu albasia (Paraserianthes falcataria) dapat dilihat pada Tabel 3, yang memperlihatkan bahwa tumbuhan ini

termasuk dalam kelas dengan kandungan selulosa tinggi, sedangkan kadar lignin pada tanaman ini termasuk sedang yaitu berada diantara 18-33% (Pari, 1996).

Tabel 3. Komposisi Kimia Serbuk Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria)

Komponen Kandungan (%)

(25)

12 Perekat Tapioka

(26)

13 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Fakultas Peternakan IPB untuk pembuatan alat dan pembuatan pelet pemurni. Contoh biogas yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari instalasi biogas yang ada di kandang ruminansia besar Fakultas Peternakan IPB. Analisis kandungan gas dilakukan di Laboratoriun Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH-IPB). Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai bulan Juni 2012.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pelet pemurni biogas antara lain CaO, tepung kanji, serbuk gergaji kayu albasia, aquades. Bahan-bahan untuk pembuatan alat filter (alat untuk menampung pelet) terdiri dari pipa PVC 3 inci, dop

3 inci, pipa tembaga (nepel), lem PVC, lem epoxy (plastic steel), gabus filter.

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan penampung biogas antara lain adalah plastik

polyethylene, pipa PVC ½”, pipa PVC sambungan siku ½”, PVC sambungan T ½”,

PVC ulir ½”, lem PVC, stop kran, ban dalam, tali karet ban dalam, dan selang (selang plastik & selang gas). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan penyerap CO2 dan larutan phenolphthalein (PP), serta biogas yang

berasal dari digester yang terdapat di kandang ruminansia besar.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah solder, tang, kompor, baskom, gelas ukur, ayakan, saringan, alat pencetak/pembentuk pelet, panci, sarung tangan, amplas, kikir, gergaji, serok plastik, loyang, botol plastik, tabung impinger,

(27)

14 Prosedur

Tahapan kerja penelitian ini terdiri atas dua tahap yaitu tahap penelitan pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian utama terdiri atas proses pengukuran konsentrasi CO2 pada biogas.

Penelitian Pendahuluan

Tahapan penelitian pendahuluan terdiri atas pembuatan alat penampung pelet pemurni, dan pembuatan penampung biogas. Alat filter biogas adalah alat yang digunakan sebagai pemurni biogas. Pembuatan alat ini menggunakan pipa PVC berukuran 3 inci. Proses pembuatan dimulai dengan pengukuran panjang pipa. Pipa yang akan digunakan sepanjang 35 cm. Tahap berikutnya adalah penggergajian untuk memotong pipa, lalu pembersihan bagian pipa pada kedua ujungnya dari sisa-sisa proses penggergajian dengan menggunakan amplas dan kikir. Dop yang

digunakan untuk menutup kedua ujung pipa dilubangi bagian tengahnya terlebih dahulu dengan menggunakan solder. Bagian yang telah dilubangi kemudian dibersihkan dengan menggunakan kikir. Pipa tembaga (nepel) dimasukan pada

bagian tengah dop tersebut lalu dikencangkan dengan menggunakan tang.

Bahan-bahan yang sudah disatukan kemudian pada sela-sela sambungannya dilapisi dengan lem epoxy (plastic steel) untuk menghindari resiko kebocoran. Bahan-bahan yang

digunakan untuk pembuatan alat penampung dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bahan-Bahan Penyusun Alat Penampung Pelet Pemurni.

(28)

15

Dop dan pipa tembaga yang sudah terpasang digabungkan dengan gabus

filter, yang sebelumnya telah dipotong dengan bentuk lingkaran. Pemasangan dop

pada pipa dilakukan dengan mengelem bagian ujung pipa kemudian menekan dop

sehingga dapat terpasang menyatu dengan pipa. Pemasangan dop pertama hanya

pa-da salah satu ujung pipa. Ujung pipa lainnya dibiarkan terbuka untuk pengisian pelet. Prosedur yang sama dilakukan untuk menutup ujung pipa yang masih terbuka. Alat pemurni yang telah terisi dengan pelet pemurni kemudian dicat dengan menggunakan cat semprot (pylox). Alat filter yang siap digunakan dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Alat Penampung Pelet Pemurni yang Siap Digunakan. Sumber: Dokumentasi penelitian

Penampung gas dibuat dari bahan plastik polyethylene yang berdiameter 0,65

meter dan panjang 5 meter. Plastik polyethylene pertama-tama disiapkan sepanjang

10 meter, kemudian plastik tersebut dibagi menjadi dua bagian sama panjang. Plastik yang telah terbagi tersebut digunakan sebagai penampung dengan dua lapisan.

Penampung plastik kemudian diikat dengan menggunakan tali karet dari ban dalam lalu dihubungkan dengan pipa PVC ½” pada kedua ujungnya. Ujung dari plastik penampung dihubungkan langsung dengan digester, sehingga gas dapat mengalir ke dalam plastik, sedangkan ujung yang satunya ditujukan untuk digunakan sebagai penghubung ke peralatan impinger, setelah semua terpasang dengan benar,

(29)

16 dalam penelitian. Penampung gas yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Penampung Biogas.

Sumber: Dokumentasi penelitian

Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari pembuatan pelet pemurni, pengambilan contoh biogas untuk dianalisis kandungan CO2. Proses pembuatan pelet pemurni berbahan

dasar CaO dan serbuk gergaji kayu albasia terdiri dari beberapa proses. Proses-proses pembuatan pelet pemurni terdiri atas pembersihan serbuk gergaji, penentuan persentase bahan pada tiap-tiap perlakuan sampai pada pembentukan pelet dengan bantuan alat. Proses pertama dalam membuat pelet adalah mencuci serbuk gergaji kayu. Serbuk gergaji kayu yang digunakan berasal dari sisa/limbah pemotongan kayu albasia. Serbuk gergaji kayu dicuci dengan menggunakan aquades, tujuan pencucian dengan aquades adalah untuk membersihkan serbuk gergaji kayu dari kotoran-kotoran (Zhao et al., 2011).

(30)

17 Gambar 7. Serbuk Gergaji Kayu yang Telah Dicuci dan Dikeringkan.

Sumber: Dokumentasi penelitian

(31)

18 Gambar 8. Skema Pembuatan Pelet.

Pelet yang telah terbentuk kemudian dimasukan ke dalam alat filter melalui ujung yang belum tertutup dop. Pelet yang diisikan ke dalam alat penampung

diisikan hingga alat pemurni terisi penuh. Pipa yang telah terisi penuh kemudian ditutup dengan dop. Alat filter yang telah terisi pelet siap dihubungkan dengan

instalasi biogas. Gambar pelet yang terbentuk setelah proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 9.

Persiapan serbuk gergaji

Dicuci dengan aquades

Pengeringan dengan oven 24 jam, 75 ºC

Penentuan komposisi pelet menurut perlakuan

Pencampuran bahan

Pembuatan perekat

Pembuatan adonan (bahan + perekat)

(32)

19 Gambar 9. Pelet Pemurni yang Terbentuk dan Telah Dikeringkan

Sumber: Dokumentasi penelitian

Biogas yang telah tertampung dalam penampung gas kemudian diambil contohnya untuk dianalisis kandungan CO2 baik sebelum melalui proses pemurnian

dan setelah melalui proses pemurnian. Pengukuran contoh biogas sebelum memasuki alat pemurni berasal langsung dari instalasi biogas, sedangkan pengukuran contoh biogas setelah memasuki alat pemurni dilakukan dengan mengalirkan biogas terlebih dahulu ke dalam alat pemurni.

Pengambilan contoh biogas dilakukan dengan menggunakan peralatan

impinger yang terdiri dari kotak impinger, tabung impinger, vacuum pump, dan

tripod. Pengambilan contoh gas diawali dengan proses kalibrasi untuk menentukan lamanya waktu yang digunakan untuk mengalirkan biogas ke dalam tabung impinger

sehingga bereaksi dengan larutan penyerap CO2 dan larutan indikator PP serta

menentukan laju alir biogas yang mengalir dalam larutan penyerap dan reagen. Larutan absorben yang digunakan adalah larutan sodium karbonat yang ditambahkan larutan indikator PP (phenolphthalein). Hasil kalibrasi didapatkan

waktu untuk mengalirkan gas ke dalam tabung impinger selama 10 detik. Pengambilan contoh biogas kemudian dilakukan dengan mengalirkan gas ke dalam tabung impinger dengan laju alir yang telah diatur pada proses kalibrasi yaitu sebesar

0,5 l/m. Contoh biogas sebelum dimurnikan diambil dengan cara mengalirkannya langsung pada impinger melalui selang plastik yang dihubungkan pada kran gas.

Contoh biogas yang melewati proses pemurnian dihubungkan terlebih dahulu dengan alat pemurni sebelum dihubungkan dengan impinger melalui selang plastik. Biogas

(33)

20 Contoh biogas yang masuk terhisap ke dalam tabung impinger yang berisi

larutan sodium karbonat dan indikator PP merubah warna larutan tersebut dari yang sebelumnya berwarna merah muda menjadi jernih (tidak berwarna).

Gambar 10. Peralatan Impinger

Sumber: Dokumentasi penelitian

(34)

21 Gambar 11. Skema Pengambilan Contoh Gas dan Analisis.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain: 1. Kandungan Gas Karbon Dioksida pada Biogas

Kandungan CO2 dianalisis dengan mengguanakan metode titrimetrik. Contoh

biogas dititrasi dengan larutan titran (HCl) sehingga diketahui ml titrasi contoh yang kemudian dibandingkan dengan titrasi blanko sehingga diperoleh mg/m3 CO2 yang

terkandung dalam biogas melalui rumus sebagai berikut: Biogas

Penampung biogas

Melalui alat pemurni

(Proses pemurnian) Impinger

Contoh CO2

sesudah pemurnian

Contoh CO2

sebelum pemurnian

Analisis Laboratorium

(35)

22 mg/m3 CO2

=

( – )

( ) ( ) /

Keterangan:

Tb = Titrasi blanko (ml) Ts = Titrasi sampel (ml) BE = Berat ekuivalen

Kandungan CO2 dalam mg/m3 kemudian dikonversi dalam satuan ppm, dengan

rumus sebagai berikut:

ppm CO = mg

m CO x 24,47

BM [ CO ]

2. Efektivitas Penggunaan Pelet Pemurni

Efektivitas digunakan untuk mengetahui hubungan keberhasilan CO2 yang

terjerap oleh pelet pemurni dengan target/tujuan yang ditetapkan. Target/tujuan didapatkan dengan menggunakan asumsi bahwa CO2 yang ingin dihilangkan adalah

sebesar 100%, oleh karena itu target/tujuan sama dengan besarnya kandungan CO2

awal, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

Efektivitas = [ CO ] awal−[ CO ] akhir

[ CO ] awal 100%

Keterangan:

[CO2] awal = Konsentrasi CO2 sebelum pemurnian (ppm)

(36)

23 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan tiga macam kombinasi campuran bahan pembuat pelet berdasarkan variasi penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu albasia. Komposisi campuran yang digunakan pada penelitian ini akan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Campuran Bahan Pembuat Pelet

Bahan Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan kapur tohor dan serbuk gergaji dengan kombinasi K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk

gergaji = 45% : 45%), K55S35 (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%). Masing-masing

perlakuan akan mendapat tiga kali ulangan. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah:

Yij = μ + Pi + εij Keterangan :

Yij = Respon perlakuan pemberian taraf CaO dan serbuk gergaji kayu ke-i pada ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

Pi = Pengaruh pemberian CaO dan serbuk gergaji ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan pada pemberian CaO dan serbuk gergaji ke-i pada

(37)

24 Analisis Data

Data diuji dengan menggunakan uji t berpasangan (paired t-test) untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan konsentrasi CO2 dalam ppm sebelum dan

sesudah dimurnikan. Model matematika uji t berpasangan yang digunakan menurut Walpole (1993) adalah:

=

n(∑ ) −(Σ ) n−1

Keterangan:

t = Nilai t hitung

Σd = Jumlah selisih data pengamatan

n = Jumlah pasangan data yang diamati

Σd2 = Kuadrat jumlah selisih data pengamatan

Data kemudian diuji analysis of variance (ANOVA) dengan menggunakan

(38)

25 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Kandungan CO2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian

Perbedaan Kandungan CO2 melalui Indikator Warna

Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan angka kandungan CO2, dilakukan dengan menyerap biogas ke dalam

larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP yang dituangkan dan ditampung dalam tabung impinger sebagai reagen. Pengambilan

contoh dengan impinger hakekatnya adalah menarik udara terkontaminasi ke dalam

larutan penangkap dalam impinger. Gas kontaminan dalam gelembung-gelembung

udara bereaksi dengan reagen dalam larutan penangkap (Agustini et al., 2005).

Pengambilan contoh biogas dengan menggunakan larutan sodium karbonat dan penambahan indikator PPdidapatkan hasil yang berbeda pada warna yang dihasilkan pada reagen yang digunakan. Data hasil pengamatan perubahan warna reagen dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Warna pada Reagen

Perlakuan Indikator warna reagen

Sebelum pemurnian Sesudah Pemurnian

K35S55 ++ +++

K45S45 ++ +++

K55S35 ++ +++

Keterangan: ++++: merah muda, +++: agak merah muda, ++: agak jernih, +:jernih

Larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP akan berwarna merah muda (fuchsia) karena larutan sodium karbonat memiliki pH lebih

dari 10,0. Sodium karbonat memiliki kemampuan untuk menyerap CO2, sehingga

ketika reagen dialiri dengan CO2 yang terkandung dalam biogas warna merah muda

reagen tersebut akan berangsur-angsur menghilang, bahkan dengan kandungan gas CO2 yang tinggi warna reagen akan menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan

warna ini disebabkan oleh sodium karbonat yang ditambahkan indikator PP bereaksi dengan CO2 (Michael et al., 1969). Perubahan warna reagen dalam tabung impinger

(39)

26 Gambar 12. Perbedaan Warna dalam Larutan Reagen antara Contoh Biogas Sebelum

Pemurnian dan Sesudah Pemurnian. Sumber: Dokumentasi penelitian

Reaksi CO2 yang terjerap dengan reagen (larutan indikator PP) menyebabkan

pH turun secara drastis diambang batas sehingga terjadi perubahan warna karena apabila pH pada PP turun hingga dibawah 8,2 akan merubah warna merah muda menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan warna ini sebagai indikator adanya pelepasan ion H+ melalui reaksi berikut:

OH

-(aq) + CO2(g) CO32-(aq)+ H+(aq)

Sumber : Michael et al., 1969

Konsentrasi CO2 pada Biogas.

Pengambilan contoh dengan tabung impinger yang berisi reagen sodium karbonat dan indikator PP dapat dijadikan indikator awal dalam pendugaan kandungan CO2 yang terdapat pada biogas pada saat sebelum dan sesudah

dimurnikan. Data kuantitatif kandungan CO2 pada biogas disajikan dalam satuan

ppm (parts per million), bagian per juta juga dapat dinyatakan sebagai miligram per

liter (mg / L). Pengukuran ini adalah massa kimia atau pencemar per unit volume air (Satterfield & Black, 2004). Data konsentrasi CO2 biogas sebelum dan sesudah

(40)

27 Tabel 6. Perbedaan Konsentrasi CO2 Hasil Pemurnian.

Perlakuan Konsentrasi CO2 (ppm)

Sebelum pemurnian Sesudah pemurnian

K35S55 6,55 ± 0,26a 2,13 ± 0,26b

K45S45 6,70 ± 0,26a 2,13 ± 0,26b

K55S35 6,55 ± 0.26a 2,13 ± 0,26b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan beda nyata (P<0,05). Hasil

analisis Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB (2012). K35S55 (CaO 35%

: serbuk gergaji kayu 55%), K45S45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K55S35 (CaO

55% : serbuk gergaji kayu 35%)

Hasil uji t berpasangan menunjukan bahwa respon perbedaan konsentrasi CO2 sebelum dan sesudah pemurnian dengan menggunakan pelet berbahan campuran

CaO dan serbuk gergaji kayu berbeda nyata (P<0,05). Konsentrasi CO2 biogas

sebelum pemurnian berbeda nyata dengan konsentrasi CO2 biogas yang sudah

dimurnikan dengan menggunakan pelet pemurni biogas berbahan campuran CaO serbuk gergaji kayu. Rata-rata pengurangan konsentrasi CO2 pada penelitian dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Rataan Pengurangan Konsentrasi CO2 Pada Biogas Sesudah Pemurnian

dengan Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji.

(41)

28 Pembuatan campuran CaO dan serbuk gergaji dalam bentuk pelet memiliki beberapa pertimbangan, pertimbangan tersebut antara lain adalah kemudahan pembuatan campuran (bentuk pelet), material yang dihasilkan kuat (tidak berubah menjadi debu/serbuk). Pemilihan pelet juga bertujuan untuk menjaga agar aliran gas dapat melalui alat pemurni, karena apabila digunakan dalam bentuk serbuk maka kemungkinan besar dapat menyumbat aliran biogas, karena tekanan gas yang dihasilkan digester biogas skala rumahan yang berkapasitas 5-10 m3 memiliki tekanan gas yang rendah yaitu sekitar 4-6 cm air (0,0004-0,0005 atm) (Wahono, 2010).

Efektivitas Pelet Penjerap dan Pengaruh Rasio Kombinasi Pelet

Efektivitas merupakan hubungan keberhasilan CO2 yang terjerap oleh pelet

pemurni dengan target pengurangan CO2 maksimal yang diinginkan. Asumsi untuk

target pengurangan CO2 yang dapat dijerap oleh pelet pemurni adalah sebesar 100%

yang menunjukan besarnya konsentrasi CO2 maksimal yang dapat dijerap oleh pelet

pemurni.

Pemurnian biogas dengan menggunakan pelet berbahan campuran CaO dan serbuk gergaji kayu memiliki persentas efektivitas pengurangan rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Hasil rata-rata pengurangan dan efektivitas penyerapan CO2

pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.

(42)

29 Data pada Tabel 7 menunjukan persentase perubahan konsentrasi CO2 dari

respon penggunaan pelet pemurni biogas pada tiap-tiap perlakuan dan ulangan. Taraf perlakuan yang dipakai yaitu K35S55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K45S45

(CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K55S35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu

35%). Persentase pengurangan terbesar terdapat pada taraf perlakuan K45S45 dan

ulangan kedua yaitu sebesar 73,28%.

Hasil analisis ragam didapatkan bahwa kombinasi persentase penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu dalam pelet tidak berbeda nyata (P>0,05). Artinya bahwa pada kombinasi persentase yang dipakai dalam perlakuan mempunyai pengaruh yang sama dalam menurunkan konsentrasi CO2 pada biogas. Data

persentase rata-rata efektivitas pengurangan konsentrasi CO2 juga dapat dilihat pada

Gambar 14.

Gambar 14. Rataan Persentase Efektivitas Penjerapan CO2 oleh Pelet Pemurni

Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji.

(43)

30 Pemurnian biogas dari kandungan CO2 merupakan tindakan yang penting,

karena kandungan CO2 dalam biogas masih cukup tinggi. Privalova (2011)

menjelaskan penangkapan CO2 penting, karena kemampuannya untuk membentuk

asam karbonat dalam kondisi basah, yang dapat menyebabkan korosi pada pipa dan instalasi biogas (kompor, kran, katup) yang terbuat dari besi.

Metode pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode adsorpsi. Sukarta (2008) menjelaskan adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen lapisan dalam. Komponen lapisan dalam tersebut terbagi dalam fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fraksi non karbohidrat terdiri atas lignin (Fengel & Wegener, 1995).

Struktur hemiselulosa dan selulosa mempunyai gugus OH terikat yang dapat bereaksi dengan adsorbat. Gugus OH pada selulosa dan hemiselulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben. Budiyono et al., (2010) menjelaskan bahwa gas CO2

memiliki sifat lebih permeable dengan gas CH4 karena gas CH4 merupakan senyawa

non polar.

Sifat CO2 dan air (H2O) yang lebih polar menyebabkan CO2 dan H2O dapat

terjerap serbuk gergaji yang mempunyai kandungan selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa dalam serbuk gergaji kayu mempunyai sifat lebih kuat menjerap zat yang bersifat polar. CaO merupakan senyawa yang sangat reaktif. CaO mampu bereaksi secara kimia dengan CO2. CaO merupakan bahan yang bersifat

sangat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk

(Chang & Tikkanen, 1988). CO2 adalah gas asam yang akan membentuk asam

karbonik (H2CO3) karena kemampuannya larut dalam air. Dasar penjerapan gas CO2

yang cocok harus menggunakan prinsip reaksi netralisasi asam basa yang dapat menangkap dan mengurangi CO2. Proses reaksi pembentukan asam karbonik

(H2CO3) dijelaskan pada reaksi berikut:

CO2 + H2O 2H+ + CO32- H2CO3

(44)

31 Bahan kimia yang digunakan dalam penjerapan pada pelet adalah kalsium oksida (CaO), Kalsium hidroksida Ca(OH)2. Perubahan CaO menjadi Ca(OH)2 dapat

memberikan hasil positif pada reaksi dengan CO2 (Bajracharya, 2007). Dasar reaksi

kimia dalam kemisorpsi CO2 yang dipakai dalam penelitian didasarkan pada reaksi

berikut:

CaO + H2CO3 CaCO3 + H2O

Ca(OH)2 + H2CO3 CaCO3 + H2O

Sumber : Bajracharya, 2007

(45)

32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan pelet berbahan dasar campuran CaO dan serbuk gergaji kayu mempunyai efek mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas. Persentase efektivitas

penjerapan pelet rata-rata berkisar antara rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Penggunaan kombinasi rasio CaO dan serbuk gergaji pada penelitian berpengaruh sama dalam mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas.

Saran

Penggunaan alat pemurni yang berisikan pelet pemurni berbahan dasar campuran CaO dan serbuk gergaji sebaiknya digunakan oleh peternak pada instalasi biogas skala rumah tangga. Penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan taraf perlakuan rasio penggunaan kapur tohor dan serbuk gergaji dengan perbedaan yang lebih siginifikan serta dengan ulangan yang lebih banyak agar data yang didapatkan lebih lengkap. Penelitian berikutnya juga perlu dihitung masa jenuh dari pelet sehingga dapat diketahui waktu maksimal penggunaan alat pemurni, serta perlu juga diteliti keadaan pelet pada saat sebelum digunakan untuk pemurnian dan sesudah digunakan untuk pemurnian. Penelitian lebih lanjut sebaiknya juga menggunakan metode analisis kandungan gas yang lengkap, sehingga dapat diketahui persentase volume gas yang tersusun dalam biogas serta mengetahui persentase CH4, CO2 dan

(46)

31 UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia, rahmat dan Nikmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Salundik, M.Si., dan Bramada Winiar Putra, S.Pt., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, saran dan bantuan yang telah diberikan kepada Penulis dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada M. Sriduresta S.Pt., M.Sc., selaku dosen pembahas seminar. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ahmad Yani, S.TP., M.Si., Ir. Lidy Herawati, MS., dan Dr. Ir Sri Darwati, M.Si., selaku dosen anggota penguji sidang yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi. Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik dan seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hendrik dan Bapak Denni selaku staf Lab. PPLH IPB atas bimbingan dan bantuannya dalam penelitian ini.

Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yang selalu mendoakan, memberikan nasehat dan semangat untuk Penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Terima kasih kepada teman-teman tim penelitian limbah, Kameisah, Lutfi, dan Mujib atas kerjasama dan bantuannya. Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada Atika Primafebriana yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Terimakasih kepada teman-teman dari Bhinneka Visca (BV), Artadi, Khairul, Made Joni dan Wisnu serta teman-teman IPTP 45 atas kebersamaannya dan bantuannya selama Penulis melakukan penelitian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2012

(47)

34 DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K. 1988. Seluk Beluk Mengenai Kotoran Sapi serta Manfaat Praktisnya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Agustini, T., A. Gunawan, dan S. Imamkhasari. 2005. Pembuatan Sampling Gas dalam Udara Ambient. Penerbit Warta Kimia Analitik, Jakarta.

Atkins, P. W. 1990. Inorganic Chemistry. Oxford Uniersity Press, Oxford.

Budiyono, T. D., Kusworo, A.F. Ismail, I.N. Widiasa, J. Seno dan Sunarso. 2010. Synthesis and characterization of polyimide-zeolite mixed matrix membrane for biogas purification. IJBAS-IJENS. 10:1-7.

Bajracharya, T. R. 2007. Purification and compression of biogas. J. IOE. 1:1-9. Brown, N. L. dan P. B. S. Tata. 1985. Biomethanation. ENSIC Review no. 17/18.

Asian Institute of Technology, Bangkok.

Chang, R. dan W. Tikkanen. 1988. The Top Fifty Industrial Chemicals. Random House, New York.

Dimpl, E. 2010. Small-scale Electricity Generation from Biomass. Part II: Biogas. Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit, Berlin.

Eastman, J. A. dan J. F. Ferguson. 1981. Solubilization of particulate organic carbon during the acid phase of anaerobic digestion. J. Water Pollution Control Federation. 53,352-366.

Fengel, D. dan Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.“Ed ke-1. Terjemahan: Soenardi Prawirohatmodjo. Gajah mada University Press, Yogyakarta.

Gusmaelina, M. Ali, Saepulloh, dan Mahpudin. 2003. Pemanfaatan Serbuk Gergaji untuk Arang dan Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Hambali, E. S., Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Hardjono. 1989. Operasi Teknik Kimia II. Edisi Pertama. Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.

Hesse, P. R. 1982. Storage and Transport of Biogas. Project Field document no. 23. Food and Agriculture Organisation of United Nation, Roma.

(48)

35 ISAT/GTZ. 1999. Biogas Digest Volume I. Biogas Basics Information and Ad-visory Service on Appropriate Technology (ISAT), Deutsche Gesellschaft für Technische Zu-sammenarbeit (GTZ), Berlin.

Mackenzie, L. dan D. W. A. Sharp. 1970. A New Dictionary of Chemistry. Longman, London.

Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

Michael, J., Welch, F. Judith, J. Lifton, dan A. Seck. 1969. Tracer studies with radioactive oxygen-15. Exchange between carbon dioxide and water. J. Phys. Chem.73 (10), pp 3351–3356

Ministry of Non-conventional Energy Sources (MNES). 2001. Renewable Energy in India and business opportunities. MNES (Ministry of Non-conventional

Energy Sources), Government of India, New Delhi.

Munawaroh, J. 2010. Perancangan dan pembuatan miniatur penghasil biogas sebagai media pembelajaran. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Muryanto, J. P. 2006. Biogas, Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Cetakan 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Ungaran.

Mustofa, H. K. 2001. Determinasi suhu kempa panas dan ketebalan vinir optimum terhadap kualitas comply dari limbah kayu dan plastik. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nelson, M. C. 2011. An integrated investigation of the microbial communities under-pinning biogas production in anaerobic digestion systems. Disertasi. Graduate Program in Environmental Science, Ohio State University, Ohio.

Pari, G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu albasia dan kayu karet pada beberapa macam umur. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14: 321-327.

Polprasert, C. 1989. Organik Waste Recycling. John Willey and Sons, Chicester. Price, E.C. dan P.N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization. Ann

Arbour Science Publisher, Inc. Ann arbour, Michigan.

Privalova, E., M. Arvela, P. Murzin dan Mikkola. 2010. Capturing CO2: conventional versus non-conventional technologies for biogas plants. Åbo Akademy University, Abo.

Romli, M. 2010. Teknik Penanganan Limbah Anaerobik. TML Publikasi, Bogor. Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Gas Bio. Dewaruci, Jakarta. Sasse, L. 1988. Biogas Plants Eschborn Germany. Deutsche Gesellschaft für

Tech-nische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Berlin.

(49)

36 Shannon, D., H. Kalipcilar, dan L. Yilmaz. 2006. Development of Zeolite Filled

Polycarbonate Mixed Matrix Gas Separation Membranes. Department of Chemical Engineering, Middle East Technical University Ankara, Turkey. Sucipto, I. 2009. Biogas hasil fermentasi hidrolisat biogas menggunakan konsorsium

bakteri termofilik kotoran sapi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukarta, I. N. 2008. Adsorpsi on Cr3+ oleh serbuk gergaji kayu albizia (albizzia falcata): studi pengembangan bahan alternatif penjerap limbah logam berat.

Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryani, A. 1986. Pengaruh tekanan pengempaan dan jenis perekat dalam pembuatan briket arang dari tempurung kelapa sawit (Elaeis quinensis jacq). Skripsi.

Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Tano, E. 1997. Pedoman Pembuatan Perekat Sintetis. Rineka Cipta, Jakarta.

Wahono, S. K. 2010. Modifikasi Zeolit Lokal Gunung Kidul sebagai Upaya Peningkatan Performa Biogas untuk Pembangkit Listrik. UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yogyakarta.

Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Wellinger, A. dan A. Lindeberg. 2000. Biogas Upgrading and Utilization-IEA Bioenergy, Task 24. International Energy Association, Prancis.

Widarto, L. dan Sudarto. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius, Bandung. Zhao, X., T. Zeng, Z. J. Hua, H. W. Gao, dan C. Y. Zou. 2011. Modeling and

(50)
(51)

38 Lampiran 1. Hasil Analisis Uji t K35S55

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat

Sebelum Pemurnian 3 6,55 0,26 0,15

Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 2. Hasil Analisis Uji t K45S45

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat

Sebelum Pemurnian 3 6,7 0,26 0,15

Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 3. Hasil Analisis Uji t K55S35

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat

Sebelum Pemurnian 3 6,55 0,26 0,15

Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 4. Hasil Analisis Deskriptif Persentase Efektivitas Pengurangan CO2

Perlakuan N Rataan Standar Deviasi Standar Galat

K35S55 3 67,50 3,58 2,07

K45S45 3 68,13 4,61 2,66

K55S35 3 67,50 3,58 2,07

Total 9 67,71 3,44 1,15

Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Rata-rata Persentase Pengurangan CO2

JK db Kuadrat Rataan F P

Antara Kelompok 0.78 2 0.39 0.02 0,98

Dalam Kelompok 93.83 6 15.64

(52)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis energi yang melanda dunia pada tahun 1970 menyebabkan per-masalahan ekonomi untuk beberapa negara, khususnya negara berkembang yang masih bergantung pada impor bahan bakar minyak dan gas. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan pesatnya perkembangan teknologi industri, maka kebutuhan akan energi terbarukan menjadi pertimbangan yang sangat penting. Usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Sumber energi alternatif yang dikembangkan salah satunya adalah biogas. Biogas jika dikembangkan dengan baik dan benar, maka akan memberi solusi bagi dua masalah sekaligus, yakni menghasilkan sumber energi yang terbarukan dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

(53)

2 Potensi biogas sangat besar sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan metana (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu

berkisar antara 4.500–6.300 kkal/m3 (Hesse, 1982). Metana yang hanya memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat membuat pembakarannya lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Kemurnian biogas yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, kandungan CH4 sekitar 50-60% serta

gas CO2 sekitar 40-60% (Muryanto et al., 2006).

Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan

efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas masih belum optimal. Optimalisasi penggunaan biogas dapat dilakukan dengan cara pemurnian biogas yang bertujuan untuk mengurangi kandungan CO2 pada biogas.

Proses pemunian tersebut salah satu caranya adalah dengan menggunakan pelet dari kombinasi CaO dan serbuk gergaji yang mempunyai kemampuan dalam menjerap CO2.

Proses pemurnian yang dilakukan adalah membuat sistem adsorpsi pada biogas. Prinsip proses pemurnian adalah kapur tohor akan mengikat CO2. Serbuk

gergaji kayu merupakan material yang digunakan sebagai adsorben. Material yang digunakan sebagai adsorben umumnya material yang berpori terutama pada letak tertentu dalam partikel (Hardjono, 1989).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek penggunaan kombinasi CaO dan serbuk gergaji yang berbentuk pelet dalam menurunkan konsentrasi CO2 pada

(54)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Biogas

Produksi biogas merupakan suatu proses yang dikendalikan oleh mikroba. Biogas mengeksploitasi proses biokimia untuk menguraikan berbagai jenis biomasa. Biogas berpotensi dijadikan sebagai sumber energi, karena biodegradasi alami bahan organik dalam kondisi anaerob setiap tahunnya diperkirakan menghasilkan 590-800 juta ton metana ke atmosfer (ISAT/GTZ, 1999).

Biogas merupakan bahan bakar gas dan bahan bakar yang dapat diperbaharui yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan

organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp. Bahan yang

dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable

seperti biomassa (bahan organik bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas perkotaan dan lain-lain. Biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti kerbau, sapi, kambing, kuda dan lain-lain. Kandungan utama biogas adalah gas CH4 dengan

konsentrasi sebesar 50-80 % vol. Kandungan lain dalam biogas yaitu CO2, gas

hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrogen

sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas

CH4, H2 dan CO (Price dan Cheremisinoff, 1981).

Proses anaerobik menghasilkan energi, yaitu biogas yang dihasilkan oleh bioreaktor yang dirancang khusus untuk substrat biomasa, termasuk limbah pertanian, industri dan limbah perkotaan, yang terdegradasi secara anaerobik. Di negara berkembang perluasan biogas telah diterapkan pada reaktor skala kecil yang dirancang untuk mengolah limbah peternakan seperti kotoran sapi, babi dan ekskreta unggas (ISAT/GTZ, 1999).

Pembentukkan Biogas

Biogas yang dibuat dari kotoran ternak sapi mengandung CH4 sebesar 55-65

%, CO2 sebesar 30-35 % dan sedikit H2, N2 dan gas-gas lain. Panas yang dihasilkan

sebesar 600 BTU/cuft. Gas alam yang mengandung CH4 sebesar 80 % dengan panas

sebesar 1000 BTU/cuft. Kandungan CH4 dari biogas dapat ditingkatkan dengan

(55)

4 Proses degradasi bahan organik secara anaerob dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi (Polprasert, 1989), yang terlihat pada Gambar 1.

BO + H2O CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S + Sludge (padat dan cair)

Gambar 1. Reaksi Pembentukkan Biogas. Sumber : Polprasert, 1989

Pembentukkan biogas setidaknya melibatkan tiga komunitas bakteri yang di-perlukan oleh rantai proses biokimia yang melepaskan metana (Nelson, 2011). Digester anaerobik biasanya dirancang untuk beroperasi di zona suhu mesofilik (20-40°C) atau termofilik (>(20-40°C). Sludge yang dihasilkan dari proses penguraian

anaerobik yang berbentuk cair sering digunakan sebagai pupuk (Nelson, 2011). Proses pembentukkan biometan dari perombakan limbah organik yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pembentukkan Biometana dari Limbah Organik Sumber : Brown dan Tata, 1985

Gambar

Gambar 1.  Reaksi Pembentukkan Biogas.
Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kandungan Biogas
Tabel 3. Komposisi Kimia Serbuk Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria)
Gambar 4. Bahan-Bahan Penyusun Alat Penampung Pelet Pemurni.Sumber: Dokumentasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait