• Tidak ada hasil yang ditemukan

mg/m3 CO2

=

( ) ( ) ( ) / Keterangan: Tb = Titrasi blanko (ml) Ts = Titrasi sampel (ml) BE = Berat ekuivalen

Kandungan CO2 dalam mg/m3 kemudian dikonversi dalam satuan ppm, dengan rumus sebagai berikut:

ppm CO = mg

m CO x 24,47 BM [ CO ]

2. Efektivitas Penggunaan Pelet Pemurni

Efektivitas digunakan untuk mengetahui hubungan keberhasilan CO2 yang terjerap oleh pelet pemurni dengan target/tujuan yang ditetapkan. Target/tujuan didapatkan dengan menggunakan asumsi bahwa CO2 yang ingin dihilangkan adalah sebesar 100%, oleh karena itu target/tujuan sama dengan besarnya kandungan CO2

awal, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

Efektivitas = [ CO ] awal[ CO ] akhir

[ CO ] awal 100% Keterangan:

[CO2] awal = Konsentrasi CO2 sebelum pemurnian (ppm) [CO2] akhir = Konsentrasi CO2 sesudah pemurnian (ppm)

23 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan tiga macam kombinasi campuran bahan pembuat pelet berdasarkan variasi penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu albasia. Komposisi campuran yang digunakan pada penelitian ini akan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Campuran Bahan Pembuat Pelet

Bahan Perlakuan K35S55 K45S45 K55S35 ---%--- Kapur tohor 35 45 55 Serbuk gergaji 55 45 35 Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan kapur tohor dan serbuk gergaji dengan kombinasi K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk gergaji = 45% : 45%), K55S35 (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%). Masing-masing perlakuan akan mendapat tiga kali ulangan. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah:

Yij = μ + Pi + εij Keterangan :

Yij = Respon perlakuan pemberian taraf CaO dan serbuk gergaji kayu ke-i pada ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

Pi = Pengaruh pemberian CaO dan serbuk gergaji ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan pada pemberian CaO dan serbuk gergaji ke-i pada

24 Analisis Data

Data diuji dengan menggunakan uji t berpasangan (paired t-test) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan konsentrasi CO2 dalam ppm sebelum dan sesudah dimurnikan. Model matematika uji t berpasangan yang digunakan menurut Walpole (1993) adalah: = n()(Σ ) n1 Keterangan: t = Nilai t hitung

Σd = Jumlah selisih data pengamatan n = Jumlah pasangan data yang diamati

Σd2 = Kuadrat jumlah selisih data pengamatan

Data kemudian diuji analysis of variance (ANOVA) dengan menggunakan perangkat lunak statistika SPSS 16.0. Jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji banding Duncan.

25 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Kandungan CO2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO2 melalui Indikator Warna

Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan angka kandungan CO2, dilakukan dengan menyerap biogas ke dalam larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP yang dituangkan dan ditampung dalam tabung impinger sebagai reagen. Pengambilan contoh dengan impinger hakekatnya adalah menarik udara terkontaminasi ke dalam larutan penangkap dalam impinger. Gas kontaminan dalam gelembung-gelembung udara bereaksi dengan reagen dalam larutan penangkap (Agustini et al., 2005). Pengambilan contoh biogas dengan menggunakan larutan sodium karbonat dan penambahan indikator PPdidapatkan hasil yang berbeda pada warna yang dihasilkan pada reagen yang digunakan. Data hasil pengamatan perubahan warna reagen dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Warna pada Reagen

Perlakuan Indikator warna reagen

Sebelum pemurnian Sesudah Pemurnian

K35S55 ++ +++

K45S45 ++ +++

K55S35 ++ +++

Keterangan: ++++: merah muda, +++: agak merah muda, ++: agak jernih, +:jernih

Larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP akan berwarna merah muda (fuchsia) karena larutan sodium karbonat memiliki pH lebih dari 10,0. Sodium karbonat memiliki kemampuan untuk menyerap CO2, sehingga ketika reagen dialiri dengan CO2 yang terkandung dalam biogas warna merah muda reagen tersebut akan berangsur-angsur menghilang, bahkan dengan kandungan gas CO2 yang tinggi warna reagen akan menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan warna ini disebabkan oleh sodium karbonat yang ditambahkan indikator PP bereaksi dengan CO2 (Michael et al., 1969). Perubahan warna reagen dalam tabung impinger

26 Gambar 12. Perbedaan Warna dalam Larutan Reagen antara Contoh Biogas Sebelum

Pemurnian dan Sesudah Pemurnian. Sumber: Dokumentasi penelitian

Reaksi CO2 yang terjerap dengan reagen (larutan indikator PP) menyebabkan pH turun secara drastis diambang batas sehingga terjadi perubahan warna karena apabila pH pada PP turun hingga dibawah 8,2 akan merubah warna merah muda menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan warna ini sebagai indikator adanya pelepasan ion H+ melalui reaksi berikut:

OH

-(aq) + CO2(g) CO32-(aq)+ H+ (aq)

Sumber : Michael et al., 1969

Konsentrasi CO2 pada Biogas.

Pengambilan contoh dengan tabung impinger yang berisi reagen sodium karbonat dan indikator PP dapat dijadikan indikator awal dalam pendugaan kandungan CO2 yang terdapat pada biogas pada saat sebelum dan sesudah dimurnikan. Data kuantitatif kandungan CO2 pada biogas disajikan dalam satuan ppm (parts per million), bagian per juta juga dapat dinyatakan sebagai miligram per liter (mg / L). Pengukuran ini adalah massa kimia atau pencemar per unit volume air (Satterfield & Black, 2004). Data konsentrasi CO2 biogas sebelum dan sesudah pemurnian dapat dilihat pada Tabel 6.

27 Tabel 6. Perbedaan Konsentrasi CO2 Hasil Pemurnian.

Perlakuan Konsentrasi CO2 (ppm)

Sebelum pemurnian Sesudah pemurnian

K35S55 6,55 ± 0,26a 2,13 ± 0,26b

K45S45 6,70 ± 0,26a 2,13 ± 0,26b

K55S35 6,55 ± 0.26a 2,13 ± 0,26b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan beda nyata (P<0,05). Hasil

analisis Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB (2012). K35S55 (CaO 35%

: serbuk gergaji kayu 55%), K45S45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K55S35 (CaO

55% : serbuk gergaji kayu 35%)

Hasil uji t berpasangan menunjukan bahwa respon perbedaan konsentrasi CO2 sebelum dan sesudah pemurnian dengan menggunakan pelet berbahan campuran CaO dan serbuk gergaji kayu berbeda nyata (P<0,05). Konsentrasi CO2 biogas sebelum pemurnian berbeda nyata dengan konsentrasi CO2 biogas yang sudah dimurnikan dengan menggunakan pelet pemurni biogas berbahan campuran CaO serbuk gergaji kayu. Rata-rata pengurangan konsentrasi CO2 pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Rataan Pengurangan Konsentrasi CO2 Pada Biogas Sesudah Pemurnian dengan Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji.

Keterangan : K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk

gergaji = 45% : 45%), R3 = (K55S35) (CaO : Serbuk gergaji = 55% :

35%). 6.55 6.7 6.62 2.13 2.13 2.13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 K on se nt ra si ka rb on di oks ida (ppm ) Perlakuan Sebelum Pemurnian Sesudah Pemurnian K35S55 K45S45 K55S35

28 Pembuatan campuran CaO dan serbuk gergaji dalam bentuk pelet memiliki beberapa pertimbangan, pertimbangan tersebut antara lain adalah kemudahan pembuatan campuran (bentuk pelet), material yang dihasilkan kuat (tidak berubah menjadi debu/serbuk). Pemilihan pelet juga bertujuan untuk menjaga agar aliran gas dapat melalui alat pemurni, karena apabila digunakan dalam bentuk serbuk maka kemungkinan besar dapat menyumbat aliran biogas, karena tekanan gas yang dihasilkan digester biogas skala rumahan yang berkapasitas 5-10 m3 memiliki tekanan gas yang rendah yaitu sekitar 4-6 cm air (0,0004-0,0005 atm) (Wahono, 2010).

Efektivitas Pelet Penjerap dan Pengaruh Rasio Kombinasi Pelet

Efektivitas merupakan hubungan keberhasilan CO2 yang terjerap oleh pelet pemurni dengan target pengurangan CO2 maksimal yang diinginkan. Asumsi untuk target pengurangan CO2 yang dapat dijerap oleh pelet pemurni adalah sebesar 100% yang menunjukan besarnya konsentrasi CO2 maksimal yang dapat dijerap oleh pelet pemurni.

Pemurnian biogas dengan menggunakan pelet berbahan campuran CaO dan serbuk gergaji kayu memiliki persentas efektivitas pengurangan rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Hasil rata-rata pengurangan dan efektivitas penyerapan CO2

pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Efektivitas Penangkapan CO2 oleh Pelet dengan Kombinasi Penggunaan CaO dan Serbuk Gergaji.

Ulangan Perlakuan K35S55 K45S45 K55S35 1 64,38 % 66,72 66,72 2 71,41 73,28 64,38 3 66,72 64,38 71,41 Rata-rata 67,50 ± 3,58 68,13 ± 4,61 67,50 ± 3,58

Keterangan: K35S55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K45S45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu

29 Data pada Tabel 7 menunjukan persentase perubahan konsentrasi CO2 dari respon penggunaan pelet pemurni biogas pada tiap-tiap perlakuan dan ulangan. Taraf perlakuan yang dipakai yaitu K35S55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K45S45

(CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K55S35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu 35%). Persentase pengurangan terbesar terdapat pada taraf perlakuan K45S45 dan ulangan kedua yaitu sebesar 73,28%.

Hasil analisis ragam didapatkan bahwa kombinasi persentase penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu dalam pelet tidak berbeda nyata (P>0,05). Artinya bahwa pada kombinasi persentase yang dipakai dalam perlakuan mempunyai pengaruh yang sama dalam menurunkan konsentrasi CO2 pada biogas. Data persentase rata-rata efektivitas pengurangan konsentrasi CO2 juga dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Rataan Persentase Efektivitas Penjerapan CO2 oleh Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji.

Keterangan : K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk

gergaji = 45% : 45%), R3 = K55S35 (CaO : Serbuk gergaji = 55% :

35%). 67.50 68.13 67.50 65.00 65.50 66.00 66.50 67.00 67.50 68.00 68.50 Pe rs en ta se e fe kt ivi ta s (% ) Perlakuan K55S35 K35S55 K45S45

30 Pemurnian biogas dari kandungan CO2 merupakan tindakan yang penting, karena kandungan CO2 dalam biogas masih cukup tinggi. Privalova (2011) menjelaskan penangkapan CO2 penting, karena kemampuannya untuk membentuk asam karbonat dalam kondisi basah, yang dapat menyebabkan korosi pada pipa dan instalasi biogas (kompor, kran, katup) yang terbuat dari besi.

Metode pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode adsorpsi. Sukarta (2008) menjelaskan adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen lapisan dalam. Komponen lapisan dalam tersebut terbagi dalam fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fraksi non karbohidrat terdiri atas lignin (Fengel & Wegener, 1995).

Struktur hemiselulosa dan selulosa mempunyai gugus OH terikat yang dapat bereaksi dengan adsorbat. Gugus OH pada selulosa dan hemiselulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben. Budiyono et al., (2010) menjelaskan bahwa gas CO2

memiliki sifat lebih permeable dengan gas CH4 karena gas CH4 merupakan senyawa non polar.

Sifat CO2 dan air (H2O) yang lebih polar menyebabkan CO2 dan H2O dapat terjerap serbuk gergaji yang mempunyai kandungan selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa dalam serbuk gergaji kayu mempunyai sifat lebih kuat menjerap zat yang bersifat polar. CaO merupakan senyawa yang sangat reaktif. CaO mampu bereaksi secara kimia dengan CO2. CaO merupakan bahan yang bersifat sangat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk (Chang & Tikkanen, 1988). CO2 adalah gas asam yang akan membentuk asam karbonik (H2CO3) karena kemampuannya larut dalam air. Dasar penjerapan gas CO2

yang cocok harus menggunakan prinsip reaksi netralisasi asam basa yang dapat menangkap dan mengurangi CO2. Proses reaksi pembentukan asam karbonik (H2CO3) dijelaskan pada reaksi berikut:

CO2 + H2O 2H+ + CO32- H2CO3

31 Bahan kimia yang digunakan dalam penjerapan pada pelet adalah kalsium oksida (CaO), Kalsium hidroksida Ca(OH)2. Perubahan CaO menjadi Ca(OH)2 dapat memberikan hasil positif pada reaksi dengan CO2 (Bajracharya, 2007). Dasar reaksi kimia dalam kemisorpsi CO2 yang dipakai dalam penelitian didasarkan pada reaksi berikut:

CaO + H2CO3 CaCO3 + H2O Ca(OH)2 + H2CO3 CaCO3 + H2O Sumber : Bajracharya, 2007

Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi) (Atkins, 1999). Kemisorpsi merupakan adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisik. Adsorpsi fisik merupakan mendekatnya adsorbat ke permukaan adsorben, setelah adsorbat mendekat pada adsoben kemudian dalam adsorpsi kimia partikel yang melekat pada permukaan bereaksi membentuk ikatan kimia.

32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan pelet berbahan dasar campuran CaO dan serbuk gergaji kayu mempunyai efek mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas. Persentase efektivitas penjerapan pelet rata-rata berkisar antara rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Penggunaan kombinasi rasio CaO dan serbuk gergaji pada penelitian berpengaruh sama dalam mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas.

Saran

Penggunaan alat pemurni yang berisikan pelet pemurni berbahan dasar campuran CaO dan serbuk gergaji sebaiknya digunakan oleh peternak pada instalasi biogas skala rumah tangga. Penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan taraf perlakuan rasio penggunaan kapur tohor dan serbuk gergaji dengan perbedaan yang lebih siginifikan serta dengan ulangan yang lebih banyak agar data yang didapatkan lebih lengkap. Penelitian berikutnya juga perlu dihitung masa jenuh dari pelet sehingga dapat diketahui waktu maksimal penggunaan alat pemurni, serta perlu juga diteliti keadaan pelet pada saat sebelum digunakan untuk pemurnian dan sesudah digunakan untuk pemurnian. Penelitian lebih lanjut sebaiknya juga menggunakan metode analisis kandungan gas yang lengkap, sehingga dapat diketahui persentase volume gas yang tersusun dalam biogas serta mengetahui persentase CH4, CO2 dan gas-gas lain pada saat sebelum dan sesudah pemurnian.

31 UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia, rahmat dan Nikmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Salundik, M.Si., dan Bramada Winiar Putra, S.Pt., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, saran dan bantuan yang telah diberikan kepada Penulis dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada M. Sriduresta S.Pt., M.Sc., selaku dosen pembahas seminar. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ahmad Yani, S.TP., M.Si., Ir. Lidy Herawati, MS., dan Dr. Ir Sri Darwati, M.Si., selaku dosen anggota penguji sidang yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi. Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik dan seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hendrik dan Bapak Denni selaku staf Lab. PPLH IPB atas bimbingan dan bantuannya dalam penelitian ini.

Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yang selalu mendoakan, memberikan nasehat dan semangat untuk Penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Terima kasih kepada teman-teman tim penelitian limbah, Kameisah, Lutfi, dan Mujib atas kerjasama dan bantuannya. Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada Atika Primafebriana yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Terimakasih kepada teman-teman dari Bhinneka Visca (BV), Artadi, Khairul, Made Joni dan Wisnu serta teman-teman IPTP 45 atas kebersamaannya dan bantuannya selama Penulis melakukan penelitian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2012

34 DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K. 1988. Seluk Beluk Mengenai Kotoran Sapi serta Manfaat Praktisnya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Agustini, T., A. Gunawan, dan S. Imamkhasari. 2005. Pembuatan Sampling Gas dalam Udara Ambient. Penerbit Warta Kimia Analitik, Jakarta.

Atkins, P. W. 1990. Inorganic Chemistry. Oxford Uniersity Press, Oxford.

Budiyono, T. D., Kusworo, A.F. Ismail, I.N. Widiasa, J. Seno dan Sunarso. 2010. Synthesis and characterization of polyimide-zeolite mixed matrix membrane for biogas purification. IJBAS-IJENS. 10:1-7.

Bajracharya, T. R. 2007. Purification and compression of biogas. J. IOE. 1:1-9. Brown, N. L. dan P. B. S. Tata. 1985. Biomethanation. ENSIC Review no. 17/18.

Asian Institute of Technology, Bangkok.

Chang, R. dan W. Tikkanen. 1988. The Top Fifty Industrial Chemicals. Random House, New York.

Dimpl, E. 2010. Small-scale Electricity Generation from Biomass. Part II: Biogas. Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit, Berlin.

Eastman, J. A. dan J. F. Ferguson. 1981. Solubilization of particulate organic carbon during the acid phase of anaerobic digestion. J. Water Pollution Control Federation. 53,352-366.

Fengel, D. dan Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.“Ed ke-1. Terjemahan: Soenardi Prawirohatmodjo. Gajah mada University Press, Yogyakarta.

Gusmaelina, M. Ali, Saepulloh, dan Mahpudin. 2003. Pemanfaatan Serbuk Gergaji untuk Arang dan Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Hambali, E. S., Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Hardjono. 1989. Operasi Teknik Kimia II. Edisi Pertama. Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.

Hesse, P. R. 1982. Storage and Transport of Biogas. Project Field document no. 23. Food and Agriculture Organisation of United Nation, Roma.

Huang, Z. 2005. Enhanced Gas Separation Properties by Using Nanostructured PES-Zeolite 4A Mixed Matrix Membranes. Department of Packaging Engineering, Tianjin University of Commerce, Tianjin.

35 ISAT/GTZ. 1999. Biogas Digest Volume I. Biogas Basics Information and Ad-visory Service on Appropriate Technology (ISAT), Deutsche Gesellschaft für Technische Zu-sammenarbeit (GTZ), Berlin.

Mackenzie, L. dan D. W. A. Sharp. 1970. A New Dictionary of Chemistry. Longman, London.

Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

Michael, J., Welch, F. Judith, J. Lifton, dan A. Seck. 1969. Tracer studies with radioactive oxygen-15. Exchange between carbon dioxide and water. J. Phys. Chem.73 (10), pp 3351–3356

Ministry of Non-conventional Energy Sources (MNES). 2001. Renewable Energy in India and business opportunities. MNES (Ministry of Non-conventional Energy Sources), Government of India, New Delhi.

Munawaroh, J. 2010. Perancangan dan pembuatan miniatur penghasil biogas sebagai media pembelajaran. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Muryanto, J. P. 2006. Biogas, Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Cetakan 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Ungaran.

Mustofa, H. K. 2001. Determinasi suhu kempa panas dan ketebalan vinir optimum terhadap kualitas comply dari limbah kayu dan plastik. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nelson, M. C. 2011. An integrated investigation of the microbial communities under-pinning biogas production in anaerobic digestion systems. Disertasi. Graduate Program in Environmental Science, Ohio State University, Ohio.

Pari, G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu albasia dan kayu karet pada beberapa macam umur. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14: 321-327.

Polprasert, C. 1989. Organik Waste Recycling. John Willey and Sons, Chicester. Price, E.C. dan P.N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization. Ann

Arbour Science Publisher, Inc. Ann arbour, Michigan.

Privalova, E., M. Arvela, P. Murzin dan Mikkola. 2010. Capturing CO2: conventional versus non-conventional technologies for biogas plants. Åbo Akademy University, Abo.

Romli, M. 2010. Teknik Penanganan Limbah Anaerobik. TML Publikasi, Bogor. Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Gas Bio. Dewaruci, Jakarta. Sasse, L. 1988. Biogas Plants Eschborn Germany. Deutsche Gesellschaft für

Tech-nische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Berlin.

Satterfield, Z. dan J. Black. 2004. What does ppm or ppb Mean. National Environtmental Service, West Virginia.

36 Shannon, D., H. Kalipcilar, dan L. Yilmaz. 2006. Development of Zeolite Filled

Polycarbonate Mixed Matrix Gas Separation Membranes. Department of Chemical Engineering, Middle East Technical University Ankara, Turkey. Sucipto, I. 2009. Biogas hasil fermentasi hidrolisat biogas menggunakan konsorsium

bakteri termofilik kotoran sapi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukarta, I. N. 2008. Adsorpsi on Cr3+ oleh serbuk gergaji kayu albizia (albizzia falcata): studi pengembangan bahan alternatif penjerap limbah logam berat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryani, A. 1986. Pengaruh tekanan pengempaan dan jenis perekat dalam pembuatan briket arang dari tempurung kelapa sawit (Elaeis quinensis jacq). Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Tano, E. 1997. Pedoman Pembuatan Perekat Sintetis. Rineka Cipta, Jakarta.

Wahono, S. K. 2010. Modifikasi Zeolit Lokal Gunung Kidul sebagai Upaya Peningkatan Performa Biogas untuk Pembangkit Listrik. UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yogyakarta.

Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Wellinger, A. dan A. Lindeberg. 2000. Biogas Upgrading and Utilization-IEA Bioenergy, Task 24. International Energy Association, Prancis.

Widarto, L. dan Sudarto. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius, Bandung. Zhao, X., T. Zeng, Z. J. Hua, H. W. Gao, dan C. Y. Zou. 2011. Modeling and

mechanism of the adsorption of proton onto natural bamboo sawdust. J. Carbpol. 87: 1199-1205.

37 LAMPIRAN

38 Lampiran 1. Hasil Analisis Uji t K35S55

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat

Sebelum Pemurnian 3 6,55 0,26 0,15

Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 2. Hasil Analisis Uji t K45S45

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat

Sebelum Pemurnian 3 6,7 0,26 0,15

Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 3. Hasil Analisis Uji t K55S35

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat

Sebelum Pemurnian 3 6,55 0,26 0,15

Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 4. Hasil Analisis Deskriptif Persentase Efektivitas Pengurangan CO2

Perlakuan N Rataan Standar Deviasi Standar Galat

K35S55 3 67,50 3,58 2,07

K45S45 3 68,13 4,61 2,66

K55S35 3 67,50 3,58 2,07

Total 9 67,71 3,44 1,15

Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Rata-rata Persentase Pengurangan CO2

JK db Kuadrat Rataan F P

Antara Kelompok 0.78 2 0.39 0.02 0,98

Dalam Kelompok 93.83 6 15.64

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis energi yang melanda dunia pada tahun 1970 menyebabkan per-masalahan ekonomi untuk beberapa negara, khususnya negara berkembang yang masih bergantung pada impor bahan bakar minyak dan gas. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan pesatnya perkembangan teknologi industri, maka kebutuhan akan energi terbarukan menjadi pertimbangan yang sangat penting. Usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Sumber energi alternatif yang dikembangkan salah satunya adalah biogas. Biogas jika dikembangkan dengan baik dan benar, maka akan memberi solusi bagi dua masalah sekaligus, yakni menghasilkan sumber energi yang terbarukan dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Biogas merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari fermentasi anaerobik dari bahan organik. Biogas banyak dikenal sebagai sumber energi alternatif. Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi biogas biasanya dikelompokkan sebagai material limbah seperti kotoran manusia, kotoran hewan, limbah sayuran atau tumbuhan dan limbah lumpur organik, bahan-bahan tersebut merupakan bahan yang kaya akan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba anaerob untuk pertumbuhannya. Keberadaaan bahan-bahan organik tersebut mudah didapat dan terjamin kontinuitasnya, selain itu yang terpenting bahan-bahan organik tersebut ramah lingkungan. Faktor utama keberadaan bahan-bahan organik dipertimbangkan sebagai energi masa depan dalam rangka mewujudkan teknologi hijau. Biogas termasuk teknologi energi yang multifungsi karena residu proses biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk berkualitas tinggi. Pemanfaatan metana dalam biogas juga merupakan tindakan ramah lingkungan. Metana hasil penguraian limbah secara natural yang tidak dimanfaatkan akan terlepas dan mencemari atmosfer sebagai salah satu gas rumah kaca.

2 Potensi biogas sangat besar sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan metana (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 4.500–6.300 kkal/m3 (Hesse, 1982). Metana yang hanya memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat membuat pembakarannya lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Kemurnian biogas yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, kandungan CH4 sekitar 50-60% serta gas CO2 sekitar 40-60% (Muryanto et al., 2006).

Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan

Dokumen terkait