• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Potency of Some Bacteria to Inhibit The Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Causing Rice Bacterial Leaf Blight

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Potency of Some Bacteria to Inhibit The Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Causing Rice Bacterial Leaf Blight"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB

PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN

PADI

ZURAIDAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2011

Zuraidah

NIM G351090141

(4)
(5)

ABSTRACT

ZURAIDAH. The Potency of Some Bacteria to Inhibit The Growth of

Xanthomonas oryzae pv. oryzae Causing Rice Bacterial Leaf Blight. Under direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and YADI SURYADI.

Bacterial leaf blight (BLB) disease caused by plant pathogenic bacteria

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) could lead to death of rice plants. Control of plant pathogenic bacteria can be performed using biological control agents. The aim of this research was to study the inhibitory ability of eight isolates of biocontrol bacteria against Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) under greenhouse conditions. Isolates of biological agents used in the study were obtained from IPB Culture Collection (IPBCC), Department of Biology, IPB and microbial gene bank collection of Indonesian Center for Agriculture Biotechnology and Genetic Resources (BB Biogen), consisting of Pseudomonas aeruginosa C32a and C32b, P. fluorescens ATCC 13525 Pf , Serratia marcescens

E31, Bacillus sp. I.5, B. cereus I.21 and II.14, and B. firmus E65 isolates. The methods used in the research i.e. hypersensitivity test, antagonistic test of biocontrol bacteria to Xoo, and in vivo application of biological agents in the greenhouse condition. Hypersensitivity test on tobacco plants using C32a and C32b inoculums showed characteristics of slightly leaf yellowing but did not cause necrosis. Injection using Xoo inoculum showed necrosis on tobacco leaves. Antagonist isolates i.e. C32a, C32b, Pf, I.21, and I.5 showed inhibitory activity against Xoo, whereas others isolates did not show inhibitory activity. In greenhouse experiments IR 64 rice plants were sprayed with biological control agents (107cfu/ml) at 7 days, 14 days, 28 days, and 42 days after planting. The results showed that C32a isolate could suppress better the lesion length of BLB than that of chemical control (copper sulphate). Growth measurement of rice plants were assessed on plant height, number of tillers, panicle number and grain weight. Rice plants spraying treatment with isolates E65, E31, C32a, C32b, I.21, Pf, and I.5 showed no difference with control of sterile distilled water. Spraying with each suspension isolate of I.21, E31, C32a, Pf, and C32b indicated no different in the panicle number, in addition rice production was higher in C32a, Pf, C32b, and I.21 treatments. Spraying with C32a isolates produced the highest grain production compared with that of other isolates.

(6)
(7)

RINGKASAN

ZURAIDAH. Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan YADI SURYADI.

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri patogen tanaman Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dapat menyebabkan kematian pada tanaman padi. Serangan penyakit terjadi pada fase bibit, tanaman muda, dan tanaman tua. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek dan hawar daun.

Masyarakat saat ini cenderung lebih memilih pangan yang bebas pestisida dan bahan kimia lainnya. Kesadaran akan lingkungan yang sehat dan perkembangan di bidang bioteknologi telah mendorong berkembangnya penelitian tentang penggunaan mikroorganisme. Pengendalian bakteri patogen pada tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan agen biokontrol. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari kemampuan penghambatan delapan isolat bakteri terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang merupakan penyebab penyakit HDB pada tanaman padi di rumah kaca.

Isolat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi IPB Culture Collection (IPBCC), Departemen Biologi, IPB dan bank gen mikrob Pusat Bioteknologi Pertanian dan Sumber Daya Genetik (BB Biogen), terdiri atas:

Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, P. fluorescens ATCC 13525 Pf,

Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, B. cereus I.21 dan II.14, dan B. firmus

E65.

(8)

Uji reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau menggunakan inokulum C32a dan C32b menunjukkan daun sedikit menguning tetapi tidak menyebabkan nekrosis. Inokulum lainnya tidak menunjukkan perubahan pada daun tembakau dan tidak terjadi nekrosis. Injeksi menggunakan inokulum Xoo menunjukkan nekrosis pada daun tembakau.

Uji antagonis secara in vitro menunjukkan isolat C32a, C32b, Pf, I.21, dan I.5 memiliki aktivitas penghambatan terhadap Xoo, sedangkan isolat lainnya tidak menunjukkan aktivitas penghambatan. Isolat C32a dan C32b dapat menghambat pertumbuhan Xoo lebih baik dari pada perlakuan kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat.

Aplikasi di rumah kaca pada tanaman padi IR 64 yang telah disemprot dengan agen biokontrol menunjukkan bahwa penggunaan isolat C32a mampu menekan panjang lesio HDB lebih baik dari pada kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat. Pengukuran intensitas perkembangan penyakit HDB dengan penghitungan AUDPC menunjukkan penyemprotan dengan suspensi C32a dapat menurunkan nilai AUDPC hingga 49,10 cm.hari. Sedangkan isolat E31 menunjukkan intensitas penyakit yang lebih tinggi dari pada kontrol sakit dengan Xoo.

Pengukuran pertumbuhan tanaman padi setelah mendapat perlakuan juga diamati. Tinggi tanaman padi menunjukkan penyemprotan suspensi isolat E65, E31, C32a, C32b, I.21, Pf, dan I.5 tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Perlakuan dengan isolat E65 menunjukkan kecenderungan tinggi tanaman padi hampir sama dengan tinggi pada perlakuan akuades steril. Jumlah anakan juga tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Namun hasil pengamatan dari 2 sampai 9 mst perlakuan isolat E31 dan I.21memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dari pada perlakuan akuades steril. Jumlah malai padi yang diproduksi pada tanaman yang disemprot dengan isolat I.21, C32a, Pf, C32b, dan E31 memiliki jumlah malai yang tidak berbeda dengan jumlah malai pada perlakuan akuades steril. Produksi padi baik bobot gabah basah dan bobot gabah kering pada perlakuan C32a, Pf, C32b, dan I.21 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan akuades steril. Hal ini menunjukkan bahwa penyemprotan dengan bakteri biokontrol tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap bobot gabah.

Berdasarkan hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa perlakuan penyemprotan secara preventif pada saat tanaman berumur 7, 14, 28, dan 42 hari setelah tanam lebih efektif karena mikrob yang bersifat antagonis akan lebih efektif menekan pertumbuhan Xoo. Aplikasi dengan isolat-isolat biokontrol tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi, bahkan pengaruh aplikasi tersebut cenderung meningkatkan bobot gabah. Penelitian ini menunjukkan potensi pemanfaatan aplikasi isolat C32a, Pf, C32b, dan I.21 cukup baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae secara

in vivo pada tanaman padi.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan

laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan

tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(10)
(11)

POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB

PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN

PADI

ZURAIDAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan

Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi

Nama : Zuraidah

NIM : G351090141

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. Ir. Yadi Suryadi, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Mikrobiologi

Dr. Ir. Gayuh Rahayu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2010 ini ialah berjudul Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Ir. Yadi Suryadi, M.Sc selaku pembimbing. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si sebagai penguji ujian tesis atas saran dan masukan yang diberikan. Serta ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si sebagai Ketua Departemen Biologi, FMIPA atas saran dan masukan yang diberikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Agama Republik Indonesia yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi S2 di IPB Bogor. Ucapan terima kasih disampaikan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pacsasarjana (BPPS). Di samping itu, terima kasih disampaikan kepada pimpinan Balai Besar Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian (BB Biogen) Bogor yang telah memberikan izin menggunakan fasilitas, serta kepada laboran BB Biogen yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB yang telah membimbing dan membantu selama penelitian. Penelitian ini didanai dari proyek penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si tahun 2011. Ucapan terima kasih juga penulis disampaikan kepada Bayo Alhusaeri Siregar, M.Si dan Eka Astuty, serta mikrotropisian 2009 dalam membantu pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta Mirza Muhammad, ST, MT, Fawwaz Zakka Mirza, Faizza Zayya Mirza, kepada ayah dan ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2011

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 1 April 1977 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ibrahim Husein dan Zaitun Yusuf. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas MIPA UNSYIAH Banda Aceh, lulus tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Mikrobiologi IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa BPPS Dikti.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di program studi Biologi, Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh sejak tahun 2006.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia ... 5

Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri ... 5

Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi Tanaman ... 6

Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae ... 7

Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri ... 8

Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis ... 9

Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati ... 10

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp ... 12

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp. ... 13

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Serratia marcescens ... 14

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Bahan ... 17

Peremajaan Mikrob ... 17

Uji Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonasoryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau ... 18

Seleksi Isolat Uji yang Berpotensi Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae ... 18

(20)

HASIL

Karakteristik Pertumbuhan Mikrob ... 23

Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau ... 24

Potensi Isolat Uji dalam Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae ... 24

Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca ... 26

Panjang Lesio Hawar Daun Bakteri ... 26

Tinggi Tanaman ... 29

Jumlah Anakan ... 30

Jumlah Malai ... 33

Produksi Gabah ... 33

PEMBAHASAN ... 37

SIMPULAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 59

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Isolat Pseudomonas aeruginosa ... 23 2 Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau setelah 48 jam

inokulasi bakteri ... 24 3 Pengujian antagonis isolat uji terhadap Xoo dibandingkan dengan

kontrol ... 25 4 Gejala HDB pada ujung daun menguning 3 hari setelah inokulasi

Xoo ... 26 5 Gejala HDB pada ujung daun menguning 18 hari setelah inokulasi

Xoo ... 27 6 Panjang lesio HDB pada daun padi setelah inokulasi Xoo ... 28 7 Intensitas serangan HDB pada tanaman padi dan nilai AUDPC

(cm.hari) ... 29 8 Tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan isolat biokontrol ... 31 9 Jumlah anakan padi yang diberi perlakuan dengan isolat

biokontrol ... 32 10 Jumlah malai padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan

isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam ... 33 11 Bobot gabah padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan

isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam ... 33 12 Regresi panjang lesio HDB terhadap produksi padi pada

saat panen ... 34

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Karakteristik isolat-isolat yang digunakan dalam penelitian ini ... 60 2 Komposisi bahan dalam beberapa media ... 61 3 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap panjang lesio HDB dan

nilai AUDPC ... 63 4 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap tinggi tanaman

padi ... 64 5 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap jumlah anakan

(22)
(23)

Latar Belakang

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh Xanthomonas oryzae

pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan kuantitas

serta kualitas produksi tanaman padi (Goto 1998). HDB dapat mengurangi hasil

panen dengan tingkat bervariasi, tergantung pada stadium pertumbuhan tanaman

yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar padi, dan kondisi lingkungan (Abdullah

2002). Penyakit ini tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman padi di Indonesia

baik di dataran rendah maupun dataran tinggi baik pada musim kemarau maupun

musim hujan. Penyakit ini pada musim hujan biasanya berkembang lebih pesat

dibandingkan musim kemarau. Kerugian hasil yang disebabkan oleh HDB dapat

mencapai 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila tingkat keparahan

sebesar 20% sebulan sebelum panen, penyakit ini sudah mulai menurunkan hasil

(Deptan 2011).

Penyakit HDB berkembang menjadi penyakit serius sejak digunakan

varietas unggul IR64. Kerusakan yang ditimbulkan terus meningkat sebagai akibat

meluasnya pertanaman varietas unggul IR64 yang tahan terhadap wereng batang

coklat tetapi sangat rentan terhadap HDB, sehingga butuh penanganan khusus

terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini (Ratna 2000).

Berbagai usaha penanggulangan penyakit ini telah banyak dilakukan, antara

lain dengan menggunakan bahan kimia sintetik seperti asam benzoat dan nitrit,

ataupun aplikasi pestisida berbahan dasar senyawa antibiotik (Asman 1996).

Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk dan pestisida serta antibiotik dalam

penanganan penyakit tanaman dapat menyebabkan resistensi terhadap bakteri,

menimbulkan residu, dan pencemaran lingkungan.

Alternatif biokontrol seperti aplikasi mikrob pengendali hayati

menghasilkan zat antimikrob tanpa mencemari lingkungan. Bakteri mampu

menghasilkan senyawa metabolit yang memiliki efek bakterisidal atau

bakteriostatik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Genus bakteri

yang umum digunakan dan menghasilkan zat antimikrob berupa bakteriosin ialah

(24)

sudah digunakan antara lain Pseudomonas flourescens dan Bacillus subtilis.

Formulasi campuran kedua bakteri tersebut telah diaplikasikan untuk

mengendalikan penyakit pustul bakteri kedelai yang disebabkan oleh

Xanthomonas campestris pv. glycines (Dirmawati 2005).

Sejumlah spesies bakteri dari genus Bacillus dan Pseudomonas yang

tergolong plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) selain memacu

pertumbuhan tanaman juga dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit

karena memproduksi antibiotik (Wahyudi et al. 2009), dapat memproduksi asam

sianida, siderofor (Santhini et al. 2005), enzim ekstraseluler yaitu kitinase,

selulase, dan protease yang melisis sel patogen (Jaiganesh et al. 2007; Mubarik et

al. 2010). Suryadi et al. (2011) melaporkan beberapa isolat bakteri memiliki

potensi menekan penyakit blas atau hawar pelepah (sheath blight) yang

disebabkan oleh cendawan patogen Pyricularia grisea pada aplikasi di rumah

kaca, seperti B. cereus I.21, B. firmus E65, B. cereus II.14, B. cereus C29d,

Bacillus sp. I.5, dan Serratia marcescens E31. Isolat-isolat tersebut menunjukkan

kecenderungan lebih baik menekan blas dari pada fungisida yang mengandung

bahan aktif mancozeb. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penggunaan bakteri

ramah lingkungan yang terdiri atas bakteri yang dapat menghambat penyakit

patogen padi dan menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan tanaman padi serta

memproduksi enzim ekstraseluler akan lebih efektif dari pada senyawa kimia

pembasmi patogen yang dapat merusak lingkungan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan penghambatan

delapan isolat bakteri terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae

yang merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi di

(25)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Isolat-isolat uji tidak menunjukkan respon hipersensitif terhadap tanaman

tembakau dibandingkan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang

bersifat patogen terhadap tanaman.

2. Isolat-isolat uji menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri

patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae.

3. Isolat-isolat uji menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap penyakit

hawar daun bakteri ditinjau dari panjang lesio pada daun padi.

Manfaat Penelitian

Informasi yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat mendukung

pemanfaatan lebih lanjut bakteri-bakteri uji yang bersifat biokontrol sehingga

efektif untuk mengendalikan pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada

(26)
(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia

Hawar daun bakteri pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1884, dari

Jepang menyebar secara luas di Asia seperi di Srilangka, Filipina, dan Pakistan

(Yamasaki et al. 2006). Salah satu penyakit padi terpenting di banyak negara

penghasil beras termasuk Indonesia. Di Indonesia, HDB pertama kali disebabkan

oleh organisme Xanthomonas sp. (Zhang 2006). Namun hasil penelitian Goto

(1998) menunjukkan bahwa patogen penyebab HDB di Indonesia sama seperti

yang menyerang tanaman padi di Jepang, sehingga namanya diganti menjadi

Xanthomonas oryzae. Pada tahun 1976, nama patogen ini menjadi Xanthomonas

campestris pv. oryzae dan sejak tahun 1992 diganti menjadi Xanthomonas oryzae

pv. oryzae.

Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri

Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae

pv. oryzae (Xoo). Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning.

Memiliki virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menginfeksi

varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Penyakit ini tidak hanya

menyerang pada fase bibit, tetapi juga menyerang tanaman dewasa. Gejala yang

ditimbulkan akibat serangan Xoo adalah infeksi sistemik dan nekrosis (Ratna

2000). Yamasaki et al. (2006) menyatakan ada dua tipe gejala, yaitu kresek dan

hawar daun. Hawar daun (blight) ialah gejala yang timbul pada fase generatif,

ditandai dengan munculnya garis pada ujung tepi daun. Garis tersebut semakin

memanjang dan melebar, sehingga menyebabkan warna menjadi kuning sampai

putih dan dapat menutup ujung daun. Akibatnya tanaman yang terinfeksi berat

akan menghasilkan gabah hampa sehingga produksi rendah.

Pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi masih sulit dilakukan,

karena Xoo mempunyai daerah pencar yang luas serta mempunyai kemampuan

untuk beradaptasi pada tumbuhan inang alternatif, seperti pada beberapa jenis

(28)

tergantung pada kelembaban dan keasaman tanah, serta pada sisa-sisa jerami dan

biji yang terinfeksi (Yamasaki et al. 2006).

Karakter iklim tropis menyebabkan semakin banyak galur patogen yang

ditemukan di wilayah tropis. Di Indonesia hingga saat ini telah ditemukan sekitar

12 galur Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda. Galur IV dan VIII

mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia (Suparyono et al.

2003). Isolat galur VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan,

sedangkan galur IV kurang meluas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan

umumnya semua varietas padi peka terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan

penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman (Goto 1998).

Keragaman komposisi galur Xoo dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman

padi. Dominasi kelompok galur yang ditemukan pada stadium anakan, berbunga,

dan pemasakan berbeda. Fenomena ketahanan tanaman dewasa, mutasi, dan

karakter heterogenisitas alamiah populasi mikroorganisme diperkirakan sebagai

faktor yang mempengaruhi komposisi galur dengan stadium tumbuh tanaman padi

(Suparyono et al. 2003).

Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi Tanaman

Bakteri Xoo menginfeksi tanaman melalui hidatoda atau luka. Penyebaran

penyakit melalui kontak fisik antara daun yang terinfeksi dengan daun yang sehat,

melalui aliran irigasi dari satu lahan ke lahan lainnya. Selain itu lingkungan yang

lembab dan jarak tanam yang terlalu rapat juga mempermudah penularan penyakit

ini (Khaeruni 2001).

Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman, lalu memperbanyak diri di dalam

epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkut, kemudian

tersebar ke jaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Infeksi yang terjadi pada

pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering. Bakteri menginfeksi masuk

melalui sistem vaskular tanaman padi pada saat pindah tanam atau pada saat

dicabut dari tempat pembibitan sehingga akarnya rusak, atau terjadi infeksi pada

saat daun rusak (Suparyono et al. 2003).

Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman. Namun pada umumnya

(29)

Gejala penyakit disebut kresek pada stadia bibit, sedang gejala stadia tanaman

yang lebih lanjut disebut hawar. Gejala diawali dengan bercak kelabu umumnya

di bagian pinggir daun. Bercak berkembang terus pada varietas yang rentan dan

akhirnya membentuk hawar. Ketika kondisi menjadi parah, tanaman terlihat

kering seperti terbakar (Suparyono et al. 2003).

Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) membentuk galur-galur baru di

lapangan sejalan dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Perbedaan

virulensi antara Xoo yang dikumpulkan dari berbagai daerah merupakan dinamika

interaksi antara inang dan patogen yang dapat dibedakan menjadi varietas

diferensial dan kelompok di pihak patogen (Goto 1998).

Xanthomonas oryzae pv. oryzae dikatakan sebagai spesies kompleks. Hal ini

didasari oleh penyebaran yang luas, keragaman genetik, filogenetik, dan molekuler

dari galur-galur yang menyerang tanaman (Tsuyuma et al. 1996). Galur III

mempunyai daerah sebaran yang paling luas, meliputi Sulawesi Selatan,

Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Perbedaan virulensi dari isolat Xoo

dipengaruhi oleh gen virulensi yang dimilikinya. Bila terdapat gen virulensi

patogen Xoo yang kompatibel dengan gen ketahanan inang (padi), maka patogen

tersebut mampu menyerang inang. Berdasarkan pola virulensinya terhadap

varietas uji (galur isogenik), isolat yang termasuk dalam kelompok galur IV

diduga sekurang-kurangnya memiliki 8 gen virulen, yaitu v-1, v-2, v-3, v-8, v-10,

v-11, v-12, dan v-14. Isolat yang termasuk ke dalam kelompok galur III hanya

memiliki 7 gen virulen, yaitu v-1, v-4, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14 (Yamasaki et

al. 2006).

Tsuyuma et al. (1996) melaporkan bahwa interaksi antagonis antara dua

galur tipe liar bakteri hawar daun yaitu Xoo dari Filipina dan Korea, ternyata

galur liar Filipina dapat menghambat galur liar Korea bila galur ini dicampur

dalam satu inokulasi. Selanjutnya mutan nonpatogenik galur Filipina

mengendalikan antagonistik pada bakteri lain. Ternyata galur tipe liar Filipina dan

mutan nonpatogenik dapat menghambat pertumbuhan galur Korea setelah dua hari

(30)

penggabungan dengan mutan nonpatogenik, 10-18 macam Xoo tipe liar tidak

menyebabkan penyakit. Sebaliknya tiga dari galur nonpatogenik dapat

menghambat tipe liar dan mutan galur Filipina.

Pertambahan kelompok galur Xoo maka pengendalian penyakit HDB

menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, pergeseran galur Xoo perlu terus dipantau

untuk mengetahui kelompok galur Xoo yang akan digunakan dalam program

pemuliaan padi dan untuk dijadikan acuan dalam menentukan varietas padi yang

akan direkomendasikan untuk suatu wilayah (Suparyono et al. 2003).

Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri

Varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB secara

terpadu karena sangat ekonomis, efektif, dan tidak merusak lingkungan. Tetapi

keefektifan varietas yang tahan ini dipengaruhi oleh interaksi antara gen pembawa

sifat tahan yang dimilikinya dan gen virulensi pada populasi Xooyang terdapat di

suatu wilayah (Yamasaki et al. 2006).

Galur Xoo berbeda dari suatu daerah dengan daerah lain, dan dari suatu

negara dengan negara lain. Varietas padi yang tahan terhadap galur Xoo asal

Filipina belum dapat dipastikan akan bereaksi tahan terhadap galur asal Indonesia

atau negara lain, sehingga perlu adanya pengujian ulang. Varietas dengan gen

ketahanan xa-5 bereaksi tahan terhadap semua galur asal Filipina, sedangkan

varietas dengan gen ketahanan xa-4 seperti yang dimiliki IR64 hanya tahan

terhadap galur I asal Filipina (Yamasaki et al. 2006). Oleh karena itu gen

ketahanan yang masih efektif di suatu wilayah perlu diidentifikasi dengan

seksama.

Penggunaan bakteri isogenik yang nonpatogen melalui mutagenesis

menggunakan transposon merupakan salah satu cara untuk mendapatkan varietas

yang tahan terhadap HDB. Transposon akan menyisip ke dalam genom dan

terutama sekuen DNA yang berperan dalam regulasi suatu proses fisiologi tertentu

seperti sifat virulen, sehingga menyebabkan perubahan ekspresi gen. Selanjutnya

akan dihasilkan mutan Xoo yang tidak menginduksi reaksi hipersensitif sehingga

(31)

berkurang sifat virulennya mampu mengurangi kerugian produksi padi akibat

penyakit HDB. Mutan yang dihasilkan secara genetik sama dengan tipe liarnya

disebut isogenik. Mutan isogenik yang nonpatogenik diharapkan mampu menekan

pertumbuhan tipe liarnya dengan cara kompetisi. Penggunaan mutan isogenik

tersebut lebih menguntungkan karena mutan akan berperilaku sama dengan tipe

liarnya dalam merespon perubahan lingkungan sehingga memiliki kesintasan yang

sama di alam (Nakayachi 1995).

Menurut Sugio et al. (2005) bahwa mutasi gen hrpF pada bakteri Xoo tidak

menghilangkan patogenitasnya tetapi dapat mengurangi kemampuan bakteri untuk

tumbuh pada padi dan juga mengurangi kemampuannya dalam menyebabkan

gejala HDB. Hal ini disebabkan keterlibatan gen-gen lain yang menentukan sifat

virulen Xoo. Beberapa gen yang diketahui berperan dalam menentukan virulensi

Xoo antara lain gumG, xps, aroE, rpfF, pgi, purH, dan eglXoB, sehingga mutasi

pada gen hrp Xoo tidak dapat secara langsung menghilangkan seluruh sifat

patogenitasnya pada tanaman padi (Hu et al. 2007).

Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis

Intensitas serangan HDB tidak hanya dipengaruhi oleh ketahanan varietas

dan virulensi patogen, tetapi juga dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam yang

diterapkan oleh petani. Sama halnya dengan penyakit-penyakit padi lainnya,

penyakit HDB mempunyai hubungan yang jelas dengan pemupukan, khususnya

pemupukan nitrogen. Pemberian pupuk N dengan dosis tertentu untuk

meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produktivitas. Sebaliknya pemupukan N

dengan dosis yang tinggi akan meningkatkan kerusakan pada varietas dengan

ketahanan, walaupun pada varietas yang resisten dampaknya relatif kecil. Oleh

karena itu, pemupukan N yang berlebihan sebaiknya dihindarkan. Selain

pemupukan sesuai dosis anjuran, pergiliran varietas dan tanaman, sanitasi dan

eradikasi pada tanaman yang terserang dapat dilakukan untuk mengendalikan

(32)

Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati

Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat mendorong penyakit berkembang lebih pesat. Arwiyanto et al. (2007) melaporkan bahwa petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar misalnya masih menggunakan bibit padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri, membiarkan sisa-sisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga dapat memacu perkembangan penyakit HDB. Pengendalian penyakit tanaman di Indonesia selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan pestisida, namun akibat efek samping yang ditimbulkan maka penggunaannya mulai dikurangi karena residu yang ditinggalkan dapat bersifat racun dan karsinogenik.

Pengendalian bakteri patogen lebih efektif bila dilakukan secara terpadu dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan atau toleran, teknik budidaya (pergiliran tanaman, bahan organik, pemupukan), pengendalian menggunakan agen biokontrol, pestisida nabati dan membatasi penyebaran bakteri patogen termasuk pengaturan karantina (Arwiyanto et al.

2007).

Menurut Pal dan Gardener (2006) biokontrol telah digunakan dalam berbagai bidang biologi, terutama entomologi dan patologi tanaman. Bidang entomologi menggunakan predator serangga hidup, nematoda entomopatogen, atau mikrob patogen untuk menekan populasi hama serangga. Dalam patologi tanaman penggunaan berjangka mikrob antagonis untuk menekan penyakit serta penggunaan patogen inang spesifik untuk mengendalikan populasi patogen lainnya. Organisme yang menekan hama atau patogen disebut sebagai agen biokontrol. Agen biokontrol umumnya menghasilkan antibiotik dalam jumlah relatif kecil sehingga kosentrasi di alam relatif rendah, walaupun senyawa tersebut mempunyai spektrum yang luas namun tidak memberikan tekanan yang terlalu kuat terhadap patogen sehingga tidak menimbulkan resistensi (Nawangsih 2006).

(33)

aman, tidak terakumulasi dalam rantai makanan, adanya proses reproduksi

sehingga dapat mengurangi pemakaian yang berulang-ulang dan dapat digunakan

secara bersama-sama dengan pengendalian yang telah ada. Penggunaan agen

biokontrol dalam skala luas di lapangan memerlukan beberapa kriteria antara lain

formulasi agen biokontrol mudah diaplikasi di lapangan, pembiakan massal dan

bahan formulasi yang murah dan mudah didapatkan, serta agen biokontrol mampu

bertahan pada waktu yang relatif lama dalam bahan formulasinya di suhu ruang

(Dirmawati 2005).

Sebagian besar pekerjaan di bidang biokontrol masih dalam taraf percobaan

dan kajian kelayakan ekonomi, seperti halnya biokontrol penyakit HDB masih

dalam taraf pengujian di laboratorium dan rumah kaca. Hasil penelitian Khaeruni

(2001) menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bakteri filosfer yang diisolasi dari

daun padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada skala rumah

kaca. Demikian pula Machmud dan Farida (1995) melaporkan bahwa bakteri

filosfer Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. yang diisolasi dari daun dan

batang tanaman padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada padi

secara in vitro.

Kemampuan bakteri tanah bertahan hidup diduga sangat tergantung pada

keberadaan tanaman inang. Bakteri patogen yang spesifik pada tanaman inang

terdapat pada lahan tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan faktor lingkungan,

baik faktor abiotik, seperti suhu, tipe tanah, dan curah hujan maupun faktor

biotik, sebagai contoh keberadaan nematoda dapat memperparah serangan

penyakit HDB pada tanaman padi (Agustiansyah 2009). Tanaman merespon

berbagai stimulus lingkungan, termasuk gravitasi, cahaya, suhu, stres fisik, air,

dan ketersediaan hara. Tanaman juga menanggapi berbagai rangsangan kimia

yang diproduksi oleh tanah dan tanaman yang berasosiasi dengan mikrob.

Rangsangan tersebut dapat menginduksi pertahanan tanaman melalui perubahan

biokimia yang meningkatkan perlawanan terhadap infeksi berbagai patogen.

Induksi pertahanan inang dapat bersifat lokal atau sistemik di alam tergantung

pada jenis, sumber, dan jumlah rangsangan. Terdapat beberapa jalur induksi

resistensi yang dirangsang oleh agen biokontrol. Jalur pertama disebut ketahanan

(34)

oleh asam salisilat (SA) yaitu senyawa yang sering diproduksi oleh mikrob yang

menginfeksi dan biasanya mengarah ke ekspresi protein terkait patogenesis (PR).

Protein PR ini termasuk beberapa enzim yang beragam yang bertindak secara

langsung untuk melisiskan sel yang menyerang, memperkuat batas-batas dinding

sel untuk melawan infeksi, atau menginduksi kematian sel lokal. Jalur lainnya

ialah resistensi sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR),

diperantarai oleh asam jasmonat (JA) atau etilen yang dihasilkan oleh beberapa

rhizobacteria nonpatogen (Pal & Gardener 2006).

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp.

Bakteri Pseudomonas sp. mampu mendegradasi sejumlah besar senyawa

organik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang bersifat

menguntungkan di bidang pertanian dan sebagian lainnya dapat sebagai agen

biokontrol (West 2005). Bakteri ini banyak menguntungkan bagi tanaman secara

langsung, yaitu melalui pemacuan pertumbuhan dan peningkatan kesehatan

tanaman, atau secara tidak langsung melalui penghambatan, kompetisi dengan

patogen atau parasit (Loccoz & Defago 2004).

Bakteri Pseudomonas sp. sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman

menghasilkan fitohormon dalam jumlah besar khususnya indole acetic acid (IAA)

untuk merangsang pertumbuhan yaitu giberelin, sitokinin, dan etilen serta

melarutkan fosfat, kalium atau nutrien lain sehingga tersedia bagi tanaman (Astuti

2008). Pada beberapa galur Pseudomonas sp. dapat membantu tanaman

menghadapi cekaman lingkungan seperti kekurangan air dan nutrien serta

pencemaran senyawa toksin (Shen 1997).

Selain sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas sp. juga

mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol terhadap serangan fungi patogen

tanaman. Mekanisme dalam menekan pertumbuhan fungi patogen tanaman antara

lain karena bakteri ini mampu menghasilkan senyawa siderofor, β-1,3 glukanase,

kitinase, antibiosis, dan sianida (Chermin & Chet 2002).

Senyawa antimikrob juga dapat dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas sp.

seperti bakteriosin, fenazin, pioluteorin, pirolniftril, 2,4 diasetil floroglusinol, dan

(35)

diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens 2-79 mampu menghambat

Gaeumannomyces graminis var. tritici ketika diperlakukan pada benih gandum

(Weller 1988). Velusamy et al. (2006) melaporkan 2,4 diasetil floroglusinol yang

diproduksi oleh Pseudomonas sp. dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas

oryzae pv. oryzae yang menyebabkan penyakit HDB pada tanaman padi. Hasil

penelitian lainnya melaporkan bahwa agen biokontrol seperti Pseudomonas

fluorescens mampu menghasilkan asam sianida (HCN) yang mampu menekan

penyakit Black root pada tembakau (Zhang 2006). Sedangkan menurut Loccoz &

Defago (2004) agen biokontrol mampu bertindak sebagai parasit bagi patogen

secara langsung dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler (kitinase,

protease, selulase) yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel patogen

sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat. Pseudomonas fluorescens

memproduksi pigmen fluoresen berwarna kuning hijau berfungsi sebagai

siderofor (Weller 1988), juga menghasilkan 2,4-diasetilfloroglusinol (Raaijmakers

et al. 1999) yang mampu mengendalikan berbagai penyakit tular tanah.

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp.

Bakteri Bacillus sp. mampu membentuk endospora pada kondisi lingkungan

yang tidak menguntungkan sehingga dapat bertahan hidup. Kemampuannya dalam

membentuk endospora menjadikan Bacillus sp. banyak digunakan dalam industri

secara komersil karena dapat bertahan lama dan beradaptasi dengan formula dan

bahan-bahan kimia yang diaplikasikan dalam tanah pertanian (Bai et al. 2003).

Bakteri ini tergolong dalam bakteri aerob dan anaerob fakultatif (Holt et al.

1994).

Bakteri Bacillus sp. mempunyai kemampuan sebagai biokontrol penyakit

tanaman dengan memproduksi antibiotik yang disekresikan saat kultur memasuki

fase stasioner dan memproduksi antibiotik metabolit sekunder seperti

enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al. 2000).

Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di

ribosom dan biasanya hanya menghambat galur-galur bakteri yang berkerabat

dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin tersebut (Jack et al. 1995). Isramilda

(36)

metabolit aktif yaitu bakteriosin. Secara in vitro bakteriosin dapat diproduksi

kemudian dipekatkan dengan berbagai metode pengendapan sebagaimana metode

pengendapan protein. Berbagai pelarut organik seperti aseton, metanol dan etanol

dapat digunakan untuk mengendapkan bakteriosin. Beberapa jenis bakteriosin

yang dihasilkan oleh Bacillus ialah subtilin (B. subtilis), megacin (B.

megaterium), ericin (B. subtilis), licherin (B. licherniformis), coagulin (B.

coagulans), cerein (B. cereus), dan thuricin (B. thuringiensis) (Jack et al.1995).

Senyawa antibiotik zwittermicin A yang diproduksi oleh B. cereus dilaporkan

oleh Weller (1988) mampu menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora

medicaginic.

Bakteri B. subtilis dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor,

sehingga bakteri ini mampu berkompetisi dengan bakteri patogen dalam

menggunakan Fe3+ yang kosentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Pengambilan

Fe3+ oleh bakteri tidak mengganggu kebutuhan tanaman karena tanaman hanya

membutuhkan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme

(Nawangsih 2006). B. cereus galur UW85 mampu menghasilkan zwittermicin dan

kanosamine. Kemampuan menghasilkan beberapa antibiotik mampu menekan

beragam mikrob pesaing sebagai patogen tanaman (Pal & Gardener 2006).

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Serratia marcescens

Beberapa galur S. marcescens dapat menghasilkan pigmen prodigiosin yang

berwarna merah gelap hingga merah muda, tergantung pada usia koloni bakteri

tersebut (Madigan et al. 2000). Bakteri ini termasuk Gram negatif yang dapat

tumbuh pada kondisi nutrisi sederhana dan mudah mengkolonisasi pada filosfer

tanaman (Carbonell et al. 2003). Bakteri ini memproduksi enzim kitinase, lipase,

kloroperoksidase, dan protein ekstraseluler. Antibiotik yang umumnya

digunakan untuk mengobati infeksi Serratia yaitu β-laktam, aminoglikosida, dan

fluoroquinol (Hejazi & Falkiner 1997).

Penggunaan bakteri epifit Serratia marcescens galur Kgh1, Pseudomonas

fluorescens galur E10, dan Pantoea agglomerans galur Abp2 mampu mengurangi

gejala penyakit hawar api atau fire blight yang disebabkan oleh Erwinia

(37)

galur Kgh1 di lapangan sangat baik dalam menekan penyakit hawar api tersebut

(Gerami et al. 2011).

Serratia marcescens galur 90-166 sebagai rhizobakteria mampu

menginduksi resistensi sistemik (ISR) terhadap fungi patogen, bakteri, dan virus.

Hal ini disebabkan S. marcescens galur 90-166 dapat memproduksi asam salisilat

(SA) dengan menggunakan plasmid salicylateresponsif pUTK21. Bakteri ini

mampu menekan penyakit yang diakibatkan oleh fungi patogen Colletotrichum

orbiculare pada tanaman mentimun. Selain itu S. marcescens galur 90-166

menghasilkan salisilat hidroksilase yang dapat menekan penyakit yang disebabkan

oleh Pseudomonas syringae pv. tabaci pada tembakau tipe liar Xanthi-nc dan

tembakau transgenik NahG-10. Kenaikan kosentrasi besi secara in vitro ternyata

dapat mengurangi produksi SA, dan meningkatnya kosentrasi besi di dalam

tanaman mentimun yang diserap melalui akar ternyata mengurangi induksi ISR

(38)
(39)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2010 sampai dengan Juni

2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan di

laboratorium serta rumah kaca Balai Besar Bioteknologi dan Sumber daya Genetik

Pertanian (BB Biogen), Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan ialah: padi IR64, tanaman tembakau, isolat bakteri

Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, Serratia marcescens E31, B. firmus

E65, dan isolat patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dari koleksi bank

gen mikrob BB Biogen. Isolat bakteri P. fluorescens ATCC13525 Pf, Bacillus sp.

I.5, dan Bacillus cereus I.21 dan II.14 dari koleksi IPB Culture Collection

(IPBCC) Departemen Biologi, FMIPA, IPB, (Lampiran 1). Media yang digunakan

ialah: King’S B agar, nutrientagar (NA), dan wakimoto agar (WA) (Lampiran 2).

Peremajaan Mikrob

Isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b dan P. fluorescens

Pf diperbanyak dengan memindahkan kultur pada medium agar-agar King’S B

dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Isolat tersebut diremajakan dan

diperiksa kemurniannya dengan menggunakan metode kuadran. Biakan yang telah

murni ditumbuhkan pada medium agar-agar miring King’S B dan disimpan dalam

lemari pendingin pada suhu 200C. Hal yang sama juga dilakukan pada isolat

bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xoo yangdiperbanyak pada medium WA

serta isolat bakteri Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, Bacillus cereus I.21

dan II.14, dan B. firmus E65 yang masing-masing diperbanyak dengan

(40)

Uji Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae

pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau

Uji reaksi hipersensitif dilakukan pada daun tembakau (Nicotiana tobacum)

(Zou et al. 2006). Masing-masing isolat C32a, C32b, dan Pf diperbanyak pada

medium King’S B cair. Xoodiperbanyak pada medium WA cair, serta E31, I.5,

I.21, II.14, dan E65 diperbanyak pada medium NA cair diinkubasi selama 24

jam pada rotary shaker hingga populasinya mencapai 107cfu/ml. Masing-masing

inokulum diinjeksi sebanyak 1 ml menggunakan syringe steril berukuran 1 ml

tanpa jarum pada bagian belakang helaian daun tembakau yang sehat. Sebagai

kontrol negatif digunakan akuades steril. Daun tembakau diberi label sesuai isolat

yang diinjeksi. Respon tanaman diamati dalam jangka waktu 24-48 jam.

Pengamatan pada daun tembakau terjadi nekrosis atau tidak. Isolat-isolat yang

tidak menimbulkan reaksi hipersensitif kemudian dipilih untuk diuji daya

hambatnya terhadap Xoo.

Seleksi Isolat Uji yang Berpotensi Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas

oryzae pv. oryzae

Uji ini menggunakan metode double layer (Lisboa et al. 2006). Uji daya

hambat bakteri-bakteri uji terhadap Xoo secara in vitro dilakukan untuk

menyeleksi isolat yang berpotensi sebagai agen biokontrol. Sebanyak 800 μL

(107cfu/ml) kultur cair bakteri patogen diinokulasi ke dalam 80 ml WA semipadat

lalu dituang pada permukaan cawan WA padat masing-masing sebanyak 10 ml.

Setelah permukaan media WA double layer memadat, potongan kertas saring

Whatman No.2 (diameter 0,7 cm) yang telah direndam dalam larutan yang

mengandung bakteri yang berumur 24 jam, kertas cakram dikeringanginkan

kemudian diletakkan di tengah cawan petri yang berisi biakan bakteri Xoo.

Biakan diinkubasi selama 24 jam kemudian diamati zona hambat di sekeliling

cakram. Perlakuan kontrol terdiri atas, kontrol negatif dengan akuades steril dan

kontrol pembanding kimia bakterisida yang mengandung bahan aktif tembaga

sulfat (CuSO4) 50% dengan merek dagang Nordox (Norwegia). Setiap perlakuan

(41)

setelah inkubasi 24 jam pada suhu ruang. Indeks aktivitas antimikrob dihitung

dengan cara (Patra et al. 2009):

Indeks aktivitas antimikrob = Nilai penghambatan perlakuan X 100%

Nilai penghambatan kontrol

Uji In Vivo Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada

Tanaman Padi di Rumah Kaca

Bibit padi IR64 yang akan disemai dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara

dicuci dengan alkohol 95% selama kurang lebih 1 menit kemudian dicuci dengan

akuades steril selama tiga menit sebanyak tiga kali. Kemudian dipilih benih yang

tenggelam. Setelah dicuci, benih dibungkus dengan kain kasa dan diletakkan di

bawah aliran air kran hingga berkecambah selama lebih kurang empat hari,

kemudian ditanam di bak plastik berukuran 15х30 cm2 berisi tanah steril lembab ±

5 Kg yang telah dicampur pupuk NPK (1:1:1). Benih padi berumur 18 hari

dipindahkan ke dalam pot-pot berdiameter 30 cm, dan setiap pot ditanam 3

rumpun padi.

Koloni Xoo yang telah diperbanyak pada medium agar-agar miring selama

24 jam diambil sebanyak 2 ose kemudian ditumbuhkan dalam medium WA cair

selama 48 jam dan diukur kerapatannya sampai 107 cfu/ml. Hal yang sama juga

dilakukan pada isolat bakteri C32a, C32b, Pf, E31, I.5, I.21, II.14, dan E65 sesuai

medium pertumbuhannya. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan, total unit percobaan adalah 33 satuan

percobaan, yaitu:

1. Kontrol positif dilakukan penyemprotan senyawa kimia tembaga sulfat

2. Kontrol negatif dilakukan penyemprotan air steril

3. Kontrol sakit dilakukan penyemprotan Xoo

4. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum II.14

5. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum I.5

6. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum Pf

7. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum C32a

8. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum C32b

(42)

10. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum E.31

11. Perlakuan dengan penyemprotan inokulum E.65

Penyemprotan 30 ml filtrat suspensi bakteri dilakukan sebelum inokulasi

patogen Xoo (preventif), yaitu umur 7 hari, 14 hari, 28 hari, dan 42 hari setelah

tanam. Sebanyak sepuluh daun padi yang telah berkembang penuh atau daun

bendera dalam setiap rumpun padi di setiap pot, masing-masing diinokulasi

patogen Xoo dengan cara pengguntingan daun (leaf clipping method) pada saat

tanaman mencapai 45 hari setelah tanam. Perlakuan kontrol pembanding

menggunakan penyemprotan senyawa kimia atau bakterisida yang mengandung

tembaga sulfat sebanyak 2 g/L dan kontrol negatif disemprot dengan akuades

steril, serta kontrol sakit diinokulasi dengan Xoo. Pengamatan terhadap gejala

penyakit HDB dilakukan pada setiap pot dengan selang waktu tiga hari selama

sebulan setelah inokulasi melalui pengukuran panjang lesio (lesion length) HDB.

Selanjutnya dilakukan penghitungan area under disease progress curve

(AUDPC). Luasan area di bawah kurva perkembangan penyakit ini ditentukan

untuk mengetahui hubungan antara intensitas penyakit terhadap respon waktu

(Shaner & Finney 1977):

n

AUDPC = ∑(yi + yi + 1) (ti + 1 –ti) i=1 2

Keterangan:

n = jumlah pengamatan ti = waktu pengamatan Yi = intensitas penyakit HDB

Pengamatan juga dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan padi

yang muncul, jumlah malai, bobot basah, dan bobot kering gabah tanaman padi

pada akhir pengamatan. Tinggi tanaman padi ± 17 cm dari permukaan tanah pada

saat pindah tanam ke dalam pot-pot besar. Jumlah anakan padi pada saat pindah

tanam sebanyak 4 anakan pada masing-masing pot. Penelitian disusun dalam

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil

percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf kepercayaan

95% (ANOVA), jika menunjukkan pengaruh nyata maka selanjutnya dilakukan

(43)

(Uji jarak berganda Duncan, DMRT) pada taraf 5% (α=0,05) dengan

(44)
(45)

HASIL

Karakteristik Pertumbuhan Mikrob

Pertumbuhan P. aeruginosa C32a dan C32b lebih cepat dibandingkan P.

fluorescens Pf. Biakan C32a dan C32b mampu tumbuh dalam waktu 24 jam dan

mengubah warna media King’S B menjadi hijau kekuningan (Gambar 1).

Gambar 1 Isolat Pseudomonas aeruginosa.

Isolat P. fluorescens tumbuh berpendar dalam waktu 48 jam pada medium

agar King’S B. Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, Bacillus cereus I.21 dan

II.14, dan B. firmus E65 ditumbuhkan pada media agar-agar miring NA,

pertumbuhannya cepat dalam waktu 24 jam pada suhu ruang. Koloni isolat B.

firmus memiliki bentuk tidak beraturan dan menyebar dengan tepian berombak

serta elevasi timbul. Koloni isolat Bacillus sp., S. marcescens, P. aeruginosa, dan

B. cereus dicirikan dengan bentuk bundar, tepian licin, serta elevasi cembung.

Isolat patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xoo menunjukkan pertumbuhan

koloni berwarna kekuningan berlendir dengan bentuk koloni bulat, halus,

mengkilap.

C32b

(46)

Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae pv.

oryzae terhadap Tanaman Tembakau

Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tanaman tembakau setelah 48 jam

diinjeksi inokulum C32a dan C32b menunjukkan ciri-ciri daun agak menguning

tetapi tidak menyebabkan nekrosis (Gambar 2a). Hasil injeksi dengan inokulum

dari

isolat yang lainnya tidak menunjukkan perubahan pada daun tembakau dan tidak

terjadi nekrosis (Gambar 2a, 2b, dan 2c), artinya bakteri biokontrol tidak

patogenik terhadap tanaman tembakau sehingga tidak menyebabkan jaringan

kolaps dan mati.

Injeksi dengan menggunakan inokulum Xoo menunjukkan nekrosis

munculnya bercak abu-abu gelap dan berubah menjadi kecoklatan pada daun

tembakau (Gambar 2d). Injeksi perlakuan kontrol dengan akuades steril tidak

terjadi nekrosis (Gambar 2a). Semua bakteri biokontrol tidak menimbulkan reaksi

hipersensitif terhadap tanaman tembakau sehingga dapat dilanjutkan dengan

pengujian daya hambat isolat-isolat tersebut terhadap Xoo, dan aplikasi pada

tanaman padi secara in vivo di rumah kaca.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2 Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau setelah 48 jam inokulasi bakteri. Keterangan: (a) dan (b) menggunakan semua isolat uji termasuk kontrol (k), (c) Pf, dan (d) Xoo.

Potensi Isolat Uji dalam Menghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Isolat yang berpotensi menghambat pertumbuhan Xoo ditunjukkan dengan

pembentukan zona hambat. Pertumbuhan Xoo dapat dihambat oleh isolat C32a,

(47)

C32b, Pf, I.21, dan I.5 (Gambar 3). Perlakuan kontrol negatif menggunakan

akuades steril, Xoo tumbuh hingga memenuhi permukaan cawan berisi

media WA (Gambar 3). Sedangkan pada perlakuan kontrol pembanding kimia

dengan tembaga sulfat menunjukkan zona hambat terhadap pertumbuhan Xoo

(Gambar 3).

I.21 I.5

C32a C32b Pf

Kontrol positif (Tembaga sulfat) Kontrol negatif (Akuades steril)

Gambar 3 Pengujian antagonis isolat uji terhadap Xoo dibandingkan dengan kontrol.

Hasil pengujian efektivitas antagonisme bakteri terhadap bakteri patogen

Xoo secara in vitro memperlihatkan adanya penghambatan pertumbuhan Xoo

dengan terbentuknya zona hambat (Tabel 1). Isolat C32a dan C32b dapat

1 cm  1 cm

1.5 cm  2 cm 2 cm 

(48)

menghambat pertumbuhan Xoo secara in vitro yang berbeda nyata terhadap

perlakuan kontrol pembanding kimia dengan tembaga sulfat.

Tabel 1 Zona hambat dan indeks aktivitas antimikrob isolat uji terhadap Xoo.

Perlakuan Isolat Nilai rata-rata

zona hambat (cm)

Indeks aktivitas mikrob (%)

C32a Pseudomonas aeruginosa 1,30 a 325

C32b Pseudomonas aeruginosa 1,00 ab 250

Pf Pseudomonas fluorescens 0,80 bc 200

E.31 Serratia marcescens 0,00 e 0

E.65 Bacillus firmus 0,00 e 0

I.21 Bacillus cereus 0,50 bc 125

II.14 Bacillus cereus 0,00 e 0

I.5 Bacillus sp. 0,30 c 75

Tembaga sulfat (+)

- 0,40 c 100

Akuades (-) - 0,00 e 0

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT)

Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca

Panjang Lesio Hawar Daun Bakteri. Hasil uji in vivo gejala nekrosis pada daun padi yang telah diinokulasi Xoo mulai terlihat 2 hari setelah inokulasi (hsi)

dengan gejala berupa daun layu seperti tersiram air panas (water soaking) dan

berkembang menjadi gejala hawar sehingga daun berwarna kekuningan mulai 3

hsi (Gambar 4). Gejala penyakit tersebut memanjang di sepanjang tepi daun atau

di seluruh helaian daun. Panjang lesio bertambah sepanjang waktu pengamatan

hingga 18 hsi (Gambar 5).

(49)

Panjang lesio HDB yang terbentuk 3 hsi dengan aplikasi bakteri tidak

menunjukkan perbedaan dengan aplikasi menggunakan bakterisida yang

mengandung tembaga sulfat dan Xoo. Penyemprotan dengan suspensi bakteri E31

menunjukkan panjang lesio yang sama dengan perlakuan kontrol sakit yang hanya

diinokulasi dengan Xoo tanpa aplikasi biokontrol (Lampiran 3).

Gambar 5 Gejala HDB pada ujung daun menguning 18 hari setelah inokulasi Xoo. Keterangan perlakuan: (1) Akuades steril, (2) C32a, (3) Pf, (4) C32b, (5) I.21, (6) Tembaga sulfat, (7) I.5, (8) E65, (9) II.14, (10) E31, dan (11) Xoo.

Panjang lesio HDB yang terbentuk 6 hsi dengan aplikasi bakteri C32a mulai

menunjukkan perbedaan dibandingkan aplikasi menggunakan bakterisida yang

mengandung tembaga sulfat dan Xoo (Gambar 6). Aplikasi bakteri C32a

merupakan perlakuan terbaik dengan panjang lesio terendah, sedangkan isolat E31

menunjukkan panjang lesio yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan Xoo.

Demikian juga pada 9 hsi dan 12 hsi menunjukkan hal yang sama. Namun pada

15 hsi aplikasi bakteri C32a, Pf, dan C32b menunjukkan tidak berbeda dengan

perlakuan menggunakan tembaga sulfat (Gambar 6).

Pengamatan pada 18 hsi dengan penyemprotan suspensi bakteri C32a

merupakan perlakuan terbaik yang mampu menekan intensitas perkembangan

penyakit HDB dengan panjang lesio terendah (Lampiran 3). Perlakuan

penyemprotan isolat C32a berbeda nyata terhadap perlakuan bakterisida dengan

menggunakan tembaga sulfat. Sedangkan perlakuan dengan isolat E31

menunjukkan panjang lesio tertinggi dibandingkan perlakuan menggunakan Xoo.

5

10  8  11

9   7

6

4

2  1

(50)

Gambar 6 Panjang lesio HDB pada daun padi setelah inokulasi Xoo. Keterangan: Sumbu X ialah perlakuan kontrol dan perlakuan isolat bakteri. Sumbu Y ialah panjang lesio HDB (cm).

(51)

Pengukuran intensitas perkembangan penyakit HDB ini secara kumulatif

dilakukan dengan penghitungan AUDPC. Penyemprotan dengan suspensi bakteri

C32a menunjukkan nilai AUDPC terendah hingga 49.10 cm.hari (Gambar 7).

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas serangan penyakit, perlakuan dengan

isolat C32a membentuk grafik linear serangan HDB dengan nilai terendah

(Gambar 7). Perlakuan dengan isolat Pf dan tembaga sulfat menunjukkan garis

linear yang hampir berhimpit karena memiliki nilai yang hampir sama yang

menunjukkan kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Sedangkan

isolat E31 menunjukkan garis yang tidak linear dan memiliki nilai serangan

penyakit yang lebih tinggi dari pada kontrol sakit dengan Xoo. Hal ini

menunjukkan bahwa aplikasi isolat E31 kurang efektif untuk menekan

perkembangan gejala penyakit HDB.

Gambar 7 Intensitas serangan HDB pada tanaman padi dan nilai AUDPC (cm.hari).

Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman padi 1 minggu setelah tanam (mst) menunjukkan perlakuan penyemprotan dengan suspensi tembaga sulfat, E65,

C32a, dan E31 tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril (Gambar 8). Namun

perlakuan dengan penyemprotan suspensi I.5, C32b, Pf, I.21 dan II.14

menunjukkan perbedaan dengan perlakuan akuades steril (Lampiran 4).

Pengamatan tinggi tanaman pada 2 dan 3 mst menunjukkan perlakuan

penyemprotan dengan suspensi E65, E31, I.21, C32b, C32a, dan Pf tidak berbeda

dengan perlakuan akuades steril.

Perlakuan E65, E31, C32a, I.21, Pf, C32b, dan I.5 menunjukkan tinggi

tanaman yang cenderung sama dengan perlakuan yang disemprot akuades steril

0

Waktu Pengamatan (Hari)

(52)

pada 4 mst hingga 6 mst. Tinggi tanaman padi 7 mst menunjukkan perlakuan

penyemprotan dengan suspensi isolat E65, E31, C32a, I.5, C32b, Pf, dan I.21

tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Pengamatan tinggi tanaman

padi pada 8 dan 9 mst menunjukkan perlakuan penyemprotan dengan

suspensi E65, E31, C32a, C32b, I.21, Pf, dan I.5 juga tidak berbeda dengan

perlakuan akuades steril. Namun secara keseluruhan pengamatan dari 1 mst

hingga 9 mst menunjukkan bahwa perlakuan dengan E65 memiliki kecenderungan

meningkatkan tinggi tanaman padi hampir sama dengan tinggi tanaman padi pada

perlakuan menggunakan akuades steril. Sedangkan dari pengamatan 3 mst hingga

9 mst menunjukkan bahwa perlakuan dengan penyemprotan tembaga sulfat

(kontrol pembanding kimia) dan suspensi II.14 memiliki kecenderungan tinggi

tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol akuades steril.

Jumlah Anakan. Saat 1 mst jumlah anakan padi seluruh perlakuan dengan isolat bakteri menunjukkan tidak berbeda dibandingkan perlakuan akuades steril

(Gambar 9). Jumlah anakan yang muncul dengan perlakuan II.14 cenderung lebih

banyak dibandingkan dengan perlakuan isolat-isolat lainnya (Lampiran 5). Jumlah

anakan padi 2 mst pada perlakuan isolat E31, C32a, dan I.21 menunjukkan jumlah

anakan cenderung lebih banyak dari pada perlakuan akuades steril. Penyemprotan

dengan suspensi E31 menunjukkan jumlah anakan cenderung lebih banyak dari

pada perlakuan dengan akuades steril.

Suspensi isolat I.21, E31, C32a, C32b, Pf, E65, II.14, I.5 dan tembaga sulfat

yang disemprotkan pada tanaman padi pada 3 mst menunjukkan jumlah anakan

tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Namun penyemprotan dengan

suspensi I.21 menunjukkan jumlah anakan sebanyak 10,11 lebih banyak dari pada

jumlah anakan dengan perlakuan akuades steril yaitu 7,89 (Lampiran 5).

Jumlah anakan padi 4, 5, dan 6 mst pada perlakuan isolat I.21, E31, C32a,

Pf, C32b, E65, II.14, I.5 dan tembaga sulfat tidak berbeda dengan perlakuan

akuades steril. Sedangkan pada pengamatan 7,8, dan 9 mst perlakuan I.21, E.31,

C32a, Pf, C32b, E65, II.14, tembaga sulfat, dan I.5 tidak beda dengan perlakuan

akuades steril. Namun dari 7 mst hingga 8 mst hanya perlakuan isolat I.21 yang

menunjukkan jumlah anakan cenderung lebih banyak dari pada perlakuan akuades

(53)

menunjukkan jumlah anakan lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan

isolat-isolat lainnya.

Gambar 8 Tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan dengan isolat biokontrol. Keterangan: Sumbu X ialah perlakuan kontrol dan perlakuan isolat. Sumbu Y ialah tinggi tanaman padi (cm).

(54)

Gambar 9 Jumlah anakan padi yang diberi perlakuan dengan isolat biokontrol. Keterangan: Sumbu X ialah perlakuan kontrol dan perlakuan isolat. Sumbu Y ialah jumlah anakan padi.

(55)

Jumlah Malai. Pengamatan jumlah malai padi dilakukan saat 9 mst. Perlakuan penyemprotan dengan isolat I.21, C32a, Pf, C32b, dan E31 pada

tanaman padi yang terserang Xoo menunjukkan jumlah malai tidak berbeda

dengan jumlah malai pada perlakuan dengan akuades steril (Gambar 10).

Sedangkan perlakuan dengan isolat II.14, tembaga sulfat, E65, dan I.5

menunjukkan jumlah malai yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan

akuades steril.

Gambar 10 Jumlah malai padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam.

Produksi Gabah. Produksi padi yang terserang Xoo cenderung lebih tinggi pada perlakuan dengan penyemprotan bakteri biokontrol C32a, Pf, C32b, dan I.21

dari pada dengan akuades steril. Penyemprotan dengan isolat C32a menghasilkan

produksi gabah paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain yaitu sebesar

16,44 g untuk bobot basah dan 14,86 g untuk bobot kering gabah (Lampiran 6).

Sedangkan perlakuan dengan isolat I.5, II.14, E31, E65, dan tembaga sulfat

menunjukkan hasil gabah yang lebih rendah dari pada perlakuan dengan akuades

steril.

Gambar 11 Bobot gabah padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan isolat biokontrol panen panen 9 minggu setelah tanam. Keterangan: (■)Bobot Basah, ( ■) Bobot Kering.

Xoo II.14 I.5 Pf C32a C32b I.21 E.31 E.65

Jumlah

Xoo II.14 I.5 Pf C32a C32b I.21 E.31 E.65

(56)

Aplikasi dengan isolat-isolat biokontrol tidak mengganggu pertumbuhan

tanaman padi ditinjau dari tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, serta

bobot gabah hingga 9 mst, walaupun tanaman padi sudah terserang Xoo. Namun

demikian untuk mengetahui apakah panjang lesio yang diakibatkan oleh Xoo

berkorelasi terhadap produksi padi pada saat panen maka dilakukan analisis

regresi (Gambar 12).

a)

b)

c)

Gambar 12 Regresi panjang lesio HDB terhadap produksi padi pada saat panen. Keterangan grafik: (a) panjang lesio HDB terhadap jumlah malai padi, (b) panjang lesio HDB terhadap bobot gabah basah, dan (c) panjang lesio HDB terhadap bobot gabah kering.

(57)

Hasil analisis regresi dengan korelasi sedang memiliki kisaran nilai 0,40 ≤

0,59, korelasi kuat dengan nilai 0,6 ≤ 0,79, dan korelasi sangat kuat dengan nilai

0,80 ≤ 1 (Sugiyono 2006). Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa panjang

lesio HDB pada tanaman padi terhadap jumlah malai berkorelasi sedang dengan

nilai sebesar 0,4957 (Gambar 12a). Namun panjang lesio HDB menunjukkan

korelasi yang kuat terhadap bobot gabah basah yang dihasilkan, hal ini terlihat

pada nilai korelasi yang mencapai 0,8721 (Gambar 12b). Dan panjang lesio HDB

juga menunjukkan korelasi yang kuat terhadap bobot gabah kering yang

(58)

Gambar

Gambar 3 Pengujian antagonis isolat uji terhadap Xoo dibandingkan dengan
Tabel 1 Zona hambat dan indeks aktivitas antimikrob isolat uji terhadap Xoo.
Gambar 5 Gejala HDB pada ujung daun menguning 18 hari setelah inokulasi Xoo.
Gambar 8 Tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan dengan isolat biokontrol.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,30 (Kaplan &

Data hasil penelitian, diperoleh skor rata-rata hasil belajar IPA antara kelompok peserta didik yang memiliki gaya kognitif Filed Independent yang diberikan teknik

Pantai merupakan suatu lingkungan yang kom- pleks dan masih dipengaruhi oleh proses marin dan proses asal darat, sehingga kumpulan mineral yang terdapat pada sedimen tersebut

Manajemen ruang lingkup tidak sekedar memberikan batasan-batasan, namun juga sebagai perspektif tambahan untuk membantu mengukur kinerja proyek yang lebih efektif

Untuk program pembangunan fisik, yang termasuk pada pengembangan infrastruktur Bidang Cipta Karya entitas regional antara lain adalah:b. Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM)

Dalam rangka pencapaian pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten Nias Utara, dan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam

(P), mengukur besarnya net shift Kabupaten Kediri yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor PDRB Kabupaten Kediri yang berubah. Apabila P>0, artinya Kabupaten

Apakah motivasi konsumen, persepsi kualitas, dan sikap konsumen memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk “Ayu Fatma” Collection di Kabupaten