• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dayasaing buah nenas model tumpang sari dengan karet:kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dayasaing buah nenas model tumpang sari dengan karet:kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYASAING BUAH NENAS

MODEL TUMPANG SARI DENGAN KARET

(Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih

dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan)

Oleh:

SARI INDRIYATI

A 14104615

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

SARI INDRIYATI. ANALISIS DAYASAING BUAH NENAS MODEL TUMPANG SARI DENGAN KARET. Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS)

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang berperan cukup besar dalam menghasilkan devisa. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekspor komoditas hortikultura selama lima tahun terakhir (2001-2005) yang cukup besar yaitu 19,56. Indonesia merupakan negara tropis yang sangat potensial menghasilkan produk-produk pertanian yang khas, sehingga memiliki peranan besar dalam ekspor komoditas pertanian dunia. Salah satu komoditas yang sangat diminati pasar dunia adalah komoditas hortikultura terutama buah-buahan, seperti nanas, pepaya, alpukat, dan mangga yang digolongkan ke dalam buah eksotik.

Nenas merupakan buah unggulan ekspor kedua, setelah manggis pada tahun 2004. Volume ekspor nenas pada tahun 2004 sebesar 2.431.263 kilogram atau mengalami peningkatan sebesar 6,4 persen dari tahun sebelumnya. Permintaan ekspor nenas yang cukup tinggi merupakan pendorong bagi peningkatan produksi nenas dalam negeri sehingga mampu bersaing dengan nenas dari negara lain. Diharapkan buah nenas yang diproduksi di dalam negeri yang ditujukan untuk ekspor dapat memiliki dayasaing baik di pasar domestik maupun di pasaran internasional. Sumatera Selatan merupakan salah satu sentara produksi tanaman nenas. Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi nenas di Sumatera Selatan diantaranya Kota Prabumulih dengan luas lahan sebesar 3.672 hektar dan Kabupaten Ogan Ilir seluas 786 hektar.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis dayasaing pengusahaan buah nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir (2) menganalisis dampak kebijakan pemerintah serta perubahan harga input dan output terhadap dayasaing pengusahaan buah nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir. Penelitian ini dilakukan di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan sentra produksi nenas di Provinsi Sumatera Selatan. Pelaksanaan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2006 sampai Januari 2007. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dayasaing suatu komoditi dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi tersebut yaitu Policy Analysis Matrix (PAM).

(3)

Sungai Medang dan 0,88 untuk Desa Payaraman, sedangkan DRC untuk kedua desa, yaitu 0,47 (Desa Sungai Medang) dan 0,40 (Desa Payaraman).

Dampak kebijakan terhadap output- input pada kedua desa belum berjalan dengan efektif atau kebijakan output-input yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi petani nenas di kedua desa. Hal ini ditunjukan dari nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) yang kurang dari satu di kedua desa yaitu sebesar 0,65 (Desa Sungai Medang) dan 0,58 (Desa Payaraman).

(4)

ANALISIS DAYASAING BUAH NENAS MODEL TUMPANG SARI DENGAN KARET

(Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir,

Provinsi Sumatera Selatan)

Oleh:

SARI INDRIYATI A 14104615

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : ANALISIS DAYASAING BUAH NENAS MODEL TUMPANG SARI DENGAN KARET (Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan)

Nama : Sari Indriyati

NRP : A 14104615

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, PhD NIP. 132 158 758

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS DAYASAING BUAH NENAS MODEL TUMPANG SARI DENGAN KARET (KASUS DI DESA SUNGAI MEDANG, KECAMATAN CAMBAI, PRABUMULIH DAN DI DESA PAYARAMAN, KECAMATAN TANJUNG BATU, OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)” MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SEMUA SUMBER DAN DATA INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI PENULISAN LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, April 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baturaja, 25 Oktober 1984 sebagai anak kedua dari ayah yang bernama Sofiyan dan Ibu yang bernama Elvi Farida. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Xaverius II Baturaja pada Tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Baturaja, hingga lulus Tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Baturaja dan lulus pada Tahun 2001.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi yang ditulis mengambil topik mengenai “Analisis Dayasaing Buah Nenas Model Tumpang Sari dengan Karet (Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan)”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap output dan input dalam kegiatan usahatani nenas.

Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca.

Bogor, April 2007

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1.Muhammad Firdaus, PhD, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan dengan sabar, dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

2.Ir. Yayah K. Wagiono, MEc, selaku dosen penguji utama, yang telah banyak memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan skripsi

3.Ramat Yanuar, SP, Msi, selaku dosen penguji komisi pendidikan, yang telah memberikan kritik dan masukan pada penulis

4.Febriantina Dewi, SE, MM, selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan dalam proposal penelitian.

5.Kedua orang tua serta saudara-saudaraku yang selalu memberikan semangat, perhatian dan doa

6.Staf Dinas Pertania n Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir atas kerjasama yang baik

(10)

DAFTAR ISI

3.1.1.1. Keunggulan Komparatif ... 13

3.1.1.2. Keunggulan Kompetitif... 15

Kebijakan Pemerintah ... 16

3.1.3 Kebijakan Output ... 21

3.1.4. Kebijakan Terhadap Input ... 22

3.1.4.1. Kebijakan Input Tradable ... 22

3.1.4.2. Kebijakan Input Non Tradable... 23

3.1.5. Teori Matriks Analisis Kebijakan ... 25

3.1.6. Analisis Sensitivitas ... 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 27

IV. METODE PENELITIAN ... 31 Pengalokasian Komponen Biaya Domestik dan Asing ... 32

Alokasi Biaya Tataniaga ... 33

Penentuan Harga Bayangan Input dan Output ... 34

(11)

4.4.3.2. Harga Bayangan Input ... 35

4.5. Analisis PAM (Policy Analysis Matriks) ... 39

4.5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif... 40

4.5.2. Analisis Keunggulan Komparatif... 41

4.5.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah... 42

4.6. Analisis Sensitivitas ... 47

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 49

5.1. Desa Sungai Madang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih.. 49

5.1.1. Letak Geografis ... 49

5.1.2. Karakteristik Responden ... 51

5.2. Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir 52 5.2.1. Letak Geografis ... 52

5.2.2. Karakteristik Responden ... 54

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

6.1. Struktur Penggunaan Biaya dalam Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih... 55

6.2. Analisis Dayasaing Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 56

6.2.1. Analisis Keunggulan Kompetitif... 58

6.2.2. Analisis Keunggulan Komparatif... 59

6.2.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah... 61

6.2.3.1. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output ... 62

6.2.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input ... 64

6.2.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output ... 66

6.3. Struktur Penggunaan Biaya dalam Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 69

6.4. Analisis Dayasaing Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 70

6.4.1. Analisis Keunggulan Kompetitif... 72

6.4.2. Analisis Keunggulan Komparatif... 74

6.4.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah... 76

6.4.3.1. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output ... 77

6.4.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input ... 78

6.4.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output ... 81

6.5. Perbandingan Dayasaing Nenas Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih dengan Dayasaing Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 84

(12)

VII. ANALISIS SENSITIVITAS ... 88

7.1. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 88

7.1.1. Analisis Sensitivitas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Bila Terjadi Perubahan Harga Output ... 88

7.1.2. Analisis Sensitivitas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika ... 90

7.1.3. Analisis Sensitivitas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk ... 92

7.1.4. Analisis Sensitivitas Gabungan di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 93

7.2. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 95

7.2.1.Analisis Sensitivitas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Bila Terjadi Perubahan Harga Output ... 95

7.2.2.Analisis Sensitivitas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika ... 97

7.2.3.Analisis Sensitivitas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk ... 99

7.2.4.Analisis Sensitivitas Gabungan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir... 100

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 103

8.1. Kesimpulan... 103

8.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun 2002-2004... 2

2. Produksi Buah-Buahan Indonesia Tahun 2000-2004 (Ton) ... 2

3. Perkembangan Pengusahaan Nenas di Prabumulih dan Ogan Ilir Tahun 2004-2005 ... 6

4. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Komoditi ... 16

5. Matrik Analisis Kebijakan ... ... 40

6. Luas Lahan Tanaman Buah-Buahan di Kecamatan Cambai... 51

7. Luas Tanaman dan Luas Panen Nenas di Kecamatan Tanjung Batu .. 53

8. Biaya Rata-Rata per Kilogram Nenas Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Musim Tanam Tahun 2006 ... 56

9. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Musim Tanam Tahun 2006 (Rp/Kg) ... 57

10. Indikator-Indikator dari Analisis PAM pada Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Tahun 2006... 57

11. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 63

12. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 64

13. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 67

(14)

15. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Musim Tanam Tahun 2006 (Rp/Kg) ... 71 16. Indikator-Indikator dari Analisis PAM pada Pengusahaan Nenas di

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir

Tahun 2006... 72 17. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah

terhadap Output Pengusahaan Nenas di Payaraman, Kecamatan

Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 77 18. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah

Terhadap Input Pengusahaan Nenas di Payaraman, Kecamatan

Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 78 19. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah

terhadap Input-Output Pengusahaan Nenas di Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir ... 81 20. Analisis Dayasaing Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang

dan Desa Payaraman ... 85 21. Analisis Dayasaing Pengusahaan Nenas dan Karet di Provinsi

Sumatera Selatan ... 86 22. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Bila Terjadi Perubahan Harga Output ... 89 23. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar ... 91 24. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk ... 92 25. Analisis Sensitivitas Gabungan Pengusahaan Nenas di Desa Sungai

Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih ... 94 26. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman,

Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Bila Terjadi Perubahan Harga Output ... 96 27. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman,

Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Bila Terjadi

(15)

28. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Bila Terjadi

Peningkatan Harga Input Pupuk ... 99 29. Analisis Sensitivitas Gabungan Pengusahaan Nenas di Desa

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor ... 21

2. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Tradable ... 23

3. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable ... 24

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Perkembangan Ekspor Nenas Indonesia ke Negara Tujuan

Ekspor Tahun 2000-2004 ... 108 2. Produksi Buah Per Provinsi Tahun 2005(Ton) ... 109 3. Alokasi Biaya Input Output dalam Komponen Domestik dan Asing ... 110 4. Perhitungan Standard Convertion Faktor dan Shadow Price Exchange

Rate Tahun 2000-2005 (milyar rupiah) ... 111 5. Biaya Produksi per Kilogram Usahatani Nenas di Desa Sungai Medang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih dan Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2006 ... 112 6. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang, Kecamatan

Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas)... 113 7. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) ... 114 8. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan

Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) ... 115 9. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) ... 116 10. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 1.200,00/kg ... 117 11. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi

(18)

12. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa SungaiMedang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas)

bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 1.100,00/kg... 119 13.Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas

di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penuruna n Harga Output

menjadi Rp 1.100,00 / kg Nenas ... 120 14. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 8.500,00/US$ ... 121 15. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp

8.500,00/US$... 122 16. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang Kecamatan Cambai. Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah

menjadi Rp 5.500.00/ US$ ... 123

17.Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai

Tukar Rupiah menjadi Rp 5.500,00/ US$ ... 124 18. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk Sebesar 10% ... 125 19. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk

Sebesar 10% ... 126 20 Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang,

(19)

21.Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa Sungai Medang. Kecamatan Cambai. Kota Prabumulih Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk

Sebesar 195% ... 128 22. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan 1... 129 23. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Tahun 2006

(Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan 1 ... 130 24. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Sungai Medang,

Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan 2... 131 25. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Tahun 2006

(Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan 2 ... 132 26. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 1.000,00/kg... 133 27. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi

Rp 1.000,00/kg Nenas ... 134 28. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 900,00/kg... 135 29. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi

Rp 900,00/kg Nenas ... 136 30. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

(20)

31. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 8.500,00/US$ ... 138 32. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 5.500,00/US$... 139 33. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 8.500,00/US$ ... 140 34. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk sebesar 10% ... 141 35. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk sebesar 10%... 142 36. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk sebesar 400% ... 143 37. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payarama n, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk sebesar 400%... 144 38. Tabel Biaya Finansial dan Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas)

pada Sensitivitas Gabungan 1 ... 145 39. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa

Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun

2006 (Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan 1 ... 146 40. Tabel Biaya Finansial dan Ekonomi dalam Komponen Domestik

dan Asing pada Pengusahaan Nenas Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir pada Tahun 2006 (Rp/kg Nenas)

(21)

41. Tabel Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Tahun

(22)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang berperan cukup besar dalam menghasilkan devisa. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekspor komoditas hortikultura selama lima tahun terakhir (2001-2005) yang cukup besar yaitu 19,56 persen (Departemen Pertanian, 2006). Selain mampu menunjukkan perkembangan ekspor yang cukup besar, kegiatan hortikultura juga mampu memecahkan masalah- masalah nasional seperti penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, meningkatkan pendapatan petani serta menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Indonesia merupakan negara tropis yang sangat potensial menghasilkan produk-produk pertanian yang khas, sehingga memiliki peranan besar dalam ekspor komoditas pertanian dunia. Salah satu komoditas yang sangat diminati pasar dunia adalah komoditas hortikultura terutama buah-buahan, seperti nenas, pepaya, alpukat, dan mangga yang digolongkan ke dalam buah eksotik.

(23)

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun 2002-2004

Manggis 6.512.423 6.956.915 9.304.511 9.306.042 3.045.379 3.291.855

Pepaya 3.287 6.643 187.972 231.350 524.686 1.301.371

Pisang 512.596 979.729 10.615 7.899 992.55 722.772

Nenas 3.734.414 2.784.582 2.284.432 2.315.283 2.431.263 529.122

Duku 16.921 6.313 21.044 12.662 1.643 1.643

Durian 89.479 96.634 14.241 12.943 1.494 6.710

Jambu 32.052 28.859 47.871 49.843 106.274 102.074

Jeruk 156.437 75.320 85.920 22.026 632.996 517.554

Mangga 1.572.634 2.671.995 559.224 460.674 1.879.664 2.013.390

Rambutan 366.435 588.140 604.006 958.850 134.772 117.336

Buah tropis

lainnya 1.591.329 1.451.391 984.820 523.031 1.341.923 794.924

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005

Potensi untuk dikembangkannya berbagai produk berbasis tanaman nenas sangat terbuka lebar di masa depan. Hal ini diperkuat berbagai fakta yang menunjukkan dengan terus meningkatnya jumlah produksi tanaman nenas setiap tahunnya. Pada tahun 2004, jumlah produksi nenas sebesar 925.082 ton atau mengalami kenaikan sekitar 36,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Buah-Buahan Indonesia Tahun 2000 – 2004 (Ton)

Komoditas Tahun

2000 2001 2002 2003 2004

Pisang 3.746.962 4.300.422 4.384.384 4.177.155 1.182.824 Mangga 876.027 923.294 1.402.906 1.526.474 1.437.665 Jeruk 644.052 691.433 968.132 1.529.824 2.071.084 Pepaya 429.207 500.571 605.194 626.745 732.611 Nenas 393.299 494.968 555.588 677.089 925.082 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006

(24)

tidak hanya terbatas pada negara-negara Asia saja seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Korea dan Hongkong. Ekspor nenas Indonesia juga ditujukan kepada negara-negara diwilayah Eropa, Amerika, maupun Timur Tengah seperti USA, Denmark, Jerman, Kanada, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi (Lampiran 1).

Hampir seluruh wilayah Indonesia dapat ditanami tanaman nenas. Hal ini disebabkan oleh tanaman nenas dapat hidup di dataran tinggi maupun dataran rendah. Selain itu, iklim Indonesia yang mendukung pertumbuhan tanaman nenas, sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik. Menurut Badan Pusat Statistik (2006), kawasan sentra produksi tanaman nenas di Indone sia meliputi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Dari Tabel Lampiran 2 dapat diketahui pada tahun 2005 daerah Jawa Barat memiliki produksi nenas tertinggi dengan produksi sebesar 313.593 ton. Sedangkan Sumatera Selatan merupakan sentra produksi nenas kedua di Indonesia sekaligus merupakan sentra utama produksi nenas di Pulau Sumatera dengan produksi sebesar 179.465 ton pada tahun 2005. Sumatera Selatan sendiri memiliki beberapa sentara produksi nenas di antaranya Kota Prabumulih dengan luas lahan sebesar 3.672 hektar dan Kabupaten Ogan Ilir seluas 786 hektar (Badan Pusat Statistik, 2006).

(25)

tetapi memelihara tanaman karet yang telah berusia tiga tahun. Bahkan tak jarang petani di lokasi penelitian mengkonversi tanaman nenas mereka dengan tanaman karet.

Perumusan Masalah

Di setiap negara umumnya pemerintah memiliki andil yang cukup besar dalam melakukan intervensi baik dalam hal produksi maupun perdagangan komoditas pertanian yang pada akhirnya dapat menyebabkan pasar produk-produk pertanian mengalami distorsi (gangguan). Perekonomian dunia bersifat dinamis, sehingga produk-produk pertanian yang diperdagangkan di pasaran dunia akan menghadapi lingkungan yang selalu berubah karena adanya perubahan-perubahan yang bersifat internasional maupun bersifat domestik. Perubahan lingkungan internasional antara lain adanya liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, dengan disepakatinya perjanjian World Trade Organization (WTO). Dalam perjanjian tersebut kebijakan ekonomi yang distorsi seperti pengenaan pajak ekspor output, tarif input, subsidi input dalam kegiatan produksi komoditas pertanian secara bertahap akan dikurangi hingga akhirnya dihilangkan.

(26)

Salah satu komoditi hortikultura yang berperan dalam menghasilkan devisa negara adalah nenas. Nenas merupakan komoditi ekspor unggulan Indonesia, karena nenas merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis selain itu rasa nenas yang unik membuat komoditi yang memiliki julukan King of

The Fruit sangat khas. Tingginya volume ekspor nenas jika dibandingkan dengan volume ekspor buah unggulan lainnya serta potensi wilayah Indonesia sangat cocok untuk budidaya tanaman nenas menunjukkan bahwa nenas memiliki potensi untuk dikembangkan dan dijadikan komoditi andalan ekspor.

Selama ini kegiatan pembudidayaan nenas di Indonesia masih diusahakan dalam skala kecil, belum dibudidayakan secara insentif, petani belum menggunakan teknologi serta masih sedikit wilayah yang dijadikan kebun nenas berpola agribisnis. Akibatnya ekspor nenas Indonesia masih di bawah Filipina dan Thailand1. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dalam persaingan ekspor nenas adalah dalam hal kualitas. Hal ini dikarenakan pola bercocok tanam yang belum optimal sehingga mutu yang dihasilkan belum memenuhi standar ekspor, sehingga nenas Indonesia kalah bersaing dengan nenas dari negara lain.

Provinsi Sumatera Selatan merupakan sentara produksi nenas dan wilayah dengan kondisi agroklimat yang cocok untuk pengusahaan nenas. Karakteristik daerah yang berbeda satu dengan yang lain khususnya di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir menyebabkan perbedaan produksi dan produktivitas antara satu sentra dengan sentra lainnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Perbedaan produksi dan produktivitas tersebut akan mempengaruhi tingkat dayasaing nenas yang dimiliki oleh kedua daerah tersebut.

1

(27)

Tabel 3. Perkembangan Pengusahaan Nenas di Prabumulih dan Ogan Ilir

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 – 2006 (diolah)

Pada tahun 2005 luas lahan tanaman nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir mengalami penurunan sebesar 98 persen dan 70 persen. Hal in disebabkan pada tahun 2005 tanaman nenas sudah tidak produktif lagi, sehingga petani mengganti tanaman nenas dengan tanaman nenas yang baru. Selain itu banyak petani nenas yang mengkonversi lahannya dengan tanaman karet. Sehingga luas lahan tanaman nenas pada tahun 2005 di kedua lokasi mengalami penurunan sangat besar bila dibandingkan tahun sebelumnya.

Kegiatan usahatani nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir juga dipengaruhi oleh adanya intervensi pemerintah melalui pemberian subsidi terhadap komponen input maupun output serta pemerintah berperan dalam penyediaan infrastruktur yang dapat mempermudah kegiatan pemasaran. Kebijakan pemerintah untuk membantu petani nenas dalam berproduksi dapat dilakukan dengan menciptakan situasi terbaik diantaranya dalam hal penerapan pajak, perbaikan sarana dan prasarana pemasaran serta insentif terhadap nilai tukar rupiah. Kebijakan pemerintah dapat menyebabkan adanya perbedaan terhadap harga input maupun output yang diterima produsen dan konsumen yang berimplikasi terhadap pendapatan petani.

(28)

Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir serta pengaruh kebijakan pemerintah terhadap komponen input maupun output dalam pengembangan usahatani nenas di kedua daerah tersebut.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis dayasaing pengusahaan buah nenas di Kota Prabumulih dan

Kabupaten Ogan Ilir

2. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah serta perubahan harga input dan output terhadap dayasaing pengusahaan buah nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pemerintah membuat atau mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan bagi semua pihak yang terkait terutama bagi petani nenas. Diharapkan dengan adanya kebijakan pemerintah, petani sebagai produsen dapat meningkatkan pengusahaan nenas karena komoditi ini memiliki dayasaing.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Nenas

Nenas merupakan tanaman semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

comosus L. Merr. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera), dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya

Pina. Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan), pada abad ke–16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan semenanjung Malaysia, kemudian masuk ke Indonesia pada abad ke–15. Menurut Collins (1960), klasifikasi tanaman nenas adalah :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Farinosae Famili : Bromeliaceae Genus : Ananas

Spesies : Ananas comosus (L) Merr

Kerabat dekat spesies nenas cukup banyak, terutama nenas liar yang biasanya dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl) Schutels, A.

fritzmueleri, A. erectifolius L.B. Smith, dan A. ananassoides (Bak) L.B. Smith. Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal empat jenis varietas cultivar nenas, yaitu :

a. Cayene : memiliki daun halus, tidak berbulu, dan buah yang besar.

(30)

mirip kerucut

c. Spanish : memiliki daun berukuran panjang kecil, berduri halus sampai kasar dan buah bulat dengan mata datar

d. Abacaxi : memiliki daun panjang berduri kasar, dan buah silindris atau seperti piramida.

Varietas cultivar nenas yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico, dan Malaysia, sedangkan untuk golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang.

Perbanyakan tanaman nenas dapat dilakukan secara vegetatif dengan tunas akar (Sucker); tunas batang (Shoots); tunas tangkai buah (Hapas); tunas dasar buah (Slips); mahkota buah (Crown) dan stek batang (Rukmana, 1996). Namun bahan perbanyakan yang paling banyak digunakan yaitu Sucker, Shoot, Slips dan

Crown. Lamanya waktu dari penanaman hingga pemanenan tergantung dari bahan perbanyakan yang digunakan. Tanaman yang berasal dari Slips akan berbuah dalam waktu 18 - 20 bulan setelah tanam, Shoots 15 bulan setelah tanam, Crown 22 bulan setelah tanam sedangkan Sucker dapat berbuah 14 - 17 bulan setelah tanam.

2.2. Tinjauan Studi - Studi Terdahulu

2.2.1. Studi Tentang Buah Nenas (Ananas comosus, L. Merr)

(31)

ekspor nenas segar Indonesia dengan pendekatan metode Fixed Effect. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel- variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor nenas segar Indonesia adalah : harga ekspor, produksi nenas, pendapatan perkapita negara- negara tujuan ekspor, volume ekspor nenas dalam bentuk olahan, dan volume ekspor nenas segar tahun sebelumnya. Sedangkan peubah nilai tukar mata uang ditiap negara tujuan ekspor dan peubah jumlah penduduk tiap negara tujuan ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor nenas segar Indonesia.

Selain itu, penelitian mengenai buah nenas juga telah dilakukan Noviastuti (2005) mengenai analisis preferensi konsumen terhadap buah nenas di Kota Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manyoritas responden memilih buah nenas dalam keadaan segar. Hal ini dikarenakan harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan nenas olahan, kemudian faktor rasa, kandungan gizi dan selera keluarga. Jenis nenas yang disukai oleh responden adalah nenas Bogor.

2.2.2. Studi Mengenai Policy Analysis Matrix (PAM)

(32)

Biaya Privat (PCR) sebesar 0,95 dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DCR) sebesar 0,53. Dilihat dari besarnya nilai keuntungan privat dan sosial, usaha kain tenun sutera alam layak diusahakan baik tanpa maupun adanya intervensi pemerintah.

Kuraisin (2006) melakukan studi tentang analisis dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi susu sapi di Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan analisis PAM usaha sapi perah di Kabupaten Bogor menguntungkan secara finansial dan ekonomi, artinya komoditas susu layak untuk diusahakan dan dikembangkan baik dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Kondisi ini terlihat dari PCR dan DCR yang kurang dari satu. Hasil analisis dampak kebijakan input-output menunjukkan bahwa berdasarkan Koefisien Proteksi Efektif, kebijakan pemerintah tidak berdampak intensif pada peternak sapi perah, karena nilai tambah keuntungan peternak menjadi lebih rendah.

(33)

Yusran (2006) dalam studinya tentang analisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif pengusahaan manggis (kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor dan di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komoditi manggis di Desa Karacak dan Desa Babakan menguntungkan dan efisien secara finansial dan ekonomi. Hal ini ditunjukan dari nilai Keuntungan Privat dan keuntungan Sosial dari kedua desa yang lebih besar dari nol. Selain itu nilai PCR dan DRC kedua desa juga kurang dari satu sehingga pengusahaan manggis di Desa Karacak dan Babakan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa sampai saat ini belum ada penelitian tentang dayasaing nenas dengan menggunakan alat analisis Policy

(34)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing

Kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan disebut dayasaing (Simanjuntak dalam Kuraisin, 2006). Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

3.1.1.1. Keunggulan Komparatif

Konsep keunggulan komparatif pertama kali diperkenalkan oleh Ricardo pada tahun 1817 yang menerbitkan buku berjudul Principles of Political Economi

(35)

komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar yang berarti komoditi ini memiliki kerugian komparatif (Salvatore, 1997).

Keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo hanya berdasarkan pada penggunaan dan produktivitas tenaga kerja. Hal ini tidak dapat diterima karena tenaga kerja bukan merupakan satu-satunya faktor produksi. Sehingga konsep keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo disempurnakan oleh Heckscher dan Ohlin pada tahun 1933.

Heckscher dan Ohlin melakukan perbaikan terhadap hukum keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Dari perbaikkan tersebut dihasilkan suatu teorema Heckscher-Ohlin (H-O) yang menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif berlimpah dan murah di negara tersebut, dan pada saat yang sama akan mengimpor komoditi ya ng produksinya memerlukan faktor produksi yang relatif langka dan mahal di negara tersebut.

Teorema H-O menonjolkan perbedaan dalam kelimpahan faktor atau kepemilikan faktor- faktor produksi sebagai landasan keunggulan komparatif bagi masing- masing negara. Sehingga teorema H-O memberikan penjelasan mengenai proses terbentuknya keunggulan komparatif bagi suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi (Salvatore, 1997).

(36)

3.1.1.2. Keunggulan Kompetitif

Kondisi perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan pada kondisi perekonomian aktual. Oleh karena itu, untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan kondisi perekonomian aktual digunakan konsep keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (analisis finansial). Untuk mengukur kelayakan finansial konsep yang lebih sesuai digunakan yaitu konsep keunggulan kompetitif.

Konsep keunggulan kompetitif bukan merupakan konsep yang sifatnya menggantikan konsep keunggulan komparatif, tetapi merupakan konsep yang sikapnya melengkapi. Jika keunggulan komparatif merupakan alat untuk mengukur keuntungan sosial dan dihitung berdasarkan harga sosial serta harga bayangan nilai tukar uang. Sedangkan keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur keuntungan privat dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku.

(37)

komoditi yang dihasilkan diproteksi pemerintah melalui jaminan harga, perijinan dan kemudahan fasilitas lainnya.

3.1.2. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk peningkatan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri, sehingga dapat bersaing dengan produk-produk dari luar negeri. Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial). Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quota.

Menurut Salvatore (1997), Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Kebijakan subsidi dapat berupa subsidi positif yaitu subsidi yang diberikan pemerintah dan subsidi negatif yaitu bila dibayarkan kepada pemerintah yang disebut pajak. Pengaruh kebijakan komoditi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Komoditi Instrumen Dampak Pada

Produsen

Dampak Pada Konsumen Kebijakan Subsidi

a. tidak merubah harga pasar DN a. pada barang impor

( S + PI ; S – PI) b. pada barang ekspor

(S + PE; S – PE) Hambatan pada barang-barang impor (TPI)

Subsidi kepada konsumen a. pada barang ekspor (S + CI; S – CI) b. pada barang impor

(S + CE ; S – CE) Hambatan pada barang-barang ekspor (TCE)

(38)

Keterangan :

DN : Dalam Negeri S+ : Subsidi S- : Pajak

PE : Produsen Barang Orientasi Ekspor PI : Produsen Barang Substitusi Impor CE : Konsumen Barang Orientasi Ekspor CI : Konsumen Barang Substitusi Impor TCE : Hambatan Barang Ekspor

TPI : Hambatan Barang Impor

Tabel 4 menunjukkan kebijakan harga yang dapat dibedakan dalam tiga kriteria, yaitu tipe instrumen (subsidi atau kebijakan perdagangan), penerimaan atau keuntungan yang akan diperoleh (produsen dan konsumen) dan tipe komoditi (impor atau ekspor). Pelaksanaan dari kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan peluang ekspor suatu komoditi. I. Tipe Instrumen

Dalam tipe instrumen dibedakan pengertian antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri subsidi positif dan subsidi negatif (pajak). Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Pembayaran dari pemerintah disebut subsidi positif, sedangkan pembayaran untuk pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Subsidi tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dan produsen dengan menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga luar negeri.

(39)

maksud menurunkan kuantitas barang yang diimpor dan untuk menciptakan perbedaan harga di pasar internasional dengan harga pasar domestik.

Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk melindungi konsumen dalam negeri karena harga domestik yang lebih rendah bila dibandingkan dengan harga di pasar dunia. Kebijakan untuk ekspor dilakukan dengan pengenaan pajak ekspor secara keseluruhan. Kebijakan tersebut dilaksanakan karena harga komoditi di pasar domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar internasional.

Kebijakan perdagangan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri karena harga di pasar dunia lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar domestik. Pengenaan tarif impor maupun kuota impor dilakukan agar produk impor yang dijual di dalam negeri harganya menjadi lebih mahal dan jumlahnya terbatas sehingga produk domestik tetap dapat bersaing dengan produk impor dan dengan sendirinya akan menguntungkan produsen dalam negeri. Menurut Monke and Pearson (1989), kebijakan subsidi dan perdagangan berbeda pada tiga aspek, yaitu :

1. Implikasi pada Anggaran Pemerintah

Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah dan subsidi negatif (pajak) akan menambah anggaran pemerintah.

2. Tipe Alternatif Kebijakan

(40)

a. Subsidi positif kepada produsen barang subsitusi impor (S+PI) b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) c. Subsidi negatif kepada produsen barang subsitusi impor (S-PI) d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) e. Subsidi positif kepada konsumen barang subsitusi impor (S+CI) f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) g. Subsidi negatif kepada konsumen barang subsitusi impor (S-CI) h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE)

Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen akan membuat harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi dan lebih rendah bagi konsumen. Kondisi lebih baik jika dibandingkan sebelum ada kebijakan subsidi positif. Sedangkan pembebanan subsidi negatif (pajak) akan membuat harga yang diterima produsen lebih rendah dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga yang lebih tinggi. Kondisi ini bagi produsen dan konsumen menjadi lebih buruk jika dibandingkan dengan kondisi sebelum subsidi negatif diterapkan.

(41)

atau ekspor dan memperluas perdagangan, namun kegia tan ini merupakan kebijakan subsidi bukan kebijakan perdagangan.

3. Tingkat Kemampuan Penerapan

Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditi baik komoditi

tradable maupun komoditi non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (tradable). II. Kelompok Penerimaan

Klasifikasi kelompok penerimaan adalah kebijakan dikenakan pada produsen dan konsumen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer diantara produsen, konsume n dan pemerintah. Anggaran pemerintah tidak dibayarkan seluruhnya untuk transfer, hal ini menyebabkan produsen mengalami keuntungan dan komsumen mengalami kerugian demikian pula sebaliknya. Pada kondisi ini menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain. Akan tetapi dengan adanya transfer yang diikuti efisiensi ekonomi yang hilang, maka keuntungan yang akan diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diterima.

III.Tipe Komoditi

(42)

Q4

Kebijakan harga dapat diterapkan pada komoditi input dan output. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan subsidi positif dan subsidi negatif (pajak) atau kebijakan hambatan perdagangan (tarif dan kuota). Kebijakan yang diterapkan tersebut akan mempengaruhi produsen dan konsumen.

Kebijakan Output

Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan pemerintah terhadap ouput dijelaskan dengan menggunakan Transfer Ouput (OT) dan

Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO). Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor dapat dilihat pada Gambar 1.

J

K

Gambar 1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor Sumber : Monke and Pearson, 1989

Pada situasi perdagangan bebas, harga yang diterima oleh produsen output dan konsumen dalam negeri sama dengan harga dunia yaitu sebesar Pw dengan tingkat output yang dihasilkan sebesar Q4, sehingga terjadi ekses supply di dalam negeri sebesar BHJ. Terjadinya ekses supply membuat output yang dihasilkan

P

(43)

harus diekspor ke luar negeri sebesar Q4-Q1. Besarnya surplus konsumen adalah ABPw, sedangkan surplus produsennya sebesar PwHK.

Dengan adanya subsidi negatif pada produsen output (NPCO negatif), menyebabkan perubahan harga dalam negeri yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen (harga finansial) menjadi lebih rendah dari pada harga pada pasar dunia (PD < PW). Dengan tingkat harga sebesar ini, mengakibatkan konsumsi dalam negeri dari Q1 – Q4 menjadi Q2 – Q3. Terjadi perubahan surplus produsen yaitu sebesar PwHGPD dan perubahan surplus konsumen sebesar PDEBPW dan besarnya transfer output (OT) atau transfer pajak kepada pemerintah sebesar DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen untuk memperoleh keuntungan dan juga tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun pemerintah.

Kebijakan Terhadap Input

Selain kebijakan terhadap output, kebijakan pemerintah juga diterapkan pada input (pupuk, pestisida dan sebagainya) baik input yang dapat diperdagangkan (tradable) maupun input yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable). Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa hambatan tidak tampak karena input tersebut hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri.

3.1.4.1. Kebijakan Input Tradable

(44)

Q

domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi output Q2BCQ1.

Gambar 2. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989

Gambar 2(b) memperlihatkan dampak subsidi input tradable menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC, yang merupakan pengaruh perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu Q1ACQ2 dan nilai output meningkat yaitu Q1ABQ2 .

3.1.4.2. Kebijakan Input Non Tradable

Pada input non tradable kebijakan pemerintah meliputi kebijakan pajak dan subsidi, karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi dalam negeri maka kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non tradable. Ilustrasi mengenai kebijakan subsidi dan pajak yang diterapkan pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3(a) terlihat bahwa sebelum diberlakukan pajak terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Adanya

(45)

P

pajak sebesar Pc-Pp menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q2. Harga ditingkat produsen turun menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BEA dan dari konsumen yang hilang sebesar BCA.

(a) S – N (b) S + N

Gambar 3. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989

Keterangan :

Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi

Pc : Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi

(46)

3.1.5. Teori Matriks Analisis Kebijakan

Policy Analysis Matrix (PAM) atau matriks analsis kebijakan digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas yaitu tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolah, pengolahan dan pemasaran (Monke and Pearson, 1989).

Dibandingkan dengan perhitungan-perhitungan yang konvensional, dengan menggunakan matriks kebijakan, perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan, sistematis dan dengan output yang sangat beragam. Sedangkan kekurangan dari alat analisis PAM yaitu tidak membahas masing- masing analisis secara mendalam. Metode PAM merupakan me tode baru yang dikemukakan oleh Monke dan Pearson pada tahun 1989. Analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai daerah, tipe usahatani dan teknologi.

Metode PAM dapat mengidentifikasikan 3 analisis yaitu analisis keuntungan (privat dan sosial), analisis dayasaing (keunggulan kompetitif dan komparatif) dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi sistem komoditas.

Asumsi yang digunakan dalam metode PAM yaitu :

1. Perhitungan berdasarkan harga privat (Private Cost) yaitu harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang benar-benar terjadi setelah adanya kebijakan.

(47)

dapat diperdagangkan (Tradable) harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam komponen asing (Tradable) dan domestik (Non Tradable).

4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.

3.1.6. Analisis Sensitivitas

Dalam analisis kelayakan proyek pertanian, baik secara finansial maupun ekonomi, terdapat empat faktor yang sangat sensitif terhadap suatu perubahan. Keempat faktor tersebut adalah harga; keterlambatan pelaksanaan; kenaikan biaya; dan perubahan hasil. Sehingga, untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat perubahan faktor tersebut maka perlu dilakukan analisis sensit ivitas (Gittinger, 1986).

Analisis Sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan.

(48)

1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu.

2. Analisis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.

Dalam kaitannya dengan Matriks Analisis Kebijakan, analisis sensitivitas akan mereduksi kelemahan dari alat analisis PAM tersebut. Karena PAM bersifat statis dan tidak dimungkinkannya dilakukan simulasi untuk melihat pengaruh perubahan dari faktor-faktor penting dalam usahatani.

3.2. Kerangka Operasional

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang telah menjadi salah satu komoditas perdagangan internasional, seperti buah-buahan. Saat ini, berbagai buah produksi negara-negara sub tropis dapat dengan mudah dijumpai di negara tropis, sebaliknya begitu juga tak jarang buah-buah dari negara tropis banyak dijumpai di negara sub tropis. Pertumbuhan volume ekspor ne nas Indonesia pada tahun 2004 mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa buah nenas dapat menjadi buah unggulan ekspor Indonesia. Dalam era perdagangan bebas, buah nenas negara kita menghadapi persaingan di pasar internasional dengan negara produsen nenas lainnya seperti Filipina dan Thailand.

(49)

merupakan buah kebun yang belum dibudidayakan secara insentif, kegiatan pembudidayaan nenas di Indonesia masih diusahakan dalam skala kecil, petani belum menggunakan teknologi serta masih sedikit wilayah yang dijadikan kebun nenas berpola agribisnis. Sehingga hanya beberapa persen nenas produksi Indonesia yang layak untuk diekspor. Selain itu, kendala lain yang dihadapi Indonesia dalalam persaingan ekspor nenas adalah dalam hal kualitas. Hal ini dikarenakan pola becocok tanam yang belum optimal sehingga mutu yang dihasilkan belum memenuhi standar ekspor, sehingga nenas Indonesia kalah bersaing dengan nenas dari negara lain.

Propinsi Sumatera Selatan merupakan sentara produksi nenas dan wilayah dengan kondisi agroklimat yang cocok untuk pengusahaan nenas. Karakteristik daerah yang berbeda satu dengan yang lain khususnya di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir menyebabkan perbedaan produksi dan produktivitas antara satu sentra dengan sentra lainnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi tingkat dayasaing nenas yang dimiliki oleh kedua daerah tersebut.

Kegiatan usahatani nenas juga dipengaruhi oleh adanya intervensi pemerintah melalui pemberian subsidi terhadap komponen input ma upun output serta pemerintah berperan dalam penyediaan infrastruktur yang dapat mempermudah kegiatan pemasaran. Kebijakan pemerintah untuk membantu petani nenas dalam berproduksi dapat dilakukan dengan menciptakan situasi terbaik diantaranya dalam hal penerapan pajak, perbaikan sarana dan prasarana pemasaran serta insentif terhadap nilai tukar rupiah.

(50)

PAM akan menganalisis keuntungan baik secara privat maupun sosial, analisis dayasaing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi sistem komoditas. Hasil analisis tersebut dapat menggambarkan keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif dari pengusahaan buah nenas.

(51)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

- Pertumbuhan volume ekspor nenas dan persaingan buah nenas di pasar

internasional

- Sistem budidaya nenas belum intensif

- Rendahnya kualitas nenas Indonesia

- Peranan kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan nenas

Analisis Dayasaing Nenas

di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Ilir

Policy Analysis Matrix

(PAM)

Keunggualan Kompetitif

- Keuntungan Privat

- Rasio Biaya Privat

(PCR)

- Perubahan Harga Output

- Perubahan Nilai Tukar

- Perubahan Harga Input Pupuk

- Sensitivitas Gabungan

Analisis Dampak Kebijakan

1. Kebijakan Output TO, NPCO 2. Kebijakan Input TI, NPCI, TF

(52)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih dan Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan sentra produksi nenas di Provinsi Sumatera Selatan. Pelaksanaan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2006 sampai Januari 2007.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner yang diajukan kepada responden (petani nenas). Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Ilir, Dinas Pertanian Kota Prabumulih, Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Selatan, Badan Pusat Statistika Pusat, Departemen Pertanian, serta instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data.

4.3. Metode Pengumpulan Data

(53)

pengambilan sampel secara sengaja. Sedangkan jumlah responden yang digunakan sebanyak 20 petani nenas.

4.4. Analisis Data

Langkah- langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian terdiri atas beberapa tahap. Pertama adalah penentuan input usahatani buah nenas. Tahap kedua adalah pengalokasian input ke dalam komponen tradable (pupuk Urea, TSP dan KCl) yaitu input yang diperdagangkan di pasar internasional baik diekspor maupun diimpor, dan input domestik atau non tradable (bibit nenas, pupuk kandang, tenaga kerja, peralatan, pajak dan sewa lahan) yaitu input yang dihasilkan di pasar domestik dan tidak diperdagangkan secara internasional. Tahap berikutnya adalah penentuan harga bayangan input dan output, setelah harga bayangan diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Langkah terakhir adalah analisis sensitivitas. Data yang diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.

4.4.1. Metode Pengalokasian Komponen Biaya Domestik dan Asing

(54)

sumbernya dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi barang non tradable tetap dihitung sebagai komponen biaya asing.

Sedangkan pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi kedalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut memiliki kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Penelitian ini menggunakan pendekatan total dalam mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya input tradable dan nontradable.

4.4.2. Alokasi Biaya Tataniaga

Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk dan waktu termasuk di dalamnya pena nganan dan pengangkutan. Biaya tataniaga yang ada dalam penelitian yaitu biaya pengangkutan.

(55)

4.4.3. Penentuan Harga Bayangan Input dan Output

Harga bayangan adalah harga yang sebenarnya akan terjadi dalam suatu perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan (Gittinger, 1986). Alasan digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah:

1. Harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut

2. Harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seand ainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan di masyarakat.

Input dalam hal ini dibedakan menjadi dua yaitu input tradable dan non

tradable. Input tradable dinilai berdasarkan harga perbatasan (border price). Border price didefinisikan sebagai tingkat harga internasional yang berlaku di perbatasan negara yang bersangkutan terhadap luar negari (Kadariah et al, 1988). Untuk input yang diimpor menggunakan harga cif sedangkan untuk input yang diekspor menggunakan harga fob. Harga bayangan output juga ditentukan dengan harga perbatasan yaitu harga fob bila output yang dihasilkan merupakan barang potensial untuk diekspor dan harga cif untuk output yang diimpor.

4.4.3.1. Harga Bayangan Output

(56)

Dalam pengusahaan buah nenas, output yang dihasilkan merupakan komoditi ekspor, sehingga perhitungan harga bayangannya menggunakan harga fob sebesar US$. 0,341 per kg. Harga tersebut dikalikan dengan konversi nilai tukar Rupiah bayangan (SER), yang pada penelitian ini menggunakan SER tahun 2006 sebesar Rp 9.120,32 dan dikurangi biaya tataniaga pada Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih adalah Rp 1.116,03 per kilogram nenas, sehingga

hasil harga bayangan untuk buah nenas di Desa Sungai Medang sebesar Rp 1.993,99 per kilogram nenas. Sedangkan harga bayangan untuk buah nenas di Desa Payaraman sebesar Rp 1.882,99 per kilogram nenas

4.4.3.2. Harga Bayangan Input a. Harga Bayangan Bibit Nenas

Tanaman nenas kebanyakan diperbanyak dengan anakan. Bibit nenas termasuk dalam komponen input nontradable, sehingga harga bayangannya sama dengan harga finansialnya.

b. Harga Bayangan Pupuk dan Obat-Obatan

Harga bayangan pupuk berbeda antara pupuk Urea, TSP dan KCl. Pupuk Urea telah diproduksi dalam negeri sehingga pendekatan biaya yang digunakan adalah berdasarkan harga fob. (free on board). Perhitungan harga bayangan untuk pupuk Urea yaitu fob US$. 0,243 per kg dikalikan dengan SER tahun 2006 sebesar Rp 9.1.20,32 dan dikurangi biaya tataniaga masing- masing lokasi penelitian.

(57)

Pupuk TSP dan KCL masih diimpor dari luar negeri, sehingga untuk mendekati harga bayangan berdasarkan pada harga cif (cost insurance freight) yang kemud ian dikalikan dengan SER dan ditambah biaya tataniaga. Perhitungan harga bayangan untuk pupuk TSP yaitu cif US$. 0,353 per kg dikalikan dengan SER tahun 2006 sebesar Rp 9.120,32 dan ditambah biaya tataniaga masing-masing lokasi penelitian. Sedangkan Perhitungan harga bayangan untuk pupuk KCL yaitu cif US$. 0,215 per kg dikalikan dengan SER tahun 2006 sebesar Rp 9.120,32 dan ditambah biaya tataniaga masing- masing lokasi penelitian.

c. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Dalam menentukan harga bayangan tenaga kerja perlu dibedakan atara tenaga kerja terdidik dengan tenaga kerja tidak terdidik. Pada pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya (Menurut Gittinger, 1986). Untuk tenaga terdidik, upah tenaga kerja baya ngan sama dengan harga upah pasar (finansial), sedangkan tenaga kerja tidak terdidik dengan anggapan belum bekerja sesuai dengan tingkat produktivitasnya, maka harga bayangan upahnya disesuaikan terhadap harga upah finansialnya. Tenaga kerja yang digunakan petani dalam membantu kegiatan usahatani adalah tenaga kerja tidak terdidik dan umumnya tenaga kerja tidak tetap. Harga bayangan untuk

Rumus Harga Bayangan Pupuk Urea = ( fob. x SER) – Biaya Tataniaga

(58)

tenaga kerja tidak terdidik sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di masing- masing lokasi penelitian (Rusastra dan Yusdja (1982) dan Suryana (1980) dalam Emilya, 2001).

d. Harga Bayangan Lahan

Lahan merupakan faktor produksi utama dan termasuk input non tradable dalam usahatani. Harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitungkan tiap musim tanam yang berlaku di masing- masing tempat usahatani (Gittinger, 1986). Sehingga penentuan harga bayangan lahan berdasarkan nilai sewa lahan yang berlaku di masing- masing lokasi penelitian.

e. Harga Bayangan Nilai Tukar

Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar dollar, untuk menentukan harga bayangan nilai tukar digunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire dan Van Der Tak dalam Gittinger (1986) yaitu :

2006

SER2006 : Shadow exchange rate (nilai tukar bayangan) Tahun 2006

OER2006 : Official exchange rate (nilai tukar resmi) Tahun 2006

SCF2006 : Standart conversion factor (faktor konversi standar) Tahun 2006 Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :

(59)

Dimana :

M : Nilai impor Tahun 2006 (Rp)

X : Nilai ekspor Tahun 2006 (Rp)

Tm : Penerimaan pemerintah melalui pajak impor Tahun 2006 (Rp)

TX : Penerimaan pemerintah melalui pajak ekspor Tahun 2006 (Rp)

Berdasarkan laporan realisasi APBN Pada tahun 2006 nilai tukar dollar terhadap rupiah sebesar Rp 9.020,00, sedangkan penerimaan pemerintah dari komponen pajak ekspor diperoleh sebesar Rp 377,7 milyar serta penerimaan pemerintah dari komponen pajak impor sebesar Rp 12.141,7 milyar. Sementara nilai ekspor Indonesia sebesar Rp 539.400 milyar dan nilai impor sebesar Rp 559.300 milyar. Dari hasil perhitungan, maka diperoleh nilai faktor konversi standar tahun 2006 (SCF) sebesar 0,989, sehingga nilai SER yang digunakan adalah Rp 9.120,32

f. Harga Bayangan Bunga Modal Kerja

Harga bayangan bunga modal adalah tingkat-tingkat bunga tertentu atau tingkat pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah (Suryana, 1981 dalam Gustiani, 2005). Tingkat pengembalian riil yang merupakan harga bayangan modal dapat ditentukan setelah menyesuaikan tingkat bunga riil dengan kebijakan pajak atau subsidi modal yang dilakukan pemerintah. Karena dalam analisis ekonomi, pajak atau subsidi modal diperoleh dari tingkat bunga riil.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun 2002-2004
Tabel 3. Perkembangan Pengusahaan Nenas di Prabumulih dan Ogan Ilir
Gambar 1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor Sumber : Monke and Pearson, 1989
Gambar 2. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Tradable
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Studi Kasus pada Desa di Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengelolaan keuangan desa berdasarkan peraturan

Bagaimana saluran pemasaran Jamur Tiram Putih (Pleurotus floridae) Di Desa Tanjung Seteko Indralaya Kabupaten Ogan Ilir.. Berapa besar margin pemasaran dan bagian yang diterima

Skripsi dengan judul “Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah di Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2010-2020” disusun untuk memenuhi salah satu syarat

DINI DAMAYANTI TAMBA , Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Rakyat di Desa Tanjung Pering Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir (Dibimbing oleh

Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Menggunakan Metode Pesanan Pada CV Raja Rumah Kayu Tanjung Batu Di Kabupaten Ogan Ilir, Politeknik Negeri Sriwijaya,

Salah satu permasalahan di masyarakat yang ada di Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan ialah 1) Kurangnya kreativitas masyarakat dalam hal pengemasan makanan.

SISTEM INFORMASI APBD KECAMATAN TANJUNG LUBUK KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR BERBASIS WEBSITE LAPORAN AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui strategi pengembangan komoditas jeruk lemon citrus limon di Desa Tanjung Baru Kabupaten Ogan ilir dan besar pendapatan dari budidaya jeruk