• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji in Vitro Penhambatan Aktivitas Escherichia coli dengan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji in Vitro Penhambatan Aktivitas Escherichia coli dengan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Uji

in Vitro

Penghambatan Aktivitas

Escherichia coli

dengan Tepung Cacing Tanah (

Lumbricus rubellus

)

H. Julendra & A. Sofyan Bagian Pakan dan Nutrisi Ternak,

Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK) – LIPI

Jl. Yogyakarta-Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta 55861

Email: hardi.julendra@lipi.go.id

(Diterima 14-08-2006; disetujui 15-02-2007)

ABSTRACT

This research was conducted to study the inhibition growth of E. coli by using earthworm (Lumbricus rubellus) meal. The earthworm meal was used in various concentrations, i.e. 0, 25, 50, 75 and 100 mg of earthworm meal in 100 ml DMSO for 0%, 25%, 50%, 75% and 100% (w/v) as treatments respectively. Data were analyzed by ANOVA in Randomized Complete Block Design. Duncan’s multiple range test and polynomials orthogonal were used. Inhibition effects were measured through agar well diffusion test. Results showed that earthworm meal contain antibacterial compound which inhibit E. coli

activity. There was a significant difference (P<0.05) between earthworm meal treatments and control. The best antimicrobial effect was found in treatment of 50% (w/v) of earthworm meal and significantly higher than those of 25, 75 and 100% (w/v), but 25% (w/v) was not different (P>0.05) with 75% (w/v). It is concluded that earthworm meal is capable to inhibit

E. coli in-vitro at the optimum level of 50% (w/v).

Key words: earthworm meal, E. coli, in-vitro, agar well diffusion

PENDAHULUAN

Pemakaian suplemen pakan (feed supplement) dalam budidaya peternakan sangat bermanfaat dalam meningkatkan performa dan kesehatan ternak. Suplemen pakan ini dapat berupa asam amino, mineral dan vitamin atau gabungannya yang diberikan untuk mencukupi kebutuhan vitamin, mineral dan asam amino serta ditujukan untuk mencegah perkembangan penyakit tertentu pada ternak. Beberapa penyakit yang sering menyerang ternak unggas

seperti newcastle disease (ND), avian influenza

(AI), snot, gumboro (IBD), pullorum dan

coccidiosis (Subronto & Tjahajati, 2003), penanganannya masih bersifat kuratif seperti pemberian antibiotika dan vaksin. Namun, kendala penggunaan obat-obatan seperti antibiotika dan sejenisnya dalam mengatasi penyakit ternak dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen dan menimbulkan residu pada karkas. Untuk memudahkan penanggulangan penyakit, cara yang lebih efektif dilakukan melalui upaya pencegahan (preventif).

(2)

Pencegahan penyakit pada ternak umumnya dengan pemberian suplemen pakan. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan salah satu bahan alam yang berpotensi dijadikan suplemen pakan. Beberapa jenis cacing tanah telah dilaporkan mengandung zat aktif yang bersifat anti bakteri patogen seperti Eisinia foetida (Lange et al., 1999), Theromyzon tessulatum (Tasiemski et al., 2004), Lumbricus rubellus (Cho et al., 1998) dan dapat menstimulasi sistem kekebalan (Liu et al., 2004; Engelmann et al., 2005). Cacing tanah jenis

Allolobophora rosea juga telah dilaporkan mengandung senyawa anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif (Sumardi, 1998).

Selain memiliki daya hambat terhadap bakteri patogen, tepung cacing tanah juga memiliki kadar protein kasar yang tinggi sekitar 48,5% - 61,9% (Resnawati, 2002), kaya akan asam amino prolin sekitar 15% dari 62 asam amino (Cho et al., 1998). Penggunaan tepung cacing tanah sebagai suplemen pakan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pakan sekaligus untuk menghambat penyakit akibat infeksi bakteri patogen. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui daya hambat tepung cacing tanah terhadap aktivitas bakteri

E. coli secara in-vitro dengan metode difusi sumur agar (agar well diffusion).

MATERI DAN METODE

Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung cacing tanah dari spesies Lumbricus rubellus, kultur bakteri E. Coli (biakan murni), media nutrient agar, alkohol 70%, larutan DMSO (dimethyl sulfoxide), spiritus, kapas. Peralatan yang digunakan adalah corong burner, tabung reaksi, cawan petri, labu Erlenmeyer,

beacker glass, pengaduk, inoculating loop,

micropipet, bunsen dan jangka sorong.

Pembuatan tepung cacing tanah dilakukan dengan menggunakan metode Mihara et al.

(1991) yang dimodifikasi. Cacing tanah dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya yang menempel kemudian dimasukkan ke dalam ember, dicuci dengan air. Cacing yang telah bersih disimpan dalam kulkas (suhu + 4oC) selama 12 jam. Cacing tanah kemudian dikeringkan dalam oven 50oC selama 4-6 jam selanjutnya dihaluskan dengan blender menjadi tepung cacing tanah (TCT).

Aktivitas daya hambat bahan yang mengandung TCT secara in vitro terhadap pertumbuhan bakteri E. coli diukur dengan menggunakan metode difusi melalui penggunaan sumur-sumur berdiameter 10 mm pada media tumbuh bakteri (Schlegel & Schmidt, 1994). Kemampuan penghambatan senyawa aktif dari cacing tanah terhadap pertumbuhan E. coli diindikasikan dengan terbentuknya zona jernih (Pelczar & Chan, 1998). Pengujian dilakukan di bawah keadaan yang terkontrol (steril).

Nutrient agar dibuat dengan komposisi 5 g pepton, 3 g beef extract, 15 g agar yang ditambah aquades sampai 1 liter (pH media 7). Biakan bakteri E. coli diinokulasikan ke dalam medium nutrient agar, kultur diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC. Sebanyak 20 ml media agar dalam cawan petri, diinokulasikan dengan 0,1 ml (107 - 108 cfu) bakteri E. coli. TCT yang diuji ditempatkan di atas permukaan media yang sudah diinkubasi. Taraf TCT pada perlakuan 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% (w/ v) berturut-turut 0, 25, 50, 75 dan 100 mg dalam 100 ml medium DMSO.

(3)

uji ortogonal polinomial (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tepung cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli terbukti dengan terbentuknya zona hambatan pada perlakuan 25%, 50%, 75%, 100% (w/v) jika dibandingkan dengan kontrol (0%). Secara visual, penghambatan pertumbuhan E. coli oleh tepung cacing tanah (TCT) dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut dapat dilihat pada permukaan media terdapat lingkaran zona hambat tepung cacing tanah terhadap pertumbuhan bakteri E. coli yang diamati pada hari kedua. Pada perlakuan 0% TCT/kontrol permukaan media berwarna putih tanpa lingkaran zona hambat yang mengindikasikan tidak terdapatnya reaksi penghambatan terhadap

E. coli.

Hasil penelitian penghambatan pertumbuhan E. coli selama 5 hari pengamatan tersebut disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pengukuran diameter penghambatan,

pemberian tepung cacing tanah dapat menghambat perkembangan bakteri E. coli. Penambahan tepung cacing tanah dapat menghambat perkembangan bakteri E. coli

sampai lima hari dengan model regresi kubik kecuali pada kontrol dengan model regresi linear (Gambar 2 & Tabel 2).

Pada pengamatan hari pertama terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan kecuali pada perlakuan penambahan TCT 50% dan 100% yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada pengamatan hari kedua justru penambahan TCT 25% dan 100% yang tidak berbeda nyata. Pada hari ketiga ditemui bahwa penambahan TCT 0% tidak berbeda nyata dengan 100% TCT, penambahan TCT 25% juga tidak berbeda nyata dengan penambahan TCT 75%, tetapi penambahan 50% TCT mempunyai daya hambat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada hari keempat dan kelima semua perlakuan tidak berbeda nyata. Tingginya nilai deviasi setelah pengamatan hari ketiga (P4) dan hari keempat (P0, P1, P2, P3) dikarenakan pada beberapa sampel tidak terbentuk zona hambat.

Gambar 1. Zona hambat penggunaan berbagai konsentrasi TCT terhadap pertumbuhan E. coli

50% TCT Kontrol (0% TCT)

75% TCT 100% TCT

(4)

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pengaruh tepung cacing tanah dalam menghambat perkembangan bakteri E. coli pada lama pengamatan yang berbeda. Puncak daya hambat TCT terhadap E. coli dicapai pada hari kedua. Pada hari ketiga, pemberian TCT 50% menunjukkan daya hambat yang paling tinggi. Perlakuan TCT lebih dari 75% tidak menunjukkan aktivitas penghambatan mulai hari ketiga. Namun, kosentrasi TCT 25% dan

50% menunjukkan aktivitas sampai hari kelima pengamatan. Pada perlakuan tanpa penambahan TCT (kontrol) tidak tampak reaksi penghambatan yang ditunjukkan dengan kurva linear dengan nilai y=0 (P0).

Kemampuan tepung cacing tanah (L. rubellus) dalam menghambat aktivitas bakteri

E. coli menunjukkan bahwa cacing tanah L. rubellus mengandung bioaktif yang bersifat anti bakteri. Diduga zat bioaktif tersebut adalah

Tabel 1. Pengukuran zona hambat (cm)

Keterangan : superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Taraf penggunaan cacing tanah (%) Hari ke-

0 (P0) 25 (P1) 50 (P2) 75 (P3) 100 (P4)

1 0,00 + 0,00 2,48 + 0,43 3,62 + 0,74 4,20 + 0,28 3,34 + 0,44 2 0,00 + 0,00 3,12 + 0,48 4,83 + 0,79 6,49 + 0,27 3,60 + 0,63 3 0,00 + 0,00 3,08 + 1,32 5,38 + 0,64 3,69 + 2,83 0,01 + 0,02 4 0,00 + 0,00 1,08 + 1,68 1,02 + 1,61 0,00 + 0,00 0,00 + 0,00 5 0,00 + 0,00 1,12 + 1,56 1,39 + 1,60 0,00 + 0,00 0,00 + 0,00

Rataan 0,00 a 2,18 bc 3,24 c 2,88 bc 1,39 ab

Gambar 2. Hubungan lama pengamatan terhadap diameter penghambatan E. coli -2

-1 0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6

D

iam

at

er

(

cm

)

P0 P1

P4 P2

P3

* x

0%

25%

50% 75%

100%

Hari ke-

X Y

(P0) (P1)

(P2) (P3)

(5)

lumbricin atau senyawa-senyawa peptida tertentu yang bersifat antibakteri. Liu et al. (2004) melaporkan bahwa cacing tanah seperti

Eisenia foetida mengandung senyawa anti bakteri. Pada E. foetida dideteksi terdapat senyawa peptida yang berfungsi sebagai antibakteri karena mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen. Peptida tersebut diberi nama OEP3121 sesuai dengan kode urutan DNA hasil analisis bioaktif tersebut. Cho

et al. (1998) menyatakan cacing L. rubellus

mengandung bioakatif lumbricin-1 yang dapat

menghambat bakteri gram positif maupun negatif (broad spectrum). Selain itu, golongan cacing tanah juga kaya senyawa peptida seperti coelomocytes (bagian dari sel darah putih) di dalamnya terdapat lysozym yang berperan dalam aktivitas fagositosis serta berfungsi untuk meningkatkan kekebalan (Engelmann et al., 2005).

Hubungan antara taraf TCT dengan zona hambat terhadap E. coli mengikuti persamaan regresi kuadratik (Gambar 3). Berdasarkan persamaan regresi menunjukkan daya hambat Tabel 2. Persamaan regresi lama pengamatan terhadap diameter penghambatan E. coli pada setiap

perlakuan taraf pemakaian TCT

Keterangan: y = diameter hambat (cm), x = lama pengamatan/hari ke- (1, 2, 3, 4, 5).

y = -0.001x2 + 0.1123x - 0.0044

r = 0.99

-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

0 25 50 75 100

Taraf TCT (%)

D

iam

at

e

r ha

m

b

at

a

n (

c

m

)

56

Gambar 3. Hubungan taraf pemakaian TCT terhadap diameter penghambatan E. coli

R2

Kode perlakuan

Taraf TCT

(%) Persamaan regresi

Koefisien determinasi (R2)

P0 0 y = 0 1,00

(6)

TCT semakin meningkat dengan penambahan TCT yang lebih tinggi dengan nilai optimal pemakaian TCT sebesar 56%. Namun, penambahan TCT melebihi 56% (P3 dan P4) menunjukkan penurunan daya hambat TCT terhadap E. coli sebesar 11% (P4) dan 57% (P5) dibandingkan P3.

Penurunan aktivitas ini dimungkinkan adanya sifat resistensi dari E. coli terhadap zat aktif dalam TCT pada taraf pemakaian lebih dari 50%. Selain itu, tingginya kadar TCT melebihi 50% dalam media DMSO diduga dapat menghambat penetrasi senyawa aktif antimikroba ke dalam sel bakteri. Hal ini berdampak pada menurunnya daya hambat TCT terhadap pertumbuhan E. coli. Dilaporkan oleh Engelmann et al. (2005) mekanisme kerja zat aktif pada cacing tanah terjadi pada tingkat dalam sel. Ini berarti bahwa jika senyawa aktif terhambat masuk kedalam sel dapat berpengaruh menurunnya kerja zat aktif antibakteri dalam menghambat E. coli. Menurunnya efektifitas daya hambat TCT diduga mempunyai kesamaan dengan mekanisme penurunan efektifitas antibiotik apabila dipakai melebihi dosis dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen. Efektivitas penghambatan zat antibakteri seperti antibiotik terhadap E. coli dipengaruhi oleh dosis pemakaian dan jenis antibiotik itu sendiri (Schroeder et al., 2002; Yang et al., 2004). Pemakaian zat aktif antibakteri jika kurang ataupun melebihi dosis optimal tidak hanya dapat menyebabkan penurunan daya hambat tetapi juga dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen.

KESIMPULAN

Tepung cacing tanah (L. rubellus) pada taraf 25%, 50%, 75% dan 100% (w/v) dapat menghambat perkembangan bakteri

Escherichia coli secara in vitro dengan penggunaan optimum pada taraf 50% (w/v).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Fakultas MIPA Universitas Lampung atas fasilitas laboratorium, kepada sdri. Sri Damayanti dan Widiati (Laboratorium Botani, Universitas Lampung), serta kepeda sdri. Ema Damayanti (BPPT Kimia LIPI- Yogyakarta) atas partisipasinya dalam membantu kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Cho, J.H., C.B. Park, Y.G. Yoon & S.C. Kim.

1998. Lumbricin I, a novel proline-rich antimicrobial peptide from the earthworm: purification, cDNA cloning and molecular characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408: 67-76. [Abstr.].

Engelmann, P., E.L. Cooper & P. Németh. 2005. Anticipating innate immunity without a toll. Mol. Immunol. 42: 931-42.

Lange, S., E. Kauschke, W. Mohrig & E.L. Cooper. 1999. Biochemical characteristics of eiseniapore, a pore-forming protein in the coelomic fluid of earthworms. Eur. J. Biochem. 262: 547-556.

Liu, Y.Q., Z.J. Sun., C. Wang, S.J. Li. & Y.Z. Liu.

2004. Purification of novel antibacterial short peptide in earthworm. Acta. Biochim. Biophys. Sinica. 36: 297- 302.

Mattjik, A.A. & M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi kedua. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor.

Mihara, H., H. Sumi, T. Yoneta, H. Mizumoto, R. Ikeda, M. Seiki & M. Maruyama. 1991. A novel fibrinolytic enzyme extracted from the earthworm, Lumbricus rubellus. Japan J. Physiol. 41: 461-472.

Pelczar, M. J & E.C.S. Chan. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi II. Terjemahan: Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S. Tjitrosomo & S.L. Angka.

Universitas Indonesia (UI)-Press, Jakarta.

Resnawati, H. 2002. Sebuah Wacana: Cacing Tanah sebagai Bahan Pakan Alternatif. http:// www.poultryindonesia.com [21 Maret 2002].

Schlegel, H.G. & K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi

(7)

Universitas Gadjah Mada (UGM)-Press, Yogyakarta.

Schroeder, C.M., J. Meng, S. Zhao, C. DebRoy, J. Torcolini, C. Zhao, P. F. McDermott, D.D. Wagner, R.D. Walker & D.G. White.

2002. Antimicrobial resistance of Escherichia coli O26, O103, O111, O128, and O145 from animals and humans. Emerg. Infect. Dis. 8: 1409-1414.

Subronto & I. Tjahajati. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University (UGM)-Press. Yogyakarta.

Sumardi. 1998. Deteksi dan karakteristik senyawa antibakteri hasil fermentasi; isolat mikroba

dari dalam tubuh cacing tanah Allolobophora rosea. J. Sains & Teknologi. 4 : 233-240.

Tasiemski, A., F. Vandenbulcke, G. Mitta, J. Lemoine, C. Lefebvre, P.E. Sautière & M. Salzet. 2004. Molecular characterization of two novel antibacterial peptides inducible upon bacterial challenge in an annelid, the leech Theromyzon tessulatum. J. Biol. Chem. 279: 30973 – 30982.

Gambar

Gambar 1. Zona hambat penggunaan berbagai konsentrasi TCT terhadap pertumbuhan  E. coli
Tabel 1. Pengukuran zona hambat (cm)
Tabel 2. Persamaan regresi lama pengamatan terhadap diameter penghambatan E. coli pada setiapperlakuan taraf pemakaian TCT

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sungai yang memiliki aliran air tegak lurus dengan arah sungai-sungai yang mengalir di wilayah lembah yang merupakan sinklinal disebut sungai A... Sementara itu, sungai

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal

Mayoritas masyarakat Amerika Serikat yang memiliki masalah serius dengan malnutrisi dan infeksi adalah (1) Mereka dengan masalah medis berat, (2) mereka yang menderita stres

- Penomoran pada bagian akhir Tesis dan Disertasi, mulai dari halaman DAFTAR PUSTAKA sampai dengan LAMPIRAN, menggunakan angka yang diketik pada pias (marjin) atas sebelah

Hal ini dibuktikan dengan penelitian dari Tri Joko Raharjo dan Tri Suminar yang berjudul Studi Peran Pendidikan Nonformal dalam Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun

Batu-batu itu dimuliakan oleh pemiliknya, tidak seperti batu permata indah yang mahal harganya, dan disukai karena bentuk fisik dan warnanya yang sangat bagus

Hasil nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti hubungan kedua variabel tersebut signifikan atau terdapat hubungan antara variabel keandalan (X 1 ) dengan variabel