• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chemical Composition, Protein and Mineral Digestibility Extrusion Snack with Additional Broiler’s Neck Bone-Meat Meal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Chemical Composition, Protein and Mineral Digestibility Extrusion Snack with Additional Broiler’s Neck Bone-Meat Meal."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KIMIA, DAYA CERNA PROTEIN DAN MINERAL

SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG

DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING

SKRIPSI

AMALIA FATHIRUNNISA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

AMALIA FATHIRUNNISA. D14052815. 2009. Komposisi Kimia, Daya Cerna Protein dan Mineral Snack Ekstrusi dengan Penambahan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. B.N. Polii, SU.

Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si.

Daging-tulang leher ayam pedaging memiliki peluang besar untuk diolah kembali menjadi produk pangan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kandungan protein yang terdapat dalam daging-tulang leher ayam pedaging dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia. Kandungan protein yang dimiliki daging-tulang leher ayam pedaging berkisar 55-57%. Tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat ditambahkan ke dalam pengolahan pangan. Snack ekstrusi dengan bahan dasar pati jagung memiliki kandungan nilai protein yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari komposisi kimia, daya cerna protein serta mineral snack

ekstrusi yang telah diberi perlakuan penambahan TDTLA Pedaging. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan melengkapi gizi dari snack ekstrusi.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, SEAFAST Center, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbedaan taraf penambahan TDTLA Pedaging yaitu 0, 10, 20, dan 30%. Peubah yang diamati meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kandungan kalsium (Ca), kandungan fosfor (P), daya cerna protein secara in vitro serta daya cerna mineral kalsium dan fosfor. Analisis ragam (Analysis of Variance = ANOVA) digunakan untuk menganalisis data kimia yang memenuhi asumsi pengujian ragam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air. Kadar lemak, protein, kalsium, fosfor, abu dan serat kasar meningkat seiring dengan meningkatnya taraf penambahan TDTLA Pedaging. Penambahan TDTLA Pedaging mampu melengkapi dan meningkatkan kandungan gizi snack ekstrusi. Daya cerna protein pada taraf penambahan 10% berbeda dengan taraf penambahan 0% TDTLA Pedaging. Taraf penambahan TDTLA Pedaging taraf 30% memiliki daya cerna protein snack ekstrusi yang paling rendah yaitu 62,56%.

(3)

ABSTRACT

Chemical Composition, Protein and Mineral Digestibility Extrusion Snack with Additional Broiler’s Neck Bone-Meat Meal.

A. Fathirunnisa, B.N. Polii, Z. Wulandari

Snack is one kind of food that can be eaten in spare time. It’s very popular among the children and adults. One kind of snack that has been very popular is extrusion snack. The main problem that can be found in snack is lack of nutrition content, especially protein. Broiler’s neck bone-meat meal is one of animal by-product that has not been optimalized yet. It has high protein and mineral content. The aim of this research was to analyze the chemical composition and protein digestibility of extrusion snack that had added by Broiler’s neck bone-meat meal. The experiment was conducted in the Department Laboratory of Animal Product and Processing Technology FAPET IPB, SEAFAST Center, and Laboratory of Chemical and Food Analysis, FEMA IPB. Experimental design used in this research was completely randomized design with broiler’s neck bone-meat meal concentration as the response with four concentration stages 0%, 10%, 20%, and 30%. Data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) if it fulfilled the assumption. If it did not, data were analyzed with Kruskal-Wallis method as non parametric test. The addition of Broiler’s neck bone-meat meal didn’t give any significant influence to water content and crude fiber content. Fat, protein, calcium, phosphorus and ash content were raised by increasing the addition of Broiler’s neck meat meal. The addition of Broiler’s neck bone-meat meal can complete and increase nutrition content of extrusion snack. Protein digestibility in 30% was the lowest among other. The decreasing of protein digestibility can be caused by protein conformation, anti nutrition factor, protein linkage and also food processing.

(4)

KOMPOSISI KIMIA, DAYA CERNA PROTEIN DAN MINERAL

SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG

DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING

AMALIA FATHIRUNNISA

D14052815

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

KOMPOSISI KIMIA, DAYA CERNA PROTEIN DAN MINERAL

SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG

DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING

Oleh:

AMALIA FATHIRUNNISA

D14052815

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 8 Oktober 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. B.N. Polii, SU. Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si.

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Produksi

Institut Pertanian Bogor dan Teknologi Peternakan

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 September 1987 di Bogor, Jawa Barat.

Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara pasangan Agus Hamidy dan Indri

Wulandari. Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SDN IPK

Ciriung 1 Cibinong, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun

2002 di SLTP Negeri 1 Cibinong dan pendidikan lanjutan tingkat atas pada tahun

2005 di SMA Negeri 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswi Tingkat Persiapan

Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB

(USMI) pada tahun 2005. Penulis diterima pada Program Studi Teknologi Produksi

Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Institut pertanian Bogor pada tahun 2006.

Penulis aktif di beberapa Organisasi seperti: Badan Eksekutif Mahasiswa

Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor periode 2005-2007

sebagai staf Departemen Komunikasi dan Informasi. Penulis turut aktif dalam Dewan

Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan sebagai Ketua Komisi Program Kerja

periode 2007-2008. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota Forum Aktivitas

Mahasiswa Muslim (FAMM) Al An’am Fakultas Peternakan. Kegiatan asistensi

mata kuliah pernah diikuti oleh penulis. Penulis menjadi asisten mata kuliah Teknik

Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan pada tahun 2008 dan 2009 serta mata

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena

atas rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi yang berjudul Komposisi Kimia, Daya Cerna Protein dan Mineral Snack

Ekstrusi dengan Penambahan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini menjelaskan bagaimana komposisi kimia, daya cerna protein dan

mineral snack yang telah ditambahkan TDTLA Pedaging. Snack merupakan

makanan yang banyak digemari oleh masyarakat. Sebagaimana telah diketahui,

bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan snack adalah jagung. Snack

yang beredar saat ini memiliki kandungan gizi yang rendah. Sebagai contoh adalah

kandungan protein yang dimiliki hanya berkisar 10-11%. Upaya yang dapat

dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menambahkan TDTLA

Pedaging ke dalam pembuatan snack.

Semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi tentang

penggunaan TDTLA Pedaging sebagai bahan tambahan pangan yang akan

menyumbang protein serta mineral kalsium dan fosfor. Tiada gading yang tak retak,

demikian halnya dengan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat

banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi civitas akademika Fakultas Peternakan khususnya

dan masyarakat luas pada umumnya.

Bogor, Desember 2009

(8)

DAFTAR ISI

Perubahan Nutrisi Selama Proses Ekstrusi ... 14

Karbohidrat ... 15

Penelitian Tahap Pertama... 19

Penelitian Tahap Kedua ... 20

Peubah... ... 21

Kadar Air ... 21

(9)

Kadar Protein ... 22

Kadar Serat Kasar ... 23

Kadar Abu ... 24

Kadar Kalsium ... 24

Kadar Fosfor ... 25

Daya Cerna Protein secara In Vitro ... 26

Daya Cerna Kalsium dan Fosfor secara In Vitro……….. . 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Penelitian Tahap Pertama ... 28

Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging ... 28

Grits Jagung ... 29

Penelitian Tahap Kedua ... 30

Komposisi Kimia Snack Ekstrusi ... 30

Kadar Air ... 31

Kadar Lemak ... 32

Kadar Protein ... 33

Daya Cerna Protein ... 34

Kadar Serat Kasar ... 36

Kadar Abu ... 36

Kadar Kalsium ... 36

Kadar Fosfor ... 37

Daya Cerna Kalsium dan Fosfor... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran... ... 40

UCAPAN TERIMA KASIH ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit,

Saluran Pernafasan dan Saluran Makanan ... 3

2. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging ... 4

3. Komposisi Kimia Grits Jagung... ... 5

4. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI 01-2886-2000 ... 12

5. Formulasi Snack Ekstrusi dari Grits Jagung dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 20

6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging ... 28

7. Komposisi Kimia Grits Jagung Varietas Pioneer 21 ... 30

8. Komposisi Kimia Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 31

9. Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging. ...   34

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Kimia Amilosa dan Amilopektin……….… 6

2. Mekanisme Gelatinisasi Pati ………. 7

3. Extruder Single Screw dan Bagian-bagiannya ... 14

4. Diagram Alir Pembuatan TDTLA Pedaging ... 19

5. Diagram Alir Pembuatan Snack Ekstrusi ... 21

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambar Potongan Leher Ayam Pedaging ... 47

2. Gambar TDTLA Pedaging ... 47

3. Gambar Snack Ekstrusi Hasil Penelitian ... 48

4. Hasil Uji Asumsi Sifat Fisik Snack Ekstrusi dengan Penambahan

TDTLA Pedaging ... 48

5. Hasil Uji Asumsi Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi dengan

Penambahan TDTLA Pedaging ... 49 6. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Air Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 49 7. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Lemak Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 49 8. Hasil Uji Tukey Terhadap Kadar Lemak Snack Ekstrusi

dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 49 9. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Protein Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 50 10. Hasil Uji Tukey Terhadap Kadar Protein Snack Ekstrusi

dengan Penambahan TDTLA Pedaging . ... 50

11. Hasil Analisis Ragam Terhadap Daya Cerna Protein Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 50 12. Hasil Uji Tukey Terhadap Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi

dengan Penambahan TDTLA Pedaging . ... 50

13. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Kadar Abu Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 51 14. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Kadar Kalsium Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging. ... 51

15. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Fosfor Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging……… 51

16. Hasil Uji Tukey Terhadap Kadar Fosfor Snack Ekstrusi

dengan Penambahan TDTLA Pedaging ... 51 17. Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Kadar Serat Kasar Snack

Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging……… 52

18. Angka Kecukupan Protein yang Dianjurkan per Orang per Hari. ... 52 19. Angka Kecukupan Kalsium yang Dianjurkan per Orang per Hari ... 52

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan bagian dari tubuh ayam yang pemanfaatannya belum optimal. Daging-tulang leher ayam pedaging sebenarnya memiliki peluang besar untuk diolah kembali menjadi produk pangan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, juga mempertahankan kandungan gizinya. Kandungan protein yang terdapat dalam tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging berkisar 58-60%, dengan jumlah ini TDTLA Pedaging dapat dijadikan sebagai bahan pangan sumber protein. Mineral yang terkandung dalam TDTLA Pedaging yaitu kalsium (4-6%) dan fosfor (1-2%) dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kandungan gizi yang dimiliki TDTLA Pedaging menjadikan TDTLA Pedaging dapat digunakan sebagai alternatif bahan tambahan pangan yang tidak hanya melengkapi kebutuhan gizi tetapi juga sebagai flavor alami pada proses pengolahan pangan.

Snack merupakan makanan ringan yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Berbagai macam snack banyak memenuhi etalase-etalase pertokoan baik di pasar tradisional maupun di pasar modern. Tak heran bila penjualan snack tidak pernah merosot bahkan pangan jenis ini muncul dalam bentuk dan rasa yang lebih bervariasi. Snack ekstrusi merupakan kelompok snack yang dibuat melalui pemasakan ekstrusi dengan menggunakan alat extruder. Produk yang dihasilkan dari proses ekstrusi adalah produk yang bergelembung kering. Snack ekstrusi yang beredar di pasaran, umumnya memiliki kandungan gizi berupa protein yang rendah karena hanya berasal dari jagung sebagai bahan baku utamanya. Sampel snack

ekstrusi yang beredar di pasaran hanya memiliki kandungan protein sebesar 10-11% dari komposisi gizi yang terlihat di kemasannya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kandungan protein dan mineral pada snack ekstrusi adalah dengan menambahkan bahan baku snack yang berupa jagung dengan tepung daging-tulang leher ayam pedaging ke dalam proses pembuatan snack ekstrusi.

(14)

snack yang dihasilkan memiliki tekstur yang cukup renyah dan memiliki sifat yang mudah bergelembung. Selain itu bahan jagung merupakan bahan yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah.

Penambahan TDTLA Pedaging pada pembuatan snack ekstrusi diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi snack. Peningkatan nilai gizinya meliputi protein serta mineral berupa kalsium dan fosfor serta nilai kecernaan protein dan mineral kalsium dan fosfor.

Tujuan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

Ayam pedaging terdiri dari ayam ras, buras (bukan ras atau lokal atau kampung) dan ayam culled (ayam afkir dari ayam petelur yang tidak diproduksi lagi). Ayam ras pedaging adalah ayam ras yang dipanen pada umur 8-12 minggu dengan bobot 1,4 kg. Hasil ikutan ternak (animal by-product) merupakan hasil sampingan ternak baik dari pemotongan ternak maupun industri pengolahan ternak. Hasil ikutan yang dapat dimakan (edible) yaitu hati, ampela, jantung, usus, paru-paru, kepala, leher, cakar, serta lemak (Kinsman et. al., 1994).

Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu hasil ikutan ternak yang pemanfaatannya masih terbatas dan bisa diolah menjadi bahan pangan maupun pakan. Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan ternak yang potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber protein dan mineral. Komposisi gizi daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit, Saluran Pernafasan dan Saluran Makanan

Komponen Kandungan Sumber : Arqiya (2002)

(16)

diri dari sel, serat-serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat 58,3%; kalsium karbonat 1,0%; magnesium fosfat 2,1%; kalsium fluoride 1,9% dan protein sebanyak 30,6% (Ward dan Courts, 1977). Tulang leher ayam memiliki banyak tulang rawan sebagai penyusunnya. Jenis protein yang terdapat pada tulang adalah protein kolagen. Komponen utama penyusun tulang adalah mineral kalsium dan fosfor. Penyerapan kalsium oleh tubuh saling berhubungan dengan sumber makanan lainnya seperti protein, fosfor, vitamin D dan sodium.

Daging tulang-leher ayam pedaging dalam kondisi segar akan memiliki resiko besar untuk mengalami kerusakan baik secara fisik maupun biologis. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pengolahan terhadap daging-tulang leher ayam pedaging untuk mencegah kerusakan dan meningkatkan daya simpan. Salah satu upaya pengolahan yang dapat dilakukan terhadap daging-tulang leher ayam pedaging segar adalah dengan mengolah daging tulang-leher ayam pedaging segar menjadi tepung. Daging-tulang leher ayam pedaging dalam bentuk tepung akan memiliki kandungan gizi seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

Sumber : Ningsih et.al., 2008

Jagung (Zea mays)

Biji jagung terdiri atas empat bagian pokok yaitu embrio, endosperma, aleuron, dan kulit (pericarp). Jagung mengandung sejumlah karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat utama dalam jagung yaitu pati sebanyak 72% pada jagung keseluruhan dan 88% pada endosperma (Hoseney, 1998). Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin. Jagung mengandung sekitar 24% amilosa dan 76% amilopektin

Komponen Jumlah --- % ---

Air 5,12 Lemak 14,82 Protein 61,16

Abu 17,54

Kalsium (Ca) 5,36

(17)

(Medcalf, 1973). Jagung memiliki protein prolamin termasuk zein yang memiliki sifat tidak mudah larut dalam air (deMan, 1997).

Proses pembuatan snack biasanya menggunakan grits jagung. Grits jagung merupakan biji jagung yang telah lepas bagian lembaga, kulit ari, dan dedak. Grits

jagung digunakan karena akan menghasilkan produk ekstrusi yang renyah dan mudah mengembang (Muchtadi et. al., 1988). Grits yang biasa dipakai dalam produksi snack atau crackers yaitu sejenis gritscoarse dan medium grits. Kandungan gizi grits jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Grits Jagung

Komponen Grits Jagung

--- % ---

Air 11,0 Lemak 1,8 Protein 7,2

Karbohidrat 79,2

Serat 4,0

Sumber : Nutrion Data, 2006

Pati

(18)

(a)

(b)

Gambar 1. Struktur kimia amilosa (a) dan amilopektin (b) Sumber : Muchtadi et. al., (1988)

(19)

Gambar 2. Mekanisme Gelatinisasi Pati Sumber: Harper, 1981

Protein

(20)

Daya Cerna Protein

Daya cerna protein atau kecernaan protein merupakan kemampuan protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim pencernaan (Muchtadi, 1989). Protein dalam bahan makanan sangat penting untuk penyusunan senyawa biomolekul dalam proses biokimiawi dalam mengganti jaringan yang rusak. Protein disusun oleh struktur N, C, H, O, S, dan beberapa mineral seperti P, Fe, dan Cu. Molekul besar seperti protein akan mudah untuk mengalami perubahan secara fisis (penggumpalan) atau biologis dengan agen seperti asam, basa, panas, pelarut organik, garam, dan logam berat (Sudarmadji et. al., 1989).

Mutu nutrisi protein yang diberikan sangat tergantung dari kandungan asam-asam amino esensialnya dan daya cerna. Protein yang masuk ke dalam tubuh tidak seluruhnya dapat dicerna. Protein umumnya tidak sempurna dicerna karena protein dilindungi oleh pelindung selulosa dan polisakarida. Hal tersebut menyebabkan protein harus dikonsumsi jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan harian minimum seluruh asam amino. Protein hewani dapat dihidrolisis hampir sempurna menjadi asam-asam amino dikarenakan jumlah nutrisi yang terkandung dalam protein hewani jauh lebih lengkap dan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein nabati.

(21)

Penentuan daya cerna protein dapat dilakukan dengan cara in vitro. Metode ini dilakukan dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan. Enzim-enzim tersebut diantaranya pepsin, pankreatin, tripsin, kemotripsin, peptidase, dan multi enzim (Muchtadi, 1989). Penggunaan enzim-enzim tersebut akan menghasilkan koefisien daya cerna protein setiap bahan berbeda. Metode in vitro dapat memperkirakan kecernaan pada tubuh manusia atau kondisi biologis yang sebenarnya (Suhardjo dan Kusharto, 1987).

Daya cerna protein dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Damodaran (1996). Konformasi protein akan mengurangi kecernaan protein jika terjadi ikatan silang antar protein. Protein dapat berikatan kuat dengan polisakarida dan serat pangan sehingga menurunkan kecernaan protein. Proses pengolahan juga mempengaruhi kecernaan protein. Reaksi Maillard dapat menyebabkan penurunan kecernaan akibat terikatnya protein dengan gula pereduksi.

Kalsium

Kalsium di dalam tubuh memiliki peranan penting yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf (Gaman dan Sherington, 1992). Nilai ketersediaan biologis dari tulang ayam presto dan tulang ayam mentah tidak berbeda jauh, namun tulang ayam presto memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan tulang ayam mentah yaitu dapat dikonsumsi langsung secara bersamaan, sedangkan tulang ayam mentah harus ditepungkan terlebih dahulu (Rahmawan, 2005).

(22)

Kalsium erat kaitannya dengan kesehatan tulang karena mineral membentuk tulang. Selain itu asupan kalsium tinggi (di atas 850 mg) bisa mengurangi resiko gejala batu ginjal. Hal ini karena kalsium memiliki efek protektif dengan mengikat oksalat di usus dan mencegah penyerapan oksalat yang bisa membentuk batu. Kalsium disekresikan dari tubuh melalui feses merupakan kalsium yang tidak diserap dan sejumlah kecil kalsium yang berasal dari sekresi cairan yang masuk ke dalam saluran pencernaan (100-150 mg/hari) (Brody, 1994).

Manfaat kalsium untuk kesehatan tulang tidak dapat dipungkiri lagi. Bila tubuh cukup kalsium, maka pertumbuhan dan pengerasan tulang dapat berlangsung dengan baik. Sebaliknya, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pertumbuhan tulang tidak sempurna, antara lain kerdil, tulang rapuh dan bentuknya tidak normal. Salah satu faktor penting dalam penyerapan kalsium adalah ketersediaan yang cukup dari vitamin D. Jika kekurangan vitamin D, maka metabolisme kalsium dalam tubuh berkaitan dengan proses pengerasan tulang tidak dapat berlangsung normal (Tim Penulis Nirmala, 2003).

Fosfor

Mineral fosfor (P) sangat penting dalam peran biokimia dan fisiologisnya. Fosfor dideposit dalam tulang dalam bentuk kalsium hidroksi appetite {Ca10(PO4)6(OH)2}. Fosfor merupakan komponen dari fosfolipid yang mempengaruhi permeabilitas sel; juga merupakan komponen dari meilin pembungkus urat syaraf; banyak transfer energi dalam sel yang melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; fosfat memegang peranan dalam sistem buffer darah; mengaktifkan beberapa vitamin B untuk membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal, fosfor juga merupakan bagian dari matrik DNA dan RNA (Parakkasi, 1999). Fungsi fosfor antara lain untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang serta gigi, aktivator enzim-enzim dan proses metabolisme asam amino (Piliang, 2001).

(23)

dan anorganik. Sebagian besar fosfor diserap tubuh dalam bentuk anorganik, khususnya di bagian atas duodenum yang bersifat kurang alkalis dan 70% dari fosfor yang dicerna akan diserap. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang dengan gejala rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang. Kelebihan fosfor menyebabkan ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga akan menimbulkan kejang (Almatsier, 2001).

Snack Ekstrusi

Snack merupakan makanan ringan yang memiliki bentuk, rasa, cara pengolahan dan penyajian yang beragam. Snack ekstrusi merupakan snack yang dihasilkan dari pemasakan ekstrusi (Muchtadi et. al., 1988). Makanan ringan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan perkembangan cara pengolahannya. Kelompok pertama yaitu makanan ringan berbahan dasar hasil pertanian yang mengalami pengolahan sederhana seperti keripik. Kelompok kedua mengalami pengolahan lanjutan setelah keluar dari extruder seperti pemotongan dan sedikit pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan. Rendahnya kadar air yang dipersyaratkan, dikarenakan apabila kadar air yang ada pada makanan ekstrudat tinggi akan mengakibatkan indeks pengembangan ekstrudat menjadi kecil. Kadar air yang semakin rendah pada bahan pangan mengakibatkan semakin tinggi daya tahan bahan tersebut karena mikroorganisme yang akan tumbuh semakin sedikit jumlahnya (Winarno, 2002). Hasil penelitian Von Elbe (1987) dalam Purnomo (1995) menyatakan bahwa untuk kadar air ekstrudat sebanyak 4% yang disyaratkan pada SNI 01-2886-2000 memiliki nilai akitivitas air (Aw) sebesar 0,23%. Rendahnya nilai Aw akan mengakibatkan mikroorganisme mengalami kesulitan untuk tumbuh, dengan begitu ekstrudat akan memiliki daya tahan yang lebih lama. Kelompok ketiga yaitu snack yang telah keluar dari extruder masih memerlukan pengolahan lanjutan seperti penggorengan dan pengeringan (Harper, 1981).

(24)

kualitas secara fisik. Bahan tambahan yang digunakan dapat berupa protein hewani. Syarat mutu makanan ekstrudat menurut SNI 01-2886-2000 diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI 01-2886-2000

Komposisi Satuan Syarat Mutu

Bau - Normal

Rasa - Normal

Warna - Normal

Kadar Air % b/b Maksimal 4

Kadar Lemak Tanpa Proses Penggorengan

% b/b Maksimal 30

Kadar Lemak dengan Proses Penggorengan

% b/b Maksimal 38

Kadar Protein % b/b -

Angka Lempeng Total Koloni/g Maksimal 1,0 x 104

Kapang Koloni/g Maksimal 50

Eschericia coli Koloni/g Negatif

Sumber : BSN, 2000

Protein yang dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan produk bertekstur yang intregritas strukturnya mudah lepas bila dipanaskan. Hal ini menunjukkan efek yang merugikan bagi tekstur suatu produk dengan ukuran molekul yang diperkecil. Protein dengan bobot molekul lebih rendah menghasilkan hasil ekstrusi dengan kualitas tekstur yang jelek, hal ini dapat diakibatkan bila bahan tersebut mengalami pemotongan mekanik berlebihan selama berada di dalam ulir atau cetakan. Peningkatan konsentrasi protein akan mempermudah pembentukan tekstur dan memperbanyak ikatan silang. Molekul-molekul karbohidrat yang rusak akibat pemanasan dan kelembaban yang rendah kurang bersifat kohesif dibandingkan karbohidrat yang tergelatinisasi yang tidak rusak. Hal ini menyebabkan molekul-molekul itu kurang mengembang sehingga menghasilkan produk berpori-pori lebih kecil, tekstur lebih lunak, lebih mudah larut dan lengket bila dikonsumsi (Muchtadi

(25)

Ekstrusi Proses Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang melibatkan kekuatan bahan mengalir dalam kondisi tertentu lalu melewati sebuah lubang kecil dengan ukuran dan bentuk yang telah ditetapkan (Dziezak, 1989). Proses ekstrusi biasa digunakan dalam pembuatan makanan ringan. Produk yang dihasilkan dari proses ekstrusi memiliki tekstur yang khas dan beragam. Matz (1993) menyatakan bahwa tekstur kudapan yang diperoleh dari proses ekstrusi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Amilopektin menyebabkan produk akhir yang mudah rapau dengan rendahnya berat jenis. Amilosa dibutuhkan untuk memberikan tekstur memuaskan dan tidak terlalu keras. Proses ekstrusi merupakan proses high temperature short time dimana suhu yang digunakan adalah 200oC dan waktu kontak dengan bahan selama 5-10 detik. Pengolahan pangan secara high temperature short time (HTST) akan meminimalisir kerusakan gizi dan membunuh mikroba yang terdapat dalam bahan makanan. Muchtadi et. al., (1988) menyatakan bahwa proses ekstrusi yang terjadi yaitu pemasakan, pemotongan, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan penggelembungan. Fungsi-fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses ekstrusi.

Extruder

Pengolahan pangan dengan proses ekstrusi menggunakan alat yang disebut

extruder.Faridi (1994) menuliskan bahwa extruder merupakan alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi bahan pangan dengan beragam formula bahan baku dan menghasilkan bentuk produk yang beragam. Kinerja extruder dipengaruhi oleh konfigurasi ulir dan kecepatan putarannya, tekanan balik pada cetakan, serta karakteristik bahan yang diekstrusi (Muchtadi et. al., 1988). Operasi extruder

(26)

menjadi ekstrudat dengan beragam tekstur (Muchtadi et. al., 1988). Gambar bagian-bagian extruder secara jelas dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3. ExtruderSingle Screw dan Bagian-bagiannya Sumber: Britannica Encyclopedia Inc., 1996b

Extruder dengan fungsi mengembangkan produk terjadi jika temperatur bahan melebihi 100oC ketika meninggalkan bagian bertekanan (Harper, 1981). Pemasakan ekstrusi digunakan untuk memproduksi produk dengan karakteristik yang baru dengan bahan dasar pati atau protein. Karakteristik tersebut berkaitan dengan tekstur spesifik seperti porositas dan fibrositas. Teksturasi produk diperoleh akibat kerusakan stuktur biopolimer tertier dan kuarter karena terjadi pengaturan ulang rantai polimer dan pembentukan struktur ruang (Lewicki, 2004).

Perubahan Nutrisi selama Proses Ektrusi

(27)

Ekstrusi dapat mempengaruhi kualitas nutrisi produk akhir. Parameter dalam proses ekstrusi yang mempengaruhi nutrisi yaitu komposisi bahan masukan, kadar air, kecepatan pemasukan bahan, kecepatan screw, konfigurasi screw, suhu barrel, dan konfigurasi lubang die (Camire, 2001). Bahan baku dalam proses ekstrusi akan mempengaruhi produk akhir. Rasio karbohidrat harus dipertimbangkan sesuai kebutuhan produk akhir. Konfigurasi screw dapat mempengaruhi kerusakan pati atau protein. Konfigurasi tersebut diatur untuk meminimalkan pemecahan makro molekul. Perubahan sifat bahan baku akan terjadi selama proses pengolahan ekstrusi. Perubahan tersebut diantaranya yaitu perubahan fisikokimia, nilai gizi, dan organoleptik.

Karbohidrat

Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam susunan makanan. Karbohidrat berperan penting sebagai sumber energi utama, walaupun setiap gramnya memberikan jumlah kalori yang kurang dibandingkan lemak. Karbohidrat biasanya dikonsumsi dalam jumlah yang banyak (Soedarmo dan Sediaoetama, 1987). Karbohidrat akan mengalami proses gelatinisasi selama proses ekstrusi. Gelatinisasi pati terjadi pada kadar air 12-22% lebih rendah daripada pembuatan makanan olahan lainnya. Derajat gelatinisasi dapat meningkat dengan meningkatnya suhu, pemotongan, dan tekanan. Rantai cabang pada amilopektin dengan mudah terlepas di dalam barrel. Pengurangan berat molekul untuk amilosa dan amilopektin juga terjadi selama proses ekstrusi.

Proses ekstrusi dapat dimanipulasi untuk membentuk produk yang rendah kecernaan karbohidratnya. Rantai cabang amilopektin dapat dilepas tetapi akan bereaksi dengan karbohidrat lainnya yang sulit dicerna enzim. Penambahan serat juga mengurangi kecernaan karbohidrat. Kecernaan akan menurun dengan terbentuknya kompleks amilosa-lemak (Camire, 2001).

(28)

cetakan. Jika suhu meningkat maka terjadi perubahan struktur sehingga produk yang keluar dapat mengembang (Muchtadi et. al., 1988).

Protein

Ekstrusi yang menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi protein akan memudahkan hidrolisis ikatan peptida oleh enzim proteolitik (Hawab, 2003). Denaturasi juga dapat mengurangi aktivitas enzim dan enzim inhibitor. Proses ekstrusi akan memecah butiran protein sehingga protein akan berdifusi dengan pati selama pemanasan. Protein juga akan memberikan peranan dalam kerenyahan produk ekstrusi dengan pembentukan matriks protein. Suhu barrel

yang tinggi dan rendahnya kadar air bahan dapat mendukung reaksi Maillard selama proses ekstrusi. Gula pereduksi dapat berkurang karena berikatan dengan asam-asam amino. Hal tersebut mengakibatkan penurunan nilai nutrisi protein produk akhir (Huber, 2001).

Lemak

(29)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat berbeda. Pembuatan TDTLA pedaging dilaksanakan di Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan snack ekstrusi berlangsung di South East Asia Food and Agriculture Study Center (SEAFAST Center). Analisis kimia dan daya cerna protein dan mineral dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga Juni 2009.

Materi

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daging-tulang leher ayam pedaging, grits jagung varietas Pioneer 21 (P21) dan garam. Daging-tulang leher ayam pedaging ini diperoleh dari rumah pemotongan ayam di daerah Kebon Pedes, Bogor. Grits jagung yang digunakan diperoleh dari Laboratorium SEAFAST Center IPB. Kadar protein dapat diketahui dengan menggunakan bahan berupa selenium, H2SO4, K2SO4, NaOH, penolftalen (PP), asam borat 3%, HCl 0,01 N dan aquades. Daya cerna protein dapat diukur dengan menggunakan bahan HCl 0,1 N, NaOH 0,5 N, enzim pankreatin, larutan buffer fosfat yang mengandung natrium azida 0,005 M. Kadar lemak diukur dengan menggunakan bahan heksan. Pengukuran kadar kalsium menggunakan bahan HCl pekat, aquades, larutan filtrat, bubuk amoniak pekat, asam sulfat 4 N, air suling, larutan KMnO4, HCl 0,1 N, indikator merah metil, asam asetat, aluminium oksalat jenuh. Pengukuran kadar fosfor menggunakan bahan berupa HCl pekat, aquades, larutan filtrat, NH4NO3, HNO3 pekat, air suling, amonium molibdate 3%, asam aminosulfonat, aquadest KNO3, NaOH 0,2 N dan HCl 0,1 N.

(30)

reaksi, kantung plastik pengemas jenis polypropylen berukuran panjang 20,5 cm dan lebar 11,5 cm shaker water bath, kertas saring Whatman 41, timbangan analitik, mesin penggiling, tanur listrik, pipet, gelas piala, wadah segi empat, kantung dialisa.

Rancangan Perlakuan

Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu penambahan TDTLA Pedaging terhadap grits jagung dengan taraf yang berbeda. Perlakuan tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh TDTLA Pedaging terhadap kandungan gizi dan daya cerna protein serta mineral snack ekstrusi yang dihasilkan. Penambahan TDTLA Pedaging dilakukan pada taraf 0, 10, 20, dan 30% dari bobot total bahan baku berupa grits jagung.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model rancangan acak lengkap.Model analisis data menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut:

Yij = μ + αi + εij Keterangan:

Yij = respon percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan tepung daging- tulang leher ayam pedaging pada taraf ke-i, ulangan ke-j.

μ = rataan umum dari peubah yang diamati.

αi = taraf ke-i perlakuan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging ke

εij = pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j i = 0; 5; 10; 15;20 ; j = 1, 2, dan 3

Analisis Data

(31)

Prosedur

Penelitian ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan TDTLA Pedaging dan penggilingan grits jagung yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Tahap kedua yaitu pembuatan snack ekstrusi di SEAFAST

Center IPB dan dilanjutkan dengan analisis kimia di Laboratorium Gizi Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian Tahap Pertama

Pembuatan TDTLA Pedaging dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan, pembersihan, pelunakan, pengeringan, penggilingan kering dan pengayakan. Bagan pembuatan TDTLA Pedaging dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan TDTLA Pedaging (Modifikasi Hardianto, 2002)

Dibersihkan dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan lemak

Ditimbang dan dicuci

Direbus di dalam panci tekan pada suhu 121oC selama 30 menit dengan tekanan 1 atm

Diangkat dan ditiriskan

TDTLA Pedaging

Dicacah dengan menggunakan food processor

Dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60oC selama 18 jam

Dihancurkan dengan diskmill

(32)

Penelitian Tahap Kedua

Pembuatan Snack Ekstrusi menggunakan grits jagung yang diperoleh dari Laboratorium SEAFAST Center IPB memiliki ukuran yang tidak seragam. Grits

jagung diseragamkan pada ukuran 20 mesh dengan menggunakan alat penyeragam

grits. Penyeragaman grits jagung ini bertujuan agar snack dapat mengembang dengan ukuran pengembangan yang sama. Tujuan lain dari penyeragaman grits

jagung ini adalah agar aliran ulir extruder tidak terhambat oleh grits jagung yang berukuran lebih besar. Pembuatan snack dimulai setelah TDTLA pedaging diperoleh. Formulasi pembuatan snack dengan bahan grits jagung dan penambahan TDTLA Pedaging dapat dilihat pada Tabel 5. Bahan-bahan dicampur sesuai formula kemudian diaduk sampai tercampur rata. Pencampuran bahan-bahan ini dilakukan di luar extruder .

Tabel 5. Formulasi Snack Ekstrusi dari Grits Jagung dengan Penambahan TDTLA Pedaging

Bahan yang digunakan

F1 F2 F3 F4 g % g % g % g %

GritsJagung 1970 98,5 1970 86,97 1970 82,29 1970 76,03 TDTLA

Pedaging

0 0 197 8,97 394 16,4 591 22,81

Garam 30 1,5 30 1,36 30 1,25 30 1,16

Total 2000 100 2197 100 2394 100 2591 100

Extruder mula-mula dikondisikan pada suhu dan kecepatan putaran pisau tertentu sebelum digunakan. Pengaturan kecepatan pisau pemotong dalam extruder

diatur pada 500 rpm. Extruder memiliki enam buah pisau pemotong dengan formasi segienam yang akan berputar sesuai dengan kecepatannya. Peningkatan kecepatan pisau dapat mengakibatkan ukuran snack ekstrusi menjadi semakin pendek. Suhu

outlet extruder diatur pada suhu 60oC yang akan dicapai selama 20-30 menit setelah

(33)

Gambar 5. Bagan Pembuatan Snack Ekstrusi

Extruder dapat menghasilkan banyak snack ekstrusi dalam waktu yang singkat. Snack ekstrusi akan keluar dari extruder melalui bagian bawah. Snack

ekstrusi yang telah keluar kemudian didinginkan selama 15 menit. Pendinginan ini dilakukan agar snack ekstrusi yang dikemas tidak cepat menjadi lunak karena uap air yang masih tinggi akibat proses ekstrusi. Snack kemudian dikemas dalam kantung plastik dan ditutup rapat dengan menggunakan sealer.

Peubah

Snack yang diperoleh dari extruder kemudian diambil sebagai contoh untuk dianalisa. Peubah yang dianalisis yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, kadar kalsium dan fosfor serta daya cerna protein untuk semua perlakuan. Khusus untuk daya cerna mineral kalsium dan fosfor hanya dilakukan terhadap TDTLA Pedaging dan snack ekstrusi dengan konsentrasi penambahan TDTLA Pedaging sebanyak 30% dari bahan baku grits jagung.

Kadar Air (AOAC, 1995). Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit atau sampai didapat berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel lima gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 8 jam pada suhu 105oC. Cawan kemudian ditimbang dalam desikator dan ditimbang kembali setelah suhunya turun. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bahan dimasukkan ke feed hooper

Snack ekstrusi

Dilakukan pengadukan dengan tangan

(34)

Kadar air = x100%

Kadar Lemak (AOAC, 1995). Kadar lemak snack diukur dengan menggunakan metode ekstraksi Soxhlet. Sampel snack sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi yang dipasang diatas kondensor serta abu labu lemak di bawahnya. Pelarut hexana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam lemak. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan dalam oven selama 5 jam pada suhu 105oC. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang.

Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan dua cara, yaitu pertama perhitungan kadar lemak berdasarkan berat basah dan kedua berdasarkan berat kering.

• Kadar lemak berdasarkan perhitungan berat basah

Kadar lemak = 100%

Sampel Berat

Lemak

Berat ×

Keterangan : Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu • Kadar lemak berdasarkan perhitungan berat kering

% lemak = 100%

(35)

Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur H3BO3 dan indikator dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1N sampai terjadi perubahan warna merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko.

Kadar protein dapat dihitung dengan dua cara yaitu berdasarkan berat basah dan berdasarkan berat kering.

• Kadar protein berdasarkan berat basah (b/b)

% N = x100%

• Kadar protein berdasarkan berat kering (b/k)

% Protein = 100%

Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995). Sebanyak satu gram sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas Whatman dan dengan menggunakan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan 100 ml NaOH 1,25% selama 30 menit. Sampel hasil destruksi disaring kembali seperti di atas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25% mendidih, 2,5 ml air sebanyak 3 kali, dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130oC selama 2 jam. Cawan yang berisi residu yang telah dingin ditimbang (A gram), lalu dimasukkan ke dalam tanur 600oC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B gram). Keterangan berat serat kasar = w-w0

w = berat residu sebelum dibakar dalam tanur A – (berat kertas saring + cawan)

Keterangan : A = berat residu + kertas saring + cawan w0 = berat residu setelah dibakar dalam tanur

B – (berat cawan)

Keterangan : B = berat residu + cawan

(36)

Kadar Abu (AOAC, 1995). Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih tiga gram dan diletakkan di dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada suhu sekitar 450oC dan tahap kedua dilakukan pada suhu 550oC, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian cawan ditimbang.

Kadar abu dapat dihitung dengan dua cara yaitu pertama berdasarkan berat basah dan kedua berdasarkan berat kering.

• Kadar abu berdasarkan berat basah (b/b)

Kadar abu = 100%

• Kadar abu berdasarkan berat kering (b/k)

% Abu = 100%

(37)

Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Kandungan logam (Ca/g) = Slope

Kadar Fosfor (AOAC, 1995). Satu gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Sebanyak 10 ml larutan campuran

HClO4 : HNO3 : H2SO4 = 5: 2 : 1 ditambahkan, kemudian didestruksi sampai larutan

jernih atau selama dua jam. Larutan destruksi yang telah dingin dipindahkan ke

dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquadest sampei tera, dilanjutkan dengan

penyaringan menggunakan kertas Whatman 41. Larutan diambil sebanyak 2 ml da

ditambahkan 2 ml HNO3 dan 1 ml larutan molibdate vanadat. Larutan dipindahkan

ke dalam Nortex lalu dipanaskan. Larutan dianalisa dengan alat spektrofotometri

dengan cara sebagai berikut : (1) alat spektrofotometri dinyalakan dan diatur sesuai

dengan instruksi manual dalam alat tersebut, (2) larutan standar fosfor (25 ppm) dan

blanko diukur, (3) diukur larutan sampel (selama penetapan sampel, diperiksa secara

periodik apakah nilai standar tetap konstan) dibuat kurva standar (sumbu y sebagai

absorbansi dan sumbu x sebagai konsentrasi (dalam ppm).

Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

(38)

Daya Cerna Protein secara In Vitro (Sanders et. al. (1973) yang disitir oleh Muchtadi (1993)). Sampel sejumlah kira-kira setara 0,2 gram protein dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Sebanyak 25 ml HCl 0,1 N ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut. Pepsin sebanyak 0,1 gram dan suspensi pepsin sebanyak 1 ml (1 gram pepsin dilarutkan ke dalam HCl 0,1 N sebanyak 10 ml) kemudian ditambahkan 1 ml natrium azida 0,05 N. Inkubasi dilakukan selama 3 jam pada suhu 37oC dalam waterbath bergoyang. Pengaturan pH sampai 7,0 dilakukan dengan cara menambahkan NaOH 4 N. Penambahan 0,1 gram pankreatin atau 1 ml suspensi pankreatin (1 gram pankreatin dilarutkan ke dalam 10 ml akuades) dilakukan setelahnya. Larutan campuran tersebut diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37oC dalam waterbath bergoyang. Penyaringan kemudian dilakukan dengan menggunakan kertas saring sampai semua residu tertinggal ke dalam kertas saring. Residu selanjutnya dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode Kjeldahl.

Protein tidak tercerna (x) :

x = ((kadar protein residu/100) × berat kertas saring + residu) × 1000 Kadar Protein Residu (y) :

y = (((volume titrasi – ((Berat kertas saring kosong/kertas blanko) × volume titrasi blanko)) × 0,014 × N HCl × 6,25) × 100)/ berat kertas saring + residu

(39)

dalam freezer. Sampel T2 dicairkan dalam shaker dengan suhu 37oC dan ditambahkan 5 ml pankreatin bile dan indikator penolftalen. Titrasi dilakukan dengan KOH sampai warna berubah menjadi warna merah jambu dan dilakukan penghitungan kebutuhan NaHCO3. Kantung dialisa yang akan digunakan dipotong ± 15 cm dan direndam dalam air bebas ion lalu diikat salah satu ujungnya. Kantung kemudian diisi dengan 20 ml NaHCO3 hasil perhitungan. Ujung kantung diikat salah satunya usahakan jangan sampai ada gelembung, kemudian direndam dengan sisa larutan NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml.

Sampel T1 dicairkan di dalam shaker 37oC kemudian dimasukkan ke dalam kantung dialisis dan diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 37oC. Sampel tersebut kemudian ditambahkan 5 ml pankreatin bile dan diinkubasi kembali selama 120 menit pada suhu 37oC. Kemudian kantung dialisis diangkat dan dibuka ikatannya, sampel lalu dituangkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml bebas ion. Bagian dalam kantung dicuci dengan air bebas ion. Hasil dialisat ditimbang dan dicatat. Hasil dialisat lalu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml dan HNO3 pekat sebanyak 10 ml dan didiamkan selama satu malam. H2O bebas ion selanjutnya ditambahkan ke dalam hasil dialisat dan lakukan pemanasan sampai jernih. Langkah berikutnya adalah pengenceran di dalam labu 50 ml dan penyaringan dengan kertas Whatman 42. Absorban yang terlihat kemudian dibaca dengan metode AAS. Hasil yang terbaca menunjukkan angka yang diserap oleh sampel. Angka-angka tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus y = a + bx dimana hasil persamaan ini akan menghasilkan konsentrasi dari sampel.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging dalam penelitian ini sebesar 21,35%. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa TDTLA Pedaging memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama protein sebesar 56,08% dan lemak 18,31% serta kalsium sebesar 6,24%. Kandungan gizi yang tinggi memungkinkan TDTLA Pedaging ini untuk dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengayaan gizi produk pangan (misalnya snack ekstrusi) seperti halnya penambahan tepung ikan atau tepung tulang rawan. Komposisi kimia TDTLA Pedaging yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

Komponen TDTLA1) Tepung Ikan2)

--- % ---

Air 6,92 9,5 (maks)

Lemak 18,31 7 (maks)

Protein 56,08 65 (min)

Abu 17,30 17 (maks)

Kalsium 6,24 2,5-5,0

Fosfor 1,36 1,6-3,2

Karbohidrat 1,39 1,5

Sumber : 1)

Hasil analisa Laboratorium Pusat Antar Universitas, IPB (2009) 2)Dewan Standarisasi Nasional 01-2175-1992

(41)

han pangan dapat mengalami penurunan yang diakibatkan oleh adanya proses pengolahan. Reaksi Maillard yang terjadi juga akan menyebabkan penurunan nilai kecernaan akibat terikatnya protein dengan gula pereduksi (Damodaran, 1996).

Mineral yang paling banyak terdapat pada TDTLA Pedaging adalah kalsium dan fosfor. Kalsium yang terkandung dalam TDTLA Pedaging sebesar 6,24% sedangkan kandungan fosfor 1,36%. Kalsium di dalam tubuh memiliki peranan penting yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf (Gaman dan Sherington, 1992). Fungsi fosfor antara lain untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang serta gigi, aktivator enzim-enzim dan proses metabolisme asam amino (Piliang, 2001). Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh kalsium dan fosfor menyebabkan pentingnya kedua mineral ini untuk dapat dicerna oleh tubuh. Daya cerna kalsium pada TDTLA Pedaging sebesar 21,59% dan fosfor sebesar 15,14%. Daya cerna kalsium dan fosfor TDTLA Pedaging lebih tinggi dibandingkan dengan daya cerna kalsium dan fosfor pada tepung tulang rawan ayam yaitu berturut-turut 15,5% dan 12,07%. Hal ini disebabkan daging-tulang leher ayam memiliki konformasi daging-tulang yang lebih banyak dibandingkan tulang rawan. Kalsium dan fosfor merupakan komponen mineral utama penyusun tulang, semakin banyak tulang maka kandungan kalsium dan fosfor akan semakin tinggi.

Grits Jagung

Proses pembuatan snack menggunakan grits jagung. Grits jagung adalah biji jagung yang telah lepas bagian lembaga, kulit ari, dan dedak. Grits jagung menghasilkan produk ekstrusi yang renyah dan mudah mengembang (Muchtadi et. al., 1988). Grits jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung kuning varietas Pioneer 21 yang diperoleh dari laboratorium Seafast Center IPB. Jagung

(42)

Tabel 7. Komposisi Kimia Grits Jagung Varietas Pioneer 21

Komponen Kadar --- % ---

Air 12,43

Lemak 3,33 Protein 6,21

Abu 0,945

Serat Kasar 0,97

Karbohidrat 77,09 Sumber : Hasil analisa Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas, IPB (2009)

Komposisi kimia grits jagung didominasi oleh karbohidrat sebesar 77,09%. Karbohidrat dalam jagung dapat berbentuk pati, gula sederhana dan serat. Pati dalam jagung tersusun atas tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan protein serta lemak (Boyer dan Shannon, 2003). Pati pada umumnya mengandung 12-30% amilosa, 75-80% amilopektin dan 5-10% meliputi lemak dan protein. Kandungan amilosa jagung adalah sekitar 24% dan amilopektin 76%. Amilopektin menghasilkan produk makanan yang porous, ringan, dan renyah sebaliknya amilosa cenderung menghasilkan produk keras dan proses mekar terjadi secara terbatas (Muchtadi et. al., 1988). Akibat panas selama proses ekstrusi, pati jagung akan mengalami gelatinisasi. Kandungan protein yang dimiliki oleh varietas jagung Pioneer 21 sekitar 6,21%. Jagung sebagai bahan utama dalam pembuatan snack ekstrusi hanya akan memberikan asupan protein yang rendah pada produk snack. Akibat kadar protein

grits jagung varietas Pioneer 21 yang rendah maka untuk meningkatkan kadar protein snack ekstrusi perlu adanya tambahan protein dari bahan pangan lain. TDTLA Pedaging mempunyai kandungan protein 56,08% sehingga dapat menjadi salah satu alternatif bahan pencampur pada pembuatan snack ekstrusi berprotein tinggi.

Penelitian Tahap Kedua Komposisi Kimia Snack Ekstrusi

(43)

dan F4). Hasil pengujian menunjukkan komposisi kimia snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA Pedaging dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Kimia Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata. Huruf kecil pada superskrip menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05), sedangkan huruf besar pada superskrip menunjukkan berbeda sangat nyata (α = 0,01).

Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas, IPB (2009).

Kadar Air

Hasil penelitian memperlihatkan penambahan TDTLA Pedaging tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah kadar air yang ada dalam snack ekstrusi (P>0,05). Kadar air adalah banyaknya air dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Kadar air yang terlalu tinggi pada snack ekstrusi akan mengakibatkan snack kurang renyah, empuk, menggembung dan lengket. Kadar air dalam snack berkurang dikarenakan air yang terkandung di dalam bahan baku mengalami penguapan selama proses ekstrusi berlangsung.

Syarat mutu kadar air maksimal yang terkandung dalam snack ekstrusi adalah 4% (BSN, 2000). Hasil penelitian Von Elbe dalam Purnomo (1995) menyatakan bahwa kadar air yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia untuk snack

(44)

pertumbuhan mikroorganisme pada snack ekstrusi jika dibandingkan dengan snack

ekstrusi yang mempunyai kadar air yang lebih besar. Tabel 11 memperlihatkan bahwa hanya snack ekstrusi pada taraf perlakuan F4 yaitu dengan penambahan TDTLA Pedaging sebanyak 30% yang memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia untuk kadar air.

Kadar Lemak

Kadar lemak yang dimiliki oleh hasil masing-masing formula snack ekstrusi yang sudah ditambahkan TDTLA Pedaging secara berturut-turut dari perlakuan F1 sampai F4 adalah 1,69%; 2,38%; 3,81% dan 4,71%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging berpengaruh terhadap kadar lemak snack ekstrusi. Tabel 8 menunjukkan kadar lemak yang terkandung dalam

snack ekstrusi semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi penambahan TDTLA Pedaging. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa akibat adanya penambahan TDTLA Pedaging terdapat perberbedaan yang nyata (P<0,05) antara kadar lemak perlakuan F3 dan F4 dengan hasil perlakuan F1 dan F2.

Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai penambah citarasa dan merupakan sumber kalori kedua setelah karbohidrat. Lemak dapat menghasilkan energi sebesar sembilan kalori per satu gram lemak, jauh lebih banyak dari energi yang dihasilkan karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2006). Patokan umum yang dapat dirujuk adalah bahwa sumbangan lemak terhadap total kalori per santapan maksimal 30% (Widianarko et. al., 2000).

Bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan snack

(45)

menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah. Pengaruh lemak sangat kompleks tergantung jenis lemak, jumlahnya keseimbangan ”hidrofilik-lipofilik” dari bahan baku yang digunakan. Badan Standardisasi Nasional menetapkan dalam syarat mutu makanan ekstrudat mempunyai kadar lemak produk ekstrusi maksimal 30% (BSN, 2000). Kadar lemak snack ekstrusi hasil semua perlakuan penambahan TDTLA Pedaging ini masih memenuhi persyaratan kadar lemak yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia tentang syarat mutu makanan ekstrudat.

Kadar Protein

Kadar protein digunakan untuk menentukan mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar protein snack ekstrusi yang mendapat perlakuan penambahan TDTLA Pedaging dengan konsentrasi berbeda (F2-F4) berkisar antara 10,95% sampai 17,28% dan lebih tinggi dibandingkan dengan

snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1) yang sebesar 6,94%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging berpengaruh terhadap kadar proteinnya. Uji lanjut Tukey menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara semua perlakuan (P<0,05). Perbedaan signifikan terlihat pada setiap perlakuan penambahan TDTLA Pedaging, dengan demikian TDTLA Pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang akan meningkatkan nilai gizi suatu produk pangan terutama pada kadar protein. Protein yang terkandung dalam snack ekstrusi diperoleh dari grits jagung dan TDTLA Pedaging.

Proses ekstrusi akan memecah butiran protein sehingga protein akan berdifusi dengan pati selama pemanasan. Protein juga berperan terhadap kerenyahan produk ekstrusi dengan pembentukan matriks protein. Suhu barrel yang tinggi dan rendahnya kadar air bahan mendukung terjadinya reaksi Maillard selama proses ekstrusi. Gula pereduksi dapat berkurang karena berikatan dengan asam-asam amino. Hal tersebut mengakibatkan penurunan nilai nutrisi protein produk akhir (Huber, 2001). Penurunan nilai protein ini menyebabkan perlu adanya tambahan protein yang berasal dari bahan pangan lain dan dalam hal ini terbukti TDTLA Pedaging dapat diandalkan.

(46)

umumnya yang mengkonsumsi makanan ringan ekstrudat adalah anak-anak dalam usia pertumbuhan. Anak-anak sangat membutuhkan protein yang cukup. Kadar protein sangat dipengaruhi oleh formulasi bahan baku, sedangkan suhu HTST (High Temperature Short Time) proses tidak memberikan pengaruh nyata. Menurut Harper (1991) dan Muchtadi et. al. (1988) bahwa perlakuan suhu HTST tidak memberikan perbedaan terhadap kandungan protein produk karena proses yang dilakukan terjadi dalam waktu singkat sehingga dapat meminimumkan kerusakan protein bahan.

Daya Cerna Protein

Hasil analisis daya cerna protein menunjukkan bahwa terjadi penurunan daya cerna protein pada snack ekstrusi yang telah diberi perlakuan penambahan TDTLA Pedaging. Analisis ragam memperlihatkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap penurunan daya cerna protein snack

ekstrusi. Daya cerna protein adalah banyaknya protein yang dapat dicerna tubuh atau banyaknya protein yang dapat dipotong ikatannya oleh enzim protease sehingga dapat diperoleh asam-asam amino yang dapat langsung diserap tubuh. Tabel 9 memperlihatkan daya cerna protein semua perlakuan snack ekstrusi yang diperoleh dengan menggunakan metode in vitro.

Tabel 9. Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging

TDTLA Pedaging (%) Daya Cerna Protein

--- % ---

0 64,40 ± 1,04b

10 60,55 ± 0,91a

20 63,24 ± 0,89b

30 62,56 ± 0,33ab

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05. Hurup kecil pada superskrip menunjukkan berbeda nyata, sedangkan huruf besar pada superskrip menunjukkan berbeda sangat nyata.

Hasil analisa Laboratorium Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, IPB (2009).

(47)

komponen penyusun tulang adalah kolagen. Banyaknya protein kolagen yang terdapat dalam TDTLA Pedaging ini merupakan protein yang tak larut dalam jaringan pengikat dan air sehingga daya cerna kolagen menjadi rendah. Damodaran (1996) menyatakan bahwa daya cerna protein dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah konformasi protein, faktor anti nutrisi, ikatan protein dan pengolahan bahan pangan.

Penurunan daya cerna protein juga dapat disebabkan akibat adanya proses pengolahan pangan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian terhadap nilai kecernaan protein pada kultivar Lentil yang menurun setelah dilakukan proses pengolahan pangan berupa pemasakan (Sulieman et. al., 2008). Daya cerna protein didapat dengan menggunakan metode in vitro dimana peran dari enzim-enzim pencernaan menjadi sangat penting. Enzim yang digunakan dapat berupa multienzim yang terdiri dari pankreatik enzim, kemotripsin dan enzim peptidase (Miller et. al., 1977). Kadar Serat Kasar

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah kadar serat kasar yang ada dalam snack

ekstrusi (P<0,05). Kandungan serat kasar berkisar antara 0,66%-1,03%. Serat kasar di dalam snack ekstrusi didapat dari bahan baku berupa grits jagung yang mempunyai nilai serat kasar sebesar 0,97%, sedangkan TDTLA Pedaging mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 1,39% yang di dalam karbohidrat tersebut terdapat juga serat kasar. Almatsier (2006) menyatakan bahwa nilai karbohidrat bahan pangan yang terdapat pada jagung kuning pipil adalah sebesar 73,7% yang di dalamnya terdapat kandungan serat kasar. Peran utama serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Kebutuhan serat kasar yang dianjurkan adalah sebesar 25 gram/1000 kalori. Serat membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar (http://tumoutou.net).

(48)

Penambahan TDTLA Pedaging memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan kadar abu snack ekstrusi. Uji lanjut dengan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan TDTLA Pedaging dengan konsentrasi 30% (F4) beda yang nyata dengan hasil penambahan konsentrasi TDTLA Pedaging 0% (F1). Abu adalah zat organik yang tidak dapat terbakar dalam proses pembakaran (Winarno, 1992). Penambahan TDTLA Pedaging memberikan pengaruh terhadap kadar abu snack ekstrusi. Hal ini disebabkan TDTLA Pedaging memiliki kadar abu yang cukup tinggi yaitu 17,30% sehingga penambahan TDTLA Pedaging tentu akan mempengaruhi kadar abu yang ada pada snack ekstrusi. Sama halnya dengan peningkatan kadar abu mie kering dengan fortifikasi tepung tulang rawan ayam dimana peningkatan konsentrasi pemberian tepung tulang rawan akan diikuti dengan peningkatan kadar abu (Agustin, et. al., 2003). Berdasarkan hal tersebut, peningkatan kadar abu berbanding lurus dengan peningkatan TDTLA Pedaging pada snack

ekstrusi.

Kadar abu yang dimiliki oleh snack ekstrusi yang telah ditambahkan TDTLA Pedaging secara berturut-turut dari F1-F4 adalah 1,88%; 2,83%; 4,26%; dan 5,55%. Amrullah (2003) menyatakan bahwa kadar abu dari pakan hewani seperti tepung daging bertulang atau tepung tulang dapat digunakan untuk menaksir kandungan kalsium dan fosfornya. Semakin tinggi kadar abu semakin tinggi pula kadar kalsium dan fosfor. Hal ini sesuai dengan Nasoetion et. al. (1995) yang menyatakan bahwa abu menggambarkan banyaknya mineral yang terkandung dalam bahan makanan.

Kadar Kalsium (Ca)

Penambahan TDTLA Pedaging yang semakin banyak ternyata meningkatkan kandungan kalsium yang terdapat pada produk akhir. Kadar kalsium yang terkandung dalam snack ekstrusi berkisar 0,05-1,45%. Hasil tersebut memperlihatkan TDTLA Pedaging mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar kalsium

snack ekstrusi (P<0,05). Uji lanjut dengan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan TDTLA Pedaging dengan konsentrasi 30% (F4) beda yang nyata dengan hasil penambahan konsentrasi TDTLA Pedaging 0% (F1). Snack

(49)

menyatakan bahwa rataan kebutuhan manusia akan kalsium yang didasarkan pada usia dan jenis kelamin adalah sebesar 500-600 mg/hari.

Kalsium di dalam tubuh memiliki peranan penting untuk pembentukan tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf (Gaman dan Sherrington, 1992). Kalsium erat kaitannya dengan kesehatan tulang karena mineral membentuk tulang. Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging pada snack ekstrusi memberikan pengaruh pada kadar kalsium.

Kadar Fosfor (P)

Kadar fosfor yang terkandung dalam snack ekstrusi berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi penambahan TDTLA Pedaging. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) pada setiap perlakuan. Kadar fosfor dari setiap pelakuan meningkat secara signifikan seiring meningkatnya TDTLA Pedaging. Fosfor yang terdapat dalam snack ekstrusi diperoleh dari kandungan fosfor yang ada pada TDTLA Pedaging. Hal ini berarti TDTLA Pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan sumber mineral fosfor.

Fosfor merupakan komponen dari fosfolipid yang mempengaruhi permeabilitas sel; juga merupakan komponen dari meilin pembungkus urat syaraf; banyak transfer energi dalam sel yang melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; fosfat memegang peranan dalam sistem buffer darah; mengaktifkan beberapa vitamin B (tiamin, niasin, piridoksinn, riboflavin, biotin dan asam pantotenik) untuk membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal, fosfor juga merupakan bagian dari matrik DNA dan RNA (Parakkasi, 1999). Fosfor dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk organik dan anorganik. Sebagian besar fosfor diserap tubuh dalam bentuk anorganik. Nilai rataan fosfor meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi penambahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1992) yang menyatakan bahwa bahan pangan yang kaya akan protein dan kalsium umumnya juga kaya akan fosfor.

(50)

dari perlakuan penambahan TDTLA Pedaging 30% (F4). Karyadi et. al. (2003) menyatakan bahwa rataan kebutuhan manusia akan kalsium yang didasarkan pada usia dan jenis kelamin adalah sebesar 400-500 mg/hari. Penambahan TDTLA Pedaging yang semakin banyak akan meningkatkan kadar fosfor. Hal ini disebabkan karena kandungan fosfor dalam TDTLA Pedaging sudah cukup tinggi (Hardianto, 2002).

Daya Cerna Kalsium dan Fosfor

Serupa dengan protein, mineral pun memiliki daya cerna yang pada akhirnya berdampak pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan mineral. Nilai daya cerna kalsium dan fosfor yang terdapat pada TDTLA Pedaging dan snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA Pedaging 30% dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Daya Cerna Kalsium dan Fosfor

Produk Daya Cerna Kalsium Daya Cerna Fosfor

--- % ---

TDTLA Pedaging 21,59 14,75

Snack ekstrusi dengan

penambahan TDTLA Pedaging 30%

19,82 13,8

Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, IPB (2009).

(51)
(52)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging terhadap snack

ekstrusi memberikan pengaruh terhadap kandungan kimia snack ekstrusi, semakin tinggi konsentrasi tepung daging-tulang leher ayam pedaging yang ditambahkan semakin tinggi pula kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar kalsium dan fosfor. Peningkatan taraf perlakuan mengakibatkan adanya penurunan terhadap daya cerna protein. Kalsium dan fosfor yang terdapat dalam tepung daging-tulang leher ayam pedaging dapat meningkatkan nilai guna tepung daging-tulang leher ayam pedaging sebagai bahan tambahan pangan dalam produk snack ekstrusi. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki tepung daging-tulang leher ayam pedaging menjadikan penggunaan tepung daging-tulang leher ayam pedaging mampu meningkatkan nilai gizi produk ekstrusi.

Saran

(53)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas

berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terima kasih tulus terucap kepada keluarga, ayah dan ibu tercinta, Agus Hamidy dan

Indri Wulandari atas segala doa, pengorbanan dan kasih sayang tak pernah henti

mengiringi langkah perjalanan penulis. Juga teruntuk adik tersayang Fhad Yasser A.

yang kini tengah beranjak dewasa.

Terima kasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada Ir. B.N. Polii, SU

dan Zakiah Wulandari S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan

dan motivasi terhadap penulis selama ini. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada

Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu, MS dan Ir. Abdul Djamil, M.Si. selaku penguji ujian

sidang penulis. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan pula kepada

yang terhormat Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. atas kesediaan memberikan pemahaman

kepada penulis tentang metode penelitian dan rancangan percobaan. Terima kasih

dan rasa hormat terucap pula kepada Ir. Dwi Joko Setyono, MS selaku dosen

pembimbing akademik dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. selaku ketua

departemen IPTP atas motivasi-motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tantri Savitri dan Siti

Suaebatul atas kekompakan persahabatan yang kita miliki selama ini. Teman-teman

seperjuangan IPTP 42 atas semangat dan kebersamaan selama menempuh masa

perkuliahan di Fakultas Peternakan tercinta. Terima kasih terucap untuk

teman-teman satu kost Amel, Rita, Laela, Nisa, Lya, Betty, Dian dan Eno atas persahabatan

indah yang telah tersuguhkan untuk penulis. Terima kasih pula untuk kakak-kakak

kelas penulis angkatan 39, 40, 41 atas pelajaran, motivasi dan persahabatan kita, juga

untuk adik-adik kelas penulis, IPTP 43, 44, dan 45 serta teman-teman penulis di

INTP 42, 43 dan 44. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan masa studi di Institut Pertanian

Bogor. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh civitas akademik

IPB.

Bogor, Desember 2009

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit,
Gambar 1. Struktur kimia amilosa (a) dan amilopektin (b)
Gambar 2. Mekanisme Gelatinisasi Pati
Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI 01-2886-2000
+7

Referensi

Dokumen terkait

M.H., yang pada pokoknya mendalilkan bahwa Para Teradu Panwas Kota Pematangsiantar, Darwan Edyanto Saragih, Ketua selaku Teradu I, Manuaris Sitindaon Anggota selaku

“Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara” Skripsi Fakultas Ekonomi dan

Memori adalah komponen yang digunakan untuk menyimpan instruksi-instruksi biner yang akan dijalankan oleh mikroprosesor, serta data yang digunakan untuk bekerja.... Dalam pandangan

[r]

Ask some students to perform a role play entitled “Unforgettable Experience”, while others pay attention to watch others’ acting and listen to their conversation being

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan radiasi sinar gamma Cobalt 60 tidak meningkatkan persentase daya kecambah bahkan cenderung semakin meningkatnya dosis

Faktor resiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intesitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan

Pada penilaian assessment seven enabler pada proses EDM01 Ensure Governance Framework Setting and Maintanance , BAI01 Manage Programmes and Projects, BAI02 Manage