• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Dosis Optimum Pemupukan N, P, Dan K Pada Sorgum (Sorghum Bicolor [L] Moench) Dengan Metode Multinutrient Response

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Dosis Optimum Pemupukan N, P, Dan K Pada Sorgum (Sorghum Bicolor [L] Moench) Dengan Metode Multinutrient Response"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN DOSIS OPTIMUM PEMUPUKAN N, P, DAN K

PADA SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) DENGAN

METODE MULTINUTRIENT RESPONSE

RATNA SUMINAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Dosis Optimum Pemupukan N, P, dan K pada Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) dengan Metode

Multinutrient Response adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Ratna Suminar

(4)

RINGKASAN

RATNA SUMINAR. Penentuan Dosis Optimum Pemupukan N, P, dan K pada Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) dengan Metode Multinutrient Response. Dibimbing oleh SUWARTO dan HENI PURNAMAWATI.

Sorghum bicolor adalah nama ilmiah dari sorgum yang merupakan salah satu tanaman pangan. Semua bagian dari biji sampai akar tanaman sorgum dapat dimanfaatkan. Selain itu, tanaman ini memiliki daya adaptasi yang luas tetapi produksinya masih rendah sebesar 1-3.5 ton ha-1 di Indonesia. Namun, budidaya sorgum di Indonesia masih terbatas karena kurangnya informasi mengenai manfaat, benih bermutu, dan teknologi budidaya. Salah satu yang menjadi perhatian adalah pemberian pemupukan yang tepat untuk meningkatkan produksi dan memberikan keuntungan yang maksimum. Tujuan penelitian ini adalah menentukan pilihan rekomendasi dosis pupuk N, P, dan K yang optimum dan dosis maksimum pupuk N, P, dan K agar pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum maksimum.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2015 di lahan Cikarawang, Darmaga, Bogor dengan metode multinutrient response. Masing-masing percobaan untuk N, P dan K dievaluasi dengan tingkat dosis pupuk berbeda dengan rancangan kelompok lengkap teracak sebanyak tiga ulangan. Dosis pupuk yang digunakan adalah 0, 50, 100, 150, dan 200% dari dosis acuan (100% N = 120 kg ha-1 N, 100% P = 36 kg ha-1 P

2O5, 100% K = 90 kg ha-1 K2O). Aplikasi pupuk N

dan K diberikan tiga tahap yaitu 40% saat tanam, 30% saat 30 HST dan 30% saat 45 HST. Pupuk P diberikan satu tahap yaitu 100% saat tanam. Panen dilakukan saat berumur 100-101 HST.

Hasil relatif dari sorgum (y) mengalami peningkatan secara kuadratik dengan persamaan y = -0.0015x2 + 0.4011x + 67.571 untuk N, y = -0.0012x2 + 0.2917x + 78.457 untuk P2O5 dan y = -0.001x2 + 0.2777x + 74.457 untuk K2O.

Dosis maksimum yang didapatkan adalah 160.4 N ; 43.7 P2O5 ; 124.9 K2O kg ha-1.

Pilihan rekomendasi berdasarkan ambang batas P (tanpa P) adalah 36.7 N ; 0.0 P2O5 ; 13.7 K2O kg ha-1, ambang batas K (tanpa K) adalah 22.0 N ; 0.0 P2O5 ; 0.0

K2O kg ha-1, dan tidak diperlukan pupuk untuk ambang batas N. Dosis pupuk

optimum berdasarkan hasil yang dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan berdasarkan analisis ekonomi sehingga dosis optimum menjadi 160.4 N ; 43.7 P2O5 ; 124.9 K2O kg ha-1.

.

(5)

SUMMARY

RATNA SUMINAR. Determination of N, P, and K Fertilizer Optimum Rates for Sorghum (Sorghum bicolor [L.] Moench) with Multinutrient Response Method. Supervised by SUWARTO and HENI PURNAMAWATI.

Sorghum bicolor is one of cerealia crops. All parts of sorghum can be utilized. This plant has wide adaptability but the productivity of sorghum in Indonesia is still low arround 1-3.5 tonnes ha-1. Moreover, the information about the benefits, quality of seeds and cultivation technology are also limited. One that should be concerned is the application of the proper fertilization to increase the productivity and to reach maximum benefit. This research aimed to evaluate the maximum and optimum rates of N, P and K fertilizers

The research was conducted in Cikarawang field, Darmaga, Bogor from March to July 2015 with multinutrient response method. Each experiment evaluated the different rates of N, P or K fertilizer with randomized complete block design with three replications. The fertilizer rates were 0, 50, 100, 150, and 200% of recommendation rate (100% N = 120 kg ha-1 N, 100% P = 36 kg ha-1 P

2O5, 100%

K = 90 kg ha-1 K2O). Application of fertilizer N and K were given in three times

split application; the first was 40 % applied at planting, then 30 % at 30 days after planting and 30 % at 45 days after planting. P fertilizer was given 100 % at planting. Sorghum was harvested when 100-101 days after planting.

The result showed relative yields of sorghum increased quadratically based on y = -0.0015x2 + 0.4011x + 67.571 for N, y = -0.0012x2 + 0.2917x + 78.457 for P2O5 and y = -0.001x2 + 0.2777x + 74.457 for K2O. The maximum rate for each

nutrient combination was 160.4 N ; 43.7 P2O5 ; 124.9 K2O kg ha-1. Fertilizer

recomendation based on P threshold (no P) was 36.7 N ; 0.0 P2O5 ; 13.7 K2O kg

ha-1, K threshold (no K) was 22.0 N ; 0.0 P

2O5 ; 0.0 K2O kg ha-1, and no fertilizer

needed on N threshold. The optimum rate of fertilizer based on the yield vs. cost rule therefore, the most economical recommendation would be 160.4 N ; 43.7 P2O5 ;

124.9 K2O kg ha-1.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PENENTUAN DOSIS OPTIMUM PEMUPUKAN N, P, DAN K

PADA SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) DENGAN

METODE MULTINUTRIENT RESPONSE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat, dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pemupukan, dengan judul Penentuan Dosis Optimum Pemupukan N, P, dan K pada Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) dengan Metode Multinutrient Response.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada 1. Dr Ir Suwarto MSi dan Dr Ir Heni Purnamawati MScAgr selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan tesis.

2. Dr Ir Iskandar Lubis MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Maya Melati MS MSc sebagai ketua jurusan program studi Agronomi dan Hortikultura yang telah memberikan pengarahan dan saran yang membangun agar penulisan tesis ini lebih baik lagi.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPDN 2013. 4. Keluarga tercinta Papah, Mamah, Rani, Sheila, Dewi dan Mas Fauzi atas

segala doa, cinta, semangat, bantuan, perhatian, dan kasih sayangnya selama ini.

5. Bapak Bastari dan Amran di Desa Cikarawang

6. Teman-teman seperjuangan (Firmansyah Aznur SP, Meisilva Erona SP, Yuniarti SP, Novita MZ SPi MSi, Amik Choirul Afidah SSi, Ratih Rahhutami SP MSi, Arinal Haq Izzawati N SP dan Rista Delyani SP) atas bantuan dan kebersamaan selama ini.

7. Teman terbaik yang selalu memberikan semangat, belajar dan berkeluh kesah Ari Kurniawati SP atas segalanya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Sorgum ( Sorghum bicolor [L.] Moench) 5

Rekomendasi Pemupukan 6

Pemupukan N, P, dan K 7

3 METODE 8

Tempat dan Waktu 8

Bahan 9

Alat 9

Prosedur Percobaan 9

Pelaksanaan Percobaan 10

Analisis Data 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Analisis Tanah Awal 15

Kondisi Umum 16

Analisis Tanah Akhir 16

Pertumbuhan Vegetatif Sorgum 17

Korelasi Karakter Agronomi Terhadap Bobot Biji Setiap 2.25 m2 21

Hasil Panen 24

Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Sorgum 28

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 39

(14)

DAFTAR TABEL

1 Percobaan paralel pemupukan N, P, dan K 9

2 Peubah pengamatan percobaan N, P, dan K 11

3 Hasil analisis tanah awal di lahan Cikarawang 15 4 Hasil analisis tanah akhir pada lokasi percobaan pemupukan sorgum 17 5 Pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang 18 6 Pertumbuhan indeks luas daun, kadar hara N, P, K daun dan jumlah daun 20 7 Hasil uji korelasi karakter agronomi dengan bobot biji per 2.25 m2 22

8 Persamaan hubungan antara peubah vegetatif yang memiliki korelasi 22 9 Persamaan respon karakter vegetatif terhadap berbagai dosis N, P, dan K 23 10 Pengaruh dosis N, P, K terhadap bobot brangkasan saat panen 25 11 Hasil panen berupa bobot biji, bobot 1000 butir, dan produktivitas 26 12 Persamaan respon bobot brangkasan dan bobot biji hasil panen terhadap

berbagai dosis N, P, dan K 27

13 Pilihan rekomendasi pemupukan dan kebutuhan pupuk 29

14 Asumsi yang digunakan pada analisis ekonomi 31

15 Biaya yang dikeluarkan untuk pupuk berdasarkan pilihan rekomendasi 32

16 Analisis ekonomi penggunaan pupuk 32

17 Analisis ekonomi penjualan sorgum 32

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian penetapan dosis pupuk N, P, dan K pada sorgum 4

2 Penyungkupan malai 11

3 Jumlah curah hujan (a), rata-rata suhu (b), kelembaban (c), dan intensitas radiasi matahari (d) setiap minggu dari 31 Maret sampai dengan 14 Juli 2015 yang diambil dari BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor 16 4 Grafik hasil relatif bobot biji per 2.25 m2 percobaan N (a), grafik hasil

relatif bobot biji per 2.25 m2 percobaan P (b), grafik hasil relatif bobot biji

per 2.25 m2 percobaan K (c) 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas Numbu 40

2 Kriteria kondisi tanah 41

3 Cara membaca grafik persamaan kuadrat tiap perlakuan 42 4 Cara konversi kebutuhan N, P2O5 dan K2O dalam kebutuhan pupuk urea,

SP36 dan KCl 42

5 Biaya pupuk urea, SP36, KCl 42

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sorgum merupakan tanaman serealia yang memiliki banyak manfaat dari semua bagian tanamannya. Tepung sorgum yang diolah dari biji dapat mensubstitusi tepung terigu pada berbagai olahan produk seperti kue kering 50-75%, kue 30-50%, roti 20-25%, dan mie 10-15% dengan kandungan protein yang lebih tinggi dari beras dan jagung (Suarni 2004). Limbah batang dan daun segar sorgum sebagai pakan ternak dengan nutrisi yang lebih baik daripada rumput gajah (Supriadi dan Musofie 2005). Bagian akar dapat digunakan sebagai bioherbisida dan obat herbal (Weston et al. 2013, Zhou et al. 2013). Sorgum memiliki daya adaptasi yang luas dan sangat tahan terhadap kondisi lahan marginal seperti kekeringan, lahan masam, lahan salin, dan lahan alkalin (FAO 2002). Namun demikian, sorgum dapat tumbuh baik dengan syarat tumbuh yang diperlukan meliputi suhu rata-rata tahunan 25-30oC, bulan kering (<75 mm) 4-8 bulan, curah hujan/tahun 600-2000 mm, kelembaban udara 75-85%, dan kemasaman tanah 6.0-7.5 (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Oleh karena itu, sorgum memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Perkembangan sorgum di Indonesia masih tergolong tanaman pangan inferior dengan produktivitas yang masih rendah sebesar 1 sampai 3.5 ton ha-1 (Galuh et al. 2012, Sutrisna 2013). Menurut Sumarno et al. (2013), sorgum sampai saat ini hanya dijadikan sebagai tanaman sampingan pada luasan terbatas sehingga kontinuitas pasokan tidak kondusif bagi pengembangan industri berbasis sorgum. Oleh karena itu, pengembangan sorgum di tahun-tahun mendatang diharapkan dapat dilakukan secara intensif dalam skala yang luas. Tanaman sorgum yang dikelola secara agroindustri ke depannya memerlukan perencanaan yang baik. Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam budidaya sorgum untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang maksimum adalah pemupukan.

Pemupukan (tindakan penambahan hara ke dalam media tanam) merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan hara, diantaranya nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang merupakan unsur-unsur hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Hara yang terkandung dalam pupuk diserap tanaman dalam bentuk terlarut, sehingga air juga penting diperhatikan ketika pemupukan. Ketersediaan N, P dan, K di dalam tanah adalah faktor yang paling membatasi untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil maksimum dari tanaman yang dibudidayakan (Munawar 2011).

(16)

2

Dampak penggunaan pupuk yang tidak tepat dapat bersifat racun bagi tanaman, menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman, pencemaran lingkungan, kesehatan manusia terganggu, dan tanah menjadi berada pada kondisi

levelling off sehingga pemupukan yang banyak tidak mampu meningkatkan produksi (Poerwanto et al. 2012). Solusi yang dilakukan adalah dengan memberikan pemupukan yang berimbang kepada tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimum dan berkelanjutan (Mentan RI 2013). Menurut Poerwanto dan Susila (2013), Setyorini et al. (2003), untuk menghasilkan rekomendasi pemupukan harus berdasarkan pada uji tanah dengan melalui beberapa tahap yaitu uji korelasi dan uji kalibrasi. Di Indonesia, pelaksanaan uji tanah dengan singlenutrient soil analysis

sudah berlangsung sejak tahun 1970-an, tetapi keterbatasan dana, uji tanah belum dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan sehingga rekomendasi pemupukan spesifik lokasi berdasarkan famili tanah juga belum ada tidak seperti di luar negeri yang sudah menggunakan multinutrient soil analysis (Jabri 2007).

Uji tanah memang memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, sehingga diperlukan cara mendapatkan data awal untuk membangun rekomendasi pemupukan awal. Hal itu dapat dilakukan dengan metode pendekatan multinutrient response (Waugh et al. 1973). Penelitian menggunakan metode pendekatan

multinutrient response telah dilakukan pada kacang panjang, kangkung, terubuk, katuk, dan kacang bogor (Susila et al. 2009 ; Susila et al. 2012 ; Jannah 2012 ; Rohmawati 2013 ; Lestari et al. 2015). Percobaan multinutrient response terdiri dari tiga percobaan (N, P, dan K). Setiap satu percobaan menggunakan perlakuan dosis bertingkat yaitu 0%, 50%, 100%, 150%, dan 200%, dimana dosis 100% merupakan dosis acuan. Pada satu percobaan jika dosis N yang dijadikan perlakuan, maka dosis P dan K yang digunakan adalah dosis acuan untuk semua perlakuan N. Dosis acuan ini dapat diperoleh dari penelitian-penelitian yang sudah ada atau dengan menggunakan dosis anjuran dari tanaman yang memiliki kekerabatan dekat.

Beberapa penelitian pemupukan pada sorgum di antaranya penelitian Gordon dan Whitney (2002) yang melaporkan bahwa sorgum yang diberikan pupuk pada waktu tanam dan menjelang tanaman berbunga, mampu menghasilkan hingga 7.4 ton ha-1 dibandingkan yang diberikan sekali pada saat tanaman berumur 5 minggu. Penelitian Sucipto (2010), yaitu pemberian pupuk sebanyak tiga kali memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dua kali. Penelitian Fanindi et al. (2005) menyatakan untuk sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench) dengan menggunakan tanah Ciawi adalah 200 sampai 300 kg ha-1 Urea, 100 sampai 200 kg ha-1 TSP, 100 sampai 300 kg ha-1 KCl, dan 5 ton ha-1 penambahan CaCO3. Selain

itu, penelitian Nemeth (2009) menyatakan bahwa dosis 240 kg ha-1 N menurunkan

(17)

3 dan 90 kg ha-1 K

2O (Hons et al. 1986; Sobariah 1999; Fanindi et al. 2005; Akram

2007; Lumbantobing et al. 2008; Sucipto 2010; Balitsereal 2013)

Penggunaan dosis N, P, dan K secara bertingkat akan membentuk kurva kuadratik dari respon pemupukan N, P, dan K yang telah dikonversi menjadi hasil relatif, sehingga ketiga percobaan dapat dibandingkan meskipun hasil panen tidak sama besar. Data dari ketiga percobaan tersebut diinterpretasikan untuk menghasilkan empat pilihan rekomendasi pemupukan yaitu pada kondisi maksimum dan pada kondisi ambang batas pemakaian pupuk N, P, dan K (Jannah 2012).

Dosis maksimum adalah dosis yang menghasilkan produksi maksimum, sedangkan dosis pupuk optimum adalah dosis yang memberikan keuntungan maksimum ditinjau dari input pupuk, sehingga evaluasi ekonomi diperlukan untuk menentukan pilihan rekomendasi yang paling optimum (Sastrosupadi 2010). Diagram alir dari kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menentukan pilihan rekomendasi pemupukan N, P, K maksimum yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum maksimum.

2) Menentukan pilihan rekomendasi pemupukan N, P, dan K yang optimum. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1) Terdapat pilihan dosis pemupukan N, P, K maksimum yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum maksimum.

2) Terdapat pilihan rekomendasi pemupukan N, P, K sorgum yang optimum. Manfaat Penelitian

(18)

4

Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 1 Bagan alir penelitian penetapan dosis pupuk N, P, dan K pada sorgum Sorgum memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan

Produktivitas rendah

Pemupukan

Kebutuhan hara makro N, P dan K pada sorgum

Percobaan N 0, 50,100,150,200%

dosis acuan

Percobaan P 0,50,100,150,200%

dosis acuan

Percobaan K 0,50,100,150,200%

dosis acuan

Hasil relatif Hasil relatif Hasil relatif

Persamaan kuadrat hasil relatif

Persamaan kuadrat hasil relatif

Persamaan kuadrat hasil relatif

Interpretasi Data Ketiga Percobaan

Alternatif rekomendasi pemupukan berdasarkan unsur hara pembatas (N, P, K) dan titik maksimum

(19)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench)

Sorghum bicolor (L.)Moenchmerupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-lain.

Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk dalam genus Sorghum, ordo Cyperales, kelas Liliopsida/Monokotiledon, divisi Magnoliophyta, superdivisi Spermatophyta, subkingdom Tracheobionta, dan kingdom Plantae. Sorgum memiliki istilah yang berbeda-beda tiap daerah. Sebagai contoh, sorgum dikenal dengan nama cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan jagung cantrik di daerah Jawa Barat (Sumarno et al. 2013). Golongan tanaman sorgum yang umum digunakan dan ditanam di Indonesia adalah sorgum biji (grain sorgum), sorgum manis (sweet sorghum) dan

broomcorn (dikenal di Indonesia sebagai hermada). Sorgum biji paling cocok untuk pangan, digunakan sebagai bahan makanan seperti tape, dijadikan tepung untuk bahan dasar kue, sebagai media yang baik untuk pertumbuhan jamur, dan sebagai pakan ternak. Sorgum manis cocok digunakan sebagai pakan ternak dibuat silase dan bahan baku industri etanol. Sorgum golongan hermada tidak cocok untuk pangan tetapi digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sapu terutama untuk diekspor ke Jepang.

Tanaman sorgum banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 mdpl. Potensi sorgum sebagai bahan pangan dapat dimanfaatkan dari bagian biji sorgum yang dapat diolah menjadi tepung. Tepung sorgum ini dapat digunakan untuk pembuatan sereal sarapan, pembuatan kue kering, dan mie kering (Felecia 2006). Kandungan nutrisi yang dimiliki oleh sorgum yaitu karbohidrat, protein, lemak, abu, tanin, serat kasar, pati, amilosa, amilopektin, dan air (Suprijadi 2012). Batang dan daunnya dapat dijadikan sebagai pakan ternak dan bioetanol. Selain itu, tanaman sorgum ini memiliki alelopati yang berpotensi untuk dikembangkan (Weston et al. 2013).

Sorgum dibudidayakan di Indonesia pada lahan tegal dan sawah tadah hujan sebagai tanaman sisipan atau tumpang sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah atau tembakau. Namun, sejak awal tahun 1980-an sorgum mulai didesak tanaman lain seperti jagung, kedelai, tebu, semangka, dan mentimun (Sirappa 2003). Penggunaan lahan kering untuk penanaman sorgum di Jawa Barat difokuskan untuk menghindari persaingan dengan padi sawah. Pengembangan lahan sorgum dalam skala luas perlu diintegrasikan dengan pengolahan tepung sorgum, bioetanol, dan ternak sapi (Irawan dan Sutrisna 2011). Pengintegrasian dengan ternak ini memiliki manfaat untuk menjaga kesuburan tanah. Salah satu varietas unggul nasional adalah Numbu dengan beberapa keunggulan di antaranya sifat bijinya yang mudah dirontokkan, warna bijinya krem, tahan rebah, tahan hama aphis, tahan penyakit karat, dan bercak daun (Balitsereal 2013). Menurut penelitian Agustina et al. (2010) varietas Numbu yang ditanam pada rhizotron tergolong tanaman toleran pada cekaman alumunium dan defisiensi fosfor.

(20)

6

setelah tanam, tahap 1 yaitu saat pelepah daun ke-3 muncul pada 10 HST dengan laju pertumbuhan lambat, selain itu pentingnya pengendalian gulma tahap ini agar tidak menurunkan hasil, tahap 2 yaitu saat daun ke-5 terlihat pada 20 HST dengan laju pertumbuhan cepat, tahap 3 yaitu saat diferensiasi titik tumbuh yaitu perubahan titik tumbuh tanaman dari vegetatif ke generatif sekitar 30 HST dengan pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan hara dan air cukup tinggi, tahap 4 yaitu saat muncul daun bendera di sekitar umur tanaman 40 HST dengan ciri semua daun sudah terbuka sempurna, kecuali 3-4 daun terakhir, tahap 5 yaitu seluruh daun telah berkembang sempurna, sehingga luas daun dan intersepsi cahaya mencapai maksimum sekitar 50 HST, tahap 6 yaitu fase pembungaan 50% biasanya pada tanaman berumur sekitar 60 HST ditandai oleh sebagian malai sudah mekar, tahap 7 yaitu dikenal fase masak susu pada waktu 70 HST dengan pengisian biji cepat hampir setengah bobot kering terakumulasi, tahap 8 yaitu tiga perempat dari berat kering biji-bijian telah dicapai dan serapan hara sudah lengkap dan tahap 9 yaitu masak fisiologis ditandai oleh lapisan pati yang keras pada biji berkembang sempurna dan telah terbentuk lapisan absisi berwarna gelap, kondisi hibrida dan cuaca mempengaruhi waktu antara kematangan dan waktu panen yang tepat (Gerik

et al. 2003).

Rekomendasi Pemupukan

Terdapat filosofi pemupukan, yaitu basic cation saturation, build up maintenance, dan sufficiency level. Basic cation saturation adalah rekomendasi pemupukan berdasarkan jumlah kation ideal dalam tanah mengikuti pedoman 65% Ca, 10% Mg, dan 5% K. Build up maintenance adalah rekomendasi pemupukan berdasarkan konsep jumlah hara yang harus ditambahkan sesuai dengan jumlah yang diambil oleh tanaman. Sufficiency level adalah rekomendasi pemupukan berdasarkan keperluan tanaman di luar kemampuan tanah untuk mendukung ketersediaan hara tersebut. Filosofi pemupukan pertama dan kedua tersebut dianggap sebagai memupuk tanah daripada memupuk tanaman sehingga meningkatkan biaya pemupukan dan meningkatkan resiko terhadap lingkungan. Filosofi sufficiency level dianggap paling berhasil memprediksi rekomendasi pupuk dengan pendekatan kapasitas tanah dalam menyuplai hara, kebutuhan hara tanaman dan potensial dari pupuk (Poerwanto dan Susila 2013).

Percobaan multinutrient response merupakan modifikasi dari percobaan

minus one test, namun setiap hara yang dicobakan diberi dosis bertingkat dari rendah sampai sangat tinggi. Percobaan minus one test merupakan salah satu metode evaluasi hara di lapangan yang paling sederhana, dengan cara melakukan percobaan agar dapat teramati secara langsung permasalahan yang terdapat pada tanah yang bersangkutan. Percobaan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi unsur hara yang menjadi pembatas paling berat serta urutan selanjutnya dari deretan unsur yang dicobakan (Leiwakabessy dan Sutandi 1998).

(21)

7 percobaan dapat dibandingkan walaupun hasil panen tidak sama besar (Jannah 2012).

Penentuan pilihan rekomendasi berdasarkan data hasil relatif yang diperoleh dibuat persamaan kuadrat, kemudian dibaca secara bersama-sama untuk menentukan pilihan rekomendasi. Terdapat empat pilihan rekomendasi. Pilihan pertama yaitu berdasarkan pemupukan optimum. Tiga pilihan rekomendasi yang lain adalah berdasarkan ambang batas pemakaian pupuk N, P, dan K. Pemupukan optimum diperoleh dari turunan pertama persamaan kuadrat sama dengan nol. Apabila semua hasil percobaan menunjukkan pola respon yang sama, yaitu pola respon kuadratik, maka ketiga grafik tersebut dapat dibaca bersama-sama untuk menentukan kebutuhan pada ambang batas N, P, dan K (Waugh et al. 1973).

Kebutuhan pupuk P dan K pada ambang batas pupuk N dicari dengan cara menarik garis lurus secara horisontal sampai bertemu kurva persamaan P, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu x, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk P pada kondisi ambang batas pupuk N. Demikian pula untuk pupuk K yang dibutuhkan dapat dicari dengan cara menarik garis lurus secara horisontal dari titik ambang batas pupuk N sampai bertemu dengan kurva persamaan K, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu x, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk K pada kondisi ambang batas pupuk N.

Kebutuhan pupuk N dan K pada ambang batas pupuk P dapat dicari dengan cara menarik garis lurus secara horisontal menuju kurva persamaan N dari titik ambang batas persamaan P, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu x, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk N pada kondisi ambang batas pupuk P. Kebutuhan pupuk K dicari dengan menarik garis lurus secara horisontal dari titik ambang batas pupuk P sampai bertemu dengan kurva persamaan K, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu x, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk K pada kondisi ambang batas pupuk P.

Kebutuhan pupuk N dan P pada ambang batas pupuk K dicari dengan cara menarik garis lurus secara horisontal sampai bertemu kurva persamaan P, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu x, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk P pada kondisi ambang batas pupuk K. Demikian pula untuk pupuk N yang dibutuhkan dapat dicari dengan cara menarik garis lurus secara horisontal dari titik ambang batas pupuk K sampai bertemu dengan kurva persamaan N, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu x, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk N pada kondisi ambang batas pupuk K. Terdapat pilihan rekomendasi dimana tidak diperlukan pemupukan sama sekali, yaitu pada pilihan yang menghasilkan hasil relatif paling kecil. Hal ini disebabkan letak ambang batas persamaan kuadrat pada perlakuan lain lebih tinggi (Rohmawati 2013).

Pemupukan N, P, dan K

(22)

8

maksimum pada tanaman sorgum adalah 92-138 kg ha-1 N, 46-92 kg ha-1 P

2O5, dan

60-180 kg ha-1 K2O.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang menjadi pembatas utama produksi tanaman, karena nitrogen merupakan hara essensial yang berfungsi sebagai bahan komponen inti sel, penyusun asam-asam amino, protein, enzim dan klorofil yang penting dalam proses fotosintesis. Nitrogen diperlukan bagi pertumbuhan tanaman untuk pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Urea merupakan sumber nitrogen anorganik yang paling umum digunakan di daerah tropis yang berbentuk kristal berwarna putih, mengandung N sekitar 45-46%, bersifat higroskopis, dan mempunyai reaksi fisiologis masam dengan ekivalen kemasaman sebesar 80 (Hardjowigeno 2003). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), efektivitas urea dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pH tanah awal, KTK tanah, kapasitas buffer tanah, suhu tanah dan kelembaban tanah. Peningkatan pH tanah dan menurunnya KTK tanah menjadikan urea kurang efektif pada tanah-tanah dengan pH tinggi dan KTK tanah rendah.

Fosfor berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, penyimpanan energi, transfer energi, pembelahan dan perbesaran sel serta berperan dalam pertumbuhan akar dan pucuk tanaman. Fungsi utama P dalam tanaman adalah penyusun DNA dan RNA, menyimpan dan mentransfer energi dalam bentuk ADP (Adenosine Diphospate) dan ATP (Adenosine Trifosfat) (Mosali et al. 2006). Ketersediaan fosfor tanah sangat rendah dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk kondisi tanah dan daya serap tanaman. Sifat-sifat tanah yang menentukan ketersediaan unsur P adalah pH, kadar P, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik, tipe liat dan kegiatan mikroba tanah (Shen et al. 2015). Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk ion monofosfat. Pupuk fosfat biasanya dibedakan berdasarkan sifat kelarutannya.

Kalium memegang peranan penting dalam berbagai metabolisme tanaman, yaitu pengatur tekanan osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation anion sel, pengatur transpirasi dan transport asimilat. Ketersediaan atau status hara K untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanah, kadar liat, jenis mineral, kadar bahan organik dan kondisi iklim (Maschner 2012). Pupuk kalium yang dikenal adalah garam kalium dari klorida. Pupuk KCl kurang higroskopis sehingga tidak begitu menggumpal. Semua pupuk kalium larut dalam air sehingga dapat diberikan pada waktu tanam atau setelah tanaman tumbuh. Kandungan unsur K2O pada

kalium klorida sekitar 60% (Leiwakabessy dan Sutandi 1998).

3 METODE

Tempat dan Waktu

(23)

9 Bahan

Bahan tanam yang digunakan adalah benih sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) varietas Numbu yang deskripsinya ditunjukkan pada Lampiran 1. Bahan pupuk yang digunakan adalah Urea, SP36, dan KCl. Bahan-bahan untuk analisis tanah dan hara tanaman, untuk pengendalian OPT digunakan insektisida karbofuran. Bahan amelioran berupa dolomit CaMg (CO3)2.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah peralatan budidaya, peralatan laboratorium untuk analisis tanah dan hara tanaman, alat ukur (meteran, timbangan digital, penggaris, jangka sorong, alat pemindai), dan oven.

Prosedur Percobaan

Percobaan terdiri atas 3 percobaan paralel untuk menentukan optimasi pemupukan N, P dan K seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Perlakuan tiap percobaan ada lima dosis pemupukan (0, 50, 100, 150, dan 200% dosis acuan) dengan dosis pupuk acuan sorgum 100% N = 120 kg N ha-1, 100% P = 36 kg P2O5

ha-1, 100% K = 90 kg K2O ha-1 (Hons et al. 1986; Sobariah 1999; Fanindi et al.

2005; Akram 2007; Lumbantobing et al. 2008; Sucipto 2010; Balitsereal 2013) dan pupuk selain perlakuan diberikan 100%, diulang sebanyak 3 kali. Total ada 15 perlakuan dengan 45 satuan percobaan.

(24)

10

Pelaksanaan Percobaan

Pengolahan tanah

Sejarah tanah yang digunakan, sebelumnya ditanami kacang tanah. Pengambilan tanah pada 15-20 titik pengambilan dengan kedalaman 15 cm - 25 cm (Munawar 2011). Contoh tanah diambil secara zig-zag dan dikompositkan untuk dianalisis awal. Kebutuhan kapur yang diberikan berdasarkan hasil titrasi dari analisis tanah awal oleh Balittan. Ukuran satuan percobaan adalah 6 m x 2 m, untuk 45 petak percobaan diperlukan lahan berukuran 30 m x 30 m untuk ketiga percobaan dengan jarak antar petakan 0.25 m. Selanjutnya tanah petakan diolah kemudian petakan diberikan kapur diinkubasi selama 2 minggu sebelum tanaman ditanam (Dirjen Depdikbud 1991; Wijaya 2011; Rohmawati 2013).

Penanaman

Petakan yang telah siap ditanami dibuat lubang tanam dengan cara ditugal menggunakan jarak tanam 75 cm x 25 cm. Setiap lubang tanam ditanami 4 benih sorgum, diberikan furadan agar benih tidak terserang OPT, lubang tersebut ditutup kembali dengan tanah. Tanaman yang tumbuh dipertahankan 2 tanaman per lubang sehingga satuan percobaan terdapat 128 tanaman.

Pemupukan

Percobaan pupuk N yaitu pemupukan N sesuai perlakuan dan K diberikan tiga tahap, yaitu 40% dosis saat tanam, 30% dosis saat 30 HST dan 30% saat 45 HST. Pupuk P diberikan 100% saat tanam. Perlakuan dosis pemupukan N sebesar 0%, berarti hanya diberikan pupuk P dan K dengan dosis acuan.

Percobaan pupuk P yaitu pemupukan P diberikan satu tahap, yaitu 100% saat tanam. Setiap perlakuan diberikan pupuk dasar N dan K sebanyak 40% dosis saat tanam, 30% dosis saat 30 HST dan 30% saat 45 HST. Perlakuan dosis pemupukan P sebesar 0%, berarti hanya diberikan pupuk N dan K dengan dosis acuan.

Percobaan pupuk K yaitu pemupukan K sesuai perlakuan dan N diberikan tiga tahap, yaitu 40% dosis saat tanam, 30% dosis saat 30 HST dan 30% saat 45 HST. Pupuk P diberikan 100% saat tanam. Perlakuan dosis pemupukan K sebesar 0%, berarti hanya diberikan pupuk N dan P dengan dosis acuan.

Pemeliharaan

(25)

11 pada pangkal batang untuk merangsang pertumbuhan akar dan memperkokoh tanaman agar tidak mudah rebah. Pengendalian HPT salah satunya burung dilakukan dengan penyungkupan malai dengan waring per tanaman seperti pada Gambar 2 dan alat pengusir burung yang menghasilkan suara dari tali, bambu, dan plastik.

Gambar 2 Penyungkupan malai Panen

Pemanenan sorgum dilakukan pada saat malai sorgum yang sudah cukup tua bijinya bernas, keras dan glume berwarna merah. Panen dengan kriteria tersebut dilakukan pada umur 100 dan 101 HST.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada saat penelitian meliputi beberapa data pendukung seperti analisis tanah awal dan akhir, analisis kandungan N, P, K jaringan tanaman, dan data iklim. Selain itu memiliki data utama meliputi karakter vegetatif tanaman dan karakter generatif tanaman, serta analisis usaha tani. Waktu dan cara pengamatan dari karakter-karakter tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Peubah pengamatan percobaan N, P, dan K

No Peubah Satuan Waktu

pengamatan

Cara

A Tanah, iklim, biaya

1 Analisis tanah awal

N, P, K, KTK, pH, Al-dd, C organik

Sebelum aplikasi seluruh perlakuan

Analisis contoh tanah secara komposit untuk percobaan N, percobaan P, dan percobaan K sehingga diperoleh 1 contoh tanah untuk luasan ± 1000 m2.

2 Analisis tanah akhir

N, P, K Sesudah pemanenan

Analisis contoh tanah untuk tiap petak percobaan sesuai perlakuan sehingga

(26)

12

Tabel 2 Peubah pengamatan percobaan N, P, dan K (lanjutan)

No Peubah Satuan Waktu

(27)

13 Tabel 2 Peubah pengamatan percobaan N, P dan K (lanjutan)

No. Peubah Satuan Waktu

g Panen Bobot basah brangkasan ditimbang per tanaman

kg Panen Menimbang bobot basah brangkasan petak contoh 15 Produktivitas biji ton ha-1 Panen Produktivitas dihitung

(28)

14

Analisis Data

Model linier aditif dari rancangan percobaan ini menurut (Gomez dan Gomez 1995) adalah

yij = µ + τi + βj + ɛij

yij = respon atau nilai pengamatan dari dosis pupuk ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

τi = pengaruh perlakuan dosis pupuk ke-i, i = 1,2,3,4,5 βj = pengaruh ulangan ke-j, j = 1,2,3

ɛij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan dosis pupuk ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F), Hipotesis yang diuji :

H0 : τ1 = τ2 = τ3 = ...= τi = 0

H1 : Paling sedikit ada sepasang τi yang tidak sama

Kriterium uji :

Hipotesis tersebut diterima dengan menggunakan kriterium uji Fhitung = KT Perlakuan dibandingkan dengan Ftabel

KT Galat

Jika F0.05 < Fhitung < F0.01, maka terima H1 pada taraf nyata 5%

Fhitung > F0.01, maka terima H1 pada taraf nyata 1%

Fhitung < F0.05, maka terima H0

Apabila hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut kontras polinomial ortogonal. Data dianalisis menggunakan perangkat olah data.

Penentuan optimum N, P, dan K dilakukan dengan tahapan sebagai berikut 1. Hasil relatif

Hasil relatif adalah hasil dari perlakuan dibandingkan hasil tertinggi yang diperoleh dari percobaan khususnya untuk peubah pengamatan hasil biji kering per per 2.25 m2

Hasil relatif = ��

���� x 100%

Yi = hasil pada perlakuan N, P dan K ke-i

Ymax = hasil maksimum pada status hara N, P dan K 2. Penentuan pilihan rekomendasi

(29)

15 Data hasil relatif yang diperoleh dibuat persamaan kuadrat, kemudian dibaca secara bersama-sama untuk menentukan pilihan rekomendasi. Terdapat empat pilihan rekomendasi. Pilihan pertama yaitu berdasarkan pemupukan maksimum. Tiga pilihan rekomendasi yang lain adalah berdasarkan ambang batas pemakaian pupuk N, P, dan K.

Dosis pemupukan maksimum dapat diketahui dengan menggunakan model regresi kuadratik

y = ax2 + bx + c

dengan y = nilai relatif tanaman, x = dosis pupuk, dan a,b,c = konstanta. Penentuan dosis pupuk maksimum dilakukan dengan menggunakan rumus turunan dari persamaan regresinya: dy/dx= 2a + xb = 0; x = -b/2a. (Sastrosupadi2010).

Evaluasi ekonomi dilakukan untuk menentukan pilihan rekomendasi paling optimum. Pilihan rekomendasi yang paling optimum merupakan pilihan yang memiliki biaya relatif per satuan hasil relatif terkecil (Jannah 2012).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tanah Awal

Hasil analisis tanah awal yang digunakan dalam percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. Jenis tanah pada lokasi percobaan tergolong tanah latosol, bertekstur debu, dengan kandungan pasir 2%, debu 91%, dan liat 7%. Tanah ini tergolong masam dengan pH H2O 5.5. Tanaman sorgum tumbuh dengan baik pada pH 6.5

maka perlu pengapuran sebanyak 930 kg ha-1 berdasarkan cara titrasi. Tabel 3 Hasil analisis tanah awal di lahan Cikarawang

Sifat tanah Nilai uji tanah Status

pH

(30)

16

Kondisi Umum

Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari Badan Meteorogi dan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor menunjukkan bahwa penelitian dilaksanakan pada musim kering dengan jumlah curah hujan bulanan kurang dari 200 mm. Suhu, kelembaban udara dan intensitas penyinaran matahari mingguan rata-rata berturut-turut sebesar 25-27oC, 75-85% dan 328.06 kalori cm-2 hari-1 (Gambar 3).

a. Curah hujan b.Suhu

c. Kelembaban d. Intensitas radiasi matahari

(31)

17 penelitian karena curah hujan yang tinggi disertai angin yang kencang pada saat 7 MST sehingga teknik pembumbunan yang baik perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya rebah. Peningkatan jumlah populasi juga perlu diperhatikan dalam penanaman sehingga selain mengurangi persaingan unsur hara dan kompetisi cahaya matahari yang menyebabkan tanaman mengalami etiolasi. Hal ini diduga dari tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tinggi yang terdapat pada deskripsi sorgum sebagai bentuk adaptasi tanaman untuk tetap mendapatkan sinar matahari agar fotosintesis tetap berjalan dengan lancar. Sorgum merupakan tipe tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari penuh untuk proses fotosintesisnya. Namun demikian, penambahan jumlah tanaman menjadi dua tanaman per lubang pada penelitian ini masih dapat meningkatkan produktivitas.

Analisis Tanah Akhir

Hasil analisis tanah pada akhir penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan hara N, P dan K mengalami kenaikan nilai meskipun dengan kriteria yang sama dibandingkan sebelum aplikasi pupuk. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk N, P dan K dapat menambah ketersediaan hara dalam tanah. Ketersediaan hara tanah N tergolong kriteria tanah rendah sampai sedang. Ketersediaan hara tanah P tergolong kriteria tanah tinggi sampai sangat tinggi. Ketersediaan hara tanah K tergolong kriteria tanah tinggi sampai sangat tinggi. Tabel 4 Hasil analisis tanah akhir pada lokasi percobaan pemupukan sorgum

Perlakuan Kandungan akhir N,P,K Tanah Status

(%) N (%) P (ppm) K (ppm) N (%) P (ppm) K (ppm) N0 0.22 17.33 436.67 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi N50 0.19 21.00 232.00 Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi N100 0.23 16.67 174.00 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi N150 0.23 16.67 303.00 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi N200 0.24 17.00 312.33 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi P0 0.22 12.33 215.33 Sedang Tinggi Sangat tinggi P50 0.24 13.33 137.67 Sedang Tinggi Sangat tinggi P100 0.33 27.67 165.00 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi P150 0.22 22.00 197.33 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi P200 0.24 26.00 152.33 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi K0 0.27 21.67 51.33 Sedang Sangat tinggi Tinggi K50 0.25 19.00 104.00 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi K100 0.24 19.67 408.33 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi K150 0.20 20.33 385.00 Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi K200 0.21 19.67 280.00 Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi

Pertumbuhan Vegetatif Sorgum

(32)

18

pertumbuhan. Peningkatan secara linier menunjukkan bahwa penambahan dosis antara 0 sampai 200% dari acuan masih meningkatkan karakter vegetatif tanaman, belum terdapat nilai maksimum yang dapat dicapai. Peningkatan secara kuadratik menunjukkan bahwa penambahan dosis 0-200% memiliki nilai maksimum pada suatu titik antara dosis 0 sampai 200%. Salah satu contoh karakter yang memiliki peningkatan secara kuadratik adalah karakter tinggi tanaman sorgum dengan pengaruh perlakuan dosis antara 0% sampai 150% dari acuan pada percobaan N tanaman terus mengalami peningkatan dan perlakuan yang menghasilkan tinggi maksimum pada saat tanaman berumur 6 MST dengan perlakuan dosis 150% N yaitu 184 cm kemudian dengan penambahan dosis menjadi perlakuan 200% tinggi tanaman hanya mencapai 146 cm seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang Perlakuan

(%)

Tinggi (cm) Diameter (cm)

6 MST 8 MST 14 MST 6 MST 8 MST 14 MST

N0 126 197 202 0.96 1.25 1.44

N50 140 207 211 1.17 1.51 1.72

N100 177 234 238 1.30 1.67 1.74

N150 184 240 244 1.52 1.77 1.81

N200 146 226 229 1.19 1.58 1.76

Pr>F 0.0090 0.0141 0.0129 <0.0001 0.0011 0.0387

Pola Respont Q** L* L* Q** Q** Q*

P0 165 229 232 1.16 1.58 1.66

P50 162 224 226 1.47 1.76 1.79

P100 169 229 232 1.26 1.60 1.74

P150 183 244 248 1.51 1.78 1.85

P200 192 240 243 1.44 1.66 1.73

Pr>F 0.4345 0.0151 0.0141 0.0297 0.4347 0.1927

Pola Respont tn L* L* L* tn tn

K0 164 222 226 1.29 1.52 1.57

K50 181 234 237 1.34 1.65 1.67

K100 185 241 245 1.37 1.69 1,71

K150 187 245 247 1.57 1.93 1.95

K200 186 238 241 1.45 1.82 1.84

Pr>F 0.2206 0.4081 0.2094 0.1811 0.0064 0.0070

Pola Respont tn tn tn tn L* L*

Keterangan: t : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk ; Q : kuadratik ; L : linier, tn : tidak nyata linier maupun kuadratik, * : nyata taraf 5%, ** : nyata taraf 1%

(33)

19 atau panjang. Menurut Sarief (1986), ketersediaan unsur hara nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, serta pembelahan dan pembesaran sel yang berpengaruh pada diameter batang. Pada hasil penelitian terlihat ketika dosis pupuk N yang diberikan sebesar 200% dari dosis acuan maka pertumbuhan vegetatif mengalami penurunan. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Turmudi (2015) pemberian dosis pupuk N sebesar 225 kg ha-1 menurunkan pertumbuhan tanaman sorgum karena dengan tingginya kondisi N maka proses metabolisme di dalam tubuh tanaman akan terhambat akibatnya fotosintat yang dihasilkan tidak sempurna.

Peningkatan dosis P2O5 sebanyak 0-200% dari acuan terlihat bahwa respon

tinggi tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata di awal pertumbuhan pada 6 MST yang ditunjukkan pada Tabel 5, tetapi menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang linier setelah itu. Peningkatan dosis P2O5

sebanyak 0-200% dari acuan terlihat bahwa respon diameter batang tanaman menunjukkan pertumbuhan yang linier di awal pertumbuhan pada 6 MST kemudian tidak berbeda nyata di pertumbuhan selanjutnya hingga menjelang pemanenan yang disajikan pada Tabel 5.

Peningkatan dosis P2O5 lebih terlihat terhadap respon tinggi tanaman,

diduga karena pemberian P ini kemungkinan erat kaitannya dengan peranan P dalam pembentukan sel baru pada jaringan yang sedang tumbuh. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Thompson dan Troeh (1978) bahwa fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh.

Peningkatan dosis K2O sebanyak 0-200% dari acuan terlihat bahwa respon

tinggi tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dari awal pertumbuhan hingga akhir pertumbuhan yang ditunjukkan pada Tabel 5. Peningkatan dosis K2O sebanyak 0-200% dari acuan menunjukkan pertumbuhan

diameter batang yang tidak berbeda nyata di 6 MST kemudian menunjukkan peningkatan secara linier pada pertumbuhan di tahap selanjutnya yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Pengaruh peningkatan dosis K2O lebih terlihat terhadap respon diameter

batang tanaman diduga karena pentingnya kalium dalam penambahan diameter batang berhubungan dengan fungsi kalium untuk meningkatkan kadar sklerenkim pada batang, sklerenkim mempunyai fungsi memberi penebalan dan kekuatan pada jaringan batang sehingga tanaman lebih kuat dan tidak mudah rebah. Safuan dan Bahrun (2012) menyatakan bahwa adanya peningkatan pertumbuhan tanaman dengan penambahan konsentrasi kalium pada daerah pembesaran. Bila tanaman kekurangan kalium maka pembesaran dan perpanjangan sel terhambat. Konsentrasi unsur hara K yang semakin tinggi maka lingkar batang semakin besar. Novizan (2002) menyatakan bahwa kalium dapat meningkatkan fotosintesis tanaman melalui peningkatan fotofosforilasi yang menghasilkan ATP dan NADPH yang berperan dalam proses fotosintesis dan metabolisme tanaman.

(34)

20

daun yang maksimum tidak selalu mengindikasikan terhadap peningkatan hasil panen brangkasan dan biji pada sorgum.

Tabel 6 Pertumbuhan indeks luas daun, kadar hara N, P, K daun dan jumlah daun pada tanaman sorgum

Perlakuan

(%) ILD

Kadar hara daun (%) Jumlah daun (helai)

N P K 6 MST 8 MST 14 MST

N0 4.34 2.27 0.36 1.77 7 10 8

N50 4.99 2.43 0.34 2.22 8 9 9

N100 5.33 2.52 0.33 2.14 9 11 9

N150 5.28 2.56 0.31 2.11 9 11 8

N200 5.83 2.62 0.37 2.33 8 10 9

Pr>F 0.0028 0.0008 0.0921 0.0319 0.0111 0.0479 0.7787

Pola Respont

L** L** tn Q* Q* Q* tn

P0 3.93 2.61 0.43 2.63 8 10 9

P50 3.48 2.33 0.41 2.37 9 10 9

P100 4.57 2.55 0.41 2.65 8 10 9

P150 5.17 2.47 0.32 2.09 10 11 9

P200 5.60 2.57 0.33 1.69 10 10 8

Pr>F 0.0050 0.0048 <0.0001 <0.0049 0.0031 0.6912 0.1875

Pola Respont

L** Q** L** Q** L** tn tn

K0 3.41 2.52 0.33 1.82 9 10 9

K50 4.94 2.59 0.43 2.37 8 11 8

K100 5.01 2.67 0.35 2.11 9 10 9

K150 5.44 2.43 0.37 1.87 10 11 9

K200 5.10 2.39 0.36 1.90 9 10 9

Pr>F 0.0308 0.3818 0.0126 0.0037 0.1575 0.3900 0.1108

Pola Respont

Q* tn Q* Q** tn tn tn

Keterangan: t : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk ; Q : kuadratik ; L : linier. tn : tidak nyata linier maupun kuadratik. * : nyata taraf 5%. ** : nyata taraf 1%

Penambahan dosis pupuk N 0-200% dari acuan juga meningkatkan kandungan N jaringan secara linier, penambahan kandungan K jaringan secara kuadratik dan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada kandungan P. Pertambahan jumlah daun secara kuadratik pada minggu ke-6 dan ke-8 kemudian jumlah daun mengalami penurunan karena beberapa daun setelah mencapai vegetatif maksimum dan menjelang panen mulai menguning pada saat tanaman berumur 14 MST. Perubahan warna ini dikenal dengan istilah klorosis dimana gejalanya biasanya terjadi pada daun-daun tua karena N bersifat mobil maka ditransportasikan ke daun-daun muda.

Peningkatan dosis P2O5 0-200% dari acuan menunjukkan pengaruh secara

(35)

21 Hal ini diduga karena penyerapan P dipengaruhi oleh penyerapan unsur hara lainnya. Menurut Fahmi et al. (2010) adanya interaksi yang positif pemberian N yang tidak tepat akan menjadi pembatas P, maka tanggapan tanaman terhadap P bergantung terhadap kesediaan N begitupun sebaliknya. Selain dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pH tanah dan kelarutannya (Leiwakabessy dan Sutandi 1998), meskipun sudah diminimalisir dengan memberikan pengapuran untuk mencapai pH yang dikehendaki yaitu 6.5 agar dapat diserap secara maksimum oleh tanaman, namun pada perlakuan P2O5 dengan pemberian dosis

0-100% nilainya tetap tinggi karena kandungan P di lokasi percobaan juga tergolong sangat tinggi berdasarkan analisis tanah awal. Kemungkinan lainnya adalah pemberian fosfor yang dilakukan di permukaan tanah ternyata menurut Foth (1988) dapat menyebabkan kurangnya efektif fosfor diserap oleh tanaman karena fosfor hanya dapat bergerak beberapa cm.

Peningkatan dosis P2O5 0-200% dari acuan memberikan pengaruh

peningkatan jumlah daun secara linier pada saat tanaman di awal pertumbuhannya kemudian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata sampai akhir pertumbuhannya. Pengaruh pada peningkatan jumlah daun pada awal pertumbuhan ini karena fosfor berperan pada jaringan yang sedang tumbuh dan diduga setelah itu fosfor mulai dialihkan untuk fase generatif dari tanaman sorgum. Pada percobaan K2O, pemberian dosis antara 0% sampai 200% menunjukkan

peningkatan secara kuadratik pada indeks luas daun dan kadar hara P dan K daun yang ditunjukkan pada Tabel 6. Selanjutnya peningkatan dosis 0-200% K2O dari

dosis acuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar hara N daun. Menurut Schwab et al. (2007) kandungan N, P, dan K pada tanaman sorgum memiliki kisaran nilai kecukupan hara dengan nilai kandungan N (2.5-4.0%), P (0.2-0.35%), dan K (1.4-4.0%) dan pada biji menurut Campbell (2000) berkisar (2.4-4.0), P (0.20-0.30), dan K (1.4-%). Berdasarkan hasil analisis jaringan daun tanaman sorgum yang ditanam beberapa perlakuan sudah mencukupi kebutuhan hara. Salah satu fungsi dari unsur nitrogen tanaman juga membantu penyerapan hara-hara lain (Maschner 2012). Selain itu, dengan pemberian pemupukan fosfor dapat meningkatkan pertumbuhan akar sehingga diduga dengan pertumbuhan akar yang baik juga dapat membantu penyerapan hara-hara lain yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Menurut penelitian Nursyamsi (2009) pemberian pupuk kalium secara nyata meningkatkan serapan hara lainnya pada jagung yang berdampak terhadap peningkatan bobot kering akar dan brangkasan.

Korelasi Karakter Agronomi Terhadap Bobot Biji Setiap 2.25 m2

(36)

22

biji per 2.25 m2 yang tinggi. Peubah karakter vegetatif yang menunjukkan hasil

korelasi yang nyata jika ditulis persamaan berdasarkan hubungan x dan y maka untuk peubah indeks luas daun, diameter batang, hara N, hara P, dan hara K dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan tabel tersebut ketika tidak ada pengaruh dari indeks luas daun, maka bobot sebesar 1138.8 g. Indeks luas daun berpengaruh positif terhadap peningkatan bobot sebesar 84.796 g. Pada penelitian ini hubungan ILD, hara P, dan hara K dengan bobot tidak erat dengan koefisien korelasi berturut-turut 0.340, 0.393 dan 0.436. Diameter batang berpengaruh positif terhadap peningkatan bobot sebesar 659.55 g. Hubungan diameter batang dan hara N dengan bobot erat dengan koefisien korelasi 0.620 dan 0.604.

Tabel 7 Hasil uji korelasi karakter agronomi dengan bobot biji per 2.25 m2 Peubah Jumlah

Tabel 8 Persamaan hubungan antara peubah vegetatif yang memiliki korelasi

Peubah x Peubah y Persamaan

Persamaan peubah pada karakter vegetatif dengan perlakuan berbagai dosis N, P, dan K dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil penambahan dosis pupuk N sebesar 0-200% dari acuan menunjukkan secara dominan peningkatan secara kuadratik terhadap pertumbuhan diameter batang, kadar hara K daun, dan jumlah daun.

Peningkatan secara linier dapat dilihat pada karakter tinggi tanaman, indeks luas daun, dan kadar hara N daun. Respon yang tidak berbeda nyata ditunjukkan pada kadar hara P daun. Hasil penambahan dosis pupuk P2O5 sebesar 0-200% dari

acuan menunjukkan secara dominan peningkatan secara linier terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, indeks luas daun, kadar hara P daun. Peningkatan secara kuadratik pada kadar hara N daun dan kadar hara K daun. Hasil penambahan dosis pupuk K2O sebesar 0-200% dari acuan menunjukkan peningkatan secara

(37)

23 Tabel 9 Persamaan respon karakter vegetatif terhadap berbagai dosis N, P, dan K

Pupuk Peubah Persamaan R2

N Tinggi tanaman umur 6 MST y = -0.0038x2 + 0.9337x + 118.66 0.80

Tinggi tanaman umur 8 MST y = 0.182x + 202.6 0.62 Tinggi tanaman umur 14 MST y = 0.174x + 207.4 0.60 Diameter batang 6 MST y = -0.00003x2 + 0.0073x + 0.9246 0.81

Diameter batang 8 MST y = -0.00003x2 + 0.0073x + 2.25349 0.97

Diameter batang 14 MST y = - 0.00002x2 + 0.0049x + 1.4609 0.94

Indeks luas daun y = 0.0065x + 4.5 0.90

Kadar hara N daun y = 0.0017x + 2.314 0.93

Kadar hara P daun tn tn

Kadar hara K daun y = -0.0001x2 + 0.0044x + 1.8534 0.64

Jumlah daun 6 MST y = -0.0001x2 +0.0346x + 6.8857 0.96

Jumlah daun 8 MST y = -0.00006x2 + 0.0154x +9.5143 0.24

Jumlah daun 14 MST tn tn

P Tinggi tanaman umur 6 MST tn tn

Tinggi tanaman umur 8 MST y = 0.084x + 224.8 0.62 Tinggi tanaman umur 14 MST y = 0.088x + 227.4 0.60 Diameter batang umur 6 MST y = 0.0012x + 2.2548 0.40

Diameter batang umur 8 MST tn tn

Diameter batang umur 14 MST tn tn

Indeks luas daun y = 0.0101x + 3.544 0.84

Kadar hara N daun y = 0.00001x2– 0.0025x + 2.5597 0.32

Kadar hara P daun y = -0.0006x + 0.438 0.81

Kadar hara K daun y = -0.00003x2 + 0.0021x + 2.558 0.85

Jumlah daun 6 MST y = 0.01x+8 0.63

Jumlah daun 8 MST tn tn

Jumlah daun 14 MST tn tn

K Tinggi tanaman umur 6 MST tn tn

Tinggi tanaman umur 8 MST tn tn

Tinggi tanaman umur 14 MST tn tn

Diameter batang umur 6 MST tn tn

Diameter batang umur 8 MST y = 0.0018x + 1.546 0.78 Diameter batang 14 MST y = 0.0016x + 1.584 0.76 Indeks luas daun y = -0.0001x2 + 0.0271x + 3.5211 0.93

Kadar hara N daun tn tn

Kadar hara P daun y = 0.000003x2 + 0.0007x + 0.3509 0.18

Kadar hara K daun y = 0.00003x2 + 0.0051x + 1.9363 0.41

Jumlah daun umur 6 MST tn tn

Jumlah daun umur 8 MST tn tn

(38)

24

Hasil Panen

Perlakuan pemupukan N dengan dosis antara 0% sampai 200% dari dosis acuan juga memberikan pengaruh yang nyata secara kuadratik terhadap bobot brangkasan basah per tanaman, bobot kering per tanaman, bobot basah per 2.25 m2, dan bobot kering per 2.25 m2 yang ditunjukkan pada Tabel 9. Selanjutnya

penambahan dosis pupuk N 0-200% dari acuan memiliki pengaruh yang nyata secara kuadratik pada bobot biji per tanaman, bobot biji per m2, bobot 1000 butir, dan produktivitas yang ditunjukkan pada Tabel 10.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Turmudi (2010) yang menyatakan pemberian dosis pupuk dari 0-225 kg ha-1 N menunjukkan peningkatan secara kuadratik pada pertumbuhan tanaman, pemberian dosis sebanyak 225 kg ha-1 N cenderung menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nemeth (2009) dosis 240 kg ha-1 menurunkan hasil gula pada tanaman sorgum.

Pemberian nitrogen berperan saat pertumbuhan vegetatif pemanjangan pembelahan sel lebih cepat, pembesaran sel, dan sebagai unsur pembentuk klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis (Gardner 1991). Namun, pemberian dosis N yang berlebihan dapat mengganggu proses metabolisme tanaman diantaranya pertumbuhan vegetatif yang berlebihan misalnya daun yang dapat saling menaungi sehingga proses penangkapan cahaya tidak optimum. Selain itu, sintesis gula menjadi terhambat karena dipergunakan untuk sintesis N organik seperti yang terjadi pada tebu (Wijaya dan Soeparjono 2014).

Perlakuan pemupukan P2O5 dengan dosis antara 0% sampai 200% dari dosis

acuan juga memberikan pengaruh yang nyata secara kuadratik terhadap bobot brangkasan basah per tanaman, bobot kering per tanaman, bobot basah per 2.25 m2,

dan bobot kering per 2.25 m2 ditunjukkan pada Tabel 10. Peningkatan secara kuadratik menunjukkan bahwa penambahan dosis 0-200% memiliki nilai maksimum pada suatu titik antara 0-200%. Karakter peubah dari tanaman tersebut akan mengalami penurunan setelah mencapai titik maksimum.

Pada perlakuan peningkatan dosis pemupukan P2O5 0-200% dari acuan

menunjukkan bobot biji per tanaman, bobot biji per 2.25 m2 dan produktivitas

secara kuadratik ditunjukkan pada Tabel 11. Penelitian yang dilakukan oleh Marlina et al. (2015) pemberian dosis pemupukan 135 kg ha-1 P2O5 menunjukkan

bobot biji yang berbeda nyata dibandingkan dosis 45-90 kg ha-1 P2O5 untuk varietas

Numbu. Bentuk P yang dapat diserap oleh tanaman di dalam tanah ketersediannya

(39)

25 perlakuan P tidak berbeda nyata. Hal ini sejalan dengan penelitian Marlina et al. (2015) yang menyatakan bahwa bobot biji lebih dipengaruhi oleh ukuran biji yang biasanya bawaan faktor genetik atau diduga dengan tingginya kandungan hara P dan K tanah penelitian yang sudah sangat tinggi sehingga pengaruhnya tidak nyata pada ukuran biji.

Tabel 10 Pengaruh dosis N, P, K terhadap bobot brangkasan saat panen Perlakuan

Keterangan: t : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk ; Q : kuadratik ; L : linier. tn : tidak nyata linier maupun kuadratik. * : nyata taraf 5%. ** : nyata taraf 1%

Perlakuan pemupukan K2O dengan dosis antara 0% sampai 200% dari dosis

acuan juga memberikan pengaruh yang nyata secara kuadratik terhadap bobot brangkasan basah per tanaman, bobot kering per tanaman, bobot basah per 2.25 m2,

dan bobot kering per 2.25 m2 ditunjukkan pada Tabel 10.Selanjutnya peningkatan dosis pemupukan K2O 0-200% dari acuan menunjukkan penambahan bobot biji per

(40)

26

Tabel 11 Hasil panen berupa bobot biji, bobot 1000 butir, dan produktivitas Perlakuan

Keterangan: t : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk ; Q : kuadratik ; L : linier. tn : tidak nyata linier maupun kuadratik. * : nyata taraf 5%. ** : nyata taraf 1%

Kalium sering disebut sebagai katalisator dalam proses hidup tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi 1998). Ketika bobot brangkasan basah dan kering pada sorgum sudah mencapai titik maksimum pada dosis tertentu kemudian akan turun. Hal ini sejalan dengan pemberian kalium dengan dosis yang berlebih pada tanaman kenaf dapat menurunkan hasil benih (Wachjar et al. 1994). Pemberian dosis K yang berlebihan ini akan berpengaruh terhadap serapan unsur makro lainnya terutama Mg dan Ca (Maschner 2012).

Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk N, P2O5, dan K2O

dapat meningkatkan bobot biji per tanaman, per 2.25 m2, dan produktivitas sampai mencapai hasil maksimum. Produktivitas pada penelitian ini memiliki hasil sebesar 5.9 ton ha-1 sampai 8.2 ton ha-1, hasil ini jika dibandingkan dengan produktivitas

(41)

27 seperti ketersediaan hara dan iklim sekitar yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Setelah didapatkan hasil yang maksimum pemberian dosis pupuk yang berlebihan hanya akan merugikan petani dan lingkungan.

Persamaan peubah pada hasil panen dengan perlakuan berbagai dosis N, P, dan K dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penambahan dosis pupuk N sebesar 0-200% dari acuan menunjukkan secara dominan peningkatan secara kuadratik terhadap bobot brangkasan basah dan kering baik per tanaman maupun per 2.25 m2, bobot biji per tanaman, bobot biji per 2.25 m2, bobot 1000 butir, dan produktivitas.

Tabel 12 Persamaan respon bobot brangkasan dan bobot biji hasil panen terhadap berbagai dosis N, P, dan K

Pupuk Peubah Persamaan R2

N Bobot brangkasan basah per tanaman y = -0.006x2 + 2.2623x + 453.26 0.99

Bobot brangkasan kering per 2.25 m2 y = -0.1446x2 + 54.301x + 10874 0.99

Bobot brangkasan kering per tanaman y = -0.0043x2 + 1.3478x + 259.42 0.95

Bobot brangkasan kering per 2.25 m2 y = -0.1018x2 + 32.129x + 6235 0.95

Bobot biji per tanaman y = -0.0011x2 + 0.3092x + 52.067 0.73

Bobot biji per 2.25 m2 y = -0.0276x2 + 7.428x + 1249.6 0.73

Bobot 1000 butir y = -0.0004x2 + 0.069x + 34.887 0.80

Produktivitas y = -0.0001x2 + 0.0332x + 5.5457 0.74

P Bobot brangkasan basah per tanaman y = 0.0106x2 + 2.4779x + 481.12 0.86

Bobot brangkasan kering per 2.25 m2 y = 0.2544x2 + 59.51x + 11545 0.86

Bobot brangkasan kering per tanaman y = -0.0033x2 + 0.9685x + 271.49 0.73

Bobot brangkasan kering per 2.25 m2 y = -0.0783x2 + 23.204x + 6514.6 0.73

Bobot biji per tanaman y = -0.0009x2 + 0.2136x + 56.139 0.72

Bobot biji per 2.25 m2 y = -0.0214x2+5.1184x + 1347.6 0.72

Bobot 1000 butir tn tn

Produktivitas y = -0.00009x2 + 0.0219x + 6.0229 0.67

K Bobot brangkasan basah per tanaman y = -0.0147x2 + 3.9662x + 357.95 0.94

Bobot brangkasan kering per 2.25 m2 y = -0.3525x2 + 95.115x + 8593 0.94

Bobot brangkasan kering per tanaman y = -0.0109x2 + 2.8337x + 182.41 0.94

Bobot brangkasan kering per 2.25 m2 y = -0.2623x2 + 68.084x + 4376.6 0.94

Bobot biji per tanaman y = -0.0007x2 + 0.1988x + 54.746 0.56

Bobot biji per 2.25 m2 y = -0.0178x2 + 4.8125x + 1313.3 0.55

Bobot 1000 butir tn tn

Produktivitas y = -0.00008x2 + 0.0216x + 5.86 0.57

Hasil penambahan dosis pupuk P2O5 sebesar 0-200% dari acuan

menunjukkan secara dominan peningkatan secara kuadratik terhadap bobot brangkasan basah per tanaman, bobot brangkasan basah per 2.25 m2, bobot

brangkasan kering per tanaman, bobot brangkasan kering per 2.25 m2, bobot biji per tanaman, bobot biji per 2.25 m2 dan produktivitas.

Hasil penambahan dosis pupuk K2O sebesar 0-200% dari acuan

(42)

28

tanaman, dan bobot brangkasan kering per 2.25 m2, bobot biji per tanaman, bobot

biji per 2.25 m2, dan produktivitas.

Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Sorgum

Rekomendasi pemupukan dibuat berdasarkan bobot biji per 2.25 m2 sorgum.

Hasil panen tersebut dikonversi menjadi hasil relatif sehingga ketiga percobaan dapat dibandingkan. Terdapat empat pilihan rekomendasi pemupukan yaitu berdasarkan ambang batas pupuk N, ambang batas pupuk P, ambang batas pupuk K dan pada kondisi maksimum. Analisis ekonomi dilakukan pada setiap pilihan rekomendasi. Rekomendasi pemupukan pada sorgum berdasarkan pada hasil dan nilai ekonomi yang paling menguntungkan.

Pupuk untuk hasil ambang batas dan maksimum

Pendekatan multinutrient response adalah suatu metode yang dikembangkan untuk menentukan rekomendasi pemupukan menggunakan model kuadratik dari beberapa percobaan. Pilihan rekomendasi didasarkan pada kurva respon pemupukan N, P, dan K pada beberapa tingkat dosis. Kurva tersebut merupakan hasil relatif dari bobot biji per 2.25 m2 sorgum. Hasil relatif adalah hasil dari perlakuan dibagi hasil tertinggi yang diperoleh dari setiap percobaan.

Berdasarkan hasil panen bobot biji per 2.25 m2 diperoleh persamaan kuadrat untuk N adalah y = -0.0015x2 + 0.4011x + 67.571 dengan nilai R2 = 0.7298. Berdasarkan persamaan tersebut dapat ditentukan titik untuk mencapai hasil maksimum dari pemupukan N dengan cara dicari turunan pertama sama dengan nol. Nilai maksimum pemupukan N adalah 133.7% N = 160.4 kg ha-1 N. Persamaan

kuadrat untuk P adalah y = -0.0012x2 + 0.2917x + 78.457 dengan untuk P2O5 nilai

R2 = 0.6933 dan nilai maksimum pupuk P adalah 121.5% P2O5 = 43.7 kg ha-1 P2O5.

Persamaan kuadrat untuk K adalah y = -0.001x2 + 0.2777x + 74.457 dengan nilai

R2 = 0.5461 pemupukan K yang diperlukan sebesar 138.8% K2O = 124.9 kg ha-1

K2O disajikan pada Tabel 13. Nilai persamaan ketiga percobaan ditujukkan pada

Gambar 4 berdasarkan hasil relatif bobot biji per 2.25 m2.

(43)

29

a. Hasil relatif percobaan N b. Hasil relatif percobaan P c. Hasil relatif percobaan K

Gambar 4 Grafik hasil relatif bobot biji per 2.25 m2 percobaan N (a), grafik hasil relatif bobot biji per 2.25 m2 percobaan P (b), grafik

hasil relatif bobot biji per 2.25 m2 percobaan K (c)

Tabel 13 Pilihan rekomendasi pemupukan dan kebutuhan pupuk

(44)

30

Kebutuhan pupuk N dan K pada ambang batas pupuk P dapat dicari dengan cara menarik garis menuju kurva persamaan N dan K. Dalam percobaan ini dibutuhkan pupuk N dan K pada ambang batas pupuk P atau dapat memasukkan angka ke persamaan N untuk mencari kebutuhan pupuk N dan memasukkan angka ke persamaan K yang menghasilkan nilai relatif P sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk N dan K pada ambang batas pupuk P. Pada percobaan ini diperoleh angka 30.6% N = 36.7 kg N dan 15.2% K2O = 13.7 kg K2O. Pilihan

rekomendasi pemupukan pada Tabel 13. Perhitungan cara membaca grafik pada Lampiran 3-4.

Kebutuhan pupuk N dan P pada ambang batas pupuk K dapat dicari dengan cara menarik garis menuju kurva persamaan N dan P. Pada percobaan ini ketika menarik garis menuju kurva ambang batas pupuk N, garis dapat bertemu sehingga dapat dihitung kebutuhan pupuk N pada ambang batas pupuk K dengan memasukkan angka pada persamaan N yang menyatakan jumlah kebutuhan pupuk sampai mencapai hasil relatif pada ambang batas pupuk K. Kebutuhan pupuk P dengan cara menarik garis kondisi pada ambang batas pupuk K menuju ambang batas pupuk P. Pada percobaan ini karena ambang batas P letaknya lebih tinggi dibandingkan ambang batas K maka garis tidak bertemu pada ambang batas P sehingga pada percobaan tidak dibutuhkan pupuk P.

Hasil bobot biji per 2.25 m2 menunjukkan pada ambang batas pupuk N menghasilkan hasil relatif sebesar 67.57%. Pada ambang batas pupuk P menghasilkan nilai relatif sebesar 78.45%. Pada ambang batas pupuk K menghasilkan hasil relatif sebesar 74.45%. Jika diurutkan dari kecil ke besar maka hasil relatif pada ambang batas pupuk N lebih kecil dari pada ambang batas pupuk dan K lebih kecil dari pada ambang batas pupuk P. Dari urutan tersebut dijadikan pilihan rekomendasi pemupukan untuk pilihan pertama sampai ketiga. Pilihan pupuk keempat merupakan pilihan berdasarkan hasil relatif paling maksimum ketika kebutuhan pupuk pada kondisi maksimum yang didapatkan dari turunan pertama masing-masing persamaan percobaan N, P, dan K. Pilihan dengan menambahkan pupuk N pada sorgum varietas Numbu akan memberikan hasil nilai relatif sebesar 74.4% dibandingkan tanpa pemberian pupuk N yang menghasilkan 67.5%.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian penetapan dosis pupuk N, P, dan K pada sorgum
Tabel 2 Peubah pengamatan percobaan N, P, dan K
Tabel 2 Peubah pengamatan percobaan N, P, dan K (lanjutan)
Tabel 2 Peubah pengamatan percobaan N, P dan K (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait