FLUKTUASI HARGA BERAS IR II TINGKAT KONSUMEN DI BEBERAPA KOTA BESAR DI PULAU JAWA DAN BALI
(Kasus Pengendalian Harga Beras Pada Badan Ketahanan Pangan Nasional)
Oleh
AKHMAD ZACKY A 14103654
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
FLUKTUASI HARGA BERAS IR II TINGKAT KONSUMEN DI BEBERAPA KOTA BESAR DI PULAU JAWA DAN BALI
(Kasus Pengendalian Harga Beras Pada Badan Ketahanan Pangan Nasional)
Oleh
AKHMAD ZACKY A 14103654
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
AKHMAD ZACKY. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Beberapa Kota Besar di Pulau Jawa dan Bali (Kasus Pengendalian Harga Beras pada Badan Ketahanan Pangan Nasional). Dibawah Bimbingan M. FIRDAUS.
Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selain itu beras juga sebagai salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki arti penting bagi masyarakat maupun pemerintah. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki nilai politis dan strategis sehingga sangat penting untuk memenuhi ketersediaannya.
Beras merupakan bahan pangan yang sangat penting di Indonesia, yaitu menyumbang lebih dari 60 persen konsumsi kalori pada masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan harga beras yang cukup tinggi mempunyai dampak besar pada standar hidup konsumen. Beras IR II merupakan salah satu jenis beras yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia, sehingga bila terjadi kenaikan harga beras IR II akan memberikan pengaruh bagi masyarakat luas. Dibandingkan komoditas lain, beras IR II termasuk komoditas yang unik. Pada saat harga tinggi maupun harga rendah sama-sama mendatangkan masalah. Jika harga tinggi muncul kekhawatiran datangnya rawan pangan, terutama di kalangan warga miskin. Sebaliknya bila harga rendah akan mengurangi kesejahteraan petani.
Adanya fluktuasi harga beras IR II yang begitu cepat dan tidak adanya kepastian di masa yang akan datang menuntut perlunya dilakukan peramalan harga beras. Peramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui harga beras IR II dimasa yang akan datang sehingga memberikan informasi yang berguna dalam merumuskan kebijakan ke arah yang lebih baik.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian berupa data perkembangan harga beras IR II mingguan, data bulanan harga tingkat produsen dan jumlah pasokan. Data sekunder lainnya diperoleh dari Badan Urusan Logistik (BULOG) berupa data bulanan impor, cadangan beras dalam negeri, harga beras IR II tingkat grosir Data mingguan yang dianalisis dari bulan Oktober 2004-Juli 2006 dengan jumlah data sebanyak 100 observasi, sedangkan untuk data bulanan yang dianalisis mulai Januari 2001-Mei 2006 dengan jumlah data sebanyak 65 observasi.
Identifikasi pola data untuk lima kota besar yang dianalisis memiliki kecenderungan trend yang meningkat. Pengamatan plot ACF dan PACF pada data asli belum menunjukkan kestasioneran sehingga perlu dilakukan pembedaan. Teknik time series yang digunakan, yaitu teknik rata-rata sederhana (simple average), teknik rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), teknik
di lima kota, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar memiliki kecenderungan yang sama yaitu menunjukkan kecenderungan yang meningkat secara perlahan.
Hasil pengujian model regresi berganda di lima kota menunjukkan bahwa variabel harga gabah kering giling tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga beras IR II tingkat konsumen di lima kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen di kota Jakarta adalah harga beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan, dan lag harga. Untuk kota Bandung dan kota Denpasar, faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen adalah harga beras IR II tingkat grosir dan lag harga, sedangkan harga beras IR II tingkat grosir, stok Bulog dan lag harga mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen di kota Yogyakarta dan kota Surabaya.
Peningkatan Harga beras IR II di lima kota disebabkan oleh harga beras IR II di tingkat grosir yang meningkat. Harga beras IR II tingkat konsumen yang cendrung meningkat sangat perlu ditekan untuk mendapatkan tingkat harga beras yang wajar dengan melakukan operasi pasar murah. Selain itu perlu dilakukan pembenahan terhadap sistem tataniaga beras dengan memperpendek jalur distribusi beras dari produsen ke konsumen serta alokasi beras ke daerah-daerah yang harga berasnya meningkat tinggi sehingga harga beras IR II masing-masing kota tidak terlalu jauh berbeda satu dengan yang lainnya.
Kenaikan harga beras terjadi karena berkurangnya jumlah pasokan beras di PIBC seperti yang terjadi di Kota Jakarta. Pasokan beras yang berlebih dapat menurunkan harga beras tingkat konsumen. Jika terjadi peningkatan harga beras maka variabel jumlah pasokan dapat digunakan sebagai acuan dalam mengendalikan harga beras IR II tingkat konsumen untuk mencapai tingkat harga yang stabil.
Masuknya beras impor ke pasar domestik tidak berpengaruh secara nyata terhadap penurunan harga beras IR II tingkat konsumen. Berdasarkan analisis model regresi berganda variabel impor beras ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk mengendalikan harga beras IR II tingkat konsumen. Beras impor yang masuk ke pasar domestik tidak perlu dikhawatirkan, namun demikian beras impor yang masuk harus dibatasi dan hanya dilakukan jika beras dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Badan Ketahanan Pangan Nasional)
Nama : Akhmad Zacky
NRP : A14103654
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. M. Firdaus, SP, M.Si Nip. 132 158 758
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr Nip. 131 124 019
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
FLUKTUASI HARGA BERAS IR II TINGKAT KONSUMEN DI BEBERAPA
KOTA BESAR DI PULAU JAWA DAN BALI (KASUS PENGENDALIAN
HARGA BERAS PADA BADAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL)
BENAR-BENAR MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Mei 2007
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1982 di Kotamadya Banda
Aceh, sebagai anak kedua dari lima bersaudara dengan bapak bernama Ismail dan
Ibu Cut Herni. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis
diawali tahun 1989 di SD Negeri 20 Banda Aceh dan dilanjutkan dengan
memasuki SMP Negeri 1 Kotamadya Banda Aceh tahun 1994.
Pada tahun 1997 penulis memasuki jenjang pendidikan di SMU Negeri 3
Banda Aceh yang kemudian diterima masuk pendidikan Program Diploma III
Perlindungan Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menuruskan jenjang pendidikan di Program
Bismillahirrahmannirohim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian di Institut Pertanian
Bogor.
Judul skripsi ini adalah Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Fluktuasi Harga Beras Tingkat Konsumen di Beberapa Kota Besar di Pulau Jawa
dan Bali (Kasus Pengendalian Harga Beras Pada Badan Ketahanan Pangan
Nasional). Tulisan ini memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui
perkembangan harga beras IR II dimasa yang akan datang dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras II tingkat konsumen.
Penulis menyadari bahwa apa yang dituangkan dalam skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2007
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkat dan hidayah-Nya kepada penulis. Pada penulisan skripsi ini
banyak sekali pihak-pihak yang membantu penyelesaiannya, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. M. Firdaus, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Beliau juga sebagai dosen
moderator dalam seminar penulis.
2. Ibu Tanti Novianty, SP, M.Si selaku dosen penguji utama pada sidang penulis.
3. Bapak Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan
pada sidang penulis.
4. Ibu Febriantina Dewi, SE, MM selaku dosen evaluator pada kolokium penulis.
5. Derry Adhika Wiwaha selaku pembahas pada seminar penulis.
6. Bu Herena, Bu Inti dan Pak Edi di Badan Ketahanan Pangan, Departemen
Pertanian yang telah bersedia memberikan data-data yang relevan dalam
penelitian ini.
7. Keluarga di rumah yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil
selama penulis menempuh pendidikan.
8. Pengurus dan pengawai sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis IPB atas semua bantuan yang telah diberikan.
9. Kak Suryana, Bang Fadhil, Dik Rahmat, Dik Rizki dan Dik Taufik yang selalu
untuk kebersamaannya dalam tugas yang mulia.
11. Teman-teman Ekstensi Manajemen Agribisnis angkatan X atas
kebersamaanya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca, serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2007
Halaman
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Permintaan dan Penawaran ... 9
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data ... 26
4.2 Pengolahan dan Teknik Analisis Data ... 26
4.2.1 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II ... 26
4.2.2 Teknik Peramalan Time Series ... 27
4.3 Pemilihan Teknik Peramalan Terakurat... 42
4.4 Teknik Kausal ... 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Pola Data... 47
5.1.1 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II di Jakarta... 47
5.1.2 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II di Bandung... 48
5.2.1 Teknik Rataan Sederhana... 53
5.2.2 Teknik Rataan Bergerak... 54
5.2.3 Teknik Trend... 55
5.2.4 Teknik Pemulusan Eksponensial Tunggal ... 55
5.2.5 Teknik Pemulusan Eksponensial Ganda ... 56
5.2.6 Teknik Winter ... 57
5.2.7 Teknik Dekomposisi ... 58
5.2.8 Teknik Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA)... 59
5.3 Pemilihan Teknik Peramalan Terakurat... 68
5.4 Teknik Kausal ... 69
5.4.1 Teknik Regresi Berganda untuk Jakarta ... 69
5.4.2 Teknik Regresi Berganda untuk Bandung ... 72
5.4.3 Teknik Regresi Berganda untukYogyakarta ... 74
5.4.4 Teknik Regresi Berganda untuk Surabaya... 76
5.4.5 Teknik Regresi Berganda untuk Denpasar... 79
5.5 Hasil Ramalan dan Implikasinya ... 81
VI.KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 86
6.2 Saran... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 88
No. Teks Halaman
1 Produksi Beras dan Konsumsi Beras dalam Negeri Tahun
2001-2006 ... 2
2 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Rataan Sederhana ... 54
3 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Rataan Bergerak ... 54
4 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Trend... 55
5 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Pemulusan Eksponensial Tunggal ... 56
6 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Pemulusan Eksponensial Ganda ... 57
7 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Winter ... 58
8 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Dekomposisi ... 58
9 Model-model Tentatif ARIMA untuk Jakarta... 60
10 Model-model Tentatif ARIMA untuk Bandung ... 61
11 Model-model Tentatif ARIMA untuk Yogyakarta ... 63
12 Model-model Tentatif ARIMA untuk Surabaya ... 64
13 Model-model Tentatif ARIMA untuk Denpasar... 66
14 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Peramalan Time Series Untuk Harga Beras IR II dari Masing-masing Kota ... 68
15 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Jakarta... 71
16 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Bandung... 74
19 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan
Regresi Berganda di Denpasar ... 80
20 Ramalan Harga Beras IR II di Beberapa Kota Besar untuk
Bulan Juli 2007 sampai Nopember 2007 Mendatang ... 82
21 Kecenderungan Harga Beras Hasil Ramalan di Lima Kota Besar... 83
No. Teks Halaman
1 Perkembangan Harga Beras IR I - PIC, IR II - PIC dan Thai 15
Persen pada Tahun 2002-2003 ... 4
2 Harga Beras IR II di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada Tahun 2001-2006 ... 6
3 Kurva Keseimbangan Pasar ... 10
4 Kerangka Operasional Penelitian... 25
5 Plot Data Harga Beras IR II di Jakarta... 48
6 Plot Data Harga Beras IR II di Bandung... 49
7 Plot Data Harga Beras IR II di Yogyakarta ... 50
8 Plot Data Harga Beras IR II di Surabaya ... 51
No. Teks Halaman
1 Tabel Data Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Beberapa
Kota Besar... 91
2 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Jakarta ... 94
3 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Bandung... 96
4 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Yogyakarta... 98
5 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Surabaya ... 100
6 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Denpasar ... 102
7 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Jakarta ... 104
8 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Bandung... 105
9 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Yogyakarta... 106
10 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Surabaya ... 107
11 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Denpasar ... 108
12 Output Minitab Hasil Perhitungan SARIMA (1,1,0)(1,0,0)4... 109
13 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (1,1,0) ... 110
14 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (1,1,0) ... 111
15 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (0,1,1) ... 112
16 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (2,1,0) ... 113
17 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Jakarta... 114
1.1 Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan
manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi
manusia. Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting.
Dengan ketahanan pangan diharapkan dapat tercipta suatu kondisi kesejahteran
bangsa. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam
Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang dirumuskan sebagai
usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah
yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau
oleh setiap individu.
Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya
mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selain itu beras juga sebagai salah
satu komoditas tanaman pangan yang memiliki arti penting bagi masyarakat
maupun pemerintah. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki nilai
politis dan strategis sehingga sangat penting untuk memenuhi ketersediaannya.
Pertumbuhan produksi beras dalam negeri selama enam tahun (periode
2001-2006) rata-rata mencapai 1,62 persen, sedangkan pertumbuhan konsumsi
rata-rata sebesar 1,69 persen. Setiap tahunnya produksi beras nasional akan
berlebih rata-rata sebesar 3,48 juta ton per tahun dan bila dijumlahkan selama
enam tahun akan berlebih 20,89 juta ton. Adanya surplus produksi beras dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat indonesia. Produksi beras dan
konsumsi beras dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi Beras dan Konsumsi Beras dalam Negeri Tahun 2001-2006
Tahun
Sumber : Deptan dan Bulog diolah, 2007 Keterangan :
*) = Angka Ramalan III
**) = Kelebihan = Produksi – Konsumsi
Konsumsi beras penduduk Indonesia perkapita pertahun rata-rata 133 kg,
telah menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras tertinggi di dunia.
Konsumsi beras yang tinggi ini menuntut perlunya produksi beras dalam negeri
selalu ditingkatkan. Hal ini dimaksud agar penyediaan produksi beras dapat
mencukupi konsumsi yang terus meningkat.
Sejak tahun pertama krisis ekonomi, harga beras di Indonesia meningkat
pesat antara Juli 1997 dan September 1998. Rata-rata harga eceran beras
berkualitas medium di daerah perkotaan meningkat sebesar 207 persen, yaitu dari
Rp 958 per kg menjadi Rp 2.942 per kg. Peningkatan harga beras memberikan
pengaruh terhadap peningkatan harga gabah petani, meskipun relatif lambat.
persen, yaitu dari Rp 530 per kg pada Juli 1997 menjadi Rp 1.236 per kg pada
september 1998. Dalam rangka mengendalikan peningkatan harga beras,
Indonesia mengimpor beras pada tahun 1998 sebesar 5,8 juta ton, telah
menjadikan indonesia sebagai importir beras terbesar di dunia. Harga beras
perlahan-lahan mulai turun. Rata-rata harga beras tingkat konsumen di daerah
perkotaan turun dari Rp 2.942 per kg pada September tahun 1998 menjadi Rp
2.300 per kg pada pertengahan tahun 2000, serta harga gabah kering giling di
tingkat petani di Jawa turun dari Rp 1.265 per kg pada awal tahun 1999 menjadi
Rp 1.030 per kg pada April 20001.
Pada tahun 1998 terjadi perubahan kebijakan perberasan, berupa:
Liberalisasi pasar beras dalam negeri, pencabutan State Trading Enterprice (STE) Bulog, pembebasan bea masuk beras impor, pencabutan subsidi sarana produksi
terutama pupuk dan benih, dan liberalisasi tataniaga pupuk. Kesemuanya
berdampak menekan petani padi dan memudahkan impor beras. Dampak kepada
petani terlihat pada penurunan produksi tahun 1998 sekitar 4,9 persen dari
produksi tahun 19972.
Perkembangan harga beras IR II di tingkat grosir (Pasar Induk Beras
Cipinang) pada Agustus 2003 mulai mengalami kenaikan sebesar Rp 50 per kg
menjadi Rp 2.700 per kg, setelah stabil pada bulan Mei 2003 dengan tingkat
harga Rp 2.650 per kg. Harga beras IR II masih lebih rendah daripada harga beras
impor (Thailand), namun harga beras IR I lebih tinggi dari pada beras impor.
1
Pusat Distribusi Pangan. 2001. Review Trend Harga Beras di Indonesia Sejak Krisis. www. deptan.go.id/HomepPageBBKP/pdp/trend.htm. 27 Agustus 2001
Persen pada Tahun 2002-2003
Adanya spekulasi yang dilakukan oleh pedagang beras memberi dampak
yang cukup luas terhadap kondisi perberasan nasional, seperti halnya terjadi pada
tahun 2002, dimana harga beras sudah tidak terkendali, padahal bila dilihat dari
supply/pasokan pada waktu itu masih diatas normal. Selain itu kenaikan harga beras juga disebabkan oleh naiknya biaya transportasi karena kenaikan harga
bahan bakar minyak serta jalur distribusi beras yang panjang dari produsen ke
konsumen.
1.2 Perumusan Masalah
Beras merupakan bahan pangan yang sangat penting di Indonesia, yaitu
menyumbang lebih dari 60 persen konsumsi kalori pada masyarakat
berpenghasilan rendah, peningkatan harga beras yang cukup tinggi mempunyai
dampak besar pada standar hidup konsumen. Beras IR II merupakan salah satu
bila terjadi kenaikan harga beras IR II akan memberikan pengaruh bagi
masyarakat luas. Dibandingkan komoditas lain, beras IR II termasuk komoditas
yang unik. Pada saat harga tinggi maupun harga rendah sama-sama mendatangkan
masalah. Jika harga tinggi muncul kekhawatiran datangnya rawan pangan,
terutama di kalangan warga miskin. Sebaliknya bila harga rendah akan
mengurangi kesejahteraan petani.
Adanya isu kelangkaan beras yang berkembang di pasar mendorong
masyarakat untuk melakukan penimbunan beras dalam upaya memenuhi
kebutuhan konsumsinya, sehingga harga beras tingkat konsumen di pasar
meningkat akibat pasokan beras berkurang. Penurunan harga beras IR II dapat
juga terjadi karena pasokan yang berlebih pada saat musim panen. Kemungkinan
lain adalah pelepasan stok lama, baik oleh pedagang maupun pelaku lain, yang
dikumpul sejak lama.
Adanya aktivitas ilegal berupa masuknya beras selundupan juga ikut
menekan harga beras domestik. Menurunnya harga beras IR II diduga karena
masuknya beras impor di pasar domestik. Semakin menurunnya harga beras di
pasar luar negeri akan mendorong importir dalam negeri untuk melakukan impor
beras. Kondisi demikian akan semakin menekan harga beras dalam negeri, yang
pada gilirannya mempengaruhi harga di tingkat petani.
Trend harga beras yang cenderung berfluktuasi, biaya produksi yang meningkat, ketidakmampuan pemerintah mempertahankan harga dasar, dan
persepsi bahwa beras impor membanjiri pasar domestik karena perdagangan
bebas, menyebabkan timbulnya anggapan bahwa harga beras petani tertekan oleh
IR II yang begitu cepat dan tidak adanya kepastian di masa yang akan datang
menuntut perlunya dilakukan peramalan harga beras.
0
Peramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui
harga beras IR II dimasa yang akan datang sehingga memberikan informasi yang
berguna dalam merumuskan kebijakan ke arah yang lebih baik. Berdasarkan
rumusan di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana identifikasi pola data historis harga beras IR II di lima kota besar
2. Teknik peramalan kuantitatif manakah yang terbaik untuk peramalan harga
beras IR II di lima kota besar.
3. Bagaimana proyeksi harga beras IR II untuk enam bulan yang akan datang.
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga beras IR II di lima kota
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi pola data historis harga beras IR II di lima kota besar.
2. Mendapatkan teknik peramalan kuantitatif terbaik untuk peramalan harga
beras IR II di lima kota besar.
3. Mendapatkan proyeksi harga beras IR II untuk enam bulan yang akan
datang.
4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II tingkat
konsumen di lima kota besar.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengambil
kebijakan dalam bidang pertanian, khususnya Badan Ketahanan Pangan,
Departemen Pertanian. Bagi pengambil kebijakan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan
dalam upaya mengatasi masalah perberasan nasional khususnya harga beras
dimasa yang akan datang. Bagi penulis sendiri diharapkan penelitian ini dapat
mengaplikasi ilmu-ilmu yang dipelajari selama menuntut ilmu di Institut
Pertanian Bogor. Bagi pembaca, dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian
selanjutnya dan menambah pengetahuan.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.
Dalam penelitian ini, hanya melakukan peramalan harga beras IR II untuk
enam bulan yang akan datang. Peramalan ini dilakukan secara kuantitatif dengan
selama 1,5 tahun. Teknik analisis regresi berganda menggunakan variabel
independen yang terdiri dari harga tingkat produsen (gabah kering giling), harga
beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan beras, cadangan beras Bulog, impor
beras dan lag harga, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah harga
2.1 Konsep Permintaan dan Penawaran
Permintaan suatu komoditi menunjukkan jumlah komoditi yang ingin
dibeli untuk setiap tingkat harga. Kenaikkan dan penurunan kuantitas yang
diminta dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, pendapatan konsumen,
harga komoditas yang dapat menjadi substitusi atau komplemen bagi komoditas
yang bersangkutan. Harga suatu komoditas yang diminta atau barang
komplemennya mempunyai hubungan negatif dengan permintaan, sedangkan
harga barang substitusi, pendapatan konsumen , dan selera dapat meningkatkan
permintaan, cateris paribus (Nicholson, 1999).
Penawaran suatu komoditi menunjukkan jumlah komoditas yang
ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga
tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah
harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi,
pajak dan subsidi. Meningkatnya harga suatu komoditas akan meningkatkan
jumlah penawaran, cateris paribus. Berbeda dengan harga komoditas yang ditawarkan, peningkatan harga faktor produksi menyebabkan turunnya jumlah
komoditas yang ditawarkan, cateris paribus (Lipsey, 1995).
2.2 Keseimbangan Pasar
Keseimbangan pasar terjadi jika jumlah komoditi yang diminta oleh
pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan penjual. Keputusan
keseimbangan itu, karena harga ditentukan diatas P* pembeli hanya bersedia
membeli dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada Q*, sementara pada harga
tersebut penjual akan memproduksi lebih besar dari pada Q*. Kondisi ini
mengakibatkan surplus produksi dalam pasar. Sama halnya, peraturan yang
menentukan harga dibawah P* akan berakibat adanya kelangkaan (shortage) kuantitas barang. Dalam kondisi harga tersebut, pembeli menginginkan kuantitas
lebih banyak dari pada Q*, sementara penjual akan memproduksi lebih rendah
dari Q*. Kurva keseimbangan pasar dapat dilihat pada gambar 3.
.
P
Q Q*
S
D P*
Gambar 3 Kurva Keseimbangan Pasar
2.2 Teori Peramalan
Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan
hubungan, kecenderungan, dan pola yang sistematis. Berdasarkan definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa peramalan merupakan dugaan atau perkiraan mengenai
terjadinya suatu kejadian atau peristiwa pada waktu yang akan datang, yang dapat
Menurut Firdaus (2006), metode peramalan dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Peramalan kualitatif di dalam
prosedurnya melibatkan pengalaman, judgements maupun opini dari sekelompok orang yang pakar dalam bidangnya. Termasuk di dalam metode ini antara lain
teknik sales-force composite (agregasi ramalan dari setiap individu dalam suatu organisasi) dan teknik delpi (mengumpulkan pendapat dari pakar secara iteratif).
Peramalan kualitatif mempunyai kelemahan antara lain tidak ada prosedur
yang sistematis untuk mengukur dan memperbaiki keakuratan hasil peramalan
serta kemungkinan tingginya subyektivitas pendapat. Metode ini cocok untuk
peramalan jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Peramalan kuantitatif sebaliknya
melibatkan analisis statistik terhadap data-data yang lalu. Metode peramalan
kuantitatif terbagi atas dua golongan: model deret waktu satu ragam dan model
kausal. Model deret waktu satu ragam fokus pada observasi terhadap urutan pola
data secara kronologis suatu peubah tertentu, contoh: teknik naif, teknik perataan;
teknik pemulusan, teknik dekomposisi, teknik trend, teknik Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA).
2.4 Penelitian Terdahulu
Peramalan yang dilakukan oleh Mulyana (1998) menggunakan model
ekonometrika dengan judul penelitian Keragaan dan Permintaan Beras Indonesia
dan Prospek Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi dan meramalkan masa depan swasembada beras,
non kebijakan terhadap penawaran dan permintaan beras, dan kesejahteraan
pelaku ekonomi beras domestik.
Penelitian mengenai konsistensi maupun tingkat akurasi data produksi dan
konsumsi beras BPS dilakukan oleh Akbar (2002). Penelitian tersebut memberi
gambaran ringkas mengenai bagaimana jumlah produksi dan jumlah konsumsi
beras dihitung oleh BPS. Hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan tersebut
disebabkan oleh laporan/estimasi produksi yang terlalu tinggi dibandingkan
dengan konsumsi yang diperkirakan rendah. Estimasi produksi yang terlalu tinggi
disebabkan karena data yang dikumpulkan oleh mantri tani setiap kecamatan
merupakan data luas tanam yang potensial untuk ditanami padi, bukan luas panen
aktual yang benar-benar menghasilkan tanaman padi.
Purwoko (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Peramalan Produksi
Beras Kualitas pada Strategic Business Unit Perberasan PT Pertani (persero)
menyimpulkan bahwa metode peramalan yang paling sesuai untuk
memperkirakan produksi beras dimasa yang akan datang adalah metode kausal,
pada model regresi dengan data transformasi diperoleh metode peramalan dengan
MSE terkecil, sedangkan dari metode time series, model yang paling baik untuk peramalan produksi beras kualitas PT Pertani adalah dengan metode holt-winters additive yang memiliki nilai MSE terkecil.
Pada tahun yang sama Farihah (2005) melakukan penelitian mengenai
komoditi beras dengan judul Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi Beras
Serta Implikasinya Terhadap Pencapaian Swasembada Beras di Indonesia. Metode
yang digunakan dalam penelitiannya adalah: metode naive, metode rata-rata
eksponensial tunggal, metode brown, metode holt, dan metode ARIMA. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data produksi dan konsumsi beras.
Hasil pengujian beberapa metode diperoleh metode ARIMA (1,1,1) sebagai
metode terakurat. Hasil ramalan enam tahun yang akan datang menunjukkan data
konsumsi yang cenderung meningkat dan data produksi yang cenderung
berfluktuatif.
Penelitian tentang peramalan terhadap komoditi selain beras telah banyak
dilakukan diantaranya Mardian (2005) yang judul penelitiannya Peramalan Ekpor
Udang Beku (Frozen Shrimp) PT Central Pertiwi Bahari Processing Plant Unit 3 Muara Baru, Jakarta Utara. Dalam penelitiannya menggunakan tujuh metode
peramalan, yaitu metode : rata-rata sederhana, rata-rata bergerak sederhana,
metode pelicinan eksponensial tunggal, metode brown, metode winter
multiplikatif, metode dekomposisi, dan ARIMA. Metode trend digunakan untuk mengetahui plot data udang beku dan membandingkan nilai MSE, MAPE, dan SE
dengan ketujuh metode time series. Berdasarkan beberapa metode peramalan kuantitatif yang diuji, diperoleh alternatif metode peramalan kuantitatif terakurat,
yaitu ARIMA (1,1,1).
Peramalan Permintaan Daging Ayam di PT Sierad Produce Tbk oleh Azmi
(2004) yaitu untuk mengetahui permintaan daging ayam satu tahun yang akan
datang dengan memilih metode peramalan kuantitatif yang terakurat. Penelitian
ini menggunakan metode delphi, berdasarkan pertimbangan dan pengalaman
tenaga ahli (konsultan) yang telah dipercaya perusahaan, yaitu dengan melihat
permintaannya. Alternatif pemilihan metode peramalan terakurat adalah metode
ARIMA, hal ini didasarkan dari nilai MSE, MAPE dan SE terkecil.
Berdasarkan referensi penelitian terdahulu penelitian mengenai peramalan
harga beras di pulau Jawa dan Bali belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian
ini adalah menggunakan data harga beras IR II mingguan di lima kota, yaitu
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali). Alternatif pemilihan teknik
peramalan time series untuk masing-masing kota besar bisa saja berbeda-beda. Selain itu penelitian ini juga menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara
nyata terhadap harga beras di tingkat konsumen untuk masing-masing kota.
Persamaannya dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan beberapa teknik
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Tahapan Peramalan
Menurut Assauri (1984), ada tiga langkah peramalan yang dianggap
penting. Pertama, menganalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi
untuk dapat menemukan pola dari data tersebut. Kedua, menentukan metode
peramalan yang akan digunakan sehingga dapat memberikan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan kenyataan yang terjadi atau metode yang menghasilkan
penyimpangan terkecil. Ketiga, memproyeksi data yang lalu dengan
menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor perubahan.
3.1.2 Identifikasi Pola Data
Henke, Reitsch dan Wichern (2003), salah satu aspek penting dari
pemilihan teknik peramalan yang sesuai dari data time series adalah dengan memperhatikan jenis pola data yang berbeda. Ada empat jenis yang umum, yaitu:
horizontal, trend, musiman dan siklik. a. Pola horizontal
Pola horisontal terjadi ketika data observasi berfluktuasi disekitar
mean atau tingkatan yang konstan b. Pola trend
mewakili pertumbuhan atau penurunan pada deret waktu dari suatu periode
yang diperluas.
c. Pola siklik (cyclus)
Pola data ini terjadi ketika observasi data memperlihatkan kenaikkan
dan penurunan pada periode yang tidak tetap. Komponen siklik mirip fluktuasi
gelombang di sekitar trend yang sering dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Fluktuasi siklik sering dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan
kontraksi ekonomi, yang umum dikenal dengan siklik bisnis.
d. Pola musiman (seasonality)
Pola musiman muncul, apabila observasi data dipengaruhi oleh faktor
musiman. Komponen musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang
berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Untuk deret triwulan, ada
empat elemen musim, masing-masing satu untuk setiap triwulan. Variasi
musiman mencerminkan kondisi cuaca, liburan, atau panjangnya hari
bulan-kalender.
3.1.3 Teknik Peramalan Model Time Series
Teknik peramalan time series didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang
merupakan data deret waktu (time series). Teknik-teknik yang digunakan dalam peramalan time series terdiri dari:
a. Teknik Rata-Rata Sederhana
Teknik rata-rata sederhana menggunakan rata-rata semua pengamatan
histories yang relevan sebagai ramalan periode mendatang. Teknik yang tepat
dimana deret-deret berada secara umum tidak berubah. Teknik ini tidak terlalu
memperhatikan fluktuasi dari deret waktu, cocok untuk data stasioner.
Kekurangan dari metode ini adalah hanya mampu meramal satu periode ke
depan serta kurang praktis karena peramal harus menyimpan seluruh data
historisnya. Setiap penyusunan ramalan periode yang baru akan
menggunakan data yang semakin banyak (Henke, Reitsch dan Wichern,
2003).
b. Teknik Rata-Rata Bergerak Sederhana (Moving Averages)
Teknik rata-rata bergerak digunakan untuk menghilangkan kekurangan
pada teknik rata-rata sederhana. Teknik ini meramal periode yang akan datang
menggunakan nilai rataan, mengeluarkan nilai dari periode yang lama dan
memasukkan nilai dari periode terbaru dari sekelompok data yang jumlahnya
konstan. Kelebihan teknik ini adalah fleksibel dengan jumlah data yang
dimasukkan ke dalam nilai rataan sehingga dapat divariasikan sesuai dengan
pola datanya. Teknik ini sangat cocok untuk data stasioner yang cenderung
bergerak tidak menaik atau menurun (Makridakis et al.,1995).
c. Teknik Trend
Teknik trend menggambarkan pergerakkan jangka panjang didalam deret waktu yang seringkali dijelaskan sebagai garis lurus atau kurva halus.
Teknik ini menunjukkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal.
pola data yang mengandung unsur musiman dapat dimasukkan dalam teknik
d. Teknik Pemulusan Eksponensial
Teknik pemulusan eksponensial adalah prosedur yang dapat merevisi
hasil ramalan secara kontinyu dengan menggunakan informasi terbaru.
Teknik ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial.
Prediksi dilakukan dengan memberi bobot yang lebih tinggi untuk informasi
yang lebih baru. Teknik ini terdiri dari dua yaitu:
1. Teknik Pemulusan Eksponensial Tunggal
Teknik ini sangat cocok untuk pola data stasioner dan tidak efektif
dalam menangani peramalan yang pola datanya memiliki komponen trend
dan pola musiman. Teknik ini hanya menyimpan data terakhir, ramalan
terakhir dan konstanta pemulusan (α) sehingga dapat mengurangi masalah penyimpanan data.
2. Teknik Pemulusan Eksponensial Ganda
Teknik ini menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari
perhitungan dua kali pemulusan eksponensial dengan tujuan mengatasi
masalah data yang tidak stasioner dengan trend linear. Hasil yang diperoleh dari pemulusan eksponesial tunggal dilakukan pemulusan
kembali dengan memberi bobot yang menurun secara eksponensial.
e. Dekomposisi
Dekomposisi adalah salah satu pendekatan yang berupaya
mengidentifikasi faktor komponen yang mempengaruhi setiap nilai pada deret.
Setiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi setiap komponen
kemudian dapat dikombinasikan yang menghasilkan nilai ramalan masa depan
dan penurunan suatu deret, atau untuk menyesuaikan deret dengan cara
menghilangkan satu atau beberapa komponen. Secara umum Teknik
dekomposisi dibagi atas dua macam yaitu dekomposisi aditif dan dekomposisi
multiplikatif.
f. Teknik Box-Jenkins (ARIMA)
Teknik Box-Jenkins mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan, mencocokkan dan memeriksa model ARIMA
(autoregressive integrated moving average) dengan data deret waktu. Peramalan mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan (Henke dan
Reitsch, 2003).
Prosedur Box-Jenkins terdiri dari beberapa langkah atau tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, pemeriksaan diagnostik, dan peramalan.
1. Identifikasi
Identifikasi model adalah penentuan apakah deretnya stasioner atau
tidak. Pada tahap ini, komponen trend dihilangkan dari deret dengan melakukan proses differencing (pembedaan) sehingga model sementara dapat diidentifikasi. Model umumnya berupa autoregressive, moving average, atau autoregressive-moving average (gabungan). Prosedur identifikasi biasanya dilakukan dengan mempelajari perilaku atau pola dari
fungsi autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF).
2. Estimasi Parameter Model
Pada tahap estimasi, pertama kali kita menghitung nilai estimasi
awal untuk parameter-parameter dari model sementara kemudian dengan
nilai estimasi akhir. Walaupun ada beberapa formula untuk menghitung
nilai estimasi awal, biasanya kita menggunakan nilai 0,1 sebagai koefisien
estimasi untuk masing-masingΦ1,Φ2,...,Θ1,Θ2,... dan menggunakan nilai
rata-rata (atau rata-rata sebagian) dari deret stasioner sebagai nilai estimasi
awal konstanta.
3. Pemeriksaan Model
Setelah diperoleh persamaan untuk model sementara, pemeriksaan
diagnostik dilakukan untuk menguji kecukupan dan kedekatan model
dengan data. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menguji nilai residual
( dan dengan menguji signifikansi dan hubungan-hubungan antara
parameter. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima atau tidak
memenuhi syarat, maka model dapat diperbaiki dengan mengulangi
langkah-langkah sebelumnya.
Model yang telah memadai dapat diintegrasikan (trend dimasukkan kembali ke dalam model) dan nilai ramalan untuk beberapa periode ke
depan dapat diperoleh. Interval kepercayaan juga dapat dihitung untuk
masing-masing titik ramalan.
3.1.4 Pemilihan Teknik Peramalan
Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), terdapat beberapa kriteria yang
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memilih teknik peramalan yang sesuai
bagi data yang ingin diramal. Beberapa kriteria yang biasa dipakai adalah akurasi,
jangkauan peramalan, biaya dan kemudahan dalam penerapan. Walaupun banyak
umum sebagai ukuran yang paling baik, karena setiap ukuran memiliki kelebihan
dan kekurangan.
Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah nilai mean square error
(MSE). Teknik ini mengevaluasi akurasi peramalan dengan mengkuadratkan nilai
kesalahan peramalan (error), hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah observasi. Pendekatan ini membebankan kesalahan peramalan yang besar, karena
errornya dikuadratkan (Hanke Reitsch dan Wichern, 2003).
Mean absolut persentase galat (MAPE) dihitung dengan mencari jumlah nilai absolut galat di setiap periode, kemudian membaginya dengan pengamatan
nilai aktual, dan kemudian absolut galat persentase. Pendekatan ini sangat
bermanfaat apabila ukuran variabel peramalan merupakan hal yang sangat penting
dalam pengevaluasian keakuratan peramalan. MAPE memberikan indikasi
seberapa besar galat ramalan dibandingkan dengan nilai aktual deret data.
Tekniknya secara khusus berguna jika nilai Yt yang besar. MAPE juga dapat
digunakan untuk membandingkan keakuratan dari teknik yang sama atau teknik
yang berbeda pada dua deret data yang berbeda (Makridakis et al, 1999).
3.1.5 Metode Kausal
Metode ini mencoba mengajukan variabel lain yang berkaitan dengan
rangkaian data dan mengembangkan suatu model yang menyatakan adanya saling
ketergantungan fungsional diantara semua variabel tersebut. Salah satu dari
metode kausal adalah regresi. Analisis regresi yang digunakan dalam suatu model
bebas (X), sedangkan regresi berganda mempunyai satu variabel tidak bebas dan
lebih satu variabel bebas.
3.1.6 Hipotesi Penelitian
1. Harga beras IR II tingkat konsumen untuk masing-masing kota dipengaruhi
oleh harga tingkat produsen, harga beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan,
stok bulog, dan impor beras.
2. Hubungan antara harga beras IR II tingkat konsumen dengan harga tingkat
produsen adalah positif. Artinya jika terjadi kenaikkan harga tingkat produsen
maka harga beras IR II tingkat konsumen akan naik, cateris paribus.
3. Hubungan antara harga beras IR II tingkat konsumen dengan harga tingkat
produsen adalah positif. Artinya jika harga beras IR II tingkat grosir naik
maka harga beras IR II akan naik, cateris paribus.
4. Hubungan antara jumlah pasokan dengan harga beras IR II tingkat konsumen
adalah negatif. Artinya jika jumlah pasokan meningkat maka harga beras IR II
akan turun, cateris paribus.
5. Hubungan antara stok bulog dengan harga beras IR II tingkat konsumen
adalah negatif. Artinya jika stok bulog meningkat maka harga beras IR II
tingkat konsumen akan turun, cateris paribus.
6. Hubungan antara impor beras dengan harga beras IR II tingkat konsumen
adalah negatif. Artinya jika impor beras meningkat maka harga beras IR II
3.2 Kerangka Operasional Penelitian
Beras merupakan bahan pangan yang sangat penting di Indonesia, yaitu
menyumbang lebih dari 60 persen konsumsi kalori pada masyarakat
berpenghasilan rendah. Peningkatan harga beras yang cukup tinggi mempunyai
dampak besar pada standar hidup konsumen. Penurunan harga beras terjadi karena
pasokan yang berlebih pada saat musim panen. Kemungkinan lain adalah
pelepasan stok lama, baik oleh pedagang maupun pelaku lain, yang dikumpul
sejak lama. Adanya aktivitas ilegal berupa masuknya beras selundupan juga ikut
menekan harga beras domestik. Menurunnya harga beras domestik diduga karena
masuknya beras impor di pasar domestik. Fluktuasi harga beras IR II yang begitu
cepat dan tidak adanya kepastian menuntut perlunya dilakukan peramalan harga.
Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengindentifikasi pola data mingguan harga beras IR II dalam plot harga terhadap
waktu. Dengan melakukan plot harga tersebut akan dapat diduga pola data
sementara, apakah pola data tersebut memiliki pola stasioner, trend, musiman maupun siklik.
Berdasarkan plot data tersebut, kemudian dilakukan penerapan metode
peramalan kuantitatif yaitu metode time series. Teknik time series yang digunakan, yaitu teknik rata-rata sederhana (simple average), teknik rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), teknik trend, teknik pelicinan eksponensial tunggal (single exsponential smoothing), teknik brown, teknik winter, teknik dekomposisi, dan teknik ARIMA atau SARIMA. Untuk
peramalan berdasarkan nilai MSE terkecil. Semakin kecil nilainya maka akan
semakin baik, karena mendekati nilai aktualnya.
Tahap selanjutnya yaitu evaluasi model peramalan harga beras terbaik.
Selain teknik time series dalam penelitian ini juga digunakan teknik kausal yakni analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda ini digunakan untuk
menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap harga beras IR
II ditingkat konsumen di masing-masing kota besar
Tahap akhir dari penelitian ini adalah mengimplikasikan hasil. Peramalan
akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui harga beras dimasa
yang akan datang sehingga memberikan informasi yang berguna dalam menyusun
perencanaan dan pengambilan keputusan. Kebijakan dapat mengacu pada
variabel-variabel independen pada model regresi berganda yang berpengaruh
.
...
.
Kebutuhan Terhadap Metode Peramalan Terbaik dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Harga Beras
Evaluasi Model Peramalan
Teknik rata-rata sederhana (simple average)
Teknik rata-rata bergerak
sederhana (simple moving
average)
Teknik pelicinan eksponensisl
tunggal (single exsponential
smoothing)
Teknik Brown,
Teknik Winter
Teknik dekomposisi
Teknik ARIMA-SARIMA.
Fluktuasi harga beras IR II yang begitu cepat dan tidak ada kepastian dimasa datang.
4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian berupa
data perkembangan harga beras mingguan di lima kota besar, data bulanan harga
tingkat produsen dan jumlah pasokan. Data sekunder lainnya diperoleh dari Badan
Urusan Logistik (Bulog) berupa data bulanan impor, cadangan beras dalam
negeri, harga beras IR II tingkat grosir Data mingguan yang dianalisis dari bulan
Oktober 2004-Juli 2006 dengan jumlah data sebanyak 100 observasi, sedangkan
untuk data bulanan yang dianalisis dari Januari 2001-Mei 2006 dengan jumlah
data sebanyak 65 observasi.
4.2 Pengolahan dan Teknik Analisis Data
Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh menggunakan
software Minitab versi 14 Release. Pertimbangan penggunaan program tersebut
karena lebih mudah dalam pengoperasiannya dan output komputer yang disajikan
lebih lengkap. Pengolahan data dilakukan selama tiga bulan yaitu dari bulan
Januari sampai Maret 2007.
4.2.1 Identifikasi pola data harga beras IR II
Tahap pertama dari pengolahan data adalah menyajikan serial data harga
beras mingguan dalam plot harga terhadap waktu. Dengan melakukan plot harga
tersebut akan dapat diduga pola data sementara, sehingga nantinya akan diketahui
data adalah sebagai pertimbangan awal yang membantu dalam pemilihan metode
peramalan kuantitatif dan mengamati kecenderungan fluktuasi pola harga beras
IR II dari bulan Oktober 2004 - Juli 2006.
4.2.2 Metode Peramalan Series
Metode peramalan time series yang akan digunakan terdiri dari teknik
rata-rata sederhana (simple average), teknik rata-rata bergerak sederhana (simple
moving average), teknik trend, teknik pelicinan eksponensial tunggal (single
exsponential smoothing), teknik Brown, teknik Winter, teknik dekomposisi dan
teknik ARIMA atau SARIMA. Teknik peramalan time series yang memiliki nilai
MSE terkecil akan direkomendasikan sebagai metode peramalan terbaik.
a. Teknik Rata-Rata Sederhana
Teknik rata-rata sederhana menggunakan pendekatan dimana ramalan
merupakan perhitungan kumulatif nilai rataan dari seluruh data masa lalu yang
dimiliki. Persamaannya adalah :
t
t = Jumlah periode data histories
b. Teknik Rata-Rata Bergerak Sederhana
Langkah kerja dalam mengaplikasikan teknik rata-rata bergerak
1. Menentukan ordo dan bobot rata-rata bergerak. Ordo dari rata-rata
bergerak jumlah data masa lalu yang dimasukkan ke dalam rataan yang
disimbolkan dengan (n).
2. Menetapkan persamaan teknik peramalan.
t
Teknik trend yang akan digunakan adalah teknik trend linier, trend
kuadratik, pertumbuhan eksponensial. Persamaan ramalan dengan teknik trend
adalah sebagai berikut :
)
d. Teknik Pelicinan Eksponensial Tunggal
Persamaan dalam teknik pelicinan eksponensial tunggal dapat dihitung
= Nilai ramalan pada periode ke-t t
e. Teknik Pelicinan Eksponensial Ganda (Brown)
Teknik pelicinan eksponensial dari Brown menetapkan bahwa ramalan
merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponen. Cara
pelicinannya ialah dengan pengambilan perbedaan antara nilai-nilai tunggal
yang dilicinkan, agar diselaraskan dengan bentuk trend. Persamaan-persamaan
dalam teknik ini adalah :
Dimana :
Teknik ini menghasilkan ramalan yang lebih cocok dan tepat untuk
pola data historis yang memiliki pola trend linear dan pola musiman.
Persamaan-persamaan dalam teknik ini adalah :
St = α (Xt /It-L) + (1 – α) (S’t-1 + Tt-1)
Tt = β (St - St-1) + (1 – β) Tt - 1
It = (X / St) +(1 – ) It-L
= (St + Tt-L+ m)
Dimana :
= Ramalan untuk m periode ke depan m
t
Y +
L = Banyaknya periode dalam satuan waktu (tahun)
St = Pelicinan terhadap desseasonalized data pada periode t
Tt = Pelicinan terhadap dugaan trend pada periode t
It = Pelicinan terhadap dugaan musim pada periode t
m t
Y +
∧
It-L = Pelicinan terhadap dugaan musim pada periode t telah dikurangi oleh
banyaknya periode dalam satuan waktu
α = Koefisien pelicinan untuk St (0 < α < 1)
β = Koefisien pelicinan untuk trend (0 < β < 1)
= Koefisien pelicinan untuk musiman (0 < < 1)
g. Teknik Dekomposisi
Teknik dekomposisi berupaya memisahkan berbagai komponen yang
mempengaruhi pola perilaku deret data. Pemisahan (dekomposisi) ini
bertujuan untuk membantu pemahaman atas deret data sehingga dapat dicapai
keakuratan peramalan yang lebih baik. Komponen yang mempengaruhi deret
data dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu : trend, musiman,
siklus, dan faktor acak. Apabila dalam data harga beras IR II terdapat
komponen-komponen tersebut dalam suatu deret data, maka penggunaan deret
dekomposisi akan memberikan hasil peramalan yang cukup akurat. Secara
umum persamaannya adalah :
Yt = fungsi (St, Tt, Ct) dan Rt
Bila variasi musim data historis menurun atau meningkat, fungsi data
historis dapat berbentuk multiplikatif sebagai berikut :
Yt = St . Tt . Ct. Rt
Sedangkan jika data historis konstan, fungsinya dapat berupa aditif,
Yt = St + Tt + Ct + Rt
Dimana :
Yt = Nilai aktual pada periode t
St = Komponen musiman pada waktu t
Tt = Komponen trend pada waktu t
Ct = Komponen siklus pada waktu t
Rt = Komponen acak pada waktu t
h. Teknik Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA)
Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), dalam ARIMA terbagi atas
mode MA (moving average), AR (auto regressive), ARMA (auto regressive
moving average), dan ARIMA (auto regressive integrated moving average).
Persamaan model-model tersebut adalah :
1. Model AR
Yt = bo + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + … + bp Yt-p + et
Dimana :
Yt = Nilai series yang stasioner
Yt-1..Yt-p = Nilai sebelumnya
bt-1..bt-p = Konstanta dan koefisien model
et = Kesalahan peramalan
p = Merupakan bilangan asli tak terhingga (1,2,3, …dst)
2. Model MA
Dimana :
Yt = Nilai series yang stasioner
et = Kesalahan peramalan
et-1.... et-q = Kesalahan masa lalu
a0, a1…aq = Konstanta dan koefisien model
q = Merupakan bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3, …dst)
3. Model ARMA
Yt = b0 + b1 Yt-1 … + bp Yt-p + et - a1 et-1 - … - aq et-q
Dimana :
Yt = Nilai series yang stasioner
Yt-1 … Yt-p = Nilai sebelumnya
et-1 … et-q = Kesalahan masa lalu
b0, b1, bp, a1, aq = Konstanta dan koefisien model
et = Kesalahan peramalan
bt-1 … bt-p = Konstanta dan koefisien model
p dan q = Merupakan bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3, …dst)
4. Model ARIMA
Deret data tersebut dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses
defferencing. Jumlah berapa kali dilakukan proses differencing (d)
menunjukkan tingkat diferensiasi model. Proses diferensiasi ini dapat
differensiasi tingkat satu Yt = Yt - Yt-1, ternyata diperoleh nilai Zt stasioner.
Dalam model ini dapat digunakan suatu simbol alternatif yang dinamakan
backward shif operator (B). Operator B yang diletakkan pada suatu variabel
berarti menggeser nilai variabel tersebut satu periode ke belakang (Mulyono,
2000).
Yt-1 = BYt ……… persamaan (1)
Yt-2 = BYt-1
= BBYt
= B2Yt ………... persamaan (2)
Dengan demikian proses differensiasi dapat ditulis sebagai berikut :
Zt = Yt - Yt-1
= Yt - BYt
= (1 – B) Yt ………... persamaan (3)
(1 – B) dapat disebut sebagai first order difference
Wt = Zt - Zt-1
Zt = (Yt - Yt-1) - (Yt-1 - Yt-2)
Zt = Yt - 2Yt-1 + Yt-2
Memasukkan persamaan (1) dan (2), maka diperoleh :
= (1 – 2B + B2) Yt
= (1 – B2) Yt ………. persamaan (4)
Dimana :
Yt = Nilai series yang tidak stasioner
Yt-1 dan Yt-2 = Nilai series yang tidak stasioner pada periode sebelumnya
Zt = Nilai differensiasi tingkat satu
Wt = Nilai differensiasi tingkat dua
et = Simbol alternatif untuk perkalian (backward shift operator)
Menggunakan operator B, secara umum model ARIMA (p, d, q) dapat
ditulis sebagai berikut :
ARIMA (p, d, q) = b(B) (1 – B)dYt
= b0 + a(B) et
Dimana :
p = Menunjukkan ordo/derajat autoregressive (AR)
d = Menunjukkan ordo/derajat differencing (pembeda)
q = Menunjukkan ordo/derajat moving average (MA)
b(B) = 1 – b1B – b2B2 - … - bpBp
a(B) = 1 – a1B – a2B2 - … - aqBq
Simbol-simbol yang digunakan dalam model dapat juga dinyatakan
dalam bentuk lain seperti MA (2) sama artinya dengan ARIMA (0,0,2), AR
(1) sama artinya dengan ARIMA (1,0,0) dan ARMA (1,2) sama artinya
dengan ARIMA (1,0,2). Model AR menggambarkan bahwa variabel terikat itu
adalah pada jenis variabel tidak terikat. Variabel tidak terikat pada model AR
adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel terikat (Yt) itu sendiri sedangkan
pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya (sugiarto dan
Harijadi, 2000).
Untuk pola data yang unsur musiman, secara khusus dapat digunakan
model seasonal ARIMA. Apabila data harga beras IR II yang diperoleh
mempunyai unsur musiman, maka model seasonal ARIMA dapat digunakan.
Unsur musiman dapat dihilangkan dengan seasonal differencing. Jika datanya
merupakan data bulanan maka bentuk seasonal differencing adalah :
Zt = Yt - Yt-12
= (1 – B12) Yt
Dengan demikian, secara umum notasi model ARIMA yang diperluas
dengan memperlihatkan unsur musiman adalah sebagai berikut :
SARIMA (p,d,q)(P,D,Q)L
Dimana :
(p,d,q) = Merupakan bagian non seasonal
(P,D,Q) = Merupakan bagian seasonal
L = Banyaknya periode dalam setahun
p = Menunjukkan orde AR
q = Menunjukkan ordo MA
d = Tingkat perbedaan(differencing) untuk memperoleh data
Pola fluktuasi harga beras diidentifikasi dengan analisa visual terhadap
grafik (plot data) harga beras IR II dari waktu ke waktu. Untuk melihat ada
unsur trend atau musiman dalam deret data harga beras IR II secara formal
dilakukan dengan mempelajari plot auto korelasi (ACF) dan plot auto korelasi
parsial (PACF) dari data tersebut.
Plot auto korelasi dilakukan untuk menunjukkan keeratan hubungan
antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda. Identifikasi
pola data melalui koefisien korelasi berdasarkan :
a. Apabila nilai auto korelasi pada time lag dua periode atau tiga periode
tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data stasioner.
b. Apabila nilai auto korelasi pada beberapa time lag pertama secara
berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang
menunjukkan pola trend.
c. Apabila nilai koefisien auto korelasi pada beberapa time lag yang
mempunyai jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data
tersebut adalah data dengan komponen musiman. Koefisien auto korelasi
perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistik nilainya berbeda
secara signifikan dari nol atau tidak (Sugiarto dan Harijadi, 2000).
Peramalan dengan menggunakan tiga tahapan yeng terpisah. Tahap–
tahap tersebut adalah tahap identifikasi model, tahap pengestimasian dan
pengujian model, serta tahap penerapan model peramalan.
Tahap 1. Identifikasi Model
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pertama ini adalah
a. Menentukan serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data
yang stasioner dapat diketahui dengan melihat nilai-nilai koefisien auto
korelasinya. Apabila nilainya turun dengan cepat atau mendekati nol
sesudah auto korelasi kedua atau ketiga, maka data tersebut bersifat
stasioner. Untuk menghitung nilai auto korelasi digunakan rumus di bawah
ini :
n-k
∑ (Yt – Y) (Yt+k – Y) i = 1
Ik =
n -
∑ (Yt – Y)2 i = 1
Dimana :
Ik = Koefisien auto korelasi pada waktu lampau k
Yt = Nilai pengamatan pada periode t
Yt+k = Nilai pengamatan pada periode t+k
Y = Rataan nilai dari data deret waktu
Apabila data tidak bersifat stasioner yang ditunjukkan oleh nilai-nilai auto
korelasi yang tidak turun ke nol dan bersifat positif, maka dilakukan
pembedaan (differencing) data asli hingga data bersifat stasioner.
Pembedaan dilakukan dengan jalan mengurangkan data periode t dengan
data periode sebelumnya (t-1). Dasar penyusunan asumsi ini karena
b. Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai auto korelasi dan auto korelasi
parsial dibandingkan dengan distribusi untuk berbagai model ARIMA
yang sesuai. Auto korelasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
asosiasi atau ketergantungan bersama (mutual dependence) antara
nilai-nilai suatu deret berkala yang sama pada periode waktu yang berlainan.
Auto korelasi sama dengan korelasi, tetapi pada auto korelasi berhubungan
dengan deret untuk time lag yang berbeda. Pada umumnya jika auto
korelasi secara ekponensial melemah menjadi nol berarti proses AR, dan
jika auto korelasi parsial yang melemah secara eksponensial berarti terjadi
proses MA. Sedangkan jika keduanya melemah, berarti terjadi proses
ARMA. Untuk mengidentifikasi derajat proses atau ordo (nilai p dan q)
dapat dilihat dengan menghitung jumlah koefisien auto korelasi (untuk
MA) dan auto korelasi parsial (untuk AR) yang secara signifikan berbeda
dari nol.
Tahap 2. Estimasi dan Pengujian Model
Tahap kedua adalah penafsiran dan pengujian model. Ada dua cara
untuk mendapatkan parameter model ARIMA, yaitu :
a. Secara trial and error (mencoba-coba), yaitu menguji beberapa nilai yang
berbeda dan memilih nilai-nilai tersebut yang meminimumkan jumlah
kuadrat nilai sisa.
b. Perbaikkan secara iteratif, yaitu memilih taksiran awal dan kemudian
memperguanakan komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut
Kemudian tahap ini dilanjutkan dengan menguji kelayakan model
beserta parameter yang telah dipilih. Pengujian dapat dilakukan dengan
menghitung koefisien auto korelasi dari nilai kesalahan. Model layak jika
koefisien auto korelasi nilai kesalahan bersifat random dan secara signifikan
tidak berbeda dari nol. Apabila pada nilai sisa masih terdapat pola-pola
tertentu, maka diperlukan permodelan kembali pada tahap 1 sampai diperoleh
nilai sisa yang random.
Uji signifikasi koefisien auto korelasi dan auto korelasi parsial dilakukan
dengan persamaan berikut:
-Zα/2 (1 / √ n) < rk < Zα/2 (1 / √ n )
Dimana :
Z =Luas daerah di bawah kurva normal, untuk taraf nyata (α = 5%) derajat Z2,5% = 1.96
rk = Koefisien auto korelasi dan auto korelasi parsial pada selang waktu k
n = Jumlah observasi
α = Derajat bebas
Selain itu untuk memperkuat bahwa model yang ditentukan telah tepat,
dapat dilihat dari kesalahan acak murni yang bebas sesamanya. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan uji statistik Khi-kuadrat ( ), yakni dengan
menggunakan uji Box-Pierce. Rumus yang digunakan adalah :
2 χ
m
Dimana :
n = Banyaknya data time series
m = Jumlah selang maksimum yang diuji
rk = Koefisien auto korelasi sampel dari residual ke-k
Menurut Makridakis et al (1999), model dapat diterima apabila nilai X2
lebih kecil dari nilai X2 tabel pada peluang 95 persen (α = 5%) dengan derajat bebas (df) m-p-q. Apabila nilainya lebih besar maka harus diulang kembali
mulai dari tahap 1. Jika menggunakan program minitab maka nilai X2 sudah
dihitung, jadi hanya membandingkan dengan nilai X2 tabel.
Tahap 3. Peramalan dengan Model
a. Setelah model yang sesuai diperoleh, kita dapat membuat peramalan untuk
satu atau beberapa periode yang akan datang. Dalam estimasi ini interval
keyakinan dapat ditentukan. Pada umumnya semakin jauh peramalan,
maka interval keyakinannya semakin besar. Peramalan dan interval
dihitung dengan metode Box-Jenkins.
b. Dengan semakin banyak data yang tersedia, model yang sama dapat
digunakan untuk mengubah peramalan dengan cara memilih waktu awal
yang lain.
c. Jika suatu deret waktu kelihatannya berubah sepanjang waktu, maka
parameter model tersebut mungkin membutuhkan perhitungan ulang atau
Jika didapatkan perbedaan besar pada kesalahan peramalan (error),
maka parameter-parameter tersebut membutuhkan penghitungan ulang,
sehingga harus mengulang lagi tahap 1 dan 2, hal ini menunjukkan bahwa
keseluruhan model harus diperbaiki.
Sebelum melakukan peramalan dengan penyamaan akhir, perlu untuk
melaksanakan berbagai tes diagnostik dalam mencocokkan kebaikkan dari
model. Jika model tidak sesuai, tes juga dapat dilakukan dengan mencari cara
untuk mendapatkan model yang lebih baik. Untuk mendapatkan suatu model
yang baik, dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut :
1. Proses iterative harus memusat, ini berarti proses dapat berhenti ketika
tidak ada perkiraan-perkiraan dalam parameter (dengan perubahan relatif
kurang dari 0,001).
2. Kondisi-kondisi data observasi stasioner harus terpenuhi.
3. Residual (kesalahan dalam peramalan) harus acak dan dibagikan secara
normal.
4. Semua perkiraan parameter harus dengan mantap berbeda dari nol (dengan
t- rasio perbandingan yang signifikan).
5. Model harus ringkas dengan bentuk yang paling sederhana
6. Model mempunyai nilai MSE yang terkecil.
4.3 Pemilihan Model Peramalan Kuantitatif Terakurat
Pemilihan model peramalan kuantitatif terakurat dilakukan dengan cara
salah satu teknik yang terbaik dalam meramalkan harga beras IR II . Rumus nilai
kesalahan peramalan pada periode ke-t adalah :
et = Xt - Ft
Dimana :
et = Nilai kesalahan peramalan (error) pada periode ke-t
Xt = Nilai aktual pada periode ke-t
Ft = Nilai ramalan periode ke-t
Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil mengandung
pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan
tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (forecasting power semakin
kuat). Nilai MSE dirumuskan :
n
MSE = [ ∑ et2 ] / n
i=1
4.4 Teknik Kausal
Teknik kausal yang digunakan adalah regresi berganda. Model regresi
berganda ini terdiri dari variabel dependen (Y) yaitu harga beras dan variabel
independen (X) yaitu harga gabah kering giling, harga beras IR II tingkat grosir,
jumlah pasokan, cadangan beras bulog, impor beras , lag harga. Persamaan regresi
ditingkat konsumen ke- i
β3 = Pengaruh jumlah pasokan beras di Pasar Induk Cipinang terhadap harga
beras IR II ditingkat konsumen ke- i
β4 = Pengaruh cadangan beras bulog terhadap harga beras IR II ditingkat
konsumen ke- i
β5 = Pengaruh jumlah impor beras terhadap harga beras IR II ditingkat
konsumen ke- i
Galat baku taksiran adalah standar deviasi dari residual. Hal ini mengukur
penyebaran nilai Y dari fungsi regresi disesuaikan.
MSE
SSE = Jumlah kuadrat residual
MSE = Mean kuadrat residual
Pada model regresi berganda, hipotesisnya adalah
H0 : β1 =β2 = β3 =….=βk = 0
H1 : paling tidak salah satu βj ≠ 0
Signifikan regresi di uji melalui rasio F : F = MSR /MSE dengan df = k, n
– k – 1. Daerah penolakan pada level signifikan α, adalah Jika F > Fα maka semua
prediktor secara bersama-sama signifikan terhadap variabel dependen, dimana Fα
adalah titik persentase diatas α dari distribusi F dengan derajat bebas.
. Uji t dilakukan dengan membanding t-hitung dari suatu
prediktor dengan t-tabel (tα ,n - k ). Jika t-hitung > t-tabel maka prediktor tersebut
signifikan. Asumsi OLS pada metode analisis regresi berganda adalah sebagai
berikut :
a. Model linear (dalam parameter), tidak terdapat autokorelasi. 1
, 2 −