• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium L1 dan Pleurotus Eb9 Untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium L1 dan Pleurotus Eb9 Untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT JAMUR PELAPUK PUTIH

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

UNTUK BIOBLEACHING PULP KARDUS BEKAS

AGUS SUPRIYANTO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MANFAAT JAMUR PELAPUK PUTIH

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

UNTUK BIOBLEACHING PULP KARDUS BEKAS

AGUS SUPRIYANTO

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

RINGKASAN

AGUS SUPRIYANTO. Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas. Di bawah Bimbingan Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Isroi, S.Si M.Si

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 merupakan jamur pelapuk putih yang berasal dari Kelas Basidiomycetes. Salah satu jenis jamur pelapuk kayu yang cukup potensial untuk dimanfaatkan dalam industri kertas adalah kelompok Pleurotus. Jenis jamur Pleurotus memiliki kemampuan untuk mendegradasi bahan-bahan berlignoselulosa secara efesien. Pada saat ini kegiatan industri pulp dan kertas dalam proses pemutihan (bleaching) menggunakan klorin dan dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan. Sehingga untuk mengurangi penggunaan klorin dalam proses pemutihan pada industri pulp dan kertas digunakan jamur yang dikenal dengan istilah biobleaching.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 sebagai agen biobleaching pulp kardus bekas terhadap bilangan kappa dan kadar lignin serta sifat fisik kertas kardus bekas. Penelitian ini dilakukan dengan perbanyakan inokulum P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 pada media agar (PDA) dan media cair (MEL) pada botol polypropylene yang diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25°C. Sebanyak 25 gram pulp (kering oven) dimasukkan ke botol polypropylene dan disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit (121°C,1 atm). Selanjutnya pulp dalam botol tersebut diinokulasi dengan kedua jamur tersebut sebanyak ±50 ml dan diaduk rata. Sebagai kontrol adalah pulp yang tidak diberi jamur. Kemudian diinkubasi selama 5, 10 dan 15 hari. Setelah masa inkubasi dihitung tingkat degradasi dan laju dekomposisi dan pH dengan mengambil 2 gram pulp yang ditambahkan 25 ml air suling serta diaduk selama ±2 menit pada magnetic styrer. Cairan filtrat diukur dengan pH-meter pada suhu 25°C. Pengujian aktivitas enzim menggunakan 1 gram ditambahkan 4 ml buffer fosfat pH 7 yang dihaluskan dalam bak berisi air dingin, kemudian disaring diambil cairan filtrat dimasukkan kedalam eppendorf 1,5 ml dan disentrifuge selama 10 menit (4°C, 10.000 rpm). Supernatan diambil untuk pengujian aktivitas enzim LiP yang diukur berdasarkan reaksi dengan veratril alkohol pada panjang gelombang 310 nm dan aktivitas enzim MnP yang diukur berdasarkan reaksi dengan guaiakol pada panjang gelombang 456 nm. Pulp dilakukan pengujian bilangan kappa dengan metode TAPPI no. T236 cm-85 dan sifat fisik yang meliputi Tensile Strength (TAPPI no. T404 os-74), Tearing Strength (TAPPI no. T414 ts-65), Ring Crush (TAPPI no. 818 os-76) dan

Brusting Strength (TAPPI Standard).

(5)

laju dekomposisi 0,0119 gram/hari pada masa inkubasi selama 15 hari. P. chrysosporium L1 mempunyai aktivitas enzim LiP tertinggi pada masa inkubasi hari 10 hari (0,311 U/ml) dan aktivitas enzim MnP tertinggi pada masa inkubasi selama 5 hari(0,734 U/ml). Pleurotus EB9 tidak terdeteksi mempunyai aktivitas enzim LiP. Pleurotus EB9 mempunyai aktivitas enzim MnP tertinggi pada masa inkubasi selama 5 hari (0,409 U/ml). Bilangan kappa pulp kardus bekas untuk kontrol yaitu 41,38. Perlakuan dengan isolat P. chrysosporium menurunkan bilangan kappa menjadi 41,24 pada masa inkubasi selama 5 hari. Isolat Pleurotus

EB9 menurunkan bilangan kappa menjadi 39,19 pada masa inkubasi selama 10 hari. Perlakuan pulp kardus bekas dengan menggunakan isolat P. chrysosporium

L1 dan Pleurotus EB9 dapat menurunkan sifat fisik kertas kardus bekas. Kekuatan lembaran pulp yang terbaik dihasilkan dari perlakuan jamur P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 pada masa inkubasi selama 5 hari. P. chrysosporium L1 menghasilkan kekuatan lembaran pulp berupa : 1). Breaking Length sebesar 4,74 Km; 2). Tearing Factor sebesar 102,01 Nm2/kg; 3). Brusting Factor sebesar 3,61 kPa m2/g dan 4). Ring Crush sebesar 12,61 Kgf. Pleurotus

EB9 menghasilkan kekuatan lembaran pulp berupa : 1). Breaking Length sebesar 4,56 Km; 2). Tearing Factor sebesar 102,25 Nm2/kg; 3). Brusting Factor sebesar 3,52 kPa m2/g dan 4). Ring Crush sebesar 11,77 Kgf.

Berdasarkan parameter-parameter di atas diketahui bahwa isolat P. chrysosporium L1 memiliki potensi sebagai agen biobleaching pulp kardus bekas dengan masa inkubasi 5 hari. Demikian juga, isolate Pleurotus EB9 memiliki potensi sebagai agen biobleaching pulp kardus bekas dengan masa inkubasi 5 hari.

(6)

SUMMARY

AGUS SUPRIYANTO. Biobleaching of Used Cardboard Pulp by White Rot Fungi Phanerochaete chrysosporium L1 and Pleurotus EB9.

Under the guidance of Dr.Ir.Elis Nina Herliyana, M.Si and Isroi, S.SI M.Si

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 are types of white rot fungi that originate from Basidiomycetes class. Both of them are potential wood putrefying fungis that can be used fir pulp industry. Pleurotus has an ability to degradise lignoselulose materials efficiently. Today, the pulp and paper industry uses chlorin for bleaching which is environmentally harmful. To decrease the usage of chlorin in bleaching process in pulp and paper industry, fungis are used which generally termed as biobleaching.

The purpose of this research is to find out the potenstials of P. chrysosporium L1 and Pleurotus EB9 as biobleaching agents of used cardboard pulp to kappa numbers, lignin degrees, and to determine cardboard pulp’s physical characteristics. This research was conducted by increasing the number of inocolums of P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 in gelatin (PDA) and liquid media (MEL) in polypropylene bottle that has been incubated for 7 days (25ºC). 25 grams of pulp (Oven dry) were inserted to a polypropylene bottle and sterilized in autoclave for 15 minutes (121ºC, 1 atm). Next, the pulp was inoculated with both types of fungis about 50 ml, and it was stirred evenly. Then, it was incubated for 5, 10, and 15 days. After the incubation period, the degradation level, decomposition rate, and pH were counted by subtracting 2 grams of pulp which were added with 25 ml of distilled water, and stirred for about 2 minutes with

magnetic styrer. The filtrate liquid was measured with pH-meter (25 C). Enzymes activity testing was checked by using 1 gr of pulp added with 4 ml of pH 7 buffer phosphate which were evenly grinded into cold water basin. Then it was filtered. The filtration solution was put into eppendorf 1,5 ml and centrifuged for 10 minutes (4 C, 10.000 rpm). Supernatant was taken for LiP enzyme axtivity testing which was measured based on alcohol veratril reaction with amplitude 310 nm. And, MnP enzyme was measured based on guaiacol reaction with amplitude 456 nm. Kappa numeral and pulp were tested with TAPPI no. T236 cm-85 method, and physical characteristics were included Tensile Strength (TAPPI no. T404 os-74), Tearing Strength (TAPPI no. T414 ts-65), Ring Crush (TAPPI no. 818 os-76, and Brusting Strength (TAPPI Standard).

(7)

was 41,38. The treatment with P. chrysosporium isolate decreased the kappa numeral of 41,24 on the fifth day of incubation. Pleurotus EB9 isolate decreased the kappa numeral of 39,19 on the tenth day. The treatments on used cardboards by using P. chrysosporium L1 and Pleurotus EB9 isolates can decrease the physical characteristics of used cardboard paper. Strength paper of pulp is the best in yield by P. chrysosporium L1 treatment fungi and Pleurotus EB9 treatment fungi on the fifth day of incubation. P. chrysosporium L1 is yielding strength paper of pulp in the form of 1). Breaking Length equal to 4,74 Km; 2). Tearing Factor equal to 102,01 Nm2/kg; 3). Brusting Factor equal to 3,61 kPa m2/g and 4). Ring Crush equal to 12,61 Kgf. Pleurotus EB9 is yielding strength paper of pulp in the form of 1). Breaking Length equal to 4,56 Km; 2). Tearing Factor

equal to 102,25 Nm2/kg; 3). Brusting Factor equal to 3,52 kPa m2/g and 4). Ring Crush equal to 11,77 Kgf.

Based on the parameters above, P. chrysosporium L1 isolate shows the potential to be a used cardboard pulp biobleachong agent with incubation period of five days. And so do, treatments with Pleurotus EB9 isolate also shows the same results with incubation period of five days.

(8)

PERNYATAAN

Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 untuk

Biobleaching Pulp Kardus Bekas adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas. Karya Ilmiah ini merupakan syarat untuk dapat gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Bapak Isroi, S.Si M.Si selaku

pembimbing atas segala perhatian, bantuan, bimbingan dan arahannya. 2. Bapak Ir. Trisna Priadi, M.Eng. So sebagai dosen penguji dari Departemen

Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Evrizal A.M Zuhud, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 3. Ibu Tutin Suryatin, BScF. selaku laboran di Laboratorium Penyakit Hutan

atas segala perhatian dan dukungannya selama melaksanakan penelitian. 4. Keluarga tercinta di rumah yaitu Ayahku, Ibuku dan Adik atas segala doa,

perhatian, dukungan dan kasih sayangnya.

5. Industri Pulp dan Kertas PT. Bekasi Teguh atas kerjasamanya. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan atas kerjasamanya. 7. Teman-teman seluruh Fakultas Kehutanan angkatan 41.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia kehutanan dan pihak-pihak yang menggunakannya.

Bogor, Mei 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukemi Miyanto dan Ibu Saniah.

Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 05 Pagi Jakarta Timur dan lulus pada tanggal 1998, SLTP Negeri 52 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 54 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan diterima pada Jurusan Manajemen Hutan Program Studi Budidaya Hutan.

Selama menempuh studi di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni anggota DKM Ibaadurahman periode 2005-2006, Sekretaris Majelis Ta’lim Al Asyjar periode 2005-2006, anggota FMSC periode 2005-2006, Ketua Departemen Patologi Hutan Tree Grower Community periode 2006-2007.

Penulis melakukan Praktek Pengenalan Hutan di BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur. Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Kampus praktek lapang Universitas Gajah Mada Getas, Jawa Timur tahun 2007. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berjudul Sistem dan Pengembangan Pola Agroforestry Hutan Rakyat Ciamis di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Cianjur tahun 2008. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1dan

(11)

MANFAAT JAMUR PELAPUK PUTIH

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

UNTUK BIOBLEACHING PULP KARDUS BEKAS

AGUS SUPRIYANTO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

MANFAAT JAMUR PELAPUK PUTIH

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

UNTUK BIOBLEACHING PULP KARDUS BEKAS

AGUS SUPRIYANTO

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)
(14)

RINGKASAN

AGUS SUPRIYANTO. Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas. Di bawah Bimbingan Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Isroi, S.Si M.Si

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 merupakan jamur pelapuk putih yang berasal dari Kelas Basidiomycetes. Salah satu jenis jamur pelapuk kayu yang cukup potensial untuk dimanfaatkan dalam industri kertas adalah kelompok Pleurotus. Jenis jamur Pleurotus memiliki kemampuan untuk mendegradasi bahan-bahan berlignoselulosa secara efesien. Pada saat ini kegiatan industri pulp dan kertas dalam proses pemutihan (bleaching) menggunakan klorin dan dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan. Sehingga untuk mengurangi penggunaan klorin dalam proses pemutihan pada industri pulp dan kertas digunakan jamur yang dikenal dengan istilah biobleaching.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 sebagai agen biobleaching pulp kardus bekas terhadap bilangan kappa dan kadar lignin serta sifat fisik kertas kardus bekas. Penelitian ini dilakukan dengan perbanyakan inokulum P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 pada media agar (PDA) dan media cair (MEL) pada botol polypropylene yang diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25°C. Sebanyak 25 gram pulp (kering oven) dimasukkan ke botol polypropylene dan disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit (121°C,1 atm). Selanjutnya pulp dalam botol tersebut diinokulasi dengan kedua jamur tersebut sebanyak ±50 ml dan diaduk rata. Sebagai kontrol adalah pulp yang tidak diberi jamur. Kemudian diinkubasi selama 5, 10 dan 15 hari. Setelah masa inkubasi dihitung tingkat degradasi dan laju dekomposisi dan pH dengan mengambil 2 gram pulp yang ditambahkan 25 ml air suling serta diaduk selama ±2 menit pada magnetic styrer. Cairan filtrat diukur dengan pH-meter pada suhu 25°C. Pengujian aktivitas enzim menggunakan 1 gram ditambahkan 4 ml buffer fosfat pH 7 yang dihaluskan dalam bak berisi air dingin, kemudian disaring diambil cairan filtrat dimasukkan kedalam eppendorf 1,5 ml dan disentrifuge selama 10 menit (4°C, 10.000 rpm). Supernatan diambil untuk pengujian aktivitas enzim LiP yang diukur berdasarkan reaksi dengan veratril alkohol pada panjang gelombang 310 nm dan aktivitas enzim MnP yang diukur berdasarkan reaksi dengan guaiakol pada panjang gelombang 456 nm. Pulp dilakukan pengujian bilangan kappa dengan metode TAPPI no. T236 cm-85 dan sifat fisik yang meliputi Tensile Strength (TAPPI no. T404 os-74), Tearing Strength (TAPPI no. T414 ts-65), Ring Crush (TAPPI no. 818 os-76) dan

Brusting Strength (TAPPI Standard).

(15)

laju dekomposisi 0,0119 gram/hari pada masa inkubasi selama 15 hari. P. chrysosporium L1 mempunyai aktivitas enzim LiP tertinggi pada masa inkubasi hari 10 hari (0,311 U/ml) dan aktivitas enzim MnP tertinggi pada masa inkubasi selama 5 hari(0,734 U/ml). Pleurotus EB9 tidak terdeteksi mempunyai aktivitas enzim LiP. Pleurotus EB9 mempunyai aktivitas enzim MnP tertinggi pada masa inkubasi selama 5 hari (0,409 U/ml). Bilangan kappa pulp kardus bekas untuk kontrol yaitu 41,38. Perlakuan dengan isolat P. chrysosporium menurunkan bilangan kappa menjadi 41,24 pada masa inkubasi selama 5 hari. Isolat Pleurotus

EB9 menurunkan bilangan kappa menjadi 39,19 pada masa inkubasi selama 10 hari. Perlakuan pulp kardus bekas dengan menggunakan isolat P. chrysosporium

L1 dan Pleurotus EB9 dapat menurunkan sifat fisik kertas kardus bekas. Kekuatan lembaran pulp yang terbaik dihasilkan dari perlakuan jamur P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 pada masa inkubasi selama 5 hari. P. chrysosporium L1 menghasilkan kekuatan lembaran pulp berupa : 1). Breaking Length sebesar 4,74 Km; 2). Tearing Factor sebesar 102,01 Nm2/kg; 3). Brusting Factor sebesar 3,61 kPa m2/g dan 4). Ring Crush sebesar 12,61 Kgf. Pleurotus

EB9 menghasilkan kekuatan lembaran pulp berupa : 1). Breaking Length sebesar 4,56 Km; 2). Tearing Factor sebesar 102,25 Nm2/kg; 3). Brusting Factor sebesar 3,52 kPa m2/g dan 4). Ring Crush sebesar 11,77 Kgf.

Berdasarkan parameter-parameter di atas diketahui bahwa isolat P. chrysosporium L1 memiliki potensi sebagai agen biobleaching pulp kardus bekas dengan masa inkubasi 5 hari. Demikian juga, isolate Pleurotus EB9 memiliki potensi sebagai agen biobleaching pulp kardus bekas dengan masa inkubasi 5 hari.

(16)

SUMMARY

AGUS SUPRIYANTO. Biobleaching of Used Cardboard Pulp by White Rot Fungi Phanerochaete chrysosporium L1 and Pleurotus EB9.

Under the guidance of Dr.Ir.Elis Nina Herliyana, M.Si and Isroi, S.SI M.Si

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 are types of white rot fungi that originate from Basidiomycetes class. Both of them are potential wood putrefying fungis that can be used fir pulp industry. Pleurotus has an ability to degradise lignoselulose materials efficiently. Today, the pulp and paper industry uses chlorin for bleaching which is environmentally harmful. To decrease the usage of chlorin in bleaching process in pulp and paper industry, fungis are used which generally termed as biobleaching.

The purpose of this research is to find out the potenstials of P. chrysosporium L1 and Pleurotus EB9 as biobleaching agents of used cardboard pulp to kappa numbers, lignin degrees, and to determine cardboard pulp’s physical characteristics. This research was conducted by increasing the number of inocolums of P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 in gelatin (PDA) and liquid media (MEL) in polypropylene bottle that has been incubated for 7 days (25ºC). 25 grams of pulp (Oven dry) were inserted to a polypropylene bottle and sterilized in autoclave for 15 minutes (121ºC, 1 atm). Next, the pulp was inoculated with both types of fungis about 50 ml, and it was stirred evenly. Then, it was incubated for 5, 10, and 15 days. After the incubation period, the degradation level, decomposition rate, and pH were counted by subtracting 2 grams of pulp which were added with 25 ml of distilled water, and stirred for about 2 minutes with

magnetic styrer. The filtrate liquid was measured with pH-meter (25 C). Enzymes activity testing was checked by using 1 gr of pulp added with 4 ml of pH 7 buffer phosphate which were evenly grinded into cold water basin. Then it was filtered. The filtration solution was put into eppendorf 1,5 ml and centrifuged for 10 minutes (4 C, 10.000 rpm). Supernatant was taken for LiP enzyme axtivity testing which was measured based on alcohol veratril reaction with amplitude 310 nm. And, MnP enzyme was measured based on guaiacol reaction with amplitude 456 nm. Kappa numeral and pulp were tested with TAPPI no. T236 cm-85 method, and physical characteristics were included Tensile Strength (TAPPI no. T404 os-74), Tearing Strength (TAPPI no. T414 ts-65), Ring Crush (TAPPI no. 818 os-76, and Brusting Strength (TAPPI Standard).

(17)

was 41,38. The treatment with P. chrysosporium isolate decreased the kappa numeral of 41,24 on the fifth day of incubation. Pleurotus EB9 isolate decreased the kappa numeral of 39,19 on the tenth day. The treatments on used cardboards by using P. chrysosporium L1 and Pleurotus EB9 isolates can decrease the physical characteristics of used cardboard paper. Strength paper of pulp is the best in yield by P. chrysosporium L1 treatment fungi and Pleurotus EB9 treatment fungi on the fifth day of incubation. P. chrysosporium L1 is yielding strength paper of pulp in the form of 1). Breaking Length equal to 4,74 Km; 2). Tearing Factor equal to 102,01 Nm2/kg; 3). Brusting Factor equal to 3,61 kPa m2/g and 4). Ring Crush equal to 12,61 Kgf. Pleurotus EB9 is yielding strength paper of pulp in the form of 1). Breaking Length equal to 4,56 Km; 2). Tearing Factor

equal to 102,25 Nm2/kg; 3). Brusting Factor equal to 3,52 kPa m2/g and 4). Ring Crush equal to 11,77 Kgf.

Based on the parameters above, P. chrysosporium L1 isolate shows the potential to be a used cardboard pulp biobleachong agent with incubation period of five days. And so do, treatments with Pleurotus EB9 isolate also shows the same results with incubation period of five days.

(18)

PERNYATAAN

Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 untuk

Biobleaching Pulp Kardus Bekas adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas. Karya Ilmiah ini merupakan syarat untuk dapat gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Bapak Isroi, S.Si M.Si selaku

pembimbing atas segala perhatian, bantuan, bimbingan dan arahannya. 2. Bapak Ir. Trisna Priadi, M.Eng. So sebagai dosen penguji dari Departemen

Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Evrizal A.M Zuhud, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 3. Ibu Tutin Suryatin, BScF. selaku laboran di Laboratorium Penyakit Hutan

atas segala perhatian dan dukungannya selama melaksanakan penelitian. 4. Keluarga tercinta di rumah yaitu Ayahku, Ibuku dan Adik atas segala doa,

perhatian, dukungan dan kasih sayangnya.

5. Industri Pulp dan Kertas PT. Bekasi Teguh atas kerjasamanya. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan atas kerjasamanya. 7. Teman-teman seluruh Fakultas Kehutanan angkatan 41.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia kehutanan dan pihak-pihak yang menggunakannya.

Bogor, Mei 2009

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukemi Miyanto dan Ibu Saniah.

Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 05 Pagi Jakarta Timur dan lulus pada tanggal 1998, SLTP Negeri 52 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 54 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan diterima pada Jurusan Manajemen Hutan Program Studi Budidaya Hutan.

Selama menempuh studi di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni anggota DKM Ibaadurahman periode 2005-2006, Sekretaris Majelis Ta’lim Al Asyjar periode 2005-2006, anggota FMSC periode 2005-2006, Ketua Departemen Patologi Hutan Tree Grower Community periode 2006-2007.

Penulis melakukan Praktek Pengenalan Hutan di BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur. Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Kampus praktek lapang Universitas Gajah Mada Getas, Jawa Timur tahun 2007. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berjudul Sistem dan Pengembangan Pola Agroforestry Hutan Rakyat Ciamis di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Cianjur tahun 2008. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1dan

(21)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini berjudul Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 untuk

Biobleaching Pulp Kardus Bekas.

Atas selesainya penyusunan karya ilmiah ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

8. Ibu Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Bapak Isroi, S.Si M.Si selaku pembimbing atas segala perhatian, bantuan, bimbingan dan arahannya. 9. Bapak Ir. Trisna Priadi, M.Eng. So sebagai dosen penguji dari Departemen

Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Evrizal A.M Zuhud, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 10.Ibu Tutin Suryatin, BScF. selaku laboran di Laboratorium Penyakit Hutan

atas segala perhatian dan dukungannya selama melaksanakan penelitian. 11.Keluarga tercinta di rumah yaitu Ayahku, Ibuku dan Adik atas segala doa,

perhatian, dukungan dan kasih sayangnya.

12.Industri Pulp dan Kertas PT. Bekasi Teguh atas kerjasamanya. 13.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan atas kerjasamanya. 14.Indah Dara Puspita yang telah memberikan semangat, motivasi dan

doanya.

15.Jaenal Mutakin yang telah membantu penulis dan memberikan semangat. 16.Sahabat terbaik Mustian, Rizal, Prabu, Chandra, Ai Rosah, Indri, Kelik,

Nurrahman Laili, Yandri, Boy, Maryo, Kaka, Tri Bekti, Lienda, Eka, Kirana, Didie, Dwi dan teman-teman BDH ’41 yang belum sempat di tulis namanya yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.

17.Teman-teman seluruh Fakultas Kehutanan angkatan 41.

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Hipotesis...2 1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur Pelapuk Putih Pleurotus spp. ... 3 2.2 Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium ... 5 2.3 Bahan Baku Kertas Bekas ... 6 2.4 Penguraian Enzimatik Jamur Pelapuk Putih ... 6 2.4.1 Pengertian Enzim ... 6 2.4.2 Enzim Ligninase ... 7 2.4.3 Enzim Lakase ... 7 2.4.4 Enzim Peroksidase (MnP dan LiP) ... 8 2.4 Lignoselulotik ... 9

BAB III. METODE PENELITIAN

(23)

Halaman

3.3 2 Perlakuan Awal Pulp ... 11 3.3.3 Perhitungan Tingkat Degradasi Berdasarkan

Persentase Kehilangan Bobot ... 12 3.3.4 Pengukuran pH Media Setelah Inkubasi ... 12 3.3.5 Persiapan Pengujian Aktivitas Enzim ... 13 3.3.5.1 Pengujian Aktivitas Enzim Lignin

Peroksidase (LiP) ... 13 3.3.5.2 Pengujian Aktivitas Enzim Manganese

Peroksidase (MnP) ... 13 3.3.6 Pengujian Bilangan Kappa

(TAPPI no. T236 cm-85) ... 14 3.3.7 Pengujian Kekuatan Lembaran

Pulp Kardus Bekas ... 15 3.3.7.1 Pengujian Tensile Strength

(TAPPI no. T404 os-74)...15 3.3.7.2 Pengujian Tearing Strength

(TAPPI no. T414 ts-65 ... 16 3.3.7.3 Pengujian Ring Crush

(TAPPI no. 818 os-76) ... 17 3.3.7.4 Pengujian Brusting Strength

(TAPPI Standard) ... 18 3.4 Analisis Data ... 19

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Jamur Pleurotus EB9 dan P. chrysoporium L1 Pada Media Pulp Kardus Bekas ... 21 4.1.1 Pengamatan Visual ... 21 4.1.2 Nilai pH ... 23 4.2 Penurunan Bobot Kering Pulp ... 26 4.3 Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dan Manganese Peroksidase (MnP) ... 29 4.4 Bilangan Kappa ... 35 4.5 Kekuatan Lembaran Pulp Kardus Bekas ... 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(24)

Halaman

DAFTAR PUSTAKA... 42

(25)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Penggunaan plate bar berdasarkan tebal jalur kertas...17 2. Faktor angka kalibrasi pemakaian plate bar ...18 3. Kekuatan lembaran pulp setelah perlakuan jamur dan

(26)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Pengujian kekuatan lembaran pulp ...19 2. Pertumbuhan jamur pada pulp kardus bekas yang telah diinkubasi. a). P. chrysosporium L1 (5 hari), b). P. chrysosporium L1 (10 hari), c). P. chrysosporium L1 (15 hari), d). Pleurotus EB9 (5 hari), e). Pleurotus EB9 (10 hari), f). Pleurotus EB9 (15 hari) ...22 3. Nilai rata-rata pH P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9

setelah diinkubasi ...23 4. Persentase rata-rata penurunan bobot kering pulp

setelah inkubasi ...28 5. Aktivitas enzim P. chrysosporium L1 sampel 2 ml terhadap masa inkubasi ...30 6. Aktivitas enzim Pleurotus EB9 sampel 2 ml terhadap

masa inkubasi ...30 7. Jamur P. chrysosporium L1 dengan aktivitas (MnP dan LiP) dan persentase penurunan bobot kering ...34 8. Jamur Pleurotus EB9 dengan aktivitas (MnP dan LiP)

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ... 46 2. Bobot kering pulp perlakuan jamur P. chrysosporium L1 ... 47 3. Bobot kering pulp perlakuan jamur Pleurotus EB9 ... 47 4. Lama penyimpanan sampai pengujian aktivitas enzim ... 47 5. Nilai pH perlakuan jamur P. chrysosporium L1 ... 48 6. Nilai pH perlakuan jamur Pleurotus EB9. ... 48 7. Aktivitas enzim LiP dan MnP sampel 2 ml isolat

jamur P. chrysosporium L1 ... 49 8. Aktivitas enzim LiP dan MnP sampel 2 ml Isolat

jamur Pleurotus EB9. ... 49 9. Bilangan kappa pulp kardus bekas ... 50 10. Kualitas handsheet berdasarkan uji breaking length ... 50 11. Kualitas handsheet berdasarkan uji brusting factor... 50 12. Kualitas handsheet berdasarkan uji tearing factor ... 51 13. Kualitas handsheet berdasarkan uji ring crush factor ... 51 14. Sidik ragam pengaruh jamur P . chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap nilai pH media

pulp kardus bekas ... 51 15. Hasil uji lanjutan Duncan nilai pH jamur P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi ... 52 16. Sidik ragam pengaruh jamur P. chrysosporium dan

Pleurotus spp. dan masa inkubasi terhadap

penurunan bobot kering pulp ... 52 17. Hasil uji lanjutan Duncan penurunan bobot kering jamur

P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 dan masa inkubasi ... 52 18. Sidik ragam pengaruh jamur P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap bilangan kappa pulp ... 53 19. Sidik ragam pengaruh jamur P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap breaking length...53 20. Sidik ragam pengaruh jamur P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap tearing factor ... 53 21. Sidik ragam pengaruh jamur P. chrysosporium L1 dan

(28)

22. Sidik ragam pengaruh jamur P. chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap ring crush ... 54 23. Tingkat degradasi berdasarkan penurunan bobot kering pulp

terhadap masa inkubasi ... 55 24. Laju dekomposisi berdasarkan penurunan bobot kering pulp

terhadap masa inkubasi ... 56 25. Kadar lignin pulp kardus bekas berdasarkan bilangan kappa ... 57 26. Sidik ragam pengaruh jamur P . chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap tingkat degradasi ... 57 27. Hasil uji lanjutan Duncan tingkat degradasi jamur

P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 dan masa inkubasi ... 57 28. Sidik ragam pengaruh jamur P . chrysosporium L1 dan

Pleurotus EB9 dan masa inkubasi terhadap laju dekomposisi ... 58 29. Hasil uji lanjutan Duncan laju dekomposisi jamur

(29)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan tropis dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik keanekaragaman flora dan fauna. Pemanfaatan hutan sebagai sumber daya alam harus dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan selain kayu diantaranya beragam jenis jamur. Jamur memiliki peranan dalam ekosistem hutan sebagai dekomposer yang berfungsi untuk mengurai makhluk hidup yang sudah mati menjadi unsur hara. Saat ini potensi jamur belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia.

Spesies jamur pelapuk kayu yang ada di hutan tropis Indonesia sangat banyak. Hal ini disebabkan keadaan iklim tropis Indonesia yang menunjang pertumbuhan dan perkembangbiakan jamur. Dilihat dari cara hidupnya, sebagian besar jamur hidup secara saprob yaitu dengan cara memperoleh makanannya dari bahan organik yang sudah mati pada batang kayu. Menurut Herliyana (2007), salah satu jenis jamur pelapuk kayu yang cukup potensial untuk dimanfaatkan dalam industri kertas adalah kelompok Pleurotus spp. Jamur pelapuk kayu kelompok Pleurotus spp. dapat ditemukan di hutan pada batang pohon daun lebar atau batang tanaman berkayu lainnya. Pleurotus spp. tidak memerlukan banyak cahaya matahari dan miselium jamur akan tumbuh lebih cepat di tempat yang terlindung dibandingkan dengan tempat yang banyak cahaya. Pleurotus spp. dapat mendegradasi bahan-bahan berlignoselulosa secara efesien dan membuat kayu menjadi lapuk dan meninggalkan warna putih.

Kegiatan utama dalam industri pulp dan kertas adalah proses pulping

(30)

Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin yang masih terdapat dalam pulp. Teknologi pemutihan lain yang tidak menggunakan klorin adalah penggunaan enzim. Enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih diantaranya lakase, peroksidase (lignin peroksidase (LiP) dan

manganese peroksidase (MnP)). Enzim-enzim tersebut dapat mendegradasi lignin dalam proses pemutihan pulp (Fitria 2005).

Industri pulp dan kertas dikenal sebagai salah satu sumber penyebab pencemaran lingkungan, terutama pada proses pemutihan (bleaching) pulp. Pencemaran oleh industri pulp dan kertas disebabkan oleh pelarut senyawa lignin yang telah mengalami proses depolimerisasi, klorinasi dan oksidasi. Sehingga untuk mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses pemutihan pulp digunakan bahan biologi yaitu jamur pelapuk putih (white-rot fungi) (Herliyana 1997).

Dalam penelitian ini digunakan jamur pelapuk putih Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 untuk dapat mendegradasi lignin dalam proses biobleaching pulp kardus bekas. Salah satu faktor yang mempengaruhi laju delignifikasi oleh jamur yaitu waktu. Masa inkubasi jamur menjadi indikator cepat atau lambatnya laju delignifikasi yang terkait dengan pertumbuhan jamur.

1.2Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui potensi P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 sebagai agens biobleaching pulp kardus bekas terhadap bilangan kappa dan kadar lignin serta sifat fisik kertas kardus bekas.

1.3Hipotesis

a) P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 menghasilkan aktivitas enzim ligninase (MnP dan LiP).

b) P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 menurunkan bilangan kappa pulp kardus bekas.

(31)

1.4Manfaat Penelitian

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur Pelapuk Putih Pleurotus spp.

Pleurotus spp. umumnya disebut juga jamur tiram (Oyster mushroom) karena tudungnya seperti tiram dengan bagian atas melebar dan bawah meruncing (spatulate) serta berbentuk seperti lidah. Jamur tiram memiliki warna yang bervariasi mulai dari biru tua, putih, krem sampai cokelat, kuning dan merah muda. Secara umum siklus hidup Pleurotus spp. terbagi menjadi dua fase, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan miselium, sedangkan fase reproduktif adalah fase pertumbuhan tubuh buah (Chang dan Miles 1989).

Pleurotus spp. termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes. Basidiosporanya membentuk miselium monokariotik yang bersifat haploid (n). Pada awalnya monokarion tersebut tidak bersepta, namun kemudian terbagi menjadi sel berinti tunggal dalam waktu yang singkat (Chang dan Miles 1989).

Pleurotus spp. merupakan jamur pelapuk putih yang mampu mendegradasi lignin. Jamur pelapuk kayu dibedakan atas jamur pelapuk putih, jamur pelapuk cokelat dan jamur pelapuk lunak. Jamur pelapuk putih diketahui dapat menyerang lignin maupun polisakarida. Jamur ini mampu menguraikan lignin dari kayu secara selektif dan cepat dibandingkan dengan mikroorganisme lain. Kayu yang terdegradasi menjadi putih dan lunak. Jamur pelapuk putih menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi lignin, yaitu lakase, LiP dan MnP (Kirk dan Chang 1990).

Klasifikasi lengkap Pleurotus spp. menurut beberapa peneliti dalam Alexopoulos et al. (1996) adalah sebagai berikut : kingdom Fungi, phylum Basidiomycota, kelas Hymenomycetes, ordo Agaricales, famili Pleurotaceae, genus Pleurotus dan spesies Pleurotus spp..

Faktor fisik yang mempengaruhi bagi pertumbuhan jamur dalam keperluan nutrisi adalah : (Gunawan 2001)

1. Suhu

(33)

menentukan pertumbuhan jamur. Berdasarkan pada kisaran suhu, jamur dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamur psikrofil, jamur mesofil, dan jamur termofil. Kelompok psikrofil merupakan jamur yang mempunyai suhu minimum di bawah 0oC, suhu optimum antara 0-17oC, dan pada suhu di atas 20oC jamur ini sudah tidak dapat hidup. Jamur mesofil memiliki suhu minimum di atas 0oC, suhu maksimum di bawah 50oC, dan suhu optimum antara 15-40oC. Kelompok termofil yang mempunyai suhu minimum di atas 20oC, suhu maksimum 50oC atau lebih, dan suhu optimum sekitar 35oC atau lebih.

2. Nilai pH

Pengaruh pH terhadap pertumbuhan jamur tidak dapat dinyatakan secara umum karena bergantung pada beberpa faktor, seperti ketersediaan ion logam tertentu, permeabilitas membrane sel yang berhubungan dengan pertukaran ion, produksi CO2 atau NH3, dan asam organik.

Di Laboratorium umumnya jamur akan tumbuh pada kisaran pH yang cukup luas antara 4,5-8,0 dengan pH optimum antara 5,5-7,5 atau bergantung pada jenis umurnya. Kisaran pH untuk pertumbuhan miselium yang optimum pada umumnya berbeda dengan yang diperlukan untuk pembentukan tubuh buah jamur.

3. Aerasi

Dua komponen penting dalam udara yang berpengaruh pada pertumbuhan jamur, yaitu O2 (oksigen) dan CO2 (karbon dioksida). Oksigen merupakan

unsur penting dalam respirasi sel. Sumber energi di dalam sel dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air sehingga energi menjadi tersedia. Karbon dioksida dapat berakumulasi sebagai hasil dari respirasi oleh jamur atau respirasi oleh organisme lainnya. Akumulasi karbon yang terlalu banyak dapat mengakibatkan salah bentuk pada tubuh buah jamur.

4. Cahaya

Jamur secara umum memerlukan cahaya untuk awal pembentukan tubuh buah dan perkembangan yang normal. Untuk pembentukan tubuh buahnya, jamur

(34)

kebutuhan cahaya ini secara tepat belum diketahui yaitu hanya sejumlah kecil panjang gelombang tertentu yang diperlukan, tetapi cahaya putih diperlukan dalam jumlah relatif besar.

5. Kelembapan

Secara umum jamur memerlukan kelembapan relatif yang cukup tinggi. Kelembapan relatif sebesar 95-100% menunjang pertumbuhan yang maksimum pada kebanyakan jamur.

2.2 Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium

Menurut Hawksworth et al. (1983) dan Alexopoulos et al. (1996) taksonomi P. chrysosporium adalah sebagai berikut : Kelas Basidiomycetes, Subkelas Holobasidiomycetidae, Ordo Aphyllopholares dan famili Corticiaceae. Herliyana (1997) berdasarkan beberapa pustaka (Burdsall dan Eslyn (1994) di acu

dalam Riyadi (1994), Staplers (1978) diacu dalam Rayner dan Boddy (1988)) melaporkan nama lain untuk P. chrysosporium yaitu Chrysosporium pruinosum,

Sporotrichum pulverulentum, S. pruinosum dan C. lignorum. Karakteristik miselium P. chrysosporium adalah sebagai berikut : Laccase (α – naphthol); kecepatan tumbuh > 70 mm dalam 7 hari; aerial miselium berbentuk seperti butir-butiran (Aerial mycelium farinaceous atau granulose); Aerial mycelium floccose; hifa generatifnya berdinding tebal (thick – walled generatif hyphae); lebar hifa ≥

7.5 m; extraneous material on hyphae atau hifa mengandung tetesan minyak (hyphae containing oil droplets); kristal dalam aerial miselium; artrokonidia (oidia); klamidospora; blastokonidia.

P. chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang dapat menghasilkan beberapa jenis enzim bila ditumbuhkan pada bahan lignoselulosa. Enzim ligninase, selulase, xilanase dan beberapa enzim turunan merupakan enzim terbesar yang dihasilkan P. chrysosporium (Highley dan Kirk 1979).

(35)

lignin oleh jamur pelapuk putih adalah merupakan kejadian dari metabolisme sekunder karena kandungan nitrogen yang sangat rendah dari kayu. Sehingga penambahan nitrogen pada beberapa jamur pelapuk putih pada aplikasi bioteknologi yang berbeda yang menggunakan komponen lignin atau yang berhubungan dengannya akan meningkatkan efisiensi jamur ini.

Biasanya P. chryosporium ditumbuhkan dengan menggunakan spora aseksual dapat berupa oidia/artrokonidia, klamidospora dan blastokonidia, tetapi dapat juga menggunakan siklus seksual untuk memproduksi basidiospora. P. chrysosporium bersifat termotoleran yaitu dapat tumbuh pada kisaran suhu 25°C sampai 50°C. Suhu optimal P. chrysosporium sekitar 40°C (Rayner dan Boddy 1988).

2.3 Bahan Baku Kertas Bekas

Kertas adalah lembaran serbasama dari jalinan serat selulosa dengan bantuan zat pengikat dan dibuat dalam berbagai jenis; digunakan untuk macam-macam tujuan misalnya kertas tulis, kertas cetak dan kertas bungkus. Pulp kertas bekas adalah serat sekunder yang tidak terpakai lagi dan dimanfaatkan kembali untuk sumber serat. (Achmadi et al. 1995 diacu dalam Hidayah 2008).

Haygreen dan Bowyer (1986), mengemukakan bahwa kertas telah menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang hampir luar biasa pentingnya, terutama di negara-negara yang sangat maju. Kertas berfungsi sebagai produk pengepakan yang utama, media komunikasi, dasar produk yang dibuang dan bahan lembaran industri.

2.3 Penguraian Enzimatik Jamur Pelapuk Putih

2.3.1 Pengertian Enzim

(36)

2.3.2Enzim Ligninase

Lignin adalah senyawa aromatik heteropolimer dari unit phenil-propanoid yang memberikan kekuatan pada kayu dan rigiditas struktural pada jaringan tanaman serta melindungi kayu dari serangan mikrobial dan hidrolitik (Saparrat et al. 2002; Aust dan Benson 1993 diacu dalam Fitria 2005).

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor (Suhartono 1989).

Terdapat dua tipe enzim yaitu enzim ekstraseluler/eksoenzim yang berfungsi di luar sel dan enzim intraseluler/endoenzim yang berfungsi dalam sel. Fungsi utama eksoenzim adalah melangsungkan perubahan-perubahan seperlunya pada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut memasuki sel. Sedangkan enzim intraseluler mensintesis bahan seluler dan juga menguraikan nutrien untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel. Jamur merupakan organisme heterotrofik dalam melangsungkan hidupnya juga memerlukan enzim untuk sintesis dan degradasi. Enzim yang berperan dalam proses degradasi yaitu enzim ekstraseluler. Ligninolitik berhubungan dengan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih berdasarkan laju dekomposisi pada substrat uji. Dua enzim yang berperan dalam proses tersebut adalah lakase dan peroksidase (LiP dan MnP) (Howard et al. 2003; Kirk et al. 1987).

2.3.3 Enzim Lakase

(37)

merupakan salah satu grup terkecil enzim yang dinamakan oksidase tembaga biru (Thurston 1994). Lakase telah banyak menjadi subyek penelitian untuk dimanfaatkan secara luas karena lakase memiliki sifat spesifik yang rendah terhadap substrat-substratnya (Cavallazi et al. 2004; Thurston 1994). Hidrokiunin, katekol, dan guaiakol merupakan substrat yang cukup bagus bagi lakase. Hatakka (1994) menyatakan bahwa lakase berperan dalam proses degradasi lignin dan pemanfaatannya dalam berbagai bidang cukup luas diantaranya sebagai bleaching

pada proses biodelignifikasi pada pulp dan industri kertas.

2.3.4 Enzim Peroksidase (LiP dan MnP)

Lignin peroksidase (EC.1.11.1.14; diarilpropan: oksigen, hidrogen peroksidase oksidoreduktase; berat molekul antara 38 dan 43 kDa) dan manganase peroksidase (EC.1.11.1.13; Mn (II): H2O2 oksidoreduktase; berat molekul antara

43 dan 49 kDa) merupakan glikoprotein yang membutuhkan hidrogen peroksida sebagai oksidan (Hatakka 1994; Tien dan Kirk 1984; Gold dan Alic 1993 ).

Enzim ektraseluler LiP dan MnP memiliki peranan yang sangat penting dalam proses biodelignifikasi. LiP memiliki kemampuan mengkatalis beberapa reaksi oksidasi antara lain pemecahan ikatan Ca-Cβ rantai samping propil non fenolik komponen aromatik lignin, oksidasi benzil alkohol, oksidasi fenol, hidroksil benzylic methylene groups dan pemecahan cincin aromatik komponen non fenolik senyawa lignin (Tien dan Kirk 1984).

MnP diketahui memiliki kemampuan mengoksidasi baik komponen fenolik maupun non fenolik senyawa lignin. Prinsip fungsi MnP adalah bahwa enzim tersebut mengoksidasi Mn2+ membentuk Mn3+ dengan adanya H2O2

sebagai oksidan. Aktivitasnya dirangsang oleh adanya asam organik yang berfungsi sebagai pengelat atau pengstabil Mn3+. Mekanisme reaksi yakni MnP pada keadaan awal dioksida oleh H2O2 membentuk MnP-senyawa I yang dapat

(38)

2.4 Lignoselulolitik

Bahan lignoselulolitik merupakan sumber karbon utama bagi jamur P. ostreatus dengan nisbah C/N yang diharapkan 1:100 (Chang dan Hayes 1978

diacu dalam Herliyana 2007). Perbandingan komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin pada kebanyakan padatan selulosa secara kasar adalah 4:3:3 (Kollman dan Cote (1968) diacu dalam Haygreen dan Bowyer 1989).

Selulosa merupakan polimer yang disusun oleh unit-unit gula (glukosa) anhidrad (β-D-glukosa atau β-D-glukopiranosa) dengan ikatan β-1,4-glikosidik (ikatan glukosida). Ikatan tersebut sangat kuat dan dapat membentuk kristal mikrofibril yang secara bersama-sama membentuk selulosa tidak larut. Secara umum rumus empirik selulosa dapat ditulis sebagai (C6H10O5)n dengan n

menyatakan derajat polimerisasi (DP atau jumlah unit monomer yang menyusun polimer) yang berkisar antara 305 sampai 15.300. Rantai selulosa merupakan rantai memanjang dan tidak bercabang (Fengel dan Wegener 1984).

Terdapat dua ikatan hidrogen pada selulosa yaitu ikatan hidrogen intramolekuler dan ikatan hidrogen intermolekuler. Ikatan hidrogen intramolekuler adalah ikatan hidrogen antara gugus OHunit-unit glukosa dalam rantai selulosa yang sama, sedang ikatan hidrogen intermolekuler adalah ikatan hidrogen antara rantai selulosa yang satu dengan rantai selulosa yang lain (Achmadi 1990).

Hemiselulosa disusun oleh berbagai jenis monomer, disebut juga heteropolisakarida. Jenis-jenis monomer yang menyusun hemiselulosa adalah xilosa, glukosa, ramnosa, mannosa, galaktosa, arabinosa, serta yang berbagai asam yaitu asam glukoronat dan asam metil glukoronat. Hemiselulosa yang mengisi struktur selulosa, mempunyai bobot molekul rendah dan rantai samping yang pendek. Karbohidrat tersebut umumnya mempunyai kombinasi-kombinasi gula berkarbon lima (xilosa dan arabinosa) dengan rumus C5H10O5 dan gula

berkarbon enam C6H10O6 (glukosa, mannosa, dan galaktosa) (Achmadi 1990).

(39)

kekuatan kayu dan menjadikannya lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme (Erickson et al. 1990).

Biodegradasi lignin bermanfaat untuk mengubah biomassa kayu menjadi senyawa lebih sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk kertas, pupuk, pakan dan bahan-bahan kimia (Watanabe 2000 diacu dalam Herliyana 2007). Warna pulp berkaitan dengan kandungan ligninnya atau lebih tepat dengan adanya komponen ada lignin yang menyerap sinar yang dikenal sebagai kromofor. Kromofor yang penting antara lain kinon. Sejumlah penelitian terhadap lignin dan model senyawa lignin menunjukkan adanya pembentukan kromofor tersebut (Weir et al. 1995

diacu dalam Herliyana 2007).

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2008-Maret 2009 yang bertempat di Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Mikrobiologi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) dan PT. Kertas Bekasi Teguh. Kegiatan perbanyakan inokulum Pleurotus EB9 dan P. chrysosporium L1 dilaksanakan di Laboratorium Patologi Hutan pada bulan Juni-Agustus 2008.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu autoklaf, cawan Petri, laminar air flow,

magnetic styrer, pipet mikro, mikrotube eppendorf 2 ml, centrifuge, kuvet,

spektrofotometer UV-VIS (BECKMAN COULTERTM DU®530 ; Single cell module), gelas Erlenmeyer, pH meter, oven, botol polypropylene, inkubator, jarum Ose, timbangan analitik, alumunium foil, saringan, blender. Adapun bahan yang digunakan yaitu jamur pelapuk putih (Pleurotus EB9 dan P. chrysosporium

L1) koleksi Laboratorium Patologi Hutan, media PDA (Potatos Dextrose Agar),

malt extract, gula, H2SO4, KMnO4, KI, Na2S2O3, ClO2, NaOH, Aquades, pulp waste (pulp dari kardus dari pabrik kertas bekasi).

3.3 Tahapan Kerja

3.3.1 Perbanyakan Inokulum Jamur

Biakan murni Pleurotus EB9 dan P. chrysosporium L1 diperbanyak pada agar miring dan agar cawan berisi PDA (Potato Dextrose Agar) dan media cair (Malt Extract) pada botol polypropylene. Kedua jenis fungi tersebut diinkubasi selama kurang lebih tujuh hari pada suhu kamar (25°C).

3.3.2 Perlakuan Awal Pulp

(41)

diberi jamur sebagai kontrol. Kegiatan ini dilakukan di dalam laminar air flow

yang steril. Setelah itu diinkubasi di dalam inkubator selama 5 hari, 10 hari dan 15 hari (3 ulangan setiap perlakuan). Setelah 5 hari, 10 hari dan 15 hari, bahan tersebut dihitung berat kering.

3.3.3 Perhitungan Tingkat Degradasi Berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot

Persentase kehilangan bobot adalah salah satu ukuran adanya biodegradasi oleh isolat kelompok Pleurotus yang disebut juga tingkat degradasi. Bobot kering oven (BKO) kayu pada awal dan akhir pengujian diukur, kemudian dihitung persentase kehilangan bobot kering kayu yang diinokulasikan tersebut pada masa inkubasi 5, 10 dan 15 hari menggunakan rumus berikut :

Persentase kehilangan bobot hari ke – t

= Berat Kering hari ke-0 – Berat Kering hari ke-t x 100% Berat Kering hari ke-0

Perhitungan Laju Dekomposisi menggunakan rumus Olson (1963)

Xt = Xo. e-kt ln(Xt/Xo) = -k.t

Keterangan :

Xt = bobot kering setelah hari ke-t (gram) Xo = bobot kering awal (gram)

e = bilangan logaritma natural (2,72) k = laju dekomposisi

t = masa inkubasi (hari)

3.3.4 Pengukuran pH Media Pulp Setelah Inkubasi

(42)

3.3.5 Persiapan Uji Aktivitas Enzim

Sampel pulp sebanyak 1 gram ditambahkan 4 ml buffer fosfat pH 7 dihaluskan menggunakan mortar dalam bak berisi air dingin serta disaring diambil cairan filtrat dimasukkan ke tabung eppendorf 1,5 ml. Bahan tersebut kemudian disentrifuge pada suhu 4°C selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan dari bahan tersebut diambil untuk penentuan aktivitas enzim.

3.3.5.1 Pengujian Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)

Aktivitas LiP diukur berdasarkan reaksi dengan veratril alkohol pada panjang gelombang 310 nm. Komposisi bahan adalah sebagai berikut : 0,45 milimeter aquades; 0,2 ml; 0,05 M buffer asetat pH 3; 0,05 ml 5mM H2O2; 0,1 ml

veratril alkohol 8 mM dan 0,2 ml filtrat enzim. Semua bahan dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml. Kemudian dikocok perlahan dan arbsorbansinya dibaca dengan

spektrofotometer pada 0 dan 30 menit (Tien dan Kirk 1992). Satu unit aktivitas LiP didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang mengoksidasi 1 mmol substrat per menit.

Perhitungan aktivitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Aktivitas Enzim (U/ml) = (At - A0) x Vtot x 109

ε

maksx d x Vol enzim x t

Keterangan :

At = Arbsorbansi pada menit ke-30

A0 = Arbsorbansi pada menit ke-0

ε maks

= Absorpsivitas molar Veratril alkohol (9300 M-1 cm-1)

d = Tebal kuvet (cm) t = Waktu (menit)

Vtot = Volume total bahan (ml) Volenzim = Volume filtrat enzim (ml)

3.3.5.2 Pengujian Aktivitas Manganese Peroksidase (MnP)

(43)

dan 0,1 ml guaiakol 4 mM. Semua bahan dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml, kemudian dikocok perlahan dan absorbansinya dibaca dengan spektrofotometer

pada 0 dan 30 menit. Aktivitas MnP didapat dengan mengulang reaksi tanpa MnSO4 dengan penambahan aquades menjadi 0,5 ml (Kofujita et al. 1992 diacu

dalam Fitria 2005). Satu unit MnP sebanding dengan 1 mmol produk yang dihasilkan per menit. Aktivitas Enzim MnP setiap unit = A(U) – B(U). Dimana, A(U) = Aktivitas enzim MnP- dan B(U) = Aktivitas enzim MnP+

Perhitungan aktivitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Aktivitas Enzim (U/ml) = (At - A0) x Vtot (ml) x 109

ε

maksx d x Vol enzim (ml) x t

Keterangan :

At = Arbsorbansi pada menit ke-30

A0 = Arbsorbansi pada menit ke-0

ε maks

= Absorpsivitas molar Guaiakol (12100 M-1 cm-1)

d = Tebal kuvet (cm) t = Waktu (menit)

Vtot = Volume total bahan (ml) Volenzim = Volume filtrat enzim (ml)

3.3.6 Pengujian Bilangan Kappa ( TAPPI no. T236 cm-85)

Bilangan kappa menunjukkan jumlah ml KMnO4 0,1 N yang terpakai oleh

3 gram pulp kering oven pada kondisi standar. Bilangan kappa dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan atau derajat delignifikasi pulp.

Contoh uji sebanyak 3 gram pulp kering oven ditimbang, lalu contoh uji dimasukkan ke dalam gelas piala. Setelah itu ditambahkan 500 ml air suling pada contoh uji dan selanjutnya contoh uji diuraikan dengan blender. Contoh uji yang telah terurai dipindahkan ke dalam gelas piala 2000 ml dan ditambahkan dengan air suling hingga sebanyak 795 ml.

Sebanyak 100 ml KmnO4 0,1 N dan 100 ml larutan H2SO4 4,0 N

(44)

menit. Setelah 10 menit reaksi tersebut dihentikan dengan penambahan 20 ml larutan KI 1,0 N dan sedikit larutan kanji sampai larutan berwarna biru. Sesudah bercampur, segera iodium yang bebas di titrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,2 N.

Pemakaian volume larutan N2S2O3 0,2 N dalam titrasi sebanyak a ml.

Pengerjaan blanko seperti prosedur di atas tanpa menggunakan pulp. Pemakaian larutan N2S2O3 0,2 N dalam b ml.

Perhitungan nilai bilangan kappa (K) sebagai berikut :

K = p x f / w

Dengan p = (b – a) N / 0,1 Keterangan :

K = Bilangan kappa

a = Jumlah ml Na2S2O3 0,2 N untuk titrasi blanko,

b = Jumlah ml Na2S2O3 0,2 N untuk titrasi contoh,

N = Normalitas larutan Na2S2O3 (0,2 N)

f = Faktor koreksi pada pemakaian 50 % KMnO4, tergantung pada harga p

(Tabel)

p = Jumlah ml larutan KMnO4 yang terpakai contoh

w = Bobot contoh kering tanur

3.3.7 Pengujian Kekuatan Lembaran Pulp Kardus Bekas

3.3.7.1 Pengujian Tensile Strength (TAPPI no. T404 os-74)

Tensile Strength adalah daya tahan kertas terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua ujung jalur kertas diukur pada kondisi standar. Elongation adalah regangan maksimum yang dicapai oleh jalur kertas sebelum putus, diukur pada kondisi standar. Breaking Length adalah panjang jalur kertas dengan lebar sama dimana beratnya dapat memutuskan jalur tersebut jika salah satu ujungnya digantung. Alat yang digunakan adalah Tensile Tester Type Schopper dan

Precision Cutter ukuran 15 x 220 mm.

(45)

Pengunci batang penjepit dilepaskan sehingga lembaran kertas teregang bebas dan pengunci bandul dilepaskan dan tangkai penarik di tekan kebawah sampai ayunan bandul berhenti bersamaan dengan putusnya jalur kertas. Jika kertas telah putus maka tangkai penarik ditarik kembali keatas sampai batang penjepit berada pada posisi semula. Hasil pengujian sesuai dengan penunjukkan skala ketahanan tarik dan skala daya regang.

Perhitungan :

BL = TS x 1000

Substance Lebar Jalur

Keterangan :

BL = Breaking Length (Km) TS = Tearing Strength (Kg)

Substance = Berat kertas (g/m2) Lebar Jalur = 15 mm

3.3.7.2 Pengujian Tearing Strength (TAPPI no. T414 ts-65)

Tearing Strength adalah gaya yang diperlukan untuk menyobek selembar kertas pada kondisi standar. Tearing Faktor adalah jumlah kertas yang beratnya dapat menyobekkan kertas tersebut. Alat yang digunakan adalah Tearing Tester Type Elmendorf, Meja Panjang (berskala).

Contoh kertas dipotong yang sejajar mesin (M/D) dan melintang mesin (C/D) dengan ukuran panjang 76±2 mm dan lebar 63±0,15 mm dan dimasukkan diantara rongga penjepit. Jumlah lembar kertas yang akan ditentukan kekuatan sobeknya disusun 1-16 lembar contoh, sehingga pembacaan pada skala berkisar antara 20-100. Penyobekan awal lembar menggunakan pisau sampai ± 20 mm dan lebar kertas yang belum tersobek harus 43 mm. Alat penahan bandul ditekan (bandul mengayun bebas) dan kertas akan sobek secara menyeluruh sampai ke tepi. Hasil pengujian sesuai dengan angka pada skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk.

Pehitungan :

TS = 16 x A TF = TS x 100 B Substance

(46)

Keterangan :

TS = Tearing Strength (Kg) TF = Tearing Factor (Nm2/Kg)

16 = Standar jumlah lembaran kertas yang harus disobek A = Rata-rata pembacaan pada skala dalam gram gaya (gF). B = Jumlah lembar contoh uji pada saat pengujiaan.

Substance = Berat lembaran kertas (gr/m2)

3.3.7.3 Pengujian Ring Crush (TAPPI 818 os-76)

Ring crush adalah daya tahan lembaran kertas terhadap gaya yang menekan salah satu tepinya yang dibentuk melingkar pada kondisi standar. Alat yang digunakan adalah Compression Tester, Specimen Holder 0,1 – 1,0 mm,

Precision Cutter 12,7 x 152,4 mm, Plate Bar : 50, 100, 150, dan 250 Kg.

Contoh lembaran kertas dipotong dengan arah melintang mesin (C/D) ukuran panjang 152,4 mm dan lebar 12,7 mm. Jalur kertas tersebut dimasukan kedalam specimen holder yang sesuai dengan tebal kertas yang diperiksa di atas

[image:46.612.128.512.377.476.2]

plate bar yang sesuai, biasanya sebagai berikut :

Tabel 1 Penggunaan plate bar berdasarkan tebal jalur kertas

Tebal Jalur Kertas Plate Bar

0,01 – 0,15 50 Kg

0,16 – 0,20 100 Kg

0,21 – 0,30 150 Kg

0,31 – 0,40 150 Kg

0,41 - .... 200 Kg

Posisi jarum dalam keadaan nol dan menekan switch ke bawah sampai

plate penekan menyentuh dan merusak tepi kertas (lihat sampai jarum penunjuk berhenti bergerak). Lalu secepatnya swicth dinaikkan ke atas dan plate penekan akan naik lagi, motor penggerak dihentikan bila posisi plate penekan dan

specimen holder telah dianggap cukup, specimen holder diangkat dan contoh kertas yang telah diujikan dibuang. Hasil pengujian ditunjukkan oleh jarum penunjuk.

(47)
[image:47.612.126.512.98.181.2]

Tabel 2 Faktor angka kalibrasi pemakaian plate bar

Plate Bar (Kg) Faktor

50 0,2424

100 0,4848

150 0,7500

250 1,2304

3.3.7.4 Pengujian Brusting Strength (TAPPI Standard)

Brusting Strength adalah ketahanan lembar kertas terhadap gaya yang menekan sampai retak/jebol tiap-tiap cm2 lembaran kertas tersebut. Alat yang digunakan adalah Brusting Tester Type Mullen

Kertas yang akan diuji diletakkan di atas bidang penjebol dan penekan diputar ke bawah sampai lembaran kertas tersebut terjepit kuat. Jarum manometer yang akan dipakai harus menunjukkan angka nol. Selanjutnya tangkai ditekan (handle) penggerak ke kiri, pompa biarkan menekan terus sampai kertas terebut retak/jebol. Setelah kertas retak, handle kembali ditekan ke kanan. Hasil pengujian ditunjukkan jarum manometer.

Perhitungan :

Keterangan :

BS = Brusting Strength (kg/Cm2) BF = Brusting Factor (kPa m2/g)

B = Angka pembaca pada manometer (Kg/Cm2). F = Angka kalibrasi dari pemakaian karet diaphragma.

(48)
[image:48.612.191.415.96.309.2]

Gambar 1 Pengujian kekuatan lembaran pulp 1). Pengujian Tensile Strength, 2). Pengujian Ring Crush, 3). Pengujian Brusting

3.4 Analisis Data

Analisis statistik untuk penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamur, masa inkubasi dan interaksi antara keduanya terhadap parameter meliputi : pH, penurunan bobot kering pulp, tingkat degradasi, laju dekomposisi, bilangan kappa dan sifat fisik pulp.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan percobaan faktorial untuk analisis pengaruh jamur pelapuk putih P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 dan masa inkubasi 5, 10 dan 15 hari. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer program Minitab 14 dan SAS 9. Adapun prosedurnya dengan menggunakan

General Linear Model.

Model linier : Yijk = + αi + βj + (αβ)ij + εk(ij)

i = 1, 2,... ,a j = 1, 2, ..., b k = 1, 2, ..., n

3

3 2 2

(49)

dimana :

Yijk = variabel respon hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama

taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)

αi = efek taraf ke-i faktor A βj = efek taraf ke-j faktor B

(αβ)ij = efek intraksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

εk(ij) = efek unit eksperimen ke-k untuk kombinasi perlakuan taraf ke-i faktor A

dan taraf ke-j faktor B Hipotesis-hipotesis :

Pengaruh utama faktor A :

H0 : αi = ... = αa = 0 (faktor A tidak berpengaruh)

H1 : paling sedikit ada satu αi dimana αi ≠ 0

Pengaruh utama faktor B :

H0 : βj = ... = βb = 0 (faktor B tidak berpengaruh)

H1 : paling sedikit ada satu βj dimana βj ≠ 0

Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B :

H0 : (αβ)ij = (αβ)12 = ... = (αβ)ab = 0 (tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A

dan faktor B) H1 : paling sedikit ada sepasang (αβ)ij dimana (αβ)ij ≠ 0

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Jamur P. chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 Pada Media Pulp Kardus Bekas

4.1.1 Pengamatan Visual

Jamur Pleurotus EB9 dan P. chrysosporium L1 yang diinkubasi selama 5, 10 dan 15 hari dalam media pulp kardus bekas memiliki pertumbuhan yang berbeda. Pertumbuhan miselium hampir merata pada keseluruhan media pulp dan secara visual warna putih miselium terlihat tipis di hari ke-5 (Gambar 2a). Pertumbuhan miselium terus meningkat dan secara visual sudah menebal dan terlihat jelas pada hari ke-10 (Gambar 2b). Pertumbuhan miselium melambat dan secara visual menebal di hari ke-15 (Gambar 2c). Pulp di hari ke-15 tidak ditumbuhi miselium secara keseluruhan dan masih terlihat dari beberapa bagian yang tidak ditumbuhi oleh jamur. Pertumbuhan miselium yang paling bagus diantara masing-masing perlakuan yaitu pada hari ke-5.

(51)

a

Gambar 2 Pertumbuhan jamur pada pulp kardus bekas yang telah diinkubasi. a).

P. chrysosporium L1 (5 hari), b). P. chrysosporium L1 (10 hari), c). P. chrysosporium L1 (15 hari), d). Pleurotus EB9 (5 hari), e). Pleurotus

EB9 (10 hari), f). Pleurotus EB9 (15 hari).

Kecepatan pertumbuhan Pleurotus EB9 dan P. chrysosporium L1 dipengaruhi oleh kondisi media dan lingkungan yang digunakan untuk pertumbuhannya. Suhu 30°C merupakan suhu optimum bagi fungi pelapuk kayu pada umumnya dan suhu optimum bagi fungi pelapuk di daerah tropis khususnya (Highley dan Kirk 1979; Rayner dan Boddy 1988). Pada penelitian ini suhu inkubasi untuk menumbuhkan jamur Pleurotus EB9 dan P. chrysosporium L1 yaitu 28-33°C. Menurut Herliyana (1997), bahwa suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menghambat petumbuhan fungi, karenanya pada suhu 5, 10 dan 55°C P. chrysosporium tidak dapat berkembang. P. chrysosporium dapat tumbuh optimum pada suhu kamar yaitu pada kisaran 27-30°C.

Menurut Rayner dan Boddy (1988), bahwa P. chrysosporium

Gambar

Tabel 1 Penggunaan plate bar berdasarkan tebal jalur kertas
Tabel 2 Faktor angka kalibrasi pemakaian plate bar
Gambar 1 Pengujian kekuatan lembaran pulp 1). Pengujian Tensile Strength                   2)
Gambar 2 Pertumbuhan jamur pada pulp kardus bekas yang telah diinkubasi. a). P. chrysosporium L1 (5 hari), b)
+7

Referensi

Dokumen terkait