• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Laju Alir Volumetrik Umpan Static In-Line Mixer Terhadap Performance Bioreaktor Pada Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa Sawit Skala Pilot Plant

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Laju Alir Volumetrik Umpan Static In-Line Mixer Terhadap Performance Bioreaktor Pada Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa Sawit Skala Pilot Plant"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAJU ALIR VOLUMETRIK UMPAN

STATIC IN-LINE MIXER TERHADAP

PERFORMANCE BIOREAKTOR PADA PEMBUATAN

BIOGAS DARI LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT

SKALA PILOT PLANT

SKRIPSI

Oleh

Juliananta Sitepu

080405060

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(2)

PENGARUH LAJU ALIR VOLUMETRIK UMPAN

STATIC IN-LINE MIXER TERHADAP

PERFORMANCE BIOREAKTOR PADA PEMBUATAN

BIOGAS DARI LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT

SKALA PILOT PLANT

SKRIPSI

Oleh

Juliananta Sitepu

080405060

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH LAJU ALIR VOLUMETRIK UMPAN STATIC IN-LINE

MIXER TERHADAP PERFORMANCE BIOREAKTOR PADA

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SKALA PILOT PLANT

yang dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada

Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sejauh

yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah

dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di

lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi

manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana

mestinya.

Medan, Agustus 2013

Juliananta Sitepu

(4)
(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Pengaruh Laju Alir Volumetrik Umpan Static In-Line Mixer Terhadap Performance Bioreaktor Pada Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa Sawit Skala Pilot Plant”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

sarjana teknik.

Hasil penelitian ini:

 Penelitian ini dapat diaplikasikan dalam skala pabrik untuk mengurangi biaya pada penggunaan alat pencampur.

 Penelitian ini bermanfaat bagi lingkungan dalam pengolahan limbah cair

kelapa sawit yang membahayakan biota air di lingkungan masyarakat

 Penelitian ini pernah dipublikasikan dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh

Distribusi Temperatur Umpan Masuk Static In-Line Mixer Terhadap

Performance Bioreaktor Pada Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa

Sawit Skala Pilot Plant” di Departemen Teknik Kimia.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak

mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada:

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2013

Penulis

(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:

1. Orang tua penulis, Bapak dan Mamak yang telah memberikan bantuan

baik moril maupun materil bagi penulis.

2. Saudari penulis, Ade floren sia br sitepu yang telah memberi semangat

dan saran dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Rekan-rekan LPPM Comunity, Bang Zoeladi, Alfy, Dedy, Basril, Jhon

Almer, Riki Handoko, ST, Elton J.M.S, ST, Febriansyah, ST, dan Vandi,

ST.

4. Teman Sejawat terutama stambuk 2008, adik dan abang/kakak senior

Teknik Kimia yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Juliananta Sitepu NIM: 080405060

Tempat / Tanggal Lahir: Turangi / 27 Juli 1990 Nama Orang Tua: Paruliaan Batin Sitepu

Alamat Orang Tua: Lingk VII BANTEN P.KUALA,Kec Kuala

Asal Sekolah

 SD Methodist Kuala Tahun 1996 – 2002  SMP Negeri 1 Kuala 2002 – 2005

 SMA Negeri 1 Kuala Tahun 2005 – 2008 Pengalaman Organisasi / Kerja

(9)

ABSTRAK

Potensi Indonesia sebagai negara produsen CPO terbesar kedua didunia sangatlah menjanjikan dalam industri biogas. Hal ini disebabkan potensi dari POME (Palm Oil Mill Effulent)yang merupakan limbah cair dari kolam fat fit yang dapat di diproduksi menjadi biogas. Produksi biogas pada kondisi thermofilik anaerobik dengan recyle 34% dilakukan dalam empat tangki utama yaitu tangki preparasi,tangki pencampur(mencampur POME keluaran tangki preparasi dengan recyle), bioreaktor dan tangki pengendapan(gravity thickner). Tanki pencampur biasanya terdiri dari satu buah tangki besar dan motor pengaduk serta agitator. Dimana untuk setiap kapasitas yang diolah tentu membutuhkan ukuran tangki, jenis motor dan agitator yang sedikit berbeda. Hal ini sedikit kurang efisien jika ditinjau dari sisi proses, dimana proses itu sendiri harus bersifat lunak terhadap kapasitas. Penelitiaan ini bertujuan menggantikan peranan mixing tank dengan static in line mixing dan dilihat pengaruhnya pada peformance bioreaktor dan produksi biogas. Pengujian yang dilakukan adalah analisa TS dan VS, pH dan M-Alkalinity, dan COD serta mengukur produksi biogas yang terbentuk. Penilaian kualitas pencampuran dari parameter ts(total solid) & vs(volatil solid) dimana hasil keluaran static inline mixer dan mixing tank dibandingkan dengan nilai teoritisnya (regresi). Hasil yang didapat dari perbandingan tersebut dinilai dengan R (keakuratan regresi 0,9-1 ) a.(0,978), b.(0,976), c.(0,992), d.(0,989).

(10)

ABSTRACT

Indonesia as the second country for production CPO in the world is very potesially in biogas industry. Something make it very potensial is POME (Palm Oil Effulent).POME is the most important in biogas because it can be change to biogas. Production biogas is in thermofilik anaerob with recyle sludge 34% through in four tank. They are pretreatment tank, mixing tank, bioreactor, and gravity thickner.The mixing tank is a tank with motor (machine), impeller and any baffle. For the diffrent capacity production, the old specification of mixing tank can be change actually the size of tank. For this reason is very important to change mixing tank with a specifik agitator what can fill or answer this problem. The agitator may answer the problem is a static in line mixer.The research focusses on the capacity of static in line mixing to mix POME from pretreatment tank with the recyle sludge from gravity thickner and see this mixing effect to peformance bioreactor and production biogas.The parameter of the research are TS & VS, ph,and M-alkalinity, COD. The quality of mixing could be described with plot between the data (ts &vs) from mix tank or static in line mixing with a theoritical data ( take from regresion). R (accurate of regrsion) are accepted with scale1(0.9-1), and the result are a.(0,978), b.(0,976), c.(0,992), d.(0,989). The value is good.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 PERKEBUNAN KELAPA SAWIT 5

2.2 LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT 7

2.3 PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) 8

2.3.1 SPESIFIKASI PALM OIL MILL EFFLUENT 8

2.3.2 PENGOLAHAN PALM OIL MILL EFFLUENT 9

2.4 ALTERNATIF KONVERSI POME MENJADI BIOGAS 10

2.5 MEKANISME PEMBENTUKAN BIOGAS 11

2.6 PARAMETER FERMENTASI 12

(12)

2.8 NILAI POTENSIAL BIOGAS 15

2.9 BERBAGAI PENELITIAN FERMENTASI POME

MENJADI BIOGAS YANG TELAH DILAKUKAN 15

2.10 FERMENTASI POME DENGAN RECYCLE SLUDGE 19

2.11 MIXING TANK 21

2.12 STATIC MIXER 23

2.13 STATIC IN-LINE MIXER DALAM PENELITIAN 23

2.14 BERBAGAI PENELITIAN YANG MENGGUNAKAN

STATIC MIXER 31

2.15 STUDI PILOT PLANT 32

2.16 ANALISA EKONOMI 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 35

3.2 BAHAN 35

3.2.1 BAHAN UTAMA 35

3.2.2 BAHAN ANALISA 35

3.3 PERALATAN 35

3.3.1 PERALATAN UTAMA 35

3.3.1.1 TANGKI UMPAN 35

3.3.1.2 BIOREAKTOR 37

3.3.1.3 STATIC IN-LINE MIXER 38

3.3.1.4 TANGKI PENGENDAP 39

3.3.1.5 TANGKI PENANGKAP BIOGAS 41

3.3.1.6 KOMPRESR DAN TANGKI

BERTEKANAN TINGGI 42

3.3.1.7 GAS METER 43

3.3.1.8 CONTROL PANEL 43

3.3.2 PERALATAN ANALISA 44

3.4 TAHAPAN PENELITIAN 44

3.4.1 PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL 44

3.4.2 PROSEDUR PEMBUATAN METAL SOLUTION 44

(13)

3.4.4 LOADING UP DAN OPERASI TARGET 45

3.4.5 PENGUJIAN SAMPEL 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48

4.1 PENGARUH PENGGUNAAN

STATIC INLINE MIXER TERHADAP TS DAN VS 48

4.2 PERFORMANCE BIOREAKTOR BERDASARKAN

NILAI TS & VS 51

4.3 PRODUKSI BIOGAS 53

4.4 ALKALINITAS DAN DERAJAT KEASAMAN

(pH) BIOREAKTOR 54

4.5 PENGARUH PERUBAHAN COD TERHADAP

PENGGUNAAN STATIC IN-LINE MIXER 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 57

5.1 KESIMPULAN 57

5.2 SARAN 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN A 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Blok Diagram Pengolahan TBS Menjadi CPO 7

Gambar 2.2 POME dari PKS PTPN IV Adolina 10

Gambar 2.3 Sketsa neraca massa Fermentasi POME dengan Recycle

Sludge 19

Gambar 2.4 Jenis Pola Aliran pada Static Mixer 23

Gambar 2.5 Rancangan Static In-Line Mixer dalam Penelitian 24

Gambar 2.6 Skema Static In-Line Mixer yang Sesuai dengan Kelenjar Kista 24

Gambar 2.7 Pola Aliran untuk Nilai Reynold 110 Aliran dari Kiri ke Kanan 25

Gambar 2.8 Pola Aliran untuk Nilai Reynold 100, c/D = 0,5, Aliran dari

Kiri ke Kanan 25

Gambar 2.9 Pola Aliran c/D = 0,7 25

Gambar 2.10 Pola Aliran c/D = 0,5 26

Gambar 2.11 Pola Aliran c/D = 0,3 26

Gambar 2.12 Faktor Friksi Vs Angka Reynold 26

Gambar 2.13 Faktor Friksi Vs Angka Reynold pada Variasi Nilai c/D 27

Gambar 2.14 Grafik Bilangan Reynold Vs CoV 27

Gambar 2.15 Kesimpulan 28

Gambar 2.16 Bentuk dari SSC, YNU dan YMX (Atas ke Bawah) 30

Gambar 2.17 Skema Penelitian Visualisasi Tri-Helical Static Mixer 31

Gambar 2.18 Langkah-langkah Pengembangan Scale Up 32

Gambar 3.1 Tangki Umpan 36

Gambar 3.2 Tangki Bioreaktor 38

Gambar 3.3 Static In-Line Mixer Selesai Pabrikasi 39

Gambar 3.4 Tangki Pengendap 40

Gambar 3.5 Tangki Penangkap Biogas 41

Gambar 3.6 Kompresor dan Tangki Bertekanan Tinggi 42

Gambar 3.7 Gas Meter 43

(15)

Gambar 4.1 Grafik perbandingan kualitas pencampuran antara

Static inline mixer dengan Mixing tank berdasarkan

perubahan nilai TS & VS 48

Gambar 4.2 Grafik pengaruh penggantian Static inline mixer

terhadap perubahan nilai TS & Vs Fermentor 51

Gambar 4.3 Grafik pengaruh penggantian Static inline mixer

terhadap laju alir produksi biogas 53

Gambar 4.4 Grafik pengaruh pengantian static in line mixer terhadap nilai

alkalinitas dan derajat keasaman (pH) fermentor 54

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Perubahan COD terhadap Penggunaan

Static In-Line Mixer 56

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit 2006-2011 5

Tabel 2.2 Volume dan Nilai Ekspor Kelapa Sawit Tahun 2006-2010 6

Tabel 2.3 Karakteristik POME dari Sampel Adolina 8

Tabel 2.4 Komposisi Biogas 11

Tabel 2.5 Kondisi Optimum Produksi Biogas 12

Tabel 2.6 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik 14

Tabel 2.7 Kesetaraan biogas dengan sumber lain 15

Tabel 2.8 Berbagai Penelitian fermentasi POME menjadi

Biogas yang telah dilakukan 17

Tabel 2.9 Spesifikasi Pembuatan dan Biaya Static In-Line Mixer 33

Tabel 2.10 Spesifikasi Pembuatan dan Biaya Static In-Line Mixer 34

Tabel 3.1 Spesifikasi Tangki Umpan 36

Tabel 3.2 Spesifikasi Bioreaktor 37

Tabel 3.3 Spesifikasi Static In-Line Mixer 38

Tabel 3.4 Spesifikasi Tangki Pengendapan 39

Tabel 3.5 Spesifikasi Tangki Penangkap Biogas 41

Tabel 3.6 Kompresor dan Tangki Bertekanan Tinggi 42

Tabel A.1 Data Kadar TS dari Feed Tank, Gravity Thickener

dan Static In-Line Mixer 62

Tabel A.2 Tabel A.1 Data Kadar TS dari Feed Tank,

Gravity Thickener dan Static In-Line Mixer 63

Tabel A.3 M-Alkalinity dan pH Bioreaktor 64

Tabel A.4 Laju Produksi Biogas 65

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A DATA HASIL PERCOBAAN 62

A.1 DATA TS DAN VS PILOT PLANT UNTUK

PENGGUNAAN STATIC IN-LINE MIXER 62

A.2 DATA PARAMETER PENGUKURAN PADA

PILOT PLANT BIOGAS 64

LAMPIRAN B CONTOH HASIL PERHITUNGAN 68

B.1 NILAI REGRESI 68

B.2 PERHITUNGAN KADAR TOTAL SOLID (TS) 69

B.3 PERHITUNGAN KADAR VOLATIL SOLID (VS) 69

B.4 PERHITUNGAN BILANGAN REYNOLD TANGKI

(18)

DAFTAR SINGKATAN

POME Palm Oil Mill Effluent

CPO Crude Palm Oil

TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit

TBS Tandan Buah Segar

HRT Hydraulic Retention Time

TS Total Solid

VS Volatil Solid

PKS Pabrik Kelapa Sawit

PTPN Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara

BOD Biochemical Oxygen Demand

COD Chemical Oxygen Demand

pH Power of Hydrogen

SIM Static in Line Mixer

(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Ha Luas areal suatu perkebunan

NH4-N Amonium mg/L

VFA Asam lemak yang menguap mg/L

n-Hex Normal Heksana mg/L

C Karbon %

H Hidrogen %

N Nitrogen %

S Belerang %

P Posfor %

CH4 Metana L/hari

CO2 Karbon dioksida

H2S Hidrogen sulfida

O2 Oksigen

CO Karbon monoksida

H2O Air

NRe Bilangan Reynold

SSC Bentuk static in-line mixer

YNU Bentuk static in-line mixer

YMX Bentuk static in-line mixer

L/D Panjang per diameter

C/N Rasio karbon per nitrogen

HCl Asam klorida

NaHCO3 Natrium bikarbonat

Fe Besi

Ni Nikel

Co Cobalt

 Kecepatan putaran Rpm

Vol Volume Liter

(20)

T Temperatur 0C

Q Panas KJ

m Massa Kg

(21)

ABSTRAK

Potensi Indonesia sebagai negara produsen CPO terbesar kedua didunia sangatlah menjanjikan dalam industri biogas. Hal ini disebabkan potensi dari POME (Palm Oil Mill Effulent)yang merupakan limbah cair dari kolam fat fit yang dapat di diproduksi menjadi biogas. Produksi biogas pada kondisi thermofilik anaerobik dengan recyle 34% dilakukan dalam empat tangki utama yaitu tangki preparasi,tangki pencampur(mencampur POME keluaran tangki preparasi dengan recyle), bioreaktor dan tangki pengendapan(gravity thickner). Tanki pencampur biasanya terdiri dari satu buah tangki besar dan motor pengaduk serta agitator. Dimana untuk setiap kapasitas yang diolah tentu membutuhkan ukuran tangki, jenis motor dan agitator yang sedikit berbeda. Hal ini sedikit kurang efisien jika ditinjau dari sisi proses, dimana proses itu sendiri harus bersifat lunak terhadap kapasitas. Penelitiaan ini bertujuan menggantikan peranan mixing tank dengan static in line mixing dan dilihat pengaruhnya pada peformance bioreaktor dan produksi biogas. Pengujian yang dilakukan adalah analisa TS dan VS, pH dan M-Alkalinity, dan COD serta mengukur produksi biogas yang terbentuk. Penilaian kualitas pencampuran dari parameter ts(total solid) & vs(volatil solid) dimana hasil keluaran static inline mixer dan mixing tank dibandingkan dengan nilai teoritisnya (regresi). Hasil yang didapat dari perbandingan tersebut dinilai dengan R (keakuratan regresi 0,9-1 ) a.(0,978), b.(0,976), c.(0,992), d.(0,989).

(22)

ABSTRACT

Indonesia as the second country for production CPO in the world is very potesially in biogas industry. Something make it very potensial is POME (Palm Oil Effulent).POME is the most important in biogas because it can be change to biogas. Production biogas is in thermofilik anaerob with recyle sludge 34% through in four tank. They are pretreatment tank, mixing tank, bioreactor, and gravity thickner.The mixing tank is a tank with motor (machine), impeller and any baffle. For the diffrent capacity production, the old specification of mixing tank can be change actually the size of tank. For this reason is very important to change mixing tank with a specifik agitator what can fill or answer this problem. The agitator may answer the problem is a static in line mixer.The research focusses on the capacity of static in line mixing to mix POME from pretreatment tank with the recyle sludge from gravity thickner and see this mixing effect to peformance bioreactor and production biogas.The parameter of the research are TS & VS, ph,and M-alkalinity, COD. The quality of mixing could be described with plot between the data (ts &vs) from mix tank or static in line mixing with a theoritical data ( take from regresion). R (accurate of regrsion) are accepted with scale1(0.9-1), and the result are a.(0,978), b.(0,976), c.(0,992), d.(0,989). The value is good.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia saat ini adalah produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil,

CPO) terbesar kedua di dunia, dengan luas areal perkebunan kelapa sawit pada

tahun 2010 diperkirakan 7 juta hektar. Proses pengolahan tandan buah segar

(TBS) menjadi crued palm oil (CPO) menghasilkan biomassa produk samping

yang jumlahnya sangat besar. Tahun 2004 volume produk samping sawit sebesar

12.365 juta ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 10.215 juta ton cangkang

dan serat, dan 32.257 – 37.633 juta ton limbah cair (Palm Oil Mill Effluent

/POME). Jumlah ini akan terus meningkat dengan meningkatnya produksi TBS

Indonesia. Produksi TBS Indonesia di tahun 2004 mencapai 53.762 juta ton dan

pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64.000 juta ton. Besarnya produksi CPO

juga diikuti dengan besarnya produksi limbah PKS. Baik limbah cair atau yang

dikenal sebagai palm oil mill effluent (POME) serta limbah padat seperti tandan

kosong, cangkang, dan serat (fibre). Produksi POME diperkirakan sebesar 28,7

juta ton/tahun dan produksi limbah padat diperkirakan sebesar 15,2 juta ton/tahun.

Besarnya produksi POME ini tentunya merupakan potensi yang sangat besar

untuk memproduksi biogas [1].

Limbah cair kelapa sawit (LCPKS) dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit

yang berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dan proses klarifikasi air

hydrocyclone (claybath), dan air pencuci pabrik. Limbah cair pabrik kelapa sawit

mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena

tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak. Komposisi

limbah cair pabrik kelapa sawit biasanya hanya diolah agar dapat dibuang sesuai

dengan standar baku mutu lingkungan yang sudah ditetapkan [2].

Pengolahan POME secara konvensional sebelum dapat dibuang ke

lingkungan biasanya dilakukan dengan sistem kolam terbuka (lagoon). Sistem ini

(24)

fermentasi anaeorbik menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti CH4, H2S dan

CO2 yang diduga menyebabkan peningkatan pemanasan global [3].

Sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menghasilkan

limbah cair kelapa sawit menjadi biogas, salah satu penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dari Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara. Mereka melakukan penelitian mengenai biogas dengan bahan baku POME

dengan menggunakan sistem close digester pada suhu 550C. Dengan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa produksi rata-rata biogas yang paling besar

adalah 8,91 liter/hari yaitu pada HRT 8 hari [4].

Penelitian berikutnya dari Departemen yang sama melakukan penelitian

dengan variasi HRT yaitu 10, 8, 6 dan 4 hari. Dari hasil penelitian didapat bahwa

fermentasi POME pada skala laboratorium sistem tertutup, termofilik, pH 7 dan

alkalinitas dijaga 4.000 mg/L telah dapat menghasilkan biogas. Produksi biogas

terbesar diperoleh pada HRT 6 hari adalah sekitar 75 %, sedangkan laju

dekomposisi bahan organik terbaik yakni ± 79 % dicapai pada HRT 10 hari [5].

Penelitian berikutnya dari Departemen yang sama melakukan penelitian

dan telah berhasil melaksanakan proses fermentasi POME sistem tertutup pada

skala pilot, walaupun penelitian tersebut masih merupakan kajian awal, namun

telah berhasil melakuan penyesuaian kondisi operasi, loading up dan sinkronasi

sistem [6].

Penelitian berikutnya dari Departemen yang sama melakukan penelitian

dengan melakukan perbaikan sistem tertutup pada skala laboratorium dengan

melakukan recycle terhadap keluaran fermentor. Cairan keluaran fermentor

ditampung dan diendapkan selama 6 jam. Cairan pekat atau yang berada dibagian

bawah pengendap direcycle kembali ke fermentor sedangkan cairan jernih (bagian

atas) dikeluarkan dari sistem. Perbaikan sistem ini telah berhasil meningkatkan

laju dekomposisi bahan organik menjadi 85% pada HRT 6 hari [7].

Penelitian berikutnya dari Departemen yang sama melakukan penelitian

berupa produksi biogas dari limbah cair kelapa sawit pada skala pilot plant dengan

(25)

dengan penelitian yang dilakukan Amalia dan senafati yakni dengan Suhu fermentor 550C, HRT target 6 hari dan recycle sludge 34% pada skala pilot plant sehingga diharapkan pada HRT 6 hari, diperoleh laju dekomposisi bahan organik

≥ 80%. Pengembalian sludge ke dalam digester dapat meningkatkan laju dekomposisi VS, ini terlihat dari laju dekomposisi yang tertinggi pada recycle di

laboratorium dan di pilot plant didapat hari ke-90 yakni sebesar 84,36% dan hari

ke-51 sebesar 77,35%, sehingga dapat disimpulkan recycle sludge yang terus

menerus dilakukan akan dapat meningkatkan laju dekomposisi VS[8].

Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang kondisi operasinya hampir

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Arie dan Elton yakni dengan suhu

fermentor 550C, HRT target 6 hari dan recycle sludge 34% , dengan menggantikan mixing tank dengan static in-line mixer dimana suhunya sebesar

300C dan melihat performance bioreaktor terhadap static in-line mixer yang digunakan terhadap produksi biogas yang dihasilkan.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu melihat pengaruh static

in-line mixer pada performance bioreaktor pada produksi biogas dari limbah cair

kelapa sawit skala pilot plant dengan recycle sludge 34% dan suhu dalam mixing

in-line 300C.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan hasil biogas yang diharapkan sama dengan penggunaan

mixing tank.

2. Melihat pengaruh laju alir umpan masuk static in-line mixer terhadap

performance bioreaktor biogas.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang pengembangan produksi biogas dengan

menggunakan metode fermentasi dengan menggunakan static in-line

(26)

2. Memberikan informasi tentang perbandingan pada proses fermentasi

dengan menggunakan static in-line mixer dan dengan mixing tank.

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian yang akan dilaksanakan yakni berskala Pilot Plant di Pusdiklat

LP3M USU. dengan kondisi operasi:

1. Suhu umpan yang akan digunakan pada Feed Tank : 700C. 2. Suhu Fermentor : 550C.

3. Menggunakan static in-line mixer untuk mencampurkan umpan dari Feed

Tank dengan keluaran Fermentor (sludge) dengan suhu 550C. .

4. Menggunakan Gravity Thickner, untuk memisahkan endapan pada bagian

bawah (sludge) dengan cairan bagian atas.

Variasi pada penelitiaan : Laju alir umpan masuk (0,208839 - 0,210202 m/s)

Parameter yang akan dilakukan didalam penelitan ini meliputi :

1. Kadar Total Solid dari limbah yang belum difermentasi dengan limbah

yang sudah difermentasi.

2. Kadar abu dan Volatile Solid.

3. Kadar M-Alkalinity dan pH.

4. Analisa CO2 H2S.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri paling penting penghasil

minyak masak industri maupun bahan bakar (biodiesel). Pengembangan kelapa

sawit di Indonesia dimulai sejak 1970 dan mengalami pertumbuhannya yang

cukup pesat terutama periode 1980-an. Pada tahun 1980 areal kelapa sawit hanya

seluas 294 ribu Ha dan terus meningkat dengan pesat sehingga pada tahun 2009

mencapai 7,32 juta Ha, dengan rincian 47,81 berupa perkebunan besar swasta

(PBS), 43,76% perkebunan rakyat (PR), dan 8,43% perkebunan besar Negara

(PBN). Dengan luas areal tersebut, Indonesia merupakan Negara produsen minyak

sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2009, produksi minyak sawit Indonesia

mencapai 20,6 juta ton, diikuti Malaysia pada urutan kedua dengan produksi

17,57 juta ton. Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia

merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2008

mencapai 80% dari total produksi. Negara tujuan utama ekspor kelapa sawit

Indonesia adalah India dengan pangsa pasar sebesar 33%. Cina sebesar 13 % dan

Belanda 9% dari total ekspor kelapa sawit Indonesia [9].

Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit 2006-2011 [10] Tahun Perkebunan

Rakyat (Ha)

Perkebunan Besar Negara

(Ha)

Perkebunan Besar Swasta

(Ha)

Total Nasional

(Ha) 2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 2009 3.061.413 630.512 4.181.368 7.873.294 2010*) 3.077.629 637.485 4.321.317 8.430.027 2011**) 3.090.407 643.952 4.465.809 8.036.431 *)Angka Sementara **)Angka Estimasi

Tabel 2.1 memperlihatkan tabulasi perkembangan luas areal perkebunan

kelapa sawit di Indonesia berdasarkan pengusahaannya tahun 2006-2011.

(28)

kebutuhan CPO dunia, seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir ini. Selain itu

juga dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia menjadikan CPO sebagai

pilihan untuk bahan baku pembuatan bio energi sebagai alternatif bahan bakar.

Diperkirakan beberapa tahun ke depan investasi terbesar sub sektor perkebunan

masih didominasi oleh kelapa sawit. Produktivitas perkebunan kelapa sawit pada

kurun waktu 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 2.2 yang menunjukkan

pengusahaan produksi kelapa sawit yang semakin lama semakin meningkat dan

begitu juga pendapatan Negara yang diperoleh dari ekspor minyak kelapa sawit

[10].

Tabel 2.2 Volume dan Nilai Ekspor Kelapa Sawit Tahun 2006-2010 [11] Tahun Volume (Ton) Nilai (Ribu US$)

2006 11.745.954 4.139.286

2007 15.200.733 9.078.283

2008 18.141.006 14.110.229

2009 21.151.127 11.605.431

2010*) 20.615.958 12.626.595

*)Angka Sementara

Kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah padat dan cair

(Palm Oil Mill Effluent, POME) dalam jumlah besar yang saat ini belum

dimanfaatkan secara optimal, serat dan sebagian cangkang sawit biasanya dipakai

untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit

(TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah,

biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa

sawit [12]. Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah

rendah di dalam rangkaian proses pemanfaatannya.

Proses pengolahana tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi CPO

secara sederhana dapat dilakukan pada Gambar 2.1. Blok diagram pengolahan

TBS menjadi CPO pada PKS dengan kapasitas 40 ton/jam diperkirakan

menghasilkan CPO sebanyak 8.720 kg/jam. Proses pengolahan ini akan

menghasilkan limbah padat dan cair. Diperkirakan limbah cair PKS berasal dari

air kondensat rebusan (150-175kg/tonTBS). Pada PKS dengan kapasitas olah 40

ton TBS/ jam menghasilkan limbah cair sebanyak 33.700 kg/jam atau sekitar

(29)

jumlah limbah PKS di Indonesia yang berupa TKKS sebesar 15,2 juta ton/tahun

can POME mencapai 28,7 ton/tahun [13].

Gambar 2.1. Blok diagram pengolahan TBS menjadi CPO [13]

2.2 LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT

Limbah pada sebuah pabrik kelapa sawit terdiri atas limbah padat, cair dan gas. Limbah padat terdiri atas tandan kosong dan cangkang, sedangkan limbah cair kelapa sawit ( Palm Oil Mill Effluent , POME ) terdiri dari sludge, air kondensat, air cucian pabrik, air hydrocyclone dan sebagainya. Pengolahan limbah kelapa sawit meliputi pengendalian pengolahan (in-plant control), sistem pengendalian pada kolam limbah dan pemanfaatan limbah, sehingga air yang keluar dari pabrik memenuhi persyaratan undang-undang lingkungan hidup.

(30)

limbah cair per hari 420 m3 dari pengolahan dimana maksimum jam

operasionalnya adalah 20 jam. Total volume kolam limbah adalah 21000 m3 dan

efektif volume kolam limbah terisi 16.800m3. Limbah cair tersebut mengandung

konsentrasi yang tinggi dari Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical

Oxygen Demand (BOD), minyak dan zat-zat padat [14].

2.3 PALM OIL MILL EFFLUENT (POME)

2.3.1 Spesifikasi Palm Oil Mill Effluent (POME)

POME berasal dari stasiun rebusan/sterilisasi dan klarifikasi yang dialirkan ke fat pit untuk tujuan pengutipan minyak dimana limbah tersebut

mengalir dengan debit rata-rata 21m3/jam dengan waktu operasional 20 jam dalam

[image:30.595.108.388.379.645.2]

satu hari. Karakteristik POME dapat dilihat pada tabel 2.3 Karakteristik POME dari sampel Adolina berikut ini:

Tabel 2.3 Karakteristik POME dari sampel Adolina [15]

No. Nama Sampel Satuan

Keluaran Cooling

Tower

1. pH - 4,15

2. TS mg/L 41.000

3. VS mg/L 35.000

4. BOD mg/L 40.000

5. COD mg/L 43.000

6. NH4-N mg/L 21

7. VFA mg/L 4.510

8. Asam Asetat mg/L 3.570

9. Asam Proponiat mg/L 200

10. n-Hex mg/L 4.300

11. C % 37,3

12. H % 5,04

13. N % 1,99

14. S % 0,31

15. P % 0,17

16. COD:N:P - 350:7:1,5

(31)

2.3.2 PENGOLAHAN PALM OIL MILL EFFLUENT (POME)

Limbah cair kelapa sawit sebelum dibuang ke sungai maka pabrik-pabrik kelapa sawit terlebih dahulu melakukan proses pengolahan sederhana yang berupa

pengolahan melalui kolam-kolam penampungan. Secara konvensional

pengolahan limbah di pabrik kelapa sawit (PKS) dilakukan secara biologis dengan

menggunakan sistem kolam, yaitu limbah cair diproses di dalam satu kolam

anaerobik dan aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai pe-rombak BOD

dan menetralisir ke-asaman cairan limbah. Hal ini di-lakukan karena pengolahan

limbah dengan menggunakan teknik tersebut cukup sederhana dan dianggap

murah. Namun demikian lahan yang diperlu-kan untuk pengolahan limbah sangat

luas, yaitu sekitar 7 ha untuk PKS yang mempunyai kapasitas 30 ton TBS/jam.

Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik pengolahan limbah dengan

menggunakan sistem kolam dapat mengurangi ketersediaan lahan untuk kebun

kelapa sawit. Waktu retensi yang diperlukan untuk me-rombak bahan organik

yang terdapat dalam limbah cair ialah 120 – 140 hari. Efisiensi perombakan

limbah cair PKS dengan sistem kolam hanya sebesar 60 – 70 %. Disamping itu

pengolahan limbah PKS dengan menggunakan sistem kolam sering mengalami

pendangkalan sehingga masa retensi menjadi lebih singkat dan baku mutu limbah

tidak dapat tercapai. Oleh karena itu perlu dicari sistem pengolahan limbah yang

lebih efisien dengan waktu retensi yang rendah dan efisiensi yang tinggi. Teknik

pengolahan limbah PKS dengan sistem tangki anaerobik adalah salah satu sistem

pengolahan limbah yang dilakukan secara anaerobik dengan kecepatan tinggi dan

sangat efisien. Adapun prinsip kerja teknik pengolahan limbah tersebut adalah

(32)

Gambar 2.2 POME dari Adolina

2.4 ALTERNATIF KONVERSI POME MENJADI BIOGAS

POME tidak dapat dibuang langsung ke sungai/parit, karena akan sangat

berbahaya bagi lingkungan. Saat ini, umumnya PKS menampung limbah cair

tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) kemudian diolah dalam beberapa

tahap sebelum dibuang ke sungai/parit. Secara alami, limbah cair di dalam kolam

akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Gas-gas

tersebut antara lain adalah campuran dari gas metan (CH4) dan karbon dioksida

(CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari 600–700 kg POME

kurang lebih mencapai 20 m3 biogas. Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai

sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas

rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan [16].

Biogas dapat dibuat dari berbagai macam bahan baku seperti kotoran hewan, sampah organik ataupun limbah cair kelapa sawit. Secara ilmiah, biogas yang

dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable). Gas

ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4)

dan karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan

(33)

Zhang et al. (1997) dalam penelitiannya, menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Sedangkan Hansen (2001) , dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70% metana, 30-40% karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida, merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas adalah dapat dilihat dalam table 2.4

Tabel 2.4 Komposisi Biogas [17]

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45

Nitrogen (N2) 0-0,3

Hidrogen (H2) 1-5

Hidrogen sulfida (H2S) 0-3

Oksigen (O2) 0,1-0,5

2.5 MEKANISME PEMBENTUKAN BIOGAS

Proses pembentukan biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan tiga tahap utama, yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis.

Hidrolisis

Senyawa-senyawa polimer seperti lemak, protein dan karbohidrat adalah senyawa-senyawa yang terdapat di dalam sampah organik termasuk POME, senywa ini adalah senyawa yang pertama yang akan dihidrolisa oleh mikroba-mikroba yang menghasilkan enzim lipase, protase, sellulosa, amilase dan lain sebagainya. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut akan mengubah rantai polimer menjadi molekul-molekul yang lebih kecil atau menjadi monomer yang kemudian akan dikonsumsi oleh mikroba.

Pada tahap ini protein umumnya akan dihidrolisa menjadi asam amino

dengan bantuan enzim protase, yang akan diproduksi oleh Bacteroides,

(34)

Pada tahap ini intinya bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino, H2 dan CO2 [17].

Asidogenesis

Pada tahap ini yang bekerja adalah bakteri asidogenik yang akan mengubah senyawa-senyawa terlarut yang dihasilkan oleh tahap hidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang memiliki rantai yang lebih pendek seperti asam asetat dan asam format.

Metanogenesis

Metanogenesis adalah proses yang menghasilkan gas metana dengan digester anaerobik. Walaupun asetat dan H2/CO2 adalah substrat utama pada

proses ini, tetapi senyawa-senyawa lain seperti asam format, metanol, metilamina dan CO akan dikonversi juga untuk menghasilkan metana. Pada tahap ini mikroba yang bekerja adalah methanobacteria [18].

2.6 PARAMETER FERMENTASI

[image:34.595.169.456.591.753.2]

Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian yang penulis peroleh, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu:

Tabel 2.5 Kondisi Optimum Produksi Biogas [17]

Parameter Kondisi Optimum

Suhu 550C

Derajat Keasaman 6,8-7,8

Nutrien Utama Karbon dan Nitrogen

Sulfida <200 mg/L

Logam-logam berat terlarut

< 1 mg/L

Sodium <5000 mg/L

Kalsium < 2000 mg/L

Magnesium Amonia

(35)

Parameter-parameter di dalam produksi biogas harus diperhatikan dan dijaga karena jika kondisi di atas tidak terpenuhi maka pada proses yang dilakukan bukan metana sebagai produk utama akan tetapi akan dihasilkan karbon dioksida sebagai produk utama.

Alkalinitas

Alkalinitas pada limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat(CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium,

magnesium, kalium dan amonia. Alkaliniti pada limbah cair membantu untuk mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Konsentrasi dari alkaliniti pada limbah cair sangatlah penting karena kadar alkaliniti mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi, juga dibutuhkan untuk nutrisi bagi mikroba.

Kadar alkaliniti di dapat dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam, hasil yang didapat akan dalam satuan mg/L CaCO3 [19].

pH

Konsentrasi ion-hidrogen merupakan kualitas parameter yang penting di dalam limbah cair. Konsentrasi dari pH dapat diartikan sebagai eksistensi dari kehidupan mikroba di dalam limbah cair (biasanya pH diantara 6 sampai 9). Limbah cair mempunyai konsentrasi pH yang sulit diatur karena adanya proses pengasaman pada limbah cair. pH mempunyai arti yang sangat penting di dalam pengolahan limbah cair karena dari pH dapat diketahui kondisi mikroba yang ada di dalam limbah cair [19].

Nutrisi

(36)

biasanya jumlah nutrisi yang dibutuhkan seperti nitrogen, phospor, dan sulfur pada range 10-13,2-2,6 dan 1-2 mg per 100 mg limbah. Akan tetapi, agar methanogenesis maksimum, konsentrasi nitrogen, phospor dan sulfur biasanya 50, 10, dan 5 mg/L. Kandungan nitrogen dapat diperoleh dari berbagai macam

senyawa seperti NH4HCO3 (amonium hidrogen karbonat) [19].

Logam Berat Terlarut

Logam berat terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair, terutama pada proses methanogenesis. Logam berat terlarut ini berfungsi sebagai nutrisi penting pada pertumbuhan mikroba. Kandungan untuk logam berat terlarut yang direkomendasikan pada pengolahan limbah cair seperti besi, kobalt, nikel dan seng adalah 0,02; 0,004; 0,003 dan 0,02 mg/g produksi asam asetat. Penambahan logam-logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair. Kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl2; 0,1 mg CaCl2;

0,1 mg NiCl2; dan 0,1 mg ZnCl2 [19].

2.7 FERMENTASI ANAEROBIK

[image:36.595.128.513.533.707.2]

Fermentasi secara anaerob berarti selama proses ferementasi tidak ada udara yang masuk di dalam reaktor. Fermentasi anaerob memiliki bebearapa keuntungan dan kerugian, yaitu:

Tabel 2.6 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik [19]

No. Keuntungan Kerugian

1. Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan

yang lama

2. Produk samping yang dihasilkan

sedikit

Membutuhkan penambahan senyawa alkalinity

3. Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa

nitrogen dan phospor

4. Dapat menghasilkan senyawa methana

yang merupakan sumber energi yang potensial

Sangat sensitif terhadap efek dari perubahan temperatur

5. Hanya membutuhkan rekator dengan

volume yang kecil

Menghasilkan senyawa yang beracun seperti H2S.

(37)

2.8 NILAI POTENSIAL BIOGAS

Biogas yang bebas pengotor (H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan

telah mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan. Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber energi lain adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7 Kesetaraan biogas dengan sumber lain [17]

Bahan Bakar Jumlah

Biogas

Elpiji

Minyak tanah

Minyak solar

Bensin

Gas kota

Kayu bakar

1 m3

0,46 kg

0,62 liter

0,52 liter

0,8 liter

1,5 m3

3,5 kg

2.9 BERBAGAI PENELITIAN FERMENTASI POME MENJADI BIOGAS YANG TELAH DILAKUKAN

Biogas yang komponen utamanya gas metan (CH4) sebenarnya sudah

mulai dimanfaatkan sejak puluh tahun yang lalu, namun tidak banyak

dipergunakan masyarakat. Biogas yang dikenal masyarakat lebih banyak

dihasilkan dari pengolahan kotoran ternak atau kotoran manusia. Sebenarnya

biogas juga dapat dihasilkan dari biomassa yang lain. Biogas lebih ramah

lingkungan daripada BBM. Pembakaran biogas (metan) akan menghasilkan gas

(38)

metan dapat diubah menjadi energi sebesar 4700 – 6000 kkal atau 20 – 24 MJ.

Energi sebesar itu setara dengan energi yang dihasilkan oleh 0,48 kg gas elpiji

(LPG). Penggunaan gas metan tidak hanya menghasilkan energi yang besar tetapi

juga lebih ramah lingkungan [20].

Penelitian seperti ini sudah banyak dilakukan. Riki & Alviah, 2009, melaporkan bahwa fermentasi POME pada skala laboratorium sistem tertutup ( Close Digester Tank ), termofilik, pH 7 dan alkalinitas dijaga 4.000 mg/L telah dapat menghasilkan biogas. Variasi HRT 10, 8, 6 & 4 hari. Produksi biogas terbesar diperoleh pada HRT 6 hari . Mereka juga melaporkan bahwa laju dekomposisi bahan organik pada HRT 6 hari adalah sekitar 75 % sedangkan laju dekomposisi bahan organik terbaik yakni ± 79 % dicapai pada HRT 10 hari [5].

Beberapa penelitian yang dilakukan tidak hanya sebatas memvariasikan HRT saja, akan tetapi sudah ada penelitian yang melakukan variasi recycle

terhadap laju dekomposisi. Amalia Yolanda dan Senafati. 2009, melakukan

perbaikan sistem tertutup pada skala laboratorium dengan melakukan recycle terhadap keluaran fermentor. Cairan keluaran fermentor di tampung dan di endapakan selama 6 jam .Cairan pekat atau yang berada dibagian bawah pengendap di recycle kembali ke fermentor sedangkan cairan jernih ( bagian atas ) dikeluarkan dari sistem . Perbaikan sistem ini telah berhasil meningkatkan laju dekomposisi bahan organik menjadi 85 % pada HRT 6 hari [7].

Febriansyah dan Vandi. 2010, telah berhasil melaksanakan proses

fermentasi POME sistem tertutup pada skala pilot , walaupun penelitian tersebut masih merupakan kajian awal, namun telah berhasil melakukan penyesuaian kondisi operasi, loading up, dan sinkronisasi sistem [6].

Arie & Elton, 2011, telah berhasil melaksanakn proses fermentasi

POME sistem tertutup pada skala pilot, dimana peneliti melakukan recycle sludge

sebesar 34% terhadap keluaran fermentor pada suhu 550C dan berhasil

(39)

Tabel 2.8 Berbagai Penelitian fermentasi POME menjadi Biogas yang telah dilakukan

Institusi/Peneliti Bahan Baku

Sistem / Kondisi Hasil

Institut Kyushu Jepang dengan

UPM Malaysia POME

Open Digester Tank Kandungan metan di

dalam biogas 13,5 – 49%

Palm Oil Research Centre Malaysia

POME

Close Digester Tank Walaupun konsentrasi

CH4 65%, namun

volume biogas masih rendah

University of Port-Harcourt, Nigeria

POME

- close Digester Tank

- variasi HRT 20,18 & 10 hari

- Tanpa pemanasan

- laju dekomposisi

ba-han organik tinggi

- volume biogas

rendah

Walailak University,

Thailand POME

- close Digester Tank - variasi suhu 37- 55oC - HRT 7 hari

volume biogas tinggi pada range temperatur 52-55oC

Riki Handoko & Alviah Nadya Sari Simbolon

POME -Close Digester Tank &

suhu 550C

-Variasi HRT 10,8,6 & 4

- -Pengaruh HRT terhadap

fermentasi POME

-HRT terbanyak menghasilkan biogas adalah HRT 6 -Laju dekomposisi

bahan organik pada HRT 6 hari sekitar 75 %

- -Laju dekomposisi

bahan organik terbaik ± 79 % dicapai pada HRT 10 hari

Vivian Wongistani & M. Izni Harahap

POME -Close Digester Tank &

suhu 550C

-Variasi HRT 20,10 & 8 -Pengaruh HRT terhadap

fermentasi POME

[image:39.595.110.539.121.704.2]
(40)

Jumri Prico

Pangihutan &

Ismaulida Sari

Lubis

POME -Close Digester Tank &

suhu 550C

-Variasi lokasi PKS Pagar

Merbau, Rambutan &

Sisirau

Biogas PKS

Rambutan lebih baik daripada PKS Merbau dan PKS Sisirau

Amalia & Senafati POME -Close Digester Tank &

suhu 550C

-Variasi recycle terhadap laju dekomposisi

Laju dekomposisi dengan metode recycle dapat mencapai 80 %

Febri & Vandi POME Fermentasi POME sistem

tertutup pada skala pilot

Penyesuaian terhadap

kondisi operasi,

loading up dan

sinkronisasi sistem

Arie & Elton POME - Close Digester Tank & Suhu 550C

- Recycle sludge sebanyak 34%.

Diperoleh

dekomposisi VS 77,35%, dan produsi biogas sebesar 0,00176410 L/mgVS hari

Penelitian yang dilakukan merupakan pengembangan dari penelitian Arie & Elton. Penelitian dilakukan dengan skala pilot dengan melakukan recycle terhadap keluaran fermentor dengan menggunakan mixing in-line. Penelitian tersebut

bertujuan untuk memperoleh laju dekomposisi bahan organik ≥ 77,35% yang

(41)
[image:41.595.123.516.129.329.2]

2.10 FERMENTASI POME DENGAN RECYCLE SLUDGE

Gambar 2.3 Sketsa neraca massa Fermentasi POME dengan Recycle Sludge

Analisa neraca massa didasarkan pada prinsip bahwa massa tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi massa dapat diukur. Analisa massa biasanya difungsikan dalam waktu. Pada fermentor dengan sistem recycle alur masuk adalah berupa umpan segar POME dan sludge yang dikembalikan pada reaktor (return sludge). Sedangkan alur keluarannya adalah berupa digested slurry.

Secara simbolis :

V r C Q C Q C Q V dt dC

g out out r

r in

in ) . .

( ..  

(2.1)

Dimana :

dt dC

= laju perubahan konsentrasi biomassa pada reaktor (kg/m3hari)

V = volume reaktor (m3) Qin = laju alir masuk (m3/ hari)

Cin = konsentrasi biomassa pada aliran masuk (kg/m3) Qout = laju alir keluar (m3/ hari)

(42)

Cr = konsentrasi biomassa pada aliran recycle (kg/m3) rg = kecepatan netto dari produksi biomassa (kg/m3.hari)

Jika diasumsikan konsentrasi dari mikroorganisme pada influent (masukan) dapat diabaikan dan keadaan steady state (dC/dt=0), persamaan di atas menjadi:

Qout.CoutQr.Crrg.V

(2.2)

Hubungan antara laju pertumbuhan dengan laju utilisasi substrat pada sistem

kontinu yaitu: rg YrsukdC

(2.3)

Dimana :

rg = kecepatan netto dari produksi biomassa (kg/m3.hari)

Y = koefisien yield sintesis (kg/kg COD)

rsu = laju konsentrasi substrat yang berubah menuju utilisasi (kg/m3 hari)

kd = koefisien pembusukan endogenus (kg/kg hari)

Jika kedua persamaan di atas dikombinasikan

kd C Yr VC C Q C

Qout out r r su

    . . (2.4)

Inversi dari ruas kiri didefenisikan sebagai nilai Sludge Retention Time (SRT).

SRT=

r r out

outC Q C Q

VC

.

.  (2.5) [19]

Hydraulic Retention Time (HRT) adalah waktu tinggal suatu bahan dalam

reaktor yaitu perbandingan antara volume reaktor dengan laju alir masuk pada

reaktor. Pada penelitian ini digunakan HRT 6 hari.

Dari gambar diperoleh:

V= 6Q

Qout=Q

(43)

Cd=C

Cout= x.C

Cr= ( 1-x ).C

HRT= 6 hari

Substitusi nilai tersebut ke persamaan :

SRT=

r r out

outC Q C Q VC . .  SRT= C x Q QxC QC ) 1 ( 34 , 0 6   SRT= ) 1 ( 34 , 0 6 x

x 

SRT= 34 , 0 34 , 1 6 

x hari (2.6)

2.11 MIXING TANK

Mixing tank merupakan alat pencampur yang mencampurkan suatu zat

dengan zat lain yang biasanya berbentuk silinder dengan sumbu terpasang vertikal

yang biasanya bervolume > 250 liter Sekat (buffle) [21]. Sebuah mixing tank

terdiri atas:

1. Agitator (pengaduk)

Agitator (pengaduk) digunakan untuk mengaduk campuran, jenis dari

impeller beragam disesuaikan pada sifat dari zat yang akan dicampurkan.

Jenis-jenis impeller yang umumnya digunakan adalah tree-blades yang digunakan untuk

mencampurkan bahan dengan viskositas rendah dengan putaran tinggi [22].

2. Sekat (buffle)

Sekat (buffle) adalah alat berbentuk batang yang digunakan dipinggir tangki

yang berguna untuk menghindari vortex dan digunakan untuk mempolakan aliran

(44)

3. Heater

Heater merupakan alat pemanas dimana suhu dan waktunya dapat diatur

sesuai dengan kebutuhan untuk memanaskan bagian inner ring suatu bantalan

yang akan dipasang ke suatu poros [23].

4. Motor

Motor merupakan alat penggerak pengaduk (agitator) dimana kecepatan

dapat diatur sesuai dengan proses yang diinginkan [23].

Salah satu aplikasi mixing tank yang paling terkenal adalah reaktor tangki

berpengaduk (RATB). Prinisip kerja suatu RATB adalah memasukkan satu atau

lebih reaktan ke dalam tangki dan pada saat bersamaan mengeluarkan sejumlah

produk dari reactor. Pengaduk dalam mixing tank dirancang sedemikian rupa

sehingga campuran reaktan akan teraduk dengan sempurna dan reaksi berlangsung

seoptimal mungkin. Hal ini sangat penting karena ketika beroperasi dalam kondisi

steady state, jumlah reaktan yang masuk ke dalam reaktan harus sesuai dengan

jumlah produk yang dihasilkan (the flow rate in must equal to the mass flow rate

out). Mixing tank yang dilengkapi dengan pengaduk, motor, dan heater

menjadikan alat ini menjadi boros terhadap penggunaan energi listrik dan kurang

efisien jika digunakan [24].

Dalam penggunaan suatu mixing tank, maka harus diperhatikan bagaimana

pemilihan reaktor yang tepat. Adapun pemilihan reaktor yang tepat bertujuan

untuk :

1. Mendapatkan keuntungan yang besar.

2. Biaya produksi yang murah.

3. Modal kecil/volume reaktor minimum.

4. Operasinya sederhana dan murah.

5. Keselamatan kerja terjamin.

6. Polusi terhadap sekelilingnya dijaga sekecil-kecilnya.

(45)

2.12 STATIC MIXER

Pengadukan atau pencampuran suatu fluida biasa terjadi dalam sebuah

tangki pencampur (vessel), tangki yang digunakan terdiri dari pengaduk dan motor

serta sekat atau baffle. Untuk skala yang lebih besar pengadukan dengan

menggunakan tangki akan menimbulkanbiaya yang lebih besar untuk itu

digunakan peralatan pencampuran fluida yang lebih fleksibel dalam perbesaran

skala produksi yaitu metode pengadukan dengan static mixer (pengadukan diam).

Static mixer (mixing in pipe) dapat berupa sepotong pipa kosong atai pipa

yang diberi sekat atau orifis yang akan membuat fluida saling berkontak. Ada

lima mekanisme proses yang akan terjadi bila suatu fluida dicampurkan di dalam

static mixing

Gambar 2.4 Jenis Pola Aliran di Dalam Static Mixer

Membagi (Dividing) Memutar (Rotating)

Menghubungkan (Chaneling) Membelokkan (Diverting)

Menggabungkan Kembali (Recombining) [25].

2.13 STATIC IN-LINE MIXER DALAM PENELITIAN

Pada penelitian ini static mixing yang akan digunakan memiliki

kareteristik seperti gambar 2.5, yaitu terdiri dari sebuah pipa yang didalamnya

terdapat sekat atau baffle. Penggunaan sekat ditujukan untuk memberikan

pengontakan atau pertemuan antara sludge dengan umpan yaitu POME yang

kemudian akan diteruskan ke tangki bioreactor. Dimana sludge yang dikeluarkan

(46)

Gambar 2.5 Rancangan Static In-Line Mixer Dalam Penelitian

Penelitiaan mengenai pola aliran pada pipa bersekat (baffles) sebelumnya

telah dilakukan Al – tabi dan Ooi et All, dimana mereka menjadikan Cystic duct

(kelenjar kista) sebagai latar belakang pemodelan dari studi mereka. Al- tabi

melakukan percobaan dengan memvariasikan aliran fluida ( berbagai macam nilai

Re) yang masuk kedalam fluida serta memvariasikan jarak atau rasio panjang

sekat serta membandingkannya dengan pipa yang tanpa sekat.

(47)

Al-tabi mengambil variasi c/D ( 0,3 ; 0,5; 0,7 ) dimana jarak antar sekat adalah 1,5 D.

Gambar 2.7 Pola Aliran untuk Nilai Reynolds 110 Aliran dari Kiri ke Kanan [26]

[image:47.595.128.524.121.348.2]

Gambar 2.8 Pola Aliran untuk Nilai Reynolds 100, c/D = 0,5 Aliran dari Kiri ke Kanan [26]

(48)
[image:48.595.142.487.454.722.2]

Gambar 2.10 Pola Aliran c/D = 0,5[26]

Gambar 2.11 Pola Aliran c/D = 0,3[26]

(49)
[image:49.595.132.482.113.319.2]

Gambar 2.13 Faktor Friksi Vs Angka Reynolds pada variasi nila c/D [27]

[image:49.595.173.433.385.586.2]
(50)
[image:50.595.114.540.95.465.2]

Gambar 2.15 Kesimpulan [27]

Dari penelitian ini ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan

dalam perancangan atau penggunaan static mixer antara lain

1. Penggunaan sekat (baffle) pada pipa dapat menciptakan suatu turbulensi

aliran yang dimana aliran yang semulanya laminar, kemudiaan menjadi

transisi dan menjadi turbulen. Pada c/D (0,7) resirkulasi aliran masih

belum begitu baik sehingga turbulensi tidak terjadi pada sekat – sekat awal

terutama untuk aliran dengan NRe yang rendah, c/D (0,5) dimana tinggi

sekat akan semakin tinggi sehingga lebih mampu menciptakan resirkulasi

(51)

rancangan sekat pada static mixer akan semakin cepat menciptakan

turbulensi [27].

2. Penggunaan sekat dapat meningkatkan faktor friksi dan nilai c/D yang

kecil akan membuat nilai faktor friksi yang tinggi. Hal ini terlihat dari nilai

c/D 0,3 memiliki nilai faktor friksi yang lebih besar jika dibandingkan

dengan c/D 0,5 & 0,7. Namun untuk nilai c/Dyang semakin kecil gradien

faktor friksi vs NRe semakin menurun yang dapat diasumsikan bahwa

hanya sedikit keterikatan antara faktor friksi pada Nilai Reynod, dan pada

nilai Reynold yang tinggi nilai dari faktor friksi tetap ( tidak terikat dengan

nilai Reynold) dan dapat dikatakan ini merupakan karakter dari aliran

turbulen [27].

3. Penggunaan sekat dapat menurunkan nilai koefesien variance (derajat

pencampuran). Dimana nilai c/D yang semakin kecil akan semakin

menurunkan nilai koefesien variance yang berati pencampuran akan lebih

sempurna [26].

4. Keidealan aliran dalam pengaduk ini akan semakin baik terutama untuk

rezim aliran non - turbulen, jika ditambahkan valve (mampu mengatur

aliran fluida) untuk mencegah aliran kosong pada pipa bersekat. Kinerja

valve yang dimaksut mirip dengan fungsi Valves of Heisters pada kelenjar

kista [28].

2.14 BERBAGAI PENELITIAN YANG MENGGUNAKAN STATIC MIXER

Static mixer merupakan alat pencampur yang digunakan untuk

mencampurkan dua zat atau lebih yang bertujuan untuk menghomogenitaskan

campuran zat tersebut yang berupa sepotong pipa yang di dalamnya ada sekat

yang berfungsi untuk memberikan pola aliran sehingga campuran menjadi

homogen.

Penelitian tentang penggunaan static mixer sudah banyak dilakukan. Hei

Cheon Yang dan Sang Kyoo Park pada tahun 2004, mereka meniliti tentang

pengaruh preasure drop dari static mixer. Pencampur yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan alat berbentuk tabung acrylic yang berdiameter 40 mm

(52)

SMX yang terbuat dari baja stainless dengan diameter 40 mm dan rasio L/D sama

dengan satu. Tebal plat yang berbentuk bulat panjang adalah 2 mm.

Gambar 2.16 Bentuk dari SSC, YNU dan YMX (Dari Atas ke Bawah)

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa faktor friksi dari SMX memiliki

kualitas yang baik sesuai dengan data yang ada, faktor friksi dari penggunaan SSC

dan YNU masing-masing yaitu 36% lebih rendah dari SMX dan 6% lebih tinggi

dari SMX, faktor friksi SMX dengan YNU lebih baik daripada penggunaan SSC

[29].

Yang H.C pada tahun 2006, meneliti tentang karakteristik pencampuran

dengan pencampuran yang bergerak. Penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan pencampuran dengan menggunakan sekat berupa SMX dengan

penggabungan YHC dan YNU. Rancangan dari masing-masing jenis sekat ini

menggunakan baja stainless stells, dimana setiap sekat yang digunakan memiliki

diameter 40 mm dengan rasio L/D adalah satu. Tebal rata-rata dari plat yang

digunakan berbentuk bulat panjang seperti pipa dengan tebal 2 mm. Dari

penelitian dilaporkan bahwa karakteristik pencampuran yang digunakan

masing-masing pencampur berbeda, ini telihat dari hasil visualisasi. Pada SMX dan YHC,

bentuk pencampuran berupa membelah aliran dan menyilang sedangkan pada

YNU menunjukkan pola aliran berupa cross-sectional. Dalam SMX, bisa

dipasang 5 elemen sekat di dalam alat pencampur sehingga pencampuran bisa

lebih baik, sementara pada YNU dan YHC hanya bisaa dipasang 1 dan 2 elemen

saja [30].

.Penelitian selanjutnya yang diteliti oleh Kuo-Tung Chang, Jer-Huan Jang,

Teng-Chuang Lai dan Jun-Nan Chen pada tahun 2011 meneliti tentang pola aliran

dari static mixer dengan menggunakan sekat berupa tri-helical secara numerik dan

(53)

bentuk pola aliran yang terbentuk dari tri-helical. Cairan yang digunakan adalah

air. Pada percobaan ini menggunakan Nd-YAG laser, tri-helical sebagai bentuk

pengujian, pengatur laju masuk dan keluar air dan penangkap sistem gambar dari

percobaan. Dalam penelitian ini, tri-helical digunakan dengan memasukkannya ke

dalam tabung untuk visualisasi aliran. Tri-helical dibagi menjadi 3 bagian di

dalam pipa. Pengujian ini terdiri atas 4 elemen dengan pengaturan kiri dan kanan

diatur secara aksial dalam pipa sehingga bagian ujung pipa aka membentuk sudut

600. Dimensi dari masing-masing elemen adalah 40 x 60 mm, dimana rasio untuk setiap elemen adalah 1,5. Ketebalan pipa 1,2 mm, diameter pipa yaitu 40,4 mm

sehingga ada celah kcil antara tri-helical dengan pipa. Panjang total pipa adalah

1000 mm, sedangkan panjang modul penguji adalah 240 mm. Rangkaian

peralatan dapat dilihat pada gambar 2.17 berikut.

[image:53.595.126.515.353.532.2]

Gambar 2.17 Skema Penelitian Visualisasi Tri-Helical Staic Mixer [31]

(54)

2.15 STUDI PILOT PLANT

Percobaan khas yang bertujuan untuk pengembangan proses adalah

dengan menggunakan percobaan Pilot plant. Pilot plant merupakan suatu alat

experiment dimana sekurang-kurangnya alat operasi yang ada terdapat dalam pilot

plant tersebut dapat menampilkan atau mewakili alat operasi yang ada di pabrik

sebenarnya. Bagian dari operasi yang ada pada pilot plant tersebut

menggambarkan secara tidak langsung operasi yang ada pada komersial plant

[image:54.595.168.454.286.491.2]

yang dapat dirubah dengan menggunakan model matematik [32].

Gambar 2.18 Langkah-langkah Pengembangan Scale Up

Dalam proses industri, data eksperimental sering tersedia dalam skala

laboratorium atau system agitasi skala pilot, dan tergantung pada hasil scale-up

untuk mendesain satu unit penuh. Ketika prose Scale-up menjadi sangat

beranekaragam, tidak ada metode tunggal yang dapat mengatasi masalah scale-up,

dan banyak pendekatan yang ada dari scale-up. Kesamaan geometri, tentunya

sangat penting dan paling sederhana yang biasa didapatkan. Kesamaan kinematika

dapat diartikan sebagai bagian perbandingan dari kecepatan atau waktu.

Kesamaan dinamika memerlukan perbandingan tetap dari viskos, inersia dan gaya

gravitasi. Meskipun jika kesamaan geometri telah didapatkan, kesamaan dinamika

(55)

sering sekali tergantung si desainer untuk mengandalkan penilaian dan

pengalaman dalam melakukan scale-up.

Dalam banyak kasus, objek utama biasanya mewakili proses agitasi

seperti: gerakan cairan yang sama, seperti pencampuran cairan, dimana gerakan

cairan mewakili kecepatan yang diperkirakan sama pada kasus kedua : suspensi

solid yang sama, dengan tingkat suspensi yang sama ; dan laju perpindahan masa

yang sama, dengan perpindahan masa terjadi diantara fasa cair dan padat, fase

cair-cair, dan dengan laju yang sama [33].

2.16 ANALISA EKONOMI

Penelitiaan ini bertujuaan menggantikan peran tangki berpengaduk (mixing tank)

dengan static in line mixer. Harapan dari penggantiaan ini adalah efesiensi dari

biaya pabrikasi awal dan biaya operasional, dimana tangki berpengaduk

menghabiskan biaya yang cukup besar dan tidak lunak terhadap kapasitas

pengolahan. Adapun spesifikasi dari static in line mixing dan mixing tank dapat

dilihat pada tabel

Tabel 2.9 Spesifikasi Pembuatan dan Biaya Tangki Berpengaduk

Bahan Harga Jumlah Total Biaya

Pelat besi 8 mm 1.679.760 2 3.359.520

Gear box 1.500.000 1 1.200.000

Heater & Thermocouple

1.409.600 1 1.409.600

motor 2.619.760 1 2.619.760

Plat alumunium 346.580 2 693.160

Rockwoll 220.000 1 220.000

Batang pengaduk (round bar)

512.640 1 512.640

Valve 130.000 1 130.000

Pompa 30.000.000 3 90.000.000

Operasional (1 hari)

30.780 30.780

(56)

Tabel 2.10 Spesifikasi Pembuatan dan Harga Static in line mixing

Bahan Harga Jumlah Total Biaya

Pipa 1,5 inch 800.000 1 800.000

Baffle 5.000 5 20.000

Heater & thermocouple

961.600 1 961.600

Pompa 30.000.000 2 60.000.000

Operasional ( 1hari) 9.120 9.120

Total 61.790.720

Efesiensi b

Gambar

Tabel 2.3 Karakteristik POME dari sampel Adolina [15]
Tabel 2.5 Kondisi Optimum Produksi Biogas [17]
Tabel 2.6 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik  [19]
Tabel 2.8 Berbagai Penelitian fermentasi POME menjadi Biogas yang telah dilakukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Laporan Akhir yang diangkat penulis di dalam Laporan akhir ini adalah “ Pengaruh Laju Alir Umpan Serta Waktu Tinggal Dalam Pemanfaatan Air Limbah Industri Tahu