• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Produksi terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Bakteriosin dari Berbagai Galur Lactobacillus sp dalam Menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu Produksi terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Bakteriosin dari Berbagai Galur Lactobacillus sp dalam Menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU PRODUKSI TERHADAP AKTIVITAS

EKSTRAK KASAR BAKTERIOSIN DARI BERBAGAI GALUR

LACTOBACILLUS sp DALAM MENGHAMBAT

ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

NURUL HADIYANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Suhu Produksi terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Bakteriosin dari Berbagai Galur

Lactobacillus sp dalam Menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

yang dibiayai oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Seluruh data dan publikasi hasil penelitian menjadi hak Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian.

Bogor, Desember 2013

Nurul Hadiyana

(4)

ABSTRAK

NURUL HADIYANA. Pengaruh Suhu Produksi terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Bakteriosin dari Berbagai Galur Lactobacillus sp dalam Menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Dibimbing oleh MUHAMMAD ARPAH dan ABUBAKAR.

Sistem biopreservasi pangan mulai menarik perhatian di kalangan industri dan konsumen. Penggunaan bakteri asam laktat atau/dan senyawa bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat sudah dianggap sebagai GRAS

(Generally Recognize as Safe). Penggunaan biopreservasi sangat membantu untuk mengontrol pertumbuhan patogen dan mikroorganisme pembusuk pada pangan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas penghambatan ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223; serta untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan 80 oC dan 100 oC. Produksi bakteriosin pada penelitian ini menerapkan prinsip adsorbsi-desorbsi. Aktivitas penghambatan ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekeliling sumur agar. Hasil penelitian menunjukkan suhu pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas penghambatan (p>0,05). Aktivitas hambat tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak kasar bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, yaitu sebesar (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap E.coli dan (1033,08 ± 65,76) AU/mL terhadap S.aureus.

Kata Kunci: biopreservasi, bakteriosin, adsorbsi-desorbsi, Lactobacillus sp., aktivitas penghambatan

ABSTRACT

NURUL HADIYANA. Effect of Temperature on Inhibitory Activity of Crude Extract Bacteriocin Produced by Different Strains of Lactobacillus sp. Inhibits

Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Supervised by MUHAMMAD ARPAH and ABUBAKAR.

The interest of biopreservation systems in foods are increasing in industries and consumers lately. Bacteriocinogenic lactic acid bacteria and/or their isolated bacteriocins are considered as GRAS (generally recognize as safe. It is useful to control the frequent development of pathogens and spoilage microorganisms in foods. The study was aimed to compare activity of crude extract bacteriocins from Lactobacillus sp. strain SCG 1211, SCG 1221, and SCG 1223, which can suppress the growth of Escherichia coli and Staphylococcus aureus; and to compare the effect of heating temperature at 80 oC and 100 oC. Adsorbtion-desorbtion method was applied in production step. The inhibitory activities of the bacteriocins were indicated by the presence of a transparent zone surrounding the agar wells. The result showed that inhibitory activity of crude extract bacteriocin were not affected by heating temperature (p>0,05). The highest activity was shown by crude extract bacteriocin from Lactobacillus sp. strain SCG 1211, which the activity was (853,01 ± 0,00) AU/mL towards E.coli and (1033,08 ± 65,76) AU/mL towards S.aureus.

(5)

PENGARUH SUHU PRODUKSI TERHADAP AKTIVITAS

EKSTRAK KASAR BAKTERIOSIN DARI BERBAGAI GALUR

LACTOBACILLUS sp DALAM MENGHAMBAT

ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

NURUL HADIYANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu Produksi terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Bakteriosin dari Berbagai Galur Lactobacillus sp dalam Menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

Nama : Nurul Hadiyana NIM : F24090126

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Arpah, MSi Pembimbing I

Prof Abubakar Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Ferry Kusnandar, MSc Ketua Departemen

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah antibakteri, dengan judul Pengaruh Suhu Produksi terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Bakteriosin dari Berbagai Galur Lactobacillus

sp dalam Menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Muhamad Arpah, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Abubakar selaku pembimbing II, yang telah banyak memberikan waktu, saran, dan bimbingannya kepada Penulis dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, tenaga, dan saran kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik.

Rasa hormat Penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yang telah membimbing dan memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan moril dan materiil dengan tulus selama ini. Terima kasih pula kepada kakak-kakak dan adik-adik tersayang atas segala perhatian, doa, semangat, dan dukungan yang diberikan selama ini.

Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Sri Usmiyati, S.Pt, M.Si yang telah banyak memberi saran dan fasilitas selama penelitian berlangsung, kepada Ibu Miskiyah, Ibu Juni, seluruh staff, dan seluruh teknisi laboratorium Mikrobiologi dan Kimia dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, yang telah banyak membantu Penulis selama penelitian. Terimakasih juga Penulis sampaikan kepada teman-teman tercinta, Ririd, Astro, Beber, dan Sarlub, serta teman-teman ITP 46 atas kekompakkan dan kebersamaan yang telah dibangun selama ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, Desember 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

METODE... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Mikroorganisme ... 2

Bahan ... 3

Alat ... 3

Prosedur ... 3

Prosedur Analisis ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Total Populasi Kultur ... 6

Hasil Produksi dan Pengujian Ekstrak Kasar Bakteriosin ... 7

Pengaruh Perbedaan Galur Kultur Produser terhadap Aktivitas Hambat Ekstrak Kasar Bakteriosin ... 12

Pengaruh Perbedaan Suhu Produksi terhadap Aktivitas Hambat Ekstrak Kasar Bakteriosin ... 13

Perbedaan Penghambatan Ekstrak Kasar Bakteriosin terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus ... 14

SIMPULAN DAN SARAN ... 16

Simpulan ... 16

Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN ... 19

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Populasi kultur bakteri produsen bakteriosin ... 6

Tabel 2 Populasi kultur bakteri indikator ... 7

Tabel 3 Hasil pengamatan zona bening pengujian daya hambat bakteriosin... 9

Tabel 4 Rerata aktivitas hambat bakteriosin terhadap Escherichia coli ... 10

Tabel 5 Rerata aktivitas hambat bakteriosin terhadap Staphylococcus aureus... 10

Tabel 6 Hasil analisis ragam aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin ... 11

Tabel 7 Hasil Uji Duncan faktor galur kultur bakteri produsen... 13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Produksi bakteriosin (Usmiati dan Rahayu 2011)... 4

Gambar 2 Pengujian aktivitas hambat bakteriosin metode difusi sumur agar (Delgado et al 2005)... 5

Gambar 3 Ekstrak kasar bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223 ... 8

Gambar 4 Aktivitas penghambatan dengan metode difusi sumur agar... 8

Gambar 5 Diagram batang rerata aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin berdasarkan galur Lactobacillus sp. ... 12

Gambar 6 Diagram batang rerata aktivitas hambat bakteriosin berdasarkan suhu produksi ... 13

Gambar 7 Diagram batang rerata aktivitas hambat bakteriosin terhadap E.coli dan Staphylococcus aureus ... 14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh perhitungan aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin ... 19

Lampiran 2 Dokumentasi kultur bakteri dan bakteriosin. ... 19

Lampiran 3 Dokumentasi peralatan ... 20

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu masalah yang menjadi perhatian di industri pangan adalah kontaminasi pangan oleh patogen, khususnya pada jenis pangan perishable

(mudah membusuk) seperti daging dan karkas ayam. Penggunaan agensia pengawet biasanya diaplikasikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroba patogen maupun mikroba pembusuk, sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk pangan. Penggunaan pengawet kimia pada produk pangan masih diragukan keamanannya karena meninggalkan residu kimia dalam tubuh manusia. Penggunaan pengawet kimia pada produk pangan pun mulai digantikan dengan biopreservatif. Penggunaan mikroorganisme non-patogen dan/atau senyawa metabolitnya untuk meningkatkan keamanan mikrobiologis produk pangan serta untuk memperpanjang umur simpan produk pangan didefinisikan sebagai biopreservasi (De Martinis et al. 2001).

Bakteriosin merupakan salah satu agen biopreservasi. Bakteriosin adalah protein atau peptida antimikrobial yang dihasilkan oleh bakteri, disintesis secara ribosomal, dan dapat membunuh mikroba yang memiliki kedekatan secara filogenik dengan mikroba produsernya (Klaenhammer 1993). Saat ini hanya terdapat dua persyaratan tentang bakteriosin, yaitu sebagai protein dan tidak membunuh bakteri produsernya.

Bakteriosin dapat dihasilkan dari berbagai jenis bakteri, baik dari kelompok gram negatif maupun dari kelompok gram positif. Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri gram negatif memiliki aktivitas hambat yang relatif sempit, sedangkan bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri gram positif memiliki aktivitas hambat yang relatif lebih luas dalam menghambat bakteri gram positif maupun gram negatif (De Vuyst and Leroy 2007). Bakteri gram positif yang digunakan sebagai produsen bakteriosin umumnya berasal dari kelompok bakteri asam laktat. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat tersebut dapat mengalami degradasi oleh enzim proteolitik dalam pencernaan manusia, sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, bakteriosin berpotensi untuk menggantikan peran agensia pengawet kimia dalam indutri pangan.

Bakteriosin umumnya menunjukkan kestabilan aktivitas pada pengaruh suhu dan pH (Nurhasanah 2004), namun sensitivitasnya terhadap suhu maupun pH akan berbeda setiap jenisnya. Pada kondisi asam maupun basa, bakteriosin tetap menunjukkan aktivitas yang stabil. Bakteriosin juga menunjukkan aktivitas yang stabil setelah diberikan perlakuan penyimpanan pada suhu -20 °C sampai 100 °C. Oleh karena itu, bakteriosin dapat digunakan sebagai agensia pengawet pada industri pangan yang umumnya melibatkan pengaturan suhu dan pH (Nurhasanah 2004).

(15)

2

Extract Yeast), atau media sintetik lainnya. Namun, pada umumnya media sintetik yang digunakan dalam produksi bakteriosin yang dihasilkan dari bakteri asam laktat adalah media MRSB.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan yang digunakan dalam produksi bakteriosin terhadap aktivitas bakteriosin, serta untuk membandingkan kemampuan aktivitas bakteriosin dari beberapa galur bakteri asam laktat yang digunakan dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus.

Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui galur bakteri asam laktat dari Lactobacillus sp. yang memiliki aktivitas bakteriosin paling tinggi dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga September 2013 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Cimanggu Bogor.

Mikroorganisme

(16)

3

Bahan

Media pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah Nutrient Broth

(Criterion), Nutrient Agar (Criterion), de Man, Rogosa, and Sharpe (MRS) Broth

(Oxoid), MRS Agar (Oxoid), Mueller Hinton Agar (Oxoid), dan ekstrak khamir (BactoTM). Bahan kimia yang digunakan adalah NaCl (Merck), NaOH (Merck), HCl (Merck), alkohol 76%, buffer fosfat pH 7.00 dan pH 4.00.

Alat

Alat yang digunakan adalah alat gelas, botol 20 mL, syringe, micropipette, inkubator, inkubator shaker (orbital incubator SI 50 Stuart Scientific), neraca analitik (XT 220A Precisa), laminar air flow (ESCO), pH meter (HI 2211 Hanna Instrument), vortex mixer (IKA® MS 3 basic), autoklaf (Hirayama Manufacturing Corporation), water bath (K&K), millipore 0.20μm (Minisart® Sartorius stedim biotech), sentrifus (TOMY High Speed Refrigerated Micro Centrifuge TX-160), dan cork borer atau alat sumuran.

Prosedur

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama merupakan tahap persiapan kultur, yang terdiri dari peremajaan dan penghitungan jumlah koloni masing-masing kultur. Tahap kedua merupakan tahap produksi bakteriosin. Tahap ketiga merupakan tahap pengujian aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin terhadap bakteri indikator.

Staphylococcus aureus. Sebanyak 1 mL kultur diinokulasi ke adalam 9 mL media NB, Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

Penghitungan populasi kultur dengan metode Aerobic Plate Count (BAM

2001)

Sebanyak 1 mL hasil peremajaan kultur diencerkan dalam 9 mL larutan garam fisiologis. Pengenceran dilakukan berulang hingga tingkat pengenceran kesembilan. Sebanyak 1 mL dari masing-masing pengenceran ditumbuhkan pada 20 – 25 mL media agar dengan cawan tuang. Media agar yang digunakan untuk pengenceran kultur BAL adalah MRSA, sedangkan bakteri indikator menggunakan media NA. Setelah membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC selama 24 jam untuk bakteri indikator dan selama 24 – 48 jam untuk BAL. Kemudian dilakukan penghitungan koloni pada cawan yang memiliki jumlah 25 – 250 koloni dan dijumlahkan dengan persamaan sebagai berikut:

N =

(17)

4

dengan: N = jumlah koloni per mL

n1 = jumlah cawan terhitung pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan terhitung pada pengenceran kedua d = pengenceran pertama yang terhitung

Tahap Kedua:

Produksi bakteriosin (Usmiati dan Rahayu 2011)

Sebanyak 1 mL hasil peremajaan masing-masing BAL diinokulasi ke dalam 9 mL MRSB, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Sebanyak 4 mL kultur BAL berumur 24 jam diinokulasikan pada 36 mL media kerja MRSB, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 9 jam dengan shaker inkubator. Setelah itu, pH suspensi diatur hingga 6.00 dengan menggunakan NaOH 1N untuk proses adsorbsi. Suspensi kemudian dipanaskan dengan perlakuan suhu 80 oC dan 100 oC selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mematikan sel produsen. Suspensi diinkubasi pada suhu 4

o

C selama 24 jam dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. pH suspensi diatur kembali menjadi 4.00 dengan menggunakan HCl 1N untuk proses desorbsi, kemudian diinkubasi kembali pada suhu 40C selama 24 jam. Suspensi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC untuk memisahkan massa sel bakteri produsen dengan supernatan. Supernatan yang dihasilkan selanjutnya disaring menggunakan millipore 0,20 µm dan didapatkan ekstrak kasar bakteriosin. Diagram alir produksi bakteriosin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Produksi bakteriosin (Usmiati dan Rahayu 2011)

Inokulasi kultur berumur 24 jam pada media MRSB steril

Inkubasi di inkubator shaker suhu 370C, 9 jam

Atur pH 6.00 dengan NaOH

Panaskan (800C dan 1000C) 15 menit

Inkubasi 40C, 24 jam

Sentrifugasi 10000 rpm, 15 menit, 40C

Atur pH 4.00 dengan HCl

Inkubasi 40C, 24 jam

Sentrifugasi 10000 rpm, 15 menit, 40C

Saring dengan millipore 0.20μm

(18)

5

Tahap Ketiga:

Pengujian aktivitas bakteriosin metode difusi sumur agar (modifikasi Delgado et al 2005)

Bakteri indikator berumur 24 jam diencerkan dalam larutan garam fisiologis hingga berjumlah 106cfu/mL. Sebanyak 1 mL suspensi bakteri indikator yang diperoleh diinokulasikan ke dalam 15-20 mL MHA dengan cawan tuang. Setelah agar memadat, dibuat sumur berdiameter 6 mm dengan menggunakan alat sumuran (cork borer). Sampel ekstrak bakteriosin yang akan diuji diambil

sebanyak 50μL dan dimasukkan ke dalam sumur pada media uji dan dibiarkan

hingga sampel berdifusi. Kemudian cawan agar diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Aktivitas bakteriosin akan terlihat dengan munculnya zona bening di sekitar sumur. Diagram alir pengujian aktivitas hambat bakteriosin tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Unit aktivitas bakteriosin dapat didefinisikan dalam

Arbitrary Unit per mL (AU/mL). 1 AU per mL merupakan luas daerah hambatan per satuan volume sampel bakteriosin yang diuji (Tagg and McGiven 1971). Aktivitas bakteriosin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Aktivitas bakteriosin (AU/mL) =

dengan: Lz = Luas zona bening (mm2) V= Volume sampel bakteriosin (mL) Ls = Luas sumur (mm2)

Gambar 2 Pengujian aktivitas hambat bakteriosin metode difusi sumur agar (Delgado et al 2005)

Bakteri indikator berumur 24 jam

Pengenceran dalam larutan fisiologis (hingga 105– 106 cfu/mL)

Inokulasi 1 mL suspensi bakteri indikator pada

20 – 25 mL media MHA

Pembuatan sumur agar dengan cork borer

Penambahan 50 µL sampel bakteriosin yang diuji pada sumur agar. Diamkan hingga sampel

berdifusi

Inkubasi pada suhu 37 oC selama 24 – 48 jam

(19)

6

Prosedur Analisis

Analisis ragam dilakukan dengan Rancangan Blok Acak Lengkap model full factorial dan uji lanjut (Uji Duncan) menggunakan software PASW Statistic 18. Faktor yang dianalisis adalah faktor galur kultur produsen yang terdiri dari tiga taraf, yaitu galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223; dan faktor suhu produksi yang terdiri dari dua taraf, yaitu suhu 80 oC dan 100 oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bakteri asam laktat telah digunakan sejak lama untuk pengawetan pangan, tepatnya dalam proses fermentasi. Efek pengawetan yang timbul dari penggunaan bakteri asam laktat tidak hanya terkait penurunan pH (kondisi asam), tetapi juga karena bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk memproduksi senyawa inhibitor seperti hidrogen peroksida, etanol, diasetil, karbondioksida, dan bakteriosin (De Vuyst and Vandamme 1994 dalam Ponce et al 2007). Senyawa inhibitor yang difokuskan pada penelitian ini adalah bakteriosin. Bakteriosin merupakan senyawa peptida atau protein antimikrobial yang disintesis secara ribosomal oleh berbagai jenis bakteri (Klaenhammer 1993). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Januarsyah (2007) menunjukkan bahwa ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan dari Lactobacillus sp. galur SCG 1223 mampu menghambat Escherichia coli, Salmonella thypimurium, dan Listeria monocytogenes.

Total Populasi Kultur

Kultur BAL yang digunakan pada penelitian ini diremajakan pada media MRSB dan dihitung populasinya pada media MRSA. Media MRS, baik agar maupun broth, merupakan salah satu media sintetik selektif yang baik untuk pertumbuhan kultur bakteri asam laktat dari spesies Lactobacillus (Bridson 2006). Sementara itu, kultur bakteri indikator yang terdiri dari Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus diremajakan pada media NB dan dihitung populasinya pada media NA. Media NB merupakan media sintetik yang umum digunakan untuk pertumbuhan dan peremajaan. Media NA merupakan media sintetik yang umum digunakan dalam penghitungan jumlah koloni bakteri. Jumlah populasi kultur BAL disajikan pada tabel 1 dan jumlah populasi bakteri indikator dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1 Populasi kultur bakteri produsen bakteriosin

Bakteri Jumlah Koloni (cfu/ml)

Lactobacillus sp. galur SCG 1211 1,5 × 107

Lactobacillus sp. galur SCG 1221 5,6 × 106

(20)

7

Jumlah koloni kultur BAL dihitung untuk mendapatkan informasi banyaknya jumlah koloni kutur yang digunakan dalam produksi bakteriosin. Dari tabel 1 diketahui bahwa kultur Lactobacillus sp. galur SCG 1211 yang digunakan memiliki jumlah koloni terbanyak dari ketiga kultur BAL, yaitu sebanyak 1,5 × 107 cfu/mL. Kultur Lactobacillus sp galur SCG 1221 dan galur SCG 1223 memiliki jumlah koloni yang hampir sama banyaknya, yaitu berturut-turut sebanyak 5,6 × 106 cfu/mL dan 6,7 × 106 cfu/mL.

Tabel 2 Populasi kultur bakteri indikator

Jumlah koloni kultur bakteri indikator perlu diketahui untuk menghitung pengenceran yang dibutuhkan masing-masing bakteri indikator pada tahap pengujian aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin. Pada tahap tersebut, ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan diujikan untuk menghambat 105 – 106 cfu/mL

Escherichia coli dan 105 – 106 cfu/mL Staphylococcus aureus yang berumur 24 jam. Tabel 2 menunjukkan bahwa kultur Escherichia coli yang berumur 24 jam memiliki populasi sebanyak 1,6 × 1012 cfu/mL, sedangkan kultur Staphylococcus aureus yang berumur 24 jam memiliki populasi sebanyak 1,6 × 1013 cfu/mL. Diperlukan beberapa kali pengenceran untuk kedua kultur bakteri indikator agar didapatkan suspensi bakteri indikator yang memiliki koloni sebanyak 105 – 106 cfu/mL.

Hasil penghitungan populasi semua kultur bakteri menunjukkan bahwa kultur bakteri produsen memiliki populasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kultur bakteri indikator. Hal tersebut disebabkan ukuran sel BAL lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri Escherichia coli dan sel bakteri

Staphylococcus aureus. Ukuran sel BAL yang lebih besar menyebabkan jumlah populasi BAL yang tumbuh akan lebih sedikit daripada populasi kedua bakteri indikator, dalam volume media pertumbuhan yang sama. Escherichia coli

memiliki ukuran hingga (1,5×6,0×1,0) µm memungkinkan populasi yang tumbuh dalam 1 mL media pertumbuhan maksimal sebanyak 1010-1011 cfu/mL, sedangkan

Staphylococcus aureus yang memiliki ukuran diameter sel hingga 1,5 µm memungkinkan populasi yang tumbuh dalam 1 mL media pertumbuhan maksimal sebanyak 1011-1012 cfu/mL. Oleh karena itu, penghitungan populasi kultur bakteri indikator yang dilakukan pada penelitian ini kurang sesuai. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kontaminasi yang terjadi akibat peralatan mikropipet yang digunakan.

Hasil Produksi dan Pengujian Ekstrak Kasar Bakteriosin

Produksi bakteriosin dilakukan setelah jam ke sembilan inkubasi. Hal ini dilakukan karena pada jam ke sembilan hingga ke sepuluh merupakan akhir fase logaritmik hingga awal fase stasioner (Januarsyah 2007). Bakteriosin umumnya diproduksi secara optimal oleh bakteri asam laktat pada akhir fase logaritmik

Bakteri Jumlah koloni (cfu/mL)

Escherichia coli 1,6 × 1012

(21)

8

hingga awal fase stasioner (Jimenez-Diaz 1993 dalam Januarsyah 2007). Ekstrak kasar bakteriosin pada penelitian ini diproduksi dengan menerapkan prinsip metode adsorbsi-desorbsi (Yang et al 1992 dalam Nugroho dan Rahayu 2003). Prinsipnya adalah pada pH sekitar netral senyawa pre-bakteriosin akan menempel pada permukaan sel bakteri produser (atau disebut sebagai proses adsorbsi), kemudian pada pH rendah akan terjadi pelepasan senyawa bakteriosin dari sel bakteri produsen ke lingkungannya (atau disebut sebagai proses desorbsi).

Sampel ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 3. Ketiga jenis sampel ekstrak bakteriosin yang dihasilkan tidak terlihat perbedaannya jika dilihat secara visual. Ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan berwarna kuning jernih. Warna kuning tersebut berasal dari warna media MRSB yang digunakan untuk produksi ekstrak kasar bakteriosin. Ekstrak kasar

bakteriosin yang dihasilkan masing-masing memiliki volume sebagai berikut: 22 mL ekstrak kasar bakteriosin dari SCG 1211, 25 mL ekstrak kasar bakteriosin dari SCG 1221, dan 24 mL ekstrak kasar bakteriosin dari SCG 1223. Hal ini berpengaruh pada konsentrasi ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan. Semakin besar volume ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan, semakin rendah konsentrasi bakteriosin yang terkandung di dalamnya. pH ekstrak kasar bakteriosin tetap dijaga pada pH 4.00 karena menurut De Vuyst dan Vandamme (1994) kebanyakan bakteriosin aktif pada pH rendah.

Gambar 4 Ekstrak kasar bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223

(22)

9

Ketiga ekstrak kasar bakteriosin diuji untuk menghambat bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pengujian aktivitas penghambatan ini dilakukan dengan metode difusi sumur agar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Masing-masing ekstrak kasar bakteriosin diuji secara duplo sebanyak tiga kali ulangan. Aktivitas penghambatan dapat terlihat dari zona bening yang muncul di sekitar sumur agar setelah diinkubasi (lihat Gambar 4). Hasil pengujian aktivitas penghambatan ekstrak kasar bakteriosin disajikan pada tabel 3 dalam bentuk hasil pengukuran diameter zona bening (mm).

Tabel 3Hasil pengamatan zona bening pengujian daya hambat bakteriosin

Galur

Secara umum, ketiga jenis sampel ekstrak kasar menghasilkan zona bening atau zona hambat dengan diameter sebesar 9,0 – 10,5 mm. Sampel ekstak kasar bakteriosin dari galur SCG 1211 menghasilkan zona hambat dengan diameter sebesar 9,5 – 10,5 mm. Sampel ekstrak kasar bakteriosin dari galur SCG 1221 menghasilkan zona hambat dengan diameter sebesar 9,0 – 9,5 mm. Begitu pula dengan sampel ekstrak kasar bakteriosin dari galur SCG 1223, zona hambat yang dihasilkan memiliki diameter sebesar 9,0 – 9,5 mm. Terlihat bahwa ekstrak kasar bakteriosin dari galur SCG 1211 menghasilkan zona hambat dengan diameter yang relatif lebih besar.

Sumur agar pada uji aktivitas penghambatan memiliki diameter sebesar 6 mm. Jika sampel yang diujikan menunjukkan adanya zona bening di sekeliling sumur tersebut, maka dapat dikatakan sampel tersebut positif menghambat bakteri indikator (Ponce et al 2007). Tidak terdapat ketentuan khusus diameter zona hambat atau aktivitas hambat (AU/mL) minimal yang disyaratkan untuk bakteriosin agar dapat dikatakan sebagai agen biopreservatif (Usmiati dan Rahayu 2011).

Dari diameter zona bening yang dihasilkan dapat diketahui luas zona hambatnya. Dari luas zona hambat tersebut dapat diketahui aktivitas penghambatan ekstrak kasar bakteriosin. Semakin besar zona hambat yang dihasilkan maka semakin besar pula aktivitas penghambatan sampel ekstrak bakteriosin. Aktivitas ekstrak kasar bakteriosin (AU/mL) dalam menghambat

(23)

10

Secara keseluruhan, ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan memiliki aktivitas untuk menghambat bakteri Escherichia coli sebesar 707,66 – 853,01 AU/mL dan Staphylococcus aureus sebesar 853,01 – 1033,08 AU/mL. Artinya, setiap 1 mL ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli seluas 707,66 mm2 hingga 853,01 mm2 dan setiap 1 mL ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan

Escherichia coli seluas 853,01 mm2 hingga 1033,08 mm2.

Tabel 4Rerata aktivitas hambat bakteriosin terhadap Escherichia coli

Galur

Rerata Aktivitas Hambat (AU/mL)

Suhu 80 oC Suhu 100 oC

SCG 1211 828,79 ± 59,34 853,01 ± 0,00

SCG 1221 707,66 ± 0,00 707,66 ± 0,00

SCG 1223 707,66 ± 0,00 707,66 ± 0,00

Ekstrak kasar bakteriosin dari galur SCG 1211 yang diproduksi pada suhu 80 oC memiliki rerata aktivitas hambat sebesar (828,79 ± 59,34) AU/mL terhadap

Escherichia coli dan (1033,08 ± 65,76) AU/mL terhadap Staphylococcus aureus. Tidak berbeda jauh dengan ekstrak kasar yang diproduksi pada suhu 100 oC, memiliki aktivitas hambat sebesar (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap Escherichia coli dan (955,16 ± 79,12) AU/mL terhadap Staphylococcus aureus. Ekstrak kasar bakteriosin dari galur SCG 1221 dan SCG 1223 yang diproduksi pada suhu 80 oC maupun 100 oC, memiliki rerata aktivitas hambat yang sama, yaitu sebesar (707,66 ± 0,00) AU/mL terhadap Escherichia coli dan (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap Staphylococcus aureus.

Tabel 5 Rerata aktivitas hambat bakteriosin terhadap Staphylococcus aureus

Dilihat dari aktivitas hambatnya, ekstrak kasar bakteriosin dari

Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223 cukup berpotensi sebagai biopreservasi, khususnya jika diaplikasikan pada kemasan produk pangan (kemasan aktif). Ekstrak kasar bakteriosin masih merupakan hasil purifikasi parsial. Jika dipekatkan menjadi bentuk bubuk atau dilakukan tahap purifikasi

Galur

Rerata Aktivitas hambat (AU/mL)

Suhu 80 oC Suhu 100 oC

SCG 1211 1033,08 ± 65,76 955,16 ± 79,12

SCG 1221 853,01 ± 0,00 853,01 ± 0,00

(24)

11

lebih lanjut, diduga akan menghasilkan bakteriosin dengan aktivitas hambat yang lebih besar lagi. Bubuk bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1223 memiliki aktivitas hambat yang meningkat hingga 142% lebih besar dari bentuk ekstrak kasarnya (Nasution 2009). Lactacin B, bakteriosin yang dihasilkan dari

Lactobacillus acidophilus, memiliki aktivitas hambat sebesar 8192 AU/mL setelah dilakukan purifikasi lebih lanjut dengan carboxymethyl SepadhexTM (Barefoot et al 1994). Bakteriosin yang dihasilkan dari Bacillus megaterium

menghasilkan zona bening hingga 11mm (atau 1334,5 AU/mL) dalam menghambat Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, serta mampu mereduksi pertumbuhan Staphylococcus aureus hingga 76% (Khalil et al 2009).

Selanjutnya, dilakukan analisis ragam (rancangan blok acak lengkap) dengan faktor galur kultur produsen dan faktor suhu produksi. Analisis ragam ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap aktivitas penghambatan ekstrak bakteriosin yang dihasilkan. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada tabel 6.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor galur kultur produsen berbeda

nyata (p ≤ 0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada penelitian ini galur

kultur produser termasuk faktor yang mempengaruhi aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin pada taraf kepercayaan 95%. Sementara itu, faktor suhu produksi tidak berbeda nyata (p ≥ 0,05) atau dapat diartikan bahwa suhu produksi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin pada taraf kepercayaan 95%. Interaksi antara jenis galur dan suhu produksi tidak berpengaruh pada aktivitas ekstrak bakteriosin dalam menghambat

Escherichia coli, namun berpengaruh pada aktivitas ekstrak kasar bakteriosin dalam menghambat Staphylococcus aureus pada taraf kepercayaan 95%.

(25)

12

Pengaruh Perbedaan Galur Kultur Produser terhadap Aktivitas Hambat Ekstrak Kasar Bakteriosin

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan oleh galur kultur yang berbeda memiliki aktivitas hambat yang berbeda pula besarnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan diagram batang pada gambar 5. Pola diagram batang pada gambar 5 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. galur SCG 1221 memiliki rerata aktivitas hambat yang sama besarnya dengan ekstrak kasar bakterison yang dihasilkan oleh galur SCG 1223, yaitu sebesar (707,66 ± 0,00) AU/mL terhadap

Escherichia coli dan (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan oleh galur SCG 1211 memiliki rerata aktivitas hambat paling besar yaitu sebesar (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap Escherichia coli dan (1033,08 ± 65,76) AU/mL terhadap

Staphylococcus aureus.

Uji Duncan dilakukan sebagai uji lanjutan pada analisis statistik ini. Hasil analisis Duncan dapat dilihat pada tabel 7. Dapat dilihat bahwa galur SCG 1221 dan SCG 1223 berada pada subset yang sama, sedangkan galur SCG 1211 berada pada subset yang berbeda. Hal ini dapat diartikan bahwa memang galur SCG 1211 berbeda nyata dengan galur SCG 1221 maupun dengan galur SCG 1223, sedangkan galur SCG 1221 tidak berbeda nyata dengan galur SCG 1223 pada taraf kepercayaan 95%.

(26)

13

Dengan waktu dan kondisi inkubasi yang sama, kultur Lactobacillus sp. galur SCG 1211 yang digunakan pada penelitian ini memiliki jumlah koloni paling banyak jika dibandingkan dengan kedua galur lainnya (lihat tabel 1). Jumlah koloni/biomassa yang lebih banyak akan menghasilkan senyawa bakteriosin yang lebih banyak pula dan aktivitas hambatnya pun akan lebih besar. Hal inilah yang mempengaruhi besarnya aktivitas hambat ketiga ekstrak kasar bakteriosin. Ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan dari sel produsen dengan banyak koloni akan memiliki aktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bakteriosin yang dihasilkan dari sel produsen yang lebih sedikit jumlah koloninya, dalam volume yang sama.

Pengaruh Perbedaan Suhu Produksi terhadap Aktivitas Hambat Ekstrak Kasar Bakteriosin

Hasil analisis ragam pada tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin dengan suhu produksi 80 oC dan 100 oC pada taraf kepercayaan 95%. Dapat dilihat pada diagram batang gambar 6, aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin yang diproduksi dengan suhu 80 oC memiliki pola yang relatif sama dengan yang diproduksi pada 100 oC. Oleh karena aktivitas hambatnya tidak mengalami perbedaan, maka tahap pemanasan pada

(27)

14

produksi ekstrak kasar bakteriosin dapat menggunakan suhu 80 oC untuk efisiensi energi.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat menunjukkan aktivitas hambat yang stabil pada suhu pemanasan 100 oC selama 30 menit atau 121 oC selama 10 menit (Lee

et al 1999). Campos et al (2006) melaporkan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. lactis dan E. faecium masih menunjukkan aktivitas hambat yang stabil dalam menghambat Staphylococcus aureus setelah dipanaskan 100 oC selama 60 menit.

Mekanisme kestabilan bakteriosin terhadap panas tersebut terkait dengan struktur molekul bakteriosin yang merupakan peptida sederhana tanpa struktur tersier. Stabilitas panas ini disebabkan oleh adanya daerah yang sangat hidrofobik, ikatan silang yang stabil, dan tingginya kandungan asam amino glisin (De Vuyst and Vandamme 1994). Stabil terhadap panas merupakan salah satu karakteristik bakteriosin yang diperlukan sebagai biopreservasi pangan. Umumnya proses produksi pangan menggunakan suhu pemanasan cukup tinggi. Ekstrak kasar bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223 ini menunjukkan kestabilan aktivitas hambat setelah melalui pemanasan 100 oC selama 15 menit, maka ekstrak kasar bakteriosin tersebut juga berpotensi sebagai biopreservasi pada produk pangan yang menggunakan proses pemanasan.

Perbedaan Penghambatan Ekstrak Kasar Bakteriosin terhadap Escherichia

coli dan Staphylococcus aureus

Pola diagram batang pada gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan dari tiga jenis galur yang berbeda memiliki aktivitas yang lebih tinggi dalam menghambat Staphylococcus aureus dibandingkan

Gambar 7 Diagram batang rerata aktivitas hambat bakteriosin terhadap

(28)

15

dengan Escherichia coli. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan antara bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Escherichia coli merupakan jenis bakteri Gram negatif, sedangkan Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri Gram positif.

Escherichia coli merupakan mikroorganisme Gram negatif yang berbentuk batang lurus, berukuran 1,1-1,5µm × 2,0-6,0µm, biasanya tidak berkapsul, tidak membentuk spora, penghuni normal usus, mudah tumbuh pada media pertumbuhan sederhana (Pelczar and Chan 2008). Bakteri ini seringkali menyebabkan diare akut. E.coli yang menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi enteropathogenic Escherichia coli (EPEC),

enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), enteroinvasive Escherichia. coli (EIEC),

enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), dan entero-aggregative Escherichia coli (EAEC).

Bakteri dari Gram negatif lebih sulit dirusak oleh bakteriosin karena memiliki membran luar pada dinding selnya. Membran luar ini berperan sebagai

barrier permeabel. Membran ini bertanggung jawab untuk mencegah masuknya molekul seperti antibiotik, deterjen, enzim pencernaan, ke dalam membran sitoplasma (Parada et al 2007). Aktivitas yang dimiliki oleh ekstrak kasar bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223 dalam menghambat Escherichia coli ini diduga karena adanya sisi aktif pada bakteriosin yang bersifat sangat hidrofobik (atau bermuatan negatif), sehingga mampu mengikat Mg2+ pada membran luar Escherichia coli. Terikatnya ion-ion Mg2+ oleh bakteriosin akan menghilangkan integritas lapisan lipopolisakarida dan merusak membran luar dinding sel Escherichia coli (Tortora et al 2007).

Staphylococcus aureus merupakan mikroorganisme Gram positif yang berbentuk bola (kokus), berdiameter 0,5-1,5µm, dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam tekoat yang berkaitan dengannya (Pelczar & Chan 2008). Penghambatan bakteri Gram positif oleh bakteriosin diduga melalui mekanisme berupa pembentukan kompleks antara bakteriosin asam lipotekoat yang terdapat pada dinding sel bakteri Gram positif, untuk mengawali insersi kerusakan membran sel bakteri tersebut. Asam lipotekoat yang merupakan jenis dari asam tekoat, diduga merupakan reseptor spesifik dan terkait dengan pengikatan senyawa bakteriosin, baik pada bakteri Gram positif yang resisten maupun sensitif (Bhunia et al 1991 dalam Januarsyah 2007).

(29)

16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suhu pemanasan pada tahap produksi, baik pemanasan dengan suhu 80 oC maupun dengan suhu 100 oC, tidak mempengaruhi besarnya aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan. Ekstrak kasar bakteriosin yang memiliki rerata aktivitas hambat paling tinggi dihasilkan oleh Lactobacillus sp. galur SCG 1211, yaitu sebesar (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap Escherichia coli

dan (1033,08 ± 65,76) AU/mL terhadap Staphylococcus aureus. Ekstrak kasar bakteriosin dari Lactobacillus sp. galur SCG 1221 memiliki aktivitas hambat yang sama besar dengan galur SCG 1223, yaitu sebesar (707,66 ± 0,00) AU/mL terhadap Escherichia coli dan (853,01 ± 0,00) AU/mL terhadap Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak kasar bakteriosin yang dihasilkan dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223 dapat dinilai positif menghambat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan metode difusi sumur agar.

Saran

Dari hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang disarankan:

1. Produksi ekstrak kasar bakteriosin pada skala yang lebih besar disarankan menggunakan suhu pemanasan 80 oC untuk efisiensi energi.

2. Perlu dilakukan kajian tentang pertumbuhan Lactobacillus sp. galur SCG 1211 untuk memperoleh jumlah populasi yang optimal.

3. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pH produksi, kondisi fermentasi, komposisi nutrisi media fermentasi, dan keberadaan enzim proteolitik terhadap aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin hasil Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223.

4. Perlu dilakukan penelitian tentang aplikasi ekstrak kasar hasil Lactobacillus

sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223 bakteriosin pada bahan pangan.

5. Adanya penelitian lebih lanjut mengenai purifikasi lanjutan untuk menghasilkan bakteriosin murni dari Lactobacillus sp. galur SCG 1211, SCG 1221, dan SCG 1223.

DAFTAR PUSTAKA

[BAM] Bacteriological Analytical Manual. Center of Food Safety & Applied Nutrition, Food and Drug Administration.

Barefoot SF, Nettles CG, Chen YR. 1994. Lactacin B, a bacteriocin produced by

(30)

17

Bhunia AK, Johnson MC, Ray B, and Kalchayanand N. 1991. Mode of action of pediocin AcH from Pediococcus acidilactici H on sensitive bacterial strains. J. Appl. Bacteriol. 70: 25 – 33. dalam Januarsyah T. 2007. Kajian aktivitas hambat bakteriosin dari bakteri asam laktat galur SCG 1223 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bridson EY. 2006. The Oxoid Manual. 9th Ed. Hampshire (GB): Oxoid Ltd. Campos A, Rodriguez O, Calo-Mata P, Prado M, Barros-Velazquez J. 2006.

Preliminary characterization of bacteriocins from Lactococcus lactis,

Enterococcus faecium, and Enterococcus mundtii strains isolated from turbot (Psetta maxima). Food Research International. (39): 356-364. De Martinis ECP, Públio MRP, Santarosa PR, Freitas FZ. 2001. Antilisterial

activity of lactic acid bacteria isolated from vacuum-packaged Brazilian meat and meat products. Braz. J.Microbiol. (32): 32-37.

De Vuyst L, Vandamme E. 1994. Antimicrobial potential of lactic acid bacteria.

Bacteriocin of Lactic Acid Bacteria: microbiology, genetics, and applications. De Vuyst L, Vandamme E, editors. p.91-142. London (GB): Blackie Academic & Professional.

De Vuyst L, Leroy F. 2007. Bacteriocins from lactic acid bacteria: production, purification, and food applications. Journal of Molecular Microbiology and Biotechnology, (13): 194-199.

Delgado A, Brito D, Fevereiro P, Tenreiro R, Peres C. 2005. Bioactivity quantification of crude bacteriocin solutions. Journal of Microbiological Methods. (62): 121-124.

Moll GN, Konings WN, Driessen AJM. 1999. Bacteriocins: mechanism of membrane insertion and pore formation. J. Antonie van Leeuwenhoek. (76): 185-198.

Nugroho DA, Rahayu ES. 2003. Ekstraksi dan karakterisasi bakteriosin yang dihasilkan oleh Leuconostoc mesenteroides SM 22. J Teknol Indust Pangan Vol.XIV No.3.

Januarsyah T. 2007. Kajian aktivitas hambat bakteriosin dari bakteri asam laktat galur SCG 1223 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jimenez-Diaz R. 1993. Plantaricin S and two new bacteriocins produced by

Lactobacillus plantarum LPC010 isolated from a green olive fermentation.

J. Appl Environ Microbiol. (59): 1416-1429. dalam Januarsyah T. 2007. Kajian aktivitas hambat bakteriosin dari bakteri asam laktat galur SCG 1223 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khalil R, Elbahloul Y, Djadouni F, Omar S. 2009. Isolation and partial characterization of a bacteriocin produced by a newly isolated Bacillus megaterium 19 strain. Pakistan Journal of Nutrition 8 (3): 242-250.

Klaenhammer TR. 1993. Genetics of bacteriocins produced by lactic acid bacteria.

FEMS Microbiol. Rev. (12): 39–85.

Lee HJ, Joo YJ, Park CS, Kim SH, Hwang IK, Ahn JS, dan Mheen TI. 1999. Purification and characterization of a bacteriocin produced by Lactococcus lactis subsp. lactis H-559 isolated from kimchi. Journal of Bioscience and Bioengineering. 88 (2): 153-159.

(31)

18

Nurhasanah. 2004. Produksi bakteriosin pada berbagai tingkat aerasi dan uji kestabilan bakteriosin dari bakteri asam laktat Galur M6-15 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Parada JL, Caron CR, Medeiros ABP and Soccol CR. 2007. Bacteriocins from lactic acid bacteria: purification, properties, and use as biopreservatives.

Brazilian Archives of Biology and Technology. 50 (3): 521-542.

Pelczar MJ Jr, Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Ponce AG, Moreira MR, Del Valle CE, Roura SI. 2007. Preliminary characterization of bacteriocin-like substances from lactic acid bacteria isolated from organis leafy vegetables. J. LWT (41): 432-441. doi: 10.1016/j.lwt.2007.03.021

Tagg JR, McGiven AR. 1971. Assay System for Bacteriocins. J. Appl. Microbiol.

(21): 943.

Todorov SD, Dicks LMT. 2004. Influence of growth conditions on the production of a bacteriocin by Lactobacillus lactis subsp. lactis ST34BR, a strain isolated from barley beer. J. Basic Microbiol (44): 305-316. doi:/10.1002/jobm.200410413

Tortora GJ, Funke BR, and Case CL. 2007. Microbiology: an Introduction, 9th edition. p.88. San Francisco (US): Pearson Benjamin Cummings.

Usmiati S, Marwati T. 2007. Seleksi dan optimasi proses produksi bakteriosin dari

Lactobacillus sp. J. Pascapanen 4(1): 27-37.

Usmiati S, Rahayu WP. 2011. Aktivitas hambat bubuk ekstrak bakteriosin dari

Lactobacillus sp. galur SCG 1223. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

(32)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh perhitungan aktivitas hambat ekstrak kasar bakteriosin

Untuk mengetahui besar aktivitas hambat sampel bakteriosin, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Aktivitas Hambat (AU/mL) = Ket: Lz = Luas Zona bening (mm2)

Ls = Luas sumur (mm2) V = Volume sampel (mL)

Contoh perhitungan

Diameter sumur = 6 mm  r = 3 mm

Diameter zona bening = 10 mm  r = 5 mm

Volume sampel ekstrak kasar bakteriosin = 50 µL = 0,05 mL

 Aktivitas Hambat (AU/mL) = ( ) ( )

Lampiran 2 Dokumentasi kultur bakteri dan bakteriosin.

Kultur induk BAL Inokulum hasil peremajaan Kultur kerja hasil inkubasi

(33)

20

Lampiran 3 Dokumentasi peralatan

Millipore 0,20μm Neraca analitik Autoclave

Sentrifuse Laminar Air flow Vortex mixer

(34)

21

Lampiran 4 Dokumentasi penghambatan dengan metode difusi sumur agar

(35)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 November 1991 dari ayah Ir. Hadi Supriharso dan ibu Khotimah, S.Pd. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kota Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota aktif Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan Forum Bina Islami (FBI) FATETA. Penulis diberikan kepercayaan menjadi Koordinator Humas untuk Wilayah Barat oleh Ikatan Mahasiswa Muslim Peduli Pangan dan Gizi (IMMPPG) pada kepengurusan tahun 2011-2012 . Selain itu penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan Seminar Pangan

Halal „Halal is Scientific‟ yang diselenggarakan oleh FBI FATETA pada tahun 2011.

Penulis juga aktif mengajar privat mata pelajaran Matematika dan IPA untuk tingkat SD dan SMP di berbagai tempat. Selain itu, penulis pernah mengikuti PKM Kewirausahaan yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2012

dengan judul “Biji Sabu: bakso ikan goreng isi jamur dengan saus buah sebagai jajanan bergizi”.

Tugas akhir pendidikan Strata-1 penulis dilakukan melalui penelitian yang

berjudul “Pengaruh suhu produksi terhadap aktivitas ekstrak kasar bakteriosin dari

berbagai galur Lactobacillus sp. dalam menghambat Escherichia coli dan

Gambar

Gambar 1 Produksi bakteriosin (Usmiati dan Rahayu 2011)
Gambar 2 Pengujian aktivitas hambat bakteriosin metode difusi
gambar 3. Ketiga jenis sampel ekstrak bakteriosin yang dihasilkan tidak terlihat
gambar 5. Pola diagram batang pada gambar 5 menunjukkan bahwa ekstrak kasar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan pengujian aktivitas bakteriosin sebagai produk metabolit dari beberapa bakteri asam laktat yang terdapat dalam beberapa produk yoghurt komersial yang

Penelitian bertujuan untuk mengkaji dan membandingkan karakteristik jus silase jagung umur 45 hari dengan 365 hari serta mengkaji kemampuannya dalam menghambat Escherichia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak serbuk bawang putih, serbuk bawang putih komersial dan bawang putih segar yang dimaserasi dengan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasannya maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kosentrasi hambat minimum maupun kosentrasi bunuh

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas ekstrak daun gedi merah ( Abelmoschus manihot L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, dan Escherichia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak biji, kulit dan daun pepaya (Carica papaya L.), dan fraksi aktif ekstraknya serta menentukan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah waktu inkubasi optimum untuk produksi bakteriosin dari Lactobacillus plantarum B1765 terjadi pada fase stasioner yakni jam

coli.Penentuan aktivitas antibakteri menggunakan teknik difusi disc-variant untuk mengetahui zona hambatnya.Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu