• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KUBIS

MENGGUNAKAN

GAUSSIAN FILTER

DAN

WAVELET

TRANSFORMATION

FARADINA VIDYANI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Faradina Vidyani

(4)

ABSTRAK

FARADINA VIDYANI. Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan Wavelet Transformation. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan AUNU RAUF.

Penurunan tingkat produksi tanaman kubis di Indonesia disebabkan oleh adanya hambatan pertanian seperti serangan penyakit. Serangan penyakit pada tanaman kubis ini sulit diidentifikasi. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan teknik pengolahan citra digital. Penggunaan teknik pengolahan citra digital dapat mempermudah identifikasi jenis penyakit tanaman kubis. Penelitian ini menggunakan metode Gaussian Filter dan Wavelet Transformation untuk mengidentifikasi jenis penyakit tanaman kubis berdasarkan citra helai daunnya. Metode

Gaussian Filter digunakan untuk mereduksi noise pada citra kubis berpenyakit. Metode

Wavelet Transformation digunakan sebagai teknik ekstraksi ciri citra. Penelitian ini fokus kepada 3 jenis penyakit tanaman kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam (Black rot), dan embun bulu (Downy mildew). Hasil identifikasi jenis penyakit kubis pada penelitian ini menunjukkan akurasi sebesar 85%. Hal ini menunjukkan bahwa metode Gaussian filter dan Wavelet Transformation dapat diterapkan untuk identifikasi jenis penyakit kubis.

Kata kunci: penyakit kubis, gaussian filter, wavelet transformation

ABSTRACT

FARADINA VIDYANI. Cabbage Disease Identification using Gaussian Filter and Wavelet Transformation. Supervised by YENI HERDIYENI and AUNU RAUF.

Decreased levels of cabbage production in Indonesia is caused by agricultural barriers such as diseases. Diseases on cabbage is difficult to identify. One solution that can be done is by using a digital image processing techniques. The use of digital image processing techniques is to facilitate the identification of cabbage diseases. This study uses Gaussian Filter and Wavelet Transformation to identify the type of cabbage diseases based on the image of its leaves. Gaussian filter method is applied to reduce noise in the image of diseased cabbage. Wavelet Transformation method is used as a feature extraction technique to the image. This study only focused on three types of cabbage diseases namely, leaf spot Alternaria, Black rot, and Downy mildew. In this study, identification of cabbage disease showed an accuracy of 85%. This suggests that the combination of these two methods can be applied to the identification of an image of cabbage diseases.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KUBIS

MENGGUNAKAN

GAUSSIAN FILTER

DAN

WAVELET

TRANSFORMATION

FARADINA VIDYANI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji:

(7)

Judul Skripsi : Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan

Wavelet Transformation

Nama : Faradina Vidyani NIM : G64090083

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Pembimbing I

Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah penyakit kubis dengan judul Identifikasi Penyakit Tanaman Kubis Menggunakan Gaussian Filter dan

Wavelet Transformation.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu:

1 Ayahanda Emir Faisal Rachman, Ibunda Juliati Junde, serta adikku Endi Rahmat yang selalu memberikan kasih sayang dan doa.

2 Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Bapak Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan kepada penulis.

3 Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom selaku dosen penguji.

4 Nurul Azizah, Dody Tri Hutomo, Muhammad Ichsan, Kak Kholis, Kak Dedi, Kak Trio, Kak Ismi sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan, saran, dan semangat kepada penulis.

5 Hanna, Luksie, Iis, Rini, Wulan, Erwin, Ari, Rangga, Haqqi, serta rekan-rekan di Departemen Ilmu Komputer IPB angkatan 46 atas kebersamaan, canda tawa, dan kenangan indah selama di kampus.

6 Teman-teman asrama dan kostan Wisma Jelita Yaomi, Ariya, Lola, Mba Elvi, Feni, Sorong, Yeni, dan Tasya.

Terima kasih atas bantuan, semangat, dan doa dari pihak tersebut yang mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

Probabilistic Neural Network (PNN) 7

METODE 8

Data Citra Daun 9

Praproses 9

Ekstraksi Ciri 10

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) 12

Evaluasi Hasil Klasifikasi 12

Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil klasifikasi penyakit kubis 18

2 Nilai akurasi setiap jenis penyakit 21

DAFTAR GAMBAR

1 Daun kubis yang terserang penyakit bercak daun Alternaria 3

2 Daun kubis yang terserang penyakit busuk hitam 4

3 Daun kubis yang terserang penyakit embun bulu 4

4 Filter Gaussian dengan �=1 5

5 Ilustrasi distribusi Gaussian dengan nilai �=1 5

6 Ilustrasi Filter Bank 6

7 Subbagian frekuensi citra 7

8 Arsitektur PNN 7

9 Metode penelitian 9

10 Proses pemotongan citra 9

11 Citra hasil penerapan filter Gaussian 10

12 Contoh citra hasil grayscale 10

13 Citra subbagian LL dari dekomposisi level 3 11

14 Proses dekomposisi transformasi Wavelet 11

15 Pembentukan sinyal vektor ciri 11

16 Grafik informasi global dan detail citra 13

17 Letak penyakit busuk hitam pada citra dan sinyal 14 18 Letak penyakit bercak daun Alternaria pada citra dan sinyal 14 19 Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam 15 20 Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam beserta pola

sinyal yang terbentuk 15

21 Citra busuk hitam hasil pemotongan yang tidak tepat pada bagian

penyakitnya 16

22 Letak penyakit di sekitar tulang daun 17

23 Letak penyakit embun bulu pada citra dan sinyal 17 24 Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke

dalam penyakit busuk hitam dengan pola sinyal penyakit busuk hitam 18 25 Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke

dalam jenis penyakit embun bulu dengan pola sinyal jenis penyakit

embun bulu 19

26 Perbandingan pola sinyal jenis penyakit busuk hitam yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu dengan pola sinyal jenis penyakit

embun bulu 20

27 Kemiripan data citra uji dengan data citra latih jenis penyakit embun bulu 21 28 Citra penyakit busuk hitam yang blur dan citra yang terpotong dengan

kurang tepat. 21

29 Halaman home sistem 22

(11)

31 Hasil identifikasi dari citra yang diunggah 22 32 Pop-up window penyakit yang dipilih 23

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kubis (Brassicea oleracea var. capitata L.) merupakan jenis tanaman sayuran yang berasal dari daerah subtropis. Tanaman ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi, karena hampir seluruh bagiannya seperti, daun, kuncup, dan bunga dapat diolah untuk dijadikan sumber makanan bagi manusia. Hal ini didukung dengan data dari Direktorat Jenderal Hortikultura (Ditjen Hortikultura 2011) yang menyatakan bahwa pada tahun 2011 ekspor kubis di Indonesia mencapai 23 941 ton.

Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS 2011), peningkatan jumlah produksi kubis di Indonesia terjadi dari tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebanyak 1 358 113 ton menjadi 1 385 044 ton. Namun, terjadi pula penurunan tingkat produksi kubis di Indonesia dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu sebesar 21 303 ton. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya hambatan faktor abiotik, biotik, maupun sosial-ekonomi.

Salah satu faktor biotik yang dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman kubis ialah adanya serangan penyakit tanaman. Jenis penyakit yang dapat menyerang tanaman kubis antara lain akar gada, busuk hitam, busuk lunak, bercak daun Alternaria, embun bulu, dan rebah kecambah. Serangan penyakit ini dapat menurunkan hasil panen.

Kebijakan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dianut pemerintah saat ini mengacu pada konsep pengelolaan hama terpadu (PHT). Menurut Rauf (komunikasi personal, 11 September 2013) terdapat 4 unsur kegiatan PHT, yaitu penangkalan, pencegahan, pemantauan, dan penanggulangan. Pelaksanaan PHT harus diawali dengan penangkalan, yaitu upaya agar pertanaman yang diusahakan terbebas dari hama dari sejak awal, misalnya dengan menggunakan bibit yang bebas hama dan penyakit. Tahap kedua adalah pencegahan, yaitu kegiatan budidaya tanaman untuk mencegah atau mengekang perkembangan hama agar tetap di bawah tingkat yang merugikan. Tahap ketiga adalah pemantauan, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terjadwal, misalnya seminggu sekali, dengan tujuan memantau kecenderungan perkembangan populasi atau tingkat serangan hama dan penyakit. Bila hasil pemantauan menunjukkan bahwa populasi hama telah melampaui batas yang merugikan, maka perlu dilakukan tindakan penanggulangan. Pada kegiatan pemantauan diperlukan kemampuan mengidentifikasi penyakit secara benar.

Pada penelitian ini, identifikasi penyakit tanaman kubis dilakukan berdasarkan citra digital. Valiammal dan Geethalakshmi (2012) telah melakukan penelitian mengenai pengolahan citra digital menggunakan metode transformasi Wavelet sebagai metode ekstraksi ciri untuk segmentasi citra daun. Metode tersebut digunakan karena tidak terpengaruh terhadap noise pada citra. Penelitian tersebut menghasilkan segmentasi citra daun yang lebih baik dibandingkan dengan metode segmentasi lainnya.

(14)

2

(Wavelet transformation). Metode filter Gaussian digunakan untuk perbaikan citra dengan mereduksi noise pada citra. Metode transformasi Wavelet digunakan untuk mendekomposisi citra serta menghasilkan pola sinyal sebagai penciri penyakit kubis. Selain itu, penelitian ini juga menerapkan metode probabilistic neural network (PNN) sebagai model klasifikasi. Penggunaan metode PNN ditujukan untuk mengklasifikasikan citra daun tanaman kubis yang terserang penyakit bercak daun Alternaria, busuk hitam (black rot), dan embun bulu (downy mildew).

Perumusan Masalah

Beberapa penyakit tanaman yang menyerang daun kubis memerlihatkan gejala bercak yang tidak mudah untuk dibedakan. Kekeliruan dalam mengidentifikasi gejala penyakit ini berimplikasi pada tidak tepatnya upaya pengendalian yang dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan metode perbaikan citra menggunakan filter Gaussian (Gaussian filter) dan metode ekstraksi ciri citra menggunakan transformasi Wavelet (Wavelet transformation) dalam mengidentifikasi penyakit bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu pada tanaman kubis.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu memberikan kemudahan dalam mengidentifikasi tiga jenis penyakit kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu. Selain itu, sistem identifikasi yang dibuat ini diharapkan dapat membantu para petani dan petugas pengamat hama dan penyakit tanaman dalam mengenali ketiga jenis penyakit ini secara lebih akurat, sehingga upaya pengendalian yang dilakukan dapat lebih tepat sasaran.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Kubis

Beberapa penyakit pada tanaman kubis memiliki arti yang penting. Selain dapat menurunkan kuantitas hasil panen, dapat pula menurunkan kualitas kubis. Penyakit tersebut di antaranya adalah busuk hitam, busuk lunak, akar gada, bercak daun Alternaria, embun bulu, dan rebah kecambah. Tinjauan pustaka ini dibatasi pada jenis penyakit yang menjadi fokus penelitian, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu.

Bercak Daun Alternaria

Penyakit bercak daun Alternaria (Alternaria leaf spot) disebabkan oleh cendawan Alternaria brassicae (Berk.) dan Alternaria brassicicola (Schw.). Kedua penyakit ini umumnya menyerang daun tua dan menimbulkan gejala bercak-bercak bulat coklat dan lingkaran konsentris (Gambar 1). Kadangkala jaringan daun yang terserang dapat mati sehingga tampak berlubang-lubang. Pada musim hujan, serangannya lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Selain itu, tanaman yang lemah akibat pemupukan yang berlebih mengalami serangan yang lebih tinggi (Djatnika 1993; Soeroto et al. 1994).

Busuk Hitam

Penyakit busuk hitam (black rot) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pf. campestris (Pam.). Penyakit ini kerap kali berjangkit pada tanaman kubis dengan kondisi lingkungan yang hangat dan kelembaban udara yang tinggi, dan dijumpai hampir di seluruh pertanaman kubis di Indonesia. Gejala khas pada daun kubis yang terserang X. campestris yaitu adanya bercak kuning yang

menyerupai huruf “V” di sepanjang tepi daun yang mengarah ke tengah daun

(Gambar 2). Penyakit busuk hitam dapat pula menyerang bibit kubis di pesemaian. Pada daun-daun kubis yang terserang tampak bintik-bintik dan dalam waktu singkat tanaman mati secara serentak (Djatnika 1993). Umumnya, penyakit ini berjangkit pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan suhu optimal 30-32 ˚C (Soeroto et al. 1994).

(16)

4

Embun Bulu

Penyakit embun bulu (downy mildew) disebabkan oleh cendawan

Perenospora parasitica (Pers.). Gejala penyakit embun bulu tampak pada daun dengan muncul bercak-bercak pucat di sekitar tulang daun seperti gejala kekurangan unsur hara (Gambar 3). Pada kubis dewasa, gejala yang ditimbulkan yaitu terdapat bercak abu-abu sampai hitam, bahkan akan menjadi busuk ketika berada di tempat penyimpanan. Penyakit ini banyak terjadi di pesemaian pada kondisi lingkungan yang panas dengan kelembaban tinggi (Soeroto et al. 1994).

Filter Gaussian

Filter Gaussian adalah filter yang digunakan untuk proses perbaikan citra dengan memberikan efek blur yang bertujuan mereduksi noise pada citra (Jain et al. 1995). Efek blur dari filter Gaussian ditentukan oleh nilai standar deviasi dan proses konvolusi dengan menggunakan matriks filter berukuran n×n. Persamaan Gaussian 2D ditunjukkan pada Persamaan 1.

e-

1) Keterangan:

G(x,y) : persamaan filter Gaussian 2D.

x : jarak dari titik asal dalam sumbu horizontal.

y : jarak dari titik asal dalam sumbu vertikal.

� : standar deviasi dari distribusi filter Gaussian. Gambar 3 Daun kubis yang terserang penyakit

embun bulu

(17)

5 Variabel x dan y menyatakan jarak dari asal (titik tengah matriks filter) dalam sumbu horizontal dan vertikal (Gambar 4) dengan nilai standar deviasi bernilai 1 (Gambar 5).

Transformasi Wavelet

Transformasi Wavelet merupakan metode ekstraksi ciri yang dapat mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh transformasi Fourier. Transformasi Fourier hanya dapat menganalisis sinyal dengan bentuk stationary signal (Sengur 2009). Pola sinyal tersebut tidak dapat memberikan informasi waktu dari frekuensi sinyal yang dibentuk. Sementara itu, transformasi Wavelet dapat menganalisis sinyal berbentuk non-stationary signal, sehingga dapat memberikan informasi mengenai frekuensi dan waktu dari sinyal. Hal ini menunjukkan bahwa transformasi Wavelet dapat memberikan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan transformasi Fourier (Liu 2010).

Menurut Sifuzzaman et al. (2009), terdapat 2 jenis transformasi Wavelet, yaitu Continuous Wavelet Transformation (CWT) dan Discrete Wavelet Transformation (DWT). Proses CWT dilakukan dengan menggunakan pendekatan

multiresolution analysis, sedangkan DWT menggunakan filter bank untuk analisis dan sintesis sinyal.

Jika sebuah citra 2 dimensi dianalisis dan disintesis oleh sebuah filter bank, maka jenis transformasi Wavelet yang digunakan untuk mengolah citra 2 dimensi tersebut adalah DWT. Persamaan transformasi Wavelet 2 dimensi ditunjukkan oleh Persamaan 2.

- 2)

Gambar 4 Filter Gaussian dengan �=1

(18)

6

Keterangan:

: mother Wavelet 2D berskala waktu.

a : parameter penskalaan.

b : parameter translasi.

Menurut Talukder dan Harada (2007), proses transformasi Wavelet sama dengan proses subband coding, yaitu sinyal didekomposisi menggunakan filter bank. Filter bank digunakan untuk merekonstruksi citra di berbagai resolusi.

Jenis filter bank yang umum digunakan adalah Haar. Filter Haar Wavelet merupakan orde pertama dari famili wavelet Daubechies dan merupakan jenis wavelet yang paling sederhana serta mudah diimplementasikan (Lee dan Yamamoto 1994). Filter ini terdiri atas 2 fungsi, yaitu fungsi penskalaan 2 dimensi dan fungsi wavelet 2 dimensi. Persamaan 3 merupakan perhitungan fungsi penskalaan 2 dimensi yang merepresentasikan komponen frekuensi rendah dari citra. Selain itu, terdapat 3 bagian perhitungan dari fungsi wavelet 2 dimensi, yaitu fungsi wavelet bagian horizontal, bagian vertikal, dan bagian diagonal. Ketiga bagian tersebut masing-masing dihitung dengan menggunakan Persamaan 4, Persamaan 5, dan Persamaan 6.

Perhitungan keempat fungsi tersebut merepresentasikan rekonstruksi filter bank 4 channel (Gambar 6) (Talukder dan Harada 2007).

Pada Gambar 6, notasi aL menunjukkan filter low pass. Filter low pass

diaplikasikan untuk memperoleh komponen berfrekuensi rendah dari citra. Notasi aH menunjukkan filter high pass yang bertujuan memperoleh komponen

berfrekuensi tinggi dari citra (Kaur dan Singh 2011). Output dari setiap filter berupa nilai frekuensi input beserta setengah nilai frekuensi dari nilai frekuensi

(19)

7

Gambar 8 Arsitektur PNN

proses downsampling data dengan faktor 2 yang bertujuan untuk mencegah adanya redudansi data tersebut (Merry et al. 2005).

Sebuah citra akan terdekomposisi menjadi 4 subbagian pada frekuensi dan orientasi yang berbeda ketika menggunakan filter-filter tersebut dalam satu level. Subbagian horizontal (LH), vertikal (HL), dan diagonal (HH) merupakan bagian detail dari citra, sedangkan subbagian LL merupakan bagian aproksimasi citra dan digunakan sebagai citra penciri (Gambar 7). Proses dekomposisi akan diterapkan kembali pada subbagian tersebut sesuai dengan batas level yang ditentukan.

LL LH HL HH

Gambar 7 Subbagian frekuensi citra

Probabilistic Neural Network (PNN)

Metode klasifikasi probabilistic neural network (PNN) terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keluaran (lapisan keputusan) (Gambar 8).

Menurut Specht (1990), lapisan masukan berupa nilai input x yang terdiri atas sejumlah nilai yang akan diklasifikasikan ke dalam salah satu kelas dari n

(20)

8

7)

Setelah itu, dilakukan operasi nonlinear dengan perhitungan yang ditunjukkan pada Persamaan 8.

g e p ( - )

8) Pada Persamaan 8 jika diasumsikan bahwa nilai x dan xAi sudah

ternormalisasi, maka persamaan tersebut akan ekuivalen dengan Persamaan 9.

g e p -( - ) ( - )

Pada lapisan penjumlahan terjadi proses penjumlahan masukan dari lapisan pola dengan menggunakan perhitungan yang ditunjukkan pada Persamaan 10.

p p |

Lapisan terakhir adalah lapisan keluaran atau lapisan keputusan. Input x akan diklasifikasikan ke kelas A jika nilai pA(x) paling besar dibandingkan kelas lainnya.

METODE

(21)

9

Data Citra Daun

Data citra daun kubis yang digunakan diperoleh dari pemotretan di pertanaman kubis di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Citra daun berformat JPG dan berukuran

piksel. Data yang diambil adalah citra daun kubis yang terkena penyakit. Penelitian ini berfokus pada 3 jenis penyakit kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu. Sebanyak 10 citra yang diambil dari setiap jenis penyakit, sehingga total citra daun hasil pemotretan sebanyak 30 buah.

Praproses

Pada tahap praproses, terdapat 4 langkah untuk mengolah citra hasil pemotretan, yaitu memotong (cropping) citra, melakukan penskalaan citra, mengubah citra RGB ke bentuk grayscale, dan menerapkan teknik perbaikan citra menggunakan filter Gaussian.

Teknik cropping dilakukan untuk memotong dan mengambil bagian penyakit pada citra. Pemotongan dilakukan berdasarkan penciri penyakit dari setiap jenis penyakit tanaman kubis. Pemotongan pada setiap citra dapat menghasilkan 5 sampai 10 potongan penyakit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Setiap jenis penyakit terdiri atas 100 citra hasil pemotongan, sehingga total data citra menjadi 300 buah.

(22)

10

Semua data citra hasil cropping diubah ke dalam skala yang sama yaitu

piksel. Kemudian, citra hasil penskalaan yang masih berbentuk RGB diubah ke dalam bentuk grayscale. Citra RGB dan citra hasil grayscale

ditunjukkan pada Gambar 11.

Langkah selanjutnya yaitu perbaikan citra dengan filter Gaussian. Filter Gaussian menghaluskan citra dengan memberikan efek blur yang bertujuan mereduksi noise yang terkandung dalam citra. Noise pada citra daun kubis ialah objek lain selain penyakitnya. Perhitungan filter Gaussian pada penelitian ini menggunakan matriks filter berukuran 25×25 dan standar deviasi bernilai 1. Hasil perbaikan citra dengan filter gaussian ditunjukkan oleh Gambar 12.

Ekstraksi Ciri

Penelitian ini menggunakan metode wavelet transformation sebagai metode ekstraksi ciri. Tahap ekstraksi ciri bertujuan memperoleh vektor ciri dari masing-masing jenis penyakit.

Penelitian ini menerapkan 3 level dekomposisi Haar Wavelet transformation. Proses yang dilakukan pada setiap level dekomposisi menghasilkan sebuah citra dengan 4 subbagian. Keempat subbagian tersebut merupakan representasi frekuensi dari citra, yaitu low-low (LL), low-high (LH),

high-low (HL), dan high-high (HH). Gambar 13 menunjukkan proses setiap level dekomposisi.

a) Citra RGB b) Citra grayscale

Gambar 12 Contoh citra hasil grayscale

a) Citra awal b) Citra setelahditerapkan filter Gaussian

(23)

11

Menurut Merry et al. (2005), informasi global dari citra terletak pada bagian berfrekuensi rendah yaitu pada subbagian frekuensi LL. Subbagian ini disebut juga sebagai citra aproksimasi yang merepresentasikan penciri dari citra. Gambar 14 menunjukkan citra pada subbagian LL dari dekomposisi level 3. Sementara itu, subbagian HH memiliki informasi paling sedikit, dan subbagian LH dan HL merepresentasikan edges (Valiammal dan Geethalakshmi 2012).

Vektor ciri diperoleh dengan mengubah citra subbagian LL ke dalam bentuk array 1 dimensi. Kemudian, vektor tersebut diformulasikan ke dalam bentuk sinyal dengan menggunakan toolbox MATLAB yaitu WAVELAB850. WAVELAB850 diunduh melalui alamat http://www-stat.stanford.edu.

Proses analisis penciri dari setiap jenis penyakit dilakukan dengan melihat pola sinyal yang terbentuk. Gambar 15 menunjukkan proses pembentukan sinyal dari vektor ciri yang diformulasikan oleh WAVELAB850.

a) Dekomposisi b) Dekomposisi c) Dekomposisi Level 1 Level 2 Level 3 Gambar 14 Proses dekomposisi transformasi Wavelet

Gambar 13 Citra subbagian LL dari dekomposisi level 3

(24)

12

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)

Penelitian ini menggunakan data dari 3 jenis penyakit tanaman kubis, yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu. Total data citra yang digunakan sebanyak 300 buah dengan perbandingan jumlah data latih dan data uji sebesar 80% dan 20%. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan vektor ciri hasil ekstraksi ciri sebagai input.

Hasil dari klasifikasi memiliki 3 target kelas sesuai dengan jenis penyakit tanaman kubis. Model klasifikasi terbaik dihasilkan dari nilai peluang maksimum yang mengarah kepada salah satu jenis penyakit tanaman kubis.

Evaluasi Hasil Klasifikasi

Kinerja model PNN akan ditentukan dan dibandingkan berdasarkan besar nilai akurasi yang dicapai. Akurasi dapat dihitung dengan Persamaan 11.

akurasi ∑data uji terklasifikasijumlah data uji 11)

Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang dipakai dalam pengembangan penelitian ini adalah:

 Prosesor Intel (R) Core(TM) i3-2350M CPU @ 2.30GHz,  Memori 2.00 GB,

 Sistem operasi Windows 7 Ultimate,  MATLAB 7.7.0 (R2008b),

 OpenCV 2.1.0, dan  CodeBlocks.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Ciri

(25)

13

Vektor ciri diperoleh dengan mengubah citra aproksimasi tersebut ke dalam bentuk array 1 dimensi. Vektor ciri kemudian diformulasikan ke dalam bentuk sinyal. Sinyal yang dihasilkan dari setiap data citra dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis penyakit dilakukan dengan menganalisis pola sinyal yang terbentuk. Analisis penyakit dilakukan dengan memberikan kotak merah sebagai penanda letak penyakit dari citra. Penentuan letak kotak merah dilakukan dengan cara konvensional, yaitu melihat posisi penyakit berdasarkan letak piksel pada citra terhadap posisi nilai frekuensi pada sinyal waveletnya.

Pola sinyal yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap jenis penyakit tanaman kubis. Hal ini disebabkan masing-masing penyakit memiliki gejala yang berbeda.

Gambar 17 menunjukkan salah satu citra penyakit bercak daun Alternaria. Posisi kotak merah pada sinyal menunjukkan bahwa ciri penyakit ini didominasi oleh sinyal berfrekuensi rendah. Nilai frekuensi penyakit ini terletak pada rentang nilai antara 743.75 dan 1346.125 dari rentang nilai frekuensi citra ini yaitu 743.75 dan 1820.25. Nilai tersebut merepresentasikan ciri penyakit bercak daun

Alternaria yaitu bercak bulat coklat.

(26)

14

Gambar 18 menunjukkan salah satu citra penyakit busuk hitam beserta sinyalnya. Posisi kotak merah pada sinyal menunjukkan bahwa ciri penyakit ini didominasi oleh sinyal berfrekuensi tinggi. Nilai frekuensi penyakit ini terletak pada rentang nilai antara 1416 dan 1998.375 dari rentang nilai frekuensi citra ini yaitu 890.625 dan 1998.375. Nilai tersebut merepresentasikan ciri penyakit busuk hitam yaitu bercak kuning.

Bercak kuning penyakit busuk hitam ditandai dengan ciri yang berbentuk

huruf “V” dan mengarah ke tengah daun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. Secara tidak langsung, pola sinyal penyakit busuk hitam memerlihatkan

bercak kuning yang berbentuk huruf “V” yang diberi tanda berwarna kuning. Gambar 18 Letak penyakit bercak daun Alternaria pada citra dan sinyal

(27)

15

Umumnya, pola sinyal ini selalu terletak pada posisi yang sama antara satu citra busuk hitam dengan citra busuk hitam lainnya (Gambar 20).

Gambar 19 Bentuk "V" dari bercak kuning pada penyakit busuk hitam

(28)

16

Namun, kemiripan pola sinyal ini tidak berlaku bagi beberapa citra penyakit busuk busuk hitam. Hal ini disebabkan oleh pemotongan citra yang beragam. Bahkan terdapat beberapa hasil pemotongan citra yang seluruh bagiannya hanya merupakan bercak kuningnya saja, sehingga tidak terlihat pola penyakit dan pola

huruf “V” sebagai penciri bercak kuning penyakit busuk hitam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 22 menunjukkan salah satu citra penyakit embun bulu. Posisi kotak merah pada sinyal menunjukkan bahwa ciri penyakit ini didominasi oleh sinyal berfrekuensi rendah. Nilai frekuensi penyakit ini terletak pada rentang nilai antara 987.75 dan 1703.875 dari rentang nilai frekuensi citra ini dari 987.75 dan 2007.125. Nilai tersebut merepresentasikan ciri penyakit embun bulu yaitu bercak pucat di sekeliling tulang daun, dan atau bercak abu-abu sampai berwarna hitam.

(29)

17

Sesuai dengan ciri penyakit embun bulu, Gambar 23 menunjukkan letak penyakit yang posisinya memang berada di sekitar tulang daun yang ditandai dengan kotak berwarna kuning.

Berdasarkan hasil analisis melalui pola sinyal yang terbentuk, diketahui bahwa terdapat ciri-ciri yang menjadi pembeda dari masing-masing penyakit. Selain itu, dapat dilihat bahwa terdapat keterkaitan antara nilai frekuensi dan intensitas cahaya. Salah satu contoh ditunjukkan oleh sinyal penyakit bercak daun Alternaria dan embun bulu yang penciri penyakitnya didominasi oleh nilai berfrekuensi rendah. Hal ini merepresentasikan ciri penyakit keduanya yaitu berwarna gelap. Sebaliknya, sinyal penyakit busuk hitam didominasi dengan nilai berfrekuensi tinggi. Hal ini disebabkan oleh ciri penyakitnya yang berwarna terang yaitu bercak kuning.

Model Klasifikasi Citra

Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi PNN untuk citra hasil ekstraksi ciri dengan total citra sebanyak 300 buah, dengan perbandingan data latih dan data uji citra sebesar 80% dan 20%, sehingga jumlah citra data latih dan data uji masing-masing sebanyak 240 dan 60 buah. Hasil klasifikasi untuk identifikasi penyakit kubis dapat dilihat pada Tabel 1.

(30)

18

Tabel 1 Hasil klasifikasi penyakit kubis Bercak daun

Alternaria Busuk hitam Embun bulu Bercak daun

Alternaria 16 1 3

Busuk hitam 0 15 5

Embun bulu 0 0 20

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat hasil klasifikasi jenis penyakit tanaman kubis. Berdasarkan hasil tersebut, data uji yang seluruhnya terklasifikasi benar adalah citra daun berpenyakit embun bulu.

Pada jenis penyakit bercak daun Alternaria, terdapat 4 dari 20 data uji yang tidak terklasifikasi dengan benar. Tiga dari empat data tersebut terklasifikasikan ke dalam jenis penyakit embun bulu. Sisanya terklasifikasikan ke dalam jenis busuk hitam. Di sisi lain, jenis penyakit busuk hitam memiliki 5 data citra yang tidak terklasifikasi secara benar yang kelimanya terklasifikasikan ke dalam jenis penyakit embun bulu.

Salah satu data uji pada jenis penyakit bercak daun Alternaria terklasifikasi ke dalam jenis penyakit busuk hitam. Pola sinyal data uji jenis Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis busuk hitam serupa dengan rataan pola sinyal jenis penyakit busuk hitam. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 24.

a)

b)

c)

(31)

19 Keterangan:

a) Citra bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit busuk hitam.

b) Pola sinyal data uji bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit busuk hitam.

c) Rataan pola sinyal jenis penyakit busuk hitam.

Penyebab satu data uji pada jenis penyakit bercak daun Alternaria terklasifikasi ke dalam jenis penyakit busuk hitam ialah tingkat intensitas cahaya serta noise yang masih belum tereduksi dengan baik. Selain itu, 3 buah data lainnya terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu. Hal yang sama terjadi pada ketiga citra yang pola sinyalnya memiliki bentuk yang serupa dengan jenis penyakit embun bulu. Gambar 25 menunjukkan perbandingan pola sinyal antara data uji jenis penyakit bercak daun Alternaria dan embun bulu.

Keterangan:

a) Citra bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu.

b) Rataan pola sinyal data uji bercak daun Alternaria yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu.

c) Rataan pola sinyal jenis penyakit embun bulu.

a)

b)

c) Gambar 25 Perbandingan pola sinyal bercak daun Alternaria yang

(32)

20

Pada jenis penyakit busuk hitam, terdapat 5 data uji yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu. Menurut Gambar 26, pola sinyal data uji penyakit busuk hitam memiliki pola yang sama dengan pola sinyal penyakit embun bulu.

Keterangan:

a) Citra busuk hitam yang terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu. b) Rataan pola sinyal data uji busuk hitam yang terklasifikasi ke dalam jenis

penyakit embun bulu.

c) Rataan pola sinyal jenis penyakit embun bulu.

Pada jenis penyakit embun bulu, seluruh data uji terklasifikasi ke dalam jenis penyakit embun bulu itu sendiri. Hal ini disebabkan potongan penyakit embun bulu pada citra ujinya memiliki kemiripan dengan citra yang terdapat pada bagian data latihnya. Kemiripan ini dibuktikan oleh Gambar 27.

a)

b)

c)

(33)

21

Evaluasi

Nilai akurasi sistem dapat dihitung berdasarkan hasil klasifikasi penyakit kubis yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Nilai akurasi didapatkan dengan menghitung banyaknya data uji yang terklasifikasi benar dibagi dengan banyaknya data uji. Nilai akurasi pada Tabel 2 merupakan nilai akurasi berdasarkan hasil klasifikasi pada Tabel 1.

.

Tabel 2 Nilai akurasi setiap jenis penyakit Jenis Klasifikasi Akurasi Bercak daun Alternaria 80%

Busuk hitam 75%

Embun bulu 100%

Rata-rata Akurasi 85%

Menurut Tabel 2, diperoleh nilai rata-rata akurasi sistem sebesar 85%. Pada jenis penyakit busuk hitam, nilai akurasi yang diperoleh yaitu sebesar 75%. Nilai tersebut merupakan nilai klasifikasi terkecil di antara kedua jenis penyakit yang lain. Nilai tersebut dihasilkan karena data uji yang digunakan tidak terklasifikasi secara benar.

Citra yang tidak terklasifikasi benar dapat dipengaruhi dari teknik pengambilan citra yang kurang tepat. Beberapa citra dari pemotretan yang kurang tepat menghasilkan citra yang blur seperti pada Gambar 28. Selain itu, dapat pula dipengaruhi dari teknik pemotongan (cropping) citra yang kurang tepat dan kurang memerhatikan letak penyakit dari citra tersebut.

Gambar 28 Citra penyakit busuk hitam yang blur dan citra yang terpotong dengan kurang tepat.

a) Citra uji embun bulu

b) Citra latih embun bulu

(34)

22

Implementasi Sistem

Tahap implementasi sistem menghasilkan sebuah sistem berbasis web yang dapat mengidentifikasi penyakit tanaman kubis dari citra helai daunnya. Proses identifikasi dilakukan dengan mengunggah sebuah citra, dan selanjutnya dapat mengidentifikasinya dengan menekan tombol identifikasi yang tersedia pada halaman web tersebut. Gambar 29 merupakan antarmuka sistem pada halaman

home. Pada halaman ini terdapat penjelasan singkat mengenai sistem identifikasi penyakit kubis berbasis web ini.

Halaman selanjutnya merupakan halaman utama dari sistem, yaitu halaman identifikasi yang ditunjukkan pada Gambar 30. Halaman ini terdapat tombol pilih fail yaitu sebuah citra yang akan diunggah dan kemudian diidentifikasi.

Hasil identifikasi dari halaman ini berupa 3 buah peluang kemungkinan jenis penyakit. Nama penyakit yang memiliki peluang paling besar menyatakan bahwa citra yang diunggah teridentifikasi sebagai penyakit tersebut, hal ini ditunjukkan pada Gambar 31.

Gambar 29 Halaman home sistem

Gambar 30 Halaman identifikasi penyakit kubis pada sistem

(35)

23 Penjelasan singkat mengenai nama penyakit beserta ciri-ciri, penyebab, dan penanggulangan dari penyakit yang teridentifikasi dapat dilihat dengan mengarahkan kursor dan memilih nama penyakit yang ingin diketahui. Ketika nama penyakit sudah dipilih, akan muncul pop-up window seperti yang ditunjukkan pada Gambar 32.

Halaman selanjutnya merupakan halaman penjelasan 3 jenis penyakit yang disajikan dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 33.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menggunakan metode Gaussian filter dan Wavelet transformation. Metode Gaussian filter digunakan untuk mereduksi noise yang terkandung dalam citra tanaman kubis yang berpenyakit dengan memberikan efek

blur pada citra, sehingga hanya penciri penyakitnya yang lebih menonjol. Metode

Wavelet transformation digunakan untuk menghasilkan penciri setiap penyakit kubis. Penciri yang dihasilkan diilustrasikan ke dalam bentuk sinyal agar lebih mudah dalam melakukan analisis setiap penyakit.

Kombinasi metode filter Gaussian (Gaussian filter) dan transformasi Wavelet (Wavelet transformation) memberikan hasil yang baik untuk melakukan identifikasi penyakit kubis. Hal ini dibuktikan dengan nilai akurasi yang dihasilkan sebesar 85%. Berdasarkan nilai akurasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem yang dibuat dapat membantu petugas hama dan penyakit untuk

(36)

24

mengidentifikasi 3 jenis penyakit kubis yaitu bercak daun Alternaria, busuk hitam, dan embun bulu.

Kesalahan klasifikasi penyakit dapat dilihat dari pola sinyal yang terbentuk. Pola sinyal yang beragam terdapat pada setiap jenis penyakit. Salah satu penyebabnya ialah teknik pengambilan citra dan teknik pemotongan citra yang kurang tepat yang menghasilkan citra yang blur dan tidak tepat sasaran. Selain itu, ukuran matriks filter Gaussian yang statis dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi penyakit. Hal ini disebabkan ukuran matriks tersebut tidak selalu sesuai untuk semua data citra. Hal ini pun berkaitan dengan intensitas cahaya dari sebuah citra. Ketika sebuah citra memiliki pencahayaan yang kurang dan atau terlalu terang, maka citra akan menjadi terlalu blur sehingga menyebabkan penciri dari penyakit tersebut menjadi hilang.

Saran

1 Pada saat pengambilan citra, teknik pengambilan citra lebih diperhatikan sehingga tidak terdapat citra yang blur.

2 Teknik cropping citra dilakukan secara otomatis, agar penentuan letak penyakit kubis lebih tepat, dan tidak manual.

3 Perbanyak data latih di setiap jenis penyakit, agar dapat memengaruhi ketepatan hasil pengklasifikasian penyakit kubis.

(37)

25

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). Luas panen, produksi dan produktivitas kubis, 2009-2011 [internet]. [diunduh 2012 Nov 11]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/menutab.php?searchWhat=&tabel=1&id_subyek=55. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura (ID). Nilai ekspor impor

sayuran segar tahun 2011 [internet]. [diunduh 2012 Nov 12]. Tersedia pada: http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/391.

Djatnika I. 1993. Penyakit-penyakit tanaman kubis dan cara pengendaliannya. Di dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, editor. Kubis. Ed ke-1. Bandung (ID): BAPPENAS. hlm 51-61.

Jain R, Kasturi R, Schunck BG. 1995. Machine Vision. New York (US): McGraw-Hill.

Kaur G, Singh B. 2011. Intensity based image segmentation using wavelet analysis and clustering techniques. IJCSE. 2(3): 379-384.

Lee DTL, Yamamoto A. 1994. Wavelet analysis: theory and applications.

Hewlett-Packard Journal. 44-52.

Liu CL. A tutorial of the wavelet transform [internet]. [diunduh 2012 Nov 26]. Tersedia pada: http://disp.ee.ntu.edu.tw/tutorial/WaveletTutorial pdf .

Merry RJE, Steinbuch M, van do Molengraft MJG. 2005. Wavelet Theory and Applications: A Literature Study. Eindhoven (NL): University of Technology, Eindhoven.

Sengur A. 2009. Color texture classification using wavelet transform and neural network ensembles. AJSE. 34(2B): 491-502.

Sifuzzaman M, Islam MR, Ali MZ. 2009. Application of wavelet transform and its advantages compared to fourier transform. Journal of Physical Sciences. 13: 121-134.

Soeroto, Hikmat A, Cahyaniati. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan Secara Terpadu pada Tanaman Kubis. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman.

Specht DF. 1990. Probabilistic neural network. Neural Network. 3: 109-118. Talukder KH, Harada K. 2007. Haar wavelet based approach for image

compression and quality assessment of compressed image. IJAM. 36(1). Valiammal N, Geethalakshmi SN. 2012. Leaf image segmentation based on the

(38)

26

(39)
(40)
(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 28 Mei 1991. Penulis merupakan puteri pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Emir Faisal Rachman dan Juliati Junde. Pendidikan formal ditempuh di TK, SD, SMP An-Nisaa’ dan SMA Negeri 86 Jakarta. Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan pada tahun 2010 penulis tercatat sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Komputer. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis merupakan pengurus HIMALKOM (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer) pada tahun 2010-2011 dan 2011-2013 di divisi Internal dan divisi HRD.

Gambar

Gambar 3  Daun kubis yang terserang penyakit
Gambar 7  Subbagian frekuensi citra
Gambar 9  Metode penelitian
Gambar 12  Contoh citra hasil grayscale
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sistem identifikasi kayu Ramin dan mirip Ramin yang berbasis citra dengan menggunakan metode LBPV untuk ekstraksi ciri dan

Proses ekstraksi ciri dilakukan dengan cara mengurangi dimensi citra paru- paru yang akan menjadi masukan pada proses pengenalan menggunakan LDA.. Pada penelitian ini citra latih

Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan metode transformasi wavelet, metode ekstraksi ciri statistic dan metode klasifikasi dengan SVM dalam menentukan

Data yang digunakan pada data citra daun tumbuhan obat sebanyak 10 citra dari setiap kelas dengan pembagian 7 citra data latih dan 3 citra data uji.. Data citra

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa metode TGW mendapatkan hasil yang baik pada proses ekstraksi ciri, dengan persentase hasil pengujian identifikasi tanda tangan untuk

Dari hasil ekstraksi ciri menggunakan tiga fungsi wavelet (Symlet, Haar, Daubuchies), kemudian akan dilakukan pembadingan antara data latih dengan data uji, dimana

Dari hasil pengujian terhadap citra latih tabel 2 dimana citra uji tidak sama dengan citra latih, terlihat sistem melakukan klasifikasi dengan kurang baik dengan masing- masing akurasi

Pada pengujian IV citra latih yang digunakan sebanyak 40, dengan tiga kelas penyakit yang terdiri dari penyakit kanker pada daun, penyakit CVPD pada daun, dan penyakit ulat peliang