• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i

IDENTIFIKASI HAMA ULAT KUBIS MENGGUNAKAN

TRANSFORMASI WAVELET DENGAN KLASIFIKASI

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

DEDY KISWANTO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Hama Ulat Kubis menggunakan Transformasi Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Dedy Kiswanto

(4)

iv

ABSTRAK

DEDY KISWANTO. Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi

Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN). Dibimbing oleh YENI HERDIYENI.

Identifikasi penyakit hama ulat kubis menggunakan transformasi Wavelet

merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi hama ulat kubis berdasarkan ciri teksturnya. Metode transformasi Wavelet digunakan sebagai teknik ekstraksi ciri citra. Penelitian ini fokus kepada 3 jenis hama ulat kubis yaitu

Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN). Untuk mendapatkan akurasi terbaik digunakan analisis confusion matrix dan k-fold cross validation dengan nilai k = 5. Hasil identifikasi hama ulat kubis pada penelitian ini menunjukkan akurasi rata-rata sebesar 80.74%. Hal ini menunjukkan bahwa metode transformasi Wavelet dan classifier Probabilistic Neural Network dapat diterapkan untuk identifikasi hama ulat kubis.

Kata kunci: Hama Ulat Kubis, Transformasi Wavelet, PNN

ABSTRACT

DEDY KISWANTO. Identification Cabbage Caterpillars Pests Using Wavelet Transformation by Classification Probabilistic Neural Network (PNN). Supervised by YENI HERDIYENI.

(5)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

IDENTIFIKASI HAMA ULAT KUBIS MENGGUNAKAN

TRANSFORMASI WAVELET DENGAN KLASIFIKASI

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(6)
(7)

vii

Judul Skripsi : Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet

dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network.

Nama : Dedy Kiswanto. NIM : G64104035.

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen

Tanggal Lulus: Penguji:

(8)

viii

PRAKATA

Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Hama Ulat Kubis Menggunakan Transformasi Wavelet dengan Klasifikasi Probabilistic Neural Network” ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah limpah kepada Rasulullah, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, serta keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya yang tetap istiqomah hingga akhir zaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, yaitu:

1 Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Syamsunar dan Ibunda Hj. Salbiah serta saudara-saudara penulis dr Heri Kurniawan, Rudi, Indra, dan keluarga besar Nia atas doa kasih sayang dan dukungan yang luar biasa.

2 Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ide, saran, nasihat, dan dukungan, serta direpotkan dalam penyelesaian penelitian ini.

3 Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom dan Bapak Toto Haryanto, SKom MSi selaku dosen penguji.

4 Rekan-rekan satu bimbingan, Kholis, Rasyid, Rahmat, Muchlis, Yusrizal, dan Hanung atas diskusi-diskusi dan suka-duka selama pembimbingan.

5 Sahabat Ilkomerz angkatan V atas persahabatan yang hangat.

6 Sahabat di lingkaran cahaya, sahabat DKM UKMI AL-Falak Universitas Sumatera Utara, sahabat KAMUS IPB, sahabat Ilkom 2007 USU, terima kasih karena telah hadir dalam kehidupan penulis.

7 Sahabat satu atap Asrama IPB Sukasari, Rizki, Taupik, Hendrik, Rizal, Dodi, Bowi, Zainul, dan lain-lain atas nikmat ukhuwah ini.

8 Sahabat dan rekan dari SMK Informatika pesat. Terima kasih untuk dukungan dan masukan semangatnya kepada penulis.

9 Sahabat terbaik penulis, Agus, Yudha, Oki, Hadi, Emir, Jefri, Heru, dan sahabat angkatan 2007 atas semua inspirasi selama ini.

Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan serta semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2013

(9)

ix

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) 10

Lingkungan Pengembangan 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Pembagian Data Latih dan Data Uji 11

Hasil Ekstraksi Wavelet 12

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) 15

Hasil Antarmuka Sistem 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

(10)

x

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(11)

xi

DAFTAR TABEL

1 Confusion matrix untuk data 2 kelas 6

2 Skenario percobaan yang dilakukan 11

3 Akurasi hasil klasifikasi dengan PNN 15

4 Analisis confusion matrix pada fold 5 16

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi filter bank 4

2 Subbagian frekuensi citra 5

3 Struktur Probabilistic Neural Network 5

4 Metodologi penelitian 8

5 (a) Citra hasil akusisi (b) Cropping (c) Mengubah RGB menjadi

grayscale 9

6 (a) Dekomposisi 1 level (b) Dekomposisi 2 level (c) Dekomposisi 3

level 9

7 (a) Crocidolumia binotalis zeller (b) Spodoptera exigua (Hubner) (c) Spodoptera litura F 11 8 Hama ulat Spodoptera litura dan pola sinyal yang dihasilkan 13 9 Hama ulat Spodoptera exigua dan pola sinyal yang dihasilkan 13 10 Hama ulat Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal yang

dihasilkan 13

11 Hama ulat kubis Spodoptera exigua dan pola sinyal yang terbentuk 14 12 Hama ulat kubis Spodoptera litura dan pola sinyal yang terbentuk 14 13 Hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal yang

terbentuk 14

14 Perbandingan rerataan pola sinyal pada setiap kelas hama ulat kubis 15

15 Hasil akurasi fold 5 16

16 Hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dan pola sinyal hasil

ekstraksi ciri 16

17 Perbandingan pola sinyal data citra hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Crocidolumia

binotalis zeller 17

18 Perbandingan pola sinyal hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Spodoptera exigua 17

19 Tampilan home 18

20 (a) Tampilan menu jenis penyakit (b) Tampilan detail jenis penyakit 18

21 Antarmuka identifikasi citra 19

DAFTAR LAMPIRAN

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kubis, namun dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2007-2011), Indonesia mengalami penurunan produktivitas kubis. Pada tahun 2007, produktivitas kubis mencapai 2123 ton/ha, sementara tahun 2011 hanya sebesar 2088 ton/ha (BPS 2012). Volume ekspor kubis juga mengalami penurunan. Pada tahun 2007, ekspor kubis mencapai 45 323 ton. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya mencapai 23 941 ton (Deptan 2007).

Kendala utama peningkatan produksi kubis adalah rentan terhadap serangan hama (Anaisie et al. 2011). Hama utama pada kubis adalah Plutella xylostella (L) dan Crocidolumia pavonana (F) (Dadang et al. 2009). Pengendalian hama tersebut dapat menggunakan insektisida yang efektif dan berwawasan lingkungan. Strategi ini dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Managemen (IPM) (Nelly et al. 2010).

Pemekaran wilayah diera otonomi daerah menyebabkan jumlah Pengendali Organisme Penggangu Tanaman (POPT) saat ini belum mencapai kondisi ideal yaitu satu orang di tiap kecamatan. Kinerja petugas POPT dalam melaksanakan tugas di lapangan sangat dipengaruhi oleh rasio jumlah petugas POPT dengan luas wilayah kerja pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Deptan DJTP 2010). Jumlah petugas POPT pada tahun 2010 adalah 3183 orang tersebar di 6543 kecamatan. Kurang memadainya jumlah petugas POPT dapat mengakibatkan informasi hasil pengamatan serangan OPT terlambat dan menjadikan kegiatan operasional penanganan serta perencanaan pengendalian OPT dalam rangka pengamanan produksi tidak optimal (Deptan DJTP 2011). Dengan demikian, sangat dibutuhkan suatu cara yang tepat untuk membantu kerja dari POPT agar lebih mudah dan cepat.

Penelitian tentang hama yang menyerang area persawahan ataupun ladang telah banyak dilakukan dengan berbagai teknik dan metode. Cho et al. (2007) telah melakukan penelitian terhadap tiga hama serangga dalam rumah kaca yaitu aphids, whitefly, dan thrips yang diletakan pada kertas perekat berwarna kuning. Penelitian ini menggunakan algoritme image processing dalam proses implementasi dan pengujian. Ukuran dan komponen warna dari objek dipilih sebagai ciri untuk identifikasi otomatis. Aphids lebih mudah dibedakan daripada dua serangga lainnya karena variasi warnanya sedikit dan ukuran tubuhnya secara substansi berbeda dari spesies lainnya. Kesalahan identifikasi berkurang ketika whitefly dan thrips

dianalisis setelah aphids dikenali. Referensi nilai dari ukuran dan komponen warna diambil dari 50 serangga sebagai contoh dari masing-masing spesies yang digunakan untuk penerapan dalam metode dan mengkarakterisasi spesies.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membangun sistem identifikasi berbasis mobile

menggunakan transformasi Wavelet sebagai ekstraksi ciri tekstur hama ulat kubis dengan teknik klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) serta mengetahui tingkat akurasi dari sistem yang dikembangkan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ialah membantu identifikasi jenis hama ulat yang menyerang tanaman kubis sehingga diharapkan dapat membantu petugas Pengendali Organisme Penggangu Tanaman (POPT) dalam pengumpulan informasi intensitas serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1 Hama ulat kubis yang akan dikenali hanya jenis Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F.

2 Ciri yang digunakan dalam penelitian ini adalah ciri tekstur.

3 Bagian hama ulat kubis yang digunakan hanya pada bagian abdomen dan thorax.

4 Hama ulat kubis yang dapat dikenali hanya pada posisi lurus dan tidak berkelompok.

TINJAUAN PUSTAKA

Kubis

Tanaman kubis merupakan tanaman sayur-sayuran yang telah banyak diusahakan para petani di Indonesia karena banyak mengandung vitamin A 200 IU, B 20 IU, dan C 120 IU mgr. Vitamin-vitamin ini sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Tanaman kubis dapat tumbuh dengan baik pada tanah gembur mengandung banyak humus dan tumbuh pada ketinggian 1000–2000 dpl (BIP 1993).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

(15)

3 Tekstur

Ciri tekstur merupakan gambaran visual dari suatu permukaan atau bahan. Tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pencahayaan pada sebuah citra. Variasi intensitas pencahayaan tersebut dapat disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan warna pada suatu permukaan. Tekstur juga memuat informasi area, keseragaman, kepadatan, kekasaran, keteraturan, linearitas, keberarahan, dan frekuensi. Menurut Maenpaa (2003), penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan serta lingkungan dan kondisi pencahayaan.

Transformasi Wavelet

Transformasi Wavelet merupakan metode ekstraksi ciri yang dapat mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh transformasi Fourier karena transformasi Fourier hanya dapat menganalisis sinyal dengan bentuk stationary signal (Sengur 2009). Pola sinyal tersebut tidak dapat memberikan informasi waktu dari frekuensi sinyal yang dibentuk, sedangkan transformasi Wavelet dapat menganalisis sinyal berbentuk non-stationary signal yang mampu mengatasi periodisitas sinyal sehingga dapat memberikan informasi mengenai frekuensi dan waktu dari sinyal. Hal ini menunjukkan bahwa Wavelet dapat memberikan informasi lebih dibandingkan dengan transformasi Fourier (Liu 2010).

Menurut Sifuzzaman et al. (2009) terdapat 2 jenis transformasi Wavelet,

yaitu Continuous Wavelet Transformation (CWT) dan Discrete Wavelet Transformation (DWT). Proses CWT dilakukan dengan menggunakan pendekatan

multiresolution analysis, sedangkan DWT menggunakan filter bank untuk analisis dan sintesis sinyal.

Sebuah citra 2 dimensi dianalisis dan disintesis oleh sebuah filter bank 2 dimensi. Hal ini menunjukkan bahwa jenis transformasi Wavelet yang digunakan untuk mengolah citra 2 dimensi adalah DWT. Persamaan transformasi Wavelet 2

a : parameter penskalaan sebagai penentu jumlah level kompresi. b : parameter translasi dari Wavelet.

Menurut Talukder dan Harada (2007), proses transformasi Wavelet sama dengan proses subband coding, yaitu sinyal didekomposisi menggunakan filter bank. Filter bank digunakan untuk merekonstruksi citra diberbagai resolusi.

Jenis filter bank yang digunakan pada penelitian ini adalah Haar. Filter Haar

(16)

4

Wavelet 2 dimensi, yaitu fungsi Wavelet bagian horizontal, bagian vertikal, dan bagian diagonal. Ketiga bagian tersebut dihitung dengan menggunakan Persamaan 3, Persamaan 4, dan Persamaan 5.

φ x,y = φ x φ(y) (2)

Perhitungan keempat fungsi sebelumnya merepresentasikan rekonstruksi

filter bank 4 channel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Talukder dan Harada 2007).

Gambar 1 Ilustrasi filter bank

Pada Gambar 1, notasi aLmenunjukkan low pass filter. Low pass filter diaplikasikan untuk memperoleh komponen berfrekuensi rendah dari citra. Notasi aH menunjukkan high pass filter yang bertujuan memperoleh komponen berfrekuensi tinggi dari citra (Kaur dan Singh 2011). Hasil dari low pass filter dan

high pass filter berupa setengah nilai dari nilai frekuensi sebelumnya yang dinotasikan dengan ↓2.

(17)

5

Gambar 2 Subbagian frekuensi citra

Probabilistic Neural Network

Probabilistic Neural Network (PNN) diusulkan oleh Donald Specht pada tahun 1990 sebagai alternatif dari back-propagation neural network. PNN merupakan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan Radial Basis Function (RBF). RBF adalah fungsi yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel non linear (Wu et al. 2007). Keuntungan utama menggunakan PNN adalah pelatihannya yang mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil pelatihan melainkan nilai yang menjadi masukan.

PNN terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keluaran. Struktur PNN selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 3. Lapisan-lapisan yang menyusun PNN sebagai berikut:

(18)

6

1 Lapisan input (input layer)

Lapisan masukan merupakan input x yang terdiri atas � nilai yang akan diklasifikasikan pada salah satu kelas dari � kelas.

2 Lapisan pola (pattern layer)

Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara input xdan vektor bobot xij, yaitu Zi =x.xij. Zikemudian dibagi dengan bias tertentu σ dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi radial basis, yaitu radbas n =

exp⁡(−n). Dengan demikian, persamaan yang digunakan pada lapisan pola

3 Lapisan penjumlahan (summation layer)

Pada lapisan penjumlahan setiap pola pada masing-masing kelas dijumlahkan sehingga dihasilkan population density function untuk setiap kelas. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah:

p x = 1

Metode k-fold cross validation akan melakukan pembagian data secara acak menjadi beberapa bagian yang tidak tergantung satu dengan yang lainya, data akan dibagi menjadi data latih dan data uji. Pembagian data akan dilakukan sebanyak k

nilai (Kohavi 1995).

Confusion Matrix

Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri dari banyaknya baris data uji yang diprediksi benat dan tidak benar oleh model klasifikasi. Tabel ini diperlukan untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2005). Contoh confusion matrix dapat dilihat pada tabel 1.

(19)

7 Evaluasi Sistem

Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam mengevaluasi kelebihan serta kekurangan dari metode yang digunakan. Hal ini terlihat dari hasil perbandingan antara hasil klasifikasi citra hama ulat kubis yang terklasifikasi dengan benar dibandingkan dengan total data uji. Proses perhitungan akurasi hasil klasifikasi menggunakan rumus berikut:

Akurasi= Nbenar

N x 100% Dengan:

ΣNbenar : total jumlah citra uji yang diklasifikasikan dengan benar.

ΣN : total jumlah citra uji yang digunakan.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yakni pengambilan data, praproses yang meliputi pemotongan citra yang terfokus pada hama ulat serta pengubahan mode warna menjadi grayscale, ekstraksi ciri tekstur pada citra hama ulat, klasifikasi data dengan PNN, dan perhitungan tingkat akurasi.

Proses akan berlangsung pada dua sisi yaitu pada sisi server dan sisi client. Pada sisi server akan berlangsung tahapan praproses, ekstraksi fitur, pembentukan model klasifikasi, hingga proses identifikasi, sedangkan pada proses client

berlangsung proses akuisisi citra yang akan diidentifikasi. Hasil akuisisi citra yang telah dikirim ke server akan diolah dan dikembalikan ke client dalam bentuk peluang. Alur metodologi dapat dilihat pada Gambar 4.

Client

Pada penelitian ini, pada sisi client citra yang terdapat pada gallery ponsel yang diambil dengan menggunakan kamera digital dan telah dilakukan cropping

kemudian dikirim ke server dengan menggunakan jaringan internet untuk dilakukan identifikasi. Hasil identifikasi citra yang dilakukan di server akan dikembalikan pada client dan dapat ditampilkan pada layar ponsel client.

Server

Pada sisi server, pemrosesan dibagi menjadi dua bagian yaitu training dan testing. Training citra adalah proses mendapatkan model klasifikasi hama ulat kubis yang didapat dari pengolahan citra dengan menggunakan transformasi Wavelet dan

testing adalah proses untuk menguji data latih dengan data uji untuk mendapatkan akurasi sistem.

Data Penelitian

(20)

8

dan Proteksi Tanaman di dalam gedung sehingga data citra yang digunakan memiliki tingkat pencahayaan dan kualitas tekstur yang berbeda-beda. Pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Data citra hama ulat kubis yang digunakan berformat JPEG dengan ukuran 512 x 128 pixel. Data kemudian dikelompokkan ke dalam 3 yaitu kelas Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F yang masing-masing setiap kelasnya terdiri atas 45 citra. Data kemudian dibagi menjadi 80% data yakni 36 citra sebagai data latih dan 20% data yakni 9 citra sebagai data uji. Contoh citra dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3.

Gambar 4 Metodologi penelitian

Praproses

(21)

9

(a) (b) (c)

Gambar 5 (a) Citra hasil akusisi (b) Cropping (c) Mengubah RGB menjadi

grayscale

Ekstrasi Ciri Wavelet

Citra kueri yang telah dilakukan pemotongan (cropping) dan perubahan mode warna menjadi grayscale kemudian diekstraksi dengan transformasi Wavelet family Haar untuk mendapatkan vektor ciri dari masing-masing kelas.

Pada penelitian ini dekomposisi yang dilakukan hanya sampai pada 3 level. Pada setiap proses dekomposisi akan menghasilkan sebuah citra dengan 4 subbagian yang direpresentasikan sebagai low-low (LL), low-high (LH), high-low

(HL), dan high-high (HH). Gambar 6 Memperlihatkan hasil ekstraksi pada setiap level.

(a) (b) (c)

Gambar 6 (a) Dekomposisi 1 level (b) Dekomposisi 2 level (c) Dekomposisi 3 level

Algoritme Dekomposisi Wavelet

(22)

10

1 Transformasi linier digunakan untuk mengubah ruang warna secara linier menjadi warna dasar. Warna dasar adalah grayscale, dengan nilai pixel

berkisar antara 0-255. Bila input citra adalah citra berwarna (nilai R, G, dan B berbeda), maka terlebih dahulu dilakukan proses transformasi ke citra

grayscale.

2 Pada citra grayscale kemudian dilakukan proses transformasi citra dengan menggunakan penapis lolos rendah Low Pass Filter (LPF) dan penapis lolos tinggi High Pass Filter (HPF). Proses transformasi menghasilkan citra

Low-low (LL), Low-high (LH), High-low (HL), dan High-high (HH). 3 Proses dekomposisi berikutnya hanya dilakukan pada koefisien Low-low

(LL) atau citra aproksimasi dan terus dilakukan sebanyak level yang diinginkan.

4 Proses terakhir setelah dilakukan dekomposisi adalah menjadikan koefisien LL sebagai masukan pada PNN.

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)

Arsitektur pada PNN terdiri atas 4 lapisan yakni lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keputusan. Pada penelitian ini lapisan masukan terdiri atas 1024 vektor ciri. Vektor ciri ini dihasilkan dari ekstraksi ciri

Wavelet pada 3 level. Lapisan pola terdiri atas 108 vektor yang dihasilkan dari 3 kelas target yang digunakan dengan masing-masing kelas terdiri atas 36 vektor. Selanjutnya, dilakukan perhitungan dari vektor ciri pelatihan ke vektor ciri pengujian dan akan menghasilkan sebuah nilai. Pada perhitungan tersebut akan digunakan nilai bias sebesar 0.06. Nilai ini didapat dari hasil percobaan dengan melihat hasil akurasi terbaik. Pada lapisan penjumlahan setiap keluaran dari lapisan pola akan dijumlahkan dengan keluaran dari lapisan pola lainnya yang berada dalam satu kelas untuk menghasilkan probabilitas vektor keluaran pada lapisan penjumlahan. Lapisan keputusan atau keluaran akan mengambil nilai peluang maksimum dari vektor keluaran dan akan dijadikan kelas target yang terpilih.

Lingkungan Pengembangan

Spesifikasi perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Processor Intel Core 2.00 GHz.

 RAM kapasitas 3 GB.

Harddisk kapasitas 250 GB.

 Sistem Operasi Windows 7 Ultimate Service Pack 2 32-bit.

 Microsoft Visual C++ 2010 Express Edition.

 Eclipse IDE for java Developer.

 OpenCV 2.1.0.

 CodeBloks.

 MATLAB 7.7.0 (R2008b).

 Sistem Operasi Android 4.1 Jelly Bean.

(23)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembagian Data Latih dan Data Uji

Data citra yang telah dilakukan pemotongan (cropping) dan telah diubah menjadi grayscale kemudian dibagi menjadi data latih dan uji dengan persentase 80% dan 20%. Dari 135 citra hama ulat kubis yang tersedia, sebanyak 108 citra digunakan sebagai data latih dan 27 citra digunakan sebagai data uji. Beberapa contoh data citra yang digunakan sebagai data latih dan data uji untuk hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller, Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b) (c)

Gambar 7 (a) Crocidolumia binotalis zeller (b) Spodoptera exigua (Hubner) (c)

Spodoptera litura F

Untuk memenuhi persentase 80% dan 20% dari data yang tersedia sebagai data latih dan uji maka pada penelitian ini digunakan metode 5-fold cross validation

untuk pembagian data tersebut. Skenario percobaan yang dilakukan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Table 2 Skenario percobaan yang dilakukan

(24)

12

Hasil Ekstraksi Wavelet

Citra hasil cropping yang telah diubah menjadi citra grayscale digunakan sebagai masukan pada proses ekstraksi ciri. Ekstraksi ciri diawali dengan menghitung rataan (averages) dan pengurangan (differences) secara orthogonal. Tujuan dari perhitungan adalah mendekomposisi citra masukan menjadi sesuai dengan level yang diinginkan.

Sinyal yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah sinyal hasil proses dekomposisi level 3 pada bagian Low-low (LL). Sinyal ini didapatkan dengan mengubah citra LL kedalam bentuk array 1 dimensi yang akan disebut sebagai vektor ciri. Vektor ciri tersebut kemudian diformulasikan ke dalam bentuk sinyal dengan mengunakan toolbox MATLAB yaitu WAVELAB B850. WAVELAB B850 diunduh melalui alamat http://www-stat.stanford.edu.

Analisis pola tekstur dilakukan dengan menganalisis pola sinyal yang terbentuk. Analisis penyakit dilakukan dengan memberikan kotak merah pada bagian penciri ulat. Penentuan letak kotak merah dilakukan dengan cara konvensional, yaitu dengan melihat pola penciri berdasarkan letak piksel pada citra terhadap posisi nilai frekuensi yang dihasilkan pada sinyal Wavelet.

Pola sinyal hasil ekstraksi ciri sangat dipengaruhi oleh kontras pencahayaan dan bentuk permukaan dari tekstur citra. Citra yang memiliki kontras pencahayaan yang rendah serta bentuk permukaan yang tidak baik akan menghasilkan pola sinyal yang didominasi dengan nilai rendah, Sedangkan pola sinyal dengan kontras pencahayaan dan permukaan tekstur yang baik akanmenghasilkan pola dengan dominasi nilai tinggi.

Pola sinyal yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap jenis hama ulat kubis. Hal ini disebabkan setiap hama ulat kubis memiliki tekstur dan kontras yang berbeda. Gambar 8 menunjukkan salah satu citra hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller. Pola sinyal yang dihasilkan didominasi oleh oleh sinyal dengan frekuensi tinggi dengan frekuensi berada pada rentang nilai dari 1 sampai 1800. Posisi kotak merah yang dihasilkan pada citra ini terlihat sangat rapat satu dengan lainnya. Nilai pada kotak merah tersebut merepresentasikan ciri hama Crocidolumia binotalis zeller yaitu bulat hitam dan menonjol kepermukaan.

Gambar 9 menunjukkan hama ulat kubis Spodoptera exigua beserta pola sinyalnya. Pola sinyal yang dihasilkan pada hama ulat Spodoptera exigua menyebar naik dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi pada rentang nilai 100 sampai 1600. Posisi kotak merah yang dihasilkan menunjukkan bahwa ciri hama ulat Spodoptera exigua berada pada rentang 400 sampai 1200. Nilai tersebut merepresentasikan ciri hama ulat Spodoptera exigua yakni bercak hitam. Gambar 10 merupakan pola sinyal hama kubis Spodoptera litura. Pola sinyal yang dihasilkan menunjukkan bahwa hama ulat ini didominasi dengan sinyal berfrekuensi rendah yakni tersebar pada rentang nilai 1 sampai 1000. Pada kotak merah yang dihasilkan sebagai ciri hama ulat kubis Spodoptera litura berada pada rentang 1 sampai 500. Hal ini merepresentasikan ciri hama ulat kubis spodoptera litura yakni bercak hitam yang lebih pekat dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya.

(25)

13

exigua. Hal ini disebabkan oleh pemotongan yang tidak seragam, posisi hama ulat yang tidak lurus, bercak yang tidak terlihat dengan jelas, serta kontras citra yang tidak sama pada semua citra.

Gambar 8 Hama ulat Spodoptera litura dan pola sinyal yang dihasilkan

Gambar 9 Hama ulat Spodoptera exigua dan pola sinyal yang dihasilkan

(26)

14

Berdasarkan hasil analisis dari semua pola sinyal yang terbentuk pada masing-masing kelas dan perataan-rataan pada setiap pola sinyal yang terbentuk, didapatkan adanya ciri pembeda setiap kelas. Pola sinyal rerataan hama ulat

Crocidolumia binotalis zeller dan pola sinyal rerataan hama ulat Spodoptera exigua

menghasilkan pola yang hampir sama namun berbeda pada rentang nilai yang dihasilkan. Rentang nilai rerataan hama ulat Crocidolumia binotalis zeller pada kisaran nilai 700 sampai 1600 sedangkan rentang nilai rerataan kelas hama ulat

Spodoptera exigua pada kisaran 600 sampai 1200. Rerataan pola sinyal yang dihasilkan pada kelas hama ulat Spodoptera litura sangat berbeda dengan 2 kelas lainnya. Hama ulat Spodoptera lituraberada pada rentang nilai 100 sampai 1200 namun lebih didominasi dengan nilai berfrekuensi rendah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 14.

sh ah

Gambar 11 Hama ulat kubis Spodoptera exigua dan pola sinyal yang terbentuk

Gambar 12 Hama ulat kubis Spodoptera litura dan pola sinyal yang terbentuk

(27)

15

Gambar 14 Perbandingan rerataan pola sinyal pada setiap kelas hama ulat kubis

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)

Setelah melakukan ekstraksi ciri dengan transformasi Wavelet. Tahapan selanjutnya adalah melakukan klasifikasi menggunakan classifier Probabilistic Neural Network yang dilakukan pada setiap fold percobaan. Hasil identifikasi pada setiap fold dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Akurasi hasil klasifikasi dengan PNN

Percobaan Akurasi

Dari 5 percobaan yang dilakukan dengan menggunakan 27 data uji classifier

PNN mampu mengklasifikasikan hama ulat kubis Crocidolumia binotalis zeller,

Spodoptera exigua (Hubner), dan Spodoptera litura F dengan rata-rata akurasi 80.74%.

Akurasi rata-rata= 85.2%+85.2%+70.3%+66.6%+96.3%

5 =80.74%

Hasil akurasi terbaik didapat dari fold 5 dengan total akurasi sebesar 96.3%. dengan kelas Crocidolumia binotalis zeller mencapai akurasi 100%, kelas

Spodoptera exigua (Hubner ) 88.8%, dan kelas Spodoptera litura F 100% seperti ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 15.

(28)

16

Tabel 4 Analisis confusion matrix pada fold 5

Kelas Keterangan Crocidolumia B Spodoptera E Spodoptera L

1 Crocidolumia B Z 9 0 0

2 Spodoptera E 1 8 0

3 Spodoptera L 0 0 9

Gambar 15 Hasil akurasi fold 5

Secara keseluruhan, hama ulat kubis dapat diklasifikasikan dengan benar. Pada fold 5 dari total 27 data uji yang digunakan terdapat 26 data uji yang terklasifikasikan benar dan hanya ada 1 data uji yang terklasifikasi salah yakni data uji kelas Spodoptea exigua, citra tersebut terklasifikasikan ke dalam kelas

Crocidolumia binotalis zeller. Berikut pola sinyal dari citra Spodoptea exigua salah klasifikasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dan pola sinyal hasil ekstraksi ciri

Penyebab kesalahan klasifikasi hama ulat Spodoptera exigua yang terklasifikasi ke dalam kelas Crocidolumia binotalis zeller ialah perbedaan pola sinyal dan rentang nilai frekuensi yang dihasilkan dengan pola rerataan sinyal kelas hama ulat Spodoptera exigua. Perbandingan pola sinyal citra salah klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Spodoptera exigua dan pola sinyal rerataan

(29)

17

Gambar 17 Perbandingan pola sinyal data citra hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Crocidolumia binotalis zeller

Gambar 18 Perbandingan pola sinyal hama ulat Spodoptera exigua salah klasifikasi dengan pola sinyal rerataan kelas Spodoptera exigua

Hasil perbandingan pola sinyal pada Gambar 17 dan Gambar 18 terlihat jika pola sinyal data citra uji hama ulat Spodoptea exigua yang salah klasifikasi memiliki bentuk yang tidak sama dengan rerataan pola sinyal manapun, baik dengan pola sinyal kelas Crocidolumia binotalis zeller maupun dengan pola sinyal kelas Spodoptera exigua. Hal ini tentu menjadikan data citra uji hama ulat

Spodoptera exigua dapat terklasifikasi kekelas yang salah seperti yang terjadi pada penelitian ini.

Hasil Antarmuka Sistem

Sistem ini diberi nama I-Larva. Antarmuka sistem ini terdiri atas menu

home, jenis penyakit, identifikasi, dan petunjuk. Pada menu home, pengguna dapat melihat semua tampilan dari sistem yang dikembangkan. Tampilan menu home

dapat dilihat pada Gambar 19.

Kelas Crocidolumia binotalis zeller

Kelas Spodoptera exigua

Data uji Spodoptera exigua

(30)

18

Gambar 19 Tampilan home

(a) (b)

Gambar 20 (a) Tampilan menu jenis penyakit (b) Tampilan detail jenis penyakit Gambar 20 (a) merupakan tampilan pada menu jenis penyakit. Pada menu ini pengguna dapat melihat semua jenis-jenis hama ulat kubis. Pengguna harus memilih salah satu citra yang kemudian akan masuk ke halaman detail dari citra tersebut. Gambar 20 (b) merupakan tampilan halaman detail dari salah satu hama ulat kubis.

(31)

19 yang mirip dengan citra kueri masukan yang diurutkan berdasarkan besar nilai peluang pada masing-masing kelas.

(a) (b)

(c) (d) Gambar 21 Antarmuka identifikasi citra

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1 Kombinasi ekstraksi ciri tekstur transformasi Wavelet dengan Probabilistic

Neural Network (PNN) sebagai classifier dapat diimplementasikan dalam pengenalan hama ulat kubis.

(32)

20

3 Hasil identifikasi dipengaruhi oleh teknik pengambilan citra, teknik pemotongan (cropping), pola tekstur yang terbentuk, serta kontras pencahayaan.

Saran

Beberapa hal yang perlu dikembangkan lebih lanjut dari penelitian ini antara lain:

1 Menambah data dengan akuisisi citra yang lebih baik dengan memerhatikan penggunaan kamera digital yang lebih besar resolusinya, pencahayaan, dan sudut pengambilan yang lebih beragam.

2 Melakukan segmentasi otomatis pada saat praproses citra dan menambah jenis hama ulat yang dapat diidentifikasi.

3 Melakukan pengenalan hama ulat kubis dengan berbagai posisi.

DAFTAR PUSTAKA

Anaisie PE, Eziah VY, Owusu EO. 2011. The potential of indigenous entomopathogenic fungi for the management of the diamondback moth, Plutella xylostella L. (Lepidoptera: yponomeutidae) in Ghana. International Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics. 1(10): 275-281.

Cho J, Choi J, Qiao M, Ji C, Kim H, Uhm K, Chon T. 2007. Automatic identification of whiteflies, aphids, and thrips in greenhouse based on image analysis. International Journal of Mathematics and Computers in Simulation. 1(1): 46-53.

[BPS] Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012.

Produktivitas Kol/Kubis Menurut Provinsi 2007-2011. Jakarta (ID): BPS. Dadang, Fitriasari ED, Prijono D. 2009. Effectiveness of two botanical insecticide

formulations to two major cabbage insect pests on field application. JISSAAS. 15(1): 42-51.

[Deptan] Kementrian Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembinaan Tenaga Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Pengendali Organisme Penggangu Tumbuhan Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP). Jakarta (ID): Deptan. [Deptan DJTP] Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010.

Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2010. Jakarta (ID): Deptan.

[Deptan DJTP] Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2011.

Laporan Tahunan 2010. Jakarta (ID): Deptan.

Kaur G, Singh B. 2011. Intensity based image segmentation using wavelet analysis and clustering techniques. IJCSE. 2(3): 379-384.

Kohavi R. 1995. A study of cross-validation and bootsrap for accurancy estimation and model selection. Computer Science Departemen Stanford University: 1137-1143.

(33)

21 [BIP] Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1993. Budidaya Tanaman Kubis.

Jayapura (ID): Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.

Liu. 2010. A Tutorial of the Wavelet Transform [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 1]; Tersedia pada: http://disp.ee.ntu.edu.tw/tutorial/WaveletTutorial.pdf. Maenpaa T. 2003. The Local Binary Pattern Approach to Texture

Analysis-Extenxions and Applications. Oulu (SE): University of Oulu.

Nelly N, Rusli R, Yaherwandi, Yusmarika F. 2010. Diversity of parasitoid lepidopterans larvae on brassicaceae in west Sumatra. Biodiversitas. 11(2): 93-96.

[RI] 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Sengur A. 2008. Color texture classification using wavelet transform and neural network ensembles. AJSE. 34(2B): 491-502.

Sifuzzaman M, Islam MR, Ali MZ. 2009.Application of wavelet transform and its advantages compared to Fourier transform. Journal of Physical Sciences. 13: 121-134.

Talukder HK, Harada K. 2007.Haar wavelet based approach for image compression and quality assessnment of compressed image. Di dalam: Proceedings of the World Congress on Engineering 2007; 2007 Jul 2-4; London, Inggris. London (UK): WCE.

Tan PN, Steinbach M, Kumar V. 2006. Introduction to Data Mining. Boston: Pearson Addlson-Wesley.

(34)

22

(35)

23 Lampiran 1 Data latih dan data uji hama ulat Crocidolumia binotalis zeller

001 002 003 004 005 006 007 008

009 010 011 012 013 014 015 016

017 018 019 020 021 022 023 024

(36)

24 Lanjutan

033 034 035 036 037 038 039 040

(37)

25 Lampiran 2 Data latih dan data uji hama ulat Spodoptera exigua (Hubner)

001 002 003 004 005 006 007 008

009 010 011 012 013 014 015 016

017 018 019 020 021 022 023 024

(38)

26 Lanjutan

033 034 035 036 037 038 039 040

(39)

27 Lampiran 3 Data latih dan data uji hama ulat Spodoptera litura F

001 002 003 004 005 006 007 008

009 010 011 012 013 014 015 016

017 018 019 020 021 022 023 024

(40)

28

Lanjutan

033 034 035 036 037 038 039 040

(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi  filter bank
Gambar 2 Subbagian frekuensi citra
Gambar 4 Metodologi penelitian
Gambar 5 (a) Citra hasil akusisi (b) Cropping (c) Mengubah RGB menjadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian pada Tabel 4 akan terlihat perbandingan akurasi untuk ekstraksi ciri ICZ dengan hasil penelitian Lesmana (2012) yang menggunakan klasifikasi backpropagation

Penelitian ini menggunakan ekstraksi fitur berdasarkan ciri morfologi daun pada citra daun Shorea, serta menggunakan PNN sebagai teknik klasifikasi pada identifikasi daun

Data yang digunakan pada data citra daun tumbuhan obat sebanyak 10 citra dari setiap kelas dengan pembagian 7 citra data latih dan 3 citra data uji.. Data citra

Perbandingan akurasi rata-rata dari setiap iterasi untuk masing-masing tanda tangan berdasarkan perbedaan jenis data dengan menggunakan 4-fold cross validation

Pada penelitian ini melalui lima tahap dalam klasifikasi abnormal pada sinyal EKG (Gambar 1) , Dataset untuk persiapan data, preprosessing data, fitur ekstraksi, klasifikasi

Pengembangan aplikasi untuk identifikasi tumbuhan obat menggunakan LBP dengan klasifikasi PNN pada perangkat mobile yang berbasiskan sistem operasi Android berhasil

Pada penelitian digunakan yaitu: trasformasi wavelet sebagi proses pendeteksi sinyal yang di- gunakan untuk menangkap sinyal. Capture dilakukan dua kondisi, kondisi pertama

Salah satu metode klasifikasi terhadap citra adalah Convolutional Neural Network (CNN), metode ini mendeteksi fitur gambar dengan cara mengambil feature map yang ada